PENGEMBANGAN LAYANAN MULTIMEDIA DI PERPUSTAKAAN BANK INDONESIA Lina Rosidinawati Departemen Ilmu Perpustaakan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pengembangan layanan multimedia yang terdapat di Perpustakaan Bank Indonesia dilihat dari pengembangan koleksi, fasilitas dan perangkat pendukung, sumber daya manusia, pengelolaan koleksi, dan sistem layanan yang diterapkan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, obervasi dan analisis dokumen. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Unit dari Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Riset serta para pustakawan yang membeikan layanan multimedia. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengembangan layanan multimedia telah dilaksanakan oleh Perpustakaan Bank Indonesia baik dari sisi pengembangan koleksi, fasilitas dan perangkat pendukung , pengelolaan koleksi, maupun sistem layanan. Namun penyediaan sumber daya manusia untuk menunjang pemberian layanan belum dilaksanakan oleh perpustakaan Bank Indonesia. Kata kunci : Layanan multimedia, Layanan Perpustakaan, Koleksi Multimedia.
Abstract This research discusses the development of multimedia services in the Library of Bank Indonesia focused on the collection development, facilities and supporting devices, human resources, collection management, and the system services implementation. This study is a qualitative research with case study method. Data collection methods used in this study were interviews, observation and document analysis. The informants in this study were the Head Unit of the Public Library and Research Libraries and the librarians who work for multimedia services. The survey results revealed that the development of multimedia services have been implemented by Bank Indonesia Library in terms of collection development, facilities and supporting devices, collection management, and system services. However, the provision of human resources to support the provision of library services have not been implemented by Bank Indonesia Library. Keywords: Multimedia Services, Library Services, Multimedia Collection.
1.
Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat berdampak pada jenis-jenis koleksi yang ada di perpustakaan. Tidak hanya dalam bentuk koleksi buku, koleksi-koleksi yang tersedia pada perpustakaan saat ini meliputi berbagai macam media. Koleksi perpustakaan yang semakin meningkat dan mengarah pada dokumen-dokumen multimedia membuat layanan multimedia saat ini berkembang pada banyak perpustakaan. Penyajian koleksi
perpustakaan dalam bentuk multimedia ini telah mengubah paradigma sistem pembelajaran dari hanya membaca dan melihat menjadi sistem pembelajaran dengan membaca, melihat, mendengar, mengamati, dan mengerjakan. Perkembangan multimedia yang begitu cepat ini karena media tersebut dianggap lebih interaktif. Hal ini disebabkan tampilan yang disajikan dalam media ini menekankan pada tampilan visual yang digabungkan dengan audio sehingga membuat para penontonnya tidak mudah bosan. Menurut Nurjanah (2009), saat ini koleksi multimedia pada sebuah perpustakaan dapat dipakai sebagai salah
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
satu alat yang sangat membantu dalam meningkatkan keunggulan bersaing di era pasar global. Tuntutan jaman dan gejolak pengguna jasa perpustakaan saat ini telah ditandai dengan keinginan untuk dilayani serba cepat, tepat, dan instan, dan tidak saja dalam format alfanumerik tetapi juga grafik, citra, suara, dan video secara interaktif. Multimedia Literacy atau melek multimedia saat ini segera menjadi keterampilan dasar yang sama pentingnya dengan keterampilan membaca. Artinya bahwa koleksi multimedia menjadikan kegiatan membaca itu lebih dinamis dalam memberikan dimensi baru dalam kata-kata (Hofstetter, 1995:3). Penelitian yang dilakukan oleh computer technology research (CTR) menunjukkan bahwa, orang hanya mengingat 20% dari apa yang mereka lihat dan 30% dari apa yang mereka dengar. Tapi mereka ingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar, dan sebanyak 80% dari apa yang mereka lihat, dengar, dan lakukan sendiri. Itulah sebabnya multimedia menyediakan suatu alat yang kuat untuk pengajaran dan pembelajaran (Hofstetter, 1995:3). Hal-hal tersebut membuat sebuah perpustakaan saat ini dituntut untuk dapat mengembangkan layanan multimedianya guna membantu para pengguna koleksi multimedia. Tujuannya tentu saja untuk memenuhi tuntutan para pengguna perpustakaan yang saat ini selalu ingin dilayani serba cepat, tepat, dan instan, dan tidak saja dalam format alfanumerik tetapi juga grafik, citra, suara, dan video secara interaktif. Namun pengelolaan koleksi multimedia tidak dapat disamakan dengan pengelolaan koleksi buku. Koleksi multimedia memerlukan ruang dan tempat khusus untuk penyimpanan koleksi karena koleksi tersebut memerlukan perangkat pendukung lain sebagai media pembacanya. Tapi pada kenyataannya, banyak perpustakaan yang memiliki koleksi multimedia tetapi kurang atau bahkan tidak memerhatikan hal tersebut. Hal inilah yang terkadang membuat koleksi multimedia yang ada di suatu perpustakaan kurang berkembang dan layanan yang diberikan kurang maksimal.
1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan observasi awal, terlihat bahwa layanan bagi pengguna koleksi multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia saat ini kurang berkembang. Layanan yang diberikan kepada pengguna koleksi multimedia masih digabung dengan pemberian layanan terhadap pengguna koleksi buku. Selain itu tempat penyimpanan koleksi multimedia masih terpencar dibeberapa titik. Sarana untuk menggunakan koleksi tersebut juga dapat dikatakan kurang. Hal ini mungkin saja membuat pengguna kurang nyaman dalam menggunakan layanan multimedia yang ada di Perpustakaan Bank Indonesia. Atas alasan tersebut diadakan penelitian mengenai Layanan Multimedia yang ada di Perpustakaan Bank
Indonesia yang bertujuan untuk mengembangkan layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia. Berdasarkan jabaran permasalahan diatas, pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana layanan multimedia dilaksanakan di Perpustakaan Bank Indonesia? 2. Hal-hal apa saja yang dapat dikembangkan pada layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia?
1.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui bagaimana layanan multimedia dilaksanakan di Perpustakaan Bank Indonesia. 2. Mengidentifikasi hal-hal yang dapat dikembangkan pada layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia.
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat menjadi saran bagi Perpustakaan Bank Indonesia sehingga dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan yang bermanfaat bagi penggunanya khususnya pada layanan multimedia. Sementara manfaat akademis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu perpustakaan dan informasi. Selain itu penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya sebagai informasi awal mengenai layanan multimedia khususnya di Perpustakaan Bank Indonesia.
2. Tinjauan Literatur 2.1. Layanan Perpustakaan Layanan perpustakaan merupakan layanan yang ditawarkan kepada pengguna perpustakaan. Layanan yang diberikan oleh suatu perpustakaan seringkali dijadikan tolak ukur penilaian oleh para pengguna terhadap perpustakaan itu sendiri. Layanan perpustakaan yang baik adalah layanan yang berorientasi pada kenyamanan pengguna. Layanan perpustakaan adalah semua kegiatan yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan pengguna perpustakaan. Darmono (2001:134) mendefinisikan layanan perpustakaan adalah suatu layanan yang menawarkan semua bentuk koleksi yang dimiliki perpustakaan kepada pemakai yang datang ke perpustakaan dan meminta informasi yang dibutuhkannya. Ini berarti tujuan dari layanan perpustakaan adalah untuk mempertemukan bahan pustaka dengan penggunanya dan membantu
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
memenuhi kebutuhan masyarakat tentang informasi sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Menurut Darmono (2001:135) kegiatan layanan perpustakaan perlu memperhatikan beberapa asas layanan sebagai berikut: pertama layanan selalu berorientasi kepada kebutuhan dan kepentingan pemakai perpustakaan. Kedua layanan diberikan atas dasar keseragaman, keadilan, merata dan memandang pemakai perpustakaaan sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak dipandang secara individual. Ketiga layanan perpustakaan dilandasi dengan tata aturan yang jelas dengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi layanan, peraturan perpustakaan perlu didukung oleh semua pihak agar layanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik. Dan yang terakhir layanan dilaksanakan dengan mempertimbangkan faktor kecepatan, ketepatan, dan kemudahan dengan didukung oleh administrasi yang baik. Sutarno (2003:63) berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar kegiatan layanan perpustakaan dapat berjalan dengan baik, antara lain layanan perpustakaan diberikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam memberikan layanan harus selalu diusahakan agar pelanggan merasa senang dan puas. Proses pemberian layanan juga harus mudah, sederhana dan efisien. Cara pemberian layanan juga harus cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran. Dalam pemberian layanan harus selalu berusaha diciptakan suasana ramah, supel dan menarik. Layanan perpustakaan bersifat membimbing, namun tidak terkesan menggurui. Layanan yang diberikan juga diharapkan dapat menimbulkan perasaan ingin tahu lebih jauh bagi pengguna. Layanan yang baik haruslah menimbulkan kesan yang baik sehingga pengguna terdorong untuk lebih sering mengunjungi perpustakaan
2.2. Unsur Layanan Perpustakaan Layanan suatu perpustakaan haruslah berkualitas agar pengguna dapat merasa puas. Terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi pemberian layanan perpustakaan seperti misalnya koleksi dan fasilitas yang disediakan. Berikut akan dijelaskan karakteristik layanan perpustakaan yang berkualitas menurut Rahayuningsih (2007:86) yang dapat dilihat dari koleksi, fasilitas, sumber daya manusia dan layanan perpustakaannya. Koleksi adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dan disimpan untuk disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi. Adapun karakteristik koleksi menurut Rahayuningsih (2007) yaitu : (1) kuantitas berkaitan dengan banyaknya jumlah koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan dan juga (2) kualitas berkaitan dengan mutu, kemutakhiran, kelengkapan koleksi
Fasilitas adalah segala hal yang memudahkan suatu kegiatan kelancaran tugas, seperti gedung, perlegakapan (meja, kursi, rak, dan sebagainya). Karakteristik fasilitas yang baik menurut Rahayuningsih (2007) dapat dinilai dari segi (1) Kelengkapan, menyangkut lingkup layanan dan ketersediaan sarana pendukung serta layanan pelengkap lainnya dan (2) Kenyamanan memperoleh layanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan, petunjuk, ketersediaan informasi, kebersihan dan lain-lain. Sumber daya manusia yaitu petugas yang ada di bagian layanan. Sumber daya manusia merupakan ujung tombak dari sebuah pemberian layanan karena merekalah yang dapat membantu mempertemukan pengguna dengan apa yang mereka butuhkan. Sumber daya manusia yang baik menurut Rahayuningsih haruslah memiliki karakteristik berikut: Kesopanan dan keramahan petugas memberi layanan, terutama bagi petugas yang berinteraksi langsung dengan pengguna. Selain itu juga harus memiliki rasa Tanggung jawab dalam melayani pengguna perpustakaaan. Dan yang tidak kalah penting adalah rasa Empati, wajar dan adil dalam memecahkan masalah dan menangani keluhan pengguna. Profesionalisme petugas perpustakaan di bagian layanan pengguna tercermin dalam diri petugas yang berjiwa SMART, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik, antusias/bangga pada profesi, ramah dan menghargai pengguna jasa, tabah ditengah kesulitan (Rahayuningsih, 2007). Layanan perpustakaan yaitu proses penyebarluasan segala macam informasi kepada masyarakat luas. Karakteristik layanan yang baik dapat dilihat dari (1) ketepatan waktu layanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses, (2) Akurasi layanan, berkaitan dengan layanan yang meminimalkan kesalahan dan juga (3) Kemudahan mendapatkan layanan, berkaitan dengan banykanya petugas yang melayani, fasilitas pendukung seperti komputer (Rahayuningsih, 2007).
2.3. Sistem Layanan Perpustakaan Layanan perpustakaan juga tidak terlepas dari sistem layanan perpustakaan yang diterapkan. Diperlukan suatu sistem layanan yang jelas untuk dapat melakukan layanan perpustakaan dengan baik sesuai dengan kondisi masing-masing perpustakaan. Saat ini kita mengenal terdapat dua sistem layanan pengguna yaitu sistem layanan terbuka dan sistem layanan tertutup. Sistem terbuka adalah sistem layanan yang memungkinkan pengguna masuk ke ruang koleksi untuk memilih dan mengambil sendiri koleksi yang diinginkan dari jajaran koleksi perpustakaan. Koleksi pada sistem ini harus disusun dengan suatu cara yang
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
dapat memudahkan pengguna mencari dan menemukan koleksi yang diinginkan (Rahayuningsih, 2007:93) . Keuntungan dari penerapan sistem terbuka antara lain menghemat tenaga, karena petugas tidak perlu mengambilkan koleksi yang akan dipinjam karena pengguna bisa langsung mengambil sendiri di rak. Sistem ini juga memberikan kepuasan kepada pengguna karena bisa memilih koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya secara langsung ke jajaran koleksi. Selain itu sistem ini memungkinkan pengguna memilih judul lain yang sesuai, apabila tidak menemukan koleksi yang dicari dan juga mengurangi kemungkinan terjadinya salah paham antara pengguna dan petugas. Namun sistem terbuka ini juga memiliki beberapa kerugian. Karena sifatnya yang memungkinkan pengguna masuk ke jajaran rak koleksi dan mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkan, maka diperlukan tenaga ekstra bagi para pustakawan untuk mengembalikan dan membetulkan koleksi yang letaknya salah. Selain itu koleksi juga akan lebih cepat rusak karena sering dipegang. Sistem ini juga memerlukan ruangan yang relatif lebih luas, untuk pengaturan rak agar pengguna leluasa memilih koleksi. Susunan koleksi di rak juga menjadi mudah berantakan (Rahayuningsih, 2007). Sistem tertutup sendiri adalah sistem layanan perpustakaan yang tidak memungkinkan pengguna mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkan. Pengguna bisa memilih koleksi melalui katalog, dan selanjutnya petugas perpustakaan yang akan mengambilkan (Rahayuningsih, 2007:93). Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menerapkan sistem tertutup antara lain memungkinkan susunan rak dipersempit antara satu dengan lainnya, sehingga menghemat ruang untuk menyimpan koleksi. Selain itu susunan koleksi di rak lebih teratur dan tidak mudah rusak, karena yang mengambil dan mengembalikan adalah petugas perpustakaan. Faktor kehilangan dan kerusakan koleksi juga bisa diperkecil karena hanya petugas saja yang dapat masuk dan mengambil koleksi dijajaran rak (Rahayuningsih, 2007). Namun seperti juga pada sistem terbuka, sistem tertutup ini memiliki beberapa kerugian. Kerugian sistem tertutup tersebut antara lain petugas perpustakaan banyak mengeluarkan energi untuk melayani peminjaman. Prosedur peminjaman juga tidak bisa cepat karena pengguna harus menunggu giliran dilayanani bila antrian panjang. Sejumlah koleksi juga tidak pernah disentuh atau dipinjam karena pengguna tidak bisa langsung mencari ke rak. Peminjam sering kali tidak puas apabila koleksi yang dipinjam tidak sesuai dengan yang dikehendaki (Rahayuningsih, 2007).
2.4. Multimedia dan Audiovisual Istilah multimedia di perpustakaan saat ini merupakan pengembangan dari istilah nonbook material atau bahan bukan buku. Reitz (2013) dalam Online Dictionary for Library and Information Science menjelaskan bahwa multimedia merupakan kombinasi dari dua atau lebih media digital (baik itu teks, grafik, audio, video, dll) yang digunakan dalam aplikasi komputer atau data file. Sedangakan menurut Hofstetter (1995:3) definisi multimedia adalah penggunaan sebuah komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, grafik, audio, dan video dengan jaringan dan alat-alat yang memungkinkan pengguna menavigasi, berinteraksi, membuat, dan berkomunikasi. Di Indonesia sendiri istilah Multimedia sering kali disama artikan dengan Audiovisual. Karena komponen dalam multimedia maupun audiovisual kurang lebih mencakup komponen yang sama, yakni mencakup teks, grafik, audio, dan video. John Feather dan Paul Sturges (2003:430) dalam buku International Encyclopedia of Information and Library Science menulis bahwa secara harfiah multimedia berarti ‘much media’ atau banyak media. Menurutnya istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan benda-benda digital yang menggunakan kombinasi teks, grafik, suara dan video. Benda-benda tersebut dapat disimpan dalam bentuk piringan optik maupun didownload dari World Wide Web. Lebih jauh Feather dan Sturges menjelaskan bahwa istilah multimedia telah digunakan , terutama oleh pustakawan, untuk menggantikan istilah ‘bahan audiovisual’ Dalam Online Dictionary for Library and Information Science, Reitz (2013) mengartikan audiovisual sebagai sebuah karya dalam media yang menggabungkan suara dan gambar, misalnya film atau videorecording dengan track suara atau sebuah slide presentasi yang disinkronkan dengan rekaman suara. Sedangkan dalam International Encyclopedia of Information and Library Science audiovisual diartikan sebagai istilah umum untuk mendeskripsikan isi informasi yang ada pada media penyimpanan dan format yang menggunakan gambar dan suara, diluar bahan teks. Audiovisual meliputi CD audio, rekaman dan kaset, foto, slide, film dan video, dan yang menggabungkan dua atau lebih format seperti ini. Namun istilah ‘bahan audiovisual’ saat ini mulai sering digantikan dengan istilah ‘multimedia’ yang dianggap sebagai sinonim modis untuk istilah bahan audiovisual (Feather, John dan Paul Sturges, 2003:430). Jadi dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah penggabungan dari dua atau lebih komponen baik itu teks, grafik, audio maupun video baik yang tersimpan dalam bentuk piringan optik maupun didownload dari
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
World Wide Web yang istilahnya sendiri telah banyak digunakan, terutama oleh pustakawan, untuk menggantikan istilah ‘bahan audiovisual’. Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan istilah multimedia karena istilah tersebutlah yang digunakan oleh lembaga tempat penelitian untuk menyebut koleksi-koleksi dalam bentuk CD-ROM, VCD, dan DVD yang menjadi koleksi di Perpustakaan Bank Indonesia
2.5. Multimedia Pembelajaran
sebagai
Media
Teknologi multimedia saat ini memiliki peranan yang penting sebagai media pembelajaran. Banyak yang percaya bahwa multimedia akan membawa kita kepada situasi pembelajaran dimana “learning with effort” akan ditinggalkan dan diganti dengan “learning with fun”. Terutama bagi orang dewasa, “learning with effort” adalah hal yang cukup sulit untuk dilaksanakan karena faktor keterbatasan seperti kemampuan daya tangkap yang semakin menurun dikarekan faktor usia. Proses pembelajaran yang menyenangkan, tidak membosankan, serta kreatif tentunya akan menjadi pilihan yang utama. Situasi pembelajaran seperti itu akan tercipta melalui multimedia dan membuat sistem pembelajaran akan lebih efektif. Salah satu contoh multimedia sebagai media pembelajaran adalah penggunaan VCD tutorial yang dapat membatu kita mempelajari sesuatu hal dengan cara yang menyenangkan dan tidak membosankan karena kita dapat melihat secara langsung melalui video yang ada. Hal berbeda tentu akan kita dapat jika kita menggunakan buku tutorial, kita diharuskan berfikir dan memahami maksud kata demi kata dalam buku tersebut. Hal ini tentu akan membuat proses pembelajaran berjalan lebih sulit dan membosankan.
2.6. Koleksi Multimedia Menurut Nurjanah (2009) ada beberapa alasan yang membuat sebuah perpustakaan memerlukan koleksi multimedia, antara lain karena koleksi multimedia dapat dipakai sebagai salah satu alat yang sangat membantu dalam meningkatkan keunggulan bersaing di era pasar global. Tuntutan zaman dan gejolak pengguna jasa perpustakaan saat ini telah ditandai dengan keinginan untuk dilayani serba cepat, tepat, dan instan, tidak saja dalam format alfanumerik tapi juga grafik, citra, suara, dan video secara interaktif. Multimedia literacy juga akan segera menjadi ketrampilan dasar yang sama pentingnya dengan ketrampilan membaca. Artinya bahwa koleksi multimedia menjadikan kegiatan membaca itu lebih dinamis dengan memberikan dimensi baru pada katakata.
Sifat multimedia yang mudah digunakan dan variatif juga menjadi alasan lain pentingnya sebuah perpustakaan memiliki koleksi multimedia. Dalam hal penyampaian makna, kata-kata dalam aplikasi multimedia dapat menjadi pemicu yang dapat digunakan memperluas cakupan teks untuk memeriksa suatu topik tertentu secara lebih luas. Multimedia melakukan hal ini bukan hanya dengan menyediakan lebih banyak teks melainkan juga menghidupkan teks dengan meyertakan bunyi, gambar, musik, animasi, dan video. Selain itu koleksi multimedia menggunakan link yang memungkinkan pengguna menelusuri jagad informasi yang saling terhubung dengan sangat cepat, setara dengan kecepatan cahaya karena menggunkan gelombang elektromagnetik. (Nurjanah, 2009) Namun dalam pengelolaannya, koleksi multimedia memerlukan penanganan khusus yang sedikit berbeda dengan pengelolaan pada koleksi buku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan koleksi multimedia menurut Nurjanah (2009) antara lain adalah: (1) koleksi multimedia memerlukan ruang khusus dan tempat khusus dalam penyimpanan koleksi. Selain itu (2) koleksi mutimedia juga memerlukan pengaturan suhu dalam ruangan yang tepat dan stabil untuk menghindari kerusakan pada koleksi dan perangkat pendukungnya. (3) Tempat penyimpanan koleksi dan ruang koleksi harus selalu bersih dan terhindar dari debu. (4) Koleksi multimedia membutuhkan pengelola dan petugas yang faham betul tentang koleksi multimedia dan seluk beluknya. (5) Dalam mengelola koleksi multimedia harus diusahakan untuk selalu mem-back-up data yang sangat penting ke dalam sedikitnya dua physical drive yang terpisah. Jadi backup data bisa dilakukan ke floppy, zip disks, CDRW, dll. (6) dan yang tidak kalah penting, pengecekan virus secara rutin harus selalu dilakukan pada media perangkat pendukung koleksi multimedia.
3.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan dalam upaya mendapatkan data atau informasi untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian. Penelitian mengenai “Layanan Multimedia Perpustakaan” ini menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian studi kasus dipilih karena peneliti ingin memahami objek yang nantinya akan diteliti secara mendalam serta berupaya untuk mengungkapkan berbagai pelajaran yang berharga yang diperoleh dari pemahaman terhadap kasus yang nantinya akan diteliti. Pelajaran yang ingin diperoleh tersebut meliputi tentang bagaimana masalah layanan multimedia yang sebenarnya terjadi, bagaimana kaitan layanan multimedia dengan konteks lingkungan dan bidang keilmuannya dalam hal ini ilmu perpustakaan,
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
apa teori yang terkait dengan masalah layanan tersebut, bagaimana keterkaitan isu yang ada didalamnya, dan pada akhirnya apa pelajaran yang dapat diambil untuk memperbaiki dan menyempurnakan layanan tersebut.
dengan mengumpulkan keterangan-keterangan dari staf-staf pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia, untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia.
Kemampuan metode studi kasus untuk mengungkapkan kehidupan nyata yang kontemporer, situasi kemanusiaan, dan pandangan umum tentang suatu kasus melalui laporan-laporan penelitiannya juga merupakan alasan lain penulis memilih metode ini (Doodley, 2005).
Metode wawancara yang dipilih adalah metode wawancara semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur (tidak berencana) tidak memiliki persiapan sebelumnya, dalam arti kalimat dan urutan pertanyaan yang diajukan tidak harus mengikuti ketentuan secara ketat (Sulistyo-Basuki, 2006 : 172). Penulis menyiapkan beberapa pertanyaan untuk diajukan ke beberapa pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia. Namun saat proses wawancara, penulis mengajukan pertanyaan tidak sesuai dengan urutan yang ada melainkan secara acak tergantung dari kepentingan proses wawancara.
3.1. Informan Penulis memilih informan berdasarkan dengan purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud ialah informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai situasi dan latar penelitian (Moleong, 2005). Informan yang dipilih dalam penelitian ini berjumlah 5 orang. Informan ini meliputi 2 orang kepala unit dari Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Riset dan 3 orang pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia yang dipilih karena mereka bertugas memberikan layanan di Perpustakaan Bank Indonesia dan telah bekerja di Perpustakaan Bank Indonesia lebih dari 5 tahun. Para informan tersebut yaitu, Putri (samaran), Winda (samaran), Hari (samaran), Sigit (samaran), dan Ranti (samaran)
3.2. Sumber Data Dalam penelitian ini akan terdapat dua sumber data yaitu: a. Sumber data primer (primary sources), yaitu sumber data utama yang digunakan peneliti. Dalam penelitian ini sumber data primer merupakan data yang didapat dari hasil wawancara. b. Sumber data sekunder (secondary sources), yaitu sumber data penunjang yang digunakan untuk mengkonfirmasi data yang didapat dari data primer. Dalam penelitian ini data sekunder merupakan data yang didapat dari hasil pengamatan langsung peneliti di lapangan (observasi) dan juga analisis dokumen terkait.
3.3. Teknik Pengupulan Data Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan teknik penelitian mengumpulkan data dengan cara: a. Wawancara Peneliti akan melakukan komunikasi langsung dengan subyek atau informan serta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Metode wawancara akan dilakukan
b. Observasi Metode penelitian observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung mengenai bagaimana layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia berlangsung, layanan multimedia yang diberikan pustakawan, serta kendala yang muncul dalam memberikan layanan tersebut. Peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mencatat gejala yang tampak pada objek penelitian sehingga didapat gambaran khusus mengenai masalah, kondisi dan situasi. Peneliti akan melakukan pengamatan (observasi) di perpustakaan Bank Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan hal-hal yang natural. c. Analisis Dokumen Analisis dokumen dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip maupun dokumen yang berada di lingkungan penelitian maupun diluar lingkungan penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai layanan multimedia yang ada di Perpustakaan Bank Indonsia. Dokumen antara lain berupa kebijakan-kebijakan perpustakaan, dan sistem manajemen dalam pengelolan koleksi multimedia Dokumentasi digunakan untuk mempelajari berbagai sumber dokumentasi terutama yang berada di perpustakaan itu sendiri dan didukung oleh sumbersumber yang representatif.
3.4. Teknis Analisis Data Setelah data-data yang dibutuhkan penulis terkumpul, langkah selanjutnya ialah menganalisis data. Menurut Patton (dalam Lexy J. Moleong 2002:103) analisis data adalah proses mengatur urutan data,
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian besar. Pada penelitian ini, langkah-langkah analisis data dimulai dengan membaca dokumen, catatan lapangan dan transkrip wawancara. Selanjutnya dilakukan reduksi data atau dapat diartikan juga proses pemilihan. Pada tahap ini peneliti melakukan penyederhanaan data dengan memfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting. Proses ini dilakukan dengan memberikan kode pada pola serta mencari hubungan atau variabelvariabel kunci. Data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk matriks untuk mempermudah proses penarikan kesimpulan sebagai tahapan akhir dari penelitian ini. Proses penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat seluruh proses kegiatan penelitian dan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Hal ini sesuai dengan metode analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yakni reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
4. Analisis dan Interpretasi Data 4.1. Profil Perpustakaan Bank Indonesia Perpustakaan Bank Indonesia yang ada saat ini terbagi dalam dua bagian, yaitu Perpustakaan Umum (PU) dan Perpustakaan Riset (PR). Sebelum dibagi menjadi dua bagian, dahulu hanya ada satu perpustakaan yang dikenal dengan Perpustakaan Umum sebagai bagian dari satuan kerja sektor moneter yaitu Urusan Riset Ekonomi dan Statistik (URES) yang termasuk dalam bagian laporan dan dokumentasi. Namun pada tahun 1996 terjadi reorganisasi sektor moneter yang kemudian membuat perpustakaan berada di satuan kerja Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) dibawah pimpinan Perpustakaan Riset dan Administrasi (PRAd). Pada saat itulah Perpustakaan Riset terbentuk, tujuan awal Perpustakaan Riset adalah mengelola koleksi yang mendukung kegiatan riset di sektor moneter dengan pengguna yang dibatasi hanya untuk internal BI, sedangkan untuk PU mengelola koleksi yang lebih bersifat umum dan menerima pengunjung dari luar atau eksternal. Namun kemudian ditemukan kendala dalam operasional kerja antara lain, terjadi duplikasi antara PU dan PR yang berkaitan dengan penggunaan anggaran, dan banyak pihak luar yang sedang mengadakan riset sangat memerlukan koleksi yang berada di PR. Setelah melakukan evaluasi, mulai tahun 1999 konsep operasional pengelolaan perpustakaan berubah. Perpustakaan Umum bertugas mengelola koleksi dengan kategori buku dengan tugas tambahan membina dan membantu pengembangan perpustakaan mini yang berada di KBI (Kantor Bank Indonesia yang berada di dareah), dan PR bertugas untuk mengelola perpustakaan kategori periodikal dan publikasi BI serta
lembaga lainnya dengan tugas tambahan menangani hal yang terkait teknologi informasi. Untuk menguatkan landasan hukum, maka pada tahun 2003 Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran No. 5/46/INTERN pada tanggal 31 Oktober 2003, yang dimaksud dengan Perpustakaan Bank Indonesia adalah Perpustakaan Kantor Pusat yang dikelola oleh Satuan Kerja yang membidangi riset ekonomi dan kebijakan moneter yang berada di Kantor Pusat Bank Indonesia dan Perpustakaan Kantor Bank Indonesia (KBI) yang selanjutnya disebut dengan perpustakaan KBI. Dari perkembangan historis organisasi perpustakaan Bank Indonesia di atas dapat disimpulkan bahwa Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia saat ini berada langsung di bawah satuan kerja yang membidangi riset ekonomi dan kebijakan moneter. Berarti dalam pengembangan layanan, khususnya layanan multimedia, tentu koleksi-koleksi yang mereka sediakan perlu mendukung satuan kerja ini, demikian pula dalam pengusulan pengembangannya.
4.2. Koleksi dan Pengembangan Koleksi Multimedia Seperti yang dikemukakan oleh Rahayuningsih (2007) Agar pengguna merasa puas, maka layanan pengguna perpustakaan harus berkualitas. Salah satu karakteristik layanan perpustakaan yang berkualitas dapat dilihat dari koleksinya. Koleksi adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dan disimpan untuk disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan informasi. Dari hasil observasi diketahui bahwa koleksi multimedia yang dimiliki Perpustakaan Bank Indonesia saat ini tersedia dalam bentuk CD-ROM data, CDAudio, DVD dan VCD film. Menurut Fothergill (1990) CD-Audio (Compact Disk Audio) merupakan salah satu media penyimpanan berbentuk piringan tipis yang biasa digunakan bersama dengan media pemutarnya yaitu CD-Audio player. CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory) merupakan piringan yang dipres dari suatu master disk, yang mana tidak dapat diubah atau diremajakan dan datanya hanya dapat dibaca (Amsyah, 2001:171). CD-ROM merupakan media untuk menyimpan data atau informasi lainnya yang dapat diakses dan dibaca di layar, atau dicetak dari komputer manapun yang memiliki CD-ROM player. VCD (Video Compact Disk) adalah piringan tipis yang mampu menyimpan video digital berdurasi sampai 74 menit. Secara fisik, VCD memiliki bentuk yang sama dengan audio CD yang biasa dipakai untuk merekam musik. Keduanya sama-sama mampu memperdengarkan suara dengan kualitas yang tinggi. Yang membedakan kedua piringan tersebut hanyalah formatnya saja. Sedangkan DVD merupakan perbaikan dari teknologi Compact
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
Disk sebelumnya yang memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar hingga 4,7 GB. Bentuknya sama dengan CD, namun DVD tidak dapat dibaca pada CDROM drive Menurut hasil wawancara dengan Putri, di PR sendiri koleksi multimedianya lebih didominasi oleh CD/DVD-ROM Data dan Jurnal. Hal ini dikarenakan salah satu fungsi dari PR yang memang menyediakan data-data untuk mendukung Riset yang dilakukan oleh pegawai Bank Indonesia. Berikut kutipan wawancara dengan Putri. “ PR kebanyakan CD, DVD yang isinya data. Soalnya koleksi kita biasa dipakai riset ” (23 April 2013) Sedangkan untuk koleksi di PU sendiri, Winda mengatakan bahwa koleksi multimedia yang mendominasi adalah VCD dan DVD film, diantaranya film anak-anak, film dokumeter, dan ilmu pengetahuan secara umum. Selain itu juga terdapat CD-Audio yang biasa digunakan untuk belajar bahasa. Winda juga mengungkapkan untuk koleksi multimedia bidang perbankan dan ekonomi di PU saat ini masih kurang. Tetapi winda berharap nantinya koleksi tersebut bisa lebih dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi pegawai. Beliau beralasan bahwa koleksi belum berkembang sampai ke subyek tersebut karena layanan multimedia termasuk layanan yang baru disediakan oleh Perpustakaan Bank Indonesia terlebih di PU sehingga masih perlu dikembangkan. Berikut kutipan wawancara dengan Winda. “CD-Audio ada, kaya CD TOEFL, biasanya dipakai untuk belajar bahasa. Tapi kebanyakan VCD dan DVD film, ada film anak-anak, film dokumenter, dan film ilmu pengetahuan umum yang lain. Untuk koleksi multimedia bidang perbankan dan ekonomi kita masih kurang, soalnya kan masih baru juga... inginnya sih bisa lebih dikembangkan nantinya, biar banyak manfaat juga bagi pegawai “ (5 Mei 2013) Hasil observasi dan wawancara dengan Winda dapat diketahui bahwa kelengkapan koleksi multimedia di PU kurang memadai. Hal ini terbukti dari kurangnya koleksi multimedia yang berkaitan dengan subyek ekonomi perbankan yang dimiliki oleh PU. Padahal sebagai perpustakaan khusus yang bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pegawai, subyek tersebut penting untuk dikembangkan disamping subyek lainnya. Lagipula sesuai dengan karakteristik koleksi yang disampaikan oleh Rahayuningsih (2007), kelengkapan koleksi berkaitan erat dengan kualitas dan mutu dari koleksi. Jadi suatu perpustakaan dapat dikatakan bermutu jika kelengkapan koleksinya
memadai. Sedangkan untuk PR sendiri saat ini koleksi yang disediakan sudah sesuai dengan fungsinya. Karakteristik koleksi lain yang disampaikan oleh Rahayuningsih (2007) yaitu berkaitan dengan kuantitas atau tentang banyaknya koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan. Untuk mengetahui kuantitas koleksi multimedia Perpustakaan Bank Indonesia, berikut disajikan jumlah koleksi multimedia yang dimiliki oleh perpustakaan Bank Indonesia. Tabel 4.3 Laporan Tambahan Koleksi digital/multimedia sampai dengan Desember 2012 Koleksi Tambahan Total Lokasi Tahun Jan-Des Koleksi 2011 2012 2012 Perpustakaan 449 18 467 Umum (PU) Perpustakaan 2.219 102 2.321 Riset (PR) JUMLAH 2.668 120 2.788 *sumber: Laporan hasil inventarisasi Perpustakaan Kantor Pusat Bank Indonesia tahun 2012 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa dari segi kuantitas, koleksi multimedia yang dimiliki Perpustakaan Bank Indonesia cukup banyak. Dan dari segi kualitas koleksi tersebut selalu mutakhir karena setidaknya selalu terjadi penambahan koleksi setiap tahunnya. Namun dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa penambahan koleksi pada koleksi multimedia di PU dapat dikatakan kurang. Jika dalam setahun hanya terjadi 18 item penambahan, maka ratarata dalam satu bulan penambahan pada koleksi multimedia kurang dari 2 item. Ini tentu saja merupakan jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan penambahan koleksi buku pada PU yang mencapai 455 item dalam setahun, yang berarti dalam satu bulan hampir mencapai 38 item. Padahal sesuai dengan yang dikatakan Nurjanah (2009) bahwa koleksi multimedia dapat dipakai sebagai salah satu alat yang sangat membantu dalam meningkatkan keunggulan bersaing di era pasar global, sudah selayaknya pengembangan koleksi multimedia benar-benar diperhatikan
4.3. Fasilitas dan Perangkat pendukung Layanan Multimedia Fasilitas adalah segala hal yang memudahkan suatu kegiatan kelancaran tugas, seperti gedung, perlengkapan (meja, kursi, rak, dan sebagainya). Karakteristik fasilitas yang baik menurut Rahayuningsih (2007) dapat dinilai dari segi (1) Kelengkapan, menyangkut lingkup layanan dan ketersediaan sarana pendukung serta layanan pelengkap lainnya dan (2) Kenyamanan memperoleh
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
layanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan, petunjuk, ketersediaan informasi, kebersihan dan lain-lain.
“untuk komputer pemutar koleksi multimedia kita punya tiga PC.” (Ranti) (5 Mei 2013)
Dalam layanan multimedia fasilitas dan terutama perangkat pendukung sangat penting keberadaannya. Sebuah koleksi multimedia tidak mungkin dapat berguna tanpa dukungan perangkat/media putar. Oleh karena itu, keberadaan fasilitas dan perangkat pendukung seperti media pemutar sangat penting untuk diperhatikan bagi perpustakaan yang memiliki koleksi multimedia/digital.
“.... kita punya tiga PC khusus untuk layanan multimedia dan empat PC khusus untuk penelusuran.” (Sigit) (25 April 2013)
Harri dan Putri mengatakan bahwa sebelumnya disediakan satu buah komputer sebagai perangkat pendukung bagi koleksi multimedia di PR, namun sekarang komputer yang disediakan tersebut telah rusak. Oleh sebab itu, saat ini pengguna yang ingin menggunakan koleksi multimedia biasa menggunakan komputer penelusuran sebagai perangkat pemutar koleksi. Namun menurut Harry hal tersebut tidak terlalu mengganggu kegiatan layanan multimedia maupun kegiatan penelusuran. Harry beralasan bahwa para pengguna koleksi multimedia rata-rata hanya menggunakan komputer untuk meng-copy data ke flashdisk. Jarang sekali pengguna yang memakai komputer sampai lama. Berikut kutipan wawancara Harri dan Putri. “.... tapi kalau PC khusus untuk pemutar koleksi multimedia dulu kita punya tapi sekarang sudah rusak, jadi pengguna biasanya pakai komputer penelusuran.” (Putri) (23 April 2013) “....untuk fasilitas pemutar CD saat ini enggak ada ya, dulu pernah disediakan, tapi sekarang PC-nya sudah rusak dan belum diganti. Jadi sekarang pengguna biasa pakai komputer penelusuran. Tapi itu juga tidak terlalu mengganggu, soalnya biasanya pengguna itu hanya menggunakan PC untuk meng-copy data dari CD ke flashdisk. Jarang yang pakai lama.” (Harri) (25 April 2013) Untuk PU sendiri menurut Winda, Sigit, dan Ranti saat ini tersedia tiga buah komputer khusus untuk perangkat pemutar koleksi multimedia. Menurut Sigit ketiga perangkat pemutar tersebut dalam kondisi baik dan sumuanya dapat digunakan. Sedangkan untuk media penelusuran, Sigit menambahkan, PU menyediakan empat buah komputer yang hanya dipakai untuk penelusuran saja. Namun Winda menyatakan komputer khusus untuk media pemutar koleksi multimedia tersebut jarang digunakan karena sedikitnya pengguna yang menggunakan koleksi multimedia langsung ditempat. Banyak dari pengunjung yang lebih sering meminjam untuk dibawa pulang. Berikut kutipan wawancara dengan Winda, Sigit, dan Ranti.
“ pemutar koleksi multimedia ada, ada tiga komputer. Tiga itu aja juga jarang digunakan, soalnya pengguna biasa pinjam untuk dibawa pulang, jarang yang liat di tempat.” (Winda) (5 Mei 2013) Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa saat ini Perpustakaan Bank Indonesia sudah menyediakan perangkat pendukung untuk menunjang pemberian layanan multimedia seperti media pemutar koleksi multimedia, walaupun kondisi saat ini PR masih menggabungkan komputer penelusuran dengan media pemutar koleksi multimedia. Namun akan lebih baik jika nantinya PR juga menyediakan lagi komputer khusus yang hanya digunakan untuk media pemutar koleksi multimedia. Hal ini penting untuk di perhatikan karena seperti yang diungkapkan oleh Rahayuningsih (2007) untuk menyediakan layanan yang baik perlu kelengkapan sarana pendukung. Berdasarkan observasi, dari sisi fasilitas seperti rak penyimpanan koleksi, saat ini PR dan PU sudah memiliki rak penyimpanan khusus untuk koleksi multimedia. Namun di PU titik lokasi rak tersebut terbagi didua tempat, pertama terletak di jajaran koleksi perpustakaan dan yang kedua terletak dibelakang staf sirkulasi. Selain itu rak untuk koleksi multimedia di PU yang berada di jajaran koleksi terlihat sudah penuh dengan beberapa pajangan (display) koleksi buku-buku terbaru yang berada diatas rak tersebut. Ranti berpendapat bahwa dipisahkannya titik lokasi rak koleksi di PU adalah untuk memudahkan petugas dalam memberikan layanan sirkulasi. Karena koleksi multimedia yang disimpan dalam rak tersebut merupakan CD bawaan dari koleksi buku. Ketika ada pengguna yang ingin meminjam buku yang dilengkapi dengan CD, petugas akan langsung memberikan CD tersebut. Berikut kutipan wawancara dengan Ranti. “ Rak ini memang dipisah biar kita nya gampang. Ini CD-CD bawaan buku. Jadi kalau ada yang pinjem buku yang ada CD nya, kita bisa langsung ambil.” (5 Mei 2013) Sedangkan untuk fasilitas ruangan khusus bagi layanan multimedia, saat ini baik PU maupun PR masih belum memiliki ruangan yang khusus disediakan bagi pemberian layanan multimedia. Namun menurut Winda, jika memungkinkan rencana kedepan untuk
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
layanan multimedia ini adalah pengembangan ruangan khusus bagi layanan multimedia khususnya di PU dengan memberikan koleksi yang lebih lengkap, media pemutar yang memadai dengan diberi sekat antar tempat, serta ruangan yang lebih nyaman. Winda menambahkan, bahwa sebenarnya usulan untuk pembuatan ruangan khusus itu sudah banyak diterima, tetapi karena keterbatasan ruang, usulan tersebut masih belum dapat diterapkan. Pendapat yang hampir serupa diungkapkan oleh Sigit, beliau mengatakan bahwa jika ingin dikembangkan perlu ruangan khusus seperti layanan kids corner yang ada saat ini. Ruangan khusus layanan kids corner yang dimaksud disini, yakni ruangan yang disekat terpisah walaupun masih dalam ruang perpustakaan. Berikut kutipan wawancaranya. “ ruang khusus untuk multimedia kita belum ada. Usulan itu sebenarnya sudah banyak diterima, tapi karena keterbatasan tempat jadi belum bisa dilakukan. Kalau memungkinkan, rencana kedepan kita memang ingin membangun ruangan khusus untuk layanan multimedia lalu memberikan koleksi yang lengkap. kita inginnya nanti ada sekat antar tempat dan setiap tempat nya diberi media pemutar yang memadai. Biar ruangannya lebih nyaman.” (Winda) (5 Mei 2013) “kalau nantinya layanan multimedia ingin dikembangkan, mungkin perlu ruangan khusus seperti layanan kids corner sekarang....” (Sigit) (25 April 2013) Dilihat dari sisi rencana pengembangan ruang khusus untuk layanan multimedia yang ingin mereka kembangkan nantinya, hal tersebut sangat penting untuk segera direalisasikan. Ini karena koleksi multimedia memerlukan ruang khusus dan tempat khusus dalam penyimpanan koleksi (Nurjanah, 2009). Hal ini juga didukung oleh teori yang menyatakan kenyamanan pengguna terhadap fasilitas yang disediakan salah satunya juga dipengaruhi oleh ruangan seperti yang dikemukakan Rahayuningsih (2007). Diharapkan nantinya jika ruangan tersebut direalisasikan, kenyamanan bagi para pengguna dapat menjadi salah satu prioritas. Selain ruangan, hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar pengguna nyaman memperoleh layanan antara lain ketersediaan informasi dan kebersihan dari fasilitas yang disediakan (Rahayuningsih, 2007).
4.4. Sumber Daya Manusia Dalam memberikan suatu layanan, petugas yang memberikan layanan berada digaris terdepan untuk memberikan kesan pelayanan yang baik bagi pengguna
layanan tersebut. Kemampuan dalam memberikan layanan ini terdiri dari dua hal yaitu: (1) hard skill atau kemampuan kompetensi teknis dan akademis sesuai dengan latar belakang keilmuan yang dipelajari dan juga (2) soft skill atau kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Perpustakaan Bank Indonesia sendiri saat ini memiliki 10 orang petugas perpustakaan yang terdiri dari 5 petugas PU dan 5 petugas PR. Susunan staf sebagai berikut.
1 2 3 4 5
Tabel 4.4 Daftar Petugas di Perpustakaan Bank Indonesia Perpustakaan Riset Perpustakaan Umum Kepala Unit PR 1 Kepala Unit PU Pelaksana PR 2 Pelaksana PU Staf PR 3 Staf PU DEO 4 DEO DEO 5 DEO
Berdasarkan jobdescription petugas Perpustakaan, Pelaksana dan staf di PU maupun PR bertugas untuk: (1) Melaksanakan pengelolaan koleksi perpustakaan riset / perpustakaan umum, (2) Melaksanakan promosi perpustakaan, (3) Melaksanakan pengemasan informasi, (4) Melaksanakan pelayanan perpustakaan, (5) Membantu pemeliharaan Cyber Library (untuk PR), Melaksanakan evaluasi perpustakaan di KPw BI (Untuk PU), (6) Melakukan pengadministrasian dokumen/surat menyurat perpustakaan, (7) Memelihara kerapihan dan kebersihan ruang dan peralatan perpustakaan riset / perpustakaan umum, dan juga (8) Memelihara ketertiban pengunjung perpustakaan riset / perpustakaan umum. Sedangkan untuk Data Entry Operator (DEO) baik PU maupun PR memiliki jobdescription yaitu: (1) Membantu pengelolaan koleksi Perpustakaan Riset / Perpustakaan Umum, (2) Membantu pengadaan bahan pustaka dan bacaan satuan kerja, (3) Membantu promosi perpustakaan, (4) Membantu pengemasan informasi, (5) Melaksanakan pelayanan perpustakaan, (6) Membantu pemeliharaan Cyber Library, (7) Melaksanakan data entry awal dan data lanjutan di Cyber Library, (8) Melaksanakan pengadministrasian dokumen/surat menyurat perpustakaan, (9) Memelihara kerapihan dan kebersihan ruang dan peralatan perpustakaan, dan juga (10) Memelihara ketertiban pengunjung perpustakaan riset. Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa baik pelaksana, staf, maupun DEO ketiganya bertanggung jawab dalam melaksanakan pelayanan perpustakaan. Pelayanan ini meliputi seluruh layanan yang diberikan di Perpustakaan Bank Indonesia, baik itu layanan sikulasi, layanan referensi, layanan informasi, layanan
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
multimedia, serta layanan anak kids corner (bagi pustakwan PU). Ini membuktikan bahwa dalam memberikan layanan multimedia, baik PU maupun PR tidak memiliki staf atau petugas khusus yang memberikan layanan multimedia. Hal ini juga didukung oleh data yang di dapat dari hasil observasi. Hasil observasi di lapangan menunjukan bahwa dalam memberikan layanan multimedia, hampir semua petugas perpustakaan saling bergantian secara inisiatif memberikan layanan. Dari seluruh petugas perpustakaan yang disebutkan diatas, tidak satu orangpun yang memiliki latar belakang ilmu perpustakaan. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada satu orang pun yang mempunyai kemampuan hard skill yang mumpuni. Namun dari keterangan yang didapat dari hasil wawancara, diketahui bahwa beberapa kali petugas perpustakaan tersebut pernah mengikuti pelatihan singkat mengenai perpustakaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak ada petugas yang memiliki jobdescription khusus untuk memberikan layanan multimedia, namun mereka secara inisiatif saling bergantian memberikan layanan kepada pengguna. Padahal seperti yang disampaikan Nurjanah (2009) Koleksi multimedia membutuhkan pengelola dan petugas dengan kemampuan hardskill khusus yang faham betul tentang koleksi multimedia dan seluk beluknya, hal ini dikarenakan sifat dari koleksi multimedia sendiri yang memerlukan pemeliharan khusus agar tidak mudah tergores dan rusak. Jadi pengembangan dari segi SDM juga diperlukan bagi perpustakaan Bank Indonesia dengan memberikan petugas dengan kemampuan hard skill khusus yang faham tentang koleksi multimedia dan seluk beluknya yang juga ditugaskan untuk memberikan layanan serta melakukan pengelolaan dan perawatan bagi koleksi multimedia. Sebagai garda terdepan dalam suatu layanan, melakukan pengembangan pada Sumber Daya Manusia atau petugas yang ada dibagian layanan adalah hal yang harus dilakukan oleh suatu Perpustakaan. Sumber daya manusia yang baik menurut Rahayuningsih haruslah memiliki karakteristik soft skill sebagai berikut: Kesopanan dan keramahan petugas memberi layanan, terutama bagi petugas yang berinteraksi langsung dengan pengguna. Selain itu juga harus memiliki rasa tanggung jawab dalam melayani pengguna perpustakaaan. Dan yang tidak kalah penting adalah rasa empati, wajar dan adil dalam memecahkan masalah dan menangani keluhan pengguna. Profesionalisme petugas perpustakaan di bagian layanan pengguna tercermin dalam diri petugas yang berjiwa SMART, yaitu siap mengutamakan pelayanan, menyenangkan dan menarik, antusias/bangga pada
profesi, ramah dan menghargai pengguna jasa, tabah ditengah kesulitan (Rahayuningsih, 2007) Dalam pengamatan yang dilakukan di lapangan, karakteristik sumber daya manusia yang baik dalam memberikan layanan dinilai dari kemampuan soft skill yang mereka miliki terlihat sudah berusaha diterapkan oleh para petugas perpustakaan Bank Indonesia, baik dari segi kesopanan, keramahan, tanggung jawab dalam melayani pengguna, maupun empati dalam menangani keluhan pengguna. Hal tersebut perlu untuk dipertahankan agar layanan yang diberikan dapat membuat penggunanya merasa puas.
4.5. Pengelolaan Koleksi Multimedia Seperti yang ditulis Nurjannah (2009), bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan koleksi multimedia, yaitu: a. Koleksi multimedia memerlukan ruang khusus dan tempat khusus dalam penyimpanan koleksi. b. Koleksi mutimedia memerlukan pengaturan suhu dalam ruangan yang tepat dan stabil untuk menghindari kerusakan pada koleksi dan perangkat pendukung-nya, c. Tempat penyimpanan koleksi dan ruang koleksi harus selalu bersih dan terhindar dari debu, d. Koleksi multimedia membutuhkan pengelola dan petugas yang faham betul tentang koleksi multimedia dan seluk beluknya, e. Harus diusahakan untuk selalu mem-back-up data yang sangat penting ke dalam sedikitnya dua physical drive yang terpisah. Jadi back-up data bisa dilakukan ke floppy, zip disks, CDRW, dll. f. Harus selalu melakukan pengecekan virus secara rutin. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa baik PU maupun PR keduanya sudah memiliki rak penyimpanan khusus untuk koleksi multimedia. Namun dari hasil wawancara dengan Ranti diketahui bahwa kondisi rak penyimpanan koleksi multimedia yang ada di PU saat ini kondisinya sudah penuh. Ranti juga menambahkan bahwa jika nantinya ada penambahkan koleksi multimedia lagi, dia masih belum tau akan diletakkan dimana karena kondisi rak khusus untuk koleksi multimedia yang ada saat ini sudah penuh. Hasil wawancara tersebut juga didukung oleh hasil observasi di lapangan yang menunjukan bahwa Perpustakaan Bank Indonesia sudah memiliki tempat penyimpanan khusus berbentuk rak untuk koleksi multimedia. Tapi kondisi rak penyimpanan untuk koleksi multimedia yang ada di PU saat ini sudah penuh.
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
Rak yang sudah penuh tersebut mengindikasikan bahwa dari segi pengelolaan, khususnya pengelolaan tempat penyimpanan kurang diperhatikan. Jika PU tidak segera menambahkan rak penyimpanan, dikhawatirkan koleksi-koleksi yang baru nantinya tidak memiliki rak penyimpanan khusus dan akhirnya membuat koleksi tersebut mudah rusak ataupun hilang. Untuk back-up pada koleksi multimedia, Harri mengatakan bahwa Perpustakaan Bank Indonesia tidak memiliki aturan khusus. Berikut merupakan kutipan wawancara dengan Harri. “Sebenarnya tidak ada aturan khusus untuk mem-back-up koleksi, hanya saja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, karena PR kan kebanyakan koleksinya data, saya biasa mem-back-up koleksi-koleksi yang sering dipakai sama pengguna atau juga koleksikoleksi yang penting bagi satker-satker.” (25 April 2013) Wawancara yang dilakukan dengan Harri mengindikasikan bahwa walaupun Perpustakaan Bank Indonesia tidak memiliki aturan khusus mengenai aturan mem-back-up koleksi, namun karena koleksi yang dimiliki PR sebagian besar merupakan koleksi data, Harri secara inisiatif melakukan back-up pada koleksi-koleksi yang menurutnya penting, seperti koleksi-koleksi yang sering dipakai oleh para pengguna dan juga koleksi-koleksi penting bagi satker-satker yang ada di Bank Indonesia. Sedangkan PU menurut Sigit tidak melakukan back-up untuk koleksi multimedia. Berikut kutipan wawancara dengan Sigit. “Koleksi PU kan kebanyakan film, jadi koleksinya tidak di back-up, karena kalau semua kita back-up tidak efisien di memori penyimpanan.” (25 April 2013) Apa yang dikatakan sigit diatas menyatakan bahwa tidak dilakukannya back-up untuk koleksi multimedia yang ada di PU adalah untuk efisiensi memori penyimpanan. Mengacu pada pendapat Nurjanah (2009) yang mengatakan bahwa back-up koleksi sebenarnya cukup hanya dilakukan pada koleksi yang sangat penting saja, hal tersebut sepertinya sudah disadari oleh para petugas di perpustakaan Bank Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan dari segi back-up sudah dilaksanakan dengan baik di Perpustakaan Bank Indonesia. Pengecekan virus yang merupakan salah satu cara pengelolaan koleksi multimedia yang juga perlu untuk diperhatikan telah diterapkan di Perpustakaan Bank
Indonesia. Berikut kutipan wawancara dari para informan. “Pengecekan virus otomatis, tapi setiap tahun sekali orang dari bagian DPSI datang untuk mengecek per PC. Itu pengecekan semuanya, virus dan keamanan juga” (Putri) (23 April 2013) “ ...Kalau pengecekan virus kita sudah otomatis terkoneksi jaringan.”(Harri) (25 April 2013) “Pengecekan virus dilakukan oleh Bagian DPSI, update otomatisnya sudah terkoneksi jaringan. Tetapi setiap satu tahun secara rutin ada orang DPSI yang datang untuk mengecek langsung pada PC-nya. Itu berlaku untuk semua bagian yang ada di Bank Indonesia, bukan hanya untuk perpustakaan saja, untuk pengamanan.” (Winda) (5 Mei 2013) ”Untuk pengecekan virus dan pengaturan suhu itu diurus oleh depertemen khusus, DPSI dan DLP. DPSI untuk Sistem Informasi, DLP untuk logistik termasuk mengatur suhu ruangan.” (Sigit) (25 April 2013) Dari semua hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pengecekan virus untuk pengelolaan koleksi multimedia sudah diterapkan oleh Perpustakaan Bank Indonesia. Pengecekan virus tersebut dilakukan pada komputer media pemutar yang ditangani oleh bagian DPSI (Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi) Bank Indonesia. Untuk updating antivirus secara otomatis sudah langsung terkoneksi dengan jaringan online. Dan setiap satu tahun sekali secara rutin, akan ada pengecekan virus langsung dari masing-masing perangkat yang juga dilakukan oleh bagian yang berada dibawah DPSI. Mangacu pada pendapat Nurjanah (2009) yang mengatakan bahwa salah satu pengelolaan yang harus dilakukan pada koleksi multimedia adalah harus melakukan pengecekan virus secara rutin, hal tersbeut sudah diterapkan dengan baik di Perpustakaan Bank Indonesia.
4.6. Sistem Layanan Multimedia Layanan dapat dilakukan dengan baik jika menggunakan sistem layanan yang jelas dan sesuai dengan kondisi perpustakaan. Baik itu sistem layanan terbuka ataupun tertutup. Perpustakaan Bank Indonesia sendiri saat ini menerapkan dua sistem layanan yang berbeda untuk layanan multimedia di PU dan PR. Dari hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa dalam melaksanakan layanan multimedia, PU
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
menerapkan sistem terbuka. Winda mengatakan sistem terbuka dipilih karena sistem layanan ini memungkinkan pengguna memilih dan mengambil sendiri koleksi apa yang mereka inginkan. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh rahayuningsih (2007) bahwa sistem terbuka adalah sistem layanan yang memungkinkan pengguna masuk ke ruang koleksi untuk memilih dan mengambil sendiri koleksi yang diinginkan dari jajaran koleksi perpustakaan. Menurut Sigit, Winda, dan Ranti respon petugas perpustakaan maupun pengguna sendiri saat ini terhadap sistem layanan terbuka yang diterapkan oleh PU cukup baik. Tidak pernah ada masalah terkait dengan diterapkannya sistem terbuka. Dan menurut mereka, sistem layanan ini sudah pas untuk diterapkan di PU. Padahal jika mengacu pada teori, sistem terbuka ini memiliki beberapa kerugian. Kerugian sistem terbuka antara lain, sistem ini memerlukan tenaga ekstra untuk mengembalikan dan membetulkan koleksi yang letaknya salah. Selain itu, koleksi akan lebih cepat rusak karena sering dipegang. Susunan koleksi di rak juga menjadi mudah rusak. Namun alasan yang mungkin membuat respon dari pengguna maupun petugas perpustakaan cukup baik dengan sistem layanan yang telah diterapkan di PU adalah keuntungan yang didapat dengan menerapkan sistem terbuka. Seperti yang ditulis Rahayuningsih (2007), keuntungan yang didapat sistem terbuka tersebut antara lain menghemat tenaga, karena petugas tidak perlu mengambilkan koleksi yang akan dipinjam karena pengguna bisa langsung mengambil sendiri di rak. Selain itu sistem layanan terbuka dapat memberikan kepuasan kepada pengguna karena bisa memilih koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya secara langsung ke jajaran koleksi dan juga memungkinkan memilih judul lain yang sesuai, apabila tidak menemukan koleksi yang dicari. Sedangkan dalam memberikan layanan multimedia, PR menerapkan sistem tertutup. Hal ini terbukti dari hasil observasi dilapangan dan juga keterangan dari Putri dan Harri. Berikut kutipan wawancara dengan Harri dan Putri.
Sistem tertutup sendiri adalah sistem layanan perpustakaan yang tidak memungkinkan pengguna mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkan. Pengguna bisa memilih koleksi melalui katalog, dan selanjutnya petugas perpustakaan yang akan mengambilkan (Rahayuningsih, 2007) Dari kutipan wawancara dengan Putri tersebut dapat diketahui bahwa sistem tertutup yang diterapkan oleh PR dipilih untuk mengurangi resiko kehilangan dan kerusakan koleksi. Hal ini dinilai sesuai dengan kondisi koleksi multimedia di PR sendiri yang sebagian besar berisi CD data yang banyak dicari dan dibutuhkan pengguna. Respon yang diterima dengan diterapkannya sistem tertutup untuk layanan multimedia di PR juga mendapat respon yang baik dari pengguna, seperti yang disampaikan Harri. Dari sisi petugas pun mereka dapat lebih mudah mengatur letak koleksi, sehingga susunan koleksinya lebih rapih. Hal ini sejalan dengan konsep keuntungan sistem tertutup yang disampaikan oleh Rahayuningasih, antara lain susunan koleksi di rak yang lebih teratur dan tidak mudah rusak, karena yang mengambil dan mengembalikan adalah petugas dan juga memperkecil faktor kehilangan dan kerusakan koleksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa baik PU maupun PR merasa sistem yang telah mereka terapkan saat ini sudah cukup baik. Baik dari segi respon penggunanya, maupun petugas perpustakaan. Dan dari keterangan diatas juga membuktikan bahwa sistem yang telah mereka terapkan saat ini sudah cukup pas untuk tetap diterapkan dimasa yang akan datang.
4.7. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Pada Layanan Multimedia
“di PR selama ini pakainya sistem tertutup, karena kita ingin, mengurangi resiko kehilangan dan kerusakan koleksi. Di PR kan koleksinya kebanyakan CD-CD data yang banyak dicari dan dibutuhkan pengguna. Selama ini responnya baik-baik saja, tidak ada keluhan khusus.” (Putri) (23 April 2013)
Mengacu pada pendapat Darmono (2001:134) yang mengatakan bahwa layanan perpustakaan adalah suatu layanan yang menawarkan semua bentuk koleksi yang dimiliki perpustakaan kepada pemakai yang datang ke perpustakaan dan meminta informasi yang dibutuhkannya, sudah selayaknya perpustakaan sebagai penyedia informasi harus terus mengembangkan layanan yang berorientasi kepada kebutuhan dan kepentingan pemakai perpustakaan. Hal-hal yang masih perlu dikembangkan pada layanan multimedia yang tersedia di Perpustakaan Bank Indonesia antara lain pada pengembangan koleksi, fasilitas dan perangkat pendukung, serta SDM.
“sistem tertutup yang diterapkan PR selama ini responnya tidak ada masalah dari pengunjung. Kita juga lebih enak ngaturnya, jadi susunannya nggak berantakan. ” (Harri) (25 April 2013)
Seperti yang sudah di bahas sebelumnya, pengembangan koleksi multimedia di PU masih kurang. Hal ini terbukti dari jumlah pengadaan koleksi multimedia yang masih sangat jauh jika dibandingkan
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
pengadaan koleksi buku dan juga koleksi multimedia dengan subyek ekonomi perbankan yang belum tersedia. Oleh sebab itu, Perpustakaan Bank Indonesia diharapkan dapat lebih memperhatikan pengembangan koleksi multimedia terlebih bagi PU. Dari segi fasilitas dan perangkat pendukung, hal yang masih perlu dikembangkan adalah ruangan khusus bagi layanan multimedia. Karena saat ini baik PU maupun PR masih belum memiliki ruangan khusus tersebut, padahal jika mengacu pada pendapat Nurjanah (2009) koleksi multimedia memerlukan ruangan dan rak khusus dalam penyimpanan koleksi. Selain itu perlu juga memberikan komputer khusus untuk layanan multimedia di PR dan menambahkan rak khusus penyimpanan koleksi multimedia di PU. Hal tersebut dikarenakan saat ini PR masih menggabungkan komputer untuk penelusuran dengan komputer untuk media pemutar koleksi multimedia dan kondisi rak khusus penyimpanan koleksi multimedia di PU saat ini sudah penuh. Perpustakaan Bank Indonesia saat ini juga belum memiliki petugas khusus yang bertugas memberikan layanan multimedia. Seperti yang telah dibahas sebelumnya pemberian layanan saat ini masih dilakukan oleh seluruh petugas / petugas perpustakaan secara bergantian. Padahal seperti yang disampaikan Nurjanah (2009), koleksi multimedia membutuhkan pengelola dan petugas yang faham betul dengan koleksi multimedia dan seluk beluknya. Hal ini karena sifat dari koleksi multimedia sendiri yang memerlukan pemeliharaan khusus agar tidak mudah tergores dan rusak. Oleh sebab itu pengembangan dari segi SDM juga diperlukan oleh Perpustakaan Bank Indonesia.
5. Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 4 mengenai layanan multimedia di Perpustakaan Bank Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa layanan multimedia di Perpustakaan bank Indonesia telah dilaksanakan dengan cukup baik kerena perpustakaan Bank Indonesia telah melakukan beberapa pengembangan pada layanan tersebut, meskipun terdapat beberapa hal yang masih perlu dikembangkan untuk dapat memberikan layanan yang lebih maksimal. Pengembangan layanan multimedia telah dilakukan oleh Perpustakaan bank Indonesia antara lain dengan terus menambah jumlah koleksi multimedianya. Dari segi fasilitas dan perangkat pendukung seperti rak penyimpanan, dan media pemutar untuk koleksi multimedia, Perpustakaan Bank Indonesia sudah menyediakan fasilitas dan perangkat pendukung tersebut. Dari segi pengelolaan koleksi multimedia baik itu pengecekan virus dan back-up koleksi, sudah
diterapkan dengan baik di perpustakaan Bank Indonesia. Dan terkait dengan penerapan sistem layanan, baik PU maupun PR sudah menerapkan sistem layanan multimedia yang dianggap sesuai, PU dengan layanan terbuka dan PR dengan layanan tertutup. Beberapa hal yang masih harus dikembangkan oleh Perpustakaan Bank Indonesia dalam memberikan layanan multimedia antara lain pengembangan koleksi multimedia di PU, karena jumlah penambahan koleksi yang masih sedikit dan juga masih kurangnya koleksi multimedia dengan subyek ekonomi perbankan. Dari segi fasilitas dan perangkat pendukung, pengembangan perlu dilakukan oleh Perpustakaan Bank Indonesia dengan menyediakan ruangan khusus untuk layanan multimedia. Selain itu PR perlu menyediakan komputer khusus untuk layanan multimedia karena saat ini PR masih menggabungkan komputer penelusuran dengan media pemutar koleksi multimedia. Sedangkan PU perlu menambahkan rak penyimpanan koleksi multimedia karena kondisi rak penyimpanan di PU sendiri saat ini sudah penuh. Dari segi SDM pengembangan dapat dilakukan dengan memberikan petugas khusus untuk layanan multimedia.
5.2. Saran Berdasarkan pembahasan secara keseluruhan dan kesimpulan yang telah ditulis sebelumnya, berikut ini akan disampaikan mengenai saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan layanan multimedia yang ada di Perpustakaan Bank Indonesia, antara lain: 1. menambah jumlah koleksi dalam bentuk multimedia dan mengembangkan koleksi multimedia pada subyek ekonomi perbankan khususnya di PU untuk memaksimalkan pengembangan koleksi multimedia di PU. 2. memberikan komputer khusus untuk layanan multimedia di PR 3. menambah rak penyimpanan koleksi multimedia di PU 4. segera merealisasikan pembuatan ruangan khusus untuk multimedia 5. memberikan petugas khusus yang faham tentang koleksi multimedia untuk memberikan layanan multimedia serta melakukan perawatan bagi koleksi multimedia
6.
Daftar Acuan
Amsyah, Zulkifi. 2001. Manajemen Sistem Informasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Darmono. 2001. Manajemen Perpustakaan. Jakarta : Grasindo.
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013
Feather, John and Paul Sturges. 2003. International Encyclopedia Information and Library Science. 2nd ed. New York: Routledge Fothergill, Richard and Ian Butchart. 1990. Non-Book Materials in Libraries : a Practical Guide. 3rd ed. London : Clive Bingley. Hofstetter, fred T. 1995. Multimedia literacy. New York : McGRAW-HILL Miles, Matthew B., dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Depok : UI Press. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nurjanah, Yuni. 2009. Koleksi Multimedia Perpustakaan. Semarang : Universitas Diponegoro. (http://yuninurjanah.blog.undip.ac.id/2010/02/05/koleksimultimedia/ ) [diakses pada 21 November 2011] Rahayuningsih. 2007. Pengelolaan Yogyakarta : Graha Ilmu.
Perpustakaan.
Reitz, Joan M. 2013. Online Dictionary for Library and Information Science (http://www.abcclio.com/ODLIS/searchODLIS.aspx) [diakses pada 4 Juni 2013] Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra Sutarno NS. 2003. Perpustakaan dan masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Steinmetz, Ralf dan Klara Nahrstedt. 2002. Multimedia Fundamentals. Vol. 1 USA : Prentice Hall PTR “Video CD, Dicalonkan Menggusur LaserDisk” Majalah Infokomputer, Maret 1996: 50-51
Pengembangan Layanan..., Lina Rosidinawati, FIB UI, 2013