DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya
MODUL KHUSUS FASILITATOR Pelatihan Madya 1
Pengembangan Data Komunitas
PNPM Mandiri Perkotaan
F28
Modul 1
Meletakkan Kebutuhan Pengelolaan Informasi dalam Pengembangan Komunitas
1
Diskusi Kemiskinan Informasi dan Pemecahannya
2
Memahami Informasi
9
Kegiatan 1 :
Memahami Sifat-Sifat Informasi
10
Kegiatan 2 :
Analisis Daur Informasi
11
Modul 3
Mengidentifikasi Kebutuhan Pengembangan Informasi Komunitas
19
Kegiatan 1 :
Merencanakan Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Informasi Komunitas
20
Kegiatan 1:
Modul 2
Modul 1 Topik: Meletakkan Kebutuhan Pengelolaan Informasi dalam Pengembangan Komunitas
Peserta memahami kaitan pengelolaan informasi, kemiskinan informasi dan pengembangan komunitas
Kegiatan 1: Diskusi Kemiskinan Informasi dan Pemecahannya
2 Jpl ( 90 ’)
Media Bantu – Kemiskinan, Ketidakberdayaan, Kemiskinan Informasi Media Bantu – Miskin Informasi, Bagaimana Pemecahannya? Bahan Bacaan – Kemiskinan Informasi
• Kertas Plano, kuda-kuda untuk Flip-chart • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
1
Diskusi Kemiskinan Informasi dan Pemecahannya 1) Berikan pengantar bahwa materi belajar kita selanjutnya adalah mengenai pengelolaan informasi komunitas (community database inventory). tujuan utama dari seluruh proses belajar adalah guna memampukan komunitas agar dapat mengelola informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Untuk mengawali proses belajar ini, kita akan mendiskusikan pentingnya pengelolaan informasi dalam pengembangan komunitas. 2) Buka diskusi dengan pertanyaan berikut: “apa yang dimaksud dengan pengelolaan informasi? Apa yang seketika terbayangkan, yang terlintas dalam pikiran, begitu mendengar istilah pengelolaan informasi?” 3) Dapatkan beberapa tanggapan peserta. Catat dan tampilkan beberapa kata-kata kunci. Ajak peserta menyorotkan perhatian terhadap lalu-lintas informasi di dalam komunitas. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: • Apakah produksi dan pertukaran informasi berlangsung dalam komunitas? • Jenis informasi apa saja yang dipertukarkan? Mengapa jenis informasi itu yang dipertukarkan? • Bagaimana pertukaran informasi terjadi di dalam komunitas? Mengapa demikian? 4) Ungkapkan kembali pikiran-pikiran pokok dari diskusi di atas. Lanjutkan dengan pertanyaan: “apakah warga/komunitas/masyarakat memiliki informasi penting yang bersangkut paut dengan kehidupan mereka tetapi tidak mereka ketahui?” Dorong diskusi untuk mengkaitkan ketidak berpunyaan informasi dengan kemiskinan. Bila diperlukan, tulis Media Bantu – Kemiskinan, Ketidakberdayaan, Kemiskinan Informasi di kertas plano atau papan tulis. Perjelas perbedaan kedua masalah kemiskinan informasi tersebut. Gunakan contoh-contoh kasus yang berkembang di masyarakat. 5) Garisbawahi kembali dua masalah yang telah digali dari proses di atas. Lanjutkan dengan pertanyaan, “Jika itu masalahnya, lalu : • bagaimana memecahkan masalah yang Pertama, dan • bagaimana memecahkan masalah Kedua? 6) Minta peserta untuk mendiskusikan pemecahan dua masalah di atas dalam diskusi kelompok kecil (5-6) orang. Tugaskan sebagian untuk memikirkan pertanyaan Pertama. Kelompok selebihnya mendiskusikan pertanyaan Kedua. Berikan cukup waktu untuk berdiskusi (20 menit). 7) Undang kelompok yang membahas masalah Pertama untuk bergiliran menyampaikan hasil diskusinya. Tampung tanggapan mereka untuk melengkapi tabel kosong dalam Media Bantu – Miskin Informasi, Bagaimana Pemecahannya? Selanjutnya, persilahkan kelompok selebihnya untuk menjawab pertanyaan Kedua. 8) Perlihatkan Media Bantu – Miskin Informasi, Bagaimana Pemecahannya? yang sudah
2
dilengkapi dengan tanggapan peserta. Bilamana perlu, lakukan klarifikasi untuk jawabanjawaban yang kabur. Garis-bawahi gagasan-gagasan yang penting. 9) Ajak peserta untuk melihat kembali hasil diskusi mereka. Simpulkan hasil-hasil diskusi. Berikan pengantar, meskipun ada dua masalah yang saling berkaitan, namun sesi belajar selanjutnya lebih akan menyorot masalah yang Kedua. Sudahi sesi dengan menyampaikan kembali pokokpokok belajar sesi ini.
3
Kemiskinan, ketidakberdayaan, dan Kemiskinan Informasi Mengapa Miskin? Mengapa Terpinggirkan? Mengapa Tidak Berdaya?
4
•
Miskin Informasi karena rendahnya akses masyarakat terhadap informasi dari luar, khususnya informasi publik, yang bersangkut-paut dengan kehidupan mereka.
•
Miskin Informasi karena lemahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola informasi komunitas, untuk bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan informasinya dan meproduksi informasi secara kolektif.
Miskin Informasi, Bagaimana Pemecahannya? Masalah
Bagaimana Pemecahannya? (untuk dilengkapi dalam diskusi Kelompok)
•
•
Miskin Informasi. Karena rendahnya akses masyarakat terhadap informasi dari luar, khususnya informasi publik, yang bersangkut-paut dengan kehidupan mereka.
•
Berlangganan buletin pemda.
•
................
•
........
Miskin Informasi. Karena lemahnya kemampuan masyarakat dalam mengelola informasi komunitas.
•
Menggunakan kembali musyawarah desa
•
..........................
•
........
5
Kemiskinan Informasi Sudah lama dipahami bahwa kemiskinan informasi merupakan ciri masyarakat miskin, sekaligus salah satu biang keladi kemiskinan. Karena tidak memiliki informasi, orang miskin luput dari jangkauan berbagai layanan (administrasi, kesehatan, pendidikan) yang disediakan pemerintah. Mereka sering tak terjangkau oleh penyebaran informasi penting, yang justru dialamatkan bagi mereka. Karena tidak tahu caranya, mereka tidak mendatangi puskesmas untuk mencari pertolongan ketika jatuh sakit. Banyak di antara mereka yang, jangankan paham cara mendapatkannya, malah tidak tahu menahu tentang obat generik yang berharga lebih murah Pada situasi tertentu yang agak khusus, rendahnya akses terhadap informasi seringkali membuat keadaan bertambah runyam. Banyak contoh yang menggambarkan keadaan itu. Hingga sekarang pun kita masih sering mendengar kisah tentang masyarakat yang menjadi korban penipuan dalam proses ganti rugi untuk pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur berskala besar.Karena tidak memiliki informasi lengkap dan akurat (atau memang karena sengaja dijauhkan dari sumber informasi), masyarakat menjadi amat dirugikan. Kekacauan data, informasi simpangsiur, ditambah transparansi yang rendah, membuat orang lantas mempercayai berita burung. Akibatnya timbul saling kecurigaan dan ketegangan yang keras di tengah masyarakat. Penerima bantuan beras bersubsidi (Raskin) bersitegang dengan sesama warga yang -sama-sama merasa berhak mendapatkannya- namun tidak masuk dalam daftar penerima bantuan. Kekacauan serupa pernah terjadi pada program bantuan kemanusiaan untuk korban tsunami di Aceh dan Nias. Kemiskinan informasi membuat orang miskin dan mereka yang membutuhkan tidak dapat menjangkau bukan hanya bantuan kemanusiaan dan berbagai layanan sosial. Dari sudut pandang yang lebih luas, kemiskinan informasi membuat masyarakat tidak dapat memanfaatkan berbagai kesempatan dan sumberdaya ekonomi (untuk memperbaiki taraf hidup), maupun sumberdaya politik (guna mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan mereka). Pada sedikit contoh yang dikemukakan di atas, paling tidak ada dua persoalan yang perlu dicermati menyangkut kemiskinan informasi. Pertama adalah rendahnya akses masyarakat miskin terhadap informasi dari luar, khususnya informasi publik, yang bersangkut-paut dengan kehidupan mereka. Pada saat yang sama ada pula kelemahan Kedua, yakni lemahnya kemampuan masyarakat untuk bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan informasinya dan secara kolektif melakukan kerja informasi. Dari mulai menggali data tentang keadaan mereka sendiri, untuk mengolah data tersebut, dan kemudian memproduksi informasi yang mereka perlukan. Jika persoalannya demikian, lantas apa yang dapat dilakukan Fasilitator Kelurahan (Faskel) untuk mengatasi persoalan ini? Sebagai fasilitator pengembangan komunitas, Faskel dapat melakukan banyak hal untuk memecahkan persoalan Pertama. Faskel memang sekali-sekali perlu menghadirkan informasi pembanding dari luar. Sekurangnya Faskel dapat membantu menghubungkan komunitas dengan sumber informasi yang relevan. Sesudah warga bersepakat untuk melakukan pengelolaan sampah rumah-tangga secara kolektif, pada saatnya mereka butuh berkenalan dengan berbagai kemungkinan teknologi sederhana pengolahan sampah yang mungkin untuk diterapkan. Ada kalanya karena suatu alasan, warga membutuhkan informasi publik tertentu. Namun informasi publik tak selalu dapat diperoleh dengan mudah (karena buruknya layanan di kantor lembaga publik atau keengganan/kemalasan petugas birokrasi). Jika terjadi hal demikian, Faskel perlu membantu dan menemani warga untuk mendapatkan hak mereka atas informasi publik. Tindakan
6
advokasi tertentu kadang-kadang memang perlu ditempuh. Patut diingat, seperti dipahami luas, diperlukan langkah-langkah pendahuluan sebelum masyarakat melakukan advokasi bagi dirinya sendiri. Pastilah diperlukan serangkaian pertemuan warga untuk mempelajari masalah bersama. Dimana pada kesempatan tersebut Faskel dituntut memenuhi perannya sebagai pendidik hak hak warganegara untuk mendapatkan informasi publik. Namun advokasi atau tepatnya menggugat dan mempersoalkan pemenuhan hak adalah persoalan lain yang memerlukan pembahasan tersendiri. Namun demikian, untuk memecahkan masalah yang pertama, salah satu tugas Faskel adalah membantu menghubungkan, atau memampukan masyarakat, untuk mendapatkan akses informasi dari luar komunitasnya. Untuk memecahkan masalah Kedua, tidak ada jalan lain kecuali mengembangkan kemampuan komunitas untuk melakukan kerja penanganan informasi. Singkatnya, Faskel perlu mengerahkan segala akal agar komunitas mampu untuk melakukannya. Banyak orang tidak yakin bahwa masyarakat atau BKM akan mampu melakukan kerja pengelolaan informasi. Karena istilah ’pengelolaan informasi’ atau ’pengolahan data’ bagi sebagian orang memang terdengar menggentarkan. Mendengar istilah ini orang sering lantas membayangkan suatu kerja pengolahan data menggunakan komputer canggih dan perangkat lunak termaju. Artinya, pekerjaan itu hanya dapat dikerjakan oleh orang yang terlatih dan makan bangku sekolah. Orang awam apalagi orang miskin mustahil mampu melakukannya. Anggapan semacam tidak sepenuhnya benar. Penggunaan komputer memang akan sangat membantu kerja pencatatan dan pengolahan data. Akan tetapi, tanpa komputer sekalipun, pengelolaan data masih dapat dilakukan dengan alat tulis sederhana dan bakat yang tersedia di komunitas. Seringkali pula orang lantas mengkaitkan pengolahan data dengan kegiatan survey yang biasanya dilakukan petugas kelurahan atau mantri statistik kecamatan. Artinya, pekerjaan ini hanya mungkin dilakukan oleh organisasi sebesar birokrasi pemerintah, yang mampu mengerahkan banyak tenaga dan memiliki berbagai sumberdaya lainnya. Karena bayangan yang menggentarkan ini, kerja pengelolaan informasi menjadi terlihat demikian sukar. Mereka yang pesimistis biasanya berpikir seperti ini: ”biarkan saja pemerintah melakukan kerja penyediaan informasi, dan masyarakat hanya perlu ditempatkan sebagai pengguna pasif informasi melalui kegiatan sosialisasi.” Tentu saja benar bahwa hanya pemerintah yang mampu melakukan survey kependudukan berskala luas (lagipula itu memang tugas pemerintah). Namun pengalaman dari berbagai lapang pengembangan komunitas memperlihatkan bahwa organisasi komunitas dapat membentuk kemampuannya untuk menggali keterangan (melalui pemetaan, survey kampung, dsb), memproduksi infomasi dan pengetahuan dari dalam dirinya sendiri. Lagipula, berlawanan dengan pandangan pesimistik di atas, kerja informasi merupakan hal lazim yang alamiah. Semua orang melakukannya. Tanpa sadar dalam kehidupan sehari-hari kita semua, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, melakukan berbagai aktivitas pengolahan informasi. Dari mulai mencari, mengolah, memproduksi, hingga memanfaatkan informasi. Saat krisis ekonomi tahun 1997-98, banyak korban PHK di sektor formal beralih pekerjaan ke sektor informal. Untuk mendapatkan peluang berusaha di sektor informal tadi, para korban PHK tersebut berusaha mencari dan mempelajari sebanyak mungkin informasi. Ketika harga kebutuhan seharihari semakin mahal, banyak ibu rumah tangga yang - karena anggaran belanja yang terbatasdipaksa gesit mencari informasi untuk mengetahui warung atau toko yang menjual sembako dengan harga termurah. Informasi semacam ini lazim dipertukarkan dalam pergaulan sehari-hari. Secara alamiah semua orang akan tergerak untuk mencari dan mengolah informasi yang dibutuhkan. Pada dua contoh di atas, kerja pemerolehan informasi barangkali memang tidak terstruktur, juga pun belum merupakan suatu aktivitas kolektif yang terencana dengan baik. Namun ingat pula kebiasaan yang berkembang dalam komunitas Muslim. Setiap kali menjelang Hari Raya Iedul Fitri, komunitas Muslim membentuk semacam kepanitiaan yang melakukan semacam survey untuk
7
mendaftar penduduk, terutama warga miskin, yang berhak menerima zakat. Selain melakukan kerja informasi (identifikasi, pencatatan), panitia zakat melakukan kerja kolektif untuk mendistribusikan zakat kepada warga yang berhak menerimanya. Semua tak lain tak bukan merupakan kerja penanganan informasi. Beberapa organisasi komunitas (petani, peternak sapi perah) pun terbukti mampu melakukan hal yang serupa; secara teratur melakukan kerja produksi informasi secara teratur.
8
Modul 2 Topik: Memahami Informasi
1. Peserta memahami sifat-sifat informasi 2. Peserta memahami daur Informasi serta istilah-istilah penting dalam pengelolaan informasi.
Kegiatan 1: Memahami Sifat-sifat Informasi Kegiatan 2: Analisis Daur Informasi
3 Jpl ( 135 ’)
Lembar Kasus – Rini Ingin Menghadiri Perkawinan Kakaknya Bahan Bacaan – Memahami Informasi Media Bantu – Daur Informasi: Dari Kejadian Hingga Pengambilan Keputusan Media Bantu – Dimana Letak Masalah Pengelolaan Informasi? Lembar Kerja – Analisis Daur Informasi
• Kertas Plano, kuda-kuda untuk Flip-chart • Metaplan, Spidol, selotip kertas dan jepitan besar • Papan Tulis dengan perlengkapannya
9
Memahami Sifat-Sifat Informasi 1) Berikan pengantar, bahwa sebelum memasuki pembicaraan tentang pengelolaan informasi komunitas, pemandu akan mengajak peserta untuk mendiskusikan sifat-sifat dari informasi. 2) Bagikan Lembar Kasus: Rini Ingin Menghadiri Perkawinan Kakaknya. Minta peserta membaca cerita tersebut. Sampaikan juga, peserta dapat membuat catatan terhadap cerita kasus yang disajikan. Beri waktu kepada peserta untuk membaca (10 menit). 3) Berikan kesempatan kepada peserta yang masih menyelesaikan catatannya. Undang peserta untuk mengkomentari pengalaman Rini (tokoh dalam Cerita Kasus). Arahkan diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: • Apa kebutuhan informasi Rini? • Bagaimana dia memenuhi kebutuhan informasinya? Mengapa demikian? Apa sebabnya? • Bilamana suatu informasi berguna? Kapan tidak berguna? • Siapakah yang menjadi penghasil informasi? Siapa pengguna informasi? • Apa yang dapat disimpulkan dari cerita Kasus? Apa kaitannya dengan pengelolaan informasi di komunitas? Apakah mungkin komunitas/masyarakat bernasib serupa yang dialami Rini? 4) Berikan umpan balik untuk menggarisbawahi gejala-gejala dan sifat informasi. Perilaku Informasi • • • • •
10
Aliran informasi: Informasi dapat mengalir ke segala arah. Setiap orang/pihak dapat meneruskan/memantulkan, informasi. Setiap orang/pihak dapat menjadi penghasil (produser) informasi, pengguna (konsumer) informasi, atau keduanya sekaligus. Media: data/informasi dapat diproduksi, digandakan, diringkas/dirinci, dan dialirkan melalui beragam media. Informasi Bermanfaat: bila relevan, akurat, tersedia pada saat dibutuhkan.
Analisis Daur Informasi 1) Berikan pengantar dengan menampilkan kembali pokok bahasan sebelumnya. Selanjutnya, ajak peserta untuk mengarahkan perhatian pada perpindahan data/informasi dari satu titik ke titik yang lain. Berikan pengantar bahwa informasi serupa dengan mahluk hidup. Informasi dilahirkan/diproduksi, mengalir ke berbagai arah sepanjang memiliki daya hidup, namun bisa mengalami kepunahan. 2) Bagikan Bahan Bacaan – Memahami Informasi. Tampilkan Media Bantu – Daur Informasi: Dari Kejadian Hingga Pengambilan Keputusan di papan tulis atau plano. Jelaskan tentang daur informasi dan istilah-istilah penting menyangkut pengelolaan informasi. 3) Buka babak tanya jawab untuk memastikan peserta memahami perbedaan antara kejadian, fakta, data, dan informasi. 4) Tampilkan Media Bantu – Dimana Letak Masalah Pengelolaan Informasi? untuk memperlihatkan salah satu letak masalah sehingga arus informasi mengalami kemacetan, ketika timbunan data tidak diolah menjadi informasi. Sajikan contoh seperlunya. 5) Ajak peserta untuk menggunakan bagan Daur Informasi untuk menganalisis arus informasi, dalam konteks pengembangan komunitas, tempat kerja mereka masing-masing. Bagikan Lembar Kerja – Analisis Daur Informasi. Tugaskan peserta untuk melakukan kerja individual, mendaftar sumbatan/kemacetan arus informasi di tempat mereka masing-masing. Setelah itu, persilahkan peserta kerja berpasangan, berdiskusi dengan teman di sebelahnya. Berikan waktu cukup bagi peserta untuk menyelesaikan tugasnya (20 menit). 6) Lakukan pembahasan hasil dengan peserta. Bahas masalah-masalah kemacetan informasi tahap demi tahap. Hasilkan daftar masalah-masalah yang biasa muncul dalam mengalirkan arus informasi. 7) Kaji ulang seluruh proses. Sampaikan kembali tahap demi tahap belajar yang sudah dilalui. Berikan jembatan untuk sesi belajar selanjutnya. Sampaikan bahwa, hingga tahap ini, yang sudah ditunaikan adalah langkah identifikasi masalah. Pada sessi belajar selanjutnya, sesi akan mendiskusikan berbagai alternatif untuk memecahkan masalah, yakni memampukan warga untuk mengelola informasi.
11
Lembar Kasus
Rini Ingin Menghadiri Perkawinan Kakaknya Rini membuka warung kecil kopi dan pisang goreng di halaman rumahnya di Bandung. Sebulan yang lalu dia menerima telepon dari Budi, kakaknya yang tinggal di Jakarta. Budi mengkhabarkan tanggal pernikahannya. Acara keluarga tersebut akan berlangsung di Jakarta. Tanggalnya sudah ditetapkan: Senin, 28 April 2008. Budi menambahkan, sebaiknya Rini sudah tiba di Jakarta sehari sebelumnya. Rini memang berencana menghadiri perhelatan keluarga tersebut. Dia tidak ingin mengecewakan kakaknya. Dia akan pergi seorang diri. Karena suaminya, pegawai negeri, tidak berhasil mendapatkan ijin cuti. Rini berencana untuk pergi naik kereta api, menimbang rumah tinggal kakaknya terletak di dekat stasiun Jatinegara, Jakarta. Rini belum dapat memastikan rencana perjalanannya karena tidak tahu jadual perjalanan dan harga tiket kereta api. Karena itulah, Rini mengetuk pintu rumah tetangganya Pak Abu untuk bertanya. Menurut Pak Abu kereta api Bandung-Jakarta berangkat setiap pagi hari, tidak lama sesudah terbit fajar. Harga tiketnya dulu setara dengan harga tiga bungkus rokok. Dia tidak ingat. Pak Abu, 70 tahun, terakhir kali bepergian naik kereta api ke Jakarta untuk menyaksikan keramaian Jakarta Fair tahun 1977. Pak Abu berusaha keras mengingat-ingat harga tiket. Tapi yang berhasil dia ingat adalah kemeriahan Jakarta Fair tempo dahulu, dari jajanan yang dijual, artis penyanyi yang ketika itu tampil di panggung gembira, hingga pencopet yang berkeliaran mencari mangsa. Rini kemudian teringat bahwa jadual keberangkatan kereta api biasanya dimuat di koran lokal. Seisi rumah lantas dikerahkan menyisir lembar demi lembar koran dan tabloid yang ada di rumah, untuk menemukan jadual tersebut. Sayangnya, jadual yang dicari tidak diketemukan. Lembar korannya sudah hilang. Mungkin sudah terlanjur jadi kertas pembungkus pisang goreng. Suami Rini berinisiatif menghubungi pesawat telepon penerangan 108, menanyakan nomer telepon bagian informasi stasiun kereta Bandung. Lagi-lagi tidak berhasil. Berkali-kali Rini menelepon bagian informasi stasiun kereta Bandung (022--4203367). Tidak ada petugas yang mengangkat panggilan tersebut. Rini akhirnya memutuskan untuk mendatangi stasiun kereta api Bandung. Dia menemukan informasi harga tiket kereta api tertulis di jendela kaca loket penjualan. Tabel daftar keberangkatan terpampang di papan informasi. Dia mempelajari tabel tersebut lalu menyalinnya di buku catatan (biasanya dipakai mencatat uang pemasukan warung kopi). Sesudah menentukan waktu keberangkatan, Rini segera memesan tiket kereta Parahyangan termurah untuk perjalanan tanggal 27 April 2008, jam 06.00 WIB. Keluar dari antrian loket pemesanan, Rini memijit-mijit tombol telepon genggamnya. Mengirimkan sms untuk Budi. Bunyi pesannya: “berkt hr mgu naik ka jam 6. trn di jtngr. JEMPUT YA! #DR RINI”. Budi seketika membalas, menyanggupi untuk menjemput Rini di stasiun. Tapi lalu menelpon setengah jam kemudian, untuk kembali menanyakan jam keberangkatan Rini. Kepada kedua anaknya Rini bercerita bahwa dia akan bepergian untuk menghadiri pernikahan paman Budi. Untuk menjawab pertanyaan anak bungsunya, dia memberikan penjelasan sederhana tentang apa itu pernikahan. Rini berjanji pulang secepatnya. Karena akan meninggalkan rumah dan keluarga selama dua hari, Rini perlu melakukan beberapa hal lagi. Untuk suaminya dia meninggalkan daftar pendek menu masakan dan instruksi lisan yang panjang, supaya kedua anaknya tetap terurus dan tidak terancam mati kelaparan.
12
Warung kopi sementara tutup. Kepada para pelanggan, Rini membuat pemberitahuan. Ditulis dengan spidol hitam di atas selembar kertas. Seluruhnya huruf kapital. Tertempel di pintu warung. “TUTUP S.D. TGL 28. HARAP MAKLUM. TERTANDA: IBU RINI”
13
Daur Informasi: Dari Kejadian Hingga Proses Pengambilan Keputusan
fakta data peristiwa
keputusan
14
Informasi
Memahami Daur Informasi Tantangan yang perlu dijawab oleh Faskel adalah memikirkan cara untuk mengembangkan kemampuan BKM dan organisasi warga agar mampu melakukan kerja penanganan informasi. Sebelum membahas tentang pengembangan kapasitas, ada baiknya Faskel terlebih dahulu memahami tentang Daur Informasi dan berkenalan dengan beberapa istilah di bidang penanganan informasi: peristiwa dan fakta, data, informasi, dan keputusan. Daur Informasi: dari Kejadian hingga Pengambilan Keputusan.
fakta data peristiwa
keputusan
Informasi
Peristiwa dan Fakta. Peristiwa adalah kejadian, segala hal pernah atau sudah terjadi dalam komunitas. Ada peristiwa ada pula fakta. Ada sedikit perbedaan antara peristiwa dengan fakta. Fakta adalah peristiwa yang teramati. Maka dari itu, fakta dikenai dua syarat: sudah terjadi dan teramati. Ada kalanya suatu peristiwa memang benar adanya sudah berlangsung, namun luput dari pengamatan. Sehingga hanya dapat diungkap melalui perkiraan, bukan dari pengamatan langsung. Contoh: Jumlah penduduk Kelurahan Tirtawening berubah dari tahun ke tahun. Ada saja kejadian yang menambah atau mengurangi jumlah penduduk kelurahan ini. Bulan kemarin, menjelang musim panen, serombongan penduduk musiman pulang ke kampung asalnya di Indramayu. Tahun ini pun penduduk Tirtawening akan berkurang satu orang, karena Musa diterima masuk Akabri di Magelang dan sekarang sedang menyiapkan kepindahannya. Ada yang pergi ada pula yang penduduk baru yang datang. Bapak Dadang memutuskan untuk menampung seorang keponakannya yang akan melanjutkan sekolah di kota ini. Dan Anita melahirkan bayi laki-laki, anaknya yang ketiga. Data. Adalah peristiwa yang tercatat atau tertulis. Sudah dituangkan dalam bentuk catatan. Perubahan demografi pada contoh di atas lazimnya tercatat di sebagai data Demografi di Kelurahan Tirtawening. Mungkin dalam bentuk tabel, mungkin berupa diagram. Ada berbagai macam bentuk pencatatan. Bentuk pencatatan akan bergantung kepada teknologinya. Masyarakat pra-tulisan
15
mungkin merekam fakta hanya secara lisan. Mereka menggunakan pantun dan hikayat untuk merekam kejadian penting (misal: gunung meletus) agar dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Untuk ukuran jaman sekarang fakta dapat dicatatkan dalam bentuk naskah, tabel, peta, atau gambar/bagan. Pada perkembangan sekarang, sejak harga komputer semakin murah dan penggunaannya semakin meluas, dimungkinkan untuk melakukan pencatatan secara digital. Ada perbedaan yang sangat penting antara peristiwa/fakta (tidak tercatat) dengan data tertulis. Data tertulis memungkinkan untuk disimpan, dikumpulkan dari waktu ke waktu, dan dapat digunakan atau diolah kembali di kemudian hari. Data tertulis dapat lebih mudah dihadirkan kembali. Sementara untuk menghadirkan fakta tidak tertulis, kita perlu memanggil saksi hidup suatu peristiwa. Tambahan lagi akurasi dari peristiwa akan sangat mengandalkan daya ingat orang yang menyaksikannya. Perbedaan yang lain adalah dalam hal kemungkinan penggandaan dan penyebarannya. Fakta yang sudah tertulis atau tercatat dimungkinkan untuk digandakan dan disebarluaskan (data digital dapat digandakan dan disebarkan hingga tak terbatas). Informasi. Menghimpun data dalam jumlah yang cukup, atau dalam rentang waktu yang cukup panjang, memungkinkan kita untuk dapat memproduksi informasi sesuai kebutuhan. Bagi organisasi komunitas, data kependudukan senantiasa berguna. Dengan mempelajari data kependudukan dari tahun ke tahun, kita dapat menyimpulkan kecenderungan pertambahan penduduk dan kita dapat menghubungkannya dengan berbagai persoalan komunitas. Jika jumlah keluarga meningkat, maka tentu semakin banyak pula jumlah anak yang perlu bersekolah. Pertambahan penduduk niscaya berkaitan dengan penyediaan air bersih, penambahan fasilitas lingkungan (tempat sampah, lahan bermain untuk anak, dsb), menambah potensi jumlah anggota koperasi simpan-pinjam, dst. Kinerja dari koperasi simpan-pinjam atau program dana bergulir hanya dapat dilihat dengan mempelajari catatan keuangan yang dihimpun dari waktu ke waktu. Seperti halnya data, informasi dapat digandaka dan disebarluaskan ke segala arah dalam berbagai bentuk. Keputusan. Pada akhirnya, muara dari kerja penanganan informasi adalah pengambilan keputusan. Tujuan dari produksi informasi adalah guna membantu proses pengambilan keputusan. Semakin berkualitas, semakin lengkap dan akurat informasi, seharusnya semakin berkualitas pula keputusan yang dihasilkan. Jika informasi kinerja keuangan tersedia, pengurus koperasi simpanpinjam dapat mengambil keputusan misalnya untuk memperbesar layanan atau untuk mengatasi beberapa kelemahan tertentu. Sesudah mempelajari semua informasi yang relevan, organisasi warga terdorong untuk memperbanyak jadual angkut sampah. Pengambilan keputusan membutuhkan berbagai informasi. Untuk mengambil keputusan kadang-kadang dibutuhkan kerja tambahan untuk mendapatkan informasi dari luar, selain pasokan informasi tentang komunitas (yang dihasilkan sendiri oleh organisasi komunitas). Mengapa keputusan perlu diambil? Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memperbaiki suatu keadaan, atau mendorong munculnya peristiwa baru, atau untuk mencegah terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan di kemudian hari. Tindakan pembenahan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja keuangan koperasi simpan-pinjam. Keputusan untuk menambah jumlah kereta pengangkut dan memperbaiki jadual angkut sampah rumah tangga ditujukan agar kejadian penumpukan sampah tidak berulang lagi. Jika mengikuti bagian demi bagian dari Daur di atas, maka ada banyak hal yang perlu dilakukan Faskel bersama pengurus BKM. Peran penting Faskel antara lain mendorong warga untuk mencatat fakta kasat mata yang relevan, lantas mengolah himpunan data menjadi informasi yang mendorong aksi konkrit, demikian seterusnya. Itu tak lain adalah tugas mengembangkan kapasitas BKM dan komunitas. Pustaka: Andarmosoko, dkk. Pengelolaan Informasi. Satu Dunia, 2007. (tidak diterbitkan).
16
Dimana Letak Masalah Pengelolaan Informasi?
fakta
Data cuman ditumpuk, tidak diolah…!
\\ data peristiwa
keputusan
Informasi
17
Analisis Daur Informasi Tahap
peristiwa
fakta
data
informasi
keputusan
18
Apa yang terjadi?
Mengapa demikian?
Modul 3 Topik: Mengidentifikasi Kebutuhan Pengembangan Informasi Komunitas
1. Peserta mengidentifikasi kebutuhan penataan informasi di komunitas. 2. Peserta mampu menyusun rancangan program untuk pengembangan kapasitas BKM dalam mengelola informasi komunitas
Kegiatan 1: Merencanakan Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Informasi Komunitas
3 Jpl ( 135 ’)
Bahan Bacaan – Memampukan Organisasi Komunitas untuk Mengelola Informasi Media Bantu - Daftar Periksa
• Kertas Plano, Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
19
Merencanakan Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Informasi Komunitas 1) Berikan pengantar dengan menyampaikan tujuan dari sesi belajar ini, yakni mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kapasitas BKM/Organisasi komunitas untuk mengelola informasi. 2) Ajak peserta untuk kembali meneliti daftar masalah-masalah yang sering muncul dalam mengalirkan arus informasi. Mulailah berdiskusi. Pandu dengan pertanyaan-pertanyaan berikut untuk menghadirkan fakta lapangan. • Apa saja yang sudah pernah dilakukan Faskel untuk menata pengelolaan informasi di komunitas? • Dimana letak kesukaran dalam mengelola informasi? • Apakah upaya tersebut membuahkan hasil? Mengapa berhasil? Mengapa gagal? 3) Daftar beberapa issue penting yang dikemukakan peserta. Sampaikan bahwa, kita akan bersama-sama mempelajari masalah tersebut dan mendiskusikan pemecahan masalahnya. Selanjutnya bagikan Bahan Bacaan – Memampukan Organisasi Komunitas untuk Mengelola Informasi. Berikan kesempatan kepada peserta untuk membaca seksama (20 menit). Minta mereka untuk menggaris-bawahi hal yang dianggap penting. 4) Sudahi langkah membaca bersama. Lakukan klarifikasi seperlunya dengan membuka babak tanya jawab. Mulailah mendiskusikan syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk membangun suatu sistem pengelolaan informasi. Berturut-turut lakukan pembahasan mengenai: • Perlunya memperjelas misi/mandat hingga program dan aktivitas BKM/Organisasi komunitas. • Menggulirkan putaran daur Informasi terutama dalam pemerolehan fakta dan pencatatan data. • Menghasilkan, memanfaatkan, dan menyebarkan Informasi. 5) Tegaskan bahwa ada banyak hal yang perlu ditata agar pengelolaan informasi komunitas dapat terpelihara. Bagikan Media Bantu - Daftar Periksa. Beri kesempatan kepada peserta untuk mempelajarinya. (5 menit). Tanyakan, apakah ada hal yang tidak dipahami dari Daftar Periksa tersebut. 6) Kaji ulang proses yang sudah ditempuh, yaitu: • Mengidentifikasi masalah yang paling sering muncul dalam pengelolaan informasi. • Syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk membangun suatu sistem pengelolaan informasi. 7) Selanjutnya, berikan penugasan individual kepada peserta untuk menggunakan Daftar Periksa untuk merancang suatu Rencana Kerja untuk penataan kembali pengelolaan informasi, terutama meningkatkan kapasitas pengelolaan informasi. Minta peserta memperhatikan butir yang dicetak miring dalam Daftar Periksa. Berikan waktu kepada secukupnya (30 menit).
20
8) Undang satu atau dua relawan untuk mempresentasikan Rencana Kerjanya. Bahas Rencana Kerja tersebut dengan seluruh peserta. Dapatkan masukan perbaikan. Garisbawahi aspek yang perlu perhatian khusus. Akhiri babak pembahasan ini. 9) Kaji ulang seluruh rangkaian proses belajar. Gunakan seluruh tampilan/media bantu untuk memanggil ulang butir-butir penting dari seluruh sesi belajar. • Kaitan kemiskinan informasi dengan kemiskinan, ketidakberdayaan, dan pengembangan komunitas. • Alasan untuk mengembangkan kapasitas BKM/organisasi komunitas dalam mengelola informasi. • Sifat-sifat Informasi dan Daur Informasi. • Syarat-syarat untuk mengembangkan pengelolaan informasi. 10) Tutup sesi belajar. Berikan penghargaan atas kerjasama dan partisipasi seluruh peserta.
21
Memampukan Organisasi Komunitas untuk Mengelola Informasi Pengantar Apa sajakah yang perlu dilakukan Faskel, agar komunitas mampu mengelola informasi? Bagaimana cara melakukannya? Dari mana memulainya? Banyak Faskel memilih untuk memulai dengan melakukan pembenahan dokumentasi organisasi. Memang benar adanya, dokumentasi merupakan kelemahan umum dari banyak organisasi komunitas. Menjumpai dokumentasi BKM yang jauh dari rapi, banyak Faskel yang berdedikasi tergerak memulai pembenahan. Dengan mendidik beberapa penggiat komunitas atau pengurus BKM untuk melakukan pencatatan (melengkapi lembar isian, menomori surat keluar/masuk, mengarsipkan, dst). Namun, upaya ini sering tak memberikan hasil yang memuaskan. Meskipun pelatihan sudah diberikan, dokumen tetap tercerai-berai tak beraturan. Banyak BKM tetap tidak sanggup memproduksi bahkan dokumen organisasi yang paling sederhana, seperti ringkasan pertemuan/rapat. Pekerjaan dokumentasi akhirnya terhenti sama sekali, setelah petugas penanggungjawabnya kehilangan minat untuk melanjutkan tugasnya. Mengapa kehilangan minat? Karena petugas tersebut kemudian mengamati bahwa seluruh hasil pekerjaannya hanya akan berakhir di rak penyimpanan dokumen. Tak seorang pun berminat memanfaatkan hasil pekerjaannya. Dimana letak kesalahan dari langkah pembenahan tadi? Kesalahan utama, yang sering terjadi, adalah ketika kerja penanganan informasi dicopot dari konteks seluruh aktivitas pengembangan komunitas. Dengan menempatkannya semata-mata sebagai tugas pencatatan, administrasi, dan pengarsipan. Adalah keliru menempatkan dokumentasi sekedar untuk menghasilkan atau melengkapi laporan kegiatan. Hal yang luput dari perhatian adalah: dokumentasi barulah sebagian dari kerja pengelolaan informasi. Sementara, pengelolaan informasi dan pengembangan komunitas semestinya dua hal yang senantiasa saling terhubung. Keduanya sebenarnya merupakan dua pokok pembicaraan ini yang sukar untuk dipisahkan secara tegas. Melalui aktivitas pengembangan komunitas, warga melakukan berbagai aktivitas bersama. Mulai dari mempelajari keadaan di kelurahannya, mempelajari hak-haknya, mengidentifikasi kemampuan dan potensi yang tersedia, mendaftar berbagai sumberdaya (internal, eksternal), mempelajari berbagai kemungkinan pemecahan masalah, dst. Dengan segera terlihat bahwa pengembangan komunitas merupakan aktivitas yang padat informasi dan padat pengetahuan. Pada semua bagian aktivitas tersebut di atas, banyak fakta perlu dihadirkan untuk dipelajari bersama. Aktivitas pengembangan komunitas hanya akan berlangsung bila disokong aliran informasi terpilih. Data dan informasi amat diperlukan untuk memutar gerak pengembangan komunitas. Ibarat minyak pelumas yang membantu mesin agar bekerja sempurna. Pada saat yang sama, pengembangan komunitas itu sendiri merupakan dinamika yang menghasilkan banyak informasi (pertemuan warga, seperti diketahui, adalah sarana yang efektif untuk memperoleh banyak informasi). Maka untuk menumbuhkan kemampuan mengelola informasi, hal dasar yang tak boleh dilupakan adalah: selalu menempatkan pengelolaan informasi dalam aktivitas pengembangan komunitas yang lebih luas. Alasan utama dari pengembangan sistem informasi adalah guna mendukung kerja pengembangan komunitas. Demikian sebaliknya, pengembangan komunitas senantiasa berangkat dan berkembang dari informasi yang dimiliki organisasi. Maka selain membicarakan hal yang
22
bersifat keterampilan teknis, pembenahan sistem informasi sedikit banyak akan menyentuh pembicaraan yang lebih luas yakni tentang organisas, kultur dan tujuan-tujuan organisasi. Jika Faskel yang ingin membangun kemampuan komunitas dalam mengelola informasi, berikut beberapa aspek yang perlu dipelajari: Pelajari kembali Missi/mandat, Program, dan Aktivitas Organisasi Seperti diungkap di atas, penanganan informasi komunitas harus senantiasa terhubung dengan segala aktivitas pengembangan komunitas. Maka, sebelum membayangkan sebuah pengelolaan informasi komunitas, hal pertama yang perlu dilakukan adalah justru memperjelas atau menegaskan (kembali) dan missi atau mandat dari BKM/organisasi warga. Memperjelas missi saja belum cukup. Missi organisasi biasanya belum menggambarkan dengan jelas tentang apa yang hendak dikerjakan. Oleh karenanya, sesusah memeriksa missi atau mandat, hal berikutnya yang perlu dipelajari adalah program dan aktivitas organisasi. BKM yang sudah mengembangkan beberapa program biasanya memiliki cukup banyak aktivitas. Dengan memperjelas komponenkomponen tersebut, kebutuhan akan informasi pun akan menjadi lebih jelas pula. Lain mandat, lain program, lain pula kebutuhan informasinya. Organisasi warga yang dibentuk untuk peningkatan kesehatan masyarakat atau perbaikan lingkungan akan membutuhkan jenis informasi tertentu. Dan karena itu mereka akan mengarahkan pengamatan pada fakta yang menyangkut kesehatan masyarakat (jumlah balita/anak di kelurahan, mencari tahu golongan darah warga setempat, kejadian wabah, dsb). BKM yang mengelola dana bergulir niscaya perlu paham arus dana yang digulirkan, melakukan pemutahiran daftar anggota, mendaftar bidang usaha anggota, dsb. Kebutuhan informasi lazimnya berkembang dari waktu ke waktu. Bergantung kepada dinamika dan tahap dari pengembangan komunitas. BKM yang sudah berhasil mengembangkan berbagai cabang aktivitas pasti memiliki kebutuhan informasi lebih banyak dan beragam, dibandingkan BKM yang baru dibentuk. Perumusan kebutuhan informasi biasanya jauh lebih mudah pada organisasi sudah menetapkan programnya, dan mampu menggulirkan aktivitasnya. Bantuan dari Faskel biasanya tetap dibutuhkan untuk mendaftar, memperjelas, dan menstrukturkan kebutuhan informasi. Fondasi suatu sistem informasi dapat diletakkan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: • Apa masalah yang perlu dipecahkan? Program/aktivitas apa yang hendak dikerjakan? • Jika itu yang hendak dilakukan, apa saja fakta yang perlu diketahui? Data apa yang perlu dihasilkan? Perumusan kebutuhan informasi merupakan tahap yang sangat penting untuk dilakukan. Langkah ini akan mengarahkan dan meletakkan landasan untuk tahap selanjutnya (pemerolehan, pengolahan dan pemanfaatan informasi). Merumuskan kebutuhan secara tidak langsung adalah menyusun prioritas. Mendahulukan yang penting dan menyisihkan yang kurang/tidak penting. Langkah ini sangat berguna untuk menghindarkan organisasi komunitas/BKM dari kerja tambahan yang tidak bermanfaat dan tidak beralasan. Jika daftar kebutuhan informasi demikian panjang, Faskel dan pengurus BKM tidak perlu berpikir untuk memenuhi seluruh kebutuhan tersebut sekaligus. Pemenuhan kebutuhan informasi dapat dilakukan secara bertahap. Dapat dimulai dari hal sederhana yang mungkin untuk dikerjakan. Memperoleh Fakta, Menghasilkan Data. Dengan mempelajari mandat, program, dan aktivitas organisasi; kita dapat menurunkan daftar kebutuhan data/informasi. Biasanya daftar tersebut perlu diurai lebih lanjut. Selain mempelajari jenisnya, biasanya penting untuk juga memikirkan keluasan (seberapa banyak) dan kedalaman
23
(seteliti apa) dari data dan informasi yang dibutuhkan. Data dasar yang bersifat permukaan (demografi dan peta kelurahan) selalu diperlukan untuk berbagai program pengembangan komunitas. Namun beberapa jenis program/aktivitas menghendaki data yang lebih teliti dan mendalam. Pikirkan juga seberapa sering atau seberapa teratur informasi diperlukan. Jenis program/aktivitas tertentu membutuhkan pasokan data secara berkala, ada pula yang hanya sesekali. Pengelola koperasi simpan-pinjam perlu memantau kinerja keuangan dari minggu ke minggu; namun hanya perlu melaporkannya satu kali dalam sebulan dalam rapat bulanan pengurus koperasi. Sementara, kegiatan khitanan massal, yang hanya berlangsung setahun sekali, pastilah tidak memerlukan pasokan informasi sesering itu. Sesudah merinci daftar kebutuhan informasi (jenis, kedalaman, keluasan), pastilah Faskel dan pengurus BKM memerlukan rancangan yang lebih teknis untuk memperoleh fakta dan menghasilkan data. Antara lain adalah menyangkut sumber data/informasi. Pelajari apa saja informasi yang perlu dicari dari luar komunitas (badan amal/korporasi yang bersedia memberikan bantuan), dan apa saja fakta yang perlu digali dari dalam komunitas (jumlah anak SD yang membutuhkan bea siswa). Tahap perancangan teknis perlu untuk dilalui, namun aspek yang lebih penting adalah membangun kemampuan BKM/organisasi warga untuk melakukan kerja informasi. Untuk keperluan tersebut, Faskel dapat merancang suatu lokakarya/pertemuan belajar yang melibatkan pengelola program/aktivitas. Lokakarya ini merupakan kesempatan untuk mendiskusikan daftar kebutuhan informasi, alur informasi, serta rancangan teknis memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan umum lokakarya adalah melekatkan, untuk menyambungkan, pelaksanaan program dengan kerja informasi. Untuk memastikan bahwa aktivitas pelaksanaan program menghasilkan dan didukung informasi yang memadai. Dari aspek lebih bersifat pengelolaan informasi, lokakarya ini bertujuan untuk menyiapkan orang/pekerja informasi, menyepakati alur informasi, dan menyempurnakan alat-alat pencatatan. Bilamana perlu Faskel dapat membantu pengurus BKM/pengelola program untuk merancang alat-alat bantu pencatatan, misalnya semacam formulir isian (intake form). Dalam lokakarya ini, peserta dapat sekaligus belajar keterampilan teknis untuk melakukan kerja informasi yang paling sederhana, yakni: menjaring fakta dan memproduksi data (tercatat). Di luar kegiatan semacam lokakarya/pelatihan, pengembangan kapasitas yang terpenting adalah belajar melaui praktek sehari-hari. Learning by Doing. Pengelola aktivitas perlu terus didorong untuk meningkatkan kemampuan melakukan pencatatan dengan baik. Untuk secara teratur menghasilkan data yang setepat mungkin dengan faktanya. Faskel kiranya perlu menemani petugas program simpan-pinjam agar mampu melakukan pencatatan dengan teliti dan seksama. Atau memberikan saran seperlunya agar pengurus BKM mampu meningkatkan kemampuannya dalam menyusun notulensi rapat pengurus BKM atau pertemuan warga. Petugas (pengawas) angkut sampah mungkin perlu dibekali alat/cara dan sedikit panduan untuk memantau dan mencatat lalu lintas kereta angkut sampah, atau mencatat pemasukan iuran sampah. Membangun suatu sistem informasi berarti menegakkan suatu keteraturan (regularitas) tertentu di setiap unit program/aktivitas. Faskel dan pengurus BKM perlu membuat kesepakatan seperlunya menyangkut alur data dari hulu ke hilir. Pengaturan tentang kapan dan bagaimana pengamatan lapangan dituangkan ke dalam lembar isian, siapa bertugas mengumpulkan data tertulis, dimana data tertulis disimpan, dst. Jika landasan keteraturan tersebut berhasil dibangun, perlahan-lahan kualitas pencatatan dapat ditingkatkan. Peningkatan perlu dilakukan terus menerus hingga komunitas mampu menghasilkan data yang akurat, relevan, dan tersedia pada saat dibutuhkan. Bagian yang biasanya paling sulit, dalam membangun regularitas ini, adalah membiasakan penggiat komunitas bahkan pengurus BKM untuk membuat catatan secara teratur. Dan menumbuhkan kebiasaan mencatat bukanlah hal yang mudah. Boleh jadi organisasi komunitas memiliki cukup banyak program dan aktivitas. Namun aktivitas tersebut belum tentu seluruhnya terdokumentasikan dengan baik. Karena biasanya orang malas mencatat, sekalipun rajin
24
beraktivitas. Menyangkut kemacetan pencatatan, Faskel memang perlu memperhatikan beberapa sumber kemacetan pencatatan. Kemungkinan pertama adalah karena cara pencatatan yang terlalu rumit dan membuat petugasnya patah semangat. Jika itu penyebabnya, tak ada cara lain kecuali menyederhanakan cara pencatatan. Faskel dapat merundingkannya cara pencatatan yang mungkin untuk dilakukan dengan petugas pencatat. Memang benar bahwa pencatatan semestinya dilakukan seakurat mungkin. Namun, perlu juga untuk disadari bahwa peningkatan kualitas pencatatan harus dilakukan secara bertahap. Bilamana perlu, Faskel dapat menyelenggarakan kegiatan tambahan yakni kursus menulis berita bagi tenaga pencatat, reporter komunitas, atau siapapun. Penyebab lain dari kemacetan dokumentasi adalah karena orientasi dari kerja dokumentasi yang keliru. Dokumentasi menjadi terasa memberatkan bila semata-mata berorientasi kepada penyelesaian tugas administratif, sekedar untuk keperluan pelaporan kegiatan. Karena itu, yang perlu dilakukan Faskel adalah senantiasa mengarahkan kerja dokumentasi untuk membentuk pengetahuan kolektif menyelesaikan masalah-masalah aktual komunitas. Karena itu pemerolehan pencatatan fakta untuk memproduksi data belumlah cukup. Langkah selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah menghasilkan data olahan dan mendayagunakannya untuk memajukan komunitas. Menghasilkan, Memanfaatkan, dan Menyebarkan Informasi. Kerja pengumpulan fakta dan dokumentasi data akan luntur dengan sendirinya, jika tidak menghasilkan data olahan yang bermanfaat. Tugas dari sebuah sistem informasi adalah untuk menghasilkan informasi guna proses pengambilan keputusan (Lihat kembali: Bahan Bacaan 1 Daur Informasi). Maka, perlu dipikirkan cara mengalirkan informasi terolah ke berbagai arena pengambilan keputusan di berbagai tingkatan, baik pengambilan keputusan di dalam maupun di luar komunitas. Beberapa informasi lebih relevan untuk penggunaan internal. Notulen rapat pengurus BKM, misalnya, berguna secara internal untuk mempelajari kembali keputusan yang pernah diambil. Beberapa informasi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih luas. Catatan tertulis apapun dapat diubah menjadi informasi umum yang, asalkan relevan, dapat dialirkan, untuk dibahas dalam pertemuan-pertemuan warga (Reportase peristiwa dan Laporan panitia pertolongan korban banjir, laporan akhir panitia khitanan massal, neraca bulanan program dana bergulir, situasi keamanan kelurahan, dst). Inti dari kerja informasi adalah membentuk pengetahuan kolektif. Untuk memudahkan warga bersama-sama menyusun pengetahuan tentang kondisi di kelurahannya. Untuk membuat orang lebih mudah menyimpulkan apa yang sudah terjadi, dan dapat memperkirakan apa yang dapat terjadi di kemudian hari. Dengan begitu, komunitas dapat mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan terbaik. Sangat penting untuk menyebarkan berbagai informasi relevan, termasuk hasil pertemuan warga, atau pengetahuan-pengetahuan praktis, agar diketahui banyak pihak. Ada banyak cara untuk menyebarkan informasi. Pengurus BKM, perangkat desa, atau pengurus organisasi pemuda dapat memproduksi placard dan selebaran untuk mengumumkan apa saja; dari mulai mengumumkan kenaikan iuran sampah sampai lomba marathon. Organisasi warga yang memiliki radio komunitas dapat melakukan banyak hal bagi pendengarnya, dari mulai memberitakan peristiwa banjir yang melanda kelurahan, mengkabarkan jumlah sumbangan yang sudah terkumpul, hingga mengumumkan pembukaan pendaftaran kursus tari. Tidak ada salahnya menggunakan faximile untuk meneruskan berita merebaknya demam berdarah ke pesawat fax kantor puskesmas setempat atau surat kabar lokal. Ketika fase ini tercapai, sesudah roda produksi informasi menggelinding, Faskel dapat memindahkan perhatian untuk meningkatkan kemampuan penggiat komunitas dalam menyebarkan dan mengemas informasi dengan baik dan menarik. Penyiar radio komunitas perlu berlatih menyajikan berita secara informatif dan menarik. Pengurus organisasi pemuda dapat mulai mempelajari unsur-unsur penting yang harus diperhatikan untuk menulis selebaran atau majalah, atau menyusun profil organisasi dan kegiatannya.
25
Penyebaran informasi, elemen penting dalam kerja pengembangan komunitas, seringkali memberi dampak (terduga ataupun tidak terduga) yang mendinamisir. Penyebaran informasi membuat orang lebih paham keadaan (masalah, kendala, potensi) komunitas; mengundang mereka untuk memberikan tanggapan dan saran baru, dan membuat orang mengungkap fakta baru yang selama ini tidak terungkap atau tidak dianggap penting. Lebih dari itu, penyebaran informasi sedapat mungkin memanggil lebih banyak orang untuk bersedia terlibat dalam aktivitas bersama dan menggerakkan sumberdaya baru. Sekali lagi, menyangkut pengembangan kapasitas, tugas terpenting Faskel adalah menyambungkan atau melekatkan pengelolaan informasi komunitas dengan pengembangan komunitas yang lebih luas.
26
Daftar Periksa Mengembangkan Pengelolaan Informasi Komunitas. 1. Misi/mandat BKM/Organisasi Komunitas. Apa tujuan-tujuan yang hendak dicapai? Apa masalah komunitas yang hendak dipecahkan? 2. Program dan Aktivitas. Sebutkan apa saja program dan aktivitas yang dikembangkan untuk tujuan di atas? Mulailah dari program atau aktivitas yang terpenting? 3. Kebutuhan Informasi. Jabarkan apa saja informasi yang diperlukan agar program/aktivitas di atas dapat berlangsung dengan baik? Urutkan berdasar prioritas. Aktivitas 1 (sebutkan): Apa jenis informasi yang dibutuhkan
Kuantitas
Kedalaman
Seberapa sering informasi diperlukan?
Aktivitas 2 (sebutkan): Apa jenis informasi yang dibutuhkan
Kuantitas
Kedalaman
Seberapa sering informasi diperlukan?
4. Pemerolehan Fakta/Data. o Apakah tersedia tenaga/orang untuk pemerolehan fakta/data. o Sudahkah tersedia metode dan alat kerja yang baku? o Apakah tenaga pelaksana memahami metode kerjanya? o Bagaimana tampilan kerja untuk pemerolehan fakta/data? o Bagaimana data didokumentasikan dan disimpan? Siapa yang menyimpan? o Apakah perbaikan proses diperlukan? Seberapa banyak? o Apakah ada kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman/keterampilan para pelaksananya? Sebutkan bila ada. 5. Mengolah Data untuk Menghasilkan Informasi. o Bagaimana data diolah untuk menghasilkan informasi? o Apakah informasi terolah memenuhi kebutuhan informasi di atas? o Apakah perbaikan proses diperlukan? Seberapa banyak? o Apakah ada kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman/keterampilan para
pelaksananya? Sebutkan bila ada?
27
6. Pemanfaatan Informasi. o Identifikasi apa saja ruang/wahana pengambilan keputusan yang tersedia? o Apakah selama ini informasi yang dihasilkan digunakan selama ini dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan? o Apakah informasi yang dihasilkan membantu pengambilan keputusan? o Adakah jenis informasi yang belum dimanfaatkan secara optimal? 7. Pengemasan, Penyebaran Informasi. o Bagaimana pengemasan dan penyebaran informasi dilakukan selama ini? o Apalagi yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kemasan dan memperluas penyebaran informasi? o Apakah ada kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman/keterampilan para
pelaksananya? Sebutkan bila ada?
28
Perkotaan
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya