PENGEMBANGAN APLIKASI MOBILE LEARNING DALAM PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SD NEGERI 3 KARANGASEM KABUPATEN GROBOGAN
Naskah Laporan Inovasi
Oleh : Hendrik Hermawan, S.Pd.SD NIP. 19841223 200604 1 003
PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DINAS PENDIDIKAN UPTD PENDIDIKAN KECAMATAN WIROSARI SD NEGERI 3 KARANGASEM 2016
PENGEMBANGAN APLIKASI MOBILE LEARNING DALAM PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA SD NEGERI 3 KARANGASEM KABUPATEN GROBOGAN
Oleh: Hendrik Hermawan, S. Pd.SD Guru SD Negeri 3 Karangasem Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan (E-mail :
[email protected] / Telp : 085225062043)
ABSTRAK Perkembangan kurikulum di sekolah saat ini dituntut untuk melakukan perubahan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Hal ini disesuaikan dengan tuntutan pembelajaran yang akan mempengaruhi perkembangan anak di masa depan, dimana anak harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils). Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan berpikir kritis, memecahkan masalah, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi (Pembelajaran Abad 21). Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan adalah dengan memanfaatkan aplikasi mobile learning dalam pendekatan Project-Based Learning. Mobile learning merupakan bagian dari pembelajaran elektronik atau lebih dikenal dengan elearning. Terkait dengan jumlah pengguna mobile yang banyak di Indonesia, mobile learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan permasalahan. Tujuan program mobile learning yakni, untuk mempermudah belajar siswa di mana dan kapan pun. Karena memiliki karakteristik yang praktis di bawa kemanapun. Dengan mobile yang terkoneksi dengan internet, maka sudah bisa menjelajah dunia manapun termasuk dalam mencari bahan ajar yang mendukung pembejaran. Pertimbangan adanya keefektifan belajar berbasis mobile menjadikan penulis untuk menawarkan pengembangan mobile learning guna membantu siswa maupun pendidik untuk lebih mudah dalam pembelajaran, minimal dapat memberikan motivasi belajar siswa. Kata Kunci : Pembelajaran Abad 21, Mobile Learning, Project-Based Learning.
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran
abad
21
merupakan
pembelajaran
yang
mempersiapkan generasi penerus menjadi generasi yang memiliki kemampuan kecakapan abad 21. Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways of working, tools for working and dan skills for living in the word. Bagaimana seorang guru harus mendesain pembelajaran yang akan menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21? Pembelajaran abad ke-21 yang berpusat pada siswa berbeda dengan pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru, dalam arti bahwa keduanya memiliki pendekatan yang berbeda terhadap isi, pembelajaran, lingkungan ruang kelas, penilaian, dan teknologi. Hal ini yang menjadikan hal yang harus dimiliki oleh siswa sebagai peserta didik yang tergabung dalam empat cara yaitu: Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang harus dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21. Kemampuan
berfikir
tersebut
diantaranya:
kreatif,
berfikir
kritis,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja dengan dunia yang global dan dunia digital. Beberapa kemampuan yang
1
2
harus dikuasai peserta didik adalah communication and collaboration. Generasi abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan menggunakan berbagai metode dan strategi komunikasi. Disamping itu mereka juga harus mampu berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan jaringan. Jaringan komunikasi dan kerjasama ini memanfaatkan berbagai cara, metode dan strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang harus mampu bekerja secara bersama dengan kemampuan yang berbeda-beda. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk bekerja. Penguasaan terhadap Information and communications technology (ICT) and information literacy merupakan sebuah keharusan. Tanpa ICT dan sumber informasi yang berbasis segala sumber akan sulit seseorang mengembangkan pekerjaannya. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di abad 21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga negara, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial. Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, guru harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pola pembelajaran yang tradisional bisa dipahami sebagai pola pembelajaran dimana guru banyak memberikan ceramah sedangkan siswa lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal. Untuk mengerti pola pembelajaran yang berpusat pada siswa maka kita bisa kembali kepada slogan pendidikan kita yang tercantum dalam logo kementerian pendidikan dan kebudayaan dan merupakan
3
pesan dari Bapak Pendidikan Bangsa, Ki Hajar Dewantara, yaitu Tut Wuri Handayani. Guru berperan sebagai pendorong dan fasilitator agar siswa bisa sukses dalam kehidupan. Satu hal lain yang penting yaitu guru akan menjadi contoh pembelajar (learner model), guru harus mengikuti perkembangan ilmu terakhir sehingga sebetulnay dalam seluruh proses pembelajaran ini guru dan siswa akan belajar bersama namun guru mempunyai tugas untuk mengarahkan dan mengelola kelas. Beberapa
pendekatan
pembelajaran
seperti
pembelajaran
berbasis proyek (Project Based Learning), pembelajaran berbasis keingintahuan (Inquiry Based Learning) serta model pembelajaran silang (jigsaw) maupun model kelas terbalik (Flipped Classroom) dapat diterapkan oleh guru untuk memperkaya pengalaman belajar siswa (Learning Experience). Satu hal yang perlu dipahami bahwa siswa harus mengerti dan memahami hubungan antara ilmu yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan nyata, siswa harus mampu menerapkan ilmunya untuk mencari solusi permasalahan dalam kehidupan nyata. Hal ini yang membuat Indonesia mendapatkan peringkat rendah (64 dari 65 negara) dari nilai PISA di tahun 2012, siswa Indonesia tidak biasa menghubungkan ilmu dengan permasalahan riil kehidupan. Project Based Learning (PBL) merupakan satu dari banyak model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negaranegara maju dan banyak diimplementasikan di banyak lembaga-lembaga guruan baik lembaga guruan formal maupun non formal. Terjemahan
4
dalam bahasa Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek. Salah satu upaya yang penulis lakukan sebagai perwujudan pembelajaran abad 21 melalui pendekatan Project-Based Learning yaitu melalui pengembangan aplikasi mobile learning. Upaya ini akan diwujudkan dalam suatu naskah laporan, dengan judul: ”Pengembangan Aplikasi Mobile Learning dalam Pendekatan Project-Based Learning pada Mata Pelajaran Matematika SD Negeri 3 Karangasem Kabupaten Grobogan”. B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan media pembelajaran berupa aplikasi mobile learning dalam pendekatan Project-Based Learning sebagai perwujudan pembelajaran abad 21. C. Manfaat 1. Secara teoritis untuk menambah khazanah inovasi pembelajaran bagi para guru untuk mengembangkan ide-idenya secara kreatif tentang aplikasi mobile learning dalam pendekatan Project-Based Learning. 2. Secara praktis: a. Bagi peserta didik, untuk membangkitkan motivasi belajar Matematika, yang materinya cukup banyak dan membutuhkan keterampilan analisis, mendapatkan proses pembelajaran yang menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar. b. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
5
metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat, untuk sumbangan pemikiran dalam mengajar, meningkatkan kreativitas guru
guna
mencapai
pembelajaran
yang
berkualitas,
meningkatkan profesionalisme melalui upaya penelitian yang dilakukan dan bagi sekolah, untuk meningkatkan prestasi sekolah melalui peningkatan prestasi hasil belajar peserta didik. c. Bagi Sekolah, sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan untuk meningkatkan prestasi sekolah secara keseluruhan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Abad 21 Dunia berubah maka dunia pendidikan juga harus berubah, pola pembelajaran harus berubah agar dunia pendidikan menjadi relevan dengan tantangan dan peluang yang terjadi di kehidupan nyata. Dalam dunia kerja saat ini kemampuan yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja
sama
dalam
team,
kemampuan
pemecahan
masalah,
kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Kemampuan-kemampuan
tersebut
diatas
disebut
sebagai
kemampuan abad 21 (21st Century Skills), dan harus mampu dikembangkan secara sistematis dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran
harus
mampu
mendorong
terciptanya
kemampuan
tersebut. Jadi selain kemampuan akademis maka dunia pendidikan harus mampu menciptakan manusia yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi. Dalam kerangka dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan pendidikan yang berkarakter, selain itu Indonesia
mempunyai
satu
keunggulan
dalam
hal
pendidikan
spiritualisme dengan kekuatan pelajaran agama dan rohani. Kemampuan-kemampuan
yang
harus
dimiliki
itu
yang
terintegrasi dalam satu kecakapan yaitu kecakapan abad 21. Secara
6
7
umum, kecakapan abad 21 meliputi: 1. Kecakapan Pembelajaran dan Inovasi a. Kreativitas dan Inovasi 1) Memperlihatkan originalitas dan penemuan dalam pekerjaan 2) Mengembangkan, menerapkan dan menyampaikan gagasan baru pada orang lain 3) Terbuka dan penuh tanggap dalam melihat pandangan baru dan berbeda 4) Bertindak pada gagasan kreatif untuk membuat kontribusi nyata dan berguna di mana inovasi dilakukan b. Pemikiran Kritis dan Pemecahan Masalah 1) Melatih
pengutaraan
pendapat
yang
logis
dalam
pemahaman 2) Membuat pilihan dan keputusan kompleks 3) Memahami keterkaitan di antara sistem 4) Mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan siginifikan yang memperjelas beragam sudut pandang dan mengarah pada solusi yang baik 5) Membingkai, menganalisis dan membuat sintesis informasi untuk pemecahan masalah dan menjawab pertanyaan c. Komunikasi dan Kolaborasi 1) Mengungkapkan pemikiran dan gagasan secara jelas dan efektif melalui penyampaian lisan dan tulisan
8
2) Memperlihatkan kemampuan bekerja secara efektif dengan tim berlainan 3) Melatih
fleksibilitas
dan
kesediaan
membantu
dalam
kompromi pengambilan keputusan untuk menyelesaikan suatu tujuan umum 4) Sanggup berbagi tanggung jawab bagi pekerjaan kolaboratif 2. Kecakapan Informasi, Media dan Teknologi a. Literasi Informasi 1) Mengakses
informasi
secara
efisien
dan
efektif,
mengevaluasi informasi secara kritis, kompeten dan kreatif bagi persoalan atau masalah yangdihadapi 2) Mengolah pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar akses dan penggunaan informasi b. Literasi Media 1) Memahami bagaimana pesan media dibentuk, untuk tujuan apa dan menggunakan sarana, karakteristik serta konvensi yang mana 2) Menguji bagaimana para inividu menafsirkan pesan secara berbeda, bagaimana nilai-nilai dan sudut pandang tercakup atau
tak
tercakup
danbagaimana
media
dapat
mempengaruhi keyakinan dan perilaku 3) Mengolah pemahaman dasar persoalan etis/hukum yang mengitari aksesdan penggunaan informasi
9
c. Literasi ICT (Information, Communications and Technology) 1) Menggunakan teknologi digital, sarana komunikasi dan/atau jaringan
yang
sesuai
untuk
mengakses,
mengelola,
memadukan, mengevaluasi dan menciptakan informasi agar berfungsi dalam sebuah ekenomi pengetahuan 2) Menggunakan teknologi sebagai sarana untuk penelitian, pengaturan, evaluasi serta pennyampaian informasi, dan memiliki pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar akses dan penggunaan informasi 3. Kecakapan Kehidupan dan Karier a. Fleksibilitas dan Kemampuan Beradaptasi 1) Mengadaptasi beragam peran dan tanggung jawab 2) Bekerja secara efektif dalam iklim ambiguitas dan perubahan prioritas b. Inisiatif dan Kemandirian 1) Memantau
pemahaman
dan
mempelajari
kebutuhan
seseorang 2) Melangkah melebihi penguasaan dasar kecakapan dan/atau kurikulum dan memperluas pembelajaran seseorang dan kesempatan untuk mendapatkan keahlian 3) Memperlihatkan
inisiatif
untuk
meningkatkan
tingkat
kecakapan menuju tingkat profesional 4) Menetapkan, memprioritaskan dan menyelesaikan tugas-
10
tugas tanpa pengawasan langsung 5) Menggunakan waktu dan mengelola beban kerja secara efisien 6) Memperlihatkan komitmen untuk belajar sebagai proses seumur hidup c. Kecakapan Lintas Budaya 1) Bekerja secara tepat dan produktif dengan orang lain 2) Menggali kecerdasan kolektif dari kelompok secara tepat 3) Menjembatani pandangan
perbedaan
berbeda
untuk
budaya
dan
meningkatkan
menggunakan inovasi
dan
kualitas kerja d. Produktivitas dan Akuntabilitas 1) Menetapkan dan memenuhi standar tinggi dan tujuan agar mampu menyampaikan kualitas kerja tepat waktu 2) Memperlihatkan ketekunan dan etos kerja positif (misalnya tepat waktu dan dapat diandalkan) e. Kepemimpinan dan Tanggung Jawab 1) Menggunakan kecakapan antarpribadi dan pemecahan masalah untuk mempengaruhi dan memandu orang lain menuju sebuah tujuan 2) Menggali kekuatan orang lain untuk menyelesaikan sebuah tujuan umum 3) Memperlihatkan integritas dan perilaku etis
11
4) Bertindak secara bertanggung jawab dengan memikirkan kepentingan masyarakat komunitas yang lebih besar B. Project Based Learning (PBL) Project Based Learning (PBL) merupakan satu dari banyak model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negaranegara maju dan banyak diimplementasikan di banyak lembaga-lembaga guruan baik lembaga guruan formal maupun non formal. Terjemahan dalam bahasa Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek. Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The George Lucas Educational Foundation (2005) adalah sebagai berikut: 1. Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, s ecara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya (The George Lucas Educational Foundation: 2005). 2. Project-based learning asks a question or poses a problem that each student can answer. Project Based Learning adalah model
12
pembelajaran
yang
mengembangkan
menuntut
guru
dan
pertanyaan penuntun (a
atau
guiding
siswa
question).
Mengingat bahwa masingmasing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap siswa pada akhirnya mampu
menjawab
pertanyaan
penuntun (The George Lucas Educational Foundation: 2005). 3. Project-based learning asks students to investigate issues and topics addressing real - world problems while integrating subjects across
the
pendekatan
curriculum.
Project
pembelajaran
yang
Based
Leraning
menuntut
siswa
merupakan membuat
“jembatan” yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, siswa dapat melihat pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nya ta, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa (The George Lucas Educational Foundation: 2005). 4. Project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis
13
informasi melalui cara yang bermakna. (The George Lucas Educational Foundation: 2005). Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Project Based Learning (PBL) merupakan serangkaian aktivitas pembelajaran siswa yang menuntun siswa untuk melakukan kegiatan pemecahan masalah melalui langkah-langkah pembelajaran yang meliputi pengamatan (observasi), wawancara atau tanya jawab, menggali ilmu secara mandiri, eksperimen, einvestigasi, kerjasama atau kolaborasi
dalam
satu
kelompok
diskusi,
eksplorasi,
penilaian,
interpretasi hingga presentasi hasil pembelajaran. Project Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Siswa menjadi pusat atau sebagai obyek yang secara aktif belajar pada proses pembelajaran. 2. Proyek-proyek
yang
direncanakan
terfokus
pada
tujuan
pembelajaran yang sudah digariskan dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam kurikulum 3. Proyek
dikembangkan
oleh
Pertanyaan-pertanyaan
sebagai
kerangka dari kurikulum (curriculum-framing question) 4. Proyek melibatkan berbagai jenis dan bentuk assessmen yang dilakukan secara kontinyu (on going asessment) 5. Proyek berhubungan langsung dengan dunia kehidupan nyata. 6. Siswa
menunjukkan
kinerjanya.
pengetahuannya
melalui
produk
atau
14
7. Teknologi mendukung dan meningkatkan proses belajar siswa. 8. Keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek. 9. Strategi pembelajarn bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai tipe belajar yang dimiliki oleh siswa (multiple learning style). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pendekatan Project Based Learning dikembangkan berdasarkan faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran. Project Based Learning merupakan
pendekatan
pembelajaran
yang
dapat
memberikan
kebebasan kepada siswa untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan
proyek
secara
kolaboratif
dalam
memecahkan
permasalahannya, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan
kepada orang lain yang dapat dijadikan
rekomendasi dalam memecahkan permasalahannya. Dalam menerapkan pembelajaran berbasis proyek, siswa bekerja pada masalah atau proyek terbuka. Pembelajaran berpusat pada siswa dengan guru sebagai fasilitator. Siswanya biasanya bekerjasama dalam kelompok untuk jangka waktu yang lama, mencari beragam sumberdaya informasi dan menciptakan produk-produk otentik yang pada akhirnya dijadikan sebagai rekomendasi dalam pemecahan masalah. Perbandingan pembelajaran antara pembelajaran menggunakan pendekatan
konvensional
pendekatan berbasis proyek.
dengan
pembelajaran
menggunakan
15
Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Berbasis Proyek KONVENSIONAL BERBASIS PROYEK Berpusat pada guru Berpusat pada siswa Dibimbing guru Mandiri Mendengarkan, Menemukan, Menerapkan, mengingat, mengulangi menyajikan Kemandirian Kolaborasi Pengambilan keputusan oleh guru Siswa dan guru mengembil keputusan Pengetahuan atas fakta, istilah Kecakapan Abad-21 dan isi Instruksi langsung Beragam strategi instruksional Pelajaran singkat dan terisolasi Penyelidikan jangka panjang dengan jawaban yang telah ditentukan sebelumnya Berbasis standar Berbasis standar Penilaian Ujian Penilaian yang sedang berlangsung Aktivitas berbasis sekolah Kaitan dunia nyata Kuis dan Ujian Refleksi
Project based learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan
baru
berdasarkan
pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata. Project based learning dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Pendekatan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis proyek mengacu pada hal-hal sebagai berikut: 1. Kurikulum: Project Based Learning tidak seperti pada pembelajaran tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. 2. Responsibility: Project Based Learning menekankan responsibility
16
dan answerability para siswa ke diri dan panutannya. 3. Realisme: kegiatan pelajar difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya atau sesuai dengan profesi sesungguhnaya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional. 4. Active-learning: menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan siswa untuk menemukan jawaban yang relevan dan fakta, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5. Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para pelajar menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. 6. Keterampilan Umum: Project Based Learning dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, berpikir kritis dan selfmanagement bahkan juga dapat berdampak pada sikap atau attitude siswa 7. Driving
Questions: Project
Based
Learning difokuskan
pada
pertanyaan atau permasalahan yang memicu pelajar untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. 8. Constructive Investigations: Project Based Learning sebagai titik
17
pusat, proyek harus disesuaikan dengan kondisi kemampuan pengetahuan para siswa yang melaksanakan Project Based Learning. 9. Autonomy : proyek menjadikan aktifitas pelajar sangat penting. Pada proses pelaksanaan Project Based Learning, ada fokus yang besar terhadap siswa memahami apa yang mereka lakukan, mengapa hal tersebut penting, dan bagaimana mereka akan dinilai. Prinsip yang mendasari adalah bahwa dengan aktifitas kompleks pada pembelajaran pada umumnya, kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi tidak tersusun dengan baik. Alternatif penggunaan Project Based Learning adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dari pengalaman terdapat dua dimensi untuk menggolongkan alternatif Project Based Learning atau PBL : 1. Penyelesaian tugas dan pembelajaran pengetahuan yang pokok, 2. Manajemen proyek dan pembelajaran ketrampilan secara umum. Aktifitas para guru dan siswa saling bertukar-tukar tergantung pada derajat tingkat kendali yang diberikan kepada para pelajar dalam kedua dimensi. C. Mobile Learning 1. Konsep Dasar Mobile learning (m-learning) adalah pembelajaran yang memanfaatkan teknologi dan perangkat mobile. Dalam hal ini, perangkat tersebut dapat berupa PDA, telepon seluler, laptop, tablet
18
PC, dan sebagainya. Dengan mobile learning, pengguna dapat mengakses konten pembelajaran di mana saja dan kapan saja, tanpa harus mengunjungi suatu tempat tertentu pada waktu tertentu. Jadi, pengguna dapat mengakses konten pendidikan tanpa terikat ruang dan waktu. Hardhono dan Darmayanti (2002); Simamora (2002); Brown (2001); Haryono dan Alatas (2000) menyiratkan bahwa e-Learning itu merupakan konsep belajar jarak jauh dengan menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi. Berdasarkan definisi tersebut, mobile learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada konsep pembelajaran tersebut mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat di akses setiap saat dan visualisasi materi yang menarik. Beberapa kemampuan pembelajaran
penting
yang
m-learning
harus adalah
disediakan adanya
oleh
perangkat
kemampuan
untuk
terkoneksi ke peralatan lain terutama komputer, kemampuan menyajikan
informasi
pembelajaran
dan
kemampuan
untuk
merealisasikan komunikasi bilateral antara pengajar dan pembelajar. Clark Quinn (Quinn, 2000) mendefinisikan mobile learning sebagai: “The intersection of mobile computing and e-learning: accessible resources wherever you are, strong search capabilities, rich interaction, powerful support for effective learning, and performance-based assessment. E-Learning independent of location in time or space”. O’Malley et al. (2003) said that mobile learning is “. . . any sort of learning that happens when the learner is not at a fi xed, predetermined location, or learning that happens when the learner takes advantage of learning opportunities offered by
19
mobile technologies.” This is similar to John Traxler’s (2005) defi nition that mobile learning is “. . . any educational provision where the sole or dominant technologies are handheld or palmtop devices.” Keegan (2005) tried to define mobile learning by the size of the mobile device: “Mobile learning should be restricted to learning on devices which a lady can carry in her handbag or a gentleman can carry in his pocket.” Geddes (2004) defined mobile learning as “the acquisition of any knowledge and skill through using mobile technology, anywhere, anytime, that results in an alteration in behaviour.”
2. Pembelajaran Mobile Learning Mobile Learning merupakan model pembelajaran yang dilakukan antar tempat atau lingkungan dengan menggunakan teknologi yang mudah dibawa pada saat pembelajar berada pada kondisi mobile/ponsel. Dengan berbagai potensi dan kelebihan yang dimilikinya, Mobile Learning diharapkan akan dapat menjadi sumber belajar alternatif yang
dapat meningkatkan efisiensi dan
efektifitas proses dan hasil belajar peserta didik di Indonesia di masa datang. Atas dasar definisi tersebut maka mobile learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pada konsep pembelajaran tersebut mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat di akses setiap saat dan visualisasi materi yang menarik. Istilah M-Learning atau Mobile Learning merujuk pada penggunaan perangkat genggam seperti PDA, ponsel, laptop dan perangkat teknologi informasi yang akan banyak digunakan dalam belajar mengajar, dalam hal ini kita
20
fokuskan pada perangkat handphone (telepon genggam). Tujuan dari pengembangan mobile learning sendiri adalah proses belajar sepanjang waktu (long life learning), siswa/mahasiswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran, menghemat waktu karena apabila diterapkan dalam proses belajar maka mahasiswa tidak perlu harus hadir di kelas hanya untuk mengumpulkan tugas, cukup tugas tersebut dikirim melalui aplikasi pada mobile phone yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas proses belajar itu sendiri.
BAB III PERANCANGAN PRODUK INOVASI PEMBELAJARAN MOBILE LEARNING DALAM PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING
A. Spesifikasi Produk 1. Lingkup materi Aplikasi mobile learning dalam pendekatan project-based learning merupakan media pembelajaran Matematika yang berisi tentang konsep, animasi, simulasi, latihan dan evaluasi. Program ini diperuntukkan siswa kelas IV Semester 1 pada kompetensi dasar menentukan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga. 2. Fungsi dan Manfaat Terdapat tiga fungsi Mobile Learning dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplement (tambahan) yang sifatnya pilihan (opsional), pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi). a. Suplemen (tambahan) Mobile
Learning
berfungsi
sebagai
suplement
(tambahan), yaitu: peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi Mobile Learning atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi Mobile Learning. Sekalipun sifatnya
21
22
opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. b. Komplemen (pelengkap) Mobile
Learning
berfungsi
sebagai
komplemen
(pelengkap), yaitu: materinya diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Di sini berarti materi Mobile Learning diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (penguatan) atau remedial bagi peserta didik di dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran
konvensional. c. Substitusi (pengganti) Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran kepada para peserta didik/siswanya. Tujuannya agar para peserta
didik dapat
secara fleksibel mengelola
kegiatan
perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktifitas sehari-hari peserta didik. Ada tiga alternative model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: 1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) 2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet 3) sepenuhnya melalui internet. 3. Sasaran Program
23
a. Guru lebih mudah menerangkan materi tentang bangun datar segitiga dan jajargenjang. b. Siswa dapat memanfaatkan program tersebut untuk belajar mandiri di rumah dengan menyenangkan. c. Siswa lebih mudah menerima pelajaran dari guru. 4. Penggunaan Program Aplikasi mobile learning dalam pendekatan project-based learning ini adalah aplikasi mobile yang dapat dijalankan diperangkat handphone berbasis android. B. Kebutuhan Pengembangan Pengembangan aplikasi mobile learning membutuhkan beberapa perangkat pendukung antara lain: 1. Perangkat Komputer 2. Program adobe flash 3. Program cool edit pro Hasil pengembangan ini berupa aplikasi Android berbasis Adobe AIR yang memuat materi dimensi tiga. Selain dapat dioperasikan pada perangkat Android, aplikasi ini juga dapat dioperasikan pada komputer atau laptop yang berbasis Windows. Syarat minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi ini pada perangkat Android, yaitu: 1. ARMv7 processor dengan vector FPU, minimum 550MHz, OpenGL ES 2.0, H.264 dan AAC HW decoders. 2. Minimum Android 2.2 (Froyo)
24
3. RAM 256MB Sementara, syarat minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi ini pada komputer atau laptop dengan sistem operasi Windows, yaitu: 1. 2,33GHz atau lebih cepat x86-compatible processor, atau Intel AtomTM 1,6GHz atau processor yang lebih cepat untuk perangkat netbook. 2. Microsoft® Windows® XP, Windows Server 2008, Windows Vista® Home Premium, Business, Ultimate, atau Enterprise (termasuk edisi 64 bit) dengan Service Pack 2, Windows 7, atau Windows 8 Classic. 3. 512MB of RAM (direkomendasikan 1GB).
BAB IV PENGEMBANGAN PRODUK INOVASI PEMBELAJARAN MOBILE LEARNING DALAM PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING
A. Proses Pengembangan Produk/Proses Modifikasi Produk Tahapan penelitian yang dilakukan mengacu pada model pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick dan Carey (1978), meliputi Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Tahapan penelitian yang telah dilakukan yaitu tahap analysis (analisis tujuan, analisis kurikulum dan materi, analisis tingkat kemampuan dan karakteristik sasaran pengguna), design (perancangan butir-butir materi yang akan disajikan, penyusunan naskan materi, penyusunan alur penyampaian materi dalam bentuk flowchart, pembuatan storyboard media,
dan
pengumpulan
pengembangan
media),
bahan-bahan
development
yang
dibutuhkan
(pembuatan
media
dalam dengan
menggunakan software Adobe Flash Professional CS6), implementation (penilaian oleh ahli media, ahli materi, dan praktisi lapangan serta pelaksanaan uji coba terbatas), dan evaluation(penilaian terhadap media yang dikembangkan, dilakukan selama empat tahap sebelumnya). Pada penelitian pengembangan ini, validasi media pembelajaran dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, yaitu validasi kepada ahli
25
26
media dan ahli materi. Tahap kedua, yaitu validasi kepada praktisi lapangan dan sasaran pengguna yang melibatkan seorang guru kelas IV SD Negeri 1 Karangasem dan Guru Kelas IV SD Negeri 2 Wirosari. Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil penilaian dan tanggapan oleh validator ahli, praktisi lapangan dan sasaran pengguna. Sementara, data kualitatif diperoleh dari kritik, saran dan tanggapan yang diberikan oleh subjek uji coba. Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa angket yang bersifat tertutup dan saran. Aspek-aspek penilaian yang digunakan mengacu pada aspek-aspek penilaian yang dikembangkan oleh Elissavet dan Economides(2000). Sementara, teknik analisis data menggunakan teknik analisis data presentase. Adapun rumus yang digunakan yaitu: 𝑃=
𝑥 𝑃 𝑥 100%, 𝑁𝐴 = 𝑁 𝑛
Gambar 1. Rumus Mengolah Data (Sumber: Arikunto, 2010:210) Keterangan: P= persentase skor NA= nilai akhir ∑ X= jumlah skor N= skor maksimal n= banyak butir pertanyaan
Untuk menentukan tingkat kevalidan media pembelajaran yang dikembangkan, akan digunakan kriteria kualifikasi penilaian berdasarkan Arikunto (2010) yang ditunjukkan pada tabel 2.
27
Tabel 2. Kriteria Validasi Analisis Persentase Persentase (%) Tingkat Kevalidan Keterangan 76-100 Valid Layak/tidak perlu direvisi 50-75 Cukup Valid Cukup layak/revisi sebagian 26-50 Kurang Valid Kurang layak/revisi sebagian (Diadopsi dari Arikunto, 2010:244) Untuk menentukan tingkat kepraktisan media pembelajaran yang dikembangkan, akan digunakan kriteria kualifikasi penilaian berdasarkan Arikunto(2010) yang dijuntukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria Kepraktisan Persentase (%) Tingkat Kepraktisan Keterangan 76-100 Praktis Layak/tidak perlu direvisi 50-75 Cukup Praktis Cukup layak/revisi sebagian 26-50 Kurang Praktis Kurang layak/revisi sebagian (Diadopsi dari Arikunto, 2010:244) Aplikasi ini menyajikan lima menu utama, yaitu (1) tujuan pembelajaran, (2) sifat dan jenis segitiga dan jajargenjang, (3) keliling dan luas segitiga, (4) keliling dan luas jajargenjang, dan (5) kuis interaktif. Menu “tujuan pembelajaran” berisi kompetensi-kompetensi yang diharapkan akan dikuasai pengguna setelah memepelajari materi yang disajikan pada aplikasi. Menu “sifat dan jenis segitiga dan jajargenjang” berisi materi tentang sifat dan jenis segitiga dan jajargenjang yang disajikan dalam animasi gambar dan text. Menu “keliling dan luas segitiga” berisi materi pembahasan tentang cara menghitung keliling dan luas segitiga serta contoh-contoh soal dan pembahasannya. Menu “keliling dan luas jajargenjang” berisi materi pembahasan tentang cara menghitung keliling dan luas jajargenjang serta contoh-contoh soal dan
28
pembahasannya. Menu “kuis interaktif” berisi sejumlah pertanyaan untuk mengetes pemahaman pengguna akan materi yang disajikan. Pada bagian ini, pengguna menyelesaikan soal pilihan ganda dengan mengclick tombol A, B, C, atau D pada jawaban yang benar, serta mengisikan kotak isian dengan jawaban yang benar pada soal isian. Tampilan media pembelajaran yang dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Membuka aplikasi sampai dengan halaman sifat dan jenis segitiga dan jajargenjang
Gambar 3. Halaman keliling dan luas segitiga sampai halaman akhir
29
Hasil uji kevalidan yang diperoleh yaitu 95% untuk ahli media, 91% untuk ahli materi. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa media yang dikembangkan telah valid sehingga layak untuk digunakan. Komentar dan saran yang diperoleh dari ahli media dan ahli materi dapat dilihat pada Tabel 4. Setelah dilakukan validasi kepada ahli media dan ahli materi, dilakukan uji coba tahap kedua kepada praktisi lapangan dan sasaran pengguna media, yaitu guru kelas IV SD Negeri 1 Karangasem dan guru kelas IV SD Negeri 2 Wirosari. Uji coba tahap ini dilakukan untuk menguji tingkat kepraktisan media yang dikembangkan untuk selanjutnya menentukan kelayakan media yang dikembangkan. Pemilihan siswa dilakukan dengan memilih masing-masing 10 siswa kelas IV yang memiliki perangkat Android atau laptop dengan sistem operasi Windows. Tabel 4. Komentar dan Saran oleh Validator Ahli Media dan Ahli Materi Validator Komentar dan Saran Ahli Media Pada tampilan utama sebaiknya digunakan warna yang lebih soft agar tidak melelahkan saat dilihat mata. Ahli Materi Bagian dalam hal pengembangan materi matematika berbasis mobile learning, interaktivitas dalam hal visualisasi objek segitiga dan jajargenjang masih perlu ditingkatkan.
Hasil uji coba pada praktisi lapangan diperoleh presentase 82%, sementara hasil uji coba pada siswa diperoleh presentase 84%. Berdasarkan hasil ini, maka media yang dikembangkan termasuk dalam
30
kategori praktis sehingga layak untuk digunakan. Komentar dan saran yang diperoleh dari praktisi lapangan dapat dilihat pada Tabel 5. Sementara, komentar dan saran yang diperoleh dari sasaran pengguna dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Komentar dan Saran oleh Validator Praktisi Validator Komentar dan Saran Praktisi Untuk evaluasi alangkah baiknya kalau dilengkapi kunci jawaban, sehingga kalau siswa menjawab salah, mereka tau jawaban yang benar itu yang mana.
No 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
8. 9.
10.
Tabel 6. Komentar dan Saran oleh Pengguna (siswa) Subjek Uji Komentar dan Saran Coba A. Sebaiknya ditambahkan animasi lucu sehingga kita lebih menarik untuk dipelajari. B. Ditambahkan animasi yang lucu-lucu. C. Sangat membantu untuk menghitung keliling segitiga. D. Pembelajaran menggunakan aplikasi Android sangat efektif digunakan dan menarik. E. Animasi bergerak terlalu cepat sehingga harus menekan tombol „back‟ dan „next‟ untuk mengulang animasi F. Seharusnya dibuat seperti game (bisa dipencetpencet) sehingga jadi lebih menarik, menyenangkan dan lebih seru. G. Programmnya sudah bagus hanya saja menurut saya tampilannya kurang menarik. Kalau bisa font-nya diganti dengan bentuk yang lucu dan diberi animasi cartoon agar pengguna tidak jenuh. H. Pembelajarannya menarik, medianya menyenangkan, mudah dimengerti. I. Aplikasi yang dibuat sudah bagus, soalnya juga lumayan sulit/sedang. Gambar/animasinya sudah lumayan halus. Dicoba bikin aplikasi seperti ini dengan materi yang berbeda. J. Sebaiknya lebih ditingkatkan lagi media pembelajaran tersebut agar lebih menarik minat siswa. Selain itu juga dikembangkan untuk OS Blackberry, Windows Phone dan Symbian agar bisa dipakai diseluruh smartphone. Selain itu ditambahkan juga beberapa
31
solusi untuk soal yang belum ada solusinya, lalu ditambahkan juga aplikasi untuk zoom gambar agar kita yang memakai tidak kesulitan saat menggunakan melalui smartphone.
B. Penerapan Pada Pembelajaran Matematika Pada pendekatan
Project Based Learning,
sebagai fasilitator bagi
siswa untuk
pertanyaan
Sedangkan
penuntun.
memperoleh pada
guru
berperan
jawaban
dari
kelas ”konvensional” guru
dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua informasi diberikan secara langsung kepada siswa. Pada kelas Project Based Learning, siswa dibiasakan bekerja secara kolaboratif, penilaian dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa
sangat
berkembang.
Hal
ini
berbeda
dengan
kelas
”konvensional” yang terbiasa dengan situasi kelas individual, penilaian lebih dominan pada aspek hasil dari pada proses, dan sumber belajar cenderung stagnan. Langkah-langkah
pembelajaran
dalam
penerapan mobile
learning dalam pendekatan Project Based Leraning sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari: 1. Start With the Essential Question Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia
32
nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para siswa (The George Lucas Educational Foundation : 2005). Guru memberikan beberapa kertas warna berbentuk bangun segitiga dan jajargenjang. Siswa diminta untuk menyebutkan nama bangun, jenis bangun dan kelilingnya. Guru membimbing siswa untuk menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. 2. Design a Plan for the Project Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang pemilihan
aktivitas
yang
dapat
mendukung
aturan
dalam
main,
menjawab
pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek (The George Lucas Educational Foundation: 2005). Guru memberikan aplikasi mobile learning pada perangkat handphone android siswa atau pada komputer siswa, dilanjutkan dengan memberikan petunjuk cara penggunaan aplikasi tersebut. Guru memberikan lembar kerja untuk diselesaikan siswa secara berkelompok. 3. Create a Schedule Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
33
dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline
penyelesaian
proyek,
(3)
membawa
siswa
agar
merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara (The George Lucas Educational Foundation: 2005). Guru
dan
siswa
menyepakati
penyusunan
jadwal
penyelesaian lembar kerja (proyek pembuatan bangun datar segitiga dan jajargenjang dengan jenis, sifat, keliling dan luas tertentu). 4. Monitor the Students and the Progress of the Project Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru
berperan
menjadi
mentor
bagi
aktivitas
siswa.
Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting (The George Lucas Educational Foundation : 2005). 5. Asess the Outcome Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian masing-masing
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan siswa,
memberi
umpan
balik
tentang
tingkat
pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam
34
menyusun strategi pembelajaran berikutnya (The George Lucas Educational Foundation : 2005). 6. Evaluate the Experience Pada melakukan
akhir refleksi
proses
pembelajaran,
guru
dan
siswa
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah
dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap
pertama
Foundation: 2005).
pembelajaran
(The
George
Lucas
Educational
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Dengan menerapkan pembelajaran mobile learning dalam pendekatan project-based learning, siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan merasakan langsung dalam mengembangkan pembelajaran, mendapatkan pengetahuan. Hal ini dikarenakan siswa terlibat langsung dalam pencarian informasi atau materi pembelajaran melalui langkah-langkah kegiatan yang kontekstual. Siswa diajak melakukan pengamatan atau observasi, penelitian, diskusi kelas, serta melakukan presentasi atas hasil pemikiran atau penemuannya. Siswa juga diajak berpikir tingkat tinggi dengan melakukan pemecahan terhadap suatu masalah yang dibahas pada pembelajaran berbasis proyek. Dengan penerapan pembelajaran berbasis proyek, kemampuan siswa terkait kemampuan keterampilan abad 21 akan tercapai. B. Saran Pada pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan mobile learning dalam pendekatan project-based learning masih terdapat beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan agar pelaksanaan pembelajaran
benar-benar
sesuai dengan
konsep
pembelajaran
berbasis proyek. Dalam penyusunan kelompok kerja siswa, guru harus memetakan kompetensi- kompetensi siswa terlebih dahulu, agar dalam
35
36
proses pembelajaran tidak terjadi kesenjangan proses dan hasil antara kelompok kerja siswa satu dengan yang lain. Selain itu, peran siswa sebagai dijelaskan
seorang secara
profesional eksplisit
dalam dalam
proyek
pembelajaran harus
rancanan
pelaksanaan
pembelajaran, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran siswa benarbenar akan melaksanakan tugas peran profesionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Davidson-Shivers, et.al. 2006. Web-Bassed Learning: Design, Implementation, and Evaluation. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Depdiknas RI. 2003. Undang Undang Rep. Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas RI. Gary Woodille. 2011. Mobile Learning. US: The Mc Graww-Hill Companies. Mayer, R. E. 2009. Multimedia Learning: Prinsip-prinsip dan Aplikasi. (Penyunting: Ir. Baroto Tavip Indrojarwo, M.Si). Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Neumont University. 2006. Project Based Learning. Diambil pada tanggal 27 September 2015 dari http://www.neumont.edu/futurestudents/bachelor-project-basedlearning.html. Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Teach, Intel. 2007. Modul Pelatihan Intel Teach – Getting Started. Intel Education. Teach, Intel. 2008. Modul Pelatihan Intel Teach – Essentials Course. Intel Education The George Lucas Educational Foundation. 2005. Instructional Module Project Based Learning. Diambil pada tanggal 27 September 2015 dari http://www.edutopia.org/modules/PBL/whatpbl.php.