PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN
SUG IART O
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
ABSTRACT SUGIARTO. Effects of Modified Atmospheres Packaging on Quality Shredded Leek. Under the directon of HADI K. PURWADARIA and ILLAH SAILAH
Shredded leek is highly perishable and needs appropriate storage condition for longer shelflife. One of the storage technique is modified atmosphere packaging combined with low-temperature storage. At the ambient temperature storage, shredded leek has only a 3 day shelflife. The research results indicated that storing shredded leek at lower temperature provided a longer shelflife : 10 days at 10 oC and 20 days at 5 o C. The respiration rate during storage is 15.06 ml O2/kg.hr and 14.21 ml CO2/kg.hr. The atmospheric composition 3-5% oxygen and 3-5% carbondioxide provided the longest shelflife of 14 days for the shredded leek. During the storage, the shredded leek experienced 8% total weight loss, increase of lightness from 33 to 33.5, increase of red-green value from (-)9,84 to (-4), but did not show significant sensory value changes. To obtain the best atmospheric modified condition in the packaging for the shredded leek, 100 g of shredded leek was recommended to be packed in 60 µm LDPE film 104.5 cm2 total surface area. The shelflife of packed shredded leek at 5 o C was 14 days.
ABSTRAK
SUGIARTO. Pengemasan Atmosfir Termodifikasi untuk Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan. Dibimbing oleh HADI K. PURWADARIA dan ILLAH SAILAH.
Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai olahan pangan. Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Kerusakan akan semakin cepat jika bawang daun dirajang (terolah minimal). Sementara itu pasar untuk produk sayuran terolah minimal termasuk bawang daun mulai terbentuk. Permintaan bawang daun rajangan datang dari restoran-restoran siap saji. Sebagai contoh bawang daun rajangan digunakan sebagai bahan taburan pada menu bubur ayam dan sup. Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang sesuai. Salah satu teknik penanganan pasca panen adalah penyimpanan di dalam atmosfir yang dimodifikasi atau terkendali dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi atmosfir yang sesuai untuk penyimpanan bawang daun rajangan, membuat desain kemasan, dan menentukan umur simpannya. Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan selama penyimpanan adalah 34.72ml O2/kg.jam dan 64.93 ml CO 2/kg.jam (suhu kamar), 19.51 ml O2 /kg.jam dan 20.59 ml CO2 /kg.jam (suhu 10 o C) dan 15.06 ml O2 /kg.jam dan 14.21 ml CO2/kg.jam (suhu 5 oC). Penyimpanan bawang daun rajangan selama 14 hari pada atmosfir yang dimodifikasi memberikan hasil sebagai berikut. Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada atmosfir dengan O2 3-5% dan CO 2 3-5% adalah 7.76% paling rendah daripada penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, dan yang paling tinggi adalah penyimpanan pada udara normal, yaitu 14.80%. Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari 33.06 menjadi 33.50 (O2 3-5% dan CO2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O2 3-5 % dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O2 3-5% dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan LDPE. Desain kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik LDPE tebal 90 µm dengan luas
sebelum dibuka 104.5 cm2. Kantung kemasan tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 g. Pengemasan bawang daun rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan tekstur yang tidak nyata. Nilai sensoris warna, rasa, aroma dan tekstur bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan tidak berbeda nyata dengan niali sensoris bawang daun rajangan baru. Penyimpanan selama 14 hari mulai menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7% untuk penyimpanan selama 14 hari. Umur simpan bawang daun rajangan yang dikemas hampa dalam kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas kantung 104.5 cm2 dan suhu penyimpanan 5 oC adalah 14 hari.
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2005
Sugiarto TPP 99549
PENGEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI BAWANG DAUN (Alium ampeloprosum) RAJANGAN
SUG IART O
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Tesis
:
Nama : NRP : Program Studi :
Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan Sugiarto 99549 Teknologi Pasca Panen
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, MSc.
Dr. Ir. Illah Sailah, MS
Ketua
Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto,, MSc
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1969 sebagai anak kedua dari pasangan Poniso dan Sukarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, lupus pada tahun 1993. pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pasca Panen. Beasiswa Pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Program BPPS. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Institut Pertanian Bogor dan ditempatkan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian sejak tahun 1994. Bidang kajian yang ditekuni penulis adalah pengemasan dan penyimpanan hasil pertanian dan produk olahannya.
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan keha dirat Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan Maret-September 2003 ini hádala Pengemasan Atmosfir Termodifikasi Bawang Daun (Alium ampeloprosum) Rajangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hadikaria Purwadaria, MSc. dan Dr. Ir. Illah Sailah, MS selaku pembimbing atas bimbingan dan bantuan dana untuk penyelesaian penelitian dan tesis ini. 2. Dr. Ir. Seroso, MAgr. Selaku penguji atas masukannya untuk perbaikan tesis ini. 3. Ir. Muhammad Zein Nasution, MAppSc., Dr. Ir. Irawadi Djamaran, dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA atas dorongan semangat dan bantuan dananya untuk penyelesaian studi penulis. 4. Bapak Sulyaden (Laboratorium TPPHP-TEP), Ibu Egnawati dan Para Teknisi Laboratoria di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penelitian berlangsung. 5. Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen dan Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan kelonggaran masa studi kepada penulis untuk menyelesaikan studi. 6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia c/q Program BPPS yang telah memberikan beasiswa BPPS selama penulis studi di program S2. 7. Keluarga besar Poniso dan Suharto atas segala do’a dan dorongannya. 8. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2005 Sugiarto
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xii
PENDAHULUAN ............................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................ B. Tujuan Penelitian ............................................................................
1 1 3
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... A. Bawang Daun.................................................................................. B. Respirasi.......................................................................................... C. Penyimpanan Suhu Rendah ............................................................ D. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi ................................ E. Kemasan.......................................................................................... F. Pengolahan Minimal....................................................................... G. Konsentrasi Keseimbangan O2 Dan CO2 Dalam Kemasan............ H. Desinfestasi ...................................................................................
4 4 5 9 10 12 13 15 16
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ A. Tempat Dan Waktu......................................................................... B. Bahan Dan Alat............................................................................... C. Tahapan Penelitian.......................................................................... 1. Penentuan Waktu Desinfestasi ................................................. 2. Pengukuran Laju Respirasi......................................................... 3. Penentuan Konsentrasi O2 Dan CO2 Optimum.......................... 4. Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Bobot Bawang Daun Dalam Kemasan ......................................................................... 5. Penentuan Umur Simpan Bawang daun Yang Dikemas Secara Atmosfir Termodifikasi Dalam kemasan Terpilih ..................... 6. Rancangan Percobaan................................................................
17 17 17 18 18 20 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... A. Penelitian Pendahuluan................................................................... B. SOP Perajangan............................................................................... C. Pengukuran Laju Respirasi ............................................................. D. Penentuan Komposisi Udara Optimum .......................................... 1. Pengaruh Konsentrasi O2 Dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan............................................................. 2. Pengaruh Konsentrasi O2 Dan CO 2 Terhadap Perubahan Warna Bawang Daun Rajangan................................................. 3. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 terhadap Nilai Sensoris . ...
24 24 25 26 35
41 46
E. Penentuan Jenis Film Kemasan Dan Luas Permukaannya ............. F. Validasi Kondisi Atmosfir Yang Ditentukan..................................
47 49
I.
21 22 23
35
G. Penentuan Umur Simpan Bawang daun Rajangan Yang Disimpan Di Dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi......... 1. Perubahan Warna ................................................................... 2. Susut Bobot .............................................................................. 3. Penilaian Sensoris .................................................................... H. Perubahan Komposisi Kimia .........................................................
51 52 54 55 61
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. A. Simpulan ......................................................................................... B. Saran................................................................................................
64 64 65
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
66
LAMPIRAN ................................................................................................
70
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi kimia bawang daun (Allium ampeloprasum) (per 100 gram bobot segar) ................................................................
5
Tabel 2.
Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya ......
7
Tabel 3.
Batas maksimum CO 2 dan batas minimum O2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan...........................................................
12
Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 5 0C) .................................................................................
35
Tabel 4.
0
Tabel 5.
Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 5 C)............................
36
Tabel 6.
Perubahan bobot raja ngan daun bawang selama penyimpanan (Suhu 10 0C) ...............................................................................
37
Tabel 7.
Persamaan laju penurunan bobot (Suhu 10 0 C)..........................
38
Tabel 8.
Komposisi kimia bawang daun sebelum dan setelah penyimpanan ..............................................................................
62
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan ........................................................................
10
Gambar 2.
Bawang daun yang telah dibersihkan ..................................
17
Gambar 3.
Bawang daun setelah dirajang .............................................
19
Gambar 4.
Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang .....................................................................................
27
Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 o C.....................................................................................
29
Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C.......................................................................................
31
Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan Suhu Ruang......
34
Garfik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C ...............................................
36
Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 o C .............................................
37
Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5 o C.......................
39
Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 10 o C.....................
40
Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0 C ...................................
42
Grafik perubahan nilai warna kromatik hijau - merah (nilai a) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 0 C.......................................................................................
44
Grafik perubahan nilai warna kromatik kuning – biru (nilai b) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ..............................................................................
45
Plot daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan ................................................................................
47
Bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE (ha ri pertama) ............................................................
50
Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan .........
51
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17.
Gambar 18.
Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan dalam kemasan LDPE .......................
52
Grafik perubahan warna hijau bawang daun rajanang selama penyimpanan............................................................
53
Akumulasi susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi.............
54
Grafik hasil penilaian hedonis terhadap warna bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE..............................
55
Grafik hasil penilaian hedonis terhadap tekstur bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE..............................
56
Grafik hasil penilaian hedonis terhadap rasa bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE ......................................
57
Grafik hasil penilaian hedonis terhadap aroma bawang daun rajangan yang dikemas film LDPE..............................
58
Gambar 25.
Bawang daun rajangan setelah 4 hari penyimpanan ............
59
Gambar 26.
Bawang daun rajangan setelah 7 hari penyimpanan ............
60
Gambar 27.
Bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan..........
61
Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Prosedur Pengamatan...........................................................
71
Lampiran 2.
Perubahan Konsentrai Oksigen dan Karbondioksida di dalam Jar .............................................................................
76
Perubahan Robot Bawang Daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 o C) ....................................................
77
Perubahan Bobot bawang Daun Rajangan Selama penyimpanan (suhu 10 oC) ...................................................
78
Perubahan Warna daun Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 5 o C)............................................................................
80
Perubahan Warna Daun Bawang Rajangan Selama Penyimpanan (suhu 10 oC) ...................................................
84
Lampiran 7.
Hasil Uji Hedonis Bawang Daun Rajangan .........................
87
Lampiran 8.
Diagram Sistem Warna L, a, b .............................................
90
Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai olahan pangan. Berbeda dengan jenis-jenis bawang lainnya yang dimanfaatkan umbinya, bawang daun dimanfaatkan batang semu dan daunnya. Umumnya bawang daun digunakan dalam bentuk rajangan atau potongan panjang segar. Produksi bawang daun Indonesia relatif stabil sekitar 300000 ton per tahun dengan sentra produksi utama di Jawa Barat, Jawa Timur. Jawa Tengah, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Menurut data BPS produksi bawang daun Indonesia adalah 299923 ton pada tahun 1995 dan meningkat menjadi 352387 ton pada tahun 1996 (BPS, 1997), kemudian turun menjadi 311319 ton tahun 2000 dan 295551 ton pada tahun 2001 (BPS, 2002). Seperti halnya produk hortikultura pada umumnya, bawang daun mudah rusak baik karena layu ataupun karena pembusukan. Sementara itu jarak antara daerah penanaman dengan daerah pemasaran relatif jauh. Kehilangan pasca panen buah dan sayuran diperkirakan sekitar 5-25% di negara-negara maju dan sekitar 20-50% di negara-negara sedang berkembang (Kader, 1992). Dengan demikian penanganan pasca panen bawang daun perlu diperhatikan dengan baik agar dapat bertahan segar dalam waktu relatif lama. Pada saat ini mulai terbentuk pasar untuk produk sayuran yang sudah diolah minimal (dikupas dan atau diiris) agar konsumen dapat langsung menggunakan atau memasaknya tanpa perlu melakukan lagi kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran (pemotongan/perajangan) . Untuk produk kelompok
bawang-bawangan,
pengolahan
minimal
ini
makin
terasa
keperluannya mengingat banyaknya orang yang akan menggunakan atau mengkonsumsi bawang tetapi tidak mau membersihkan dan memotongmotongnya dengan alasan baunya yang tajam menempel di tangan dan timbulnya rasa pedih di mata akibat minyak atsiri yang menguap saat bawang
daun diiris. Dengan alasan itu, jika dikenalkan bawang daun terolah minimal (dirajang) maka kemungkinan
pasarnya akan dapat tercipta.
Rajangan
bawang daun dibutuhkan oleh restoran-restoran siap saji yang menyediakan menu bubur ayam, sup, bakso, dan berbagai jenis masakan Cina.
Bagi
restoran siap saji, kemudahan dan kecepatan penyiapan menu merupakan faktor penting untuk kepuasan pelanggan. Permintaan akan bawang daun rajangan oleh restoran siap saji cukup besar. Jika diambil restoran siap saji McDonald saja, di Indonesia ada sekitar 150 gerai. Jika setiap gerai memerlukan 100 gram bawang daun rajangan per hari, maka akan diperlukan 15 kg bawang daun rajangan per hari atau sekitar 5.5 ton per tahun hanya untuk seluruh gerai restoran siap saji Mc Donald di Indonesia.
Jika semua restoran siap saji yang memerlukan bawang daun
rajangan diperhitungkan, maka nilai kebutuhan itu akan menjadi jauh lebih tinggi. Sebagaimana
produk
pertanian
lainnya
jika
telah
mengalami
pengolahan yang menyebabkan luka terbuka (baik karena pengupasan atau pemotongan) maka umur simpannya menjadi lebih pendek. Hal ini selain disebabkan semakin cepatnya laju respirasi juga disebabkan adanya luka akibat pengirisan dapat digunakan sebagai jalan masuk bagi mikroorganisme pembusuk. Karena itu perlu dilakukan usaha agar produk pertanian yang telah diolah minimal dapat dipertahankan umur simpannya. Untuk mendapatkan bawang daun terolah minimal dengan umur simpan yang relatif panjang, perlu diperhatikan penanganan pasca panen yang baik. Salah satu teknik penanganan pasca panen yang dapat dicoba adalah pengemasan bawang daun terolah minimal (rajangan) dalam kemasan dengan atmosfir yang dimodifikasi dan dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Pengemasan menggunakan plastik film dengan permeabilitas tertentu akan mengatur konsentrasi gas O 2 di sekitar produk relatif rendah sehingga respirasi tetap berjalan tetapi dengan laju yang lebih lambat. Sementara itu konsentrasi gas CO 2 tetap rendah karena sebagian CO2 hasil respirasi dikeluarkan dari kemasan sehingga tidak meracuni produk.
Pengemasan
dalam atmosfir termodifikasi dan penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat menurunkan laju respirasi bawang daun rajangan dan menjaga kesegaran bawang daun lebih lama dengan tingkat susut bobot yang dapat diterima. Penelitian mengenai umur simpan bawang daun rajangan belum dilakukan padahal hasil dari penelitian ini akan akan bermanfaat untuk menentukan umur simpan bawang daun rajangan. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan terfokus pada pengetahuan sifat bawang daun selama waktu penyimpanan.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik penyimpanan bawang daun rajangan segar dalam kemasan atmosfir termodifikasi agar mampu mempertahankan mutu dan kesegarannya. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Menentukan laju respirasi bawang daun rajangan pada tiga tingkat suhu penyimpanan. 2. Menentukan kondisi atmosfir termodifikasi yang sesuai untuk bawang daun rajangan. 3. Membuat desain kemasan yang sesuai dengan kondisi atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan. 4. Menentukan umur simpan bawang daun rajangan pada kondisi atmosfir terpilih, suhu penyimpanan terpilih, dan desain kemasan terpilih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BAWANG DAUN Bawang daun merupakan tanaman budidaya dan tidak pernah dikenal sebagai tanaman liar. Bawang daun diduga berasal dari daerah Mediterania dan disebarkan oleh Bangsa Romawi ke seluruh daratan Eropa dan selanjutnya disebarluaskan oleh Bangsa Wales (Anonim, 2002).
Klasifikas i botani
bawang daun adalah sebagai berikut: Kelas
: Monocotyledonae
Super Orde
: Liliiflorae
Orde
: Asparagales
Family
: Alliaceae
Rumpun
: Alliae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium ampeloprasum
Bawang daun (Allium ampeloprasum var. porrum) merupakan salah satu tanaman jenis bawang-bawangan yang cukup penting. Tanaman ini mirip dengan bawang bombay tetapi lebih besar dengan lembaran daun seperti tabung yang dipipihkan dan pada pangkal batangnya tidak membentuk umbi seperti pada bawang bombay (Pantastico, 1975).
Bawang daun memiliki
aroma yang lebih lembut dan lebih enak daripada bawang bombay (Warade and Shinde, 1998). Bawang daun banyak digunakan sebagai bumbu penyedap pada berbagai jenis masakan sup dan stup. Bawang daun dapat ditanam pada berbagai jenis tanah tetapi paling baik pada tanah yang kaya akan nutrisi tanaman dan senyawa organik. Tanah yang baik untuk penanaman bawang daun adalah tana h lempung berpasir karena memudahkan tumbuhnya akar sehingga meningkatkan hasil panen (Warade and Shinde, 1998). Bawang daun tumbuh dengan baik pada daerah dengan iklim dingin sampai moderat dan dapat tumbuh sepanjang tahun (Anonim, 2002).
Kandungan terbe sar dari bawang daun adalah air yang mencapai sekitar 90 persen dari bobot basahnya. Komponen lain terdapat dalam jumlah yang relatif kecil, diantaranya adalah karbohidrat (5 persen), protein (2 persen), lemak (0.3 persen), mineral atau abu (1.5 persen) dan berbagai senyawa lain dalam jumlah sangat kecil.
Komposisi kimia bawang daun
disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Komposisi kimia bawang daun ( Allium ampeloprasum) (per 100 gram bobot segar)* Komponen Kandungan Air (g)
90
Protein (g)
2
Lemak (g)
0.3
Karbohidrat (g) Mineral (g)
5 1.5
Na (mg)
5
K (mg)
250
Ca (mg)
60
Besi (mg)
1
Fosfor (mg)
30
Vitamin β caroten (mg)
600
Thiamin (B1)
120
Nicotinic acid
500
Pyridoxin (B6)
250
Ascorbic acid
25
* Van der Meer dan Hanelt (1990) di dalam Warade dan Shinde (1998)
B. RESPIRASI Kebanyakan perubahan fisikokimia yang terjadi pada buah-buahan yang telah dipanen berkaitan dengan metabolisme oksidatif termasuk respirasi (Phan, et al., 1975). Ada tiga fase respirasi, yaitu (i) penguraian polisakarida
menjadi gula sederhana, (ii) oksidasi gula -gula sederhana menjadi asam piruvat, dan (iii) transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik lain menjadi CO2, air, dan energi. Protein dan lemak juga dapat berperan sebagai substrat pada proses penguraian (proses i). Pada berbagai pustaka, umumnya persamaan reaksi respirasi diringkaskan dari fase kedua dan ketiga sehingga persamaan reaksi pada respirasi menjadi sebagai berikut: C6 H12O 6 + 6 O2
6 CO2 + 6 H2 O + energi
Laju respirasi diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan (i) mengukur jumlah gula yang berkurang, (ii) mengukur O2 yang digunakan, (iv) mengukur CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi, atau dengan (v) mengukur energi yang dihasilkan (Phan et al., 1975).
Pengukuran laju
respirasi yang paling mudah dan banyak dilakukan adalah dengan mengukur O2 yang digunakan dan/atau CO2 yang dihasilkan selama proses respirasi (Saltveit, 2003). Dua cara yang lain sulit dilakukan karena perubahannya tidak hanya ditentukan oleh respirasi saja atau karena pengukurannya yang rumit. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menduga umur simpan produk setelah panen. Laju respirasi dianggap sebagai laju jalannya proses metabolisme dalam sel karena itu dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan produk. Produk dengan laju respirasi yang tinggi umumnya memiliki umur simpan yang pendek (Phan et al., 1975) . Laju
respirasi
dipengaruhi
oleh
beberapa
hal
yang
dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Phan et al., 1975).
Faktor internal meliputi jenis produk, tingkat
perkembangan produk, komposisi kimia produk, ukuran produk, adanya pelapis alami, dan tipe jaringan. Faktor eksternal meliputi suhu lingkungan di sekitar produk, pengaruh etilen, ketersediaan O2, keberadaan CO2 , keberadaan zat pengatur pertumbuhan, dan kerusakan produk. Berdasarkan laju respirasinya, buah-buahan dan sayur-sayuran dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu kelompok dengan laju respirasi sangat lambat, lambat, sedang, moderate, tinggi dan sangat tinggi.
Bawang daun utuh termasuk kelompok sayur-sayuran dengan laju respirasi sedang (moderate). Kelompok tanaman ini memiliki laju respirasi rata-rata sekitar 10-20 ml CO2/kg.jam pada suhu penyimpanan 5 o C (Kader, 1987) atau 20-40 ml CO2/kg.jam pada suhu penyimpanan 10 oC (Weichmann, 1992). Klasifikasi komoditi hortikulura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi komoditi hortikultura menurut laju respirasinya (Weichmann, 1992) Kelas Produksi CO2 pada suhu 5 o C komoditi (mg CO2 /kg.jam) Sangat <5 Kurma, kacang-kacangan, buah rendah kering Rendah 5 – 10 Apel, jeruk, anggur, bawang merah, bawang putih, kentang, ubi jalar Sedang 10 – 20 Apricot, pisang, kubis, selada, tomat, lobak, bawang daun Tinggi 20 -40 Bunga kol, strawberry, alpukat Sangat 40 – 60 Artichoke, bunga potong tinggi Sangat>60 Asparagus, brokoli, jamur, sangat bayam, jagung manis tinggi Berdasarkan produksi gas etilen setelah panen, bawang daun termasuk kelompok sayuran yang menghasilkan gas etilen sangat rendah (Kestmist , 2003). Sementara itu berdasarkan sensitivitasnya terhadap gas etilen, bawang daun termasuk kelompok sayuran yang sensitivitasnya sedang. Hal lain yang penting berkenaan dengan respirasi adalah respiratory quotient (RQ), yaitu rasio antara CO2 yang dihasilkan dengan O2 yang digunakan untuk proses respirasi. Nilai ini dapat digunakan untuk menduga substrat yang digunakan unt uk respirasi, derajat kesempurnaan reaksi respirasi, dan tingkat proses aerob atau anaerob meskipun tidak secara tepat karena berbagai hal. Jika nilai RQ sama dengan satu maka gula (heksosa) digunakan sebagai substrat, jika RQ lebih dari satu maka kemungkinan yang digunakan sebagai substrat adalah senyawa yang mengandung unsur oksigen misalnya asam-asam organik, dan jika RQ kurang dari satu kemungkinannya
adalah (i) substrat yang digunakan memiliki rasio oksigen : karbon lebih kecil dari pada heksosa, (ii) oksidasi tidak sempurna, (iii) CO2 yang terbentuk digunakan untuk proses sintesis (Phan et al., 1975). Nilai RQ yang sangat tinggi mengindikasikan terjadinya respirasi anaerobik (Kader, 1987). Penelitian Sutrisna (1993) menunjukkan bahwa laju produksi CO2 lobak putih pada suhu 5 o C, 10 o C, dan suhu kamar adalah 6.34 ml/kg.jam, 8.55 ml/kg.jam, dan 31.79 ml/kg.jam dengan laju konsumsi O2 masing-masing 5.13 ml/kg.jam, 6.44 ml/kg.jam, dan 31.44 ml/kg.jam. Sementara untuk lobak merah laju produksi CO 2-nya ada lah 7.02 ml/kg.jam, 9.27 l/kg.jam, dan 32.81 ml/kg.jam dengan laju konsumsi O2 5.98 ml/kg.jam, 7.99 ml/kg.jam, dan 38.81 ml/kg.jam. Tubagus (1993) mendapatkan laju respirasi bunga kol yang memiliki pola linier pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, dan suhu ka mar.
Laju
o
respirasi pada suhu 5 C adalah 7.339 ml O2/kg.jam dan 9.098 ml CO2 /kg.jam dengan nilai RQ 1.20. Respirasi brokoli menunjukkan nilai RQ 0.98 dengan laju respirasi pada suhu 5 oC adalah 9.606 ml O2/kg.jam dan 9.493 ml CO2/kg.jam. Affandi (2004) yang melakukan penelitian terhadap rajangan selada, mendapatkan laju respirasi selada pada suhu penyimpanan 5 o C adalah 10.143 ml O2/kg.jam dan 30.429 ml CO2 /kg.jam. Sementara pada suhu penyimpanan 3 oC diperoleh laju respirasi selada 6.595 ml O2/kg.jam dan 25.364 ml CO2/kg.jam. Maharani (2002) yang melakukan penelitian penyimpanan rajangan bawang bombay segar , mendapatkan laju respirasi rajangan bawang bombay pada suhu kamar adalah 27.58 ml O2 /kg.jam dan 18.39 ml CO2/kg.jam. sementara penyimpanan pada suhu 5 oC memberikan laju respirasi 8.27 ml O2/kg.jam dan 11.49 ml CO2/kg.jam. Penelitian Nugroho (2003) menunjukkan respirasi rajangan paprika bentuk cincin pada suhu 10 o C adalah 9.31 ml O2/kg.jam dan 10.79 ml CO2/kg.jam, sementara pada penyimpanan suhu 5 o C laju respirasinya adalah 7.46 ml O 2/kg.jam dan 8.42 ml CO2/kg.jam.
Sementara pada rajangan
berbentuk persegi memberikan laju respirasi pada suhu 10 o C adalah 8.20 ml
O2/kg.jam dan 9.72 ml CO2/kg.jam, dan pada penyimpanan suhu 5
o
C laju
respirasinya adalah 5.83 ml O2/kg.jam dan 6.31 ml CO2/kg.jam. Penelitian Juliana (2003) terhadap jamur potong memberikan laju respirasi jamu potong pada suhu 5 oC adalah 17.81 ml O 2/kg.jam dan 22.27 ml CO2/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 3 o C memberikan laju respirasi adalah 6.67 ml O2/kg.jam dan 7.42 ml CO2/kg.jam
C. PENYIMPANAN SUHU RENDAH Suhu memberikan pengaruh terhadap umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang disimpan. Hal tersebut dapat terjadi karena buahbuahan dan sayur -sayuran segar adalah komoditi yang hidup sehingga masih melakukan proses metabolisme terutama respirasi dan reaksi kimia lainnya. Phan (1987) menyatakan bahwa reaksi enzimatis pada sel buah-buahan dan sayur-sayuran segar adalah reaksi ordo pertama yang dapat diprediksi mengikuti persamaan Arrhenius.
Dengan demikian setiap kenaikan suhu
sampai batas tertentu akan mempercepat laju reaksi enzimatis dan penurunan suhu sampai batas tertentu akan menekan laju reaksinya. Semakin cepat laju reaksinya maka umur simpan buah-buahan dan sayur -sayuran segar akan semakin pendek sebagai konsekuensi dari hilangnya molekul makro (pati, gula, protein, atau lemak) yang berubah menjadi molekul sederhana (air, karbondioksida, asam organik, atau alkohol). Bawang daun segar utuh yang baru dipanen dapat disimpan selama 1 – 3 bulan pada suhu 0
o
C dengan RH 95 – 100% (Kestmist, 2003).
Penyimpanan segar pada suhu 0 o C dan RH 94 – 95% pada udara yang mengandung O2 2%, CO 2 2%, dan N2 96% dapat mempertahankan mutu lebih baik (Warade and Shinde , 1998). Penyimpanan pada udara yang mengandung CO2 5 – 10% dan O2 1 – 3% pada suhu 0 o C dapat memberikan umur simpan 4 –5 bulan, konsentrasi CO2 15 – 20% dapat menyebabkan kerusakan. Penyimpanan terbaik adalah pada udara dengan kandungan CO2 3 – 5% dan O2 1 – 2% dengan suhu penyimpanan 0 – 5 o C (Thompson, 1998). Teknik penyimpanan atmosfir termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan
produk hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH) dan komposisi atmosfir udara penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada akhirnya dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan (Pantastico, 1975).
Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi tidak
dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah terutama pada daerah beriklim tropis. Panasnya udara lingkungan justru dapat mempercepat laju repirasi dan selanjutnya mempercepat kerusakan produk.
D. PENYIMPANAN DALAM ATMOSFIR TERMODIFIKASI Teknik atmosfir termodifikasi adalah pengubahan komposisi udara dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu ke dalam udara normal (78.08% N2 , 20.95 % O2 , dan 0.03% CO2 ). Teknik atmosfir termodifikasi untuk produk buah-buahan dan sayur -sayuran selalu dicirikan dengan penurunan
konsentrasi
oksigen
(O2 )
dan
peningkatan
konsentrasi
karbondioksida (CO2) (Kader, 1992). Pengubahan komposisi udara tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kemasan tertentu yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen dan karbondioksida tertentu sehingga dengan sendirinya te rjadi pengubahan komposisi udara. Perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan, (ii) produksi karbondioksida oleh komoditi, dan (iii) pertukaran gas dengan lingkungan melalui film kemasan (Zagory, 1998) .
Proses perubahan komposisi udara
digambarkan pada Gambar 1.
CO 2
O2
CO 2
O2 komoditi O2
CO 2
Film kemasan
Gambar 1. Proses terjadinya perubahan komposisi udara di dalam film kemasan
Atmosfir terkendali dapat menghambat pelayuan, menurunakan laju respirasi dan menurunkan laju pelunakan jaringan (Kader, 1992). Kehilangan tekstur telah dilaporkan terjadi pada buah yang disimpan dalam kemasan atmosfir terkendali. Irisan strawberry yang disimpan pada atmosfir terkendali selama satu minggu memiliki kekerasan yang setara dengan kekerasan strawberry utuh (Rosen and Kader, 1989). Komposisi udara termodifikasi yang cocok pada suatu produk buahbuahan dan sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini diduga karena penghambatan penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin dan penurunan produksi klorofilase sebagai akibat penurunan produksi etilen.
Peningkatan karbondioksida juga dapat
menyebabkan sensitivitas terhadap etilen menurun sehingga penguraian klorofil juga terhambat (Zagory, 1995). Atmosfir
termodifikasi
juga
dapat
menghambat
pencoklatan
(browning) akibat oksidasi, penyimpangan atau perubahan warna, dan pelunakan berbagi jenis buah (Zagory, 1995).
Karbondioksida dapat
menghambat aktivitas enzim polifenol oksidase yang menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap. Beberapa hasil penelitian penyimpanan dam atmosfir termodifikasi menghasilkan
rekomendasi
sebagai
berikut.
Affandi
(2002)
merekomendasikan penyimpanan rajangan selada segar dalam udara dengan komposisi 0-2% O2 dan 9-10% CO 2 pada penyimpanan suhu 3 oC selama 6 hari. Maharani merekomendasi untuk menyimpan rajangan bawang bombay pada udara dengan 3-5% O2 dan 9-11% CO2 pada penyimpanan suhu 2 o C selama 11 hari. Juliana (2003) merekomendasi penyimpanan jamur potong pada udara dengan komposisi 4-6% O2 dan 13-15% CO 2 pada penyimpanan suhu 3 o C selama 11 hari. Nugroho (2003) merekomendasi penyimpanan rajangan paprika pada udara dengan komposisi 3% O2 dan 10% CO2 pada penyimpanan suhu 5 o C.
Fellows (2000) memberikan batas maksimum konsentrasi CO2 dan batas minimum konsentrasi O2 untuk beberapa jenis sayuran dan buah-buahan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa sayuran dan buah-buahan (Fellows, 2000) Jenis buah/sayur Konsentrasi CO2 Konsentrasi O2 maksimum (%) minimum (%) Apel 2 2 Pisang 5 Brokoli 15 1 Wortel 4 3 Mentimun 10 3 Kentang 10 10 Bayam 20 Tomat 2 3 Bunga kol 5 2
E. KEMASAN Kemasan merupakan komponen penting dalam teknik atmosfir termodifikasi.
Pemilihan kemasan yang tepat akan memperpanjang masa
simpan produk pangan.
Film plastik yang digunakan untuk pengemasan
dalam atmosfir termodifikasi ada berbagai jenis yang penting dapat memberikan fungsi perlindungan, memiliki kekuatan, kemampuan dikelim panas, kejernihan dan kemampuan cetaknya (printable surface).
Namun
demikian yang paling penting untuk pengemasan atmosfir termodifikasi adalah permeabilitasnya terhadap oksigen dan karbondioksida (Zagory, 1995). Jenis kemasan film plastik yang telah digunakan untuk pengemasan dalam atmosfir termodifikasi diantaranya adalah sebagai berikut.
Julianti
(1997) menggunakan white stretch film dan stretch film untuk mengemas jamur merang kupas.
Harmen (2000) menggunakan stretch film untuk
mengemas salak pondoh.
Soares, et al. (2002) menggunakan nampan
polistiren sebagai wadah dan ditutup dengan film LDPE dan PVC beberapa lapis untuk mengemas bawang putih terolah minimal (kupas).
F. PENGOLAHAN MINIMAL Pada dasarnya tidak ada kesepakatan mengenai definisi untuk pengolahan minimal.
Shewfelt (1987) menyatakan bahwa pangan terolah
minimal meliputi daging dan produk segar yang telah melalui serangkaian proses untuk memberikan nilai tambah pada produk dibandingkan dengan proses pengawetan pangan konvensional. Proses-proses seperti pemotongan, pengupasan, pembuangan biji, irradiasi ringan, dan pengemasan secara individual, merupakan pengolahan minimal.
Sementara Rolle and Chism
(1987) memberikan definisi yang agak berbeda, yaitu pengolahan minimal meliputi semua operasi (pencucian, pemilihan, pengupasan, perajangan, dan sebagainya) yang harus dilakukan sebelum proses blansir pada lini pengolahan konvensional dan yang tetap menjaga bahan pangan tetap sebagai jaringan hidup. Huxsoll and Bolin (1989) mendefinisikan buah-buahan dan sayur sayuran terolah minimal adalah produk-produk yang dipertahankan atribut dan kualitasnya sehingga sama atau mendekati produk segarnya. Pada beberapa kasus, produk terolah minimal merupakan pangan mentah dan sel-sel jaringannya masih hidup meskipun karakteristiknya tidak terlalu penting jika kesegaran produk tetap terjaga. Lebih sederhana lagi adalah definisi oleh Manvel (1997) yang menyatakan bahwa suatu pengolahan minimal adalah perlakuan seminimal mungkin untuk memberikan suatu manfaat. Pengolahan minimal buah-buahan dan sayur -sayuran memiliki dua manfaat (Laurilla and Ahvenainen, 2002).
Manfaat pertama adalah untuk
menjaga kesegaran produk tanpa kehilangan kualitas nutrisi. Manfaat kedua untuk menjamin umur simpan produk agar cukup waktu untuk melaksanakan distribusi di daerah konsumsi.
Umur simpan mikrobiologi, sensori, dan
nutrisional buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal paling tidak adalah 4 sampai 7 hari, tetapi lebih disukai jika sampai 21 hari tergantung pada pasar. Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa pada produk olahan minimal buah-buahan dan sayur -sayuran perhatian utamanya adalah untuk menjaga
karakteristik buah-buahan dan
puncaknya.
sayur -sayuran tersebut
pada
Konsumen mengharapkan produk olahan minimal yang
menunjukkan penampakan kesegaran, rasa dan aroma normal, dan kemudahan sebagai faktor tambahan. Kualitas produk buah-buahan dan sayur -sayuran terolah minimal ditentukan oleh kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran utuh yang dipengaruhi oleh jenis kultivar, kondisi pertanaman dan iklim, umur panen dan cara panen, prosedur penanganan, kondisi penanganan dan jarak waktu antara panen dengan penyiapan. Faktor lain penentu kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran terolah minimal adalah metode penyiapan (meliputi ketajaman alat potong, ukuran dan luas permukaan potongan, pencucian, dan pembuangan air permukaan) dan kondisi penanganan yang mengikutinya (pengemasan, laju pendinginan, pengendalian suhu dan kelembaban pada kisaran optimum, dan prosedur sanitasi yang tepat) (Kader, 2002) Produk
olahan
minimal
lebih
mudah
mengalami
kerusakan
dibandingkan dengan produk utuh (Krochta et al., 1992). Pengolahan minimal yang dilakukan pada buah-buahan dan sayur -sayuran pada dasarnya adalah membuat luka terbuka pada buah-buahan dan sayur -sayuran. Adanya luka tersebut akan menyebabkan terjadinya berbagai proses yang pada akhirnya menurunkan kualitas, misalnya oksidasi enzimatis yang menyebabkan pencoklatan, peningkatan laju respirasi yang menyebabkan peningkatan laju kehilangan bobot dan peningkatan laju pelayuan dan pembusukan, serta mempermudah masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan buah-buahan atau sayur -sayuran. Sementara itu Garcia and Barrett (2002) menyatakan bahwa terbatasnya umur simpan produk olahan minimal buah-buahan dan sayur sayuran adalah kerusakan mikrobiologis, kerusakan karena menjadi kering, perubahan warna atau browning, perubahan warna menjadi lebih pucat, perubahan tekstur dan terjadinya penyimpangan flavor dan bau.
Kriteria
utama produk olahan minimal bagi konsumen adalah penampakan produk dengan faktor utama adalah warna produk.
G. KONSENTRASI KESEIMBANGAN O2 DAN CO2 DALAM KEMASAN Pada dasarnya ada dua macam penyimpanan atmosfir termodifikasi (MA), yaitu cara pasif dan cara aktif.
Pada cara pasif, komposisi
kesetimbangan antara gas oksigen dan karbondioksida terjadi secara perlahan akibat aktivitas respirasi dan pertukaran udara di dalam kemasan dengan udara di luar kemasan melalui film kemasan (proses permeasi). MA cara aktif dilakukan dengan mengeluarkan semua udara dari dalam kemasan kemudian mengisinya kembali dengan gas-gas dengan konsentrasi seperti yang diinginkan sehingga kesetimbangan terjadi secara langsung (Syarief dan Halid, 1992). Kesetimbangan
udara
dalam
kemasan
atmosfir
termodifikasi
merupakan faktor yang penting. Konsentrasi gas-gas pada kesetimbangan itu harus diusahakan terjadi pada daerah atmosfir termodifikasi optimum bagi produk yang dikemas. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan laju respirasi produk dan laju permeasi gas-gas oksigen dan karbondioksida melalui film kemasan yang digunakan. Dari hasil perhitungan itu dapat dibuat rancangan kemasan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Zagory (1998) berikut:
PO2 = RRO2 * t *W/A (O2 atm – O2 pkg) PCO2 = RR CO2 * t * W/A (CO2 atm – CO2
pkg
)
Dimana : = permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m2.atm. hari) PCO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m2.atm. hari) RRO2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m2) (O2 atm – O2 pkg) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO2 atm – CO2 pkg ) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam Kemasan PO2
H. DESINFESTASI Perlakuan desinfestasi merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mengamankan produk pertanian dari hama atau penyakit pasca panen. Menurut Akamine, et al. (1975) perlakuan desinfestasi untuk buah-buahan telah dikembangkan tetapi tidak terlalu banyak variasinya, diantaranya adalah perlakuan dengan uap air panas, air panas, dan fumigasi menggunakan EDB. Ketiga perlakuan tersebut menggunakan panas sehingga menyebabkan laju respirasi buah-buahan meningkat, karena itu perlu diperhitungkan dengan hatihati pelaksanaannya. Metode desinfestasi ynag dikembangkan berikutnya adalah dengan perlakuan klorinasi. Menurut Suslow (2000) klorinasi telah banyak diterapkan pada saat propagasi, produksi, panen, penanganan pasca panen, dan pemasaran bua-buahan dan sayur-sayuran segar.
Klorin dapat diaplikasikan dalam
bentuk gas klorin (Cl2), kalsium hipoklorit (CaCl2O2), atau natrium hipoklorit (NaOCl). Pada produksi sayuran terolah minimal, klorin digunakan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 50 – 200 ppm sebagai cairan pencuci dan pendingin pada proses hydrocooling. Perlakuan desinfestasi lain yang telah dikembangkan adalah dengan menggunakan sinar ultraviolet, gas ozone (Gorny and Zagory, 2002), dan irradiasi sinar gamma, sinar beta, dan sinar X (Webb and Pener, 2000 dan Smith and Pillai, 2004).
Selanjutnya menurut Smith and Pillai (2004)
penggunaan irradiasi untuk desinfestasi produk segar buah-buahan dan sayursayuran masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0.002 % dari total konsumsi di Amerika Serikat.
III.
METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian, Laboratorium Pengemasan dan
Penyimpanan, Laboratorium
Teknologi
Kimia
dan
Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Penelitian mulai Bulan Maret 2003
sampai dengan September 2003.
B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah daun bawang segar berukuran diameter batang sekitar 0.75 cm yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas, Cianjur, larutan natrium hipoklorit 200 ppm sebagai bahan desinfektan, dan gas nitrogen, oksigen, dan karbondioksida untuk pengaturan komposisi atmosfir di dalam wadah jar gelas. Gambar bawang daun yang digunakan pada penelitian ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bawang daun yang telah dibersihkan Bahan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah toluen untuk penentuan kadar air dengan cara distilasi, heksan untuk penentuan kadar lemak, dan berbagai jenis bahan kimia untuk analisis kadar protein dan kadar
serat kasar. Bahan kemasan yang digunakan adalah kantong plastik polietilen densitas rendah (LDPE) dengan ukuran tebal 60 µm, lebar 13 cm dan panjang 34 cm. Peralatan yang diperlukan untuk penelitian ini diantaranya pisau tajam dan landasan untuk perajangan, ember plastik untuk tempat pencucian dan perlakuan desinfestasi, peniris sentrifugal, jar gelas bertutup untuk wadah pada penentuan laju respirasi dan penentuan komposisi atmosfir termodifikasi, adalah Cosmotector tipe XP -314B untuk pengukuran konsentrasi gas karbondioksida, Cosmotector tipe XPO -318 untuk pengukuran konsentrasi gas oksigen, ruang penyimpan dingin (cold storage), Colortec PCM/PSM Color meter untuk pengukuran warna, neraca analitik, Kjeldahl apparatus, soxhlet apparatus , destilator untuk pengukuran kadar air, destilator untuk pengukuran kadar minyak atsiri, tanur untuk pengukuran kadar abu, serta berbagai peralatan gelas.
C. TAHAPAN PENELITIAN
1. Penentuan waktu desinfestasi Penentuan waktu desinfestasi dilakukan untuk menentukan waktu perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan.
Perlakuan
desinfestasi dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit. Pelaksanaan tahap ini adalah sebagai berikut: a. Desinfestasi sebelum perajangan Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir.
Penyortiran
dilakukan untuk membuang daun bawang yang telah rusak secara fisik (lecet, pecah, atau tergencet).
Setelah penyortiran, bawang daun
direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit kemudian dirajang melintang dengan tebal 1-2 mm. Bawang daun rajangan kemudian ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama sekitar 2 menit untuk membuang air yang ada dipermukaan bawang daun
rajangan. Selanjutnya bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam wadah jar gelas yang telah didesinfestasi dengan larutan natrium hipoklorit 200 ppm. b. Desinfestasi setelah perajangan Bawang daun yang diperoleh dari PT Pacet Segar, Cipanas dicuci bersih dengan menggunakan air mengalir dan disortir kemudian dirajang secara melintang dengan tebal sekitar 1 – 2 mm. Bawang daun rajangan ditampilkan pada Gambar 3. Bawang daun rajangan selanjutnya direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm selama 5 menit. Setelah perlakuan desinfestasi, bawang daun rajangan ditiriskan dengan peniris sentrifugal selama 2 menit. Selanjutnya bawang daun rajangan dimasukkan ke dalam wadah jar gelas.
baru dirajang
setelah dicampur
Gambar 3. Bawang daun setelah dirajang Penentuan waktu perlakuan desinfestasi dilakukan berdasarkan total mikroba pada bawang daun rajangan sebelum dan setelah perlakuan desinfestasi dan setelah penyimpanan serta perubahan fisik atau visual selama penyimpanan. Pengamatan visual dilakukan setiap hari selama masa penyimpanan di dalam jar gelas selama 7 hari, sementara penentuan jumlah total mikroba dilakukan sebelum disimpan dan setelah 7 hari masa penyimpanan.
2. Pengukuran laju respirasi Bawang daun yang telah bersih, dirajang, dan didesinfestasi (sesuai waktu desinfestasi yang telah ditentukan sebelumnya) sebanyak 250 g dimasukkan ke dalam jar gelas dengan volume 2900 ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara jar gelas dan penutupnya ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk jar gelas. Selanjutnya pipa plastik ditutup dengan menggunakan klem dan jar ge las berisi bawang daun rajangan disimpan pada suhu ruang, suhu 5 oC dan suhu 10 oC. Pengukuran konsentrasi gas di dalam jar gelas dilakukan secara tertutup dengan
tiga
kali
ulangan dengan
menggunakan adalah
Cosmotector tipe XP-314B dan Cosmotector tipe XPO-318 secara bersamaan. Pengukuran dilakukan setiap tiga jam sekali sampai selama 24 jam, setelah itu pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989): R = V/W * dx/dt Dimana :
R V W dx/dt
= laju respirasi (ml/kg.jam) = volume bebas wadah (ml) = bobot bahan (kg) = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)
Suhu penyimpanan yang dipilih adalah suhu penyimpanan yang menyebabkan laju respirasi rendah dengan tingkat perubahan mutu bawang daun yang paling rendah (paling lama) pula.
3. Penentuan konsentrasi O2 dan CO 2 optimum Penentuan konsentrasi O2 dan CO2 optimum dilakukan pada suhu penyimpanan terpilih dengan komposisi udara yang dikendalikan. Perlakuan untuk penentuan konsentrasi udara optimum adalah :
i.
Udara normal (21 % O2 , 0,03 % CO2)
ii.
Konsentrasi CO2 3 – 5 %, O2 1 – 3 %
iii.
Konsentrasi CO2 5 – 7 %, O2 1 – 3 %
iv.
Konsentrasi CO2 7 – 9 %, O2 1 – 3 %
v.
Konsentrasi CO2 3 – 5 %, O2 3 – 5 %
vi.
Konsentrasi CO2 5 – 7 %, O2 3 – 5 %
vii.
Konsentrasi CO2 7 – 9 %, O2 3 – 5 %
Pengendalian komposisi udara dilakukan setiap hari dengan memasukkan gas CO 2, O2 , dan N2 serta mengeluarkan udara dari dalam jar gelas. Agar diperoleh komposisi gas sesuai dengan yang telah ditetapkan maka selama pengisian gas dilakukan pula pengukuran konsentrasi gas CO 2 dan O2 secara bersamaan menggunakan Cosmotector tipe XP -314B dan Cosmotector tipe XPO-318. Penentuan komposisi gas terbaik dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan.
Pengamatan yang dilakukan selama
penyimpanan untuk penentuan komposisi gas terbaik adalah pengukuran warna menggunakan Colortec PCM/PSM Color meter, susut bobot dan penilaian sensoris. Metode pengamatan disajikan pada Lampiran 1.
4. Penentuan Jenis Film Kemasan dan bobot bawang daun dalam kemasan Penentuan
jenis
kemasan
dilakukan
dengan
perhitungan
berdasarkan konsentrasi CO2 dan O 2 optimum dan data permeabilitas bahan kemasan.
Film kemasan yang dipilih adalah yang memiliki
permeabilitas mendekati nilai permeabilitas hasil perhitungan. Untuk mendapatkan desain kemasan sesuai dengan bobot daun bawang segar rajangan digunakan persamaan kesetimbangan (Zagory, 1998) sebagai berikut :
P O2 = RRO2 * t *W/A (O2 atm – O2 pkg) dan
P CO2 = RR CO2 * t * W/A (CO2
atm
– CO2 pkg)
Dimana : PO2
= permeabilitas film terhadap oksigen (ml.mil/m2.atm.hari) PCO2 = permeabilitas film terhadap karbondioksida (ml.mil/m2.atm.hari) RRO2 = laju respirasi sebagai konsumsi oksigen (ml/kg.jam) RRCO2 = laju respirasi sebagai produksi karbondioksida (ml/kg.jam) t = tebal film kemasan (mil) W = bobot produk (kg) A = luas permukaan film kemasan (m2) (O2 atm – O2 pkg) = beda konsentrasi oksigen di luar dan di dalam kemasan (CO2 atm – CO2 pkg ) = beda konsentrasi karbondioksida di luar dan di dalam kemasan
5. Penentuan umur simpan bawang daun yang dikemas secara atmosfir termodifikasi dalam kemasan terpilih Bawang daun yang telah dirajang dikemas dalam bahan kemasan terpilih dan disimpan pada suhu penyimpanan terpilih.
Setiap hari
dilakukan pengamatan untuk menentukan umur simpannya. Pengamatan yang dilakukan selama penyimpanan adalah: a. warna ( Colortec PCM/PSM Color meter) b. susut bobot ( penimbangan) c. analisis sensoris d. kadar minyak atsiri/oleoresin (di awal dan akhir penyimpanan) e. analisis proksimat : kadar air (metode distilasi toluen), kadar lemak (metode sohxlet), protein (metode mikro Kjeldahl), serat kasar, kadar abu, dan karbohidrat (by different). Analisis proksimat dilakukan di awal masa penyimpanan. Metode analisis disampaikan pada Lampiran 1.
5. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan untuk penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Menurut Hicks (1982) rancangan percobaan tersebut mengikuti persamaan: Yijk = µ + ái + βj + τij + ε (ij)k dimana Yijk µ ái βj τij ε (ij)k
= nilai pengamatan = nilai rata -rata = pengaruh faktor ke i = pengaruh faktor ke j = pengaruh interaksi faktor ke i dan faktor ke j = pengaruh variasi contoh (galat percobaan)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN WAKTU DESINFESTASI Penelitian ini
dilakukan untuk menentukan waktu
dilakukan
perlakuan desinfestasi, sebelum atau setelah perajangan bawang daun. Desinfektan yang digunakan adalah larutan natrium hipoklorit 200 ppm dan diaplikasikan dengan perendaman bawang daun rajangan selama 5 menit. Perlakuan desinfestasi setelah perajangan memberikan pengaruh tidak baik pada bawang daun rajangan. Bawang daun rajangan yang direndam dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm se lama 5 menit mengalami dekolorisasi di sekitar bekas rajangan. Dekolorisasi ini disebabkan karena terjadinya pelarutan klorofil bawang daun rajangan pada larutan perendam dan kemudian merembes keluar. Hal tersebut ditunjukkan oleh ada nya cairan berwarna hijau pada dasar wadah penyimpan setelah bawang daun rajangan disimpan selama satu hari, sementara disekitar bekas rajangan terdapat daerah-daerah yang berubah warna menjadi putih atau tidak berwarna. Perlakuan desinfestasi menggunakan larutan dan lama wakt u perendaman yang sama yang dilakukan sebelum bawang daun dirajang tidak menunjukkan fenomena dekolorisasi. Pada perlakuan desinfestasi sebelum perajangan, perubahan warna yang terjadi lebih merata dan terjadinya juga tidak secepat pada perlakuan desinfestasi yang dilakukan sebelum perajangan, yaitu setelah 2 hari disimpan pada suhu ruang, setelah 6 hari disimpan pada suhu 10 o C, dan setelah 10 hari setelah disimpan pada suhu 5 oC. Perubahan warna yang terjadi pun tidak berupa hilangnya warna hijau sama sekali tetapi perubahan warna hijau menjadi lebih pucat secara lambat. Perlakuan desinfestasi dengan larutan klorin sebelum perajangan kurang berhasil membunuh mikroorganisme pada bawang daun rajangan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis mikrobiologis untuk mengukur jumlah total mikroba (angka lempeng total) yang menunjukkan nilai terlalu banyak untuk dihitung. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji pada penelitian lain untuk mencari metode desinfestasi yang lebih baik dengan menggunakan bahan desinfestasi lain, misalnya menggunakan ozone yang memiliki potensi
oksidasi 3000 kali asa m hipoklorida dan 1.5 kali gas klorin (Suslow, 1998). Penggunaan ozone untuk desinfestasi memerlukan peralatan yang khusus tidak sesederhana peralatan untuk perendaman dengan larutan natrium hipoklorit. Desinfestasi sebelum bawang daun perajangan dipilih untuk penelitian utama.
Pemilihan ini dilakukan agar tidak terjadi fenomena dekolorisasi
bawang daun rajangan selama penyimpanan. Desinfestasi pada penelitian utama dilakukan dengan menggunakan larutan natrium hipoklorit 200 ppm dengan perendaman selama 5 menit.
B. SOP PERAJANGAN Berdasarkan penelitian pendahuluan dibuat SOP (prosedur operasi baku) perajangan bawang daun sebagai berikut: 1. Bawang daun segar yang diperoleh dari PT Pacet Segar segera dibersihkan, disortasi, dan buang bagian yang rusak (cleaning, sorting, and trimming) dengan menggunakan pisau yang tajam dan air bersih dingin yang mengalir. 2. Operasi pembersihan, sortasi dan trimming dilakukan di dalam ruangan bersuhu rendah (ruangan berpendingin udara yang diatur pada suhu 16 o
C). Ruangan dijaga agar tetap aseptis.
3. Pisau yang digunakan untuk pemotongan dan perajangan harus tajam dan sering diasah untuk menjaga ketajamannya. Ketajaman pisau ditentukan dengan mengamati bawang daun di daerah bekas irisan. Bekas irisan yang kurang mulus/halus menunjukkan bahwa pisau perlu diasah agar ketajamannya cukup. 4. Bawang daun yang telah bersih didesinfestasi dengan cara direndam di dalam larutan natrium hipoklorit 200 ppm bersuhu rendah (0 – 5 o C) selama 5 menit. 5. Setelah proses desinfestasi, bawang daun ditiriskan mengunakan peniris sentrifugal.
Tahap ini dimaksudkan untuk membuang sisa larutan
desinfektan dari bawang daun.
6. Bawang daun yang telah ditiriskan dirajang dengan menggunakan pisau yang tajam dan sering diasah. Perajangan dilakukan di dalam ruangan aseptis dengan pengatur suhu udara yang diatur pada suhu 16 o C. 7. Hasil rajangan segera dikumpulkan dan disimpan di dalam lemari pendingin (chiller) bersuhu 0 – 5 oC agar respirasinya terhambat. 8. Setelah perajangan selesai, bawang daun rajangan ditiriskan kembali untuk membuang cairan sel yang keluar selama perajangan. 9. Bawang daun rajangan siap dimasukkan ke dalam jar gelas untuk penentuan laju respirasi, penentuan komposisi atmosfir terbaik, atau dikemas dalam kantung plastik untuk penyimpanan. 10. Semua
peralatan
yang
digunakan
mulai
dari
pencucian
sampai
pengemasan harus disterilisasi dengan menggunakan etanol.
C. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Berdasarkan
hasil
pengukuran
konsentrasi
gas
oksigen
dan
karbondioksida pada udara di dalam jar gelas selama penyimpanan, terjadi perubahan yang polanya relatif bervariasi. Data perubahan konsentrasi gas oksigen dan karbondioksida pada udara di dalam jar gelas dan laju respirasi bawang daun rajangan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, konsentrasi oksigen mengalami penurunan dari konsentrasi pada udara normal (sekitar 21 persen) menjadi sekitar 5 persen sementara konsentrasi karbondioksida mengalami peningkatan dari sekitar 0 persen menjadi sekitar 25 persen. Perubahan tersebut terjadi secara linier pada sekitar 12 jam pertama masa penyimpanan setelah itu konsentrasi udara di dalam jar gelas relatif tetap. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas selama penyimpanan pada suhu ruang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan pada suhu ruang konsentrasi oksigen menurun secara cepat dari sekitar 21 persen menja di sekitar 5 persen dalam waktu 8 jam sementara pada selang waktu
yang sama konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0 persen menjadi sekitar 24 persen. Dengan demikian perubahan konsentrasi oksigen adalah 2 persen/jam
sedang
perubahan
konsentrasi
karbondioksida
adalah
3
persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900 ml, maka pada periode tersebut laju respirasi bawang daun rajangan adalah 232 ml O2/kg.jam (laju konsumsi oksigen) atau 348 ml CO 2/kg.jam (laju produksi karbondioksida). Perubahan konsentrasi CO2 selama penyimpanan pada suhu kamar mengikuti persamaan logaritmiks sementara konsentrasi O2 berubah secara eksponensial. Perubahan konsentrasi masing-masing mengikuti persamaan berikut: [CO2] = 7.6123 ln x + 8.4865 [O2]
= 21 e-0.1381x
; R2 = 0,6254 ; R2 = 0.9449
dimana x adalah lama penyimpanan dalam jam
Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam jar (suhu kamar)
Konsentrasi O2 dan CO2 (persen)
35,0
y = 7,6123Ln(x) + 8,4865 2 R = 0,6254
30,0
25,0
CO2 suhu ruang
20,0
O2 suhu ruang Log. (CO2 suhu ruang)
15,0
Expon. (O2 suhu ruang)
10,0
5,0
-0,1361x
y = 21e 2 R = 0,9449
0,0 0
3,67
8,5 11,5 14,3 16,4 22,5 28,5 34,5 38,5 42,5 54,5 66,5 90,5 115 139
Waktu penyimpanan (jam ke-)
Gambar 4. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu ruang. Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang
nilai RQ-nya adalah sekitar 1.5.
nilai RQ yang demikian kemungkinan
disebabkan oleh substrat yang digunakan untuk respirasi adalah asam-asam organik yang terdapat pada bawang daun (Phan et al., 1975) disamping gula atau pati. Hal dapat dimengerti karena pada daun bawang juga terdapat asamasam organik yang memberikan rasa dan aroma daun bawang. Setelah jam ke 12 konsentrasi oksigen dan karbondioksida relatif stabil pada kisaran nilai yang relatif tetap (25 persen karbondioksida dan 5 persen oksigen). Dapat dikatakan pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang telah terjadi kesetimbangan konsentrasi gas-gas dalam udara sejak jam ke -12 penyimpanan. Pada keadaan ini laju respirasi bawang daun rajangan sangat rendah atau mendekati nilai nol (hampir tidak terjadi respirasi). Jika hal ini terjadi maka kemungkinannya bawang daun rajangan mengalami proses respirasi untuk mendapatkan energi bagi kehidupannya.
Proses fermentasi
akan mendegradasi pati atau gula dan menghasilkan senyawa etanol atau asam asetat yang pada konsentrasi tertentu bersifat racun bagi daun bawang. Laju respirasi bawang daun rajangan rata-rata selama masa penyimpanan pada suhu kamar adalah 64.93 ml CO2/kg.jam dan 34.72 ml O2/kg.jam.
Nilai rata-rata tersebut diperoleh selama 66 jam masa
penyimpanan. Penghitungan rata-rata laju respirasi hanya sampai jam ke -66 karena setelah itu laju respirasinya sangat rendah dan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun. Bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang diamati selama 5 hari sampai warna bawang daun rajangan menjadi hijau pucat dan timbul bau seperti hasil fermentasi. Penyimpangan bau tersebut mungkin disebabkan oleh senyawa-senyawa yang terbentuk dari proses metabolisme bawang daun pada ruangan tertutup, seperti etanol dan asetaldehid (Keteleer, 1993) Pada penyimpanan secara tertutup pada suhu ruang, sebenarnya bawang daun rajangan sudah mulai tampak mengalami penurunan mutu yang nyata setelah hari ketiga.
Penurunan mutu tersebut terutama terlihat pada
warna bawang daun rajangan yang diamati secara visual. Pada tahap ini belum dilakukan pengukuran warna secara kuantitatif menggunakan alat pengukur warna Colortech.
Penyimpanan pada suhu lebih rendah diperoleh fenomena yang agak berbeda dengan penyimpanan pada suhu kamar. Penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 o C memberikan perubahan komposisi atmosfir dalam jar gelas seperti ditampilkan pada Gambar 5 berikut.
Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar (suhu 10 oC)
30,0
y = 9,4727Ln(x) - 4,0963 2 R = 0,7439
25,0
20,0
produksi CO2 konsumsi O2 Expon. (konsumsi O2) Log. (produksi CO2)
15,0
10,0
5,0
-0,0826x
y = 21e 2 R = 0,7372 5
,5
8,
14 ,3 3 16 ,3 5 22 ,5 28 ,5 34 ,5 38 ,5 42 ,5 54 ,5 66 ,5 90 ,5 11 5 13 8, 5 16 2, 5 18 6, 5 21 0, 5 23 4, 5 25 6, 5 28 2, 5
-5,0
11
0
67
0,0 3,
konsentrasi O2 dan CO2 (persen)
35,0
-10,0
waktu penyimpanan (jam ke-)
Gambar 5. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 10 oC. Selama
14
jam
pertama
terjadi
peningkatan
konsentrasi
karbondioksida dari 0 persen menjadi sekitar 12 persen dan penurunan oksigen dari 21 persen menja di sekitar 12 persen.
Dengan demikian perubahan
konsentrasi oksigen adalah 0.64 persen/jam sedang perubahan konsentrasi karbondioksida adalah 0.85 persen/jam. Dengan volume bebas wadah 2900 ml, maka pada periode tersebut laju respirasi bawang daun rajanga n adalah 74.24 ml O2 /kg.jam (laju konsumsi oksigen) atau 98.60 ml CO2/kg.jam (laju produksi karbondioksida). Berdasarkan laju konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida pada proses respirasi yang terjadi, maka pada awal penyimpanan pada suhu ruang nilai RQ-nya adalah sekitar 1.33.
nilai RQ yang demikian kemungkinan
disebabkan penggunaan pati, gula dan asam-asam organik sebagai substrat
pada proses fermentasi. Dilihat dari nilai RQ yang lebih kecil dari 1.5 maka jumlah asam organik yang digunakan seba gai substrat lebih kecil jika dibandingkan pada penyimpanan pada suhu ruang (nilai RQ 1.5). Pada penyimpanan suhu 10 oC sebagian asam organik digantikan oleh pati atau gula sebagai substrat respirasi. Setelah jam ke 14 sampai jam ke 39 konsentrasi oksigen dan karbondioksida berada pada nilai sekitar 12 persen baik untuk konsentrasi oksigen maupun konsentrasi karbondioksida.
Dapat dikatakan pada
penyimpanan secara tertutup pada suhu 10 o C terjadi kesetimbangan sementara konsentrasi gas-gas dalam udara pada jam ke 14 sampai jam ke 39 penyimpanan. Setelah jam ke 39 terjadi lagi perubahan konsentrasi gas dalam wadah. Konsentrasi oksigen menurun sampai menjadi sekitar 4 persen yang terjadi mulai pada jam ke 90 dan kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan. Sementara itu konsentrasi karbondioksida meningkat sampai sekitar 28 persen pada jam ke 190 dan relatif konstan sampai akhir penyimpanan (11 hari). Perubahan konsentrasi oksigen pada periode jam ke 39 sampai jam ke 90 adalah 0.16 persen/jam demikian pula dengan perubahan konsentrasi karbondioksida. Laju respirasi hasil perhitungan adalah 18.56 ml O2 /kg.jam dan 18.56 ml CO2/kg.jam. Pada periode ini koefisien respirasi (RQ) adalah 1 yang menunjukkan bahwa pada proses respirasi digunakan pati atau gula sebagai substrat. Laju respirasi rata-rata bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 oC adalah 20.59 ml CO2/kg.jam dan 19.51 ml O2/kg.jam. Nilai laju respirasi rata-rata tersebut diperoleh dengan menghitung sampai hari keenam karena pada hari ketujuh dan selanjutnya laju respirasi sudah sangat rendah dan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas berfluktuasi naik-turun. Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 selama penyimpanan pada suhu 10 o C adalah menurut persamaan berikut: [O2]
= 21 e -0.0826x
; R2 = 0.7372
[CO2]
= 9.4727 ln x – 4.0963
; R2 = 0.7439
dimana x adalah lama waktu penyimpanan.
Periode setelah jam ke 90 menunjukkan fenomena yang sulit untuk dijelaskan.
Pada
periode
tersebut
terjadi
peningkatan
konsentrasi
karbondioksida dari sekitar 21 persen menjadi sekitar 28 persen sementara tidak terjadi perubahan konsentrasi oksigen yang signifikan.
Kondisi ini
kemungkinan terjadi akibat perombakan asam organik rantai pendek menjadi uap air dan karbondioksida tanpa melibatkan oksigen. Perubahan warna mulai terlihat secara visual pada hari ke 7 tetapi perubahan itu masih bisa diterima. Pada hari ke 10 mulai tercium bau yang menyimpang yaitu bau etanol dan asam asetat. Penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 oC memberikan fenomena perubahan konsentrasi gas di dalam wadah seperti ditampilkan pada Gambar 6. Pada 3 jam pertama penyimpanan terjadi perubahan konsentrasi gas yang cukup drastis, yaitu konsentrasi oksigen berubah dari 21 persen menjadi sekitar 16 persen, sementara konsentrasi karbondioksida berubah dari 0 persen menjadi sekitar 5 persen.
perubahan perubahan komposisi komposisi O2 O2 dan dan CO2 CO2 di di dalam dalam jar jar (suhu (suhu 5 5 oC) oC)
y = 10,029Ln(x) - 3,2167 2 R = 0,7807
30,0
25,0
20,0
produksi CO2 konsumsi O2 Expon. (konsumsi O2) Log. (produksi CO2)
15,0
10,0
5,0
-0,0805x
y = 21e 2 R = 0,2886 3 50
38 3, 5
31 0, 5
25 6, 5
21 0, 5
5
16 2, 5
,5
11
66
,5
,5
,5 42
34
22
5 8,
14 ,3 3
0,0 0
konsentrasi O2 dan CO2 (persen)
35,0
-5,0
waktu penyimpanan (jam ke-)
Gambar 6. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 di dalam jar gelas pada penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 o C.
Pada 3 jam pertama tersebut laju perubahan konsentrasi gas di dalam wadah penyimpanan adalah sekitar 1.7 persen/jam.
Laju respirasi hasil
perhitungan adalah sekitar 197 ml/kg.jam baik untuk konsumsi oksigen maupun produksi karbondioksida. Nilai RQ pada 3 jam pertama adalah 1. Hal ini menunjukkan bahwa subtrat untuk respirasi bawang daun rajangan adalah pati atau gula yang terdapat dalam bawang daun rajangan. Setelah jam ke 3 sampai jam ke 20, konsentrasi gas di dalam wadah penyimpanan relatif tetap yaitu sekitar 15 – 16 persen untuk oksigen dan sekitar 5 persen untuk karbondioksida. Selama periode ini terjadi respirasi yang sangat rendah dengan nilai RQ sekitar 1. Pada periode penyimpanan jam ke 20 sampai jam ke 40 terjadi perubahan konsentrasi oksigen dari sekitar 15 – 16 persen menjadi sekitar 4 persen. Konsentrasi karbondioksida berubah dari sekitar 5 persen menjadi sekitar 23 persen. Laju perubahan konsentrasi gas di dalam wadah adalah sekitar 0.58 persen/jam untuk oksigen dan sekitar 0.90 persen/jam untuk karbondioksida. Dari laju perubahan konsentrasi gas tersebut, laju respirasi terhitungnya adalah 68 ml O2/kg.jam dan 104 ml CO2 /kg.jam Nilai RQ pada periode jam ke 20 – 40 adalah sekitar 1.5. Hal ini menunjukkan banyaknya asam-asam organik yang terlibat dalam proses fermentasi sehingga konsumsi oksigen lebih rendah daripada karbondioksida yang diproduksi. Asam organik memiliki atom oksigen pada senyawanya sehingga membutuhkan molekul oksigen lebih rendah daripada yang diperlukan untuk respirasi secara teoritis. Pada periode jam ke 40 sampai ke 100 terjadi fenomena perubahan yang sulit dijelaskan. Pada periode ini konsentrasi oksigen relatif tetap yaitu sekitar 4 persen, sementara konsentrasi karbondioksida masih meningkat dari sekitar 23 persen menjadi sampai di atas 30 persen kemudian menurun lagi sampai relatif konstan pada konsentrasi sekitar 27 persen. Konsentrasi gas tersebut kemudian relatif tetap sampai akhir penyimpanan (jam ke 528 atau hari ke 22).
Laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC rata-rata adalah 14.21 ml CO2 /kg.jam dan 15.06 ml O2/kg.jam. Perubahan konsentrasi O 2 dan CO2 mengikuti persamaan berikut: [O2]
= 21 e -0.0806
; R2 = 0.2886
[CO2]
= 10.029 ln x – 3.2167
; R2 = 0.7807
dimana x adalah lama waktu penyimpanan. Perubahan warna mulai nampak setelah bawang daun rajangan disimpan selama 14 hari. Perubahan warna terjadi secara perlahan-lahan dari warna hijau segar menjadi hijau agak pucat. Penurunan intensitas aroma bawang daun terjadi secara berangsur. Pada hari ke 20 mulai tercium bau etanol dan bau asam yang cukup dominan sementara bau bawang daun segar sudah tidak tercium lagi. Data laju respirasi menunjukkan bahwa bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang memiliki laju respirasi yang tertinggi kemudian pada suhu penyimpanan 10 o C dan terendah pada bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C. Perbedaan laju respirasi ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Phan et al. (1986) bahwa laju respirasi sesayuran dan bebuahan pada selang suhu 0 sampai 35
o
C meningkat 2 – 2.5 kali akibat
o
kenaikan suhu 7.8 C. Perbedaan laju respirasi akibat pengaruh faktor suhu juga dipengaruhi oleh faktor internal pada sayuran, misalnya tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, adanya lapisan alami, dan jenis jaringan.
Pada penelitian ini kemungkinan penyebabnya
adalah akibat perajangan yang menyebabkan terjadinya luka mekanis yang menyebabkan pengaruh yang besar pada laju respirasinya, lebih dominan daripada pengaruh suhu penyimpanan. Laju respirasi bawang daun rajangan di awal penyimpanan pada semua tingkat suhu yang dicoba adalah di atas nilai 100 ml/kg.jam. Laju respirasi demikian tergolong sebagai laju respirasi tinggi, sementara bawang daun sebenarnya adalah komoditi pertanian dengan laju respirasi sedang dengan laju respirasi 20-50 mg/kg.jam pada suhu 0-10 o C (Robinson et al., 1975). Hal ini disebabkan perbedaan kondisi bawang daun yang diukur laju respirasinya. Pada pengelompokkan laju respirasi yang diukur adalah laju respirasi bawang
daun utuh sementara pada penelitina ini yang diukur adalah laju respirasi bawang daun rajangan dengan ukuran rajangan 1-2 mm.
Perajangan
menyebabkan terjadinya luka yang cukup banyak sehingga memicu kenaikan laju respirasinya. Laju respirasi yang diperoleh selama penelitian berbeda dengan yang diperoleh oleh Gorny (1997) yang mengukur laju respirasi bawang daun utuh dengan laju respirasi 29 mg CO2 /kg.jam dan 49 mg CO2/kg.jam untuk bawang daun rajangan dengan tebal 2 mm. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan varietas bawang daun yang digunakan dan tempat pertanamannya sehingga memberikan karakteristik yang berbeda. Perubahan laju respirasi bawang daun yang disimpan pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, dan suhu ruang ditampilkan pada Gambar 7.
350,00
laju respirasi (ml/kg.jam)
300,00
250,00
produksi CO2, suhu ruang 200,00
konsumsi O2, suhu ruang produksi CO2, suhu 10 oC
150,00
konsumsi O2, suhu 10 oC produksi CO2, suhu 5 oC
100,00
konsumsi O2, suhu 5 oC
50,00
3
7 52
43
5 7,
2,
5 35
4,
5 28
6,
5 23
8,
5 18
,5 90
13
,5
,5 54
38
5
,5 28
,5
,3 16
11
3,
67
0,00
waktu penyimpanan (Jam)
Gambar 7. Grafik perubahan laju respirasi bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC,10 oC, dan suhu ruang. Berdasarkan pola respirasinya, maka penyimpanan pada suhu 5 oC memiliki laju respirasi terendah sehingga dapat diharapkan akan memberikan umur simpan yang lebih panjang pula. Dengan demikian suhu 5 oC dipilih
sebagai suhu penyimpanan pada penelitian selanjutnya (penentuan kondisi atmosfir optimum).
C. PENENTUAN KOMPOSISI UDARA OPTIMUM Pada tahap ini digunakan tiga parameter sebagai penentu komposisi udara optimum, yaitru susut bobot, perubahan warna hijau (a) dan kecerahan (L) dan uji sensori (organoleptik). Pada awalnya akan dilakukan pengujian kekerasan atau keliatan bawang daun rajangan tetapi saat pelaksanaan tidak dapat dilakukan karena tidak ada alat yang dapat digunakan karena ukuran bawang daun ra jangan yang akan diuji terlalu kecil.
1. Pengaruh Konsentrasi O2 dan CO2 Terhadap Susut Bobot Bawang Daun Rajangan Susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 oC dilakukan dua kali seminggu. Data pengukuran perubahan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 5 o C ditampilkan pada Tabel 4 berikut, sementara grafik penurunan bobot selama
penyimpanan
ditampilkan pada Gambar 8. Tabel 4. Waktu (hari) 0 2 4 6 8 10 14
Udara Normal 250 249.5 248.1 244.9 239.4 225.5 213.0
Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (suhu 5 o C) Pe rubahan bobot (gram) CO2 3-5% CO2 5-7% CO 2 7-9% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% 250 250 250 250 250 250 250.0 248.0 250.0 249.5 249.2 249.9 248.5 245.9 247.9 248.1 247.5 248.4 245.9 243.0 245.3 244.3 244.8 245.8 242.1 240.1 241.6 239.5 241.4 241.9 237.4 237.3 237.3 233.6 237.4 236.3 221.5 230.6 227.9 214.3 224.8 223.0
Perubahan bobot pada suhu 5 oC 260
250
bobot (gram)
240
udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%. O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5%
230
220
210
200
190 0
2
4
6
8
10
14
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 8. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Dari data pada Tabel 4 dihitung persamaan laju penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada setiap komposisi atmosfir adalah sebagai berikut: Tabel 5. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 5 oC) Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R2 2 Udara normal y = -1,1854x + 3,1659x + 250 0,9814 CO2 3-5%, O2 1-3% y = -0,868x2 + 2,4644x + 250 0,9469 2 CO2 3-5%, O2 3-5% y = -0,3492x - 0,229x + 250 0,9901 CO2 5-7%, O2 1-3% y = -0,6141x 2 + 1,3106x + 250 0,9879 CO2 5-7%, O2 3-5% y = -1,0603x 2 + 2,8641x + 250 0,9524 2 CO2 7-9%, O2 1-3% y = -0,6753x + 1,4609x + 250 0,9629 CO2 7-9%, O2 3-5% y = -0,8162x 2 + 2,1884x + 250 0,969 Keterangan : y = bobot bawang daun setelah penyimpanan (g) x = lama waktu penyimpanan (hari) Tabel 5 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 oC dengan komposisi udara normal menyebabkan laju penurunan bobot yang tertinggi.
Laju penurunan bobot terndah diperoleh pada penyimpanan
bawang daun rajangan pada atmosfir yang mengandung 3 – 5% karbondioksida dan 3 – 5% oksigen.
Data pengukuran perubahan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 o C ditampilkan pada Tabel 6 berikut, sementara grafik penurunan bobot selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 9.
Tabel 6. Waktu (hari)
Udara Normal 250 249,5 247,7 242,6 232,3 209,5 178,6
0 2 4 6 8 10 14
Perubahan bobot rajangan daun bawang selama penyimpanan (suhu 10 oC) Pe rubahan bobot (gram) CO2 3-5% CO2 5-7% CO2 7-9% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% O2 1-3% O2 3-5% 250 250 250 250 250 250 250,0 249,2 250,0 249,5 249,3 249,9 248,5 245,1 247,9 247,7 246,8 248,3 244,4 238,2 243,2 242,0 241,7 244,1 236,7 228,8 235,1 231,8 233,3 236,1 224,8 217,1 223,1 216,6 221,5 223,2 199,1 200,3 203,4 185,7 199,1 199,2
perubahan bobot pada suhu 10 oC 300
250
Udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5%
Bobot (gram)
200
150
100
50
0 0
2
4
6
8
10
14
waktu penyimpanan (hari)
Gambar 9. Grafik penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 10 o C. Dari data pada Tabel 5 dihitung persamaan laju penurunan bobot bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu 10 oC untuk
setiap komposisi atmosfir. Persamaan laju penurunan bobot pada suhu 10 oC adalah sebagai berikut: Tabel 7. Persamaan laju penurunan bobot (suhu 10 oC) Komposisi udara Laju penurunan bobot Nilai R2 Udara normal y = -2,3632x 2 + 7,028x + 250 0,971 CO2 3-5%, O2 1-3% y = -1,6522x 2 + 4,96x + 250 0,9631 2 CO2 3-5%, O2 3-5% y = -1,3408x + 2,4025x + 250 0,9986 CO2 5-7%, O2 1-3% y = -1,4588x 2 + 3,9151x + 250 0,9856 CO2 5-7%, O2 3-5% y = -2,0412x 2 + 5,8492x + 250 0,9703 2 CO2 7-9%, O2 1-3% y = -1,5196x + 3,8312x + 250 0,982 CO2 7-9%, O2 3-5% y = -1,6412x 2 + 4,7992x + 250 0,9714 Keterangan: y = bobot bawang daun rajangan setelah disimpan (g) x = lama waktu penyimpanan (jam) Berdasarkan Tabel 7, laju penurunan bobot tertinggi pada penyimpanan suhu 10 o C dicapai pada penyimpanan di dalam udara normal. Atmosfir yang mengandung 3 – 5% karbondioksida dan 3 – 5% oksigen memberikan laju penurunan bobot yang terendah. Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi udara tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena perbedaan penurunan bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam udara dengan komposisi berbeda relatif kecil.
Suhu penyimpanan dan lama waktu
penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan bobot bawang daun rajangan selama penyimpanan. Uji lanjut Newman Keuls menunjukkan bahwa hari penyimpanan ke 2, 4 dan 8 memberikan pengaruh yang sama terhadap penurunan bobot, sementara hari ke 8 dan 10 pengaruhnya sama terhadap penurunan bobot tetapi berbeda dengan penyimpanan hari ke 2, 4, dan 6. Penyimpanan selama 14 hari memberikan penurunan bobot yang berbeda dengan penyimpanan selama ke 2, 4, 6,8, dan 10 hari. Dari hasil uji lanjut Newman Keuls dapat disimpulkan bahwa penyimpanan bawang daun sampai 6 hari menyebabkan penurunan bobot yang tidak berbeda nyata dari bobot awalnya. Penurunan bobot mulai nyata setelah 8 hari penyimpanan.
Penurunan bobot terjadi karena rajangan daun bawang masih hidup saat disimpan. Selama kehidupannya berjalan, maka daun bawang masih melakukan metabolisme termasuk respirasi. Saat respirasi terjadi reaksi kimia enzimatis yang merombak, pati, gula, lemak, protein, asam-asam organic dan senyawa kompleks lainnya menjadi energi dengan hasil samping senyawa sederhana , yaitu air dan karbondioksida. Karena air dan karbondioksida dilepas dalam bentuk uap dan gas yang lepas ke udara maka terjadi penurunan bobot rajangan daun bawang yang disimpan. Susut bobot bawang daun rajangan tidak terjadi dengan laju yang sama setiap selang waktu yang sama. Pada masa awal penyimpanan susut bobot terjadi secara relatif lambat, yaitu rata-rata dibawah 2 persen per tiga atau empat hari atau sekitar 1 persen per hari kecuali bawang daun rajangan yang disimpan pada komposisi gas CO2 3 – 5 persen, O2 1 – 3 persen; CO 2 5 – 7 persen, O2 3 – 5 persen; dan udara normal. Akumulasi susut bobot bawang daun rajangan disampaikan sebagai grafik pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Akumulasi susut bobot (5 oC) 9
8
Susut bobot (persen)
7
udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5%
6
5
4
3
2
1
0 0
2
4
6
8
10
14
Waktu penyimpanan (hari)
Gambar 10. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5 o C.
Akumulasi susut bobot (suhu (10 oC) 16
14
Susut bobot (persen)
12
Udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%, O2 3-5%
10
8
6
4
2
0 0
2
4
6
8
10
14
Waktu penyimpanan (hari)
Gambar 11. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari penyimpanan pada suhu 10 o C Grafik menunjukkan bahwa penurunan bobot rata -rata terendah sampai hari ke sepuluh adalah penyimpanan dengan konsentrasi oksigen 3 – 5 persen dan konsentrasi karbondioksida 3 – 5 persen. Sementara itu penyimpanan pada udara normal menyebabkan susut bobot rata-rata yang tertinggi. Setelah penyimpanan selama 14 hari, atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 3 – 5 persen memberikan susut bobot total terendah, yaitu 7.76 persen, kemudian diikuti berturut turut dengan penyimpanan pada konsentrasi karbondioksida 5 – 7 persen dan oksigen 1 – 3 persen (susut bobot 8.84 persen), karbondioksida 7 – 9 persen dan oksigen 1 – 3 persen (susut bobot 10.08 persen), karbondioksida 7 – 9 persen dan oksigen 3 – 5 persen (susut bobot 10.80 persen), karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 1 – 3 persen (susut bobot 11.4 persen), karbondioksida 5 – 7 persen dan oksigen 3 – 5 persen (susut bobot 14.28 persen), dan terakhir udara normal (susut bobot 14.80 persen). Jika dilihat dari susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, maka kondisi atmosfir termodifikasi yang dipilih untuk penyimpanan
bawang daun rajangan adalah atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 3 – 5 persen. Pilihan ini didasarkan pada susut bobot yang terendah dibandingkan komposisi atmosfir lain yang dicoba meskipun secara statistika tidak berbeda nyata.
2. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO2 Terhadap Perubahan Warna Bawang Daun Rajangan Warna rajangan yang diukur pada tahap pe nelitian ini adalah tingkat kecerahan (nilai ligthness = L), warna kromatik hijau – merah (nilai a), dan warna kromatik kuning – biru (nilai b) . Nilai L adalah antara 0 dan 100, nilai 0 menunjukkan kecerahan terendah (hitam dan nilai 100 menunjukkan kecerahan tertinggi (putih), sementara nilai a negatif menujukkan kecenderungan warna hijau, nilai a positif menunjukkan kecenderungan warna merah, nilai b positif menunjukkan kecenderungan warna kuning, dan nilai b negatif menunjukkan kecenderungan warna biru. Hasil pengukuran menunjukkan adanya peningkatan nilai L pada semua kondisi penyimpanan. Peningkatan nilai L tertinggi terjadi pada bawang daun rajangan yang disimpan pada suhu ruang, sementara peningkatan nilai L terendah terjadi pada penyimpanan pada konsentrasi karbondioksida 3- 5 persen dan oksigen 3 – 5 persen. Perubahan nilai L disajikan pada grafik Gambar 12. Perubahan nilai L ke arah yang lebih besar menunjukkan perubahan warna bawang daun rajangan menjadi lebih pucat setelah disimpan.
Perubahan nilai lighness (L) 35,5
35
udara normal CO2 3-5%, O2 1-3% CO2 3-5%, O2 3-5% CO2 5-7%, O2 1-3% CO2 5-7%, O2 3-5% CO2 7-9%, O2 1-3% CO2 7-9%,O2 3-5%
Nilai L
34,5
34
33,5
33
32,5
32 0
3
7
10
14
Waktu (hari)
Gambar 12. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 o C. Perubahan nilai kecerahan dapat disebabkan be berapa hal, diantaranya adalah terjadinya penurunan komponen warna pada daun bawang, dalam hal ini adalah klorofil yang berubah menjadi senyawa lain yang tak berwarna , atau karena terbentuknya lapisan tipis air pada permukaan bawang daun rajangan sehingga lebih banyak memantulkan cahaya yang mengenainya. Perubahan klorofil menjadi senyawa lain yang tidak
berwarna
umum terjadi pada sayuran berwarna hijau. Akibat dari perubahan tersebut adalah sayuran berubah warna menjadi kekuningan atau kemerahan. Terbentuknya lapisan tipis (film) air pada permukaan bawang daun rajangan terjadi akibat berlangsungnya proses respirasi bawang daun rajangan yang menghasilkan uap air. Sebagian uap air yang dihasilkan selama respirasi akan mengembun karena penyimpanan dilakukan pada suhu rendah.
Sebagian dari air tersebut akan terhimpun di dasar
wadah/kemasan dan sebagian tetap tinggal pada pe rmukaan bawang daun. Analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan.
Komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kecerahan bawang daun rajangan. Setelah penyimpanan selama 14 hari, bawang daun rajangan yang disimpan pada udara dengan komposisi karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 3 – 5 persen masih terlihat mendekati warna daun segarnya. Bawang daun rajangan yang disimpan pada kondisi udara normal sudah berubah menjadi hijau pucat. Warna hijau merupakan parameter utama untuk sesayuran termasuk bawang daun rajangan.
Dengan demikian untuk pengemasan
dalam atmosfir termodifikasi perlu diperhatikan kombinasi ga s yang dapat mempertahankan warna hijau sesayuran tersebut. Warna kromatik hijau – merah yang terukur memiliki pola perubahan yang hampir sama pada semua perlakuan kondisi atmosfir. Pada tiga hari pertama penyimpanan terjadi peningkatan nilai a yang tajam, yaitu dari – 9.85 menjadi sekitar - 6, kemudian meningkat secara perlahan sampai akhir penyimpanan menjadi sekitar – 6 sampai – 4. Perubahan nilai warna kromatik hijau – merah disampaikan pada Gambar 13. Perubahan warna kromatik hijau – merah terjadi dari warna bawang daun yang cenderung hijau berubah ke arah cenderung merah. Perubahan yang terjadi sebenarnya tidaklah berubah dari warna hijau menjadi merah.
Kecenderungan warna kroma hijau - merah adalah
perubahan yang disebabkan perubahan sifat cahaya yang diukur oleh alat pengukur warna, sementara secara kimiawi perubahan yang terjadi tidaklah demikian. Pada bebuahan dan sesayuran segar terdapat senyawa pembawa warna baik klorofil, kloroplas, kromoplas, karotenoid, dan berbagai senyawa lain.
Selama pertumbuhan dan perkembangan sesayuran dan
bebuahan dapat terjadi perubahan senyawa kimia tersebut menjadi senyawa lain yang tak berwarna atau berwarna lain misalnya dari klorofil menjadi kroloplas yang tidak berwarna atau terjadi pembentukan senyawa berwarna lain misalnya pembentukan karoten dan karotenoid pada bebuahan yang menyebabkan timbulnya warna kuning, merah, atau orange.
Pada daun bawang kemungkinan warna selain hijau yang
terbentuk adalah warna kuning bukan merah sehingga naiknya nilai a diduga disebabkan oleh rusaknya klorofil atau adanya pembentukan kloroplas dari klorofil. Karena jumlah klorofil berkurang maka intensitas warna hijau berkurang dan nilai a yang terukur juga mengalami perubahan ke arah positif.
Perubahan nilai a (hijau) 0 0
3
7
10
14
-2
Nilai a
-4
udar normal CO2 3-5%, O2 CO2 3-5%, O2 CO2 5-7%, O2 CO2 5-7%, O2 CO2 7-9%, O2 CO2 7-9%, O2
-6
-8
1-3% 3-5% 1-3% 3-5% 1-3% 3-5%
-10
-12
Waktu (hari)
Gambar 13. Grafik perubahan nilai warna kromatik hijau – merah (nilai a) selama penyimpanan pada suhu 5 oC. Dari berbagai kombinasi konsentrasi gas yang dicobakan, kombinasi konsentrasi karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 1 – 3 persen, dan konsentrasi karbondioksida 5 – 7 persen dan oksigen 3 – 5 persen menyebabkan perubahan nilai a yang tinggi (dari – 0.98 menjadi sekitar – 4), sementara kombinasi konsentrasi gas lainnya menyebabkan perubahan yang relatif lebih rendah (dari – 9.98 menjadi sekitar – 5 sampai – 6). Analisis ragam untuk pengaruh komposisi udara terhadap nilai a memberikan nilai berbeda nyata.
Hasil uji lanjut Newman Keuls
menunjukkan bahwa udara dengan konsentrasi karbondioksida dan oksigen 3-5 persen dan udara dengan konsentrasi karbondioksida 7-9 persen dan
oksigen 3-5 persen menyebabkan perubahan warna hijau (nilai a) yang berbeda dengan udara dengan komposisi yang lain. udara
Kedua komposisi
tersebut menyebabkan perubahan nilai a yang terendah
dibandingkan dengan komposisi udara lainnya. Sementara itu perubahan nilai warna kromatik kuning – biru memberikan pola naik – turun yang tidak beraturan. Perubahan warna kromatik kuning – biru yang tidak beraturan kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pembentukan senyawa berwarna kuning sekaligus terjadinya perubahan senyawa berwarna kuning menjadi senyawa lain yang tidak berwarna.
Perubahan nilai kromatik kuning – biru disampaikan pada
Gambar 14.
Perubahan nilai b (kuning-biru) 90
80
70
Nilai b
60
udara normal CO2 3-5%, O2 CO2 3-5%, O2 CO2 5-7%, O2 CO2 5-7%, O2 CO2 7-9%, O2 CO2 7-9%, O2
50
40
30
1-3% 3-5% 1-3% 3-5% 1-3% 3-5%
20
10
0 0
3
7
10
14
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 14. Grafik perubahan nilai kromatik kuning – biru (nilai b) bawang daun rajangan selama penyimpanan pada suhu 5 oC.
Analisis ragam untuk pengaruh komposisi udara dan lama waktu penyimpanan tidak memberikan hasil yang nyata. Semua komposisi udara memberikan pengaruh yang relatif sama, demikian pula dengan lama waktu penyimpanan.
Berdasarkan perubahan warna yang terjadi, baik perubahan nilai L, nilai a, dan nilai b, kondisi atmosfir termodifikasi yang dipilih adalah kondisi atmosfir dengan konsentrasi karbondioksida 3 – 5 persen dan oksigen 3 – 5 persen. Hal ini didasarkan pada rendahnya peningkatan nilai kecerahan (nilai L) yang menunjukkan perubahan warna menjadi pucat. Sementara perubahan parameter warna lainnya, yaitu perubahan nilai a dan nilai b tidak menunjukkan adanya perbedaan.
3. Pengaruh Konsentrasi O 2 dan CO 2 Terhadap Nilai Sensoris Pengujian karakter sensoris subyektif yang dilakukan dengan panelis agak terlatih tidak memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena panelis yang berpartisipasi pada umumnya tidak menyukai rasa dan aroma bawang daun. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya nilai penilaian bawang daun rajangan yang belum disimpan dan yang telah disimpan, baik penilaian langsung bawang daun rajangan maupun bawang daun yang ditabur di atas bubur. Hasil penilaian sensoris oleh panelis agak terlatih ditampilkan pada Lampiran. Selain penila ian sensoris oleh panelis agak terlatih, juga dilakukan penilaian sensoris obyektif.
Berdasarkan penilaian sensoris obyektif,
penyimpanan bawang daun rajangan pada suhu 5 oC dengan komposisi udara oksigen 3-5 persen dan karbondioksida 3-5 persen memberika n nilai sensoris yang lebih baik daripada penyimpanan pada komposisi udara yang lain.
Pada penyimpanan dengan komposisi oksigen 3-5 persen dan
karbondioksida 3-5 persen bawang daun rajangan yang telah disimpan 14 hari masih memiliki warna hijau yang relatif normal (perubahannya kecil), tidak basah dan tidak saling melekat (masih saling lepas), aroma dan rasa khas bawang daun masih tercium. Bawang daun rajangan yang disimpan pada udara normal sudah berubah menjadi pucat, dan menggumpal (saling menempel) pada hari ketiga penyimpanan, selanjutnya pada hari ketujuh sudah tercium bau etanol dan asam. Pada kondisi penyimpanan lainnya penggumpalan mulai
terjadi setelah 10 hari penyimpanan, sementara bau dan rasa etanol dan asam terasa setelah penyimpanan 14 hari. D. PENENTUAN JENIS FILM KEMASAN DAN LUAS PERMUKAANNYA Film kemasan yang sesuai untuk pengemasan atmosfir termodifikasi bebuahan dan sesayuran adalah film kemasan yang lebih permeabel terhadap oksigen daripada karbondioksida (Hall, 1973). Sementara itu film kemasan yang tersedia di pasaran umumnya lebih permeabel terhadap karbondioksida daripada oksigen sehingga akumulasi karbondioksida hasil respirasi lebih rendah daripada laju konsumsioksigen. Penentuan film kemasan untuk bawang daun rajangan dilakukan berdasarkan komposisi atmosfir optimumnya, yaitu 3-5 persen oksigen dan 3-5 persen karbondioksida. Komposisi atmosfir tersebut diplotkan pada kurva daerah atmosfir termodifikasi film kemasan yang dihasilkan dari penelitian Gunandya (1993). Gambar 15.
Plot daerah atmosfir termodifikasi ditampilkan pada
Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan
Gambar 15. Plot daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan. Dengan melihat plot pada Gambar 15 maka jenis film kemasan yang sesuai untuk bawang daun rajangan adalah polietilen de nsitas rendah (LDPE). Film kemasan lain yang sesuai untuk pengemasan bawang daun rajangan adalah polipropilen terorientasi (OPP). Dari sisi kemudahan dalam operasi pengemasan, film OPP memiliki kelemahan, yaitu sulit untuk dikelim panas karena sifat heat sealable-nya rendah.
Film OPP yang dikelim panas sangat mudah terbuka sehingga
kemungkinan bocor ketika digunakan sangat besar.
Pada saat penelitian,
percobaan menggunakan film kemasan OPP dengan berbagai tingkat suhu pengeliman mengalami kegagalan karena sebagian besar hasil keliman terbuka kembali. Mengingat hal itu maka film kemasan yang dipilih adalah film kemasan polietilen densitas rendah. Perhitungan luas film kemasan untuk bawang daun rajangan dengan basis CO 2 adalah sebagai berikut:
Konsentrasi CO2 optimum
: 3-5% (rata-rata 4%)
Laju respirasi (rata-rata)
: 14.21 ml CO2/kg.jam
Bobot jenis bawang daun rajangan
: 0.705 g/ml
Permeabilitas film LDPE
: 3600 ml.mil/m2.jam.atm
Tebal film
: 0.06 mm = 2.36 mil
Bobot bawang daun rajangan
: 100 gram
Volume bawang daun rajangan
: 141.8 ml
Luas film kemasan bawang daun rajangan : W = P . A . (Copt – Cud)/(Rz . b) 0.1
= 3600 x A x 0.04/(14.21 x 2.36)
0.1 = 144 A/33.54 A = 0.0233 m2 = 233 cm2 Karena kemasan berupa kantong plastik maka kemasan yang digunakan adalah kantong plastik LDPE dengan ukuran luas sebelum dibuka sebesar 116.5 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 10 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) 11.65 cm. Perhitungan luas film kemasan untuk bawang daun rajangan dengan basis O2 adalah sebagai berikut: Konsentrasi O2 optimum
: 3-5% (rata-rata 4%)
Laju respirasi (rata-rata)
: 15.06 ml O2 /kg.jam
Bobot jenis bawang daun rajangan
: 0.705 g/ml
Permeabilitas film LDPE
: 1002 ml.mil/m2.jam.atm
Tebal film
: 0.06 mm = 2.36 mil
Bobot bawang daun rajangan
: 100 gram
Volume bawang daun rajangan
: 141.8 ml
Luas film kemasan bawang daun rajangan :
W = P . A . (Cud – Copt)/(Rz . b) 0.1
= 1002 x A x (0.21-0.04)/(15.06 x 2.36)
0.1 = 170.34 A/35.54 A = 0.0209 m2 = 209 cm2 Karena kemasan berupa kantong plastik maka kemasan yang digunakan adalah kantong plastik LDPE dengan ukuran luas sebelum dibuka sebesar 104.5 cm2 atau kantong plastik dengan lebar 10 cm dan panjang sampai tempat penutupan (sealing) 10.45 cm.
E. VALIDASI KONDISI ATMOSFIR YANG DITENTUKAN Pada tahap ini dilakukan penyimpanan bawang daun rajangan yang dikemas di dalam kantung plastik LDPE dengan tebal 60 µm, lebar 10 cm dan jarak antar keliman 10.5 cm. Pengukuran komposisi udara dilakukan setiap hari selama 14 hari .
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara Gambar 16. Bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE (hari pertama) Data menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen terus menurun dan konsentrasi karbondioksida terus meningkat sebagai akibat terjadinya respirasi pada bawang daun rajangan. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan film plastik LDPE ditampilkan pada Gambar 17.
perubahan konsentrasi gas dalam kemasan 25
persen konsentrasi
20
15 konsentrasi O2 konsentrasi Co2 10
5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
hari ke-
Gambar 17. Grafik perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan.
Kondisi
atmosfir
yang
diinginkan
tidak
menggunakan film kemasan yang dipilih.
tercapai
dengan
Grafik Gambar 17
menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen dalam kemasan tidak mencapai konsentrasi yang diinginkan, yaitu masih lebih tinggi dari 5 persen. Sementara konsentrasi karbondioksida meningkat dari 0 persen mencapai konsentrasi yang diharapkan, yaitu 3 – 5 persen pada hari keempat dan kembali menurun menjadi sekitar 3 persen sampai akhir masa penyimpanan pada hari keempat belas. Perubahan konsentrasi gas di dalam kemasan film kemasan LDPE tidak dapat digunakan untuk menghitung la ju respirasi bawang daun rajangan di dalamnya. Hal ini karena saat pengukuran nilai yang terukur adalah oksigen dan karbondioksida yang terakumulasi saja sementara oksigen yang masuk ke dalam kemasan dan karbondioksida yang keluar dari kemasan tidak dapat diukur.
F. PENENTUAN UMUR SIMPAN BAWANG DAUN RAJANGAN YANG DISIMPAN DI DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Penentuan umur simpan bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi dilakukan berdasarkan beberapa parameter, yaitu (i) perubahan warna, (ii) susut bobot, dan (iii) penilaian organoleptik. Penilaian organoleptik dilakukan secara subyektif dengan uji hedonis (penerimaan panelis calon konsumen) dan secara obyektif oleh peneliti untuk mengetahui sebarapa jauh perubahan yang terjadi dan sampai kapan bawang daun rajangan yang disimpan masih layak digunakan. 1. Perubahan Warna Perubahan warna bawang daun rajangan dalam film kemasan LDPE ditunjukkan dengan perubahan nilai kecerahan (L), dan warna hijau (nilai a negatif). Makin
lama
Nilai kecerahan meningkat seiring waktu penyimpanan. disimpan,
bawang
daun
rajangan
semakin
tinggi
kecerahannya atau secara visual nampak sebagai makin pucat. Setelah disimpan selama 14 hari nilai kecerahan meningkat dari 33.06 menjadi
33.62. Meskipun perbedaannya kecil namun masih lebih tinggi daripada penyimpanan dalam kemasan film LDPE hampa, yang berubah menjadi 33.50. Perubahan nilai kecerahan bawang daun rajangan dalam kemasan kantung plastik LDPE ditampilkan pada Gambar 18 berikut.
perubahan nilai kecerahan (L) Perubahan Nilai Kecerahan (L) 33.7 33.6
33.5 33.4
nilai L
nilai L
33.3 pengemasan biasa pengemasan hampa
33.2 33.1
33 32.9
32.8
32.7 0
3
7
10
14
haripenyimpanan ke Lama waktu (hari)
Gambar 18. Grafik perubahan kecerahan bawang daun rajangan selama penyimpanan dalam film kemasan LDPE. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecerahan bawang daun rajangan.
Pengemasan biasa dan pengemasan hampa dengan film
kemasan LDPE memberikan pengaruh yang sama terhadap kecerahan bawang daun rajangan yang disimpan di dalamnya. Nilai a (warna hijau) daun bawang rajangan yang disimpan dalam film kemasan LDPE naik dari (-) 9.8 menjadi sekitar (-) 4 setelah 14 hari penyimpanan. Perubahan nilai a disajikan pada grafik Gambar 16. Dari grafik nampak bahwa perubahan warna hijau bawnag daun yang dikemas biasa dengan film LDPE dan yang dikemas hampa dengan film LDPE tidak terlalu berbeda. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan warna hijau bawang daun rajangan.
Pengemasan biasa dan pengemasan vakum
memberikan pengaruh yang sama terhadap perubahan warna hijau bawang daun rajangan yang disimpan di dalam film kemasan LDPE. Perubahan nilai warna hijau (nilai a) ditampilkan pada Gambar 19. perubahan nilai a (warna hijau) Perubahan Warna Hijau (a) 0 0
3
7
10
14
-2
nilai a
nilai a
-4
pengemasan biasa pengemasan hampa
-6
-8
-10
-12 hari ke-
hari ke
Gambar 19. Grafik perubahan warna hijau bawang daun rajangan selama penyimpanan. Berdasarkan perubahan warna, baik nilai keceraha n ataupun nilai warna hijau, tidak terdapat perbedaan perubahan yang nyata baik pada bawang daun rajangan yang dikemas biasa ataupun yang dikemas hampa udara.
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk
pengemasan bawang daun rajangan dalam atmosfir termodifikas i sebaiknya digunakan kantung plastik LDPE dengan tebal 60 µm berukuran 10 cm x 11.5 cm dengan cara pengemasan biasa. Cara pengemasan tersebut dapat dilakukan dengan mudah hanya dengan menggunakan alat plastic sealer sederhana tanpa tidak memerlukan mesin pengemas hampa udara yang cukup mahal.
2. Susut Bobot Susut bobot bawang daun rajangan yang dikemas secara hampa ataupun dikemas biasa dengan menggunakan film LDPE nilainya hampir
sama setelah 14 hari penyimpanan. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan disajikan pada Gambar 20.
akumulasi susut bobot
Akumulasi Susut Bobot 8
7
susut bobot (persen)
susut bobot (pesrsen)
6
5
penyimpanan biasa penyimpanan hampa
4
3
2
1
0 0
3
7
10
14
hari ke ke hari
Gambar 20. Grafik akumulasi susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan atmosfir termodifikasi. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap susut bobot bawang daun rajangan. Pengemasan biasa dan pengemasan hampa udara menyebabkan perubahan yang relatif sama terhadap susut bobot bawang daun rajangan yang disimpan di dalam film kemasan LDPE. Susut bobot bawang daun yang dikemas dengan film LDPE ha mpa dan biasa masih dapat diterima untuk 14 hari penyimpanan karena relatif rendah, yaitu kurang dari 10 persen.
3. Penilaian Sensoris Penilaian sensoris dilakukan seminggu dua kali sampai selama 2 minggu (14 hari). Penilaian dilakukan dengan membandingkan bawang daun rajangan yang telah disimpan dengan bawang daun rajangan segar. Hasil penilaian sensoris ini menentukan lamanya waktu penyimpanan yang perubahan nilai sensorisnya mulai nampak.
a. Uji hedonis Uji hedonis dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dalam bubur, rasa dalam sup, dan tekstur. Penilaian organoleptis terhadap warna memberikan hasil seperti pada Gambar 21.
Penilaian hedonis warna 6
5
Skor hedonis
4
kemasan biasa kemasan vakum
3
2
1
0 0
3
7
10
14
Lama waktu penyimpanan (hari)
Gambar 21.
Grafik hasil penilaian hedonis terhadap warna bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE Berdasarkan analisis ragam dan uji lanjut Newman Keuls, warna
bawang daun rajangan yang dis impan di dalam film plastik LPDE berubah seiring dengan lama waktu penyimpanan.
Perubahan warna
mulai nyata setelah penyimpanan hari ketujuh. Cara pengemasan biasa dan pengemasan hampa tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna. Penilaian hedonis terhadap tekstur memberikan hasil yang mirip dengan penilaian terhadap warna. disampaikan pada Gambar 22.
Hasil penilaian terhadap tekstur
Penilaian hedonis tekstur 6
5
Skor hedonis
4
kemasan biasa kemasan hampa
3
2
1
0 0
3
7
10
14
lama waktu penyimpanan (hari)
Gambar 22. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap tekstur bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE. Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan memberikan pengaruh yang sama terhadap penerimaan panelis terhadap tekstur bawang daun rajangan. Lama waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata trhadap penerimaan panelis.
Panelis mulai menunjukkan
perubahan penerimaannya terhadap tekstur mulai hari ketujuh meskipun masih dalam tingkat menerima dan tidak menerima pada hari ke-14. Penilaian terhadap rasa bawang daun rajangan yang dicampurkan ke dalam bubur dan sup memberikan hasil seperti ditampilkan pada Gambar 23. Analisis ragam memberikan hasil yang tidak berbeda pada pengaruh cara pengemasan terhadap perubahan rasa bawang daun rajangan.
Rendahnya nilai penerimaan panelis disebabkan kurang
sukanya panelis terhadap rasa bawang daun yang cukup tajam. Hal tersebut ditunjukkan oleh pemberian nilai yang rendah oleh panelis untuk bawang daun rajangan yang baru (belum disimpan).
Penilaian hedonis terhadap rasa 3,5
3
2,5
2 Skor
dalam bubur, kemasan biasa dalam bubur, kemasan hampa dalam sup,kemasan biasa dalam sup, kemasan hampa
1,5
1
0,5
0 0
3
7
10
14
lama waktu penyimpanan (hari)
Gambar 23. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap rasa bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE. Hasil
penilaian
terhadap
aroma
bawang
daun
rajangan
menunjukkan fenomena yang mirip dengan hasil penilaian rasa, yaitu pemberian nilai penerimaan yang rendah untuk bawang daun rajangan yang baru. Hasil penilaia n hedonis aroma disajikan pada Gambar 24.
Penilaian hedonis aroma 3,5
3
2,5
Skor
2
kemasan biasa kemasan hampa 1,5
1
0,5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
lama waktu penyimpanan (hari)
Gambar 24. Grafik hasil penilaian hedonis terhadap aroma bawang daun rajangan yang dikemas film LPDE.
Analisis ragam menunjukkan bahwa cara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan penerimaan panelis terhadap aroma bawnag daun rajangan. Sejak awal panelis kurang menyukai aroma bawang dauan. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian nilai penerimaan sekitar 3 atau nilai biasa (tidak menolak dan tidak menerima).
b. Uji obyektif Bawang daun rajangan yang disimpan di dalam kemasan film LDPE baik yang dikemas biasa ataupun dikemas hampa tidak memberikan penyimpangan rasa dan aroma yang nyata setelah 14 hari penyimpanan.
Rasa dan aroma bawang daun yang telah disimpan
masih seperti rasa dan aroma bawang daun rajangan yang masih baru. Sementara untuk warna bawang daun rajangan mulai nampak pucat setelah 10 hari penyimpanan, demikian pula dengan warna hijaunya. Tekstur bawang daun rajangan masih terasa tegar sampai dengan penyimpanan hari ketujuh.
Setelah penyimpanan hari kesepuluh
menjadi lebih lemas dan menjadi semakin lemas dan lunak setelah 14 hari penyimpanan. Bawang daun rajangan yang telah disimpan 10 hari belum saling menempel membentuk gumpalan meskipun ada satu-dua rajangan yang saling menempel. Setelah 14 hari penyimpanan, makin banyak bawang daun rajangan yang saling menempel karena sudah mulai terasa basah. Secara umum bawang daun rajangan yang disimpan dengan film LDPE dalam kondisi hampa atau tidak masih dapat diterima sampai penyimpanan 10 hari. Meskipun setelah 14 hari penyimpanan bawang daun rajangan masih layak konsumsi tetapi untuk keperluan komersial sebaiknya waktu penggunaannya tidak melebihi 10 hari penyimpanan.
Pengemasan biasa
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara
Pengemasan hampa udara
Gambar 25. Bawang daun rajangan setelah 4 hari penyimpanan
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara
Gambar 26. Bawang daun rajangan setelah 7 hari penyimpanan
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara
Pengemasan biasa
Pengemasan hampa udara
Gambar 27. Bawang daun rajangan setelah 10 hari penyimpanan
G. PERUBAHAN KOMPOSISI KIMIA Komposisi kimia bawang daun rajangan yang diperoleh merupakan hasil analisis proksimat yang dilakukan sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan (hanya kondisi terbaik).
Hasil analisis proksimat dan
kandungan minyak atsiri bawang daun sebelum dan sesudah 14 hari penyimpanan disampaikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi kimia bawang da un sebelum dan setelah penyimpanan No Komponen Kandungan (%) Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan 1 Air 88.10 93.00 2 Protein 2.00 2.15 3 Lemak 0.40 0.45 4 Serat kasar 1.00 0.85 5 Abu 0.50 0.85 6 Karbohidrat (by 8.00 2.50 different) 7 Minyak atsiri Terlalu kecil untuk Terlalu kecil untuk diukur diukur
Tabel 8 menunjukan bahwa selama penyimpanan terjadi kenaikan kadar air yang cukup besar. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi respirasi bawang daun rajangan. Selama respirasi akan terjadi perombakan senyawa makromolekul terutama karbohidrat (pati, gula, dan serat) serta senyawa makromolekul lainnya seperti protein, lemak, dan asam-asam organik rantai panjang menjadi senyawa sederhana terutama air dan karbondioksida serta sedikit asam organik rantai pendek. Karbondioksida yang dihasilkan proses respirasi akan lepas ke udara karena sifatnya sebagai gas.
Sebagian gas ini akan keluar dari kemasan
karena sifat permeabel film kemasannya dan sebagian sisanya tertinggal di dalam kemasan tetapi di luar sel bawang daun. Air yang dihasilkan sebagian akan menguap dan keluar dari kemasan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan sebagian besar air akan tertinggal di dalam kemasan dan bercampur dengan bawang daun rajangan sehingga bawang daun menjadi basah dan kadar airnya naik. Naiknya nilai kadar air selain disebabkan tertinggalnya air hasil respirasi juga terjadi karena berkurangnya kandungan komponen lain terutama komponen yang berkaitan dengan respirasi. Komponen lain yang meningkat kandungannya adalah abu. Komponen abu sebenarnya tidak berubah jumlahnya. Hal ini disebabkan komponen abu tidak ikut bereaksi pada proses respirasi. Kalaupun terjadi perubahan bentuk senyawa yang mengandung abu (mineral) maka komponen tersebut tetap
berada pada bawang daun rajangan. Peningkatan persentase abu semata-mata disebabkan terjadinya penurunan komponen lain sehingga kandungan relatifnya menjadi naik. Karbohidrat merupakan komponen yang turun kandungannya. Hal ini disebabkan selama respirasi karbohidratlah yang digunakan sebagai substrat utamanya
sehingga
kandungannya
terus
berkurang
selama
masa
penyimpanan. Kandungan minyak atsiri bawang daun rajangan terlalu kecil untuk diukur dengan metode distilasi. Meskipun pada pengukurannya digunakan contoh yang cukup banyak sampai labu distilasinya penuh, minyak atsiri yang dihasilkan hanya membentuk lapisan tipis di atas permukaan air pada kolom yang kecil sehingga tidak terbaca pada skala yang ada. Jika minyak atsiri tersebut diambil untuk ditimbang juga tidak memungkinkan karena akan habis menempel pada pipa skala.
Karena itu maka kandungan minyak atsiri
bawang daun rajangan tidak dapat dibandingkan sebelum dan sesudah penyimpanan.
V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Bawang daun rajangan untuk disimpan dalam atmosfir termodifikasi diberi perlakuan desinfestasi sebelum dirajang agar tidak mudah mengalami dekolorisasi. Laju respirasi bawang daun rajangan pada masa penyimpanan adalah 34.72 ml O2/kg.jam dan 64.93ml CO2 /kg.jam (suhu kamar), 19.51 ml O2/kg.jam dan 20.59 ml CO 2/kg.jam (suhu 10 oC) dan 15.06 ml O2 /kg.jam dan 14.21 ml CO 2/kg.jam (suhu 5 oC). Penyimpanan bawang daun rajangan menyebabkan susut bobot dan perubahan warna.
Susut bobot bawang daun rajangan selama 14 hari
penyimpanan pada atmosfir dengan O2 3-5% dan CO2 3-5% adalah 7.76% paling rendah dibandingkan dengan susut bobot penyimpanan pada kondisi atmosfir lainnya, sementara susut bobot tertinggi terjadi pada penyimpanan udara normal, yaitu 14.80%. Perubahan warna bawang daun rajangan selama penyimpanan yang terjadi adalah peningkatan kecerahan (L) dari 33.06 menjadi 33.50 (O2 3-5% dan CO2 3-5%), dan peningkatan nilai a dari (-) 9.84 menjadi (-) 4. Perubahan nilai sensoris terendah dibandingkan bawang daun rajangan segar adalah bawang daun rajangan yang disimpan pada atmosfir dengan O2 3-5 % dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi untuk bawang daun rajangan adalah O2 3-5 persen dan CO2 3-5%. Daerah atmosfir termodifikasi tersebut berada pada film kemasan LDPE. Kemasan untuk bawang daun rajangan adalah kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas sebelum dibuka 104.5 cm2. Kantung kemasan tersebut untuk bawang daun dengan bobot 100 gram. Pengemasan bawang daun rajangan dengan film LDPE dan pengemasan hampa dengan film LDPE untuk penyimpanan selama 10 hari menyebabkan perubahan warna, rasa, aroma, dan tekstur yang mirip dengan bawang daun rajangan baru.
Penyimpanan selama 14 hari mulai
menunjukkan perubahan parameter mutu yang mulai nampak. Susut bobot bawang daun yang disimpan secara atmosfir termodifikasi adalah sekitar 7% untuk penyimpanan selama 14 hari.
Umur simpan bawang daun rajangan (100 g) yang dikemas dalam kantung plastik LDPE tebal 60 µm dengan luas kantung 104.5 cm2 dengan suhu penyimpanan 5 o C adalah 14 hari tetapi untuk keperluan komersial sebaiknya dibatasi penyimpanannya sampai 10 hari.
B. SARAN Pengemasan atmosfir termodifikasi hendaknya dilakukan dengan menggunakan film plastik LDPE 60 µm bentuk kantung berukuran 104.5 cm2 untuk 100 gram bawang daun rajangan. Penyimpanan bawang daun rajangan yang telah dikemas dilakukan pada suhu 5 o C dan penggunaannya dibatasi sampai 10 hari. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan metode desinfestasi yang sesuai untuk bawang daun rajangan sehingga dapat menekan angka total mikroba dan menjaga agar tidak terjadi dekolorisasi yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA Affandi. 2002. Penyimpanan Rajangan Selada Segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,IPB, Bogor. Akamine, E.K. 1975. Hawaii: papaya and pineapple handling for local and export martkets. In. Pantastico, Er.B. Ed.. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Badan Pust Statistik. 1997. Statistik, Jakarta.
Statistik Indonesia Tahun 1996.
Badan Pusat
Badan Pust Statistik. 2002. Statistik, Jakarta.
Statistik Indonesia Tahun 2001.
Badan Pusat
Fellows, P. 2000. Food processing technology : Principle and Practice. 2nd Ed. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Garcia, E. and D.M. Barret. 2002. Preservative treatment for fresh-cut fruit and vegetables. In. O. Lamikanra. Ed. Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Science, Technology and Market. CRC Press. New York, NY, USA. Gorny, J.R. 1997. A Summary of CA and MA requirements and recommendation for fresh-cut fruits and vegetables. Prosiding of Fresh Cut Fruit and Vegetables and MAP No. 19 CA 1997 Vol. 5. UC Davis, CA. Gorny, J.R., B. Hess-Pierce, R.A. Cifuentes, and A.A. Kader. 2002. Quality changes in fresh-cut pear slices as affected by controlled atmospeheres and chemical preservatives. J. Postharvest Biol. and Tech 24 pp. 271-278. Gorny,
J.R. and D. Zagory. 2002. Food http://www.ba.ars.usda.gov/hb66/024foodsafety.pdf
Safety.
USDA.
Gunadnya I.B.P. 1993. Pengkajian penyimpanan salak segar dalam kemasan film dengan modified atmosphere. Tesis. Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB, Bogor. Hall, C.W. 1973. Permeability of plastics. J. Modern Packaging 43 (11) : 53-57 Harmen. 2000. Desain Kemasan Atmosfir Termodifikasi untuk Salak Pondoh berdasarkan Konsentrasi Gas CO 2 Optimum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hicks, C.R., 1982. Fundamental Concepts in The Design of Experiments. CBS College Publishing, New York, NY.
Kader, A.A. 1987. Respiration and ga exchange of vegetables. In. Wichmann, J. Ed. Postharvest physiology of Vegetables. Marcel Dekker, New York, NY, USA. Kader, A.A. and C.B. Watkins. 2000. Modified Atmosphere Packaging – Toward 2000 and beyond. J. Hort Tech. 10(3). Kader, A.A. 2002. Fruits in the global market. In. Knee, M. Ed. Fruit Quality and Its Biological Basis. Sheffield Acad., Sheffield, UK. Kestmist. 2003. Produce Storage Guide. Optimum environmental conditions for maintaining freshness. Http:\\www.kestmist.com Juliana, S. 2003. Penyimpanan Irisan Jamur Champignon (Agaricus bisporus) segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Julianti, E. 1997. Penyimpanan Jamur Merang Segar (Volvariella volvaceae) dalam Ke masan White Stretch Film dan Polipropilen dengan Sistem Modified Atmosfir. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kader, A.A., 1992. Post Harvest Technology of Horticultural Crops 2nd ed. Pub 3311. University of California. California, CA, USA. Maharani, S. 2002. Penyimpanan Rajangan Bawang Segar dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Mannaperuma, J.D., D. Zagory, R.P Singh, and A.A. Kader. 1989. Design of polymeric package for modified atmosphere storage of fresh produce. Vol 2. Book 5th Int. CA Res. Conf. Wenatchee, WA, USA. June 14-16, 1989. Mannapperuma, J.D. dan R.P. Singh. 1990. Modelling of gas exchange in polymeric package of fresh fruis and vegetables. Paper pada ASAE winter meeting Chicago, IL, USA. Nugroho, O. 2003. Penyimpanan rajangan Segar Paprika (Capsicum annum L. var. grossum) dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Pantastico.Er.B. 1975. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Phan, CT., Er.B. Pantastico,K. Ogata, and K. Chachin. 1975. Respiration and respiratory climacteric. in Er.B. Pantastico. Ed. Postharvest Physiology,
Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. Phoenix press, Quezon City, Philippines. Saltveit, M.E. 2003. Measuring Respiration. http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/234-20.pdf
UC
Davis.
Shewfelt, R.L. 1987. Quality of minimally processed fruits and vegetables. Food Quality. 10(3):143. Smith, J.S. and S. Pillai. 2004. Irradiation and food safety. J. Food Tech. 58(11):48-55 Soares, N.F.F., R.M. Geraldine, R. Pushmann dan C.S. Teles. 2002. PVC and LDPE for packing minimally processed garlic. J. Pack. Tech. Sci. Vol. 15 No 3. pp. 109-114. Suslow, T. 2000. Chlorination in The Production and Postharvest Handling of Fresh Fruits and vegetables. UC Davis. http;//ucce.ucdavis.edu/files/filelibrary/5453/4369.pdf Sutrisna, J. 1993. Mempelajari Penggunaan Udara termodifikasi untuk penyimpanan Lobak Putih dan Lobak Merah. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung. Thompson, A.K. 1998. Controlled Atmospheres Storage of Fruits and Vegetables. CAB International, Wallingford, Oxon, UK.
Tubagus, M. 1993. Mempelajari Penyimpanan Brokoli. (Brassica oleracea L. var. italica) dan Kembang Kol . (Brassica oleracea L. var. botrytis) dengan Modified Atmosfir. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Warade, S.D. and K.G. Shinde. 1998. Other Alliums. In. Salunkhe, D.K. dan S.S. Kadam. Ed. Handbook of Vegetable Science and Technology : Production, Composition, Storage, and Processing. Marcel Dekker. New York, NY, USA. Webb, M. And K.P. Penner. 2000. Food Iradiation. Kansas State University Agricultural experiment Station and Cooperative Extension Service. http://www.oznet.ksu.edu/library/fntr2/mf2426.pdf Weichman, J. 1992. Postharvest Physiology of Vegetables. Faculty of Agricultural and Horticultural Science, Technical University of Munich, Germany.
Zagory, D. 1995. Principles and practice of Modified atmodphere pckaging of horticultural commodities. in Farber, J.M. dan K.L. Dodds. Principles of Modified Atmosphere and Sous Vide Product Packaging. Technomic Publ. Co., Lancaster, PA, USA. Zagory, D. 1998. An Update on modified atmosphere packaging of fresh produce. Bulletin Packaging International No 117.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur pengamatan
1. Pengukuran warna (Colormeter) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Colortec Colormeter. Pengukuran dilakukan pada rajangan daun bawang berwarna hijau (daun) dengan 3 kali ulangan. Pengukuran pada bagian daun digunakan untuk melihat kecenderungan terjadinya pemudaran warna hijau daun bawang selama penyimpanan. Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah (positif), warna hijau (negatif)), dan b (warna kuning (positif), warna biru (negatif)). Contoh bawang daun rajangan ditebar merata dan saling menutup rapat di atas dasar warna putih.
Colortec Colormeter diletakkan
sedemikian rupa sehingga bagian pengukur semuanya berada di atas bawang daun rajangan dan tidak terdapat celah di antara Colormeter dengan bawang daun rajangan sehinga tidak ada cahaya yang masuk/keluar permukaan sonsor dari/ke lingkungan. Setelah siap, tombol pengaktif pengukuran ditekan sehingga lampu sumber cahaya menyala dan reflektannya terukur. Display akan menampilkan nilai L, a, dan b masingmasing dalam 4 angka. Nilai L, a, dan b adalah nilai yang ditampilakn pada displai dibagi dengan 100.
Untuk setiap perlakuan dan ulangan,
engukuran dilakukan tiga kali (triplo) dengan contoh yang berbeda.
2. Pe ngukuran susut bobot (penimbangan) Susut bobot diukur setiap hari dengan cara menimbang produk dan dibandingkan dengan bobot awalnya. Susut bobot dinyatakan dalam persentase. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca analitik dua digit.
3. Penilaian sensoris Penilaian sensoris yang dilakukan meliputi penilaian oleh 30 panelis agak terlatih (mahasiswa) terhadap warna, tekstur, rasa, dan aroma.
Penilaian warna, tekstur dan aroma dilakukan secara langsung pada rajangan bawang daun dengan pembanding rajangan bawang daun yang baru. Untuk aroma, selain dilakukan penilaian sensoris langsung pada rajangannya juga dilakukan penilaian sensoris bawang daun rajangan yang disajikan di dalam campur an dengan bubur dan sup. Penilaian
sensoris
oleh
panelis
agak
terlatih
dilakuakn
menggunakan skala hedonis 1 sampai 5. Skala yang digunakan adalah sebagai berikut: 5 4 3 2 1
= suka = agak suka = biasa = agak tidak suka = tidak suka
Data hasil penilaian sensoris diolah dengan menggunakan analisis ragam. Selain penilaian oleh pane lis agak terlatih, dilakukan pula penilaian secara obyektif oleh peneliti untuk melihat perubahan parameter sensoris bawang daun rajangan selama penyimpanan.
Penilaian obyektif ini
dilakukan dengan membandingkan bawang daun rajangan yang telah disimpan de ngan bawang daun rajangan baru. Parameter sensoris yang dinilai secara obyektif adalah warna, aroma, rasa, dan tekstur.
4. Penentuan kadar minyak atsiri Kadar minyak atsiri ditentukan dengan metode distilasi. Sejumlah bahan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambah air sebanyak tiga kali jumlah bahan. Mulut Labu Erlenmeyer dihubungkan dengan extraction apparatus yang dilengkapi dengan pendingin/kondensor. Extraction apparatus ini berfungsi untuk menampung minyak atsiri yang telah menguap dan dikondensasi oleh kondensor. Distilasi dilakukan selama 3 – 5 jam hingga tidak terjadi penambahan minyak atsiri yang terkumpul pada extraction apparatus. Setelah itu minyak atsiri dikeluarkan dari extraction apparatus dan ditimbang bobotnya. Kadar minyak atsiri dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar minyak atsiri (%) = [bobot minyak atsiri (g)/ bobot contoh (g)] * 100%
5. Penentuan kadar air (distilasi toluen) Kadar air ditentukan dengan metode ditilasi dengan media toluen. Sejumlahbahan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer dan ditambah dengan pelarut toluen bebas air sampai semua bahan terendam dan dilebihkan sampai beberapa cm di atas tumpukan bahan. Mulut Labu Erlenmeyer dihubungkan dengan bagian penampung air yang telah diisi dengan pelarut toluen sampai penuh. Bagian penampung air ini dihubungkan dengan kondensor tegak. Distilasi dilakukan selama 3 – 5 jam hingga tidak terjadi penambahan jumlah air di dalam penampung berskalanya. Setelah itu peralatan didinginkan sampai suhu kamar dan volume air yang tertampung dibaca dari skala yang ada. Dengan asumsi densitas air adalah 1 gram per ml, kadar air dihitung dengan persamaan berikut: Kadar air (%) = (volume air tertampung/bobot bahan) x 100%
6. Penentuan kadar abu Kadar abu diukur dengan metode tanur. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan tersebut, dipanaskan hingga sampel berbentuk arang dan diabukan dalam tanur sampai berwarna putih keabuan pada suhu 525 o C. Hasil pengabuan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu = (A/B) x 100% Dimana : A = bobot abu (g)
B = bobot sampel kering (g)
7. Penentuan kadar lemak (metode sohxlet) Sejumlah bahan yang telah dikeringkan (bobot segarnya dicatat) dibungkus dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Bahan terbungkus dimasukkan ke dalam sohxlet apparatus berisi pelarut heksana. Sohxlet apparatus dihubungkan dengan pendingin tegak. Lemak dalam bahan diekstrak dengan pelarut heksana sampai 50 kali refluks atau selama 3 jam. Selanjutnya bahan dikeluarkan dari sohxlet apparatus dan dikeringkan sampai bobotnya konstan. Kadar minyak bahan dihitung dengan persamaan berikut: Kadar lemak (%) = penurunan bobot bahan / bobot segar bahan x 100%
8. Penentuan kadar protein (metode mikro Kjeldhal) Bahan sebanyak 50 mg dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambah 2,5 ml H2SO4 pekat dan 2 gram katalis campuran CuSO4 dan Na2SO4 (1 : 1,2) kemudian didestruksi dalam ruang asam sampai warna cairan menjadi hijau jernih dan didinginkan. Cairan tadi diencerkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam alat distilasi serta tabung dibilas dengan aquades. Selanjutnya ke dalam cairan tersebut ditambah dengan 15 ml NaOH pekat ( 50%). Sementara itu disiapkan la rutan 25 ml HCl 0,02 N dalam Erlenmeyer 300 ml dan ditambah 2 tetes indikator mengsel. Larutan ini didistilasi selama 5 menit atau volume penampung menjadi dua kali semula. Setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai warna berubah menjadi hijau. Titrasi juga dilakukan untuk larutan blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut: Kadar protein (%) = [(ml blanko – ml contoh)/bobot contoh] x N NaOH x 0,014 x 6,5 x 100%
9. Penentuan kadar serat kasar Satu gram bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan selanjutnya dihidrolisis di
dalam otoklaf bersuhu 105 C selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Lalu dilakukan hidrolisis kembali di dalam otoklaf bersuhu 105 C selama 15 menit. Bahan disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan (diketahui bobot nya). Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml Aceton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring + bahan dalam oven bersuhu 110 C selama 12 jam. Kadar serat = ( bobot kertas saring+bahan) – (bobot kertas saring) x 100% bobot awal bahan
10. Penentuan kadar karbohidrat (by different) Kadar karbohidrat diperoleh dari perhitungan berdasarkan kadar bahan lain yang telah diketahui. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar minyak atsiri + kadar minyak + kadar protein + kadar serat + kadar abu) .
Lampiran 8. Diagram sistem warna L, a, b