B-27-1
PENGELOLAAN TIM KREATIF Indah Victoria Sandroto Jurusan Teknik Industri UK Maranatha Jln. Prof. Drg. Soeria Soemantri 65 Bandung
[email protected] ABSTRAK Menghadapi tantangan-tantangan dalam era globalisasi, kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan inovasi produk secara berkesinambungan memegang peranan sangat penting. Tugas melakukan inovasi produk terutama diemban oleh tim kreatif. Tim inilah yang merintis ditelurkannya konsep-konsep, sebelum akhirnya, dengan kerja sama dengan tim atau divisi lain, diwujudkan menjadi suatu produk. Bagaimanakah mekanisme yang tepat untuk pengelolaan tim kreatif? Tim kreatif terdiri dari orang-orang kreatif yang masing-masing memiliki konsep yang unik/berbeda. Bagaimanakah cara yang tepat orang-orang kreatif berinteraksi satu sama lain? Lebih lanjut, agar konsep dapat direalisasikan menjadi produk, tim kreatif ini perlu bekerja sama dengan tim lain misalnya divisi produksi dan pemasaran. Interaksi dengan divisi lain menghasilkan dinamika tersendiri, yang bisa jadi mengakibatkan konflikkonflik interpersonal atau produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan konsep yang diharapkan oleh tim kreatif. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan proses kreatif tidak berjalan baik. Makalah ini menawarkan sebuah model pengelolaan Tim kreatif untuk perusahaan retail-branded fashion agar proses kreatif dapat menelurkan konsep yang unggul dan berkesinambungan. Model dimulai dari proses membangkitkan ide-ide hingga ide direalisasikan menjadi produk yang dapat diterima oleh pasar. Makalah ini memberikan sumbangan penting, mengingat penelitian-penelitian tentang pengelolaan tim kreatif masih jarang. Lebih jauh, makalah ini mengemukakan peluang-peluang penelitian yang perlu dilakukan berkaitan dengan pengelolaan tim kreatif. Kata kunci: inovasi produk, manajemen kreatif, koordinasi Pendahuluan Bisnis di bidang Retail-branded fashion adalah bisnis memproduksi produkproduk fashion bermerek yang kemudian dipasarkan di toko-toko ritel (Sandroto, 2001). Dunia retail-branded fashion ini adalah sebuah dunia yang unik. Di satu sisi, proses untuk mewujudkan ide hingga menjadi produk yang dapat diterima oleh pasar memakan waktu cukup panjang (sekitar 6,5–7 bulan). Di sisi lain, daur hidup produk yang dijual di toko-toko ritel sangat pendek, hanya sekitar 3 bulan (Sandroto, 2001; Lubis, 2002). Ada sebuah tim yang memiliki peran penting dalam bisnis retail-branded fashion, yaitu tim kreatif. Peran tim ini adalah menghasilkan konsep yang selanjutnya akan diwujudkan menjadi produk fashion. Pada artikel ini, fokus adalah pada tim kreatif karena pada perusahaan penghasil produk fashion bermerek, keinovatifan produk sangat penting agar dapat unggul dibandingkan para saingannya. Tim kreatif bertanggung jawab untuk menelurkan ide/konsep produk fashion yang berorientasi pasar. Lewat serangkaian proses yang melibatkan banyak tim, konsep produk kemudian diproduksi dan didistribusikan ke toko-toko ritel. Tim kreatif perlu berkoordinasi dengan tim-tim lain seperti tim produksi dan penjualan. Koordinasi dengan tim produksi diperlukan ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-2
agar konsep produk dapat diterjemahkan dengan baik menjadi produk fashion. Lebih jauh, tim kreatif perlu berkoordinasi dengan tim penjualan, karena tim penjualan memiliki informasi tentang pasar yang diperlukan oleh tim kreatif. Informasi yang diperlukan misalnya: Bagaimana respons konsumen terhadap produk-produk yang dijual? Apakah produk-produk dapat diterima oleh konsumen? Bagaimana dengan produk-produk dari para pesaing? Yang menjadi masalah adalah bagaimanakah cara yang tepat untuk pengelolaan tim kreatif baik di dalam tim itu sendiri maupun dalam berkoordinasi dengan tim-tim lain. Pengelolaan perlu dilakukan dengan cermat karena pengelolaan yang tidak tepat dapat menyebabkan proses kreativitas terhambat, konsep produk tidak dapat diterjemahkan dengan baik, selanjutnya produk tidak diterima pasar, sehingga omzet penjualan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif baik secara internal maupun dalam berkoordinasi dengan tim-tim lain agar siklus produksi dapat berlangsung lebih cepat dan efektif, selanjutnya produk bersifat responsif – dapat diterima dengan baik – oleh pasar. Identifikasi Faktor-faktor Penting Artikel ini memaparkan faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif. Tim adalah grup formal yang terdiri dari individu-individu yang saling tergantung yang bertanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Robbins dkk., 2003). Selanjutnya, dalam artikel ini, kreativitas berarti kemampuan untuk menggabungkan ide-ide dengan cara yang unik atau kemampuan untuk membuat asosiasi-asosiasi yang tidak umum antar ide-ide (Robbins dkk., 2003). Pengertian kreativitas perlu dibedakan dengan inovasi. Inovasi, dalam artikel ini, berarti proses mengambil ide-ide kreatif dan mengubahnya menjadi produk fashion yang bermanfaat (Robbins dkk., 2003). Pengelolaan (management) mencakup fungsi-fungsi planning, organising, commanding, coordinating, dan controlling (Robbins dkk., 2003). Identifikasi faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif diajukan setelah dilakukan studi kasus di sebuah perusahaan fashion di Jakarta (PT X). Produk-produk PT X telah dikenal dan menjadi produk unggulan di pasaran. Berdasarkan daur hidupnya, produk-produk PT X telah mencapai tahap dewasa. Manajemen PT X perlu memfokuskan usahanya untuk pengendalian, kemampuan untuk memprediksi, efisiensi operasional, dan marjin keuntungan (Luecke, 2003). Fokus ini akan berbeda jika bisnis yang dilakukan adalah bisnis baru. Inovasi, pengambilan resiko, dan penerimaan pasar adalah fokus manajemennya (Luecke, 2003). Dalam kegiatan produksi yang telah menjadi rutin, satu siklus produksi memakan waktu 6,5-7 bulan (Gambar 1). Penentuan waktu awal sebuah siklus produksi dihitung mundur dari target waktu peluncuran produk yang dituju. Dalam satu tahun, bisa terdapat 2-4 kali peluncuran produk (season). Maka, dapat dibayangkan bahwa pada tiap-tiap waktu, PT X menempuh beberapa siklus produksi pada tahap-tahapan berbeda. Dalam artikel ini, penggambaran siklus produksi dipilah menjadi kegiatan yang sifatnya product developer dan yang non-product developer. Pemilahan ini dilakukan untuk menekankan pentingnya product developer pada sebuah perusahaan retailbranded fashion. Product developer adalah pembangun ide-ide yang pada akhirnya akan diwujudkan menjadi produk fashion. Tingkat kreativitas para product developer terbatas pada rentang tertentu. Mereka memiliki kebebasan berkreasi yang terbatas, karena segmen market yang dipilih adalah berdasarkan kelompok umur tertentu untuk selanjutnya diproduksi massal. Mereka harus bisa menjadi orang yang menjadi target ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-3
market, agar bisa menghasilkan produk yang laku di pasaran. Itulah sebabnya para kreatif di PT X menyebut profesi mereka sebagai product developer, dan bukannya desainer/perancang yang bisa berkreasi tanpa restriksi. Keunikan dari bisnis ini adalah fabric dan garment diproduksi dengan menggunakan supplier di luar perusahaan (subkontrak). Kegiatan perusahaan difokuskan pada pembuatan konsep. Setelah supplier memproduksi fabric dan garment, perusahaan mendistribusikan produk massal ke toko-toko ritel di seluruh tanah air. Sebagian toko adalah milik perusahaan sendiri, sedangkan yang lainnya dengan cara bekerja sama dengan toko-toko ritel terkemuka di Indonesia (Sandroto, 2001). Secara umum siklus produksi di perusahaan fashion adalah sebagai berikut. Dengan masukan dari hasil evaluasi penjualan siklus sebelumnya, proses produksi untuk suatu siklus tertentu diawali dengan penentuan trend fashion untuk peluncuran produk pada target waktu tertentu. Proses bermuatan kreatif sangat kental pada saat menentukan konsep/ide-ide produk dan penentuan sampel produk. Sebelum diproduksi massal, konsep harus diterjemahkan terlebih dahulu menjadi sampel produk. Dalam membangkitkan konsep-konsep, perlu diperoleh informasi mengenai supplier fabric dan garment, agar konsep bersifat realistis (dapat diwujudkan menjadi produk). Sementara itu, di sisi lain, perencanaan jumlah produk yang akan diproduksi, komposisi style produk (basic, update, fashion), dan komposisi jumlah produk yang akan didistribusikan ke toko-toko ritel perlu dilakukan dengan seksama. Sampel kemudian diproduksi massal, untuk selanjutnya didistribusikan dan dijual di toko-toko ritel. Hasil penjualan dievaluasi, dan menjadi masukan bagi siklus produksi selanjutnya.
Trend fashion untuk peluncuran produk pada target waktu tertentu Product Developer Konsep/IdeIde Sampel
Informasi tentang supplier fabric dan garment
Produk (Massal)
Tim di luar Product Developer Perencanaan: - Jumlah produk yang akan diproduksi massal - Komposisi style produk - Komposisi distribusi Distribusi Penjualan Evaluasi
Gambar 1. Siklus produksi untuk menyiapkan peluncuran produk pada target waktu tertentu
Faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif yang berhasil diidentifikasikan adalah: (1) koordinasi dan integrasi, (2) iklim inovasi, dan (3) power ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-4
dan politik. Koordinasi dan integrasi menekankan pentingnya pengelolaan saling ketergantungan antar-bagian kemudian penyatuan agar menjadi kesatuan yang utuh melalui kebijakan/mekanisme yang tepat. Faktor kedua yaitu iklim inovasi menyoroti pentingnya penciptaan keadaan organisasi yang memberikan pengaruh kondusif terhadap proses kreativitas dan inovasi. Power dan politik adalah faktor yang menjelaskan mengapa walaupun koordinasi dan iklim inovasi telah dirancang dan diterapkan dengan baik, inovasi produk tidak seperti yang diharapkan. (1) Koordinasi dan integrasi Koordinasi adalah "proses untuk memastikan bahwa aktivitas perorangan atau kelompok yang saling berkaitan berjalan sedemikian rupa, sehingga mereka saling melengkapi satu sama lain dan memberikan sumbangan yang maksimal pada pencapaian tujuan keseluruh organisasi" (Sadler, 1994). Pengelolaan aktivitas yang saling terkait selanjutnya perlu diintegrasikan agar menjadi kesatuan yang utuh (Leenders dkk., 2002; Lubis, 1990; Sadler, 1994). Koordinasi dalam artikel ini melihat hubungan baik secara horizontal maupun vertikal (Lubis, 1990). Lubis (1990) memaparkan alat-alat untuk hubungan vertikal dan horizontal. Untuk melakukan hubungan vertikal, alat-alatnya adalah: hirarki, peraturan dan prosedur, rencana dan jadwal, penambahan tingkat/posisi pada hirarki, dan sistem informasi vertikal. Sedangkan alat-alat untuk mengadakan hubungan horizontal adalah: dokumen tertulis, kontak langsung, penghubung (liaison), satuan tugas, tim, dan integrator permanen. Dalam pengelolaan tim kreatif, hubungan vertikal perlu diperhatikan dengan seksama. Dari studi kasus di PT X, diketahui bahwa orang-orang kreatif tidak menyukai struktur, standar, jadwal, prosedur, dan pertemuan-pertemuan formal yang mereka rasakan mengungkung mereka (Sandroto, 2001). Pengelolaan tim kreatif yang baik perlu memperhatikan agar struktur minimum dan pertemuan sifatnya informal. Perlu diperhatikan agar 'warna' kreatif dapat tumbuh subur, dan bukannya kekakuan struktur dan prosedur yang lebih dominan. Sebagai contoh, penerapan kebijakan struktur organisasi yang sifatnya fungsional dan mekanisme rapat koordinasi yang terjadwal rutin di PT X telah membawa dampak buruk bagi tim kreatif (lihat subbab Diskusi). Masih dalam kaitannya dengan struktur dan prosedur, mekanisme pengambilan keputusan sepanjang proses dalam siklus produksi juga perlu mempertimbangkan karakteristik tim kreatif. Kejelasan wewenang pengambilan keputusan memegang peranan penting agar siklus produksi berjalan efisien dan efektif. Sehubungan dengan proses pada gambar 1, terdapat keputusan-keputusan yang harus diambil pada tahaptahap yang ditempuh. Agar tim kreatif dapat bekerja dengan baik, maka tim kreatif perlu mendapat keleluasaan wewenang dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan penentuan arahan trend fashion (style, warna, dan jenis fabric) dan penentuan sampel berprospek pasar (jenis keputusan no. 3 dan 4 pada Tabel 1). Sedangkan pengambilan keputusan mengenai hal-hal di luar proses kreatif, dapat diserahkan pada tim lain yang terkait (jenis keputusan no. 1, 2, dan 5 pada Tabel 1).
____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-5
Tabel 1. Pengambilan Keputusan
No .
1
2 3 4 5
Jenis Keputusan
Penentuan mengenai trend bisnis, jumlah produk yang akan diproduksi, komposisi produk, komposisi distribusi produk ke toko ritel Penentuan supplier fabric dan garment Penentuan arahan trend fashion (style, warna, jenis fabric) Penentuan sampel berprospek pasar (layak produksi) Penentuan strategi mengatasi lonjakan permintaan, mark down
Tugas dilakukan oleh Tim Tim Kreat Lain if
Wewenang Pengambilan Keputusan
Tim Lain
Tim Lain
Tim Kreatif
Tim Kreatif
Tim Lain
Apabila keputusan yang berkaitan dengan trend dan sampel berprospek pasar diserahkan pada tim kreatif, tetap diperlukan mekanisme yang baik di dalamnya. Sebagai contoh untuk kriteria evaluasi tim kreatif, Hallmark, sebuah perusahaan penghasil kartu-kartu ucapan, melakukan evaluasi terhadap karyawan kreatifnya berdasarkan empat kriteria: (1) Bagaimana manajer kreatif dan para kreatif senior memandang kualitas portfolio seorang kreatif; (2) Seberapa besar hasil pekerjaan kreatif terjual; (3) Seberapa besar pekerjaan kreatif terbentuk dalam tes preferensi pelanggan – dengan kata lain, seberapa sering produk seorang kreatif dipilih dari keseluruhan produk-produk yang diproduksi oleh pesaing Hallmark; dan (4) Bagaimana rekan-rekan kreatif menilai kemampuan seorang kreatif untuk menyelesaikan konflik, menjadi pemain tim, menyelesaikan masalah, dan lain-lain (Caudron, 1994). (2) Iklim inovasi Iklim kerja yang kondusif perlu dikembangkan di dalam perusahaan agar kreativitas dan inovasi dapat tumbuh subur. Misalnya: jam kerja fleksibel, pakaian kerja bebas dan santai, penyediaan sumber informasi tentang trend fashion seperti majalah mode internasional dan akses ke internet, karyawan diberi kesempatan untuk melihat trend fashion secara periodik di luar negeri. Caudron (1994) mengutarakan kaitan antara karakteristik staf kreatif dengan strategi untuk pengelolaan staf kreatif (Tabel 2). Mekanisme penanganan konflik juga perlu mendapat perhatian seksama dalam pengelolaan tim kreatif. Konflik perlu dipandang sebagai hal yang positif. Konflik tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah bagaimana agar konflik tidak menjadi destruktif. Anggota tim harus mendengarkan satu sama lain, berkeinginan untuk memahami berbagai sudut pandang, dan menguji tiap-tiap asumsi. Pada saat yang sama, konflik perlu dicegah agar tidak menjadi personal. Caranya adalah dengan mengembangkan norma-norma operasional (Luecke, 2003). Beberapa contohnya adalah: Setiap anggota tim perlu menunjukkan sikap saling menghargai; Cara pandang ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-6
berbeda yang menimbulkan konflik adalah sumber penting proses pembelajaran; dan Kesuksesan dirayakan secara tim (Luecke, 2003). Tabel 2. Karakteristik Staf Kreatif dan Strategi Manajemen untuk Menyikapinya
No . 1
2
3
4
5
Karakteristik
Strategi Manajemen
Selalu berupaya menghasilkan yang terbaik dengan motivasi dari dalam diri Kebutuhan untuk merasa yang utama (spesial)
Memberikan alat-alat dan sumber-sumber agar staf kreatif dapat bekerja dengan baik Memberikan pengakuan dan apresiasi secara berkesinambungan Mudah bosan Tetap menstimulasi dan menginspirasi staf kreatif untuk tetap produktif Contoh: variasi penugasan, rotasi staf kreatif antar kategori produk berbeda Tidak menyukai struktur, Memberikan fleksibilitas dan peraturan, persetujuan yang tak struktur dalam organisasi yang henti-hentinya, pakaian seragam, minimum. kertas-kertas standar yang harus Menjaga agar tingkat diisi persetujuan (approval) minimum Memberikan garis pedoman, bukan instruksi/perintah Belajar dari pengalaman dan Mempekerjakan orang kreatif mengetahui apa yang harus untuk mengelola dan dilakukan mengevaluasi orang kreatif Jangan memperlakukan bahwa semua orang kreatif adalah sama (No-one-size-fits-all creative)
(3) Power dan politik Yang tak kalah pentingnya adalah peran power dan politik. Power (kekuasaan) adalah kemampuan sehingga orang lain melakukan apa yang seseorang ingin orang lain lakukan, sedangkan politik penggunaan power (Gibson dkk, 1997; Lubis, 1990). Walaupun koordinasi, integrasi, dan iklim inovasi telah dirancang dan diterapkan dengan memperhatikan karakteristik tim kreatif, bisa jadi inovasi produk tidak berjalan sesuai dengan harapan. Di dalam perusahaan, perlu ada peran pimpinan yang cukup dominan agar warna kreatif muncul. Ketiadaan power yang mendukung konsep-konsep kreatif akan mengakibatkan tim kreatif mengalami kesulitan untuk mempertahankan aspirasinya karena tim-tim lain lebih berkuasa (Lihat konflik 2 - subbab Diskusi). Diskusi Identifikasi faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif di atas, didasarkan pada sebuah studi kasus di sebuah perusahaan fashion di Jakarta. Setelah ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-7
mengobservasi fenomena/fakta yang ada, secara induktif diajukan model penelitian ini (Lubis, 1992). Diharapkan, faktor-faktor penting ini dapat diteliti pada perusahaanperusahaan fashion lainnya, maupun pada bidang industri lain yang menghasilkan produk inovatif, untuk selanjutnya dapat dilakukan generalisasi untuk merumuskan sebuah teori baru (Yin, 2003; Lubis, 1992). Berikut ini dipaparkan konflik-konflik yang terjadi yang merupakan sumber berharga untuk memperbaiki cara pengelolaan tim kreatif. Dalam artikel ini, diangkat tiga (3) konflik-konflik yang terjadi. Konflik pertama adalah konflik akibat pengaruh tipe saling kebergantungan, selanjutnya konflik akibat pengaruh struktur organisasi dan mekanisme rapat koordinasi, dan terakhir adalah konflik dalam hal wewenang pengambilan keputusan. Konflik 1 - Pengaruh tipe saling kebergantungan Koordinasi yang tepat antara PT X dan supplier memegang peranan sangat penting. Dalam kasus berikut ini konflik terjadi pada divisi Purchasing & Inventory Assistant (PIA) yang berperan sebagai penghubung antara PT X dengan supplier. Apakah PIA harus bersikap proaktif atau reaktif terhadap Creative Designer (CD) yang akan membuat konsep? Proaktif dalam arti PIA pada awal season mencari data kemampuan supplier sebagai bahan masukan bagi CD dalam membuat konsep atau reaktif dalam arti PIA mencari supplier yang cocok setelah CD membuat konsep. PIA tidak jelas apakah harus mendahului CD atau menunggu. Keputusan ini mempengaruhi kecepatan dan proses bekerja divisi PIA. PIA lebih memilih reaktif karena berdasarkan proses fungsional, PIA bekerja setelah menerima konsep dari CD. PIA lebih memilih reaktif karena ada divisi Sourcing yang bisa membantu CD kalau tidak ada supplier yang cocok Gambar 2 menggambarkan Evaporating Cloud Diagram mengenai konflik yang dialami PIA dalam hubungannya dengan supplier [Evaporating Cloud Diagram adalah cara mengungkapkan atau membawa ke permukaan asumsi-asumsi yang mendasari sistem dan kemudian berusaha mencari asumsi mana yang tidak sah (Dettmer, 1997)]. Syarat Pra-syarat (requiremen (pret) requirement) PIA bersikap proaktif Konsep dari CD dengan mencari data perlu kemampuan supplier Mendapatkan supplier sebagai bahan masukan memperhatikan yang mampu bagi CD dalam membuat kemampuan membuat produksi konsep (D). supplier masal dengan cepat dan sesuai dengan (B). Konsep dari CD PIA bersikap konsep dari CD (A). harus reaktif dengan memperhatikan mencari supplier keinginan yang cocok pelanggan dengan konsep CD (D').supplier Gambar 2. Konflik yang dialami PIA(C). dalam hubungannya dengan Sasaran yang perlu dicapai:
Konflik terjadi karena kebijakan urut-urutan proses, yang menunjukkan saling kebergantungan berangkai (Sadler, 1994). Konflik ini mengakibatkan proses menjadi lebih panjang dan tidak efisien. ____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-8
Konflik 2 - Pengaruh struktur organisasi dan mekanisme rapat koordinasi Kebijakan perusahaan yang nampaknya sempurna pada saat ditetapkan, pada pelaksanaannya dapat memberikan dampak negatif pada PT X. Sebagai contoh, kebijakan penetapan struktur organisasi fungsional dan mekanisme rapat koordinasi yang diterapkan PT X. Di satu sisi, struktur fungsional mendekomposisi proses sehingga setiap divisi memiliki spesialisasi tertentu. Sebagai contoh: Creative Designer (CD) mendesain konsep; Production Designer mewujudkan konsep dari CD ke dalam Merchandise Specification, suatu detail ukuran produk fashion; Purchasing & Inventory Assistant (PIA) mencarikan supplier yang tepat yang akan memproduksi konsep menjadi produk fashion yang siap untuk dipasarkan. Di sisi lain, ketergantungan antardivisi perlu diselaraskan satu dengan yang lainnya. Cara penyelarasan ini ditempuh dengan cara Rapat Koordinasi antardivisi. Tujuan dari Rapat Koordinasi ini adalah untuk menjamin terjadinya keterlibatan atau partisipasi yang erat antardivisi sehingga suatu divisi dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh divisi lain dan dapat saling bertukar data dan pengetahuan. Pada setiap season dilaksanakan lima (5) Rapat Koordinasi, yaitu: Post Seasonal Evaluation (minggu ke-0), Seasonal Strategy (minggu ke-5), Production Plan (minggu ke-9), Merchandise Review I (minggu ke-17), dan Merchandise Review II (minggu ke-21). Agenda pembicaraan pada setiap Rapat Koordinasi telah ditentukan oleh Pimpinan PT X. Agenda pembicaraan menyangkut hal-hal baik yang berkaitan langsung dengan proses pembentukan konsep hingga menjadi produk, maupun hal-hal seperti penentuan jumlah produksi, komposisi produk, dan komposisi distribusi ke toko-toko ritel. Akibat kebijakan Pimpinan PT X timbul konflik antara tugas mandiri dan tugas untuk melakukan mekanisme koordinasi (Gambar 3). Tugas-tugas yang dilakukan para karyawan di PT X dapat dibedakan menjadi tugas-tugas utama yang berkaitan dengan pemrosesan produk dan tugas-tugas untuk melakukan mekanisme koordinasi (Crowston, 1997). Konflik yang timbul adalah Rapat Koordinasi dirasakan mengganggu pelaksanaan tugas utama. Di satu sisi, Pimpinan PT X menetapkan Struktur Fungsional dan Rapat Koordinasi sebagai paduan antara kerja fungsional dan kerja tim agar tujuan perusahaan tercapai. Dari sisi Creative Designer, ternyata Rapat Koordinasi dirasakan mengganggu tugas fungsional mereka, yaitu mendesain konsep. Rapat koordinasi yang formal dan terjadwal dirasakan mengungkung mereka. Dari lima (5) Rapat Koordinasi per season yang harus diikuti, empat (4) rapat bisa memakan waktu hampir satu hari kerja. Misalnya, rapat dimulai pukul 10.00 dan baru berakhir pukul 15.00. Bahkan bisa terjadi apabila hingga akhir jam kerja ternyata rapat belum selesai, maka akan diteruskan keesokan harinya. Lamanya rapat disebabkan setiap artikel sampel produk fashion harus dipresentasikan satu per satu dan dimintakan persetujuan forum apakah produk tersebut akan diproduksi atau tidak. Perlu dipahami, bahwa pada tiap waktu, PT X melaksanakan beberapa siklus produksi pada tahapan yang berbeda. Jadi, dapat dibayangkan bahwa rapat-rapat yang harus ditempuh cukup banyak, karena menempuh beberapa siklus produksi.
____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-9
Sasaran yang perlu dicapai: Divisi-divisi di PT X saling melengkapi untuk mencapai tujuan bisnis perusahaan (A).
Syarat (requiremen t) Setiap divisi harus menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dengan efisien (B).
Pra-syarat (prerequirement) Setiap divisi perlu waktu yang cukup untuk bekerja secara mandiri (D).
Setiap divisi harus melibatkan diri dan berpartisipasi dalam menghasilkan produk (C).
Setiap divisi perlu waktu bekerja bersama-sama dalam Rapat Koordinasi (D').
Gambar 3. Konflik akibat struktur organisasi dan mekanisme koordinasi
Beberapa asumsi dibalik konflik adalah waktu bekerja yang tersedia dalam bekerja di masing-masing divisi terbatas, waktu rapat terasa mengganggu konsentrasi bekerja di masing-masing divisi. Masalah lain dalam mekanisme koordinasi adalah terdapat perbedaan power. Sebagai contoh, konsep-konsep hasil karya divisi kreatif seringkali dikritik oleh divisi penjualan yang lebih powerful. Para staf divisi kreatif biasanya tidak dapat mempertahankan konsep mereka, karena mereka umumnya masih berusia muda dengan pengalaman terbatas. Padahal, para pengkritik adalah orang awam yang tidak menempuh pendidikan di bidang fashion dan seringkali kritik dilontarkan berdasarkan pengalaman penjualan masa lampau. Konflik 3 - wewenang pengambilan keputusan dalam menghasilkan konsep Pengelolaan tim kreatif yang tidak tepat dapat menimbulkan konflik. Apakah CD memiliki wewenang penuh atau dengan campur tangan dengan pihak atau divisi lain dalam membuat konsep produk (Gambar 4). Sasaran yang perlu dicapai: Creative Designer (CD) mampu menerjemahkan kebutuhan pelanggan menjadi konsep yang berprospek pasar (A).
Syarat (requiremen t) CD menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan (B).
Pra-syarat (prerequirement) CD memiliki wewenang penuh untuk menghasilkan konsep produk (D).
PT X CD menghasilkan memperhatikan konsep dengan efisiensi biaya dan campur tangan keterkaitan dengan pihak atau divisi divisi lain (C). keputusan dalam lain (D'). Gambar 4. Konflik mengenai wewenang pengambilan menghasilkan konsep
____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-10
Beberapa asumsi yang di balik konflik ini adalah: Perlu ada campur tangan divisi lain untuk memutuskan layak tidaknya konsep/sampel untuk diproduksi agar berprospek pasar; Kriteria yang dipakai oleh divisi lain untuk menilai konsep produk seringkali berbeda dengan kriteria yang dipakai oleh CD; Orang yang memberikan kritik dianggap kurang memiliki kepakaran atau pengetahuan dalam bidang fashion; Orang dengan pengaruh tertentu dapat menjatuhkan usulan konsep produk; Kesalahan CD pada masa lalu terus menerus diungkit oleh tim lain. Fakta menunjukkan bahwa ketidakcocokan antara konsep dari Creative Designer (CD) dengan sampel dan produk akhir sering terjadi dan hal ini akhirnya mengurangi tingkat inovasi produk dan dapat berakibat produk ini tidak diterima dengan gembira oleh pasar. Identifikasi faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif perlu diteliti lebih lanjut, baik pada industri fashion lainnya, maupun pada industri-industri lain. Dengan adanya penelitian lanjutan, maka diharapkan faktor-faktor penting dalam pengelolaan tim kreatif dapat digeneralisasi untuk pada akhirnya dirumuskan sebuah teori baru dalam hal pengelolaan tim kreatif.
Kesimpulan Pengelolaan tim kreatif perlu mendapat perhatian serius pada organisasiorganisasi yang menghasilkan produk-produk inovatif seperti pada industri fashion. Pengelolaan tim ini, baik secara internal maupun dalam koordinasinya dengan tim-tim lain dan integrasi proses secara keseluruhan, perlu dilakukan dengan seksama mengingat orang-orang kreatif memiliki karakteristik yang unik. Berangkat dari sebuah studi kasus di sebuah perusahaan fashion, identifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tim kreatif adalah pentingnya: (1) koordinasi dan integrasi, (2) iklim inovasi, dan (3) power dan politik. Koordinasi menekankan pentingnya pengelolaan saling ketergantungan antar-bagian kemudian penyatuan agar menjadi kesatuan yang utuh melalui kebijakan/mekanisme yang tepat. Faktor kedua yaitu iklim inovasi menyoroti pentingnya penciptaan keadaan organisasi yang memberikan pengaruh kondusif terhadap proses kreativitas dan inovasi. Power dan politik adalah faktor yang menjelaskan mengapa walaupun koordinasi dan iklim inovasi telah dirancang dan diterapkan dengan baik, inovasi produk tidak seperti yang diharapkan. Bauran faktor-faktor penting tersebut diharapkan akan menghasilkan produk akhir yang dapat diterima dengan baik di pasaran. Agar dapat dirumuskan menjadi sebuah teori pengelolaan tim kreatif, perlu dilakukan lebih banyak studi kasus, baik di industri fashion maupun industri-industri lain yang menghasilkan produk inovatif. Dengan adanya banyak studi kasus, faktorfaktor penting dalam pengelolaan tim kreatif dalam disaring dan menjadi faktor-faktor yang sifatnya berlaku umum (Yin, 2003).
____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember
B-27-11
Daftar Pustaka Caudron, S., “Strategies for managing creative workers”, Personnel Journal, Vol. 73, No. 12, 1994, pp. 104-112. Dettmer, W.H., Goldratt’s theory of constraints: A systems approach to continuous improvement, ASQC Quality Press, Wisconsin, 1997. Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donelly, Jr.J.H., Organizations: Behavior, structure, processes, 9th Ed., Irwin, Chicago, 1997. Leenders, R.Th.A.J., Kratzer, J., Hollander, J., & van Engelen, J.M.L., dalam Belliau, P, Griffin, A., Somermeyer, S. (editor), The PDMA toolbook for new product development, John Willey & Sons, Inc., New York, 2002. Lubis, A.M., Analisis karakteristik produk fashion yang berhasil, Tesis Magister Manajemen Bisnis dan Administrasi Teknologi ITB, Bandung, 2002. Lubis, S.B.H., Pengantar teori organisasi: Suatu pendekatan makro, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Industri, ITB, Bandung, 1990. Lubis, S.B.H., Metodologi penelitian, Diktat Kuliah, Theta Iota, Bandung, 1992. Luecke, R., Harvard business essentials: Managing creativity and innovation, Harvard Business School Press, Boston, MA, 2003. Robbins, S. P., Bergman, R., Stagg, I., & Coulter, M., Management, 3rd Ed., Prentice Hall, Frenchs Forest NSW, 2003. Sadler, P., Mendesain organisasi¸ Pustaka Binaman Pressindo, 1994. Sandroto, I.V., Analisis koordinasi: Studi kasus di PT X, Tesis Magister Teknik dan Manajemen Industri ITB, Bandung, 2001. Yin, R.K., Case study research: Design and methods, Sage, California, 2003.
____________________________________________________________________________ ISBN : 979-99302-0-0 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I 25-26 Pebruari 2005 Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember