PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) DI KECAMATAN CIEMAS, SUKABUMI DAN KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
YULIAWATI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK YULIAWATI. Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Kecamatan Ciemas, Sukabumi dan Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO. Indonesia sedang mengalami krisis energi sehingga perlu mencari sumber energi alternatif lain, salah satunya yaitu dengan pemanfaatan tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) sebagai bahan baku bioetanol. Penanaman ubi kayu secara besar-besaran membutuhkan pengetahuan mengenai pengelolaan tanaman yang baik serta organisme pengganggu tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) ubi kayu oleh petani di Kecamatan Ciemas Sukabumi dan Kecamatan Dramaga Bogor. Survei dilakukan di pertanaman ubi kayu yang berlokasi di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi Selatan dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Informasi mengenai pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman ubi kayu diperoleh melalui wawancara dengan petani dan pengamatan langsung pada petak pertanaman. Di Kecamatan Ciemas, petani yang menanam ubi kayu lebih banyak melakukan pola tanam dengan cara tumpangsari (55%), sedangkan di Kecamatan Dramaga lebih banyak melakukan pola tanam monokultur (70%). Petani di Kecamatan Ciemas banyak menanam varietas Darul Hidayah, Manggu, Adira, dan Mekar Manik sedangkan petani di Kecamatan Dramaga banyak menanam varietas putih, mentega dan Bogo. Pengolahan tanah, pemupukan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani di dua Kecamatan tersebut relatif sama. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan garpu dan cangkul. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk an-organik (urea, TSP, dan KCl). Petani di Kecamatan Ciemas menggunakan pupuk cair sedangkan petani di Kecamatan Dramaga tidak menggunakannya. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyulaman, penyiangan dan pengguludan tanah. Pada umumnya petani melakukan pembuangan tunas dalam budidaya ubi kayu. Hama yang banyak menyerang tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga adalah tungau, kutu putih, dan kutu kebul sedangkan di Kecamatan Ciemas adalah babi, rayap dan uret/lundi. Serangan hama tungau (Tetranychus urticae) di Kecamatan Ciemas mencapai 75% sedangkan di Kecamatan Dramaga hanya 38%. Kutu putih (Paracoccus marginatus) hanya ditemukan di Kecamatan Dramaga (97%). Serangan kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell) di Kecamatan Dramaga lebih berat (70%) dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Ciemas (1%). Patogen yang ditemukan adalah Xanthomonas sp (penyebab hawar daun) dan Cercoporium henningsii (penyebab bercak coklat). Serangan Xanthomonas sp di Kecamatan Ciemas mencapai 88% bahkan di Kecamatan Dramaga hingga 100%. Serangan C. henningsii di Kecamatan Ciemas lebih berat (59%) dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Dramaga (3%). Pada umumnya petani tidak melakukan pengendalian OPT. Nilai B/C di Kecamatan Ciemas lebih
kecil (0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga (2,142).
PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) DI KECAMATAN CIEMAS, SUKABUMI DAN KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
YULIAWATI A34051172
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Kecamatan Ciemas, Sukabumi dan Kecamatan Dramaga, Bogor.
Nama Mahasiswa
: Yuliawati
NIM
: A34051172
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc NIP 19570122 198103 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 27 Juli 1987. Lahir sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah yang bernama Sarifudin dan ibu bernama Rumijat. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Barat III Rangkasbitung pada tahun 1993-1999, SLTP Negeri 4 Rangkasbitung pada tahun 2000-2002, SMA Negeri 1 Rangkasbitung pada tahun 2003-2005, dan masuk IPB pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Proteksi tanaman. Selain aktif kuliah, penulis juga mengikuti berbagai organisasi diantaranya Bimbingan Remaja dan Anak-anak (Birena) Al-Hurriyyah tahun 2005-2006 sebagai staf Biro Bank Dana dan Data, tahun 2007 sebagai Bendahara dan pada tahun 2008 hingga sekarang sebagai Ketua Departemen. LDK DKM AlHurriyyah pada tahun 2006 sebagai pengurus Divisi Hubungan Luar, Forum Komunikasi Rohis Departemen A (FKRD) tahun 2007-2008, Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) tahun 2005-2006, Panitia Seminar Nasional dan Pelatihan Kewirausahaan tahun 2006 oleh BEM KM IPB. Dalam bidang akademik, penulis juga pernah aktif sebagai ketua pelaksana Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) tahun 2008 dengan judul Pelatihan Intensif Pengenalan Potensi Diri dan Penumbuhan Jiwa Entrepreneur pada Remaja Dhu’afa Lingkar Kampus IPB Dramaga.
PRAKATA Puji serta syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Tanaman dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) di Kecamatan Ciemas, Sukabumi dan Kecamatan Dramaga, Bogor. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciemas kabupaten Sukabumi Selatan, Kecamatan Dramaga kabupaten Bogor, Klinik Tanaman, Laboratorium Biosistematika Serangga, serta Laboratorium Bakteri Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret sampai Agustus 2009. Ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan ini selesai. Khusus kepada Apa dan Ema yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual kepada Penulis. Teh Illa, teh Endes, Dede, neng Mala, a Ewing, a Mumu dan si kecil Syifa, terimakasih atas do’a, bantuan serta nasihatnya. Dosen pembimbing skripsi bapak Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc atas waktu, arahan, kesabaran serta pelajaran yang sangat banyak pada penulis. PT Armara Mandiri Kreasi Jakarta dan Asia Pasifik. Biz Link BhD. Malaysia yang telah mendanai penelitian penulis. Bapak Dr. Ir. Widodo, M.Sc yang telah memberikan bimbingan. Mb Didi, mb Ita, bu Iis yang telah membantu selama di Laboratorium. Teman-teman serta adik-adik BIRENA yang selalu memberikan motovasi kepada penulis. Nisa, Tri, Nina, Fuji, Mb Nia terima kasih atas nasihat-nasihat dan kebersamaannya. Teman-teman di Wisma Ayu Depan, mb Nur, mb Ririn, dan Eka. Khususnya kepada Riri dan Fuzy yang telah membantu dan menemani penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Tika yang selalu memberikan semangat, teman-teman Departemen Proteksi Tanaman ’42, serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap karya ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang .........................................................................
1
Tujuan ......................................................................................
2
Manfaat Penelitian ...................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Ubi Kayu ..................................................................
3
Budidaya Ubi Kayu ..................................................................
4
Jenis dan varietas ubi kayu di Indonesia ......................
4
Bibit ubi kayu ...............................................................
5
Jenis dan pengolahan tanah ..........................................
5
Penanaman ...................................................................
6
Pemupukan ...................................................................
7
Pemeliharaan ................................................................
8
Pemanenan ...................................................................
9
Hama dan Penyakit Ubi Kayu ..................................................
9
Hama ........................................................................................
9
Tungau merah ...............................................................
9
Kutu putih ....................................................................
10
Kutu kebul ....................................................................
11
Belalang ........................................................................
15
Ulat kantung .................................................................
16
Penyakit ....................................................................................
16
Hawar daun bakteri .......................................................
16
Bercak coklat ................................................................
17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
19
Bahan dan Alat .........................................................................
19
Metode Penelitian .....................................................................
19
Wawancara petani ........................................................
19
Pengamatan langsung ...................................................
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan ..........................................................................
21
Kecamatn Ciemas .........................................................
21
Kecamatan Dramaga ....................................................
21
Karakteristik Petani Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga ...................................................................................
21
Budidaya Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga .......
25
Hama dan Penyakit Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga serta Pengendalianya ...............................................
26
Hama ........................................................................................
26
Tungau merah ...............................................................
27
Kutu putih ....................................................................
27
Kutu kebul ....................................................................
28
Hama lainnya ................................................................
29
Penyakit ....................................................................................
29
Hawar daun bakteri .......................................................
29
Bercak coklat ................................................................
30
Pengendalian OPT ........................................................
31
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian ............................................................................
33
Analisis Biaya Manfaat ............................................................
34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...............................................................................
36
Saran .........................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
37
LAMPIRAN ...........................................................................................
40
DAFTAR TABEL No
Halaman
Teks 1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat ....................
4
2. Karakteristik empat varietas unggul ubi kayu untuk bahan bakar bioetanol ..............................................................................
5
3. Hasil ubi kayu menurut cara tanam dan pengolahan yang berbeda
........................................................................................
7
4. Kebutuhan N, P, dan K tanaman ubi kayu dibandingkan dengan komoditas lain ...............................................................................
8
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Teks
1.
Persentase tingkat pendidikan petani ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga ...............................................
2.
Persentase lama pengalaman berusaha tani ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga Tujuan ........
3.
29
(a) Koloni bakteri Xanthomonas sp. (b) Gejala hawar daun bakteri ..................................................................................................
10.
28
(a) Imago kutukebul, (b) Nimfa kutukebul, (c) Preparat slide kutukebul .................................................................................
9.
27
(a) Kutu putih pada batang dan tangkai, (b) Preparat slide kutu putih .........................................................................................
8.
25
(a) Populasi tungau pada bagian bawah daun, (b) Gejala serangan tungau .......................................................................................
7.
24
Persentase pola tanam ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga ............................................................
6.
24
Persentase kepemilikan lahan ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga ............................................................
5.
23
Persentase luas kebun ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga Manfaat Penelitian ...........................
4.
22
30
(a) Mikroskopik Cercosporium henningsii, (b) Gejala bercak coklat ....................................................................................................
31
11.
Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan ............
32
12.
Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan pengendalian OPT ......................................................................
32
13.
Persentase kehilangan hasil akibat OPT .................................
33
14.
Hubungan antara pengalaman berusaha tani dengan tindakan
15.
Pengendalian ..............................................................................
34
Nilai B/C dalam berusaha tani di masing-masing Kecamatan ...
35
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
Teks 1.
2.
Daftar kuisioner tentang pengelolaan tanaman, hama dan penyakit ubi kayu ........................................................................
41
Peta Kecamatan Ciemas dan Dramaga .........................................
46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bakar minyak pun meningkat. Menurut data Automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri. Diperkirakan dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan, cadangan minyak di Indonesia akan habis (Hambali et al. 2007). Selain itu, jumlah pasokan dan cadangan minyak bumi juga semakin berkurang. Cadangan minyak dunia hanya cukup untuk 45 tahun ke depan. Perkiraan ini terbukti dengan sering terjadinya kelangkaan BBM di beberapa daerah di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya pengembangkan sumber energi alternatif baru. Bioenergi berupa bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini masih bergantung pada bahan bakar minyak. Penggunaan bioetanol sebagai sumber energi semakin dituntut untuk direalisasikan. Hal ini karena bioetanol merupakan salah satu solusi dalam menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa yang akan datang. Bioetanol yang bersifat
ramah
lingkungan,
dapat
diperbaharui
(renewable),
mampu
mengeleminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca, sangat baik untuk dikembangkan. Sumber bahan bakar nabati (BBN) yang dapat dimanfaatkan
sebagai
bahan baku bioetanol diantaranya yaitu jagung, aren, nipah, tebu, sagu, sorgum, dan ubi kayu. Sumber BBN tersebut, terutama tanaman ubi kayu potensial untuk dikembangkan sebagai bakan baku bioetanol di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ubi kayu dapat tumbuh di lahan kritis dengan sedikit kandungan air, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap cekaman, budidaya ubi kayu relatif mudah, dan waktu panen yang dapat diatur (Prihandana et al. 2007). Ubi kayu juga merupakan bahan yang baik untuk menghasilkan bioetanol dengan murah, tidak memerlukan banyak tenaga kerja, pencemaran
2
lingkungan yang mudah dikelola, dan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar pada berbagai agroekosistem (Sinar Tani 27 Juni-3 Juli 2007). Salah satu faktor pembatas dalam budidaya tanaman adalah adanya organisme pengganggu tanaman. Budidaya ubi kayu dalam skala besar membutuhkan pengetahuan mengenai pengelolaan tanaman yang baik serta organisme pengganggu tanaman tersebut. Dengan demikian diperlukan informasi mengenai sikap dan tindakan petani ubi kayu berkaitan dengan pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman (OPT) agar pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik.
Tujuan Penelitian bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan tanaman serta informasi organisme pengganggu tanaman (OPT) ubi kayu oleh petani di Kecamatan Ciemas Sukabumi dan Kecamatan Dramaga Bogor.
Manfaat Memberikan informasi pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman ubi kayu yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ciemas dan Kecamatan Dramaga sehingga dapat digunakan dasar pertimbangan dalam mengelola tanaman tersebut.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Klasifikasi tanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) yaitu: Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
: Arhichlamydeae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Sub Famili
: Manihotae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot esculenta Crantz
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz,) mempunyai nama lain M. utilissima dan M. alpi. Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil merupakan pusat asal dan keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering. Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash crop). Penggunaan ubi kayu dalam bidang perdagangan menghasilkan starch, gaplek, tepung ubi kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamat, tepung aromatik, dan pelet. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu urutan keempat terbesar di dunia setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Namun, pasar ubi kayu dunia dikuasai oleh Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, tanaman ubi kayu menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Ubi kayu dapat menghidupi berbagai industri hulu dan hilir. Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta jiwa manusia di dunia dan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain.
4
Tabel 1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat
No
Jenis Tanaman
Nilai Kalori (Kal/Ha/Hr)
1
Ubi kayu
250 x 103
2
Jagung
200 x 103
3
Beras
176 x 103
4
Sorgum
114 x 103
5
Gandum
110 x 103
Sumber: Prihandana 2007
Budidaya Ubi kayu Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya (Jones 1969) . Ubi kayu akan tumbuh dengan baik pada daerah dibawah 1.500 m dpl dengan curah hujan 750-1.000 mm/tahun dan suhu rata-rata 25-28 oC. Tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah tanah lempung berpasir yang cukup hara dan berstruktur gembur. Namun, dapat pula tumbuh pada tanah dengan tekstur berpasir hingga liat. Menurut Kusumastuti (2007) keasaman tanah (pH) berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman, indikator kemungkinan adanya unsur hara beracun bagi tanaman dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5. Ubi Ubi kayu dapat tumbuh pada tanah dengan keasaman 4,5-8 (optimal 5,8). Ubi kayu juga dikenal sebagai tanaman yang mampu tumbuh pada lahan-lahan marginal, tetapi produktifitasnya sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.
Jenis dan Varietas ubi kayu di Indonsia Ubi kayu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sebagai bahan pangan dan sebagai bahan baku tapioka. Ubi kayu sebagai bahan pangan harus memenuhi syarat utama yaitu tidak mengandung racun HCN (<50 mg/Kg umbi basah). Adapun ubi kayu untuk bahan baku industri memiliki kandungan HCN yang tinggi (>100 mg/Kg umbi basah).
5
Varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam antara lain Adira-1, Adira-4, Adira-2, Darul Hidayah, Malang-1, Malang-2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, UJ-5. Ubi kayu yang digunakan untuk bahan baku bioetanol adalah ubi kayu yang memiliki kadar pati dan potensi hasil tinggi; tahan cekaman biotik dan abiotik; serta umur panen yang fleksibel. Varietas ubi kayu yang disarankan oleh Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) untuk bahan baku bioetanol adalah Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Hal itu dikarenakan kadar pati empat varietas tersebut tinggi. Berikut karakteristik keempat verietas tersebut
Tabel 2. Karakteristik empat varietas unggul ubi kayu untuk bahan bakar bioetanol
Varietas
Umur (bulan)
Hasil (Ton/Ha)
Kadar Pati (%)
Adira-4
8
25-40
25-30
Malang-6
9
36,4
25-32
UJ-3
8
30-40
25-30
UJ-5
9-10
25-38
20-30
Sumber: Wargiono dkk 2006 dalam Prihandana 2007
Bibit Ubi Kayu Ubi kayu ditanam dari setek batang. Satu batang ubi kayu dapat menghasilkan 10-20 setek (Prihandana et al. 2007). Bibit ubi kayu yang baik berasal dari tanaman induk yang mempunyai tingkat produksi dan kadar tepung tinggi, berumur genjah 7 – 9 bulan, memiliki rasa yang enak, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Stek batang ubi kayu yang siap ditanam adalah yang diambil dari tanaman yang berumur 7-12 bulan, dengan diameter 2,5-3cm, telah berkayu, lurus dan masih segar serta diambil dari bagian tengah batang (antara 20 cm dari pangkal batang dan 25 cm dari pucuk). Panjang stek 20 - 25 cm dengan bagian pangkal diruncingi untuk memudahkan penanaman. Selain itu, kulit stek tidak boleh terkelupas, terutama pada bakal tunas (Deptan 1989).
Jenis dan Pengolahan Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol, dan andosol. Pengolahan tanah bertujuan antara lain adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah yang
6
baik untuk budidaya ubi kayu seharusnya memiliki struktur remah dan gembur, sejak fase awal pertumbuhan tanaman hingga panen. Hal ini dikarenakan tanah remah memiliki tata udara yang baik, unsur hara lebih tersedia, dan mudah diolah. Pengolahan tanah juga bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma serta menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak dalam keadaan becek atau berair agar struktur tanah tidak rusak. Dengan demikian pertumbuhan akar dan umbi berkembang dengan baik.
Penanaman Waktu tanam yang tepat bagi tanaman ubi kayu, secara umum adalah musim hujan atau pada saat tanah tidak berair agar struktur tanah tetap terpelihara. Hal ini disebabkan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4-5 bulan, selanjutnya kebutuhan air relatif lebih sedikit. Ubi kayu kayu ditanam secara monokultur dengan jarak tanam bervariasi diantaranya yaitu 100 x 100 m2; 100 x 60 m2; dan 100 x 40 m2. Penanaman secara monokultur di tanah subur yaitu berjarak 125 x 80 cm2 sedangkan monokultur di tanah kurang subur dapat ditanam dengan jarak 100 x 66 cm2 atau 125 x 64 cm2. Jarak tanam ubi kayu model barisan (90 x 74 cm2) menghasilkan produktivitas 712% lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam segi empat (100 x 100 cm2 dan 100 x 80 cm2). Hal ini disebabkan ruang antar barisan pada model barisan dapat lebih meningkatkan intersepsi cahaya matahari. Stek ditanam dalam posisi vertikal atau minimal membentuk sudut 60 derajat agar akar terdistribusi secara merata. Selain itu, pangkal stek terlebih dahulu harus dipotong secara rata atau runcing. Volume akar ditanah dan penyebarannya berpengaruh pada jumlah hara yang dapat diserap tanaman, selanjutnya berdampak pada produksi. Kedalaman tanam 10-15 cm pada kondisi tanah gembur dan lembab untuk menjaga kesegaran setek.
7
Tabel 3. Hasil ubi kayu menurut cara tanam dan pengolahan yang berbeda Cara tanam dan
Musim Hujan
Musim Kemarau
Daya Tumbuh
Hasil Relatif
Daya Tumbuh
Hasil Relatif
(%)
(%)
(%)
(%)
100
100
100
100
Miring (45 )
100
96
92
92
Horizontal
92
69
71
58
10 cm
97
87
75
74
15 cm
98
90
98
91
Guludan (ridge)
98
93
82
83
Tanpa guludan
98
84
93
84
pengolahan tanah Posisi setek Vertikal o
Kedalaman tanah
Pengolahan tanah
Keterangan: Penanaman pada awal musim hujan Sumber: Wargiono dkk 2006 dalam Prihandana 2007
Pemupukan Ubi kayu merupakan tanaman yang tidak rakus unsur hara. Namun, jika dibudidayakan dalam jumlah besar maka akan menyerap banyak hara dari tanah. Ubi kayu merupakan tanaman yang memberikan hasil produksi tinggi, akan tetapi memerlukan unsur hara yang relatif tinggi pula (Wargiono 1979). Jones (1969) mengemukakan bahwa apabila dihitung berdasarkan jumlah unsur hara per satuan energi yang dihasilkan, maka tanaman ubi kayu masih lebih efisien dibandingkan dengan tanaman padi, sorghum, dan pisang. Kemampuan tanaman ubi kayu untuk menghasilkan hasil tinggi pada tanah yang relatif miskin unsur hara, tidak hanya disebabkan oleh efisiensi konversi dari unsur hara ke dalam produksi bahan kering, akan tetapi tanaman tersebut harus juga mempunyai kemampuan tinggi untuk mengekstrak unsur hara dari dalam tanah.
8
Table 4. Kebutuhan N, P, dan K tanaman ubi kayu dibandingkan dengan komoditas lain
Jenis Tanaman
Purata Hasil Nasional tahun 2005
Kebutuhan Hara (Kg/Ha)
(Ton/Ha)
N
P
K
Ubi kayu
15,5
62,0
20,7
96,1
Padi sawah
4,7
104,6
14,9
123,7
Jagung
3,3
90,3
16,0
60,8
Kedelai
1,3
63,7
9,1
27,3
Sumber: Subandi dkk 2006 dalam Prihandana 2007
Untuk mencapai hasil yang tinggi perlu diberikan pupuk organik (pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau) dan pupuk an-organik (Urea, TSP, KCl). Pupuk organik sebaiknya diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah. Tujuan utama pemberian pupuk ini adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Pupuk anorganik diberikan bergantung pada tingkat kesuburan tanah. Pupuk harus dibenamkan ke dalam tanah. Dosis pupuk sangat bergantung pada jenis tanah, khususnya kesuburan tanah. Pemberian pupuk yang dianjurkan adalah urea 1/3, dan Kcl 1/3 sebagai pupuk dasar pada saat pembuatan guludan serta 2/3 dosis diberikan pada bulan ketiga atau keempat setelah penanaman.
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang sehat, baik, seragam dan memperoleh hasil yang tinggi. Pemeliharaan ubi kayu meliputi penyulaman, penyiangan dan pembuangan tunas. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman ubi kayu yang tidak tumbuh yaitu pada umur 1-3 minggu. Penyiangan dilakukan untuk menghindari kompetisi dengan gulma karena menurut penelitian kompetisi tanaman dengan gulma dapat menurunkan produktivitas ubi kayu hingga 7,5%. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 bulan dan saat panen (menjelang panen). Hal tersebut dilakukan agar dapat menurunkan kesulitan panen, sehingga kehilangan hasil dapat dicegah. Disamping itu dapat mempermudah pengolahan tanah dan mengurangi populasi gulma pada musim tanam berikutnya. Pembuangan tunas dilakukan apabila pada satu tanaman,
9
tumbuh lebih dari dua tunas. Pembuangan tunas tersebut dilakukan pada saat tanaman ubi kayu berumur 1-1,5 bulan,
Pemanenan Kriteria utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yaitu pada saat tanaman berumur 7-9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang, warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok. Umur panen ubi kayu fleksibel, mulai dari 7-12 bulan. Penundaan umur panen dapat dilakukan namun hanya pada daerah yang beriklim basah akan tetapi tidak sesuai di daerah beriklim kering. Panen dilakukan dengan menggali tanah disekitar ubi dan membuang batang-batang ubi kayu terlebih dahulu. Pangkal batang disisakan + 10 cm untuk memudahkan pencabutan. Pencabutan dapat dilakukan dengan tangan untuk tanah ringan dan menggunakan alat pengungkit berupa sepotong bambu atau kayu untuk tanah berat. Pencabutan tanamna ubi kayu dengan alat pengungkit dilakukan dengan cara mengikat pangkal batang dengan kayu, ujung pengungkit diletakkan diatas bahu kemudian diangkat perlahan-lahan ke atas (Prihandana et al. 2007).
Hama dan Penyakit Tanaman Ubi Kayu Beberapa hama dan penyakit ubi kayu yang banyak menyerang adalah tungau merah, belalang, uret (Xylothropus spp), babi hutan, cendawan dan bakteri seperti Xanthomonas campestris pv. Manihotis. (Pinus lingga 1989)
Hama Tungau Merah Hama utama ubi kayu adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama ini hanya menyerang pada musim kemarau dan menyebabkan rontoknya daun. Petani hanya menganggap keadaan tersebut sebagai akibat kekeringan. Penelitian menunjukkan penurunan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 20 – 53%, bergantung pada umur tanaman dan lama serangan. Menurut Prihandana (2007) hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai dengan 95% di rumah kaca. Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan
10
cara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah. Untuk pengendalian tungau merah sebaiknya ubi kayu ditanam di lahan pada awal musim hujan untuk mencegah terjadinya serangan tungau, dengan tenggang waktu 2 bulan. Namun, cara yang paling praktis, stabil dan ekonomis adalah dengan menanam varietas tahan tungau. Varietas Adira-4 dan Malang-6 yang cukup tahan tungau sedangkan UJ-3 dan UJ-5 peka tungau. Oleh karena itu, disarankan UJ-3 dan UJ-5 sebaiknya ditanam di daerah-daerah yang mempunyai bulan basah cukup panjang. Varietas UJ-3 dan UJ-5 kurang bagus ditanam di daerah yang mempunyai musim kering relatif panjang. Kutu putih (Paracoccus marginatus) Kutu yang diketahui pertama kali menyebar ke luar negeri pada 1998 di Florida, Amerika Serikat, merupakan jenis baru di Indonesia. Hama kutu putih (Paracoccus marginatus) biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Kutu putih merusak dengan cara mengisap cairan dan menyerang semua bagian tanaman, dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga, sehingga permukaan tanaman yang diserang akan berwarna hitam (Koran Tempo, 15 Agustus 2008). Kutu putih memiliki beberapa spesies yang menyerang tanaman tropis dan tanaman di rumah kaca. Nimfa berjalan perlahan diatas tanaman setelah menetas. Bentuknya oval, kuning terang dengan jumlah tungkai 6. Hama ini bertubuh halus (licin), akan tetapi setelah makan maka kutu putih akan menyembunyikan bagian lilin putih dari sisi tubuhnya. Kutu putih dapat bergerak lembam diatas tanaman. Jika tumbuh dengan baik, panjang betina dapat mencapai 7 mm (Jones dan Jones 1984). Kutu putih dewasa jantan dapat berukuran hungga 3 milimeter dan bersayap. Induk betinanya mampu bertelur hingga 500 butir yang diletakkan dalam satu kantung telur terbuat dari lilin. Siklus hidup kutu putih sepanjang satu bulan. Paracoccus marginatus bisa berkembanbiak 11-12 generasi dalam setahun.
11
Secara umum hama ini tidak banyak bergerak, kecuali larva instar 1 yang baru menetas dari telur dan tidak ditutupi lilin. Larva instar 1 dengan mudah melayang terbawa angin atau menempel pada burung. Hal seperti ini membantu penyebaran kutu dari satu kebun ke kebun lain. Kutu putih juga dapat terbawa pakaian saat seseorang masuk ke kebun yang terserang hama ini (Koran Tempo, 15 Agustus 2008). Kutu putih ini memiliki banyak inang baik tanaman hortikultura maupun tanaman yang bukan hortikultura. Tanaman inang yang termasuk ke dalam tanaman hortikultura diantarnya pepaya, alpukat, terong, tomat, kamboja, aglaonema, palm putri, kembang sepatu, puring, zodia, serta tanaman bukan komoditas hortikultura seperti singkong dan jarak. Penyebaran kutu putih dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu putih yang cukup tinggi dan bersifat polifag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Kutu putih ini merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman; mengeluarkan racun sehingga mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok; banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu; dan dapat menimbulkan kematian tanaman. Dengan demikian, kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup tinggi (Deptan 2008). Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan air sabun atau alkohol 70%. Apabila serangan hama sudah parah, maka dapat dikendalikan dengan insektisida (akothion) (Koran Tempo, 15 Agustus 2008).
Kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell) Kutukebul (Hemiptera:Aleyrodidae) merupakan kelompok serangga yang berukuran kecil berwarna putih dan bertubuh lunak. Serangga ini dinamakan kutukebul karena kelompok serangga ini apabila berterbangan seperti ”kebul” (”kebul” dalam bahasa Jawa berarti asap). Kutu kebul mampu mengeluarkan lapisan lilin berwarna putih dari kelenjar khusus yang ada pada bagian abdomen. Nimfa maupun imago kutukebul biasanya memiliki lapisan lilin dengan berbagai bentuk. Lapisan lilin ini dapat digunakan untuk identifikasi karena penampilan
12
dan pola dari lapisan lilin dapat berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain (Botha et al., 2000). Kutukebul berukuran kecil seperti serangga ngengat yang ditutupi dengan bedak. Sayapnya sekitar 3 mm, searah dan venasinya banyak yang tereduksi. Kutukebul makan dibawah permukaan daun dari tanaman inang dan terbang seperti awan ketika diganggu. Di daerah tropis dan subtropis, kutukebul memelihara/mempertahankan diri dengan berganti fungsi menjadi vektor virus pada lahan pertanian (Jones dan Jones 1984). Para ahli entomologi dan ahli penyakit tanaman mendeskripsikan kutukebul sebagai kelompok hama yang penting bagi tanaman pertanian. Hal ini karena kutukebul tidak hanya menyebabkan kerusakan langsung, tetapi juga kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung yang dimaksud adalah menghisap bahan makanan dan menginjeksikan racun kedalam jaringan tanaman (Watson 2007) yang dapat menyebabkan tanaman inang tampak layu, kerdil dan bahkan mati (Botha et al., 2000). Kerusakan tidak langsung adalah adanya beberapa spesies yang dapat berperan sebagai vektor penyakit yang dapat menyebabkan tanaman inang menguning dan daun mengeriting. Penghisapan cairan tanaman yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi ketidakteraturan proses fisiologis tanaman (physiological disorder). Hal tersebut dapat dilihat pada ketidak teraturan waktu matang tanaman tomat dan daun yang keperakan (silverleaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae. Keberadaan kutukebul dapat mengundang patogen lain seperti embun jelaga (contohnya:Capnodium sp.) untuk hidup dan berkembangbiak pada tanaman inang tersebut. Embun madu menyediakan substrat yang ideal bagi perkembangan embun jelaga (Hoddle 2004). Embun madu dapat menutupi daun dan buah tanaman inang sehingga dapat membuat buah menjadi cacat serta dapat menghalangi cahaya matahari yang diperlukan tanaman untuk melakukan fotosintesis (Watson 2007). Famili Aleyrodidae yang juga disebut kutukebul (whitefly) hingga saat ini berjumlah 1200 spesies. Stadia imago dan stadia nimfa sama-sama mempunyai struktur yang sangat khusus disekitar anus (vasiform orifice,operculum dan lingula) yang berperan dalam eksresi embun madu. Hal tersebut dilakukan agar
13
embun madu yang dikeluarkan tidak membasahi tubuh. Struktur ini tidak dimiliki oleh kelompok serangga lain. Semua stadia kutukebul hidup dan makan dibagian bawah permukaan daun sehingga embun madu yang dikeluarkan serangga ini langsung menetes ke bawah. Kutukebul dikelompokkan kedalam tiga subfamili: Aleurodicinae – terdiri atas 18 genera dan 120 spesies terutama terdapat di daerah Neotropical. Aleyrodinae – terdiri atas 112 genera dan 1080 spesies dan merupakan subfamili terbesar dan terdistribusi luas di seluruh dunia. Udamoselinae – terdiri atas satu genus, satu spesies tidak tergolong ke dalam hama. Kutukebul ini termasuk ke dalam subfamili Aleurodicinae yang merupakan salah satu dari tiga subfamili kutukebul yang dikenal selama ini. ciri khas dari famili ini adalah adanya empat pasang pori kompon (compound pore) yang merupakan struktur khusus pada kutukebul yang dapat mengeluarkan lilin. Watson (2007) mendeskripsikan kutukebul yang tergolong dalam subfamili Aleurodicinae sebagai berikut: pada bagian subdorsum terdapat pori penghasil lilin, satu pasang dibagian kepala (cephalic) dan empat atau enam pasang pada bagian abdomen, lingula berukuran besar, berbentuk seperti lidah, memanjang ke arah bawah, berdekatan dengan vasiform orifice. Pada bagian lingula terdapat enam rambut yang terlihat jelas, terkadang dengan dua pasang rambut tereduksi. di alam, seringkali pupa ditutupi oleh benang-benang lilin. Puparia berwarna transparan dan tubuh pupa dikelilingi oleh lilin. Nimfa dan imago dapat ditemukan dibawah permukaan daun dan dalam kelompok. Abdomen dengan 4 pori dan Vasiform orifice berbentuk subcordate. Penampakan luar agak lonjong, pori berukuran sama, berdiameter lebih dari 28
m, pori
abdominal terdapat pada segmen III dan IV, lingkaran dorsal dengan lingkaran pori berseptat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut berukuran tebal dan agak besar. Hidup pada berbagai jenis tanaman dan terdapat di daerah Indonesia, Amerika Utara dan Selatan, Kepulauan Karibia, Florida, Guam, Fiji, Pulau Cook, Philipina, dan Serawak (Watson 2007).
14
Di negara tropis, kutukebul ini menimbulkan masalah serius pada banyak tanaman. Dalam 30 tahun terakhir, tingkat kerusakan yang disebabkan oleh kelompok kutukebul meningkat secara drastis. Strain baru yang tahan terhadap pestisida komersial sering bermunculan dan sulit untuk dikendalikan. Strain ini telah menyebar ke seluruh dunia. banyak kasus diantaranya terbawa dalam tanaman hidup yang diekspor ke luar negeri dari negeri asalnya. Kutukebul
bereproduksi
secara
seksual
(hanya
sesekali
saja
parthenogenesis). Serangga betina yang sudah dibuahi oleh serangga jantan menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu pengait yang disebut pedisel (pedicel). Beberapa spesies kutukebul menempatkan telur berpediselnya kedalam stomata daun. Selama fase telur, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan dengan cara mengambil cairan dari tanaman inang. Ketika telur menetas, nimfa instar pertama kutukebul akan bergerak untuk mencari tempat penyerapan makanan (feeding site) yang sesuai dan menetap disana. Dalam siklus hidup serangga ini, hanya instar pertama yang memiliki tungkai untuk bergerak mencari tempat yang sesuai. Nimfa selanjutnya tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan di sekitar daerah penyerapan makanan memburuk. Sampai pada tahap ini, nampak siklus hidup kutukebul mirip dengan siklus hidup serangga Famili Coccoidea lainnya. Namun pada stadia terakhir, kutukebul menghentikan makannya dan membentuk semacam kubah sebagai tempat perlindungan proses menuju imago. Stadia ini biasa disebut oleh sebagian orang ”puparium”, walaupun secara teknis sebutan puparium tidak tepat (Watson 2007). Setelah melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago. Kulit pupa tetap tinggal pada permukaan daun untuk jangka waktu lama. Walaupun kutukebul memproduksi banyak embun madu, mereka jarang didatangi oleh semut. Terdapat kemungkinan bahwa hal ini disebabkan oleh duri dari lapisan lilin yang mereka miliki. Identifikasi dari kutukebul dapat dilakukan dengan pengamatan struktur dari kantung pupa (Kalshoven 1981). Menurut Byrne dan Bellows (1991), lietratur terdahulu mengenai persebaran kutukebul menyimpulkan bahwa kutukebul adalah penerbang jarak pendek. Fakta ini berkebalikan dengan Hemiptera lain yang umumnya adalah
15
penerbang jarak jauh. Jika kesimpulan ini berkebalikan dengan kenyataan di lapangan, maka kemungkinannya sangat kecil. Byrne et al. (1988) menemukan bahwa kutukebul memiliki nilai angkut sayap yang rendah (0,00174-0,005329 g/cm2) dan frekuensi kepakan sayap yang tinggi (165,6-224,2 Hz). Kedua fakta ini yang menyebabkan kutukebul memiliki kemampuan terbang yang rendah karena umumnya pada serangga besar terdapat korelasi yang positif antara nilai angkut sayap dengan frekuensi kepakan sayap. Jika nilai angkut sayap tinggi maka frekuensi kepakan sayap tinggi. Namun hal ini tidak berlaku bagi serangga kecil yang beratnya kurang dari 0,03 g termasuk kutukebul. Strategi terbang pada serangga-serangga kecil berbeda. Kutukebul menggunakan strategi ”Clap and fling”. Strategi seperti ini membuat kutukebul masuk ke dalam golongan penerbang yang buruk.
Belalang (Valanga sp, Orthoptera:Acrididae) Belalang tergolong kedalam ordo Orthoptera dan famili Acrididae. Imago betina memiliki panjang tubuh 58-71 mm dan imago jantan 49-63 mm. Imago meletakkan telurnya pada kedalaman 5-8 cm dan dibungkus material seperti busa. Serangga ini umumnya bertelur pada awal musim hujan dan menetas pada awal musim kemarau (Dadang et al. 2007). Anggota dari ordo ini umumnya memiliki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras yang disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat, sayap belakang melipat dibawah sayap depan. Serangga ini memiliki dua buah (sepasang) mata majemuk (facet), sepasang antena, serta tiga buah mata sederhana (oceli). Dua pasang sayap serta tiga pasang tungkai terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spirakel yang merupakan alat pernapasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada bagian ujung abdomen (segmen terakhir abdomen). Tipe alat mulut serangga ini menggigit mengunyah. Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia telur-nimfaimago (Indartono dalam Chandra 2008). Belalang daun dapat menyerang
16
pertanaman stiap saat dan memiliki inang yang banyak/polifag. Serangan berat umumnya terjadi pada tanaman muda.
Ulat kantung (Cryptothelea virgata) Ulat kantung terdapat di seluruh Indonesia dan Asia, mulai dari pantai sampai ketinggian 1500 m dpl dan bersifat polifag. Tanaman inang hama ini diantaranya
asparagus, gambir, pinus, cemara, jarak, singkong, kakao, kopi,
randu, pala, lada, dan tanaman yang termasuk Coniferospermae. Larva yang baru saja menetas memiliki ukuran panjang kurang dari 1 mm. Larva tersebut menggantung dengan tali sutranya kemudian membuat kantung kecil berwarna kelabu sampai coklat dengan tenunan tali sutera yang mengilap. Hal tersebut dilakukan hanya dalam waktu 24 jam. Sesudah 2 bulan, kantung disesuaikan dengan ukuran ulat yaitu sekitar 4 cm. Pada tanaman Asparagus, kantung ulat ini dibuat dari daun yang berbentuk jarum. Hama ini bertelur sampai 450 butir. Ulat kantung ini tidak memakan daun akan tetpai sangat merusak karena daun digunakan untuk rumahnya (Pracaya 2007).
Penyakit Hawar Bakteri Bakteri yang banyak menyerang ubi kayu yaitu Xanthomonas campestris pv. Manihotis dan hawar daun (Cassava Bacterial Blight/CBB). Patogen ini menginfeksi batang untuk penyebaran yang lebih cepat ke bagian tanaman yang lain. Xanthomonas campestris pv. Manihotis merupakan penyebab penyakit hawar daun yang menyebar merata di dunia. Penyakit ini pertaman kali dilaporkan di Amerika Selatan kemudian setelah itu di Afrika dan Asia. Pada Penyakit ini menjadi target karantina phitosanitari internasional. Penyakit ini memiliki sprektrum gejala yang luas termasuk bercak daun bersudut, hawar, layu, nekrosis vaskular pada batang, mati ujung, produksi eksudat, daun rontok hingga kematian tanaman. Kehilangan hasil yang telah dilaporkan mulai dari 12-100%. Penyakit ini
juga
berpengaruh
Perkembangbiakan
terhadap
penurunkan
hasil
panen
dan
bibit.
17
Xanthomonas campestris pv. Manihotis merupakan patogen yang menular melalui bibit dan semua yang ada di lapisan bibit atau dalam embrio. Bakteri ini bertahan dapat bertahan baik di dalm maupun diluar bibit. Patogen
ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan/perkecambahan dari bibit yang terinfeksi. Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan kultur teknis, diantaranya yaitu penggunaan bagian tanaman yang tidak terinfeksi dan kultivar yang tahan. Penyortiran bibit dapat menurunkan kejadian penyakit, aka tetapi siftanya terbatas karena Xanthomonas campestris pv. Manihotis dapat bertahan dalam jaringan tanpa menyebabkan gejala (Verdier et al. 1998). Bakteri mengadakan penetrasi melalui mulut kulit atau melalui luka pada jaringan epidermis. Alat-alat pertanian yang terkontaminasi, manusia, ternak, serangga, dan percikan air hujan, terutama dari getah yang keluar dari batang dan daun sakit dapat menyebarkan bakteri. Bakteri dapat menginfeksi apabila kelembaban udara jenuh selama 12 jam. Pada musim hujan, jumlah bercak pada daun dapat meningkat (Lozano dan Sequeira 1974b dalam Semangun 2004). Suhu optimum untuk perkembangan penyakit ini adalah sekitar 30oC (Maraite dan Weyns 1979 dalam Semangun 2004).
Bercak Coklat (Cercosporium henningsii) Bercak coklat disebabkan oleh cendawan. Gejala dari penyakit ini adalah adanya bercak yang tampak jelas pada kedua sisi daun. Pada sisi atas bercak tampak coklat merata. Pada sisi bawah daun bercak kurang jelas dan ditengah bercak coklat terdapat warna keabu-abuan karena adanya konidiofor dan konidium jamur. Bercak berbentuk bulat dengan garis tengah 3-12 mm. Patogen yang terus berkembang dapat membentuk bercak yang kurang terarur atau agak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tepi daun atau tulang-tulang daun. Terkadang terdapat halo yang kurang jelas pada bagian tepian bercak. Daun yang sakit akan menguning dan mengering seiring dengan perkembangan penyakit (Semangun 2004). Menurut Rismunandar (1981) gejala penyakit ini dimulai dengan bintikbintik kecil pada permukaan daun yang dengan cepat membesar dan berwarna hijau tua. Bintik-bintik dilingkari oleh warna coklat kemudian secara perlahan
18
menjadi lingkaran-lingkaran yang konsentris dan berwarna coklat. Daun yang diserang patogen ini proses similasinya akan terhambat. Hasil asimilasi yang berupa zat karbohidrat pun akan menurun. Cendawan ini memiliki banyak nama akan tetapi hingga saat ini lebih dikenal dengan nama Cercosporium henningsii dan stadium sempurnanya disebut Mycospharella manihotis. Hifa cendawan berkembang dalam ruang sela-sela sel, membentuk stroma dengan dengan garis tengah 20-45 m. Angin atau hujan dapat membawa spora dari bercak tua atau daun tua yang sudah rontok ke permukaan daun sehat. Pada udara yang cukup lembab, konidium berkecambah, membentuk pembuluh kecambah yang bercabang-cabang, dan membentuk anastomosis. Penetrasi terjadi melalui mulut kulit dan cendawan meluas dalam jaringan lewat ruang sela-sela sel. Cuaca yang panas dan lembab, infeksi memerlukan waktu 12 jam. Pada umumnya daun tua lebih rentan daripada daun muda karena letaknya lebih tinggi (Semangun 2004).
19
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei dilakukan di pertanaman ubi kayu yang berlokasi di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi Selatan dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Identifikasi
OPT
dilakukan
di
Klinik
Tanaman,
Laboratorium
Biosistematika Serangga, serta Laboratorium Bakteri Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2009.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, kantong plastik, mikroskop, botol kecil, cawan petri, preparat, erlenmeyer, tabung reaksi, laminar airflow, alkohol, media YDCA, air steril, KOH 10%, minyak cengkeh, balsem Canada, carbol xylene, acid fuchsin, dan glacial acetic acid.
Metode Penelitian Informasi tentang pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman ubi kayu diperoleh melalui wawancara dengan petani dan pengamatan langsung pada petak pertanaman.
Wawancara Petani Wawancara dilakukan secara perorangan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tersusun dalam satu paket kuisioner. Petani yang diwawancarai dipilih dari yang paling mudah diakses atau dijumpai (convenience sampling). Petani responden terdiri atas 20 petani pada masing-masing Kecamatan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dan rataannya, kemudian disajikan dalam bentuk diagram pie dan batang dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Berdasarkan kedua jenis diagram tersebut, dijelaskan beberapa kriteria yang meliputi: (1) karakteristik petani ubi kayu; (2) budidaya ubi kayu; (3) masalah OPT dan
20
pengendalian; (4) hubungan antara karakteristik petani dengan tindakan pengendalian; (5) analisis biaya manfaat.
Pengamatan Langsung Pengamatan di lapangan dilakukan dengan memilih secara acak 10 kebun contoh di masing-masing Kecamatan. Pada setiap kebun contoh dipilih 10 tanaman contoh yang ditentukan secara sistematik sepanjang garis diagonal kebun. Pada setiap tanaman contoh diamati dan dicatat hama dan penyakitnya.
Hama yang ditemukan kemudian diidentifikasi. Hama yang tidak dapat diidentifikasi di tempat, dikoleksi dalam botol yang berisi alkohol 70% atau kantung plastik. Selanjutnya diidentifikasi di Laboratotium Biosistematika Serangga Departeman Proteksi Tanaman IPB. Contoh tanaman sakit yang bergejala dibawa ke Klinik Tanaman dan Laboratorium Bakteri Departemen Proteksi Tanaman IPB untuk diidentifikasi jenis patogennya. Data hasil pengamatan tersebut diolah dengan menghitung persentase tanaman yang diserang oleh setiap hama dan penyebab penyakit. Persentase tanaman yang diserang oleh hama dan penyebab penyakit dihitung dengan menggunakan rumus: PTS= n/N x 100% PTS = Persen tanaman terserang hama atau penyakit n
= Jumlah tanaman yang terserang
N
= Jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan Kecamatan Ciemas Kecamatan Ciemas berada di Kabupaten Sukabumi, berbatasan dengan Kecamatan Simpenan di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, Kecamatan Ciracap di sebelah barat, dan Kecamatan Waluran di sebelah timur. Luas Kecamatan Ciemas adalah 27.585 Ha yang terdiri atas sawah seluas 4.471 Ha dan darat seluas 23.114 Ha. Kecamatan ini terbagi menjadi 8 desa dengan keadaan topografi berbukit sampai bergunung. Kecamatan Ciemas memiliki kemiringan 70% dengan ketinggian 400-500 m dpl. Suhu udara berkisar antara 27-32 oC dengan rata-rata 30 oC. Jenis tanah di daerah ini yaitu fodsolik merah kekuning-kuningan, aluvial hidromof dan grumosol. Curah hujan rata-rata 4.079 mm/tahun dan pH berkisar antara 4,2-7,5.
Kecamatan Dramaga Kecamatan Dramaga berada di Kabupaten Bogor, berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur di sebelah utara, Kecamatan Tamansari/Ciomas di sebelah
selatan, Kecamatan Ciampea di sebelah barat, dan Kecamatan Bogor Barat di sebelah timur. Luas Kecamatan Dramaga adalah 2.187,09 Ha yang terdiri atas sawah seluas 972 Ha dan darat seluas 1.215,09 Ha. Kecamatan ini terbagi menjadi 10 desa dengan keadaan topografi datar sampai bergelombang ringan. Kecamatan Dramaga memiliki kemiringan lahan 520% dengan ketinggian 500 m dpl. Suhu udara berkisar antara 22,8-32 oC. Jenis tanah di daerah ini yaitu latosol kemerah-merahan. Curah hujan di Kecamatan Dramaga 1000 – 1500 mm/tahun dan pH berkisar antara 5,5-6,5.
Karakteristik Petani Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga Berdasarkan hasil wawancara dengan 20 petani ubi kayu di masing-masing Kecamatan, tingkat pendidikan petani umumnya adalah lulusan SD (Gambar 1).
22
Di Kecamatan Ciemas, petani lulusan SD mencapai 60%, lulusan SMP 30%, serta sebagian kecil (masing-masing 5%) tidak tamat SD dan lulusan SMU. Di Kecamatan Dramaga, 50% petani adalah lulusan SD dan separuh lainnya terbagi secara merata. Namun, petani yang tidak bersekolah persentasenya cukup banyak yaitu mencapai 20%.
SMU 5%
tidak tamat SD 5%
SMP 5%
SMU 10%
tidak sekolah 20%
SMP 30% SD 60%
a
SD 50%
tidak tamat SD 15%
b
Gambar 1 Persentase tingkat pendidikan petani ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
Pengalaman petani dalam berusaha tani ubi kayu di masing-masing Kecamatan sebagian besar lebih dari 10 tahun. Di Kecamatan Ciemas, petani yang berusaha tani lebih dari 10 tahun melebihi setengahnya yaitu sebesar 55%. Selebihnya (masing-maisng 20%) adalah petani yang berusaha tani kurang dari satu tahun dan antara satu sampai tiga tahun. Sedangkan petani yang memiliki pengalaman berusaha tani antara 5 – 10 tahun hanya 5%. Di Kecamatan Dramaga, sebesar 90% petani memiliki pengalaman berusaha tani lebih dari 10 tahun dan 10% lainnya adalah petani yang bertanam ubi kayu antara 5-10 tahun (Gambar 2).
23
5-10 tahun 10%
<1 tahun 20%
>10 tahun 55%
1-3 tahun 20% 5-10 tahun 5%
a
>10 tahun 90%
b
Gambar 2 Persentase lama pengalaman berusaha tani ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
Luas kebun ubi kayu yang dimiliki petani di Kecamatan Ciemas sebagian besar berkisar 1-5 ha (40%) dan 0,5–1 ha (35%) (Gambar 3a). Disamping itu, terdapat pula budidaya ubi kayu hingga 75 ha seperti yang dilakukan oleh PTPN VIII. Banyaknya petani yang mengusahakan ubi kayu di Kecamatan Ciemas ini dikarenakan pada akhir tahun 2007, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat mengadakan Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Salah satu program PPK-IPM tersebut adalah menanam ubi kayu secara besar-besaran. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penyediaan bioetanol dari tanaman atau bahan bakar non fosil untuk mensubstitusi BBM menjadi BBN. Di Kecamatan Dramaga, luas kebun ubi kayu yang diusahakan seluruhnya kurang dari 0,5 ha (Gambar 3b). Hal ini dikarenakan ubi kayu bukan merupakan komoditas utama yang ditanam di daerah tersebut. Luas lahan pertanian di daerah Dramaga lebih banyak digunakan untuk menanam padi, jagung, ubi jalar, dan kacang tanah. Bahkan ada yang menjadikan ubi kayu hanya sebagai tanaman pinggir.
24
>5 ha 5% <0,5 ha 20% <0,5 ha 100%
1-5 ha 40%
0,5-1 ha 35%
a
b
Gambar 3 Persentase luas kebun ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
Status kepemilikan lahan di Kecamatan Ciemas lebih banyak yang menjadi penggarap (50%) dibandingkan pemilik (35%). Hal ini karena adanya program PPK-IPM. Pemerintah menyediakan lahan seluas 50 ha untuk digarap oleh petani dalam menunjang program tersebut. Di Kecamatan Dramaga, sebagian besar petani merupakan pemilik dan penggarap (85%) sedangkan sisanya yaitu 15% petani hanya sebagai penggarap (Gambar 4).
PTPN 5%
pemilik dan pengga rap 35%
pengga rap 15%
pengga rap 50%
pemilik dan pengga rap 85%
penye wa 10%
a
b
Gambar 4 Persentase kepemilikan lahan ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
25
Budidaya Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga
Di Kecamatan Ciemas, petani yang menanam ubi kayu lebih banyak melakukan pola tanam dengan cara tumpangsari (55%), sedangkan di Kecamatan Dramaga lebih banyak melakukan pola tanam monokultur (70%). Berdasarkan pengamatan langsung di lapang, pola tanam dengan cara tumpangsari memiliki jarak tanam lebih lebar dibandingkan dengan jarak tanam pada pola monokultur. Jarak tanam ubi kayu pada pola tanam tumpangsari pada umumnya adalah 1 m x 1,5 m dan 2 m x1,5 m2. Pada pola tanam monokultur jarak tanam ubi kayu pada umumnya 1 m x 0,9 m. Menurut Lingga (1989), ubi kayu yang ditanam dengan pola tanam tumpangsari memiliki jarak tanam yang lebih lebar. Ubi kayu ditanam bersamaan dengan jagung dan kacang-kacangan (seperti kacang tanah) pada pola tanam tumpangsari di awal penanaman.
pinggi ran 5%
monokul tur 45%
tumpang sari 55%
a
tumpa ngsari 25% mono kultur 70%
b
Gambar 5 Persentase pola tanam ubi kayu (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
Varietas ubi kayu yang ditanam di Kecamatan Ciemas berbeda dengan
varietas ubi kayu yang ditanam di Kecamatan Dramaga. Petani di Kecamatan Ciemas banyak menanam varietas Darul Hidayah, Manggu, Adira, dan Mekar Manik. Selain itu, sebagian kecil petani menanam ubi kayu varietas lokal diantaranya yaitu suringen dan mentega hijau. Petani di Kecamatan Dramaga
26
banyak menanam varietas putih, mentega dan Bogo. Selain itu, sebagian kecil petani menanam ubi kayu varietas manggu, Adira dan perelek. Pengolahan tanah yang dilakukan di dua kecamatan tersebut, umumnya menggunakan cangkul dan garpu. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk an-organik (urea, TSP, dan KCl). Petani di Kecamatan Ciemas menggunakan pupuk cair sedangkan petani di Kecamatan Dramaga tidak menggunakannya. Hal tersebut berkaitan dengan varietas yang ditanam. Petani di dua kecamatan tersebut melakukan pemeliharaan tanaman yang relatif sama yaitu penyulaman, penyiangan dan pengguludan tanah. Penyiangan yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ciemas sebagian besar menggunakan herbisida pada saat mengolah tanah dan dengan cara mekanis menggunakan kored pada saat tanaman ubi kayu sudah tumbuh. Hal ini tidak dilakukan oleh petani di Kecamatan Dramaga. Petani hanya melakukan penyiangan dengan cara mekanis baik pada saat pengolahan tanah maupun pada saat tanaman ubi kayu sudah tumbuh. Pembuangan tunas dilakukan oleh semua petani baik di Kecamatan Ciemas maupun di Kecamatan Dramaga.
Hama dan Penyakit Ubi Kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga serta Pengendaliannya
Hama Beberapa hama baik yang ditemukan pada pertanaman ubi kayu maupun dari data hasil wawancara yaitu tungau merah (Arachnida: Tetranychidae), kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae), kutukebul (Hemiptera: Aleurodidae), belalang (Orthoptera: acrididae), siput (Mollusca), ulat jengkal (Lepidoptera: Geometridae),
Cocconellidae
(Hemiptera),
ulat
kantung
(Lepidopteera:
Psychidae), ulat api (Lepidoptera: Limacocidae), wereng daun (Hemiptera: Cicadelidae), kepik (Hemiptera), rayap (Isoptera), babi, dan tikus.
27
Tungau (Tetranychus urticae) Serangan hama tungau di Kecamatan Ciemas mencapai 75% sedangkan di Kecamatan Dramaga hanya 38%. Tungau dianggap sebagai hama utama ubi kayu karena paling banyak ditemukan di setiap tanaman. Gejala yang ditimbulkan adalah daun berwarna coklat kasar terutama pada bagian pertulangan daun. Tungau meghisap cairan daun sehingga daun berwarna coklat kemerahan. Tungau dapat menyebabkan kerusakan tanaman ubi kayu dengan cara mengurangi luas areal fotosintesis dan akhirnya mengakibatkan penurunan hasil panen ubi kayu. Kerusakan tanaman dapat diperparah oleh kondisi musim kering, kondisi tanaman stress air, dan kesuburan tanah yang rendah (Kusumastuti 2007). Biasanya tungau berkumpul pada pertemuan tulang daun (Gambar 12a).
a
b
Gambar 6 (a) populasi tungau pada bagian bawah daun, (b) gejala serangan tungau
Kutu Putih (Paracoccus marginatus) Tanaman ubi kayu yang diserang oleh kutu putih di Kecamatan Dramaga mencapai 97% namun di Kecamatan Ciemas kutu putih ini tidak ditemukan. Pada awalnya kutu berada pada bagian bawah daun, namun ketika populasiya semakin banyak, kutu putih menjalar ke bagian batang atau tangkai daun. Tanaman yang terserang kutu putih akan merana serta akan kehilangan banyak daun sehingga fotosintat untuk pembentukan umbi menjadi sedikit. Kutu putih menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu higga menimbulkan kematian tanaman (Deptan 2008). Hal ini dikarenakan adanya tanaman pepaya sebagai tanaman inang utama kutu putih yang banyak di jumpai dan ditanam di Kecamatan Dramaga. Bahkan beberapa tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga menjadi tanaman pinggiran dari tanaman pepaya. Di Kecamatan Ciemas, tidak dijumpai tanaman pepaya yang dibudidayakan.
28
a
b
Gambar 7 (a) kutu putih oada batang dan tangkai, (b) preparat slide kutu putih
Kutukebul (Aleurodicus dispersus Rusell) Kutukebul dijumpai menyerang ubi kayu di Kecamatan Dramaga dan Ciemas. Serangan kutukebul di Kecamatan Dramaga lebih berat (70%) dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Ciemas (1%). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat, Sartiami dan Yuliani (2009), terdapat beberapa kutukebul yang ditemukan pada beberapa tanaman di daerah Bogor, Sukabumi dan Cianjur yaitu cabai, tomat dan kedelai. Salah satu spesies kutukebul yang ditemukan adalah Aleurodicus disperses. Kutukebul merupakan hama yang bersifat polifagus (Lambkin 2000). Hal ini dapat menunjukkan bahwa banyaknya kutukebul yang ditemukan di daerah Dramaga karena di daerah tersebut terdapat tanaman inang seperti cabai, tomat, dan kedelai yang dibudidayakan (BP3K Kecamatan Dramaga 2009).
a
b
29
c Gambar 8 (a) imago kutukebul, (b) nimfa kutukebul, (c) preparat slide kutukebul
Hama lainnya Pada lahan ubi kayu ditemukan juga beberapa jenis hama selain hama-hama tersebut diatas namun dalam populasi yang rendah, yaitu Coreidae (Hemiptera), siput (Molusca), belalang, kepik, ulat jengkal (Geometridea), Cocconellidae, ulat kantung, ulat api (Lepidoptera: Limacocidae), wereng daun (Hemiptera: Cicadelidae), rayap (Isoptera), babi, dan tikus. Gejala hama babi hanya ditemukan pada kebun contoh di Kecamatan Ciemas karena lokasi tersebut berdekatan dengan hutan. Hama-hama lain yang terdapat pada kebun contoh dapat disebabkan
oleh adanya
tumbuhan sekitar pertanaman yang beraneka ragam seperti jagung, kacang tanah, dan lain-lain yang dijadikan sebagai tanaman tumpangsari. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat menjadi inang alternatif hama.
Penyakit Beberapa jenis penyakit baik yang dijumpai pada pertanaman ubi kayu maupun dari data hasil wawancara diantaranya hawar daun bakteri, bercak daun, dan busuk umbi. Penyakit yang banyak dijumpai adalah hawar daun bakteri dan bercak daun sedangkan busuk umbi dijumpai dalam jumlah yang sedikit.
Hawar Daun Bakteri Tanaman ubi kayu sebagian besar diserang oleh patogen ini. Di Kecamatan Ciemas, serangan mencapai 88% bahkan di Kecamatan Dramaga hingga 100%. Koloni bakteri yang ditemukan setelah diisolasi dari daun ubi kayu menunjukkan warna putih
30
dan kuning pada media YDCA. Menurut Schaad (2001) patogen tersebut merupakan Xanthomonas sp. untuk koloni berwarna kuning dan
Xanthomonas campestris pv.
Manihotis untuk koloni yang berwarna putih. Varietas juga dapat menyebabkan perbedaan serangan pada dua Kecamatan ini. Di Kecamatan Ciemas lebih banyak petani yang menggunakan varietas yang tahan terhadap penyakit ini diantaranya yaitu Daarul Hidayah, Mekar Manik dan Adira (Balitkabi 1993). Penyakit hawar daun ini merupakan penyakit utama pada tanaman singkong dengan gejala bercak-bercak bersudut pada daun kemudian bercak tersebut meluas hingga mengakibatkan daun mengering dan akhirnya mati (Deputi Menegristek 2008).
a
b
Gambar 9 (a) koloni bakteri Xanthomonas campestris pv. Manihotis, (b) gejala hawar daun bakteri
Bercak Coklat (Cercosporium henningsii) Bercak coklat dijumpai menyerang ubi kayu di Kecamatan Ciemas dan Dramaga. Serangan patogen ini di Kecamatan Dramaga lebih berat (59%) dibandingkan dengan serangan di Kecamatan Ciemas (3%). Menurut Barnet dan Hunter (1998) penyakit bercak coklat ini disebabkan oleh Cercosporium henningsii. Gejala yang ditimbulkan oleh patogen ini adalah bercak coklat pada daun kemudian daun mengering, dan akhirnya jaringan daun mati (Bapenas 2009). Penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga karena faktor lingkungan lebih mendukung untuk pertumbuhannya yaitu panas dan lembab.
31
a
b
Gambar 10 (a) mikroskopik Cercosporium henningsii, (b) gejala bercak coklat
Pengendalian OPT
Petani yang melakukan pengendalian OPT (fisik, mekanis, kultur teknis, dan kimiawi) lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan pengendalian, baik di Kecamatan Ciemas maupun di Kecamatan Dramaga (Gambar 6). Petani yang melakukan pengendalian OPT dilakukan secara kimiawi, mekanis, kultur teknis, dan fisik. Di Kecamatan Ciemas, pengendalian kimiawi (20%) dilakukan untuk membunuh babi dengan menggunakan temix. Banyaknya babi di daerah tersebut karena sebagian besar wilayahnya berupa lahan kosong dan hutan. Pengendalian mekanis (10%) dilakukan untuk mengendalikan rayap dan babi sedangkan pengendalian fisik (15%) dilakukan untuk membunuh hama uret/lundi secara langsung. Pengendalian mekanis pada rayap dilakukan dengan cara mencangkul tanah karena rayap menyerang pada awal pertumbuhan ubi kayu. Pengendalian mekanis pada babi dilakukan dengan menggunakan kain yang dilumuri sabun. Hal ini karena babi menganggap bau sabun merupakan ciri keberadaan manusia di kebun. Petani di Kecamatan Dramaga melakukan pengendalian OPT secara kimiawi (25%), yaitu dengan menggunakan pestisida berbahan aktif delta metrin yang biasa digunakan untuk pengendalian OPT pada padi. Pengendalian mekanis (5%) dilakukan dengan cara mencangkul atau menancapkan daun pinang di tanah dekat tanaman ubi kayu. Kultur teknis (5%) dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang terserang OPT dengan tanaman baru untuk pengendalian rayap.
32
70% Jumlah Petani
60% 50% 40% 30% 20%
Ciemas
10%
Dramaga
0% Fisik
Mekanis
Kultur teknis
Kimiawi
tidak melakukan apa-apa
Jenis Pengendalian
Gambar 11 Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan
Berdasarkan keempat cara pengendalian OPT di atas, maka pengendalian kimiawi dan mekanis merupakan pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani. Alasan petani di Kecamatan Ciemas dan Kecamatan Dramaga dalam melakukan tindakan pengendalian OPT tersebut karena mudah (5% dan 20%), praktis (15% dan 10%), dan ampuh (0% dan 10%).
25%
Jumlah Petani
20% 15% Ciemas
10%
Dramaga 5% 0% Ampuh
Mudah
Praktis
Alasan Pengambilan Keputusan Pengendalian OPT
Gambar 12 Persentase alasan petani dalam melakukan tindakan pengendalian OPT
Kehilangan hasil akibat OPT berkisar 10-20% di Kecamatan Ciemas (60% petani) dan 20-40% di Kecamatan Dramaga (35% petani). Angka ini menunjukan
33
OPT ubi kayu di Kecamatan Ciemas lebih merugikan dibandingkan di Kecamatan Dramaga. 80-100%
Kehilangan Hasil
60-80% 40-60% 20-40% Dramaga
10-20%
Ciemas
<10% 0 0%
20%
40%
60%
80%
Jumlah Petani
Gambar 13 Persentase kehilangan hasil akibat OPT
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian
Hubungan antara lamanya pengalaman yang dimiliki oleh petani dalam berusaha tani ubi kayu dengan jenis pengendalian yang dilakukan yaitu umumnya petani yang berusaha tani lebih dari 10 tahun baik di Kecamatan Ciemas (35%) maupun Kecamatan Dramaga (55%) tidak melakukan tindakan pengendalian OPT. Hal ini berdasarkan pengalaman para petani, ubi kayu merupakan tanaman yang sangat sedikit hama maupun penyakitnya sehingga tidak memerlukan pengendalian, terutama pengendalian dengan pestisida yang akan menyebabkan kerugian karena tidak sesuai dengan biaya produksinya.
34
40%
Jumlah Petani
35% 30%
Kimiawi
25% 20%
Non kimiawi
15% Tidak melakukan pengendalian
10% 5% 0% < 1 tahun
1-3 tahun 5-10 tahun >10 tahun
Pengalaman Berusaha tani Ubi Kayu
a 60%
Jumlah Petani
50% 40% 30% 20%
5-10 tahun
10%
>10 tahun
0% Kimiawi
Non kimiawi
Tidak melakukan pengendalian
Jenis Tindakan Pengendalian OPT
b Gambar 14
Hubungan antara pengalaman berusaha tani dengan tindakan pengendalian (a) Kecamatan Ciemas, (b) Kecamatan Dramaga
Analisis Biaya Manfaat Analisis biaya manfaat atau benefit-cost ratio (B/C) merupakan perbandingan antara keuntungan dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pengelolaan tanaman ubi kayu di Kecamatan Ciemas memiliki nilai B/C lebih kecil (B/C = 0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga (B/C = 2,142). Nilai B/C di Kecamatan Ciemas tidak mencapai angka 1 sehingga tidak efisien
35
dan menimbulkan kerugian bagi petani. Hal ini dikarenakan stake holder (PT BBDH) tidak menjalankan MOU sesuai kesepakatan. PT BBDH (Biofuel Bigcassava Daarul Hidayah) merupakan stake holder dari sektor bisnis yakni perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan saprotan, bibit, dan lain-lain terkait pertanian terutama untuk varietas ubi kayu Daarul Hidayah. Dengan demikian, petani harus membeli saprotan dari PT. BBDH dan hasil panen petani pun harus dibeli oleh stake holder tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan hasil panen petani, khususnya dalam kemudahan pemasaran produk. Selama pelaksanaan PPK-IPM terjadi beberapa masalah, yaitu kekurangpuasan petani terkait harga yang ditetapkan stake holder, keterlambatan dana dari pemerintah sehingga penanaman menjadi mundur yang menyebabkan ubi kayu ditanam pada musim kemarau, pupuk organik telah disebar tetapi bibit tidak ada (tidak mencukupi) sehingga terjadi pengeluaran biaya yang sia-sia, terbatasnya bibit yang diberikan oleh stake holder sehingga harus diganti dengan bibit ubi kayu dari varietas lain, pupuk kimia yang dikirim stake holder pun tidak sesuai dengan kesepakatan dan hanya mencukupi sekitar 50% dari yang seharusnya sehingga pertumbuhan tanaman dinilai kurang optimal, pupuk cair khusus untuk varietas Daarul Hidayah yang dikirim sesuai dengan kebutuhan untuk 50 ha tetapi karena bibit Darul Hidayah yang ditanam tidak mencukupi maka banyak stok pupuk cair yang tidak digunakan, MOU yang telah disepakati antara petani dan stake holder tidak dipenuhi oleh
stake holder sehingga
menimbulkan kekecewaan dari pihak petani, akibatmya petani sangat dirugikan karena kebingungan untuk menjual hasil panen. 2,5
Nilai B/C
2 1,5 1 0,5 0 Ciemas
Dramaga Kecamatan
Gambar 15 Nilai B/C dalam berusaha tani di masing-masing Kecamatan
36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengelolaan tanaman yang baik dapat meningkatkan hasil panen dan pendapatan petani. Pengelolaan tanaman ubi kayu di Kecamatan Ciemas memiliki nilai B/C lebih kecil (B/C = 0,473) dibandingkan dengan Kecamatan Dramaga (B/C = 2,142). Hama yang banyak menyerang tanaman ubi kayu di Kecamatan Dramaga adalah tungau, kutu putih, dan kutu kebul. Hal ini sesuai dengan lingkungan yang menunjang perkembangbiakan dan pertumbuhan hama-hama tersebut. Sedangkan hama yang banyak menyerang
ubi kayu di Kecamatan
Ciemas adalah babi, rayap dan uret/lundi. Hal ini karena lokasi kebun yang dekat dengan hutan dan tanah yang digunakan untuk menanam ubi kayu merupakan tanah yang sebelumnya biasa ditanami padi. Penyakit yang banyak meyerang di dua kecamatan tersebut adalah hawar daun bakteri dan bercak coklat.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan kehilangan hasil akibat serangan berbagai hama dan penyakit tanaman ubi kayu.
37
DAFTAR PUSTAKA Anonim.
1989. Gema Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. http://neocassava.blogspot.com/2007/05/i.html[16 Feb 2009]
Anonim.
1989. Ubi Kayu. Balai Informasi Pertanian Irian http://neocassava.blogspot.com/2007/05/i.html[16 Feb 2009]
Jaya.
Anonim. 2009. Program penyuluhan Pertanian dan kehutanan UPTD penyuluhan wilayah Dramaga. Bogor: BP3K, Dinas Pertanian dan Kelautan, Pemkab Bogor. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. 1993. Varietas Adira. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/366/ [24 Agustus 2009] Bappenas.
2009. Budidaya Singkong. http://www.smallcrab.com/forex/1makemoney/500-budidaya-singkong[24 Agustus 2009]
Barnet HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth edition. Minessota: APS Press Bintoro D. 2008. Keanekaragaman Kutukebul (Hemiptera:Aleyrodidiae) di Wilayah Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Botha J, Hardie D, Power G. 2000. Spiraling Whitefly Aleurodicus disperses, Exotic Threat to Western Australia. Fact sheet no. 18/2000. Byrne DN, Bellows TS. 1991. Whitefly Biology. Annu. Rev. Entomol. 36:431-57 Byrne DN, Bellow TS, Parella MP. 1988. Relationship between wing loading, wingbeat frecuency and body mass in homopterous insect. J Exp. Biol. 135:9-23 Chandra David. 2008. Inventarisasi Hama dan Penyakit Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) di Lmpung dan Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dadang, Suastika G, Dewi RS. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Pagar (Jatropha curcas). Bogor: Surfactant and Bioenergy Research Center. Deptan. 2008. Waspada serangan kutu putih pada tanaman Pepaya. direktorat jenderal hortikultura http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=200&Itemid=1 [23 Agustus 2009] Deputi
Menegristek. 2008. Budidaya singkong mekarmanik. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp. http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20singkong.pdf [24 Agustus 2009]
Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reknowardoyo IM, dkk. 2007. Jarak Pagar, Tanaman Pnghasil Biodiesel. Jakaerta: Penebar Swadaya
38
Hidayat P, Sartiami D, Yuliani. 2009. Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=44175 [23 Agustus 2009] Hoddle MS. 2004. The Biology and Management of Silverleaf Whitefy, Bemisia argentifolii Bellows and Perring (Homoptera: Aleyrodidae) on Greenhouse Grown Ornamentals. http://www.biocontrol.ucr.edu/bemisia.html#biology[24 Agustus 2009] Jones W.O. 1969. Manioc In Africa. California: Standford Univ Press Jones Jones. 1984. Pests of field crops. Ed ke-3. USA: Edward Arnold Kalshoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeven. Terjemahan dari: De Plagen van de cultuurgewassen in Indonesie. Kusumastuti Tri . 2007. Singkong sebagai salah satu sumber bahan bakar nabati (BBN). Fakultas pertnaian, Universitas Gajah Mada. http://faperta.ugm.ac.id/newbie/download/pak_tar/specialtopicagrono my/purwanto.doc [16 Feb 2009] Lambkin T. 2000. Aleurodicus dispersus (Homoptera: Aleyrodidae) - Spiralling whitefly.Australia.http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Aleurodic usdispersus&btnG=Telusuri+dengan+Google&meta=&aq=f&oq= [24 Agustus 2009] Lingga Pinus. Bertanam ubi-ubian. 1989. Jakarta: Penebar Swadaya Pitaloka
Y. 2008. Kutu putih bisa hinggap di pakaian. http://www.inilah.com/berita/citizenjournalism/2008/08/19/44626/kut u-putih-bisa-hinggap-di-pakaian/ [24 Agustus 2009]
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya Prihandana Rama, Noerwijari Kartika, Adinurani P.G., Setiyaningsih Dwi, Setiadi Sigit, Hendroko Roy. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka Purnama D. 2008. Invasi Kutu dari Meksiko. Koran Tempo, 15 Agustus 2008. Puslitbang Tanaman Pangan. Ubi Kayu Bioenergi yang Potensial. Sinar Tani, 27 Juni-3 Juli 2007 Rismunandar. 1981. Penyakit tanaman pangan dan pembasmiannya. Bandung: Sinar Baru Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria 3rd. USA: APS Press Semangun Haryono. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press
39
Suhendri. 2008. Analisis Strategi Pembangunan Usaha Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayyu pada P.T. Panca Jaya Raharja, Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Verdier V, Mosquera G, Assigbetse K. 1998. Detection of the Cassava Bacterial Blight Pathogen, Xanthomonas axonopodis pv. Manihotis, by Polymerase Chain Reaction. Plant disease 82 (1):79 Wargiono E.J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanamnya. Bogor: Publ.LPPP Watson, GW. 2007. Identification of whiteflies (Hemiptera:Aleyrodidae) APEC Re-entry workshop on whiteflies and mealybugs in Malaysia, 16 th to 26 th April 2007
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1 Daftar kuisioner tentang pengelolaan tanaman, hama dan penyakit ubi kayu
SURVEI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) UBI KAYU DI KECAMATAN CIEMAS, SUKABUMI DAN KECAMATAN DARMAGA, BOGOR
Desa
: ………………….
Tanggal wawancara : …………………
Kampung
: ………………….
Tempat wawancara
: …………………
waktu wawancara
: …………………
Pewawancara : ………………….
Karakteristik Petani 1.
Nama
: …………………..
2.
Umur
: …………….. tahun
3.
Pekerjaan uatama : [ ] petani [ ] petani penggarap [ ] buruh tani [ ] pedagang [ ] karyawan
4.
Pekerjaan sampingan : [ ] petani [ ] buruh [ ] pedagang [ ] lainnya …………………….
5.
Pendidikan terakhir : [ ] Tak tamat SD [ ] SD [ ] SMP [ ] SMU [ ] PT
42
6.
Pengalaman berusaha tani singkong : [ ] < 1 tahun [ ] 1-3 tahun [ ] 3-5 tahun [ ] 5-10 tahun [ ] >10 tahun
Lahan 7.
Luas kebun ubi kayu yang diusahakan: ………….
8.
Status kepemilikan lahan : [ ] pemilik dan penggarap [ ] penyewa [ ] penggarap [ ] lainnya ……. Jika menyewa, berapa biaya yang dikeluarkan: Rp. ………….
Budidaya Ubi Kayu 9.
Varietas ubi kayu yang ditanam : ………………….
10. Asal bibit : [ ] membeli dari petani lain [ ] dari tanaman sebelumnya [ ] lainnya ……… Jika membeli, berapa biaya yang dikeluarkan: ∑ bibit = ………. Harga/bibit = Rp. ………….. Total biaya = Rp. ………….. 11. Umur tanaman saat ini : 12. ∑tanaman: …………..pohon, jarak tanam ……… m x ……….m 13. Pola tanam : [ ] monokultur [ ] campuran [ ] tumpangsari [ ] lainnya ………………
43
14. Persiapan lahan : Kegiatan …………… ∑ HOK = ………….. Upah/HOK = Rp. …………….. 15. Penanaman ubi kayu: ∑ HOK = ………….. Upah/HOK = Rp. …………….. 16. Apakah bapak melakukan pembuangan tunas dalam pemeliharaan ubi kayu? [ ] Ya
[ ] Tidak
17. Sejarah lahan : 18. Pemupukan Jenis Pupuk
Intensitas
Waktu
Dosis (kg)
Harga /Kg
pemupukan Kandang Urea TSP KCl NPK ………….. ∑ HOK = ………….. Upah/HOK = Rp. …………….. 19. Pestisida Jenis pestisida
Frekuensi
Waktu
Dosis (botol)
Harga (botol)
……………. ……………. ∑ HOK = ………….. Upah/HOK = Rp. ……………..
44
20. Pengendalian gulma/penyiangan Cara pengendalian
Frekuensi
Waktu
Jenis alat/herbisida
Mekanik Kimiawi/herbisida ∑ HOK = ………….. Upah/HOK = Rp. …………….. 21. Peralukan pascapanen : [ ] umbi dijual sendiri ke pasar [ ] umbi dijual ke tengkulak [ ] keduanya 22. Ubi kayu yang dihasilkan/panen ……………. ton/ha, dengan harga Rp. ………../Kg Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 23. OPT apa saja yang menyerang pertanaman ubi kayu bapak, dan mana yang paling merugikan? 1. ………………….
4. …………………..
2. ………………….
5. …………………..
3. …………………..
6. ……………………
24. Bagaimana bapak mengendalikan OPT tersebut? Tindakan Pengendalian [ ] Fisik: ……………………. [ ] Mekanis: ……………………. [ ] Kultur teknis: ……………………. [ ] Kimiawi: ……………………. [ ] Hayati: ……………………
Biaya (Rp/musim)
Tenaga kerja (HOK)
Upah/HOK (Rp)
45
25. Alasan pengambilan keputusan pengendalian: a. Fisik: ………………………………………... b. Mekanis: ……………………………………. c. Kultur teknis: ……………………………….. d. Kimiawi: ……………………………………. e. Hayati: ……………………………………… 26. Menurut pengalaman bapak berapa persen kehilangan produksi ubi kayu akibat serangan OPT tersebut? [ ] <20% [ ] 20-40% [ ] 40-60% [ ] 60-80% [ ] 80-100%
Catatan :
46
Lampiran 2 Peta Kecamatan Ciemas dan Dramaga
Peta Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi
47
Peta Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor
48
Lanjutan