ANALISIS PENGARUH FAKTOR CUACA UNTUK PREDIKSI SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PADA TANAMAN BAWANG MERAH
FATCHAH SAKINAH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRACT FATCHAH SAKINAH. The Analysis of Weather Factors Effect for Predicting the Attack of Plant Pest Organism on Onion. Supervised by Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. and Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si. Pest and disease are the main factors which cause low onion productivity in Brebes. The aim of this reasearch was to find out the effect of weather parameter and pest predator toward the intensity of pest attack (Spodoptera exigua, Liriomyza sp dan Thrips tabaci) using Correlation, Stepwise Regression and Principal Component Regresion technique in two regions. The intensity of Spodoptera exigua, Liriomyza sp and Thrips tabaci attack were influenced by various weather variables from at least one of the combined data of Tmax, Tmin, RH and rain , one until three weeks before the attack period. The intensity of the Spodoptera exigua’s attack showed significant positive correlation with the intensity of the attack in the previous week and predator, while Tmax, RH and rain showed significant negative relationship. The intensity of the Liriomyza sp’s attack showed a significant negative correlation with T max, Tmin, RH and rain. Thrips tabaci particularly showed significant negative correlation with Tmax and Tmin. The regression result using Stepwise method for predicting the intensity of Spodoptera exigua's pest attack in region 1 (Karangbale and Pamulian) and region 2 (Kedungbokor, Larangan and Sitanggal) based on intensity attack data from previous week, the predator and weather elements showed a high R2 value if it is analyzed for each areas, that are 99,7% and 100% and for Lyriomiza sp with the R2 value are 45,9% and 94,8%. Particularly for Thrips tabaci, attack analysis based on weather element got a good value if both areas are combined, that is 39,6%. Used of the data, though the obtained linear regression equation get high values of R2 but has not shown the consistency of weather influenced between sites, the weather and other physical factors observed were no different. For each region and each pest’s cases, the affected weather elements are different. Keywords: Onion, intensity of attacks, Liriomyza sp, Spodoptera exigua, Thrips tabaci.
ABSTRAK FATCHAH SAKINAH. Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Untuk Prediksi Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Bawang Merah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. dan Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si. Serangan hama merupakan salah satu faktor utama penyebab rendahnya produktivitas bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan untuk mempelajari pengaruh parameter cuaca dan musuh alami hama terhadap intensitas serangan hama (Spodoptera exigua, Liriomyza sp dan Thrips tabaci) menggunakan teknik korelasi, Stepwise dan Principal Componen Regresion di dua wilayah. Intensitas serangan Spodoptera exigua, Liriomyza sp. dan Thrips tabaci dipengaruhi oleh variabel yang berbeda-beda minimal satu dari kombinasi data T max, Tmin, RH dan CH, satu hingga tiga minggu sebelum periode serangan. Intensitas serangan Spodoptera exigua menunjukkan hubungan positif yang nyata dengan intensitas serangan pada minggu sebelumnya dan musuh alami, sedangkan Tmax, RH dan CH menunjukkan hubungan negatif yang nyata. Intensitas serangan Liriomyza sp menunjukkan hubungan negatif yang nyata dengan Tmax, Tmin, RH dan CH. Pada Thrips tabaci, intensitas serangan menunjukkan hubungan negatif yang nyata dengan Tmax dan Tmin. Hasil analisis regresi menggunakan metode Stepwise untuk prediksi intensitas serangan hama Spodoptera exigua di wilayah 1 (Karangbale dan Pamulian) dan wilayah 2 (Kedungbokor, Larangan and Sitanggal) berdasarkan data intensitas serangan minggu sebelumnya, musuh alami dan unsur-unsur cuaca menunjukkan nilai R2 yang baik jika dianalisis untuk masing-masing wilayah yaitu 99,7% dan 100%, dan untuk Liriomyza sp dengan R2 sebesar 45,9% dan 94,8%. Khusus untuk Thrips tabaci, pendugaan serangan berdasarkan unsur cuaca mendapatkan nilai yang baik jika kedua wilayah digabungkan yaitu 39,6%. Dengan data yang tersedia, meskipun diperoleh persamaan regresi linier dengan nilai R2 yang tinggi tetapi belum memperlihatkan konsistensi pengaruh unsur cuaca antar lokasi meskipun faktor cuaca dan faktor-faktor fisik lain yang diamati tidak berbeda. Untuk masing-masing wilayah dan masing-masing kasus hama, unsur cuaca yang mempengaruhi berbeda-beda. Kata kunci : Bawang merah, Intensitas serangan, Liriomyza sp, Spodoptera exigua, Thrips tabaci.
© Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor), tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentngan yang wajar di IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS PENGARUH FAKTOR CUACA UNTUK PREDIKSI SERANGAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PADA TANAMAN BAWANG MERAH
FATCHAH SAKINAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul : Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Untuk Prediksi Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Bawang Merah Nama : Fatchah Sakinah NRP
: G24080048
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP. 19600305 198703 2 002
Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si. NIP. 19650412 99203 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ―Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Untuk Prediksi Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada Tanaman Bawang Merah‖ sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS dan Bapak Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan masukan dan saran kepada penulis. 3. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 4. Ayahanda Moh. Nasir, Ibunda Rumlah, dan kedua adik tercinta Rika Masitoh dan Evih Qurrota Aina atas segala bentuk kasih sayang, cinta, doa, dukungan baik moral maupun materi, semangat dan nasehat yang tak pernah henti sampai saat ini. 5. Ibu Erni dan Bapak Raswin atas bantuan selama penelitian. 6. Seluruh staf/pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuannya selama ini. 7. Balai penelitian Klimatologi dan Hidrologi (Balitklimat) Cimanggu yang telah bersedia memberikan data-data. 8. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah II Ciputat yang telah bersedia memberikan data-data. 9. Nia, Fitra, Dila, Mirna dan Maria atas persahabatan, canda tawa, dan semangat selama ini. 10. Keluaraga di Wisma SQ Anna, Nengsih, Mega, Delvi, Ulan, Hilma, Putri, Lia, Feby, Puji, Yuang, Irma dan Fitri terima kasih atas suka duka dan keceriaan di kostan. 11. Teman-teman GFM 45 lainnya terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan selama ini. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala kekurangan tersebut. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi yang memerlukan
Bogor, Januari 2013
Fatchah Sakinah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 19 Oktober 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Moh. Nasir dan Rumlah. Penulis memulai pendidikan formal di TK Muslimat NU Gumingsir Langkap selama dua tahun (19941996). Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Negeri Langkap 01 sejak tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP N 1 Kedungwuni pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kedungwuni dan menyelesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Profesi HIMAGRETO masa jabatan 2009/2010 dan 2010/2011. Pada tahun 2011 penulis magang di BMKG Semarang selama satu bulan. Penulis membuat tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana sains (S.Si) dengan judul Analisis Pengaruh Faktor Cuaca Untuk Prediksi Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Pada Tanaman Bawang Merah di bawah bimbingan Dr. Ir. Rini Hidayati, MS dan Dr. Ir. Aris Pramudia, M.Si.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xi I
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1 1.1 Latar belakang ................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 1
II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 2.1 Tanaman Bawang Merah .................................................................................................. 2.2 Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah ................................................ 2.3 Ulat Bawang (Spodoptera exigua) .................................................................................... 2.4 Lalat Penggorok Daun (Liriomyza sp) .............................................................................. 2.5 Hama Putih (Thrips tabaci) .............................................................................................. 2.6 Pengaruh Unsur Iklim pada Kehidupan Serangga ............................................................
1 1 2 2 3 3 4
III METODOLOGI ...................................................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 3.2 Bahan dan Alat .................................................................................................................. 3.3 Metode Penelitian ............................................................................................................. 3.3.1 Persiapan Data ......................................................................................................... 3.3.2 Intensitas Serangan .................................................................................................. 3.3.3 Perhitungan Heat unit dan suhu dasar ...................................................................... 3.3.4 Analisis Data ............................................................................................................
5 5 5 5 5 6 6 6
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 7 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian ........................................................................................ 7 4.2 Intensitas Serangan ........................................................................................................... 8 4.3 Korelasi Intensitas serangan hama dengan intensitas sebelumnya, musuh alami dan variabel iklim .................................................................................................................... 10 4.3 Heat unit dan Suhu Dasar pada Setiap Stadium Liriomyza .............................................. 11 4.4 Analisis Regresi Parameter Iklim dengan Intensitas Serangan OPT bawang Merah ........ 11 4.4.1 Regresi Stepwise ...................................................................................................... 11 4.4.2 Principal Component Regresion (PCR) ................................................................... 13 V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 13 5.1 Simpulan ........................................................................................................................... 13 5.2 Saran .................................................................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 16
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Halaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) bawang merah ....................................................... 2 Koefien korelasi variabel yang mempengaruhi intensitas serangan hama ............................. 10 Persamaan regresi intensitas serangan hama dan koefisien determinasi.................................. 12 Koefisien determinasi (R2) intensitas serangan hama bawang merah ..................................... 13
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman Siklus hidup Spodoptera exigua .............................................................................................. 2 Liriomyza Spp .......................................................................................................................... 3 Thrips tabaci ............................................................................................................................ 4 Skala kerusakan serangan hama .............................................................................................. 6 Suhu udara bulanan (tahun 1991-2011) ................................................................................... 7 Curah hujan dan Kelembaban bulanan (tahun 1991-2011) ..................................................... 7 Intensitas serangan rata-rata, musuh alami, suhu dan curah hujan kumulatif pada musim kemarau di Karangbale dan Pamulian ...................................................................................... 8 8 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan pada musim hujan di Karangbale dan Pamulian ............................................................................................................................ 8 9 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan musim kemarau di Kedungbokor, Larangan dan Sitanggal ............................................................................................................ 9 10 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan musim hujan di Kedungbokor, Larangan dan Sitanggal ............................................................................................................ 9 1 2 3 4 5 6 7
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Foto hasil pengamatan lapang ...............................................................................................17 2 Koefisien korelasi intensitas serangan hama dengan variabel yang mempengaruhi intensitas serangan hama .......................................................................................................18 3 Output minitab regresi stepwise intensitas serangan hama bawang merah di wilayah 1, wilayah 2 dan wilayah 3 .........................................................................................................19 4 Persamaan regresi intensitas serangan hama terhadap semua variabel yang mempengaruhi serangan hama hasil PCR .......................................................................................................25 5 Persamaan regresi intensitas serangan hama terhadap variabel cuaca hasil PCR ...................26
xi
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi dan mempunyai banyak manfaat. Di Indonesia, bawang merah dibudidayakan oleh petani di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi. Produksi bawang merah terbesar tahun 2010 terdapat di Jawa Tengah, yakni 506.357 ton/tahun, menyusul kemudian Bali dan Nusa Tenggara Barat, sedangkan kontribusi produksi dari propinsi lain relatif sedikit. Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah di Jawa Tengah yang menjadi sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 412.812 ton pada tahun 2010 (BPS Kabupaten Brebes 2011). Dalam usaha budidaya tanaman tidak akan terlepas dari masalah serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang meliputi hama, penyakit dan gulma. Adanya serangan OPT ini dapat menyebabkan penurunan hasil panen bahkan sampai menyebabkan gagal panen. Pada Agustus 2004, diketahui sekitar 203 ha tanaman bawang merah di sembilan kecamatan di Brebes gagal panen karena terserang ulat grayak. Pada penanaman bawang merah sepanjang 2008, dilaporkan 162 ha terserang cendawan Fusarium. Menurut Kalshoven (1981), hama penting pada tanaman bawang merah adalah Spodoptera exigua (Lepidoptera: noctuidae), Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae) serta Agrotis ipsilon (Lepidoptera: Noctuidae). Permasalahan penyakit bawang merah yang umum ditemukan di lapang adalah penyakit bercak ungu (Altenaria porri), antraknos (Colletotricum gloeosporioides), bercak daun cescospora (Cercospora duddiae), busuk daun (Peronospora destructor), penyakit layu atau busuk umbi (Fusarium oxysporum) (Semangun 2007). Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor cuaca. Cuaca merupakan salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan suatu organisme, di antaranya dapat berpengaruh terhadap biologi maupun perilaku kehidupannya. Hama maupun penyakit yang sebelumnya dianggap sebagai hama atau penyakit minor dapat berubah menjadi hama atau penyakit penting jika kondisi faktor iklim dan faktor lainnya menunjang. Status dan dominasi jenis organisme pengganggu
tanaman (OPT) telah berubah dengan adanya perubahan iklim (Wiyono 2007). Oleh karena itu maka penelitian mengenai analisis faktor iklim untuk prediksi serangan hama pada tanaman bawang merah dengan memperhatikan populasi musuh alami perlu dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai antisipasi dan persiapan dalam pengendaliannya. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi cuaca yang berhubungan dengan perubahan intensitas serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman bawang merah di Brebes dengan memperhatikan faktor musuh alami. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Bawang Merah Bawang merah adalah tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Tanaman ini mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu (Rukmana 1994). Klasifikasi ilmiah Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Famili : Alliaceae Genus : Allium Spesies : A. ascalonicum Nama binomial Allium ascalonicum L. (Pitojo 2003) Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0 – 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Meskipun demikian, ketinggian optimalnya adalah 0 – 400 m dpl. Secara umum, tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 – 6,5 (Wibowo 2001). Bawang merah paling baik ditanam pada daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah (suhu antara 25o – 32o C). Kondisi suhu yang
2
paling baik jika rata-rata tahunannya 30o C (Wibowo 2001). Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300 mm – 2.500 mm/tahun. Kelembaban udara (nisbi) yang sesuai adalah antara 80–90%. 2.2 Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Bawang Merah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian pada tanaman hortikultura, yang di dalamnya terdiri atas hama, penyakit, dan gulma. Hama merupakan hewan yang merugikan, maka serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak tanaman baik secara ekonomis atau estetis. Pada ekosistem alami, makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya (Susniahti et al. 2005). Hama dan penyakit pada tanaman bawang merah dapat menyerang mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bahkan ujung daun. Bukan hanya menyerang pada saat tanaman berada di lahan, tetapi hama
maupun penyakit juga dapat menyerang hingga di tempat penyimpanan (Tabel 1). 2.3 Ulat Bawang (Spodoptera exigua) Hama yang sering menyerang tanaman bawang merah adalah hama ulat daun yang memiliki nama latin Spodopetra exigua. Hama ini ditemukan hampir di seluruh sentra produksi bawang merah. Kerusakan yang ditimbulkan bervariasi dari 3,8% sampai 100% tergantung pengelolaan budidaya bawang merah (Nurjanani dan Ramlan 2008). Serangan hama biasanya terjadi pada daerah dataran rendah (Nurjanani 2011). Tanaman bawang merah sering terserang ulat bawang jenis Spodoptera exigua dengan ciri terdapat garis hitam di perut/kalung hitam di leher.
Gambar 1 Siklus hidup Spodoptera exigua Sumber: Samsudin 2011
Tabel 1 Organisme pengganggu tanaman (OPT) bawang merah Stadia Hama Penyakit tanaman Tanaman 1. Layu Fusarium (Fusarium 1. Orong-orong (Gryllotalpa spp.) muda (1-4 Oxysporum) 2. Ulat bawang (Spodoptera exigua) MST) 3. Ulat grayak (Spodoptera litura) 4. Lalat Penggorok daun (Liriomyza chinensis) Tanaman tua 1. Thrips (Thrips tabaci) 1. Bercak ungu (Alternaria porn) (5-9 MST) 2. Downy mildew (Peronospora 2. Ulat bawang (S. exigua) 3. Lalat penggorok daun (L. Chinensis)
destruktor) 3. Bercak daun cercospora (Cercospora duddiae) 4. Antraknose (Colletotrichum gloeosporiodies) 5. Layu Fusarium (F. Oxysporum) 6. Nematoda (Dytylenchus dissaci, Helicotylenchus retusus)
Sumber : Soetiarso (2010) Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam
3
Telur ulat bawang diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang merah secara berkelompok, telur dilapisi benangbenang putih seperti kapas. Menurut Mossler et al. (2007) setiap serangga betina bisa menghasilkan sekitar 600 telur (sekitar 80 telur dalam setiap kelompok atau massa telur). Telur akan menetas dalam waktu 5 – 7 hari pada kondisi normal. Larva akan tinggal didalam daun dan memakan dari dalam. Lama hidup larva 10 hari. Pupa dibentuk pada permukaan tanah, berwarna coklat terang dengan ukuran 15-20 mm. Lama hidup pupa antara 6-7 hari (Fye dan Mc.Ada 1972 dalam Soetiarso 2010). Siklus hidup telur sampai imago adalah 4 sampai 5 minggu (Mossler et al. 2007). Tahap kepompong memiliki waktu kelangsungan hidup terpanjang setelah paparan suhu rendah. Waktu kelangsungan hidup fase telur pada suhu rendah lebih pendek daripada fase pupa, sehingga fase pupa S. exigua merupakan fase yang paling mudah beradaptasi pada suhu rendah (Zheng et al. 2011). Dimulai dari ujung daun, ulat memakan jaringan tanaman bagian dalam, sehingga yang tertinggal hanya jaringan epidermisnya saja. Daun berwarna kecoklatan dan pada tahap selanjutnya daun akan mati dan akhirnya tanaman juga akan mati. 2.4 Lalat Pengorok Daun (Liriomyza sp.)
Gambar 2 Liriomyza sp. Sumber: http://www.bio-bee.com Liriomyza sp. pertama kali ditemukan pada tanaman bawang merah di desa Klampok, Kabupaten Brebes pada awal bulan Agustus 2000. Liriomyza sp. menyerang tanaman bawang merah dari umur 15 hari setelah tanam sampai menjelang panen. Kehilangan hasil akibat hama tersebut dapat mencapai 30-100%. Hama pengorok daun tinggal dan makan dari dalam jaringan daun, sehingga berbentuk
korokan atau guratan pada daun. Siklus hidup berkisar 2 minggu. Serangan yang parah akan menyebabkan seluruh jaringan daun mati dan akhirnya tanaman juga mati. Waktu yang dibutuhkan untuk Liriomyza trifolii untuk menyelesaikan seluruh fase hidup pada seledri dalam laboratorium bervariasi dari 14 hari pada 35 °C dan 64 hari pada suhu 15 °C. Kelangsungan hidup pupa sangat rendah pada 35 °C dan peletakan telur berkurang terjadi pada 15 °C. Suhu optimal untuk kelangsungan hidup dan peletakan telur adalah 30 °C. Berdasarkan studi tentang kelangsungan hidup dan bertelur di berbagai suhu, Liriomyza trifolii mengalami pertumbuhan populasi maksimum antara Mei dan Oktober di Florida tengah (saat udara rata-rata suhu sedikitnya 25 °C), pertumbuhan populasi selama bulan Maret, April dan November (saat suhu udara ratarata adalah sekitar 20 °C) lebih rendah, dan hampir tidak ada pertumbuhan populasi dari Desember hingga Januari (saat udara ratarata suhu sekitar 15°C) (Mossler et al. 2007). Nonci dan Muis (2011) menyatakan seekor imago betina meletakkan telur 50−300 butir. Telur berwarna putih bening, ukuran 0,28 mm x 0,15 mm, dan lama stadium telur 2−4 hari. Larva terdiri atas tiga instar. Larva instar pertama menyerang daun dan menjadi instar kedua setelah 12 hari. Periode larva instar kedua adalah 12 hari, kemudian menjadi larva instar ketiga (akhir). Stadium larva instar ketiga berlangsung 1,53 hari. Larva yang baru keluar berwarna putih susu atau putih kekuningan dan segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam rongga daun selama hidupnya. Stadium larva berlangsung 6−12 hari dengan ukuran larva instar 3 adalah 3,5 mm. Stadium pupa berlangsung 11−12 hari. Imago berukuran panjang 1,7−2,3 mm. Imago betina mampu hidup 6−14 hari, sedangkan imago jantan 3−9 hari. 2.5 Hama Putih (Thrips tabaci) Thrips tabaci biasanya hidup di selasela daun. Akibat serangan hama ini, daun mengalami bercak-bercak putih dan mengering (Suhaeni 2007). Ketika Thrips menyerang tanaman bawang merah, daun akan menggulung, keriput dan secara bertahap mengering (Ullah 2010). Daun bawang merah yang terserang berwarna putih mengkilat seperti perak, serangan yang parah daun menjadi layu.
4
Gambar 3 Thrips tabaci Sumber: cals.ncsu.edu Siklus hidup berkisar antara 7 – 21 hari tergantung dengan kondisi lingkungan. Serangga betina dapat meletakkan telur sekitar 80 buah. Telur Thrips dimasukkan ke dalam daun atau batang dan menetas dalam 2 sampai 10 hari dan tahap larva berikutnya berlangsung dari 5 sampai 30 hari. Semua tahapan hidup serangga dapat ditemukan selama musim panas tetapi selama bulanbulan dingin hanya fase dewasa dan larva yang jelas terlihat. Ukuran serangga dewasa adalah 1 – 2 cm. Besar kemungkinan 5-8 generasi terjadi pertahun, tapi mungkin ada lebih banyak di beberapa negara dengan suhu yang lebih hangat. Hujan deras atau irigasi dapat mengurangi Thrips dan populasi tungau. Bawang merah tua dengan kanopi terbuka mendukung populasi Thrips menjadi lebih sedikit. Serangan berat terjadi pada suhu udara di atas normal dengan kelembaban di atas 70%. Suhu dan curah hujan telah lama diketahui sebagai faktor utama yang mempengaruhi dinamika populasi Thrips. Dinamika suhu terutama mempengaruhi tingkat perkembangan serangga. Penyebaran populasi Thrips positif dipengaruhi oleh peningkatan suhu dan negatif dipengaruhi oleh hujan deras sepanjang musim. Curah hujan cenderung berpengaruh negatif pada populasi Thrips karena hujan yang besar dan lama dapat membunuh larva dan menekan penyebaran. Sebaliknya, curah hujan dapat memberikan pengaruh positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menunda penuaan dari tanaman inang, yang memungkinkan lebih banyak waktu untuk Thrips berkembang biak (Morsello et al. 2008). Dengan meningkatnya suhu sepanjang musim, terjadi peningkatan aktivitas Thrips dan pertumbuhan populasi sampai ketika terjadi penuaan pada host. Cuaca kering mendukung pertumbuhan populasi Thrips
(Evans 1967 dalam Morsello et al. 2008). Franssen dan Huisman (1958) melaporkan bahwa kelimpahan dari Angusticeps thrips selama hujan dan dingin nyata lebih rendah dibandingkan saat musim kering dan panas, karena mortalitas larva yang tinggi dan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih lambat (Morsello et al. 2008). Lorini dan Junior (1990) dalam Morsello et al. (2008) melaporkan bahwa suhu tinggi dan kurangnya curah hujan meningkatkan kepadatan populasi T. tabaci bawang putih di Brasil. Jumlah Thrips tertinggi (174,6 Thrips per tanaman) dicapai ketika suhu antara 18oC dan 21oC dan ketika curah hujan rendah (114-144 mm per bulan). T. tabaci betina meletakkan telur dan lama hidup terpanjang dalam suhu 21,1oC menjadi 23,6oC dan kelembaban relatif 52%. Suhu di atas 35oC dan kekeringan telah dilaporkan kurang baik bagi kelangsungan hidup thrips, mengakibatkan penurunan populasi (Varadharajan dan Veeraval 1995 dalam Waiganjo et al. 2008). 2.6 Pengaruh Unsur Iklim pada Kehidupan Serangga Serangga seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor iklim baik secara langsung maupun tidak langsung di antaranya curah hujan, temperatur, kelembaban relatif udara dan fotoperiodisitas. Besarnya pengaruh ini berbeda untuk tiap spesies serangga dan dampak secara langsung dapat terlihat pada siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Keragaman iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi dan penyebaran serangga sehingga dalam kurun waktu singkat dapat menimbulkan ledakan populasi serangga hama tertentu (Wiyono 2007). Suhu Faktor kunci yang mengatur pola hidup serangga adalah suhu. Karena serangga adalah organisme poikilothermic (berdarah dingin) dimana suhu tubuh mereka adalah kira-kira sama dengan lingkungan, oleh karena itu, tahap perkembangan hidup serangga sangat tergantung pada suhu (Deka et al. 2009). Suhu merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan dan perkembangan serangga, seperti siklus hidup, dan kelangsungan hidup serangga. Kisaran suhu yang sesuai bagi pertumbuhan serangga berhubungan erat dengan karakteristik tempat suatu spesies hidup.
5
Oleh karena itu, dalam hal adaptasi lingkungan pada tempat yang berbeda karakteristik tempatnya, suhu akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan suatu spesies. Serangga dapat tahan terhadap kesenjangan suhu yang besar, misalnya beberapa larva nyamuk, kutu air, dan kumbang air dapat berada di dalam air secara normal pada suhu 38-49 oC. Respon serangga pada suhu rendah maupun suhu tinggi tidak sama untuk semua spesies serangga. Suhu untuk perkembangan awal serangga biasanya lebih rendah dibandingkan dengan suhu untuk reproduksi. Perubahan suhu akan memberikan pengaruh yang berbeda pada populasi musuh alami serangga dan host. Suhu dapat mengubah rasio jenis kelamin beberapa spesies hama seperti Thrips (Lewis 1997 dalam Deka 2009). Perubahan suhu lebih berpengaruh pada serangga yang seluruh fase hidupnya berada di atas tanah daripada serangga yang menghabiskan bagian penting dari fase hidup mereka di dalam tanah karena tanah menyediakan media isolasi yang akan cenderung menjadi buffer untuk perubahan suhu udara (Deka et al. 2009). Kelembaban Kelembaban dapat mempengaruhi perkembangbiakan, pertumbuhan, dan keaktifan serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga bertahan terhadap keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat berbeda menurut jenisnya. Dalam hal ini kisaran toleransi terhadap kelembaban udara berbeda untuk setiap spesies maupun stadia perkembangannya, tetapi kisaran toleransi ini tidak jelas seperti pada suhu. Namun bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum terletak antara 73-100% (Andrewartha & Birch 1974 dalam Koesmaryono 1991). Hujan Hujan mempunyai arti penting dalam kehidupan serangga, dan dapat memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada pertumbuhan serangga. Dampak secara langsung misalnya, hujan deras dapat mencuci kutu daun dari tanaman inangnya, sedangkan dampak secara tidak langsung, dapat meningkatkan kelembaban udara sehingga mendukung pertumbuhan populasi hama (Deka et al. 2009). Kelimpahan populasi serangga sangat berpengaruh pada variasi musim hujan.
Kurangnya hari hujan dapat menimbulkan kekeringan dan kematian pada serangga, tetapi jika curah hujan tinggi, maka populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci oleh hujan. III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Oktober tahun 2012 di laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Dramaga dan Balitklimat (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi). 3.2 Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan Software Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14 serta kalkulator. Data yang digunakan adalah data skala kerusakan daun akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), data populasi musuh alami OPT bawang merah untuk dua musim tanam bawang merah dan data iklim Kabupaten Brebes dari tahun 1991-2011. Data skala kerusakan daun akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yaitu pada dua musim tanam bawang merah di Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes bulan Juli sampai Agustus dan bulan November sampai Desember 2011. Data populasi musuh alami OPT bawang merah meliputi populasi Capung, Katak dan Labalaba. Data iklim yang digunakan meliputi empat unsur iklim yaitu curah hujan, kelembaban relatif, suhu minimum dan suhu maksimum. Data iklim merupakan data harian dari tahun 1991-2011 stasiun cuaca di Kabupaten Brebes yang diperoleh dari Balitklimat dan Balai Besar BMKG Wilayah II Ciputat. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder skala kerusakan daun akibat serangan OPT sejak Juli hingga Desember 2011 di lima desa, yaitu Larangan, Karangbale, Kedungbokor, Sitanggal dan Pamulihan dengan ulangan 3 petak di setiap desa. Di setiap petak tetap dipilih 10 rumpun untuk setiap pengamatan. Pengamatan dilakukan 2 kali seminggu. Data skoring ini selanjutnya digunakan untuk mendapatkan nilai intensitas serangan.
6
3.3.2 Intensitas Serangan Intensitas serangan adalah derajat serangan atau derajat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh OPT yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif. Intensitas serangan secara kuantitatif dinyatakan dalam persen bagian tanaman, tanaman, atau kelompok tanaman terserang. Intensitas serangan secara kualitatif dibagi menjadi empat kategori serangan yaitu ringan, sedang, berat, dan puso. Intensitas serangan daun dihitung menggunakan rumus (Hunter et al. 1998) : (
)
Keterangan: I = Intensitas kerusakan (%) ni = Jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan vi = Nilai skala tiap kategori serangan pada tanaman contoh N = Jumlah tanaman yang diamati V = Nilai skala serangan tertinggi (=5) Nilai skala kerusakan (vi) ditentukan sebagai berikut : vi = 0 : bila tidak ada gejala kerusakan vi = 1 : bila gejala kerusakan 1-20% vi = 2 : bila gejala kerusakan 21-40% vi = 3 : bila gejala kerusakan 41-60% vi = 4 : bila gejala kerusakan 61-80% vi = 5 : bila gejala kerusakan 81-100%
Gambar 4
Skala kerusakan serangan hama
Pengolahan data dimulai dengan menyajikan data secara visual ke dalam grafik dimana waktu pengamatan sebagai variabel independen dan intensitas serangan mingguan sebagai variabel dependen. 3.3.3 Perhitungan heat unit dan suhu dasar Penentuan heat unit dilakukan dengan rumus DH atau derajat hari (WMO 1981) berikut ini : HU = n(Ta-Tb), di mana HU : Heat unit atau satuan panas (derajat hari) HU
n : Jumlah hari (hasil studi pustaka) yang diperlukan untuk menyelesaikan satu tahap pertumbuhan atau perkembangan serangga Ta : Suhu lingkungan Tb : Suhu dasar HU dan Tb dihitung berdasarkan informasi n dan Ta dari kajian pustaka. 3.3.4 Analisis data Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi bertatar (stepwise regression) untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang akan dianalisis menggunakan Minitab 14. Regresi bertatar (stepwise regression) merupakan metode eliminasi untuk menyeleksi semua variabel dan secara bertahap mengurangi banyaknya variabel di dalam suatu persamaan. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi luas serangan OPT bawang merah di Brebes digunakan sebagai variabel independen meliputi intensitas serangan minggu sebelumnya, variabel cuaca (suhu minimum, suhu maximum, curah hujan, kelembaban) dan populasi musuh alami OPT bawang merah pada minggu saat pengamatan, seminggu sebelumnya (n-1) sampai jeda waktu 4 minggu sebelumnya (n-4) pada pengamatan hama Spodoptera exigua, sedangkan pada hama Liriomyza sp. dan Thrips tabaci sampai jeda waktu 3 minggu sebelumnya berdasarkan lama siklus hidup hama. Pada hama Spodoptera exigua, tanpa jeda waktu (n) menunjukkan fase hidup imago, n-1 fase pupa, n-2 larva, n-3 fase larva dan n-4 fase telur. Pada hama Liriomyza sp. dan Thrips tabaci, tanpa jeda waktu (n) menunjukkan fase hidup imago, n1 fase pupa, n-2 larva, fase n-3 fase telur. Informasi fase hidup hama diperoleh berdasarkan pustaka. Principal Component Regression (PCR) bertujuan untuk menyederhanakan peubahpeubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gesperz 1995). Langkahlangkah dalam PCR meliputi: 1. Pembakuan peubah bebas asal yaitu X menjadi Z. 2. Pencarian akar ciri dan vektor ciri dari matriks R.
7
3. Penentuan persamaan komponen utama dari vektor ciri. 4. Regresi peubah respon Y terhadap skor komponen utama W. 5. Transformasi balik Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut: Y= + dimana: Y : Intensitas serangan OPT bawang merah di kabupaten Brebes : titik potong atau intersep : koefisien regresi berganda ke-i : unsur iklim
Secara umum suhu maksimum, suhu minimum dan suhu rata-rata bulanan wilayah Brebes mempunyai pola yang sama. Suhu rata-rata bulanan berkisar antara 26,5oC sampai 27,9oC. Suhu maksimum bulanan berkisar antara 30,3oC sampai 32,3oC. Suhu minimum bulanan berkisar antar 23oC sampai 24,7oC. Puncak suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Februari. Pada saat memasuki musim hujan, suhu cenderung mengalamai penurunan yaitu pada bulan Nopember sampai Januari. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya intensitas penyinaran matahari karena sering terjadinya hujan.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu sep Okt Nop Des
Suhu (oC)
T max
Bulan
T min
T rata-rata
Gambar 5 Rata-rata suhu udara bulanan (tahun 1991-2011)
90
350
85
300
80
250
75
200
70
150
65
100
60
50
55
0
50
RH (%)
400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu sep Okt Nop Des
4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tegal, Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan sebelah barat berbatasan dengan Kota Cirebon Jawa Barat. Terletak antara 6o44’ – 7o 21’ LS dan antara 108o 41’ – 109 o 11’ BT. Luas Wilayah Kabupaten Brebes adalah 1.661,17 Km2, tersebar di 17 Kecamatan dengan topografi 5 Kecamatan merupakan daerah pantai, 9 Kecamatan dataran rendah dan 3 Kecamatan dataran tinggi. Luas tanah menurut penggunaan dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Luas lahan sawah sebesar 63.343 ha (38,13%) dan luas tanah kering sebesar 102.774 ha (61,9%). Luas lahan sawah di Kabupaten Brebes sebagian berpengairan teknis (77,8%) baik irigasi teknis, irigasi sederhana maupun irigasi desa/PU, sedangkan sisanya (22,2%) merupakan sawah tadah hujan (BPS Kab. Brebes 2008). 34,0 32,0 30,0 28,0 26,0 24,0 22,0 20,0
Curah hujan (mm)
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bulan Curah hujan
RH
Gambar 6 Rata-rata curah hujan dan kelembaban bulanan (tahun 19912011) Pola hujan wilayah Brebes mengikuti pola hujan monsunal yaitu wilayah yang memiliki perbedaan yang jelas antar periode musim hujan dan periode musim kemarau. Musim hujan dimulai pada bulan Nopember sampai April dan musim kemarau dari Mei sampai Oktober. Berdasarkan BMKG, musim hujan ditandai dengan curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian sebesar 50 mm atau lebih yang diikuti oleh dasarian berikutnya atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari. Kelembaban udara Brebes berkisar antara 70% sampai 85%. Kabupaten Brebes mengalami penurunan kelembaban pada bulan Mei sampai September dan mengalami kenaikan pada bulan Oktober sampai Desember. Pada saat musim hujan, kandungan uap air di udara lebih besar sehingga nilai kelembaban udara mengalami kenaikan. Kelembaban udara dipengaruhi
8
4.2 Intensitas Serangan Intensitas serangan adalah derajat serangan atau derajat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh OPT yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan intensitas serangan secara kuantitatif yang dinyatakan dalam persen bagian tanaman yang terserang oleh hama tertentu. 0,2
Musuh alami (/ 10 tanaman)
20 15 0,1 10 5 0
0,0 1
2
3
4
5
10 8
4 2 0
40 30 20 10 0
CH
MST Tmax
5
Suhu (oC)
50
Curah hujan (mm)
Suhu (oC)
60
4
2
3
4
5
MST
Spodoptera exigua Trips tabaci
3
0 1
70
2
0,1
6
40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 1
0,2
6
MST Musuh alami Lirimiza sp
0,3
Musuh alami
Spodoptera exigua
Liriomiza sp
Trips tabaci
40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20
140 120 100 80 60 40 20 0 1
2
6 CH Tmin
Gambar 7 Intensitas serangan rata-rata, musuh alami, suhu dan curah hujan kumulatif pada musim kemarau di Karangbale dan Pamulian Ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan hama yang dominan selalu menyerang tanaman bawang merah sepanjang musim tanam. Intensitas serangan Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah di Karangbale dan Pamulian bervariasi antara 8-21%. Intensitas serangan meningkat setiap minggunya dan mengalami puncaknya pada minggu kelima setelah tanam. Hal ini bisa terjadi karena rendahnya populasi hama tanaman bawang merah lain
Curah hujan (mm)
Intensitas serangan (%)
25
Intensitas serangan (%)
12
Musuh alami (/10tanaman)
yaitu Liriomyza sp. dan Thrips tabaci yang terlihat dominan pada awal minggu setelah tanam (MST) dan kemudian menurun, sehingga tidak ada persaingan dalam menyerang tanaman inang. Menurut Suharsono (2011) intensitas serangan pada daun tergantung pada populasi hama, semakin tinggi populasi Spodoptera exigua makin tinggi intensitas serangan akibat aktifitas ulat mengkonsumsi daun sebagai sumber pakan. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci oleh hujan.
oleh curah hujan dan angin. Semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula kelembaban udara karena kelembaban udara menunjukkan kondisi uap air di udara.
3
4
MST Tmax
5 Tmin
Gambar 8 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan pada musim hujan di Karangbale dan Pamulian Hama yang menyerang tanaman bawang merah pada awal MST didominasi oleh Spodoptera exigua dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga MST dimana tidak terdapat populasi musuh alami. Pada minggu keempat dan kelima MST dominasi intensitas serangan digantikan oleh Liriomyza sp. Intensitas serangan telah terjadi sejak tanaman bawang merah berumur 2 MST. Selanjutnya terjadi peningkatan serangan dan menjelang panen serangan hama ini turun. Herlinda (2004) melaporkan fenomena yang sama, yaitu
9
0,0 1
2
3
4
5
6
MST Spodoptera exigua
Liriomyza sp.
Thrips tabaci
35
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Suhu (oC)
30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
Curah hujan (mm)
Musuh alami
6
MST CH
Tmax
Tmin
Gambar 9 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan musim kemarau di Kedungbokor, Larangan dan Sitanggal Hama yang menyerang tanaman bawang merah pada Kedungbokor, Larangan dan Sitanggal didominasi oleh serangan Spodoptera exigua yaitu bervariasi antara 516%. Intensitas serangan Thrips tabaci hanya ditemukan pada minggu pertama dan kedua MST. Intensitas serangan Liriomyza
0,3
0,2
0,1
0,0 1
2
3
4
Musuh alami (/10 tanaman)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5
MST Musuh alami Liriomyza sp
Spodoptera exigua Thrips tabaci
40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20
140 120 100 80 60 40 20
Curah hujan (mm)
0,1
Intensitas serangan (%)
0,2
sp. cenderung konstan pada setiap pengamatan. Ketika curah hujan tinggi maka intensitas serangan hama cenderung rendah seperti pada minggu ke dua dan ke tiga MST. Hal ini dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi menyebabkan populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci oleh hujan serta aktivitas penerbangan hama ini menurun apabila hujan turun (Herlinda 2004).
Suhu (oC)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Musuh alami (/10 tanaman)
Intensitas serangan (%)
serangan hama L. huidobrensis mengalami peningkatan serangan hingga 6 MST dan mengalami penurunan menjelang panen. Kurangnya hari hujan dapat menimbulkan kekeringan dan kematian pada serangga, tetapi jika curah hujan tinggi, maka populasi hama tersebut akan menurun akibat tercuci oleh hujan. Curah hujan cenderung berpengaruh negatif pada populasi Thrips karena hujan yang besar dan lama dapat membunuh larva dan menekan penyebaran. Sebaliknya, curah hujan dapat memberikan pengaruh positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menunda penuaan dari tanaman inang, yang memberikan lebih banyak waktu untuk thrips berkembang biak (Morsello et al. 2008).
0 1
2 CH
3
4
MST Tmax
5 Tmin
Gambar 10 Intensitas serangan, musuh alami, suhu dan curah hujan musim hujan di Kedungbokor, Larangan dan Sitanggal Hama Spodoptera exigua mendominasi serangan pada tanaman bawang merah sepanjang musim tanam. Intensitas serangannya cenderung konstan dan mengalami penurunan pada minggu kelima MST. Hal ini bisa terjadi karena besarnya populasi musuh alami pada minggu sebelumnya. Intensitas serangan ketiga hama tanaman bawang merah mengalami puncaknya pada minggu ketiga MST. Intensitas serangan Thrips tabaci baru ditemukan pada minggu ke tiga MST. Intensitas serangan hama pada tanaman bawang merah pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Menurut Rauf (1999), perkembangan populasi ulat bawang
10
(Spodoptera exigua) pada bawang merah lebih tinggi pada musim kemarau, selain karena laju pertumbuhan intrinsik juga disebabkan oleh tingkat parasitasi dan tingkat infeksi patogen yang rendah. 4.3 Korelasi Intensitas serangan Hama dengan Intensitas serangan sebelumnya, musuh alami dan variabel iklim Cuaca memainkan peran penting pada dinamika populasi dan distribusi hama dan penyakit. Suhu, curah hujan, kelembaban relatif, sinar matahari dan kecepatan angin adalah parameter cuaca utama yang mempengaruhi hama dan penyakit (Lakshmi et al. 2009). Koefisien korelasi parameter cuaca yang nyata mempengaruhi intensitas serangan hama pada tanaman bawang merah (2 masa tanam tahun 2011) hasilnya disajikan dalam tabel 2. Intensitas serangan Spodoptera exigua menunjukkan hubungan positif yang nyata dengan intensitas serangan pada minggu sebelumnya dan musuh alami untuk jeda waktu 2 minggu sebelumnya untuk wilayah 1 dan 3, sedangkan pada wilayah 2 intensitas serangan hanya dipengaruhi oleh variabel cuaca yaitu suhu minimum dan RH. Pada semua wilayah, unsur cuaca menunjukkan hubungan negatif terhadap intensitas serangan. Hal ini berarti penurunan Tmax, Tmin, RH dan CH akan diikuti oleh peningkatan intensitas serangan oleh Spodoptera exigua Sebaliknya, kenaikan Tmax, Tmin, RH dan CH akan diikuti oleh penurunan intensitas serangan. Spodopera
exigua tidak tahan terhadap suhu yang rendah, terutama pada fase telur, larva dan pupa. Suhu udara yang rendah juga mempengaruhi distribusi spesies dan lama siklus hidup (Zheng et al. 2011). Populasi musuh alami merupakan indikator adanya serangan hama, karena semakin tinggi populasi musuh alami maka intensitas serangan semakin tinggi. Intensitas serangan Liriomyza secara nyata hanya dipengaruhi oleh variabel cuaca. Variabel cuaca dengan intensitas serangan menunjukkan hubungan yang negatif. Pada wilayah 1 faktor cuaca yang mempengaruhi adalah Tmax n-2 (-0,716) dan Tmin n-2 (-0,697), sedangkan untuk wilayah 2 adalah Tmin n (0,678) dan RH n-1 (-0,551) dan wilayah 3 adalah Tmax n-2 (-0,558), Tmin n-2 (-0,419), RH n-1 (-0,453) dan CH n-1 (-0,372). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaudhuri dan Senapati (2004). Kerusakan daun menunjukkan korelasi negatif dengan suhu minimum dan RH. Whiting (2010) dalam Pribadi dan Anggraeni (2011) menyatakan apabila tanaman berada dalam kondisi lingkungan yang berkelembaban rendah maka akan mudah terserang oleh hama dan penyakit karena senyawa saponin yang terdapat pada berbagai jenis tumbuhan dan metabolit sekunder lainnya (yang berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga) akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sehingga tumbuhan akan mudah terserang hama.
Tabel 2 Koefisien korelasi variabel yang mempengaruhi intensitas serangan hama Lokasi Hama Variabel yang mempengaruhi IS dan koefisien korelasi (r) Wilayah 1 IS n-1 (0,788), MA n-2 (0,598), Tmax n-4 (-0,630), (Karangbale, Spodoptera exigua RHn (-0,848), RH n-1 (-0,871), RH n-2 (-0,685) dan Pamulian) CH n-1 (-0,591) Liriomyza Spp Tmax n-2 (-0,716) dan Tmin n-2 (-0,697) Thrips tabaci Wilayah 2 (Kedungbokor, Larangan, sitanggal) Wilayah 3 (Gabung wilayah 1 dan 2)
Spodoptera exigua
Tmin n-3 (-0,582) Tmin n-1 (-0,579), RHn (-0,688), RH n-1 (-0,576) RH n-2 (-0,569)
Liriomyza Spp
Tmin n (-0,678) dan RH n-1 (-0,551)
Thrips tabaci
-
Spodoptera exigua
IS n-1 (0,670), MA n-2 (0,456), Tmax n-2 (-0,383), Tmax n-3 (-0,388), Tmax n-4 (-0,414), RHn (-0,742), RH n-1 (-0,720), RH n-2 (-0,604) dan CHn (-0,366)
Liriomyza Spp Thrips tabaci
Tmax n-2 (-0,558), Tmin n-2 (-0,419), RH n-1 (-0,453) dan CH n-1 (-0,372) Tmax n-3 (-0,393), Tmin n-3 (-0,482)
11
Musuh alami dan intensitas serangan pada minggu sebelumnya tidak memberikan hubungan yang nyata pada intensitas serangan Thrips tabaci. Faktor cuaca memberikan hubungan yang negatif pada intensitas serangan. Pada wilayah 1 unsur cuaca yang berpengaruh hanya Tmin n-3 (0,582). Tak satu pun dari faktor cuaca memiliki pengaruh yang nyata terhadap Thrips tabaci pada wilayah 2. Hal ini dapat terjadi karena banyak faktor di luar faktor cuaca yang mempengaruhi kehidupan hama. Pada wilayah 3 faktor cuaca yang memberikan pengaruh terhadap intensitas adalah Tmax n-3 (-0,393) dan Tmin n-3 (-0,482). Hasil ini sama dengan penelitian Laksmi (2009) yang melaporkan hubungan negatif yang nyata dari suhu minimum dengan kerusakan akibat serangan hama Thrips tabaci. Suhu yang tinggi merupakan faktor penting yang meningkatkan kematian hama dan mengurangi periode perkembangan Thrips tabaci ( Leite et al. 2006). 4.4 Heat Unit dan Suhu Dasar Pada Setiap Stadium Waktu yang dibutuhkan Liriomyza trifolii untuk menyelesaikan seluruh fase hidup pada seledri dalam laboratorium bervariasi dari 14 hari pada 35 °C dan 64 hari pada suhu 15 °C (Mossler et al. 2007). Hasil perhitungan heat unit dan suhu dasar Liriomyza untuk menyelesaikan seluruh fase hidupnya berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian Mossler et al. (2007) dengan menggunakan persamaan DH atau derajat hari diperoleh nilai suhu dasar 9oC dan satuan panas 390 derajat hari. Hal ini berarti apabila suhu lingkungan kurang dari 9oC, maka tingkat pertumbuhan serangga akan terhenti. Menurut teori satuan panas, diperlukan sejumlah energi (yang umum dinyatakan dalam derajat hari) untuk mencapai tahap kehidupan tertentu bagi setiap mahluk hidup (Wang 1960). Jumlah energi tersebut antara lain dapat diketahui dari penjumlahan selisih antara suhu lingkungan dengan suhu dasar selama periode tahapan kehidupan. Dengan kata lain, semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin pendek umurnya. Lama hidup dan kecepatan berkembangbiak menentukan jumlah populasi serangga yang potensial untuk menyerang tanaman. Dengan Tb yang diperoleh 9oC dan DH 390oH, maka dengan suhu rata-rata Kecamatan Larangan 27,5oC, untuk mencapai semua fase hidup hama diperlukan 21 hari.
Informasi satuan panas dapat dipakai untuk memperhitungkan panjang periode sebelum serangga menyerang tanaman bawang merah. Data iklim yang diperlukan untuk mendapatkan panjang masing -masing periode tersebut hanya data suhu udara dari lokasi studi. Meskipun demikian informasi HU ini dapat digunakan untuk mengetahui panjang periode unsur iklim yang berpengaruh sebelum serangan hama terjadi. 4.5 Analisis Regresi Parameter Iklim dengan Intensitas Serangan OPT Bawang Merah 4.5.1 Regresi Stepwise Informasi lama siklus hidup digunakan untuk menentukan jeda waktu variabelvariabel yang mempengaruhi intensitas serangan hama dan penyakit tanaman. Persamaan regresi stepwise digunakan untuk memprediksi bencana hama yang menyerang tanaman bawang merah. Regresi stepwise digunakan untuk menyeleksi semua variabel dalam penelitian sehingga mendapatkan variabel - variabel yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan hama. Variabel dalam persamaan regresi yang didapatkan untuk masingmasing serangan hama akan berbeda-beda. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah intensitas serangan seminggu sebelumnya, variabel cuaca (suhu minimum, suhu maximum, curah hujan, kelembaban) dan populasi musuh alami OPT bawang merah pada minggu saat pengamatan, jeda waktu seminggu sebelum pengamatan (n-1) sampai 4 minggu sebelum pengamatan (n-4) pada pengamatan hama Spodoptera exigua, sedangkan pada hama Liriomyza sp. dan Thrips tabaci sampai jeda waktu 3 minggu sebelum pengamatan (n-3). Penentuan n-1 sampai n-4 diketahui berdasarkan pustaka dengan melihat waktu untuk mencapai suatu fase hidup dimana serangga aktif dalam merusak tanaman. Hasil uji statistik R² menunjukkan variasi nilai yang diungkapkan variabel dalam model. Semakin tinggi R² maka model menunjukkan nilai yang lebih baik. Intensitas serangan pada Spodoptera exigua, model menjelaskan nilai yang lebih baik jika dianalisis untuk masing-masing wilayah (Tabel 3).
12
Tabel 3 Persamaan regresi intensitas serangan hama dan koefisien determinasi Lokasi wilayah 1 (Karangbale, Pamulian)
Hama Spodoptera exigua Liriomyza Spp Thrips tabaci
Wilayah 2 (Kedungbokor, Larangan, sitanggal)
IS Spodoptera = - 0,33 - 0,124 IS n-1 + 49,6 MA n-2 + 2,59 Tmax n-2 - 0,536 RHn - 0,414 RH n-1 0,0213 CH n-1 IS Liriomyza = 95,2 - 2,82 Tmax n-2
Thrips tabaci
IS Thrips = 55,0 - 2,21 Tmin n-3 IS Spodoptera = - 150 + 0,993 Tmax n-3 + 5,32 Tmin - 0,456 Tmin n-2 + 0,340 Tmin n-3 + 3,55 Tmin n-4 0,840 RHn - 0,284 RH n-1 + 0,0269 CH + 0,000496 CH n-4 IS Liriomyza = 81,8 + 17,6 MAn + 19,8 MA n-2 - 2,09 Tmin n - 0,994 Tmin n-3 - 0,0707 RHn -
Spodoptera exigua
IS Spodoptera = 46,3 + 0,268 IS n-1 + 25,0 MA n-2 - 0,538 RHn + 0,00304 CH n-3
Liriomyza Spp
IS Liriomyza = 64,9 - 1,87 Tmax n-2 IS Thrips = 55,7 + 1,15 Tmax n-3 - 1,57 Tmin n-2 - 2,21Tmin n-3
Spodoptera exigua Liriomyza Spp
Wilayah 3 (Gabung wilayah 1 dan 2)
Persamaan regresi
Thrips tabaci
R2 adj (%) 99,7 45,9 26,5 100,0
94,8 72,8 27,7 39,6
Keterangan IS : intensitas serangan, MA : musuh alami, T max : Suhu maksimum, Tmin : suhu minimum, RH : kelembaban, CH : curah hujan Dalam model intensitas serangan pada Spodoptera exigua pada wilayah 1, unsur iklim dan musuh alami dapat digunakan untuk menggambarkan serangan dengan sangat baik yaitu 99,7% dengan persamaan regresi IS Spodoptera exigua = - 0,33 0,124 IS n-1 + 49,6 MA n-2 + 2,59 Tmax n-2 0,536 RHn - 0,414 RH n-1 - 0,0213 CH n-1. Semakin tinggi populasi musuh alami, maka intensitas serangan hama akan bertambah, dari persamaan regresi yang diperoleh musuh alami merupakan indikator adanya serangan hama. Kematian larva Spodoptera exigua tinggi karena pada fase larva sangat sensitif terhadap kondisi cuaca, terutama kombinasi antara suhu yang tinggi dan RH yang rendah (Morsello et al., 2008). Pada wilayah 2 variabel yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan hanya variabel cuaca dengan nilai R2 sebesar 100% dengan persamaan IS Spodoptera = - 150 + 0,993 Tmax n-3 + 5,32 Tmin - 0,456 Tmin n-2 + 0,340 Tmin n-3 + 3,55 Tmin n-4 - 0,840 RHn - 0,284 RH n-1 + 0,0269 CH + 0,000496 CH n-4. Untuk penggabungan semua tempat didapatkan nilai koefisien determinasi yaitu 72,8% dimana diperoleh persamaan IS Spodoptera exigua = 46,3 + 0,268 IS n-1 + 25,0 MA n-2 - 0,538 RHn + 0,00304 CH n-3. Kelembaban dapat mempengaruhi
perkembangbiakan, pertumbuhan, dan keaktifan serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Intensitas serangan pada Liriomyza Sp., model dapat dijelaskan dengan lebih baik jika dianalisis untuk masing-masing wilayah yaitu 45,9% untuk wilayah 1 dan 94,8% untuk wilayah 2. Pada wilayah 1 dan 3, intensitas serangan hanya dipengaruhi oleh unsur Tmax pada 2 minggu sebelumnya. Suhu udara berpengaruh terhadap pemindahan atau migrasi spesies-spesies Liriomyza Sp. Nilai koefisien determinasi yang kecil dapat terjadi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi intensitas serangan OPT yang meliputi kombinasi faktor abiotik dan biotik untuk mengembangkan model yang lebih baik. Pada wilayah 2 intensitas serangan dipengaruhi oleh musuh alami dan faktor iklim. Persamaan regresi untuk wilayah 2 adalah IS Liriomyza sp. = 81,8 + 17,6 MAn + 19,8 MA n-2 - 2,09 Tmin n - 0,994 Tmin n-3 0,0707 RHn. Khusus untuk Thrips tabaci, pendugaan serangan berdasarkan unsur iklim mendapatkan nilai koefisien determinasi yang baik jika kedua wilayah digabungkan yaitu 39,6%. Persamaan regresi intensitas serangan IS Thrips tabaci = 55,7 + 1,15 Tmax n-3 - 1,57 T min n-2 - 2,21Tmin n-3.
13
Tabel 4 Koefisien Determinasi (R2) Intensitas Serangan Hama Bawang Merah. wilayah 1 wilayah 2 wilayah 3 (gabung) Intensitas Semua Variabel Semua Variabel Semua Variabel serangan(IS) variabel cuaca variabel cuaca variabel cuaca Spodoptera exigua 87,6 81,1 22,5 19,5 62,0 55,9 Liriomyza sp.
68,0
29,1
30,8
25,4
19,4
19,8
Thrips tabaci
46,6
70,3
58,6
43,1
40,0
47,1
Pada wilayah 2 tidak terdapat variabel yang memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan Thrips tabaci. Pada masing-masing wilayah jarang ditemukan adanya serangan hama ini. Menurut Waiganjo et al. (2008), variabel cuaca seperti curah hujan, suhu, kelembaban relatif dan angin merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah Thrips. Suhu relatif tinggi dan kurangnya curah hujan telah dikaitkan dengan peningkatan populasi Thrips bawang, sedangkan kelembaban relatif tinggi dan curah hujan mengurangi populasi Thrips. Populasi Thrips 10/tanaman dan suhu sekitar 29 oC dapat menyebabkan kerusakan serius pada tanaman bawang merah (Ullah 2010). Serangan berat terjadi pada suhu udara di atas normal dengan kelembaban di atas 70%. 4.5.2 Principal Component Regresion (PCR) Persamaan regresi berganda dengan PCR digunakan untuk memprediksi bencana hama yang menyerang tanaman bawang merah dengan menggunakan model regresi linier. Penggunaan PCR karena adanya multikolinieritas antar variabel. Analisis PCR digunakan untuk melihat hubungan antara intensitas serangan hama dengan semua variabel yang mempengaruhi serangan hama pada penelitian ini (intensitas serangan pada minggu sebelumnya, musuh alami dan variabel cuaca yaitu Tmax, Tmin, RH dan CH satu hingga tiga minggu sebelum periode serangan) dan hubungan antara intensitas serangan hama dengan variabel cuaca saja. Model intensitas serangan pada Spodoptera exigua menjelaskan nilai yang baik apabila dianalisis menggunakan semua variabel untuk menduga intensitas serangan, hal ini dapat dilihat dari nilai R2. Pada intensitas serangan Liriomyza diperoleh nilai koefisien determinasi yang baik apabila dinalisis menggunakan semua variabel yang mempengaruhi serangan hama pada penelitian ini. Namun pada wilayah 3 nilai R2 menunjukkan nilai yang tidak jauh
berbeda apabila intensitas serangan dianalisis menggunakan semua variabel atau hanya menggunakan variabel cuaca saja. Model untuk memprediksi intensitas serangan Thrips tabaci menunjukkan nilai yang lebih baik apabila dianalisis hanya menggunakan variabel cuaca untuk wilayah 1 dan 3, sedangkan pada wilayah 2 model akan memprediksi lebih baik jika menggunakan semua variabel. V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Unsur cuaca dan musuh alami dapat digunakan untuk menggambarkan intensitas serangan Spodoptera exigua dengan baik untuk masing-masing lokasi yang berbeda. Khusus untuk Thrips tabaci pendugaan serangan berdasarkan unsur cuaca lebih baik jika data dari kedua wilayah digabungkan. Unsur cuaca yang memberikan pengaruh pada intensitas serangan hama adalah suhu maksimum, suhu minimum, RH dan curah hujan. Dengan data yang tersedia meskipun diperoleh persamaan regresi linier dengan nilai R2 yang tinggi tetapi belum memperlihatkan konsistensi pengaruh unsur cuaca antar lokasi meskipun faktor cuaca dan faktor-faktor fisik lain yang diamati tidak berbeda. Untuk masing-masing wilayah dan masing-masing kasus hama, unsur cuaca yang mempengaruhi berbedabeda. 5.2 Saran Untuk menyusun sebuah model prediksi bencana serangan organisme pengganggu tanaman, perlu memperhatikan kombinasi adanya faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi kehidupan hama dan tanaman inang. Perlu pengamatan perkembangan dan siklus hidup hama langsung di lapangan untuk mendapatkan nilai Heat Unit. Perlu pengamatan secara berkelanjutan untuk memperoleh model prediksi yang konsisten.
14
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statisika. 2011. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah, 2009-2010. http://www.bps.go.id [BPS] Badan Pusat Statisika Kabupaten Brebes. 2008. Kabupaten Bebes dalam Tahun 2007. Brebes : BPS Kabupaten Brebes. Chaudhuri N dan Senapati SK. 2004. Incidence and biology of leaf miner, Liriomyza trifolii (Burg.) on tomato as influenced by weather conditions. Ann. Prot. Sci., 12:5558. Deka S, Byjesh K, Kumar U, Choudhary R. 2009. Climate change and impacts on crop pests—a critique. Workshop Proceedings: Impact of Climate Change on Agriculture Gasperz V. 1995. Teknik analisis dalam penelitian percobaan jilid dua. Bandung : Tarsito. Herlinda. 2004. Jenis tumbuhan inang, serta populasi dan kerusakan oleh pengorok daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) pada tanaman kubis (Brassica oleracea L.). Jurnal Tanaman Tropika 7(1):59-68. Hunter WB, Hiebert SE, Webb JH, Tsai JE. Polston. 1988. Ocation of eminivirus in the Whitefly Bemisia tabaci (Homoptera : Aleyrodidae). The American Phytopathological Society. Plant Disease . 82: 1147151. Kalshoven LGE. 1981. The pest of crop in Indonesia. Laan van der. Penerjemah. Jakarta: Ichtiar BaruVan Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Koesmaryono Y. 1991. Kapita Selekta dalam agrometeorologi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lakshmi KV, Reddy DR, Varma NRG, Pranuthi G. 2009. Weather based pest and disease forewarning models in groundnut in the context of climate change. Workshop Proceedings: Impact of Climate Change on Agriculture. Leite GLD, Picanco M, Zanuncio JC, Ecole CC. 2006. Factors affecting
herbivory of Thrips palmi (Thysanoptera:Thripidae) and Aphis gossypii (Homoptera: Aphididae) on the Eggplant (Solanum melongena). Brazilian Archives of Biology and Technology Vol.49, n. 3 : pp. 361-369. Morsello Sc, Groves RL, Nault BA, Kennedy GG. 2008. Temperature and precipitation affect seasonal patterns of dispersing Tobacco Thrips, Frankliniella fusca, and Onion Thrips, Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae) Caught on Sticky Traps. Entomological Society of America Vol. 37, no. 1. Mossler MA, Larson BC, Nesheim ON, 2007. Florida Crop/Pest Management Profiles: Celery1. University of Florida IFAS Extension. Nonci N dan Muis A. 2011. Bioekologi dan pengendalian pengorok daun liriomyza chinensis kato (diptera: Agromyzidae) pada bawang merah. Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 Nurjanani dan Ramlan, 2008. Pengendalian hama Spodoptera exigua Hubn. untuk meningkatkan produktivitas bawang merah pada lahan sawah tadah hujan di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 11 (2):164-170. Nurjanani, 2011. Identifikasi hama dan penyakit pada tanaman bawang merah di Kabupaten Bone. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4. Pitojo S. 2003. Benih bawang merah. Yogyakarta: Kanisisus. Pribadi A dan Anggraeni I. 2011. Pengaruh temperatur dan kelembaban terhadap tingkat kerusakan daun jabon (anthocephalus cadamba ) oleh Arthrochista hilaralis. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.8 No.1, Februari 2011, 1 - 7 Rauf A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (hubner) (lepidoptera: noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran rendah. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(2):39-47.
15
Rukmana R. 1994. Bawang Merah. Yogyakarta: Kanisisus. Samsudin. 2011. Uji Patologi Dan Perbaikan Kinerja Spodoptera Exigua Nucleopolyhedrovirus (Senpv). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Semangun H. 2007. Pengantar Ilmu Penyakit Tanaman. Yogyakarta: UGM. Soetiarso TA. 2010. Teknologi Inovatif bawang merah dan pengembangannya. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan marginal. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Suhaeni N. 2007. Petunjuk Praktis Menanam Bawang Merah. Bandung: Jembar. Suharsono. 2011. Kepekaan galur kedelai toleran jenuh air terhadap ulat grayak Spodoptera litura F. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.3. Suryaningsih E. 2002. Pengendalian Lalat Penggorok Daun pada Tanaman Kentang Menggunakan Pestisida Biorasional Dirotasi dengan Pestisida Sintetik secara Bergiliran. Balitsa Lembang: http://balitsa.litbang.deptan.go.id [ 20 April 2012] Susniahti N, Sumeno, Sudarjat. 2005. Bahan ajar ilmu hama tumbuhan. Universitas Padjadjaran. Ullah F, Kulk MU, Farid A, Saeed MQ, Sattar S. 2010. Population dynamics and chemical control of onion Thrips (Thrips tabaci, Lindemann). Pakistan J. Zool., vol. 42(4), pp. 401-406. Waiganjo MM, Gitonga LM, Mueke JM, 2008. Effects of weather onthrips population dynamics and its implications on the Thrips pest management. Afr. J. Hort. Sci. (2008) 1:82-90. Wang JY. 1960. A critique of the heat unit approach to plant response studies, notes and comment. Ecology J. 41 (4) : 785 - 790. Wibowo S. 2001. Budi daya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Depok: Penebar Swadaya. Wiyono S. 2007. Perubahan iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. Makalah disampaikan pada seminar keanekaragaman
hayati ditengah perubahan iklim: Tantangan masa depan Indonesia, diselenggarakan oleh Kehati jakarata 28 juni 2007. WMO. 1981. Guide to Agricultural Meteorology Practices (WMONo:134). Secrt of WMO. Geneva. Switzerland. Zheng XL, Cong XP, Wang XP, Lei CL. 2011. A Review of geographic distribution, overwintering and migration in Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera: Noctuidae). J. Entomol. Res. Soc., 13(3): 39-48.
LAMPIRAN
17
1 Foto hasil pengamatan lapang
1 Daun bawang merah terserang Thrips
2 Daun bawang merah terserang Spodoptera exigua
3 Daun bawang merah terserang Spodoptera exigua
4 Daun bawang merah terserang Liriomyza sp.
5 Daun bawang merah terserang Thrips tabaci
18
2 Koefisien korelasi intensitas serangan hama dengan variabel yang mempengaruhi intensitas serangan hama Variabel IS n-1 MA n MA n-1 MA n-2 Tmax n Tmax n-1 Tmax n-2 Tmax n-3 Tmax n-4 Tmin n Tmin n-1 Tmin n-2 Tmin n-3 Tmin n-4 RH n RH n-1 RH n-2 RH n-3 RH n-4 CH n CH n-1 CH n-2 CH n-3 CH n-4
r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value r p-value
IS Spodoptera wilayah wilayah wilayah 1 2 3 0,788* 0,329 0,670* 0,004 0,322 0,001 -0,476 -0,042 -0,312 0,139 0,903 0,158 -0,077 -0,118 -0,123 0,821 0,729 0,586 0,598* 0,304 0,456* 0,052 0,364 0,033 -0,024 0,090 0,013 0,943 0,793 0,954 -0,019 -0,184 -0,078 0,956 0,587 0,731 -0,409 -0,372 -0,383* 0,212 0,259 0,078 -0,494 -0,253 -0,388* 0,123 0,453 0,075 -0,630* -0,083 -0,414* 0,038 0,807 0,056 -0,542 -0,107 -0,360 0,085 0,755 0,100 -0,230 -0,579* 0,341 0,497 0,062 0,121 -0,080 -0,105 -0,081 0,815 0,758 0,720 -0,112 0,172 0,007 0,742 0,614 0,975 -0,047 0,028 -0,017 0,891 0,935 0,942 -0,848* -0,688* -0,742* 0,001 0,019 0,000 -0,871* -0,576* -0,720* 0,000 0,063 0,000 -0,685* -0,569* -0,604* 0,020 0,068 0,003 -0,154 -0,034 -0,091 0,652 0,920 0,689 0,225 -0,150 0,089 0,507 0,661 0,694 -0,474 -0,238 -0,366* 0,140 0,480 0,093 -0,591* -0,278 -0,448* 0,056 0,409 0,037 -0,233 -0,146 -0,188 0,490 0,668 0,402 -0,365 -0,158 -0,268 0,270 0,643 0,227 -0,440 -0,117 -0,295 0,176 0,732 0,183
*korelasi nyata pada taraf 10%
wilayah 1 0,091 0,791 -0,202 0,551 -0,117 0,733 0,056 0,870 0,091 0,791 -0,456 0,158 -0,716* 0,013 -0,230 0,496 0,106 0,756 -0,025 0,941 -0,354 0,285 -0,697* 0,017 -0,326 0,328 -0,300 0,370 -0,309 0,356 -0,423 0,195 -0,272 0,419 -0,277 0,409 -0,369 0,264 -0,096 0,778 -0,469 0,145 -0,273 0,416 -0,369 0,264 -0,146 0,668
IS Liriomyza wilayah wilayah 2 3 0,155 0,129 0,649 0,566 0,213 -0,060 0,530 0,791 -0,055 -0,109 0,873 0,630 0,467 0,199 0,147 0,374 -0,033 0,045 0,924 0,844 0,204 -0,210 0,548 0,349 -0,322 -0,558* 0,334 0,007 -0,285 -0,244 0,395 0,273 -0,164 0,004 0,630 0,988 -0,678* -0,239 0,022 0,284 -0,019 -0,230 0,956 0,302 0,004 -0,419* 0,991 0,052 -0,009 -0,191 0,979 0,394 0,461 -0,015 0,154 0,946 -0,361 -0,315 0,275 0,154 -0,551* -0,453* 0,079 0,034 -0,293 -0,266 0,381 0,231 0,039 -0,143 0,909 0,525 0,198 -0,139 0,559 0,537 0,048 -0,043 0,888 0,849 -0,243 -0,372* 0,471 0,088 -0,056 -0,184 -0,870 0,412 0,015 -0,217 0,966 0,333 -0,372 -0,219 0,260 0,327
wilayah 1 0,125 0,714 0,081 0,813 -0,294 0,380 -0,241 0,475 -0,123 0,718 -0,344 0,300 -0,456 0,158 0,035 0,918 0,000 1,000 0,252 0,455 -0,246 0,466 -0,286 0,394 -0,582* 0,060 -0,517 0,104 0,064 0,852 -0,029 0,934 0,071 0,836 -0,380 0,249 -0,280 0,404 -0,040 0,908 -0,359 0,278 -0,132 0,700 -0,209 0,537 -0,217 0,521
IS Thrips wilayah wilayah 2 3 -0,140 0,132 0,682 0,560 -0,228 -0,049 0,499 0,830 -0,329 -0,301 0,324 0,173 0,199 -0,098 0,557 0,664 0,090 -0,062 0,794 0,783 -0,180 -0,269 0,597 0,225 -0,339 -0,393* 0,308 0,071 0,173 0,063 0,611 0,782 0,164 0,034 0,631 0,881 0,071 0,191 0,837 0,394 -0,269 -0,233 0,423 0,298 -0,173 -0,225 0,612 0,314 -0,462 -0,482* 0,152 0,023 0,005 -0,323 0,987 0,142 0,228 0,100 0,500 0,658 0,199 0,033 0,558 0,886 0,189 0,100 0,578 0,659 -0,111 -0,257 0,746 0,248 -0,068 -0,179 0,843 0,427 0,013 -0,023 0,970 0,921 -0,321 -0,318 0,335 0,149 0,232 -0,020 0,492 0,930 -0,140 -0,170 0,680 0,449 -0,185 -0,186 0,586 0,407
19
3 Output minitab regresi stepwise intensitas serangan hama bawang merah di wilayah 1, wilayah 2 dan wilayah 3 Wilayah 1
Stepwise Regression: Spodoptera exigu versus Spodoptera exigu; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Spodoptera exigua on 24 predictors, with N = 11 Step Constant RH n-1 T-Value P-Value
1 76,1118
2 65,9200
3 68,2776
4 23,8614
5 8,6910
6 -0,3303
-0,858 -5,32 0,000
-0,751 -6,20 0,000
-0,318 -1,69 0,135
-0,426 -3,93 0,008
-0,367 -4,65 0,006
-0,414 -10,36 0,000
32,6 3,07 0,015
35,8 4,40 0,003
44,0 8,87 0,000
44,1 12,70 0,000
49,6 23,10 0,000
-0,469 -2,63 0,034
-0,462 -4,65 0,004
-0,466 -6,69 0,001
-0,536 -14,19 0,000
1,63 4,07 0,007
1,99 6,40 0,001
2,59 12,43 0,000
-0,0176 -2,69 0,043
-0,0213 -6,44 0,003
MA n-2 T-Value P-Value RH T-Value P-Value Tmax n-2 T-Value P-Value CH n-1 T-Value P-Value Spodoptera exigua n-1 T-Value P-Value
-0,124 -4,15 0,014
S R-Sq R-Sq(adj)
3,01 75,87 73,19
Step Constant
7 -3,565
RH n-1 T-Value P-Value
-0,436 -18,84 0,000
MA n-2 T-Value P-Value
49,5 41,60 0,000
RH T-Value P-Value
-0,527 -25,02 0,000
Tmax n-2 T-Value P-Value
2,55 22,10 0,000
CH n-1
-0,0212
2,16 88,93 86,16
1,64 94,43 92,05
0,914 98,52 97,53
0,641 99,39 98,79
0,311 99,89 99,71
20
T-Value P-Value
-11,61 0,001
Spodoptera exigua n-1 T-Value P-Value
-0,132 -7,89 0,004
Tmin n-3 T-Value P-Value
0,221 3,17 0,050
S R-Sq R-Sq(adj)
0,172 99,97 99,91
Stepwise Regression: Liriomyza sp. versus Liriomyza sp.n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Liriomyza sp. on 20 predictors, with N = 11 Step Constant
1 95,21
Tmax n-2 T-Value P-Value
-2,82 -3,08 0,013
S R-Sq R-Sq(adj)
2,66 51,30 45,89
Stepwise Regression: Thrips tabaci versus Thrips tabaci n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Thrips tabaci on 20 predictors, with N = 11 Step Constant
1 55,02
Tmin n-3 T-Value P-Value
-2,2 -2,15 0,060
S R-Sq R-Sq(adj)
2,83 33,89 26,54
21
Wilayah 2
Stepwise Regression: Spodoptera exigu versus Spodoptera exigu; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Spodoptera exigua on 24 predictors, with N = 11 Step Constant
1 40,023
2 8,659
3 -93,990
4 -107,267
5 -139,261
6 -130,643
RH T-Value P-Value
-0,414 -2,84 0,019
-0,527 -3,57 0,007
-0,776 -6,05 0,001
-0,952 -8,92 0,000
-1,022 -11,54 0,000
-1,034 -16,88 0,000
1,66 1,71 0,125
3,35 3,93 0,006
3,63 6,09 0,001
3,74 8,05 0,000
4,00 11,89 0,000
3,34 3,16 0,016
4,12 5,32 0,002
4,49 7,20 0,001
4,69 10,73 0,000
0,0362 2,95 0,026
0,0280 2,76 0,040
0,0284 4,04 0,016
0,81 2,23 0,076
0,90 3,55 0,024
Tmin n-4 T-Value P-Value Tmin T-Value P-Value CH T-Value P-Value Tmax n-3 T-Value P-Value Tmin n-2 T-Value P-Value
-0,89 -2,55 0,063
S R-Sq R-Sq(adj)
2,85 47,29 41,43
Step Constant
7 -146,5
8 -154,1
9 -149,9
-0,9305 -14,88 0,001
-0,8471 -16,74 0,004
-0,8402 -207,98 0,003
Tmin n-4 T-Value P-Value
3,864 15,94 0,001
3,622 20,57 0,002
3,551 243,96 0,003
Tmin T-Value P-Value
5,202 13,74 0,001
5,273 22,82 0,002
5,320 286,81 0,002
CH T-Value P-Value
0,02598 5,17 0,014
0,02340 7,28 0,018
0,02686 83,63 0,008
1,112 5,55 0,012
1,031 8,21 0,015
0,993 97,15 0,007
RH T-Value P-Value
Tmax n-3 T-Value P-Value
2,59 61,44 51,80
1,78 84,12 77,32
1,22 93,52 89,21
0,950 96,75 93,50
0,655 98,76 96,91
22
Tmin n-2 T-Value P-Value
-0,682 -2,60 0,080
-0,453 -2,47 0,132
-0,456 -31,28 0,020
RH n-1 T-Value P-Value
-0,1699 -2,28 0,107
-0,2565 -4,49 0,046
-0,2838 -59,25 0,011
0,379 2,49 0,131
0,340 27,61 0,023
Tmin n-3 T-Value P-Value CH n-4 T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj)
0,00050 17,77 0,036 0,458 99,55 98,49
0,277 99,89 99,45
0,0221 100,00 100,00
Stepwise Regression: Liriomyza sp. versus Liriomyza sp.n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Liriomyza sp. on 20 predictors, with N = 11 Step Constant
1 53,31
2 53,29
3 54,69
4 82,28
5 81,85
Tmin T-Value P-Value
-2,00 -2,77 0,022
-2,04 -3,55 0,008
-2,13 -4,27 0,004
-2,28 -7,62 0,000
-2,09 -9,13 0,000
15,4 2,50 0,037
16,2 3,02 0,019
20,1 5,99 0,001
19,8 8,21 0,000
9,9 1,90 0,098
16,3 4,61 0,004
17,6 6,80 0,001
-1,03 -3,72 0,010
-0,99 -4,97 0,004
MA n-2 T-Value P-Value MA T-Value P-Value Tmin n-3 T-Value P-Value RH T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj)
-0,071 -2,57 0,050 1,65 46,01 40,01
1,32 69,64 62,06
1,14 80,01 71,44
0,678 93,96 89,93
0,488 97,40 94,79
Stepwise Regression: Thrips tabaci versus Thrips tabaci n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Thrips tabaci on 20 predictors, with N = 11 No variables entered or removed
23
wilayah 3
Stepwise Regression: Spodoptera exigu versus Spodoptera exigu; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Spodoptera exigua on 24 predictors, with N = 22 Step Constant
1 56,04
2 51,75
3 42,66
4 46,35
RH T-Value P-Value
-0,61 -4,95 0,000
-0,58 -5,52 0,000
-0,48 -4,02 0,001
-0,54 -4,63 0,000
28,7 3,02 0,007
22,6 2,29 0,035
25,0 2,67 0,016
0,22 1,64 0,117
0,27 2,09 0,052
MA n-2 T-Value P-Value Spodoptera exigua n-1 T-Value P-Value CH n-3 T-Value P-Value
0,0030 1,84 0,084
S R-Sq R-Sq(adj)
3,39 55,05 52,80
2,86 69,60 66,40
2,74 73,57 69,17
2,57 77,94 72,75
Stepwise Regression: Liriomyza sp. versus Liriomyza sp.n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Liriomyza sp. on 20 predictors, with N = 22 Step Constant
1 64,95
Tmax n-2 T-Value P-Value
-1,87 -3,01 0,007
S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
2,50 31,14 27,70 224,6
Stepwise Regression: Thrips tabaci versus Thrips tabaci n-1; MA; ... Alpha-to-Enter: 0,15
Alpha-to-Remove: 0,15
Response is Thrips tabaci on 20 predictors, with N = 22
24
Step Constant
1 35,30
2 20,51
3 55,65
Tmin n-3 T-Value P-Value
-1,41 -2,46 0,023
-1,94 -3,13 0,005
-2,21 -3,82 0,001
0,86 1,79 0,089
1,15 2,51 0,022
Tmax n-3 T-Value P-Value Tmin n-2 T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows C-p
-1,57 -2,20 0,041 2,29 23,22 19,38 60,3
2,17 34,31 27,40 51,0
1,98 48,25 39,62 38,8
4 Persamaan regresi intensitas serangan hama terhadap semua variabel yang mempengaruhi serangan hama hasil PCR Lokasi
wilayah 1
Hama
Spodoptera exigua
Liriomyza Sp
Persamaan regresi IS Spodoptera = 106,338 +0,129 IS n-1 - 13,409 MA + 2,533 MA n-1+ 10,485 MA n-2 + 0,051 Tmax -0,163 Tmax n-1-0,428 Tmax n-2 -0,146 Tmax n-3 -0,271 Tmax n-4 – 1,222 Tmin – 0,308 Tmin n-1- 0,397 Tmin n-2 + 0,276 Tminn-3 + 0,501 Tmin n-4 -0,134 RH - 0,167 RH n-1- 0,152 RH n-2 - 0,056 RH n-3 - 0,008 RH n-4 +1,73 CH - 9,031 CH n-1-3,286 CH n-2 -11,199 CH n-3 -0,0037 CH n-4 IS Liriomyza = 55,04 -0,109 IS n-1 -0,108 MA +0,218 MA n-1 MA n-2+ 0,185Tmax +0,25 Tmax n-1+0,372 Tmax n-2 0,174 Tmax n-3 -0,703 Tmin +0,169Tmin n-1+0,298Tmin n-2 +0,376Tmin n-3 – 0,043 RH -0,053 RH n-1 0,025 RH n-2 + 0,047RH n-3 -0,005 CH +0,005 CH n-1 +0,002 CH n-2 -0,001CH n-3 IS Thrips
Thrips tabaci
Wilayah 2
Spodoptera exigua
Liriomyza Sp
IS Spodoptera = 133,796 + 0,036 IS n-1+ 7,79 MA -6,05 MA n-1+5,369 MA n-2 + 0,493 Tmax +0,109 Tmax n-1 -0,412Tmax n-2 -0,287 Tmax n-3 +0,5495 Tmax n-4+0,298Tmin -6,45 Tmin n-1 +0,122 Tmin n-2 -0,3 Tminn-3 +0,565 Tmin n-4 +0,004RH -0,015RH n-1 -0,047 RH n-2 +0,063 RH n-3 +0,038 RH n-4 +3,2CH +0,001 CH n-1 0,004CH n-2 +0,0001CH n-3 -0,0002 CH n-4 IS Liriomyza = -3,868 + 0,105 IS n-1 +5,22 MA +0,378 MA n-1 + 3,208 MA n-2 -0,069 Tmax + 0,494Tmax n-1 +0,378 Tmax n-2 -0,22 Tmax n-3 -0,185 Tmin + 0,116 Tmin n-1 +0,223 Tmin n-2 + 0,07Tmin n-3 -0,02 RH -0,038 RH n-1 -0,042 RH n-2 +0,03 RH n-3 + 0,0025 CH -0,0001 CH n-1 -0,006 CH n-2 +0,0004 CH n-3 IS Thrips
Thrips tabaci
Wilayah 3
Spodoptera exigua
= 43,31-0,031 IS n-1+0,353MA - 4,077 MA n-1-2,352 MA n-2 -0,09 Tmax -0,396Tmax n-1-0,894Tmax n-2 +0,517Tmax n-3 +0,933Tmin -1,031Tmin n-1 +0,235Tmin n-2 -0,437Tmin n-3 +0,047RH +0,041RHn-1 +0,035RH n-2 -0,063RH n-3 +0,008CH -0,012 CH n-1 +0,014CH n-2 -0,0004 CH n-3
R2 adj (%)
87,6
68,0
46,6
22,5
30,8
= -0,805-0,032 IS n-1 -6,697MA -4,564 MA n-1 +2,484 MA n-2 +0,003 Tmax -0,068Tmax n-1 -0,213Tmaxn-2 +0,305Tmax n-3 +0,377Tmin +0,2Tmin n-1 +0,006Tmin n-2 -0,254Tmin n-3 +0,04RH +0,041RH n-1 +0,013RH n-2 -0,018RH n-3 +0,003CH -0,004CH n-1 +0,006CH n-2 +0,0001 CH n-3
58,6
IS Spodoptera = 121,515 + 0,133 IS n-1 – 7,112 MA + 2,588 MA n-1 + 6,414 MA n-2 -0,092 Tmax -0,048 Tmax n-1 -0,049 Tmax n-2 -0,148 Tmax n-3 -0,271 Tmax n-4 – 1,123 Tmin - 0,293 Tmin n-1 +0,169 Tmin n-2 + 0,144 Tminn-3 + 0,503 Tmin n-4 -0,102 RH – 0,137 RH n-1- 0,135 RH n-2 - 0,037 RH n-3 +0,017 RH n-4- 0,008 CH - 0,007 CH n-1- 0,004 CH n-2 -0,0003 CH n-3 -0,0002 CH n-4
62,0
25
Liriomyza Sp
IS Liriomyza = -27,316 -0,024 IS n-1 +2,322 MA +0,542 MA n-1 -0,612 MA n-2 +0,017 Tmax + 0,113 Tmax n-1 +0,158 Tmax n-2 +0,132 Tmax n-3 +0,078Tmin +0,123Tmin n-1 +0,111Tmin n-2 +0,128Tmin n-3 +0,032RH +0,035RH n-1+0,036 RH n-2 +0,011RH n-3 +0,004CH +0,004CH n-1+0,002CH n-2 +0,0004 CH n-3 IS Thrips
Thrips tabaci
= 20,34 -0,06 IS n-1 -5,432MA -7,42 MA n-1 -0,864 MA n-2 +0,024 Tmax -0,249 Tmax n-1-0,455Tmax n-2 +0,41Tmax n-3 +0,658Tmin -0,668Tmin n-1 -0,132Tmin n-2 -0,417Tmin n-3 +0,053RH +0,053RHn-1 +0,036RH n-2 -0,043RH n-3 -0,004CH -0,008CH n-1+0,008CH n-2 -0,0001CH n-3
19,4
40,0
5 Persamaan regresi intensitas serangan hama terhadap variabel cuaca hasil PCR Lokasi
wilayah 1
Hama Spodoptera exigua
Liriomyza Sp
Persamaan regresi IS Spodoptera = 304,394 +0,385Tmax -0,259 Tmax n-1-0,682 Tmax n-2 -0,225 Tmax n-3 -0,396 Tmax n-4 -1,88Tmin +0,016Tmin n-1+0,291Tmin n-2 +0,501 Tmin n-3 + 0,729 Tmin n-4-0,168 RH - 0,217 RH n-1- 0,155 RHn-2 0,053 RH n-3 +0,051 RH n-4 - 0,005 CH -0,009 CH n-1+ 0,003 CH n-2 -0,001 CH n-3 -0,894 CH n-4 IS Liriomyza = 55,049 -0,109Tmax -0,183Tmax n-1 -0,218 Tmax n-2 -0,175Tmax lag3 -0,165 Tmin -0,211Tmin n-1 0,114Tmin n-2 -0,211 Tmin n-3 -0,05 RH -0,057 RH n-1 -0,064 RH n-2 -0,034 RH n-3 -0,0047 CH -0,05 CH n-1 -0,005 CH n-2 -0,001 CH n-3 IS Thrips
Spodoptera exigua
Liriomyza Sp
29,1
70,3
IS Spodoptera = 46,53 - 0,087 Tmax - 0,13 Tmax n-1 -0,189 Tmax n-2 -0,149 Tmax n-3 -0,147 Tmax n-4 – 0,09 Tmin - 0,095 Tmin n-1 - 0,116 Tmin n-2 -0,13 Tmin n-3 -0,136 Tmin n-4 -0,037 RH - 0,038 RH n-1 - 0,04 RH n-2- 0,015 RH n-3 - 1,465 RH n-4 - 0,004 CH + 0,005 CH n-1 - 0,003 CH n-2 -0,0003 CH n-3 - 0,0003 CH n-4
19,5
IS Liriomyza = -8,276 + 0,185Tmax +0,25 Tmax n-1 +0,372 Tmax n-2 -0,174 Tmax n-3 -0,703 Tmin +0,169Tmin n-1 +0,298Tmin n-2 +0,376Tmin n-3 – 0,043 RH -0,053 RH n-1 -0,025 RH n-2 + 0,047RH n-3 -0,005 CH +0,005 CH n-1 +0,002 CH n-2 -0,001CH n-3 IS Thrips
Thrips tabaci
81,1
= 86,31 -0,165Tmax -0,865Tmax n-1 -0,1059Tmax n-2 +0,216Tmax n-3 +1,312Tmin -0,389Tmin n-1 0,992Tmin n-2 -1,425Tmin n-3 +0,116RH +0,099RH n-1 +0,079RH n-2 -0,033RH n-3 +0,012CH +0,001CH n-1 -0,006 CH n-2 -0,0001CH n-3
Thrips tabaci
Wilayah 2
R2 adj (%)
= -11,863-0,161Tmax -0,002Tmax n-1 -2,277Tmax n-2 +0,151Tmax n-3 +0,562Tmin -0,148Tmin n-1 0,259Tmin n-2 -0,327Tmin n-3 +0,034RH +0,047RH n-1 +0,044RH n-2 -0,041RH n-3 +0,00004CH -0,003CHn1 -0,014CH n-2 +0,0001 CH n-3
25,4
43,1
26
Wilayah 3
Spodoptera exigua
Liriomyza Sp
IS Spodoptera = - 0,33 + 2,59 Tmax + 2,59 Tmax n-1 + 2,59 Tmax n-2 + 2,59 Tmax n-3 + 2,59 Tmax n-4 + 5,32 Tmin - 0,456 Tmin n-1 - 0,456 Tmin n-2 + 0,340 Tmin n-3 + 3,55 Tmin n-4 + 0,536 RH - 0,414 RH n-1 - 0,414 RH n-2 - 0,414 RH n-3- 0,414 RH lag4 - 0,0269 CH + 0,000496 CH n-1+ 0,0213 CH n-2 +0,0269 CH n-3+ 0,000496 CH n-4 IS Liriomyza = -62,329 -0,074Tmax -0,139Tmax n-1 -0,159Tmax n-2 -0,127Tmax n-3-0,110Tmin -0,143Tmin n-1 0,099Tmin n-2 -0,139Tmin n-3 -0,036RH -0,038RH n-1 -0,042RH n-2 -0,019RH n-3 -0,003CH -0,003CHn-1 0,002 CH n-2 -0,0002CH n-3 IS Thrips
Thrips tabaci
= 37,642 -0,324Tmax -0,234Tmax n-1 -0,698Tmax n-2 +0,262Tmax n-3 +1,044Tmin -0,586Tmin n-1 0,304Tmin n-2 -0,732Tmin n-3 +0,068RH +0,066RH n-1 +0,024RH n-2 -0,058RH n-3 +0,009CH -0,008CH n-1 +0,00001 CH n-2 +0,0001CH n-3
55,9
19,8
47,1
27