PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU
RATIH KEMALA DEWI A24053132
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
i
RINGKASAN RATIH KEMALA DEWI. Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) Khususnya Aspek Pemupukan di PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau. (Dibimbing oleh M. H. BINTORO DJOEFRIE). Tujuan dari kegiatan magang adalah untuk mendapatkan informasi dan pengalaman kerja di lapang mengenai budidaya dan pengelolaan perkebunan sagu, serta untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh pemberian berbagai jenis pupuk daun pada pertumbuhan tanaman sagu. Magang dilaksanakan di PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau dari 20 Februari 2009 – 20 Juni 2009. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang tersebut adalah dengan menggunakan metode langsung dan tak langsung. Untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai jenis pupuk daun pada tanaman sagu didekati dengan melakukan percobaan. Pupuk daun yang diaplikasikan adalah Biogronic D dengan konsentrasi 5 cc/l, Gandasil D 2 g/l, dan Java Mineral Tani (JMT) 2 cc/l. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Kegiatan budidaya tanaman sagu yang diterapkan di PT. National Timber and Forest Product meliputi pengambilan anakan, persemaian, penanaman, penjarangan anakan, pengendalian gulma dan HPT, pemupukan, pemanenan, serta sensus tanaman. PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam jenis organisasi lini/garis dengan tenaga kerja yang terdiri atas tenaga kerja tetap, kontrak, dan harian. Pemberian berbagai jenis pupuk daun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan anakan sagu. Kondisi lingkungan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan sagu dari pada pengaruh dari pupuk daun. Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut mengenai pemberian konsentrasi pupuk daun yang lebih tinggi dan periode aplikasi yang tepat sehingga dapat memberikan pengaruh pertumbuhan yang optimum pada tanaman sagu. Sebelum aplikasi pemupukan dilaksanakan sebaiknya gulma dan anakan sagu sudah dikendalikan dan ketinggian air dijaga antara 30-50 cm dari permukaan tanah sehingga penambahan unsur hara dapat digunakan secara optimum oleh tanaman sagu.
ii
PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
RATIH KEMALA DEWI A24053132
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
iii
Judul
: PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) KHUSUSNYA ASPEK PEMUPUKAN DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT, SELAT PANJANG, RIAU
Nama
: RATIH KEMALA DEWI
NIM
: A24053132
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. M. H Bintoro Djoefrie, M. Agr NIP. 194801081974031001
Mengetahui, Plh Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc NIP. 196102021986011008
Tanggal Lulus : ............................................
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Magetan Propinsi Jawa Timur pada tanggal 13 Mei 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Darjanto dan Ibu Siti Fathonah. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN II Geger kemudian pada tahun 2002 penulis berhasil lulus dari SLTP N I Geger, Kabupaten Madiun. Selanjutnya penulis dapat menyelesaikan studi di SMA N I Geger pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis berhasil diterima di program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka IPB, Racana Surya Tirta Kencana Inggita Puspa Kirana dan menjabat sebagai Bendahara Putri pada periode 2006/2007 serta Ketua Divisi Kewirausahaan pada periode 2007/2008. Selain di UKM Pramuka, penulis juga aktif di Organisasi Keprofesian, HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura) pada periode 2006/2007 dan di Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Madiun pada 2006/2008.
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi berjudul Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) Khususnya Aspek Pemupukan di PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. M. H Bintoro, M. Agr yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi, 2. Kedua orang tua tersayang yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun materiil, 3. Keluarga Besar Edi Jusuf yang telah memberikan dukungan dan doa, 4. Seluruh staf dan pegawai PT. National Timber and Forest Product, yang telah bersedia membimbing penulis dalam menjalankan kegiatan magang, 5. Teman-teman di UKM Pramuka IPB, terimakasih atas dukungan, doa, dan saran-sarannya, 6. Teman-teman satu angkatan Agronomi dan Hortikultura 42, terimakasih atas dukungan dan doanya, 7. Teman-teman satu kos, terimakasih atas dukungan, doa, dan bantuanya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4 Syarat Tumbuh ................................................................................................. 5 Teknik Budidaya Tanaman Sagu ...................................................................... 6 Perkembangan Industri Sagu ............................................................................ 9 METODE MAGANG ...................................................................................... 11 Tempat dan Waktu ......................................................................................... 11 Metode Pelaksanaan ....................................................................................... 11 KONDISI UMUM PERUSAHAAN ................................................................ 13 Sejarah kebun ................................................................................................. 13 Letak Geografis dan Administrasi .................................................................. 14 Keadaan Iklim dan Tanah ............................................................................... 15 Luas Areal dan Tata Guna Lahan.................................................................... 16 Keadaan Tanaman dan Produksi ..................................................................... 16 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ....................................................... 17 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG .................................................... 18 Aspek Teknis ................................................................................................. 18 Pengendalian Gulma ................................................................................... 18 Pemupukan ................................................................................................. 20 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman ................................................ 23 Kontrol Pertumbuhan Anakan (Pruning) ..................................................... 24 Pengambilan Anakan (Sucker) .................................................................... 27 Persemaian ................................................................................................. 28 Sensus Tanaman ......................................................................................... 29 Sensus Taksasi Produksi (Panen) ............................................................ 29
vii
Sensus Anakan Sagu .............................................................................. 31 Sensus Prosentase Hidup ........................................................................ 31 Sensus Tanaman Terserang Hama dan Penyakit ..................................... 32 Pemanenan ................................................................................................. 32 Pencucian dan Penggalian Kanal ................................................................. 34 Aspek Manajerial ........................................................................................... 35 Pengorganisasian Kebun ............................................................................. 35 Deskripsi Kerja Karyawan .......................................................................... 37 PEMBAHASAN ............................................................................................... 40 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 49 Kesimpulan .................................................................................................... 49 Saran .............................................................................................................. 49 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50 LAMPIRAN ..................................................................................................... 53
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Macam dan Dosis Pupuk Pada Berbagai Tingkatan Umur ................................ 7 2. Jenis dan Dosis Pupuk Sagu Berdasakan Jumlah Pohon per Hektar per Tahun . 8 3. Dosis dan Jenis Pupuk yang Akan Diaplikasikan di PT. National Timber and Forest Product ................................................................................................ 21 4. Jumlah Tegakan Sagu dan Setiap Tingkat Pertumbuhan dalam Setiap Rumpun Sagu............................................................................................................... 25 5. Dosis Pemupukan Makro Pada Tanaman Sagu ............................................... 46 6. Dosis Pemberian Pupuk Mikro Pada Tanaman Sagu....................................... 46
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pengendalian Gulma Secara Manual .............................................................. 19 2. Pengendalian Gulma Secara Kimia ................................................................ 20 3. Rumpun Sagu dengan Lima Anakan .............................................................. 25 4. Banir bentuk ’L’............................................................................................. 27 5. Pengambilan Anakan dengan Menggunakan Dodos ....................................... 28 6. Persemaian Bibit Sagu ................................................................................... 28 7. Tanaman Sagu Pada Fase Nyorong ................................................................ 30 8. Pengangkutan Tual Sagu Menggunakan Dayung ............................................ 33 9. Pengangkutan Tual Melalui Kanal.................................................................. 33 10. Penggalian Kanal dengan Ekskavator ........................................................... 35 11. Gejala bercak kuning kecoklatan pada daun sagu ......................................... 40 12. Pertumbuhan Jumlah Daun ........................................................................... 42 13. Pertumbuhan panjang petiol ......................................................................... 42 14. Pertumbuhan tinggi anakan .......................................................................... 42 15. Pertambahan Jumlah Daun ........................................................................... 43 16. Pertambahan Panjang Petiol ......................................................................... 43 17. Pertambahan Tinggi Anakan ........................................................................ 44 18. Pertumbuhan Jumlah Daun (Sumber : NTFP, 2008) ..................................... 45 19. Pertumbuhan Jumlah Daun (Sumber : NTFP, 2008) ..................................... 45
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.Struktur Organisasi PT. National Timber and Forest Product .......................... 54 2. Peta Areal PT. National Timber and Forest Product ....................................... 55 3. Peta Divisi PT. National Timber and Forest Product ...................................... 56 4. Rata-rata Curah Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Udara Bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997) .................................... 57 5. Data Pengamatan Jumlah Daun ...................................................................... 58 6. Data Pengamatan Panjang Petiol .................................................................... 59 7. Data Pengamatan Tinggi Anakan ................................................................... 60 8. Pertambahan Jumlah Daun ............................................................................. 61 9. Pertambahan Panjang Petiol ........................................................................... 62 10. Pertambahan Tinggi Anakan ........................................................................ 63 11. Daftar Kandungan Berbagai Jenis Pupuk Daun ............................................ 64 12. Contoh Blanko Pengawasan Pembuatan Jalur Sensus ................................... 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Sagu (Metroxylon spp.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penghasil karbohidrat. Kandungan karbohidrat di dalam pati sagu sangat tinggi. Bintoro (1999) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pati sagu lebih tinggi daripada beras. Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa sagu sebagai makanan sudah lama dikenal oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama di kawasan yang sawahnya sedikit. Penduduk Maluku, terutama yang di desa-desa telah lama mengkonsumsi sagu sebagai bahan makanan pokoknya. Pada tahun 1978 hanya sekitar 59.33 % penduduk Maluku yang mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok atau makanan tambahan, sedangkan yang lain telah beralih pada beras. Selain daerah Maluku, daerah yang mengkonsumsi sagu adalah Irian Jaya, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, dan Aceh. Selain sebagai sumber karbohidrat tanaman sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri baik industri pangan maupun nonpangan. Sebagai bahan baku industri pangan, pati sagu dapat digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan kentang (Bintoro, 1999). Sagu digunakan sebagai bahan baku pembuatan beragam makanan atau kue-kue tradisional seperti kue kukus, kue bolu, kue lapis, papeda, sagu lempeng, buburnee, sinoli bagea, ondeonde, dodol, dan cendol. Sagu juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan roti, biskuit, mie (noodle), sohun, kerupuk, hunkue, dan bihun. Sebagai bahan baku industri nonpangan pati sagu dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan plastik yang dapat diuraikan (biodegradable), dan bahan perekat dalam industri kayu lapis. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol. Secara teoritis satu ton pati sagu dapat menghasilkan 715.19 liter alkohol (Baker, 1980 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Selain kegunaan diatas, tanaman sagu juga dapat berperan sebagai pengaman lingkungan karena dapat mengabsorbsi emisi gas CO 2 yang diemisikan
2
dari lahan rawa dan gambut ke udara (Bintoro, 2008). Emisi gas CO2 dan NH4 ke udara bervariasi dari 25-200 mg/m2/jam (Boss dan Plassche dalam Bintoro, 2008). Nilai rata-rata laju fotosintesis tanaman sagu sebesar 22 mg CO 2/dm2/jam. Berdasarkan perhitungan jumlah CO2 yang dapat diserap oleh tanaman sagu sebesar 240 ton CO2/ha/tahun. Indonesia yang memiliki luasan lahan sagu seluas 1.4 juta ha, mampu menyerap CO2 sebesar 330 juta ton CO2 per tahun yang dapat diajukan dalam rangka CDM (Clean Development Management) untuk memperoleh kompensasi melalui carbon trade sebesar 1.7 milyar USD per tahun (Haska, et al., 2007). Tanaman sagu dapat mengkonservasi air tanah karena tanaman sagu menghendaki kelembaban tanah yang tinggi. Kawasan yang kadang-kadang tergenang air sangat disukai tanaman sagu. Kawasan yang ditumbuhi sagu akan dipertahankan dalam keadaan lembab sebaliknya kawasan yang digunakan untuk tanaman perkebunan lain akan dibuat saluran drainase. Air yang ada dalam kawasan tersebut akan dialirkan ke tempat lain. Oleh karena itu suatu kawasan yang ditanami sagu akan mengandung banyak air, padahal air di masa yang akan datang akan menjadi masalah yang sangatserius bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan (Bintoro, 2008). Tanaman sagu memiliki peranan yang sangat penting karena sagu merupakan sumberdaya yang strategis untuk mengatasi masalah kekurangan pangan nasional dan dapat mengurangi ketergantungan sebagian masyarakat Indonesia terhadap beras. Nilai kalori dan gizi sagu tidak kalah dengan sumber pangan lainnya. Oleh karena itu, memposisikan sagu sebagai komponen dalam membangun ketahanan pangan nasional yang tangguh merupakan langkah strategis yang berimplikasi jauh ke depan (Bintoro, 2007). Sebagai upaya untuk meningkatkan potensi tanaman sagu, utamanya dalam hal produktivitas maka pengetahuan akan tindakan budidaya harus terus ditingkatkan pula. Tindakan budidaya tersebut meliputi pengadaan bahan tanaman, persiapan tanam dan penanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, panen, dan pengelolaan pascapanen (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pemupukan merupakan tindakan budidaya yang penting sebagai upaya menyediakan unsur hara tanaman untuk meningkatkan produktivitas tanaman sagu.
3
Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman. Tidak lengkapnya unsur hara makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitasnya. Berdasarkan ulasan tersebut maka dilaksanakan kegiatan magang dengan aspek khusus pemupukan pada tanaman sagu di perkebunan sagu, PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau. Tujuan Adapun tujuan dari kegiatan magang ini adalah 1. untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam pengelolaan perkebunan khususnya perkebunan sagu (Metroxylon spp.). 2. untuk mendapatkan informasi sistem alur kerja yang dilaksanakan di perkebunan sagu (Metroxylon spp.), PT. National Timber and Forest Product. 3. untuk mendapatkan informasi teknik budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) khususnya aspek pemupukan tanaman. 4. untuk mendapatkan informasi pengaruh aplikasi berbagai jenis pupuk daun pada pertumbuhan tanaman sagu (Metroxylon spp.).
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sagu Sagu (Metroxylon spp.) termasuk tanaman monokotil dari famili Palmae, genus Metroxylon dan ordo Spadiciflorae merupakan jenis tanaman yang menyimpan pati pada bagian batangnya (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman sagu secara botani digolongkan menjadi dua, yaitu tanaman sagu yang berbunga dan berbuah satu kali (Hapaxanthic) dan tanaman sagu yang berbuah dan berbunga dua kali atau lebih (Pleonanthic). Golongan yang pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tanaman sagu termasuk dalam kelompok tanaman tahunan dan sesuai untuk daerah basah dataran rendah tropis. Batang sagu merupakan bagian terpenting dari tanaman sagu karena merupakan gudang penyimpanan karbohidrat. Ukuran batang sagu berbeda-beda, tergantung dari jenis, umur, dan lingkungan tumbuhnya. Pada umur 3-11 tahun tinggi batang bebas daun sekitar 3-16 m, bahkan dapat mencapai 20 m (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu memiliki daun sirip menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Menurut Flach (1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992), setiap bulan sagu membentuk satu tangkai daun dan diperkirakan rata-rata 18 bulan kemudian akan gugur karena tua. Daun sagu muda pada umumnya berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua. Tangkai daun yang sudah tua akan terlepas dari batang dan meninggalkan bekas pada kulit batang (Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Brautlecht (1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10-15 tahun, tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya. Munculnya bunga menandakan bahwa sagu tersebut telah mendekati akhir daur pertumbuhannya. Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang sagu, berwarna merah kecoklatcoklatan seperti karat. Bunga sagu bercabang banyak seperti tanduk rusa yang terdiri atas cabang-cabang primer, sekunder, dan tersier (Haryanto dan Pangloli, 1992). Buah sagu berbentuk bulat menyerupai buah salak dan mengandung biji
5
fertil. Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah diduga berlangsung sekitar dua tahun. Syarat Tumbuh Sagu merupakan palma penting penghasil pati yang secara alami tanaman sagu tersebar dari Melanesia di Pasifik Selatan di sebelah Timur sampai ke India di sebelah Barat ( 90º-180º BT) dan dari Mindanau di sebelah Utara sampai di Pulau Jawa di sebelah Selatan (10º LU- 10ºLS) (Johnson dalam Bintoro, 1999). Sagu adalah jenis tanaman yang adaptif terhadap lingkungan karena dapat tumbuh dan berproduksi pada daerah rawa dengan potensi produksi yang tinggi. Sagu mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada lahan marginal dan lahan kritis yang tidak memungkinkan pertumbuhan optimal pada tanaman perkebunan (Suryana, 2007). Bintoro (1999) menyatakan bahwa hutan sagu ditemukan di lahan-lahan di sepanjang dataran rendah tepi pantai hingga ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (m dpl), di sepanjang tepi sungai, di sekitar danau atau rawa. Ketinggian tempat yang terbaik adalah sampai 400 m dpl. Jika ketinggian tempat lebih dari 400 m dpl maka pertumbuhannya akan terhambat dan produksinya rendah. Derajat kemasaman yang dikehendaki oleh tanaman sagu berkisar antara 3.7-6.5. Tanaman sagu kurang baik pertumbuhannya jika ditanam pada tanah masam karena akan kekurangan unsur hara terutama Ca dan Mg. Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh tanaman sagu sangat luas. Jika hanya dilihat dari kemungkinan hidup, tanaman sagu dapat hidup pada daerah yang tergenang sampai yang tidak tergenang asalkan kelembaban tanah cukup tinggi. Pertumbuhan sagu pada daerah tergenang tetap, pada tahap semai masih baik, akan tetapi pada tahap pembentukan batang laju pertumbuhannya sangat lambat (Bintoro, 1999). Tanaman sagu menghendaki tanah berlumpur dan kaya dengan mineral dan bahan organik. Sagu juga dapat hidup pada tanah berpasir asalkan mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Sagu dapat tumbuh dengan baik pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podzolik merah kuning, grumosol, alluvial, dan hidromofik. Secara alami tanaman sagu merupakan vegetasi yang mendominasi lahan berawa tetap dan musiman (Bintoro, 1999).
6
Suhu udara terendah bagi pertumbuhan tanaman sagu adalah 15 o C dan pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu 25o C dengan kelembaban udara sekitar 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule/cm2/hari (Bintoro, 1999) Teknik Budidaya Tanaman Sagu Tindakan budidaya sagu harus dilakukan secara intensif (perkebunan) sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sagu secara optimal sehingga dapat tercapai produktivitas yang optimal. Tindakan budidaya tersebut antara lain pengadaan bahan tanaman, persiapan lahan dan pengaturan tanaman, teknik penanaman, dan pemeliharaan tanaman sagu serta panen dan penanganan pascapanen. Pengadaan bahan tanaman, dalam usaha pembiakan atau perbanyakan sagu, bibit yang digunakan dapat berasal dari biji (generatif) dan bibit yang berasal dari tunas atau anakan sagu (vegetatif). Namun perbanyakan tanaman secara generatif belum optimal keberhasilnnya, terutama dalam perkecambahan biji (Flach dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Bibit sagu yang digunakan untuk pembiakan secara vegetatif harus berasal dari tunas atau anakan sagu dari induk yang mempunyai produksi pati yang tinggi. Pemeliharaan tanaman sagu di perkebunan PT. National Timber and Forest Product dilakukan dengan membersihkan gulma, penjarangan anakan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta penyulaman dan penanggulangan kebakaran (Irawan, 2004). Keberadaan gulma diperkebunan sagu sangat merugikan karena akan berkompetisi dengan tanaman sagu dalam hal mendapatkan cahaya matahari terutama pada saat awal pertumbuhan (Jong, 2007). Suryana (2007) menyatakan bahwa pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani hanya dalam bentuk pembersihan kebun dan penjarangan anakan. Penjarangan anakan sagu berfungsi untuk mengurangi persaingan pertumbuhan antar anakan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jong (2007) menambahkan penjarangan anakan juga berfungsi untuk mendukung pertumbuhan induk tanaman. Suryana (2007) menambahkan bahwa penjarangan anakan dilakukan dengan mengeluarkan anakan yang tidak produktif, sehingga dalam satu rumpun hanya tumbuh sebanyak empat tegakan sagu.
7
Tanaman sagu rakyat tidak pernah dipupuk (Bintoro, 2007). Kebanyakan tanaman sagu mempunyai pertumbuhan dan produksi yang rendah disebabkan adanya defisiensi berbagai macam hara yang dikarenakan keadaan tanah yang tidak subur (Jong, 2007). Menurut Flach dalam Bintoro (1999) jika tanaman sagu setiap tahun dipanen sekitar 136 batang per ha unsur hara yang akan terkuras pada areal kebun adalah 100 kg N, 30 kg P, 200 kg K, 200 kg Ca, dan 50 kg Mg. Oleh karena itu untuk mengembalikan kondisi kesuburan tanah yang baik agar tetap memberikan hasil optimum, perlu dilakukan pemupukan setiap tahun. Jenis-jenis pupuk yang sering digunakan adalah Dolomite, NPK yang terdiri atas Urea (N), Rock Phosphate (P), Muriate of Potash (K), dan pupuk mi-kro yang terdiri atas Borate, Zink Sulphate, dan Ferro Sulphate sesuai dosis rekomendasi kebun (Bintoro, 2007). Dosis pupuk pada tanaman sagu dibedakan menurut tingkatan umur sagu (Tabel 1). Berdasarkan analisis para ahli, empulur batang sagu dapat dijadikan patokan untuk menentukan jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan pada tanaman sagu. Dosis pupuk yang digunakan juga tergantung pada jumlah batang yang dipanen per tahun per hektar (Tabel 2). Didalam empulur batang sagu mengandung unsur kalium (K), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca) yang cukup tinggi. Tingginya unsur K dalam empulur batang sagu tersebut membuktikan bahwa sagu dapat mengabsorbsi unsur K dari dalam tanah dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut juga menjadi bukti bahwa tanaman sagu membu-tuhkan Ca dan Mg dalam jumlah yang cukup tinggi pula (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tabel 1. Macam dan Dosis Pupuk Pada Berbagai Tingkatan Umur Umur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 dst.
Urea 0 100 150 200 250 300 400 500 500 500
Macam dan dosis pupuk (g/tanaman/tahun) Pospat TSP KCl Kieserit Alam 300 0 0 0 0 100 50 0 0 150 100 0 0 200 150 30 250 0 250 40 0 300 250 50 400 0 400 80 0 500 500 100 500 0 600 120 0 500 700 140
Sumber : Tan Hong Tong (1981) dalam Haryanto dan Pangloli (1992)
8
Cara pemupukan yang baik pada tanaman sagu adalah dibenam dalam tanah. Apabila pupuk sagu tersebut disebar di permukaan tanah, kemungkinan besar akan terbawa hanyut oleh air sebelum diserap oleh akar tanaman, terutama untuk tanaman sagu di daerah rawa atau pasang surut, yang sering terjadi luapan air. Pupuk dibenamkan di sekeliling rumpun sagu pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk dengan rumpun sagu (Haryanto dan Pangloli, 1992). Tabel 2. Jenis dan Dosis Pupuk Sagu Berdasakan Jumlah Pohon per Hektar per Tahun Jumlah Batang yang dipanen (batang/ha/th) 136 100 50
N 100 75 40
Jenis dan dosis pupuk (kg/ha/th) P2O5 K2O CaO 70 240 280 50 175 200 25 80 100
MgO 80 60 30
Sumber : Flach dalam Hayanto dan Pangloli (1992)
Tanaman sagu sebelum berbatang mempunyai pertumbuhan yang sangat lambat. Dengan menambahkan unsur hara (pupuk) makro maupun mikro diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan tanaman sagu. Pemupukan berdasarkan cara aplikasinya dibedakan menjadi pupuk akar dan pupuk daun. Pupuk akar diaplikasikan melalui tanah, sedangkan pupuk daun diaplikasikan melalui daun. Pemupukan melalui daun mempunyai beberapa keuntungan, salah satunya yaitu penyerapan pupuk daun dapat lebih cepat dibandingkan dengan pupuk akar karena langsung diaplikasikan melalui daun. Pupuk daun termasuk pupuk anorganik majemuk. Dengan menambahkan pupuk daun pada anakan sagu yang masih muda diharapkan mampu memacu pertumbuhan tanaman sagu agar lebih cepat berbatang. Keberadaan hama dan penyakit tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu. Menurut pengamatan yang dilaksanakan oleh Gumbek dan Jong dalam Bintoro (1991) pada tanaman sagu yang diusahakan secara intensif di Serawak dijumpai Botryionopa grandis Baly yang menyerang daun muda, Coptotermes spp. (rayap) di kawasan gambut dan serangga Rhynchophorus spp. yang menyerang sagu. Hama lain yang menyerang adalah tikus, kera, dan babi yang seringkali menyerang tanaman sagu muda. Sagu yang ditanam tidak semuanya hidup, karena itu perlu dilakukan penyulaman. Kegiatan penyulaman dilakukan pada saat musim hujan (Listio, 2007). Tanaman sagu di lahan gambut rawan terhadap kebakaran, maka dari itu
9
adanya saluran-saluran air sangat diperlukan untuk pengendalian api (Junaidi, 2005; Asmara, 2005). Pengolahan batang sagu menjadi pati harus menggunakan teknologi yang lebih baik dibandingkan cara tradisional. Teknologi pengolahan dapat meningkatkan rendemen dan mutu pati sagu. Pengolahan secara tradisional di daerah penghasil sagu membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih banyak sehingga tidak efisien (Bintoro, 2007). Perkembangan Industri Sagu Sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri baik pangan maupun nonpangan. Pati sagu kaya dengan karbohidrat, namun sangat miskin gizi lainnya. Seratus gram pati sagu setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata terkandung 94 g karbohidrat, 0.2 g protein, 0.5 g serat, 10 mg kalsium, 1.2 mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, asam askorbat dalam jumlah sangat kecil (Wikipedia, 2008). Perkebunan sagu di Meranti telah menjadi penghasilan utama hampir 20 % warga Meranti. Sagu di Meranti telah dibudidayakan tidak seperti di Maluku dan Papua yang masih liar. Batas-batas tanah telah disepakati antara petani dengan pemerintah. Namun, sebagian besar perkebunan sagu tersebut adalah warisan keluarga dan mempunyai luasan yang kecil. Hal ini dikarenakan masyarakat jarang melakukan perluasan tanaman sagu pada tanah mereka (Multiply,2008). Sebagian penduduk Kalimantan Selatan yaitu di Desa Pemakuan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar telah memanfaatkan sagu sebagai tanaman industri sampai saat ini. Di daerah tersebut ternyata telah menjadi sentra penghasil sagu. Daerah tersebut menjadi sentra pemasok pati sagu terbesar di Kalimantan Selatan dan sebagian pati sagu juga dikirimkan ke Pulau Jawa sebagai bahan baku industri makanan. Selain dibuat pati, sagu juga digunakan sebagai bahan baku industri makanan. Bagian lain dari tanaman sagu yang dimanfaatkan oleh warga adalah umbut, isi batang, kulit batang, buah sampai daunnya (Sodikin, 2009). Harga satu batang sagu dari Kapuas yang mempunyai panjang 5 m sekitar Rp 50 000 - 150 000. Penentuan harga bergantung pada kandungan pati yang terdapat dalam pohon sagu. Jika pohon sagu bagus, maka dapat dihasilkan 2 ku pati
10
sagu (dua pikul pati) dengan harga Rp 85 000 per pikul. Harga pada musim kemarau jauh lebih tinggi dari pada musim hujan. Pada saat musim hujan pati sagu akan laku sampai Rp 100 000 per kuintal sedangkan pada musim hujan harga bisa turun sampai Rp 60 000 per kuintal. Di Sungai Tabuk diperkirakan terdapat 20-30 unit industri yang setiap unit menyerap 6-10 tenaga kerja. Jika pasokan bahan baku lancar, maka dari satu unit industri mampu menghasilkan tiga ton pati sagu setiap minggu (Sodikin, 2009). Salah satu makanan instan yang terbuat dari pati sagu adalah mi sagu. Mi sagu ini adalah generasi baru dari mi gleser yang telah dikenal oleh masyarakat Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Belakangan ini BB-Pascapanen gencar mempopulerkan mi sagu dengan penanganan yang lebih modern dan memperhatikan sanitasi. Selain mengenyangkan, mi sagu juga mempunyai banyak manfaat antara lain mencegah sembelit, mencegah kanker usus, tidak cepat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga sesuai untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes (BBPascapanen, 2006). Sagu dapat digunakan sebagai bahan baku industri nonpangan, bahan baku energi, bahan baku industri bahan pangan, dan pakan ternak (Bintoro, 1999). Pati sagu dapat digunakan sebagai bahan pembuatan plastik ramah lingkungan karena dapat diuraikan kembali. Pati sagu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan energi yang terbarukan yaitu dengan mengubah pati sagu menjadi etanol terlebih dahulu melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Etanol dapat digunakan sebagai bahan pengganti bensin untuk penerangan rumah di pedesaan, untuk keperluan medis, dan untuk keperluan berbagai industri kimia (Subing dan Karmansyah dalam Bintoro, 1999). Limbah ampas sagu (ela) dapat digunakan sebagai pupuk organik maupun bahan bagi media tumbuh tanaman dan mikroorganisme. Ela harus didekomposisikan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai pupuk organik (Bintoro, 1999). Sebagian masyarakat disekitar pengolahan pati sagu telah lama memanfaatkan ela untuk digunakan sebagai media tumbuh jamur. Ela juga dapat digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan pati yang tersimpan dalam ela masih cukup besar.
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di kebun PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau. Magang dilaksanakan selama empat bulan yaitu dari 20 Februari 2009 sampai 20 Juni 2009. Kegiatan yang dilaksanakan selama magang adalah kegiatan sebagai karyawan harian lepas (KHL), pembantu mandor, dan asisten kepala divisi. Informasi dan data primer didapatkan dengan mengikuti pekerjaan dan pengamatan secara langsung terhadap semua kegiatan kerja di lapang serta menganalisis data dari salah satu kegiatan budidaya yang ada di lapang. Metode Pelaksanaan Pada tahap sebagai KHL, kegiatan yang dilaksanakan adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh KHL. Pekerjaan yang dilakukan terutama pada aspek budidaya yaitu persiapan lahan, penyediaan bahan tanam, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Pada saat sebagai pembantu mandor, dilakukan pengawasan pada semua kegiatan, penghitungan kebutuhan tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan serta penghitungan kebutuhan proses budidaya. Pada saat sebagai asisten kepala divisi, dilakukan pengawasan dan pendiskusian tentang masalah manajerial. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut mengenai aspek khusus yang akan diamati maka didekati dengan melakukan percobaan. Percobaan dilaksanakan dengan memberikan perlakuan berbagai jenis pupuk daun sesuai dengan dosis rekomendasi pada tanaman sagu yang masih dalam fase anakan. Anakan sagu tersebut masih menempel pada tanaman induk. Bahan yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah pohon sagu yang berumur 2-11 tahun dan pupuk daun yaitu Biogronic D sebanyak 2 liter, Gandasil D sebanyak 1 Kg, dan Java Mineral Tani sebanyak 1 liter. Adapun alat yang digunakan adalah gelas ukur, knapsack sprayer, cangkul, ember, dan alat ukur. Pupuk daun yang diberikan yaitu Biogronic D dengan konsentrasi 5 cc/l (P1), Gandasil D (P2) dengan konsentrasi 2 g/l, Java Mineral Tani dengan konsentrasi 2 cc/l (P3), dan perlakuan tanpa aplikasi pupuk daun sebagai kontrol (P4).
12
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 10 pohon. Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia di perusahaan. Data sekunder yang diambil yaitu data-data yang menunjang materi magang, seperti kondisi umum perusahaan, aspek manajerial terutama tenaga kerja, dan data yang berkaitan dengan aspek pemeliharaan tanaman. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung dilapang dengan mengikuti semua kegiatan baik dalam hal budidaya maupun manajerial perusahaan. Pengamatan yang dilakukan adalah peubah pertumbuhan vegetatif seperti jumlah daun, panjang petiol, dan tinggi anakan. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah total daun sagu yang telah membuka. Panjang petiol dihitung dari titik tumbuh pelepah daun sampai batas anak daun yang pertama. Tinggi anakan dihitung dari tinggi daun yang paling tinggi. Pengamatan dilaksanakan dengan interval satu bulan sekali. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan kerja di lapang dengan standar baku yang berlaku di perkebunan sagu. Selain itu data juga dianalisis dengan menggunakan analisis statistik.
KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah kebun PT. National Timber berdiri pada tanggal 4 September 1970 sesuai dengan akta notaris yang dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir dengan keputusan Nomor J. A. 5/4/19 tanggal 7 Januari 1971 dan akta notaris Nomor 153 tanggal 24 Desember 1970 yang dibuat dihadapan Mohamad Said Tajoedin Notaris di Jakarta. PT. National Timber telah mengalami perubahan nama beberapa kali dan yang terakhir perusahaan tersebut bernama PT. National Timber and Forest Product. Perubahan nama tersebut sesuai dengan akta notaris Nomor 37 tanggal 15 September 2004 yang dibuat dihadapan Singgih Susilo, SH. Notaris di Jakarta. PT. National Timber and Forest Product merupakan salah satu perusahaan pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Izin HPH tersebut berdasarkan surat keputusan Menteri Pertanian No. 135/ Kpts/Um/3/1974 tanggal 14 Maret 1974 seluas ± 100.000 Hektar. PT. National Timber and Forest Product mengelola empat kelompok hutan yaitu kelompok hutan Tebing Tinggi, kelompok hutan Selat Panjang, kelompok hutan Sungai Rawa dan kelompok hutan Rangsang. Izin pengelolaan HPH tersebut berlaku selama 20 tahun. Setelah masa izin usai, PT. National Timber and Forest Product mengajukan IPK (Izin Penebangan Kayu) untuk mengembangkan hutan tanaman industri sagu (HTI-Sagu). Pada tahun 1994 permohonan IPK dari PT. National Timber and Forest Product untuk mengembangkan hutan tanaman industri sagu (HTI-Sagu) telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan dengan Surat Nomor 913/IVRPH/1994 tanggal 18 April 1994. Selanjutnya dengan berdasarkan rekomendasi dari Gubernur, Menteri Kehutanan memutuskan dengan SK No. 1083/MENHUTIV/1995 bahwa lokasi yang disetujui untuk pembangunan HTI-Sagu PT. National Timber and Forest Product adalah kelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900 Ha di Propinsi Dati I Riau. Dengan demikian, PT. National Timber and Forest Product secara resmi telah berdiri pada tahun 1995. Izin pengusahaan yang dimiliki oleh PT. National Timber and Forest Product berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. 1083/MENHUT-IV/1995
14
belum mempunyai kekuatan hukum penuh karena masih harus menyerahkan RKT (Rencana Karya Tahunan) setiap tahun untuk mengelola hutan produksi kepada Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi Riau. Luas RKT yang diajukan berkisar 1000 –2000 hektar. Untuk mendapatkan status definitif atas areal yang dimilikinya, maka PT. National Timber and Forest Product mengajukan izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHHBK) pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman sagu. IUPHHBK tersebut berdasarkan surat permohonan Direktur Utama PT. National Timber and Forest Product Nomor 48/NTI/HPH-D/IX/1993 tanggal 6 September 1993 dan Nomor 135/NT/HTI-D/XII/2004. Permohonan IUPHHBK oleh PT. National Timber and Forest Product telah disetujui pada tahun 2008 berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 353/MENHUT-II/2008. Dengan adanya surat keputusan tersebut maka PT. National Timber and Forest Product telah mendapatkan izin IUPHHBK pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) atas areal hutan produksi seluas ± 21 620 hektar di Propinsi Riau. Hutan produksi tersebut terdiri atas hutan produksi terbatas (HPT) seluas ± 21.370 ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas ± 250 ha. Tujuan dari usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah, memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Saat ini PT. National Timber and Forest Product melakukan kerjasama dengan PT. Sagu Sampoerna Bio Energi untuk kemajuan perkebunan sagu. Letak Geografis dan Administrasi PT. National Timber and Forest Product secara geografis terletak pada 0 o 31’ LU – 1o 80’ LU dan 101o 43’ BT – 103o 08’ BT. Secara administratif pemerintahan perusahaan tersebut terletak di Propinsi Dati I Riau, Kabupaten Dati II Meranti, Kecamatan Tebing Tinggi, sedangkan secara administrasi pemangku hutan, perusahaan tersebut masih dalam kekuasaan Dinas Kehutanan Propinsi Dati I Riau, CDK/KPH Selat Panjang, BKPH Selat Panjang, dan RPH Selat Panjang.
15
Letak perkebunan PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam kelompok hutan Teluk Kepau. Lokasi PT. National Timber and Forest Product berbatasan dengan areal HPH PT. LUM (Lestari Unggul Makmur) disebelah utara dan berbatasan dengan pantai Pulau Tebing Tinggi-Selat Panjang disebelah timur dan selatan, serta berbatasan dengan HPH PT. Uni Seraya disebelah barat. Areal kerja PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Suir Kiri. Dalam areal kerja PT. National Timber and Forest Product juga terdapat beberapa desa yaitu Desa Teluk Buntal, Tanjung Gadai, Tanjung Sari, Sungai Tohor, Kayu Ara, dan Desa Lukun. Keadaan Iklim dan Tanah Curah hujan tahunan berkisar antara 2095-2294 mm dengan rata-rata 2208 mm. Bulan Mei merupakan bulan yang paling kering,sedangkan bulan September dan Oktober merupakan bulan yang paling basah. Hari hujan tahunan cukup tinggi yaitu sekitar 118-149 hari hujan. Suhu udara berkisar antara 26.00-27.40oC dengan kelembaban udara 82-88% (Tabel Lampiran 4). Menurut klasifikasi Schmidth dan Fergusson dalam Laporan Studi Diagnostik Bina Desa Hutan (1997) areal HTI PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam klasifikasi tipe B dengan nilai Q = 33.3 %. Kecepatan angin di daerah tersebut secara umum rendah yaitu 2-4 m/s, namun pada bulan Januari kecepatan angin sangat tinggi yaitu mencapai 6-8 m/s (Poyry, 2007). PT. National Timber and Forest Product secara umum berada pada ketinggian 0-5 meter diatas permukaan laut (m dpl) terletak pada kelas kelerengan A yaitu 0-8%. Berdasarkan Laporan Studi Diagnostik Bina Desa Hutan (1997), jenis tanah yang terdapat pada PT. National Timber and Forest Product adalah organosol (organosol kromik) dan alluvial (alluvial eutrikil). Tanah organosol tergolong tanah dengan lapisan solum cukup dalam yaitu lebih dari 100 cm. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan hemik (tingkat pelapukan sampai tingkat menengah). Tanah tersebut mempunyai konsistensi tanah yang lekat dan porositas tanah sedang dengan derajat keasaman berkisar 3.14.0. Tanah tersebut mempunyai kepekaan terhadap erosi yang tinggi, namun karena topografi daerah ini datar maka kemungkinan terjadi erosi adalah rendah.
16
Luas Areal dan Tata Guna Lahan PT. National Timber and Forest Product berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 353/MENHUT-II/2008 mempunyai luas areal pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seluas ± 21 620 hektar. Dengan adanya surat keputusan tersebut, PT. National Timber and Forest Product berhak melakukan kegiatan dan memperoleh manfaat dari hasil usahanya. Fungsi hutan yang terdapat di PT. National Timber and Forest Product adalah sebagai hutan produksi terbatas (HPT) seluas ± 21 370 hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas ± 250 hektar. Sebagian besar luas areal dari PT. National Timber and Forest Product dipergunakan untuk penanaman sagu. Selain sagu terdapat juga beberapa tanaman lain yang ditanam yaitu tanaman unggulan setempat dan tanaman kehidupan. Tanaman unggulan setempat yang dibudidayakan adalah Geronggang (Cratoxylon spp.) dan tanaman kehidupan yang dikembangkan adalah tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn.). Keadaan Tanaman dan Produksi Tanaman sagu yang terdapat di PT. National Timber and Forest Product mulai ditanam pada tahun 1996/1997 yang ditanam secara bertahap. Perkebunan sagu PT. National Timber and Forest Product terdiri atas 12 fasa (divisi). Setiap divisi mempunyai luas 1000 hektar. Dalam satu divisi terbagi menjadi beberapa blok yang setiap bloknya mempunyai rata-rata luas 50 hektar. Pada setiap blok dipisahkan oleh kanal. Sebagian besar areal perkebunan sagu PT. National Timber and Forest Product adalah lahan gambut maka sangat diperlukan penanganan air yang baik. Adanya kanal tersebut juga digunakan untuk mencegah aliran kebakaran. Setiap divisi dibedakan berdasarkan umur tanamnya. Pada saat ini yang menjadi konsentrasi perusahaan adalah divisi I-IV karena pada divisi tersebut sudah mendekati masa panen. Jenis sagu yang terdapat di PT. National Timber and Forest Product adalah sagu berduri (tuni), berduri jarang (saka), dan tidak berduri (molat). Sagu yang paling banyak ditanam adalah sagu berduri. Saat ini tanaman yang tertua telah berumur 13 tahun. Tanaman sagu ditanam dengan jarak tanam 8 m x 8 m pada divisi I-IV dengan tahun tanam 1996/1997, jarak tanam 10 m x 10 m pada divisi
17
V-VIII dengan tahun tanam 1999/2000, dan jarak tanam 10 m x 15 m pada divisi IX-XII dengan tahun tanam 2002/2003. Kondisi pertanaman sagu di PT. National Timber and Forest Product pada umunya telah tertutup oleh gulma terutama oleh gulma pakis dan pohon kayu bahkan tanaman pada divisi V-XII kondisi gulmanya sangat rapat. Pada tahun 2008, PT. National Timber and Forest Product telah melakukan pemanenan sagu yang pertama. Saat ini PT. National Timber and Forest Product sedang melakukan pemanenan tanaman sagu yang kedua kalinya. Sagu dijual dalam bentuk tual atau potongan-potongan batang sagu dengan harga Rp. 20 000,00 per tual. Setiap tual mempunyai panjang 45 inci atau 1.143 m. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pada saat ini keadaan manajerial di PT. National Timber and Forest Product masih dalam masa transisi karena proses pengalihan kepemilikan perkebunan dari PT. National Timber and Forest Product kepada PT. Sagu Sampoerna Bio Energi. Namun dalam masa pengalihan tersebut, PT. Sagu Sampoerna Bio Energi diberikan kuasa oleh PT. National Timber and Forest Product untuk mengelola seluruh kegiatan operasional perkebunan tetapi nama perusahaan masih tetap yaitu PT. National Timber and Forest Product. Karena terjadi perubahan pemegang kekuasaan maka manajemen yang ada di PT. National Timber and Forest Product juga banyak mengalami perubahan termasuk struktur organisasi dan pelaksanaan manajemen perusahaan.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Kegiatan yang sedang dilaksanakan di PT. National Timber and Forest Product sebagian besar termasuk dalam kegiatan pemeliharaan, panen, dan perbaikan infrastruktur. Kegiatan pemeliharaan yang utama dilakukan pada saat ini adalah pengendalian gulma. Kondisi gulma yang ada sekarang sudah banyak yang menutupi tanaman pokok maka harus segera dikendalikan. Gulma yang ada didominasi oleh gulma daun lebar seperti pakis (Nephrolepis biserrata Schott), Mikania michrantha H. B. K., dan Melastoma malabathricum Linn. serta gulma tanaman kayu seperti geronggang, kayu punak, dan kayu arang-arang. Pengendalian Gulma Gulma yang mendominasi pertanaman sagu di PT. National Timber and Forest Product adalah gulma yang berasal dari jenis pakis. Pertumbuhan pakis sangat cepat sehingga diperlukan pengendalian gulma yang intensif. Pengendalian gulma dilaksanakan dengan rotasi 3 bulan sekali. Selain pakis juga terdapat Mikania michrantha H. B. K dan Melastoma malabathricum Linn. serta gulma tanaman kayu seperti geronggang, kayu punak, dan kayu arang-arang yang telah mencapai ketinggian sampai 8 m. Pengendalian gulma di PT. National Timber and Forest Product dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan melakukan penebasan lorong pada gawangan hidup dan pada piringan sagu (Gambar 1). Pelaksanaan pengendalian gulma ini dilakukan dengan sistem kontrak. Setiap kontraktor terdiri atas 8-10 orang. Upah yang diberikan pada kontraktor adalah sebesar Rp 230.000,00 per hektar. Kontraktor yang terdapat dalam masing-masing divisi saat ini hanya berjumlah 2-4 kontraktor. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam satu blok oleh satu kontraktor antara 1-1.5 bulan. Jumlah blok dalam satu divisi berkisar antara 20-25 blok. Jika dalam satu divisi hanya terdapat tiga kontraktor maka target perusahaan untuk melaksanakan rotasi pengendalian gulma setiap tiga bulan tidak akan tercapai. Dengan mempertimbangkan kondisi ter-
19
sebut maka setiap divisi hendaknya meningkatkan jumlah kontraktor agar target kerja perusahaan dapat tercapai.
Gambar 1. Pengendalian Gulma Secara Manual Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan mengaplikasikan herbisida (Gambar 2). Herbisida yang diaplikasikan yaitu gabungan dari herbisida Primaxone dengan bahan aktif paraquat dan Meta Prima dengan bahan aktif methyl sulfuron. Dosis yang digunakan adalah 1.5 l/ha Primaxone dan 62.5 g/ha Meta Prima. Khusus untuk jenis gulma kayu pengendalian dilakukan dengan cara pengimasan yaitu dengan mengelupas bagian kulit dari tanaman kayu tersebut kemudian dioleskan dengan herbisida kontak triester yang dicampurkan dengan solar dengan perbandingan 1:5. Pengerjaan imas gulma kayu tersebut juga dilaksanakan oleh BHL dengan upah Rp 38 400,00 per hari kerja. Pelaksanaan pengendalian gulma secara kimia dikerjakan oleh buruh harian lepas (BHL). Upah yang diberikan yaitu Rp 38 400,00 per satu hari kerja. Satu hari kerja setara dengan tujuh jam. Pengendalian gulma secara kimia adalah salah satu kegiatan baru yang dilakukan setelah hampir delapan tahun tidak dikerjakan sehingga masih menemui banyak kendala dilapang. Beberapa kendala tersebut terkait dengan tenaga kerja harian yang belum terlatih, takaran dosis yang belum seragam antar divisi, teknis penyiapan larutan herbisida, dan kurangnya tenaga pengawas dalam pelaksanaan pengendalian gulma.
20
Gambar 2. Pengendalian Gulma Secara Kimia Pemupukan Pemupukan merupakan tindakan pemeliharaan yang bertujuan memberikan tambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga diperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal. Pemupukan dilaksanakan dua minggu setelah pengendalian gulma selesai dikerjakan. Pupuk diangkut ke dalam blok dengan menggunakan traktor roda empat jika lewat darat atau menggunakan sampan kecil (po cai) jika lewat kanal. Kebutuhan pupuk tiap blok dhitung oleh asisten divisi. Kebutuhan pupuk untuk setiap blok kemudian dibagi untuk kebutuhan tiap gawangan hidup. Pupuk yang sudah dibagi tersebut diletakkan dalam karung untuk didistribusikan pada setiap gawangan hidup. Teknis pelaksanaan pemupukan di lapang dengan memberikan pupuk pada setiap gawangan hidup. Untuk memudahkan pengawasan di lapang, pekerja pemupukan bekerja dari arah yang berlainan. Satu orang pekerja memulai pemupukan dari arah selatan dan pekerja lainnya memulai pemupukan dari arah utara sampai setengah gawangan hidup (sekitar 250 m). Pada saat ini kegiatan pemupukan tidak dilakukan oleh PT. National Timber and Forest Product. Namun, perusahaan telah memiliki rekomendasi dosis dan jenis pupuk yang akan diaplikasikan pada tanaman sagu sesuai tingkat umur tanaman (Tabel 3).
21
Tabel 3. Dosis dan Jenis Pupuk yang Akan Diaplikasikan di PT. National Timber and Forest Product Umur (tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 >10
Rock MoP Dolomit Cu Zn Borate Phosphate ...............................................g/pohon.............................................. 60 60 40 300 50 50 20 150 70 60 600 50 50 20 350 200 200 2000 50 50 20 650 350 350 3000 50 50 20 750 450 400 4000 50 50 20 900 600 800 4500 50 50 20 1050 700 1000 4500 50 50 20 1200 800 1200 5000 50 50 20 1300 900 1600 5000 50 50 20 1400 1000 2000 5000 50 50 20 1500 1000 2200 5000 50 50 20 Urea
Sumber : NTFP (2009)
Dolomit diaplikasikan secara melingkar di sekitar rumpun tanaman sagu (piringan) dengan jarak sekitar 0.5-1 m dari rumpun sagu terluar. Aplikasi Urea, MoP, dan Rock Phosphate (RP) dilakukan dua minggu sesudah aplikasi dolomit. Sebelum pupuk diaplikasikan, piringan sagu harus dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan serasah-serasah daun sampai terlihat permukaan tanah. Unsur makro seperti Urea, MoP, dan RP ditaburkan pada piringan secara merata dengan jarak 50 cm sampai 1 m dari anakan terluar pada rumpun yang bersangkutan. Setelah selesai dipupuk, tanah kembali ditutup dengan serah-serasah yang tadi dibersihkan. Unsur Cu, Zn, dan borate diaplikasikan pada tanah dengan membuat lubang pupuk disekitar rumpun sagu. Supaya pupuk dapat merata maka dibuat empat tugalan (lubang pupuk) yang sesuai dengan arah penjuru angin disekitar rumpun sagu. Setelah pupuk diaplikasikan, lubang ditutup kembali dengan tanah. Sebagian besar areal PT. National Timber and Forest Product adalah lahan gambut. Kedalaman gambut di areal tersebut termasuk gambut dalam. Keadaan kimia tanah gambut yang berkembang di sepanjang Pantai Timur Sumatera mempunyai status hara kahat N, P, K, Mg, Ca, dan Zn, sedangkan pembatas utama pada lahan gambut adalah tidak tersedianya unsur Cu bagi tanaman (Sudradjat dan Qusairi, 1992).
22
Pemberian pupuk dalam komposisi dan takaran yang tepat dapat mengatasi masalah kekurangan hara dan kemasaman tanah gambut. Unsur hara yang umumnya perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk adalah N, P, K, Ca, Mg serta sejumlah unsur hara mikro terutama Cu, Zn dan Mo. Pemberian Cu diduga lebih efektif melalui daun (Radjagukguk dalam Chotimah 2009). Dosis pupuk yang tercantum pada Tabel 3 terlalu besar karena hanya didasarkan pada umur tanaman sagu. Pemupukan sebaiknya memperhatikan kebutuhan hara yang dibutuhkan oleh tanaman sagu. Dengan dosis yang tercantum pada Tabel 3 perusahaan akan mengalami pemborosan dan menyebabkan ketidakefisienan biaya. Dosis pemberian pupuk didasarkan pada ketersediaan hara di tanah, kebutuhan hara yang dibutuhkan oleh tanaman, dan besarnya hara yang terangkut pada saat panen. Jumlah batang yang dipanen dapat menentukan besarnya unsur hara yang terangkut pada saat panen. Khususnya unsur hara yang terdapat dalam empulur batang sagu yaitu K, Ca, dan Mg. Tanaman sagu di PT. National Timber and Forest Product belum banyak yang dipanen sehingga belum banyak unsur hara yang terangkut keluar. Unsur hara dapat diperoleh dari bahan organik yang terdapat disekitar tanaman seperti sisa pengendalian gulma, serasah, dan pelepah-pelepah sagu yang telah jatuh. Bahan organik tersebut akan mengalami dekomposisi dan menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang perlu ditambahkan adalah unsur hara yang terangkut pada saat panen (K, Ca, dan Mg). Namun, areal perkebunan PT. National Timber and Forest Product terletak pada tanah gambut yang bersifat sangat masam yang mempengaruhi penyerapan unsur hara dari tanah ke tanaman maka penambahan dolomit dan unsur mikro masih perlu diberikan. Pada percobaan yang dilakukan oleh PT. National Timber and Forest Product, pemberian pupuk makro dan mikro tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sagu (NTFP, 2008). Percobaan tersebut diaplikasikan pada tahun 2003 dan diamati pertumbuhannya pada tahun 2008 selama satu tahun dengan interval dua minggu sekali. Pupuk tersebut diaplikasikan melalui tanah. Oleh karena pemupukan melalui tanah tidak memberikan hasil yang nyata maka perlu dilakukan percobaan pemupukan baru melalui daun.
23
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mengetahui hama dan penyakit yang menyerang tanaman sagu, baik gejala-gejalanya ataupun setelah terjadi serangan hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit tanaman di PT. National Timber and Forest Product dikoordinasikan langsung oleh Asisten Divisi berdasarkan data sensus hama dan penyakit tanaman. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara berkala setiap enam bulan sekali oleh Asisten Divisi. Pengendalian hama dan penyakit juga dapat dilakukan secara spontan ketika dijumpai serangan hama dan penyakit. Hama yang sering menyerang pertanaman sagu di PT. National Timber and Forest Product adalah ulat sagu (Rhynchophorus ferrugineus Oliver), ulat daun (Artona spp.), anai-anai atau rayap (Coptotermes spp.), kumbang daun, kera, dan babi. Ulat sagu menyerang pada luka bekas potongan banir anak sagu atau bekas tebangan tanaman sagu. Ulat sagu memakan pati yang terdapat dalam banir atau bekas tebangan tanaman sagu selanjutnya ulat sagu menyebabkan kebusukan pada tanaman yang diserang. Kumbang daun menyerang daun dan batang pada tanaman sagu. Ulat daun menyerang daun pada tanaman sagu. Pengendalian ulat daun di PT. National Timber and Forest Product dilakukan dengan menggunakan insektisida Lentrex EC 400 dengan konsentrasi 2 cc/l. Anai-anai atau rayap menyerang tanaman sagu dengan membuat lubang pada batang tanaman sagu. Apabila terdapat serangan anai-anai segera disemprot dengan insektisida chlorpyrifos atau fipronil, namun apabila serangan anai-anai menyebabkan kerusakan yang berat pada tanaman sagu maka tanaman tersebut segera dibongkar untuk menghindari penyebaran anai-anai. Hama kera dan babi hutan adalah hama potensial yang menyerang tanaman sagu muda (1-3 tahun). Babi hutan menyerang tanaman sagu dengan memakan umbutnya, sedangkan kera menyerang tanaman sagu dengan mematahkan daun-daun muda pada tanaman sagu. Kondisi hama di PT. National Timber and Forest Product masih dapat dikendalikan secara alami sehingga tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman sagu.
24
Penyakit yang menyerang tanaman sagu antara lain penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora sp. Daun yang terkena serangan cendawan tersebut lama kelamaan menjadi kering. Pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan secara kimia dan pengendalian secara kultur teknis dengan menerapkan sanitasi tanaman secara berkal, membersihkan lokasi persemaian, dan membersihkan tanamannya. Kontrol Pertumbuhan Anakan (Pruning) Pruning adalah salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk mengendalikan jumlah anakan tanaman sagu sehingga dapat diatur periode panennya. Tujuan utama dari pelaksanaan pruning adalah untuk mengurangi jum-lah anakan sagu yang berlebihan sehingga didapatkan jumlah anakan yang ideal. Menurut rekomendasi dari PT. National Timber and Forest Product, jumlah anakan yang ideal dalam satu rumpun tanaman sagu adalah 5-6 anakan. Selain mengurangi jumlah anakan juga untuk mengurangi persaingan diantara anakan sagu sehingga dapat mempercepat pertumbuhan. Kontrol pertumbuhan tersebut didasarkan pada tingkatan umur anakan sagu yang diinginkan. Pelaksanaan pruning dilakukan segera setelah gulma dikendalikan. Sebelum pelaksanaan pruning tanaman sagu ditandai dengan menggunakan cat warna kuning dan putih untuk membedakan anakan yang diambil untuk bibit dan anakan yang ditinggalkan untuk menjadi anakan. Penandaan ini disebut dengan sensus anakan yang dilaksanakan oleh mandor lapang. Pelaksanaan pruning di lapang bersamaan dengan pelaksanaan pengambilan anakan yang akan dijadikan untuk bibit (abut). Kegiatan pruning (kontrol pertumbuhan) langsung ditangani oleh masing-masing divisi. Untuk mempermudah kegiatan kontrol pertumbuhan, Asisten Divisi dapat berkoordinasi dengan Asisten Divisi Panen. Pruning pada tanaman sagu yang telah mempunyai anakan dikerjakan dengan membersihkan gulma dan pelepah-pelepah kering yang ada dalam setiap rumpun sagu. Selanjutnya dipilih anakan yang akan dipertahankan. Anakan yang tidak termasuk kriteria untuk dipertahankan dipangkas dengan menggunakan parang. Anakan yang akan dipilih diatur sedemikian rupa sehingga anakan yang terpilih untuk dipertahankan mempunyai letak yang saling berjauhan. Hal ini dilakukan agar setiap anakan sagu mendapatkan input pertumbuhan yang optimum.
25
Khusus untuk tanaman sagu yang baru, pruning dilaksanakan dengan beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut yaitu tanaman sagu yang berumur kurang dari dua tahun, anakan yang ada dibuang semua. Anakan sagu yang berumur dua tahun, anakan disisakan satu, dan tanaman yang berumur lebih dari dua tahun, setiap dua tahun berikutnya disisakan satu anakan sehingga diperkirakan terdapat 5-6 anakan ketika induk tanaman siap panen (Gambar 3).
Gambar 3. Rumpun Sagu dengan Lima Anakan Menurut Tan dalam Bintoro (2008) penjarangan tegakan pohon sagu dilakukan setahun sekali, namun di PT. National Timber and Forest Product penjarangan dilakukan setiap dua tahun sekali sehingga panen dilakukan setiap dua tahun sekali. Jumlah pohon yang dibiarkan tumbuh dalam satu rumpun sagu tergantung dari jenis sagu dan tingkatan pertumbuhannya (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Tegakan Sagu dan Setiap Tingkat Pertumbuhan dalam Setiap Rumpun Sagu Jenis
Jumlah Pohon/Rumpun Semai
Sapihan
Tihang
Pohon
Jumlah
Ihur
3
2-3
1-2
1
7-9
Tuni
3-4
2-3
1-2
1-2
7-11
Molat
1-2
1
1
1
4-5
Sumber : Tan dalam Bintoro (2008)
26
Tanaman sagu di areal PT. National Timber and Forest Product terletak pada lahan gambut yang mempunyai kesuburan tanah rendah sehingga produksinya juga rendah. Menurut Notohadiprawiro dan Louhenapessay dalam Bintoro (2008) kadar pati dalam batang sagu dipengaruhi oleh kondisi hidrologi dan jenis tanah. Berdasarkan informasi dari PT. National Timber and Forest Product didapatkan rata-rata bobot batang sagu yang dipanen adalah 800 kg dengan kandungan pati 20-25 % sehingga dalam satu batang sagu diperkirakan terdapat 200 kg pati. Sebagai perbandingan, bobot batang sagu tuni (tidak dibudidayakan) di Seram Barat sekitar 1 057 kg dengan kandungan pati 263 kg (Bintoro, 2008). Apabila dalam satu hektar lahan terdapat 156 pohon sagu dengan produksi pati 200 kg/pohon maka total pati yang diperoleh adalah 31 200 kg pati atau 31.2 ton pati/ha/tahun. Jika penjarangan dilakukan dua tahun sekali maka pati yang diperoleh adalah setengah dari hasil tersebut. Jika dijarangkan tiga tahun sekali maka pati yang didapatkan hanya 1/3-nya. Produksi tersebut jauh lebih rendah dari produksi tanaman sagu dilahan mineral karena tanah di areal tersebut tidak subur. Jumlah anakan pada penjarangan setiap tahun diperkirakan 7-11 anakan ketika tanaman induk siap dipanen. Jumlah anakan tersebut lebih banyak dari pada jumlah anakan dengan penjarangan dua tahun sekali (5-6 anakan). Dengan jumlah anakan yang lebih banyak, tanaman akan bersaing dalam mendapatkan input pertumbuhan sehingga tanaman tersebut mempunyai produksi yang rendah. Walaupun secara individu tanaman tersebut mempunyai produksi yang lebih rendah dari tanaman yang anakannya lebih sedikit, namun secara keseluruhan produksi yang dihasilkan jauh lebih tinggi dari tanaman yang mempunyai anakan sedikit. Sebaiknya penjarangan anakan (pruning) di PT. National Timber and Forest Product dilakukan setiap satu tahun supaya didapatkan hasil yang maksimal dan lebih menguntungkan bagi perusahaan. Target (prestasi kerja) untuk pelaksanaan pruning pada lokasi yang telah dilakukan pengendalian gulma adalah 50 rumpun per hari kerja, sedangkan untuk lokasi yang belum dilakukan pengendalian gulma target prestasi kerja yang harus dicapai adalah 30 rumpun per hari kerja.
27
Pengambilan Anakan (Sucker) Anakan sagu dibedakan menjadi dua jenis yaitu anakan yang berdasarkan tempat tumbuh dan anakan berdasarkan bentuk. Jenis anakan berdasarkan tempat tumbuh dibedakan menjadi dua jenis yaitu aerial dan basal. Anakan aerial adalah anakan yang tumbuh diatas tanah sedangkan anakan basal adalah anakan yang tumbuh dari dalam tanah. Jenis anakan berdasarkan bentuk terdiri atas banir dengan bentuk ‘L’ (Gambar 4), banir bentuk keladi, dan banir bentuk tapal kuda. Banir bentuk ‘L’ adalah banir yang paling baik untuk pembibitan karena kandungan karbohidrat dalam keadaan maksimum.
Gambar 4. Banir bentuk ’L’ Kriteria anakan yang akan dijadikan bibit harus berasal dari induk yang telah dipanen atau pada saat matang fisiologis (siap panen). Bibit (abut) harus berasal dari tunas (anakan) yang mempunyai umur kurang dari satu tahun dan telah mempunyai diameter 10-13 cm dengan bobot 2-5 kg. Abut harus memiliki sekurang-kurangnya 3-4 daun dan anakan yang dipilih sebaiknya anakan yang mempunyai rhizome dengan suatu bagian penghubung yang menyempit pada induknya. Anakan diambil dengan menggunakan dodos atau parang (Gambar 5). Dalam pengambilan anakan diusahakan tidak melukai tanaman induk. Selanjutnya anakan yang telah diambil dibersihkan dan dipotong akarnya sampai bersisa 2-3 cm serta panjang daun disisakan hanya 40 cm dari banir. Anakan sagu yang telah terkumpul selanjutnya diangkut dengan menggunakan ambung (keranjang yang terbuat dari bambu).
28
Gambar 5. Pengambilan Anakan dengan Menggunakan Dodos Persemaian Persemaian dilakukan untuk menghasilkan bibit dengan kualitas yang baik sehingga bibit siap dipindahtanamkan dengan kualitas yang baik dan mengurangi tingkat kematian selama ditanam dilahan. Pada perkebunan PT. National Timber and Forest Product persemaian dilakukan dengan sistem kanal (Gambar 6). Bibit sagu (abut) disusun dalam rakit yang terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Maksud dari persemaian di kanal ini adalah untuk menyediakan air yang cukup bagi pertumbuhan abut. Abut yang akan disemai dipotong daunnya terlebih dahulu sampai tersisa 30-40 cm dari akar.
Gambar 6. Persemaian Bibit Sagu Pada saat peletakan abut dirakit, akar (rizhome) diharuskan tenggelam dalam air. Selain dengan menggunakan sistem kanal abut juga dapat disemai di dalam polybag dengan memasukkan tanah gambut sebagai media tanam. Sebelum
29
disemai abut dicelupkan dulu di larutan fungisida untuk mencegah serangan bakteri. Abut disemai selama 3 bulan kira-kira telah muncul 2-3 helai daun baru. Rakit terbuat dari pelepah sagu yang sudah tua dengan ukuran 2.5 m x 1 m x 30 cm. Pelepah sagu disusun bertingkat dengan tiga bagian. Pelepah yang dibutuhkan untuk membuat satu rakit adalah 15 pelepah sagu dengan rincian 11 pelepah sagu panjang 2.5 m dan 4 pelepah dengan panjang 1 m. Rakit disusun dengan menggunakan tali tambang dan paku dari kayu agar terikat secara kuat. Setelah rakit siap, rakit dimasukkan dalam kanal dan diletakkan di pinggir kanal dengan dipancang. Harga untuk satu rakit adalah Rp 5000,00. Lokasi untuk pembibitan dipilih kanal dengan air yang mengalir. Lokasi diusahakan dekat dengan camp dan mudah untuk didatangi. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan dapat lebih intensif. Abut yang telah disemai kemudian dipindahtanamkan dengan cara menanam abut dalam lubang tanam dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Lubang tanam dibuat sampai menyentuh permukaan air. Dalam penanaman diusahakan tanah dalam keadaan lembab untuk menghindari transpirasi yang terlalu tinggi. Sensus Tanaman Sensus adalah salah satu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengetahui presentase hidup dan mati tanaman sagu. Data sensus yang diperoleh menggambarkan keadaan sagu yang sebenarnya di lapang sehingga dapat digunakan untuk dijadikan bahan perencanaan pengelolaan perkebunan sagu yang baik. Kegiatan sensus dibagi menjadi empat kelompok yaitu sensus prosentase hidup, sensus tanaman terserang hama dan penyakit, sensus anakan sagu, dan sensus taksasi produksi (panen). Sensus Taksasi Produksi (Panen) Sensus panen dipergunakan untuk memperkirakan tanaman yang akan dipanen pada waktu yang akan datang. Sensus panen dilakukan pada semua blok areal tanaman sagu terutama pada blok yang telah mendekati masa panen. Peubah yang diamati pada sensus panen adalah tinggi tanaman sagu yang digolongkan menjadi 6 kelompok yaitu tanaman dengan tinggi 0-2 m, 2-4 m, 4-6 m, >6 m, buang duri, nyorong atau berbunga.
30
Pada saat fase nyorong tanaman sagu sangat sesuai untuk dipanen karena pada fase tersebut kandungan pati dalam batang sagu dalam keadaan maksimal (Gambar 7). Pada saat fase berbunga, tanaman sagu sudah melewati masa panen maka harus segera dilakukan pemanenan jika tidak maka kandungan pati dalam batang sagu akan menurun. Untuk tanaman yang masih dalam fase buang duri dapat dipanen dalam waktu satu tahun lagi.
Gambar 7. Tanaman Sagu Pada Fase Nyorong Kegiatan sensus panen di PT. National Timber and Forest Product dilaksanakan oleh karyawan tetap yang dipegang oleh divisi panen. Anggota dari divisi panen adalah kepala divisi, mandor divisi, dan tenaga sensus. Tenaga sensus melakukan pendataan terhadap tanaman sagu yang siap untuk dipanen pada setiap blok. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis dan alat ukur, namun untuk alat ukur terkadang tidak dipakai karena penghitungan dilakukan secara visual. Waktu yang diperlukan untuk mensensus satu gawangan hidup tanaman pada blok yang telah dilakukan pengendalian gulma sekitar 30 menit, sedangkan untuk blok yang belum dilakukan pengendalian gulma diperlukan waktu satu jam karena harus membuat rintisan jalan terlebih dahulu karena gulma sudah sangat rapat sehingga menyulitkan pengamatan. Teknis pelaksanaan sensus di lapang dilakukan dengan memasuki gawangan hidup di setiap blok. Target yang harus dicapai setiap anggota sensus per hari kerja adalah lima gawangan hidup atau sepuluh jalur tanaman untuk blok yang sudah dilakukan pengendalian gulma dan 1.5 gawangan hidup atau tiga jalur tanaman untuk blok yang belum dilakukan pengendalian gulma. Untuk saat ini tar-
31
get baru tercapai empat gawangan hidup untuk sensus pada blok yang telah dilakukan pengendalian gulma. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan sensus panen antara lain yaitu jam kerja yang dilakukan oleh tim sensus kurang sesuai dengan jam kerja perusahaan sehingga target sensus tidak tercapai. Sensus lebih mudah dilakukan pada blok yang telah dilakukan pengendalian gulma. Sensus Anakan Sagu Data yang diambil untuk sensus anakan sagu adalah jumlah dan perkiraan bobot anakan yang akan diambil untuk menjadi bibit dan jumlah anakan yang dipertahankan. Sensus anakan diserahkan pada masing-masing divisi. Sensus anakan berbeda dengan sensus yang lainnya. Sensus anakan hanya berupa penandaan pada anakan sagu yang akan dipertahankan, anakan sagu yang akan dijadikan bibit, dan anakan sagu yang dipruning. Pelaksanaan sensus anakan di lapang dilakukan oleh mandor dengan memberi tanda pada anakan sagu dengan menggunakan cat warna. Anakan sagu yang ditinggalkan ditandai dengan cat warna kuning sedangkan untuk anakan sagu yang akan diambil untuk menjadi bibit ditandai dengan warna putih. Data dicatat dalam lembar pengamatan yang telah disediakan. Sensus anakan adalah kegiatan baru yang akan dilaksanakan di PT. National Timber and Forest Product sehingga pada saat ini kegiatan tersebut belum dilaksanakan. Sensus Prosentase Hidup Data yang diambil adalah jumlah tanaman hidup dan jumlah pancang pada setiap jalur tanaman. Sensus prosentase hidup juga dipegang oleh divisi. Data dicatat dalam lembar pengamatan yang selanjutanya dibuat rekapitulasi data sensus. Data dari sensus prosentase hidup dapat digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah bibit untuk penyulaman tanaman yang mati. Hasil rata-rata prosentase hidup pada tahun 2008 adalah 64.23% (Divisi I), 62.48% (Divisi II), 63.43% (Divisi III, dan 37.84% (Divisi IV).
32
Sensus Tanaman Terserang Hama dan Penyakit Data yang diambil adalah jumlah tanaman sagu yang terserang hama dan penyakit serta intensitas serangan pada semua blok. Namun untuk saat ini sensus ini belum dilaksanakan oleh perusahaan. Pemanenan Pemanenan adalah kegiatan pengambilan hasil tanaman sagu berupa batang sagu yang sudah siap untuk dipanen. Tanaman sagu yang dipanen adalah tanaman sagu yang telah memasuki fase nyorong yaitu masa menjelang pembentukan primordia bunga atau kuncup bunga. Pada saat tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak yang berbeda dengan daun sebelumnya yaitu daun terlihat lebih tegak dan ukurannya agak kecil. Pada fase tersebut tanaman sagu mempunyai kandungan pati yang paling tinggi. Tanaman sagu yang telah memasuki fase tanduk rusa (kuncup bunga telah mekar dan bercabang) dan telah berbunga dipanen terlebih dahulu untuk menghindari berkurangnya kandungan pati dalam batang sagu. Pemanenan dilakukan dengan menebang pohon sagu dengan menggunakan kapak atau gergaji mesin (chainsaw). Sagu yang dipanen adalah sagu yang telah diberikan tanda silang merah pada batangnya. Arah penebangan harus diperhatikan dalam proses pemanenan untuk menghindari tumbangnya batang sagu pada rumpun sagu yang lain. Pemanenan hendaknya dilakukan sedekat mungkin dengan tanah maksimal 10 cm dari permukaan tanah. Batang sagu yang telah dipanen kemudian dibersihkan agar memudahkan dalam pengukuran panjang sagu. Bagian lain dari tanaman sagu yang tidak digunakan diletakkan pada gawangan mati. Batang sagu dibagi dalam beberapa bagian dalam ukuran tertentu. Potongan sagu oleh masyarakat setempat disebut tual. Setiap tual berukuran 45 inchi atau 1.143 m. Pembagian batang sagu dalam bentuk tual harus dikerjakan dengan menggunakan chainsaw. Pada setiap tual sagu dibuat lubang hidung yang berfungsi sebagai lubang tali untuk perakitan tual sagu di kanal. Sagu yang telah dipotong dalam bentuk tual kemudian diangkut melalui gawangan hidup dengan mendorong tual pada pelepah muda yang telah disusun sebagai jalan (Gambar 8). Alat yang digunakan untuk menggelinding tual disebut dengan dayung.
33
Gambar 8. Pengangkutan Tual Sagu Menggunakan Dayung Tual sagu yang telah dikeluarkan dari kebun kemudian dimasukkan ke dalam kanal untuk diangkut ke laut (Gambar 9). Pengangkutan tual ke laut harus dilakukan sesegera mungkin untuk mengurangi serangan jamur dan resiko kekeringan. Tual-tual sagu tersebut dirakit dengan menggunakan tali. Satu rakit dapat berisi 20-30 tual sagu. Tual yang telah dirakit kemudian dialirkan ke laut menuju pabrik pengilangan sagu. Tual sagu tersebut dijual dengan harga Rp 20 000,00 per tual.
Gambar 9. Pengangkutan Tual Melalui Kanal
34
Panen dilakukan oleh kontraktor yang telah ditunjuk oleh perusahaan. Prestasi kerja penebangan sagu (dari penebangan sampai pengangkutan tual ke kanal) adalah 20 batang/HK. Kegiatan panen direncanakan dan diawasi oleh Asisten Divisi Panen, namun tetap berkoordinasi dengan Asisten Divisi lainnya. Kegiatan penebangan oleh kontraktor di lapang diawasi secara berjenjang oleh Mandor Panen, Mandor I, dan Asisten Divisi Panen. Pencucian dan Penggalian Kanal Pencucian dan penggalian kanal adalah salah satu kegiatan pemeliharaan air kanal untuk mempermudah pengelolaan air sehingga kanal dapat berfungsi secara optimal tidak hanya untuk menjaga ketinggian air tetapi juga untuk fungsi transportasi dan pencegah kebakaran. Pengelolaan air merupakan hal yang sangat penting dalam budidaya tanaman sagu terutama sagu di lahan gambut. Selain itu, jika tanah gambut telah mengalami kekeringan maka tidak akan dapat kembali seperti semula sehingga keberadaan air sangat dijaga. Pengelolaan air di lahan gambut dilakukan dengan membuat kanal disetiap blok tanaman sehingga tinggi air dapat dipertahankan setinggi 30-50 cm dari permukaan tanah agar akar tanaman sagu dapat mendapatkan air dengan optimal. Selanjutnya air diatur dengan menggunakan dam, jika air di kanal mengalami kelebihan maka akan dialirkan ke laut. Kondisi kanal di PT. National Timber and Forest product telah mengalami pendangkalan sehingga dilakukan penggalian kanal untuk mempertinggi permukaan air. Kanal yang terdapat pada PT. National Timber and Forest Product dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kanal utama, kanal kolektor, dan kanal cabang. Kanal utama adalah kanal yang digunakan untuk jalur transportasi utama sebagai penghubung antar divisi. Kanal utama mempunyai lebar 6 m dan kedalaman 4 m dari permukaan tanah. Kanal kolektor adalah kanal pengumpul dari kanal-kanal cabang sebelum ke kanal utama untuk jalur transportasi dan sebagai sekat pencegahan kebakaran. Kanal kolektor mempunyai lebar 5 m dan kedalaman 3 m. Kanal cabang adalah kanal yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran. Sistem kerja untuk penggalian (pelebaran) kanal dilaksanakan dengan sistem kontrak dengan biaya sewa Rp 400 000,00 per jam dengan jam kerja 10 jam per hari.
35
Alat yang digunakan untuk penggalian kanal adalah ekskavator dengan cara kerja mengangkat gumpalan tanah gambut dari dalam kanal secara perlahan (Gambar 10). Kanal yang dibuat mempunyai satu slope disebelah kiri dengan kemiringan slope 45o. Pengawasan sangat diperlukan dalam pelaksanaan penggalian kanal untuk menghindari hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan SOP perusahaan.
Gambar 10. Penggalian Kanal dengan Ekskavator Aspek Manajerial Pengorganisasian Kebun Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif. Manajemen sangat berperan dalam keberlangsungan sebuah perusahaan atau organisasi. Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang menerapkan manajemen yang baik. Oleh karena itu fungsi-fungsi dari manajemen harus dilaksanakan pada setiap perusahaan. Fungsi-fungsi tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian (Robins dan Coulter, 2002). Fungsi perencanaan mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai sasaran tersebut, dan menyusun rencana guna memadukan dan mengkoordinasikan sejumlah kegiatan. Fungsi pengorganisasian adalah mengelompokkan kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih ke-
36
cil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagibagi tersebut. Fungsi kepemimpinan mencakup memotivasi bawahan atau mempengaruhi individu agar dapat bekerja sehingga sasaran perusahaan dapat tercapai. Fungsi pengendalian adalah proses pengawasan performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada saat ini keadaan manajerial di PT. National Timber and Forest Product masih dalam masa transisi karena proses pengalihan kepemilikan perkebunan dari PT. National Timber and Forest Product kepada PT. Sagu Sampoerna Bio Energi. Adanya masa transisi tersebut maka dibentuk struktur organisasi baru dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Struktur organisasi di PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam jenis organisasi lini atau garis. Organisasi lini atau garis adalah bentuk organisasi yang didalamnya terdapat garis wewenang yang menghubungkan langsung secara vertikal antara atasan ke bawahan. Ciri dari organisai lini adalah jumlah karyawan sedikit dan hubungan atasan dan bawahan bersifat langsung. Selain top manajer, manajer dibawahnya hanya sebagai pelaksana. Jenis organisasi lini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya yaitu atasan dan bawahan dihubungkan dengan satu garis komando sehingga proses membuat keputusan menjadi lebih cepat dan rasa solidaritas seluruh anggota organisasi tinggi. Anggota organisasi memiliki rasa disiplin dan loyalitas yang tinggi terhadap kinerja perusahaan. Adapun kelemahan dari organisasi lini adalah daya kreativitas karyawan terhambat karena adanya tendensi gaya kepemimpinan yang otokratis. Tujuan top manajer sulit dibedakan dengan tujuan organisasi dan karyawan tergantung pada salah satu orang dalam organisasi tersebut. Pimpinan tertinggi PT. National Timber and Forest Product sebelum masa perlaihan dipegang oleh deputi direktur. Deputi direktur memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun (Pinem, 2008).
37
Pada struktur organisasi yang baru, penanggung jawab tertinggi untuk seluruh kegiatan perkebunan dipegang oleh seorang General Manajer. General manajer dalam melaksanakan tugasnya yaitu dalam hal membuat perencanaan dan evaluasi kegiatan di bantu oleh Tim Teknis. General manajer langsung membawahi Tim Teknis, Koordinator Divisi dan Kepala Tata Usaha. Koordinator Divisi bertanggung jawab terhadap kegiatan operasional perkebunan, sedangkan Kepala Tata Usaha bertanggung jawab terhadap administrasi perusahaan. Koordinator Divisi bertugas menkoordinasikan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang kepada asisten divisi. Di PT. National Timber and Forest Product terdapat enam Asisten Divisi yaitu Asisten Divisi I, Asisten Divisi II, Asisten Divisi III, Asisten Divisi IV, Asisten Divisi Panen, dan Asisten Divisi Sarana dan Prasarana. Masing-masing Asisten Divisi bertanggung jawab terhadap kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan di areal divisinya kecuali Asisten Divisi Panen serta Asisten Divisi Sarana dan Prasarana. Asisten Divisi Panen bertanggung jawab terhadap jumlah produksi tanaman sagu di semua areal PT. National Timber and Forest Product. Setiap Asisten Divisi dibantu oleh Mandor I, Mandor Lapang, dan Kerani. Asisten Divisi Sarana dan Prasarana bertanggung jawab terhadap sarana dan prasarana yang ada di perkebunan. Kepala Tata Usaha membawahi bagian personalia, bagian umum, bagian pembukuan, dan bagian gudang. Bagian personalia bertanggung jawab terhadap absensi tenaga kerja, gaji, dan insentif serta bertugas membuat laporan perpajakan. Bagian pembukuan bertugas membukukan transaksi pembukuan dan melaporkan hasil kegiatan yang dilaksanakan di lapang. Bagian umum bertugas mengatur sarana dan prasarana yang terdapat di kantor Tanjung Bandul serta mengatur dan mengarahkan tamu. Bagian gudang bertugas membuat pembukuan tentang barang yang masuk dan keluar gudang serta menjaga kebersihan dan kerapian gudang. Deskripsi Kerja Karyawan Tenaga kerja merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena terlibat langsung dalam kinerja perusahaan. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Karyawan yang terdapat di PT. National Timber and Forest Product ter-
38
diri atas karyawan tetap/bulanan, karyawan harian, dan honorer. Karyawan tersebut secara langsung terikat dengan perusahaan. Karyawan yang tidak terikat langsung dengan perusahaan adalah BHL (buruh harian lepas) dan tenaga kontrak. BHL (buruh harian lepas) dan rombongan kontrak adalah tenaga kerja yang bekerja secara langsung di lapang. BHL dipekerjakan untuk kegiatan pengendalian gulma secara kimia, imas secara kimia, dan pembuatan jalan rintis untuk pengawasan. Tenaga kontrak dipekerjakan untuk pengendalian gulma secara manual, dan penggalian kanal. Produktivitas kerja pada suatu perusahaan ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan keahlian. Tenaga kerja perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan dalam hal melakukan pekerjaan terutama untuk jenis pekerjaan yang dilakukan di lapang. Tenaga kerja yang dipergunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapang sehingga akan didapatkan hasil pekerjaan yang maksimal. Tenaga kerja yang mempunyai usia lebih muda mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang sudah tua sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan di lapang sebaiknya memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja yang muda dibandingkan tenaga kerja yang telah tua. Tingkat pendidikan dan keahlian seseorang dapat menentukan posisi seorang tenaga kerja pada bidang yang akan didalaminya. Tenaga kerja harus menjadi salah satu fokus perhatian dari perusahaan agar target-target perusahaan dapat tercapai dengan baik walaupun tenaga kerja tersebut berada di tingkatan paling bawah, namun harus tetap diperhatikan. Pemilihan pekerjaan yang disesuaikan dengan kompetensi tenaga kerja akan mampu mengatasi setiap permasalahan yang terdapat dalam perusahaan. PT. National Timber and Forest Product memberikan fasilitas kepada kar yawannya (karyawan bulanan dan harian tetap) agar kesejahteraan karyawan tetap terjaga. Fasilitas tersebut adalah fasilitas kesehatan yaitu perusahaan menanggung biaya pengobatan karyawannya. Karyawan juga mendapatkan tunjangan pokok dan tunjangan untuk keluarga jika karyawan tersebut telah mempunyai tanggungan keluarga.
39
Selain pelayanan diatas PT. National Timber and Forest Product juga memberikan upah untuk karyawan yang lembur diluar jam kerja. Banyaknya upah tersebut disesuaikan dengan waktu lembur dan gaji pokok per bulan. Adanya fasilitas tersebut diharapkan karyawan dapat lebih bersemangat dalam bekerja.
PEMBAHASAN Kegiatan budidaya yang sedang dilakukan oleh PT. National Timber and Forest Product pada saat ini adalah pengendalian gulma. Gulma dikendalikan baik secara manual maupun secara kimia dengan menggunakan herbisida. Kegiatan budidaya lain seperti persemaian, pemangkasan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman belum dilakukan karena pada saat ini perusahaan masih dalam masa peralihan status kepemilikan. Kegiatan yang diutamakan untuk dijalankan adalah pengendalian gulma, panen, perbaikan infrastruktur, dan sensus tanaman sagu. Kondisi umum pertanaman sagu yang terdapat di PT. National Timber and Forest Product sebagian besar memperlihatkan tanda-tanda defisiensi hara. Tandatanda tersebut antara lain terdapat bercak-bercak kuning kecoklatan pada daun sagu baik daun muda maupun daun yang telah tua (Gambar 11). Selain itu juga ditemukan gejala kekeringan yang dimulai dari ujung daun sehingga membuat warna daun menjadi coklat. Gejala-gejala tersebut diduga karena kekurangan unsur hara baik makro maupun mikro. Namun, gejala defisiensi hara yang terdapat di lapang sangat sulit dibedakan antara unsur hara satu dengan yang lainnya karena gejala yang muncul sangat kompleks.
Gambar 11. Gejala bercak kuning kecoklatan pada daun sagu Sebagian besar areal PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam tanah gambut dalam yaitu mempunyai kedalam lebih dari 4 m. Secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Tanah gambut dalam mempunyai status hara kahat N, P, K, Mg, Ca, dan Zn (Sudradjat dan Quisairi, 1992). Ketebalan gambut mempenga-
41
ruhi kesuburan tanah gambut. Semakin tebal tanah gambut kesuburannya semakin menurun (Wahyunto, et al., 2005). Pada studi autekologi tanaman sagu yang dilakukan pada tahun 2008 diketahui pH H2O di PT. National Timber and Forest Product berkisar antara 3.303.70 (sangat masam). Kapasitas Tukar Kation (KTK) termasuk tinggi (46.5974.22 me/100 g), sedangkan kejenuhan basa termasuk rendah (5.75-7.69 %). Hardjowiyono (1996) menyatakan tanah yang sangat masam menyebabkan kekahatan N, P, K, Ca, Mg, Bo, dan Mo. KTK tanah yang tinggi dan kejenuhan basa yang rendah menyebabkan penyediaan hara yang baik bagi tanaman terhambat terutama K, Mg, dan Ca. Tanah gambut mempunyai kandungan N total yang tinggi, namun tidak tersedia bagi tanaman karena rasio C/N tinggi. Oleh karena itu tanaman pada tanah gambut mengindikasikan gejala kekurangan N pada awal pertumbuhannya (Noor, 2001). Pertumbuhan tanaman dapat dipacu dengan menambahkan pupuk daun. Pupuk daun adalah pupuk anorganik majemuk yang didalamnya terdapat unsur hara yang diperlukan oleh tanaman serta zat pengatur tumbuh (hormon tanaman). Menurut Wattimena (1987), hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesiskan pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut oleh bagian tanaman lainnya. Hormon tanaman tersebut akan menimbulkan tanggap secara biokimia, fisiologis, dan morfologis. Pemberian ketiga jenis pupuk daun pada anakan sagu belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun, panjang petiol, dan tinggi anakan pada tanaman sagu. Namun, berdasarkan pengamatan pada tiap-tiap perlakuan, pertumbuhan vegetatif anakan sagu mempunyai kecenderungan meningkat (Gambar 12, 13 dan 14).
42
Gambar 12. Pertumbuhan Jumlah Daun
Gambar 13. Pertumbuhan panjang petiol
Gambar 14. Pertumbuhan tinggi anakan
43
Pemberian ketiga jenis pupuk daun juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertambahan jumlah daun, panjang petiol, dan tinggi anakan. Pertambahan jumlah daun pada setiap perlakuan hampir mempunyai laju yang sama, namun jumlah daun yang paling banyak didapatkan pada perlakuan P1 (Gambar 15).
Gambar 15. Pertambahan Jumlah Daun Pada awal pertumbuhan panjang petiol mempunyai laju pertambahan panjang yang tinggi, namun lama kelamaan laju pertambahannya menurun. Pertambahan panjang petiol yang paling tinggi didapatkan pada kontrol (Gambar 16).
Gambar 16. Pertambahan Panjang Petiol Laju pertambahan tinggi anakan mempunyai pola yang hampir sama dengan laju pertambahan panjang petiol. Pada awal pertumbuhan laju pertambahan
44
tinggi, namun lama kelamaan menurun. Laju yang paling tinggi didapatkan pada perlakuan P2 (Gambar 17).
Gambar 17. Pertambahan Tinggi Anakan Pada percobaan yang dilakukan pada bibit sagu, penambahan pupuk N, P, dan K tidak berhasil memberikan pengaruh yang nyata pada peubah tinggi bibit dan jumlah daun. Dosis yang tinggi menyebabkan kematian bibit sagu. Pada pembibitan sagu, energi yang digunakan untuk pertumbuhan masih berasal dari karbohidrat yang tersimpan dalam banir dan hara yang ada dalam tanah masih mencukupi untuk pertumbuhan bibit sehingga pemberian pemupukan belum diperlukan (Bintoro, et al., 2008). Hasil yang sama juga ditemukan pada percobaan pemupukan makro dan mikro pada tanaman sagu dewasa. Penambahan pupuk makro dan mikro pada tanaman sagu tidak berpengaruh tehadap jumlah daun (Kakuda, et al., 1995). Pada percobaan terdahulu yang telah dilakukan oleh PT. National Timber and Forest Product, pemberian pupuk makro dan mikro dengan berbagai tingkatan dosis (Tabel 4 dan 5) yang diaplikasikan melalui tanah juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun (Gambar 18 dan 19). Semakin tinggi dosis pupuk makro yang diberikan jumlah daun semakin banyak, namun pemberian pupuk mikro pada dosis tinggi tidak berpengaruh pada pertambahan jumlah daun (NTFP, 2008). Berbeda dengan hasil percobaan pemupukan pada tanaman sagu muda yang diaplikasikan di media tanam. Pada percobaan tersebut tanaman sagu muda
45
sangat responsif terhadap penambahan unsur hara terutama pada tanaman sagu yang mengalami defisiensi hara. Penambahan unsur hara pada media tanam tersebut dapat memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah daun dan anak daun serta panjang anak daun pada tanaman sagu muda (Jong, et al., 2007).
Gambar 18. Pertumbuhan Jumlah Daun (Sumber : NTFP, 2008)
Gambar 19. Pertumbuhan Jumlah Daun (Sumber : NTFP, 2008)
46
Tabel 5. Dosis Pemupukan Makro Pada Tanaman Sagu Perlakuan
Dolomit
Urea
MoP
RP
CuSo4
ZnSo4
Borate
FeSO4
…………………………….gram/satuan percobaan.…………………… T1 : dolomit
3000
0
0
0
0
0
0
0
T2 : 1 dosis NPK
3000
1000
1500
350
100
100
15
30
T3 : 2 dosis NPK
3000
2000
3000
700
100
100
15
30
T4 : 5 dosis NPK
3000
5000
7500
1750
100
100
15
30
T5 : 10 dosis NPK 3000 Sumber : NTFP (2008)
10000
15000
3500
100
100
15
30
Tabel 6. Dosis Pemberian Pupuk Mikro Pada Tanaman Sagu Perlakuan
Dolomit
Urea
MoP
RP
CuSo4
ZnSo4
Borate
FeSO4
…………………………gram/satuan percobaan……...………… T1 : dolomite
3000
0
0
0
0
0
0
0
T2 : I dosis Cu, Zn, Bo, Fe
3000
0
0
0
100
100
15
30
T3 : 2 dosis Cu, Zn, Bo, Fe
3000
1000
1500
350
200
200
30
30
T4 : 5 dosis Cu, Zn, Bo, Fe
3000
1000
1500
350
500
500
75
60
T5 : 10 dosis Cu, Zn, Bo, Fe Sumber : NTFP (2008)
3000
1000
1500
350
1000
1000
150
150
Pemberian pupuk daun pada anakan sagu tidak memberikan pengaruh nyata pada pertumbuhan vegetatif tanaman sagu. Hasil tersebut diduga karena pemberian konsentrasi pupuk daun terlalu rendah, periode aplikasi yang lama (satu bulan sekali), keadaan cuaca, dan keadaan lingkungan di sekitar tanaman. Secara teori, pemberian pupuk melalui daun lebih efektif dari pemupukan melalui akar tanaman. Periode aplikasi dan konsentrasi pupuk daun yang tepat dapat meningkatkan keefektifan tanaman dalam penyerapan unsur hara. Pupuk daun biasanya diaplikasikan lebih sering dibandingkan dengan aplikasi pupuk melalui akar. Namun, pada tanaman sagu belum diketahui periode aplikasi dan jumlah konsentrasi pupuk daun yang tepat sehingga masih perlu dilakukan percobaan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Diduga konsentrasi pupuk daun yang diberikan masih rendah sehingga unsur hara yang terserap oleh tanaman sedikit. Selain itu, pupuk daun diberikan dalam jangka waktu yang lama (satu bulan sekali) sehingga tidak terlalu mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan anakan sagu. Pada pertumbuhan tanaman terdapat beberapa faktor pembatas yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh secara optimal. Beberapa faktor tersebut adalah gulma, serangga, penyakit yang langsung mengurangi potensi produksi.
47
Kelompok faktor yang kedua adalah zat hara, kerapatan, arah daun, varietas dan lebar barisan. Kebanyakan tindakan pengelolaan tanaman diarahkan pada keseimbangan antara faktor-faktor tersebut untuk memperolah kisaran hasil yang mendekati maksimum (Harjadi, 1996). Faktor pembatas yang utama pada tanaman sagu di PT. National Timber and Forest Product adalah keberadaan gulma, jumlah anakan per rumpun yang sangat banyak, air, dan ketersediaan unsur hara yang sedikit. Ketidakseimbangan antara faktor-faktor pembatas tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman sagu tidak optimal. Anakan sagu yang diberikan perlakuan pupuk daun masih menempel pada tanaman induk sehingga pertumbuhan dari anakan sagu tersebut masih dipengaruhi oleh tanaman induk. Tanah gambut mempunyai nilai KTK yang tinggi dengan kejenuhan basa yang rendah sehingga tanah bersifat sangat masam. Tanah yang masam tersebut menghambat penyediaan unsur hara yang baik bagi tanaman sehingga tanaman sagu di areal perkebunan PT. National Timber and Forest Product mengalami defisiensi hara. Oleh karena itu, walaupun anakan sagu masih mendapat suplai energi dari tanaman induk, namun masih terdapat faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman induk sehingga pemberian unsur hara melalui pupuk daun tidak memberikan banyak manfaat pada pertumbuhan anakan sagu. Suhu udara yang terlalu tinggi juga mempengaruhi keefektifan pupuk daun. Menjelang akhir percobaan, keadaan cuaca mulai berganti. Curah hujan sangat sedikit dan suhu udara sangat panas. Rata-rata suhu udara di lokasi percobaan berkisar antara 26.00-27.40oC dengan kisaran suhu pada siang hari >30 oC (sangat panas). Diduga unsur hara yang telah diaplikasikan pada daun sagu mengalami penguapan sehingga pupuk tidak berhasil meningkatkan laju pertumbuhan tanaman sagu. Pada saat percobaan faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sagu dibandingkan faktor dari pupuk daun. Hal tersebut terbukti dengan berbagai percobaan pemberian pupuk baik makro maupun mikro yang dilakukan di lapang mempunyai hasil yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman sagu dibandingkan percobaan yang dilakukan di media tanam. Percobaan pada media tanam mempunyai kondisi lingkungan yang lebih terkontrol
48
dari pada percobaan yang dilakukan di lapangan. Diduga anakan sagu yang terlalu banyak dalam satu rumpun dan gulma di lokasi penelitian yang sangat rapat serta ketinggian air yang rendah (>50 cm dari permukaan tanah) serta status hara tanaman yang rendah menjadi penyebab utama tidak berpengaruhnya pemberian pemupukan pada tanaman sagu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan budidaya tanaman sagu yang diterapkan di PT. National Timber and Forest Product meliputi pengambilan anakan, persemaian, penanaman, penjarangan anakan, pengendalian gulma dan HPT, pemupukan, pemanenan, serta sensus tanaman. PT. National Timber and Forest Product termasuk dalam jenis organisasi lini/garis dengan tenaga kerja yang terdiri atas tenaga kerja tetap, kontrak, dan harian. Pemberian berbagai jenis pupuk daun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan anakan sagu. Kondisi lingkungan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan sagu dari pada pengaruh dari pupuk daun. Saran Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut mengenai pemberian konsentrasi pupuk daun yang lebih tinggi dan periode aplikasi yang tepat sehingga dapat memberikan pengaruh pertumbuhan yang optimum pada tanaman sagu. Sebelum aplikasi pemupukan dilaksanakan sebaiknya gulma dan anakan sagu sudah dikendalikan dan ketinggian air dijaga antara 30-50 cm dari permukaan tanah sehingga penambahan unsur hara dapat digunakan secara optimum oleh tanaman sagu. Sebaiknya penelitian pada tanaman sagu yang telah dilakukan di PT. National Timber and Forest Product ditindaklanjuti oleh perusahaan sehingga hasilhasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman sagu.
DAFTAR PUSTAKA Asmara, A. 2005. Pengelolaan Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau dengan Studi Kasus Persemaian. Skripsi. Depatemen Budi Daya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal. BB-Pascapanen. 2006. Mi sagu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id. [30 Januari 2009] Bintoro, H. M. H. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal. Bintoro, H. M. H., N. Mashud., H. Novarianto. 2007. Status teknologi sagu (Metroxylon spp.). Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 7694. Bintoro, H. M. H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal. Bintoro, H. M. H, D. Setiadi, D. Allorerung, W. Y. Mofu. 2008. Laporan Hasil Penelitian Pembibitan dan Karakteristik Lingkungan Tumbuh Tanaman Sagu. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB. Chotimah, H. E. N. 2009. Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman pertanian. http:// multiply.com [2 Agustus 2009]. Sudradjat dan L. Qusairi. 1992. Diversifikasi usaha perkebunan pada lahan gambut dengan kelapa sebagai tanaman utama (Suatu pandangan terhadap lahan gambut). Makalah Seminar. Pengembangan Terpadu Kawasan Pasang Surut. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 10 hal. Hardjowigeno, S. 1996. Pengembangan Lahan Gambut untuk Pertanian Suatu Peluang dan Tantangan. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 53 hal. Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal. Haryanto, B dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal. Haska, N, H. Pranamuda, dan Y. Yamamoto. 2007. Karakteristik fotosintesis dan serapan CO2 dari palma sagu (Metroxylon sagu Rottb.). Prosiding Lokakarya pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 95-99. Irawan, A. F. 2004. Pengelolaan Persemaian Bibit Sagu (Metroxylon spp.) di Perkebunan PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
51
Junaidi. 2005. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) Aspek Budidaya Tanaman di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal. Jong, F. S, A. Watanabe, Y. Sasaki, K. Kakuda, and H. Ando. 2007. A study on the growth response of young sago palms to the omission of N, P, and K in culture solutions. Proceedings of the 9th International Sago Symposium. Tuat Press. Tokyo. 113-112. Jong, F. S. 2007. The commercial potencials of sago palms and methods of commercial sago palm (metroxylon spp.) Plantation establishment. Prosiding lokakarya pengembangan sagu di indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 51-62. Kakuda, K, A. Watanabe, H. Ando, F. S. Jong. 2005. Effects of fertilizer application on the root and aboveground biomass of sago palm (metroxylon spp.) cultivated in peat soil. Jpn. J. Trop. Agr. 49(4) : 264-269. Listio, D. 2007. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) Aspek Persemaian di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hal. Multiply. 2008. Industri sagu rakyat Meranti. http://indragsiublog.multiply.com [27 November 2008]. NTFP. 1997. Studi Diagnostik Bina Desa Hutan. PT. National Timber and Forest Product. Pekan Baru. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 174 hal. Pinem, A. 2008. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Poyry. 2007. Sago Palm Ethanol Analysis, Tebing Tinggi Island, Indonesia. Poyry Forest Industry, Pte. Ltd. 105 hal. Robbins, S. P. dan M. Coulter. 2004. Manajemen Ed 7. Hermaya, T dan B. Sarwiji (penerjemah). PT. Intan Sejati Klaten. Jakarta. 658 hal. Terjemahan dari : Management. Sodikin, Amir. 2009. Industri sagu rakyat Kalsel mengalir terus dan mandiri. http://www.amirsodikin.com [30 Januari 2009]. Suryana, A. 2007. Arah dan strategi pengembangan sagu di Indonesia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Bogor. 1-13. Wahyunto, S. Ritung, Suparto, H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Dalam Suryadiputra, I. N.
52
N. dan D Sutaryo (Eds.). Proyek Climate Change Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. 254 hal. Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 145 hal. Wikipedia. 2008. Sagu. http://www.wikipedia.org. [25 Maret 2008].
LAMPIRAN
54
Gambar Lampiran 1.Struktur Organisasi PT. National Timber and Forest Product General Manager Erwin Kepala Tata Usaaha Abd Habib Nasution Koordinator Nasiruddin
Technical & Supporting Team Setyo Budi Utomo Budi Setiawan Juan Maragia Gunawan
Divisi I Pandumaan Sr
Mandor I Sukani
Bag. Pembukuan Marlia Isnaini
Bag. Umum Syahril Efendi
Bag. Gudang Susianto
Mandor I Sukadi
Divisi III Alfian Usman
Mandor I Sulardi Krani Suroso
Divisi IV Albert F.S
Mandor I Suyitno Krani Sariman
Divisi Panen Cornelis Pakala
Mandor I Agus Susanto Krani Kamarudin
Sarana Prasarana Suwarno
Mandor I Suyanto Krani Izahar
Krani Sutarjo
Mandor Weeding Lelono
Mandor Weeding Agus Purwanto
Mandor Weeding Suparno
Mandor Weeding Supriyanto A
Mandor Panen I Sudir
Mandor Excavator Rujuk Sampurno
Mandor Cuci Kanal M Yusuf
Mandor Cuci Kanal Triono
Mandor Cuci Kanal M Asrori
Mandor Cuci Kanal Guntar Tambunan
Mandor Panen II Sardi
Mandor Pertukangan M Dawam
Mandor Pembibitan Gunawan
Mandor Pembibitan Mukhtar
Mandor Pembibitan Jukari
Mandor Pembibitan Khumaedi
Mandor Sensus I Junaidi
Mandor Sensus & Penyisipan Wiyadi
Bag. Umum Slt Pj Hendri Yulian
Adm. gudang Dharma Sr
Divisi II Nasiruddin
Krani Kuswanto
Bag. Personalia Ira Febrianti
Mandor Sensus & Penyisipan Hartanto
Mandor Sensus & Penyisipan M Arifin
Mandor Sensus & Penyisipan Samiun
Mandor Sensus II Suhedi
55
Gambar Lampiran 2. Peta Areal PT. National Timber and Forest Product
56
Gambar Lampiran 3. Peta Divisi PT. National Timber and Forest Product
57
Tabel Lampiran 4. Rata-rata Curah Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Udara Bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997) No
Bulan
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan (Hari)
Suhu Udara
Kelembaban Udara (%)
1.
Januari
194.00
12.00
26.30
88
2.
Februari
219.00
12.00
26.60
81
3.
Maret
233.00
13.00
26.00
87
4.
April
117.00
7.00
27.40
85
5.
Mei
70.00
9.00
27.20
86
6.
Juni
134.00
6.00
27.30
84
7.
Juli
159.00
10.00
27.30
82
8.
Agustus
151.00
10.00
27.30
85
9.
September
254.00
9.00
26.50
84
10. Oktober
254.00
12.00
26.60
86
11. November
198.00
13.00
26.10
84
12. Desember
112.00
10.00
26.70
88
Rata-rata
174.58
10.25
26.77
85
Tahun
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan (Hari)
Suhu Udara
Kelembaban Udara (%)
No 1.
1997
2095.0
125.0
26.70
85
2.
1996
2191.0
118.0
26.40
-
3.
1995
2161.0
120.0
26.50
-
4.
1994
2198.0
130.0
26.20
-
5.
1993
2254.0
141.0
26.20
-
6.
1992
2267.0
143.0
26.20
-
7.
1991
2215.0
133.0
26.20
-
8.
1990
2189.0
129.0
26.20
-
9.
1989
2225.0
137.0
26.20
-
10. 1988
2294.0
149.0
26.40
-
2208.0
132.5
26.32
-
Rata-rata
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bengkalis 1988-1997
58
Tabel Lampiran 5. Data Pengamatan Jumlah Daun Perlakuan I 0 BSA P1 P2 P3 P4 1 BSA P1 P2 P3 P4 2 BSA P1 P2 P3 P4 3 BSA P1 P2 P3 P4 4 BSA P1 P2 P3 P4 5 BSA P1 P2 P3 P4
Ulangan II
Rata-rata III
1.67 2.33 1.40 1.20
1.67 1.00 1.67 1.00
1.00 1.50 1.20 1.00
1.44 1.61 1.42 1.07
2.67 2.33 2.00 1.80
2.33 1.20 1.67 1.75
1.00 1.50 1.20 2.00
2.00 1.68 1.62 1.85
3.33 2.67 2.00 2.00
3.00 1.80 1.67 1.75
1.50 1.50 2.20 2.33
2.61 1.99 1.96 2.03
3.00 3.67 2.20 2.20
3.00 2.00 2.33 2.25
2.00 2.00 2.40 2.67
2.67 2.56 2.31 2.37
3.67 4.00 2.60 2.80
4.00 2.60 3.00 2.75
2.50 2.00 2.80 3.33
3.39 2.87 2.80 2.96
4.00 4.67 3.00 3.00
4.00 2.40 3.30 3.50
3.00 2.75 3.40 3.33
3.67 3.27 3.23 3.28
Keterangan : BSA : Bulan setelah aplikasi P1 : Biogronic D, 5 cc/l P2 : Gandasil D, 2 g/l P3 : JMT, 2 cc/l P4 : Kontrol
59
Tabel Lampiran 6. Data Pengamatan Panjang Petiol Perlakuan
0 BSA P1 P2 P3 P4 1 BSA P1 P2 P3 P4 2 BSA P1 P2 P3 P4 3 BSA P1 P2 P3 P4 4 BSA P1 P2 P3 P4 5 BSA P1 P2 P3 P4
Ulangan Rata-rata I II III ………………cm…………… 86.67 115.25 124.50 154.33
117.00 128.50 124.50 103.50
125.57 113.17 116.00 146.50
109.74 118.97 121.67 134.78
93.00 117.50 124.50 154.50
119.25 133.50 126.38 105.25
125.73 116.30 116.33 150.50
112.66 122.43 122.40 136.75
95.83 122.25 125.25 154.67
119.25 138.50 128.25 105.25
128.03 121.60 117.20 152.00
114.37 127.45 123.57 137.31
98.60 124.00 131.00 158.33
123.60 143.50 131.03 107.75
129.23 128.17 121.88 152.75
117.14 131.89 127.97 139.61
101.87 125.50 131.35 160.33
124.10 143.50 131.80 108.50
129.50 133.43 126.93 156.50
118.49 134.14 130.03 141.78
102.93 125.50 131.35 161.33
124.10 143.50 131.80 108.50
130.03 134.67 128.18 158.50
119.02 134.56 130.44 142.78
Keterangan : BSA : Bulan setelah aplikasi P1 : Biogronic D, 5 cc/l P2 : Gandasil D, 2 g/l P3 : JMT, 2 cc/l P4 : Kontrol
60
Tabel Lampiran 7. Data Pengamatan Tinggi Anakan Perlakuan
Ulangan Rata-rata I II III …………………..cm……………….
0 BSA P1 P2 P3 P4
163.00 231.67 198.50 236.00
183.50 186.45 184.00 161.50
192.57 200.00 209.60 230.00
179.69 206.04 197.37 209.17
P1 P2 P3 P4
164.50 234.17 199.00 236.00
185.90 190.33 190.50 164.45
192.73 204.50 209.82 230.00
181.04 209.66 199.77 210.15
P1 P2 P3 P4
173.00 243.17 200.50 236.17
190.25 192.58 190.50 164.45
195.03 204.50 210.46 230.00
186.09 213.41 200.49 210.21
P1 P2 P3 P4
173.00 244.10 205.25 239.67
193.50 196.18 192.25 167.25
196.90 204.90 212.54 230.25
187.80 215.06 203.35 212.39
P1 P2 P3 P4
173.00 244.10 205.55 241.00
193.50 196.30 192.50 169.00
196.90 204.90 215.24 233.30
187.80 215.10 204.43 214.43
P1 P2 P3 P4
175.00 244.33 205.55 241.33
193.50 196.55 192.50 169.00
196.90 204.90 215.84 233.30
188.47 215.26 204.63 214.54
1 BSA
2 BSA
3 BSA
4 BSA
5 BSA
Keterangan : BSA : Bulan setelah aplikasi P1 : Biogronic D, 5 cc/l P2 : Gandasil D, 2 g/l P3 : JMT, 2 cc/l P4 : Kontrol
61
Tabel Lampiran 8. Pertambahan Jumlah Daun Perlakuan I ∆ 1 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 2 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 3 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 4 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 5 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4
Rata-rata III
0.00 -0.60 0.60 0.60
0.80 0.20 0.20 0.60
0.60 0.20 0.00 0.80
0.47 -0.07 0.27 0.67
3.00 0.00 0.60 0.80
1.20 0.80 0.60 0.80
0.80 0.20 1.00 1.20
1.67 0.33 0.73 0.93
0.00 0.40 0.80 1.00
1.20 1.00 0.60 1.20
1.60 0.60 1.20 0.80
0.93 0.67 0.87 1.00
1.75 1.00 1.20 1.60
2.00 1.60 1.40 1.80
1.20 0.40 1.60 1.40
1.65 1.00 1.40 1.60
1.60 1.60 1.60 1.80
2.00 1.40 1.40 2.40
2.20 1.00 2.20 1.60
1.93 1.33 1.73 1.93
Keterangan :
∆ BSA
Ulangan II
: Selisih : Bulan setelah aplikasi
62
Tabel Lampiran 9. Pertambahan Panjang Petiol Perlakuan
∆ 1 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 2 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 3 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 4 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 5 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4
Ulangan Rata-rata I II III ……….…………..cm………….…… 4.75 2.25 0.00 29.83
1.50 5.00 1.88 1.83
0.17 7.47 0.32 4.00
2.14 4.91 0.73 11.89
7.75 7.00 0.75 30.00
1.50 10.00 3.75 2.50
2.47 12.77 1.20 5.50
3.91 9.92 1.90 12.67
11.83 8.75 13.00 33.67
5.07 15.00 6.53 4.33
3.67 22.27 5.88 6.25
6.85 15.34 8.47 14.75
15.15 10.25 13.70 34.50
5.40 12.35 7.30 5.00
3.93 24.60 10.93 10.00
8.16 15.73 10.64 16.50
15.95 10.25 13.70 36.67
5.40 15.00 7.30 5.00
4.47 25.83 12.18 12.00
8.61 17.03 11.06 17.89
Keterangan :
∆ BSA
: Selisih : Bulan setelah aplikasi
63
Tabel Lampiran 10. Pertambahan Tinggi Anakan Perlakuan ∆ 1 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 2 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 3 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 4 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4 ∆ 5 BSA - 0 BSA P1 P2 P3 P4
I
Ulangan II
III
1.50 2.50 0.50 0.00
1.60 3.88 6.50 2.07
0.17 9.00 0.22 0.00
1.09 5.13 2.41 0.69
10.00 11.50 2.00 0.17
4.50 6.13 6.50 2.87
2.47 9.00 0.86 0.00
5.66 8.88 3.12 1.01
10.00 12.43 6.75 3.67
6.77 9.72 8.25 4.73
4.33 16.00 2.94 0.25
7.03 12.72 5.98 2.88
10.00 12.43 7.05 5.00
6.77 9.85 8.50 5.90
4.33 16.00 5.64 3.30
7.03 12.76 7.06 4.73
12.00 12.67 7.05 5.33
6.77 10.10 8.50 5.90
4.33 16.00 6.24 3.30
7.70 12.92 7.26 4.84
Keterangan :
∆ BSA
: Selisih : Bulan setelah aplikasi
Rata-rata
64
Tabel Lampiran 11. Daftar Kandungan Berbagai Jenis Pupuk Daun Gandasil
Biogronic D
JMT
20 % N total
18.8% N total
16.82% N Total
15% P2O5
4.99 % P2O5
12.5% P2O5
15% K2O
7.19 % K2S
13.98% K2O
1%MgSO4
14.90% S
3.36 % Corg
Mn
ZPT
2.38 % SO4
Br
Fe
4.61%Cl
Cu
Mn
0.06% Fe
Co
Cu
2.10 % Cu
Zn
Mg
0.42 % Mg
Vitamin
Zn
1.81 % Ca
Co
28.79 ppm Zn
S
0.54 ppm Co
B
27.71 ppm Mn 45.58 ppm B 8.54 ppm Mo
65
Gambar Lampiran 12. Contoh Blanko Pengawasan Pembuatan Jalur Sensus