TAKSASI PRODUKSI TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU
EDI WIRAGUNA A24054284
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN EDI WIRAGUNA. Taksasi Produksi Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) Di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat panjang, Riau. (Di bawah bimbingan M.H Bintoro Djoefrie dan Pasril Wahid) Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan teknis dan menejerial budidaya sagu. Aspek khusus yang diamati dalam magang tersebut adalah taksasi produksi di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu. Kegiatan magang dilaksanakan di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dari Bulan Februari sampai bulan Juni 2009. Kegiatan magang menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan melaksanakan kegiatan teknis budidaya dan melakukan pengamatan terhadap teknis budidaya di kebun tersebut serta melakukan pengamatan khusus mengenai taksasi produksi. Kegiatan yang dilakukan di perkebunan meliputi pengendalian gulma (manual dan kimia), penjarangan anakan, pembuatan lorong setapak, penyemprotan dan pengawasan pendalaman kanal. Metode kedua yang dilakukan di perkebunan adalah taksasi produksi. Pengamatan taksasi produksi meliputi hidup-mati, tinggi tanaman, diameter, dan ciri kematangan fisiologis tanaman sagu. Percobaan taksasi produksi dilakukan dengan contoh 0,017% dari populasi. Hasil dari taksasi produksi tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya maka, pengujian beberapa metode penarikan contoh dilakukan. Metode penarikan contoh yang digunakan adalah diagonal (dua metode), acak dalam baris, dan enam petak terletak di pinggir. Pengujian empat metode tersebut menggunakan uji t. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua metode dapat digunakan di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu. P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu melakukan sensus taksasi produksi dan hidup mati. Faktor pengamatan yang dilakukan meliputi hidup-mati tanaman, tinggi dan ciri fisiologi. Sensus yang dilakukan untuk taksasi produksi 10% dan hidup mati 50% dari populasi tanaman sagu. Pengujian proporsi contoh dilakukan untuk memberi pertimbangan kepada perkebunan tersebut. Pengujian proporsi contoh menggunakan metode pengaca-
iii
kan baris. Taksasi produksi dilakukan pada berbagai proporsi yaitu 1,6%; 3,2%; 4,8%; 9,7% dan 14,5%, sedangkan hidup-mati dilakukan pada tingkat proporsi 1,6%; 4,8%; 9,7%; 14,5%; 25,8%; 40,3%; 50% dan 64,5%. Tingkatan proporsi tersebut dibandingkan dengan populasi. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa untuk taksasi produksi dan hidup-mati cukup dengan menggunakan contoh sebanyak 1,6%.
TAKSASI PRODUKSI TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI SAGU, SELAT PANJANG, RIAU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
EDI WIRAGUNA A24054284
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
: TAKSASI
PRODUKSI
TANAMAN
SAGU
(Metroxylon spp.) DI P.T. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI MURNI
SAGU,
SELAT PANJANG, RIAU Nama Mahasiswa
: EDI WIRAGUNA
NRP
: A24054284
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr NIP. 19480108 197403 1 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Pasril Wahid, MS. NIP. 080016303
Mengetahui, Plh Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc NIP. 19610202 198601 1 008
Tanggal Lulus : ...................
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada tanggal 22 September 1987. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Dalimin dan Ibu Wriningsih. Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri Bandungrejo 2, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 4 Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 7 Purworejo pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis lulus dan diterima di IPB melalui jalur SPMB. Selanjutnya, pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Dari tahun 2006 hingga 2008 penulis menjadi pengurus organisasi mahasiswa daerah Gamapuri (Keluarga Mahasiswa Purworejo Di IPB). Dari Tahun 2006 sampai 2007 penulis menjadi pengurus Badan Pengawas Himpro (BPH) yang bertugas mengawasi kinerja Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan magang yang berjudul
Taksasi Produksi Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) Di P.T. National Timber And Forest Product, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang tersebut merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Prof. Dr. Ir. H.M.H Bintoro Djoefrie, M.Agr dan Dr. Ir. Pasril Wahid, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran-saran dalam pembuatan laporan akhir ini. Bapak, Ibu, Kakak dan seluruh keluarga yang telah memberi semangat, dukungan dan doa Pak Erwin, Pak Habib, Pak Budi, Kak Gia, Kak Budi, Kak Fikko dan seluruh staf kantor P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu yang telah memberikan banyak bantuan Ruri, Ratih, Adit, dan Shandra yang telah membantu memberi saran dan membantu selama penelitian. Pak Nasrudin, Pak Cornelis, Pak Albert, Pak Pandu, Pak Alfian, Bang Jun, Bang Ridwan dan seluruh karyawan P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu yang telah membantu dalam penelitian maupun magang Semua teman di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 42 Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi yang membutuhkan.
Bogor, September 2009
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xii PENDAHULUAN.............................................................................................1 Latar belakang....................................................................................... 1 Tujuan....................................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3 Botani Sagu........................................................................................... 3 Syarat Tumbuh...................................................................................... 4 Taksasi Produksi................................................................................... 5 Budidaya............................................................................................... 7 METODE MAGANG....................................................................................... 9 Waktu dan Tempat................................................................................ 9 Metode Magang.....................................................................................9 Taksasi produksi............................................................................. 10 Penarikan contoh secara diagonal dengan contoh sebesar 0,017%....................................................................................... 10 Penarikan contoh secara diagonal dengan contoh sebesar 1,2%........................................................................................... 11 Penarikan contoh acak dalam baris dengan contoh sebesar 1,2%........................................................................................... 12 Penarikan contoh enam petak dengan contoh sebesar 1,2%......13 Acak dalam baris dalam blok dengan berbagai proporsi Contoh........................................................................................15 Pengujian contoh sebesar 1,6% dengan yang dilakukan Perusahaan................................................................................. 15 Hidup-mati tanaman...................................................................... 17 Faktor Pengamatan..............................................................................17 Jumlah tanaman yang hidup-mati dalam tiap blok.........................17 Tinggi batang..................................................................................17 Diameter batang..............................................................................17 Ciri kematngan fisiologis tanaman sagu.........................................17 KONDISI UMUM KEBUN............................................................................18 Sejarah Kebun......................................................................................18 Letak Geografis dan Admnistratif.......................................................18 Keadaan Tanah dan Iklim....................................................................19 Areal Konsesi dan Pertanaman............................................................20 MENEJERIAL KEBUN................................................................................. 22 Pengorganisasian Kebun..................................................................... 22 Deskripsi Kerja Karyawan.................................................................. 23
ix
Buruh Harian Lepas (BHL)............................................................ 23 Karyawan Tetap..............................................................................24 Kontrak........................................................................................... 25 PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA..................................................... 26 Persiapan Bahan Tanam...................................................................... 26 Pembibitan...........................................................................................27 Pelaksanaan Pengendalian Gulma (Weeding)..................................... 27 Pengendalian gulma secara manual................................................28 Pengendalian gulma secara kimia...................................................29 Kontrol Pertumbuhan (Penjarangan Anakan)..................................... 30 Pengelolaan Air................................................................................... 31 Pengukur tinggi air kanal................................................................32 Pizzo meter......................................................................................33 Bendungan...................................................................................... 34 Sensus..................................................................................................35 Panen................................................................................................... 37 Sensus Bersama...................................................................................38 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 41 Teknis Budidaya Sagu........................................................................ 41 Hasil.................................................................................................... 43 Taksasi Produksi Tanaman Sagu....................................................43 Taksasi produksi tanaman sagu empat divisi............................ 43 Pengujian beberapa metode penarikan contoh.......................... 45 Pengujian proporsi contoh........................................................ 46 Pengujian contoh sebesar 1,6% dengan penarikan contoh Yang Dilakukan perkebunan......................................................47 Hidup-Mati Tanaman Sagu.............................................................48 Pembahasan.........................................................................................49 Taksasi Produksi Tanaman Sagu....................................................49 Hidup-Mati Tanaman Sagu.............................................................51 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 53 Kesimpulan..........................................................................................53 Saran ............................................................................................53 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 54 LAMPIRAN....................................................................................................55
x
x xi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Taksasi Produksi Divisi 1, 3 dan 4 Dengan Metode Diagonal Arah Timur Ke Laut Barat................................................. 43 2. Taksasi Produksi Divisi 2 Dengan Metode Diagonal Arah Barat Laut Ke Tenggara............................................................. 44 3. Hasil Pengujian Metode Penarikan Contoh Dengan Variabel Tinggi Tanaman....................................................................46 4. Pengujian Berbagai Proporsi Contoh Taksasi Produksi Dengan Variabel Tinggi Tanaman...................................................... 47 5. Pengujian Taksasi Produksi Contoh 1,6% Dengan Yang Dilakukan Oleh Perkebunan......................................................48 6. Pengujian Berbagai Proporsi Contoh Hidup-Mati Dengan Variabel Tinggi Tanaman..................................................... 49
xi xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bentuk Penarikan Contoh Diagonal....................................................10 2. Teknik Penarikan Contoh Pendugaan Empat Divisi........................... 11 3. Teknik Penarikan Contoh Diagonal Populasi Satu Blok.....................12 4. Penentuan enam baris tanaman secara acak dan Pengambilan contoh dalam blok........................................................ 13 5. Penentuan Enam Petak Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh Dalam Blok.......................................................14 6. Penarikan Contoh Pengacakan Baris...................................................15 7. Pengambilan Contoh Sebesar 10% Dilakukan di Satu Blok Tanaman, Satu Divisi dan Empat Divisi............................................. 16 8. Berbagai Bentuk Banir Anakan Sagu..................................................26 9. Proses Pembuatan Rakit...................................................................... 27 10. Pelaksanaan Pengendalian Gulma Secara Manual..............................29 11. Proses Pengalian Kanal Dengan Ekskavator dan Pemancangan Untuk Patokan Penggalian di Areal Intag...........................................32 12. Pemasangan Alat Pengukur Tinggi Air Kanal (Canal water level).... 33 13. Skema Pizzo Meter dan Pemasangan Pizzo Meter di Lapangan....... 34 14. Bendungan Dengan Pintu Air Buka Tutup..........................................35 15. Jalur Sensus Tanaman dan Pengukuran Keliling Tanaman................ 36 16. Penggelindingan Tual Pengukuran Panjang Tual Oleh Mandor Panen..................................................................................... 38 17. Pelaksanaan Sensus Bersama.............................................................. 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Curah Hujan........................................................................................ 56 2. Temperatur Udara................................................................................57 3. Struktur Organisasi..............................................................................58 4. Peta Letak Kebun............................................................................... .59 5. Taksasi Produksi Divisi 1 Dengan Jumlah Contoh 0,017%................60 6. Taksasi Produksi Divisi 3 Dengan Jumlah Contoh 0,017%................60 7. Taksasi Produksi Divisi 4 Dengan Jumlah Contoh 0,017%................60 8. Beberapa Metode Penarikan Contoh Dengan Variabel Tinggi Tanaman (ha)...........................................................................61 9. Berbagai Proporsi Contoh Taksasi Produksi Dengan Kriteria Tinggi Tanaman.....................................................................61 10. Berbagai Proporsi Contoh Hidup-Mati Dengan Kriteria Tinggi Tanaman.................................................................................. 62 11. Pengujian Contoh Sebesar 1,6% Dengan Taksasi Produksi Yang Dilakukan Oleh Perkebunan.......................................62
PENDAHULUAN Latar belakang Sagu merupakan bahan makanan yang telah lama dikenal di Indonesia. Haryanto dan Pengloli (1992) menyatakan bahwa penduduk Maluku, terutama di desa-desa telah lama mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Selain daerah Maluku, Irian Jaya, Sulawesi, Kepulauan Mentawai di Sumatra Barat juga menggunakan sagu sebagai makanan pokok. Sagu (Metroxylon spp.) di Indonesia tumbuh dalam bentuk hamparan hutan yang kurang terpelihara sebagaimana mestinya. Sagu dapat tumbuh di daerah rawa atau tanah marginal yang tanaman penghasil karbohidrat lainnya sukar untuk tumbuh wajar. Tanaman sagu pertumbuhannya akan bagus jika kadang-kadang tergenang air. Sagu pertumbuhannya akan kurang bagus apabila selalu tergenang air. Indonesia memiliki areal pertanaman atau hutan sagu terluas di dunia dan memiliki diversitas genetik yang terkaya. Namun demikian perhatian terhadap tanaman sagu masih sangat kurang hal ini ditandai dengan luas tanaman atau hutan sagu belum diketahui secara pasti. Namun, menurut Manan dan Supangkat dalam Bintoro (2008) luasan lahan sagu di Indonesia adalah 4 183 300 hektar. Tanaman sagu mempunyai banyak manfaat dari daun sampai batangnya. Daun dapat dijadikan atap rumah tradisional, tulang daunnya dapat dijadikan dinding, lidinya dapat digunakan sebagai sapu, dan kulit batangnya dapat dijadikan lantai. Empulur sagu setelah diparut dapat dijadikan pakan ternak. Apabila setelah diparut, kemudian parutan tersebut diolah lebih jauh, maka limbahnya yang berupa serat dapat dijadikan pakan ternak, media tumbuh jamur atau untuk media berbagai tanaman pertanian. Limbah cairnya dapat dijadikan sebagai pupuk. Pati sagu dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, misalnya bahan bakar “bio fuel” (etanol), bahan baku penyedap masakan (monosodium glutamat) gula cair, bahan baku plastik ramah lingkungan yang dapat terurai dalam tanah dan pakan ternak. Taksasi produksi adalah penghitungan cepat untuk mengetahui jumlah tanaman sagu yang dapat dipanen. Keuntungan dari kegiatan tersebut adalah mengetahui populasi lebih cepat dengan anggaran biaya yang lebih sedikit. Hal
2
tersebut sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk memperkiraan hasil dalam waktu singkat. Hasil taksasi produksi diharapkan mendekati keadaan sesungguhnya (populasi). Taksasi produksi berguna untuk memperkirakan jumlah tanaman yang dapat dipanen. Taksasi yang dilakukan untuk mengetahui jumlah tanaman setiap fase pertumbuhan. Menurut Henanto (1996) di Propinsi Bengkulu rata-rata pohon sagu yang dapat ditebang per hektar hanya 11 batang. Taksasi produksi dilakukan di empat divisi. Divisi-divisi tersebut mempunyai jarak tanam 8 m x 8 m. Jarak tanam menentukan jumlah pati yang akan didapat. Menurut Bintoro (1999) apabila, jarak antara tanaman yang terlalu dekat maka pohon sagu yang dapat dipungut hasilnya hanya sedikit sekali. Di kawasan yang tumbuh sagunya tidak dominan seperti di kawasan Kalimantan Selatan, ratarata pohon sagu yang dapat dipanen sekitar, lima pohon/hektar/tahun, padahal di serawak pohon sagu yang dapat dipanen sekitar 150-250 pohon/hektar/tahun dan produksi patinya sekitar 150-250 kg/ pohon. Taksasi produksi mempunyai dua masalah utama. Masalah tersebut adalah ketepatan jumlah contoh dan metode yang digunakan. Metode dan jumlah contoh yang digunakan tepat apabila, hasil taksasi produksi mendekati sesungguhnya. Tujuan Pelaksanaan kegiatan magang bertujuan: 1. meningkatkan relevansi dan keterkaitan antara proses pendidikan dengan lapangan kerja 2. memberikan pengalaman kerja praktis tentang aspek produksi dan pengelolaan secara sebenarnya 3. mengetahui cara teknis yang tepat dalam melakukan taksasi produksi sagu. 4. mempelajari teknis budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) dari penyiapan lahan sampai dengan pemeliharaan tanaman 5. mencari jumlah contoh yang dapat digunakan untuk taksasi produksi dan sensus hidup-mati 6. memperkirakan jumlah tanaman yang dapat dipanen
TINJAUAN PUSTAKA Botani Sagu Tanaman sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman monokotil. Secara taksonomi dapat dijelaskan sebagai berikut: Ordo
: Spadiciflora
Famili
: Palmae
Genus
: Metroxylon
Spesies
: Metroxylon spp.
Bagian yang terpenting dari tanaman sagu adalah batang. Batang merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sagu majemuk yang keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecoklat-coklatan seperti karat. Batang sagu terdiri atas lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3 – 5 cm dan bagian tersebut di daerah Maluku sering digunakan sebagai bahan bangunan. Pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang lebih tipis dibandingkan sagu dewasa (Haryanto dan Pangloli, 1992). Lapisan kulit paling luar berupa lapisan sisa-sisa pelepah daun sagu yang terlepas, sehingga yang terlihat hanya lapisan kulit tipis pembungkus kulit dalam yang keras. Pada tanaman sagu yang masih muda, kulit dalam tersebut tipis dan tidak begitu keras. Serat dan empulur pada sagu muda masih muda dan banyak mengandung air, sedangkan pada sagu dewasa sampai umur panen empulur dan serat sudah mulai kering dan keras. Daun sagu muda pada umumnya berwarna hijau muda yang berangsurangsur berubah menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang dan meninggalkan bekas. Pada pucuk tanaman sagu yang telah berbunga terdapat bunga jantan dan betina. Bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina terbuka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyerbukan terjadi secara silang,
4
maka jika tumbuh secara soliter (sendiri) jarang sekali berhasil membentuk buah. Putik pada bunga betina mengandung tiga sel induk telur, tetapi hanya satu yang keluar membentuk kecambah. Dua induk telur lainnya bersifat rudimenter (Haryanto dan Pangloli, 1992). Syarat tumbuh Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak masam. Habitat tersebut cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu. Pada tanah-tanah yang tidak cukup mengandung mikroorganisme, pertumbuhan tanaman sagu akan kurang baik. Selain itu, pertumbuhan tanaman sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar terutama potasium, fosfat, kalium dan magnesium. Akar napas sagu yang terendam terus menerus akan menghambat pertumbuhan tanaman sagu, sehingga pembentukan pati dalam batang juga terhambat (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar, rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air dan hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992). Kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh sagu sangat lebar yaitu sagu dapat hidup pada lahan yang tergenang sampai yang tidak tergenang asal kelembaban tanah cukup tinggi, daya memegang air tinggi (karena banyak mengandung bahan organik), maupun oleh karena air tanah yang dangkal. Pada genangan tetap, pertumbuhan sagu pada fase semai masih baik, tetapi pada fase pembentukan batang (tihang dan pohon) laju pertumbuhannya sangat lambat. Akibatnya produksi pati per pohon rendah dan jumlah pohon masak tebang per hektar sedikit. Pertumbuhan dan produksi tampak cukup baik pada lahan dengan penggenangan berkala atau yang tidak tergenang (Bintoro, 1999) Tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian sampai 400 m di atas permukaan laut (dpl). Lebih dari 400 m dpl pertumbuhannya lambat dan kadar patinya rendah. Pada ketinggian di atas 600 m dpl, tinggi tanaman sagu
5
sekitar 6 m. Tegakan sagu secara alamiah ditemukan sampai 300 m dpl (Bintoro, 2008). Sagu dapat tumbuh dengan baik dari daerah Filipina bagian Selatan (utara Negara Indonesia) sampai pulau Rote ( Negara Indonesia bagian selatan) atau dari 10o LU – 10o LS dan dari Kepulauan Pasifik (barat Negara Indonesia) sampai ke India bagian Timur (timur Negara Indonesia). Di kawasan tersebut hutan Sagu ditemukan pada lahan-lahan dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl, di sepanjang tepi sungai, di tepi danau ataupun di rawa-rawa dangkal (Bintoro, 2008). Taksasi produksi Taksasi produksi sagu adalah kegiatan memperkirakan jumlah tanaman sagu yang dapat dipanen. Taksasi produksi dilakukan untuk memprediksi panen setiap tahun. Ciri-ciri tanaman sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Umumnya tanaman sagu siap panen menjelang pembentukan primordia bunga atau kuncup bunga tapi belum mekar. Pada saat tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak yang berbeda dengan daun sebelumnya dan daun terakhir juga agak berbeda, yaitu lebih tegak dan ukurannya kecil. Perubahan lain adalah pucuk menjadi agak menggelembung. Di samping itu duri semakin berkurang dan pelepah daun menjadi lebih bersih dan licin dibandingkan dengan pohon yang lebih muda (Haryanto dan Pangloli, 1992). Pietries dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa masyarakat Maluku mengenal empat tingkat kematangan sagu, yaitu tingkat wela atau putus duri, tingkat maputih, tingkat maputih masa, dan tingkat siri buah. Tingkat kematangan
putus duri (wela) adalah suatu fase kematangan
tanaman sagu yang sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Pada saat tersebut sagu belum mencapai kematangan yang sempurna dan kandungan patinya masih rendah. Kandungan pati hanya banyak terdapat pada bagian pangkal batang, sedangkan pada bagian ujung batang tidak mengandung pati. Walaupun kandungan patinya rendah, dalam keadaan terpaksa pohon sagu dapat dipanen
6
pada fase tersebut (di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu disebut fase buang duri). Tingkat daun pendek (maputih) adalah tingkat kematangan sagu yang ditandai dengan menguningnya pelepah daun. Duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada bagian pangkal pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang baru terbentuk ukurannya semakin pendek dan kecil. Pada tingkat tersebut sagu jenis M. rumphii MART sudah siap dipanen, karena kandungan patinya sangat tinggi. Bila pemanenan dilakukan setelah fase tersebut, kandungan patinya akan menurun dan rasanya tidak enak lagi (di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu disebut fase mutih). Tingkat jantung (maputih masa) yaitu fase kematangan tanaman sagu yang semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Pada fase tersebut kandungan pati telah padat mulai dari pangkal sampai ujung batang, sehingga seluruh batang dapat diolah, tetapi patinya kurang enak terutama untuk jenis sagu M. rumphii MART. Pada jenis sagu “ihur” (M. syvester MART) fase tersebut merupakan waktu yang tepat untuk pemanenan (di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu disebut fase nyorong). Tingkat sirih buah (siri buah) merupakan tingkat kematangan terakhir. Kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang menyerupai tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase tersebut adalah saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis M. longispinum MART. Jenis sagu lainnya pada tingkat tersebut sudah menurun kandungan patinya, karena dipergunakan untuk pembungaan dan pembentukan buah (di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu disebut fase berbunga). Tiap jenis tanaman sagu mempunyai fase kematangan optimum yang berbeda. Umumnya sagu dipanen saat mulai muncul bunga, kalau sudah muncul bunga bahkan muncul buah maka kandungan pati dalam batang sagu sudah menurun. Menurut Flach dalam Haryanto dan Pangloli (1992) sagu mulai mengakumulasi pati sejak saat pembentukan batang berlangsung. Kandungan pati dalam batang sagu semakin lama semakin banyak, dan apabila sagu mendapat sinar matahari yang cukup selama pertumbuhannya, kandungan pati dalam batang me-
7
ningkat secara linier sampai terjadi pembentukan bunga. Tanaman sagu yang mulai membentuk buah, kandungan pati dalam batang sagu menurun, karena sebagian digunakan untuk pembentukan buah, dan proses fotosintesis sudah berkurang karena daun-daun sagu yang terbentuk sebelumnya sudah berukuran lebih kecil. Budidaya Anakan sagu yang akan digunakan sebagai bibit hendaknya diambil dari induk sagu yang produksi patinya tinggi. Bibit yang masih segar mempunyai pelepah daun yang masih hijau, sedangkan bibit sudah cukup tua dicirikan dengan bonggol (banir) yang sudah keras. Bibit yang bagus dicirikan oleh pelepah pucuk daun yang masih hidup, perakaran cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, tidak terserang hama penyakit, dan bonggol berbentuk L. Persemaian dilakukan supaya saat penanaman kemungkinan kematiannya kecil. Sebelum dilakukan persemaian, daun tua dipangkas lebih dahulu dengan ketinggian 30 - 50 cm dari bonggol agar evaporasi dapat ditekan dan untuk mempercepat pemunculan calon tunas pertama yang selanjutnya menjadi daun. Bibit sagu kemudian dicelupkan dalam larutan fungisida misalnya M-45 dengan dosis 2 g/l air. Bibit direndam selama 1 – 2 menit, setelah itu dikeringanginkan selama 10 – 15 menit agar fungisida tersebut meresap. Tanaman sagu menghasilkan pati optimum, apabila fotosintesis berjalan dengan baik. Menurut Haska et al. (2007) fotosintesis merupakan proses biologis yang mengubah energi matahari menjadi produk biomassa. Dalam rangka pemanfaatan sagu yang lebih efisien, pengetahuan yang tepat dan akurat tentang ekofisioligis dari tanaman sagu sangat diperlukan, terutama pengetahuan tentang karakter fotosintesis yang berhubungan erat dengan produksi pati. Penanaman merupakan salah satu hal yang menentukan hasil panen. Menurut Amir et al. (1986) penanaman pohon sagu dengan cara menanam anakan sagu yang berumur 1 atau 2 tahun. Penanaman dengan cara memindahkan anakan dari rumpun pohon sagu, kemudian memotong cabang atau pelepah tangkai daunnya dan ditanam pada lubang galian yang tersedia. Lubang tanaman tersebut tidaklah terlalu besar dan dalam, tetapi cukup untuk memasukkan anakan sagu yang digunakan sebagai bibit. Lubang ditimbun pada batas yang kelak akan keluar
8
akar-akar sagu. Pembersihan tanaman sagu dilakukan sewaktu-waktu bila ada gangguan pertumbuhannya oleh semak-semak.
METODE MAGANG Waktu dan Tempat Pelaksanaan magang mahasiswa Program Sarjana (S1) pada Departemen Agronomi dan Hortikultura berlangsung selama empat bulan mulai bulan Februari sampai Juni. Magang dan penelitian dilaksanakan di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Kabupaten Meranti, Propinsi Riau. Metode Magang Metode yang dilakukan adalah metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung yang dilakukan adalah praktek kerja langsung di lapangan dengan turut kerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan, wawancara, dan diskusi. Metode tidak langsung dengan melakukan pengumpulan laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip kebun. Teknik budidaya yang dilakukan di kebun meliputi pembibitan, pembuatan gawangan hidup, pembersihan keliling sagu (piringan), penjarangan anakan (pruning), sensus, mengawasi penyemprotan, mengawasi ekskavator, mengawasi pembuatan gawangan setapak (pasar tikus) dan pengawasan panen. Data yang diperoleh selama
melaksanakan kegiatan tersebut berupa prestasi kerja harian kontrak, prestasi buruh harian lepas, prestasi kerja mahasiswa, hambatan dan pendukung teknis budidaya, data tersebut kemudian dibandingkan dengan data kebun. Aspek pengamatan yang dilakukan meliputi faktor menejerial, tenaga kerja, sarana dan prasarana, pelaksanaan teknik budidaya yang dilakukan dan prestasi kerja. Data yang didapat dilengkapi dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan karyawan, pekerja kontrak, maupun buruh harian lepas. Wawancara dilakukan saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Aspek-aspek pengamatan yang dilakukan masih diperlukan pengamatan lebih lanjut. Salah satu pengamatan yang perlu dilakukan adalah taksasi produksi. Taksasi produksi terdiri atas jumlah dan teknik pengambilan contoh. Cara dan jumlah contoh yang benar akan menghasilkan data yang mendekati populasi. Pengujian dilakukan pada dua kriteria yaitu taksasi produksi dan hidupmati. Satu blok tanaman sagu seluas 50 ha. Jarak tanam yang digunakan 8 m x 8 m. Kedua kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
10
1. Taksasi produksi a. Penarikan contoh secara diagonal dengan contoh sebesar 0,017% Penarikan contoh secara diagonal dilakukan dengan dua metode. Kedua metode tersebut adalah susuan petak contoh membentuk diagonal yang membentang dari barat laut ke tenggara (Gambar 1.a) dan dari timur laut ke barat daya (Gambar 1.b). Rumpun contoh diambil ketiga dari tepi blok.
U
(a) Keterangan :
(b) = petak contoh = blok tanaman contoh
Gambar 1. Bentuk Penarikan Contoh Diagonal (a) Barat Laut Ke Tenggara Dan (b) Timur Laut Ke Barat Daya Pengambilan contoh yang digunakan untuk menduga empat divisi dapat dilihat pada Gambar 2. Populasi yang diduga sebanyak empat divisi. Satu divisi seluas 1 000 ha. Satu blok tanaman sagu seluas 50 ha. Setiap divisi memiliki 20 blok. Jarak tanam yang digunakan 8 m x 8 m. Jumlah contoh yang digunakan sebanyak 0,017 % (27 rumpun). Penarikan contoh yang dilakukan sebagai berikut: i. pemilihan satu blok setiap divisi ii. blok terpilih dilakukan penarikan contoh 27 rumpun iii. rumpun contoh dibagi dalam tiga petak kecil (Gambar 1) iv. petak contoh membentuk diagonal
11
v. petak contoh terdiri atas sembilan rumpun contoh yang membentuk persegi. Kebun PT National Timber and Forest Product
Pengukuran rumpun contoh
4 divisi tanaman sagu
Penarikan contoh 27 rumpun secara diagonal
Setiap divisi terdiri atas 20 blok
Penarikan contoh 1 blok tanaman secara acak
Gambar 2. Teknik Penarikan Contoh Pendugaan Empat Divisi Rumpun contoh diukur tinggi batang, lingkar batang, jumlah tanaman hidup dan tingkat kematangan tanaman sagu. Setiap rumpun sagu terdiri atas dua pohon (anakan dan induk) atau lebih yang mempunyai tinggi berbeda. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam tingkat pertumbuhan tanaman sagu. b. Penarikan contoh secara diagonal dengan contoh sebesar 1,2% Penarikan contoh secara diagonal dengan contoh 1,2% dilakukan dengan dua metode. Kedua metode tersebut adalah susuan petak contoh membentuk diagonal yang membentang dari barat laut ke tenggara (Gambar 1.a) dan dari timur laut ke barat daya (Gambar 1.b). Rumpun contoh diambil mulai ketiga dari tepi blok. Pengujian penarikan contoh secara diagonal dengan contoh 1,2% menggunakan populasi satu blok seluas 50 ha. Contoh diambil sebanyak 96 rumpun (1,2%). Penarikan contoh yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 3): i. populasi yang digunakan satu blok tanaman ii. contoh terletak dalam petak contoh iii. petak contoh membentuk diagonal iv. dalam petak contoh terdapat 32 rumpun
12
v. petak contoh berbentuk persegi panjang dengan delapan rumpun posisi utara-selatan dan empat rumpun posisi timur-barat
3 petak contoh
Blok tanaman
Tiap petak contoh terdiri atas 32 rumpun
Susunan dalam petak contoh 4 rumpun arah timur-barat dan 8 rumpun arah utara-selatan Gambar 3. Teknik Penarikan Contoh Diagonal Populasi Satu Blok
Rumpun contoh diukur tinggi batang, lingkar batang, jumlah tanaman hidup dan tingkat kematangan fisiologis. Setiap rumpun sagu terdiri atas dua pohon (anakan dan induk) atau lebih yang mempunyai tinggi berbeda. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam tinggi tanaman. c. Penarikan contoh acak dalam baris dengan contoh sebesar 1,2% Penarikan contoh acak dalam baris menggunakan populasi satu blok tanaman (Gambar 4.a). Contoh yang digunakan sebanyak 1,2% (96 rumpun). Penarikan contoh dibagi dalam enam baris yang dipilih secara acak, setiap baris terdiri atas 16 rumpun. Berikut ini adalah penarikan contoh yang dilakukan (Gambar 4.b): i. populasi yang digunakan satu blok tanaman ii. pemilihan enam baris tanaman secara acak iii. pemilihan 16 rumpun secara acak dari baris terpilih Rumpun contoh diukur tinggi batang, lingkar batang, jumlah tanaman hidup dan tingkat kematangan fisiologis. Setiap rumpun sagu terdiri atas dua pohon (anakan dan induk) atau lebih yang mempunyai tinggi berbeda. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam tinggi tanaman.
13
U
(a) Keterangan :
= blok tanaman
= baris tanaman
Enam baris contoh dipilih secara acak
Blok tanaman
Dipilih 16 rumpun secara acak
(b) Gambar 4. (a) Penentuan Enam Baris Tanaman Secara Acak (b) Pengambilan Contoh Dalam Blok
d. Penarikan contoh enam petak dengan contoh sebesar 1,2% Penarikan contoh enam petak menggunakan populasi satu blok tanaman. Contoh rumpun diambil sebanyak 1,2% (96 rumpun). Petak contoh berjumlah enam (Gambar 5.a). Petak contoh terdiri atas 16 rumpun berbentuk persegi. Tanaman pinggir ikut digunakan sebagai contoh. Pengujian penarikan contoh enam petak dengan contoh sebesar 1,2% menggunakan populasi satu blok seluas 50 ha. Penarikan contoh yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 5.b): i.
populasi yang digunakan satu blok tanaman
ii.
pemilihan enam petak contoh
iii.
petak contoh terpilih diambil 16 rumpun
iv.
susunan rumpun dalam petak contoh berbentuk persegi (empat rumpun arah timur-barat dan empat rumpun arah utaraselatan)
14
U
(a) Keterangan :
= petak contoh = blok tanaman contoh
Blok tanaman
6 petak contoh
Pengambilan contoh 16 rumpun
Susunan dalam petak contoh 4 rumpun arah timur-barat dan 4 rumpun arah utara-selatan (b) Gambar 5. (a) Penentuan Enam Petak Contoh (b) Teknik Pengambilan Contoh Dalam Blok Rumpun contoh diukur tinggi batang, lingkar batang, jumlah tanaman hidup dan tingkat kematangan fisiologis. Setiap rumpun sagu terdiri atas dua pohon (anakan dan induk) atau lebih yang mempunyai tinggi berbeda. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam tinggi tanaman.
15
e. Acak dalam baris dalam blok dengan berbagai proporsi contoh Pengujian proporsi contoh menggunakan populasi sebanyak 62 baris. Tingkat proporsi ditentukan oleh jumlah baris (Gambar 5). Tingkat proporsi yang digunakan adalah 1,6% (1 baris); 3,2% (2 baris); 4,8% (3 baris); 9,7% (6 baris) dan 14,5% (9 baris). Berbagai tingkat proporsi tersebut dibandingkan dengan populasi menggunakan uji t pada taraf 5%.
U
Keterangan :
= blok tanaman = baris tanaman
Gambar 6. Penarikan Contoh Pengacakan Baris f. Pengujian contoh sebesar 1,6% dengan yang dilakukan perusahaan Penggujian dilakukan dengan membandingkan antara contoh sebesar 1,6% dengan contoh 10% yang dilakukan perkebunan. Contoh 1,6% didapatkan dari populasi 62 baris yang dipilih dengan metode pengacakan baris (Gambar 6). Perkebunan melakukan penarikan contoh menggunakan pengacakan sistematis. Satu blok terdiri atas 120 baris. Pengacakan sistematis yang dilakukan perkebunan dengan mengamati baris nomor 10, 20, 30,..., 110 dan 120 per blok. Baris paling barat blok dianggap sebagai baris pertama. Pengambilan contoh 10% dilakukan di satu blok (Gambar 7.a), satu divisi (Gambar 7.b) dan empat divisi tanaman
16
(Gambar 7.c). Pengujian dilakukan pada tingkatan satu blok, satu divisi dan empat divisi tanaman. Pengujian menggunakan uji t dengan taraf 5%.
Satu blok tanaman terdiri atas 120 baris
Diambil sebagai contoh baris ke10,20, 30, ...120
Pengamatan per baris tanaman
(a) Satu divisi terdiri atas 20 blok tanaman
Semua blok tanaman diamati
Pengamatan per baris tanaman
Satu blok tanaman terdiri atas 120 baris
Diambil sebagai contoh baris ke10,20, 30, ...120
(b)
Empat divisi terdiri atas 80 blok tanaman
Semua blok tanaman diamati
Satu blok tanaman terdiri atas 120 baris
Pengamatan per baris tanaman
Diambil sebagai contoh baris ke 10,20, 30, ...120
(c) Gambar 7. Pengambilan Contoh Sebesar 10% Dilakukan di (a) Satu Blok Tanaman (b) Satu Divisi dan (c) Empat Divisi.
17
2. Hidup-Mati Tanaman Pengujian hidup-mati tanaman dilakukan dengan metode pengacakan baris (Gambar 6). Populasi terdiri atas 62 baris tanaman sagu. Pengacakan baris dilakukan pada berbagai tingkat proporsi. Tingkat proporsi ditentukan oleh jumlah baris. Proporsi yang digunakan adalah 1,6% (1 baris); 4,8% (3 baris); 9,7% (6 baris); 14,5% (9 baris); 25,8% (16 baris); 40,3% (25 baris); 50% (31 baris) dan 64,5% (40 baris). Berbagai tingkat proporsi tersebut dibandingkan dengan populasi menggunakan uji t pada taraf 5%. Faktor Pengamatan Proses pengambilan data dilakukan pengamatan. Peubah yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Jumlah tanaman yang hidup-mati dalam tiap blok 2. Tinggi batang Pengukuran tinggi batang dilakukan dengan megukur tinggi dari pangkal batang sampai pelepah daun paling tua, tapi yang belum kering. Pengukuran dengan menggunakan meteran pengukur tinggi yang sudah mempunyai skala. Pengelompokkan tinggi tanaman adalah 0 – 2 m; 2 – 4 m; 4 – 6 m; 4,6 m dan > 6 m. 3. Diameter batang Pengukuran diameter batang dengan cara mengukur batang yang lurus dengan membersihkan kotorannya terlebih dahulu. Pengukuran diameter batang dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah. Pengukuran diameter dilakukan dengan mengukur keliling menggunakan meteran. Keliling batang dikonversi ke diameter. 4. Ciri kematangan fisiologis tanaman sagu Tanaman sagu dalam proses pematangan mengalami empat fase fisiologis. Fase kematangan fisiologis terdiri atas empat tahapan yaitu wela (buang duri), maputih (mutih), maputih masa (nyorong), dan siri buah (berbunga).
KONDISI UMUM KEBUN Sejarah Kebun P.T. National Timber didirikan tanggal 4 September 1970. Pendirian P.T. National Timber dibuat di hadapan Moehammad Ali Asjoedjir, Wakil Notaris di Pekanbaru melalui akta notaris Nomor 2 tanggal 4 September 1970. Akta tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor J.A.5/4/19 tanggal 7 Januari 1970. Akta Nomor 153 tanggal 24 Desember 1970 dibuat dihadapan Mohamad Said Tadjoedin Notaris di Jakarta. Akta tersebut berisi tentang perubahan nama perseroan menjadi PT. National Timber and Forest Product. Perubahan nama perusahaan yang terakhir berdasarkan akta notaris Nomor 37 tanggal 15 September 2004 yang dibuat dihadapan Singgih Susilo, SH. Notaris di Jakarta. Permohonan pembangunan HTI Murni di Teluk Kepau – Selat Panjang, Propinsi Riau, tercantum dalam Surat Direktur Utama PT. National Timber and Forest Product Nomor 48/NTI/HPH-D/IX/1993 dan Nomor 135/NT/HTID/XII/2004 tanggal 22 Desember 2004. Permohonan tersebut disetujui karena, hutan produksi mempunyai potensi ekonomi. Hutan produksi sebagai sumber daya alam yang mempunyai potensi ekonomi, perlu dimanfaatkan secara optimal, adil dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan surat Direktur Jendral Pengusahaan Hutan Nomor 913/IV-PPH/1994 tanggal 18 April 1994 dan surat Menteri Kehutanan Nomor 1083/Menhut – IV/1995 tanggal 24 Juli 1995 kepada PT. National Timber and Forest Product telah diberikan persetujuan prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam Hutan Tanaman (sagu) atas areal hutan produksi seluas ± 19 900 (sembilan belas ribu sembilan ratus) hektar di Propinsi Riau. Letak Geografis dan Administratif P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu terletak di propinsi daerah tingkat I Riau yang ditatabatas secara geografis terletak antara 00 31' – 10 08' LU dan 1010 43' - 1030 08' BT. Berdasarkan pembagian wilayah
19
administratif, P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu menempati beberapa desa yaitu Desa Tanjung Sari, Desa Kayuara, Desa Sungai Pulau, Desa Kepau Baru, Desa Tanjung Gadai, Desa Teluk Buntal dan Desa Sungai Tohor. P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Daerah Tingkat II Meranti, Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Lokasi kebun P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu berbatasan dengan P.T. UNISRAYA di sebelah utara, P.T. LUM di sebelah barat, Selat Panjang di sebelah timur, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kepau Baru, Kampung Baru, Teluk Buntal dan Tanjung Gadai. Keadaan Tanah dan Iklim Jenis tanah di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu adalah Organosol dan Aluvial. Tanah Organosol tergolong tanah dengan lapisan solum cukup dalam (>100 cm). Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas tergolong merupakan hemik (tingkat pelapukan sampai tingkat menengah). Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan pH berkisar 3,1 – 4,0. Kepekatan terhadap erosi termasuk tinggi, namun mengingat topografi wilayah ini datar, maka kemungkinan terjadinya erosi rendah. Tanah organosol memiliki luasan 19 820 ha atau 99,6 % dan tanah aluvial sebanyak 80 ha atau 0,4 % dengan luasan total 19 900 ha (NTFP, 1997) Keadaan topografi PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu cukup datar karena kelerengannya hanya 0 – 8 % dan ketinggian tempat antara 0 – 5 m dpl (dari permukaan laut). Susunan batuan terdiri atas batuan endapan aluvium muda berumur holosen dan litologi lempung, lanau, kerikil kecil dan sisa tumbuhan di rawa gambut. Pada areal tersebut tidak terdapat deposit tambang (NTFP, 1997). Curah hujan dari hari hujan yang tercatat di Stasiun Pengamatan Selat Panjang untuk tahun 1984 sampai tahun 1988 dan tahun 1991 menunjukkan curah hujan rata-rata tahunan 1955 mm. Menurut klasifikasi Schmidt and Fergusson areal HTI PT. National Timber and Forest Product mempunyai nilai Q = 33,3 %.
20
Curah hujan tertinggi pada bulan November sedangkan curah hujan terendah pada bulan Juli (NTFP,1997). PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu mempunyai beberapa lokasi yang terdapat sungai. Desa yang mempunyai sungai adalah Desa Teluk Buntal, Sungai Pulau dan Mukun. Sungai tersebut adalah Sungai Suir Kiri, anak Sungai Mukun, Sungai Sungai Pulau dan Sungai Buntal. Setiap sungai mempunyai panjang yang berbeda, Sungai Suir Kiri 13,6 km, Sungai Sungai Pulau 7,5 km, Sungai Mukun 7 km, dan Sungai Buntal 3 km. Sungai yang terpanjang adalah Sungai Suir Kiri dan yang terpendek adalah Sungai Buntal. Areal Konsesi dan Kondisi Pertanaman PT. National Timber and Forest Product merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan. Jenis permodalan yang dimiliki oleh HTI tersebut adalah Permodalan Dalam Negeri (PMDN). Pada tanggal 31 Maret 1997 (RKT 1996 /1997), HTI - Murni Sagu PT. National Timber and Forest Product telah merealisasikan penanaman seluas 1 150 ha yaitu terdiri atas tanaman pokok sagu seluas 1 149 Ha, tanaman unggulan setempat 5 ha dan tanaman kehidupan seluas 5 ha. Luas total kawasan hutan HTI – Murni Sagu PT. National Timber and Forest Product seluas 19 900 ha. Areal seluas 19 900 ha menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan terdiri atas Hutan Produksi Terbatas 18 100 ha dan hutan konversi seluas 1 800 ha. Berdasarkan paduserasi (fungsi hutan), kawasan hutan terdiri atas kawasan budidaya Hutan Produksi Tetap 1 555 ha, Hutan Produksi Terbatas 18 145 ha dan Kawasan Budidaya lain 200 ha. Selain paduserasi, pembagian luas juga dibagi menurut penutupan vegatasi. Penutupan Vegetasi terdiri atas Bekas Tebangan 18 565 ha dan Areal Non Hutan seluas 1 335 ha. Areal konsesi dapat digunakan sebagai perlindungan hutan. Hal tersebut sangat diperlukan karena peningkatan jumlah penduduk di dalam dan sekitar areal kerja HTI menyebabkan keutuhan lahan untuk pemukiman dan ladang akan semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian dan pemukiman biasanya diatasi dengan pembukaan areal hutan. Usaha mempersiapkan lahan umumnya dilakukan dengan cara penebangan dan pembakaran hutan. Pola sistem
21
pertanian seperti ini bila tidak terkendali mempunyai potensi yang besar bagi perusakan areal hutan. Penebangan liar yang biasa dikenal dengan banjir kap dilakukan oleh aktivitas manusia sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Gangguan-gangguan terhadap hutan dalam segala bentuknya akan mengganggu kesinambungan penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan kayu. Terdapat dua jenis tanaman sagu yang ditanam di PT National Timber and Forset Product Unit HTI Murni Sagu. Dua jenis sagu tersebut adalah sagu berduri dan sagu tidak berduri. Sagu berduri dibedakan menjadi dua yaitu berduri rapat atau sering disebut tuni dan sagu yang berduri jarang atau rotan. Sagu berduri jarang memiliki keunikan yaitu durinya keras, sedangkan yang berduri rapat memiliki duri yang lebih lunak. Sagu tidak berduri sering disebut dengan molat (bremban). Sagu berduri adalah jenis sagu yang banyak ditanam di PT National Timber and Forset Product Unit HTI Murni Sagu. Sagu berduri memiliki anakan lebih banyak, sehingga untuk perbanyakan lebih mudah dan kandungan patinya pun lebih tinggi. Penanaman sagu pertama kali menggunakan anakan yang dibeli dari warga sekitar. PT National Timber and Foret Product Unit HTI Murni Sagu memiliki jumlah areal sagu yang sudah ditanami sebanyak 11 divisi. Setiap divisi memiliki lahan seluas 1000 ha. 1000 hektar luasan tiap divisi dibagi ke dalam kurang lebih 20 blok, jadi setiap blok memiliki luasan 50 ha. Divisi 1 sampai 11 mempunyai jarak tanam 8 m x 8 m, 10 m x 10 m dan 10 m x 15 m. Posisi 11 divisi tanaman sagu terletak dalam beberapa desa. Letak 11 divisi tersebut adalah Divisi 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru. Divisi 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Divisi 5 dan 7 terletak di Desa Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal Divisi 9, 10, dan 11 terletak di Desa Sungai Pulau.
MENEJERIAL KEBUN Pengorganisasian Kebun P.T. National Timber and Forest Unit HTI Murni Sagu dengan pimpinan utama seorang GM (general manager). GM membawahi kepala tata usaha, koordinator divisi dan tim teknis (technical and suporting team). Tim teknis bertugas meninjau ulang hasil kerja pegawai kontrak. Peninjauan ulang dilakukan setelah kegiatan selesai dilakukan. Peninjauan ulang dilakukan pada kegiatan pengendalian gulma manual. Kepala tata usaha bertugas untuk mengontrol semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan. Koordinator divisi mendapat perintah langsung dari GM. Perintah langsung dilakukan untuk kegiatan yang mendadak. Perintah secara langsung dilakukan melalui telepon atau bertatap muka langsung. Tim teknis dibawah GM langsung. Tim teknis terdiri atas tiga orang. Tim tersebut bertugas untuk membantu kelangsungan pekerjaan dari GM. Tim tersebut dapat memberi masukan tentang semua kebijakan kepada GM. Kepala tata usaha membawahi empat bagian. Ke-empat bagian tersebut adalah bagian umum, personalia, pembukuan dan gudang. Bagian umum dibagi menjadi dua tempat yaitu di camp utama tanjung bandul dan kantor Selat Panjang. Bagian gudang bertugas untuk merekap keluar masuknya barang. Gudang di kantor utama tanjung bandul. Gudang berfungsi sebagai tempat transit barang, selain itu gudang juga berguna untuk penampungan sementara sebelum sampai ke lapangan. Bagian personalia bertugas untuk mencatat kerja karyawan. Kerja karyawan yang dicatat meliputi lembur dan jumlah kerja buruh harian lepas. Bagian pembukuan bertugas untuk merekap hasil kegiatan di perkebunan. Pembukuan dilakukan setiap hari. Koordinator divisi bertugas mengawasi semua kegiatan di lapangan. Koordinator divisi mebawahi empat divisi, panen dan sarana prasarana. Ke-empat divisi memiliki tanggung jawab mengelola perkebunan masing-masing seluas 1 000 ha. Setiap divisi dipimpin oleh asisten divisi. Tim panen membawahi kegiatan panen dan sensus. Sarana prasarana bertugas mengontrol semua saran perkebunan. Komunikasi yang dilakukan di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu adalah komunikasi intern tegak lurus. Departemen penera-
23
ngan (1984) menyatakan bahwa instruksi dan laporan yang dikirimkan dan diterima oleh menejemen merupakan komunikasi intern yang tegak lurus. Instruksi diberikan ke bawah, sedang laporan disampaikan keatas melalui garis hierarki yang ditentukan. Selain bersifat instruksi, komunikasi juga merupakan edukasi dan informasi. Selain komunikasi tegak lurus, komunikasi intern dilakukan mendatar atau horisontal. Hubungan tersebut dilakukan dengan lisan atau tulisan sebagai pertukaran informasi antar bagian. Komunikasi tegak lurus dan mendatar diselenggarakan intern dalam rangka hubungan antar-karyawan. Di samping itu perusahaan mengadakan komunikasi ekstern dengan pihak ketiga. Pihak ketiga bisa berupa, anak perusahaan, instansi pemerintah, konsumen, pemegang saham dan lembaga masyarakat. Komunikasi intern (dalam) suatu perusahaan yaitu komunikasi tegak lurus ke bawah, tegak lurus ke atas dan komunikasi mendatar (horisontal). Komunikasi intern tegak lurus ke bawah adalah suatu perintah (instruksi) dari atasan ke bawahan. Komunikasi tegak lurus ke atas adalah penyampaian laporan, masukan dan data ke atasan. Data yang disampaikan ke atasan harus tepat waktu supaya menejemen dapat mengambil keputusan tepat waktu. Komunikasi horinsontal adalah komunikasi yang dilakukan antar-bagian. Komunikasi tersebut berisi tentang pertukaran informasi antar-bagian. Pelaksanaan menejerial di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu hanya komunikasi intern tegak lurus ke bawah. Suatu struktur organisasi seharusnya terdapat garis putus-putus horisontal yang menunjukkan adanya koordinasi antar-bagian. Di perusahaan tersebut juga belum terdapat adanya garis tegak lurus ke atas yang menunjukkan adanya masukan bagi atasan. Koordinator divisi juga merangkap sebagai asisten divisi. Hal tersebut membuat garis koordinasi menjadi kacau. Deskripsi Kerja Karyawan Buruh Harian Lepas (BHL) Buruh harian lepas (bhl) mempunyai pekerjaan utama nyemprot dan perawatan kebun. Buruh harian lepas mendapatkan upah sebesar Rp. 38 400,- per hari. Sistem kerja buruh harian lepas hanya terpatok dengan jumlah waktu kerja. Buruh harian lepas tidak mempunyai target yang harus dicapai, maka peran pe-
24
ngawas sangat diperlukan. Peran pengawas adalah menegur atau mengingatkan apabila terjadi kesalahan. Warga yang ingin menjadi buruh harian lepas harus menyerahkan kartu identitas terlebih dahulu. Buruh harian lepas dapat menjadi karyawan bulanan apabila sudah bekerja menjadi buruh harian lepas lebih dari 3 bulan secara terus menerus. Buruh bulanan dapat menjadi karyawan dengan berbagai pertimbangan dari kebun. Buruh harian lepas mendapatkan upah pada hari kamis. Karyawan Tetap Karyawan tetap adalah pegawai bulanan yang mendapatkan gaji satu bulan sekali. Gaji pegawai bulanan tetap walaupun dia tidak masuk kerja. Apabila, pegawai tersebut tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas maka akan dipotong masa cutinya. Karyawan bulanan memiliki fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan diberikan oleh perkebunan satu bidan yang bertempat di camp 3. Bidan memiliki klinik dan ruang inap tersendiri. Surat rujukan sakit dapat diminta ke kerani masing-masing divisi dan diketahui oleh asisten divisinya. Karyawan tetap pada akhir tahun mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Tunjangan hari raya nilainya sebesar satu kali gaji. Proses perekrutan karyawan tetap pertama dari karyawan harian dan kemudian mendapatkan rekomendasi dari asisten divisi. Karyawan tetap di lapangan bertugas sebagai pengawas (mandor). Mandor bertugas di lapangan untuk mengatur dan mengawasi kinerja pekerja baik itu buruh harian lepas maupun pekerja kontrak. Mandor bertugas dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00 dengan istirahat satu jam yaitu dari pukul 12.00 sampai pukul 13.00. Mandor pada pukul 07.00 harus sudah di lapangan. Mandor dari camp (tempat tinggal karyawan) ke kebun menggunakan alat angkut air yang dinamakan pokcai. Pokcai dikendarai oleh operator khusus dari perusahaan. Pengemudi pokcai ditugaskan untuk mengangkut karyawan, mengantar tamu dan menjemput belanja camp. Kontrak Karyawan kontrak adalah karyawan yang direkrut oleh kontraktor. Kontraktor menandatangi SPK (surat perjanjian kontrak) dengan perusahaan yang berguna sebagai acuan dalam melakukan pekerjaan. Karyawan kontrak digunakan
25
perusahaan untuk kegiatan pengendalian gulma secara manual (manual weeding) dan pembuatan gawangan setapak (lorong tikus) untuk sensus. Kontraktor mempunyai target, karena semakin cepat pekerjaan akan semakin besar upah yang didapat. Pembayaran pembersihan gulma secara manual akan dilakukan apabila kegiatan dalam satu blok telah selesai. Kontraktor berkewajiban untuk menanggung semua keperluan pegawai kontrak seperti, kesehatan, makanan dan tempat tinggal. Tempat tinggal menggunakan gubuk yang sudah disiapkan perusahaan. Gubuk terletak dekat dengan lokasi kerja.
PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA Persiapan Bahan Tanam P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dalam melakukan pembibitan dengan cara mengambil anakan yang berumur kurang dari satu tahun. Bibit diperoleh dari kebun sendiri. Beberapa kriteria yang digunakan adalah bibit masih segar dengan pelepah masih hijau, bibit sudah tua (dicirikan bonggol sudah keras), pelepah dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, bibit yang memenuhi kriteria tapi ukurannya kecil dihitung setengah dan bibit di dapat dari rumpun yang sudah dipanen atau induk yang sudah matang.
Gambar 8. Berbagai Bentuk Banir Anakan Sagu (kanan banir berbentuk L, tengah berbentuk tapal kuda, dan kiri keladi) Bibit didapat dengan menggunakan sistem borongan. Harga untuk satu bibit Rp. 700,-. Pembayaran dilakukan apabila telah dilakukan penyeleksian. Setelah dilakukan penyeleksian maka dilakukan pembibitan di kanal. Bentuk anakan ada tiga jenis yaitu banir yang berbentuk tapal kuda, keladi dan L (Gambar 8). Bibit yang bagus adalah banir berbentuk L, tidak menempel dengan induk, mempunyai berat lebih dari 1,5 kg. Bibit yang digunakan tidak menempel dengan induk agar tidak merusak batang induk, karena apabila batang induk luka maka akan mengundang kumbang sagu. Kumbang sagu merupakan hama yang paling membahayakan tanaman sagu.
27
Pembibitan Bibit yang akan disemai harus memenuhi kriteria. Bibit yang disemai harus dipotong pelepahnya dan disisakan sepanjang 30 – 40 cm dari pangkal banir. Rhizome harus ditinggalkan kurang lebih 5 cm dari dasar banir. Banir yang ditinggalkan berguna untuk tanaman hidup saat dilakukan persemaian di kanal. Kanal yang digunakan untuk persemaian adalah kanal yang airnya tenang. Pembibitan sangat diperlukan bagi tanaman sagu. Pembibitan dilakukan di kanal, sehingga membutuhkan rakit. Pembuatan rakit oleh pemborong dengan harga satu rakit Rp. 5000,-. Pembuatan rakit dari pelepah sagu yang sudah kering. Rakit yang dibuat mempunyai panjang 2,5 m, lebar 1 m, dan tinggi 0,3 m. Pelepah sagu yang berukuran 1 m berjumlah 12 pelepah dan yang berukuran 2,5 m berjumlah 12 pelepah (6 pelepah untuk disusun ke atas dan 6 pelepah untuk alas) (Gambar 9). Jumlah pelepah untuk alas dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Rakit dibagi dalam tiga bagian, hal ini dimaksudkan agar saat di air rakit tidak mudah goyang atau berat sebelah. Penempatan rakit di dalam air dengan menggunakan penahan yang disangkutkan ke tepi kanal agar anakan sagu tidak hanyut.
Gambar 9. Proses Pembuatan Rakit Pelaksanaan Pengendalian Gulma (Weeding) Pengendalian gulma merupakan suatu kegiatan awal yang dilakukan sebelum pelaksanaan perawatan dilakukan. Pengendalian gulma adalah pembersihan blok dari tanaman pengganggu khususnya gulma lunak atau semak. Pelaksanaan pengendalian gulma dilakukan dua tahap yaitu secara manual dan secara kimia. Pelaksanaan pengendalian gulma adalah sebagai berikut:
28
1. Pengendalian gulma secara manual Pengendalian gulma manual yang dilakukan adalah pembersihan gawangan hidup dan piringan (keliling rumpun sagu). Gawangan hidup adalah jalan yang digunakan untuk pengangkutan hasil panen, pupuk maupun yang lain untuk keperluan dalam blok. Pelaksanaan pengendalian gulma secara manual sistem kerjanya meggunakan rombongan. Satu rombongan terdiri atas delapan sampai 10 orang. Pembayaran ke harian kontrak dilakukan setelah menyelesaikan satu blok tanaman. Pengecekan oleh tim teknis (TS) dilakukan sebelum pembayaran. Tim teknis bertugas mengecek dan memberikan rekomendasi ke bagian pembayaran tentang berapa besar pembayaran yang akan dilakukan. Pelaksanaan pembuatan gawangan hidup dengan memangkasan gulma selebar 1,5 m dan terletak simetris antara rumpun sagu. Pangkasan gulma lunak (pakis) dan pohon yang memiliki diameter lebih kecil dari 10 cm dipangkas 5 cm dari permukaan tanah. Gulma pohon yang sudah memiliki diameter batang lebih dari 10 cm bagian kulit batang dibuang sampai batas kambium. Pembuangan tersebut bertujuan untuk memutus jaringan floem. Jaringan floem yang putus akan menyebabkan akar tidak menerima hasil fotosintesis. Kurangnya pasokan karbohidrat hasil fotosintesis ke akar menyebabkan tanaman menjadi layu. Tanaman yang sudah layu dan kering akan mudah untuk dipotong. Gulma jenis pandan dipangkas sampai 5 cm dari permukaan tanah. Pada saat pembuatan gawangan hidup menjumpai rumpun sagu di tengah gawangan hidup maka, gawangan hidup dapat dibelokkan asal letakya simetris diantara dua rumpun sagu. Pembersihan piringan adalah pembersihan keliling rumpun sagu yang berjarak 1 m dari batas terluar rumpun. Keadaan piringan harus bersih dari gulma. Sebelum dibuat piringan harus dibuat jalan masuk ke piringan yang lebarnya kurang lebih 1 m (Gambar 10). Fungsi dari piringan adalah untuk memudahkan perawatan. Pembersihan piringan juga dengan membuang pelepah kering bisa dipangkas atau ditarik. Pelepah yang masih hijau tidak dibuang, karena akan mempengaruhi jumlah fotosintat yang
29
dihasilkan. Pelepah kering dibuang ke dalam gawangan mati. Pemangkasan di piringan setinggi 5 cm dari permukaan tanah.
Gambar 10. Pelaksanaan Pengendalian Gulma Secara Manual 2. Pengendalian gulma secara kimia Pengendalian gulma secara kimia dilakukan setelah pengendalian gulma secara manual selesai. Pengendalian gulma secara kimia sering disebut dengan penyemprotan. Penyemprotan menggunakan bahan kimia dengan bahan aktif metilsulfuron dan paraquat. Dosis penyemprotan adalah 60 ml paraquat dan 2,5 gram metilsulfuron yang dilarutkan dalam 16 liter air. Nozzel menggunakan warna merah kipas. Nozzel merah mempunyai lebar semprot 1,5 m. Pelarutan ke dalam tangki penyemprotan mengandung bahan kimia metilsulfuron. Metilsulfuron yang berbentuk granul harus dicairkan terlebih dahulu. Metilsulfuron yang sudah cair dimasukkan ke dalam tangki kemudian dicampur dengan paraquat. Paraquat dan metilsulfuron yang sudah dimasukkan ke dalam tangki kemudian dicampur dengan air sampai 16 liter. Penyemprotan yang dilakukan harus mengecek tangki terlebih dahulu. Tutup tangki harus kencang agar saat menyemprot tidak bocor. Tangki diletakkan di punggung secara perlahan. Pompa tangki sampai tidak bisa dipompa lagi. Goyang tangki agar larutan tidak mengendap. Te-
30
kanan di dalam tangki dijaga agar sama. Perlakuan tersebut akan memberikan hasil yang bagus. Penyemprotan gawangan hidup memiliki lebar 1,5 m sedangkan penyemprotan piringan selebar 1 m dan berjarak 20 cm dari titik terluar rumpun sagu. Buruh harian lepas semprot dalam waktu satu hari menghasilkan empat gawangan hidup dan piringan dalam waktu tujuh jam kerja. Prestasi kerja buruh harian lepas adalah 1,6 ha per HOK. Kontrol Pertumbuhan (Penjarangan Anakan) Kontrol pertumbuhan sangat diperlukan untuk menjaga kontinuitas panen. Sebelum dilakukan penjarangan anakan (prunning) sensus harus dilakukan terlebih dahulu. Sensus sebelum dilakukan harus melakukan koordinasi dengan divisi sensus. Sensus dilakukan dengan cara membawa cat warna merah, putih dan kuning. Setiap warna cat memiliki fungsi masing-masing, cat warna putih sebagai anakan yang ditinggalkan, merah dibuang dan warna kuning digunakan untuk abut. Anakan yang menempel pada tanaman induk dibuang dengan dipotong menggunakan parang sampai dasar tangkai daun dan pemangkasan jangan sampai mengenai titik pertumbuhan. Pemangkasan anakan yang menempel pada induk akan menimbulkan luka. Luka tersebut akan mengundang hama R. ferrugineus Oliver (kumbang sagu). Penjarangan anakan dilakukan setelah induk berumur dua tahun. Kegiatan penjarangan anakan dilakukan setiap dua tahun sekali. Setiap penjarangan anakan disisakan satu anakan sehingga perbedaan umur antara anakan maupun dengan induk dua tahun. Penjarangan anakan lebih baik apabila setiap tahun disisakan satu, sehingga jarak antar anakan maupun induk dengan anakan maupun dengan induk satu tahun. Jika hal tersebut dilakukan maka, panen dapat satu tahun. Anakan yang tidak menempel dengan induk dapat dibuang menggunakan alat bantu dodos. Pembuangan anakan harus sampai memotong rhizome. Pembuangan anakan yang baru tumbuh cukup dengan memangkas daunnya. P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dalam melakukan penjarangan anakan banyak kesalahan sehingga, umur antara induk dengan anakan terpaut jauh.
31
Pengelolaan Air Pengelolaan air sangat diperlukan untuk tanaman sagu. Faktor yang paling penting dalam pengelolaan sagu adalah ketinggian air. Ketinggian air di kanal harus selalu dijaga antara 30 cm – 50 cm dari permukaan tanah. PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu saat ini telah melakukan pendalaman kanal (pencucian kanal) dan pembuatan kanal baru. Pembuatan kanal baru dilakukan di batas terluar perusahaan. Jenis kanal dibagi menjadi tiga yaitu kanal utama, kanal kolektor (penghubung antara kanal utama dengan kanal cabang) dan kanal cabang. Setiap jenis kanal memiliki ukuran berbeda kanal utama lebarnya 6 m dalamnya 4 m, kanal kolektor (collector) lebarnya 5 m dalamnya 3 m dan kanal cabang lebarnya 3 m dalamnya 3 m. Kanal memiliki fungsi masing-masing, kanal utama berfungsi sebagai alat transportasi antara divisi, kanal kolektor sebagai penghubung antara kanal cabang dengan kanal utama, dan kanal cabang berfungsi untuk pengangkutan bibit dan pupuk. Fungsi lain kanal adalah sebagai antisipasi saat terjadi kebakaran. Penggalian kanal menggunakan ekskavator tipe EX 200 lengan pendek (short arm). Penggalian kanal dengan cara memasukkan pengeruk (bucket) ke dalam kanal. Pemasukan pengeruk ke kanal harus secara perlahan. Setelah pengeruk masuk, pengeruk ditarik ke samping sambil membuat dasar kanal (pemadatan dasar kanal) dan pengangkatan pengeruk pun harus pelan, agar yang terangkat gambut. Pengangkatan pengeruk yang secara tergesa-gesa akan mengakitbatkan pendangkalan karena yang terangkat hanya air. Tepi kanal dibuat miring (slope) 300. Sisi kanal yang berdekatan dengan jalan dibuat miring. Hal tersebut dilakukan pada pedalaman kanal pertama. Pendalaman kanal yang berikutnya menggunakan lengan panjang (long arm) dan membuat kanal yang miring di kedua sisi kanal. Waktu kerja ekskavator selama 10 jam per hari. Ekskavator kerja dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 18.00 dengan waktu istirahat satu jam yaitu dari pukul 12.00 sampai pukul 13.00. Satu ekskavator dijaga oleh dua orang, satu sebagai operator dan yang satunya sebagai asisten pendamping operator ekskavator (helper). Karyawan ekskavator disediakan bukan dari perusahaan. Karyawan perusahaan melakukan pengukuran panjang galian kanal, pemancangan kanal,
32
pengawasan kerja dan memberi teguran apabila diperlukan. Pelaporan hasil kerja penggalian kanal dilakukan setiap hari dan mendapat tanda tangan dari operator ekskavator serta mandor pengawas. Pelaporan ke kantor pusat dilakukan pada keesokan harinya. Prestasi kerja pencucian kanal rata-rata 200 meter per hari. Penggalian kanal baru dilakukan di lahan yang berbatasan dengan lahan masyarakat atau dengan perusahaan lain. Penggalian kanal baru di bagian perbatasan dengan lahan PT. LUM (intag) mempunyai kemiringan 1120 dan berbentuk lurus. Pemancangan dilakukan sebelum penggalian kanal. Pemancangan menggunakan kayu (pancang) yang diberi cat merah di bagian ujung (Gambar 11). Pancang terletak di tengah kanal, sehingga penggalian dimulai dari tengah kanal. Pembuatan kanal baru memiliki prestasi kerja yang lebih sedikit yaitu 80 meter satu hari kerja. Hal tersebut disebabkan karena lahan yang belum padat dan susahnya medan, karena harus menembus hutan.
(a)
(b)
Gambar 11. (a) Proses Pengalian Kanal Dengan Ekskavator dan (b) Pemancangan Untuk Patokan Penggalian di Areal Intag Pengelolan air agar dapat menunjang budidaya sagu memerlukan beberapa alat bantu. Alat bantu tersebut antara lain: 1.
Pengukur tinggi air kanal Pengukur tinggi air kanal (Canal water level) merupakan alat yang dipasang di kanal untuk mengetahui tinggi air dari permukaan tanah. Alat
33
ukur tersebut dibuat dari kayu yang berukuran 5 cm x 5 cm x 210 cm dan diberi skala. Alat ukur tersebut diberi warna dasar putih dan diberi skala setiap 10 cm. Titik 0 (nol) terletak datar dengan permukaan tanah. Skala 30 cm dari titik 0 (nol) diberi warna hitam. Skala lebih besar dari 30 cm ke arah bawah diberi warna merah. Pemasangan alat ukur tersebut di titik strategis dan ditancapkan ke dalam kanal (Gambar 12). Titik 0 (nol) diletakkan lurus dengan tanah yang menunjukkan tinggi air sama dengan tinggi lahan atau tanah. Tinggi kanal yang baik 30 cm sampai 50 cm dari permukaan tanah. Jika alat ukur menunjukkan lebih dari 50 cm maka harus dilakukan pembendungan agar tinggi permukaan air naik. Alat ukur menunjukkan lebih dari 30 cm maka bendungan harus dibuka. = titik 0 (nol) .........
= permukaan air kanal
Gambar 12. Pemasangan Alat Pengukur Tinggi Air Kanal (Canal water level) 2. Pizzo meter Pizzo meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian di tengah blok. Pizzo meter diletakkan di tengah blok dan diberi pagar untuk menghindari gangguan binatang liar (Gambar 13). Bagian utama pizzo meter terbuat dari peralon berdiameter 7,5 cm (3 inci) dan memiliki panjang 200 cm. Peralon diberi lubang agar air masuk. Peralon ditanam di tengah blok. Pizzo meter memiliki panjang 2 m. Lubang kecil dibuat dari ujung sampai 1,5 m (panjang peralon 2 m). Bagian ujung atas diberi penyangga. Apabila, pizzo meter menunjukkan ketinggian dari permukaan
34
tanah melebihi 50 cm maka permukaan air kanal perlu ditinggikan. Tinggi permukaan air kanal sama dengan tinggi tengah blok.
(a)
(b)
Gambar 13. (a) Skema Pizzo Meter dan (b) Pemasangan Pizzo Meter di Lapangan 3. Bendungan Bendungan (emergency gate) merupakan pintu air untuk tempat keluar masuknya air. Bendungan berfungsi untuk mengontrol tinggi permukaan air. Tinggi permukaan air kurang dari 30 cm (diukur dari permukaan tanah) maka dilakukan pembukaan bendungan. Tinggi permukaan air melebihi 50 cm maka dilakukan pembendungan. Bendungan memiliki dua bagian yaitu bendungan dengan pintu dan saluran pembuangan (over flow) air. Bendungan dengan pintu memiliki bagian yang dapat dibuka tutup serta permanen dan bagian yang memiliki saluran pembuangan air. Bagian yang dapat dibuka tutup terbuat dari papan berukuran 2,5 cm (1 inci), sedangkan yang permanen adalah papan berukuran 1 inci yang ditimbun dengan tanah. Bagian permanen terletak di bagian bawah. Bendungan juga digunakan untuk mengangkut tual (batang sagu) yang memiliki panjang 42 inci (1, 16 m) ke laut. Lebar bendungan adalah 1,5 m (Gambar 14). Bendungan dengan saluran pembuangan air adalah bendungan yang memiliki dua bagian yaitu bendungan utama dan bagian pembuangan air. Bendungan utama terbuat dari kayu-kayu yang tertancap di tanah dan antara kayu diisi dengan tanah. Bendungan utama memiliki fungsi untuk menahan arus air dan menjaga ketinggian air. Saluran pembuangan air
35
berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air yang letaknya mengitari bendungan utama.
Gambar 14. Bendungan Dengan Pintu Air Buka Tutup Sensus Sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi kebun secara menyeluruh. Sensus yang dilakukan di PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu meliputi sensus hidup mati, taksasi produksi dan sensus panen. Sensus dibagi dalam regu kecil yang setiap regu terdiri atas dua orang. Pengambilan data sensus dengan cara masuk ke gawangan hidup. Satu gawangan hidup data diambil dua jalur yang terletak di samping kanan kiri. Sensus (pengambilan data) tanaman dimulai dari sebelah barat laut blok. Pengambilan data dilakukan oleh dua orang. Satu orang bertugas menebas untuk perintisan jalan dan yang satunya bertugas mengambil data (blok yang belum dilakukan pengendalian gulma). Karyawan yang bertugas mengambil data membawa cat, lembar pengamatan (thally sheet), alat tulis dan alat ukur meteran. Cat digunakan untuk memberi tanda silang pada tanaman yang sudah memasuki masa panen, sedangkan meteran digunakan untuk mengukur diameter tanaman yang sudah memasuki masa panen. Cat yang digunakan berwarna merah. Dua karyawan ditargetkan menyensus empat gawangan hidup untuk blok yang sudah dilakukan pengendalian gulma. Blok yang belum dilakukan pengendalian gulma, dua karyawan ditargetkan dua gawangan hidup (empat jalur). Sensus taksasi produksi dilakukan oleh dua orang, satu orang bertugas mencatat dan yang lain memperkirakan tinggi tanaman .Hal tersebut dilakukan untuk blok
36
yang telah dilakukan pengendalian gulma. Blok yang belum dilakukan pengen dalian gulma, sensus membutuhkan waktu satu jam untuk satu gawangan hidup Sensus yang dilakukan di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu meliputi sensus taksasi produksi (tinggi tanaman), sensus panen dan sensus hidup-mati tanaman. Sensus taksasi produksi digolongkan menjadi empat ketinggian yaitu tinggi 0 – 2 m, 2 – 4 m, 4 – 6 m dan > 6 m. Tinggi 0 (nol) m adalah saat punggung gajah. Punggung gajah adalah masa saat transisi dari pelepah menuju ke masa pembentukan batang. Masa transisi pembentukan batang dicirikan dengan pecahnya pelepah bagian bawah dan akar sagu terlihat muncul atau menggantung. Tanaman yang sudah memasuki masa panen diukur lingkar batang (konversi ke diameter). Pengukuran diameter pada ketinggian 1,3 m atau sebatas dada orang dewasa (Gambar 15.b). Pengukuran diameter dengan membersihkan batang sagu dari pelepah daun kering terlebih dahulu. Tanaman yang memasuki masa panen adalah tanaman yang sagu yang nyorong (mulai masuk masa generatif). Sensus hidup-mati tanaman digunakan untuk mengetahui jumlah tanaman yang diperlukan saat penyulaman. dst
(a)
Keterangan: = jalur sensus tanaman = rumpun tanaman sagu
(b) Gambar 15. (a) Jalur Sensus Tanaman dan (b) Pengukuran Keliling Tanaman
37
Panen Panen adalah kegiatan yang dilakukan dengan menebang tanaman yang sudah memasuki kriteria pemanenan. Kriteria tanaman untuk dipanen adalah tanaman sagu yang sudah nyorong. Nyorong adalah fase pertumbuhan tanaman sagu yang pelepah batangnya mengecil sampai menuju ke pembungaan. Pemanenan dilakukan setelah dilakukan sensus. Tanaman yang sudah masuk masa panen diberi tanda silang berwarna merah. Panen dilakukan oleh pemborong. Pemborong sebelum melakukan pemanenan harus menandatangani surat perjanjian kerja (SPK) yang diajukan oleh perusahaan. Surat perjanjian kerja yang sudah disetujui menjadi pedoman dalam melakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan langsung oleh mandor panen yang bertanggung jawab kepada asisten panen. Pelaksanaan panen dilakukan pada tanaman yang sudah diberi tanda silang berwarna merah. Bagian batang yang akan ditebang dibersihkan dari duri. Panjangnya pembersihan kurang lebih 1 m dari permukaan tanah. Pemotongan pangkal batang sagu (penebangan) menggunakan kampak. Penebangan harus hati-hati agar tidak mengenai tanaman sagu yang lain. Penebangan juga harus menghitung arah angin. Penebangan dilakukan maksimal setinggi 10 cm dari permukaan tanah. Penebangan serendah mungkin, karena pangkal tanaman sagu mengandung pati paling banyak. Tanaman yang sudah roboh dibersihkan dari duri. Tanaman sagu yang roboh dan sudah bersih dari duri diukur panjangnya. Pengukuran panjang batang sagu sekaligus pemberian tanda setiap 42 inchi (105 cm). Tanda tersebut adalah letak pemotongan batang sagu (Gambar 16.b). Tual adalah potongan batang sagu yang memiliki panjang 105 cm. Pemotongan batang sagu ke dalam bentuk tual dengan menggunakan gergaji mesin (chain saw) supaya sedikit sagu yang terbuang saat pemotongan. Tual digelindingkan (digolek) dengan menggunakan kayu kecil yang kurang lebih mempunyai panjang 1,5 m (Gambar 16.a). Kayu kecil dibuat dari kayu kuat yang terdapat di sekitar kebun. Kayu kecil dibuat seperti dayung dan bagian yang lebar diberi lubang. Cara pemindahan tual sagu dengan memasukkan besi berukuran sepanjang kurang lebih 10 cm melalui kayu yang sudah berlubang dari kedua sisi. Tual yang sudah dipasang dengan kayu tersebut digelindingkan. Penggelindingan tual
38
hanya sampai pinggir parit irigasi (kanal). Satu orang dapat memperoleh 20 – 30 tual dalam waktu satu hari untuk melakukan hal tersebut. Tual sagu yang sudah mencapai pinggir kanal dibuat “lubang hidung” yang berfungsi untuk mengikat tual sagu. Tual sagu dimasukkan ke kanal setelah mencapai jumlah yang cukup. Tual sagu di dalam kanal diikat dengan tali pada “lubang hidung”-nya. Satu baris tual sagu terdapat 20-30 tual. Perendaman di kanal tidak boleh terlalu lama karena, apabila terlalu lama akan terserang hama R. ferrugineus Oliver (kumbang sagu). Tual yang direndam di dalam kanal maksimal dua minggu. Perendaman yang melebihi dua minggu akan menyebabkan tual menjadi rusak. Kerusakan tual dicirikan dengan lendir yang keluar dari tual dan terdapat fungi berwarna hitam. Fungi berwarna hitam terdapat pada tual yang tidak terendam air. Tual yang terendam air kerusakannya lebih sedikit. Tual di kanal setelah mencapai jumlah yang ditentukan dipindahkan ke laut. Pemindahan tual ditarik menggunakan kapal kecil (pompong) melewati kanal. Pemindahan tual bertujuan di laut. Tual yang jumlahnya minimal 1 500 dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi pati atau tepung.
(a)
(b)
Gambar 16. (a) Penggelindingan Tual (b) Pengukuran Panjang Tual Oleh Mandor Panen
Sensus Bersama Sensus bersama dilakukan antara pihak Sampoerna dan Siak Raya Group. Sampoerna sebagai pihak pembeli dan Siak Raya Group sebagai penjual kebun
39
sagu. Sampoerna sudah membiayai operasional perkebunan P.T National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu (anak cabang perusahaan Siak Raya Group) mulai awal tahun 2009. Setelah beberapa bulan operasional berjalan, Sampoerna mulai menemukan kejanggalan dengan data yang telah diterima. Hal tersebut yang mendasari dilakukan sensus bersama. Data sensus bersama digunakan sebagai patokan untuk transaksi jual beli. Sensus bersama mulai dilakukan pada tanggal 11 Juni 2009. Tanggal 9 Juni 2009 dilakukan rapat di Selat Panjang, Kabupaten Meranti. Tanggal 10 juni 2009 dilakukan demo yang dihadiri oleh pihak Sampoerna dan Siak Raya Group. Demo tersebut bertujuan untuk penyamaan pandangan tentang hasil rapat yang sudah dilakukan hari sebelumnya. Pelaksanaan sensus yaitu sensus hidup-mati tanaman yang diambil 50% sedangkan, taksasi produksi sebanyak 10% dari populasi. Sensus dilakukan dari Divisi 1 sampai Divisi 8. Sensus dibagi menjadi dua tim besar yaitu tim sensus hidup-mati dan taksasi produksi. Sensus hidup-mati dilakukan oleh lima orang dengan tanggung jawab 12 baris tanaman per orang. Taksasi produksi dibagi dua tim yang setiap tim bertanggung jawab enam baris tanaman. Sensus hidup-mati dilakukan oleh karyawan sedangkan, taksasi produksi dilakukan oleh perwakilan Sampoerna dan Siak Raya Group yang berjumlah dua orang (Gambar 17). Penghitungan hasil sensus langsung dilakukan di lapangan. Hasil sensus yang telah sampai camp dilakukan penghitungan ulang oleh pimpinan (leader) tim. Pemimpin tim mengecek apabila, terjadi kesalahan penghitungan atau tulisan yang kurang jelas. Penyensus dipanggil apabila hal tersebut terjadi. Setelah koreksi di camp selesai, lembar pengamatan (thally sheet) ditandatangani oleh kedua belah pihak. Lembar pengamatan yang sudah ditandatangani dikirim ke camp utama (Camp Tanjung Bandul) untuk dilakukan rekapitulasi. Pelaporan sementara dari lapangan langsung dilaporkan ke kantor Selat Panjang. Setiap hari hasil laporan di kantor Selat Panjang dikirimkan ke kantor utama Sampoerna di Jakarta. Pelaporan yang dilakukan setiap hari adalah jumlah tanaman hidup-mati dan taksasi produksi. Pelaksanaan sensus pertama diutamakan pada Divisi 1 sampai 4. Hal tersebut dilakukan karena, saat ini pelaksanaan teknik budidaya sedang diutamakan di
40
Divisi 1 sampai 4. Pada hasil sensus sebelumnya, Divisi 1 sampai 4 memiliki jumlah tanaman yang terbanyak. Empat divisi tersebut terletak di daerah Kampung Baru dan Kepau Baru. Pelaksanaan sensus dibagi dalam empat tim yang masingmasing bertanggung jawab pada divisinya. Setiap satu divisi terdapat perwakilan dari Siak Raya Group sebanyak dua orang. Setiap divisi terdapat satu orang pimpinan tim (leader) dari perwakilan Sampoerna yang bertugas mengecek hasil kerja di lapangan. Divisi 5, 6, 7 dan 8 tidak dilakukan teknik budidaya selama beberapa tahun terakhir. Karena hal tersebut, Divisi 5, 6, 7 dan 8 memiliki perlakuan khusus. Perlakuan khusus tersebut adalah sensus hidup-mati dan taksasi produksi sebesar 10% dari populasi.
Gambar 17. Pelaksanaan Sensus Bersama
HASIL DAN PEMBAHASAN Teknis Budidaya Sagu Budidaya tanaman sagu terdiri atas kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Penyiapan lahan untuk saat ini belum dilakukan karena sedang terjadi masa transisi dari Siak Raya Group ke Sampoerna tbk. Penanaman dilakukan saat penyulaman maupun setelah pembukaan lahan. Penanaman belum dilakukan karena bibit belum tersedia. Pemeliharaan dan panen sedang dilakukan oleh perusahaan saat ini. Perbanyakan tanaman sagu dapat melalui dua cara yaitu dengan vegetatif dan generatif. Perbanyakan tanaman yang dilakukan di P.T. National Timber and Forest Product Unit Hti Murni Sagu adalah menggunakan perbanyakan vegetataif. Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan menggunakan anakan (abut). Anakan sagu yang bagus adalah anakan yang memilki berat 2 -3 kg dan banir (bonggol anak sagu) berbentuk L. Anakan diperoleh dari induk yang sudah dewasa atau sudah dipanen. Pengambilan anakan menggunakan alat bantu yang disebut dodos. Luka akibat pengambilan anakan harus ditutup dengan tanah agar induk tidak terserang ulat sagu (larva R. ferrugineus Oliver). Ulat sagu adalah hama yang paling membahayakan. Pemeliharaan adalah kegiatan perawatan tanaman. Pelaksanaan pemeliharaan tanaman sagu di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dilakukan di Divisi 1 sampai 4. Ke-empat divisi tersebut berdasarkan hasil sensus tahun 2004 memiliki jumlah tanaman terbanyak. Pelaksanaan pemeliharaan yang dilakukan adalah pengendalian gulma dan penjarangan anakan. Pengendalian gulma (weeding) dilakukan dengan dua cara yaitu manual dan kimia. Pengendalian gulma secara manual (manual weeding) adalah dengan membuat gawangan hidup dan piringan di sekitar rumpun menggunakan parang. Gawangan hidup adalah lorong yang terletak di antara baris tanaman sagu. Gawangan hidup membujur dari utara ke selatan. Gawangan hidup letaknya berselang-seling dengan gawangan mati. Gawangan hidup berukuran selebar 1,5 m dan tinggi tebasan gulma 5 cm dari permukaan gambut. Gawangan hidup diguna-
42
kan untuk jalur perawatan kebun. Fungsi gawangan hidup adalah sebagai jalan pengangkutan pupuk, tual dan jalur penyemprotan. Selain pembuatan gawangan hidup, tengah blok juga dibuat jalan tengah. Jalan tengah berfungsi untuk pengawasan kerja. Jalan tengah blok membujur dari timur ke barat. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan setelah pengendalian gulma secara mekanik. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan setelah satu bulan pengendalian gulma secara manual. Pengendalian gulma secara kimia menggunakan herbisida kontak dan sistemik. Pencampuran herbisida kontak dan sistemik dimaksudkan agar gulma cepat mati dan tidak tumbuh kembali. Panen adalah kegiatan yang dilakukan setelah tanaman masak fisiologis. Tanaman sagu dipanen bagian batang. Panen dilakukan setelah tanaman sagu memasuki masa jantung. Masa jantung adalah tanaman sagu akan mulai membentuk bunga. Masa jantung adalah saat kandungan pati di dalam batang sagu optimal. Tanaman sagu mengalami pertumbuhan dan membentuk batang setelah kurang lebih berumur lima tahun. Haryanto dan Pangloli (1991) menyatakan sekitar batang sagu tumbuh kuncup-kuncup (tunas) yang berkembang menjadi anakan sagu. Anakan sagu tersebut memperoleh unsur hara dari pohon indukya sampai akarnya mampu mengabsorbsi unsur hara sendiri dan daunnya mampu melakukan fotosintesis. Bintoro (2008) menambahkan tanaman sagu dibagi dalam enam fase pertumbuhan yaitu fase semai/anakan; fase sapihan; fase tihang; fase pohon, fase masak tebang dan fase lewat masak tebang, sedangkan fase masak tebang terdiri atas fase putus duri; fase daun pendek; fase jantung dan fase siri buah. Empat tahapan atau fase kematangan sagu adalah putus duri, fase daun pendek, fase bajantong, fase siri buah dan fase berbuah. Putus duri (fase wela) adalah tanaman sagu yang sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Fase daun pendek (fase maputih) adalah tingkat kematangan sagu yang ditandai dengan pelepah daun menguning, duri pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada pangkal pelepah yang tertinggal sedikit. Fase bajantong (fase jantung atau maputih masa) adalah tanaman sagu yang seluruh pelepah daun telah menguning, pembengkakan pada pucuk tumbuh, kuncup bunga atau jantung mulai muncul. Fase siri buah adalah tingkat kematangan terkahir, kuncup bunga sagu telah me-
43
kar, bercabang tanduk rusa. Fase berbuah adalah tanaman sagu yang telah berbuah sampai kering dan mati (Papilaya, 2009). Sagu mulai mengakumulasikan pati sejak saat pembentukan batang berlangsung. Kandungan pati dalam batang sagu semakin lama semakin bertambah banyak, apabila sagu mendapatkan sinar matahari yang cukup selama pertumbuhan. Kandungan pati dalam batang akan meningkat secara linier sampai terjadi pembentukan bunga. Pada saat mulai terjadi pembentukan buah, kandungan pati dalam batang sagu menurun, karena sebagian digunakan untuk pembentukan buah. Daun-daun sagu yang terbentuk sebelumnya sudah berukuran kecil, sehingga proses fotosintesis berkurang (Haryanto dan Pangloli, 1991). Hasil Taksasi Produksi Tanaman Sagu 1. Taksasi produksi tanaman sagu empat divisi Taksasi produksi tanaman sagu dengan mengambil contoh sebanyak satu blok setiap divisi. Satu divisi terdiri atas 20 blok. Setiap blok contoh diambil 27 rumpun. Pengambilan contoh 27 rumpun sama dengan 0,1728 ha. Jika luas satu divisi adalah 1000 ha, maka contoh yang diambil sebesar 0,017 %. Tabel 1. Taksasi Produksi Divisi 1, 3 dan 4 Dengan Metode Diagonal Arah Timur Ke Laut Barat No.
Fase Pertumbuhan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Anakan (0 - 0,5 m) Sapihan (0,5 - 1,5 m) Tiang (1,5 - 5 m) Pohon (>5 m) Masak tebang Lewat masak tebang Sulaman Mati Total
Jumlah batang rata-rata (%) 11,11 3,70 7,41 18,52 0,00 0,00 59,26 0,00 100,00
44
Taksasi produksi di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dilakukan pada empat divisi. Hasil pengamatan dikelompokkan ke dalam fase pertumbuhan meliputi anakan, sapihan, tiang, pohon, masak tebang dan lewat masak tebang. Hasil taksasi produksi menunjukkan jumlah setiap fase pertumbuhan dibawah 50% (Tabel 1 dan Tabel 2). Divisi 1, 2, 3 dan 4 pada tahun 2009 tidak terdapat tanaman yang dapat dipanen. Divisi 1, 3 dan 4 yang dapat dipanen satu sampai dua tahun berikutnya 18,52%, tiga sampai empat tahun berikutnya 7,14%, lima tahun berikutnya 3,70%, dan enam tahun berikutnya 11,11% (Tabel 1). Divisi 2 yang dapat dipanen satu sampai dua tahun berikutnya 33,33%, tiga sampai empat tahun berikutnya 40,74%, lima tahun berikutnya 3,70%, dan enam tahun berikutnya 3,70% (Tabel 2). Pelaksanaan taksasi pada tahun 2009. Tabel 2. Taksasi Produksi Divisi 2 Dengan Metode Diagonal Arah Barat Laut Ke Tenggara No.
Fase Pertumbuhan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total
Anakan (0 - 0,5 m) Sapihan (0,5 - 1,5 m) Tiang (1,5 - 5 m) Pohon (>5 m) Masak tebang Lewat masak tebang Sulaman Mati
Jumlah batang rata-rata (%) 3,70 3,70 40,74 33,33 0,00 0,00 14,81 3,70 100,00
P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu menanam sagu di lahan gambut ombrogen. Menurut Noor (2001) gambut ombrogen tergolong kurang subur karena terbentuk dari tanaman pepohonan yang kadar kayunya tinggi. Pengaruh pasang surut air sungai atau laut yang tidak mencapai wilayah tersebut menyebabkan lahan miskin hara. Anakan sagu mulai membentuk batang pada umur sekitar tiga tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu membentuk batang setelah tanaman berumur sekitar lima tahun. Hal tersebut terjadi di P.T. National Timber and Forest Product
45
Unit HTI Murni Sagu. Gulma di perkebunan tersebut memiliki tinggi lebih dari 1 m. Kemunduran pembentukan batang kemungkinan disebabkan oleh persaingan dengan gulma. Persaingan penyerapan hara dan cahaya matahari menyebabkan berkurangnya fotosintat. Fotosintat yang digunakan oleh tanaman tidak mencukupi, sehingga tanaman tertekan dan pembentukan batang terhambat. Satu rumpun sagu rata-rata ada dua pohon yang dapat dipanen setiap tiga tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Perkebunan tersebut tidak dapat melakukan pemanenan tiga tahun dua kali. Hal tersebut terjadi karena perlakuan penjarangan anakan (prunning) yang salah. Penjarangan anakan yang dilakukan 2 tahun sekali memangkas semua anakan. Hal tersebut menyebabkan setiap fase pertumbuhan memiliki jumlah (persentase) yang berbeda. Tanaman sagu dapat dipanen untuk diambil patinya pada umur 12 tahun (http://www.IPTEKnet.com). Tanaman sagu untuk Divisi 1-4 ditanam pada tahun 1996-1997. Umur tanaman sagu tahun 2009 sudah mencapai 12 – 13 tahun. Pada data taksasi produksi (Tabel 1 dan Tabel 2) tidak terdapat tanaman sagu yang dapat dipanen pada tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah contoh terlalu kecil. Pada awal bulan Juli dilakukan panen (pengamatan di lapangan). Berdasarkan hal tersebut maka, pengujian beberapa metode penarikan contoh dilakukan. 2. Pengujian beberapa metode penarikan contoh Penarikan contoh adalah teknik yang digunakan untuk menduga populasi. Teknik penarikan contoh ada beberapa yaitu acak sederhana, dengan proporsi dan persentase, acak berlapis, sistematik dan ganda. Metode yang digunakan adalah penarikan contoh (sampel) sistematik. Contoh sistematik adalah sebuah contoh acak sederhana dari satu unit kelompok dari sebuah populasi dengan beberapa kelompok unit (Cochran, 1991). Pengujian beberapa metode terhadap populasi (Tabel 3) menggunakan teknik penarikan contoh sistematik. Cochran, 1991 menyatakan metode sistematik lebih mudah untuk mengambil sebuah contoh dan seringkali lebih mudah dilaksanakan tanpa kesalahan. Metode tersebut juga menghemat waktu.
46
Semua metode penarikan contoh tidak berpengaruh nyata (Tabel 3). Hal tersebut berarti bahwa, setiap metode penarikan contoh sama atau mendekati dengan populasi. Hal tersebut membuktikan bahwa semua metode penarikan contoh dapat digunakan, tetapi apabila dilihat dari nilai rataan yang paling mendekati adalah metode acak dalam baris. Tabel 3. Hasil Pengujian Metode Penarikan Contoh Dengan Variabel Tinggi Tanaman Kriteria sensus (m) No. 1. 2. 3. 4.
Metode Penarikan Contoh Enam petak sampel Acak dalam baris Diagonal arah timur laut barat daya Diagonal arah barat laut tenggara
0-2 2-4 4-6 >6 BD NY ....jumlah rata-rata tanaman per ha (%)... 15,64 11,47 16,67 5,19 0,00 3,14 13,59 16,67 16,67 7,31 2,12 1,03 4,17 3,14 10,45 6,28 1,03 2,12 7,31
6,28
8,33
3,14 1,03 0,00
Nilai thitung 0,36tn 0,61tn 1,21tn 1,28tn
Keterangan: tn : Metode penarikan contoh tidak berbeda nyata terhadap populasi, menggunakan uji t dengan taraf 5% BD : Buang duri NY : Nyorong
3. Pengujian proporsi contoh Taksasi produksi yang dilakukan perusahaan adalah 10% dari populasi. Taksasi yang diterapkan perusahaan dengan mengambil data dari seluruh blok. Pengujian berbagai proporsi taksasi produksi dilakukan pada populasi 62 jalur dengan metode pengacakan baris (Tabel 4). Berbagai tingkat proporsi contoh tidak berpengaruh nyata (Tabel 4). Hal tersebut berarti pengambilan contoh secara acak baris untuk keperluan taksasi produksi cukup menggunakan contoh sebanyak 1,6%. Penggunaan contoh yang sedikit akan menghemat waktu, biaya dan tenaga. Pengawasan kontrol pertumbuhan yang kurang baik (Tabel 4). Hal tersebut terlihat dari setiap fase pertumbuhan di bawah 40 %. Hal tersebut
47
menunjukkan bahwa perusahaan hanya dapat memanen tanaman sagu kurang dari 50% pada tahun berikutnya (tahun 2010). Tabel 4. Pengujian Berbagai Proporsi Contoh Taksasi Produksi Dengan Variabel Tinggi Tanaman. Kriteria sensus (m)
Nilai thitung
No.
Proporsi contoh (%)
1.
14,5
14,3
30,7
37,2
15,8
5,4
3,1
0,01tn
2.
9,7
17,6
33,5
32,8
18,0
3,0
3,1
0,02tn
3.
8,1
13,5
29,9
35,5
21,5
4,3
2,7
0,00tn
4.
4,8
18,6
33,1
38,1
14,4
4,2
0,9
0,04tn
5.
3,2
12,8
22,1
38,5
24,6
6,0
2,4
0,02tn
6.
1,6
26,4
29,9
27,6
20,4
6,5
1,4
0,11tn
0-2 2–4 4–6 >6 BD NY .......rata-rata jumlah tanaman per rumpun (%)......
Keterangan: tn BD NY
: Metode penarikan contoh tidak berbeda nyata terhadap populasi, menggunakan uji t dengan taraf 5% : Buang duri : Nyorong
4. Pengujian contoh sebesar 1,6% dengan penarikan contoh yang dilakukan perkebunan. Penarikan contoh sistematis digunakan untuk memilih masing-masing unit di pusat sekitar lapisan, yaitu dengan memulai urutan dari bilangan acak (Cochran, 1991). Perkebunan menggantikan bilangan acak sebagai baris tanaman. Baris tanaman yang dipilih secara sistematis adalah baris nomor 10, 20, 30,..., 110, dan 120. Pengujian taksasi yang dilakukan perusahaan terhadap contoh 1,6% menunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 5). Hal tersebut menunjukkan bahwa metode acak baris dengan contoh 1,6% dapat menggambarkan empat divisi.
48
Pada tahun 2009 yang dapat dipanen di bawah 2%. Satu sampai dua tahun ke depan yang dapat dipanen dibawah 12%. Tanaman yang dapat dipanen adalah yang sudah mengalami fase kematangan fisiologis. Kematangan fisiologis yang paling baik untuk dipanen adalah fase nyorong (jantung). Tabel 5. Pengujian Taksasi Produksi Contoh 1,6% Dengan Yang Dilakukan Oleh Perkebunan No .
Taksasi dilakukan perkebunan
Tinggi Tanaman (m) 0 -2
2-6
>6
Nyorong Anakan
Nilai thitung
.............................(%)............................... 1.
Satu blok
34,74
16,27
11,43
1,50
36,06
1,42tn
2.
Satu divisi
30,53
15,54
9,63
1,00
43,29
0,31tn
3.
Empat divisi
46,91
27,50
11,92
1,67
12,00
0,10tn
Keterangan: tn : Taksasi produksi yang dilakukan perusahaan tidak berbeda nyata terhadap contoh 1,6% menggunakan uji t dengan taraf 5%
Hidup-Mati Tanaman Sagu Kuantitas yang ingin diperkirakan dari penarikan contoh acak sederhana adalah proporsi (ratio) dari dua variabel (Cochran, 1991). Proporsi dua variabel yang digunakan adalah populasi dan contoh. Jumlah contoh dibagi dalam berbagai tingkatan. Penarikan contoh dilakukan untuk menggambarkan keadaan sesungguhnya. Penarikan contoh terdiri atas berbagai proporsi contoh. Jika jumlah contoh dibandingkan dengan populasi menunjukkan tidak berbeda nyata, maka jumlah contoh tersebut sah untuk digunakan. Sensus hidup-mati yang dilakukan perusahaan sebesar 50% dari populasi. Pelaksanaan sensus tersebut dilakukan di semua blok. Pengujian berbagai proporsi hidup-mati dilakukan pada berbagai tingkat proporsi (Tabel 6). Perlakuan tingkat proporsi hidup-mati dilakukan dengan pengacakan baris tanaman. Penyulaman yang dilakukan kurang baik (Tabel 6). Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah tanaman yang mati melebihi 50%. Penyulaman atau penyisipan
49
tanaman memiliki keberhasilan yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada kolom penyulaman (Tabel 5) yang hasilnya kurang dari 15%. Tabel 6. Pengujian Berbagai Proporsi Contoh Hidup-Mati Dengan Variabel Tinggi Tanaman No.
Proporsi contoh(%)
Kriteria Sensus
Nilai t-hitung
Hidup Mati Sulaman ......................%..........................
1.
64,5
43,5
52,7
10,4
0,21tn
2.
50,0
37,3
52,6
10,1
0,00tn
3.
40,3
37,0
52,9
10,1
0,00tn
4.
25,8
36,7
53,1
10,2
0,00tn
5.
14,5
38,5
51,8
9,7
0,00tn
6.
9,7
39,6
50,7
9,7
0,00tn
7.
4,8
38,6
50,7
10,7
0,00tn
8.
1,6
33,6
60,7
6,2
0,00tn
Keterangan: tn
: Metode penarikan contoh tidak berbeda nyata terhadap populasi, menggunakan uji t dengan taraf 5%
Tingkat proporsi contoh hidup-mati tidak berbeda nyata terhadap semua proporsi. Hal tersebut berarti semua tingkatan proporsi mendekati dengan populasi. Tingkat proporsi yang digunakan terkecil adalah 1,6%. Tingkat proporsi 1,6% menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap populasi. hal tersebut menunjukkan bahwa untuk pendugaan jumlah hidup-mati tanaman sagu di perkebunan tersebut cukup dengan contoh sebesar 1,6%. Pembahasan Taksasi Produksi Tanaman Sagu Pengujian taksasi produksi dengan variabel tinggi tanaman metode diagonal menggunakan jumlah contoh 0,017% tidak menggambarkan populasi. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian beberapa metode dengan menggunakan
50
contoh sebanyak 1,2% dilakukan. Hasil pengujian menunjukkan metode diagonal dapat digunakan. Pengujian empat metode penarikan contoh dengan variabel tinggi tanaman. Metode enam petak sampel dan acak dalam baris dengan metode diagonal (diagonal arah timur laut barat daya dan diagonal arah barat laut tenggara) menunjukkan perbedaan jumlah rata-rata tanaman per hektar yang cukup besar, walaupun apabila dilihat dari nilai t hitung menunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 3). Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk menggunakan metode diagonal. Metode diagonal dianggap mewakili, karena keadaan tanaman di tengah blok berbeda (tertekan) dengan yang di pinggir. Tanaman di tengah blok tertekan, karena mempunyai tinggi yang lebih rendah dibandingkan tanaman sagu di tepi (pinggir) blok. Pengujian berbagai nilai proporsi taksasi produksi dengan variabel tinggi tanaman menggunakan contoh Blok N22 Divisi 4. Berdasarkan hasil dari uji t taraf 5% menggunakan metode acak baris menunjukkan bahwa taksasi produksi dengan variabel tinggi tanaman cukup dengan menggunakan contoh sebanyak 1,6% (Tabel 4). Jumlah tanaman berdasarkan hasil taksasi produksi (Tabel 4) menunjukkan bahwa setiap kriteria tinggi tanaman jumlahnya dibawah 40%. Hal tersebut menunjukkan adanya kesalah dalam pelaksanaan kontrol pertumbuhan (penjarangan anakan). Pelaksanaan kontrol pertumbuhan dilakukan setiap dua tahun sekali. Setiap pelaksanaan kontrol pertumbuhan disisakan satu tanaman (anakan). Satu tanaman diharapkan dapat tumbuh sehat. Pelaksanaan kontrol pertumbuhan yang seharusnya disisakan satu tanaman ternyata dipangkas, sehingga tanaman yang mempunyai tinggi diatas 6 m dibawah 25% (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan kurangnya pengawasan saat pelaksanaan kontrol pertumbuhan. Pengujian taksasi produksi dengan variabel tinggi tanaman sebanyak 1,6% dengan taksasi yang dilakukan oleh perkebunan. Hasil uji t taraf 5% menunjukkan bahwa contoh sebesar 1,6% dapat digunakan untuk menduga empat divisi. Tanaman sagu yang sudah memasuki kriteria panen (nyorong) dibawah 2% (Tabel 5). Gulma lunak (pakis) setinggi 2 m dan gulma pohon terdapat di sekitar tanaman sagu. Harjadi (1996) menyatakan bahwa yang terpenting dari pertanian
51
adalah energi penyinaran (matahari). Energi matahari akan maksimal, apabila tanaman tidak ternaungi. Tanaman sagu di perkebunan tersebut ternaungi sehingga pertumbuhannya terhambat. Hal tersebut menyebabkan adanya tanaman yang tingginya tidak mencapai 6 m, tetapi sudah memasuki kriteria panen. Tinggi air kanal di sekitar blok tanaman dijaga agar tetap antara 30 – 50 cm di bawah permukaan lahan. Apabila, tinggi air kanal tidak pada kisaran tersebut maka jumlah akar tanaman sagu tidak maksimal. Akar sagu yang jumlahnya sedikit akan mempengaruhi kemampuan serap hara. Beradasarkan hal tersebut maka untuk ketinggian air kanal harus selalu dijaga. Perkebunan tersebut mempunyai kisaran pH 3,1 – 4,0. Soepardi (1983) menyatakan bahwa fiksasi unsusr hara terhambat apabila pH lebih rendah dari 5. Berdasarkan hal tersebut maka pemupukan perlu dilakukan. Hidup-Mati Tanaman Sagu Pengujian berbagai nilai proporsi hidup-mati tanaman sagu menunjukkan nilai uji t pada taraf 5% tidak nyata untuk semua nilai proporsi (Tabel 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk melakukan sensus hidup-mati cukup dengan menggunakan contoh sebanyak 1,6%. Tanaman sagu di perkebunan tersebut mempunyai persentase hidup di bawah 50% (Tabel 6). Hal tersebut dikarenakan pada penanaman pertama menggunakan bibit dari masyarakat yang induknya beragam. Induk yang beragam menyebabkan daya tumbuh yang beragam bahkan rendah. Bibit sebelum ditanam disemai di kanal menggunakan rakit (Gambar 9). Setelah penyemaian bibit (abut) ditanam di lahan, dalam proses penanaman di lahan bibit membutuhkan waktu untuk beradapatasi. Adaptasi dilakukan dari yang semula di kanal kemudian di lahan. Bibit tanaman sagu yang tidak mampu beradaptasi akan mati. Tanaman sulaman yang hidup menunjukkan angka di bawah 11% (Tabel 6). Hal tersebut disebabkan karena penyulaman dilakukan di bawah naungan. Bibit sagu yang terletak di bawah naungan akan tertekan, apabila tidak mampu bertahan maka bibit akan mati. Pengendalian gulma diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.
52
Tanaman sagu di lahan masyarakat mempunyai persentase hidup yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada lahan masyarakat kedalaman gambutnya lebih dangkal dari perkebunan. Perkebunan memiliki kedalaman gambut 3 – 5 m. Lahan masyarakat terletak di pesisir pantai yang lahan gambutnya lebih dangkal. Di bawah lapisan gambut terdapat tanah mineral. Berdasarkan keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tanaman sagu semakin dekat dengan tanah mineral maka pertumbuhan dan daya hidupnya lebih tinggi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pelaksanaan teknik budidaya di P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu belum berjalan dengan baik, 2. Taksasi produksi yang dilakukan sebesar 0,017% tidak menggambarkan populasi 3. Semua metode penarikan contoh dengan contoh sebanyak 1,2% dapat digunakan untuk taksasi produksi 4. Contoh sebesar 1,6% dapat menggambarkan taksasi produksi Divisi 1 - 4 5. Pelaksanaan sensus taksasi produksi dan hidup-mati dapat dilakukan dengan contoh sebesar 1,6% Saran 1. Pengawasan kontrol pertumbuhan perlu ditingkatkan 2. Pengujian jumlah contoh diperlukan antara proporsi contoh 0,017% sampai 1,6%
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A. Arifin, dan D. Nurzaman. 1986. Milyaran Pohon Sagu Menjawab Krisis Pangan Yang Melanda Dunia. Karya Putra. Jakarta. 67 hal. BBPT. 2005. Tanaman Penghasil Pati. http://www.IPTEKnet.com. [04 Agustus 2009] Bintoro, H.M.H. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu Sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri Yang Potensial Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanaman Perkebunan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 11 September 1999. 70 hal.
Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal. Coochran, W.G. 1991. Teknik Penarikan Sampel. Terjemahan dari : Sampling Techniques. Penerjemah : Rudiansyah. Edisi ketiga. UI-Press. Jakarta. 488 hal. Departemen Penerangan. 1984. Komunikasi Dalam Praktek. Departemen Penerangan. Jakarta. 130 hal. Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. 197 hal. Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. 140 hal. Haska, N., H. Paranamuda dan Yoshimori Y.2007. Karakteristik Fotosintesis dan Serapan CO2 Dari Palma Sagu. Lokakarya Pengembangan sagu di Indonesia. Batam. hal : 95-99 Henanto, H. 1996. Kajian Potensi Sagu di Propinsi Bengkulu. Simposium nasional Sagu III.Universitas Riau. Pekanbaru. hal : 165-171. Natoinal Timber and Forest Product. 1997. Studi Diagnosik HPH Bina Desa Hutan. NTFP : Pekanbaru. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Kanisius. Yogyakarta. 174 hal. Papilaya, E.C. 2009. Sagu Untuk Pendidikan Anak Negeri. IPB Press. Bogor. 105 hal. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.IPB Press. Bogor. 591 hal.
LAMPIRAN
56
Lampiran 1. Curah Hujan Tahun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
1984 CH 108 146 405 659
HH 7 6 13 26
1985 CH 15 47 62
HH 2 6 8
1986 CH 135 196 159 135 627
HH 6 6 9 3 24
1987 CH 122 141 41 72 230 289 352 87 1334
HH 6 7 4 7 7 10 11 7 59
1988 CH 115 109 456 197 303 82 76 351 304 95 202 2290
HH 10 7 10 11 10 19 18 15 14 21 15 150
1991 CH 21 51 180 270 88 38 25 84 75 125 252 200 1409
HH 4 1 10 9 6 3 2 4 5 5 9 7 65
Rata-rata (CH)
78,8 109,8 109,8 290,75 183,33 74 50 169 203 169,67 302 163
57
Lampiran 2. Temperatur Udara Tahun Bulan
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
Januari
25,4
25,6
-
25,9
25,1
24,5
25,6
-
26,4
25,5
Februari
26
26,1
-
27,2
25,4
26,7
24,5
-
26,8
25,9
Maret
26,2
20,4
-
28,1
25,8
26,3
25,7
26,6
26,6
26
April
26,5
26,8
-
27,5
26,4
26,7
26,6
25,5
26,8
26,4
Mei
-
-
-
24,2
-
26,8
26,8
26,9
27,4
26,4
Juni
26,7
26,8
-
27,3
26,3
26,4
26,8
27,4
27
26,5
Juli
26,6
-
-
26,8
25,9
-
26,1
26,4
26,7
26,5
Agustus
25,6
27,1
-
26,9
26,3
26,2
26,8
26,6
-
26
September
26,4
26,1
-
26
25,8
25,1
26,9
26,6
26,4
25,9
Oktober
26,3
26,5
-
26,5
26,8
25,8
26,2
25,5
27,4
26,1
November
26,3
26,5
-
26,4
25,9
-
26,3
26,8
25,8
26,1
25,7
25,8
25,7
25,7
25,8
24,8
26
-
25
25,6
26,15
25,77
25,70
26,54
25,95
25,93
26,19
26,48
26,57
26,08
Desember o
Rata-rata ( C)
58
Lampiran 3. Struktur Organisasi General Manager Kepala Tata Usaaha Koordinator
Technical & Supporting Team
Personalia
Pembukuan
Umum
Gudang
Umum Slt Pj
Adm. gudang
Divisi I
Mandor I
Divisi II
Mandor I Krani
Divisi III
Mandor I Krani
Divisi IV
Mandor I Krani
Divisi Panen
Mandor I Krani
Sarana Prasarana
Mandor I Krani
Krani
Mandor Weeding
Mandor Weeding
Mandor Weeding
Mandor Weeding
Mandor Panen I
Mandor Excavator
Mandor Cuci Kanal
Mandor Cuci Kanal
Mandor Cuci Kanal
Mandor Cuci Kanal
Mandor Panen II
Mandor Pertukangan
Mandor Pembibitan
Mandor Pembibitan
Mandor Pembibitan
Mandor Pembibitan
Mandor Sensus I
Mandor Sensus & Penyisipan
Mandor Sensus & Penyisipan
Mandor Sensus II
Lampiran 4. Peta KebunMandor Sensus & Mandor Sensus Letak & Penyisipan
Penyisipan
59
60
Lampiran 5. Taksasi Produksi Divisi 1 Dengan Jumlah Contoh 0,017% No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total
Fase Pertumbuhan Anakan (0-0,5 m) Sapihan (0,5-1,5) Tiang (1,5-5 m) Pohon (>5m) Masak tebang Lewat masak tebang Sulaman Mati
Jumlah batang rata-rata (%) 11,11 3,70 7,41 18,52 0,00 0,00 59,26 0,00 100,00
Lampiran 6. Taksasi Produksi Divisi 3 Dengan Jumlah Contoh 0,017% No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total
Fase Pertumbuhan Anakan (0-0,5 m) Sapihan (0,5-1,5) Tiang (1,5-5 m) Pohon (>5m) Masak tebang Lewat masak tebang Sulaman Mati
Jumlah batang rata-rata (%) 29,63 0,00 11,11 3,70 0,00 0,00 29,63 25,93 100,00
Lampiran 7. Taksasi Produksi Divisi 3 Dengan Jumlah Contoh 0,017% No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total
Fase Pertumbuhan Anakan (0-0,5 m) Sapihan (0,5-1,5) Tiang (1,5-5 m) Pohon (>5m) Masak tebang Lewat masak tebang Sulaman Mati
Jumlah batang rata-rata (%) 7,41 7,41 33,33 7,41 0,00 0,00 44,44 0,00 100,00
61
Lampiran 8. Beberapa Metode Penarikan Contoh Dengan Variabel Tinggi Tanaman (ha) No.
Tinggi
Populasi
Acak dalam baris 21,16 26,04
Metode penarikan contoh Diagonal arah Timur laut Barat daya 6,51 4,88
1. 2. 3.
0 -2 m 2-4m 4-6m
14,58 19,66
Enam petak contoh 24,41 17,90
Diagonal arah barat laut tenggara 11,39 9,77
18,80
26,04
26,04
16,28
13,02
4.
>6m
11,08
8,14
11,39
9,77
4,88
5. 6.
Buang Duri Nyorong
3,98 1,58
0,00 4,88
3,26 1,63
1,63 3,26
1,63 0,00
Lampiran 9. Berbagai Proporsi Contoh Taksasi Produksi Dengan Kriteria Tinggi Tanaman No. Tinggi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
0-2 m 2-4 m 4-6 m 6 up Buang duri nyorong
Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan 1,6% 3,2% 4,8% 8,1% 9,7% 14,5% ................................................rata-rata jumlah tanaman per rumpun (%)............................................. 15,70 26,40 12,80 18,60 13,50 17,60 14,30 33,40 29,90 22,10 33,10 29,90 33,50 30,70 36,20 27,60 38,50 38,10 35,50 32,80 37,20 15,80 20,40 24,60 14,40 21,50 18,00 15,80 3,50 6,50 6,00 4,20 4,30 3,00 5,40 2,60 1,40 2,40 0,90 2,70 3,10 3,10
Populasi
62
Lampiran 10. Berbagai Proporsi Contoh Hidup-Mati Dengan Kriteria Tinggi Tanaman No.
Kriteri
Populasi
1. 2. 3.
hidup Mati sulaman
0,381 0,518 0,101
contoh 64,5% 0,435 0,527 0,144
contoh 50% 0,373 0,526 0,101
contoh 40,3% 0,370 0,529 0,101
Proporsi Contoh contoh contoh 25,8% 14,5% 0,367 0,385 0,531 0,518 0,102 0,097
contoh 9,7% 0,396 0,507 0,097
contoh 4,8% 0,386 0,507 0,107
contoh 1,6% 0,336 0,601 0,062
Lampiran 11. Pengujian Contoh Sebesar 1,6% Dengan Taksasi Produksi Yang Dilakukan Oleh Perkebunan No.
Kriteria
1. 2. 3. 4. 5.
0-2 M 2-6 M >6 M Nyorong Anakan
Taksasi Yang Dilakukan Perusahaan Contoh 1,6% Satu Blok Satu Divisi Empat Divisi ...................................................Pohon per ha......................................................... 16,493 79,000 38,590 53,485 43,403 37,000 19,640 31,363 24,306 26,000 12,170 13,588 1,736 3,400 1,270 1,908 22,569 82,000 54,720 13,683