Topik Utama PENGELOLAAN RESERVOIR GEOTERMAL UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Nenny Saptadji Magister Program in Geothermal Technology, Institut Teknologi Bandung
[email protected]
SARI Untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pengelolaan reservoir geotermal harus dilakukan dengan tepat, agar energi tersedia untuk jangka waktu yang panjang untuk generasi-generasi yang akan datang. Pengelolaan reservoir dilakukan dengan tepat apabila penyusunan target, strategi dan rencana pengembangan dilakukan dengan mempertimbangkan perubahan kondisi reservoir karena produksi, serta kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan kondisi reservoir dari waktu ke waktu, agar dapat segera dilakukan upaya perbaikan untuk menjaga kelangsungan produksi. Tulisan ini membahas mengenai beberapa upaya yang umum dilakukan industri dalam pengelolaan reservoir geotermal untuk menjaga kelangsungan produksi, serta untuk menghemat pemakaian uap, mengefektifkan biaya, mengefektifkan pemakaian lahan, serta mencegah pencemaran lingkungan. Kata kunci : brine water, evaluasi, injeksi, kondensat, kondensor, pemantauan, pengelolaan, perencanaan, reservoir, reinjeksi, tekanan reservoir
1. LATAR BELAKANG Kegiatan pengusahaan geotermal (panas bumi) harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan agar sumber daya alam terus tersedia untuk generasi-generasi yang akan datang. Implementasi diterapkannya prinsip tersebut di bidang geotermal antara lain adalah melaksanakan pengembangan lapangan geotermal sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, serta melakukan pengelolaan reservoir dengan tepat sejak reservoir ditemukan dan siap dikembangkan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengambilan fluida dari reservoir, baik air, minyak, gas dan fluida geotermal, akan menyebabkan perubahan kondisi di dalam reservoir. Pengelolaan reservoir geotermal dapat dikategorikan sebagai
50
dilakukan dengan tepat apabila penyusunan target, strategi dan rencana pengembangan PLTP dan lapangan uap dilakukan dengan mempertimbangkan respon reservoir terhadap produksi, serta kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan kondisi reservoir dari waktu ke waktu, agar dapat segera dilakukan upaya perbaikan untuk menjaga kelangsungan produksi dan lingkungan disekitar lapangan tersebut. Ditinjau dari aspek pengusahaan, pengelolaan reservoir selain untuk menjaga kelangsungan produksi uap dan listrik agar penerimaan perusahaan semaksimal mungkin, juga mempunyai tujuan mendayagunakan kapasitas perusahaan seoptimal mungkin dengan biaya seefektif mungkin.
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama Tulisan ini membahas secara singkat mengenai beberapa upaya yang umum dilakukan industri dalam melaksanakan pengelolaan reservoir geotermal untuk menjaga kelangsungan produksi, serta untuk menghemat pemakaian uap, mengefektikan biaya, mengefektifkan pemakaian lahan, serta mencegah pencemaran lingkungan. 2. PEMANFAATAN FLUIDA GEOTERMAL Kegiatan produksi adalah pengambilan panas dan masa fluida dari dalam reservoir. Jumlah masa fluida yang diambil dari reservoir, tergantung dari besarnya kapasitas PLTP dan lama pembangkitan. Sebagai ilustrasi pada Gambar 1 diperlihatkan siklus konversi uap kering (dry steam cycle), digunakan apabila fluida di kepala sumur adalah uap. Teknologi konversi ini digunakan antara lain di lapangan Larderello (Italy) sejak tahun yang lalu, di lapangan Geyser (USA) sejak tahun 1970an, di lapangan Kamojang sejak tahun 1983 (30 tahun yang lalu) dan di lapangan Darajat sejak tahun 1994. Sistem konversi untuk fluida uap langsung merupakan sistem konversi yang paling sederhana dan paling murah. Uap dari turbin dialirkan ke kondensor untuk dikondensasikan (condensing turbine).
Dari kondensor, kondensat kemudian dialirkan ke menara pendingin atau cooling tower dan selanjutnya diinjeksikan kembali ke bawah permukaan. Sebagian dari air kondensat ini dialirkan ke kondensor. Daya listrik dari suatu pembangkit listrik tergantung dari besarnya laju alir masa dan enthalpy uap yang masuk ke turbin, enthalpy fluida dua fasa di kondensor dan efisiensi turbin. Jumlah uap yang dibutuhkan pembangkit tergantung dari kapasitas PLTP. Bila PLTP yang akan dibangun mempunyai kapasitas W, Turbin inlet pressure P1, dan kondensor mempunyai tekanan P2, uap masuk ke turbin mempunyai enthapy h1 dan uap keluar dari turbin (di kondensor) mempunyai enthalpy h2, maka uap yang dibutuhkan oleh pembangkit dapat dihitung dengan persamaan berikut:
di mana: W = kerja/daya turbin (kW) m = laju alir massa uap (kg/s) h1 = entalpi uap yang masuk ke dalam turbin (kJ/kg) h2 = entalpi fluida di kondensor (kJ/kg) Di PLTP siklus uap kering, reinjeksi adalah reinjeksi kondensat dari kondensor/cooling tower, Jumlah kondensat yang diinjeksikan relatif sedikit dibandingkan reiinjeksi air di lapangan dominasi air.
Gambar 1. Siklus konversi uap kering (direct dry steam cycle)
Untuk memberikan gambaran mengenai jumlah uap yang telah diproduksikan untuk mensuplai PLTP, dilakukan perhitungan untuk PLTP Kamojang dengan menggunakan persamaan (1). Dari hasil perhitungan sebagai berikut. Untuk mensuplai uap ke PLTP Kamojang unit-1 yang memiliki tekanan masuk turbin (turbin inlet pressure) sebesar 6,5 bar abs, tekanan kondensor 0,1 bar abs dan efisiensi turbin 80%,
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
51
Topik Utama dibutuhkan uap 59,2 kg/detik atau 215 ton/jam. Untuk memasok unit-2 dan unit-3, yang masingmasing kapasitas 55 MW serta memiliki tekanan masuk turbin, tekanan kondensor dan efisiensi yang sama, dibutuhkan uap 394 ton/ jam untuk masing-masing unit. Dengan demikian untuk mensuplai uap ke PLTP Kamojang unit 1, 2, 3 milik PT PLN/Indonesia Power, dengan total kapasitas 140 MW), dibutuhkan sedikitnya 1004 ton/jam (Konsumsi uap adalah 7,2 ton/ jam/MW). Bila diasumsikan steam allowance 10%, maka total uap yang diproduksikan adalah 1100 ton/jam. Unit-4 yang dibangun oleh PT Pertamina Geothermal Energy memiliki kapasitas 60 MW, tekanan masuk turbin lebih tinggi, yaitu sebesar 11 bar abs, dengan tekanan kondensor 0,1 bar abs dan efisiensi turbin 84%, membutuhkan uap sedikitnya 366 ton/jam (Konsumsi uap 6,1 ton/jam). Dengan asumsi steam allowance 10%, total produksi uap dari Kamojang rata-rata adalah sekitar 1470 ton/jam atau 12,87 juta ton/tahun. Jumlah total uap yang diproduksikan hingga saat ini dapat dilihat dari besarnya kumulatif produksi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kumulatif produksi hingga akhir tahun 2012, apabila unit1 dihitung mulai dari tahun 1983, unit 2 dan 3 dihitung mulai dari tahun tahun 1987, dan unit 4 dihitung dari tahun 2008, diperkirakan sebesar 277 juta ton uap. Sementara kumulatif kondesatnya dari kondensor adalah 52 juta ton. Sebagai perbandingan, Sanyal and Enedy (2012), memberikan gambaran mengenai kumulatip produksi uap dari lapangan dominasi uap the Geyser (USA), yang membangkitkan listrik sekitar 1000 MWe sejak tahun 1960an, yaitu sebesar 2,43x1012 kg atau 2,43x103 juta ton, sementara kumulatif injeksinya adalah sebesar 1,0 x 1012 kg atau 1,0x103 juta ton. Jumlah masa fluida yang diambil dari reservoir dominasi air untuk menghasilkan 1 MW, lebih besar, karena fluida dari sumur merupakan fluida dua fase, yaitu campuran uap dan air, yang harus dipisahkan terlebih dahulu fasa uap dan airnya dalam separator. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian
52
dialirkan ke turbin (Gambar 2). Oleh karena uap yang digunakan adalah hasil pemisahan maka, sistem konversi energi ini dinamakan siklus uap hasil pemisahan atau separated steam cycle. Teknologi konversi ini telah digunakan antara lain di Wairakei sejak 1958 (50 tahun yang lalu), dilapangan Awibengkok - Salak sejak tahun1994 dan di lapangan lain seperti Wayang Windu, Lahendong, Dieng dan Sibayak.
Gambar 2. Siklus konversi uap hasil pemisahan (separated steam cycle) Jumlah uap yang dibutuhkan untuk mensuplai uap ke PLTP dapat dihitung dengan cara yang sama (persamaan 1), namun masa uap yang masuk ke turbin adalah masa uap dari hasil pemisahan di separator. Dalam siklus ini, injeksi tidak hanya kondensat, tetapi juga air hasil pemisahan di separator (brine water). Jumlah air yang diinjeksikan dari lapangan dominasi air relatif besar, tergantung dari fraksi uap di kepala sumur dan di separator. Sebagai ilustrasi, di PLTP Kakonda (Jepang) yang mempunyai kapasitas 55 MW, jumlah air injeksinya adalah sebesar 3000 ton/jam (Horne, 2007) atau 26,28 juta ton/tahun, sedangkan dari lapangan Wairakei adalah sebesar 6500 ton/jam, atau sekitar 56,94 juta ton/tahun. Apabila dilihat dari produksi sumuran, besarnya laju alir masa uap dari reservoir kedalam sumur tergantung dari beberapa faktor, namun yang utama adalah tekanan reservoir, permeabilitas
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama batuan, tekanan alir di dasar sumur, radius pengurasan dan radius lubang sumur. Laju alir masa dari reservoir ke dalam sumur akan menurun, antara lain apabila tekanan reservoir menurun dan atau apabila permeabilitas di sekitar lubang sumur menurun karena terbentuknya endapan (scaling). Laju alir masa fluida ke dalam sumur apabila radius lubang sumur mempunyai radius lebih besar. Sedangkan besarnya enthalpy fluida, tergantung antara lain dari besarnya temperatur reservoir serta besarnya kehilangan panas yang terjadi di pipa alir permukaan. Kehilangan panas di pipa alir permukaan akan menyebabkan enthalpy uap turun dan sebagian kecil dari uap terkondensasi. 3. PERUBAHAN KONDISI RESERVOIR KARENA PRODUKSI Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kegiatan produksi adalah pengambilan panas dan masa fluida dari dalam reservoir. Jumlah masa fluida yang diambil dari reservoir, tergantung dari besarnya kapasitas PLTP, lama pembangkitan, teknologi konversi. Semakin besar kapasitas PLTP dan semakin lama pembangkitan listrik, semakin banyak masa yang diambil dari reservoir. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan reservoir, meskipun semua air dari separator dan kondensat dari menara pendingin (cooling tower) semua diinjeksikan kembali ke bawah permukaan, serta ada air rembesan dari permukaan (recharge fluid). Reinjeksi dilakukan oleh pengembang dengan tujuan mengisi kembali pori batuan reservoir dengan air dari separator (brine water) dan kondensat dari cooling tower. Namun demikian proses pengisian kembali pori-pori batuan tidak secepat pengambilannya. Hal ini ditunjukkan oleh Sanyal dan Enedy (2012) dalam kajiannya mengenai lapangan dominasi uap the Geyser (USA), yang diproduksikan sejak tahun 1960. Grant et al., (1982) memperkirakan bahwa di lapangan dominasi uap, penurunan tekanan reservoir bersifat lokal, hanya di sekitar area
pengurasan sumur produksi. sehingga mengakibatkan terbentuknya uap kering atau dry steam dan superheated steam. Penurunan tekanan reservoir yang bersifat lokal diperkirakan terjadi di sejumlah sumur di lapangan dominasi uap Kamojang dan mengakibatkan penurunan produksi. Biasanya di lapangan Kamojang sumur ditutup untuk sementara waktu, agar tekanan reservoir meningkat kembali. Sementara sumur ditutup, kekurangan uap untuk PLTP dipenuhi dari sumur lain (make-up wells). Penurunan tekanan di reservoir dominasi air dapat menyebabkan "boiling" atau 'pendidihan air" semakin meningkat, bisa di bagian tertentu dari reservoir atau di seluruh reservoir (Grant et al., 1982). Apabila di reservoir terbentuk 'boiling zone', ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Kemungkinan pertama adalah air dan uap di dalam reservoir tercampur secara uniform dan kemungkinan kedua adalah air dan uap di dalam reservoir terpisah karena gravitasi uap yang lebih ringan cenderung bergerak ke atas dan dengan bertambahnya waktu produksi kemudian membentuk tudung uap atau steam cap, sebagaimana terjadi di lapangan Wairakei (New Zealand), Awibengkok-Salak dan Wayang Windu. Perubahan tersebut akan mengakibatkan peningkatan fraksi uap di sumur produksi. Sebagaimana terjadi di sumur-sumur di lapangan (Phillipina), sumur produksi berubah dari sumur dominasi air menjadi sumur dominasi uap. Penurunan tekanan reservoir juga dapat menyebabkan air dingin dari luar reservoir masuk ke dalam reservoir dan mengakibatkan penurunan temperatur fluida, sehingga temperatur (enthalpy) uap yang masuk ke turbin menurun. Penurunan enthalpy uap berdampak terhadap penurunan produksi listrik dan penurunan pendapatan perusahaan. Masuknya air dingin kedalam reservoir terjadi di lapangan Mahanagdong - Phillipina (Gonzales, 2005). Penurunan tekanan reservoir menyebabkan kandungan non-condensible gas di dalam uap
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
53
Topik Utama meningkat dan menyebabkan tekanan di kondensor meningkat. Peningkatan tekanan kondensor menyebabkan penurunan entahply fluida di kondensor, berdampak terhadap penurunan produksi listrik dan penurunan pendapatan perusahaan. Pengambilan fluida dalam jumlah yang besar tidak hanya akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan reservoir, tetapi juga menyebabkan terjadinya subsidence yaitu menurunnya permukaan tanah. Sebagai contoh adalah di lapangan Wairakei, di mana setelah lebih dari 30 tahun reservoir diproduksikan tanpa injeksi, terjadi penurunan permukaan tanah sekitar 12 m dari permukaan Dengan menurunnya tekanan reservoir sebagai akibat dari eksploitasi, air dingin dari luar reservoir dapat masuk ke dalam reservoir, menyebabkan menurunnya laju alir uap, meningkatnya laju alir air dan potensi scaling. Air dingin yang masuk mempunyai komposisi kimia yang sangat berbeda dengan air reservoir, sehingga menyebabkan perubahan kandungan kimia yang signifikan.
kedalaman dangkal. Dengan menurunnya permukaan air, mata air klorida berhenti mengalir dan sebagai gantinya berubah menjadi steamheated features. Laju alir panas meningkat, bukan menurun. Peningkatan luas area permukaan yang panas thermal ground umumnya tidak diinginkan dan dapat menyebabkan masalah stabilitas lereng. Dalam kasus ekstrim, erupsi hidrotermal dapat terjadi sebagai respon terhadap eksploitasi. Hal ini telah terjadi di beberapa lapangan, namun belum pernah terjadi cedera, meskipun telah ada kerusakan properti. 4. PENGELOLAAN RESERVOIR GEOTERMAL Pengelolaan reservoir umumnya dilakukan dengan tahapan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.
Lapangan dominasi air Ohaaki di Selandia Baru, yang kedalamannya relatif dangkal, telah menunjukkan adanya air tanah yang masuk ke zona produksi. Masuknya air tanah menyebabkan terjadi endapan kalsit di sejumlah sumur. Sekitar lima sumur menunjukkan pendinginan yang signifikan (penurunan hingga 40°C). Penurunan temperatur mengakibatkan deposisi kalsit yang cepat di semua sumur. Sangatlah mungkin bila aktivitas termal yang ada di lapangan geotermal berubah dengan berubahnya skenario produksi dan skenario injeksi. Salah satu contohnya adalah di lapangan Wairakei, di mana selama 35 tahun reservoir diproduksikan tanpa injeksi. Di Wairakei, pada mulanya aktivitas termal di permukaan terdiri mata air panas, geyser dan fumarol. Produksi menyebabkan penurunan tekanan pada kedalaman dangkal dangkal mengakibatkan terjadinya boiling penurunan ketinggian muka air; menyebabkan terbentuknya zona uap pada
54
Gambar 3. Tahapan pengelolaan reservoir Pengelolaan reservoir geotermal dapat dikategorikan sebagai dilakukan dengan tepat apabila penyusunan target, strategi dan rencana pengembangan PLTP dan lapangan uap dilakukan dengan mempertimbangkan respon reservoir terhadap produksi, serta kegiatan pemantauan (monitoring) dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan kondisi reservoir dari waktu ke waktu, agar dapat
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama segera dilakukan upaya perbaikan untuk menjaga kelangsungan produksi dan lingkungan disekitar lapangan tersebut. 4.1. Target, Strategi dan Rencana Pengembangan Besarnya kapasitas PLTP yang akan dibangun umumnya ditetapkan dengan mempertimbangkan besarnya cadangan geotermal dan kebutuhan listrik. Meskipun cadangan geotermal dan kebutuhan listrik besar, pembangunan PLTP umumnya dilaksanakan secara bertahap, sebagaimana dilakukan di lapangan-lapangan geotermal yang ada saat ini, baik di dunia maupun di Indonesia. Di lapangan Kamojang, misalnya, sebelum dibangun PLTP skala besar terlebih dahulu dilakukan pilot project. Pembangkit listrik Mono Blok dengan kapasitas 0.25 MW dibangun di Kamojang dan dioperasikan pada tanggal 27 November 1978. Setelah tingkat kepercayaan lebih tinggi, baru dibangun PLTP Unit-1 yang mempunyai kapasitas 30 MWe. Unit-1 mulai dioperasikan pada tanggal 7 Februari 1983. Kapasitas PLTP kemudian ditingkatkan dengan menambah 2 unit pembangkit, yaitu Unit II dan III, masing-masing mempunyai kapasitas sebesar 55 MW. Kedua unit tersebut dioperasikan berturut-turut pada tanggal 29 Juli 1987 dan 13 September 1987, sehingga jumlah daya terpasang PLTP Kamojang menjadi 140,25 MW. Sejak pertengahan tahun 1988 pengoperasian Mono Blok 0,25 MW dihentikan. Hingga saat ini jumlah daya terpasang PLTP Kamojang masih tetap sebesar 140 MW. Di Awibengkok Gunung Salak, pengembangan juga dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 1990an. Kapasitas terpasang saat ini 377 MW dari 6 unit, yaitu unit 1, 2, 3 masing-masing memiliki kapasitas 60 MW (sejak 1994), dan unit 4, 5, 6 masing-masing memiliki kapasitas 65.6 MW (sejak 1997). Demikian pula halnya di lapangan Darajat (unit-1 55 MW sejak tahun 1994, unit-2 81,6 MW sejak tahun 2000 dan unit2 110 MW) lapangan Wayang Windu (Unit-1 110 MW, Unit-2 117 MW) dan lapangan Lahendong (Unit-1 sd Unit-4, masing-masing 20 MW).
Pengembangan secara bertahap umumnya dilakukan untuk mengurangi resiko pengembangan. Pada saat data masih sedikit, ketidakpastian mengenai karakterisasi reservoir masih tinggi dan demikian pula halnya dengan ketidakpastian mengenai kemampuan produksi sumur. Dengan bertambahnya data dari kegiatan eksplorasi dan adanya sumur-sumur eksplorasi yang berhasil membuktikan keberadaan reservoir, maka ketidakpastian menjadi berkurang. Untuk mengurangi resiko, besarnya kapasitas PLTP yang akan dibangun umumnya mempertimbangkan besarnya cadangan terbukti (proven reserve) dan jumlah uap yang tersedia kepala sumur dari sumur-sumur yang telah dibor di lapangan tersebut (uap yang tersedia di kepala sumur minimal 30% dari kapasitas PLTP). Pertimbangan lain dari pengembangan bertahap adalah karena pengambilan fluida secara serentak dalam jumlah yang banyak dapat mengakibatkan penurunan tekanan reservoir yang terlalu cepat, meskipun semua air dari separator dan kondensat dari menara pendingin (cooling tower) semua diinjeksikan kembali ke bawah permukaan, serta ada air rembesan dari permukaan (recharge fluid). Reinjeksi dilakukan oleh pengembang dengan tujuan mengisi kembali pori batuan reservoir dengan air dari separator (brine water) dan kondensat dari cooling tower. Namun demikian proses pengisian kembali pori-pori batuan tidak secepat pengambilannya. Sebagai contoh, PT Pertamina Geothermal Energy untuk pengembangan Lumut Balai dan Ulebulu memilih strategi pengembangan 4x55 MW (4 unit, masingmasing 55 MW) dari pada 2x110 MW (2 unit, masing-masing 110 MW). Strategi produksi dan injeksi. Sebagai bagian dari pengelolaan reservoir, strategi produksi dan injeksi juga perlu direncanakan dengan baik. Strategi produksi antara lain meliputi pemilihan lokasi dan spasi sumur (jarak antar sumur), konfigurasi casing dan liner di dalam sumur (sumur standard atau big holes), tekanan alir sumur (well flowing pressure). Untuk memperoleh sumur dengan kemampuan
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
55
Topik Utama produksi yang tinggi, target pemboran diprioritaskan di daerah yang diperkirakan mempunyai temperatur dan permeabilitas tinggi. Agar produksi sumur satu tidak menyebabkan penurunan produksi di sumur lain, spasi sumur dijaga agar jaraknya tidak terlalu berdekatan. Strategi produksi lain yang umum dilaksanakan adalah membor sumur bigholes di daerah yang diperkirakan mempunyai produktivitas tinggi. Apabila sumur memiliki produktivitas tinggi, produksi sumur bigholes bisa dua atau tiga kali lebih besar dari sumur standar, sehingga jumlah sumur yang dibutuhkan untuk mensuplai uap ke PLTP menjadi lebih sedikit. Jumlah sumur pengembangan diperkirakan berdasarkan dari potensi sumur-sumur eksplorasi. Apabila yang ada belum mencukupi untuk mensuplai kebutuhan PLTP yang akan dibangun maka perlu dilakukan pemboran sumur pengembangan. Jumlah sumur pengembangan yang perlu dibor di daerah tersebut sangat tergantung dari kapasitas PLTP, produksi setiap sumur, tingkat keberhasilan sumur pengembangan dan kelebihan cadangan uap di kepala sumur (steam excess allowance). Reinjeksi merupakan bagian dari pengelolaan reservoir, yaitu selain untuk mengisi kembali volume pori batuan dengan air agar penurunan tekanan di dalam reservoir terlalu cepat, juga untuk mencegah pencemaran lingkungan (mencegah polusi kimia dan polusi panas (thermal pollution), karena air (brine) mengandung ion-ion kimia dan panas yang terkandung dalam air apabila dibuang ke lingkungan atau ke sungai yang terdapat di sekitarnya akan merusak lingkungan dan mematikan makhluk hidup di sungai. Di Indonesia, di semua lapangan air dan kondensat diinjeksikan kembali, tidak ada yang dibuang ke lingkungan, sebagaimana dilakukan dimasa yang lalu di beberapa lapangan, seperti di Wairakei (NZ) dan Ahuchapan (El Savador), di mana di Wairakei air dari separator dibuang kesungai dan di Ahuchapan air dari separator dibuang kelaut. Strategi injeksi antara lain meliputi pemilihan lokasi sumur injeksi, kedalaman dan temperatur
56
injeksi. Pengalaman di beberapa lapangan, antara lain lapangan Awibengkok-Salak, telah menunjukkan bahwa penempatan sumur injeksi di dekat sumur produksi akan mengakibatkan terjadinya penurunan temperatur yang drastis pada sumur produksi disebabkan karena terjadinya 'thermal or cold water breakthrough". Sementara itu, apabila letak sumur injeksi terlalu jauh dari sumur produksi, maka penurunan tekanan reservoir akan menjadi lebih cepat dan dapat mengakibatkan penurunan produksi. Pengalaman di beberapa lapangan (Stefanssson, 1997) menunjukkan bahwa di Lapangan Ahuachapan (El Savador), sumur produksi yang terletak sekitar 150 m dari sumur injeksi temperaturnya turun 30oC, di lapangan Svartsengi (Iceland) sebuah sumur temperaturnya turun 8oC selama 4 tahun dan di lapangan Palinpinon (Philipina) sebuah sumur temperatur turun 50oC dalam waktu 4 tahun dan terjadi thermal breakthrough pada bulan ke 18 setelah pertama kali injeksi. Untuk mengatasi permasalah tersebut harus dicari jarak optimal agar kedua hal tersebut dapat diatasi. Keseimbangan jarak tersebut akan mengakibatkan keseimbangan pada sistem reservoir. Di beberapa lapangan, untuk mencegah terjadinya 'thermal or cold water breakthrough", sumur injeksi dipilih lokasinya di daerah yang memiliki temperatur lebih rendah. Biasanya di dekat batas reservoir. Tetapi hal ini mengakibatkan penurunan tekanan di sumur produksi lebih cepat juga mengakibatkan terbentuknya steam cap di reservoir tersebut. Pilih kondisi temperatur dimana kandungan kimia dalam air tidak memungkinkan terjadinya scaling silika. Injeksi dilakukan ke zona lebih dalam dari reservoir. Menurut Sarmiento (2008) di beberapa lapangan di Phillipina strategi reinjeksi ditentukan berdasarkan pada beberapa filosofi. antara lain: pertama, reinjeksi dilakukan menyebar agar air injeksi tidak terkonsentrasi di satu tempat dan kembali ke sektor produksi, serta untuk memperluas daerah kontak antara air injeksi dan batuan panas, agar air yang diinjeksikan menjadi panas sebelum memasuki sektor produksi.
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama Kedua adalah air diinjeksikan kekedalaman lebih dalam dari kedalaman reservoir (deep reinjection), agar air injeksi menjadi lebih panas. Filosofi ketiga adalah dilakukan peripheral injection atau injeksi di batas luar sektor produksi, kira-kira 2-3 km jaraknya dari sektor produksi. Prediksi perubahan kondisi reservoir. Untuk memprediksi perubahan kondisi reservoir terhadap waktu dari beberapa skenario produksiinjeksi, umumnya dilakukan studi simulasi reservoir. Prediksi umumnya dilakukan untuk jangka waktu proyek, yaitu 25-30 tahun. Kajian juga harus dilakukan untuk menentukan kondisi operasi optimum sumur, seperti tekanan kepala sumur, tekanan separator, tekanan masuk turbin dan tekanan kondensor. Simulasi reservoir untuk memprediksi kinerja reservoir sangat penting dilakukan karena Lembaga Keuangan umumnya tidak tertarik untuk membiayai proyek apabila tidak ada hasil kajian/hasil studi yang menunjukkan tersedianya uap untuk menunjang kebutuhan pembangkit listrik untuk jangka waktu yang panjang, yaitu minimal untuk 25-30 tahun, serta bukti bahwa fluida geotermal setelah energinya digunakan untuk membangkitkan listrik tidak menimbulkan permasalahan, baik permasalahan teknis (operasional) maupun permasalahan lingkungan. Perencanaan PLTP. Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan PLTP adalah pemilihan Tekanan Masuk Turbin. Besarnya tekanan masuk turbin dipilih dengan mempertimbangkan perubahan tekanan reservoir, tekanan alir dari sumur, kehilangan tekanan di sepanjang pipa alir permukaan dan kelangsungan produksi uap untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik selama masa produksi, minimal 25-30 tahun. Besarnya tekanan masuk turbin pada tahap awal pengembangan umumnya dipilih rendah, karena adanya kekhawatiran bahwa tekanan reservoir menurun cepat akibat produksi dan mengakibatkan sumur tidak mampu mensuplai uap ke pembangkit. Sebagai ilustrasi, unit-1, 2
dan 3 di PLTP Kamojang yang dibangun tahun 1980an, memiliki tekanan masuk turbin relatif rendah, yaitu 6,5 bar abs. Dengan tekanan kondensor 0,1 bar abs dan efisiensi turbin 80%, dengan metoda yang dijelaskan pada sub bab terdahulu dihitung besarnya konsumsi uap dari ketiga unit tersebut dan diperoleh besarnya konsumsi uap sebesar 7,2 ton/jam/MW, artinya untuk menghasilkan 1 MW listrik dibutuhkan 7,2 ton uap per jam. Pemilihan tekanan masuk turbin di PLTP Darajat yang dikembangkan pada awal tahun 1990an, kemungkinan memperhatikan penurunan tekanan reservoir terhadap waktu yang terjadi di lapangan Kamojang, yang letaknya berdampingan dan sama-sama merupakan reservoir dominasi uap. Di Lapangan Kamojang, penurunan tekanan reservoir relatif kecil. Unit-1 PLTP Darajat, yang beroperasi pada tahun 1994, memiliki tekanan masuk lebih tinggi, yaitu 10 bar abs. Dengan tekanan kondensor 0,1 bar abs, dan diasumsikan efisiensinya 80%, hasil perhitungan menunjukan konsumsi uap untuk unit-1 ini adalah sebesar 6,5 ton/jam/MW, artinya untuk menghasilkan 1 MW listrik dibutuhkan 6,5 ton uap, lebih rendah dari konsumsi uap unit-1, 2 dan 3 PLTP Kamojang. Besarnya tekanan masuk turbin unit-2 PLTP Darajat, dipilih lebih tinggi dari unit 1. Demikian pula dengan unit-3 lebih tinggi dari unit-2 (Tabel 1). Pemilihan tekanan masuk turbin yang lebih tinggi tersebut tentunya mempertimbangkan hasil simulasi reservoir yang memprediksi bahwa reservoir memiliki kemampuan untuk mensuplai uap ke kedua unit tersebut untuk masa produksi 25-30 tahun. Hasil perhitungan memperlihatkan konsumsi uap unit 2 lebih kecil dari unit-1, yaitu 6,2 ton/jam/MW. Unit-3 yang memiliki tekanan masuk lebih tinggi, tentunya konsumsi uapnya lebih rendah lagi. Besarnya konsumsi uap yang diperlihatkan pada Tabel-1 menunjukkan penghematan pemakaian uap yang dilakukan di Darajat karena jumlah uap yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 MW menjadi lebih sedikit. Hal yang sama juga dilakukan untuk Unit-4 PLTP Kamojang.
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
57
Topik Utama Tabel 1. Perbandingan konsumsi uap dari unit pembangkit di PLTP Kamojang dan Darajat PLTP
Kamojang
Darajat
Unit Unit-1: 30 MW Unit-2: 55 MW Unit-2: 55 MW Unit-4: 60 MW Unit-1: 55 MW Unit-2: 81,6 MW Unit-3: 110 MW
Tahun Mulai Beroperasi 1983 1987 1987 2009 1994 2000
Tekanan Masuk Turbin (bar abs) 6,5 6,5 6,5 11 10 13 14,5
Tekanan Kondensor (bar abs) 0,1 0,1 0,1 0,105 0,1 0,1 0,07
Konsumsi Uap (Ton/jam/MW) 7,2 7,2 7,2 6,1 6,5 6,2 <6,2
Catatan: dihitung oleh Nenny Saptadji/ITB
Perencanaan Lapangan Uap (Steam Field). Salah satu hal yang dipertimbangkan dalam membuat rencana pengembangan lapangan uap adalah berkurangnya daerah kawasan hutan. Untuk menghemat pemakaian lahan dan efisiensi waktu untuk pemindahan rig, dalam satu lokasi sumur (well pad) umumnya di bor lebih dari satu sumur. Umumnya satu sumur tegak, 3-4 sumur lainnya merupakan sumur berarah (directional well). Penempatan 4-5 sumur dalam satu lokasi (pad) juga akan mengefektifkan biaya karena fluida produksi dapat dialirkan melalui pipa yang sama. Pemboran sumur berdiameter besar (bigholes), yang produksinya bisa 2-3 kali sumur standar umum dilakukan karena dapat mengurangi jumlah sumur yang dibor sehingga dapat mengurangi biaya dan juga mengurangi pemakaian lahan hutan. Dilihat dari sudut pengembang (industri), sangatlah penting untuk menjaga kondisi hutan karena hutan berfungsi menahan air hujan sehingga tidak menjadi run-off water yang akan mengalir ke sungai atau ke tempat lainnya. Air hujan diharapkan masuk, meresap ke bawah permukaan dan kemudian masuk ke dalam reservoir sebagai recharge water. Pengalihan fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian di sekitar area geotermal, tidak dikehendaki oleh para pengembang (industri). Mengingat kelangsungan pemanfaatan geotermal sangat bergantung pada terjaganya
58
kondisi hutan, di samping reinjeksi, ada upaya lain yang perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan produksi, antara lain adalah melakukan pengelolaan air hujan sebagai sumber imbuhan air utama (water recharge) reservoir hidrotermal dengan membuat sumursumur resapan dangkal. Hasil kajian Yudha Artika bersama penulis (2011), menunjukkan bahwa pada musim hujan run-off dari air hujan di sekitar area suatu lapangan panas bumi, volumenya cukup besar. Di Indonesia beberapa tahun terakhir ini run-off dari air hujan banyak menimbulkan permasalahan, yaitu banjir dan longsor di beberapa tempat dan pengembang seringkali dituduh sebagai penyebab permasalah tersebut. Untuk itu disarankan dalam perencanaan sebaiknya dibuat juga rencana pengelolaan air hujan. dengan membuat sumur-sumur resapan dangkal. Mengingat masalah banjir yang timbul akibat dari run-off dari air hujan ini semakin sering terjadi di Indonesia, pengelolaan air hujan dengan membuat sumur-sumur resapan juga sebaiknya dijadikan program nasional. 4.2. Monitoring (Pemantauan) Kegiatan pemantauan atau monitoring merupakan bagian penting dari pengelolaan reservoir. Tujuan dari pemantauan adalah mengetahui bagaimana keadaan reservoir sekarang dan mengetahui perubahan yang dapat terjadi. Pemantauan pada prinsipnya dilakukan
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama untuk menjaga agar sumber energi sustainable atau berkelanjutan. Pemantauan ini antara lain terdiri dari pemantauan sumur produksi dan injeksi, pemantauan aktivitas termal, pemantauan aktivitas termal. Untuk mengetahui perubahan maka harus dilakukan berbagai pengukuran untuk mengetahui (1) kondisi awal (base line) dan (2) kondisi saat reservoir dieksploitasi (produksi dan injeksi). Kondisi awal meliputi: (1) tekanan dan temperatur di reservoir, (2) kandungan fluida dalam reservoir, (3) tekanan dan temperatur didalam sumur, (4) kemampuan produksi sumur, (5) kandungan kimia dalam fluida, (6) sifat batuan disekitar lubang sumur. Pemantauan sumur. Parameter-parameter yang perlu dipantau secara teratur selama eksploitasi lapangan meliputi (1) Laju aliran massa dari masing-masing sumur produksi dan dari seluruh lapangan, (2) Laju aliran injeksi, baik masing-masing sumur maupun total, (3) Enthalpy dimasing-masing sumur dan enthalpy seluruh sumur yang ada di lapangan tersebut dan (4) Tekanan di kepala sumur dan di dalam sumur. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap kemampuan produksi sumur, umumnya pengujian sumur dilakukan kembali setelah sumur diproduksikan untuk jangka waktu tertentu. Pemantauan aktivitas termal. Pemantauan aktivitas termal perlu dilakukan. Geyser, misalnya, sangat sensitif terhadap perubahan ketinggian muka air dan bisa memberikan peringatan dini dari penurunan tekanan reservoir, seperti yang terjadi di Rotorua. Ada beberapa cara yang dilakukan industri untuk memantau aktivitas termal, sebagaimana dijelaskan SKM sebuah perusahaan geotermal di New Zealand, antara lain adalah: (1) Mendokumentasikan perubahan yang terjadi di manifestasi permukaan yang terdapat di lapangan dengan cara mengumpulkan foto-foto, mengukur laju aliran air yang mengalir dari mata air dan
mengambil sampel air, (2) Melakukan survey suhu permukaan tanah dan survei aliran panas. Dilaksanakan dengan pengukuran suhu permukaan tanah, pengukuran aliran dan perkiraan aliran panas dari manifestasi permukaan, dan (3) Mengambil foto udara untuk mengidentifikasi perubahan aktivitas termal yang besar/signifikan Pemantauan manifestasi permukaan, seperti geyser, mata air panas, kolam air panas dll. Parameter yang perlu dimonitor dari geyser adalah ketinggian erupsi, interval antar erupsi serta lamanya erupsi. Sedangkan dari mata air panas yang perlu dimonitor adalah laju alir masa air, temperatur dan kandungan kimia. Pemantauan Tekanan dan Temperatur. Pemantauan tekanan dan temperatur di dalam sumur dilakukan dengan melaksanakan PT Survey atau PTS Survey untuk mengamati perubahan landaian tekanan dan temperatur di dalam sumur. Menurut Grant (1982) pengukuran dapat dilakukan setiap bulan atau setiap beberapa bulan. Ia menyarankan pengukuran dilakukan dengan interval waktu yang sama. Di setiap lapangan umumnya ada sumur-sumur yang tidak berproduksi. Sumur-sumur tersebut umumnya digunakan sebagai sumur monitor (monitoring wells), agar pemantau dapat dilakukan secara terus menerus. Pemantauan Mikroseismik. Perubahan tekanan fluida pori atau tekanan reservoir dapat menginduksi kegempaan. Hal ini sering terjadi ketika tekanan meningkat, karena dilakukannya injeksi air. Di New Zealand pemantauan mikroseismik selalu dilakukan untuk memonitor efek dari injeksi. Pemantauan air tanah. Pemantauan air tanah dilakukan antara lain untuk memberikan peringatan dini dari terjadinya perubahan permukaan air tanah atau suhu, yang terjadi karena eksploitasi. Di samping itu juga untuk untuk mendeteksi perubahan kimia air yang terjadi karena adanya interaksi air tanah air reservoir.
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
59
Topik Utama Pemantauan Geokimia. Pemantauan geokimia umumnya dilakukan secara berkala untuk mengetahui perubahan kandungan kimia didalam (1) Gas (G2Sr, CO2, H2S, CH4, NH3, Ar, N2, H2), (2) Brine (Na, K, Ca, Mg, Li, B, SiO2, Cl, HCO3, SO4, NH4), dan (3) Non Condensible Gas. Dengan memonitor kandungan kimia fluida sumur, banyak informasi yang dapat diperoleh, antara lain adalah terjadinya reinjection returns atau kembalinya air injeksi ke dalam reservoir (diindikasikan oleh adanya peningkatan kandungan Chlorida), terjadinya penurunan enthalpy fluida (diindikasikan oleh adanya penurunan konsentrasi Silika), masuknya air hasil pemanasan uap ke dalam reservoir sebagaimana diindikasikan oleh adanya peningkatan ratio Sulphate/Chloride, perubahan tingkat pendidihan air (dari perbandingan CO2/ H2S), perubahan zona produksi di dalam sumur, perubahan potensi scaling dan perubahan pH air reservoir. 4.3. Evaluasi dan Langkah Perbaikan Langkah selanjutnya dari proses pengelolaan reservoir setelah pemantauan adalah evaluasi. Data perlu dianalis untuk menentukan langkah perbaikan dalam rangka menjaga kelangsungan produksi. Evaluasi dilakukan terhadap kinerja reservoir, kinerja sumur, kinerja PLTP, strategi produksi, strategi injeksi, model konseptual, kemungkinan perluasan lapangan dan peningkatan kapasitas PLTP, ketidakpastian dan resiko. Di samping itu lingkungan geotermal juga dijaga, dimonitor dan dievaluasi terus-menerus agar tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Sebagai ilustrasi, Malate R. C.M and Arvin A. Aqui (2010) menjelaskan langkah perbaikan yang dilakukan di lapangan Palinpinon- Philippines, yang telah diproduksikan secara terus-menerus selama 27 tahun, untuk mengatasi masalah penerobosan air injeksi kedalam sumur produksi adalah mengubah strategi produksi-injeksi, yaitu dengan mengalihkan area injeksi agar jaraknya tidak terlalu dekat dengan sumur produksi dan juga meningkatkan produksi uap dengan tanpa menambah volume air yang diinjeksikan. Hal ini
60
dilakukan di lapangan dengan memprioritaskan produksi dari sumur-sumur yang mempunyai enthalpy tinggi. Walaupun strategi ini berhasil memperbaiki kemampuan lapangan untuk mensuplai uap ke PLTP, namun tidak mampu mensuplai uap ke PLTP pada saat beban penuh. Untuk mengatasi kekurangan uap maka dibor beberapa make-up wells berdiameter besar (big holes) di area dua fasa; sumur-sumur tersebut menghasilkan uap dengan kandungan air rendah. Dengan strategi produksi-injeksi tersebut diatas, zona dua-fasa menjadi meluas dan seiring dengan berjalannya waktu membentuk tudung uap (steam cap). Penjelasan rinci mengenai pengelolaan reservoir di lapangan Palinpinon dapat diperoleh dari tulisan Malate R. C.M and Aqui A.A (2010). Hal yang sama juga terjadi di lapangan Awibengkok-Salak, yang juga merupakan dominasi air dan saat ini merupakan lapangan dengan produksi listrik terbesar di Indonesia. Strategi produksi-injeksi serupa diterapkan untuk mengatasi masalah penerobosan air injeksi ke sumur produksi. Di lapangan ini perubahan strategi ternyata berdampak terhadap peningkatan kandungan NCG di dalam uap, yang tentunya menyebabkan peningkatan tekanan kondensor, yang berakibat terhadap pengurangan daya listrik. Untuk mengatasi masalah ini, jumlah gas ejector untuk mengekstrak NCG dari kondensor ditambah. Mengingat gas ejector juga menggunakan uap, maka untuk menjaga kelangsungan produksi dengan kapasitas yang sama, jumlah uap yang harus disuplai ke PLTP menjadi lebih besar. Penjelasan yang rinci mengenai manajemen injeksi di lapangan Awibengkok-Salak dapat diperoleh dari tulisan Ganefianto N., Stimac J., Azwar L.S. et al. (2010). Kedua contoh tersebut menunjukkan pentingnya dilakukan pengelolaan reservoir dengan tepat. Seringkali untuk memenuhi kebutuhan listrik, lapangan geotermal yang saat ini beroperasi dituntut untuk meningkatkan produksinya dengan menambah unit pembangkit. Namun demikian, keputusan hendaknya diambil tidak hanya mempertimbangkan potensi cadangan, namun
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama juga perlu dipertimbangkan dampak dari penambahan unit terhadap perubahan kondisi reservoir. Langkah yang tepat untuk mengoptimalkan pembangkit yang ada, dengan memanfaatkan air hasil pemisahan dari separator, untuk menambah daya listrik, yaitu dengan menambah binary plant (pembangkit binari). Dengan siklus binari, daya listrik bertambah namun tidak ada penambahan pengambilan masa fluida dari reservoir (zero mass withdrawal). Tambahan dari siklus binari tidak besar, mungkin hanya 5-10 MW, namun siklus kominasi ini akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan panas. 5.
KESIMPULAN
Tiga puluh WKP panas bumi akan dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Sepuluh tahun mendatang Indonesia akan menjadi pengembang geotermal terbesar di dunia. Untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, proses pengelolaan reservoir harus dipahami dan dilakukan dengan tepat, dengan azas kehati-hatian. Produksi yang berlebihan umumnya tidak dilakukan dalam memproduksikan fluida geotermal. Dengan pengelolaan reservoir yang tepat, sumber energi geotermal diharapkan akan terus merupakan sumber energi yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Darma, S., Sugiharto, H., Setiawan B. 2010, Geothermal Energy Update: Geothermal Energy Development and Utilization in Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April 2010. Grant, M.A., Donaldson, I.G., and Bixley, P.F., 1982, Geothermal Reservoir Engineering, Academic Press, first edition, 369 pp. Ganefianto N., Stimac J., Azwar L.S. et al. 2010, Optimizing Production at Salak Geothermal
Field, Indonesia, Through Injection Management, Proceedings World Geothermal Congress 2010, Bali, Indonesia, 25-29 April 2010. Grant M. and Bixley, P.F., 2011, Geothermal Reservoir Engineering 2nd edition, ElsevierAcademic Press, 359 pp. Gonzales R.C et al., 2005, Field Management Strategies for the 700 MW Greater Tongonan Geothermal Field, Leyte, Philippines, Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya, Turkey, 24-29 April 2005. Horne, R. 2007, Geothermal in the World, slide presentations. Malate R. C.M and Arvin A. Aqui, 2010, Steam Production from the Expanded Two-Phase Region in the Southern Negros Geothermal Production Field, Philippines, Proceedings World Geothermal Congress 2010 Bali, Indonesia, 25-29 April 2010. Pasikki R.G., 2011, Salak Reservoir Overview, Kuliah Tamu Program Studi S2 Teknik Panas Bumi ITB, Maret 2011. Sanyal, S. K. And Enedy S. L., 2010, Fivty Years of Power Generation, at the Geyser Geothermal Field, California - The Lesson Learned, Proceedings, Thirty-Sixth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, California, January 31-February 2, 2011, SGP-TR-191. Saptadji, N. and Artika Y., 2011, Surface Water Potential Analysis and Groundwater Conservation Concept at Kamojang Geothermal Field, Proceedings, ThirtySeventh Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford University, Stanford, California, January 30 - February 1, 2012, SGP-TR-194 Sarmiento, Z.F., 2008, Management of Geothermal Resources in the Philippines , Presented at Short Course on Geothermal Project Management and Development, Organized by UNU-GTP, KenGen and MEMD-DGSM, at the Imperial Botanical Beach Hotel, Entebbe, Uganda, November 20-22.
Pengelolaan Reservoir Geotermal Untuk Mendukung Pembangunan.... ; Nenny Saptadji
61