PENGELOLAAN PULAU GILIKETAPANG, KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR, DENGAN MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Hasan Ikhwani1, Arwi Yudhi Koswara2 1
Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS, email:
[email protected] 2 Jurusan Perencanaan Wilayah Kota FTSP ITS, email:
[email protected]
Abstrak: Pulau Gili Ketapang adalah sebuah pulau kecil, yang merupakan bagian dari Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Pulau ini menempati kepadatan penduduk yang tinggi, namun demikian sumber daya manusianya kurang. Hal ini mencerminkan masalah kompleks yang dihadapi di Gili Ketapang. Oleh karena itu diperlukan suatu studi manajemen berkelanjutan di pulau itu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui program yang sesuai dilakukan di Gili Ketapang menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software expert choice. Hasil analisis menunjukkan bahwa empat prioritas utama disarankan untuk diterapkan di Pulau Gili Ketapang adalah: Infrastruktur (43%), Teknologi (23%), Sumber Daya Alam & Ekonomi (18,2%), dan Sumber Daya Manusia & Budaya Sosial (15,8%). Kata kunci: Pulau Gili Ketapang, Analytical Hierarchy Process, pengelolaan berkelanjutan Abstract: Gili Ketapang Island is a small island, which is a part of Probolinggo District, the East Java Region. The island occupies high density of community, while lack of human resources on the side. In addition of away from mainland, these reflect of complex problems faced on the Gili Ketapang. Therefore it is needed such a study of sustainable management on that island. The purpose of the study is to investigate the appropriate program conducted on the Gili Ketapang using Analytical Hierarchy Process (AHP). Calculation performed using expert choice software. Result of analysis showed that, four main priorities suggested to be implemented on Gili Ketapang Island are: Infrastructure (43%), Technology (23%), Natural Resources & Economic (18.2%), and Human Resources & Social Culture (15.8%). Key words: Gili Ketapang Island, Analytical Hierarchy Process, sustainable management
PENDAHULUAN Pulau Giliketapang adalah pulau kecil yang ada di wilayah Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Pulau Giliketa-
pang merupakan pulau karang yang terletak di sebelah utara wilayah Kabu-paten Probolinggo pada koordinat 113o15’21” BT dan 7o40’48” LS, dengan kondisi daerah yang khas pesisir dan penduduk
144
suku Madura. Panjang pulau Giliketapang 2,1 km dengan lebar 0,6 km, dan luas wilayah kurang lebih 0,61 km2. Jumlah penduduk di pulau Giliketapang berdasarkan hasil data statistik Kabupa-ten Probolinggo tahun 2009 sebanyak 7.988 jiwa terdiri dari laki-laki 3.924 jiwa dan perempuan 4.064 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar +1 %. Berdasarkan data tersebut, maka pulau Giliketapang dapat dikategorikan pulau kecil, bahkan pulau yang sangat kecil dengan kepadatan penduduk yang paling padat di Jawa Timur (angka kerapatan penduduk mencapai 13.095). Kondisi kepadatan penduduk yang sangat tinggi di satu sisi, dan keterbatatasan sumber daya alam maupun sumberdaya manusia di sisi lain mengakibatkan permasalahan yang kompleks di pulau tersebut, sehingga diperlukan kajian kebijakan pengelolaannya dengan multi aspek. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji alternatif pengelolaan yang paling sesuai untuk pulau Giliketapang sebagai pulau kecil yang terpisah dari daratan utama (maindland) dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP pertama kali dikenalkan oleh Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business sekitar tahun 1970. AHP adalah alat pendukung dalam mengambil suatu keputusan dari suatu permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur. Kemudian menjadikan permasalahan tersebut menjadi bagian yang terukur, serta merata dalam suatu hirarki. Saat ini AHP telah banyak diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan dalam berbagai bidang. Wolo dkk (2011) menerapkan AHP dalam membantu institusi untuk memberikan penilian kinerja dosen di Universitas Nusa Nipa, Maumere. Suprayitno (2011) melakukan kajian untuk membantu isntitusi AL dalam
memberikan penghargaan Bintang Adhi Makayasa terhadap kadet di Akademi Angkatan Laut. Munthe dkk (2011) menggunakan AHP dalam menentukan prioritas pemeliharaan jalan nasional di Manokwari. Sedangkan Arif dan Sudarso (2011) menerapkan AHP dalam upaya peningkatan daya saing produk tenun di Sidoarjo. Dalam memberikan peniliaian atas suatu permasalahan, AHP mempunyai kelebihan, yaitu dimungkinkannya pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif. Perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) dilakukan untuk perhitungan bobot, dengan menggunakan skala 1-9 (Saaty, 1993). Skala pembobotan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Untuk menentukan bobot masingmasing dari pelaku, kriteria dan aspek, penyebaran kuesioner dilakukan ke responden yang mewakili stakeholder. Dari hasil pendapat responden dapat dihitung bobot total untuk tiap masingmasing pelaku, kriteria dan aspek. Perhitungan tersebut harus menggunakan perhitungan rata-rata geometrik sebagaimana yang diberikan dalam Persamaan (1). aw =
n
a1 xa 2 x.....xa n
(1)
dengan, a1 = penilaian responden ke-1 aw = penilaian gabungan n = banyaknya responden Selanjutnya, untuk menghitung bobot tiap kriteria dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:
Hasan I, Arwi Y.K: Pengelolaan Pulau Giliketapang
145
Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi. Bentuk
matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Skala Perbandingan Berpasangan Intensitas/Pen tingnya 1 3
5
Definisi
Penjelasan
Sama Penting Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain Sifat lebih pentingnya kuat
7
Menunjukan sifat sangat penting
9
Ekstrim penting
2,4,6,8 Respirokal
Rasional
Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih disukai daripada yang lain Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yanga satu lebih disukai yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang ingin dicapai Diperlukan kesepakatan (kompromi)
Nilai diantara dua penilaian Jika aktivitas i Asumsi yang masuk akal dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya Rasio yang timbul dari Jika konsistensi perlu dipaksakan skala dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks
Sumber : Saaty, 1993
146
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 18, No. 2, Agustus 2012
Tabel 2. Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 .... An
A1 A11 A21 ..... An1
Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 - 9. Pengertian angka 1 adalah sama penting, sedang 9 adalah sangat penting sekali. Dari susunan matriks perbandingan berpasangan nantinya akan dihasilkan sejumlah prioritas. Selanjutnya prioritas ini akan memberikan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada di atasnya. Dalam subsistem operasi akan terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3, …, An. Sehingga hasil perbandingan secara berpasangan elemen operasi tersebut nantinya akan membentuk suatu matriks perbandingan (Saaty, 1993). Penjumlahan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. Pada penelitian nilai perbadingan berpasangan yang digunakan adalah hasil perhitungan rata-rata geometrik dari responden. Normalisasi. Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke-1. Penjumlahan hasil normalisasi setiap elemen pembanding, sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding.
A2 A12 A22 ..... An2
.... .... .... .... ....
An A1n A2n ..... Ann
Pembagian jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. Pengecekan nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan harus dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding. Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi ) sehingga diperoleh eigenvector. Hal ini merupakan hasil dari pemilihan kepentingan yang terdapat diantara elemen. Menghitung eigenvalue (λ maks), hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. Hal ini selanjutnya digunakan sebagai referensi menentukan tingkat pemilih, dengan menyatakan kedalam reference indeks. Menghitung nilai Indeks Konsistensi (CI)
Hasan I, Arwi Y.K: Pengelolaan Pulau Giliketapang
CI = λmaks – n n–1
(2)
147
dengan, λ maks n
dengan, CR : Rasio Konsistensi CI : Indeks konsistensi RI : Nilai random indeks
: eigenvalue maksimum : ukuran matriks
Menghitung Rasio Konsistensi (CR) Nilai rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan antara indeks konsistensi (CI) dan nilai random indeks (RI). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya < 0,1. CR = CI RI
< 0,1
(3)
Nilai indeks random adalah suatu jenis indeks yang menyatakan besarnya konsistensi matriks resiprok yang muncul secara random dengan skala 1 sampai 7, serta kebalikannya. Menurut Saaty (1993) nilai indeks random dinyatakan dalam matriks berorde 1 hingga 15, seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Random untuk setiap Orde Matriks Orde Matriks Indeks Random Orde Matriks Indeks Random
1
2
3
4
5
6
7
8
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
9
10
11
12
13
14
15
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Sumber : Saaty, 1993
METODE PENELITIAN
permasalahan yang terdapat di pulau Giliketapang.
Langkah-langkah dalam pengerjaan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: Identifikasi Masalah. Pada tahap ini dilakukan pendefinisian masalah dan tujuan yang akan dicapai. Untuk itu dilakukan studi pendahuluan berupa mempelajari data yang sudah ada untuk mengetahui kondisi wilayah studi. Data dapat diperoleh dari Pemkab Probolinggo, Pemprov Jawa Timur dan mengamati langsung di pulau Giliketapang . Penyusunan Model Hirarki Proses ini merupakan bagian penting dalam proses pengerjaan dengan menggunakan metode AHP. Penyusunan hirarki berdasarkan pada kondisi 148
Pengumpulan Data Data didapat dari kuisioner yang disebar ke responden yang merupakan pemangku kepentingan (stakeholder). Responden berasal dari: (1) Masyarakat nelayan di Pulau Giliketapang, yang diwakili oleh Kades, Ketua Dusun di 8 Dusun, tokoh masyarakat, RW dan RT. (2) Kecamatan Sumberasih, Probolinggo. (3) Dinas Kelautan dan Perikanan Pemkab Probolinggo. (4) Bapeda Probolinggo. (5) Dinas Pekerjaan Umum Kab. Probolinggo . (6) Pengelola Pelabuhan Kab. Probolinggo. (7) Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Jatim. (8) Perguruan Tinggi di Jawa Timur yang mempunyai Pusat Kajian Pesisir/Kelautan,
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 18, No. 2, Agustus 2012
antara lain: ITS, Universitas Jember, Universitas Brawijaya, dan Universitas Hang Tuang. Pengolahan Data Setelah memperoleh data dari responden, kemudian dilakukan pengolahan sebagai berikut: Melakukan Perbandingan Berpasangan Pada tahap ini, dilakukan membuat matrik perbandingan berpasangan yang diperoleh dari data kuisioner. Matrik ini menggambarkan pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya. Kemudian dilakukan evaluasi atau pengolahan matrik perbandingan tersebut.
Uji Konsistensi Menghitung nilai eigen vektornya dan melakukan uji konsistensi untuk mengetahui kekonsistenan dari hasil yang diperoleh. Apabila nilai rasio konsistensi (CR) kurang atau sama dengan 10%, maka hasilnya sudah memenuhi. Analisis dan kesimpulan. Menentukan vektor prioritas untuk menentukan prioritas kebijakan yang paling sesuai dengan berdasar pada pengolahan data sebelumnya. Kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan angkaangka yang ditunjukkan AHP. Proses penghitungan dibantu dengan perangkat lunak expert choice. Tahapan analisis tersebut dapat diringkas dan diberikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Tahapan Analisis Tujuan Identifikasi Fakta Analisis
Menentukan Kebijakan
Sasaran Identifikasi kondisi lingkungan fisik dan sosial Mengetahui persepsi responden Menentukan kebijakan pengelolaan pantai
Tahapan Menetapkan kriteria dan sub kreteria. Membuat desain survey berdasarkan kriteriadan sub kreteria Survai wawancara dengan 3 stakeholder utama. Menentukan potensi yang perlu untuk dikembangkan Analisis faktor pengembangan pulau kecil. Menentukan prioritas kebijakan untuk pengelolaan pulau Giliketapang dari ahli kebijakan terhadap hasil analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey kondisi lapangan di pulau Giliketapang, terdapat 4 (empat) aspek yang menjadi kebijakan utama yaitu : Sumber daya alam dan potensi ekonomi (SDA & Potensi Ekonomi), yang di dalamnya terdapat sub kriteria sebagai berikut :
Konservasi, yaitu usaha konservasi terumbu karang untuk menjaga lingkungan. Usaha perikanan, yaitu usaha penangkapan ikan laut. Pariwisata, yaitu usaha wisata bahari yang potensial. Sarana dan prasarana fisik (sarpras fisik) yang didalamnya terdapat sub kriteria:
Hasan I, Arwi Y.K: Pengelolaan Pulau Giliketapang
149
Sarpras transportasi, yaitu sarpras transportasi darat dan perahu tradisional dari dan ke pelabuhan Mayangan ke pulau Giliketapang. Sarpras pariwisata, yaitu adanya sentra wisata bahari, restorasi, toilet dan tempat souvenir. Sarpras air bersih, yaitu ketersedian air bersih di pulau Giliketapang. Sarpras listrik, yaitu ketersedian listrik di pulau Giliketapang. Sumberdaya manusia dan sosial budaya (SDM & Sosial Budaya), yang di dalamnya terdapat sub kriteria sebagai berikut: Pendidikan, yaitu kegiatan pendidikan dan pelatihan di Pulau Giliketapang. Hospitality (keramahtamahan), yaitu adanya sosialisasi dan penyuluhan untuk mendukung pembangunan. Teknologi tepat guna yang di dalamnya terdapat sub kreteria seabagai
berikut: teknologi pengolahan ikan untuk dikeringkan dan dijadikan ikan dalam kemasan kaleng. Teknologi penangkapan ikan di laut baik menggunakan teknologi sleret maupun yang lebih maju lagi. Setelah diketahui kriteria kebijakan utama dan sub kriterianya, kemudian disusun desain survey dalam bentuk kuisioner untuk keperluan analisis AHP. Kepada responden ditanyakan 4 kebijakan utama mana yang lebih penting, yang mana kriteria tersebut sengaja dibuat berdampingan untuk memudahkan dalam memilih diantara keduanya mana yang lebih penting dengan pilihan angka 1–9 dengan arti penilaian seperti pada Tabel 5. Selanjutnya adalah mengisi kuisioner 4 kebijakan utama seperti Tabel 6.
Tabel 5. Penilaian Kriteria Nilai 1 3 5 7 9
Keterangan Kedua aspek sama pentingnya Aspek yang satu sedikit lebih penting daripada Aspek lainnya Aspek yang satu lebih penting daripada Aspek lainnya Satu Aspek jelas lebih mutlak penting daripada Aspek lainnya Satu Aspek mutlak penting daripada Aspek lainnya
Angka 2, 4, 6, 8 : Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Tabel 6. Kebijakan Utama dalam Analisis SDA & Ekonomi SDA & Ekonomi SDA & Ekonomi Sarpras Fisik
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Sarpras Fisik
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 SDM & Budaya 9 Teknologi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 SDM & Sosial
Sarpras Fisik
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Teknologi
SDM & Sosial
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Teknologi
150
Sosial
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 18, No. 2, Agustus 2012
Setelah diisi kuisioner 4 kebijakan utama dilanjutkan dengan sub kriteria dari masing-masing kebijakan, yaitu: Sumber Daya Alam dan Potensi Ekonomi, Sarana dan Prasarana Fisik, Sumber Daya
Manusia dan Sosial Budaya, serta Teknologi Tepat Guna sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 7 sampai dengan Tabel 10.
Tabel 7. Sub Kriteria SDA & Potensi Ekonomi Konservasi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
Konservasi Usaha Perikanan
9 9
8 8
7 7
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 Usaha Perikanan 9 Wisata 9 Wisata Pantai
Tabel 8. Sub Kriteria Sarana dan Prasana Fisik Transportasi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Pariwisata
Transportasi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Air Bersih
Transportasi
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Listrik
Pariwisata
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Air Bersih
Pariwisata
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Listrik
Air Bersih
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Listrik
1
2
Tabel 9. Sub Kriteria SDM & Sosial Budaya Pendidikan
9
8
7
6
5
4
3
2
3
4
5
6
7
8
9 Hospitality
Tabel 10. Sub Kriteria Teknologi Tepat Guna Teknologi Penangkap ikan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi Pengolahahan
Wawancara dilakukan kepada stakeholder utama pengelolaan Pulau Giliketapang yaitu pemerintah, tokoh
masyarakat dan akademisi. Perhitungan dilakukan dengan software expert choice, memberikan hasil sebagai berikut:
Tabel 11. Matrik Berpasangan Aspek Utama Kebjikan Utama SDA & Potensi Ekonomi
SDA & Potensi Ekonomi 1
Sarana Prasarana 2,33333
Hasan I, Arwi Y.K: Pengelolaan Pulau Giliketapang
SDM & Sosial Budaya 0,65359
Teknologi Tepat Guna 2,44444
151
Kebjikan Utama Sarana Prasarana SDM & Sosial Budaya Teknologi Tepat Guna
SDA & Potensi Ekonomi 0,5291
Sarana Prasarana 1
SDM & Sosial Budaya 0,48333
Teknologi Tepat Guna 0,41152
1,88888
1,11165
1
1,22222
0,5050
1,11111
0,71894
1
Matrik perbandingan ini kemudian dibobotkan hingga didapatkan persentasi porsi kebijakan utama. Dengan persentase yang dihasilkan, diketahui prioritas utama yang perlu dilakukan adalah: (a) Kebijakan Sarana dan Prasarana (43%). (b) Kebijakan Teknologi Tepat Guna
(23%). (c) Kebijakan SDA & Potensi Ekonomi (18,2%). (d) Kebijakan SDM & Sosial Budaya (15,8%). Masing-masing kebijakan utama lalu dibobotkan matrik berpasanganya, berikut matrik berpasangan masing-masing sub kriteria.
Tabel 12. Matrik Berpasangan Sub Aspek Sumber Daya Alam & Potensi Ekonomi Aspek SDA & Potensi Ekonomi Konservasi Usaha Perikanan Wisata Bahari
Konservasi
Usaha Perikanan
Wisata Bahari
1 0,32222 4,22188
3,11111 1 0,26666
0,23686 3,84615 1
Sub aspek sumber daya alam dan potensi ekonomi (18,2%), utamanya pengembangan usaha perikanan (12,1%) dan konservasi yang mendukung usaha perikanan (7,1%). Sub aspek sarana dan prasarana yang paling utama perlu ditingkatkan adalah listrik (28,5%) diikuti air bersih (6,9%) dan transportasi (6,4%).
Sub Aspek kebijakan seumber daya manusia dan sosial budaya (15,8%), utamanya pendidikan (10,5%) dan pelatihan hospitality (1,5%). Sub Aspek teknologi tepat guna (23%), utamanya teknologi pengolahan ikan (15,3%) diikuti teknologi penangkapan ikan (6,7%).
Tabel 13. Matrik Berpasangan Sub Aspek Sarana Prasarana Aspek Sarana Prasarana Sarpras Transportasi Sarpras Pariwisata Sarpras Air Bersih Listrik
152
Sarpras Transportasi 1
Sarpras Pariwisata 6,66666
Sarpras Air Bersih 1,66666
0,13846
0,15555 0,61111 7,22222
1 0,26713 0,10227
3,77777 1 0,19565
9,77777 5,11111 1
Listrik
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 18, No. 2, Agustus 2012
Tabel 14. Matrik Berpasangan Sub Aspek SDM & Sosial Budaya Aspek SDM & Sosial Budaya Pendidikan Hospitality
Pendidikan 1 7,66666
Hospitality 0,13043 1
Tabel 15. Matrik Berpasangan Sub Aspek Teknologi Tepat Guna Aspek Teknologi Tepat Guna Teknologi Penangkapan Ikan Teknologi Penangkapan Ikan
Teknologi Penangkapan Ikan 1 0,27272
Teknologi Penangkapan Ikan 3,66666 1
Tabel 16. Nilai Consisten Rasio (CR) untuk Kelompok Responden Responden Pemerintah Masyarakat Akademisi
Indeks Consistensi 0.220 0.703 0.079
Konsistensi Rasio kebijakan pengelolaan 0,0901, penilaian prioritas pengelolaan pulau kecil konsisten atau dapat diterima karena CR=0,0901 < 0,1.
SIMPULAN Dengan menggunakan AHP, memberikan kesimpulan bahwa prioritas kebijakan yang seharusnya dilakukan di pulau Giliketapang yang pertama adalah peningkatan sarana dan prasarana, yang mencapai angka 43%. Adapun sarana dan prasarana yang paling utama perlu ditingkatkan adalah pengadaan listrik PLN yang menggantikan PLTD (28,5%), diikuti air bersih (6,9%) dan transportasi darat (6,4%). Selanjutnya yang kedua adalah kebijakan teknologi tepat guna (23%), utamanya teknologi pengolahan ikan (15,3%) diikuti teknologi penangkapan ikan (6,7%). Ketiga, kebijakan yang
Random Consistensi 0.09 0.09 0.09 CR=
Rasio Consistensi 0.0198 0.0632 0.0071 0.0901
seharusnya dilakukan adalah pengelolaan sumber daya alam dan potensi ekonomi (18,2%), utamanya pengembangan usaha perikanan (12,1%) dan konservasi yang mendukung usaha perikanan (7,1%). Kempat, yang mendesak dilakukan adalah kebijakan sumber daya manusia dan sosial budaya (15,8%), utamanya pendidikan (10,5%) dan pelatihan hospitality (1,5%). Uji rasio konsistensi (CR) terhadap hasil AHP ini adalah 9%, bila CR kurang atau sama dengan 10% maka hasil terbukti valid.
DAFTAR RUJUKAN Arif, A. dan I. Sudarso. 2011. Strategi Peningkatan daya Saing Produk dengan Menggunakan Metode AHP dan QFD (Studi Kasus perushaan Tenun Masyhur Sidoarjo). Prosiding Seminar Nasional Manajemen
Hasan I, Arwi Y.K: Pengelolaan Pulau Giliketapang
153
Teknologi XIV. MMT ITS. Surabaya, 23 Juli. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Probolinggo. 2009. Profil Pulau Giliketapang. Munthe, S.P., A. A. G. Kartika, dan B. Cahya. 2011. Penentuan Prioritas Pemeliharaan Jalan Nasional di Kabupaten Manokwari. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIV. MMT ITS. Surabaya, 23 Juli. Saaty, T.L. 1993. Decision Making for Leaders – The Analutical Hierarchy Process for Decision in Complex World. University of Pitsburgh. Mervis Hall Pitssburgh, PA 15260 Saaty, T.L., 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With Analytic Hierarchy Process, Vol VI, University of Pitsburgh, USA. Suprayitno dan J. L. Bulali. 2011. Perancangan dan Pembuatan
154
Aplikasi Penentuan Peraih Penghargaan Bintang Adhi Makayasa Kadet Akademi Angkatan lauty dengan Metode AHP. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIV. MMT ITS. Surabaya, 23 Juli. Wolo, P., Ernawati, dan P. Mudjihartono. 2011. Analisis dan Usulan Solusi Sistem untuk Mendukung Keputusan Penilaian Kinerja Dosen dengan Menggunakan metode AHP. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIV. MMT ITS. Surabaya, 23 Juli.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 18, No. 2, Agustus 2012