PENGELOLAAN LELANG LEBAK LEBUNG DALAM PEMANFAATAN PERAIRAN UMUM DI KECAMATAN RANTAU BAYUR
IQBAL SETIAWAN
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum di Kecamatan Rantau Bayur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2014 Iqbal Setiawan NIM C44100057
ABSTRAK IQBAL SETIAWAN, C44100057. Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum di Kecamatan Rantau Bayur. Dibimbing oleh DARMAWAN dan AKHMAD SOLIHIN. Lelang lebak lebung merupakan sebuah sistem pengelolaan sumberdaya perikanan darat di Sumatera Selatan melalui mekanisme lelang objek yang terdiri dari lebak, lebung, sungai, dan tanah menurun. Pelaksanaannya di Kecamatan Rantau Bayur diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung. Metode penelitian yang digunakan merupakan studi kasus dengan analisis deskriptif. Penentuan responden dilakukan secara purposive. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai antara peraturan dengan pelaksanaannya. Harga awal lelang dimulai dari Rp0,00. Pengemin hanya memungut uang sewa penangkapan pada bekarang yang berasal dari desa lain. Terdapat pelanggaran yang dilakukan salah satu pengemin yaitu menangkap ikan menggunakan setrum. Terdapat empat aspek yang digunakan untuk mengetahui pengelolaan lelang lebak lebung dalam konsep perikanan berkelanjutan, yaitu ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Dalam pelaksanaannya, banyak indikator yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu dapat dikatakan pengelolaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur belum memenuhi konsep perikanan berkelanjutan. Kata kunci: lelang lebak lebung, perikanan berkelanjutan
ABSTRACT IQBAL SETIAWAN, C44100057. Management of Lebak Lebung Auction in Rantau Bayur Sub-District County Public Water Utilization. Supervised by DARMAWAN and AKHMAD SOLIHIN. Lebung lebak auction is a system of inland fisheries resources management in South Sumatra through an auction mechanism object consisting of the lebak, lebung, rivers, and soil decreases. Implementation in the District Banyuasin been implemented since 2005 and is set in the Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 23 of 2005 about Lebak Lebung Auction. The method used is a case study with a descriptive analysis. Determination of the respondents were purposively. Based on research, there are some things that do not fit between the regulation and the implementation. The starting price of the auction begins Rp0,00. Pengemin just picked catching rent on bekarang from another village. There is a violation by one of the pengemin who catch using electric current. There are four aspects that were used to know how is management of lebak lebung auction on the concept of sustainable fisheries, which is ecology, economic, social, and institutional. Based on the implementation, the management of lebak lebung auction in Sub-District Rantau Bayur has not yet met the concept of sustainable fisheries. Keywords: lebak lebung auction, sustainable fisheries
PENGELOLAAN LELANG LEBAK LEBUNG DALAM PEMANFAATAN PERAIRAN UMUM DI KECAMATAN RANTAU BAYUR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum di Kecamatan Rantau Bayur Nama : Iqbal Setiawan NIM : C44100057 Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr. Ir Darmawan, MAMA Pembimbing I
Akhmad Solihin, SPi, MH Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum di Kecamatan Rantau Bayur dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Melalui penelitian ini, diharapkan menjadi referensi agar pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin dapat memenuhi konsep perikanan berkelanjutan. Terimakasih penulis ucapkan kepada : 1) Dr Darmawan, MAMA dan Akhmad Solihin, SPi MH selaku pembimbing atas bimbingan dan sarannya hingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan. 2) Nimmi Zulbainarni selaku dosen penguji. 3) Bapak dan ibu dosen di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan untuk semua ilmu yang diberikan. 4) Bapak Mirza Noviar selaku Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data. 5) Nur Khotimah dan Rifqi Hermawan selaku orangtua dan adik dari penulis atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 6) Keluarga Bapak Imam Mudzakir yang telah banyak membantu dalam kuliah. 7) Keluarga Bapak Fahrurrozi Sip, MSi, yang telah banyak membantu dalam penelitian. 8) Teman-teman PSP 47 khususnya Andikha, Yuda, Tawada, Mute, Wanda, Mardiah, Dopang, dan Varizan yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangatnya. 9) Keluarga besar PSP lainnya atas doanya agar pembuatan tugas akhir ini berjalan dengan baik. 10) Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Iqbal Setiawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE
1 1 2 2 2 2
Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN
2 3 3 4 6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6 Lelang Lebak Lebung 7 Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung di Kecamatan Rantau Bayur 9 Batas Wilayah Pengelolaan 9 Sistem Aturan 11 Sistem Hak Pengguna Sumberdaya 13 Sistem Sanksi 14 Sistem Monitoring dan Evaluasi 14 Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Konsep Perikanan Berkelanjutan 15 Ekologi 15 Ekonomi 18 Sosial 19 Kelembagaan 20 Rekomendasi Penyempurnaan Sistem Pengelolaan Lelang Lebak Lebung 21 KESIMPULAN DAN SARAN 22 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
22 22 23 25
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Konsep perikanan berkelanjutan Metode pengumpulan dan analisis data Hasil lelang lebak lebung pada periode 1974 Contoh daftar objek lelang di Kecamatan Rantau Bayur berdasarkan SK Bupati Banyuasin No 967/KPTS/PERIK/2013 5. Sistem aturan pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin 6. Kewajiban dan larangan bagi pengemin 7. Monitoring dan evaluasi lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur 8. Rata-rata ukuran hasil tangkapan di Desa Tebing Abang 9. Produksi perikanan darat Kabupaten Banyuasin 10. Jumlah alat tangkap di perairan umum Kabupaten Banyuasin 11. Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung dalam Konsep Perikanan Berkelanjutan
5 6 8 10 11 12 14 16 17 17 22
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Peta Lokasi Penelitian Alat tangkap arad Surat perjanjian pengelolaan lelang lebak lebung sungai Struktur Kepengurusan Pokwasmas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kecamatan Rantau Bayur dari Hasil Lelang Lebak Lebung Tahun 2010-2013
3 7 12 15 19
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Daftar harga objek lelang dan Pengemin di Kecamatan Rantau Bayur Perda Kab. Banyuasin No 23 Tahun 2005 Perda Kab. Banyuasin No 20 Tahun 2008 Perda Kab. Banyuasin No 23 Tahun 2005
25 26 33 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan perikanan darat atau perairan umum daratan (PUD), seperti sungai, rawa, waduk, dan danau. Provinsi Sumatera Selatan, PUD menghasilkan 51.438 ton hasil tangkapan dengan nilai Rp1.309.633.515,00 pada tahun 2012 (Sidatik 2014). Namun PUD juga memiliki tantangan tersendiri dalam pengelolaannya yaitu adanya potensi konflik antar nelayan dan adanya ancaman gejala tangkap lebih. Secara tradisional masyarakat Sumatera Selatan mengenal sistem pengelolaan perikanan yang disebut “lelang lebak lebung”. Perairan umum lebak lebung adalah perairan umum air tawar yang memiliki ciri spesifik berbeda dengan perairan tawar lain. Secara umum perairan ini terbagi atas lebak dan lebung. Lebak adalah perairan sungai yang selalu tergenang air sepanjang musim. Sedangkan lebung adalah perairan yang hanya tergenang air ketika musim penghujan. Lelang lebak lebung adalah suatu mekanisme pengelolaan areal yang terdiri dari lebak lebung, sungai-sungai, dan tanah menurun yang di dalamnya terdapat ikan dan biota perairan lainnya melalui mekanisme lelang. Proses lelang ini dilakukan setahun sekali di setiap kecamatan dengan masa pemanfaatan selama satu tahun sejak 1 Januari sampai 31 Desember tahun bersangkutan. Penawar dengan harga tertinggi menjadi pemenang lelang (pengemin). Selanjutnya anggota masyarakat atau nelayan yang ingin menangkap ikan di perairan tersebut harus mendapatkan hak usaha dari pengemin dengan menyewa secara individu (Nasution 2012). Nelayan penyewa ini disebut bekarang. Menurut Arsyad (1982), praktek lelang lebak lebung telah dimulai sekitar tahun 1630 pada zaman kerajaan Palembang Darussalam di masa pemerintahan Ratu Sanuhun Seding yang dikenal sebagai masa pemerintahan Marga. Pada masa tersebut, pengelolaan lelang dilakukan oleh masyarakat adat. Kemudian sejak tahun 1982 berdasarkan SK Gubernur KDH Tk. I Prop. Sumsel No: 705/Kpts/II/1982 tgl 5 November 1982, sistem pengelolaan lelang lebak lebung diambil alih oleh pemerintah daerah Kabupaten. Sejak diambil alih oleh pemerintah daerah, peserta lelang dapat diikuti oleh masyarakat yang tidak berdomisili di kabupaten setempat, baik nelayan atau bukan. Syarat utama mengikuti lelang adalah para penawar harus mempunyai uang tunai. Hal ini membuat lelang hanya bisa diikuti oleh mereka yang memiliki kecukupan modal (Nasution 2012). Pemenang lelang (pengemin) kemudian menetapkan harga sewa bagi nelayan atau siapapun yang ingin menangkap ikan di perairan tersebut untuk mengembalikan modal dan memperoleh keuntungan. Sudah sewajarnya bila nelayan yang sudah membayar sewa akan berusaha untuk menangkap ikan sebanyak mungkin agar mereka juga bisa menjualnya untuk mendapatkan keuntungan (Nasution, 2012). Hal ini apabila berlanjut diperkirakan akan mengancam keberlanjutan sumberdaya ikan yang ada karena potensi tangkap lebih. Menurut Munasinghe (2002), pembangunan berkelanjutan adalah sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
2 mengurangi kemampuan generasi yang akan datang. Lelang lebak lebung merupakan sebuah tradisi turun-temurun berupa sistem pengelolaan perikanan darat. Tetapi perlu diteliti lebih lanjut apakah tradisi ini telah sesuai dengan kriteria perikanan berkelanjutan. Apabila belum sesuai, maka harus ada rekomendasi perbaikan sistem agar lelang lebak lebung sesuai dengan kriteria perikanan berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian berjudul “Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum di Kecamatan Rantau Bayur” ini dapat dijadikan referensi untuk mengkaji apakah sistem pengelolaan lelang lebak lebung memenuhi berbagai tolok ukur konsep pengelolaan perikanan berkelanjutan. Perumusan Masalah Salah satu kecamatan yang melaksanakan lelang lebak lebung adalah Kecamatan Rantau Bayur. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin. Perlu diteliti apakah pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin, khususnya Kecamatan Rantau Bayur, telah dijalankan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005 tentang lelang lebak lebung. Selain itu, perlu diteliti apakah pelaksanaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur telah memenuhi kriteria perikanan berkelanjutan. Beberapa pertanyaan yang terkait fokus penelitian tersebut adalah: 1. Bagaimana pengelolaan lelang lebak lebung. 2. Bagaimana evaluasi peraturan dan pelaksanaan sistem pengelolaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pengelolaan lelang lebak lebung; dan 2. Mengevaluasi peraturan dan pelaksanaan sistem pengelolaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Memberikan penilaian terhadap upaya pengelolaan yang dilaksanakan saat ini terhadap penerapan konsep pengelolaan perikanan yang berkelanjutan; 2. Memberikan saran perbaikan sistem pengelolaan lebak lebung.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Januari-April 2014 dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada 20-28 April 2014. Pengumpulan data dilakukan di Sungai Tudukan dan Sungai Kemanyan Desa Tebing Abang Kecamatan Rantau Bayur serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin.
3
Gambar 1. Peta lokasi penelitian Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus mengenai pelaksanaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur terkait dengan konsep perikanan berkelanjutan. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini memiliki dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara terkait pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin. Data sekunder terdiri dari dasar hukum lelang lebak lebung, yaitu Perda Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005 tentang lelang lebak lebung dan data perikanan Kabupaten Banyuasin 2010-2013. Data sekunder didapatkan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan yaitu pada 24-28 Februari 2014. Berdasarkan pengamatan, terdapat empat pelaku utama dalam pengelolaan lelang lebak lebung di Desa Tebing Abang, yaitu Pemerintah Kabupaten Banyuasin, Pemerintah Kecamatan Rantau Bayur, pengemin (pemenang lelang), dan bekarang (nelayan penyewa). Pemerintah Kabupaten Banyuasin yang bertugas menjadi penanggungjawab lelang lebak lebung adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin dari Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kepala bidang dianggap sebagai orang yang paling berwenang dalam pengambilan keputusan serta mengerti mengenai lelang lebak lebung. Oleh karena itu dengan mewawancarai kepala bidang dianggap cukup mewakili bagian pemerintahan. Pemerintah Kecamatan Rantau Bayur bertugas sebagai pelaksana lelang. Pada umumnya, Pemerintah Kecamatan Rantau Bayur yang menjadi panitia pelaksana lelang mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing berdasarkan Perda Kab.
4 Banyuasin No. 20 Tahun 2008 tentang perubahan pertama Perda Kab. Banyuasin No. 23 Tahun 2005. Oleh karena itu pengetahuan umum yang dimiliki tentang lelang lebak lebung relatif sama. Terdapat tujuh sungai di Desa Tebing Abang Kecamatan Rantau Bayur. Dalam penelitian ini, wawancara hanya dilakukan pada dua orang pengemin yaitu pengemin Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan. Pengemin dan bekarang pada umumnya memiliki pengetahuan umum yang sama mengenai lelang lebak lebung. Sehingga karakter jawaban yang diperoleh selama wawancara sama. Berdasarkan penjelasan tersebut, digunakan metode purposive sampling. Menurut Nursalam (2008) metode purposive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan tujuan atau masalah dalam penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Untuk mengetahui pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin, penulis melakukan wawancara kepada beberapa narasumber yang merupakan pelaku inti lelang lebak lebung. Sehingga diharapkan narasumber dapat mewakili populasi. Narasumber tersebut terdiri dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin sebanyak satu orang yaitu Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), panitia lelang sebanyak satu orang yaitu pihak Kecamatan Tebing Abang, pemenang lelang (pengemin) sebanyak dua orang, dan sembilan orang nelayan (tiga orang berusia >60 tahun, tiga orang berusia 40-60 tahun, tiga orang berusia 20-40 tahun). Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur dan wawancara. Data hasil wawancara dan studi literatur kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dilakukan evaluasi apakah pelaksanaan lelang lebak lebung telah sesuai dengan Perda Kabupaten Banyuasin No. 23 tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung di Kabupaten Banyuasin. Setelah menjelaskan tentang pelaksanaan lelang lebak lebung, dilakukan evaluasi pelaksanaan lelang lebak lebung telah sesuai dengan konsep perikanan berkelanjutan. Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar kegiatan perikanan dapat dikatakan berkelanjutan. Menurut Munasinghe (2002), terdapat tiga aspek utama yang perlu diperhatikan, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Aspek ekonomi bertujuan melihat pengembangan sumberdaya manusia, khususnya peningkatan konsumsi barang dan jasa. Aspek sosial bertujuan untuk meningkatkan hubungan antar manusia, pemcapaian aspirasi, individu, dan kelompok, serta penguatan nilai serta institusi. Sedangkan aspek lingkungan difokuskan pada perlindungan integritas sistem pelayanan. Menurut Dahuri (2003), terdapat beberapa indikator pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu: (1) ekonomi, (2) sosial, (3) ekologi, dan (4) pengaturan (governance). Menurut Hamdan (2007), kegiatan perikanan bertanggungjawab dan berkelanjutan harus mengandung unsur ekologi, ekonomi, sosiologi, teknologi, etika, dan kelembagaan. Menurut Munasinghe (2002), konsep pembangunan berkelanjutan harus berdasarkan pada empat faktor, yaitu terpadunya konsep “equity” lingkungan dan ekonomi dalam
5 pengambilan keputusan, dipertimbangkan secara khusus aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek sosial budaya. Charles (2001) menyatakan bahwa konsep pembangunan perikanan berkelanjutan sendiri harus mengandung aspek: 1) ekologi, yaitu memelihara keberlanjutan stok/biomass, sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi perhatian utama. 2) sosial ekonomi, mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan perhatian dalam kerangka keberlanjutan ini. 3) komunitas, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian membangun perikanan yang berkelanjutan. 4) kelembagaan, menyangkut keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan keberlanjutan di atas. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam konsep perikanan berkelanjutan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Konsep perikanan berkelanjutan No 1
Aspek Ekologi
2
Ekonomi
3
4
Sosial
Kelembagaan
Indikator Ukuran hasil tangkapan Jumlah tangkapan Penelitian stok dan biodiversitas Pendapatan nelayan terhadap UMR Pendapatan Pengemin terhadap UMR Kontribusi lelang lebak lebung terhadap PAD Banyuasin Frekuensi konflik Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan o Perencanaan o Pelaksanaan
o o
Aktif terlibat Aktif mengelola
o
o
Aktif terlibat
Pengawasan
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengawasan
Evaluasi
Indikator Kesuksesan Tidak mengecil Tidak berkurang Dilakukan berkala Di atas rata-rata Di atas rata-rata Meningkat nilainya Sedikit/Tidak ada
Stok ditentukan berdasarkan penelitian stok sumberdaya Pengemin menjalankan hak dan kewajiban Pemerintah kabupaten menjalankan fungsi pengawasan Digunakan untuk perencanaan
Hasil pengamatan di lapangan dicocokkan dengan keempat aspek tersebut. Hasil perbandingan tersebut dapat dijadikan rekomendasi perbaikan agar lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur dapat memenuhi konsep perikanan
6 berkelanjutan. Selain itu, dapat juga dijadikan rekomendasi untuk menyempurnakan pelaksanaan lelang lebak lebung di daerah lain di Sumatera Selatan. Secara umum, pengumpulan dan analisis data disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Metode pengumpulan dan analisis data No
Data
Narasumber
1
Pelaksanaan lelang lebak lebung Batas wilayah Sistem aturan Sistem hak pengguna sumberdaya Sanksi Monitoring dan evaluasi
2
Konsep perikanan berkelanjutan dalam pelaksanaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan
Kepala Bidang KP3K Panitia lelang Kecamatan Rantau Bayur Pengemin Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan Bekarang Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan Kepala Bidang KP3K Panitia lelang Kecamatan Rantau Bayur Pengemin Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan Bekarang Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan
Pengumpulan Data Wawancara
Analisis Data Analisis deskriptif
Wawancara dan Pengamatan
Analisis deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Rantau Bayur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Banyuasin. Secara umum, Kecamatan Rantau Bayur berbatasan dengan Kecamatan Banyuasin III dan Kecamatan Betung di utara, Kota Palembang di timur, Kabupaten Muara Enim di selatan, dan Kabupaten Musi Banyuasin di barat. Kecamatan Rantau Bayur memiliki wilayah seluas 556,91Km2 dan memiliki 21 desa. Salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Rantau Bayur adalah Desa Tebing Abang. Desa Tebing Abang merupakan salah satu desa yang melakukan kegiatan lelang lebak lebung. Pada 2013, terdapat delapan sungai yang dijadikan objek lelang, yaitu Sungai, Sungai Kemayan, Sungai Tudukan, Sungai Dengung, Sungai Rengas Kecil, Sungai Kemurungan, Sungai Rumbia Besar, Sungai Bumbun, dan Sungai Danau Alai. Dalam penelitian ini, penelitian dilakukan di Sungai Kemayan dan Sungai Tudukan. Dalam pelaksanaan lelang lebak lebung, sungai yang
7 dijadikan objek lelang merupakan objek milik umum. Terdapat empat pelaku utama dalam pengelolaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur. Pemerintah Kabupaten Banyuasin bertugas sebagai penanggungjawab serta pengawas lelang. Tugas tersebut dijalankan oleh Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. Pemerintah Kecamatan Rantau Bayur bertugas sebagai pelaksana lelang, dimana Camat menjadi ketua pelaksana. Pengemin bertugas untuk mengelola dan mengawasi kegiatan penangkapan ikan di sungai yang dimilikinya setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang. Pelaku terakhir adalah bekarang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di objek lelang setelah mendapat izin dari pengemin setempat. Terdapat 34 pengemin di Desa Tebing Abang. Pada umumnya, pengemin membuat sebuah rumah pondok di sebelah sungai yang dimilikinya. Tujuaannya adalah untuk mengawasi kegiatan penangkapan ikan di sungai tersebut. Pengemin juga menangkap ikan di sungai tersebut. Ikan hasil tangkapan tersebut nantinya akan dijual ke pasar. Selain pengemin, orang yang menangkap ikan di sungai objek lelang adalah bekarang. Bekarang tidak hanya berasal dari penduduk desa setempat, tetapi juga ada yang berasal dari desa lain. Bekarang yang berasal dari desa setempat umumnya hanya menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari sehingga tidak dipungut biaya sewa penangkapan oleh pengemin. Berbeda dengan bekarang, yang berasal dari desa lain. Mereka dipungut biaya sebesar Rp10.000/minggu untuk menangkap ikan. Alat tangkap yang digunakan di lokasi penelitian ada dua, yaitu pancing ulur dan arad (sebutan masyarakat setempat untuk alat tangkap semacam set net yang dipasang menghadap arah arus sungai).
Gambar 2. Alat tangkap arad Lelang Lebak Lebung Berdasarkan Perda Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung Kab. Banyuasin, lebak lebung umum adalah suatu areal yang terdiri dari lebak lebung sungai-sungai dan tanah menurun yang secara alamiah pada musim air dalam dan tempat berkembang biaknya ikan atau biota lainnya. Perairan tipe lebak lebung merupakan bagian dari tipe perairan umum yang ada di Sumatera Selatan. Menurut Utomo (1995) perairan ini merupakan tipe perairan rawa yang produktif untuk perikanan tangkap di perairan tawar.
8 Perbedaan tinggi air sangat jelas antara musim kemarau dan musim penghujan. Pada saat musim penghujan air akan meluap menggenangi daerah sekitarnya dan akan surut pada musim kemarau. Menurut Arifin dan Ondara (1982) dalam Nasution (2008), habitat utama pada perairan umum lebak lebung dapat dikelompokkan menjadi: 1. Sungai utama (Batanghari), yaitu bagian terdalam yang terdiri dari lubuk (bagian yang dalam) dan rantau (bagian yang dangkal); 2. Lebak kumpai, bagian kiri dan kanan sungai yang ditumbuhi tumbuhan air dan terapung pada musim penghujan; 3. Rawang, bagian yang ditumbuhi pohon-pohon kecil dan tanaman perdu; 4. Lebung, yaitu cekungan pada rawa lebak yang terlihat seperti genangan air pada musim kemarau tetapi tertutupi air pada musim penghujan. Berdasarkan SK Bupati Banyuasin No 967/KPTS/PERIK/2013 tentang penetapan objek lelang lebak lebung, Kabupaten Banyuasin memiliki 363 objek lelang. Kecamatan Rantau Bayur memiliki objek lelang terbanyak yaitu 96 objek. Pada tahun 2013 menyumbang Rp109.769.992,00 untuk PAD Kabupaten Banyuasin. Secara adminsitratif, peraturan dan pelaksanaan lelang lebak lebung telah dibuat sekitar tahun 1630 di zaman Kerajaan Palembang Darussalam pada masa pemerintahan Ratu Sanuhun Seding. Kemudian oleh Pemerintah Belanda dibuat Inlandsche Gemeentee Ordonantie voor Palembang tahun 1919 yang diganti dengan Staadblad Hindia Belanda No. 490 tahun 1938 (Arsyad 1982). Untuk mengatur keseragaman peraturan tatacara lelang lebak lebung dalam marga-marga di Sumatera Selatan, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengeluarkan Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Selatan N0.8/Perdass/1973/1974 pada 14 Juli 1974. Peraturan ini berisi tentang aturan umum pengelolaan lelang lebak lebung. Berdasarkan peraturan tersebut, pengelolaan lelang lebak lebung dilaksanakan oleh marga, yaitu kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki daerah dengan batas-batas tertentu dan memiliki hak ulayat atas tanah marga. Orang yang memimpin pengelolaan lelang lebak lebung disebut pesirah yang dipilih dari hasil pemilihan masyarakat dalam wilayah marga tersebut. Pesirah (kepala marga) kemudian membentuk panitia lelang yang akan mengatur objek dan tatacara lelang (Nasution, Utomo, dan Prasetyo 1993). Tabel 3. Bagi hasil lelang lebak lebung pada periode 1974 (Nasution, Utomo, dan Prasetyo 1993) Penerima Pesirah Pembarap (kepala dusun) Kerio Penghulu (petugas marga yang bertugas membantu pesirah dalam segala hal yang bersangkutan dengan agama Islam) Penggawo (kepala kampung) Khotib (petugas yang membantu kerio dalam hal yang bersangkutan dengan agama Islam) Kas Marga
Persentase Bagi Hasil 10% 10%
10%
70%
Panitia lelang terdiri dari pesirah (ketua) dan anggota terdiri dari Pamong Marga, pemuka masyarakat, dan unsur nelayan. Panitia lelang dilarang menjadi
9 peserta lelang. Menurut Nasution (2008) hanya masyarakat nelayan lokal yang bermukim di wilayah tersebut yang diperbolehkan mengikuti lelang. Peserta yang memberikan penawaran tertinggi akan menjadi pemenang lelang (pengemin). Pengemin berhak atas kepemilikan objek lelang selama satu tahun. Pengemin berkewajiban melaporkan hasil usaha lelangnya, menjaga kebersihan perairan, dan menggunakan tenaga kerja marga setempat. Pengemin diperbolehkan memungut biaya sewa apabila ada nelayan yang ingin menangkap ikan di wilayah lebak lebung yang menjadi haknya. Tetapi apabila terdapat areal tanah yang termasuk dalam wilayah lebak lebung yang dikelola oleh pengemin, maka pengemin dilarang memungut sewa kepada pemilik tanah tersebut jika hanya untuk keperluan makan sehari-hari. Pengemin juga tidak boleh menangkap ikan pada areal yang ditanami padi. Perubahan pengelolaan lelang lebak lebung terjadi pada tahun 1982. Hal ini sebagai akibat banyak perbedaan pembatasan antara pengertian yang beraneka ragam di Indonesia seperti desa (Jawa), marga (Lampung, Sumatera Selatan, Jambi), nagari (Sumatera Barat), kampong dan mukim terutama dalam hubungannya dengan batas wilayah kesatuan masyarakat terkecil (Soemardjan dan Breazeale 1993). Perubahan mendasar pada SK tersebut adalah pelimpahan wewenang pelaksanaan dan pengawasan lelang lebak lebung oleh marga menjadi Pemda Kabupaten dalam wilayah Sumatera Selatan (Nasution et al 1995). Pada awalnya, Kabupaten Banyuasin merupakan bagian dari Kabupaten Musi Banyuasin. Kemudian berdasarkan UU No 6 Tahun 2002, Kabupaten Musi Banyuasin resmi dipecah menjadi dua, yaitu Musi Banyuasin dan Banyuasin. Pelaksanaan lelang lebak lebung yang tadinya bergabung dengan Kabupaten Musi Banyuasin juga terbagi dua. Kabupaten Banyuasin secara resmi mengatur pelaksanaan lelang lebak lebung dalam Perda No 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung. Menurut Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, perubahan sistem pengelolaan lebak lebung ini bertujuan untuk memajukan daerah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pendapatan yang diterima dari hasil lelang. Pengelolaan lelang pada masa pemerintahan Marga hanya dapat memajukan masing-masing desa yang memiliki objek lelang. Hal ini menyebabkan pembangunan desa tidak merata. Desa yang memiliki objek lelang dengan harga tinggi akan memiliki pendapatan yang tinggi dan desa dengan objek lelang dengan harga rendah akan mendapatkan pendapatan lebih kecil. Oleh karena itu, pengelolaan lelang lebak lebung diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten agar manfaat dari pendapatan lelang dapat digunakan secara merata untuk pembangunan kabupaten tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1990), yaitu pertimbangan pengaturan lelang lebak lebung oleh Pemerintah Kabupaten agar tidak terjadi perebutan sumberdaya ikan di antara nelayan dan memperoleh Pendapatan Asli Daerah. Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung di Kecamatan Rantau Bayur Lelang lebak lebung merupakan sebuah tradisi berupa sistem pengelolaan sumberdaya perikanan darat. Menurut Marimin (2004) sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks.
10 Ruddle (1993) dalam Design Principles of Resources Management menyebutkan beberapa unsur pengelolaan perikanan berbasis kelembagaan adat/lokal yaitu: (1) Otoritas atau kepemimpinan; (2) Hak; (3) Aturan; (4) Pengawasan; (5) Sanksi. Kerangka inilah yang akan digunakan untuk mendeskripsikan praktek pengelolaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin. Batas pengelolaan wilayah Menurut Adrianto et al. (2011) penetapan batasan sumberdaya sangat penting khususnya dalam tahapan proses ketika masyarakat pengguna sumberdaya dilibatkan. Pengetahuan lokal mengenai batas wilayah perairan yang dijadikan objek kegiatan perikanan sangat diperlukan ketika misalnya rencana pengelolaan perikanan disusun. Hal ini penting untuk menghindari tumpang tindih jurisdiksi spasial antara pengelolaan perikanan formal dan pengelolaan perikanan berbasis kelembagaan adat/lokal. Batas wilayah pengelolaan lelang lebak lebung ditentukan melalui wilayah adminstratif desa. Batas wilayah penting untuk ditentukan untuk mencegah konflik antar pengemin dalam mengatur perairan umum. Berdasarkan hasil wawancara, masing-masing desa melakukan musyawarah untuk menentukan objek lelang beserta batas-batas wilayah objek lelang tersebut. Selama objek lelang masih berada dalam daerah desa maka daerah tersebut dapat dijadikan objek lelang. Untuk memperjelas batas objek lelang, pada umumnya digunakan tanda-tanda alam seperti pohon atau membuat tiang pancang. Setelah objek lelang ditetapkan dalam musyawarah desa, tiap desa mengajukan ke Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. Setelah diajukan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, daftar objek lelang akan diterbitkan melalui SK Bupati. SK Bupati ini mengatur tentang batas sungai yang dilelang dan hak pengemin (pemenang lelang) dalam mengatur perairan yang dimenangkan ketika lelang. Pengemin hanya berhak memungut biaya pada nelayan penyewa (bekarang) apabila masih berada pada wilayah perairan yang menjadi haknya. Tabel 4. Contoh daftar objek lelang di Kecamatan Rantau Bayur berdasarkan SK Bupati Banyuasin No 967/KPTS/PERIK/2013 Nama Desa
Nama Objek Lelang
Tebing Abang
1. Sungai Kemanyan 2. Sungai Tudakan 3. Sungai Dengung 4. Sungai Rengas Kecil 5. Sungai Kemurungan 6. Sungai Danau Alai (termasuk Lebung Buaya) 7. Sungai Rumbia Besar 8. Sungai Bumbun batas kanan mudik seberang Sungai Lais s.d. Muara Sungai Rumbia Besar (Batanghari Pangi)
Rantau Bayur
1. Sungai Guntung 2. Sungai Bungur Kecil 3. Bumbun batas ilir mudik Sungai Lais s.d. Rumbia Besar (Batanghari Pangi)
11 Sistem aturan Tata cara lelang lebak lebung diatur dalam Perda Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005. Berdasarkan Perda tersebut, lelang dilaksanakan oleh Panitia Lelang yang ditetapkan oleh Keputusan Bupati. Susunan panitia lelang diatur dalam Perda Kabupaten Banyuasin No 20 Tahun 2008 sebagai perubahan atas Perda No 23 Tahun 2005, sebagai berikut: 1. Penanggung Jawab : Bupati Banyuasin 2. Pengawas Lelang : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin 3. Pelaksana Lelang : a. Koordinator Lelang : Camat : Kepala Desa b. Ketua c. Sekretaris : Sekdes d. Bendaraha : Staf Kecamatan yang diusulkan oleh Camat kepada Bupati Aturan pelaksanaan lelang lebak lebung disajikan pada Tabel 4. Tabel 5. Sistem aturan pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin No 1 2 3
4 5
Aturan Lelang dilaksanakan setahun sekali di muka umum Harga awal ditentukan panitia lelang Pemenang lelang (pengemin) harus membayar tunai dan menandatangani surat perjanjian berisi kewajiban, larangan, dan sanksi terhadap pengemin Jika pemenang lelang pertama tidak mampu membayar tunai, pemenang lelang jatuh pada penawar tertinggi kedua Jika penawar tertinggi kedua tidak mampu membayar tunai maka diadakan lelang ulangan. Orang yang dinyatakan pemenang lelang yang tidak mampu membayar tadi dilarang mengikuti lelang ulangan
Sumber : Perda Kabupaten Banyuasin No. 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung
Dalam pelaksanaannya di Desa Tebing Abang, harga awal tidak ditentukan dari panitia lelang. Harga awal lelang diawali dari Rp0,00. Hal ini disebabkan karena banyak peserta lelang yang merasa keberatan jika harga lelang ditentukan oleh panitia. Karena harga tersebut dianggap terlalu tinggi, akibatnya peserta lelang berkurang karena banyak peserta yang merasa enggan untuk menawar objek tersebut. Harga objek lelang dipengaruhi oleh produktivitas hasil tangkapan yang terdapat di dalamnya. Semakin tinggi produktivitas hasil tangkapan maka harga objek lelang semakin tinggi. Harga objek terendah sebesar Rp22.500,00 yaitu Sungai Pengirik dan Sungai Naik. Harga objek tertinggi sebesar Rp133.830.000,00 yaitu Sungai Rasau. Pembagian hasil lelang diatur dalam Perda No 23 Tahun 2012, sebagai perubahan kedua atas Perda No 23 Tahun 2005. Hasil yang diperoleh dari kegiatan lelang dibagi menjadi dua, yaitu: a. 62% untuk Pemerintah Desa b. 38% untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin. Adapun pembagian hasil yang dikelola Pemerintah Desa sebagai berikut: a. 8% untuk Kepala Desa/Lurah b. 7% untuk Ketua dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
12 c. d. e. f.
6% untuk Perangkat Desa/Kelurahan 1% untuk Tenaga Keamanan 30% untuk Kas Desa 10% Dana Konservasi Lingkungan untuk rehabilitasi lingkungan agar sumberdaya perairan objek lelang terjaga.
Gambar 3. Surat perjanjian pengelolaan lelang lebak lebung sungai Pengemin memiliki beberapa kewajiban dan larangan. Hal ini diatur pula pada Perda No 23 Tahun 2005. Tabel 6. Kewajiban dan larangan bagi pengemin No 1
2
3
4
Kewajiban Melaporkan kegiatan hasil usaha lelang pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banyuasin Membayar 2,5% dari harga objek lelang pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banyuasin
Larangan Memiliki lebih dari tiga objek lelang
Menangkap ikan atau sejenisnya di bagian objek yang ditanam padi (karena terdapat beberapa objek lelang yang berbatasan dengan areal tersebut) Mencegah pencemaran dan Menjual kembali hak pengemin pada kerusakan sumberdaya ikan dan orang lain lingkungannya Mengembalikan objek lelang Menangkap ikan atau sejenisnya yang diusahakannya seperti menggunakan racun, bahan peledak, semula di akhir masa lelang setrum, dan cara lain yang membahayakan sumberdaya ikan dan lingkungannya
Sumber : Perda Kabupaten Banyuasin No. 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan Perda No 23 Tahun 2005. Menurut Kepala Bidang KP3K, kesadaran pengemin untuk melaporkan hasil usaha lelangnya masih rendah. Sehingga banyak pengemin yang tidak melaporkan hasil usahanya. Selain itu, terdapat satu pengemin yang menangkap ikan menggunakan setrum. Berdasarkan wawancara
13 dengan pengemin tersebut, ia sudah mengeluarkan biaya besar untuk memperoleh hak mengelola sungai tersebut. Oleh karena itu, ia merasa berhak menangkap ikan dengan cara apapun untuk mengembalikan modal yang harus dikeluarkannya. Sistem hak pengguna sumberdaya Menurut Akimichi (1991), hak-hak kepemilikan dapat diartikan sebagai hak untuk memiliki (to own), memasuki (to access), dan memanfaatkan (to use). Sehingga dalam hak-hak kepemilikan berlaku berbagai bentuk eksklusivitas yang diselenggarakan oleh suatu komunitas adat, desa atau nagari. Beberapa eksklusivitas yang berlaku yaitu untuk wilayah tangkapan yang boleh dimasuki dan dimanfaatkan, sumberdaya ikan yang boleh ditangkap termasuk batasan ukuran dan jenis, teknologi alat tangkap ikan yang boleh digunakan, dan waktu atau musim penangkapan ikan (Solihin 2010). Dalam pengelolaan lelang lebak lebung, orang yang menjadi pemenang lelang (pengemin) mendapatkan hak untuk mengelola wilayah perairan yang dimenangkannya. Hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat 1 Perda Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005 yang berbunyi “Setiap orang dilarang menangkap, memancing, mengambil ikan dan biota perairan lainnya dari objek lelang yang sudah dimenangkan oleh pengemin tanpa izin dari pengemin”. Kemudian pada ayat 2 dijelaskan mengenai pengecualian terhadap Pasal 1 yaitu bagi pemilik sawah yang sawahnya termasuk areal objek lelang lebak lebung jika hanya untuk keperluan makan yang wajar dan tidak untuk diperjualbelikan. Hal ini diatur karena beberapa sungai yang ditetapkan menjadi objek lelang berbatasan dengan areal persawahan. Menurut Nasution et al. (1995) lelang hak usaha penangkapan ikan lebak lebung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ditujukan untuk umum, tidak hanya bagi nelayan penuh (full time fishermen). Sehingga pengemin didominasi oleh pemilik modal yang secara struktur ekonomi lebih kuat. Pada umumnya pemilik modal tidak melakukan penangkapan ikan, tetapi mencari keuntungan dengan memperdagangkan hak pengusahaan sumberdaya ikan pada nelayan penyewa (bekarang). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyono et al (2000) yaitu hak eksploitasi dapat dialihkan dari satu pihak ke pihak lain (transferability), dan dapat dibagi ke dalam satu unit pemegang hak agar merata (equity). Pengemin di Banyuasin pada umumnya berprofesi sebagai petani karet yang memiliki lahan kebun sendiri. Hal ini disebabkan mereka memiliki pendapatan tetap dan jumlahnya relatif besar sehingga memiliki kemampuan finansial untuk memenangkan objek lelang. Setelah memenangi lelang, pengemin tidak hanya menjual hak usahanya kepada bekarang tetapi juga melakukan penangkapan ikan di sungai yang dimenangkannya. Dalam pelaksanaannya, pengemin di Banyuasin khususnya di Desa Tebing Abang sangat jarang menjual hak usaha penangkapannya. Pengemin memperbolehkan masyarakat desanya, khususnya kerabat keluarga, untuk menangkap ikan di sungai yang dimenangkannya karena pada umumnya mereka hanya menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari. Tetapi jika ada masyarakat dari desa lain yang ingin menangkap ikan di sungai tersebut maka akan dikenakan biaya sebesar Rp10.000,00/minggu untuk menangkap ikan.
14 Sistem sanksi Pelanggaran terhadap kegiatan lelang maupun pengelolaan lebak lebung diatur pada pasal 16 Perda Kabupaten Banyuasin No 23 Tahun 2005. Segala pelanggaran atas ketentuan Perda tersebut diancam pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000. Adapun pelanggaran terhadap kegiatan penangkapan yang merusak, seperti penggunaan racun, bahan peledak, setrum, dan cara lain yang membahayakan sumberdaya ikan dan lingkungannya diancam dengan pidana paling lama sepuluh tahun penjara atau denda paling banyak Rp100.000.000 sesuai dengan ketentuan pasal 24 Undangundang No 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Peraturan mengenai hukuman terhadap pelanggaran kegiatan penangkapan yang mengacu pada Pasal 24 Undang-undang No 9 Tahun 1985 seharusnya diperbaiki. Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pemerintah daerah diperbolehkan untuk memuat hukuman bagi pelanggar melalui perda yang dibuat. Namun pidana yang diperbolehkan maksimal pidana kurungan maksimal 6 bulan atau denda maksimal Rp50.000.000,00. Oleh karena itu sebaiknya aturan mengenai sanksi ini diperbaiki agar sesuai dengan aturan lain yang berlaku. Sistem monitoring dan evaluasi Menurut Adrianto et al. (2011) proses perencanaan harus dipantau agar sistem yang direncanakan berjalan sesuai rencana, dan harus dievaluasi dan dijadikan proses pembelajaran dari kesuksesan maupun kegagalan dari sistem yang sudah berjalan. Sebagai sebuah sistem, seharusnya lelang lebak lebung juga menjalankan sistem monitoring dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya, sistem monitoring dan evaluasi lelang lebak lebung dapat dibagi menjadi dua, yaitu saat proses lelang dan setelah lelang. Tabel 7. Monitoring dan evaluasi lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur Pelaksana Pengawasan Dasar Hukum Tugas
Saat Proses Lelang Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin Perda No. 20 Tahun 2008 Mengawasi pelaksanaan lelang Melakukan penelitian terhadap terjadinya penyimpangan Memonitor hasil lelang tiap kecamatan Melaporkan hasil kegiatan lelang pada penanggungjawab lelang (Bupati)
Setelah Lelang Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas) Tidak ada Menjaga kelestarian lingkungan, termasuk objek lelang lebak lebung Mengawasi adanya kegiatan penangkapan yang merusak Melaporkan hasil pengawasan kepada kepala desa untuk kemudian dilaporkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin
Ketika pelaksanaan lelang, terdapat beberapa permasalahan yang pernah terjadi yang ditangani oleh pengawas lelang, yaitu objek lelang yang melewati batas dua desa. Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin mengadakan pertemuan dengan kepala desa bersangkutan untuk menetapkan batas wilayah objek tersebut.
15 Setelah objek lelang dimiliki dikelola oleh pengemin, pihak yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan objek tersebut adalah Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas). Menurut Kepala Bidang KP3K, Pokwasmas terdiri dari masyarakat yang peduli dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Organisasi ini merupakan organisasi di bawah pemerintah desa, di bawah bagian Perlindungan Masyarakat (Linmas). Ketua
Sekretaris Sie. Kelestarian Lingkungan
Anggota
Bendahara
Sie. Pengawasan Penggunaan Alat Tangkap
Anggota
Gambar 4. Struktur kepengurusan Pokwasmas Anggota Pokwasmas merupakan relawan yang mendaftarkan diri secara sukarela. Setelah mendaftarkan diri, mereka diberikan penyuluhan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan mengenai peraturan pengelolaan lebak lebung dan hal apa saja yang dilarang. Pokwasmas bertugas melaporkan kegiatan pengawasan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. Tidak ada bantuan dana yang diberikan kepada Pokwasmas dalam menjalankan tugasnya. Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Konsep Perikanan Berkelanjutan Menurut Tribawono (2002), sumberdaya ikan bisa diperbaharui, namun sumberdaya ikan mempunyai batas-batas tertentu. Apabila sumberdaya ikan dimanfaatkan tanpa batas serta melebihi batas optimal (MSY) maka dapat mengakibatkan kerusakan dan terancamnya kelestarian. Oleh karena itu, untuk menciptakan pemanfaatan yang berkelanjutan, maka diperlukan suatu kebijakan terpadu untuk mengelola sumberdaya ikan (Hamdan 2007). Karena letaknya di perairan umum daratan, sangat mudah untuk menangkap ikan di perairan lebak lebung. Upaya penangkapan terus-menerus akan sangat membahayakan karena akan menyebabkan tangkap lebih. Sebagai sebuah sistem pengelolaan perikanan darat seharusnya lelang lebak lebung memperhatikan keberlanjutan perikanan. Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai pelaksanaan lelang lebak lebung dalam konsep perikanan berkelanjutan. Ekologi Aspek ekologi memiliki tiga indikator, yaitu ukuran hasil tangkapan, jumlah tangkapan, dan penelitian stok dan biodiversitas. Aspek ini sangat penting untuk mengetahui tingkat eksploitasi. Selain itu aspek ini bertujuan mengetahui apakah dilakukan upaya konservasi oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin.
16 Sumberdaya ikan yang terdapat di sungai-sungai di sekitar Kabupaten Banyuasin adalah Ikan Patin (Pangasius pangasius), Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus), Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis), Ikan Seluang (Rasbora sp), Ikan Lais (Kryptopterus schilbeides), Ikan Tembakang dan Ikan Gabus (Channa striata). Berdasarkan wawancara, pada Januari-Maret merupakan musim sedang. Musim panen biasanya jatuh pada bulan Mei-Juni, sedangkan pada Agustus-Oktober adalah musim paceklik. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, ukuran hasil tangkapan semakin kecil. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya aturan mengenai ukuran hasil tangkapan yang diperbolehkan. Hal ini menyebabkan ikan berukuran kecil juga ikut tertangkap sehingga ikan tersebut tidak memiliki kesempatan untuk memijah. Akibat berulangnya proses ini selama bertahun-tahun, ukuran ikan akhirnya semakin kecil karena ikan harus memijah lebih cepat sebelum waktunya. Menurut Yusuf (2012), kondisi lingkungan dimana terdapat tekanan akibat penangkapan yang berlebih akan berpengaruh terhadap ukuran matang gonad. Karena populasi yang semakin berkurang oleh mortalitas penangkapan, maka seara alami ada tuntutan melanjutkan generasi, sehingga suatu jenis ikan akan dewasa lebih cepat secara alami dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran induk sebelumnya. Tabel 6 menyajikan rata-rata ukuran hasil tangkapan di Desa Tebing Abang, Kecamatan Rantau Bayur Tabel 8. Rata-rata ukuran hasil tangkapan di Desa Tebing Abang, Kecamatan Rantau Bayur Ikan
Rata-rata Ukuran (cm)
Gabus
24,40
Lais
13,60
Patin
38,40
Seluang
8,00
Sepat Rawa
7,96
Sepat Siam
11,6
Tembakang
19,00
Sumber: Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara dengan nelayan, jumlah hasil tangkapan menurun. Hal ini disebabkan upaya penangkapan yang dilakukan terus-menerus. Tidak ada pengaturan mengenai waktu tertentu dimana nelayan dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan. Pohon-pohon di samping sungai banyak yang ditebang. Menurut responden, bagian di sekitar pohon biasanya menjadi tempat ikan untuk berlindung. Hal ini menyebabkan ikan mencari tempat baru untuk berlindung dan bertelur. Selain itu, terjadi penyempitan sungai karena tumbuhnya tanaman liar di sisi sungai. Pada 2008 hingga 2012, produksi perikanan darat terus meningkat. Hal ini terjadi karena jumlah alat tangkap juga terus mengalami peningkatan pada periode yang sama. Peningkatan upaya penangkapan ikan yang dilakukan menyebabkan jumlah hasil tangkapan meningkat. Tetapi hal ini menyebabkan persaingan untuk mendapatkan hasil tangkapan menjadi semakin sulit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan hasil tangkapan yang dialami oleh nelayan disebabkan oleh
17 meningkatnya persaingan dalam penangkapan ikan di perairan umum. Data produksi perikanan darat dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuasin disajikan di Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 9. Produksi perikanan darat Kabupaten Banyuasin Kecamatan
Produksi (Ton) 2008
2009
2010
2011
2012
31,1
33,96
34,82
Banyuasin I
372,45
404,43
68,75
88,76
90,97
Banyuasin II
152,16
165,41
632,94
652,95
90,97
Banyuasin III
480,63
521,90
357,39
368,62
210,01
Betung
289,93
314,83
502,53
516,82
324,87
136,41
229,99
235,71
241,61
39,29
67,87
69,57
Air Salek
Makarti Jaya Muara Padang Muara Sugihan
464,47
504,36
297,1
305,85
313,50
Muara Telang
428,02
464,78
106,67
109,53
112,96
Pulau Rimau
329,32
357,60
353,03
366,46
373,58
Rambutan
491,27
533,46
846,28
866,29
887,95
Rantau Bayur
220,15
2.762,95
4.045,62
4.159,73
4.263,73
Suak Tapeh
204,87
Sembawa
168,02
Talang Kelapa
65,55
71,18
216,34
222,07
227,61
Tanjung Lago
1.807,48
1.962,70
854,74
871,89
893,69
220,15
239,06
75,03
77,89
79,84
7.771,50
8.438,89
8.658,80
8.944,60
9.166,17
Tungkal Ilir Jumlah
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin)
Tabel 10. Jumlah alat tangkap di perairan umum Kabupaten Banyuasin Jenis Alat
Tahun 2008
2009
2010
Pukat Tarik
390
392
398
Dogol
668
664
672
753
772
Jaring Insang Hanyut
416
520
525
588
603
Jaring Insang Tetap
-
-
Trammel Net
-
341
Bagan Tancap Jermal Pancing Serok
-
7
-
320
243
2011
261
-
338
347
95
106
109
321
360
369
192
197
-
-
2012
269 -
747 -
766 -
Perangkat Lainnya
113
100
103
115
118
Alat Perangkap Kerang
323
301
305
342
351
Alat Perangkap Kepiting Jumlah
370
377
377
427
438
2871
2935
2935
3968
4070
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin)
18 Penelitian mengenai jumlah stok sumberdaya dan biodiversitas sangat penting untuk dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Data yang dikumpulkan nantinya sangat berguna untuk mencegah potensi tangkap lebih oleh nelayan. Hal ini disebabkan karena data tersebut dapat digunakan untuk melakukan perencanaan mengenai pembatasan jumlah hasil tangkapan. Sehingga diharapkan kelestarian sumberdaya dapat terjaga. Namun menurut Kepala Bidang KP3K, dalam pelaksanaannya di Kabupaten Banyuasin tidak ada penelitian mengenai stok sumberdaya dan biodiversitas. Hal ini diperparah dengan tidak adanya pembatasan mengenai jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan. Pengemin maupun bekarang bebas untuk menangkap ikan sebanyak apapun. Hal ini jelas mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya ikan di sungai yang dijadikan objek lelang.Tidak ada pembatasan musim penangkapan dan tidak ada daerah perlindungan ikan dimana ikan tidak boleh ditangkap sehingga sepanjang tahun selalu terjadi upaya penangkapan. Ekonomi Parameter ekonomi bertujuan untuk melihat apakah lelang lebak lebung berperan dalam membantu perekonomian pelaku di dalamnya, khususnya pengemin dan bekarang. Pendapatan yang dihitung merupakan pendapatan kotor dari hasil usaha pengemin dan bekarang. Selain itu, dilihat juga kontribusi lelang lebak lebung terhadap perekonomian Kabupaten Banyuasin dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nelayan di Banyuasin memiliki profesi utama sebagai petani karet. Mereka menjadikan nelayan sebagai profesi sampingan. Berdasarkan pengamatan peneliti, bekarang atau nelayan penyewa yang menangkap ikan di lebak atau lebung hanya menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari. Mereka tidak menjual hasil tangkapannya ke pasar. Sehingga mereka mengutamakan pendapatan dari hasil bertani karet. Umumnya mereka mendapatkan penghasilan Rp200.000-Rp300.000/minggu dari hasil bertani. Namun tidak ada penghasilan yang berasal dari hasil menangkap ikan. Pengemin pada umumnya juga memiliki pekerjaan sebagai petani karet. Namun mereka memiliki penghasilan dari sektor perikanan karena mereka berhak untuk menangkap ikan sebanyak apapun untuk dijual ke pasar. Selain itu, mereka juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari penyewaan hak menangkap ikan di lebak atau lebung yang dimilikinya. Berdasarkan wawancara, mereka tidak memungut uang sewa pada masyarakat sekitar karena banyak di antara warga sekitar yang merupakan keluarga mereka. Selain itu, biarpun bukan keluarga, masyarakat sekitar tetap diperbolehkan menangkap tanpa dipungut biaya karena dianggap sudah saling mengenal. Namun, bagi pendatang dari desa atau daerah lain yang ingin menangkap ikan dikenakan biaya Rp10.000/minggu. Pengemin di Desa Tebing Abang bisa menghasilkan Rp600.000-Rp800.000/minggu, dengan rincian Rp400.000-Rp500.000/minggu dari hasil perikanan dan Rp200.000Rp300.000/minggu dari hasil bertani. Ini belum termasuk biaya penyewaan hak menangkap ikan di lebak atau lebung miliknya. Standar UMR di Sumatera Selatan pada 2013 adalah sebesar Rp1.350.000,00 (www.gajimu.com 2013). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan pendapatan bekarang masih di bawah rata-rata UMR karena dalam
19 sebulan hanya menghasilkan Rp800.000-Rp900.000. Namun rendahnya pendapatan bekarang ini tidak berkaitan dengan kegiatan pengelolaan objek lelang lebak lebung. Sebab mereka hanya menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari dan tidak dijual ke pasar untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Sedangkan pengemin dapat menghasilkan Rp2.400.000-Rp3.200.000/bulan sehingga dapat dikatakan pendapatannya di atas UMR. Penggunaan UMR sebagai standar adalah karena pada umumnya standar untuk menentukan tingkat kesejahteraan secara ekonomi adalah Upah Minimum Regional (UMR). Kontribusi lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur terhadap PAD Kabupaten Banyuasin mengalami fluktuasi pada 2010-2013. Nilai PAD ini merupakan 38% dari total pendapatan hasil lelang lebak lebung. Pada 2010 PAD mencapai Rp91.939.800,00 dan meningkat pada 2011 menjadi Rp135.406.623,60. Pada 2012 menurun menjadi Rp112.834.965,60. Pada 2013 kembali meningkat menjadi Rp179.098.408,00. Terjadinya fluktuasi ini menurut Kepala Bidang KP3K disebabkan oleh menurunnya harga beberapa objek lelang. Gambar 5 menyajikan grafik kontribusi lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur terhadap PAD Kabupaten Banyuasin. Rp200,000,000.00 Rp180,000,000.00 Rp160,000,000.00 Rp140,000,000.00 Rp120,000,000.00 Rp100,000,000.00 Rp80,000,000.00 Rp60,000,000.00 Rp40,000,000.00 Rp20,000,000.00 Rp0.00 2010
2011
2012
2013
Gambar 5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kecamatan Rantau Bayur dari hasil lelang lebak lebung tahun 2010-2013 Menurut Perda No 23 Tahun 2012, sebanyak 62% dari hasil lelang menjadi pemasukan desa. Kemudian sebanyak 10% dari pemasukan desa tersebut dijadikan Dana Konservasi Lingkungan. Dana ini seharusnya digunakan untuk merehabilitasi lingkungan yang dijadikan objek lelang. Tetapi menurut Kepala Bidang KP3K, penggunaan dana ini sering digunakan untuk penebaran benih ikan ke perairan umum yang dijadikan objek lelang yang pendapatan lelangnya menurun dari tahun sebelumnya. Sosial Dalam pelaksanaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin, sangat jarang terjadi konflik antar masyarakat. Permasalahan yang pernah terjadi umumnya adalah penetapan objek lelang yang melalui batas dua desa atau lebih. Upaya penyelesaiannya adalah musyawarah yang dilakukan oleh kepala desa yang dilewati oleh sungai tersebut. Musyawarah ini membahas mengenai penetapan
20 batas sungai tersebut. Solusi ini cukup efektif dalam menyelesaikan permasalahan ini. Berdasarkan wawancara, masyarakat cukup terwakili suaranya dalam pengambilan keputusan. Dalam tahap perencanaan, masyarakat diwakili Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menetapkan objek mana yang akan dilelang dalam suatu desa. Dalam pelaksanaan lelang, masyarakat menjadi elemen penting karena peserta lelang berasal dari masyarakat. Dalam proses pengawasan lelang, masyarakat tidak terlibat langsung. Tugas pengawasan lelang adalah tanggung jawab Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, yang dibantu oleh polisi, koramil, dan BPD. Namun ketika pengemin suatu objek telah ditetapkan, masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas) ikut serta dalam mengawasi pengelolaan objek oleh pengemin. Kelembagaan Berdasarkan pengamatan, perencanaan lelang lebak lebung tidak memiliki data mengenai stok sumberdaya yang tersedia. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya pada aspek ekologi. Sehingga dapat dikatakan dalam melakukan perencanaan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin belum memiliki standar untuk menetapkan apakah suatu objek masih layak dijadikan objek lelang. Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang, pengemin memiliki beberapa hak dan kewajiban. Dalam pelaksanaannya, hak pengemin ditaati sepenuhnya oleh masyarakat sekitar yang ingin melakukan penangkapan ikan di objek yang dimiliki oleh pengemin. Sebelum melakukan penangkapan mereka meminta izin terlebih dahulu kepada pengemin. Tetapi bagi masyarakat desa diperbolehkan menangkap ikan di lebak lebung selama hanya untuk keperluan makan. Menurut wawancara dengan pengemin, hal ini disebabkan masyarakat desa telah dikenal dekat oleh pengemin sehingga pengemin tidak mempermasalahkan jika masyarakat desa menangkap ikan untuk keperluan makan sehari-hari. Berbeda dengan bekarang yang berasal dari desa lain. Apabila mereka ingin menangkap ikan di objek tersebut, mereka harus meminta izin kepada pengemin dan membayar sebesar Rp10.000/minggu untuk menangkap ikan. Terdapat beberapa pelanggaran kewajiban oleh pengemin, yaitu ada seorang pengemin yang mengakui melakukan penangkapan ikan menggunakan setrum. Padahal berdasarkan Perda Kab. Banyuasin No 23 Tahun 2005 dilarang menangkap ikan menggunakan setrum, bahan peledak, bahan kimia, dan alat lain yang membahayakan sumberdaya ikan. Ketika proses lelang, Pemerintah Kabupaten Banyuasin, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, telah menjalankan fungsinya dengan baik dalam mengawasi proses lelang. Namun ketika objek lelang dikelola oleh pengemin pengawasan tidak lagi dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan tetapi oleh Pokwasmas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai sistem monitoring dan evaluasi di atas, tidak ada aturan resmi yang menetapkan mengenai struktur organisasi dan tugas-tugas pokok Pokwasmas. Seharusnya, agar pelaksanaan pengawasan ini berjalan dengan baik Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin harus membuat aturan
21 resmi tentang struktur organisasi, keanggotaan, serta kewajiban Pokwasmas. Sehingga keberadaan Pokwasmas diakui secara resmi. Berdasarkan pengamatan, setiap tahunnya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin melakukan evaluasi terhadap lelang lebak lebung. Evaluasi ini selalu dijadikan rekomendasi untuk lelang lebak lebung tahun berikutnya. Namun, evaluasi ini hanya dilakukan pada proses lelangnya saja. Tidak ada evaluasi untuk pengelolaan lebak lebung oleh pengemin. Rekomendasi Penyempurnaan Sistem Pengelolaan Lelang Lebak Lebung Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bagaimana pelaksanaan lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur. Setelah mengetahui bagaimana pelaksanaannya dalam konsep perikanan berkelanjutan, dapat disusun rekomendasi perbaikan agar lelang lebak lebung di Kecamatan Rantau Bayur memenuhi konsep perikanan berkelanjutan. Hal ini disajikan pada Tabel 8. Tabel 11. Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung dalam Konsep Perikanan Berkelanjutan No
Aspek
1
Ekologi
Ukuran hasil tangkapan Jumlah tangkapan Penelitian stok dan biodiversitas
2
Ekonomi
Kontribusi lelang lebak lebung terhadap PAD Banyuasin Pendapatan bekarang terhadap UMR Pendapatan pengemin terhadap UMR Frekuensi konflik
3
Sosial
Indikator
Indikator Kesuksesan Tidak mengecil Tidak berkurang Dilakukan berkala
o Pengawasan
Mengecil Berkuran Tidak dilakukan
Meningkat nilainya
Mengalami penurunan pada 2012
Di atas ratarata
Di bawah rata-rata
Di atas ratarata
Di atas ratarata
Sedikit/tidak ada
Sedikit
Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan o Perencanaan o Aktif terlibat o Pelaksanaan
Pelaksanaan
o Aktif mengelola o Aktif terlibat
o Diwakili oleh BPD o Aktif mengelola o Tidak terlibat
Rekomendasi Pembatasan jumlah alat tangkap Penentuan ukuran hasil tangkapan Penelitian mengenai stok dan biodiversitas sumberdaya Musyawarah antara Dinas Perikanan dan Kelautan, panitia lelang, dan peserta lelang dalam penentuan harga awal lelang.untuk mengatasi fluktuasi PAD dari kegiatan lelang lebak lebung Musyawarah dalam penetapan batas wilayah objek lelang Dibuat aturan resmi mengenai peran Pokwasmas dalam pengawasan pengelolaan objek lelang oleh pengemin
22 Lanjutan Tabel 11. Pelaksanaan lelang lebak lebung dalam konsep perikanan berkelanjutan No
Aspek
4
Kelembagaan
Indikator Perencanaan
Indikator Kesuksesan Stok ditentukan berdasarkan penelitian stok sumberdaya
Pelaksanaan
Pengemin menjalankan hak dan kewajiban
Pengawasan
Pemerintah kabupaten menjalankan fungsi pengawasan
Evaluasi
Digunakan untuk perencanaan
Pelaksanaan Tidak ada penentuan berdasarkan stok
Pengemin belum menjalankan kewajiban sepenuhnya Pengawasan hanya dilakukan hingga proses lelang Evaluasi dilakukan hingga proses lelang
Rekomendasi Stok sumberdaya sebagai acuan dasar kelayakan suatu sungai dijadikan objek lelang Pembuatan indikator kesuksesan pelaksanaan kewajiban bagi pengemin agar dapat diketahui adakah pelanggaran yang dilakukan pengemin. Proses pengawasan dan evaluasi dilakukan hingga tahap pengelolaan objek oleh pengemin.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lelang lebak lebung merupakan sebuah sistem pengelolaan sumberdaya perikanan darat melalui mekanisme lelang objek berupa areal lebak, lebung, sungai-sungai, dan tanah menurun yang di dalamnya terdapat ikan dan biota perairan lainnya. Pemenang lelang (pengemin) ditentukan setelah memberikan penawaran tertinggi. Pengemin berhak menangkap ikan serta menyewakan objek lelang yang telah dimenangkannya pada nelayan penyewa (bekarang). Terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dalam pelaksanaan lelang lebak lebung di Desa Tebing Abang, Kecamatan Rantau Bayur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung. Harga awal lelang diawali dari Rp0,00. Pengemin hanya menggunakan hak penyewaan usaha penangkapan ikan pada bekarang yang berasal dari desa lain. Harga sewa yang ditetapkan umumnya Rp10.000/minggu. Terdapat pengemin yang mengaku menangkap ikan menggunakan setrum. Kesadaran pengemin untuk melaporkan usaha penangkapan ikannya pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin masih rendah. Saran Terdapat beberapa saran agar pelaksanaan pengelelolaan lelang lebak lebung di Kabupaten Banyuasin dapat berjalan lebih baik dan memenuhi konsep perikanan berkelanjutan. Saran tersebut antara lain:
23 1. Dibuatnya peraturan mengenai pembatasan jumlah alat tangkap, spesifikasi alat tangkap yang diperbolehkan untuk digunakan, dan ukuran hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Hal ini perlu dilakukan agar sumberdaya ikan tidak mengalami tangkap lebih. 2. Penelitian mengenai stok dan biodiversitas sumberdaya ikan. Dengan adanya penelitian ini, penentuan objek lelang tidak hanya melalui proses musyawarah. Apabila stok sumberdaya objek tersebut tidak layak untuk dijadikan objek maka Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin dapat menolak pengajuan objek tersebut dengan tujuan untuk memulihkan kondisi sumberdaya di objek tersebut. Selain itu, dengan mengetahui keanekaragaman sumberdaya ikan di sungai tersebut, maka dapat diketahui musim pemijahan ikan-ikan yang terdapat pada objek-objek lelang. Sehingga dapat dibuat peraturan tambahan yang melarang penangkapan ikan pada musim pemijahan tersebut. 3. Dilakukan musyawarah antara Dinas Perikanan dan Kelautan, panitia lelang, dan peserta lelang dalam penentuan harga awal lelang untuk mengatasi masalah PAD yang mengalami fluktuasi. 4. Dibuatnya aturan resmi mengenai keanggotaan, hak dan kewajiban Pokwasmas. Sehingga Pokwasmas memiliki dasar hukum yang jelas dalam mengawasi pengelolaan objek lelang oleh pengemin. 5. Dilakukannya proses pengawasan dan evaluasi pengelolaan objek lelang oleh pengemin. 6. Dibuat indikator keberhasilan pelaksanaan kewajiban oleh pengemin. Sehingga Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin dapat mempertimbangkan berdasarkan standar tersebut apakah pengemin sudah memenuhi kewajibannya. Apabila dinyatakan tidak memenuhi kewajiban, maka dapat dipertimbangkan kembali apakah pengemin tersebut boleh kembali mengikuti lelang atau tidak. 7. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai untuk setiap aspek perikanan berkelanjutan terhadap pelaksanaan lelang lebak lebung agar dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan lelang lebak lebung yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Adrianto L, et al. 2011. Konstruksi Lokal Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press Akimichi T. 1991. “Territorial Regulation in the Small-Scale Fisheries of Ittoman, Okinawa”. Maritime Institution in the Western Pasific. Osaka (JP): National Musem of Etnology Arifin Z, Ondara. 1982. Pengelolaan Perikanan di Perairan Umum Lubuk Lampam. Prosiding Puslitbang Perikanan No.9/SPPU/1981. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta. Arsyad MN. 1982. Peranan Hukum Adat dalam Pengelolaan Perikanan di Perairan Umum Sumatera Selatan. Prosiding Puslitbangkan No. 1/SPPU/1982. Hal 11-16. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
24 Dahuri R. 2012. Sektor Kelautan Sebagai Pintu Ekonomi Daerah. Arsip Berita Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo Munasinghe M. 2002. Analyzing the nexus of sustainable and climat change: An overview. France: OECD. 53p Nasution Z. 1990 Mei 21. Lelang Lebak Lebung Atur Nelayan. Harian Pagi Sriwijaya Post, Palembang Nasution Z, Utomo AD, dan Prasetyo D. 1993. Lelang Lebak Lebung di Sumatera Selatan sebagai salah satu Cara Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perairan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Perairan Nasution Z, et al. 1995. Evaluasi Pelaksanaan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Perikanan melalui Lelang Lebak Lebung di Sumatera Selatan. Laporan Penelitian Kerjasama Puslitbang Perikanan, Departemen Pertanian Jakarta dan University of Bath, London. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan Nasution Z. 2008. Perkembangan Ekonomi Masyarakat Nelayan Perairan Umum ”Lebak Lebung”. ISSN: 1978-4333, Vol. 02, No. 02 Nasution Z. 2012. Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan “Lelang Lebak Lebung” dan Kemiskinan Masyarakat Nelayan: Studi Kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta (ID): Salemba Medika Ruddle K. External Forces, Change in Traditional Community-based Fishery Management Systems in the Asia-Pasific Region. MAST (Maritime Anthropological Studioes) 1993; 6 (1/2):1-37. Amsterdam: Spinhuis Publishers. Sidatik. 2014. Statistik Perikanan Tangkap Perairan Umum. [Internet]. [diunduh 2014 Oktober 22]. Tersedia pada statistik.kkp.go.id Solihin. 2010. Konservasi Sumberdaya Ikan Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta (ID): Kementrian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Tribawono, D. 2002. Hukum Perikanan Indonesia. Bandung (ID): PT Citra Aditya Bakti Yusuf, Muhammad. 2012. Tren Ukuran Dewasa Ikan Tuna Sirip Kuning di Pasifik dan Hindia. [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 25]. Tersedia pada wwf.or.id
25
LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar harga objek lelang dan Pengemin di Kecamatan Rantau Bayur No
Desa
1
Semuntul
2
Sejagung
3 4
Sei. Lilin Rantau Harapan
Objek Lelang
Harga Terjual (Rp) 225000 1845000 2160000 1440000 270000 1800000 900000 22500 22500 4950000 650000
Sungai Siangit Sungai Baung Sungai Besar/Batang Sungai Pancang Sungai Bungin Sungai Nunut Sungai Sejagung Sungai Pengirik Sungai Naik Sungai Lilin Sungai Buluh Ulu Sungai Jawi
5
Lebung
6
Tebing Abang
7
Rantau Bayur
8
Tanjung Tiga
Sungai Gemampo Sungai Kemiri Sungai Sebui Kutung Sungai Sebui Besar Sungai Bulian Sungai Mirah Sungai Tapang Sungai Majepani Sungai Paku Sungai Rasau Sungai Kesambi Sungai Kedukan Sungai Kemanyan Sungai Tudakan Sungai Dengung Sungai Rengas Kecil Sungai Kemurungan Sungai Danau Alai Sungai Rumbai Besar Sungai Bumbun Sungai Guntung Sungai Bungur Kecil Bumbun batas ilir mudik Sungai Bungur Besar Sungai Juhud Terusan Pada Duo Sungai Teriti Sungai Pak Tenen Sungai Belanti Sungai Rangak
630000 640000 4500000 6300000 90000 45000 133830000 29700000 90000 4140000 36000000 540000 90000 780000 780000 2340000 8100000 72000000 900000 4050000 3690000 180000 2700000 27000000 5400000 180000 990000
Pengemin Sukri Ruslan Sahari Saiful Almon Aminata Asnawi Johan Johan Mudriga Agus Salim Agus Salim Jumat Dencik Shari Salam Asnawi Maddin Musleh Fahmi Darmawan Idris Kurnia Kurnia Anang Rusdi Ujang Yasri Sabani Irwansyah Aswari Pendi Sugito Asnawi Pendi Ernain Sainuddin Armin
26 26 Sungai Medang Batu 180000 Sungai Jawi Kecil 450000 Bumbun batas kiri mudik 4500000 Bumbun batas kanan mudik Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin
Kento Gino Amir -
Lampiran 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUASIN dan BUPATI BANYUASIN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Banyuasin; 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Banyuasin; 4. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Banyuasin; 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuasin; 6. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; 7. Otonomi Daerah adalah Kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan; 8. Dinas Perikanan dan Kelautan adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin; 9. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aslausul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional yang berada di Daerah Kabupaten; 10.Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD, adalah Badan Perwakilan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat di Desa yang berfungsi mengayomi Adat Istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap Pemerintahan Desa;
27 11.Pemerintahan Desa adalah kegiatan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa; 12. Lebak Lebung Umum adalah suatu areal yang terdiri dari Lebak Lebung Sungai-sungai dan tanah menurun yang secara alamiah pada musim air dalam dan tempat berkembang biaknya ikan atau biota lainnya; 13.Lembaga Adat adalah sebuah Organisasi Kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu di wilayah hukum adat tersebut, serta berbagai masalah kehidupan yang berkaitan dengan mengaca pada pola adat-istiadat dan hukum adat yang berlaku; 14.Lebung buatan adalah lebung yang dibuat di atas tanah milik perorangan yang terletak di areal Lebak Lebung Umum; 15. Lebung/Sungai Warisan adalah lebung buatan atau sungai buatan yang dibuat oleh leluhur pewaris dimana tanah di atas lebung buatan atau sungai buatan tersebut menurun kepada ahli warisnya dan terletak di areal Lebak Lebung Umum; 16.Panitia lelang adalah kepanitiaan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan lelang; 17.Penanggung jawab adalah pejabat yang bertanggung jawab ke dalam dan keluar dalam hal pelaksanaan lelang; 18.Pelaksana lelang adalah petugas yang melaksanakan lelang berdasarkan petunjuk/instruksi dari pengawas lelang; 19.Peninjau lelang adalah perorangan atau lembaga atau badan hukum yang secara sukarela ikut dalam pengarwasan pelaksanaan lelang; 20.Penawar lelang adalah peserta lelang yang secara resmi terdaftar pada panitia lelang; 21.Pengemin lelang adalah penawar lelang yang memberikan penawaran tertinggi dan dinyatakan sebagai pemenang lelang oleh panitia lelang. BAB II OBJEK DAN TATA CARA LELANG Pasal 2 Objek Lelang Lebak Lebung adalah areal Lebak Lebung atau Lebung waris yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan dari BPD dan disahkan oleh Bupati. Pasal 3 (1)Lelang Lebak Lebung Umum dilakukan oleh Panitia Lelang yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati; (2)Lelang dilakukan secara langsung di muka umum dan sistem penawaran permulaan ditetapkan panitia sampai harga tertinggi dari penawaran; (3)Lelang dilakukan setahun sekali, jadwal waktu dan lokasinya ditetapkan oleh Bupati dan diumumkan secara resmi kepada khalayak ramai, disertai lampiran lokasi lelang; (4)Objek lelang yang harga standarnya di bawah Rp100.000,-(seratus ribu rupiah) yang tidak laku dalam pelaksanaan lelang umum diserahkan kepada Pemerintah Desa untuk dilelang secara terbka sebagai sumber pendapatan desa,
28 28 untuk pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Camat dan pengaturannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati; (5)Masa lelang berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak 1 Januari sampai 31 Desember tahun yang bersangkutan; (6) Dalam hal batas masing-masing Desa dimana untuk lelang itu berada belum ditetapkan secara pasti, maka pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, ditetapkan secara khusus oleh Bupati. Pasal 4 (1)Penawar lelang harus mendaftarkan diri kepada panitia dan diberikan tanda bukti penawaran (2)Peserta lelang harus membayar tunai harga lelang pada saat itu juga kepada panitia lelang dengan menerima bukti (kwitansi) serta menandatangani surat perjanjian yang telah ditetapkan oleh panitia lelang, bila peserta lelang yang menawar tidak dapat membayar kontan pada saat itu juga, maka objek lelang jatuh kepada peserta yang menawar dengan harga tertinggi kedua dan apabila peserta penawar tertinggi kedua tidak dapat membayar pada saat itu juga, maka objek lelang ini dibatalkan dan diulang kembali pada saat itu juga; (3)Terhadap penawar yang tidak dapat membayar harga penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, tidak diperkenankan untuk ikut dalam penawaran ulang objek lelang tersebut. BAB III PANITIA LELANG Pasal 5 Panitia Lelang terdiri dari : 1. Penanggung Jawab : Bupati Banyuasin 2. Koordinator Lelang : Wakil Bupati Banyuasin : 3. Pengawas Lelang a. Ketua : Sekretaris Daerah b. Wakil Ketua : Asisten Tata Pemerintahan dan Adminstrasi c. Sekretaris : Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin d. Anggota : 1) Kepala Badan Pengawas Daerah Kabupaten Banyuasin 2) Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuasin 3) Kepala Bagian Hukum dan Ortala Setda Kabupaten Banyuasin 4) Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Banyuasin 5) Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten Banyuasin 6) Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan 7) Kepala Bidang Pesisir dan Laut Dinas Perikanan dan Kelautan
29 8) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja 9) Kasub bag Pemerintahan Desa/Kelurahan Bagian Tata Pemerintahan. 4. Pelaksana Lelang a. Ketua b. Sekretaris c. Bendahara Penerima/Penyetor
d. Anggota
: : Camat : Sekretaris Kecamatan : Staf Kecamatan yang diusulkan oleh Camat kepada Bupati yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati : 1. Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan 2. Unsur lainnya, sesuai kebutuhan yang ditunjuk oleh Camat
Pasal 6 Kewajiban Pengawas Lelang : a. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan lelang dan melakukan penelitian terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan; b. Memonitor hasil lelang dari tiap-tiap Kecamatan; c. Melaporkan hasil sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b kepada penanggung jawab lelang.
a. b. c. d. e. f. g.
h.
Pasal 7 Kewajiban Panitia Pelaksana Lelang : Menyusun daftar nama-nama lokasi lebak lebung, termasuk sungai, muara, danau, tanah menurun, lebak lebung umum dan sungai/lebung warisan; Meneliti syarat-syarat peserta lelang dan persiapan-persiapan yang diperlukan; Menyelenggarakan lelang sampai selesai; Mengambil kebijaksanaan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada waktu pelaksanaan lelang; Mengadakan pengumuman lelang kepada masyarakat luas sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum lelang; Menetapkan waktu dan tempat lelang; Membuat Berita Acara pelaksanaan lelang dan melaporkannya kepada Penanggung Jawab Lelang secara tertulis dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah selesai lelang mengenai objek lelang yang terjual, yang tidak laku dan permasalahan serta pelaksanaan secara keseluruhan dengan tembusannya disampaikan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan; Bendahara Penerima/Penyetor lelang, menyetorkan langsung hasil lelang lebak lebung ke Kas Daerah Kabupaten Banyuasin melalui Bank Sumsel Cabang Pangkalan Balai Nomor Rekening 167.300.0002 paling lambat 1 (satu) kali 24 jam setelah lelang berakhir.
Pasal 8 Syarat-syarat dan kewajiban peninjau lelang : a. Setiap peninjau dari LSM, Pers dan Institusi lainnya wajib membawa surat dari induk organisasinya; b. Mendaftarkan/melaporkan diri kepada Panitia Lelang;
30 30 c. Setiap peninjau tidak dibenarkan mempengaruhi peserta lelang; d. Peninjau dari luar Kabupaten harus ada rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Pasal 9 (1) Panitia lelang dilarang menjadi peserta lelang; (2) Syarat-syarat peserta lelang adalah : - Terdaftar pada panitia lelang; - Berdomisili dalam Kabupaten. BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PENGEMIN Pasal 10 (1) Pengemin Lelang berkewajiban untuk mentaati segala peraturan/ketentuan dan syarat seperti tersebut dalam pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini, juga berkewajiban antara lain : a. Melaporkan kegiatan hasil usaha lelang dengan mengisi formulir dan membayar 2,5% dari harga objek lelang dan melaporkan usahanya pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin; b. Mencegah perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan dan atau lingkungannya; c. Melaksanakan petunjuk dan bimbingan teknis dari Pemerintah Daerah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan; d. Pada masa akhir lelang, pengemin harus mengembalikan objek lelang yang diusahakannya sepperti pada masa semula; e. Bagai pengemin yang mendapat lokasi lelang, sungai-sungai yang biasa digunakan untuk lalu lintas umum supaya menyediakan jalur jalan untuk kelancaran lalu lintas; f. Sedapat mungkin menggunakan tenaga kerja dari Desa yang bersangkutan. (2) Pengemin Lelang tidak dibenarkan : a. Mengemin lebih dari 3 (tiga) lokasi lelang; b. Mengambil/menangkap ikan dengan cara menggunakan racun, bahan peledak, strum listrik dan cara lain yang dapat membahayakan sumberdaya ikan dan lingkungannya; c. Pengemin lelang tidak dibenarkan menangkap ikan atau sejenisnya di tempat lokasi lelang yang ditanam padi; d. Menjual kembali hak pengemin kepada Pihak Ketiga. (3) Lebung/Sungai warisan untuk pemilikan dan pewarisannya harus disahkan oleh Pengadilan Negeri atau menunjukkan surat-surat serta tidak dalam sengketa. BAB V PERLINDUNGAN HAK PENGEMIN Pasal 11 1. Setiap orang dilarang menangkap, memancing, mengambil ikan dan biota perairan lainnya dari objek lelang yang sudah dimenangkan oleh pengemin tanpa izin pengemin;
31 2. Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah bagi pemilik sawah yang sawahnya termasuk areal objek lelang lebak lebung sekedar untuk keperluan makan yang wajar dan tidak untuk diperjualbelikan. BAB VI PEMBAGIAN HASIL LELANG Pasal 12 Semua hasil lelang diperoleh dari kegiatan Lelang Lebak Lebung Umum atau Lelang Lebak Lebung Warisan harus disetorkan bruto ke Kas Daerah Kabupaten Banyuasin, selanjutnya dipergunakan untuk : a. Bagi lelang lebak lebung umum : 1. 3% (tiga persen) untuk biaya operasional pelaksanaan lelang; 2. 5% (lima persen) untuk panitia lelang; 3. 10% (sepuluh persen) untuk penanggungjawab koordinator dan pengawas lelang; 4. 2% (dua persen) untuk Camat selaku Ketua Pelaksana dalam Kecamatan; 5. 10% (sepuluh persen) untuk Kepala Desa/Lurah; 6. 5% (lima persen) untuk Perangkat Desa/Lurah dan tenaga keamanan; 7. 7% (tujuh persen) untuk Ketua dan Anggota Badan Perwakilan Desa; 8. 3% (tiga persen) untuk Dinas Perikanan dan Kelautan guna melaksanaan pembinaan teknis/konservasi; 9. 35% (tiga puluh lima persen) untuk Kas Desa sebagai penerimaan Pemerintah Desa yang dipergunakan untuk biaya pembangunan; 10. 20% (dua puluh persen) untuk Kas Daerah. b. Bagi lelang lebak lebung waris : 1. 3% (tiga persen) untuk biaya operasional pelaksanaan lelang; 2. 3% (tiga persen) untuk panitia lelang; 3. 10% (sepuluh persen) untuk penanggungjawab koordinator dan pengawas lelang; 4. 2% (dua persen) untuk Camat selaku Ketua Pelaksana dalam Kecamatan; 5. 7% (tujuh persen) untuk Kepala Desa/Lurah; 6. 5% (lima persen) untuk Perangkat Desa/Lurah dan tenaga keamanan; 7. 7% (tujuh persen) untuk Ketua dan Anggota Badan Perwakilan Desa; 8. 3% (tiga persen) untuk Dinas Perikanan dan Kelautan guna melaksanaan pembinaan teknis/konservasi; 9. 15% (lima belas persen) untuk Kas Desa sebagai penerimaan Pemerintah Desa yang dipergunakan untuk biaya rutin; 10. 35% (tiga puluh lima persen) untuk pemilik lebung waris; 11. 10% (sepuluh persen) untuk Kas Daerah. BAB VII IZIN LEBUNG BUATAN Pasal 13 1. Untuk Lebung Buatan tidak dilelangkan tetapi setiap pembuatan Lebunglebung buatan terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Bupati melalui Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan;
32 32 2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berlaku 5 (lima) tahun dengan ketentuan pemilik izin lebung buatan setiap awal tahun yang sedang berjalan harus mendaftarkan izinnya kembali dengan memenuhi semua persyaratan yang berlaku; 3. Lebung buatan yang berukuran lebih dari 10m2 (sepuluh meter persegi) dikenakan biaya adminstrasi sebesar Rp250,- (dua ratus lima puluh rupiah) per meter persegi, kecuali lebung buatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan produksi ikan atau sejenisnya dibebaskan dari biaya Adminstrasi. Pasal 14 Dari hasil pungutan biaya adminstrasi lebung buatan dipergunakan sebagai berikut: a. 10% (sepuluh persen) untuk Kepala Desa, Anggota BPD, dan perangkat desa; b. 20% (dua puluh persen) untuk Kas Desa; c. 70% (tujuh puluh persen) untuk disetor ke Kas Daerah BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 15 Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
1.
2.
3.
BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 16 Pelanggaran atas ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); Pelanggaran terhadap Pasal 10 ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b diancam hukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 41,42,43 dan 44 Undangundang Nomor 23 Tahun1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diancam dengan ancaman pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun penjara atau denda paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomr 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
BAB X PENUTUP Pasal 17 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 23 Tahun 2003 tentang Lelang Lebak Lebung Dalam Kabupaten Banyuasin (Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin Tahun 2003 Nomor 42 Seri E) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
33 Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati. Pasal 19 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin. Ditetapkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 28 Februari 2005 BUPATI BANYUASIN H. AMIRUDDIN INOED Diundangkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 7 Maret 2005 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN H. NASRUN UMAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2005 NOMOR 27 SERI E Lampiran 4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUASIN dan BUPATI BANYUASIN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN
34 34 Pasal I Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung dalam Kabupaten Banyuasin (Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin Tahun 2005 Nomor 27 Seri E) diubah sebagai berikut : A. Ketentuan Bab III Panitia Lelang Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB III PANITIA LELANG Pasal 5
1. 2. 3.
Panitia Lelang terdiri dari : Penanggung Jawab Pengawas Lelang Pelaksana Lelang a. b. c. d.
: Bupati Banyuasin : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin : Koordinator Lelang : Camat; Ketua : Kepala Desa; Sekretaris : Sekdes Bendahara : Staf Kecamatan yang diusulkan oleh Camat kepada Bupati
B. Ketentuan BAB VI Pembagian Hasil Lelang Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB VI PEMBAGIAN HASIL LELANG Pasal 12 Semua hasil yang diperoleh dari kegiatan Lelang Lebak Lebung dipergunakan untuk : 1. 5% (lima persen) untuk biaya operasional pelaksanaan lelang; 2. 8% (delapan persen) untuk panitia lelang; 3. 10% (sepuluh persen) untuk Kepala Desa/Lurah; 4. 5% (lima persen) untuk Perangkat Desa/Perangkat Kelurahan dan tenaga keamanan; 5. 7% (tujuh persen) untuk Ketua dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa; 6. 5% (lima persen) untuk Dinas Perikanan dan Kelautan guna melaksanakan pembinaan teknis dan konservasi; 7. 40% (empat puluh persen) untuk Kas Desa sebagai penerimaan Pemerintah Desa yang dipergunakan untuk biaya pembangunan; 8. 20% (dua puluh persen) untuk Kas Daerah. C. Ketentuan Bab VII Izin Lebung Buatan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : BAB VII IZIN LEBUNG BUATAN Pasal 13
35
(1) Untuk Lebung Buatan tidak dilelangkan tetapi setiap pembuatan Lebunglebung buatan terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Bupati melalui Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan; (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berlaku 5 (lima) tahun dengan ketentuan pemilik izin lebung buatan setiap awal tahun yang sedang berjalan harus mendaftarkan izinnya kembali dengan memenuhi semua persyaratan yang berlaku; (3) Lebung buatan yang berukuran lebih dari 0,75 Hektar dikenakan biaya administrasi sebesar Rp250,- (dua ratus lima puluh rupiah) per meter persegi, kecuali lebung buatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan produksi ikan atau sejenisnya dibebaskan dari biaya adminstrasi. Pasal II Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin. Ditetapkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 25 Februari 2008 BUPATI BANYUASIN H. AMIRUDDIN INOED Diundangkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 13 Mei 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN H. M. ROBANI SYAHRIN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2008 NOMOR 22 Lampiran 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUASIN dan BUPATI BANYUASIN
36 36 MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG LELANG LEBAK LEBUNG DALAM KABUPATEN BANYUASIN Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 23 Tahun 2005 tentang Lelang Lebak Lebung Dalam Kabupaten Banyuasin (Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin Tahun 2005 Nomor 27 Seri E) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 20 Tahun 2008 (Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin Tahun 2008 Nomor 22), diubah sebagai berikut : 1. Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 Pasal yaitu Pasal 2A yang berbunyi : Pasal 2A Apabila objek lelang lebak lebung berada di lokasi yang dapat mengganggu aktivitas pertanian, maka Pemerintah Desa atau masyarakat yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada Bupati Banyuasin untuk tidak menyertakan daerah tersebut sebagai objek lelang lebak lebung. 2. Ketentuan Pasal 12 ayat (2) diubah sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut : Pasal 12 (1) Hasil yang diperoleh dari Kegiatan Lelang Lebak Lebung dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : a. 62% (enam puluh dua persen) bagi hasil untuk Pemerintah Desa; b. 38% (tiga puluh delapan persen) bagi hasil untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuasin. (2) Bagi hasil yang dikelola oleh Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah : a. 8% (delapan persen) untuk Kepala Desa/Lurah; b. 7% (tujuh persen) untuk Ketua dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD; c. 6% (enam persen) untuk Perangkat Desa/Kelurahan); d. 1% (satu persen) untuk Tenaga keamanan; e. 30% (tiga puluh persen) untuk Kas Desa; f. 10% (sepuluh persen) Dana Konservasi Lingkungan, untuk merehabilitasi lingkungan agar sumberdaya perairan sebagai akbiat objek lelang bisa terjaga dan tidak rusak. (3) Bagi hasil yang dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah 38% (tiga puluh delapan persen) atau selebihnya dari hasil yang dikelola oleh Pemerintah Desa. (4) Semua hasil lelang yang dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetor secara keselurahan (bruto) ke kas Daerah
37 melalui bendahara penerima Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. (5) Penyetoran hasil Lelang Lebak Lebung sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh bendahara penerima Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin melalui Bank Sumsel Cabang Pangkalan Balai Nomor Rekening 167.300.0002 paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah lelang selesai. (6) Semua hasil Lelang Lebak Lebung yang dikelola oleh Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, diserahkan kepada Pemerintah Desa melalui Kepala Desa/Lurah sesaat setelah lelang selesau dan dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) sesuai dengan Peraturan Desa/Kelurahan yang bersangkutan. (7) Biaya Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung sebesar 9% (Sembilan persen) dan biaya Konservasi sebesar 9% (Sembilan persen) dari hasil lelang tahun sebelumnya dianggarkan melalui DPA SKPD Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal II Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin. Ditetapkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 24 Oktober 2012 BUPATI BANYUASIN H. AMIRUDDIN INOED Diundangkan di Pangkalan Balai Pada tanggal 24 Oktober 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANYUASIN H. FIRMANSYAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2012 NOMOR 56
38 38
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada 20 Januari 1992 dari pasangan (Alm) Bapak Muzaki dan Ibu Noer Khotimah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal tingkat menengahnya pada tahun 2010 di SMA Negeri 79 Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan formal ke jenjang perguruan tinggi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan terdaftar di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani studi di IPB penulis aktif mengikuti organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2011/2012 sebagai staf dan 2012/2013 sebagai Ketua Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Pada 2011/2012 penulis tergabung dalam Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKMC) sebagai staf Human Resources Development. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Eksploratori Penangkapan Ikan periode tahun 2012/2013, Rekayasa Tingkah Laku Ikan 2012/2013, dan Dinamika Kapal Perikanan 2013/2014. Mengikuti berbagai kepanitiaan pada acara yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor. Penulis meraih juara 3 dalam Lomba Kapal Cepat Tak Berawak Nasional 2013. Penulis juga meraih juara 3 Olimpiade Mahasiswa IPB 2014 cabang Bola Basket. Selain itu, penulis mendapat penghargaan Mahasiswa Berprestasi IPB di Bidang Ekstrakulikuler pada periode Agustus-September 2013. Dalam rangka menyelesaikan studi di IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengelolaan Lelang Lebak Lebung dalam Pemanfaatan Perairan Umum Kabupaten Banyuasin.