PENGELOLAAN HARMONISASI KARYAWAN ANTAR DIVISI OLEH DEPARTEMEN KOMUNIKASI BANK INDONESIA (SUATU STUDI PADA PROSES KOMUNIKASI ANTARPRIBADI)
Febrina Dwi Puspa Jurusan Marketing Communication, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi, BINUS University Jl. K.H. Syahdan No.9 Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected] Febrina Dwi Puspa, Bhernadetta Pravita Wahyuningtyas, S.sos., M.Si
ABSTRACT Communication Department Bank of Indonesia needs to manage the interpersonal relationship among employee in divisions to create harmonization. This study aims to determine how employee could be manage their interpersonal relationship with interpersonal communication approach. This Study used a qualitative approach using phenomenological research methods and data collection through indepth interview, participant observation, documentation and literature study. The study was analyzed using the technique of Strauss and Corbin coding. The results showed that the managing of relationship is done by interpreted the importance of the relationship itself, the supportive and progressive pattern of relationship. Then some activities like coordination meeting and “ngoran” for formal activites, also eating together, birthday party, gathering in order to strengthen the relationship. The dialetics also could be managed through discussion, coaching, set priority to dialetics and always pay attention about pattern that relationship in the dialetics. It can be concluded that the employee harmonization among divisions performed by employee’s own self by understanding how important that relationship and the different way to manage with remember this part as Public Relations Professionalism at Communication Department Bank of Indonesia. (FDP) Keywords : Employee Relationship, Communication Department, Interpersonal Communication
ABSTRAK Departemen Komunikasi Bank Indonesia perlu mengelola Hubungan AntarPribadi karyawan di antar divisi untuk menciptakan harmonisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mengelola Hubungan AntarPribadi yang dilakukan oleh karyawan antar divisi dengan pendekatan Komunikasi AntarPribadi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian fenomenologi serta pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi dan studi kepustakaan. Penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik Strauss dan Corbin yakni pengkodingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan hubungan dilakukan dengan memaknai pentingnya hubungan itu sendiri, pola hubungan yang mendukung dan progressive serta aktivitas bersama baik formal seperti Rapat Koordinasi dan “ngoran”, juga aktivitas informal
1
seperti makan bersama, perayaan ulang tahun, gathering dalam rangka mempererat hubungan. Pertentangan yang ada juga mampu dikelola melalui diskusi dalam forum, coaching, membuat prioritas terhadap pertentangan dan selalu memperhatikan ranah hubungan selama terjadi pertentangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan harmonisasi karyawan antar divisi dilakukan dari diri karyawan itu sendiri dengan memahami pentingnya hubungan dan cara mengelola yang beragam dengan mengingat hal ini sebagai bagian dari profesionalisme Humas di Departemen Komunikasi Bank Indonesia. (FDP) Kata Kunci : Hubungan karyawan, Departemen Komunikasi, Komunikasi AntarPribadi
PENDAHULUAN Dalam dunia kerja baik perusahaan atau organisasi, anggota organisasi selalu menciptakan sebuah hubungan baik antara atasan dengan bawahan, maupun sesama rekan kerja. Hubungan yang terjalin ini, dapat menimbulkan suatu pertentangan dan hal ini dianggap sebagai suatu fundamental yang pasti terjadi di sebuah hubungan, baik yang berkaitan dengan pertentangan personal, maupun pertentangan pekerjaan. Hal ini dapat terjadi berdasarkan beberapa faktor seperti: kurangnya informasi, komunikasi yang tidak selaras, perbedaan budaya, iklim kerja dan kurangnya mengelola hubungan itu sendiri. Dengan adanya fenomena yang terjadi dalam dunia kerja tersebut, tuntutan profesionalisme menjadi sorotan penting dalam melaksanakan kegiatan serta menghadapi pertentangan yang ada pada organisasi. Profesionalisme memiliki makna yang luas ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya pembahasan mengenai profesionalisme dalam dunia kerja adalah bagaimana anggota organisasi atau pihak yang ada di dalamnya memahami makna berbicara, mendengar, berhubungan, memberikan umpan balik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam menjalani profesi yang dimiliki. (Goodall, Goodall & Schiefelbein, 2010: 6) Salah satu pengembangan dalam profesionalisme adalah bagaimana mengembangkan Komunikasi AntarPribadi di dalam dunia kerja. DeVito(2013:5) menjelaskan bahwa “Interpersonal Communication is the communication that takes place between people who are in some way connected.” Komunikasi AntarPribadi merupakan komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang saling terhubung. Atau dikatakan juga bahwa Komunikasi AntarPribadi adalah interaksi verbal dan non-verbal antara dua atau lebih orang yang saling tergantung. Komunikasi AntarPribadi merupakan dasar untuk menciptakan dan membina sebuah Hubungan AntarPribadi yang baik. Hubungan AntarPribadi merupakan hubungan yang terjadi baik dimasa lalu, saat ini bahkan di masa yang akan datang. Hubungan AntarPribadi dapat terjadi dalam berbagai jenis hubungan, salah satunya adalah hubungan rekan kerja. Dalam dunia kerja atau organisasi, cenderung terdapat berbagai pola komunikasi yang dapat menciptakan pola Hubungan AntarPribadi di organisasi. Dengan mengelola Hubungan AntarPribadi juga dapat menciptakan berbagai keuntungan, mulai dari adanya perasaan dilindungi, belajar mengenai diri sendiri, mengelola emosional atau pikiran dan menyelesaikan masalah. Hubungan AntarPribadi ini juga dapat dikatakan sebagai harmonisasi. (DeVito, 2013: 229) Menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, harmonisasi merupakan upaya untuk mencari keselarasan. Bagaimana cara untuk menciptakan keserasian dan kesamaan guna menghindari masalah yang mungkin terjadi. Bila dikaitkan dengan Komunikasi AntarPribadi, makna harmonisasi dapat diartikan sebagai keselarasan dalam komunikasi untuk mencapai pemahaman yang sama dan hubungan yang baik. Dan hal ini menjadi landasan penting mengingat profesionalisme seorang karyawan juga dinilai dari bagaimana Komunikasi AntarPribadi yang dilakukan sehingga dapat tercipta harmonisasi. (Sumber : http://kbbi.web.id/harmonisasi, diunduh pada Hari Rabu, 5 Maret 2014, Pk 21.08) Komunikasi AntarPribadi sebagai landasan menciptakan Hubungan AntarPribadi juga terjadi pada Humas(Public Relations). Cutlip, Center & Broom (dalam Butterick, 2012: 8) mendefinisikan Public Relations adalah fungsi manajemen yang mengidentifikasi, membangun, dan mempertahankan hubungan saling menguntungkan antara organisasi dengan berbagai publik yang menjadi penentu kesuksesan dan kegagalan. Public Relations sebagai perantara organisasi dan publik baik internal maupun eksternal, sebelum membangun hubungan dengan publik eksternal maka Public Relations harus mampu dalam mengelola Komunikasi AntarPribadi antar Public Relations satu dengan Public
2
Relations lainnya dalam organisasi. Hal ini bertujuan untuk menciptakan harmonisasi antar Public Relations dalam organisasi. Dalam realita, Public Relations memiliki peran yang berbeda-beda baik dalam Organisasi profit maupun non-profit bergantung pada tujuan dari organisasi tersebut. Dalam organisasi terdapat beberapa pembagian kerja yang dapat terbagi baik dalam satuan kerja(Departemen) serta pembagian yang lebih mendalam yakni divisi-divisi. Komunikasi Organisasi merupakan komunikasi dalam jumlah besar dan ruang lingkup lingkungannya. Dalam Komunikasi Organisasi membahas mengenai iklim, internal dan peraturan. Dalam Komunikasi Organisasi ini, komunikasi antar divisi menjadi bagian dari Komunikasi Organisasi. (West & Turner, 2010: 37) Walaupun Komunikasi Organisasi menjadi hal yang penting dan perlu diketahui, namun komunikasi karyawan antar divisi menjadi sorotan penting bila dilihat dari sudut pandang Komunikasi AntarPribadi. Dan dasar dari hal tersebut adalah Humas(Public Relations) memiliki fungsi komunikasi kepada berbagai pihak baik internal maupun eksternal dan komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya Hubungan AntarPribadi yang baik. Humas(Public Relations) tidak hanya menyampaikan isi pesan saja, melainkan juga menentukan arah Hubungan AntarPribadinya bersama orang lain termasuk dengan sesama Humas itu sendiri. Sehingga komunikasi karyawan antar divisi akan dipahami dari dasar Komunikasi AntarPribadi karyawan itu sendiri. (Ardianto, 2011: 114-115) Bank Indonesia merupakan Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang babak baru nya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. (Sumber:http://www.bi.go.id/id/tentangbi/fungsibi/status/Contents/Default.aspx, diunduh pada Jumat, 28 Februari 2014, Pk 22.10) Bank Indonesia memiliki Departemen Komunikasi atau biasa dikenal dengan Humas(Public Relations). Departemen Komunikasi Bank Indonesia memiliki tugas pokok yakni mengkomunikasikan kebijakan, menyerap respon dan masukan publik, menjaga isu yang berkembang serta tidak kalah penting adalah meningkatkan komunikasi internal dan menjalankan peran sosial Bank Indonesia. Departemen Komunikasi Bank Indonesia memiliki salah satu divisi yakni Divisi Relasi Internal. Menurut Diyah Woelandari selaku Wakil Kepala Divisi Relasi Internal Departemen Komunikasi Bank Indonesia mengatakan bahwa “terkadang persepsi orang terhadap Divisi ini terpacu pada relasi hubungan antar karyawan. Sedangkan Divisi Relasi Internal dalam Departemen Komunikasi adalah untuk mengkomunikasikan segala informasi yang berkaitan dengan Bank Indonesia kepada karyawan. Dan cara mengkomunikasikan informasi ini dilakukan dengan berbagai media. Namun untuk mengelola hubungan atau Komunikasi AntarPribadi yang terjadi pada karyawan, hal tersebut merupakan hal alamiah yang pasti akan terjadi dalam organisasi”. (Woelandari, 2014) Dalam pernyataan tersebut, Hubungan AntarPribadi dianggap sebagai suatu proses alamiah yang terjadi bergantung pada karyawan dalam melakukan Komunikasi AntarPribadi di organisasi. Pada dasarnya tidak dapat dipungkiri bahwa prioritas dari Bank Indonesia adalah untuk menjadi Lembaga Keuangan yang kredibel dan oleh karenanya Departemen Komunikasi sebagai Departemen perantara bertugas untuk membantu mengkomunikasikan segala kebijakan, informasi kepada publik internal maupun eksternal. Namun permasalahan yang ditemui adalah pandangan bahwa Hubungan AntarPribadi terjadi secara alamiah dan Divisi Relasi Internal tidak fokus pada hal tersebut. Pernyataan ini menjadi perhatian terkait fenomena mengenai hubungan serta pertentangan yang terjadi di lapangan. Meskipun prioritas utama dalam mengkomunikasikan informasi kepada karyawan adalah fungsi utama dari Divisi Relasi Internal Departemen Komunikasi Bank Indonesia, namun tetap saja pengelolaan Hubungan AntarPribadi karyawan khususnya Departemen Komunikasi tetap menjadi hal yang perlu diperhatikan. Berdasarkan deskripsi diatas, maka ketertarikan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan Hubungan AntarPribadi yang dilakukan oleh karyawan di divisi dan antar divisi menjadi penting karena dapat menciptakan harmonisasi bagi karyawan. Oleh karena itu berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan, maka judul penelitian yang diambil adalah “Pengelolaan Harmonisasi Karyawan Antar Divisi Oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia (Suatu Studi Pada Proses Komunikasi AntarPribadi )”. Penelitian ini memunculkan 2 pertanyaan penelitian yakni; (1) Bagaimana pengelolaan harmonisasi karyawan antar divisi oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia serta (2) Bagaimana
3
cara menghadapi kendala yang dihadapi dalam mengelola harmonisasi karyawan antar divisi oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia. Dan melalui pertanyaan penelitian ini, penelitian diharapkan bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan harmonisasi serta cara menghadapi kendala yang muncul dalam mengelola harmonisasi tersebut. Penelitian ini didasari dari penelitian terdahulu yakni penelitian oleh Tuti Bahfiarti(2014) mengenai pengembangan hubungan melalui Komunikasi AntarPribadi mantan narapidana perempuan Bugis-Makassar. Penelitian ini menggunakan teori penetrasi sosial untuk melihat bagaimana cara pengembangan hubungan yang dilakukan oleh 7 mantan narapidana. Kemudian penelitian oleh Saodah Wok(2013) mengenai hubungan antara karyawan muda dan tua dalam bekerja sama di sebuah tim. Dari penelitian terdahulu, penelitian ini bukanlah pengembangan dari penelitian terdahulu, melainkan penelitian baru dengan memperhatikan beberapa penelitian terdahulu yang berkontribusi untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Penelitian ini lebih mengkaji obyek penelitian berupa organisasi dan lebih kepada bagaimana pengelolaan Hubungan AntarPribadi karyawan yang terdapat dalam divisi organisasi sebagai bagian dari profesionalisme. Penelitian didukung dengan teori dan konsep yakni; (1)Teori Dialektika Relasional(West & Turner, 2010) yang menyatakan bahwa kehidupan berhubungan dengan adanya keteganganketegangan yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang kontradiktif. (2) Teori Manajemen Makna Terkoordinasi (West & Turner,2010) , teori yang membahas bahwa manusia sebagai seorang aktor yang berusaha untuk bagaimana mencapai koordinasi dan memaknai atau menginterpretasi sebuah pesan yang ada pada orang lain. Teori ini juga menyebutkan adanya sebuah aturan yang disepakati bersama untuk nantinya diinterpretasikan dan aturan tersebut dijalani dalam sebuah bentuk komunikasi, dimana makna dan koordinasi dilakukan didalamnya. Dalam penelitian ini, Teori Manajemen Makna Terkoordinasi tidak dikaji lebih dalam dan hanya sebagai pengantar untuk melihat bagaimana karyawan memaknai hubungan yang ada. Kemudian adanya konsep dialog yang merupakan salah satu cara dalam mengelola pertentangan yang ada yakni melalui beberapa cara komunikasi yang baik dengan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Konsep pola hubungan juga tercantum, dimana hubungan terkait dengan cara berkomunikasi. Seiring dengan berjalannya waktu, hubungan dapat berubah bergantung pada bagaimana cara seseorang dalam membentuk pola komunikasi. Kemudian konsep komunikasi dalam mengembangkan hubungan berisi mengenai bagaimana cara komunikasi yang efektif untuk dapat mengembangkan sebuah hubungan yang baik dan konsep terakhir Public Relations disebutkan bahwa Public Relations merupakan sebuah seni dan bagaimana menjembatani antara organisasi dengan publik baik internal maupun eksternal guna menciptakan persamaan makna dan tujuan organisasi.
METODE PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Basrowi, 2008: 21) mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian yang dilakukan ini tidak menggunakan pendekatan kuantitatif karena peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai fenomena yang ada, dimana pendekatan kuantitatif tidak mengkaji lebih dalam penyebab akan fenomena yang ada. Pendekatan kualitatif menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam yang diharapkan mampu menggali lebih dalam mengenai pengembangan harmonisasi karyawan antar divisi. Jenis Penelitian ini merupakan deskriptif, yakni pengumpulan data berupa kata, gambar dan bukan angka. Laporan penelitian pun akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan yang ada. Data tersebut dapat berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumen resmi. Dalam jenis penelitian deskriptif ini, peneliti akan menganalisis data yang lebih kaya dan sejauh mungkin dari bentuk aslinya.(Basrowi, 2008: 28) Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian fenomenologi yang ditujukan untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Metode penelitian fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, melainkan diawali dengan diam. Metode ini merupakan aspek subjektif dari perilaku seseorang, dimana penelitian berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang diteliti sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memahami apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
4
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel “purposive”. Menurut Neuman (dalam Saunders, Lewis & Thornhill, 2009: 230) teknik purposive ini memungkinkan peneliti untuk memilih informan secara bebas yang dirasa dapat menjawab pertanyaan atas penelitian. Sampel purposive ini dirasa sesuai dengan penelitian yang dilakukan, karena peneliti telah mengetahui informan kunci yang terkait dengan penelitian melalui karakteristik dari penelitian dan informan. Sehingga informan berasal dari pihak yang terkait dengan beberapa divisi dan informan kunci berupa koordinator Divisi Relasi Internal. Metode ini didukung dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa; Data primer yaitu (1) wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada 3 orang informan dari divisi yang berbeda dan informan dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. (2) Observasi partisipan. Dalam penelitian yang dilakukan, observasi berupa observasi partisipan, dimana peneliti mengamati langsung situasi yang ada terkait dengan Komunikasi AntarPribadi yang terjadi dalam Departemen Komunikasi dengan berkontribusi dalam beberapa divisi yang ada selama tiga bulan, periode Februari – Mei 2014. Kemudian adanya Data sekunder yang digunakan yakni (1) Dokumentasi. Dokumentasi berupa data-data yang berasal dari organisasi seperti website, jurnal, booklet Departemen Komunikasi dan (2) studi kepustakaan. Penelitian dikaji lebih dalam dengan pencarian teori dan buku yang berkaitan dengan penelitian di toko buku dan perpustakaan. Penelitian dianalisis menggunakan teknik Strauss dan Corbin yaitu berupa pengkodingan yang terdiri atas Open Coding, Axial Coding dan Selective Coding. Dalam penelitian ini, Open coding dilakukan dengan menyusun kode yang muncul dari teori dan konsep yang nantinya dikaitkan dengan hasil wawancara. Catatan lapangan sebagai segala kegiatan yang dilakukan oleh informan selama wawancara berlangsung dan catatan jawaban informan sebagai kata kunci atau istilah-istilah yang muncul selama wawancara. Setelah itu, Axial coding dilakukan dengan membagi kategori atau konsep sesuai dengan kode koding yang nantinya akan disesuaikan bersama jawaban setiap informan. Sehingga hasil penelitian lebih memudahkan dalam melihat antara konsep dan realitas jawaban dari setiap informan. Dan Selective coding dilakukan dengan mencantumkan kode koding bersama konsep yang sesuai dengan masalah penelitian dan mengambil jawaban setiap informan yang sesuai dengan konsep yang ada. Dalam jawaban informan tersebut akan dibuat suatu pernyataan subjektif atas hasil wawancara. Kemudian dalam selective coding ini, akan semakin terlihat teori yang akan digunakan yang nantinya dijabarkan dalam pembahasan. Penelitian dinyatakan keabsahan datanya dengan menggunakan Teknik Triangulasi yaitu membandingkan hasil penelitian dengan berbagai dderajat kepercayaan yaitu triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan menggunakan informan ahli yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan serta triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan antara data baik primer dan sekunder.
HASIL DAN BAHASAN 1.Pengelolaan Harmonisasi Karyawan Antar Divisi Pengelolaan harmonisasi karyawan antar divisi tidak hanya dilakukan dengan melihat satu sisi, melainkan ada beberapa cara dalam menganalisis hubungan yang dilakukan karyawan antar divisi dalam Departemen Komunikasi. Pembahasan pertama akan dimulai dari bagaimana karyawan divisi memaknai sebuah hubungan dan bertindak sesuai dengan kesepakatan yang ada. Makna hubungan ini diperlukan, mengingat dalam mengelola sebuah hubungan diperlukan adanya pemahaman mengenai apa hubungan dan pentingnya hubungan tersebut sebelum ditentukan atau dilakukan cara-cara mengelola hubungan yang baik tersebut. Hierarki dari Makna yang Terorganisir Hubungan AntarPribadi yang dilakukan karyawan Departemen Komunikasi dianggap sebagai suatu bentuk pemaknaan yang penting karena hubungan dianggap sebagai modal atau kebutuhan untuk melaksanakan pekerjaan, menumbuhkan kerjasama dan kepercayaan antar karyawan. Hubungan antar divisi pun dianggap sebagai suatu yang penting mengingat antar divisi dimaknai sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan setiap informasi yang ada harus dapat dikomunikasikan
5
dengan baik. Oleh karenanya setiap karyawan berusaha memahami bagaimana membuat hubungan yang baik itu perlu untuk mencapai persamaan pesan. Hal ini terkait dengan hierarki sebuah makna, dimana isi menjadi materi yang terpisah dan bertindak sebagai sebuah pesan. Dan isi dalam penelitian ini adalah dengan melihat bahwa hubungan sebagai modal dasar untuk menyelaraskan segala informasi yang ada dan bagaimana dapat bekerja dengan baik. Selain itu sebuah tindak tutur yang berupa cara penyampaian terhadap pesan juga terimplementasi dalam penelitian, dimana untuk membuat hubungan yang baik dalam divisi maupun antar divisi, karyawan cenderung memberikan kepercayaan, pujian, rasa nyaman dengan berkomunikasi dan observasi juga memperlihatkan bahwa cara karyawan dalam bertindak, dilakukan dengan cara yang beragam namun tetap sama yaitu komunikasi yang baik, ramah, tidak membuat suatu tekanan dalam divisi, menyisihkan waktu untuk makan bersama dan diharapkan tindak tutur yang dilakukan oleh karyawan dapat dimaknai sama oleh karyawan lain. Dengan berjalannya keseharian dalam Departemen Komunikasi, para karyawan mencoba untuk memaknai bagaimana situasi yang terjadi dalam divisi. Sebuah episode dan naskah kehidupan memberikan panduan bagi karyawan untuk menciptakan hubungan yang harmonis yakni dengan membuat nuansa komunikasi yang santai namun tetap mengetahui batas-batas hubungan. Hubungan antara atasan bawahan tetap ada, namun hal tersebut bergantung pada satu konteks tertentu. Koordinasi Makna, Aturan & Pola Berulang Untuk mencapai sebuah persamaan makna, maka dibutuhkan adanya koordinasi untuk menghindari ketidakseimbangan dalam hubungan. Koordinasi yang dilakukan oleh karyawan dalam Departemen Komunikasi dilakukan tidak hanya dengan melihat bagaimana interaksi yang terjadi, namun dilakukan dengan mengamati melalui indra dan dari pengamatan tersebut akan terinterpretasi bagaimana iklim koordinasi yang terjadi. Sehingga dengan mengamati pola interaksi lah, dapat diketahui apakah muncul permasalahan, atau bagaimana cara mencari solusi yang tepat. Menurut Pearce dan Cronen (dalam West & Turner, 2010: 107) terdapat dua jenis aturan yakni aturan konstitutif dan aturan regulatif. Aturan konstitutif yang dilakukan oleh karyawan dalam divisi Departemen Komunikasi adalah dengan memaknai dan memahami bagaimana kondisi dan hal yang diperlukan dalam divisi masing-masing. Dengan memahami keterbatasan sumber daya, maka karyawan terkadang harus keluar dari hubungan atasan bawahan, dan lebih kepada hubungan personal yang lebih dominan. Aturan regulatif juga dilakukan yakni dengan pendekatan komunikasi yang beragam dimulai dari mengunjungi dan menanyakan informasi ringan seputar personal dan pekerjaan, bergantung pada bagaimana kondisi karyawan yang diajak berkomunikasi, meluangkan waktu bersama untuk melakukan kegiatan seperti makan siang bersama, ditambah juga dengan mengunjungi karyawan untuk menanyakan apa yang dilakukan, mengikuti alur komunikasi yang membuat karyawan dapat merasa menyatu dengan yang lainnya atau memberikan nuansa terbuka pada ruang kerja untuk dapat terbuka dalam melihat sebuah masalah. Aturan-aturan ini bukanlah suatu hal yang baku, melainkan merupakan hal yang fleksibel dan dapat terus berbeda bergantung pada konteks aturan tersebut. Pola Hubungan Hubungan yang terbentuk dalam divisi dan antar divisi Departemen Komunikasi, tercipta melalui pola komunikasi yang dibentuk dan pada akhirnya memperlihatkan sebuah pola hubungan antar divisi yang ada. Pola komunikasi ini dapat terbentuk akibat adanya interaksi yang telah lama dilakukan oleh karyawan Departemen Komunikasi dalam divisinya masing-masing sehingga membentuk pola hubungan. Pola hubungan ini lebih menekankan pada Kepala Divisi yang membentuk pola komunikasi dengan karyawan lainnya. Para Kepala Divisi memiliki pengalaman membina hubungan bersama karyawannya cukup lama. Untuk mengelola hubungan yang harmonis, masing-masing divisi membuat pola hubungan yang beragam namun tetap menciptakan suatu harmonisasi. Dalam menjalin sebuah hubungan harus adanya kesadaran dalam diri seseorang maupun karyawan bahwa ego dalam diri tidak dapat lagi dibawa dan harus diminimalisir dengan empati, kerjasama, agar tujuan dalam bekerja dan kebutuhan akan teman dapat terjalin dan menimbulkan suatu kepuasan dalam hubungan. Bentuk pola hubungan pertama ini termasuk dalam pola hubungan dengan membuat iklim yang mendukung melalui adanya faktor kebutuhan antar pribadi yang dingin dicapai. Kebutuhan agar pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik, membuat pola komunikasi seperti empati, cepat merespons sebuah masalah membentuk iklim hubungan yang mendukung.
6
Selain itu pola hubungan juga dilihat dari bagaimana cara kedekatan yang berbeda untuk menciptakan iklim yang mendukung. Seperti membuat suatu kegiatan atau hubungan yang baik, tidak bisa dilakukan dengan aturan baku, melainkan disesuaikan dengan karakter hubungan karyawannya. Adanya kontribusi dan kepercayaan antar karyawan dapat memicu hubungan harmonis dan tidak kaku. Selain itu, informan ahli juga memberikan pernyataan bahwa pola hubungan memang bergantung pada iklim, kebijakan dan tujuan organisasi. Departemen Komunikasi memiliki visi menjadi Satuan Kerja kredibel guna mendukung pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia. Sehingga untuk mencapai visi tersebut tentunya pola komunikasi dengan adanya kekuasaan jabatan didalamnya perlu diminimalisir dan diciptakan adanya pola hubungan yang bersahabat dan saling mendukung satu sama lainnya. Selain itu, dalam menciptakan pola hubungan yang baik tentu diperlukan adanya kebergantungan antara satu karyawan dengan yang lainnya dalam hal mengetahui apa yang diinginkan oleh karyawan lain, dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Komunikasi dalam Mengembangkan Hubungan Pembahasan terakhir mengenai pengelolaan hubungan yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi dalam antar divisi juga berkaitan dengan bagaimana melakukan komunikasi yang efektif, dimana Karyawan Departemen Komunikasi memiliki beberapa cara yakni pertama, tingkat kesibukan dan kegiatan di divisi masing-masing yang cukup padat membuat karyawan dalam divisi mengekspresikan dan meyakini keberadaan rekan kerjanya dan karyawan lain dianggap sebagai pihak yang penting dan hubungan pertemanan diluar konteks pekerjaan juga diciptakan. Kemudian dengan mengetahui keterbatasan sumber daya yang terbatas dalam divisi, maka karyawan berusaha mengembangkan dan mendorong dirinya untuk dapat menciptakan hubungan yang bersahabat dan tidak atasan bawahan. Hal ini dilakukan dengan mengkomunikasikan hal-hal yang bersifat ringan, ramah tamah, mendatangi karyawan lain untuk mengetahui apa yang sedang dilakukannya, menanyakan mengenai keluarga atau hal-hal menarik dan lucu, juga mendengar ide dan ungkapan dari orang lain. Seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan Setyono (2013) mengenai kualitas Komunikasi AntarPribadi seperti sikap positif, empati yang dilakukan dapat mempengaruhi komitmen anggota. Sehingga karyawan Departemen Komunikasi disini masih tetap dapat menjalankan aktivitas nya dan hubungan yang baik satu sama lainnya. Selain itu dengan membuat diri sendiri berpikir untuk bagaimana dapat menciptakan rasa senang terhadap pekerjaan dan tidak memaksa orang lain untuk mengerjakan pekerjaan yang mungkin bukan sesuai dengan kemampuannya juga menjadi pengelolaan yang baik. Sejauh observasi yang dilakukan dalam penelitian, ditemukan bahwa untuk melakukan komunikasi yang efektif ini sudah cukup baik dilakukan oleh setiap divisi. Walaupun pada dasarnya setiap divisi memiliki caranya masing-masing, namun hubungan setiap divisi sudah terjalin dengan cukup baik dengan dasar pentingnya Hubungan AntarPribadi itu sendiri bagi diri karyawan dalam konteks personal. Namun dalam konteks pekerjaan masih terdapat divisi yang membina hubungannya sebatas pekerjaan dan Komunikasi AntarPribadi dilakukan hanya sebatas hubungan pekerjaan. Selanjutnya tidak hanya hubungan dengan divisi yang dilakukan, karyawan Departemen Komunikasi juga mengelola hubungannya dengan divisi lain. Pengelolaan yang khusus dilakukan dengan divisi lain ini masih melihat adanya konteks intensitas komunikasi dalam divisi masingmasing yang membuat mereka cenderung lebih banyak berhubungan dengan divisi tertentu. Namun hal ini perlu menjadi perhatian, karena karyawan dapat saja lupa untuk tetap menjaga Hubungan AntarPribadi nya bersama karyawan di divisi yang tidak intens, yang pada akhirnya dapat membuat kurangnya harmonisasi dengan beberapa karyawan. Cara yang dilakukan oleh karyawan dalam membina hubungan juga beragam, seperti keaktifan dari dalam diri sendiri untuk mengetahui apa yang terjadi dalam divisi lain, sehingga karyawan divisi lain merasa adanya komunikasi yang hangat dan empati terkait dengan kegiatan yang terjadi dalam divisi lain. Tidak hanya itu saja, beberapa cara komunikasi efektif dalam mengembangkan hubungan yang dipaparkan oleh DeVito(2013: 247) mengenai sikap positif dalam komunikasi dan empati, terdapat pula dalam antar divisi Departemen Komunikasi. Dengan mencoba untuk memahami kondisi orang lain, dan memberikan saran atas permasalahan orang lain, membuat hubungan semakin berkembang karena rasa kenyamanan yang ada. Selain itu pula, ketika datang karyawan baru dalam divisi lain di Departemen Komunikasi, maka karyawan cenderung bertanya mengenai latar belakang keluarga, kesukaan dan hobi dari karyawan tersebut bahkan menanyakan mimpi seseorang untuk dapat membantu mengembangkan mimpi karyawan tersebut juga menjadi hal unik dalam mengelola hubungan.
7
Karyawan dalam Departemen Komunikasi melakukan hubungan komunikasi yang tidak hanya sebagai peran kepala divisi ataupun bawahan, melainkan hubungan komunikasi dibuat cukup bersahabat dengan membuat komunikasi yang menyenangkan, merasakan bahwa orang lain memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan kepala divisi khususnya harus mampu mendorong, sehingga baik diri sendiri maupun orang lain dapat berjalan bersama menciptakan pembentukkan hubungan yang positif. Selanjutnya, disamping pengelolaan Hubungan AntarPribadi yang dilakukan secara personal kepada karyawan dalam divisi dan antar divisi. Melalui wawancara yang dilakukan beserta observasi partisipan, maka ditemukan bahwa pengelolaan antar divisi juga dilakukan melalui kegiatan atau aktivitas bersama baik yang bersifat formal maupun non-formal. Bagi kegiatan yang dilakukan secara formal, Departemen Komunikasi mengadakan adanya Rapat koordinasi dan “ngoran” sebagai kegiatan untuk mempertemukan satu divisi dengan divisi lainnya karena kesibukan masing-masing divisi untuk bertemu, serta berbagi informasi dan komunikasi yang baik secara personal juga diharapkan terjadi dalam kegiatan ini. Namun berdasarkan observai yang dilakukan, kegiatan “ngoran” ini masih belum cukup efektif bila dijadikan kegiatan untuk mengelola hubungan antar divisi. Pasalnya, dalam kegiatan “ngoran” sering kali tidak dihadiri oleh semua perwakilan divisi dan terkadang belum ditemukan komunikasi mengenai informasi dalam “ngoran” yang disampaikan kepada karyawan dalam divisi. Selain itu untuk mengelola Hubungan AntarPribadi dalam kegiatan ini juga belum dapat terlihat. Sehingga terkadang hubungan personal sudah baik, namun dalam konteks hubungan pekerjaan terutama informasi masih kurang. Selain kegiatan formal, kegiatan informal juga dilakukan oleh Departemen Komunikasi yakni dengan merayakan acara ulang tahun, perpisahan anggota divisi yang akan ditugaskan diluar, komunikasi ringan seperti sapaan selamat pagi, halo, senyuman, tertawa riang, makan-makan juga acara cheremony nilai-nilai strategis Bank Indonesia dengan kegiatan yel-yel. Tidak hanya itu, diadakanya gathering satu tahun sekali dengan menggabungkan semua divisi dalam kegiatan tersebut, keikutsertaan HUT BI, 17 Agustus-an juga menjadi kegiatan dalam mengelola hubungan antar divisi atau karyawan. Melalui kegiatan informal diatas, Hubungan AntarPribadi karyawan telah terjalin cukup baik sesuai dengan observasi yang dilakukan pun sama. Namun terkadang beberapa aktivitas terlihat masih cukup kaku sehingga menciptakan kelompok tersendiri. Selain itu, untuk kegiatan seperti gathering , kegiatan ini dirasa masih kurang cukup untuk mengelola hubungan karena hanya diadakan satu tahun sekali. Dengan memahami keterbatasan anggaran dan waktu pelaksanaan, namun Hubungan AntarPribadi tergolong cukup penting terkait adanya kegiatan-kegiatan infomal yang seharusnya lebih mencairkan suasana hubungan personal. Pandangan subjektif ini juga didukung oleh informan ahli yang pernah menjadi praktisi di beberapa organisasi, dimana aktivitas yang dilakukan ini harus mengurangi kejenuhan karyawan sehingga karyawan dapat merasakan dan berkontribusi penuh dengan kegiatan yang tidak terikat peraturan baku tersebut. Jika karyawan kurang meminati aktivitas tersebut, maka dikhawatirkan aktivitas ini menjadi beban diakibatkan kurang nya Komunikasi AntarPribadi dari karyawan divisi lain, sehingga pada saat menjalani aktivitas, karyawan dapat saja merasa tidak puas, dan Hubungan AntarPribadi dapat berkurang akibat aktivitas yang kurang memuaskan dan tidak sesuai kebutuhan. Adanya Mitra Perubahan yang sebenarnya berfungsi dalam mencanangkan kegiatan yang bersifat mempererat hubungan karyawan, namun fungsinya sejauh ini masih kurang karena kesibukan satu sama lainnya. Sehingga kegiatan bersama untuk mengelola Hubungan AntarPribadi memang masih dilihat dari individu karyawan itu sendiri.
2. Cara Menghadapi Kendala dalam Hubungan Dialektika Hubungan Ketika karyawan dalam divisi ingin melakukan pengelolaan hubungan dengan divisi lain atau karyawan lain, cenderung timbul adanya suatu kendala. Seperti pada pembahasan pertama mengenai bagaimana makna pesan yang diterima dapat berbeda dalam interpretasinya, mendorong seseorang dan orang lain dapat tidak sepaham dan menimbulkan pertentangan atau pola hubungan yang kurang baik. Dalam mengelola hubungan yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi, kendala muncul dalam dua sisi yakni internal dan eksternal. Bila dilihat Dari sisi internal, kendala yang ditemukan adalah kecenderungan orang lain yang menutup diri dan memiliki persepsi buruk atau kurang menyukai interaksi bersama orang lain. Disini berarti sebuah pengamatan mengenai cara komunikasi orang lain dibutuhkan untuk melakukan
8
koordinasi hubungan. Selain itu berdasarkan observasi, kendala juga dapat dikelola dengan melakukan komunikasi ringan seperti mencari persamaan dan kesukaan orang lain, guna meminimalisasi kecurigaan dari orang lain yang mungkin timbul. Selain itu komunikasi non-verbal seperti sentuhan atau tepukan bahu yang mengkomunikasikan kehangatan juga menjadi dasar dalam mengelola hubungan awal. Jika dengan komunikasi ringan masih dirasa sulit, maka diawali dengan komunikasi mengenai pekerjaan atau yang sifatnya sebagai peran dan fungsi. Kendala yang timbul dalam hubungan ini dapat pula dianggap sebagai suatu pertentangan atau dialektika. Pertentangan menjadi hal yang wajar dalam sebuah hubungan karena hubungan cenderung berubah dari waktu ke waktu dan adanya tekanan yang sering kali muncul baik dalam diri sendiri maupun pada saat berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Baxter (dalam West & Turner, 2010: 206) pertentangan mendasar terjadi karena tiga hal yakni otonomi dan keterikatan, keterbukaan informasi dan inovasi. Dalam Departemen Komunikasi sesungguhnya pertentangan terkait perbedaan opini memang sengaja diciptakan untuk membuat dinamika komunikasi. Pertentangan sering kali muncul ketika pihak yang bersangkutan merasa dirinya memiliki informasi yang benar dan lainnya salah. Sehingga keterbukaan informasi menjadi hal yang penting dan kelengkapan informasi menjadikan pertentangan teratasi. Karyawan dalam divisi cenderung terbuka mengenai informasi yang ada, namun tidak dipungkiri untuk keterbukaan informasi masih ada beberapa karyawan yang tertutup atau mungkin merasa informasi tersebut tidak perlu dikomunikasikan kepada karyawan lain berdasarkan observasi. Kemudian pertentangan juga timbul ketika seseorang memiliki sebuah pekerjaan, namun orang lain ingin mengkomunikasikan mengenai suatu pekerjaan lain atau masalah, sehingga hal ini membutuhkan suatu analisa terhadap kepentingan dari pekerjaan tersebut. Dan karyawan dalam divisi cenderung akan merespons dengan bijak atau dapat juga dengan komunikasi non-verbal yang menyatakan ketidakinginannya untuk berkomunikasi dengan siapapun. Kemudian pertentangan yang terjadi juga terkait dengan adanya karyawan yang ingin berinovasi dan tidak. Karyawan dalam Departemen Komunikasi cenderung diperbolehkan untuk berinovasi dengan berbagai ide walaupun pada akhirnya keputusan inovasi tersebut tetap bergantung pada kepala divisi yang bersangkutan. Namun di sisi lain, tidak semua karyawan dapat berinovasi dikarenakan kesadaran mereka dengan jumlah sumber daya yang terbatas dan ketidakpastian membuat mereka belum berani untuk berinovasi. Kendala seperti ini menuntut kepala divisi untuk mendorong karyawan yang tidak ingin berinovasi. Seperti AN yang mengakui adanya inovasi tidak boleh menjadi hambatan dan tidak boleh dibatasi. Selama sudah terjadi kesepakatan dalam forum terbuka, maka hal itu tidak perlu dibatasi. Respon Dialektika Dalam menanggapi adanya pertentangan yang terjadi, maka karyawan divisi memiliki beberapa cara dalam merespons pertentangan tersebut. Untuk merespons pertentangan ini Baxter (Dalam West &Turner, 2010: 212) mengidentifikasi adanya empat strategi; Pertama, pergantian siklus. Departemen Komunikasi di beberapa divisi berpandangan, pendekatan dengan pihak yang berwenang tetap menjadi sorotan sebagai penyelesaian yang harus melibatkan pihak tertentu. Pertentangan dilihat sebagai suatu pengembangan diri dimana pertentangan sudah sepatutnya dapat diselesaikan dengan caranya masing-masing karena tingkat kedewasaan seseorang dalam menjalin hubungan. Selain itu kedua, segmentasi dan kompromi. Karyawan Departemen Komunikasi dalam mengelola pertentangan yang ada dilakukan dengan melihat konteks pertentangan yang ada, karena perbedaan konteks membuat perbedaan cara penyelesaian. Ketika konteks pertentangan berkaitan dengan masalah personal maka pertentangan diselesaikan melalui coaching namun jika berkaitan dengan pekerjaan, maka penyelesaian pertentangan dapat dilakukan dengan membuka suatu forum terkait dengan divisi lain. Kemudian adanya kompromi dan kesepakatan bersama dengan berdiskusi, mendengar pandangan yang berbeda, guna mencari solusi terbaik juga dilakukan, dan ketika hal tersebut berkaitan dengan antar divisi maka kecenderungan keputusan akan diambil pada pihak tertinggi. Kesulitan dalam mengelola pertentangan adalah ketika setiap orang memiliki pemahaman yang masih belum mencoba memposisikan dirinya dengan orang lain, kepentingan pribadi dan kesalahan persepsi. Oleh karenanya pertentangan dianggap juga sebagai suatu proses yang bila dipikirkan dan dimaknai ulang maka dapat saja pertentangan itu sebenarnya tidak ada. TN pernah menyebutkan bahwa masalah dapat diatasi dengan senyuman. Berdasarkan observasi yang dilakukan pun, pada saat divisi maupun antar divisi mencoba saling melengkapi informasi maka pada akhirnya
9
ada komunikasi informal seperti tertawa terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa pertentangan yang terjadi tidak sebesar yang diperkirakan setelah didiskusikan bersama oleh pihak terkait. Pertentangan biasanya juga diakibatkan karena adanya mis-komunikasi dan ketidaksepahaman dalam melihat suatu masalah dan akan lebih baik bila karyawan belajar menyelesaikannya. Kemudian untuk menyelesaikan suatu pertentangan yang ada, strategi ketiga yang diutarakan Baxter yakni seleksi. Karyawan dalam divisi cenderung melihat tingkatan prioritas apa yang harus diselesaikan terlebih dulu dan menyusul. Tingkatan prioritas ini bertujuan untuk membantu memilah mana masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan secara individu, bersama juga mana yang penting dan tidak terlalu penting sehingga dapat ditunda terlebih dulu. Dengan melihat konteks pertentangan yang ada, maka hal ini membantu dalam kebijakan untuk merespon pertentangan dalam waktu, kecepatan untuk solusi. Departemen Komunikasi dengan berbagai pertentangan yang ada serta cara merespons yang beragam, namun pada akhirnya berdasarkan observasi pula, setiap pertentangan sekecil apapun sebisa mungkin telah diselesaikan dengan baik. Dan untuk meminimalisir pertentangan yang ada, sebenarnya dapat dibuat suatu kesepakatan di awal untuk nantinya bisa dipahami bersama sehingga pertentangan dapat saja berkurang. Pertentangan yang terjadi pada dasarnya lebih sering terkait dengan terbatasnya atau kurangnya informasi, perbedaan dalam memaknai sebuah pesan atau informasi, kurangnya cara mengelola hubungan dalam sebuah kegiatan sehingga ada beberapa yang merasa kurang puas serta masih adanya beberapa orang yang secara personal menutup diri. Oleh karenanya Departemen Komunikasi dalam divisi mengelola pertentangan tersebut dengan kompromi, membuat suatu forum, memikirkan ulang masalah yang ada, membuat suatu skala prioritas yang keseluruhan dengan adanya observasi dapat terlihat bahwa pengelolaan pertentangan telah dilakukan cukup baik oleh karyawan divisi Departemen Komunikasi. Dialog Selain melakukan pengelolaan diatas untuk mengurangi pertentangan yang terjadi, dialog juga menjadi bagian dalam mengelola pertentangan yang ada. Dialog merupakan sebuah wacana komunikasi yang bertujuan untuk menyatukan perbedaan yang ada. Karyawan divisi Departemen komunikasi melakukan sebuah dialog atau percakapan, telah memperhatikan beberapa hal yakni, memberikan ide serta beropini, guna menciptakan suatu iklim komunikasi yang santai, nyaman bagi diri karyawan tersebut. Komunikasi akan lebih baik ketika seseorang belajar untuk menerima dan memahami perbedaan yang ada, serta membantu mengembangkan inovasi yang ada pada karyawan. Para kepala divisi pun membantu para karyawan dalam berkembang dengan mengkomunikasikan hal tersebut secara langsung, mengarahkan komunikasi yang positif dan berusaha menghilangkan komunikasi negatif dalam diri karyawan. Dalam memberitahukan mengenai kesalahan ataupun komunikasi yang negatif, karyawan perlu memperhatikan bagaimana bentuk konteks yang baik untuk menyampaikan hal tersebut. Ketika satu orang salah dalam berkomunikasi, maka dibutuhkan pembelajaran dan pertumbuhan tidak hanya untuk karyawan yang bersalah, melainkan diri sendiri guna belajar dari kesalahan orang lain. Ketika karyawan salah dalam berkomunikasi, maka kita harus membantu mereka dengan memberikan evaluasi bukan mengkritik tanpa solusi. Bagaimana mendorong orang lain untuk bertumbuh dan memahami bahwa orang lain memiliki perbedaan dalam cara berkomunikasi yang mungkin dapat saja mempengaruhi hubungan komunikasinya bersama orang lain. Dengan memanggil nya kedalam sebuah ruangan dan berbicara secara santai, menjadikan dialog yang sangat baik dengan tetap memperhatikan kenyamanan orang lain. Dalam membina hubungan, mendengarkan menjadi bagian untuk mengelola hubungan positif dengan orang lain. Dengan mendengarkan, maka informasi yang disampaikan jauh lebih akurat dan umpan balik dapat diberikan secara tepat. Dengan mendengarkan, maka proses memaknai pesan menjadi arahan untuk menyesuikan informasi yang didapat dengan informasi yang diperoleh dalam diri. Departemen Komunikasi Sebagai Humas Departemen Komunikasi dengan perannya sebagai Humas tentu akan membina hubungan baik dengan pihak internal maupun eksternal. Namun sebagai komunikator ke pihak internal pun, karyawan dalam berbagai divisi seharusnya mampu untuk mengelola hubungan nya baik pekerjaan maupun personal secara baik. Pengelolaan hubungan karyawan antar divisi tidak dikelola oleh Divisi Relasi Internal, melainkan oleh masing-masing individu yang ada di dalamnya yang mencoba
10
memahami bagaimana pentingnya sebuah hubungan, sehingga membantu mereka untuk dapat mencari cara mengelola hubungan. Setiap karyawan perlu terus mengingat bahwa Komunikasi AntarPribadi bukan suatu hal yang alamiah ketika telah memasuki tahap pekerjaan dan tujuan bersama, sehingga perlunya pengelolaan Komunikasi AntarPribadi yang terus menerus dikelola guna menciptakan hubungan harmonis. Mengelola Hubungan AntarPribadi ini menjadi bagian dari profesionalisme karyawan antar divisi di Departemen Komunikasi. Profesionalisme ini juga termasuk bagaimana kemampuan Komunikasi AntarPribadi dan mengelola hubungan seharusnya lebih baik diantara Departemen lainnya, karena Departemen Komunikasi lebih memiliki fungsi menjaga hubungan serta menjadi langkah keberhasilan baik untuk peningkatan kinerja, maupun hubungannya nanti dengan pihak luar.
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan harmonisasi karyawan antar divisi oleh Departemen Komunikasi Bank Indonesia diawali dari pentingnya makna hubungan bersama karyawan di divisi lain. Hubungan dianggap penting sebagai suatu modal untuk melaksanakan pekerjaan, menumbuhkan kerja sama, kepercayaan dan satu kesatuan dengan memiliki persamaan pesan. Komunikasi AntarPribadi yang terjadi setiap hari, membentuk suatu pola komunikasi di karyawan antar divisi yakni adanya empati, tidak memaksa karyawan lain melakukan sesuatu, membantu memberikan saran, menciptakan keadilan, sehingga terbentuk pola hubungan yang mendukung. Selain itu karyawan juga berusaha memenuhi kebutuhan karyawan di divisi lain dan mengembangkan kemampuan yang ada pada diri karyawan di divisi lain, sehingga karyawan merasa kebutuhannya terpenuhi dan menciptakan hubungan yang harmonis atau mengarah para ranah progressive. Komunikasi yang efektif juga dilakukan karyawan antar divisi untuk mengelola harmonisasi yakni memberikan ide, membuat karyawan di divisi lain dihargai, menanyakan informasi seputar keluarga, berbagi cerita lucu, memberikan saran atas kesulitan yang dialami karyawan divisi lain serta keaktifan dalam diri karyawan untuk menghampiri karyawan lain karena kesibukan yang ada pada setiap karyawan divisi. Selain itu, kesibukan setiap divisi, membuat Departemen Komunikasi membentuk suatu aktivitas bersama baik formal yaitu Rapat Koordinasi dan “Ngoran” serta aktivitas informal yaitu makan bersama, Gathering, kick off nilai strategis, perayaan ulang tahun setiap karyawan dan mengadakan perpisahan karyawan yang akan dinas untuk mengelola hubungan karyawan antar divisi. Pertentangan karyawan antar divisi muncul dikarenakan adanya karyawan yang masih menutup diri, kurangnya informasi sehingga karyawan merasa tidak puas dan berdampak pada Hubungan AntarPribadinya, adanya karyawan yang tidak menyukai inovasi karena masih terbatasnya sumber daya dan perbedaan pendapat akibat kurangnya sinergi antara karyawan divisi. Dengan adanya pertentangan tersebut, maka karyawan mengelola pertentangan guna menciptakan harmonisasi yakni melalui pembagian konteks dari pertentangan tersebut. Ketika pertentangan berkaitan dengan pekerjaan, maka karyawan cenderung akan membuat suatu forum diskusi, atau komunikasi langsung dengan pihak yang bersangkutan. Namun jika pertentangan personal, maka karyawan cenderung akan meng-coaching dan saling menukar informasi untuk menemukan solusi atau bahkan sebenarnya tidak ada pertentangan ketika menukar informasi tersebut. Selain itu, karyawan juga membuat prioritas terhadap pertentangan yang akan diselesaikannya terlebih dulu dan sisanya diselesaikan bergantung pada tingkat kepentingan pertentangan itu sendiri. Departemen Komunikasi Bank Indonesia sebagai Humas memiliki Divisi Relasi Internal yang berfungsi mengkomunikasikan informasi mengenai BI Wide kepada karyawan Bank Indonesia. Namun divisi ini tidak mengelola hubungan karyawan antar divisinya. Sehingga pengelolaan harmonisasi karyawan antar divisi, sejauh ini masih dilakukan dengan kesadaran dari setiap karyawan akan pentingnya hubungan bersama karyawan lain dilihat dalam konteks Komunikasi AntarPribadi yang menciptakan Hubungan AntarPribadi didalamnya. Karyawan Departemen Komunikasi menyadari produk utama mereka adalah konten komunikasi, sehingga perlu bagi karyawan untuk mengembangkan komunikasi dan mengelola hubungannya dalam rangka memperkuat internal Departemen Komunikasi, yang menjadi bagian dari profesionalisme Humas itu sendiri.
11
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji Hubungan AntarPribadi dalam organisasi dapat meneliti bagaimana keterbukaan diri khususnya dalam memberikan informasi personal dan pekerjaan dapat berdampak pada harmonisasi hubungan. Penelitian selanjutnya ini dapat diteliti dengan penelitian kuantitatif. Kemudian Teori Dialektika Relasi juga dapat digunakan dalam konteks rekan kerja di sebuah organisasi. Sehingga disarankan teori ini mampu dikembangkan dalam Teori Komunikasi AntarPribadi dengan konteks tempat kerja. Dan bagi mata kuliah Professional Image & Acting, pengelolaan Hubungan AntarPribadi ini menjadi dasar yang perlu diterapkan dan dikembangkan pada mahasiswa. Selanjutnya disarankan bagi Departemen Komunikasi sendiri untuk tidak melihat Hubungan AntarPribadi sebagai suatu yang alamiah melainkan dibutuhkan suatu pengelolaan yang dapat dilakukan dengan memperbanyak aktivitas yang sesuai dengan karakteristik karyawan dan mencairkan hubungan karyawan antar divisi. Dan bagi para masyarakat yang akan memasuki dunia kerja, perlu mengingat untuk aktif terhadap diri sendiri dalam mengelola hubungannya bersama rekan kerja, seperti menyapa, empati dan berusaha melihat ranah Hubungan AntarPribadi ketika terjadi pertentangan dengan rekan kerja. Karena hal ini menjadi bagian dari profesionalisme kerja termasuk profesi Humas itu sendiri.
REFERENSI Ardianto, E. (2011). Metodologi Penelitian untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif. Cetakan Kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cutlip, S. M., Center, A.H.,& Broom, G.M. (2013). Cutlip & Center’s Effective Public Relations. Eleventh Edition. England: Pearson Education Limited. DeVito, A.J. (2013). The Interpersonal Communication Book. 13th Ed. England: Pearson Education Limited. Goodall, L.H., Goodall, S.,& Schiefelbein, J. (2010). Business and Professional Communication in the Global Workplace. Third Edition. Boston: Wadsworth. Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Cetakan ke-5. Jakarta: Kencana. Littlejhon, S. W., & Foss, A. K. (2009). Teori Komunikasi. Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika. Nurjaman, K., & Umam, K. (2012). Komunikasi & Public Relation. Cet. 1. Bandung: CV Pusaka Setia. Ruben, D. B., & Stewart, P. L. (2006). Communication and Human Behaviour. 5th ed. England: Pearson Education, Inc. Saunders, M., Lewis, P., & Thornhill, A. (2009). Research Methods for Business Students. Fifth edition. England: Pearson Education Limited. West, R., & Turner, L.H. (2010). Introducing Communication Theory. Fourth Edition. Singapore: McGraw, Hill.
RIWAYAT PENULIS Febrina Dwi Puspa, anak kedua dari dua bersaudara yang lahir di kota Jakarta, 22 Februari 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan SI di Universitas Bina Nusantara, ilmu Komunikasi tahun 2014. Penulis menyelesaikan jurnal ini sebagai salah satu kewajiban telah menyelesaikan penelitian yang dilakukan dan bersamaan juga dengan terselesaikannya Kerja Praktek di Departemen Komunikasi Bank Indonesia selama 3 bulan. Penulis belajar dan mendapat banyak pengalaman di berbagai divisi Departemen Komunikasi. Penulis juga pernah aktif di organisasi Bulutangkis sebagai Ketua Organisasi dan semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa yang membacanya dan mampu mengembangkan hubungannya lebih baik lagi ketika memasuki dunia kerja.
12