KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN MOTIVASI BELAJAR (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe) Sepfiany Evalina Ginting 090904073 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarpribadi dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi dan motivasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe tahun pelajaran 2012/2013, yaitu sebanyak 302 orang. Data penelitian diperoleh melalui studi pustaka dan studi lapangan melalui teknik survei dengan instrumen kuesioner yang disebarkan kepada 75 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak berlangsung efektif. Apabila mengacu pada skala Guilford terdapat hubungan yang cukup berarti antara komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe dan hubungannya signifikan. Jika dilihat dari persentasenya, maka besarnya pengaruh tidak terlalu besar, yaitu 24,2%. Selebihnya, yaitu sebesar 75,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Kata Kunci: Komunikasi Antarpribadi, Motivasi, Motivasi Belajar, SMA Negeri 1 Kabanjahe PENDAHULUAN Perilaku komunikasi pertama yang dipelajari manusia berasal dari sentuhan orangtua. Apabila dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Hal ini terjadi karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka, sehingga terjadi kontak pribadi ketika pesan disampaikan. Dengan demikian, umpan balik pun akan berlangsung seketika itu. (Effendy, 2003: 61). Salah satu hal yang tak luput dari perhatian orang tua dalam sebuah keluarga adalah soal pendidikan anak. Pada dasarnya pendidikan terdiri atas tiga jenis, yakni pendidikan formal, informal, dan non formal. Di antara ketiga jenis pendidikan tersebut, pendidikan formal menjadi fokus utama. Rangkaian kegiatan belajar yang akan dilakukan anak dalam menyelesaikan pendidikan formalnya tentu saja memerlukan motivasi belajar. Motivasi belajar akan menjadi suatu pendorong bagi anak untuk belajar. Motivasi belajar adalah suatu nilai dan suatu dorongan untuk belajar. Melalui
1
komunikasi antarpribadi yang baik antara orang tua dan anak, motivasi belajar anak dapat ditingkatkan. Akan tetapi, seringkali orang tua menduga bahwa kurangnya usaha anak mereka atau rendahnya prestasi anak di sekolah berasal dari ketidakmampuan atau ketidakpekaan gurunya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 108). Selain itu, ada pula kecenderungan orang tua untuk sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab atas anak kepada pihak sekolah. Tanggung jawab keluarga sekarang dalam pendidikan sekolah dan pendidikan moral tidaklah sebesar tanggung jawab keluarga seperti pada masa lalu (Khairuddin, 1997: 52). Umumnya, hasrat belajar akan tumbuh di dalam diri anak apabila memiliki motivasi belajar yang tepat. Orang tua memberi pengaruh utama dalam menghidupkan dan menjaga motivasi belajar seorang anak. Peran mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak memberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap tahap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA bahkan sesudahnya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 27). Di Kabanjahe, ada beberapa SMA yang bisa menjadi pilihan siswa yang baru lulus SMP untuk kemudian melanjutkan jenjang pendidikanya. Sekolah negeri tetap menjadi favorit, tidak hanya di kalangan anak tapi juga bagi orang tua anak. Pada umumnya, yang menjadi alasan adalah karena kualitas sekolah yang dinilai bagus dan ditambah lagi biaya pendidikannya lebih murah apabila dibandingkan dengan sekolah swasta. Hal tersebut dikarenakan ada subsidi dari pemerintah bagi sekolah negeri. Ada dua SMA negeri di Kabanjahe, yaitu SMA Negeri 1 Kabanjahe dan SMA Negeri 2 Kabanjahe. Dengan menampilkan slogan sekolah yang menarik “Mela mulih adi la rulih”, artinya “Malu pulang tanpa membawa hasil”, SMA Negeri 1 Kabanjahe pun selalu berupaya menciptakan kegiatan belajar yang optimal untuk menunjang motivasi belajar para siswa. Dengan demikian, para siswa diharapkan selalu membawa hasil yang positif dari kegiatan belajar yang diikuti di sekolah. Wakil kepala sekolah SMA Negeri 1 Kabanjahe menyebutkan bahwa sekurangkurangnya sejak sepuluh tahun terakhir, SMA Negeri 1 Kabanjahe selalu berhasil meluluskan 100% peserta didiknya dengan minimal 60% diantaranya kemudian berhasil masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) favorit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun pelajaran 2009/2010, siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe yang diterima di Universitas Negeri ada 47 orang melalui jalur bebas tes, 24 orang melalui jalur tes UMB, dan 164 orang melalui jalur tes SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Lalu pada tahun pelajaran 2010/2011, tercatat ada 200 nama siswa yang diterima di Universitas Negeri. Selanjutnya menurut data terakhir, yakni pada tahun pelajaran 2011/2012, tercantum 244 nama siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe yang diterima di Universitas Negeri di Indonesia. Prestasi ini jugalah yang lantas menjadikan SMA Negeri 1 Kabanjahe layak mendapat predikat sebagai SMA terfavorit di Kabupaten Karo (wawancara dengan J.Tarigan, 6 Februari 2013). Pencapaian tersebut menjadi salah satu indikator keberhasilan seluruh tenaga pengajar dalam menjalankan peran mereka di lingkungan sekolah. Akan tetapi, hal itu tentu tidak terlepas pula dari keterlibatan orang tua anak. Orang tua adalah guru pertama dan paling penting dalam kehidupan seorang anak
2
(Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 27). Selain itu, keberhasilan tersebut juga menunjukkan bahwa para siswa SMA Negeri 1 Kabanjahe memiliki motivasi belajar yang cukup tinggi karena adanya determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Motivasi belajar anak dapat tumbuh dan terjaga terutama melalui komunikasi antarpribadi yang dilakukan dengan orang tua. Melalui kegiatan tersebut, orang tua bisa menunjukkan keterlibatannya dalam menjaga dan meningkatkan motivasi belajar anak melalui berbagai cara. Misalnya melalui sikapnya yang mau mengingatkan dan membantu anak untuk mengerjakan tugas sekolah dari guru yang diberikan sebagai pekerjaan rumah (PR), memberikan pujian, menawarkan hadiah, misalnya orang tua membelikan gadget baru apabila anak mendapatkan hasil yang memuaskan dari kegiatan belajar di sekolah, serta membantu menciptakan suasana belajar yang nyaman saat berada di rumah. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: “Sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe?” Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas komunikasi antarpribadi orang tua dan anak, Untuk mengetahui sumber-sumber motivasi belajar anak, dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. KAJIAN LITERATUR Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Dalam komunikasi antarpribadi, setiap orang bebas mengubah topik pembicaraannya dan dalam pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan komunikasi antarpribadi bisa didominasi oleh suatu pihak kapan pun. Komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Komunikasi antarpribadi dapat membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya. (Mulyana, 2007: 81). Apabila dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka, sehingga terjadi kontak pribadi. Ketika pesan disampaikan, umpan balik berlangsung seketika. Artinya, komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan pada saat itu juga, misalnya melalu ekspresi wajah (Effendy, 2003: 60-63).
3
Joseph A. Devito (dalam Liliweri, 1991: 13) juga mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi yang efektif dapat dilihat melalui beberapa ciri, yakni: 1. Keterbukaan (Openess) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator yang baik harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap setiap stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. 2. Empati (Emphaty) Empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. 3. Dukungan (Supportiveness) Komunikasi antarpribadi akan efektif apabila terdapat sikap mendukung. Dukungan dapat diperlihatkan melalui sikap deskriptif dan bukan evaluatif, spontan dan bukan strategik, serta provisional dan bukan sangat yakin. 4. Rasa Positif (Positiveness) Mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dapat dilakukan dengan menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman berinteraksi. 5. Kesamaan (Equality) Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara atau seimbang. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. MOTIVASI BELAJAR Menurut Mc.Donald (dalam Sardiman, 2009: 75), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan suatu kondisi tertentu, sehingga seseorang mau melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan timbul usaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang (Sardiman, 2009: 75). Motivasi dan belajar adalah dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar merupakan perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Uno, 2007: 23). Motivasi belajar adalah suatu nilai dan suatu dorongan untuk belajar. Ini berarti seseorang tidak hanya sekadar mau belajar tetapi juga benar-benar menghargai dan menikmati aktivitas belajar seperti mereka menghargai dan menikmati hasil belajarnya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 11). Motivasi belajar bisa dibagi ke dalam dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik berarti melakukan sesuatu
4
untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Adapun sumber-sumber motivasi intrinsik tersebut dikemukakan sebagai berikut (Santrock, 2009: 204-206): 1. Determinasi diri (self-determination) dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, anak sebagai seorang siswa ingin meyakini bahwa ia melakukan sesuatu atas keinginannya sendiri, tidak karena keberhasilan atau penghargaan eksternal. 2. Pengalaman optimal dan penghayatan. Pengalaman optimal melibatkan perasaan menikmati dan bahagia yang mendalam serta penghayatan. 3. Minat. Minat atau ketertarikan dapat menumbuhkan motivasi intrinsik. Minat terutama dihubungkan dengan tindakan pembelajaran mendalam. 4. Keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Faktor terpenting untuk mendorong keterlibatan kognitif dan tanggung jawab anak sebagai siswa terhadap dirinya sendiri adalah lingkungan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain (Rakhmat, 2004: 27). Metode korelasional digunakan untuk meneliti hubungan di antara variabel-variabel. Data dikumpukan dengan menggunakan perangkat kuesioner. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan diantara variabel-variabel tersebut, kemudian meneliti sejauh mana faktor pada suatu variabel berkaitan dengan faktor variabel lain. Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah komunikasi antarpribadi orang tua berpengaruh terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Adapun cara yang digunakan adalah dengan mengambil data melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden terpilih di antara siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Setelah memperoleh seluruh data, peneliti mengolah data tersebut ke dalam tabel tunggal dan tabel silang hingga akhirnya melakukan uji hipotesis dan menarik kesimpulan dan saran bagi kepentingan berbagai pihak. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesa dimulai dengan membuat ranking berdasarkan jawaban responden (siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe) pada kuesioner yang telah terlebih dahulu diberi skor untuk setiap pertanyaan. Dengan penghitungan rumus, diperoleh koefisien korelasi (rs) yang apabila dikonsultasikan pada tabel r Spearman, harga rhitung > rtabel (0,492 > 0,227), dengan demikian maka Ha diterima. Berdasarkan skala Guilford, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti antara variabel x dan y. Selanjutnya, untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis tersebut, dilakukan penghitungan nilai thitung dan ttabel yang telah diinterpolasikan sehingga diperoleh nilai thitung > ttabel (thitung = 4,826; ttabel=1,92). Dengan begitu, dapat
5
dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Artinya, komunikasi antarpribadi yang dilakukan orang tua dengan anak dapat mempengaruhi motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Tingkat signifikan suatu penelitian tergantung dari adanya pengaruh yang kuat dari variabel x ke variabel y. Dengan kata lain, hasil tersebut juga sekaligus menolak hipotesis yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe (Ho). Selanjutnya, dalam uji determinasi yang dilakukan, ternyata pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe hanya sebesar 24,2%, sedangkan selebihnya yaitu sebesar 75,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe jumlahnya lebih besar apabila dibandingkan dengan pengaruh orang tua. Adapun yang dimaksud dengan faktorfaktor lain tersebut yaitu apakah berupa pengaruh dari teman, guru, media massa, kemajuan teknologi, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas komunikasi antarpribadi adalah dengan adanya keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan. Sementara itu, untuk mengukur motivasi belajar anak yang difokuskan pada motivasi intrinsik, yakni motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri) dapat ditinjau melalui determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kemauan orang tua untuk membuka diri mengenai harapan-harapannya terhadap anak mengenai segala hal yang menyangkut kegiatan belajar serta bersikap jujur menanggapi apa yang diutarakan oleh anak dapat membantu anak untuk semakin menumbuhkan determinasi diri dan pilihan personal, yaitu adanya dorongan untuk belajar atas dasar keinginan yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Keterbukaan merupakan salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk menunjang suksesnya suatu komunikasi antarpribadi. Tingkat keterbukaan orang tua dalam menyatakan segala harapannya kepada anak tergolong tinggi, yakni sebanyak 32 responden (42,67%) menyatakan orang tuanya sangat terbuka, 35 responden (46,67%) menyatakan terbuka, tujuh responden (9,33%) menyatakan kurang terbuka, dan hanya satu responden (1,33%) menyatakan tidak terbuka. Pada sisi lain, orang tua kurang mampu menahan diri untuk tidak mengkritik anak mengenai kegiatan belajarnya. Dari 75 orang responden yang diikutsertakan dalam penelitian, sebanyak 42 orang (56%) menyatakan bahwa orang tua masih sering mengkritik cara belajar mereka. Selain itu, meskipun orang tua mau mencoba untuk mengerti perasaan anak, tapi upaya mereka untuk ikut mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh anak masih kurang. Orang tua seharusnya mampu lebih menunjukkan empatinya ketika komunikasi antarpribadi sedang berlangsung dengan anak. Ada beberapa langkah untuk mencapai empati. Pertama, menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan
6
mengkritik. Bukan karena reaksi ini salah, melainkan semata-mata karena reaksi seperti ini sering kali menghambat pemahaman. Fokusnya adalah pada pemahaman. Selain itu, lingkungan belajar yang kondusif akan sangat membantu anak untuk lebih memiliki ketertarikan dalam belajar. Dalam hal ini, orang tua memainkan perannya dengan baik. Mayoritas orang tua menunjukkan kesediaannya mendukung kenyamanan belajar anak dengan sering membantu menciptakan suasana belajar yang kondusif ketika berada di rumah, yakni sebesar 53,33%. Selain itu, orang tua juga menunjukkan dukungannya melalui kesediaan untuk menjelaskan tentang pentingnya belajar bagi anak dan kesediaan untuk mendengarkan pandangan anak meskipun berupa hal yang berlawanan dengan pandangan mereka sendiri sebagai orang tua. Hal tersebut sebagai indikasi bahwa orang tua bersedia memberikan dukungan kepada anak dengan bersikap provisional, yakni berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. Provisionalisme bukan suatu bentuk keyakinan yang tergoyahkan, melainkan yang membantu menciptakan suasana mendukung. Dalam berkomunikasi antarpribadi, orang tua juga mampu menunjukkan rasa positif dan menjaga kesamaan dengan anak. Orang tua mampu menjaga suasana hatinya agar tetap dalam keadaan positif ketika berkomunikasi, tidak mengacuhkan keberadaan anak, bersedia memberikan pujian kepada anak, mau menghargai posisi anak dan menjaga agar tidak ada kesenjangan dalam berkomunikasi, jarang memancing perdebatan dengan anak, dan mau membantu anak menyelesaikan setiap permasalahan yang menyangkut kegiatan belajarnya. Dengan sikap seperti itu, anak akan semakin memahami pentingnya belajar sebagai sebuah determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan sebagai sebuah tanggung jawab sebagai siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa benar komunikasi antarpribadi yang baik antara orang tua dan anak dapat membantu meningkatkan kesadaran anak akan pentingnya belajar. Hal ini mempertegas teori sebelumnya yang menyatakan bahwa orang tua memberi pengaruh utama dalam menghidupkan dan menjaga motivasi belajar seorang anak. Peran mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak memberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap tahap perkembangannya dan hal tersebut akan terus berlanjut sampai habis masa SMA bahkan sesudahnya (Wlodkowski dan Jaynes, 2004: 27). Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa anak memiliki motivasi belajar, yakni motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri. Artinya, anak sadar bahwa belajar merupakan kebutuhannya sebagai seorang siswa. Hal tersebut semakin diperkuat lagi melalui adanya komunikasi antarpribadi yang baik dengan orang tua. Adapun yang menjadi sumber-sumber motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe adalah melalui determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri.
7
Motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe muncul karena adanya determinasi diri dan pilihan personal. Anak ingin meyakini bahwa dia melakukan sesuatu karena keinginannya sendiri. Dengan kata lain, adanya kesediaan untuk belajar karena ada dorongan dari dalam sendiri. Melalui analisis data, dinyatakan bahwa dari 75 responden, sebesar 60% responden bersedia belajar karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri. Jadi, kegiatan tersebut dilakukan bukan sekedar untuk mendapatkan penghargaan eksternal, seperti pujian dan hadiah atau karena ingin menghindari hukuman dari orang tua. Selain itu, motivasi belajar juga bersumber dari adanya pengalaman optimal yang melibatkan perasaan menikmati dan bahagia yang mendalam serta penghayatan. Penghayatan paling sering timbul ketika sesorang berupaya untuk mengembangkan rasa mampu menguasai sesuatu dan tenggelam dalam konsentrasi ketika sedang berada dalam aktivitas itu. Dalam penelitian ini, ternyata anak juga memiliki ketertarikan untuk menggali lebih dalam lagi suatu materi pelajaran apabila itu mengundang rasa ingin tahu mereka. Dari hasil kuesioner, ternyata hampir seluruhnya responden, yaitu 49 orang (65,33%) sangat tertarik belajar karena adanya suatu materi pelajaran sesuai dengan keterampilannya dan 23 orang (30,67%) tertarik belajar dengan alasan yang sama. Jadi, anak menjalani aktivitas tersebut untuk lebih mampu memenuhi hasrat mereka, di mana belajar adalah sebagai sebuah kebutuhan yang tak mungkin diabaikan. Dengan begitu, anak akan terbiasa untuk lebih menikmati pelajarannya dengan penuh konsentrasi tanpa merasa terbeban sama sekali. Hal lain yang menjadi sumber motivasi belajar anak adalah karena adanya minat yang timbul karena rasa ingin tahu yang besar terhadap suatu materi pelajaran serta adanya lingkungan belajar yang kondusif. Melalui analisis data, ketertarikan responden untuk belajar karena suasana rumah yang aman dan nyaman sangat tinggi, yaitu sebanyak 47 orang (62,67%) memberikan jawaban sangat tertarik, 24 orang (32%) menyatakan tertarik, empat orang (5,33%) menyatakan kurang tertarik, dan tak satu pun responden yang tidak tertarik belajar dengan suasana yang kondusif ketika berada di rumah. Sumber motivasi belajar yang selanjutnya adalah keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Hal ini juga tampak cukup baik dalam diri anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe. Anak mampu menyadari bahwa belajar merupakan tanggung jawabnya sebagai siswa. Hal tersebut ditunjukkan melalui hasil kuesioner yang menyatakan bahwa sebanyak 25 orang (33,33%) sangat menyadari dan 43 orang (57,34%) menyadari hal, tujuh orang (9,33%) kurang menyadari, dan tidak satu orang pun yang tidak menyadari hal tersebut sehingga menekuni aktivitas belajar bukan sekadar untuk mendapatkan nilai semata. Dengan demikian, anak bisa belajar secara lebih tekun dan mampu memahami gagasan-gagasan dari setiap pelajaran di sekolah dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian ini, sejatinya masih banyak faktor yang dapat dikembangkan untuk menggali lebih dalam tentang pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI di SMA Negeri 1 Kabanjahe. Dengan demikian, masih mungkin dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
8
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan analisa data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak berlangsung efektif. Orang tua mampu menunjukkan keterbukaannya melalui kesediaan untuk memberi tahu secara terus terang tentang harapanharapannya kepada anak dengan tujuan agar anak mampu mengetahui dan memahami pendapat orang tuanya tentang sesuatu hal. Selain itu, orang tua juga bersikap jujur menanggapi apa yang diutarakan oleh anak. Melalui analisa data, keterbukaan orang tua berhubungan dengan kesediaan anak untuk belajar karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri. Tidak hanya menunjukkan sikap terbuka, untuk menunjang keefektifan komunikasi antarpribadi, orang tua juga berupaya untuk menunjukkan empatinya dengan cara mau mengerti alasan yang membuat anak merasakan apa yang dirasakannya dalam setiap kegiatan belajar. Namun ternyata, orang tua masih kurang mampu menahan godaan untuk mengkritik anak mengenai setiap hal yang berkaitan dengan masalah belajar, termasuk untuk merasakan apa yang sedang dirasakan anak. Hal-hal lain yang dilakukan orang tua untuk mendukung suksesnya komunikasi antarpribadi dengan anak adalah dengan menunjukkan dukungan, rasa positif, dan kesamaan. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan orang tua adalah dengan membantu menciptakan suasana belajar yang kondusif ketika berada di rumah. Rasa positif diperlihatkan orang tua, misalnya dengan tidak mengacuhkan keberadaan anak ketika berkomunikasi dan mau memberikan pujian atas hasil belajar anak. Dengan menghargai posisi anak, orang tua sudah menunjukkan kesamaan. Selain itu, orang tua juga jarang memancing perdebatan dengan anak. Kelima hal tersebut, yakni keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesamaan merupakan faktor-faktor yang menunjang efektivitas komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara orang tua dan anak. 2. Sumber-sumber motivasi belajar anak yang difokuskan pada motivasi intrinsik muncul melalui determinasi diri dan pilihan personal, pengalaman optimal dan penghayatan, minat, serta keterlibatan kognitif dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Melalui penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa anak memiliki halhal tersebut dalam dirinya melalui sikap bersedia belajar karena adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri. Selain itu, ada pula tantangan dari dalam diri sendiri untuk lebih mengembangkan kemampuan, adanya rasa ingin tahu yang dalam terhadap suatu materi pelajaran, adanya minat untuk belajar ketika berada pada lingkungan yang kondusif, serta adanya kesadaran akan sebuah tanggung jawab sebagai siswa. 3. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa pengaruh komunikasi antarpribadi orang tua terhadap motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe sudah cukup baik. Melalui uji hipotesis yang dilakukan, ternyata Ha diterima dan Ho ditolak. Apabila didasarkan pada skala Guilford, terdapat hubungan yang cukup berarti antara komunikasi antarpribadi orang tua dengan motivasi belajar anak pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabanjahe dan hubungannya adalah signifikan. Walaupun demikian, jika dilihat dari
9
persentasenya maka besarnya pengaruh tidak terlalu besar, yaitu 24,2%. Selebihnya, yaitu sebesar 75,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain tersebut dapat berupa pengaruh teman, pengaruh, guru, media massa, kemajuan teknologi, dan lain-lain. SARAN 1. Saran Responden Penelitian Menurut para responden, orang tua sebaiknya bersedia meluangkan waktu lebih banyak lagi untuk bisa melakukan komunikasi antarpribadi dengan mereka. Selain itu, responden juga menyarankan agar orang tua dapat lebih memperhatikan kapan waktu yang paling tepat apabila ingin memberikan nasihat-nasihat mengenai kegiatan belajar mereka. 2. Saran Dalam Kaitan Akademis Penelitian seperti ini hendaknya dilanjutkan lagi pada waktu mendatang dengan variabel dan wilayah penelitian yang lebih luas untuk meperkaya khasanah penelitian. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih berarti lagi bagi Departemen Ilmu Komunikasi. 3. Saran Dalam Kaitan Praktis Peneliti menyarankan kepada para siswa yang duduk di bangku SMA agar lebih memahami lagi tentang pentingnya menjalin komunikasi antarpribadi dengan orang tua, terutama dalam kegiatan belajar mereka. Selain itu, diharapkan pula agar para siswa memiliki motivasi intrinsik dalam aktivitas belajarnya. Peneliti juga berharap kepada pihak SMA Negeri 1 Kabanjahe agar dapat melihat hasil penelitian ini sebagai sebuah masukan demi mempertahankan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, khususnya motivasi intrinsik. Salah satu cara yang dapat dilakukan, misalnya dengan mengundang orang tua siswa ke sekolah. Pada kesempatan tersebut, guru dan orang tua dapat secara bersama-sama mengevaluasi segala hal yang menyangkut kegiatan belajar siswa. DAFTAR REFERENSI Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Khairuddin. (1997). Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty. Liliweri, Alo. (1991). Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaludin. (2004). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Santrock, J W. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika. Sardiman A.M. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Uno, Hamzah B. (2007). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Wlodkowski, Raymond J. dan Judith H. Jaynes. (2004). Hasrat Untuk Belajar: Membantu Anak-Anak Termotivasi dan Mencintai Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
10