Pengawasan Segi Hukum Terhadap Perbuatan Aparatur Pemerintah Negara RI Oleh: Meray Hendrik Mezak, SH., MH ABSTRACT The main problem in State Administration implementation is supervision. Supervision itself can have internal form which is preventive and consist of adhere supervision functional supervision. Another form is external which is repressive and done by a board or an organ that organizationally out of government executive institution. Such as, financial supervision which is superxnse by Financial Inspection Board (BPK), society supervision by press or mass media, political supervision by House of Representatives and for government apparatus by administration judicature that called as State Administration Judicature (Peradilan Tata Usaha Negara). Its jurisdiction is concrete, individual, and final, considering legitimate state administration disagreement.
Pendahuluan Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945). Pernyataan ini mengandung arti bahwa negara, dalam hal ini Pemerintah sebagai pelaksana administrasi negara (aparatur negara) dalam segala tindakannya harus sesuai dengan hukum dan dapat diminta pertanggung jawaban di depan hukum. Negara hukum yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 bukan sekedar negara hukum dalam arti formal sebagaimana konsep negara 50
hukum formal dari Julius Stahl dengan unsur-unsur: (a), berdasarkan dan menegakkan hak-hak asasi manusia; (b).untuk dapat melindungi hak-hak asasi dengan baik maka penyelenggara negara harus berdasarkan trias politica; (c). pemerintah berdasarkan undangundang; (d). apabila pemerintah berdasarkan undang-undang masi dirasa melanggar hak-hak asasi maka harus diadili dengan peradilan admministrasi (Padmo Wahyono, 1989:30-31), melainkan negara hukum
Law Review. Fakuhas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol VI. No. I. Juli 2006
Meray Hendrik Mezak, SH., MH
Pengawasan Segi Hukum Terhadap
dalam arti material atau dikenal dengan sebutan negara kesejahteraan {welfare state). Suatu negara kesejahteraan termasuk negara Indonesia, fungsi pemenntah tidak hanya bertugas sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi lebih dari itu dimana pemenntah diwajibkan untuk mewujudkan kesejahteraan umum atau kemakmuran rakyat. Indonesia sebagai negara hukum menuangkan tujuan negara dalam alinea empat Naskah Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah Kemerdekaan Kebngsaan Indonesia dst. Berdasarkan uraian alinea empat tersebut jelas negara proklamasi 17 Agustus 1945 menganut negara kesejahteraan {welfare state).
Pcrbuatan
Sebagai implementasi dari negara hukum, negara Republik Indonesia menelorkan pengaturan peradilan administrasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan tata Usaha Negara, yang pada intinya mengatur tentang fungsi pengawasan terhadap perbuatan aparatur Pemerintah Negara di Indonesia. Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan tata Usaha Negara berbunyi; Tata Usaha negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Agar dapat menjalankan tugasnya maka Administrasi Negara dapat digolongkan dalam katagori perbuatan melawan hukum (rechtshandelingen) dan katagori bukan merupakan perbuatan melawan hukum (feitelijke handelingen)- (Utrecht Cs., 1990:67). Perbuatan hukum itu sendiri dapat dilihat dari dua hal yaitu perbuatan menurut hukum publik, dan perbuatan hukum privat. Perbuatan Pemerintah dalam hukum public dapat dibedakan dalam tiga macam perbuatan yaitu mengeluarkan keputusan (beschiking),
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol VI, No. I, Juli 2006
51
Meray Hendrik Mezak. SH.. MH Pengawasan Segi Hukum Terhadap Perbuatan
mengeluarkan peraturan (regeling), dan melakukan perbuatan materil (matenee daad). Pelaksanaan fungsi pemerintah yang sangat luas itu dapat menimbulkan perbuatan pemerintah yang menyimpang dari hukum atau perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak masyarakat. Bentuk perbuatan yang sewenangwenang atau menyimpang dari hukum oleh Muchsan dikelompokkan dalam lima hal yaitu: (1). Perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtsmatig overheidsdaad); (2). perbuatan melawan undang-undang (onwetmatig); (3). Perbuatan yang tidak tetap (onjuist); (4). Perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatig); dan (5). Perbuatan yang menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir).
Hal tersebut merupakan masalah dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan. Pemerintah dalam setiap pengambilan keputusan harus memperhatikan kebijaksanaannya apakah sudah sesuai dengan hukum dan bermanfaat bagi masyarakat. Di samping itu, aparat penguasa tidak bisa bertindak sewenang-wenang atau menindas masyarakat. Guna mencegah hal-hal yang kurang baik dari tindakan aparat pemerintah, maka diperlukan diadakan suatu system pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah tersebut. Istilah system diartikan sekelompok bagian-bagian (alat dsb) yang bekerja sama untuk melakukan suatu maksud; misalnya system pemerintahan (Poerwadarminta, 1986:955). Istilah pengawasan diartikan sebagai penilikan dan penjagaan; misalnya di bawah pengawasan PBB, diawasi oleh PBB (Poerwadarminta, 1986:67).
Implementasi konsep negara kesejahteraan {welfare state), mempunyai konsekwensi seperti campur tangan pemerintah yang luas terhadap kehidupan masyarakat serta digunakan asas diskresi. Kedua hal tersebut tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan fungsi pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi tidak berarti tindakan pemerintah bisa melawan hukum untuk menyampingkan hak-hak masyarakat.
S.P. Siagian berpendapat; pengawasan adalah suatu proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan
52
titas Pelita Hatapan, Vol VI. No. I, Juli 2006
Law Review. Fakullas Hukum Utti
Meray Hendrik Mezak, SH, MH : Penga
rencana yang telah ditentukan (Muchsan, 1992:37). Dari pembatasan makna sebagaimana tersebut sebelumnya pengertian pengawasan dititikberatkan pada suatu proses yang sedang berjalan, sedangkan kalau kita sudah berbicara pengawasan dari segi hukum biasanya ditempatkan pada akhir kegiatan karena menyangkut segi pertanggungj a waban. Negara sebagai suatu organisasi, seperti halnya organisasi-organisasi lainnya dalam kegiatannya perlu memperhatikan fungsi-fungsi management, terutama fungsi pengawasan. George R. Terry, mengemukakan ada empat fungsi atau prinsip dalam management yaitu (1). planning, (2). organizing, (3). actuating, dan (4). controlling (J. Smith DFM, 1984:15). Lord Acton mengingatkan "power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely (Miriam Budiardjo, 1989:99), artinya yang memegang kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi jika yang mempunyai kekuasaan mutlak, pasti akan meyimpang. Pernyataan tersebut dalam praktek sering dijumpai, dimana Pemerintah yang berkuasa selalu berusaha
in Segi Hukum Terhadap Perbuatan
mempertahankan bahkan ada kecenderungan memperkokoh dan memperbesar kekuasaanya dengan cara apapun. Konsekwensi kekuasaan yang demikian akan mendesak aspirasi dan kepentingan rakyat. Kepentingan politik penguasa selalu diutamakan, bahkan penerapan hukum kadang kala mengacu dipengaruhi oleh konspirasi politik penguasa. Seharusnya yang terjadi seperti apa yang dikatakan Dimiyati Hartono; "Politics are to be adapted to the law, and not the law to the politities" (Dimiyati Hartono, 1994:10). Upaya untuk membatasi kekuasaan pemerintah, diperlukan tindakan pengawasan baik yang bersifat preventif maupun represif. Kemudian untuk mewujudkan tindakan pengawasan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut: (a), adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas, (b). adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap hasil yang dicapai dan tindakan tersebut, (c). tindakan pengawasan yang disusun evaluasi akhir terhadap kegiatan yang dicapai dengan rencana sebagai telaah ukurannya, (d). untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. VI, No. I, Juli 2006
53
Meray Hendrik Mezak, SH'.. MH . Penga
dengan tindak lanjut baik secara administrative maupun secara yundis (Muchsan, 1992:38). Tindak lanjut pengawasan dan segi hukum merupakan tindakan penegakan hukum oleh badan peradilan. Pengawasan yang demikian disebut sistem pengawasan segi hukum terhadap pemerintah. Menjadi permasalahan yaitu apakah mekanisme pengawasan segi hukum terhadap pemerintah tersebut dapat berjalan dengan baik dan efektif sehingga dapat menjamin tercapainya tuntutan masyarakat yang menghendaki pemulihan hak-haknya yang dilanggar oleh aparatur pemerintah. Masalah ini penting dan harus mendapat penanganan yang serius, kalau negara Republik Indonesia konsisten dengan prinsip negara Indonesia adalah negara hukum (rechsstaat). Pembahasan Sistem pengawasan terhadap perbuatan Aparatur Pemerintah atau pelaksana Administrasi Negara di Indonesia, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengawasan segi administrative dan pengawasan segi hukum. Pengawasan segi administrasi terdiri dari pengawasan intern dan 54
<san Segi Hukum Terhadap Perbuatan
pengawasan ekstern. Pengawasan intern merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemerintah tingkat atasnya yang dapat dibedakan atas pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pejabat karena jabatannya terhadap bawahannya atau terhadap aparatur yang secara hirarkhi/struktural berada di bawah struktur jabatannya. Pengawasan ini biasa disebut juga pengawasan oleh atasan langsung. Misalnya; pengawasan oleh menteri kepada para Direktur Jenderal, Kepala badan pada departemen serta Kepala-kepala kantor wilayah yang ada. Demikian seterusnya sampai pada organisasi terendah dalam hal ini tingkat desa dan kelurahan. Pengawasan melekat adalah suatu pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atau aparat karena jabatannya khusus melakukan pemeriksaan dalam rangka fungsinya untuk melakukan pengawasan. Sebagai contoh: pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Inspektorat Jenderal di lingkungan suatu departemen, atau pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Inspektorat Wilayah di tingkat
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan, Vol. VI, No I, Juli 2006
Meray Hendnk Mczak. SH , MH
Pcnguw man Segi Hukum Terhadap Perhuatan
Propinsi. Di samping itu dikenaljuga pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan yang dibentuk khusus untuk melakukan pengawasan tertentu seperti yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pengawasan eksternal adalah suatu pengawasan yang dilakukan oleh badan yang berada diluar badan eksekutif (pemerintah). Mekanisme pengawasan eksternal ini secara fungsional dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5) Undang-undang Dasar 1945. Sedangkan secara politis Pemerintah senantiasa diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh karena itu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengawasan segi hukum terhadap aparatur pemerintah merupakan pengawasan bersifat represif artinya pengawasan ini dilaksanakan oleh suatu lembaga diluar pemerintah dalam hal ini oleh badan peradiIan. Jadi fungsi pengawasan ini merupakan penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
Secara teontis untuk adanya suatu peradilan, diperlukan adanya unsurunsur: adanya sengketa yang kongkrit, yang bersengketa sekurang-kurangnya terdiri dari dua pihak, adanya suatu aturan hukum yang abstrak yang diterapkan terhadap sengketa tersebut, dan adanya suatu aparatur peradilan yang mempunyai wewenang memutus sengketa hukum (Muchsan, 1992:38). Suatu control yang dilakukan oleh badan peradilan itu dalam Hukum Administrasi mempunyai ciri-ciri: eksteren, karena dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintah; a posteriori, karena selalu didahulukan sesudah terjadi perbuatan yang dikontrol; legalitas atau control segi hukum, harena hanya menilai dari segi hukum saja (Paulus Effendy Lotulong, 1993:xviii). Dilihat dari segi pengawasan, Peradilan Administrasi Negara (Peradilan TataUsaha Negara (istilah resmi)) merupakan salah satu perwujudan prinsip negara hukum yang bertujuan di satu pihak untuk mengawasi tindakan-tindakan dan badan atau pejabat tata usaha negara
Law Review. Fakullas Hukum Universitas Pelit, Harapan. Vol VI, No I. Juli 2006
55
Merely Hendrik Mczak, SH., MH . Pengawasan Segi Hukum Terhadap
dalam menjalankan fungsinya khusus dalam mengeluarkan keputusan (beschiking), di lain pihak untuk memberikan perlindungan hukum terhadap orang dan badan hukum perdata. Dengan berlakunya Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, institusi Peradilan Tata Usaha Negara menjadi salah satu pelaksana kekusaan kehakiman di Indonesia dengan tugas untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa dalam bidang tata usaha negara, kecuali sengketa tata usaha di lingkungan Militer yang menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1958 , diperiksa, diputus dan diselesaikan oleh Peradilan Militer. Sedangkan sengketa yang menurut UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara, diselesaikan oleh Peradilan Umum. Sengketa yang dimaksud antara lain seperti tuntutan ganti rugi terhadap pemerintah baik karena kelalaian pemerintah maupun karena perbuatan melawan hukum dari penguasa. Sengketa administrasi negara yang menjadi wewenang Peradilan Tata 56
Perhuatan
Usaha Negara harus merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antar orang atau badan hukum perdata dengan badan atau aparatur/pejabat tata usaha negara. Perselisihan yang dimaksud merupakan akibat karena diterbitkannya suatu keputusan tata usaha negara yang dianggap merugikan orang atau badan hukum perdata, dengan criteria-kriteria sebagai berikut: a. Penetapan itu tertulis dilihat dari isi bukan pada bentuknya (formatnya). Jadi memo dan nota sekalipun dapat dijadikan alas an. b. Bersifat kongkrit, artinnya obyek keputusan itu berwujud tertentu dan dapat ditentukan. c. Bersifat individual, artinya keputusan itu tidak ditujukan untuk umum, melainkan pada orang atau badan tertentu. d. Bersifatfinal,artinya sudah difinitif dan dapat menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum (lihat Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara). Di samping kriteria-kriteria sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya sesuai rumusan Pasal 3
Law Review. Fakullas Hukum Uni ersilas Pelita llarapan. Vol VI. No I. Juli 2006
Meray Hendrik Mezak, SH., MH
Pengawasan Segi Hukum Teihcidap Perbuatan
b. Jika Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut belum mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu yang ditentukan peraturan telah lewat.
Pengajuan tuntutan terhadap kepentingan umum dalam tata usaha negara dilakukan melalui gugatan dari orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya terdesak atau dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara dengan tuntutan agar keputusan tersebut dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau disertai tuntutan ganti rugi. Adapun mengenai ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 120 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, besarnya ganti rugi beserta tata caranya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
c. Jika badan atau Pejabat tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Ganti Rugi pada Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur besarnya ganti rugi yang dapat dikabulkan oleh pengadilan; minimal Rp. 250.000.- dan maksimal Rp. 5.000.000.-
Tindakan-tindakan tersebut dianggap merugikan orang atau badan hukum perdata, oleh sebab itu critenakriteria tersebut sebelumnya dapat dijadikan alas an untuk menggugat badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Ganti rugi yang dimaksud mengenai penggantian kerugian yang nyata-nyata diderita oleh penggugat. Sedangkan tuntutan ganti rugi yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechts matig overheidsdaad) atau perbuatan
Undang-undang 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dapat disamakan dengan itu yaitu: a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi keajibannya. Tindakan demikian disebut keputusan tata usaha negara yang bersifat negative.
Law Review, Fakultas Hukum Vniversitas I'e/ita Harapan, Vol. VI, No I, Juli 2006
57
Meruy Hendrik Mezak. SH., MH : Pengctw, urn Segi Hukum Terhadap Perbuatan
pemerintah menurut atau di lapangan hukum perdata dapat dituntut dan diselesaikan pada peradilan umum (Pengadilan Negeri).
f.
Pasal 2 UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengatur hal-hal yang tidak termasuk pengertian keputusan administrasi negara dapat dirinci sebagai berikut:
Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak terkait pada bentuk formalnya yang berisikan tindakan tata usaha negara atau disebut juga perbuatan administrasi negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat kongkrit, individual, dan final serta menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata.
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata. b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum. c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan (belum bersifat final). d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat pidana. e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
58
Keputusan PanitiaPemilihan, baik tingkat pusat maupun daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
Kriteria untuk mengetahui apakah yang dihadapi itu badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu fungsi dan penyelenggaraan urusan pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jika fungsi yang dilaksanakan itu merupakan penyelenggaraan pemerintahan, maka pelaksanaan itu adalah Badan atau Pejabat atau Pelaksana Administrasi Negara, terlepas pelaksanaan itu, apakah pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara maupun badan swasta.
Law Review, Fakultas Hukum (Iniv rsitas Pelita Harapan. Vol VI, No I. Juli 2006
Meray Hendrik Mezak, SH., MH : Pengawasan Segi Hukum Tcrhadap
Selain pengawasan segi hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara terhadap pelaksanaan administrasi negara, sesuai Pasal 48 UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, masih ada upaya lain yaitu upaya administratis Upaya administrativf yang dimaksud adalah suatu prosedur administrasi yang dapat ditempuh oleh orang atau badan hukum perdata untuk mengajukan suatu keberatan tertentu yang diakibatkan adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang telah merugikan orang atau badan hukum perdata. Keberatan yang dimaksud diajukan pada instansi atau badan yang mengeluarkan keputusan tersebut atau pada suatu panitia/komisi tertentu yang dibentuk untuk itu. Proses yang dimaksud dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama; melalui kekuatan administrasi, yaitu prosedur yang harus ditempuh oleh orang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Upaya ini dengan mengajukan keberatan pada pejabat atau badan tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan tersebut. Sebagai contoh; keberatan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Perbuatan
yang dikenakan sanksi/hukuman administratif. Karena ketidakpuasan dengan keputusan itu, PNS tersebut dapat mengajukan keberatan pada pejabat yang mengeluarkan keputusan tersebut. Kedua; melalui banding administrasi, yaitu upaya melalui prosedur yang harus ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Penyelesaian dilakukan oleh instansi atau badan lain. Sebagai contoh; seorang PNS yang telah mengajukan keberatan, akan tetapi keberatannya ditolak oleh pejabat yang menjatuhkan sanksi/hukuman, maka pegawai tersebut dapat menggunakan upaya banding administrasi kepada Majelis Pertimbangan Pegawai. Demikianjuga dengan badan atau lembaga-lembaga lainnya, seperti Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan lembaga bandingnya Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Adapun mengenai upaya administrasi yang lazim disebut administratief beroep, diatur dalam Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Law Review, Fakullas Hukum LIniversilas Pelita Harapan, Vol. VI, No I, Juli 2006
59
Meray Hendrik Mezak, SH., MH
Pengawasan Segi Hukum Terhadap
Negara. Selanjutnya dalam Pasal 51 ayat (3), memberikan wewenang kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara untuk mengadili pada tingkat pertama sengketa tata usaha negara yang prosedurnya berasal dari upaya banding administrasi {administratief beroep). Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut, ayat (3), memberi peluang diajukan permohonan kasasi.
Perbualan
Suatu keputusan badan pengadilan, nanti efektif apabila telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus dilaksanakan dengan daya paksa. Oleh sebab itu pada perangkat Pengadilan Negeri dilengkapi dengan Juru Sita. Perangkat ini dimaksudkan sebagai pelaksana untuk menjalankan keputusan pengadilan (eksekusi) untuk perkara perdata dan eksekutor perkara pidana yakni Jaksa. Akan tetapi, lain halnya dengan putusan Peradilan tata Usaha Negara, dimana lembaga ini tidak dilengkapi perangkat pelaksana eksekusi.
Dari uraian Penulis kemukakan sebelumnya, sistem pengawasan segi hukum terhadap aparatur pemerintah itu dilakukan oleh kekuasaan peradilan, dalam hal ini Peradilan Tata Usaha Negara untuk perbuatan lingkup administrasi negara di bidang hukum publik, khususnya dalam pelaksanaan fungsinya mengeluarkan keputusan (beschiking). Sedangkan perbuatan administrasi negara dalam bidang hukum privat dilakukan oleh Peradilan Umum (termasuk di sini tuntutan ganti rugi terhadap perbuatan melwan hukum oleh penguasa). Di samping itu dikenal juga prosedur upaya administrasi dengan cara kekuatan administrasi (administratief beroep), dan banding administrasi termasuk dalam pengertian ini tidak tertutup kemungkinan untuk kasasi.
Pasal 115, 116, 117, dan 118 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatur pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam ketentuan pasal-pasal tersebut, tidak satu pasal memuat daya paksa dalam menjalankan keputusan. Pasal 119, hanya mengatur tentang kewajiban Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan kekuatan hukum tetap. Akan tetapi tidak dijelaskan bagaimana jika Badan/Pejabat Tata Usaha negara
60
sitas Pelita Harapan, Vol. VI. No. I. Juli 2006
Law Review, Pakultas Hukum Vni
Meray Hendrik Mezak, SH., MH : Pengawasan Segi Hukum Terhadap
yang dikalahkan oleh pengadilan tidak bersedia mematuhi putusan tersebut. Tentu hal tersebut sangat merugikan orang atau badan hukum perdata yang memenangkan perkara. Pada Bagian Kelima UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan tata Usaha Negara, yang mengatur tentang pelaksanaan putusan pengadilan, khususnya dalam Pasal 116, merumuskan jika Tergugat dalam hal ini Badan/Pejabat Tata Usaha Negara tetap tidak melaksanakan keputusan pengadilan, maka Ketua Pengadilan mempunyai wewenang memberikan teguran kepada pejabat tersebut. Apabila pejabat itu tidak mengindahkan teguran Ketua Pengadilan itu, maka masalah itu diteruskan pada atasannya menurutjenjangjabatan, dan jika tidak ditanggapi, akhirnya disampaikan kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi. Instansi atasan, atau presiden nanti yang akan memerintahkan kepada pejabat/instansi yang menjadi tergugat untuk melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Apabila Presiden tidak memerintahkan kepada Tergugat untuk melaksanakan putusan pengadilan tersebut, bukan lagi menjadi urusan Ketua Pengadilan Tata Usaha
Perbuutan
Negara, karena di luar kewenangannya. Mekanisme pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana diuraikan sebelumnya, belum memberikan jaminan yang memadai bagi masyarakat khususnya bagi pencari keadilan. Terkesan seolah-olah Pengadilan Tata Usaha Negara masih merupakan peradilan setengah hati dalam rangka mewujudkan perlindungan hak-hak baik terhadap orang, maupun pada badan hukum perdata. Hal lain yang juga menjadi permasalahan yaitu mengenai pelaksanaan putusan mengenai dikabulkannyaganti rugi baik tuntutan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, maupun melalui Pengadilan Negeri. Dalam praktek pelaksanaan putusan (eksekusi) cukup sulit, sebab Badan/Instansi yang dikalahkan oleh pengadilan sering berdalih bahwa dana untuk ganti rugi tidak tersedia dalam mata anggaran istansi tersebut dalam tahun anggaran yang berjalan, sedangkan asset instansi yang bersangkutan merupakan asset public yang tidak bisa begitu saja disita pengadilan untuk dilelang. Sementara menunggu untuk dianggarkan pada
Law Review. Fakultas Hukum Universitas Pelila Harapan, Vol. VI. No I, Jiili 2006
61
Meray Hendrik Mezak. SH.. MH : Pengawasan Segi Hukuin Terhadap Perhuatan
anggaran tahun berikutnya kemungkinannya kecil sebab menyangkut egoisme birokrasi. Dalam keadaan seperti ini diperlukan adanya etikat baik dari Pejabat/Intansi yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Mekanisme pengawasan terhadap aparatur pemerintah khususnya pengawasan segi hukum yang dalam hal ini dilakukan oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara, kendatipun masih terdapat beberapa permasalahan, akan tetapi setidak-tidaknya ada usaha mewadahi untuk menjamin hak-hak rakyat dari tindakan aparat pemerintah yang tidak sesuai dengan hukum. Disadari semakin besar peranan pemerintah membawa konsekwensi makin terdesak kekuatan masyarakat untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Lemahnya pengawasan terhadap pemerintah dari berbagai aspek, akan menghasilkan pemerintahan yang kurang demokratis. Tugas Dewan Perwakilan Rakyat yang senantiasa mengawasi jalannya pemerintahan sebagaimana yang diamanatkan dalam konstitusi, tidak akan mencapai hasil yang optimal kalau tidak ditunjang dengan jalur
62
pengawasan dari segi hukum dan kekuatan administarasi. Sistem peradilan administrasi negara yang diterapkan di negara Prancis, kendatipun pelaksanaan putusan sama dengan praktek di Indonesia, akan tetapi pengawasan terhadap putusan Pengadilan Administrasi lebih menonjol sebab putusan pengadilan yang tidak dipatuhi oleh Pejabat/Badan Administrasi Negara diumumkan oleh Dewan Pertimbangan Agung Prancis sebagai badan puncak peradilan administrasi negara Prancis. Hal tersebut mempunyai konsekwensi pertanggungan jawab publik pemerintah Prancis kepada rakyatnya. Untuk menyempurnakan sistem pengawasan segi hukum terhadap aparatur negara, khususnya sistem peradilan tata usaha negara. Sistem pengawasan seperti yang diterapkan di Prancis ke depan perlu dipikirkan dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan sistem Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Kesimpulan Sistem pengawasan terhadap perbuatan aparatur pemerintah dapat
Law Review, Fakiillas Hukum llniversitas Pelila Harapan, Vol. VI. No I. Juli 2006
Meray Hendnk Muzak, SH., MH : Pengaw mil Segi Hukum Terhadap Perbuatan
dibedakan atas dua cara yaitu; pengawasan ekstern dan intern. Pengawasan intern berupa pengawasan dan segi administrasi dan upaya administrasi. Pengawasan administrasi terdiri dan pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Fungsi dari pengawasan ini bersifat preventif. Pengawasan ekstern berupa pengawasan dan segi hukum dan segi politik. Pengawasan dari segi hukum terhadap perbuatan aparatur pemerintah dilakukan oleh badan atau kekuasaan peradilan. Pengawasan dari segi hukum ini bersifat represif. Di samping itu pengawasan ekstern ini bisa dari segi politik berupa pengawasan/fungsi kontrol konstitusional DPR terhadap jalannya pemerintahan dengan konsekwensi pertanggungan jawab publik.
Daftar Pustaka Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989. Hartono, M. Dimtayi, "Hubungan dan Pengaruh Timbal Balik Antara Hukum dan Politikdi dalam Praktek Penyelaenggaraan Negara"
(Makalah disampaikan pada Studium Generate Universitas Muhammadiyah), Jakarta, 20 Mei 1994. Lotulong, Paulus Effendi, Perbandingan Hukum Administrasi Negara dan Si stem Peradilan Administrasi, Bandung: Citra AdityaBakti, 1993. Lotulong, Paulus Effendi, Perbandingan Hukum Administrasi Negara dan Sistem Peradilan Administrasi, Bandung: Citra AdityaBakti, 1993. Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara, Yokyakarta: Liberty, 1992. Poerwardarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986. Terry, R. George, Guede to Management (Diterjemahkan oleh J. Smith), Jakarta: BurriuAksara, 1984. Utrecht, E., dan Moh. Saleh Djmdang, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Iktiar, 1990. Wahyono, Padmo, Pembangunan Hukum di Indonesia, Jakarta: In Hil Co, 1989.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Petit, Harapan. Vol VI, No I. Juli 2006
63