eJournal Administrative Reform, 2016, 4 (1): 79-92 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
PENGAWASAN FUNGSIONAL DALAM RANGKA OPTIMALISASI KINERJA AUDITOR DI INSPEKTORAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Adji Akhmad Rijani 1, Aji Ratna Kusuma2, Heryono Susilo Utomo3
Abstract The purpose of this study is to describe and analyze Supervision Functional Performance Optimization In Order Auditor. Sources of data taken from the informant and key informants and supported by secondary data. Analysis of the data used is an interactive model developed Milles, Huberman and Saldana.The results showed that the functional supervision by auditors East Kalimantan Provincial Inspectorate applicative still confronted by a variety of factors that optimize the performance of auditors less achieved as expected. But the actions undertaken in doing pengaasan auditor internally on the local work unit capable of producing some of the findings, both with regard to financial management irregularities and violations of discipline. In connection with the functional supervision by the East Kalimantan Provincial Inspectorate supported by the auditor's competence and experience, but on the other hand is constrained by inadequate number of auditors so that efforts to optimize the performance of auditors less reached as expected. Less than optimal functional supervision disebab-kan by insufficient number of auditors, which are not comparable to the workload of wide area surveillance, and differences in competence and experience of auditors Keyword: "Supervision Functional" Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis Pengawasan Fungsional Dalam Rangka Optimalisasi Kinerja Auditor. Sumber data diambil dari informan dan key informan serta didukung data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah model interaktif yang dikembangkan Milles, Huberman dan Saldana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan fungsional oleh auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur secara aplikatif 1. Mahasiswa Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL - Samarinda 2. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda. 3. Dosen Program Magister Ilmu Administrasi Negara Fisip UNMUL – Samarinda.
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
masih dihadapkan oleh berbagai faktor sehingga optimalisasi kinerja auditor kurang tercapai sesuai yang diharapkan. Tetapi tindakan-tindakan yang dilakukan auditor dalam melakukan penegasan secara internal pada satuan kerja perangkat daerah mampu menghasilkan beberapa temuan, baik yang berkenaan dengan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah maupun pelanggaran disiplin pegawai. Sehubungan dengan pengawasan fungsional oleh Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur ditunjang dengan kompetensi dan pengalaman auditor, tetapi disisi lain terkendala oleh jumlah auditor yang kurang memadai sehingga upaya optimalisasi kinerja auditor kurang mencapai sesuai yang diharapkan. Kurang optimalnya pengawasan fungsional disebab-kan oleh kurang memadainya jumlah auditor, yang tidak sebanding dengan beban kerja luasnya wilayah pengawasan, dan perbedaan kompetensi dan pengalaman auditor Kata Kunci : ”Pengawasan Fungsional” Pendahuluan Pada era reformasi ini, pemerintah berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan kinerja pegawai, karena isu yang berkembang tentang kinerja pegawai di lembaga publik kurang optimal. Inspektorat Provinsi Kaliman Timur sebagai lembaga publik tidak terlepas dari persoalan tersebut, maka seiring dengan optimalaisasi kinerja auditor, perlu suatu upaya yang lebih kongkrit sehingga diperoleh tenaga pengawas yang profesional. Pengawasan fungsional merupakan determinan penting untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran maka dari itu perlunya pengawasan yang efektif. Apalagi seiring dengan meningkatnya ruang lingkup dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi lembaga maka pengawasan sangat diperlukan dan sekaligus pilihan strategis untuk menjawab fenomena yang terjadi. Pentingnya pengawasan bukan hanya untuk mengetahuinya pelanggaran, tetapi lebih terarah dan terkendalinya suatu pekerjaan sehingga tercapainya visi dan misi yang ditetapkan. Ironisnya secara aplikatif kurang didukung dengan tenaga pengawas (Auditor) yang profesional, sehingga esensi pegawasan kurang optimal. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa belum semua aparat auditor memiliki sertefikasi. Dari 31 tenaga auditor hanya 26 orang auditor yang memiliki sertifikasi dan disamping itu jumlah auditor yang tidak sebanding dengan luas wilayah obek pemgawasan. Mencermati permasalahan yang dikemukakan diatas sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam, sehingga dapat diketahui scara jelas mengenai fenomena yang berkenaan dengan pengawasan fungsional dalam optimalisasi kinerja auditor dan disamping itu dapat diketahui faktor - faktor yg menghambat pengawasan fungsional di lembaga tersebut. 80
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
Manajemen Kepegawaian Manajemen Kepegawaian dijadikan sebagai salah satu pendekatan teori terkait dengan penelitian yang dilakukan mengingat pengawasan merupakan salah satu unsur dari manajemen kepegawaian. Dalam hal ini Manajemen dapat diartikan suatu pengendalian dan pemanfaatan dari pada semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang telah ditentukan (Atmosudirdjo, 2002 : 124). Menurut Terry (dalam Winardi, 2001 : 4) Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain. Menurut Simamora, (2004 : 4) Manajemen (management) merupakan proses pendayagunaan bahan baku dan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan atau aktivitas bekerja melalui orang lain guna mencapai tujuan yang direncanakan. Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa manajemen memiliki esensi sebagai berikut : 1) Manajemen selalu diterapkan dalam hubungan dengan usaha kelompok manusia. 2) Dalam manajemen selalu terdapat adanya tujuan tertentu yang akan dicapai oleh kelompok yang bersangkutan. 3) Terdapatnya kerjasama antara anggota kelompok tersebut. Konsep pengawasan Menurut Admosudirdjo, (2001 : 98) pengawasan adalah keseluruhan dari pada aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan untuk menjamin agar semua pelaksanaan dan penyelenggaraan berlangsung secara berhasil sesuai dengan yang direncanakan diputuskan dan diperintahkan. Lebih lanjut dikatakan Pengawasan sebagai pengamatan yang dilakukan oleh pimpinan agar aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan tujuan organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana. Pendapat lain dikemukakan Siagian (2005 : 81) bahwa pengawasan sebagai proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan pendapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan apakah tindakaan yang dilakkukan sesuai yang direncanakan.pengawasan dilakukan bukan untuk mencari kesalahan seseorang tetapi untuk mengkonfirmasikan antara hasil dan rencana kerja, dengan demikian diperoleh informasi yang sesuai realitas. Oleh karena itu pengawasan dilakukan bukan mencari kesalahan tetapi lebih bersifat pembinaan. Berkenaan 81
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
dengan penelitian yang dilakukan di Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur adalah lebih difokuskan pada suatu upaya untuk mengoptimalkan kinerja pegawai dan sekaligus sebagai upaya untuk mewujudkan visi dan misi organisasi, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan dirinci, aktivitas atau kegiatan pengawasan tersebut bersifat menganalisa dan menafsirkan arah jalannya pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Untuk menjadi seorang pengawas tidaklah mudah sebab seorang pengawas dituntut memiliki sifat-sifat tertentu agar mampu melaksanakan pengawasan seperti dijelaskan oleh Siagian, (2003 : 52) bahwa untuk menjadi seorang pengawas yang sukses diperlukan sifat-sifat tertentu yakni tahan uji dalam waktu berat ataupun dalam masa buruk harus ada keseimbangan yang layak dalam perkembangan. Kecermatan (thoroughness) keadilan (fairness), daya upaya (initiative), kebijaksanaan (policy) antusias (enthusiasm) dan pengendalian perasaan (emotional) control (Hasley, 2001 : 21). Lebih lanjut dikatakan bahwa ada beberapa sifat yang paling utama dari pengawasan ialah kesehatan, kejujuran, kecerdasan, kerajinan, pengalaman praktis, hasrat menyelidiki, pertimbangan, kesanggupan mengatur dan mengkoordinasi pengetahuan dan bakat seseorang dan keberanian melaksanakan semua keputusan yang telah diambil (Siagian, 2003 : 16). Metode Pengawasan Menurut metode pengawasan yang dapat dilaksanakan dengan cara pengawasan preventif dan represif. Pengawasan preventif dimaksudkan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Sedangkan Pengawasan refresif dimaksudkan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Agar fungsi pengawasan menda-tangkan hasil yang diharapkan, pimpinan suatu organisasi harus mengetahui ciri-ciri suatu proses pengawasan, dan yang lebih penting lagi, dan berusaha memenuhi sebanyak mungkin ciri-ciri itu dalam pelaksanaannya (Siagian, 2003:49). Disamping itu di dalam melaksanakan pengawasan harus melalui prosedur tertentu yang harus dilakukan yaitu observasi, pemberian contoh, catatan dan laporan, pembatasan wewenang, menentukan peraturan-peraturan, pemerintahpemerintah dan prosedur, anggaran, sensor dan tindakan disiplin (Soewarno, 2001 : 156). Macam-macam Pengawasan. Secara konseptual mengenai pengawasan dapat dibedakan melalui berbagai macam. Menurut Sujamto (2001 : 32), pengawasan langsung sebagai pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi dan melakukan pemeriksaan ditempat (on the spot) terhadap proyek yang diawasi. Sedangkan pengawasan langsung ini dilakukan dengan pemeriksaan ditempat atau pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan. 82
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
Kelemahan daripada pengawasan tidak langsung itu ialah sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan. Pada hal pimpinan yang baik akan menuntut bawahannya untuk melaporkan hal-hal baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Sebabnya ialah bahwa kalau hanya hal-hal yang positif saja yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang sesungguhnya, akibatnya ialah bahwa dia akan mengambil kesimpulan yang salah. Meskipun demikian, perlu ditekankan juga bahwa kecenderungan bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja Tujuan Pengawasan Pengawasan dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu. Menurut Suganda (2001 : 86) tujuan dilaksanakan pengawasan sebagai berikut : a. Pengawasan yang dilakukan mempunyai maksud dan tujuan tertentu. b. Untuk mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar ataupun tidak c. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar supaya tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang lain. d. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget (anggaran), yang telah ditetapkan dalam perencanaan terarah kepada sasaran dan sesuai dengan yang direncanakan. e. Mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan program (acara) seperti yang telah ditentukan dalam perencanaan atau tidak. f. Untuk mengetahui apakah hasil pekerjaan dilihat dari kualitas (mutu) dan jumlah sesuai dengan mutu dan jumlah (standart) yang telah ditentukan dalam rencana. g. Untuk mengetahui apakah biaya, waktu, tenaga kerja dan bahan dipergunakan secara efektif atau tidak. Kebijakan Pengawasan Fungsional Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur memiliki peran dan posisi yang strategis, baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, Inspektorat mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan programprogram pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sebagai pengawas internal, Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tugas pokoknya menentukan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak (Gubernur/Walikota/Bupati), dengan memperhatikan 83
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
aturan yang berlaku. Dalam hal ini yang dimaksud pengawasan internal adalah seluruh proses kegiatan audit, evaluasi, review, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain, seperti konsultansi (consultancy), sosialisasi, asistensi, terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai (assurance) bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk mewujudkan tata kelola/ kepemerintahan yang baik (good governance). Sebagai lembaga pengawas funsional Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam melaksanakan tugasnya diatur melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 06 Tahun 2008, mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan provinsi dan melaksanakan urusan pemerintahan provinsi. Sedangkan sebagai landasan hukum untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengawasan fungsional sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165); Kinerja Pegawai Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja pegawai menurut Perry (1999 : 619-626) akan menunjuk pada efektivitas kerja pegawai, di mana hal itu akan menyangkut pengharapan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan kebijakan. Isu efektivitas organisasi merupakan hasil komulatif dari hasil kinerja individu.
84
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
Siagian, (2005 : 136-137) mengatakan bahwa kinerja aparatur merupakan pelaku yang ditampakkan oleh individu atau kelompok, dan hal tersebut ditampilkan dalam keperilakuan, dan kepribadian seseorang dalam bertindak, kemudian mempengaruhi kepribadian seseorang organisatoris yang tercermin dalam perilakunya yang pada gilirannya akan mempengaruhi pada kinerjanya. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpuokan bahwa kinerja pegawai suatu hasil kerja yang dicapai dalam kurun waktu tertentu yang didasarkan atas wewenang yang dimiliki. Pengukuran Kinerja Pegawai Pengukuran kinerja, merupakan alat penting untuk mengevaluasi value (nilai) hasil kerja seseorang, kelompok maupun organisasi. Menurut Sendarmayanti (2001:68), pengukuran kinerja sebagai umpan balik dari nilai yang dikorbankan dengan hasil yang dicapai. Dengan demikian kinerja penting dilakukan untuk mengukur tingkat pencapaian yang dilakukan individu, kelompok maupun organisasi. Maka dari itu penilaian terhadap kinerja perlu dilakukan secara terus menerus agar dapat diketahui output yang dikorbankan dengan hasil yang dicapai dan selanjutnya dapat menentukan arah dan tujuan yang dianggap penting untuk dilakukan. Menurut Simamora (2004 : 241) pengukuran kinerja dapat dilihat dari segi kuantitas dan kualitas item atau produk yang dihasilkan, serta banyaknya kesalahan atau tingkat kesukaran. Flippo (1999 : 241) menegaskan bahwa pengukuran kinerja dapat ditinjau dari dua aspek yaitu dari kualitas dan kuantitas. Dari aspek kualitas dapat diukur berdasarkan ketepatan, keterampilan, ketelitian, dan keterampilan hasil kerja, sedangkan dari kuantitas kerja dapat diukur melalui jumlah keluaran yang dihasilkan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja dapat ditinjau dari beberapa aspek dan dalam pengukurannya dapat disesuaikan menurut ruang lingkup dan kondisi pegawai ditempat kerja, sehingga peneliti dapat menggunakan indikator kinerja dapat disesuaikan pada fenomena yang terjadi dilapangan. Analisis Data Untuk mengungkap fenomena yang terjadi, maka analisis data yang digunakan adalah model interaktif seperti yang dikembangkan oleh Miles, Huberman dan Saldana, (2014 : 33), melalui tahapan-tahapan yaitu Kondensasi Data (Data Kondensation), Penyajian Data (Data Disply), Pengambilan kesimpulan atau verifikasi (Drawing and Verifying Conclusition). .
85
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
Hasil dan Pembahasan Kompetensi Auditor Dalam Melakukan Pengawasan Pengawasan merupakan determinan penting agar penyelenggaraan tugastugas pemerintahan dan pembangunan dapat diselesaikaan sesuai yang direncanakan Karena itu perlu dipersiapkan tenaga pengawas (auditor) yang profesional. Inspektorat Provinsi sebagai lembaga pengawas tentunya harus mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan sehingga dapat tercapainya tujuan seperti yang diharapkan. Untuk maksud tersebut tentunya harus ditunjang dengan kompetensi auditor yang berkualitas. Sehubungan dengan tugasnya sebagai lembaga pengawas, ternyata hanya didukung sebanyak 31 orang. Sepertinya dari jumlah tersebut bila dikaitkan dengan luasnya wilayah/objek pengawasan, yaitu 52 SKPD nampaknya tidak sebanding dengan kompetensi pertugas pengawas, sehingga kurang menunjang kinerja auditor.. Keberadaan tenaga auditor di Inspektorat Provinsi Kaimantan Timur belum sepenuhnya memenuhi kualifikasi yang diharapkan, meski demikian jika ditinjau dari segi kualitas termasuk memadai sebab dari tenaga auditor yang ada berpendidikan Sarjana bahkan ada yang Magister, tetapi jika ditinjau dari segi kuantitas kurang memadai. Sebab tidak sebanding dengan volume pekerjaaan dan luas wilayah kewenangan. Ironisnya dari 31 auditor tidak semuanya memiliki legitimasi atau sertifikasi yang dipersyaratkan. Padahal untuk menunjang tugasnya sebagai auditor maka yang bersangkutan harus memiliki sertifikasi pengawas. Dalam kondisi demikian tentunya tidak menutup kemungkinan dapat membawa konsekuensi logis terhadap optimalisasi kinerja auditor. Sehubungan dengan pengawasan fungsional yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kaltim secara aplikatif masih dihadapkan oleh jumlah tenaga pengawas. Meski demikian rutinitas pengawasan auditor terus dilaksanakan yaitu dengan memanfaatkan pegawai yang ada dan diberikan pembinaan dan bimbingan, sehingga tugasnya sebagai lembaga pengawas dapat dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan fakta yang terjadi di objek penelitian didukung pendapat Mustopadidjaja, (2010 : 27) bahwa untuk efektivitas pengawasan hendaknya didukung dengan kompetensi profesional. Karena itu setiap auditor hendaknya memiliki lima kompetensi profesional. Seiring dengan tugasnya sebagai pengawas fungsional ternyata telah didukung dengan tenaga auditor yang memiliki kompetensi profesional. Keterampilan Auditor Berbicara mengenai keterampilan auditor sangat esensial, mengingat perananya sebagai pengawas. Tidaklah mungkin tugasnya sebagai pengawas fungsional dapat dilaksanakan secara efektif manakala tanpa dibarengi dengan keterampilan dan pengalaman yang memadai. Karena itu keterampilan auditor sangat dubutuhkan untuk menunjang tugasnya sebagai pengawas. Tetapi fakta 86
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
menunjukkan bahwa seiring dengan tugasnya sebagai pengawas fungsional ternyata tidak diikuti dengan keterampilan sesuai bidang kerjanya. Suatu hal lagi yang dihadapkan oleh pengawasan fungsional oleh auditor Inspektorat Prov.Kaltim adalah soal keterampilan dan keahlian auditor. Hingga kini masih dihadapkan oleh suatu permasalahan sehingga tidak semua auditor memiliki legitimasi/sertifikasi yang dipersyaratkan. Kondisi demikian tentunya dapat membawa konsekuensi terhadap optimalisasi kinerja auditor. Menurut informasi data menunjukan bahwa dari 31 auditor diantaranya yang memiliki sertifikasi sebanyak 26 orang, sedangkan 5 orang lainnya belum memiliki sertifikasi auditor. Dengan demikian masih terjadi keragaman keterampilan auditor yang berujung pada perbedaan kinerja auditor. Padahal legalitas pelatihan itu penting dapat dijadikan sebagai modal kerja untuk menunjang tugasnya. Seperti yang dikemukakan oleh Flipo (1999 : 172) bahwa pendidikan dan pelatihan sangat urgen untuk menambah tenaga yang cakap dan terampil dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai modal kerja untuk menunjang tugasnya. Dengan demikian merupakan langkah yang tepat jika pihak Inspektorat telah menugaskan sejumlah pegawainya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dibidang Auditor. Melalui kebijakan tersebut dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi. Karena kuatnya komitmen Inspektur Inspektorat Provinsi kalimantan Timur, maka upaya telah dilakukan, baik memberikan kesempatan stafnya untuk mengikuti pelatihan auditor, maupun melakukan pendekatan dengan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kaltim untuk mendapat tambahan tenaga auditor. Pengawasan Secara Preventif Pengawasan preventif itu penting dapat menghindarkan perilaku yang menyimpang. Karena pengawasan preventif itu dilakukan sebelum terjadinya suatu peristiwa, sehingga ada kecenderungan dapat menghindarkan dari perbuatan yang melanggar etika provesi. Secara preventif mengenai pengawasan yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur meskipun kurang optimal, tetapi dapat menurunkan kasus dan penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemerintahan. Karena didukung dengan sebagian besar auditor memiliki kompetensi dan pengalaman kerja. Disamping memiliki semangat kerja yang tinggi meskipun dihadapkan oleh kurangnya jumlah auditor, tetapi dengan kompetensi dan pengalaman yang memadai maka perannya sebagai pengawas dapat dilaksanakan. Kemudian dari aspek pengawasan fungsional yang dilakukan secara preventif faktual menunjukan bahwa secara aplikatif dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada aparatur yang terdapat pada satuan kerja perangkat daerah dan indikasi cukup efektif, hal tersebut dapat diketahui dari tindakan yang dilakukan auditor dalam melaksanakan pemeriksaan pada satuan kerja perangkat daerah Provinsi Kaltim, tidak mencari kesalahan tetapi justru lebih bersifat pembinaan, sehingga pelanggaran di beberapa satuan kerja perangkat daearah menurun.
87
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
Dari hasil observasi menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur secara preventif sudah sesuai mekanisme atau prosedur yang ditetapkan, meskipun dihadapkan oleh kurang memadainya jumlah auditor tetapi disisi lain ditunjang dengan pengalaman kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, jika dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan Juwito (2005) terdapat kesamaan, artinya pengawasaan preventif penting dalam rangka optimalisasi kinerja pegawai. Dengan dilakukannya pengawasan preventif justru dapat menurunkan kasus dan penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemerintahan, disamping terlaksananya penerapan sistem pengendalian Intern peme-rintah lebih efektif. Bahkan kegiatan yang dilalukamn Pemerintah Provinsi dan SKPD dapat diselesaikan sesuai yang ditentukan. Indikasi lain berkaitan dengan program pengawasan, secara empirik mencapai sebesar 130,95% atau lebih besar. Temuan yang kurang sejalan dapat dilihat dari 14 kegiatan pengawasan (review, pemeriksaan, monitoring dan evaluasi) yang dilakukan pada 14 SKPD ternyata hanya mampu 11 kegiatan yang dapat dilaksanakan ini berarti terdapat 3 kegiatan pengawasan lainnya tidak dapat dilaksanakan. Pengawasan Represif Pengawasan represif merupakan tindak lanjut dari pengawasan preventif. Dalam hal ini yang dimaksud pengawasan represif adalah suatu pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan berlangsung dan atau dapat juga dilakukan setelah terjadinya pelanggaran. Agar fungsi pengawasan mendatangkan hasil yang diharapkan, perlu ditunjang dengan tenaga pengawas yang profesional. Karena kurang sepenuhnya ditunjang dengan tenaga auditor yang profesinal maka upaya optimalisasi kinerj auditor kurang maksimal. Fakta menunjukkan bahwa secara represif, pengawasan yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur secara represif kurang optimal. Meski demikian tindakan yang dilakukan dapat menunjukkan indikasi cukup baik. hal tersebut dapat diketahui dari kinerja auditor telah menghasilkan beberapa kasus pelanggaran, baik yang berkenaan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta kasus lain yang berkenaan dengan akuntabilitas kinerja perangkat daerah. Pada tahun 2014 telah ditemukan 5 (lima) kasus yang diindikasikan bernuansa KKN, namun pada kenyataannya dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak ditemukan penyimpangan. Kemudian pada tahun 2015 berdasarkan pengaduan dari masyarakat telah diperoleh 20 kasus pelanggaran tentang disiplin pegawai, namun pada kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan atas pengaduan masyakarat dan pemeriksaan khusus/tertentu terdapat hanya 6 kasus pelangaran disiplin pegawai. Misalnya pegawai tidak mengisi daftar hadir atau tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas, yang diatur dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 31 Tahun 2008 tentang pengsian daftar hadir.
88
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
Kemudian pada tahun 2015 berdasarkan pengaduan dari masyarakat telah diperoleh 20 kasus pelanggaran tentang disiplin pegawai, namun pada kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan atas pengaduan masyakarat dan pemeriksaan khusus/tertentu terdapat hanya 6 kasus pelangaran disiplin pegawai. Misalnya pegawai tidak mengisi daftar hadir atau tidak masuk tanpa alasan yang jelas, yang diatur dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Timur nomor 28 Tahun 2008 tentang pengsian daftar hadir. Dengan demikian pengawasan represif memang sangat dibutuhkan, hal tersebut diduung dengan pendapat Winardi, (2001 : 182) bahwa pengawasan represif sangatlah dibutuhkan untuk memastikan apakah kegiatan yang dilakuan sesuai yang direncanakan. Dengan dilakukan pengawasan represif maka akan dapat diketahui realitas yang terjadi dengan kegiatan yang dilakukan Hasil temuan tersebut juga diduung oleh Nitisemito, (2001 : 143) menyatakan, bahwa tanpa adanya pengawasan represif maka tidak mungkin dapat diketahui peristiwa yang terjadi setelah kegiatan tersebut dilaksanakan. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur telah menemukan berbagai kasus pelanggaran misalnya ketidak tepatan bansos untuk 5 (lima) kegiatan yang harus dipertanggungjawaban atas kegiatan tersebut. Seperti Masjid Ad-Darul Arman Samarinda harus mempertanggung jawabkan sisa penggunaan dana sebesar Rp.1.871.466.406,00 dan Madrasah Tabawiyah Lukmanul Hakim Samarinda harus menpertanggungjawabkan sisa penggunaan dana sebesar Rp.2.102.416.702,00 serta SMP IT Darussalam Kutai Timur harus mempertanggung jawabkan sisa penggunaan dana sebesar Rp.1.871.466.406,00. Kerjasama Tim Pengawas Kerjasama merupakan determinan penting dalam rangka mencapai tujuan, apalagi kegiatan tersebut dilakukan melibatkan banyak orang maka kerjasama sangatlah dibutuhkan. Dengan adanya kerjasama yang baik niscaya tugasnya sebagai auditor dapat dilaksanakan dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam kaitannya dengan pengawasan fungsional Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur telah melibatkan 31 orang auditor, maka perlu terbangun kerja sama yang baik. Fakta menunjukan bahwa kerjasama yang dilakuan bukan hanya secara horizontal tetapi juga secara vertikal dan secara aplikatif kerjasama yang dilakukan tim pengawas termasuk efektif. Seiring fungsinya sebagai pengawas maka kerjasama yang dilakukan auditor bukan hanya pada saat kegiatan berlangsung tetapi dilakukan mulai dari persiapan dalam menghadapi tugasnya di objek pengawasan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi dua arah. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa kerja sama antar petugas pengawas memang sudah menjadi komitmen mereka untuk selalu berkerjasama dalam menghadapi segala persoalan terkait dengan bidang kerjanya. Oleh karena itu satu sama lain saling membantu, melengkapi dan saling menunjang sehingga tugasnya sebagai pengawas (auditor) dapat dilaksanakan dengan baik. Dari hasil 89
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
penelitian tersebut ternyata didukung oleh Dunn, 2003 : 72) bahwa suatu kegiatan yang melibatkan banyak orang akan lebih efektif manakala adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antar orang-orang yang terlibat dalam pekerja, anggota kinerja diperlukan kerjasama Faktor-faktor yang mendukung Adapun faktor yang mendukung antara lain : Adanya animo pemerintah dan masyarakat yang membutuhkan hasil pengawasan sebagai alat kontrol dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adanya program dan kegiatan yang berorientasi pada tugas-tugas pengawasan/pemeriksaan. Tersedianya aparat pengawasan yang memliki skill, pendidikan dan wawasan yang memadai. Adanya pendanaan/anggaran yang cukup dan adanya dukungan prasarana dan sarana untuk menunjang pelaksanaan pengawasan. Faktor yang menghambat Adanya perbedaan kompetensi auditor di Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur kurang memadainya jumlah petugas pengawas (auditor) dan tidak sebandingnya antara beban kerja dengan jumlah auditor sehingga pengawasan yang dilakukan pengawas fungsional kurang efektif Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik beberapa kesimpulkan sebagai berikut 1. Pengawasan fungsional yang dilakukan auditor Inspektorat Provinsi Kalimantan Timur secara aplikatif masih dihadapkan oleh berbagai faktor sehingga optimalisasi kinerja auditor kurang tercapai sesuai yang diharapkan. Tetapi tindakan-tindakan yang dilakukan auditor dalam melakukan pengaasan secara internal pada satuan kerja perangkat daerah mampu menghasilkan beberapa temuan, baik yang berkenaan dengan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah maupun pelanggaran disiplin pegawai. Hal tersebut ditopang dengan kompetensi dan kerjasama tim pengawas yang baik sehingga secara rutinitas memperkuat posisi auditor dalam meningkatkan kinerja. 2. Kurang optimalnya pengawasan fungsional terkendala oleh jumlah auditor kurang memadai, kurang memadainya jumlah auditor. Luasnya wilayah objek pengawasan tidak sebanding dengan jumlah auditor dan beragamnya kompetensi dan pengalaman auditor Saran Dari hasil kesimpulan sebagaimana yang diuraikan di atas, saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Perlu menambah jumlah tenaga auditor sesuai kualifikasi yang dibutuhkan, dan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan pada 90
Pengawasan Fungsional dalam Rangka Optimalisasi (Adji Akhmad Rijani)
pegawai untuk mengikuti pelatihan auditor dan atau mengajukan penambahan pegawai (auditor) kepada BKD Provinsi Kalimantan Timur sesuai yang dibutuhkan. 2. Memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan formal, dan mengikuti pelatihan auditor yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Kalimantan Timur dan dibiayai oleh APBD. 3. Memberikan penghargaan sesuai prestasi yang dicapai, dan sebaliknya memberi-kan funishman (hukuman) pada pegawai yang kurang menunjukkan kinerja baik. 4. Perlunya melakukan pembinaan secara simultan, dan melakukan evaluasi terhadap kinerja auditor Daftar Pustaka Anonim, Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, Pengganti Undang-Undang Nomor 18 tahun 1974 Tentang Pokok Kepegawaian. Indonesia. Jakarta. _______, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2011 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS. Jakarta. _______, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989, tentang Pengawasan Melekat. Jakarta _______, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 116 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengawasan Umum di Lingkungan Departemen Dalam Negeri, _______, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 06 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pengawas Fungsional. Admosudirdjo, Prayudi, 2001. Dasar-Dasar Administrasi Management dan Office Management, Jakarta. Flipo, B. Edwin. 1999. Menajemen Personalia. Diterjemahkan Moh. Masud. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta. Hasley, 2001 Paul and Kenneth Blanchard. 1980. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources, Third Edition, Prentice-Hall of India Private Limited Hicks, Herbert and Ray Gullet. 2005. terjemahan G. Kartasapoetra, A.G. Kartasapoetra; Organisasi, Teori dan Tingkah Laku, "Bina Aksara", Jakarta. Miles, Matthew B. dan A. Michel Huberman. Dan Saldana Johny. 2014. Analisis Data Kualitatif. Cetakan I. UI-Press. Jakarta. Nitisemito, S. Alex, 2001. Management Suatu Dasar dan Pengantar, Penerbit Sasmito Bros, Surabaya. Perry. 1999 Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, diterjemahkan oleh Rusyanto L. Simatupang dari Managing Development in the Thei World, LP3ES Jakarta Sarwoto. 2001. Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta.
91
eJournal Administrative Reform, Volume 4, Nomor 1, 2016: 79-92
Siagian, P. Sondang, 2003. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Gunung Agung, Jakarta. _______, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 2, Cetakan IV, Bumi Aksara. Jakarta. Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke Ketiga. STIE YKPN. Yogyakarta. Simbolon, 2003. Manajemen Kepegawaian, Bina Aksara", Jakarta. Soekarno K., 2001. Dasar-Dasar Management, Penerbit Miswar, Jakarta. Soewarno, 2001 Manajemen Sumberdaya Manusia. Tarsito. Bandng. Sughanda. Dunn. 2001. Koordinasi, Gunung Agung, Jakarta Sujamto. 2001 Kebijakan Kinerja Karyawan; Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE Yogyakarta. Thoha, Miftah. 2003 Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi. Media Widya Mandala, Yogyakarta. _______, 2004. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Raja Grafindo Persada. Jakarta Winardi, 2001 Management Perkantoran dan Pengawasan, Alumni Bandung _______, 2003. . Azas-Azas Manajemen, Diterjemahkan Winardi. Alumni. Bandung
92