1
PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 DAN KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan Memenuhi syarat – syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH:
INDAH LESTARI 050200271 Departemen Hukum Internasional
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
2
PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan Memenuhi syarat – syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH:
INDAH LESTARI 050200271 Departemen Hukum Internasional Disetujui Oleh Ketua Departemen
Sutiarnoto MS.S.H M.Hum NIP.131 616 321 Pembimbing I
Sutiarnoto MS.S.H M.Hum NIP.131 616 321
Pembimbing II
Arif S.H M.Hum NIP. 132 049 441
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNyalah penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi
yang
berjudul
“PENGATURAN
PELESTARIAN
DAN
PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, penulis telah menerima banyak bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H. M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Suhaidi, S.H. M. Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H M.H DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak Muhammad Husni, S.H M.H sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
4
5.
Ibu Rabiatul Syariah, S.H M.Hum selaku Penasihat Akademik selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6.
Bapak Sutiarnoto MS, S.H. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
7.
Bapak Arif, S.H M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
8.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Surya Helmi Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata beserta dengan Bapak Gatot Gautama, MA dan Ibu Widiati, M.Hum
yang telah banyak memberikan bantuan
informasi dan data kepada penulis dalam penulisan skripsi ini 9.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Supratikno Rahardjo, yang
telah
banyak
membantu
dan
mendukung
penulis
dalam
menyelesaikan skripsi. 10.
Bapak Damos Dumoli Agusman, S.H. M.A Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Departemen Luar Negeri yang telah banyak membantu dan mendukung serta memberikan informasi dan data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
5
11.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sangat besar kepada orangtua Penulis, Massa Siahaan, Ak M.M dan Drs Dahlia Silvana Sibuea, yang telah mencurahkan segala kasih sayang serta pengorbanan yang besar sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan, berkat doa merekalah penulis dapat menyelesaikan studi, terutama buat mama yang telah memberikan dukungan dan bimbingan yang sangat banyak kepada penulis dalam menulis skripsi ini.
12.
Terimakasih juga buat adik – adikku Bagus Kurniawan Siahaan dan Yonas Jeremia Siahaan yang selalu menemani dan mendukung penulis, juga buat Mochi yang selalu menghibur penulis.
13.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Renhard Harve Sembiring Brahmana yang telah memberikan waktu, perhatian, kasih sayang, semangat serta doa yang tulus kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
14.
Tidak ketinggalan terimakasih yang sangat besar untuk Genk Rose: Adelina “Eci” E. C.U. Siahaan, Bob Sadiwijaya, Firdaus, Indah “ Omak Chelsea” Permatasari Sitompul, Martina “Ina” Lova, sahabat – sahabat “bangkek” ku yang memberi arti kuliah yang sebenarnya.
15.
Tidak ketinggalan terimakasih kepada Susi “similikiti”, Novensi, serta seluruh penghuni kos Berdikari 63 yang telah banyak memberikan perhatian, semangat dan doa kepada penulis.
16.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Debora, Witra, Rentha, Chandra, Yunus, Kiris “elek”, Derma, Agnes, Bani, Nino, Siska, Fiska, Lincoln, Imanuel Bang Christofel, Bang Roy, Kak Elisabeth, Kak Dewi, serta
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
6
seluruh Civitas Akademika GMKI Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 17.
Seluruh teman – teman Stambuk 2005 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selama ini bersama – sama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Akhir kata kiranya penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Medan, Februari 2009 Penulis
INDAH LESTARI
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
7
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………...……………………………………………………..i Daftar Isi…..……………………………………...…………………………..…...v Abstraksi…………………………………………………………………...……viii BAB I
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang…………………………………………………….1
B.
Perumusan Masalah…………………………………………….....9
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………………..10
D.
Keaslian Penulisan……………………………………………….10
E.
Tinjauan Pustaka…………………………………………………11
F.
Metode Penulisan………………………………………………...16
G.
Sistematika Penulisan…………………………………………….18
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA A.
Pengertian Benda Cagar Budaya....................................................20
B.
Ruang Lingkup dan Jenis – Jenis Benda Cagar Budaya…………30
C.
BAB III
Perlindungan Benda Budaya di Indonesia………………………33
PENGATURAN HUKUM NASIONAL YANG BERKAITAN BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR
A.
Status Hukum Benda Cagar Budaya Bawah Air…………………39 1. Negara Kepulauan……………………………………………41
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
8
2. Penguasaan atas Dasar Bendera……………………………42 3. Penguasaan atas dasar wewenang………………………….42 4. Kepemilikan………………………………………………..43 5. Kewajiban – kewajiban yang Berkaitan Dengan Benda Cagar Budaya……………………...................……………………44 6. Penemuan…..……………………………………………….46 7. Perlindungan dan Pemeliharaan…………………………….47 8. Dispute/Penyelesaian Perselisihan………………………….49 9. Sanksi dan Ketentuan Pidana……………………………….50
B
Ketentuan – Ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya Ke Luar Wilayah Republik Indonesia...…..51
C.
Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan dari Dasar Laut untuk Koleksi Negara…….……..60
D.
BAB IV
Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Bawah Air………………….67
INSTRUMEN
–
INSTRUMEN
PERATURAN
HUKUM
INTERNASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA A.
Rezim Perairan dan laut Jurisdiksi Nasional Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982…………………………………………………...85
B.
Hubungan UNESCO Convention 2001, UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya…………………………………….95
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
9
C.
Benda Budaya berdasarkan Convention On The Protection Of
The Underwater Cultural Heritage 2001 ( UNESCO
Convention 2001 )………………………………………………105
BAB V
PENUTUP A.
Kesimpulan……………………………………………………..109
B.
Saran………………………………...………………………….112
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
10
PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL ABSTRAKSI
Negara Indonesia letaknya sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera. Wilayah Indonesia yang berada di antara dua samudera ini berpotensi tinggi dengan tinggalan kapal tenggelam. Perhatian terhadap peninggalan kapal tenggelam di dunia barat sudah dilakukan sejak abad 19. Padahal di Indonesia sendiri, baru dilakukan dua puluh tahun belakangan ini, Bermula dari kegiatan pengangkatan benda-benda bawah air di perairan Riau oleh seorang warga negara Australia M. Hatcher tahun 1986 yang diduga berasal dari sisa kapal VOC Geldernmalsen, yang tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Dengan semakin maraknya pengangkatan benda – benda bawah air, di perairan Indonesia menyebabkan hilangnya fungsi multiguna dari benda – benda tersebut, sehingga diperlukan pengaturan pemanfaatan dan pelestarian secara nasional dan internasional. Selain itu perlu adanya status hukum kepemilikan yang berdasarkan hukum internasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative dalam penulisan ini. Menurut UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 065/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya dan Situs bahwa benda – benda asal muatan kapal yang tenggelam dapat diangkat dan diobservasi dari situs asalnya. Berbeda dengan pengaturan perlindungan menurut Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage bahwa benda cagar budaya atau yang disebut dalam konvensi ini dengan warisan budaya bawah air hanya boleh dilakukan tindakan preservasi in-situ, dimana warisan budaya bawah air ini tidak boleh diangkat dan diobsevasi dari situs asalnya. Untuk hal tersebut kama diperlukan kerjasama dalam perlindungan benda budaya bawah air dan mengambil langkah – langkah konkrit untuk melindungi benda budaya yang ada di wilayah perairan Indonesia. Kerjasama antar negara dalam perlindungan benda budaya bawah air dapat diwujudkan dalam perjanjian bilateral maupun multilateral. Berdasarkan perjanjian tersebut negara – negara dapat membuat aturan untuk melindungi benda budaya tertentu sesuai dengan kepentingan masing – masing negara. Perjanjian kerjasama dimaksudkan untuk menghindari adanya perselisihan yang disebabkan permasalahan jurisdiksi antar negara dikaitkan dengan keberadaan kapal suatu negara ditemukan berada di perairan negara lain Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
11
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia letaknya sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera. Keletakan yang sangat menguntungkan ini ditunjang pula dengan tersedianya sumbe rdaya alam yang berlimpah ruah. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi orang asing untuk singgah ke daerah-daerah di seluruh nusantara. Terutama kapal asing yang datang dan keluar Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang ini. Perairan Indonesia menjadi ramai dilalui kapal-kapal yang hilir mudik baik asing maupun domestik dengan tujuan berbeda-beda dan beragam muatan. Wilayah Indonesia yang berada di antara dua samudera ini berpotensi tinggi dengan tinggalan kapal tenggelam. National Geografy tahun 2001 telah menuliskan tentang 7 kapal kuno yang tenggelam di periran Indonesia yaitu kapal Inggris (Diana), kapal Cina ( Tek Sing, Turiang), kapal Belanda ( Nasau, Geldernmmalsen), kapal Portugis ( Don Duarte de Guerrera), dan kapal Jepang ( Ashigara). Semua kapal ini berasal dari tarik abad 17 hingga 20. Menurut dugaan sementara ini bahwa kapal-kapal yeng tenggelam ini berada di perairan Indonesia bagian barat, terutama di sekitar perairan Selat Malaka. Bila dibandingkan dengan perkiraan yang dikemukakan sejumlah pihak maka jumlah kapal yang tenggelam ini masih berada pada jumlah yang sangat kecil.
Tulisan Wells (1995)
menyebutkan ada 186 kapal VOC yang tenggelam di perairan Indonesia.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
12
Demikian pula catatan dalam Arsip Organisasi Arkeologi di Belanda menuliskan sebanyak 245 kapal VOC. Selanjutnya Badan Riset Kelautan dan Perikanan, LIPI, Dishidros TNI AL dan Litbang Oceanologi memperkirakan 463 lokasi kapal yang karam di perairan Indonesia. Data dan informasi ini sangat disadari bahwa masih harus memerlukan penelitian lebih jauh untuk membuktikan kebenarannya 1 . Dari beberapa sumber sejarah memang telah mencatat perjalanan kapalkapal asing ke berbagai Indonesia, ada yang hanya singgah berlabuh dan ada pula sebagai tempat tujuan akhir. Sebagai contoh, catatan seorang pendeta Buddha Fahsien yang dianggap sebagai sumber sejarah pertama yang menuliskan tentang perjalanan melintasi laut. Ia adalah salah seorang dari 11 pendeta Buddha yang melakukan perjalanan keagamaan ke India dan Cina pada abad III-V. Dalam perjalanan pulang ke Kanton (Guangzhou) dari Srilangka, ia terpaksa singgah selama 5 bulan di pulau Jawa pada bulan Desember tahun 415 sampai dengan Mei 413. Dituliskan bahwa kunjungan tersebut lebih disebabkan kapal yang ditumpanginya telah diserang badai dan akhirnya mengalami kerusakan berat. Selain itu ditemukan juga catatan berikutnya tentang keberadaan para pedagang diantara 200 orang penumpang yang lain di dalam kapal tersebut 2 . Lokasi yang sangat stategis bagi Indonesia karena terletak pada jalur persilangan lalu lintas perdagangan dunia maka semakin membuat padat jalur perdagangan maritim di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini memunculkan kerajaan-kerajaan besar dengan pelabuhan laut yang besar pula. Sebut saja Kerajaan Sriwijaya, Samudra Pasai, Melayu, Singasari, Majapahit, Mataram, 1
Widiati, Katalog Peninggalan Bawah Air di Indonesia, Direktorat Peninggalan Bawah Air Dikjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007, hal 1. 2 Ibid…hal 1. Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
13
Gowa-Tallo hingga Demak Bintoro memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang-pedagang asing dan nusantara. Adanya pelabuhan laut tersebut maka mendorong arus distribusi barang berlangsung sangat cepat. Sehingga kebutuhan barang ekspor dan impor semakin meningkat pesat. Barang-barang dagangan yang merupakan komoditi ekspor antara lain: garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra, dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak, dan tembaga. Barang tersebut diperjualbelikan antar pedagang nusantara dan juga pedagang asing yang memasuki perairan nusantara. Pedagang yang terbesar berasal dari Cina dan Timur Tengah. Mereka menukarkan produk bawaan seperti keramik dengan hasil bumi nusantara khususnya pala dan wewangian yang merupakan komoditi perdagangan terlaris. Permintaan keramik dalam jumlah besar oleh masyarakat lokal merupakan kesempatan yang bagus dalam menjalin tali perdagangan antar bangsa ini. Peningkatan akan barang mewah terbesar terjadi pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV yang dipenuhi sutera dan porselin dari Cina. Bahkan dikirim utusan khusus dengan gelar arya atau patih untuk melakukan perdagangan diplomatik dengan Cina 3 . Perdagangan tersebut meningkat lebih pesat lagi ketika ada misi perjalanan Cina yang dipimpin Zheng He (Cheng Ho) yang diutus oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming untuk
3
Ibid...hal 2.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
14
memperluas pengaruh Ming di luar perbatasan Cina yang berlangsung antara tahun 1405 – 1433 M. Misi tersebut akhirnya memunculkan kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai utara Pulau Jawa yang terbentuk akibat adanya perdagangan, sehingga menambah ramai arus perdagangan di nusantara pada abad XV. Ramainya perdagangan dan kebutuhan akan rempah, akhirnya memaksa bangsa-bangsa barat melakukan pelayaran sendiri untuk menemukan sumber rempah. Bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda merupakan bangsa Eropa yang mampu menguasai dan melakukan monopoli rempah-rempah di nusantara pada abad XVI – XIX sehingga membesarkan nama Batavia sebagai kota pelabuhan terbesar di Asia. Besarnya arus perdagangan dan kondisi lingkungan di tambah dengan dinamika perkembangan politik menyebabkan banyak kapal-kapal dagang tersebut yang tenggelam di tepi pantai atau tengah samudra. Tenggelamnya kapal tersebut disebabkan karena adanya unsur kesengajaan dan unsur ketidaksengajaan. Unsur kesengajaan disebabkan adanya penyerangan kapal dagang yang tidak mau bersandar atau membayar pajak pelayaran (upeti) di kerajaan yang dilalui, sebagai contohnya adalah kapal-kapal Cina yang melalui Kerajaan Melayu, Aceh, dan Sriwijaya. Penyerangan yang dilakukan oleh bajak laut Cina di Selat Malaka terutama semenjak runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan pudarnya pelabuhanpelabuhan dagangnya. Penyerangan kerajaan-kerajaan lokal dalam usaha merebut benteng dan pelabuhan-pelabuhan besar seperti Batavia, Malaka, Maluku, dan Ternate-Tidore yang dikuasai oleh bangsa Belanda, Portugis, dan Spanyol. Unsur
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
15
ketidaksengajaan disebabkan oleh faktor cuaca yang buruk seperti badai laut, terhantam karang penghalang atau bocornya kapal muatan.4 Perhatian terhadap peninggalan kapal tenggelam di dunia barat sudah dilakukan sejak abad 19. Padahal di Indonesia sendiri, baru dilakukan dua puluh tahun belakangan ini, itupun masih sangat terbatas. Penelitian awal dilakukan mengenai peninggalan bawah air tahun 1981 yang dipelopori Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Pada saat itu telah ada data 6 situs arkeologi yang berlokasi di laut Jawa. Akan tetapi penelitian ini tidak mendapat tanggapan dan terhenti dan gaungnya tidak terdengar sama sekali seperti lenyap di telan bumi. Baru pada tahun 1990 an, muncul isu penemuan benda-benda di dasar laut yang berasal dari kapal-kapal yang tenggelam. Penemuan ini semakin gencar dengan terdengarnya pencurian benda-benda cagar budaya bawah air oleh para pemburu harta karun. Sebagai contoh di Kepuluan Riau , Kepulauan Seribu DKI Jakarta, BangkaBelitung dan Kalimantan Barat. Pengangkatan benda-benda cagar budaya yang merupakan peninggalan bawah air ini ada yang dilakukan secara legal tetapi tidak sedikit yang secara illegal. Bermula dari kegiatan pengangkatan benda-benda bawah air di perairan Riau oleh seorang warga negara Australia M. Hatcher tahun 1986 yang diduga berasal dari sisa kapal VOC Geldernmalsen, yang tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Kemudian benda-benda tersebut dilelang melalui Christie dan berhasil meraup untung jutaan dollar. Dilanjutkan lagi pada tahun 1998 oleh pemburu harta karun yang sama M. Hatcher menemukan benda-benda bawah air
4
www.arkeologi.web.id, 28 Januari 2009
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
16
yang diduga berasal dari kapal Tek Sing di Selat Gelasa Sumatera Selatan. Direncanakan sekitar 350.000 benda berharga berupa keramik akan dilelang di Balai Lelang Nagel, Stutgart Jerman. Tetapi rencana tersebut dibatalkan karena Pemerintah Jerman tidak meimiliki rekomendasi dari pemerintah Indonesia. Tahun 2000 pelelangan jadi dilaksanakan tetapi hanya menghasilkan 3 juta dollar dari perkiraan awal sekitar 30 juta dollar. Pemerintah Indonesia dapat memperoleh kembali sisa 1400 keramik dari kapal tersebut 5 . Cerita tentang penemuan Hatcher pada tahun 1986 yang spektakuler ternyata sudah lama banyak mempengaruhi pemikiran dan tindakan orang-orang di Indonesia, baik yang bergerak dalam bidang penelitian dan pelestarian maupun dalam bidang pendidikan. Sejarah bahari Nusantara telah ada sejak 2000 tahun yang lalu. Seabad sebelum orang Eropa pertama bermimpi berpetualang ke Nusantara, daerah tersebut telah menjadi tempat pertemuan yang kaya dan makmur dengan perdagangan lautnya. Setelah keberhasilan perdagangan lokal, hubungan awal perdagangan luar negeri Nusantara adalah dengan India dan Timur Tengah. Hubungan pertama dengan pedagang Arab dan India adalah memperkenalkan rempah-rempah dari Maluku,suatu rempah asli Nusantara, kemudian dengan orang-orang Eropa pada abad ke-4. Komoditas dari Nusantara ini pada awalnya dibawa secara bertahap, pertama melalui laut ke India, kemudian melewati daratan melalui rute perdagangan tua ke Timur Tengah dan kota-kota pelabuhan di Laut Mediteran dan akhirnya ke Eropa. Selain rempah-rempah, kekayaan dalam komoditas lain juga menggalakkan hubungan perdagangan. Pada
5
Widiati, Katalog Peninggalan Bawah Air di Indonesia Op.cit…hal 3.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
17
abad pertama setelah Roman Emperor Vespasion melarang ekspor emas dari Roma, pedagang-pedagang India melirik ke Nusantara sebagai sumber alternatif impor emas khususnya kepulauan Sumatra dan Jawa. Selain para pedagang Arab dan India ini, bangsa Melayu juga adalah pedagang. Mereka digambarkan sebagai "par exellence yaitu orang-orang laut". Selama berabad-abad, mereka memainkan peran penting dalam membuat rute awal perkapalan timur ke Cina dan rute barat ke India, Timur Tengah, dan Afrika. Bangsa Cina juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perdagangan di laut dengan mengekspor keramik-keramik oriental dan barang lain. Sejak abad ke9, porselen Cina telah ada di Nusantara. Dari pelabuhan di Cina Selatan, kapalkapal layar Cina biasanya mengambil satu dari dua rute melalui Asia Tenggara, berlayar ke pantai barat Filipina, melewati Borneo dan Sulawesi ke kepulauan Maluku, atau menyusuri garis pantai Vietnam, Thailand dan Semenanjung Malaka dengan bantuan angin monsoon. Dari sana, mereka bergerak ke arah selatan ke Jawa atau Sumatra atau ke barat ke Samudera Hindia untuk perjalanan jauh ke India dan ke daerah yang lebih jauh lagi. Sebagai daerah yang didominasi laut, perdagangan dan perkapalan di Nusantara pada saat itu telah menjadi ciri khas penting secara politik dan ekonomi selama berabad-abad. Pelabuhan perdagangan yang penting di Nusantara adalah Aceh, Pasai dan Kota Cina, Palembang, Banten dan Batavia, Makassar, Seram, Ternate, dsb. Dari kasus ini akhirnya menimbulkan pertanyaan bagaimana mungkin bisa terjadi harta karun dari kapal Tek Sing bisa dilelang di Jerman dan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
18
apa hak negara pantai atas harta karun dari kapal tenggelam yang berada dalam perairannya. Mengenai hak pemerintah Indonesia untuk memiliki harta karun yang berada di dasar laut perairan Indonesia didasarkan pada UU No.17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Selain itu UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia memberikan landasan hukum bagi Republik Indonesia untuk memiliki kedaulatan atas Laut. Wilayah selebar 12 mil dan hak-hak berdaulat ( Hak Ekslusif) atas Perairan, Kepulauan, ZEE dan Landas Kontinen. Mengingat bahwa peninggalan bawah air
merupakan warisan budaya
dunia yang harus dilestarikan, dilindungi dari pengeksploitasian secara illegal badan dunia PBB melalui UNESCO telah menerima
Convention on the
Protection of the Underwater Heritage ( Konvensi) 3 Nopember 2001. Konvensi ini memang secara internasional diragukan keefektifannya karena 77 negara telah secara
tegas
menolak
konvensi
termasuk
pemerintah
Indonesia
yang
membenarkan pelelangan harta karun. Yang menjadi alasan pemerintah Indonesia bahwa 2506 situs kapal tenggelam yang berhasil diidentifikasi sangat menjanjikan nilainya. Disamping itu, bagi pemerintah akan menjadi kendala jika harus melestarikan benda-benda cagar budaya yang jumlahnya sangat banyak. Selain biaya perawatan yang cukup tinggi juga diperlukan tempat penyimpanan dan pemeliharaan yang cukup banyak pula 6 .
6
www.arkeologi.web.id, Op.cit,
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
19
Sejak kasus M. Hacther, semakin banyak
pihak mulai tergiur untuk
melakukan pengangkatan benda-benda berharga muatan kapal tenggelam di perairan Indonesia.. Kondisi inilah yang menjadi pemicu keluarnya Keputusan Presidan No. 43
Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan
Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam yang mengatur kegiatan survey maupun pengangkatan benda-benda dasar laut di perairan Indonesia. Melalui Panitia Nasional
telah diangkat sejumlah besar benda dari
perairan Indonesia oleh sejumlah perusahaan swasta nasional. Sebagian bendabenda tersebut berhasil dilelang, sementara sebagian lainnya belum berhasil dilelang dan masih tersebar di beberapa tempat di Jakarta yaitu di Gudang Pondok Cabe, Gudang Cipete, Gudang Pondok Dayung, dan Gudang Pelabuhan Tanjung Priok.
B. PERUMUSAN MASALAH Sehubungan dengan latar belakang tersebut dalam penulisan dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. bagaimana pengaturan pemanfaatan dan pelestarian benda – benda yang berasal dari kapal yang tenggelam di dasar laut sebagai benda cagar budaya secara nasional dan internasional ? 2. Bagaimana status hukum kepemilikan benda – benda yang berasal yang berasal dari kapal yang tenggelam sebagai benda cagar budaya berdasarkan hukum internasional?
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
20
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Tujuan penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan pemanfaatan dan pelestarian benda – benda yang berasal dari kapal yang tenggelam di dasar laut sebagai benda cagar budaya secara nasional dan internasional. 2. Untuk mengetahui status hukum kepemilikan benda – benda yang berasal yang berasal dari kapal yang tenggelam sebagai benda cagar budaya berdasarkan hukum internasional. Manfaat penulisan ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun ketentuan dalam upaya pelestarian dan pengembangan benda-benda cagar budaya peninggalan bawah air 2. Sebagai bahan referensi yang menjadi acuan untuk penulisan lebih lanjut .
D. KEASLIAN PENULISAN Skripsi ini berjudul “Pengaturan Pelestarian dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari UU No 5 Tahun 1992 dan Konvensi Internasional”. Topik utama dalam penulisan skripsi ini adalah tentang benda-benda cagar budaya peninggalan bawah air serta aturan hukum yang mengaturnya disadari penulis merupakan tulisan awal/pertama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis meyakini bahwa belum pernah ada tulisan yang sama seperti
topik ini sebagai bahan utama penulisan skripsi.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
21
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 32 menegaskan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” serta penjelasannya antara lain menyatakan “ Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adat, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1988 tentang Garis Besar Haluan Negara menegaskan”… kebudayaan Indonesia yang mencerminkan
nilai-nilai
luhur
bangsa,
harus
dipelihara,
dibina,
dan
dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional, memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa di masa depan. Beranjak dari amanat ini maka Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mengambil segala langkah dalam usaha memajukan kebudayaan bangsa Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati diri bangsa 7 . Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk berdasarkan peraturan perundangan-undangan berlaku melindungi benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Tidak semua benda
7
Menimbang Huruf a, UU No 5 tahun 1992
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
22
peninggalan sejarah mempunyai m2akna sebagai benda cagar budaya. Sejauh peninggalan sejarah merupakan benda cagar budaya maka demi kelestarian budaya bangsa, benda cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan; untuk keperluan ini maka benda cagar budaya perlu dikuasai Negara bagi pengamanannya sebagai milik bangsa. Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil ciptaan bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelestarian benda cagar budaya Indonesia merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh kesaaran jati diri bangsa yang berdasarkan Pancasila. Kesadaran jati diri suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masa lalu bangsa yang bersangkutan, sehingga keberadaan kebangsaan itu pada masa kini dan dalam proyeksinya ke masa depan bertahan pada ciri khasnya sebagai bangsa yang tetap berpijak pada landasan falsafah dan kebudayaan sendiri. Upaya melestarikan benda cagar budaya dilaksanakan, selain untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan nasional 8 . Memperhatikan hal-hal tersebut di atas dipandang perlu untuk melaksanakan
tindakan
penguasaan,
pemilikian,
penemuan,
pencarian,
perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengawasan berdasarkan suatu
8
Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
23
peraturan perundang-undangan yaitu UU No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang memuat 32 pasal. Salah satu benda cagar budaya tersebut adalah benda muatan kapal tenggelam yang lebih dikenal dengan BMKT. BMKT adalah warisan budaya bawah air yang merupakan tinggalan budaya yang memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan 9 . Warisan budaya bawah air tersebut berupa benda cagar budaya dan situs. Sebagai asset yang memiliki nilai penting dan potensial, keberadaannya harus dikelola dengan baik dan berkesinambungan. Pemerintah Indonesia melalui instansi dan lembaga yang berwenang dalam mengelola warisan budaya bawah air, telah melakukan berbagai upaya dalam rangka pelestarian. Benda cagar budaya dan situs bawah air sangat banyak baik jumlah, jenis, bentuk, maupun ukurannya serta letaknya tersebar di berbagai perairan Indonesia. Penanganan masalah benda cagar budaya sebagai warisan bangsa di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1980-an, yaitu dengan mengirim beberapa arkeolog dan tenaga teknis untuk pendidikan dan pelatihan selam di Thailand. Pada saat itu penanganan warisan budaya bawah air berada di bawah Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Sejak adanya pengangkatan warisan budaya bawah air ( saat itu disebut harta karun) di perairan Indonesia oleh pihak swasta, pemerintah Indonesia mulai memperhatikan masalah ‘harta karun” tersebut. Pada tahun 1989 diterbitkan Keputusan Presiden RI No.43 Tahun 1989 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda
9
Pasal 1 Keppres RI No 19 Tahun 2007
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
24
Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (PANNAS BMKT) untuk kepentingan ekonomi. Di satu sisi Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala berupaya untuk melestarikan warisan budaya bawah air tersebut, yaitu dengan memilih koleksi negara dari setiap kegiatan pengangkatan BMKT. Gatot Gautama, MA Kasubdit Perlindungan Direktorat Peninggalan Bawah Air DikJen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata memberikan pendapatnya mengenai hal ini yaitu pada awal tahun 2000 dibentuk Sub Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Purbakala tetapi umurnya kurang lebih 8 bulan, karena adanya perubahan nomenklatur Departemen sehingga Sub Direktorat ini dibubarkan. Selanjutnya masalah warisan budaya bawah air menjadi salah satu kegiatan di Sub Bidang Penyelamatan dan pengamanan Bidang Perlindungan Asdep Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Kegiatan pada saat itu berupa pelatihan - pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) selam dan penanganan kasus-kasus pelanggaran pengangkatan warisan budaya bawah air. Perhatian pemerintah terhadap pengelolaan warisan budaya bawah air semakin terfokus, yaitu pada akhir tahun 2005 dibentuk Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang menangani pelestarian warisan budaya bawah air dengan dikeluarkannya
Peraturan
17/HK.001/MKP.2005
Menteri
tentang
Kebudayaan
Organisasi
dan
dan
Tata
Pariwisata
Kerja
No
Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata. Di lain pihak PANNAS BMKT yang pada mulanya dalam penanganan BMKT hanya untuk kepentingan komersial dan ekonomi
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
25
semata akhirnya mengubah paradigma yaitu dalam pemanfaatan BMKT di samping untuk kepentingan ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek pelestarian 10 . Kegiatan yang berhubungan dengan pengangkatan warisan budaya bawah air pada saat ini umumnya dilakukan pihak swasta dan masyarakat. Kegiatan tersebut ada yang dilakukan secara legal (izin dari PANNAS BMKT) tetapi sering juga terjadi secara illegal. Di samping itu kegiatan pengangkatan warisan budaya bawah air baik yang dilakukan oleh swasta maupun masyarakat tidak memperhatikan lingkungannya maupun benda cagar budaya situsnya. Saat ini telah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan penanganan benda cagar budaya air,
yaitu antara lain : Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.0843/0/1989 Tentang Cara Pelaksanaan Pengangkatan Benda Berharga Keputusan Presiden RI No.107 Tahun 2000 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam, Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT No. 03 Tahun 2000 Tentang Rincian Susunan Panitia Nasional
Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT.
Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Panitia Nasional BMKT No. 39 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Teknis Survei dan Perizinan Pengangkatan BMKT. Di samping itu badan dunia, seperti UNESCO bahkan telah menerbitkan konvensi-konvensi yang berkenaan dengan konservasi tinggalan bawah air.
10
Pasal 4 ayat 2 Keppres RI No 19 Tahun 2007.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
26
ICOMOS juga menerbitkan piagam ( Charter) Tentang Pengelolaan Warisan Budaya Air tingkat Asia Untuk meningkatkan pemahaman dan aplikasi berbagai peraturan tersebut maka perlu segera dilakukan pembahasan dan pengkajian peraturan-peraturan tersebut agar pengelolaan warisan budaya bawah air dapat dilakukan dengan tertib dan terkendali.
F. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam mencari bahan untuk penulisan skripsi ini adalah empiris normative melalui pengamatan, wawancara dan penelitian perpustakaan.
Pencarian
data dan informasi diawali dengan
mengamati benda-benda cagar budaya bawah air yang tersimpan di Museum nasional Jakarta. Cukup banyak benda cagar budaya bawah air yang dipamerkan di ruang pameran museum ini. Benda-benda tersebut adalah hasil pengangkatan dari perairan Indonesia antara lain berasal dari Selat Gelasa Sumatera Selatan, Karang Heliputan Kepulauan Riau dan Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dalam pengamatan selanjutnya dilakukan di gudang Galery Jakarta. Benda-benda cagar budaya bawah air yang berhasil diamankan oleh pemerintah Indonesia dengan cara turut dalam pelelangan Christy di Jerman tersimpan rapi di dalam dos-dos tertutup. Hasil pengamatan lainnya adalah di gudang Direktorat Peninggalan Bawah Air yang merupakan koleksi negara. Saat ini benda-benda cagar budaya bawah air sudah mulai dilakukan penanganan dengan memulai identifikasi terhadap benda-benda tersebut. Selain mengidentifikasi juga dilakukan konservasi
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
27
dengan cara perendaman dalam air tawar. Perendaman di lakukan untuk menghilangkan kadar garam yang melekat di dinding benda. Benda-benda cagar budaya bawah air yang sudah dilakukan identifikasi berasal dari pengangkatan di perairan Cirebon, Karang Heliputan dan Teluk Sumpat. Selain pengamatan, dilakukan wawancara dengan informan kunci yang menangani kegiatan penanganan dan pelestarian benda-benda cagar budaya bawah air. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa saat ini sudah tersimpan sekitar 40.000 buah keramik yang berasal dari berbagai perairan Indonesia antara lain dari Pulau Buaya Kepulauan Riau, Batu Hitam Belitung, Pulau Seribu DKI Jakarta, Selat Gelasa Bangka Belitung. Benda-benda cagar budaya bawah air ini nantinya akan didistribusikan ke museum, universitas dan lembaga yang membutuhkan guna pemanfaatannya bagi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Melalui wawancara diperoleh juga pandangan para ahli arkeologi tentang upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan devisa dari hasil penjualan benda-benda cagar budaya bawah air ini. Terjadinya kontroversial kedua belah pihak ( para arkeolog dan PANNAS BMKT } sebagai perpanjangan tangan pemerintah karena adanya perbedaan kepentingan. Penelitian perpustakaan sebagai akhir pencarian bahan penulisan dilakukan di perpustakaan Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Depertemen Kebudayaan dan Pariwisata. Bahan yang diperoleh berupa makalah, buku dan foto-foto benda-benda cagar budaya bawah air.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
28
G. SISTEMATIKA PENULISAN - Kata Pengantar - BAB I:
PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Perumusan Masalah 3. Tujuan dan Manfaat Penulisan 4. Keaslian Penulisan 5. Tinjauan Pustaka 6. Metode Penelitian 7. Sitematika Penulisan
- BAB II :
TINJAUAN UMUM TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA BARANG MUATAN KAPAL TENGGELAM (BMKT) 1. Pengertian Benda Cagar Budaya 2. Ruang Lingkup dan Jenis – Jenis Benda Cagar Budaya 3. Perlindungan Benda Budaya di Indonesia
- BAB III :
PENGATURAN HUKUM NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR 1. Status Hukum Benda Cagar Budaya Bawah Air 2. Ketentuan – Ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya Ke Luar Wilayah Republik Indonesia 3. Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan dari Dasar Laut untuk Koleksi Negara 4. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Bawah Air
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
29
- BAB IV :
INSTRUMEN
–
INSTRUMEN
PERATURAN
HUKUJ
INTERNASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA 1. Rezim Perairan dan laut Jurisdiksi Nasional Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982. 2. Hubungan UNESCO Convention 2001, UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya. 3. Benda Budaya berdasarkan Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 ( UNESCO Convention 2001 ).
BAB V:
PENUTUP 1. SIMPULAN 2. SARAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN : FOTO-FOTO BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
30
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA/BARANG MUATAN KAPAL TENGGELAM
A. Pengertian Benda Cagar Budaya/Barang Muatan Kapal Tenggelam Teriakan "mangkok...... guci ...... teko ....... kalung ......." adalah teriakanteriakan kegembiraan seorang penyelam di pinggir pantai utara Jawa di awal bulan Mei tahun 2004 ketika ia menemukan keramik-keramik Cina berbentuk guci, kepingan emas, perak, berlian, zamrud, mutiara, batu berharga dan porselen dan sebagainya itu pada kedalamam 30 meter di perairan Cirebon. Secara keseluruhan jumlah benda-benda keramik Cina yang berhasil diangkat dalam waktu sebulan adalah sebanyak 2.225 buah keramik (dalam keadaan utuh), 3.535 buah keramik (yang direstorasi) dan 10.265 buah keramik (dalam keadaan pecah/tidak utuh).Total keseluruhan berdasarkan tipologinya benda-benda keramik tersebut berasal dari masa V Dinasti sekitar abad ke-X 11 . Belum lagi penemuan Kapten Michael Hatcher pada tahun 1986 yang sangat menggemparkan sehingga pada waktu itu pemerintah perlu untuk segera memberi perhatian khusus terhadap masalah pengamanan warisan di laut yang tersebar di perairan Nusantara. Penemuan Hatcher yang spektakuler berupa 126 batang emas lantakan dan 160.000 benda keramik dinasti Ming dan Ching dari sebuah kapal VOC Geldermalsen yang karam di perairan Riau pada bulan Januari
11
Agus Supangat,Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, DKP “Berburu Harta Karun di Laut”, 27 Januari 2009, 11.35 am, @ www. inovasi.com.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
31
1751, telah menyadarkan kita semua bahwa di dasar laut Indonesia tersimpan warisan yang tak ternilai harganya dan perlu untuk dikelola, dilestarikan dan dimanfaatkan 12 Jumlah kapal yang hilang dan karam selama berabad-abad di perairan Nusantara sangat banyak sehingga tidak terhitung. Perairan Nusantara ini adalah mimpi para ahli arkeolog bawah air dan para pemburu harta karun yang terwujud karena sejumlah besar kekayaan ada di dasar laut tak tersentuh. •
Kapal layar Cina telah mengharungi perairan Asia selama berabadabad dan selama bertahun-tahun telah banyak kapal yang membawa muatan yang hari ini tidak ternilai harganya, tenggelam.
•
Pelayaran dari Portugal ke Atlantik Selatan, melalui Samudra Hindia dan ke Asia Tenggara adalah perjalanan yang lama dan bahaya. Sejak tahun 1650, sekitar 800 kapal Portugis berlayar dari Lisabon dimana hampir 150 kapal tidak pernah terdengar lagi. Kemungkinannya hilang tanpa jejak.
•
Antara tahun 1600 dan 1800, English east India Company (EIC) telah kehilangan lebih dari 7000 kapal dan kebanyakannya tenggelam ke dasar laut terbawa bersamanya harta kekayaan. Sementara pada tahun 1808 dan 1809, EIC kehilangan 10 kapal yang berlayar pulang dan bersamanya hilang juga satu juta sterling lebih.
12
Ibid.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
32
•
VOC Belanda juga telah kehilangan 105 kapal yang berlayar antara tahun 1602 dan 1794; kapal-kapal yang berlayar pulang 141 kapal antara tahun 1602 dan 1795. periode yang buruk adalah antara tahun 1725-1749 ketika VOC kehilangan 44 kapalnya yang berlayar pulang. 13
Nilai muatan yang dibawa oleh kapal-kapal tersebut sangat besar. Wajar saja jika dikatakan bahwa ada "Harta Karun" atau yang biasa disebut dengan Benda Cagar Budaya bertebaran di perairan Nusantara. Namun, tidak semua muatan yang ada pada kapal yang hilang di Nusantara tetap berharga hari ini. Setelah tenggelam di laut selama bertahun-tahun, banyak muatannya yang hancur, seperti sutra murni Cina, Teh dari Cina, Opium dari Bengal (Bangladesh), Danuan (India) dan Turki, Bahan katun dari Amerika dan Cina,Rempah dari kepulauan Maluku ,Logam dari Eropa seperti besi,Kulit hewan dari Amerika dan Inggris. Latar belakang sejarah pengaturan Benda Cagar Budaya/ Barang Muatan Kapal Tenggelam di Indonesia diawali dengan keluarnya Keppres No 43 Tahun 1989 mengenai pembentukan Panitia Nasional Benda Cagar Budaya/ Barang Muatan Kapal Tenggelam yang diketuai oleh Menko Polkam. Tindakan pemerintah Indonesia ini didasari oleh adanya suatu pemikiran untuk menangani masalah harta karun atau yang disebut sebagai Benda Cagar Budaya di dasar laut (kasus Hatcher pada Tahun 1986). Berdasarkan Keppres ini pihak manapun yang berniat mencari Benda Cagar Budaya di wilayah perairan Indonesia harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Panitia Nasional. 13
Ibid.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
33
Namun terjadi penyimpangan dalam pemberian izin pengambilan Benda Cagar Budaya dari kapal – kapal yang tenggelam semasa Panitia Nasional tersebut, kewenangan Panitia Nasional dialihkan ke Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hal ini ditetapkan dengan Keppres No.107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam. Kemudian, pada tahun 2007, Keppres No 107 Tahun 2000 direvisi menjadi Keppres No 19 Tahun 2007 dengan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Perubahan nomenklatur instansi; 2. Penyempurnaan susunan keanggotaan Panitia Nasional; 3. Peningkatan koordinasi dalam pengelolaan; 4. Penegasan kewenangan pemberian izin; 5. Penegasan Barang Muatan Kapal Tenggelam sebagai barang milik negara, dan 6. Pengelolaan Barang Muatan Kapal Tenggelam. Berkaitan dengan peninggalan yang mengandung nilai sejarah dan purbakala (kebudayaan) dan pengelolaannya, pengaturan mengenai hal tersebut sudah dikodifikasikan ke dalam suatu undang – undang, yaitu Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, walaupun hanya mengatur benda budaya yang berada di daratan dan belum mengatur secara jelas tentang perlindungan benda budaya yang berada di bawah air. Tinjauan yuridis ini merupakan penilaian terhadap materi pengaturan secara keseluruhan dari Batang Tubuh Undang – Undang No 5 Tahun 1992
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
34
tentang Benda Cagar Budaya. Hal ini berdasarkan evaluasi penilaian dalam pelaksanaan di lapangan yang mengandung kendala perbedaan persepsi selama kurun waktu 10 tahun lebih. Perbedaan persepsi terhadap himpunan ketentuan yang bersifat kodifikasi mengenai cagar budaya tergantung dari pihak yang bersangkutan dalam kepentingannya untuk menjabarkan setiap materi ketentuan tersebut menurut tinjauan kepentingan yuridis masing – masing. Pihak – pihak yang bersangkutan dimaksud terdiri atas: 1. Masyarakat secara umum sebagai pihak yang patut mentaati peraturan perundang – undangan tentang Benda Cagar Budaya. 2. Instansi terkait, merupakan pihak dari wakil – wakil pemerintah yang mempunyai kaitan kerja dalam melaksanakan ketentuan pelestarian benda cagar budaya yang diamanatkan secara yuridis, teknis dan administrative. 3. Instansi yang berwenang, merupakan pihak dari wakil Pemerintah Tertentu yang secara khusus selaku penyelenggara pelestarian benda cagar budaya atas nama negara dalam melaksanakan ketentuan secara yuridis, teknis dan administratif. 4. Pihak pembuat Undang – Undang, selaku perumus semua ketentuan yang tercantum di dalam Undang – Undang No.5 Tahun 1992, merupakan wakil – wakil dari kehendak rakyat untuk berupaya sebaik mungkin
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
35
merumuskan pelestarian benda cagar budaya demi kepentingan Bangsa dan Negara pada masa situasi dan kondisi waktu itu. 14 Dalam Undang – undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, peninggalan dimaksud disebut sebagai benda cagar budaya yang ruang lingkupnya terdiri atas benda cagar budaya dan benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya. Pengertian benda cagar budaya menurut pasal 1 Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya merupakan pengertian yang sangat luas sudah mencakup kearah peninggalan bawah air , hanya saja untuk menggiring kearah pengertiannya kurang informatif. Sebutan “peninggalan” merupakan pengertian yang dikategorikan sebagai harta atau benda yang ditinggalkan oleh pemilik atau yang mengusai barang itu sebelumnya.sedangkan sebutan “bawah air” menurut arti kata dikategorikan sebagai posisi atau letak keberadaan di dasar air yang pada hakekatnya menurut landasan yuridis diberi pengertian yang lebih luas, yaitu “perairan”. Perairan Indonesia yang meliputi sungai, danau, dan laut. 15 Peninggalan bawah air berarti harta atau benda yang ditinggalkan oleh pemilik atau yang menguasainya yang berada di dasar perairan seluruh wilayah Indonesia. 16 Sebutan tersebut kaitannya dengan pengertian benda cagar budaya merupakan sifat penegasan terhadap benda cagar budaya yang dibedakan dalam hal letak keberadaannya yang menyangkut latar belakang peristiwa atau sejarah keberadaanya di bawah air.
Pengertian apa yang dimaksud dengan benda cagar
14
Nunus Supard, Tinjauan Yuridis Undang – Undang No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007. 15 Ibid,. 16 Subomo, Sistem Penanggulangan Kasus Pelanggaran Terhadap Peninggalan Bawah Air, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007 Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
36
budaya amat penting baik bagi masyarakat maupun instansi-instansi Pemerintah sendiri agar dalam melaksanakan ketentuan – ketentuan tentang larangan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Negara Republik Indonesia setidak – tidaknya dapat memahami dan tidak melakukan hal – hal
yang
bertentangan dengan ketentuan – ketentuan tercantum baik pada UU No.5 Tahun 1992 dan PP No.10 Tahun 1993 Tentang Benda Cagar Budaya serta peraturan perundang – undangan yang telah diterbitkan pihak Pemerintah RI. Namun, terdapat perbedaan kepentingan atas benda cagar budaya itu sendiri yang terkandung di antara UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dengan Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Di dalam UU. No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya secara implisit menyatakan bahwa tindakan yang boleh dilakukan terhadap benda cagar budaya itu adalah perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan namun dalam arti non
ekonomi,
karena
pemanfaatan
seperti
memperdagangkan
atau
memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya dilarang di dalam UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 17 . Dengan kata lain bahwa benda cagar budaya itu tidak boleh dieksploitasi secara ekonomi. Hanya penggunaan benda cagar budaya untuk fungsi pendidikan, budaya, dan sejarah yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1992. Di dalam Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang
17
Pasal 15 Ayat (2) Huruf (f) UU No 5 Tahun 1992
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
37
Tenggelam tidak ada dicantumkan Benda Cagar Budaya walaupun benda yang dimaksud adalah sama tapi disebut dengan istilah yang berbeda. Yaitu Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Barang Berharga Muatan kapal Tenggelam (BMKT) tersebut adalah benda berharga yang tidak hanya memiliki nilai sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan tapi juga mempunyai nilai ekonomi 18 . Dr. Supratikno Rahardjo, seorang ahli arkeologi Universitas Indonesia memberikan pendapatnya mengenai hal ini yaitu bahwa Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam secara eksplisit mengizinkan pemanfaatan secara ekonomi terhadap benda cagar budaya. Kebijakan terhadap Barang Muatan Kapal Tenggelam dapat saja dimanfaatkan
secara
ekonomis,
tentunya
dengan
berbagai
persyaratan,
diantaranya Barang Muatan Kapal Tenggelam yang akan dijual harus melalui pemilihan untuk benda – benda yang menjadi koleksi negara. Sedangkan Barang Muatan Kapal Tenggelam yang tidak dijual harus distribusikan untuk kepentingan ilmiah/ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan diartikan dengan benda cagar budaya kita ketahui dari Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut: 1. Benda Cagar Budaya adalah a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian – bagiannya atau
18
Pasal 1 Angka (1) PP No 19 Tahun 2007
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
38
sisa – sisanya, yang berumur sekurang – kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 2.
Situs adalah lokasi yang mengandung atau dianggap mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya 19 .
Berkaitan dengan usia benda cagar budaya/barang muatan kapal tenggelam yang boleh dieksplorasi dan dieksploitasi pada Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya telah dinyatakan dengan jelas bahwa kategori benda yang boleh dilakukan eksplorasi dan eksploitasi adalah benda yang telah berusia 50 tahun sedangkan pengaturan mengenai kategori usia benda tersebut berbeda dengan yang tercantum dalam UNESCO Convention 2001. Pada pasal 1 UNESCO Convention 2001 memberikan hak kepada negara pantai atas harta karun dibawah air yang sudah berumur 100 tahun ke atas. Gatot Ghautama, MA, Kasubdit Perlindungan
Perizinan, Direktorat
Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tentang benda cagar budaya bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki kehendak untuk mengesahkan UNESCO Convention 2001 tersebut. Selain Indonesia, negara Jepang juga
19
Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
39
menyatakan ketidaksiapan untuk mengesahkan UNESCO Convention 2001, ini dikarenakan baik negara Indonesia maupun Jepang menyadari untuk melakukan pengesahan/ratifikasi perlu kesiapan dan usaha yang memadai. Dalam kaitannya dengan pengesahan Konvensi tersebut, terdapat beberapa peraturan nasional RI yang isinya bertentangan dengan Konvensi tersebut. Keppres No 107 Tahun 2000 jo. Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam mengijinkan pemanfaatan secara ekonomis terhadap Barang Muatan Kapal Tenggelam/ Benda Cagar Budaya. Berbeda dengan substansi UNESCO Convention 2001 yang hanya mengatur tentang pemeliharaan bukan kepada pemanfaatan Benda Cagar Budaya. Bahkan UNESCO Convention 2001 tidak memperbolehkan adanya pengangkatan Benda Cagar Budaya atau “preservasi in situ”. Jadi Benda Cagar Budaya menurut UNESCO Convention tidak boleh dipindahkan/diganggu gugat keberadaanya, karena akan menyebabkan perusakan baik terhadap ekosistem laut tempat dimana Benda Cagar Budaya tersebut berada maupun terhadap Benda Cagar Budaya itu sendiri. Kondisi peraturan yang berlainan kepentingan ini menunjukkan adanya sikap tidak saling dukung. Kalimat tersebut dilontarkan oleh Widyati, M.Hum, Kasubdit Pengendalian Pemanfaatan, Direktorat Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal
Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata dalam diskusi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengenai Benda Cagar Budaya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
40
Walaupun begitu pihak delegasi Indonesia mengusulkan agar memberikan hak kepada negara pantai atas harta karun di bawah air yang sudah berumur 50 tahun ke atas. Ketentuan ini dimaksudkan agar adanya sinkronisasi antara ketentuan Internasional dengan peraturan perundang – undangan nasional, disamping itu untuk menjaring kapal – kapal yang tenggelam di perairan Indonesia semasa perang dunia ke-2 Pasal 1 hanya memuat ketentuan suatu pengertian substansi obyek hukum yaitu, mengenai definisi benda cagar budaya dan situs, tidak memuat istilah lain. Padahal di dalam Batang Tubuh UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya termuat beberapa istilah tertentu yang berkaitan dengan kegiatan teknis serta pejabat dan lembaga pemerintah selaku penentu kebijakan yang perlu diberi pengertian. Diperlakukan definisi – definisi dimaksud untuk menghindari terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan pelestarian benda cagar budaya di lapangan.
B. Ruang Lingkup dan Jenis – Jenis Benda Cagar Budaya Peninggalan bawah air mencakup peninggalan yang masih ada di tempat asalnya di bawah air dan di atas permukaan tanah, di ruang terbuka, maupun di dalam ruang tertutup, misalnya di laboratorium atau museum. Selain itu juga mencakup seluruh harta atau benda yang berada di perairan Indonesia yang mengandung nilai kebudayaan. Diantaranya berkaitan dengan peninggalan tidak bergerak yang berupa bangunan atau kawasan kota kuno yang berada di bawah air akibat dari peristiwa masa lalu, tenggelam atau terkena bencana alam, atau mengenai peninggalan lainnya yang bergerak berserakan di bawah air seperti
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
41
benda – benda keramik. Pengertian peninggalan bawah air merujuk pada semua peninggalan sebagaimana dirumuskan di dalam Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Bawah Air yang dikeluarkan oleh UNESCO tahun 2001. Pengertian peninggalan budaya bawah air adalah sama dengan benda cagar budaya.Secara umum kalau diinventarisir bahwa benda cagar budaya mencakup seluruh benda buatan manusia bergerak atau tidak bergerak yang berumur sekurang – kurangnya 50 (lima puluh) tahun yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Selain itu benda buatan manusia, benda alam juga termasuk ke dalam lingkup benda cagar budaya 20 . Namun benda cagar budaya itu sendiri terbagi lagi menjadi 2 kategori yaitu, benda cagar budaya yang diduga benda cagar budaya dan benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya. Dr. Supratikno Rahardjo, ahli arkeologi UI, memberikan pernyataan bahwa sebutan benda cagar budaya itu sendiri tercetus berdasarkan kepentingan suatu instansi pemerintah yang berwenang untuk mengelolanya yaitu Direktorat Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Tidak ada pengaturan secara rinci dan mendasar mengenai peninggalan bawah air dalam Undang – Undang No.5 Tahun 1992. Diperlukannya sebuah undang – undang yang mengatur secara khusus peninggalan bawah air.
20
Pasal 1 UU N0 5 Tahun 1992
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
42
Berikut adalah macam – macam Benda Cagar Budaya :
Foto 1 : Wadah Cepuk, Cina Abad 18-19 Asal Situs Karang Heliputan. Sumber Direktorat Peninggalan Bawah Air Dikjen Sejarah dan Purbakala.
Foto 2 : Buli – buli Cina Abad 10 Asal Situs Intan Kepulauan Seribu. Sumber Direktorat Peninggalan Bawah Air Dikjen Sejarah dan Purbakala.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
43
C.
Perlindungan Benda Budaya di Indonesia Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
mengamanatkan bahwa segala bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar – besarnya
untuk
kemakmuran
rakyat. 21
Konstitusi
Dasar
RI
ini
juga
mengamanatkan bahwa kebudayaan nasional Indonesia harus dimajukan dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai budayanya. Untuk memenuhi amanat tersebut diperlukan keseimbangan dan keselarasan antar bidang dalam upaya pelestarian benda budaya dengan kepentingan pemanfaatan benda budaya untuk tujuan lain (ekonomi). Dalam melakukan kegiatan pengelolaan benda budaya terdapat perbedaan kepentingan, yang dapat mengancam kelestarian aset budaya tersebut. Sebagai upaya untuk menjamin terpeliharanya aset budaya dari proses kerusakan dan kemusnahan, pemerintah telah mengganti Monumenten Ordonantie yang dimuat dalam Stb Nomor 238 tahun 1931, Tinggalan Bawah Air dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1982 tentang Benda Cagar Budaya (BCB). Dari sudut pandang arkeologi benda budaya yang tidak diketahui pemiliknya, disebut dengan warisan budaya yang didalamnya terkandung nilai budaya, perilaku dan organisasi sosial, serta teknologi dan lingkungan dari masyarakat – masyarakat masa lalu yang membuat dan memakainya. Oleh karena itu, apabila ditemukan suatu benda budaya maka harus dilakukan kegiatan survey, pengangkatan dan pemanfaatan selanjutnya.
21
Pasal 33 Ayat (3)UUD Negara RI Tahun 1945
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
44
Salah satu unsur budaya yang perlu dilestarikan pelestariannya karena merupakan warisan budaya bangsa yaitu benda budaya bawah air. Peninggalan benda budaya bawah air sebagai warisan budaya penting artinya bagi ilmu pengetahuan maupun sejarah dan kebudayaan bangsa. Nilai penting peninggalan benda budaya bawah air sebagai aset budaya juga merupakan sumber data untuk merekonstruksi kebudayaan yang berkaitan dengan cara – cara hidup manusia pendukungnya, mempunyai sifat yang agak berbeda dengan sumber daya lainnya. Sebagai sumber yang tak terbaharui (non renewable) dengan pengertian bahwa sumber daya dalam bentuk seperti artefak, fitur dan struktur memiliki keterbatasan dalam keragaman jumlah dan jenis serta terbatas sebagai sumber data. Karakteristik benda budaya bawah air merupakan sumber daya yang tidak dapat dipindahkan (non moveable) dengan pengertian bahwa konteks ruang dengan obyek yang lain yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu sedapat mungkin dipertahankan pada tempat asal (in-situ). Selain itu juga sebagai sumber daya yang mudah rapuh (fragile) karena apabila masyarakat pendukungnya tidak lagi memfungsikan akan mengalami kemerosotan atau penurunan dalam mutu karena aur akibat masa. Berdasarkan atas jumlah jenis dan bentuknya pada dasarnya warisan budaya bawah air terbatas, oleh karena itu dalam hal pencarian, pengangkatan dan pemanfaatan diperlukan adanya perekaman, penanganan serta pengelolaan yang diarahkan pada pelestarian. Oleh karena itu munculnya berbagai kepentingan yang berkembang saat ini terutama yang berkenaan dengan pencarian dan pemanfaatan diperlukan pengaturan baku.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
45
Peninggalan benda budaya bawah air (underwater cultural heritage) baik berupa kapal dan muatannya merupakan warisan budaya yang bernilai penting bagi sejarah, terutama berkenaan dengan pengembangan pelayaran, jalur perdagangan dan juga bagi sejarah, berkenaan juga dengan konsep pemikiran, perilaku yang terwujud dalam bentuk materi benda, baik berupa kapal maupun muatannya. Oleh karena itu benda budaya bawah air mempunyai nilai penting dan merupakan kekayaan budaya bagi manusia terutama untuk sejarah suatu masyarakat, bangsa dan lebih lagi terutama dalam bentuk ketertarikan nilai yang berkaitan warisan bersama “common heritage”. Semakin marak kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bawah air, karena didasari oleh pandangan yang berkaitan dengan harta karun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa benda budaya bawah air mengalami berbagai ancaman antara lain adanya aktifitas survei, pengangkatan/pengambilan benda budaya dimaksud yang tidak terpantau atau terkendali, terutama diabaikannya beberapa prinsip yang sangat mendasar yaitu pelestariannya. Selain itu adanya upaya komersialisasi untuk mendapatkan warisan budaya bawah air yang melibatkan nelayan setempat menyebabkan benda budaya menjadi rusak dan kandungan nilai budaya yang dapat mngungkap peradaban masa lampau menjadi hilang. Kegiatan pemanfaatan warisan budaya bawah air perlu memenuhi prinsip – prinsip perlindungan dan pelestarian. Oleh karena itu penanganan peninggalan bawah air harus dilakukan/dilaksanakan sesuai kaidah dan ketentuan yang berlaku.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
46
Pandangan bahwa peninggalan arkeologi bawah air berupa kapal dan muatannya, dilihat sebagai suatu kekayaan yang memiliki nilai jual, acap kali dianggap sebagai harta karun yang dicari dan diburu dengan cara penyelaman, pengangkatan dan cara lain tanpa mengindahkan hal – hal yang berkenaan dengan tata letak (lingkungan), teknik pengangkatan sesuai dengan kaidah akademik yang berlaku. Pertumbuhan dan perkembangan semacam itu menumbuhkan pencarian secara tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kehancuran dan kerusakan warisan budaya tersebut. Oleh karena itu perlu dilestarikan dengan cara perlindungan, penyelamatan, pemeliharaan, pengelolaan dan pengawasan dalam bentuk pengendalian secara tepat dan layak sehingga aset yang strategis tersebut dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kegiatan eksplorasi peninggalan arkeologi bawah air mengarah pada pemanfaatan benda tersebut, harus memacu pada prinsip – prinsip pelestarian dan bukan mengacu pada kepentingan ekonomi semata. Oleh karena itu, kegiatan eksploitasi
peninggalan
arkeologi
bawah
air
harus
dilakukan
dengan
menggunakan metode, tehnik, yang berlaku secara akademik dan disepakati bersama sesuai dengan prinsip kerja yang ada. Perlu disadari bahwa aktivitas arkeologi bawah air memiliki kekhususan dan memiliki resiko tinggi sehingga aktivitas yang berkenaan dengan hal tersebut harus diawasi dan dikendalikan. Ketentuan pengaturan berupa undang – undang yang mengatur warisan benda budaya bawah air secara khusus di Indonesia hingga saat ini dapat dikatakan belum dimiliki. Satu – satunya ketentuan pengaturan adalah UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya didalamnya memuat uraian
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
47
substansial pada pasal – pasal yang merujuk pada benda cagar budaya dan situs yang ada di darat, oleh karena itu, pada masa yang akan datang diperlukan adanya pengaturan secara khusus tentang warisan benda budaya bawah air. Hal itu disebabkan karena potensi Indonesia yang memiliki aset warisan bawah air yang sangat kaya. UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mengatur kepentingan antara pelestarian dan pemanfaatan yang membagi bagian – bagian penting antara lain tentang : 1. penguasaan, pemilikan, penemuan dan pencarian 2. perlindungan dan pemeliharaan 3. pengelolaan 4. pemanfaatan, dan 5. pengawasan. Sementara itu mengenai mekanisme pelaksanaan pelestarian benda cagar budaya diatur dalam bentuk berbagai macam perizinan antara lain untuk kegiatan: 1. Mencari benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan atau dengan cara pencarian lainnya. 2. membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia. 3. memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lain. 4. mengambil atau mengindahkan benda cagar budaya baik sebagian atau seluruhnya. 5. memisahkan sebagian benda cagar budaya dari kesatuannya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
48
6. memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya. Dalam kenyataan di lapangan kegiatan pengangkatan benda berharga telah diupayakan untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada mulai dari proses pemberian izin, pelaksanaan pengangkatan, hingga pada proses lelang dan pengiriman ke luar negeri. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1989 dan dirubah dengan Keppres 19 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT). Dengan Keppres dimaksud menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak semata – mata menerapkan prinsip pelestarian secara kaku namun pelestarian memuat aspek perlindungan, pengembangan yang didasarkan atas kaidah akademis dan juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komersial setelah prinsip – prinsip ilmu pengetahuan tersebut dipenuhi. Dengan demikian berbagai pandangan yang sering bertentangan yaitu pandangan pelestarian dan pemanfaatan ‘komersialisasi” yang saling bertolak belakang dapat ditengahi dengan pengaturan arif dan berimbang yakni dengan mensyaratkan berbagai prosedur terutama yang berkaitan dengan kaidah akademik yang berlaku seperti adanya perekaman data (preserved by record) pada kegiatan pengangkatan.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
49
BAB III PENGATURAN HUKUM NASIONAL TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR
A. Status Hukum Benda Cagar Budaya Bawah Air Berdasarkan konstitusi dinyatakan bahwa pemerintah harus memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk memenuhi amanat tersebut diperlukan keseimbangan dan keselarasan antar bidang dalam upaya pelestarian yang bervisi untuk mempertahankan sumber daya budaya sebagaimana adanya dengan pembangunan yang mempunyai visi masa ke depan. Nilai penting benda cagar budaya bawah air selain sebagai aset budaya juga merupakan sumber data untuk merekonstruksi kebudayaan yang berkaitan dengan cara – cara hidup manusia pendukungnya, mempunyai sifat agak berbeda dengan sumber daya lainnya. Sebagai sumber daya budaya merupakan sumber yang memiliki sifat terbatas, tak terbaharui, tak dapat dipindahkan, dan mudah rapuh. Berdasarkan atas jumlah dan bentuknya, pada dasarnya benda cagar budaya bawah air terbatas, oleh karena itu dalam hal pencaharian, pengangkatan dan
pemanfaatannya
diperlukan
adanya
perekaman,
penanganan,
serta
pengelolaan yang diarahkan pada pelestarian. Oleh karena itu berbagai kepentingan yang berkembang saat ini terutama yang berkenaan dengan survey, pengangkatan, dan pemanfaatan diperlukan adanya pengaturan baku yang berkenaan dengan benda cagar budaya bawah air.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
50
Benda cagar budaya bawah air selain sebagai sumber pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata juga merupakan tinggalan yang memiliki nilai ekonomi. Oleh karena itu perlu dilestarikan dengan cara perlindungan, penyelamatan, pemeliharaan, dan pengawasan secara tepat dan layak sehingga aset strategis tersebut dapat bermanfaat secara tepat dan layak dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ketentuan pengaturan benda cagar budaya bawah air terdapat di dalam UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Ketentuan tersebut telah mengatur
masalah
penguasaan,
kepemilikan,
pemeliharaan,
perijinan,
perlindungan, pendaftaran benda cagar budaya bawah air bahkan telah diatur pula sanksi denda dan pidananya. Tentang tujuan dan lingkup diatur dalam Pasal 2, tetapi yang dirumuskan adalah mengenai tujuan perlindungan, bukan tujuan undang – undang. Sedangkan perlindungan itu sendiri merupakan salah satu lingkup pengaturan lainnya sebagaimana tercantum dalam judul bab IV tentang perlindungan dan pemeliharaan. Oleh karena itu ketentuan dalam pasal ini harus menunjukkan tujuan undang – undang. Pasal 3 UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya memuat ketentuan mengenai lingkup obyek yang meliputi benda cagar budaya, benda yang diduga benda cagar budaya, benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya, dan situs. Setelah dikaji secara akademis melalui bidang arkeologis dalam pelaksanaannya di lapangan ditemui keberadaan suatu obyek yang mempunyai konteks dengan lingkup obyek tersebut, yaitu mengenai kawasan cagar budaya
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
51
yang perlu mendapat pengaturan dalam undang – undang ini dalam rangka pelestariannya. Oleh karena itu lingkup obyek dalam Pasal 3 ini perlu dilengkap dengan obyek mengenai kawasan benda cagar budaya. Perkembangan situasi yang ada saat ini telah memandang benda cagar budaya bawah air berupa kapal dan muatannya sebagai suatu kekayaan yang memiliki nilai jual dan acapkali dianggap sebagai harta karun yang dicari dan diburu dengan cara pencarian serta pengangkatan tanpa mengindahkan hal – hal yang berkenaan dengan tata letak, tehnik pengangkatan sehingga mengakibatkan kehancuran dan kerusakan warisan budaya tersebut.
1. Negara Kepulauan Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai perairan cukup luas dengan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan sepertiganya daratan yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang pantai + 81.000 km. Terletak pada posisi silang antar dua benua dan samudra yang menjadikan Indonesia sangat strategis, namun di sisi lain menjadi suatu negara yang rentan terhadap ancaman akan kedaulatan dan ancaman terhadap keamanan apabila tidak ditangani secara professional. Kekayaan laut Indonesia sangat potensial, selain kekayaan ikan juga terdapat warisan budaya bangsa berupa benda cagar budaya bawah air. Sejarah para pendahulu kita merupakan bukti nyata kesadaran mereka yang tinggi akan arti penting laut seyogyanya wajib untuk dikelola, dilestarikan, dijaga, serta dipertahankan demi kepentingan bangsa dan negara.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
52
2. Penguasaan atas dasar bendera. Penguasaan atas dasar bendera kapal biasanya berlaku terhadap kapal – kapal yang masih berfungsi, baik sebagai kapal kargo maupun kapal penumpang. Sedangkan terhadap kapal beserta muatannya yang tenggelam di perairan Nusantara pada masa lalu dan telah dianggap sebagai benda cagar budaya, penguasaan kapal tersebut sesuai dengan UU No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya yaitu dikuasai Negara Indonesia.
3. Penguasaan atas dasar wewenang Berdasarkan Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dinyatakan bahwa: -Pasal 4 (1) Semua benda cagar budaya dikuasai oleh Negara. (2) Penguasaan benda – benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi benda cagar budaya yang terdapat di wilayah hukum Republik Indonesia. (3) Pengembalian benda cagar budaya yang pada saat berlakunya Undang – Undang ini berada di luar wilayah hukum Republik Indonesia, dalam rangka penguasaan oleh Negara, dilaksanakan Pemerintah sesuai dengan konvensi internasional. Pasal ini memuat mengenai kewenangan negara. Ketentuan ini menunjukkan seolah – oleh negara mempunyai kewenangan absolut untuk menguasai semua benda cagar budaya yang berada di wilayah hukum Republik
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
53
Indonesia. Sehingga akan menimbulkan apriori bagi masyarakat, bahwa benda cagar budaya yang dimiliki atau dikuasainya sewaktu – waktu dapat diambil alih atau disita untuk kepentingan negara. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan praduga yang demikian, sebaiknya ketentuan tersebut agar diperlunak. 4. Kepemilikan Berdasarkan UU No 5 Tahun 1992 Tentang Benda cagar Budaya, dinyatakan bahwa - Pasal 5 (1) dalam rangka penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, benda cagar budaya yang karena nilai, sifat, jumlah dan jenisnya serta demi kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan perlu dilestarikan, dinyatakan milik Negara (2) Ketentuan mengenai penentuan benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. - Pasal 6 (1) Benda cagar budaya tertentu dapat dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang – Undang ini. (2) Benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah benda cagar budaya yang : a.
dimiliki atau dikuasai secara turun – temurun atau merupakan warisan;
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
54
b.
jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian telah dimiliki oleh Negara.
(3) Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara Indonesia, yang dapat dimiliki atau dikuasai adalah benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan huruf b. (4). Dalam hal orang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara asing yang dapat dimiliki atau dikuasai adalah hanya benda cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b. Istilah benda cagar budaya tertentu menimbulkan anggapan bahwa selain terdapat benda cagar budaya tertentu dengan kriteria sebagaimana tersebut diatas, terdapat pula benda cagar budaya lainnya yang bersifat umum. Tetapi pada kenyataannya tidak diketemui kriterianya di dalam pasal lain kecuali Pasal 1 butir 1.
5. Kewajiban – kewajiban yang berkaitan dengan Benda Cagar Budaya Pasal 8 memuat ketentuan mengenai kewajiban mendaftarkan benda cagar budaya. Ketentuan ini sukar untuk diberlakukan karena berkaitan dengan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, bahwa barang siapa dengan sengaja tidak melakukan kewajiban mendaftarkan pemilikan, pengalihan hak, dan pemindahan tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama – lamanya 1 (satu) tahun dan / atau denda setinggi – tingginya Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
55
Kesukaran untuk diberlakukannya adalah dalam hal menentukan batas waktu sejak kapan seseorang tidak memerlukan pendaftaran (sejak kapan mulai dilakukannya tidak pidana). Oleh karena itu ketentuan mengenai pendaftaran benda cagar budaya ini bukan merupakan kewajiban pemilik atau yang menguasainya, melainkan suatu pelaksanaan kegiatan dalam rangka inventarisasi aset budaya melalui pendaftaran yang dilakukan oleh instansi tertentu setingkat Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 9 memuat ketentuan mengenai kewajiban melapor atas hilang dan/atau rusaknya benda cagar budaya kepada pemerintah. Hal ini akan menimbulkan salah penafsiran khususnya bagi pemilik benda cagar budaya yang mengalami peristiwa tersebut karena berkaitan dengan dikenakannya sanksi pidana bagi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b. Hilang atau rusaknya benda cagar budaya merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki oleh pemilik atau yang menguasainya apabila terbukti bukan kesengajaan atau perbuatan karena niat. Disini tampak adanya unsur ketidakadilan terhadap pemilik atau yang menguasai benda cagar budaya, karena mengalami kerugian ganda, selain mengalami peristiwa kehilangan atau kerusakan benda cagar budaya juga dikenakan sanksi pidana. Oleh karena itu dalam ketentuan Pasal 9 bukan merupakan kewajiban melainkan saran untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Dalam hal pemerintah yang berwenang menerima laporan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
56
dimaksud perlu dipertegas. Hal ini berkaitan dengan kewenangan Otonomi Daerah.
6. Penemuan Pasal 10 ayat (1) memuat ketentuan mengenai kewajiban melapor kepada pemerintah bagi setiap orang yang menemukan atau yang mengetahui ditemukannya benda cagar budaya. Ketentuan ini berkaitan dengan sanksi bahwa dalam hal setiap orang yang mengetahui
ditemukannya benda cagar budaya
ternyata tidak melapor kepada pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c. Pihak ini tidak perlu diberi kewajiban melapor karena dapat berupa perseorangan atau sekelompok masyarakat, sanksi pidana tidak dapat dijatuhkan kepada sekelompok masyarakat. Dalam hal Pemerintah yang berwenang menrima laporan dimaksud perlu dipertegas. Hal ini berkaitan dengan kewenangan Otonomi
Daerah,
yaitu
instansi
tertenti
setingkat
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota Pasal 11 memuat ketentuan mengenai kewenangan Pemerintah untuk menetapkan lokasi penemuan sebagai situs dan menentukan batas – batasnya. Dalam hal kewenangan Pemerintahan untuk menetapkan lokasi penemuan sebagai situs perlu dipertegas karena berkaitan dengan kewenangan Otonomi Daerah, yaitu instansi tertentu setingkat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 12 ayat (1) memuat ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk memberi izin terhadap kegiatan pencaharian benda cagar budaya. Dalam hal
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
57
kewenangan Pemerintahan untuk memberikan izin pencarian perlu dipertegas karena berkaitan dengan kewenangan Otonomi Daerah, yaitu instansi tertentu setingkat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
7. Perlindungan dan Pemeliharaan Pasal 13 ayat (1) memuat ketentuan mengenai kewajiban bagi setiap orang untuk melindungi dan memelihara benda cagar buadaya yang dimiliki atau yang dikuasainya. Dalam hal pemugaran yang merupakan bagian dari kewajiban dan pemeliharaan benda cagar budaya, pada kenyataannya tidak relevan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, bahwa tanpa izin dari Pemerintah setiap orang dilarang mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar benda cagar budaya. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) memuat ketentuan mengenai teguran oleh pemerintah kepada setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban melindungi dan memelihara benda cagar budaya. Dalam hal kewenangan pemerintah untuk memberikan teguran tersebut perlu dipertegas karena berkaitan dengan kewenangan Otonomi Daerah, yaitu instansi tertentu setingkat Pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 tersebut dijelaskan di dalam Penjelasan Pasal demi Pasal, tampaknya bunyi penjelasan Pasal 14 ayat (1) ini tidak mengarah ke sasaran (tidak berwarna).
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
58
Bahwa teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dilakukan secara tertulis, atau secara lisan yang dicatat dalam buku kunjungan Pasal 15 memuat ketentuan mengenai larangan bagi setiap orang untuk melakukan perbuatan hukum dan perbuatan materi terhadap benda cagar budaya. Pasal 15 ayat (2) huruf b, bahwa tanpa izin dari Pemeritah setiap orang dilarang memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya. Sebaiknya kata memindahkan dilengkapi dengan kata membawa, menjadi membawa dan/atau memindahkan. Gabungan kata – kata ini memberi arti bahwa selain membawa benda cagar budaya juga memindahkan tempat dari daerah satu ke daerah yang lain. Pasal 15 ayat (2) huruf c digabung dengan huruf e yang sifatnya menjadi larangan mutlak atas perbuatan materi yang mengandung unsur pencurian, sehingga berbunyi sebagai berikut: “ setiap orang dilarang mengambil dan/atau memisahkan benda cagar budaya sebagian maupun seluruhnya dari kesatuan atau kelompok atau dari letak asal yang bukan untuk kepentingan pelestarian”. Pasal 15 ayat (2) huruf d ini tidak perlu diberlakukan, karena perbuatan mengubah bentuk dan/atau warna benda cagar budaya dapat mengakibatkan berubahnya keaslian/keutuhan dan nilai benda cagar budaya yang dikategorikan sebagai perbuatan merusak. Sedangkan larangan merusak sudah tercantum di dalam Pasal 15 ayat (1). Demikian pula larangan terhadap perbuatan memugar benda cagar budaya tidak perlu diberlakukan karena bertolak belakang dengan Pasal 13. Dalam hal kewenangan Pemerintah untuk memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
59
Pasal 15 tersebut perlu dipertegas karena berkaitan dengan kewenangan Otonomi Daerah, yaitu instansi tertentu setingkat Pemerintah Daerah/Kota. Sedangkan kewenangan pemberian izin membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia adalah hanya berada di tangan Pemerintah Pusat atau Provinsi. Pasal 16 memuat ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk menahan atau memerintahkan pengembalian benda cagar budaya ke tempat asal atas pembawaan atau pemindahan tanpa izin. Ketentuan ini tidak perlu dimuat, karena merupakan suatu pernyataan dari kewenangan pengadilan atas hasil putusan perkara pelanggaran atau kejahatan tindak pidana terhadap benda cagar budaya. Selain itu barang bukti yang diperoleh dari hasil pelanggaran atau kejahatan tindak pidana yang masih dalam proses perkara tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun.
8. Dispute/Penyelesaian perselisihan Dalam pemanfaatan survey, pengangkatan, dan pemanfaatan benda cagar budaya mulai dari proses ijin sampai pelaksanaannya, kemungkinan terjadinya sengketa/perselisihan antara instansi pemberi ijin dan penerima ijin/pelaksana akan selalu terjadi. Untuk penyelesaian perselisihan/sengketa yang timbul dari perjanjian – perjanjian yang telah disepakati perlu diselesaikan secara cepat dan adil baik terhadap masyarakat, perusahaan nasional, maupun asing. Untuk penyelesaian perselisihan harus mengacu pada peraturan perundang – undangan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
60
yang telah berlaku serta perlu diantisipasi dalam undang – undang benda cagar budaya.
9. Sanksi dan Ketentuan Pidana Dalam UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya bawah air diatur sanksi sebagai berikut: - Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang mencari benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya, tanpa izin dari Pemerintah. (2) Ketentuan mengenai pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya termasuk syarat – syarat dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. - Pasal 27 Barangsiapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian, penyelaman, pengangkatan atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi – tingginya Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
61
Jenis tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang tercantum di dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, terdiri atas: -
Tindak Pidana Kejahatan: 1. Merusak, membawa, memindahkan, mengambil, memisahkan, merubah bentuk dan warna, dan memugar tanpa izin dikenakan sanksi penjara 10 tahun atau denda Rp. 100.000.000,2. pencarian benda cagar budaya tanpa izin dikenakan sanksi penjara 5 tahun atau denda 50 juta.
-
Tindak Pidana Pelanggaran Tidak melakukan pendaftaran, tidak melapor hilang atau rusak, tidak melapor penemuan, pemanfaatan benda cagar budaya yang sudah tidak berfungsi, melakukan penggandaan benda cagar budaya tanpa izin dikenakan sanksi penjara 1 tahun atau dengan 10 juta.
B. Bentuk – Bentuk Kegiatan Yang terkait dengan Pembawaan Benda Cagar Budaya ke Luar Wilayah Indonesia
1. Ketentuan – ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Pasal – pasal dan ayat – ayat yang memuat ketentuan – ketentuan larangan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Negara Republik Indonesia tanpa izin Menteri. Dalam hal ini menteri yang bertanggungjawab sesuai dengan peraturan perundang – undangan mengenai benda cagar budaya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
62
Ketentuan tentang larangan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Negara Republik Indonesia tercantum pada Pasal 15 ayat (2) butir a. UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; Pasal 30 ayat (1), Pasal 31(1), ayat (2) PP No.10 tahun 1993. Untuk upaya – upaya preventif dan represif terhadap pelanggaran pasal – pasal dan ayat – ayat tentang larangan menbawa benda cagar budaya atau yang dianggap benda cagar budaya itu maka diterbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Gubernur Bank Sentral pada tahun 1970 tersebut diatas. Di sini jelas pula bahwa untuk pelaksanaan ketentuan – ketentuan yang tercantum pada UU No.5 Tahun 1992 dan PP No.10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya, perlu adanya kerjasama baik tertulis maupun tidak tertulis dengan semua Instansi Pemerintah yang terkait bukan hanya dengan Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan dan Bank Sentral saja tetapi juga dengan Instansi – Instansi penegak hukum seperti Kepolisian, Pengadilan, Kehakiman, Kejaksaan, dan lainnya. Kerjasama untuk pelaksanaan ketentuan – ketentuan tentang larangan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia amat erat dengan Departemen Keuangan yakni dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai.
2. Prosedur dan Kriteria Benda Cagar Budaya yang boleh dibawa keluar wilayah RI. Bagi setiap orang perlu mengetahui prosedur dan kriteria benda cagar budaya yang boleh dibawa ke luar wilayah Republik Indonesia sebagai berikut:
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
63
1) bagi
setiap
orang
apakah
perorangan,
atau
badan
hukum/yayasan/perhimpunan/perkumpulan dan badan yang sejenis baik yang memiliki maupun yang menguasai benda cagar budaya boleh membawa benda cagar budayanya keluar wilayah Negara Republik Indonesia, tetapi diharuskan tetap melalui prosedur mengajukan permohonan izin dari Menteri dalam hal ini Menteri yang bertanggung jawab dan berwenang mengeluarkan izin yang dimaksud; 2) permohonan perizinan tersebut perlu mengisi formulir yang disediakan, harus disertai dokumen benda cagar budaya , disertai data kepemilikan atau perolehan benda cagar budaya atau yang dianggap benda cagar budaya, dan data bendanya disertai fotonya untuk kemudian diteliti, atau dinilai oleh Instansi/ Lembaga yang ditunjuk oleh Menteri; 3) mengingat adanya UU tentang Otonomi Daerah No.22 Tahun 1999 dan No.25 Tahun 2000, maka pemohon sebelum mengajukan izin kepada Menteri perlu terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Pemerintah Daerah yang ditunjuk untuk menangani bidang benda cagar budaya.; 4) perizinan benda cagar budaya atau benda yang dianggap benda cagar budaya yang boleh dibawa atau dilarang dibawa ke luar wilayah Negara Republik Indonesia tergantung pada hasil penilaian : sangat penting, penting atau kurang penting nilai benda cagar budaya tersebut dilihat dari sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; 5) setelah benda cagar budaya tersebut mendapat penilaian boleh dibawa ke luar wilayah Negara Republik Indonesia maka Instansi/Lembaga yang
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
64
6) kepada pemohon yang telah diberikan izin diharuskan memberitahukan kepada Kedutaan Besar RI yang berada di negara tempat benda cagar budaya dibawa atau diimpor untuk dicatat dan didaftar; 7) jika benda cagar budaya yang tidak diizinkan dibawa ke luar wilayah Negara Republik Indonesia maka benda cagar budaya tersebut dikembalikan kepada pemohon izin dan kepadanya diwajibkan tetap dipelihara, dilindungi dan dilestarikan sesuai dengan ketentuan – ketentuan dalam peraturan perundang – undangan tentang benda cagar budaya 8) jika benda cagar budaya atau benda yang dianggap benda cagar budaya yang akan dibawa ke luar wilayah Negara RI tanpa disertai izin Menteri berarti bertentangan dengan ketentuan – ketentuan peraturan perundang – undangan perihal benda cagar budaya, hal itu berarti pelanggaran yang kemudian harus diproses melalui pengadilan. Untuk itu perlu adanya hubungan kerjasama antara pihak – pihak Instansi yang terkait : Kementerian Budaya dan Pariwisata dengan Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Bea Cukai Departemen Keuangan dan Perdagangan.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
65
3. Ketentuan – ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya keluar wilayah RI. 1) Ketentuan Pembawaan Benda Cagar Budaya ke Luar Wilayah RI. Untuk kepentingan tertentu benda cagar budaya kemungkinan mendapat izin dari Menteri yaitu: (1) Jika benda cagar budaya yang jumlahnya untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian sudah dimiliki Negara sesuai dengan PP No.10 Tahun 1993 tentang benda cagar budaya Pasal 4 ayat (2) a, dapat dibawa ke luar wilayah Negara RI yang karena jumlahnya untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian telah dimiliki Negara dan sudah banyak tersimpan di berbagai museum di Indonesia; (2) Perizinan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Negara RI diberikan kepada Lembaga/ Badan Pemerintah seperti Museum bagi kepentingan: a. Pameran; b. Penelitian; c. Pertukaran; (3) Meskipun benda cagar budaya yang diizinkan dibawa ke luar wilayah Negara RI diserahkan kepada Lembaga/Badan Pemerintah untuk kegiatan – kegiatan tersebut baik karena gagasan/rencana dari pihak Indonesia ataupun dari pihak luar negeri itu sendiri harus tetap terlebih dahulu melalui perjanjian di antara kedua belah pihaknya;
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
66
(4) Perjanjian itu perlu berisikan kegiatan – kegiatan rinci, dan sejauh mana masalah jaminan keamanan, pengepakan, pengiriman benda cagar budaya agar tetap terjamin keamanan, keselamatan, dan kelestariannya serta perlindungannya; (5) Berdasarkan pengalaman maka perlu pemberian izin pameran di luar harus dibatasi waktu lamanya apakah satu, dua tahun atau paling lama tiga tahun lalu kembali ke wilayah Negara RI. hal ini didasarkan juga pada perawatan benda cagar budaya itu sendiri. 2). Ketentuan Benda Cagar Budaya yang dilarang dibawa keluar wilayah RI Benda cagar budaya yang dilarang dibawa ke luar wilayah RI ialah : a. Benda cagar budaya yang mengandung keunikan bagi kepentingan : sejarah, arkeologi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. b. Benda cagar budaya yang langka dan mempunyai nilai sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; c. Benda cagar budaya yang dibuat dari bahan yang sangat langka dan penting; d. Regalia dan pusaka kerajaan/ kesultanan. Sebenarnya pelarangan pembawaan benda cagar budaya lebih – lebih bernilai penting sekali dari segi sejarah atau nilai ilmu pengetahuan dan nilai kebudayaan sesuai dengan apa yang dimaksud benda cagar budaya seperti disebut dalam UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan PP No. 10 Tahun 1993, dapat menunjang konvensi – konvensi internasional yang juga mengatur mengenai benda cagar budaya beserta pemeliharaannya seperti Convention on the
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
67
Means of Prohibiting and Preventing the Illicit Import, Export, and Transfer Ownership of Cultural Property Tahun 1970 dan Convention on the Protection of Underwater Cultural Heritage Tahun 2001. Meskipun hingga saat ini Pemerintah RI belum meratifikasi konvensi – konvensi internasional tersebut, tetapi walaupun demikian, Pemerintah RI perlu merasa berkepentingan dalam upaya pencegahan mengalirnya benda – benda cagar budaya ke luar negeri atau ke luar wilayah Negara RI.
4. Prosedur Perizinan Benda Cagar Budaya yang boleh dibawa keluar wilayah Negara RI Meskipun di atas disebutkan benda cagar budaya yang boleh dibawa keluar wilayah Negara RI namun harus tetap memenuhi persyaratan – persyaratan yang ditentukan dalam pasal – pasal dan ayat – ayat dalam UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan atau PP No. 10 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa: a) Tanpa izin dari pemerintah setiap orang dilarang membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Negara RI ( UU No.5 Tahun 1992, Pasal 15 ayat (2)a. Dalam PP No 10 Tahun 1993 Pasal 30 ayat (1) dinyatakan : “setiap orang hanya dapat membawa benda cagar budaya ke luar wilayah RI, atas izin yang diberikan oleh Menteri”. Dalam ayat (2) dikatakan bahwa izin tersebut hanya diberikan untuk kepentingan:
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
68
a.
penelitian dan pengemangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.
sosial/budaya;
c.
pemanfaatan lain yang diatur oleh Menteri.
b) Persyaratan – persyaratan tersebut disusul ketentuan – ketentuan dalam ayat (3) yang menyatakan bahwa “Permohonan izin untuk membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Negara RI untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib disampaikan dengan disertai data benda cagar budaya, kerangka acuan, dan sistem pengamanannya” c)
Perlu diterangkan bahwa pemindahan benda cagar budaya yang sudah dimilikinya ke luar wilayah Negara RI tetap harus mendapat izin dari Menteri seperti dinyatakan dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (20 PP No.10 Tahun 1993. Pemilikan bagi warga negara asing ketentuan tersebut dalam ayat (1) Pasal 31 dan jika benda cagar budaya bergerak tertentu dan jumlah untuk setiap jenisnya cukup banyak seperti dinyatakan dalam Pasal 5 PP No.10 Tahun 1993.
d. untuk warga negara asing yang memiliki benda cagar budaya tertentu setelah sekurang- kurangnya bertempat tinggal sudah 2 (dua ) tahun di Indonesia.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
69
e. jadi setiap orang dapat membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Negara RI setelah dokumennya diadakan penelitian sebagai berikut : a. Memiliki izin Menteri. b. Benda cagar budaya yang sudah amat banyak jenis dan jumlahnya dan yang sudah tersimpan di Museum – Museum Daerah, dan Nasional. 5 .Upaya – Upaya Preventif dan Represif Sebenarnya sejak lama Instansi yang berwenang tentang penanganan, penanggula ngan preventif dan represif sudah biasa melakukan tindakan – tindakan terhadap pelanggaran ketentuan – ketentuan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan PP No. 10 tahun 1993.
1. Upaya Preventif melalui : 1) Pembinaan masyarakat dan golongan pegawai tentang peraturan perundang – undangan tentang benda cagar budaya dengan berbagai Keputusan Menteri bahkan melalui juklak; 2) pembentukan satpam, juru pelihara peninggalan sejarah dan purbakala dan situsnya, 3) penyebarluasan peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan benda cagar budaya melalui media massa. 4) Pembentukan PNS di bidang benda cagar budaya untuk membantu polisi dan aparat penegak hukum lainnya;
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
70
5) menyelenggarakan pameran – pameran di beberapa daerah Propinsi, Kabupaten, Kotamadya tentang peninggalan sejarah dan purbakala yang termasuk benda cagar budaya. 2. Upaya Represif melalui : Upaya – upaya represif dilakukan melalui aparat penegak hukum: 1) Memproses penyelundupan benda cagar budaya sampai di pengadilan; 2) Mengadakan penyelidikan terhadap para pelaku penyelundupan atau yang diduga penyelundupan benda cagar budaya; 3) Membantu pihak bea cukai di pelabuhan laut dan udara untuk menilai benda cagar budaya yang akan dibawa ke luar wilayah RI dan bahkan terhadap benda cagar budaya akan diselundupkan.
C. Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan Dari Dasar Laut Untuk Koleksi Negara.a Maraknya pencarian dan pengangkatan yang tak terkendali, menyebabkan pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 43 Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam, yang bertugas mengkoordinir pemanfaatan benda – benda hasil pengangkatan dari reruntuhan kapal yang tenggelam di perairan Indonesia utnuk tujuan ekonomi. Surat keputusan tersebut lalu diperbaharui dan menjadi Keputusan Presiden No 107 Tahun 2000, dan kini menjadi Peraturan Presiden No 19 Tahun 2007. sejalan dengan mulai berlakunya surat keputusan tersebut hingga saat ini, telah dilakukan sejumlah survey dan pengangakatan oleh sejumlah perusahaan swasta nasional.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
71
Hasilnya adalah sejumlah ratusan ribu benda dari berbagai jenis yang telah diangkat ke permukaan dan diletakkan di sejumlah lokasi penyimpanan. Terdapat tiga landasan ideal yang menjadi dasar dari prosedur pemilihan benda cagar budaya untuk koleksi negara, antara lain : (a)
Landasan Hukum: 1. UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 2. UU dan Keputusan Menteri tentang Kekayaan Negara 3. UU dan Keputusan Menteri tentang Pemilikan Negara 4. PP No 10 tahun 1993 5. Kepres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional BMKT 6. PP No 19 Tahun 1995 7. Perpres tentang Penelitian dan Pengembangan.
(b)
Landasan Ilmu Pengetahuan 1. Hak untuk mencari kebenaran. Setiap warga Indonesia memiliki hak untuk mencari kebenaran dalam ilmu pengetahuan itu sendiri maupun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. 2.
Hak untuk memperoleh akses data. Melalui mekanisme perijinan, setiap orang berhak memperoleh akses data untuk tujuan penelitian.
(c) Landasan Ideologi 1. Sarana untuk pendidikan jati diri bangsa.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
72
Benda cagar budaya merupakan sumber pembelajaran bagi setiap bangsa untuk memahami sejarah keberadaannya sejak masa yang paling awal hingga masa kini. 2. Sarana untuk membangkitkan semangat bangsa. Benda cagar budaya merupakan bahan untuk meningkatkan semangat dan memberi motivasi warga bangsa untuk mencintai dan menghargai pencapaian – pencapaian gemilang oleh leluhurnya. 22 Dalam kaitannya dengan pemilihan benda cagar budaya yang hendak dikategorikan menjadi koleksi negara terdapat metode pemilihan, antara lain: (a) Prinsip – prinsip pemilihan 1)
Sekurang – kurangnya dipilih satu buah untuk setiap jenis benda yang berbeda – beda pada setiap pengangkatan.
2) Keaslian merupakan pertimbangan utama dan pertama untuk menentukan benda – benda yang akan dipilih. 3) Dari sudut perlindungan dan pelestarian, benda yang unik dan langka mendapat prioritas untuk dipilih karena rawan terhadap kemungkinan rusak atau hilang tanpa ada pengganti. 4) Dari sudut ilmu pengetahuan dan estetika, benda – benda yang utuh atau kondisinya prima lebih penting daripada benda – benda yang kondisinya tidak utuh da kurang prima.
22
Widiati , Draft Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan dari Dasar Laut Untuk Koleksi Negara, hal 2, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Peninggalan Bawah Air.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
73
5) Benda – benda masa lalu dapat dikaji dari berbagai aspek dan tujuan. Oleh karena itu setiap benda pada dasarnya sama pentingnya. 23 (b) Prosedur Pemilihan 1) persiapan a) Panitia Nasional (Pannas) BMKT dan Perusahaan Pemegang Ijin Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT memberikan data hasil penginventarisan yang meliputi daftar nama barang, deskripsi singkat dan foto BMKT yang dapat mewakili setiap kategori benda kepada Tim Pemilihan Koleksi Negara sebagai bahan pemeriksaan awal. b) Tim Pemilihan Koleksi Negara mempelajari data hasil penginventarisan di atas dan memasukan ke dalam sistem pengkategorian yang sesuai dengan kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. c) Tim
Pemilihan
Koleksi
Negara
melakukan
pengecekan ke tempat penyimpanan Benda Cagar Budaya untuk melihat langsung benda cagar budaya yang disimpan. 24 2) Pelaksanaan
23 24
Ibid, Hal 3. Ibid, Hal 3.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
74
Tim Pemilihan Koleksi Negara melakukan pemilihan untuk koleksi negara dengan urutan kerja berikut : a) memastikan keaslian benda – benda yang akan dipilih. b) benda – benda dikelompokkan berdasarkan jenis bahan. c)
benda – benda dikelompokkan berdasarkan bentuk dan
ukuran. d) benda – benda yang telah diketahui bentuk dan ukurannya dipisahkan lagi menurut teknik penggarapannya. e) benda – benda yang telah diketahui teknik penggarapannya dipisahkan lagi berdasarkan hiasannya atau gaya seninya. f) benda – benda yang telah diketahui bentuk, hiasan atau gaya seninya.dipilih berdasarkan kategori umur. g) Tim Pemilihan Koleksi Negara memilih wakil untuk setiap benda yang telah ditentukan berdasarkan prosedur pada butir a) s/d f) di atas. h) Tim Pemilihan Koleksi dapat melakukan pemotretan benda. i) Tim Pemilihan Koleksi Negara membuat daftar benda cagar budaya hasil pilihan untuk koleksi negara beserta argument yang mendasarinya. 3) Pelaporan dan Publikasi a) Pemilihan Koleksi Negara memberikan laporan hasil pekerjaan kepada Ketua Pannas- BMKT dan selajutnya Ketua Pannas- BMKT merekomendasikan kepada Menteri
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
75
Kebudayaan dan Pariwisata untuk dapat ditetapkan sebagai benda koleksi negara. b) Benda – benda yang telah dipilih menjadi koleksi negara dapat dipublikasikan dalam bentuk katalog atau lainnya. c) Publikasi
tersebut
didistribusikan
ke
institusi
yang
berkepentingan 4) Prinsip penetapan jumlah untuk koleksi negara a) Seluruh jumlah dan jenis untuk setiap benda yang telah diangkat wajib dilaporkan kepada negara. b) Bila benda hasil pengangkatan hanya berjumlah satu buah maka pemilikannya menjadi hak negara. c) jika benda untuk setiap jenisnya berjumlah antara 1 (satu) hingga 1000(seribu) buah maka negara mendapatkan sekurang – kurangnya satu benda untuk menajdi koleksi dengan kualitas terbaik. d) jika benda untuk setiap jenisnya berjumlah antara 1001 hingga 10.000 buah, maka negara dapat memilih sekurang – kurangnya 5 (lima) benda untuk menjadi koleksi dengan kualitas terbaik (satu buah untuk lima museum yang ditetapkan). e) jika benda untuk setiap jenisnya berjumlah lebih dari 10.000 buah, pemerintah dapat memilih benda sekurang 10
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
76
(sepuluh) buah untuk menjadi koleksi negara dengan kualitas terbaik. f) lima jenis lembaga yang ditentukan akan menyimpan benda – benda hasil yang dipilih yaitu Museum (Museum Nasional, Museum Maritim, Museum Keramik, Museum Provinsi, dan Museum Kabupaten/Kota),
Perguruan
Tinggi, Lembaga Penelitian, Lembaga Pelestarian, dan Sekolah. g) Penempatan dan penyimpanan benda – benda hasil yang dipilih sebagaimana yang dimaksud huruf g akan ditetapkan oleh instansi yang berwenang. 5.
Dokumentasi, Perawatan dan Perlindungan serta Pelayanan Umum. a) Dokumentasi. Melalui museum, perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga pelestarian dan sekolah, negara menetapkan kewajiban untuk mencatat semua koleksi negara. b) Perawatan dan Perlindungan. Negara melalui unit pelaksana teknisnya
menetapkan
kewajiban
untuk
melakukan
perawatan dan perlindungan terhadap koleksi negara. c) Pelayanan
Umum.
Negara
melalui
unit
pelaksanan
teknisnya, menetapkan tanggung jawab agar benda – benda
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
77
milik negara dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum dengan tetap memperhatikan prinsip pelestarian 25
D. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Pemanfaatan dalam pengertian umum yaitu proses, cara, perbuatan memanfaatkan 26 . Pelestarian dalam pengertian umum yaitu perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan , pengawetan, konservasi 27 . Berkaitan dengan benda cagar budaya pengertian pemanfaatan adalah upaya menggunakan secara maksimal dari setiap perwujudan budaya untuk berbagai kepentingan seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, pariwisata, dan kepentingan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian. Sedangkan pelestarian benda cagar budaya adalah upaya perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan warisan budaya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik 28 . Terdapat satu definisi lagi mengenai pemanfaatan benda cagar budaya yaitu kegiatan yang meliputi penjualan kepada pihak ketiga dan pemanfaatan lain untuk Pemerintah 29 .
25
Ibid, Hal 6. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 126 27 ibid, hal 588 28 Widiati, Pedoman Pemanfaatan Situs Peninggalan Bawah Air, disajikan dalam Rapat Evaluasi Direktorat Peninggalan Bawah Air pada tanggal 28-29 Januari 2009 di UI. 26
29
Pasal 1 angka 5 PP No 19 Tahun 2007.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
78
1 Prinsip – Prinsip Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Dalam memanfaatkan benda cagar budaya terdapat prinsip – prinsip yang harus dipenuhi seiring dengan pemanfaatan benda cagar budaya itu sendiri. Prinsip – prinsip itu antara lain: 1. Pemanfaatan yang Berwawasan Pelestarian Pelestarian situs merupakan upaya menjaga situs atau benda cagar budaya tetap seperti semula, utuh dari kerusakan, kehancuran, kehilangan, perubahan bentuk, warna, situasi, dan kondisi yang disebabkan oleh ancaman dari manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Prinsip pelestarian situs dilakukan untuk dapat menjaga kesinambungan keberadaan situs terutama benda cagar budaya yang ada di dalamnya. Pelestarian dilakukan juga untuk meminimalkan penciutan sumber daya arkeologi sehingga tercipta pemanfaatan yang berkelanjutan. 2. Pemanfaatan yang Berwawasan Budaya dan Lingkungan Pemanfaatan situs bawah air hendaknya memperhatikan budaya masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Karakter budaya yang dimiliki oleh masyarakat hendaknya menjdai pertimbangan utama dalam prinsip pemanfaatan karena merupakan apresiasi sosial dalam komunitas yang sudah berlangsung lama. Prinsip wawasan budaya juga mencakup penghormatan dan pemeliharaan komunitas yang telah melahirkan budaya beragam
dan
perlu
dikelola
untuk
menghindari
konflik
dalam
pemanfaatannya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
79
Lingkungan memiliki daya dukung yang berbeda di setiap tempat. Lingkungan sebagai modal pendukung dalam pemanfaatan benda cagar budaya atau situs bawah air harus mendapat perhatian dengan porsi yang seimbang. Kerusakan lingkungan sekitar situs akan memberikan dampak buruk terhadap keberadaan situs bawah air yang dimiliki, sehingga perlu adanya keberlangsungan proses ekologi yang merupakan penyangga sistem kehidupan. 3. Pemanfaatan yang Berwawasan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar. Masyarakat sekitar situs merupakan pendukung dan pemilik kebudayaan secara adapt yang memiliki ikatan moral dan emosional tinggi sehingga upaya pemanfaatan harus melibatkan pemberdayaan masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat lebih diarahkan pada sosial budaya dan sosial ekonomi guna kelestarian pemanfaatan situs dan benda cagar budaya serta menumbuhkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat juga harus mampu medukung kreatifitas masyarakat di sekitar situs sebagai wujud peran serta secara aktif dalam menciptakan suasana berkelanjutan yang mantap
2 Jenis –Jenis Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Lingkup pemanfaatan telah diatur dalam UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan PP RI NO. 10 Tahun 1993 tentang pelaksanaan Undang – Undang No 5 Tahun 1992. Lingkup pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air mencakup bidang di bawah ini:
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
80
1. Agama Benda cagar budaya dan situs bawah air yang sejak awal sudah dimanfaatkan untuk kepentingan agama maka dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan fungsi semula. Apabila pada saat ditemukan sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, maka situs dan benda cagar budaya tersebut tidak boleh difungsikan kembali untuk kepentingan agama. Pemanfaatan untuk kepentingan agama harus mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku. 2. Sosial Lingkup pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air dalam bidang sosial merupakan hasil dari bentuk interaksi yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengekspresikan keberadaan benda cagar budaya dan situs bawah air. Bentuk interaksi tersebut sebagian dapat berupa wadah atau organisasi masyarakat yang berkembang dan bergerak dalam bidang pemanfaatan benda cagar budaya atau situs bawah air. Interaksi yang muncul dapat dikelola sehingga melahirkan gerakan sosial yang mampu meningkatkan harkat dan martabat komunitasnya. 3. Ilmu Pengetahuan Benda cagar budaya dan situs bawah air dapat dimanfaatkan secara terbuka untuk ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh kalangan peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Pemanfaatan dalam bidang ilmu pengetahuan dimaksudkan
untuk
memberikan
peluang
kepada
peneliti
untuk
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
81
mendapatkan kebenaran. Penelitian dapat bersifat teoritis misalnya merekonstruksi sejarah maupun untuk kepentingan praktis terapan yaitu pelestarian. 4. Pendidikan Pemanfaatan
dengan
tujuan
pendidikan
dimaksudkan
untuk
membangun jati diri bangsa melalui berbagai ragam bentuk pengajaran, pelatihan, pemutaran film, pameran aktifitas lainnya tentang situs bawah air. Pemberian informasi yang terkait dengan hal – hal tersebut harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan, tingkat usia, gender, keragaman, agama serta perbedaan kelas sosial yang dimiliki. 5. Penelitian Benda dan situs bawah air merupakan data yang akan dipergunakan oleh para peneliti untuk merekonstruksi kehidupan masyarakat masa lalu, khususnya yang terkait dengan kemaritiman. Penelitian dapat dilakukan secara pribadi seperti untuk penulisan skripsi, tesis, atau disertasi. Penelitian kelembagaan dapat dilakukan untuk suatu proyek kajian tertentu, baik yang melibatkan peneliti dalam negeri maupun dalam bentuk kerjasama dengan peneliti asing. Ketentuan penelitian dalam berbagai kategori biasanya diatur dalam ketentuan yang dibuat oleh lembaga yang berkaitan dengan fungsi pengawasan penelitian, misalnya Pusat penelitian arkeologi nasional atau LIPI.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
82
6. Kebudayaan Pemanfaatan benda cagar budaya atau situs bawah air dalam bidang kebudayaan adalah upaya – upaya yang ditujukan untuk meningkatkan apresiasi budaya atau seni yang tumbuh dalam masyarakat dalam rangka penanaman paham multikulturalisme. Apresiasi budaya atau seni dapat tertuang dalam berbagai macam bentuk antara lain seni murni, seni kriya ataupun seni modern. Hasil bentuk kebudayaan tersebut dapat memberikan kontribusi atau sumbangan sebagai salah satu wujud budaya nusantara yang hidup dalam masyarakat setempat. 7. Ekonomi Pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air untuk ekonomi lebih bersifat menjadikan nilai lebih suatu benda cagar budaya, dan memberikan keuntungan finansial baik yang sifatnya berkelanjutan maupun sesaat. Ada dua kategori pemanfaatan ekonomi yaitu a).
Pemanfaatan tidak langsung Pemanfaatan tidak langsung merupakan pemanfaatan yang
dilakukan dalam bentuk jasa atau pelayanan sehingga nilai ekonominya baru diperoleh sesudah benda cagar budaya atau situs bawah air telah dikelola dengan baik dan dapat memberikan daya tarik untuk dikunjungi. Pemanfaatan ini tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan finansial tetapi juga tetap menjaga kelestarian dan menjamin keberadaan benda cagar budaya seperti aslinya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
83
Bentuk pemanfaatan tidak langsung ini sebagian besar berupa jasa pariwisata yang menawarkan keindahan benda cagar budaya atau situs bawah air beserta lingkungannya. Jika kegiatan pariwisata berhasil dijalankan , maka rasa kepemilikan individu maupun masyarakat terhadap situs akan terbentuk sehingga mampu membantu pemerintah dalam perlindungan dan pelestariannya. Bentuk penggandaan dengan membuat replika benda cagar budaya juga merupakan salah satu usaha pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air secara tidak langsung. b).
Pemanfaatan langsung Pemanfaatan langsung adalah upaya memperlakukan benda cagar
budaya sebagai komoditi yang dapat dijual. Pengangkatan dan penjualan benda cagar budaya dilakukan secara legal melalui prosedur perizinan kepada pemerintah. Pemanfaatan langsung dilakukan dengan tahapan dan persyaratan ketat melalui tim teknis yang terdiri atas beberapa departemen dan instansi yang ditunjuk oleh presiden. Persyaratan tersebut antara lain : (1). Pemilihan sebagian benda ( mengambil contoh dari setiap benda yang berbeda untuk menjadi koleksi negara. (2). Inventarisasi benda (pencatatan seluruh benda termasuk benda foto).
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
84
Seluruh data tersebut baik berupa contoh benda maupun data inventaris dimaksudkan agar kelak dapat digunakan untuk pemanfaatan lain oleh siapapun. 8. Pariwisata Benda dan situs bawah air dapat menjadi objek pariwisata. Keletakannya di dasar laut merupakan lokasi yang menarik bagi wisata bahari, dapat menjadi pusat perhatian bagi penyelam – penyelam profesional maupun amatir.
3. Prosedur Pemanfaatan Benda Cagar Budaya 1. Perijinan Meskipun situs peninggalan bawah air dapat dimanfaatkan oleh siapa saja untuk berbagai kepentingan, namun pada beberapa jenis pemanfaatan, diperlukan
ijin
untuk
memanfaatkannya.
Aspek
perijinan
untuk
pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air harus melalui mekanisme yang sudah diatur dalam undang – undang. Setiap individu, kelompok, atau lembaga dapat memanfaatkan benda cagar budaya dan situs bawah air berdasarkan ijin dari pejabat berdasarkan kewenangannya. Pejabat yang berwenang adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata atau Direktur Peninggalan Bawah Air, Gubernur, Bupati, Walikota. Adapun bentuk – bentuk ijin pemanfaatan antara lain sebagai berikut : a. Penelitian
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
85
b. Pendidikan c. Pameran d. Pembawaan keluar wilayah Republik Indonesia e. Survei f. Pengangkatan g. Jual beli atau lelang h. Penggandaan. Kegiatan penelitian, pendidikan, pameran, pembawaan keluar wilayah Republik Indonesia, dan jual beli atau lelang dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, instansi, dan badan hukum. Pengajuan ijin yang akan
ditindaklanjuti
dengan
penilaian
oleh
tim
teknis
yang
merekomendasikan kepada Direktorat Peninggalan Bawah Air untuk mengeluarkan surat ijin atau tidak diijinkan. Pada kegiatan survey dan pengangkatan peninggalan bawah air hanya dapat dilakukan oleh lembaga dan badan hukum yang bergerak di bidang survey dan pengangkatan. Perijinan dapat diajukan dengan persyaratan yang lebih ketat. Syarat permohonan ijin dan berkas permohonan dinilai oleh tim teknis dari beberapa departemen dan instansi yang dibentuk oelh presiden. Pemohon melakukan presentasi rencana kegiatan yang dinilai oleh tim teknis sekaligus merekomendasikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata atau pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan ijin atau tidak diijinkan.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
86
2. Pengendalian Pengendalian adalah upaya menetapkan, mempengaruhi atau mengatur pemanfaatan peninggalan bawah air agar nilai – nilai kelestariannya tetap terjaga. Pemanfaatan peninggalan bawah air sedikit banyak akan menimbulkan dampak tersendiri terhadap peninggalan bawah air
dan lingkungan sekitarnya. Upaya meminimalisasikan dampak
negative, dan mengoptimalkan dampak positif dari memanfaatkan peninggalan bawah air tersebut mutlak dilakukan. Guna menjaga kelestarian benda cagar budaya dan situs bawah air, pencegahan terhadap kerusakan dan kehilangan maka diperlukan mekanisme pengendalian yang sifatnya mengikat semua individu dan kelompok sehingga dapat berjalan lebih efektif. Lembaga pelaksana pengendalian tertinggi tingkat nasional adalah Direktorat Peninggalan Bawah Air. Instrument pengendalian peninggalan bawah air antara lain : (a).
Peraturan perundang – undangan. Penerapan peraturan perundang – undangan dapat dibedakan
dalam dua kategori yaitu pertama, peraturan perundangan yang dibuat agar berlaku bagi siapapun yang memiliki keinginan untuk memanfaatkan benda cagar budaya dan situs bawah air dan kedua, penerapan peraturan khusus dalam pemanfaatannya di wilayah tertentu. Penerapan peraturan perundang- undangan mengikat seluruh individu yang berada di wilayah Indonesi. Penerapan peraturan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
87
dinyatakan dalam bentuk undang –undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden atau keputusan menteri. Peraturan tersebut seharusnya sudah diterbitkan sebelum pemanfaatan dilakukan, misalnya UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan peraturan – peraturan lainnya. Pada kenyataannya sering dijumpai bahwa peraturan di tingkat nasional tidak cukup lengkap untuk mengatasi
semua
dipertimbangkan
masalah
ketentuan
yang –
muncul,
ketentuan
sehingga
internasional
perlu sebagai
instrument untuk pengendalian. Penerapan peraturan khusus, terutama berkaitan dengan pemanfaatan suatu benda cagar budaya atau situs bawah air yang dinilai perlu peraturan khusus karena telah diketahui pemanfaatannya. Misalnya pemanfaatan situs kapal tenggelam di kawasan tertentu yang akan dikembangkan sebagai objek wisata. Surat Keputusan merupakan salah satu peraturan khusus yang akan dikeluarkan oleh pihak penguasa pusat atau daerah sesuai dengan wilayah kewenangannya. Bentuk – bentuk peraturan hendaknya dibuat hingga tingkat teknis dalam bentuk pedoman – pedoman pelaksanaan. Instrumen – instrument peraturan yang berkaitan dengan pemanfaatan benda cagar budaya dan situs bawah air sebagai berikut: A. Hukum nasional tentang benda cagar budaya dan peninggalan bawah air:
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
88
1. Undang – undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Peraturan Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. 4.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi.
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 107 Tahun 2000 tentang Pembentukan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. B. Hukum nasional tentang laut : 1. Undang – undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. 2. Undang – Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
89
3. Undang – Undang Republik Indonesia No 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United National Convention on The Law of The Sea ( UNCLOS) 1982. 4. Undang – Undang Republik Indonesia No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. C. Hukum Internasional tentang laut dan peninggalan bawah air : 1. United National Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982. 2. ICOMOS
Charter
on
The
Protection
and
Management of Underwater Cultural Heritage 1996. 3. UNESCO
Convention
on
The
Protection
of
Underwater Cultural Heritage 2001. (b). Pembuatan kesepakatan bersama Pengendalian melalui mekanisme ini biasanya dilakukan antar lembaga yang sejak awal telah menyetujui secara prinsip tentang bentuk pemanfaatan yang menjadi objek kesepakatan. Inisiatif pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) dapat berasal dari pihak yang menguasai aset budaya maupun dari pihak yang memanfaatkannya.
Sangat
dianjurkan
bahwa
dokumen
MoU
dilengkapi dengan dokumen protokol yang memuat penjelasan lebih rinci mengenai bentuk – bentuk kesepakatannya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
90
(c). Pengendalian langsung Pengendalian langsung dilakukan dengan pendayagunaan aparatur yang diberikan tugas untuk melakukan pemantauan dan pencegahan terhadap kemungkinan perusakan atau kehilangan benda cagar budaya yang disebabkan oleh penanganan yang tidak tepat atau pencurian oleh oknum – oknum yang sengaja atau tidak sengaja melakukan tindak criminal. Bila pengendalian ini dilakukan di wilayah laut maka fungsi ini dijalankan oleh aparat negara yang berwenang misalnya polisi air berkoordinasi dengn instansi – instansi lain yang terkait. Pengendalian langsung dapat juga dilakukan oleh juru pelihara yang merupakan perpanjangan langsung dari UPT – UPT di daerah yang bertugas menjaga kemanan situs. Bentuk pengendalian langsung yang lebih formal adalah melalui mekaisme monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara rutin (d). Pembuatan zonasi (pemintakatan) kawasan, dan Mintakat mempunyai makna yaitu daerah lingkungan atau zona. Pengaturan lebih lanjut mengenai pemintakatan terdapat pada Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 Pasal 23 ayat (3). Yang dimaksud dengan pemintakatan adalah penentuan wilayah mintakat situs dengan batas – batas mintakat yang peruntukkannya disesuaikan dengan kebutuhan benda cagar buadaya yang bersangkutan untuk tujuan perlindungan. Sistem pemintakatan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
91
dapat terdiri dari mintakat inti atau mintakat benda cagar budaya yaitu lahan situs; mintakat penyangga yakni lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai penyangga bagi pelestarian situs dan mintakat pengembangan yaitu lahan di sekitar mintakat penyangga atau mintakat inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya. Penetapan pemintakan dapat dijadikan pengendalian dalam pemanfaatan terutama untuk pelestarian benda cagar budaya atau situsnya. Pembuatan mintakat di situs bawah air harus melihat karakteristik wilayah dan lingkungan sekitarnya.
(f).
Pemberdayaan Masyarakat. Pengendalian melalui mekanisme pemberdayaan masyarakat
sebenarnya merupakan bentuk dan mekanisme paling efektif, karena didasarkan atas rasa memiliki dan kesadaran masyarakat terkait tentang keberadaan benda cagar budaya atau situs bawah air. Mekanisme ini perlu disiapkan karena menyangkut penyadaran masyarakat terhadap benda dan memberikan kepastian bagi mereka bahwa ketertiban tersebut akan menguntungkan mereka. Bila mekanisme ini diterapkan maka akan sangat efektif , murah dan menjangkau pemenuhan kepentingan stakeholder yang paling langsung memiliki kepentingan.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
92
Ada dua kelompok masyarakat yang dapat diberdayakan yaitu komunitas lokal dan lembaga swadaya masyarakat. Komunitas lokal adalah kelompok setempat yang memiliki hubungan emosional atau ekonomik dengan sumberdaya yang ada sehingga dapat menajdi kekuatan potensial yang dapat melahirkan pihak – pihak yang mampu menjaga sumber daya ini karena rasa kepemilikan atas sumber daya tersebut. Kelompok kedua yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai kekuatan formal yang memiliki tugas dan tanggung jawan pengendalian
pemanfaatan
sumberdaya
budaya
agar
tidak
menimbulkan kerusakan – kerusakan. 3. Pengawasan Pengawasan terhadap pemanfaatan dimaksudkan untuk menjamin atau menjaga agar pelaksanaan tersebut dapat diwujudkan dengan efektif. Pengawasan dilakukan berlandaskan pada semua peraturan perundangan yang berlaku. Pengawasan dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk mengawasi yaitu Departemen Kebudayaan dan Pariwisata melibatkan semua pihak yang terkait dalam pemanfaatan terutama dengan masyarakat. Pengawasan dilakukan secara terpadu dan berkisenambungan dari instansi pusat hingga ke daerah. Setiap lembaga atau instansi yang yang berfungsi sebagai pengawas dapat dilibatkan dengan koordinasi bersama. Lembaga kepolisian khususnya polisi air, TNI Angkatan Laut, Departemen Kelautan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
93
dan Perikanan dapat melibatkan diri dalam pengawasan terutama wilayah air yang mengandung peninggalan bawah air dan sulit dijangkau oleh instansi lainnya dengan tetap berkoordinasi dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata khususnya Direktorat Peninggalan Bawah Air. TNI AL sebagai komponen utama alat pertahanan negara di laut dan alat penegak hukum di laut, melaksanakan diplomasi AL (naval diplomacy), mengembangkan kekuatan mantra laut dan memberdayakan wilayah pertahanan laut 30 . Dengan fungsi demikian TNI AL berkewajiban untuk menjaga integritas wilayah NKRI dan mempertahankan stabilitas keamanan di laut serta melindungi sumber daya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan kemanan dan pelanggaran hukum di wlayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia 31 . Lembaga atau unit pelaksana teknis di daerah dapat menugaskan pengawasan benda cagar budaya dan situs bawah air para Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) beserta juru pelihara situs yang bertugas di situs tersebut. Jika terjadi kejadian kasus perusakan atau pencurian maka perlu ditindaklanjuti untuk menjamin keberlangsungan pengawasan oleh lembaga yang berwenang baik kepolisian, pemerintah daerah, atau instansi lainnya. Advokasi terhadap benda cagar budaya dan situs bawah air perlu dilakukan oleh semua pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Advokasi pada tahap pengawasan adalah memberikan pemahaman nilai 30
Pasal 9 UU Nomor 34 Tahun 2004 Sunaryo,“ Hubungan Antara “ Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage” dengan United Nations Convention on The Law of The Sea” (UNCLOS)1982, disajikan dalam diskusi tentang “ Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage” UNESCO, pada tanggal 18 Mei 2006 di Depdiknas. 31
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
94
penting peninggalan bawah air tersebut bagi masyarakat maupun negara bahkan sanksi begi pelanggar perundang – undangan. Selain pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih efektif. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dapat berupa partisipasi dan yang terbagi dalam 4 tahapan partisipasi pengawasan sebagai berikut: 1. Partisipasi dalam membat keputusan, kebijakan, dan perencanaan pengawasan. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan program pengawasan. 3. Partisipasi
dalam
pengawasan
dan
pemanfaatan
dan
penggunaan hasil. 4. Partisipasi dalam evaluasi pengawasan. Setiap tahapan pengawasan tersebut perlu adanya motivasi masyarakat bahwa pengawasan bertujuan untuk menjaga kelangsungan dan keberlanjutan benda cagar budaya dan situs bawah air untuk kesejahteraan bersama. 32
32
Ibid.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
95
BAB IV HUBUNGAN ANTARA CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE UNDERWATER CULTURAL HERITAGE dengan UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA
A. Rezim Perairan dan laut Jurisdiksi Nasional Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982. Berabad – abad yang lampau sampai saat ini, perdagangan dunia melewati perairan Indonesia masih tetap dilaksanakan. Disebabkan sistem keselamatan pelayaran belum memadai, teknologi bangunan kapal dan cuaca, maka banyak kapal yang karam di perairan Indonesia. Kapal – kapal dagang yang karam membawa berbagai macam barang dagangan yang antara lain merupakan benda budaya dan sangat berharga oleh sebab itu banyak negara yang peduli terhadap hal tersebut. Hal ini disebabkan karena dengan benda budaya dapat diketahui peradaban masa lalu termasuk budaya yang berlaku. Salah satu konvensi yang mengatur tentang benda budaya bawah air adalah Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001. Berdasarkan United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) 1982 Indonesia mempunyai hak untuk menetapkan zona – zona maritim (perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial, zona tambahan,
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
96
ZEE dan landas kontinen) dan mempunyai hak untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang dikandungnya. Penerapan Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 sangat terkait dengan UNCLOS 1982, hal ini bisa dilihat bahwa UNESCO Convention 2001 mengatur tentang zona – zona maritim yang berada dalam yurisdiksi suatu negara termasuk zona maritim yang berada di luar jurisdiksi negara. Dalam hubungan kedua konvensi ini muncul beberapa permasalahan antara lain seberapa jauh jurisdiksi negara pantai dalam pengelolaan benda budaya bawah air dan langkah yang harus ditempuh oleh Indonesia dalam mengimplementasikan kedua konvensI Rezim perairan dan laut dalam yurisdiksi nasional Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi dengan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 1985, ditindak lanjuti dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang mengatur wilayah perairan meliputi : a) Perairan Pedalaman (Internal Waters) Menurut Konvensi Hukum Laut PBB 10 Desember 1982 yang dimaksud perairan pedalaman adalah perairan yang berada di sebelah dalam dari garis pangkal normal (normal base line), garis penutup teluk (closing line), garis lurus (straight line) dan garis pangkal lurus (straight base line) antara lain di muara – muara sungai, perairan pelabuhan dan teluk – teluk yang lebarnya tidak melebihi 24 mil. Sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Konvensi Hukum Laut 1982 suatu negara kepulauan, di dalam perairan kepulauannya, dapat
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
97
menarik garis – garis penutup untuk keperluan batas perairan pedalaman sesuai dengan ketentuan Pasal 9, 10 dan 11. Perairan dimaksud dikenal dengan istilah internal waters. Status hukum dari perairan pedalaman ini tunduk di bawah kedaulatan negara tanpa ada pengecualian – pengecualian yang diatur oleh ketentuan Hukum Internasional dimana tidak ada hak lintas damai dan negara berwenang atas perairan pedalaman atas segala kepentingan yang terkandung di dalamnya. b) Perairan Nusantara/Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters) Pengertian perairan kepualauan adalah perairan – perairan yang meliputi laut – laut, selat – selat yang menghubungkan dan berada di sekitar kepulauan Indonesia atau semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal. Hak lintas damai diberlakukan di perairan kepulauan, lintas damai tersebut adalah merupakan hak masyarakat internasional untuk melintas di perairan Kepulauan Indonesia sehingga apabila Pemerintah Indonesia berkehendak untuk menutup lintas damai maka akan terjadi benturan kepentingan dengan masyarakat internasional. Pada pasal 49 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 yang dimaksud Perairan Nusantara adalah semua laut yang terletak di sisi dalam dari garis pangkal kepulauan tidak termasuk perairan pedalaman dan merupakan wilayah negara termasuk ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya tunduk di bawah kedaulatan negara. Sebagai konsekuensi negara Republik Indonesia harus mengakomodasikan kepentingan Internasional yang berupa hak lintas damai ( The right of Innocent Passage) dan hak lintas alur
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
98
laut kepulauan (The Right of Archipelagic Sea Lanes Passage). Negara dapat memanfaatkan perairan kepulauan untuk kepentingan bangsa dan negara, berwenang pula mencegah pemanfaatan perairan tersebut oleh pihak lain di luar hal – hal yang ditetapkan dalam ketentuan – ketentuan Hukum Internasional. c) Laut Wilayah (Territorial Sea) Laut wilayah negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan adalah perairan atau jalur tertentu yang terletak di sebelah luar dan berbatasan dengan wilayah daratan, yang lebarnya sejauh 12 mil laut diukur dari garis pangkal kearah laut. Yang dimaksud garis pangkal ialah garis pantai dan atau garis lurus yang menghubungkan titik – titik terluar dari pulau – pulau terluar atau karang kering terluar yang merupakan bagian dari suatu negara kepulauan. Pengertian laut wilayah menurut Konvensi Hukum Laut PBB Pasal 3 dan Pasal 4 yaitu : laut yang berada di sisi luar garis pangkal kepulauan yang lebarnya 12 mil diukur dari garis pangkal kepulauan. Bila berbatasan atau berdampingan dengan negara tetangga maka batas terluar dari laut wilayah Indonesia akan atau ditentukan dengan perjanjian – perjanjian antar negara Republik Indonesia dengan negara yang bersangkutan. d) Zona Tambahan (Contiguous Zone) Zona tambahan tidak dikenal dalam perundang – undangan nasional Indonesia, zona tambahan ini pertama kali diperkenalkan oleh Konvensi Hukum Laut Jenewa tahun 1958 tentang laut wilayah dan zona tambahan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
99
( Convention on The Teritorial Sea and The Contiguous Zone) dengan lebar zona tambahan 12 mil laut, kemudian dituangkan lagi dalam Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 dengan lebar zona tambahan sejauh 24 mil laut. Zona tambahan adalah laut yang berada di luar dan berbatasan dengan laut wilayah dimana batas terluar tidak melebihi jarak 24 mil diukur dari garis pangkal kepulauan. Bagi negara – negara yang berbatasan atau pun berhadapan dengan negara lain, apabila lebar laut/selat tidak mungkin untuk menarik batas terluarnya sesuai dengan ukuran (48 mil), maka negara – negara yang bersangkutan dapat menetapkan zona tambahan melalui suatu perjanjian. Status hukum dari zona tambahan karena tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif dapat dikatakan sama dengan status hukum zona ekonomi eksklusif, yaitu negara pantai mempunyai hak berdaulat memanfaatkan potensi sumber daya alam. Selain itu dalam zona tambahan negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan untuk : 1)
Mencegah pelanggaran terhadap peraturan – peraturan Bea Cukai, Fiskal, Imigrasi atau Kesehatan di wilayah atau di laut wilayah.
2)
Menghukum pelanggaran ketentuan – ketentuan tersebut di atas dalam wilayah atau laut wilayahnya.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
100
e) Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia telah diatur dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1983. Pasal 2 Undang – undang ini berbunyi sebagai berikut : “Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang – undang yang berlaku tentang perairan yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”. Zona Ekonomi Eksklusif dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 diatur secara
terperinci dalam Bab V (Pasal 5 sampai dengan Pasal 75). Dari
rumusan tersebut, zona ekonomi eksklusif batas terluarnya adalah 200 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan, dalam hal berbatasan atau berdampingan dengan negara tetangga dan selanjutnya dimasukkan dalam ketentuan perundang – undangan Indonesia mengenai perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif. Kepentingan Nasional Indonesia di laut dapat diuraikan berdasarkan rezim yang berlaku di tiap – tiap zona maritime, antara lain: a. Di perairan Indonesia (Perairan Pedalaman, Perairan Nusantara/Perairan Kepulauan dan Laut Wilayah/Perairan Teritorial): 1) Memelihara keutuhan wilayah negara dari tindakan – tindakan pelanggaran hukum ataupun dari segala bentuk ancaman. 2) Melindungi kekayaan alam (sumber daya alam) dan sumber daya buatan.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
101
3) Pengamanan pelayaran. 4) Penggunaan kabel – kabel dasar laut, pipa saluran dan sarana telekomunikasi di laut. 5) Pengamanan pulau – pulau buatan, instalasi – instalasi atau alat – alat lainnya dalam rangka kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam/sumber daya buatan di laut. 6) Pencegahan dan penindakan atas pecemaran lingkungan laut dan tindakan – tindakan yang dapat merusak kelestarian lingkungan laut. 7) Pencegahan dan penindakan terhadap kegiatan penelitian kelautan tanpa izin dari Pemerintahan Republik Indonesia. 8) Pencegahan dan penindakan kegiatan pengumpulan data yang dapat merugikan aspek pertahanan keamanan. 9) Pencegahan dan penindakan kegiatan pembajakan di laut, penyelundupan, pengangkutan, dan atau jual beli budak belian dan wanita. 10) Pencegahan
dan
penindakan
terhadap
perbuatan
pidana
tertentu
menyangkut bidang pelayaran di luar KUHP 33 . b. Di Zona Tambahan. 1) Mencegah dan menindak pelanggaran peraturan hukum perpajakan (fiscal). 2) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum menyangkut migrasi. 3) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum tentang Bea dan Cukai.
33
Effendy Maruapey : Peranan TNI AL dalam Penegakan Hukum di Laut , Markas Besar Angkatan Laut Dinas Pembinaan Hukum TNI AL, Ambon, hal 2. Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
102
4) Mencegah dan menindak pelanggaran hukum tentang penyakit menular (sanitasi) 34 . c. Zona Ekonomi Eksklusif. 1) Melindungi dan mengamankan sumber daya alam hayati dan non hayati. 2) Melindungi dan mengamankan pulau – pulau buatan, dan alat – alat lainnya dalam rangka pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam maupun sumber daya hayati. 3) Pengawasan dan pemeriksaan terhadap kegiatan penangkapan ikan yang tidak dengan izin penangkapan ikan. 4) Mencegah dan menindak kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan tanpa izin yang sah dari pejabat pemerintah Indonesia yang berwenang. 5) Melindungi dan mengamankan kabel – kabel dasar laut, pipa saluran dan peralatan telekomunikasi. 6) Mencegah dan menindak kegiatan – kegiatan penelitian ilmiah kelautan (marine scientific research) yang dilakukan tanpa izin yang sah dari pejabat pemerintah Indonesia yang berwenang. 7) Mencegah dan menindak perbuatan/kegiatan yang dapat merusak kelestarian lingkungan laut. 8) Melindungi jenis ikan – ikan tertentu dari perbuatan yang dapat mengakibatkan punahnya jenis ikan yang dilindungi tersebut. 9) Kepentingan – kepentingan lainnya di dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 maupun yang telah ditetapkan perundang – undangan nasional
34
Ibid, hal 3.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
103
sebagai pelaksanaan dari hak berdaulat maupun yurisdiksi – yurisdiksi lainnya 35 . d. Landas Kontinen f) Landas Kontinen (Continental Shelf) Pengertian landas kontinen yang tercantum pada pasal 76 Konvensi Hukum laut PBB 1982, antara lain: 1. Merupakan kelanjutan dari daratan pantai yang berada di luar dan berbatasan dengan batas terluar dari luar wilayah sampai dengan pinggiran kontinental; 2. apabila pinggiran kontinental lebih dari 200 mil laut diukur dari garis pangkal dari mana diukur laut wilayah maka batas terluar adalah 200 mil laut. 3. apabila terdapat pinggiran kontinental lebih dari 200 mil laut, maka batas terluar dari landas kontinental adalah tidak boleh lebih dari 350 mil laut diukur dari garis pangkal dari mana diukur lebar laut wilayah. 4. dalam hal berbatasan dengan atau berdampingan dengan negara tetangga maka batas terluar dari landas kontinen akan atau ditentukan dengan perjanjian – perjanjian antara negara Republik Indonesia dengan negara yang bersangkutan.
35
Ibid, hal 3.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
104
Pada landas kontinen negara pantai (Indonesia) mempunyai hak berdaulat untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber kekayaan alam yang dikandung di dalamnya. Hak berdaulat dimaksud merupakan hak eksklusif dalam arti bahwa apabila negara pantai tidak mengeksplorasi atau mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya, maka tiada seorang pun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan negara pantai. Selain itu negara pantai mempunyai hak untuk mengawasi semua perbuatan dan peristiwa yang terjadi pada instalasi alat lainnya atau kapal yang berada di dalamnya untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi. Di samping itu Pemerintah Republik Indonesia berwenang pula menetapkan suatu daerah terlarang yang lebarnya tak lebih dari 500 meter dari titik terluar instansi dan menetapkan suatu daerah terbatas tidak lebih dari 1.250 meter terhitung dari daerah terlarang tersebut. Perairan pada landas kontinen ini tunduk pada rezim hukum Zona Ekonomi Eksklusif. Kepentingan Nasional Indonesia di laut yang berlaku di landas kontinen antara lain: 1) Melindungi dan mengamankan segala sumber daya alam yang terdapat di dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya yang meliputi barang tambang, gas dan minyak bumi serta oragnisme – organisme hidup yang tergolong jenis sedentair yaitu organisme yang pada masa perkembangannya tidak bergerak baik di atas maupun di bawah dasar laut atau tidak dapat bergerak kecuali dengan cara selalu menempel pada dasar laut atau lapisan tanah di bawahnya, termasuk pula tiram – tiraman, lumut- lumutan, rumput laut, bunga karang, mutiara dan udang.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
105
2) Melindungi dan mengamankan pulau – pulau buatan, instalasi – instalasi, kapal – kapal dan alat – alat lainnya yang melaksanakan kegiatan – kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. 3) Mencegah dan menindak kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan tanpa izin yang sah dari pejabat pemerintah Indonesia yang berwenang. 4) Mencegah dan menindak kegiatan penelitian sumber daya alam tanpa izin yang sah. 5) Melindungi dan mengamankan berbagai kepentingan lainnya yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 maupun perundang – undangan Nasional 36 .
e. Laut Lepas Kewajiban Republik Indonesia berdasarkan hukum internasional pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ialah menghormati hak negara lain terhadap kebebasan pelayaran dan penerbangan (freedom of navigation and overflight) dan pemasangan kabel dan pipa di bawah laut 37 .
B. Hubungan UNESCO Convention 2001, UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya. UNESCO Convention 2001 sangat terkait dengan UNCLOS 1982 terutama tentang penetapan zona maritime dan pelaksanaan fungsi – fungsi di 36 37
Ibid, hal 4 Ibid, hal 5.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
106
zona maritime tersebut khususnya dalam pengaturan masalah benda budaya bawah air. Selain itu terdapat beberapa prinsip umum hukum internasional yang dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan perlindungan terhadap benda budaya bawah air yang berada di luar jurisdiksi negara. Prinsip umum hukum internasional tentang nasionalitas (nasionality) dan teritorialitas (territoriality) dapat digunakan dalam perlindungan benda budaya yang berada di luar perairan jurisdiksi
suatu
negara.
Selain
itu
UNESCO
Convention
2001
tidak
mempersoalkan/mengatur tentang hak, jurisdiksi dan kewajiban negara khususnya kewilayahan yang diatur dalam hukum internasional termasuk dalam UNCLOS 1982. 38
Korelasi antara UNESCO Convention 2001 dengan UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya, antara lain: a. hak jurisdiksi suatu negara terhadap benda budaya bawah air yang berada di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial. Kedaulatan suatu negara pantai meliputi daratan, perairan pedalaman, dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya, dan suatu jalur laut yang berbatasan dengannya yang disebut debagai laut teritorial selebar maksimal 12 mil laut serta ruang udara dan dasar laut serta tanah di bawahnya 39 . Salah satu bentuk kedaulatan negara pantai/kepulauan adalah hak negara pantai untuk mengatur, mengelola dan membuat 38
Sunaryo,“ Hubungan Antara “ Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage” dengan United Nations Convention on The Law of The Sea” (UNCLOS)1982, disajikan dalam diskusi tentang “ Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage” UNESCO, pada tanggal 18 Mei 2006 di Depdiknas, hal 3. 39 Pasal 2 Ayat (1) dan (2) UNCLOS 1982 Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
107
peraturan perundang – undangan di wilayah perairan serta kemampuan untuk melakukan penegakan hukum terhadap peraturan perundang – undangan yang dimaksud. Dalam hal perlindungan benda budaya bawah air, negara pantai/kepulauan dapat mengatur dan mengawasi kegiatan yang ditujukan langsung pada benda budaya bawah air di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial 40 . Dalam melaksanakan hak untuk mengatur kegiatan yang ditujukan kepada perlindungan benda budaya bawah air,negara pantai/kepulauan harus berdasarkan aturan (rule) 41 yang telah ditetapkan dalam UNESCO Convention 2001. Ketentuan ini dimaksudkan agar benda budaya bawah air tetap mengandung nilai budaya tinggi karena diperlakukan sesuai standar internasional yang sudah baku. Apabila negara pantai/kepulauan menemukan suatu kapal atau pesawat negara (termasuk kapal perang dan pesawat tempur) di perairan – perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorialnya, agar memberitahukan kepada negara asal kapal atau pesawat negara, apabila dapat diketahui negara asal benda budaya dimaksud. Ketentuan ini merupakan “general practice” antar negara, tanpa bermaksud untuk mengganggu kedaulatan negara pantai/kepulauan. b. hak jurisdiksi suatu negara terhadap benda budaya bawah air yang berada di zona tambahan.
40 41
Pasal 7 Ayat (1) Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001. Pasal 33 Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
108
Zona tambahan adalah suatu zona di luar dari laut teritorial selebar 24 mil laut diukur dari garis pangkal. Zona tambahan tidak secara langsung dimiliki oleh negara pantai, kecuali negara pantai mengajukan klaim terhadap zona tersebut. Jika suatu negara melakukan klaim zona tambahan maka negara pantai dapat melakukan pengawasan yang diperlukan untuk pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan sanitasi 42 . UNCLOS 1982 mengatur secara khusus dalam kaitannya dengan UNESCO Convention 2001 antara lain negara pantai dapat melakukan pengawasan terhadap aktifitas salvage benda budaya bawah air dalam jarak 12 sampai dengan 24 mil laut 43 . Pasal ini dengan jelas dimaksudkan bahwa negara pantai/kepulauan dapat melakukan kontrol terhadap lalu lintas benda budaya yang dibawa oleh kapal ataupun benda budaya yang berada di zona tambahan. Hal ini sangat terkait dengan ketentuan
yang ada dalam UNESCO Convention 2001, dimana
disebutkan bahwa negara pantai dapat mengatur dan mengawasi kegiatan benda budaya bawah air di zona tambahannya 44 . Ketentuan ini merupakan landasan hukum bagi suatu negara dalam melindungi benda budaya bawah air di zona tambahan dengan alasan yang berkaitan dengan penyelundupan, migrasi, dll, sedangkan beberapa negara secara spesifik menyatakan untuk melindungi benda budaya bawah air. Amerika Serikat, Perancis, Norwegia, dan Belanda memproklamirkan 42
Pasal 33 UNCLOS 1982. Pasal 303 Ayat (2) UNCLOS 1982. 44 Pasal 8 Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001. 43
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
109
zona tambahan dengan dasar untuk melindungi benda budaya dan mengatur mekanisme pengambilan benda budaya bawah air. Bahkan Australia, Irlandia Utara dan Spanyol menetapkan landas kontinen sebagai zona perlindungan benda budaya bawah air. UNESCO Convention 2001 tidak mengatur secara jelas tentang zona perlindungan benda budaya bawah air yang meliputi ZEE ataupun landas kontinen suatu negara, akan tetapi UNESCO Convention 2001 tidak melarang suatu negara untuk menetapkan zona sebagaimana dimaksud dengan batasan sejalan dengan hukum internasional lainnya. Berkenaan dengan pengaturan di zona tambahan, negara – negara pihak dapat mengatur dan memberi izin kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan benda budaya bawah air tersebut di Zona Tambahannya. Tetapi semua pihak berkewajiban untuk melindungi benda budaya bawa air yang ditemukan di ZEE dan landas kontinen suatu negara, dan karena itu setiap penemuan benda berharga di ZEE suatu negara haruslah diumumkan kepada semua pihak dalam konvensi, dan setiap negara pihak, berdasarkan hubungan budaya, sejarah dan arkeologi terhadap benda berharga tersebut, dapat menyatakan kepentingannya
untuk
berkonsultasi tentang bagaimana caranya
memelihara benda budaya bawah air tersebut secara efektif 45 c. Hak yurisdiksi suatu negara terhadap benda budaya bawah air yang berada di Landas Kontinen/ZEE. 45
Hasjim Djalal, Peninggalan Bawah Air dan Kaitannya Dengan Hukum Kelautan, disajikan dalam Pertemuan Konsultatif Tingkat Nasional tentang Warisan Budaya Bawah Air, Bogor , 12-14 Juni 2007, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
110
UNCLOS tidak mengatur perlindungan benda budaya bawah air di luar dari zona tambahan, sehingga negara pantai tidak dapat melaksanakan jurisdiksi berkaitan dengan perlindungan benda budaya bawah air di luar zona tambahan (ZEE dan Landas Kontinen). Akan tetapi ada beberapa negara (Australia, Irlandia Utara dan Spanyol) yang membuat peraturan nasional yang mengatur tentang perlindungan benda budaya bawah air di Landas Kontinennya. Langkah yang ditempuh beberapa negara dimaksud merupakan penjabaran dari UNCLOS 1982 dan UNESCO Convention 2001, akan tetapi ada beberapa pendapat menyatakan bahwa langkah yang dilakukan justru bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku dan merupakan langkah “creeping jurisdiction” (perluasan jurisdiksi suatu negara dengan cara menganalogikan suatu ketentuan dalam UNCLOS 1982) 46 . Pembuatan peraturan yang dilakukan oleh beberapa negara dengan argumentasi bahwa di ZEE/Landas Kontinen, suatu negara mempunyai hak berdaulat dan jurisdiksi untuk melindungi sumber daya alam dan kegiatan yang ada di zona maritim tersebut. Dalam hal ini bentuk perlindungan tidak dibatasi pada perlindungan sumber daya alam akan tetapi termasuk perlindungan benda budaya bawah air di ZEE/Landas Kontinen. Amerika Serikat dalam ini mendasarkan pada “National Marine Sanctuaries Act” yang dalam pertimbangannya dinyatakan bahwa suatu negara mempunyai hak terhadap sumber daya alam yang
46
Ibid.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
111
ada di Landas Kontinennya maupun di ZEEnya, dan mempunyai hak untuk melindungi sumber daya alam dimaksud. Walaupun kapal yang tenggelam (karam) bukan merupakan sumber daya alam, akan tetapi dalam beberapa kasus terdapat argumentasi tentang terganggunya ekosistem yang ada di sekeliling kapal dengan pengambilan benda budaya yang ada, hal tersebut dapat dijadikan alasan suatu negara untuk menghentikan aktivitas pengambilan benda budaya. UNESCO Convention 2001 mengatur bahwa semua negara yang bertanggung jawab untuk melindungi benda budaya bawah air di ZEE/Landas Kontinen. Oleh karena itu apabila ada suatu negara (kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut) menemukan benda budaya bawah air di ZEE/Landas Kontinen agar melaporkan temuannya kepada Direktur Jenderal UNESCO. Apabila penemuan tersebut berada di ZEE/Landas Kontinen negara lain maka nahkoda kapal agar melaporkan temuan dimaksud kepada negara yang bersangkutan. Selanjutnya negara yang bersangkutan dapat mendeklarasikan bahwa benda budaya bawah air milik mereka berada di ZEE/ Landas Kontinen negara lain. Negara – negara tersebut dapat melakukan aktivitas perlindungan terhadap benda budaya dimaksud melalui perjanjian/kerjasama. Suatu negara yang akan melaksanakan perlindungan ataupun pemanfaatan benda budaya bawah air di ZEE negara lain harus melalui tahapan eksplorasi ataupun riset ilmiah terlebih dahulu untuk menentukan jenis, besaran, asal, karakter benda budaya bawah air.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
112
Dalam melakukan eksplorasi ataupun riset ilmiah di ZEE harus mendapat izin terlebih dahulu dari negara pantai/kepulauan. Hal ini disebabkan riset ilmiah kelautan yang dilaksanakan di ZEE suatu negara merupakan hak eksklusif negara pantai 47 . Oleh karena itu dalam rangka eksplorasi benda budaya bawah air yang berada di ZEE negara lain harus ada izin terlebih dahulu dari negara yang bersangkutan. Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur masalah ini dalam pasal 303, dimana dinyatakan bahwa negara – negara berkewajiban untuk melindungi benda – benda yang mempunyai nilai arkeologis dan historis yang ditemukan di laut dan harus bekerjasama guna mencapai maksud ini. Negara pantai dapat menetapkan bahwa pemindahan objek tersebut tanpa izin dari Contiguous Zonenya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kepentingannya. Konvensi Hukum Laut 1982 tidak mengatur penemuan – penemuan benda berharga di ZEE dan Landas Kontinennya, dengan asumsi bahwa pengelolaan benda – benda berharga di dalam perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial adalah kewenangan negara pantai itu sendiri.
d. Perlindungan benda budaya bawah air di luar jurisdiksi negara. Prinsip nasionalitas dan teritorialitas yang merupakan prinsip umum hukujm internasional dapat digunakan sebagai dasar dalam perlindungan benda budaya yang berada di luar jurisdiksi nasional suatu negara antara
47
Pasal 56 UNCLOS 1982.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
113
lain aktivitas di Kawasan (area). Akan tetapi dalam penggunaan kedua prinsip umum hukum internasional ini harus dicantumkan terlebih dahulu dalam hukum nasional suatu negara. Sebagai contoh langkah yang ditempuh oleh negara Inggris (protection of military remains act 1986) yang mengatur bahwa kapal perang Inggris yang tenggelam di perairan internasional merupakan milik negara Inggris dan negara lain ataupun orang perorang tidak boleh merubah, mengambil maupun merusak kapal perang dimaksud. Peraturan yang dikeluarkan oleh Inggris ini menunjukkan bahwa Inggris masih berhak untuk mengatur kapal – kapal yang sudah tenggelam dan berada di luar wilayah perairannya. Berdasarkan prinsip teritorialitas, suatu negara mempunyai hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap semua orang yang datang ke wilayahnya yang meliputi daratan, wilayah perairan, lingkungan perwakilan negara yang berada di negara lain dan kapal yang mengibarkan bendara negara yang bersangkutan. Dalam hal suatu kapal tenggelam, maka negara bendera kapal masih mempunyai hak terhadap kapal dan muatannya walaupun berada di luar wilayah jurisdiksi suatu negara. Hal ini disebabkan dapat menimbulkan benturan hak kepemilikan kapal dan muatannya antara negara bendera dengan negara lain dimana kapal tersebut berada. Negara Inggris menerapkan prinsip ini khususnya untuk kapal perang dan pesawat tempur yang tenggelam
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
114
di luar wilayah jurisdiksinya serta adanya Titanic Agreement yang akan melindungi benda – benda dari kapal Titanic yang tenggelam. Salah satu cara penerapan prinsip nasionalitas dan teritorialitas adalah dengan mengadakan kerjasama antara negara dalam perlindungan benda budaya bawah air. Kerjasama ini merupakan salah satu “conerstone” dari UNESCO Convention 2001, yang meminta kepada semua negara peserta konvensi untuk melakukan kerjasama dalam perlindungan benda budaya 48 . Ketentuan untuk melakukan kerjasama dalam peerlindungan benda budaya bawah air ditegaskan pula dalam UNCLOS 1982 49 . Kerjasama antar negara dalam perlindungan benda budaya bawah air dapat diwujudkan dalam perjanjian bilateral maupun multilateral. Berdasarkan perjanjian tersebut negara – negara dapat membuat aturan untuk melindungi benda budaya tertentu sesuai dengan kepentingan masing – masing negara. Perjanjian kerjasama dimaksudkan untuk menghindari adanya perselisihan yang disebabkan permasalahan jurisdiksi antar negara dikaitkan dengan keberadaan kapal suatu negara ditemukan berada di perairan negara lain. Beberapa contoh perjanjian kerjasama perlindungan benda budaya bawah air yang menerapkan prinsip nasionalitas dan teritorialitas antara lain:
48 49
1)
Perjanjian yang berkaitan dengan penumpang ferry Estonia
2)
Perjanjian Titanic.
Pasal 6 Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001. Pasal 303 Ayat (1) UNCLOS 1982.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
115
UNESCO Convention 2001 menyatakan bahwa negara – negara berkewajiban untuk melindungi benda budaya bawah air yang berada di Kawasan (area) 50 . Ketentuan ini sesuai dengan pengaturan dalam UNCLOS 1982 yang antara lain menyebutkan bahwa semua benda purbakala dan yang mempunyai nilai sejarah harus dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus hak – hak yang didahulukan dari negara asal atau negara asal kebudayaan atau negara asal kesejarahan dan asal kepurbakalaan 51 . Berdasarkan ketentuan ini maka suatu negara dapat mendeklarasikan bahwa benda budaya bawah air yang berada di kawasan merupakan milik negara yang bersangkutan. Deklarasi dimaksud dapat ditujukan kepada Direktur Jenderal UNESCO, akan tetapi tidak dapat serta merta benda budaya bawah air tersebut dieksplorasi karena harus memenuhi
ketentuan
sesuai
yang
disyaratkan
dalam UNESCO
Convention 2001.
C.
Benda Budaya berdasarkan Convention On The Protection Of The
Underwater Cultural Heritage 2001 ( UNESCO Convention 2001 ) Dalam UNESCO Convention 2001 yang diartikan dengan Underwater Cultural Heritage (benda cagar budaya) adalah all traces of human existence having a cultural, historical or archeological character which have been partially
50 51
Pasal 11 Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001. Pasal 149 UNCLOS 1982.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
116
or totally under water, periodically or continuously, for at least 100 years suchs as: a. Sites, structures, buildings, artifacts and human remains, together with their archeological and natural context. b. Vessels, aircraft, other vehicles or any part there of, their cargo or other content, together with their archeological and natural context; and c. Object of prehistoric character. 52 Jaringan pipa, kabel dan instalasi – instalasi lainnya di dasar laut tidak dianggap bagian dari Underwater Cultural Heritage ( benda cagar budaya) 53 . Sementara itu benda cagar budaya tidak boleh dieksploitasi secara komersial, dan negara – negara pihak harus bekerja sama dalam melindungi underwater cultural heritage (benda cagar budaya) dan memeliharanya untuk kepentingan umat manusia. UNESCO Convention 2001 yang dihasilkan dari Konferensi UNESCO di Paris dengan pertimbangan bahwa benda budaya merupakan bagian dai sejarah peradaban manusia , bangsa dan negara, sehingga harus menjadi perhatian semua negara dan menjadi tanggung jawab negara – negara di dunia. Para peserta konferensi menyadari bahwa benda budaya yang ada saat ini terancam oleh tindakan – tindakan orang perorang dalam memanfaatkan benda budaya untuk kepentingan individu, selain itu ada beerapa negara yang mempunyai kebijakan untuk memanfaatkan benda budaya dari segi ekonomi tanpa melihat aspek lainnya 52
Pasal 1 pasal (a),Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 Pasal 1 pasal (b) and (c) Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 53
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
117
antara lain pendidikan, sejarah, budaya, dll. Dalam konferensi tersebut ada 3 prinsip yang disampaikan dalam perlindungan bawah air yaitu pertama, preservasi in situ terhadap warisan budaya bawah air, kedua tidak boleh dipublikasikan untuk kepentingan komersial dan ketiga pengembangan pemahaman warisan budaya bawah air 54 . Oleh sebab itu UNESCO Convention 2001 menghimbau kepada negara – negara untuk melakuikan kerjasama dalam perlindungan benda budaya bawah air dan mengambil langkah – langkah konkrit untuk melindungi benda budaya yang ada di wilayah perairannya. Selain itu, tindakan yang berhubungan dengan penanganan situs bawah air berkaitan dengan tingkat kemampuan suatu negara itu adalah berbeda – beda, oleh sebab itu diperlukannya pelaksanaan peningkatan kapasitas, pengembangan infrastruktur, pengembangan jaringan kerjasama di wilayah Asia Pasifik, serta pertukaran informasi melalui berbagai pertemuan. 55 Tujuan utama dari UNESCO Convention 2001 adalah menciptakan kerangka hukum dalam mengatur aktifitas pengambilan benda budaya yang lazim disebut harta karun yang berada di laut. UNESCO Convention 2001 menyatakan bahwa pengaturan perlindungan benda budaya yang berada di wilayah perairan suatu negara menjadi tanggung jawab negara yang bersangkutan, akan tetapi yurisdiksi negara dalam pengaturan perlindungan dan pemanfaatan benda budaya di luar wilayah negaranya menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu harus diatur
54
Surya Helmi , Laporan Pembahasan Peraturan – Peraturan Terkait tentang Peninggalan Warisan Budaya Bawah Air disajikan pada Pertemuan Konsultatif Tingkat Nasional tentang Warisan Budaya Bawah Air, Bogor, 12-14 Juni 2007, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 55 Ibid; Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
118
lebih jelas dan pengelolaan dilakukan dengan standar baku, sebagaimana diatur dalam Annex UNESCO Convention 2001.
Beberapa hal yang menonjol dalam UNESCO Convention 2001, antara lain: 1. benda budaya bawah air dibatasi semua benda yang berada di bawah air yang berusia lebih dari 100 tahun. Benda – benda tersebut antara lain: bangunan, artefak, daerah, kapal, pesawat udara, kargo kapal/pesawat udara dan benda – benda lainnya yang mempunyai karakter pra sejarah. 2. pelaksanaan dari UNESCO Convention 2001 tidak dimaksudkan untuk merubah ketentuan hukum internasional yang sudah ada khususnya tentang kedaulatan negara terhadap kapal dan pesawat udara negara lain. 3. negara dihimbau untuk melindungi benda budaya bawah air di perairan nasionalnya termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen negara terebut. Negara harus menginformasikan dan melaporkan ke Direktorat Jenderal UNESCO adanya benda budaya yang ada di ZEE maupun di landas kontinen. 4. negara diharapkan untuk menentukan saksi atas pelanggaran terhadap perlindungan benda budaya bawah air. Sanksi dimaksud untuk dicantumkan dalam peraturan perundang – undangan nasional. 5. negara – negara dihimbau untuk mengadakan kerjasama dalam perlindungan benda budaya bawah air dan mengambil langkah – langkah konkrit dalam mewujudkan perlindungan benda budaya bawah air.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
119
6. perlindungan benda budaya bawah air di in-situ harus menjadi pilihan utama sebelum memperbolehkan kegiatan lainnya. 7. benda budaya bawah air tidak boleh dieksploitasi untuk tujuan komersial 56 .
56
Sunaryo, Hubungan Antara Convention on The Protection of The Underwtaer Cultural Heritage dengan UNCLOS 1982, disajikan dalam Diskusi tentang “Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage” UNESCO, pada tanggal 18 Mei 2006 di Depdiknas.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
120
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Ketentuan – ketentuan tentang pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya : 1) UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 2) PP 10 Tahun 1993 tentang benda cagar budaya dan 3) Peraturan perundang – undangan lainnya yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Terdapat pengertian yang bersifat ambivalen antara definisi pemanfaatan menurut makalah yang disajikan oleh Direktorat Peninggalan Bawah Air dengan PP No 19 Tahun 2007. Definisi yang dijabarkan oleh Direktorat Peninggalan Bawah Air melalui makalahnya tersebut lebih mengacu pada UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Berkaitan dengan benda cagar budaya pengertian pemanfaatan adalah upaya menggunakan secara maksimal dari setiap perwujudan budaya untuk berbagai kepentingan seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, pariwisata, dan kepentingan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian. Sedangkan pelestarian benda cagar budaya adalah upaya perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan warisan budaya, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Terdapat satu definisi lagi mengenai pemanfaatan benda cagar budaya yaitu kegiatan yang meliputi penjualan kepada pihak ketiga dan pemanfaatan lain untuk Pemerintah.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
121
2. Perhatian yang tertuju kepada keberadaan benda cagar budaya tidak hanya berasal dari tingkat nasional tetapi juga perhatian dari tingkat Internasional, yaitu antara lain : 1) Pada Tahun 2001 UNESCO mengadakan konferensi di Paris yang kemudian menghasilkan Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage dengan pertimbangan bahwa benda budaya merupakan bagian dari sejarah peradaban manusia, bangsa dan negara, sehingga harus menjadi perhatian semua negara dan menjadi tanggung jawab bersama negara – negara di dunia. 2) Pengaturan mengenai benda cagar budaya juga diatur pada UNCLOS 1982 pada pasal 303 Ayat (1 ). UNCLOS 1982 merupakan konvensi yang salah satunya mengatur tentang wilayah maritime yang menjadi jusrisdiksi suatu negara dan wilayah maritime yang di luar jurisdiksi negara, termasuk fungsi – fungsi yang dapat dilakukan di wilayah – wilayah maritim.
B. SARAN Adapun saran yang dapat penulis sampaikan antara lain: 1. Bahwa sebaiknya perlu dibuat sebuah peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai benda cagar budaya bawah air sebab meskipun Indonesia telah mempunyai UU No 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya, namun undang – undang hanya mengatur benda budaya yang berada didaratan dan belum
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
122
mengatur secara jelas tentang perlindungan benda budaya yang berada di bawah air. 2. Adanya rencana meratifikasi Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage 2001 dan sebaiknya rencana ini perlu disambut baik dengan syarat melalui beberapa kajian dan sosialisasi untuk dapat merumuskan dampak dari ratifikasi tersebut. 3. Bahwa dengan rencana untuk meratifikasi Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage sebaiknya Pemerintah Indonesia bersiap untuk melakukan perlindungan yang lebih intens terhadap benda cagar budaya melalui peningkatan pelestarian, pengawasan, disiapkannya prasarana dan sarana yang memadai, serta segala biaya yang diperlukan demi terwujudnya perlindungan yang intens terhadap benda cagar budaya. 4. Bahwa sebaiknya peraturan mengenai benda cagar budaya itu sendiri tidak terdapat yang saling bertentangan seperti pengaturan pemanfaatan benda cagar budaya antara UU No 5 Tahun 1992 dengan PP No 19 Tahun 2007. Hal ini menunjukkan adanya sikap plin-lan
pemerintah
Republik
Indonesia
dalam
mengatur
pemanfaatan benda cagar budaya itu sendiri. Berkaitan dengan hal ini sering terjadi pertentangan kepentingan terhadap benda cagar budaya antar Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
123
Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
124
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku Buana, Mirza Satria, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Nusamedia, Bandung, 2007. Grenier, Robert, dkk, Underwater Cultural Heritage at Risk : Managing Natural and Human Impacts, Biedermann Offsetdruck, Munchen, 2006. Rahardjo, Supratikno, Diskusi tentang Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage, Jakarta, 2006. UNESCO and The Institute of Art and Law, Finishing The Interrupted Voyage, Institute of Art and law, Leichester, 2006. Daftar Makalah Atmodjo, Junus Satrio, Status Hukum Benda Cagar Budaya bawah Air, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007. Maruapey, Effendy, Peranan TNI AL dalam Penegakan Hukum di Laut, Markas Besar AL Dinas Pembinaan Hukum TNI AL, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007. Subomo, Sistem Penanggulangan Kasus Pelanggaran Terhadap Peninggalan Bawah Air, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
125
Sugiarta, Benda Muatan Kapal Tenggelam, Benda Cagar Budaya atau Harta Karun, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007. Sumono, Hardini, Peninggalan Bawah Air Potensi dan Perlindungannya, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air ,2007. Sunaryo, Hubungan Antara Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage dengan United Nations Convention On The Law Of The Sea 1982, disajikan dalam Diskusi tentang Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage, 2006 Supardi, Nunus, Tinjauan Yuridis Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007. Tjandrasasmita, Uka, Bentuk – Bentuk Kegiatan yang Terkait dengan Pembawaan Benda Cagar Budaya ke Luar Wilayah Indonesia, disajikan dalam kegiatan Rapat Evaluasi Penanggulangan Kasus Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Bawah Air, 2007. Widiati, Pedoman Pemanfaatan Situs Peninggalan Bawah Air, disajikan dalam kegiatan
Rapat
Penyusunan
Draft
Pedoman
Pemanfaatan
Situs
Peninggalan Bawah Air, 2008. Daftar Dokumen
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008
126
Undang – undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Peraturan Undang – Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 107 Tahun 2000 tentang Pembentukan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. United National Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 ICOMOS Charter on The Protection and Management of Underwater Cultural Heritage 1996. UNESCO Convention on The Protection of Underwater Cultural Heritage 2001.
Indah Lestari : Pengaturan Pelestarian Dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Uu No. 5 Tahun 1992 Dan Konvensi Internasional, 2009 USU Repository © 2008