1
Laporan Hasil Penelitian
PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN MATERI AUDITING MAHASISWA TERHADAP PENENTUAN TINGKAT MATERIALITAS (STUDI EMPIRIS DI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN)
Peneliti: Danri Toni Siboro, SE, MSi, Akt
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014
2
ABSTRAK Mahasiswa akuntansi sebagai calon auditor akan bertugas untuk memeriksa laporan keuangan, dimana diantaranya adalah penentuan tingkat materialitas. Dasar yang utama dalam menentukan tingkat materialitas harus ditetapkan sejak awal. Hal ini dimulai dari pertama kali kita dikenalkan dengan materialitas dalam kegiatan perkuliahan akuntansi melalui mata kuliah Auditing dan kelanjutannya. Dalam proses penentuan tingkat materialitas tergantung pada pemahaman mahasiswa dalam menerima pelajaran, sekarang ini banyak mahasiswa akuntansi tingkat atas yang tidak mengetahui materialitas. Sedangkan materialitas sangat penting dalam proses pemeriksaan laporan keuangan agar dapat memberikan opini yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah tingkat pemahaman materi Auditing mahasiswa berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Responden dalam penelitian ini sebanyak 117 orang adalah mahasiswa dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan membagi kuesioner langsung pada responden. Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi Auditing yang dilihat dari nilai Auditing 1. Variabel dependennya adalah pemahaman penentuan tingkat materialitas yang dilihat dari jawaban kuesioner yang diisi oleh responden. Uji kualitas data menggunakan uji validitas dengan correlate dan uji reliabilitas dengan cronbach alpha > 0.6 dengan bantuan program SPSS for Windows. Teknik analisis data menggunakan uji beda Kruskal-Wallis. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi Auditing berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas karena materialitas hanya sebagai sub bab yang mana diajarkan bersamaan dengan materi lainnya sehingga mahasiswa tidak terlalu focus dan gampang melupakan.
Kata kunci : Auditing, Nilai Auditing, Materialitas.
3
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tujuan utama pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Agar hal tersebut relevan dapat dicapai diperlukan suatu pengungkapan yang jelas mengenai data akuntansi dan informasi lain yang relevan. Kepada siapa informasi keuangan disajikan, apa yang perlu diungkapkan, tujuan pengungkapan dan bagaimana informasi tersebut diungkapkan merupakan bagian penting dalam pelaporan keuangan. Audit laporan keuangan sangat diperlukan dalam suatu perusahaan karena laporan keuangan mempunyai kemungkinan mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, dan laporan keuangan yang sudah diaudit dapat meyakinkan para pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterimakan umum. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk tujuan audit. Pertimbangan
pengendalian
intern
dalam
audit
laporan
keuangan
mensyaratkan agar dalam perencanaan audit, auditor harus memperoleh pemahaman yang memadai tentang pengendalian intern entitas atas laporan keuangan. Juga disebutkan bahwa pengetahuan tersebut harus digunakan untuk mengidentifikasi tipe
4
salah saji potensial, mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap resiko salah saji material, dan mendesain pengujian substantif. Pemahaman tersebut seringkali akan berdampak terhadap pertimbangan auditor tentang siginifikan atau tidaknya faktor salah saji tersebut. Statement on Auditing Standart (SAS) 47 menyatakan bahwa : kebijakan materialitas dibuat berkaitannya dengan kegiatan sekelilingnya dan melibatkan pertimbangan kualitatif dan kuantitatif (AICPA, 1983 dalam Hastuti, Indarto, dan Susilawati, 2003). Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji (Arifudin, Faridah, Wahyudin, 2002). Evaluasi materialitas menuntut manajemen perusahaan dan auditornya untuk mempertimbangkan seluruh fakta – fakta dan kondisi yang relevan. Faktor - faktor kualitatif mungkin dapat menjadi penyebab kesalahan pencatatan dari sejumlah kecil yang dinyatakan secara kuantitatif tidak material menjadi material. Karena sifatnya yang relatif, diperlukan basis untuk menentukan materialitas suatu salah saji. Laba sebelum pajak adalah salah satu faktor terpenting dalam penetapan materialitas, karena hal ini selalu dianggap informasi yang kritis bagi pemakai. Juga penting untuk ditelaah apakah salah saji akan mempengaruhi basis penetapan materialitas yang lain seperti aktiva lancar, total aktiva, utang lancar, modal sendiri, dan lain-lain. Sebagai contoh : Seorang auditor menetapkan salah saji dalam laba sebelum pajak sebesar 100 juta atau lebih, sementara salah saji sebesar 400 juta adalah jumlah yang meterial untuk aktiva tetap. Maka auditor harus menentukan semua salah saji yang mempengaruhi laba sebelum
5
pajak melebihi jumlah 100 juta yang ditetapkan sebagai jumlah materialitas. Sebagian besar kekeliruan akan mempengaruhi akun-akun neraca dan laba rugi, baik aktiva tetap melebihi 400 juta, tetapi ada kekeliruan yang mempengaruhi neraca, seperti salah klasifikasi pada aktiva tetap ke aktiva lancar. (Arens dan Locbbecke, 1992: 216 dalam Arifudin, Faridah, Wahyudin, 2002). Dasar yang utama dalam menentukan tingkat materialitas harus ditetapkan sejak awal, hal ini dimulai dari pertama kali kita dikenalkan dengan materialitas dalam kegiatan perkuliahan akuntansi yang akan berguna bagi mahasiswa sebagai calon auditor dapat mengetahui dalam proses audit juga ada yang menyangkut materialitas sehingga dapat memberikan opini yang berguna bagi perusahaan, melalui mata kuliah pemeriksaan akuntansi atau Auditing dan lanjutannya. Dalam proses penentuan tingkat materialitas tergantung pada tingkat pemahaman mahasiswa dalam menerima pelajaran, sekarang ini banyak mahasiswa akuntansi yang tidak mengetahui apa itu materialitas dan untuk apa. Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi seorang auditor. Oleh karena itu dalam penelitian ini saya ingin mengetahui apakah mahasiswa yang telah paham dengan mata kuliah auditing mempunyai pengaruh terhadap materialitas atau tidak. Universitas
Universitas HKBP
Nommensen di Medan dengan tingkat akreditasi B yang diasumsikan mempunyai proses pembelajaran yang baik. Dengan adanya perbedaan dalam tingkat pemahaman dari mahasiswa, penulis ingin membuktikan apakah tingkat pemahaman mahasiswa berpengaruh terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dosen untuk dapat mengetahui tingkat pemahaman
6
mahasiswa terhadap materialitas. Maka penulis tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul :
“Pengaruh Tingkat Pemahaman Materi Auditing Mahasiswa
Terhadap Pemahaman Penentuan Tingkat Materialitas.“
I.2 Perumusan Masalah Masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah tingkat pemahaman tentang materi Auditing mahasiswa akuntansi berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas ?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.3.1 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi auditing berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas.
I.3.2 Manfaat Penelitian a. Bagi Dosen Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para dosen mengenai tingkat pemahaman mahasiswa terhadap penentuan tingkat materialitas. Jika hasil penelitian ini positif, maka dosen dapat meningkatkan kualitas pembelajaran agar mahasiswa dapat lebih memahami materialitas.
7
b. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan atau juga sebagai pembanding jika pembaca ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi dalam 5 bab, yaitu: Bab I,
merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika pembahasan dalam penelitian ini.
Bab II,
Landasan Teori merupakan tinjauan pustaka, pengertian akuntansi, pengertian auditing, pengertian materialitas dan resiko audit, kerangka pikir, serta pengembangan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini.
Bab III,
Merupakan metode penelitian yang berisi sampel yang digunakan dalam penelitian ini, jenis data, teknik pengumpulan data, metode analisis data, definisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis data.
Bab IV,
Merupakan hasil dan analisis data yang akan menguraikan berbagai perhitungan yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
Bab V,
Merupakan kesimpulan, keterbatasan dan saran dari analisis yang telah dilakukan.
8
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Akuntansi Akuntansi
adalah
proses
pengidentifikasian,
pencatatan,
dan
pengkomunikasian kejadian- kejadian ekonomi suatu organisasi kepada para pemakai informasi yang berkepentingan. Pengukuran-pengukuran akuntansi hampir selalu dinyatakan dalam satuan-satuan moneter dan berkaitan dengan organisasi ekonomi seperti perusahaan, pemerintah dan individu. Akuntansi memberikan jasa yang sangat vital dengan memasok informasi yang dibutuhkan oleh para pengambil keputusan untuk membuat pilihan-pilihan yang masuk akal di antara alternatif-alternatif penggunaan sumber-sumber yang langka dalam menjalankan bisnis dan kegiatankegiatan ekonomi (Simamora, 2000: 4). Akuntansi merupakan fungsi jasa. Akuntansi adalah aktivitas jasa yang dirancang
untuk
mengidentifikasikan,
mengukur,
mengkalsifikasikan
dan
mengikhtisarkan kejadian atau transaksi ekonomi yang menghasilkan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan yang digunakan dalam pengambilan keputusan seperti kreditur, investor, dan manajer.
Akuntansi melibatkan sistem
konsep dan prosedur yang mengorganisasikan dan meringkas kegiatan-kegiatan ekonomi entitas (Simamora, 2000 : 5 ). Dari pengertian akuntansi diatas, maka akuntansi terdiri dari tiga aktivitas atau kegiatan utama yaitu:
9
1. Aktivitas identifikasi yaitu mengidentifikasikan transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan. 2. Aktivitas pencatatan yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mencatat transaksitransaksi yang telah diidentifikasi secara kronologis dan sistematis. 3. Aktivitas komunikasi yaitu aktivitas untuk mengkomunikasikan informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan kepada para pemakai laporan keuangan atau pihak yang berkepentingan baik internal perusahaan maupun pihak eksternal. 2.2 Auditing Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria – kriteria yang telah ditetapkan. Untuk melaksanakan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Agar dapat diverifikasi, maka informasi tersebut harus dapat diukur (Arens dan Loebbecke, 2003). Dari pengertian auditing tersebut dapat disimpulkan: a. Proses Suatu langkah-langkah kegiatan yang sistematis untuk mencapai tujuan. b. Pelaku Auditing Orang yang mampu dan independen.
10
Orang yang mampu adalah yang mempunyai keahlian dan pelatihan teknis yang cukup memadai dalam bidang audit dan dalam bidang yang berkaitan dengan obyek yang diauditnya. Independen adalah bebas dari pengaruh pihak lain untuk mengambil keputusan secara jujur dan obyektif. Yang melakukan audit disebut auditor. c. Yang Dilakukannya Menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi. Bukti adalah informasi/fakta yang digunakan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan (menyatakan pendapat). d. Bukti Apa Bukti/informasi yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi (Entity). e. Informasi Yang Terukur Keterangan-keterangan yang dikuantitatifkan (yang dapat dibentuk dalam angkaangka). f. Kesatuan Ekonomi Suatu organisasi/lembaga yang mempunyai kegiatan yang bersifat keuangan. g. Apa Tujuannya Untuk mempertimbangkan (membandingkan) dan melaporkan kesesuaian bukti informasi terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan. h. Kriteria Yang Telah Ditetapkan Prosedur-prosedur, ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan lainnya yang digunakan sebagai standar untuk menilai informasi yang terukur.
11
Perbedaan Auditing dengan Akuntansi adalah : a
Fungsi akuntansi bagi badan usaha dan masyarakat adalah menyajikan informasi kuantitatif tertentu yang dapat digunakan oleh pimpinan entitas ekonomi maupun pihak lainnya untuk mengambil keputusan. Agar penyajian informasi tepat, maka seorang akuntan harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai prinsip-prinsip dan aturan-aturan dalam penyusunan laporan akuntansi. Hasil akhirnya adalah laporan keuangan dan pihak yang bertanggung jawab adalah manajemen.
b
Dalam Auditing data akuntansi, yang menjadi pokok adalah menentukan apakah informasi yang tercatat telah mencerminkan dengan benar kejadian ekonomi pada periode akuntansi. Karena kriterianya adalah aturan-aturan akuntansi, maka seorang auditor harus memahami aturan- aturan tersebut dengan baik yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil akhir dari audit adalah laporan auditor dan pihak yang bertanggung jawab adalah auditor
2.3 Materialitas dan Resiko Audit Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan dengan demikian, setiap audit laporan keuangan
yang
dilakukan
auditor
harus
mempertimbangkan
materialitas.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam SA Seksi 312 mengenai Resiko Audit dan Materialitas Audit bahwa auditor diharuskan untuk mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit dan penilaian terhadap laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar sesuai dengan Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum.
12
Sehingga auditor perlu mempertimbangkan materialitas dan resiko audit untuk menentukan sifat, jenis, saat/waktu, dan luas/cakupan pengujian audit yang dilakukan auditort. Materialitas perlu dipertimbangkan untuk merencanakan audit dan merancang prosedur audit ( Halim, 2003).
2.3.1 Materialitas Materialitas dalam akuntansi adalah sesuatu yang relatif, nilai kuantitatif yang penting dari beberapa informasi keuangan, bagi para pemakai laporan keuangan, dalam konteks pembuatan keputusan (Frishkoff, 1970 dalam Hastuti, Indarto, Susilawati, 2003). Materialitas adalah karakteristik yang melekat pada suatu pernyataan, fakta,
atau item
yang pengungkapannya
atau metode untuk
mengekspresikannya dipengaruhi oleh pertimbangan seseorang yang dianggap bijaksana dan independen. ( Rose, Beaver, Sbecker, Sorter dalam Hastuti, Indarto, Susilawati, 2003 ). Pedoman materialitas yang beralasan dan diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, dimana akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya suatu informasi dikatakan material (Olson dalam Hastuti, Indarto, Susilawati, 2003). Jadi materialitas adalah besarnya informasi salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi tersebut. Materialitas merupakan konsep yang sangat penting dalam teori dan praktik akuntansi dan pengauditan. Konsep ini menyebutkan bahwa sesuatu dinyatakan material apabila keputusan ekonomi penggunaan laporan keuangan terpengaruh oleh
13
sebuah informasi ( Newton, 1977 dalam Raino, 2005). Peran materialitas adalah mempengaruhi kuantitas dan kualitas informasi akuntansi yang diperlukan auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti. Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi keuangan seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi, hanya informasi material yang seharusnya disajikan. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa konsep materialitas juga tidak memandang secara lengkap terhadap semua kesalahan, hanya kesalahan yang mempunyai pengaruh material yang wajib diperbaiki. Materialitas seharusnya bukan hanya ditentukan dalam kaitannya dengan keputusan investor, baik yang berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metode penyajian penyampaian informasi yang dapat mempengaruhi investor, tetapi juga dalam hal bukti tentang apa dan berapa besar pengaruh pertimbangan seseorang atau pertimbangan rata-rata dari investor yang bijaksana. FASB (1996 dalam Raino, 2005) mengakui konsep materialitas dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Faktor- faktor kualitatif yang mempengaruhi materialitas: 1. Jumlah yang diakibatkan ketidakberesan biasanya dipandang lebih penting dari kekeliruan yang tidak disengaja, karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan integritas manajemen/staff. Misalnya: salah saji yang disengaja dalam persediaan akan dianggap lebih penting dari kekeliruan klerikal walupun jumlahnya sama. 2. Kekeliruan yang sekecil sekalipun dapat dipandang material kalau berkaitan dengan kewajiban kontrak. Misalnya; jika modal kerja netto dalam laporan
14
keuangan hanya lebih beberapa ratus rupiah dari nilai minimum yang diisyaratkan sebuah perjanjian pinjaman. Kalau modal kerja netto lebih kecil dari minimum yang diminta, hal ini dapat membatalkan pinjaman di atas, yang menjadikan klasifikasi lancar atau tidak lancar kewajiban tersebut akan terpengaruh secara material. 3. Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi kecenderungan laba. Misalnya: kalau kecendurangan laba yang dilaporkan meningkat 3% setahun selama 5 tahun, maka penurunan 1% dalam tahun berjalan, akan dianggap material. Dalam konteks yang sama kekeliruan yang menyebabkan kerugian dicatat sebagai laba, juga harus diperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penentuan materialitas yang harus diperhatikan manajemen menurut tinjauan terhadap Staff Accounting Bullentins (SAB) No 99 yaitu : 1. Keterkaitan eksklusif terhadap kriteria kuantitatif untuk penentuan materialitas tidak diperbolehkan. 2. Manajemen sebaiknya terbiasa dan memberikan pertimbangan yang layak terhadap faktor-faktor kualitatif untuk penentuan materialitas. 3. Materialitas suatu item-item harus dipertimbangkan baik secara individual maupun keseluruhan. 4. Manajemen harus waspada terhadap intentional immaterial misstatement yang cenderung illegal dan membuat manajemen melakukan pelanggaran.
15
Statement on Auditing Standart (SAS) 47 juga memberikan arahan pada auditor dalam mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif dalam penentuan materialitas suatu item. Evaluasi materialitas menuntut manajemen perusahaan dan auditornya untuk mempertimbangkan seluruh fakta-fakta dan kondisi yang relevan. Faktor-faktor kualitatif mungkin dapat menjadi penyebab kesalahan pencatatan dari sejumlah kecil yang dinyatakan secara kuantitatif tidak material menjadi material. Penentuan materialitas menuntut pertimbangan secara hati-hati atas seluruh relevant circumstance, baik pertimbangan kualitatif yang saling berkaitan. Faktor-faktor kualitatif dapat menyebabkan misstatement yang secara kuantitatif kecil menjadi material ( AICPA, 1983 dalam Raino, 2005). Faktor-faktor penyebab misstatement menurut SAB No. 99 : 1. Timbul dari item yang diukur dengan teliti atau dari estimasi dan tingkat ketidaktepatan dalam estimasi. 2. Indikasi adanya perubahan dalam earnings atau trend lain yang tidak diungkapkan. 3. Indikasi kegagalan untuk memenuhi harapan konsensus analis bagi perusahaan yang tidak diungkapkan. 4. Adanya perubahan rugi menjadi laba dan sebaliknya. 5. Segmen atau bagian usaha lain yang telah diidentifikasikan mempunyai peran signifikan dalam operasi atau profitabilitas perusahaan. 6. Dampak kepatuhan perusahaan terhadap persyaratan perusahaan.
16
7. Dampak kepatuhan perusahaan terhadap perjanjian utang atau persyaratan kontrak lainnya. 8. Dampak dari peningkatan kompensasi manajemen, sebagai contoh dengan memuaskan kebutuhan pemberian bonus atau bentuk kompensasi insentif lainnya. 9. Melibatkan penyembunyian transaksi yang secara hukum tidak sah. Pertimbangan kwantitas yang mempengaruhi materialitas sampai pada saat ini, belum ada diatur baik standar akuntansi maupun standar auditing tentang pedoman resmi pengukuran kwantitas materialitas. Namun pedoman dibawah ini dapat digunakan dalam praktek. a. 5% s.d 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil s/d 5% untuk labanya yang lebih besar) b. 0,5% s.d 1% dari total aktiva c. 1% dari equitas d. 0,5% s.d 1% dari penghasilan kotor e. Suatu persentase yang bervariasi didasarkan atas besarnya total aktiva atau penghasilan. Pada perencanaan audit, auditor membuat pertimbangan awal terhadap materialitas. Pertimbangan tingkat materialitas pada perencanaan audit berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada kesimpulan audit dalam menilai temuan audit, karena keadaan lingkungan yang mungkin berubah dan informasi tambahan tentang klien yang diperoleh selama audit dilakukan.
17
Pada perencanaan audit, auditor menaksir tingkat materialitas pada dua tingkatan: 1. Tingkat materialitas pada laporan keuangan 2. Tingkat materialitas pada saldo perkiraan
Tingkat materialitas pada laporan keuangan Tingkat materialitas pada laporan keuangan harus dipertimbangkan auditor karena pendapat auditor terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Laporan keuangan dinyatakan salah saji secara material karena laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan atau penyimpangan baik secara individual maupun secara menyeluruh.
Salah saji boleh berasal dari kesalahan penerapan prinsip
akuntansi, peyimpangan dari fakta yang ada atau hilangnya informasi penting. Pada perencanaan audit, auditor boleh mengakui lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan terhadaplaporan keuangan. Untuk laporan laba-rugi, materialitas berhubungan dengan total penghasilan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau laba bersih. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan kepada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja atau equitas. Pada pertimbangan awal materialitas auditor pada awalnya menentukan tingkat materialitas secara gabungan untuk setiap laporan sebagai contoh, ditaksir bahwa total kesalahan Rp 10.000.000,- untuk laporan laba-rugi dan Rp 20.000.000,untuk neraca dianggap sudah material. Untuk tujuan perencanaan auditor harus menggunakan tingkat materialitas gabungan yang terendah terhadap salah saji yang
18
dipertimbangkan material untuk salah satu laporan keuangan karena (1) Laporan Keuangan berkaitan satu dengan yang lainnya dan (2) banyak prosedur audit terkait kepada lebih dari satu laporan. Misalnya, prosedur audit untuk menentukan, apakah penjualan kredit akhir tahun telah dicatatkan pada periode yang tepat menyediakan bukti tentang piutang dagang di neraca dan penjualan di laporan laba-rugi. Pertimbangan awal, auditor tentang materialitas selalu dilakukan 6 bulan sampai dengan 9 bulan sebelum tanggal neraca. Dengan demikian, pertimbangan tersebut boleh didasarkan atas data laporan keuangan interim. Dengan alternatif lain, pertimbangan tersebut didasarkan atas data keuangan satu tahun atau lebih dari tahun sebelumnya yang disesuaikan untuk perubahan sekarang, seperti kondisi umum kecenderungan ekonomi dan industri.
Tingkat materialitas pada saldo perkiraan Materialitas pada level ini adalah salah saji maximum yang terdapat pada saldo perkiraan sebelum dipertimbangkan salah saji secara material. Materialitas pada saldo perkiraan dikenal sebagai salah saji yang dapat ditoleransi (Tolerable Misstament). Konsep materialitas pada saldo perkiraan tidaklah sama dengan istilah saldo perkiraan material (material account balance). Istilah “saldo perkiraan material” merupakan “besarnya suatu saldo perkiraan yang dicatatkan” sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan “jumlah salah saji” yang mempengaruhi keputusan pemakai. Saldo yang dicatatkan dari suatu perkiraan pada umumnya
19
menggambarkan batas bawah atas suatu jumlah dengan mana suatu perkiraan dapat terlalu besar. Dalam membuat pertimbangan tentang materialitas pada tingkat saldo perkiraan, auditor harus mempertimbangkan hubungannya dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini menuntun auditor untuk merencanakan audit dalam mendeteksi salah saji yang mungkin secara individual tidak material, tetapi bila digabungkan dengan salah saji dengan saldo perkiraan lainnya, boleh jadi material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.
Alokasi materialitas laporan keuangan ke perkiraan Ketika pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikwantitatifkan, suatu taksiran awal materialitas untuk setiap perkiraan dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke masing-masing perkiraan. Alokasi tersebut dilakukan terhadap perkiraan neraca dan laba rugi. Namun demikian, karena banyak salah saji pada laporan laba rugi juga mempengaruhi neraca dan karena disana lebih sedikit perkiraan neraca, banyak auditor membuat alokasi berdasarkan perkiraan neraca. Dalam membuat alokasi auditor harus mempertimbangkan kemungkinan slah saji dalam perkiraan dan kemungkinan pembiayaan untuk memverifikasi perkiraan. Sebagai contoh, salah saji lebih mungkin ada dalam persediaan daripada di aktiva tetap, dan biasanya biayanya lebih rendah mengaudit aktiva tetap daripada persediaan.
20
Tanggung jawab dari auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan memiliki kesalahan material, jika auditor menemukan kesalahan material maka ia akan meminta perhatian klien supaya klien dapat melakukan tindakan perbaikan (Arens dan Loebbecke, 1988 : 241).
2.3.2
Resiko Audit (Audit Risk) Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh
keyakinan yang memadai-bukan absolut-bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material, maka terdapat beberapa derajat resiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor. Dalam merencanakan audit, auditor juga harus mempertimbangkan resiko audit. Menurut SA Seksi 312 Resiko audit dan materialitas dalam pelaksanaan audit, resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa menyadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor berkeinginan menyatakan pendapatnya yang tepat semakin rendah resiko audit yang dapat diterima auditor. Jika 98% kepastian yang diinginkan, resiko audit adalah 2%, sedangkan jika 95% kepastian yang dipertimbangkan sudah cukup memuaskan maka resiko auditnya adalah 5%. Komponen resiko audit terdiri dari 3 komponen/elemen resiko yaitu :
21
a. Inherent Risk (resiko bawaan/melekat) Suatu resiko yang disebabkan oleh karena sifat kelemahan dari suatu saldo perkiraan untuk salah saji secara material, dengan asumsi klien tidak mempunyai pengendalian intern dengan perkiraan tersebut. Penilaian terhadap resiko bawaan meliputi evaluasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan salah saji pada suatu asersi. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin menimbulkan salah saji dibandingkan dengan perhitungan sederhana. Faktor-faktor ekonomi dan persaingan, serta perlunya mencapai target laba yang dilaporkan dapat mendorong manajemen untuk menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Para auditor berusaha untuk menilai kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, sebelum mempertimbangkan pengendalian intern entitas. b. Control Risk (resiko pengendalian) Resiko yang mungkin terjadi atas suatu perkiraan yang salah saji secara material karena pengendalian intern klien yang tidak baik sehingga tidak dapat menemukan/mencegah
salah saji tesebut. Manajemen seringkali mengakui
adanya resiko salah saji yang melekat pada sistem akuntansi, sehingga manajemen berusaha merancang struktur pengendalian intern untuk mencegah, mendeteksi dan mengkoreksi salah saji tersebut secara tepat waktu. Sebagai contoh, resiko salah saji yang material untuk suatu asersi dapat dikurangi apabila auditor memiliki bukti bahwa pengendalian intern atas asersi tersebut telah secara efektif dirancang dan diterapkan dalam operasi.
22
c. Detection Risk (Resiko deteksi) Resiko bahwa kemungkinan suatu perkiraan akan salah secara material karena prosedur-prosedur
audit
yang
diterapkan
auditor
tidak
dapat
mendeteksi/menemukan kesalahan tersebut. Setelah auditor membuat keputusan tentang resiko audit, resiko bawaan, dan resiko pengendalian secara keseluruhan, maka auditor dapat menggunakan model resiko audit untuk membuat keputusan tentang bukti audit yang diperlukan guna membatasi resiko sampai tingkat serendah mungkin. Resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadarinya, tidak memodifikasi sebagaimana mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Auditor perlu mempertimbangkan resiko audit untuk merencanakan audit dan merancang prosedur audit secara efisien dan efektif. Semakin kecil resiko audit maka semakin banyak bukti yang diperlukan ( Halim, 2003).
2.4 Kerangka Pikir Penelitian Mahasiswa akuntansi akan berprofesi menjadi (1) akuntan pendidik yaitu akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi., (2) akuntan publik yaitu akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan / menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan laporan keuangan kepada kliennya atas dasar
23
pembayaran tertentu., (3) akuntan pemerintah yaitu akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Instansi Pajak dan, (4) akuntan perusahaan disebut juga sebagai akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan mengenai investasi jangka panjang. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern. Akuntan publik bertugas memeriksa laporan keuangan, salah satu yang penting adalah menentukan materialitas. Materialitas diajarkan dalam pelajaran auditing. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah tingkat pemahaman mahasiswa dalam materi auditing berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Gambar 2.1 Kerangka Pikir Mahasiswa Akuntansi
Akuntan Pendidik
Akuntan Publik (Auditor )
Akuntan Pemerintah
Akuntan Perusahaan
Memeriksa Laporan Keuangan : menentukan materialitas
Materialitas ?
Apakah tingkat pemahaman mahasiswa dalam materi auditing berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas?
24
2.5 Pengembangan Hipotesis Tingkat pemahaman akuntansi mahasiswa dinyatakan dengan seberapa mengerti seorang mahasiswa terhadap apa yang sudah dipelajari dalam suatu pelajaran yang telah didapatkan. Dalam pelajaran auditing, mahasiswa mempelajari tentang materialitas. Tanda seorang mahasiswa memahami akuntansi tidak hanya ditunjukkan dari nilai-nilai yang yang didapatnya dalam mata kuliah tersebut, tetapi juga akan tercermin apabila mahasiswa itu mengerti dan dapat menguasai atau memahami akuntansi apabila ilmu akuntansi yang sudah diperolehnya selama ini dapat diterapkan dalam kehidupannya bermasyarakat atau dengan kata lain dapat dipraktekkan dalam dunia kerja (Budhiyanto dan Nugroho, 2004). Melalui pelajaran Auditing kita mempelajari bagaimana memeriksa laporan keuangan dengan benar termasuk tentang materialitas yang merupakan salah satu elemen dalam Auditing. Penentuan tingkat materialitas penting untuk menentukan informasi salah saji yang akan berpengaruh terhadap akun – akun lainnya. Dengan tingkat pemahaman mahasiswa yang berbeda - beda dalam menerima pelajaran Auditing dengan materi penentuan tingkat materialitas, maka pemahaman tentang penentuan tingkat materialitas akan cenderung berbeda – beda. Tingkat pemahaman Auditing mahasiswa akan mempengaruhi pemahaman penentuan tingkat materialitas. Semakin paham mahasiswa tentang materi Auditing maka pemahaman penentuan tingkat materialitasnya semakin tinggi. Sehingga di dapat hipotesis sebagai berikut :
25
H1 : Tingkat pemahaman mahasiswa dalam materi auditing berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas.
26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Sampel Sampel adalah sebuah beberapa anggota atau bagian yang dipilih dari populasi, yang diharapkan dapat diambil kesimpulan yang akan digenelalisasikan ke seluruh organisasi (Sularso, 2003). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu dalam rangka pencapaian tujuan penelitian. Kriteria yang digunakan berdasarkan jatah tertentu yaitu quota sampling yang berdalih bahwa sampel harus mempunyai karakteristik yang dimiliki oleh populasinya (Hartono, 2004: 79) Karakteristik yang disyaratkan adalah : 1.
Mahasiswa akuntansi yang masih aktif tahun ajaran 2013/2014.
2.
Mahasiswa yang telah lulus mengambil mata kuliah Auditing I, karena pada mata kuliah Auditing I materi tentang materialitas telah diberikan. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria di atas tidak dapat diketahui dengan
pasti. Menurut Rao (1996) (dalam hikmah 2002) polulasi sampel yang besar dapat ditentukan dengan rumus :
Z2 n 2 4moe
27
Dimana: Z
= tingkat kepastian yang diperlukan dalam pemilihan sampel.
Moe
= margin error atau kesalahan maksimum yang dapat ditolerir. Penelitian ini menggunakan tingkat kepastian sebesar 95%, Z=1,96 dan
moe=plus-minus 10% (menurut asumsi Rao, besarnya moe plus-minus 10%). Berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah : (1,96) 2 n 4(0,1) 2
n 97 Berdasarkan analisis tersebut sampel diperlukan sebanyak 97.
3.2 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab penelitian dari survei lapangan. (Kuncoro, 2003 :127).
3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah survey dengan kuesioner yang diisi oleh mahasiswa akuntansi yang telah memenuhi syarat, dengan cara membagikan secara langsung pada responden.
28
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Independen dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman tentang materi Auditing oleh mahasiswa akuntansi. Tingkat pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam menangkap suatu informasi yang dapat dilihat dari hasil nilai yang diperolehnya. Tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi auditing dapat dilihat dari nilai yang didapat dari masing-masing mahasiswa dalam mata kuliah Auditing 1 yaitu nilai A, B, C, D, E. Nilai A menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan sangat paham dengan materi auditing, nilai B menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan paham dengan materi auditing, nilai C menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan cukup paham dengan materi auditing, nilai D menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan kurang paham dengan materi auditing, dan nilai E menunjukkan bahwa mahasiswa yang bersangkutan sangat tidak paham dengan materi auditing. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penentuan tingkat materialitas. Materialitas dalam penelitian ini adalah pemahaman mahasiswa tentang penentuan tingkat materialitas, yang dapat berpengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena penghilangan atau salah saji. Pengukurannya menggunakan kuesioner yang dikembangkan menurut buku Auditing yang ditulis oleh. Guy, Alderman, dan Winters (2001), dan juga buku Auditing yang ditulis oleh Hartadi (1990) yang berisi soal dan kasus tentang materialitas yang terdiri dari 10 pertanyaan dan menggunakan skala likert : (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, (5) sangat setuju. Semakin setuju jawaban responden
29
maka pemahaman mahasiswa terhadap penentuan tingkat materialitas semakin besar. Untuk pertanyaan nomor 1, 7, 8 dan 10 semakin tidak setuju jawaban responden maka pemahaman mahasiswa terhadap penentuan materialitas semakin besar, sehingga perlu dilakukan recoding.
3.5. Teknik Analisis Data hasil penelitian dilakukan analisis untuk memberikan penjelasan dan menginterpretasikan atas perolehan data. Penelitian ini menggunakan teknik analisis sebagai berikut:
3.5.1
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif diperlukan untuk memberikan gambaran umum mengenai
responden yang dijelaskan dengan tabel distribusi frekuensi, untuk menunjukkan demografi responden sedangkan deskripsi variabel penelitian menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menunjukkan angka modus, median standar deviasi diperoleh dari hasil jawaban responden yang diterima.
3.5.2
Uji Kualitas Data Untuk mengetahui reliabilitas suatu kuesioner yang merupakan indikator dari
variabel penelitian, maka diperlukan uji reliabilitas dan validitas (Hair, Anderson, Tatham, and Black, 1998). Untuk menguji kualitas data yang diperoleh dari penerapan instrumen, maka diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Ada dua jenis uji kualitas data yang dilakukan dalam penelitian ini:
30
a. Uji Validitas (Test of Validity) Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan analisis faktor terhadap nilai setiap variabel. Analisis faktor digunakan untuk menguji apakah butir-butir pertanyaan atau indikator yang digunakan dapat mengkonfirmasi sebuah faktor atau konstruk atau vaiabel (Imam Ghozali, 2002). Pengujian ini dilakukan dengan uji pearson correlation, yang menghubungkan antara skor masing- masing butir pertanyaan dengan total butir pertanyaan. b. Uji Reabilitas/keandalan (Test Of Reability) Setelah dapat ditentukan bahwa pernyataan yang sudah dibuat dalam penelitian ini valid, maka dilanjutkan dengan test of reability untuk mengukur suatu kusioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu-kewaktu. Uji reabilitas pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung cronbach alpha. Suatu variabel dikatakan handal (reliabel) jika memiliki koefisien cronbach alpha lebih dari 0,60 (Nunnally, 1969 dalam Imam Ghozali, 2002).
3.5.3
Uji Normalitas Data Uji normalitas adalah langkah awal yang harus dilakukan untuk setiap analisis
mulivariate khususnya jika tujuannya adalah inferensi (Imam Ghozali, 2005). Jika
31
terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal dan independen. Pada penelitian ini untuk menguji normalitas data menggunakan uji KolmogorovSmirnov. Persyaratan data tersebut normal apabila probalitas diatas 0,05.
3.6 Uji Hipotesis Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji beda karena variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi auditing. Tingkat pemahaman mahasiswa tersebut dilihat dari nilai Auditing yang merupakan kelompok (non metrik), sehingga pengaruh ditunjukkan dengan adanya perbedaan rata-rata. Untuk dapat menentukan pengujian data lebih lanjut diperlukan uji normalitas data. Sehingga uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Uji Beda Kruskal-Wallis atau discriminant-test. Uji dapat digunakan untuk melihat variasi dari variable independen yang di uji. Jika hasil t-test menunjukkan nilai positif dan negative
signifikan pada
< mengindikasikan
bahwa nilai auditing tidak berpengaruh dan tidak ada beda terhadap pemahaman materialitas. Dan sebaliknya jika hasil t-test menunjukkan nilai positif dan negatif dan signifikan pada > mengindikasikan bahwa nilai auditing berpengaruh dan berbeda terhadap pemahaman materialitas.
32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan pada bab ini meliputi hasil penelitian untuk mengukur pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas 4.1 Data Umum Responden Responden dalam penelitian adalah mahasiswa yang kuliah di program studi akuntansi fakultas ekonomi universitas HKBP Nommensen. Pembagian kuesioner dilakukan pada bulan Juli 2014. Tabel 4.1 Jenis Kelamin
Valid
Cumulative
Frequency
Percent
Valid Percent
Pria
40
34.2
34.2
34.2
Wanita
77
65.8
65.8
100.0
Total
117
100.0
100.0
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Percent
33
Tabel 4.2 Nilai Auditing I Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
D
7
6.0
6.0
6.0
C
40
34.2
34.2
40.2
B
49
41.9
41.9
82.1
A
21
17.9
17.9
100.0
117
100.0
100.0
Total
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Kuesioner yang dibagi dalam penelitian ini sebanyak 150 kuesioner, yang kembali 148 terdapat 31 kuesioner yang tidak lengkap jawabannya, sehingga kuesioner yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebanyak 117 kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2010 dan 2011 yang telah lulus mata kuliah Auditing I dan masih aktif tahun ajaran 2013/2014. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki sebanyak 40 orang (34.2%) dan wanita sebanyak 70 (65.8%). Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 117 responden yang mendapatkan nilai A sebanyak 21 orang (17,9%), B sebanyak 49 orang (41,9), C sebanyak 40 orang (34,2), dan D sebanyak 7 orang (6,0%). Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai A yang jumlahnya 21 orang terdiri dari 5 pria dan 16 Wanita, nilai B yang jumlahnya 49 orang terdiri dari 15 pria dan 34 Wanita, nilai C yang jumlahnya 40 orang terdiri dari 15 pria dan 25 Wanita, dan nilai D yang jumlahnya 7 orang terdiri dari 5 pria dan 2 Wanita.
34
Tabel 4.3 Jenis Kelamin dengan Nilai Auditing I Jenis Kelamin * Nilai Auditing I Crosstabulation
Nilai Auditing I D Jenis Kelamin Pria
B
A
Total
5
15
15
5
40
2.4
13.7
16.8
7.2
40.0
% within Jenis Kelamin
12.5%
37.5%
37.5%
12.5% 100.0%
% within Nilai Auditing I
71.4%
37.5%
30.6%
23.8%
34.2%
4.3%
12.8%
12.8%
4.3%
34.2%
2
25
34
16
77
4.6
26.3
32.2
13.8
77.0
2.6%
32.5%
44.2%
20.8% 100.0%
28.6%
62.5%
69.4%
76.2%
65.8%
1.7%
21.4%
29.1%
13.7%
65.8%
7
40
49
21
117
7.0
40.0
49.0
21.0
117.0
6.0%
34.2%
41.9%
Count Expected Count
% of Total
Wanita Count Expected Count % within Jenis Kelamin % within Nilai Auditing I % of Total
Total
C
Count Expected Count % within Jenis Kelamin % within Nilai Auditing I
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
6.0% Sumber : data primer yang diolah, 2014 % of Total
17.9% 100.0%
34.2%
41.9%
17.9% 100.0%
4.2 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk menganalisis data berdasarkan atas hasil yang diperoleh dari jawaban responden terhadap indikator pengukur variabel. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat
35
pemahaman mahasiswa tentang penentuan tingkat materialitas. Gambaran mengenai variabel penelitian, disajikan dalam tabel statistik deskriptif yang menunjukkan angkan kisaran teoritis dan sesungguhnya, rata-rata serta standar deviasi dapat dilihat pada tabel 4.4. pada tabel tersebut disajikan kisaran teoritis yang merupakan kisaaran atas bobot jawaban yang secara teoritis didesain dalam kuesioner dan kisaran sesungguhnya yaitu nilai terendah sampai nilai tertinggi atas jawaban responden yang sesungguhnya. Tabel 4.4
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Variabel Penelitian Paham Materialitas
Kisaran Teoritis
Rata-rata Teoritis
Kisaran Aktual
Rata-rata Aktual
10,00-50,00
30,00
18,00-39,00
27.30
Standar Deviasi 5.251
Sumber : data primer yang diolah, 2014 Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat disajikan hasil statistik deskriptif tentang variabel-variabel penelitian sebagai berikut: pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas mempunyai kisaran teoritis bobot jawaban antara 10,00 – 55,00 dengan rata-rata sebesar 30,00. Sedangkan kisaran aktual bobot jawaban responden adalah antara 18,00 – 39,00 dengan rata-rata jawaban responden sebesar 27,30 dan standar deviasi 5,251. Nilai rata-rata jawaban variabel pemahaman mahasiswa dalam materi auditing berpengaruh positif terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas kisaran aktual dibawah rata-rata kisaran teoritis.
36
4.3 Analsis Pengujian Data 4.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, kriteria yang digunakan adalah jika masing-masing variabel menghasilkan nilai K-S-Z dengan P > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing data pada variabel yang diteliti terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas disajikan pada tabel 4.5 Uji normalitas data menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Data normal jika probabilitas signifikansi > . Tingkat pemahaman materialitas dipakai sebagai variabel tes. Nilai K-S untuk variabel tingkat pemahaman materialitas sebesar 2.067 dengan probabilitas signifikansi 0.000 dan nilainya jauh dibawah =0.05 jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol ditolak yang menyatakan variabel tingkat pemahaman materialitas tidak berdistribusi secara normal. Sehingga analisis data menggunakan statistik non-parametrik yaitu analisis uji beda Kruskal-Wallis Test.
37
Tabel 4.5 Pengujian Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Paham Materialitas N Normal Parameters
117 a,,b
Most Extreme Differences
Mean
27.30
Std. Deviation
5.251
Absolute
.191
Positive
.140
Negative
-.191
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
2.067 .000
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : data primer yang diolah, 2014 4.3.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi bivariate (pearson correlation) antara masing-masing skor indikator dengan total skor variabel. Suatu indikator pertanyaan dikatakan valid apabila korelasi antara masing-masing indikator menunjukkan hasil yang signifikan. Variabel pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas mempunyai kisaran korelasi antara -,465 sampai 0,301 dan signifikan pada tingkat 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan terhadap pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas dapat dinyatakan valid. Hasil dari uji validitas dapat dilihat pada tabel 4.6.
38
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Kisaran Korelasi
Variabel Penelitian
Signifikansi
Keterangan
0,01
Valid
Pemahaman mahasiswa dalam materi auditing -0,465** terhadap pemahaman 0,301** penentuan tingkat materialitas Sumber : data primer yang diolah, 2014.
Suatu alat ukur dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang sama bila dipakai untuk mengukur objek yang sama. Uji realiabilitas dalam penelitian ini menggunakan cronbach alpha. Pengujian reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi di antara butir-butir pertanyaan dalam suatu instrumen. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha diatas 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Imam, 2005). Hasil uji reabilitas disajikan dalam tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian Pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas Sumber : data primer yang diolah, 2014.
Nilai Cronbach Alpha
Keterangan
0,605
Reliabel
Variabel pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas mempunyai nilai cronbach alpha 0,605. Nilai tersebut
39
diatas 0,6 sebagai nilai batas, maka semua pertanyaan tentang pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas adalah reliabel.
4.4 Uji Hipotesis Merumuskan Hipotesis : Ho: Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dalam tingkat pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Ha: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dalam tingkat pemahaman mahasiswa dalam materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis dalam penelitian ini menggunakan nilai yang diperoleh mahasiswa sebagai variabel independen dan tingkat pemahaman materialitas sebagai variabel dependen. Hasil pengujian Kruskal-Wallis seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai rank untuk mahasiswa dengan nilai A adalah sebesar 70.02, nilai B sebesar 61.57, nilai C sebesar 52.93, nilai D sebesar 42.64 .Sehingga menunjukkan adanya perbedaan pemahaman penentuan tingkat materialitas. Akan tetapi perbedaan itu tidak signifikan pada =0.05 yang ditunjukkan pada tabel 4.5
40
dimana nilai Chi-Square pemahaman penentuan tingkat materialitas adalah 5.468 dengan signifikansi 0.141 sehingga hipotesis ditolak. Tabel 4.8 Kruskal-Wallis Test Ranks
Paham Materialitas
Nilai Auditing I
N
Mean Rank
D
7
42.64
C
40
52.93
B
49
61.57
A
21
70.02
Total
117
Test Statisticsa,b Paham Materialitas Chi-Square df Asymp. Sig.
5.468 3 .141
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Nilai Auditing I Sumber : data primer yang diolah, 2014. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa mahasiswa yang mendapatkan nilai auditing A, B, C, D ternyata berada pada tingkat pemahaman penentuan tingkat materialitas yang sama yaitu sedang, artinya mereka cukup memahami penentuan tingkat materialitas. Padahal seharusnya mahasiswa dengan tingkat pemahaman materi auditing sangat baik diharapkan pemahaman penentuan tingkat materialitasnya akan masuk pada golongan yang tinggi. Namun kenyataanya tidak sama. Hal ini terjadi
41
karena materi materialitas dalam perkuliahan Auditing adalah sub bab, yang diajarkan bersamaan dengan materi yang lain, bukan dalam 1 kali pertemuan hanya mengupas tentang materi materialitas saja. Materi lainnya adalah materi resiko audit dan strategi audit awal. Sehingga mahasiswa tidak terlalu memfokuskan perhatiannya dan gampang melupakan.
42 BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman mahasiswa tentang materi auditing berpengaruh pada pemahaman penentuan tingkat materialitas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan dalam tingkat pemahaman tentang materi auditing terhadap pemahaman penentuan tingkat materialitas. Hal ini disebabkan karena materi materialitas dalam perkuliahan Auditing adalah sub bab sehingga mahasiswa tidak terlalu memfokuskan perhatiannya dan gampang melupakan.
5.2 Keterbatasan Penelitian ini mempunyai keterbatasan sebagai berikut : 1. Responden dalam penelitian ini hanya terdiri dari 2 angkatan saja karena ada keterbatasan. 2. Tingkat pemahaman mahasiswa dalam penelitian ini dilihat dari nilai saja, dan ternyata nilai tidak dapat mencerminkan tingkat pemahaman mahasiswa. Nilai ini didapat langsung dari sumbernya yaitu dari mahasiswa sendiri dan hasilnya tergantung pada kejujuran mahasiswa itu sendiri. Masih banyak hal lain yang mempengaruhi tingkat pemahaman mahasiswa seperti IQ, EQ, perilaku belajar mahasiswa, dan hal lainnya yang dapat dipelajari lebih dalam lagi (Budhiyanto dan Nugroho, 2004). Saran untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan
43 dengan tingkat pemahaman mahasiswa yang dilihat dari nilai, sebaiknya nilai diambil dari data base Universitas sehingga data yang didapatkan sangat valid. Serta diharapkan dapat meneliti tingkat pemahaman mahasiswa ditinjau dari faktor-faktor lainnya dan tidak terbatas pada nilai saja. Serta dapat menggunakan lingkup sampel yang lebih luas. 3. Penentuan tingkat materialitas biasanya dilakukan oleh orang yang sudah praktek, tetapi dalam penelitian ini respondennya belum pernah praktek.
5.3 Saran Berdasarkan hasil yang didapat dan yang telah disimpulkan diatas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut: 1. Saat perkuliahan Auditing II dan Praktek Pemeriksaan Akuntansi (Laboratorium Audit) diharapkan dosen untuk membuat contoh dengan sedikit praktek kasus tentang materi yang diajarkan pada matakuliah Audit I. Sehingga mahasiswa mengingat kembali tentang materi perkuliahan tersebut. 2. Mata perkuliahan dengan materi yang sulit pemahamannya, hendaknya diberikan lebih dari 1 kali pertemuan paada saat mengiktui perkuliahaan Audit I sehingga mahasiswa dapat memahami materi yang diajarkan dengan lebih baik. 3. Diadakannya tambahan jam untuk asistensi yang dapat memberikan latihan soal dan kasus untuk mahasiswa. Soal-soal latihan yang diberikan oleh asisten dosen, misalnya soal dan kasus tentang materialitas atau materi Auditing lainnya akan membantu mahasiswa agar dapat memahami materi yang diajarkan.
44 4. Mahasiswa dapat lebih aktif dalam mengikuti asistensi sehingga dengan adanya soalsoal latihan yang diberikan akan membantu mereka memahami materi dengan lebih baik.
45 DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. dan James K. Loebbecke, 1988, Auditing, Edisi Ketiga, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Arens dan Loebbecke, 2003, Auditing Pendekatan Terpadu, Adaptasi Amir Abadi Jusuf, Jakarta : Salemba Empat. Arifuddin., Faridah, dan Yusni Wahyudin, 2002, “Hubungan Antara Judgement Audit Dengan Resiko Dan Materialitas”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 103-117. Budhiyanto, Joan Suryanti dan Paskah Ika Nugroho, September 2002, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. X. No. 2, hal. 260-281. Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariet Dengan Program SPSS, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hastuti, Theresia Dwi, Stefani Lily Indarto dan Clara Susilawati, Oktober 2003, “Hubungan Antara Profesionalisme Auditor Dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan”, Simposium Nasional Akuntansi VI, hal. 1206-1220. Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Mulyadi dan Kanaka, 1998, Auditing, Jakarta: Salemba Empat. Raino, Endang, 2005, “ Penentuan Materialitas: Arti Penting Faktor-Faktor Kualitatif ( Tinjauan Terhadap SAB No. 99)”, Modus Vol. 17: hal 53-62. Simamora, Henry, 2000, Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid 1, Jakarta: Salemba Empat. Sularso, Sri, 2003, Buku Pelengkap Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi, Yogyakarta: BPFE. Trihendradi, Cornelius, Memecahkan Kasus Statistik: Deskriptif, Parametrik, dan NonParametrik dengan SPSS 12, Yogyakarta: ANDI. Hatono, Jogiyanto, 2004, Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah Dan PengalamanPengalaman, Yogyakarta: BPFE.
46 Sugiyono, 2001, Statistik Non Parametris Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. Guy, Dan M, C Wayne Alderman dan Alan J. Winters, 2001, Auditing, Edisi kelima, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Hartadi, Bambang, 1990, Auditing Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan, Yogyakarta: BPFE. Halim, Abdul, 2003, Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan, Edisi ketiga, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
47
Pengaruh Tingkat Pemahaman Materi Auditing Mahasiswa Terhadap Pemahaman Penentuan Tingkat Materialitas (STUDI EMPIRIS DI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN)
DANRI TONI SIBORO, SE.,MSi.,Akt.
KUESIONER PENELITIAN
PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014
48 Kepada Yth Adik-adik mahasiswa yang menjadi responden di tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Danri Toni Siboro Pekerjaan : Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen
Dalam rangka untuk menyusun melakukan penelitian ilmiah dengan judul Pengaruh Tingkat Pemahaman Materi Auditing Mahasiswa Terhadap Pemahaman Penentuan Tingkat Materialitas. Penelitian ini tidak untuk mencari jawaban yang benar atau salah, saya ingin mengetahui sampai sejauh mana pemahaman adik-adik kami mahasiswa tentang materi auditing tentang materialitas. Sehubungan dengan hal tersebut, saya mohon bantuan adik-adik mahasiswa untuk memilih jawaban yang sesuai pada kuesioner yang telah disediakan. Jawaban adik-adik kami akan dijaga kerahasiaannya. Seluruh informasi akan dianalisis dan dilaporkan secara keseluruhan/bukan per individu dan digunakan semata-mata untuk kepentingan penelitian ilmiah. Atas partisipasi dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih. Medan, April 2014 Hormat saya, Danri Toni Siboro, SE., MSi., Akt.
49 Petunjuk: Isilah dan beri tanda silang (X) untuk mengisi identitas pribadi. Pertanyaan Identitas 1. Nama :……………………………………………………………(boleh tidak diisi) 2. NPM : ………………………………………………………………... 3. Jenis Kelamin : Pria Wanita 4. Nilai Audit I :....................................................................................
50 Kuesioner tentang konsep materialitas Pengisian jawaban kuesioner didasarkan pada penilaian (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) ragu-ragu, (4) setuju, (5) sangat setuju. . Soal dan Kasus : ( Sumber : (1) Auditing, pengarang : Dan M. Guy, C. Wayne Alderman, Alan J. Winters dan (2) Auditing, pengarang : Bambang Hartadi.) Laporan Keuangan PT AREN 31 Desember 2004 : Neraca dengan total asset Laporan Rugi Laba ( sebelum penyesuaian)
Rp. 615.000.000,00 Rp. 325.000.000,00
Transaksi : ( untuk menjawab pertanyaan 1 dan 2 ) Sebuah faktur Rp. 450.000,00 tertanggal 30 Desember 2004 diterima dan dengan syarat f.o.b destination. Barang telah dikirim tanggal 30 Desember 2004 tetapi hingga 4 Januari 2005 faktur belum diterima. Faktur diterima dan dicatat sebagai persediaan pada tanggal 4 Januari 2005. Dilakukan cut off pada tanggal 31 Desember 2005. No Keterangan 1 Bila dihubungkan dengan rugi laba, nominal Rp. 450.000 dalam faktur tersebut termasuk jumlah yang material. 2 Saat dilakukan cut off tanggal 31 Desember 2004 untuk transaksi diatas, jika dihubungkan dengan neraca maka dibutuhkan jurnal penyesuaian. 3
Jumlah pembayaran ilegal yang tidak material sebaliknya dapat menjadi material jika ada kemungkinan yang layak bahwa hal itu akan menimbulkan kewajiban kontingen atau kerugian yang material atas pendapatan. Oleh karena itu, auditor harus merencanakan audit dan merancang prosedur untuk mendeteksi pembayaran ilegal ini.
4
Kevin, seorang akuntan publik, mendiskusikan kesulitannya dalam membuat pertimbangan materialitas untuk salah satu kliennya, PT. Nusantara, dengan Pamela, seorang akuntan publik. Kevin menyatakan ia percaya bahwa Standar Auditing seksi 312 tentang Resiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, telah memberikan aturan tertentu dalam penentuan materialitas.
1
2
3
4
5
51 Kasus untuk menjawab pertanyaan no 5 – 10. Gino, seorang auditor, dalam melaksanakan audit atas PT Guna Jaya, telah mengajukan ayat jurnal sebagai berikut : (1) Beban gaji Gaji akrual (2) Beban bunga Bunga akrual (3) Piutang Usaha Penjualan
Rp. 30.000.000,00 Rp. 30.000.000,00 Rp. 15.000.000,00 Rp. 15.000.000,00 Rp. 20.000.000,00 Rp. 20.000.000,00
Laba bersih sebelum pajak untuk tahun berjalan adalah Rp. 320.000.000,00 Total aktiva adalah Rp. 3.000.000.000,00 No Keterangan 5 Jika PT Guna Jaya, memutuskan untuk membukukan ayat jurnal yang diusulkan Gino, maka laba sebelum pajak yang baru sebesar Rp.295.000.000,00. 6 Jika PT Guna Jaya memutuskan untuk tidak membukukan ayat jurnal yang telah diusulkan Gino, maka total aktiva yang salah disajikan jika penilaian materialitas dihitung dari total aktiva sebesar 0.7 %. 7 Jumlah salah saji untuk total aktiva lancar tersebut termasuk jumlah yang material. 8 Jumlah sebesar Rp. 20.000.000,00 merupakan jumlah salah saji yang material untuk total aktiva. 9 Dari kasus diatas, Jika PT Guna Jaya memutuskan untuk tidak membukukan ayat jurnal yang telah diusulkan Gino, maka laba bersih sebelum pajak yang salah disajikan jika penilaian materialitas dihitung dari laba bersih sebelum pajak adalah sebesar 14 %. 10 Jumlah salah saji untuk laba bersih sebelum pajak tersebut termasuk jumlah yang tidak material.
1
2
3
4
5