Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri
PENGARUH TEMPERATUR DAN KADAR AIR PEMBUATAN PELLET TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN PROTEIN RANSUM AYAM BROILER FASE FINISHER Citra Kartika Wuri*, Hery Supratman**, dan Abun** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Dosen Fakultas Peternakan Unpad Email:
[email protected]
ABSTRAK Pellet merupakan salah satu bentuk pengolahan ransum untuk ternak ayam broiler, proses pembuatan pellet perlu memperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur dan kadar air karena akan mempengaruhi kualitas ransum yang dihasilkan, yaitu perubahan struktur, tekstur, daya cerna, serta kandungan anti nutrisi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dan menetapkan temperatur dan kadar air pada pembuatan pellet yang menghasilkan kecernaan bahan kering dan protein optimal pada ayam broiler fase finisher. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan terdiri dari pellet yang dibuat dengan kombinasi temperatur dan kadar air, yaitu P1 (T400C; KA20%); P2 (T600C; KA20%); P3 (T800C; KA20%); P4 (T400C; KA23%); P5 (T600C; KA30%); dan P6 (T800C; KA30%). Hasil penelitian diperoleh bahwa temperatur dan kadar air berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan protein ransum ayam broiler fase finisher. Pembuatan pellet dengan temperatur 40-800C dan kadar air 30% menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan potein yang optimal pada ayam broiler fase finisher. Kata kunci : ayam broiler, temperatur, kadar air, kecernaan
ABSTRACT Pellet is one of proccessing feed for broiler, process making a pellet need observe several element such as temperature and content water because would be influence kuality of feed, that is changed in structure, teksture, digestibility, and content of anti nutrition. This study aims to find out effect and decided temperature and content water in making process pellet on dry matter and protein digestibility optimal broiler phase finisher. This research used an experimental method with a Completely Randomize Design (CRD) consisted of six treatments and four replications. The treatments consist of pellet that made from combinations of temperature and content water, there are P1 (T400C: CW20%); P2 (T600C: CW20%); P3 (T800C: CW20%); P4 (T400C: CW30%); P5 (T600C: CW30%); P6 (T800C: CW30%). The result show that temperature and content water affected the dry matter and protein digestibility of feed broiler phases finisher. Giving pellet with temperature 40800C and content water 30% produced an optimum digestibility of dry matter and protein broiler phase finisher. Key word :broiler, content water, digestibility, temperature
1
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri PENDAHULUAN Laju perkembangan usaha ayam broiler sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk, pergeseran gaya hidup, tingkat pendapatan, perkembangan situasi ekonomi dan politik, serta kondisi keamanan. Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang cepat, namun hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh genetiknya saja. Tetapi juga dari zat gizi yang terkandung didalam ransum serta cara pemberiannya. Pemberian ransum yang salah dapat menyebabkan hasil produksi dari ayam broiler ini kurang maksimal. Manajemen pemberian ransum perlu dilakukan untuk mendukung produksi karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi ayam. Pemberian nutrisi harus mempertimbangkan tinggi atau rendahnya kecernaan, karena ini juga berpengaruh terhadap penyerapan didalam tubuh ayam. Berdasarkan hal tersebut, salah satu upaya yang efektif dalam rangka menghemat biaya produksi budidaya ternak adalah membuat pakan sendiri. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan bahan baku pakan yang murah dan mudah diperoleh. Secara naluri unggas lebih menyukai pakan berbentuk butiran (pellet), karena dapat meningkatkan konsumsi pakan dan meningkatkan nilai energi metabolis ransum. Proses pembuatan pellet perlu memperhatikan beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur dan kadar air, karena akan mempengaruhi kualitas ransum yang dihasilkan, yaitu perubahan struktur, tekstur, daya cerna, serta kandungan anti nutrisi. Nilai kecernaan penting untuk diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau mutu ransum, nilai kecernaan yang biasa diukur adalah kecernaan bahan kering dan kecernaan protein. Percobaan dengan menggunakan tingkat suhu dari 65 0C sampai 1050C menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat menurunkan efisiensi pakan yang berkaitan dengan pertumbuhan yang lambat dari ayam pedaging. Hal tersebut dikarenakan adanya kerusakan nutrient pada proses pembuatan pellet dengan suhu yang tinggi (Muhammad, 2011). Selama proses pengkondisian terjadi penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses pengkondisian akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18% (Stevens, 1987). Atas dasar pemikiran di 2
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri atas maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh mengetahui pengaruh dan menetapkan temperatur dan kadar air pada pembuatan pellet yang menghasilkan kecernaan bahan kering dan protein optimal pada ayam broiler fase finisher. BAHAN DAN METODE 1. Ternak Percobaan Ternak percobaan yang digunakan adalah ayam broiler fase finisher sebanyak 48 ekor umur 5 minggu dan bobot badan ± 1,5 kg, dimana ada 6 perlakuan masing-masing perlakuan memiliki 4 ulangan. Tiap ulangan menggunakan 2 unit ternak percobaan. 2. Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang individu, kandang sebanyak 48 unit yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan tempat penampungan feses. 3. Peralatan Penelitian (1) Timbangan analitik untuk mengukur berat bahan pakan dengan ukuran kecil (2) Timbangan duduk untuk mengukur berat bahan pakan dengan ukuran sedang sampai besar (3) Hummer Mill untuk memperkecil partikel jagung (4) Mixer untuk mencampur bahan pakan menjadi ransum bentuk mash (5) Pelleting Machine tipe ulir tunggal (6) Wadah untuk menyimpan bahan pakan, air dan menampung pellet yang telah dibuat (7) Thermometer infrared untuk mengukur suhu (8) Terpal untuk mengeringkan pellet (9) Kalkulator sebagai alat penghitung (10) Kandang metabolis ayam (11) Plastik untuk tempat pengumpulan sampel (12) Label
3
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri 4. Ransum Penelitian Ransum yang dibuat adalah ransum ayam broiler fase finisher dengan menggunakan bahan pakan: dedak halus, jagung kuning, tepung ikan, minyak kelapa, bungkil kedelai, tepung tulang, premix dan CaCO3. Perlakuan yang diberikan berupa pembuatan pellet dengan kombinasi temperatur dengan kadar air, yaitu: P1 (T400C; KA20%); P2 (T600C; KA20%); P3 (T800C; KA20%); P4 (T400C; KA23%); P5 (T600C; KA30%); dan P6 (T800C; KA30%). Tabel 1. Komposisi Ransum Penelitian Bahan Pakan Dedak Halus Jagung Kuning Tepung Ikan Minyak Kelapa Bungkil Kedelai Tepung Tulang CaCO3 Premix Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan
Penggunaan (%) 8.00 57.00 6.00 4.50 21.00 1.50 1.00 0.50 100.00
Tabel 2. Kandungan Energi Metabolis dan Nutrient Ransum Penelitian Kandungan Zat Makanan Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Energi Metabolis (Kkal/Kg) Calcium (%) Phospor (%) Lisin (%) Metionin (%) Sumber : Hasil Perhitungan
Jumlah 19.23 8.43 3.36 3031.75 1.38 0.30 1.07 0.37
5. Metode Penelitian 1) Tahap Penelitian a. Tahap Persiapan b. Tahap Pembuatan Pellet c. Tahap Pemeliharaan Meliputi pemeliharaan ayam broiler fase finisher sebanyak 48 ekor. Ayam dikondisikan selama 5 hari, setelah itu dipuasakan ± 24 jam dengan maksud 4
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri menghilangkan sisa ransum sebelumnya dari alat pencernaan, lalu diberi ransum percobaan sebanyak 100 gram. Air minum diberikan secara adlibitum. d. Tahap Analisis Data 6.
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan baan kering dan protein.
Kandungan bahan kering dianalisis dengan metode pengeringan atau pemanasan sampel di dalam oven dan protein kasar dengan metode Kjeldahl, sedangkan indikatornya (lignin ransum dan lignin feces) dianalisis dengan metode Van Soest (1979). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan Protein ayam broiler fase finisher. Uji lanjut digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel berikut. Kecernaan Bahan Kering Perlakuan Kecernaan Potein b 72,14 49,76b P1 a 70,65 45,32a P2 72,72b 52,49c P3 75,87c 64,67d P4 76,35c 65,95d P5 c 75,65 68,91e P6 Keterangan : Superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P2 (ransum berbentuk pellet yang dibuat dengan menggunakan temperatur 600 dengan kadar air 20%) berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan ransum yang lainnya. Tidak terdapat perbedaan (P>0,05) antara perlakuan P1 dan P3 juga perlakuan antara P4, P5 dan P6. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda atau memberikan pengaruh yang sama terhadap kecernaan bahan kering ayam broiler fase finisher. Perlakuan lain memiliki kisaran nilai kecernaan yang sama tingginya, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan kombinasi antara temperatur dan kadar air pada pembuatan pellet berpengaruh meningkatkan nilai kecernaan bahan kering pada ayam broiler fase finisher. Banyaknya kandungan bahan kering yang diserap berhubungan 5
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri dengan banyaknya pula kandungan nutrisi yang tercerna. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tillman, dkk (2005) bahan kering yang diekskresikan dalam feces merupakan zat-zat makanan yang tidak diserap oleh tubuh. Tingginya nilai kecernaan bahan kering pada ransum perlakuan karena rendahnya bahan kering ransum yang diekskresikan kembali pada feces. Hal ini menunjukkan bahan kering yang diserap oleh saluran pencernaan tinggi. Tingginya penyerapan nutrient pada ransum disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya gelatinisasi pada pati yang optimum, berkurangnya kandungan mikroba pada bahan, tidak rusaknya vitamin, dan oksidasi pada lemak yang tidak berlebih. Perlakuan P4 (ransum berbentuk pellet yang dibuat dengan temperatur 400C dengan kadar air 30%) menghasilkan nilai kecernaan yang sama dengan perlakuan P5 (ransum yang dibuat berbentuk pellet yang dibuat menggunakan temperatur 600 dengan kadar air 30%) dan P6 (ransum yang dibuat berbentuk pellet yang dibuat menggunakan temperatur 800 dengan kadar air 30%), tetapi P4 menunjukkan kecernaan yang lebih optimal bagi ayam broiler fase finisher, walaupun secara statistik memiliki nilai yang sama dengan perlakuan lain karena dengan temperatur 400C dan kadar air 30% pada pembuatan pellet dapat mengefisiensikan energi yang dikeluarkan mesin serta mengefisiensikan pengeringan pellet tanpa mengurangi kandungan nutrisi di dalam pellet sehingga menghasilkan nilai kecernaan yang optimal bagi ayam broiler fase finisher. Hasil Uji Duncan untuk kecernaan protein menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P6. Hasil uji Duncan pada perlakuan antara P4 dan P5 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hasil tersebut terlihat bahwa pellet yang dibuat memiliki nilai kecernaan protein yang rendah sampai dengan sedang pada ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Reid, dkk,. (1973) yang menyatakan bahwa ransum dengan daya cerna 60 – 70% dikategorikan sebagai ransum berkualitas sedang dan ransum dengan daya cerna diatas 70% merupakan ransum berkualitas tinggi.
6
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri Perlakuan P6 (ransum yang berbentuk pellet yang dibuat menggunakan temperatur 800C dengan kadar air 30%) memiliki nilai kecernaan protein tertinggi. Hal ini disebabkan adanya kombinasi yang baik antara temperatur dan kadar air perlakuan yang optimal dengan proses pengolahan pellet yang baik. Pada perlakuan pembuatan pellet dengan tingkat temperatur dan kadar air yang lain menunjukkan nilai kecernaan protein yang rendah. Rendahnya nilai kecernaan protein pada perlakuan dikarenakan proses pemasakan pada pelleting yang menyebabkan bahan menjadi terlalu matang dan banyak protein yang terdenaturasi oleh proses ini dan mempengaruhi nilai kecernaan protein. Adanya perbedaan pada sifat-sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan unggas juga mempengaruhi kecernaan protein oleh ayam broiler (Kompiang dan Ilyas, 1983; Sukarsa dkk., 1985; Wahju, 2004). Deman, 1997 juga menyatakan bahwa pemanasan berlebih mengakibatkan terbentuknya senyawa yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim saluran cerna karena terjadinya perubahan rantai samping peptida yang mengakibatkan asam amino tertentu tidak dapat tersedia. Berdasarkan hal tersebut maka, pada pembuatan ransum berbentuk pellet harus memperhatikan temperatur dan kadar air yang digunakan agar nilai nutrisi yang terkandung di dalam pellet dapat dicerna dengan baik oleh ayam broiler sehingga menghasilkan nilai kecernaan yang baik seperti yang ditunjukkan oleh perlakuan P6 (ransum berbentuk pellet yang dibuat menggunakan temperatur 80 0C dengan kadar air 30%).
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Temperatur dan kadar air pada pembuatan pellet berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan protein ransum ayam broiler fase finisher. (2) Pembuatan pellet dengan temperatur 40-800C dan kadar air 30% menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan protein yang optimal pada ayam broiler fase finisher
7
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri 2.
Saran Guna menghasilkan kecernaan yang optimal pada ayam broiler fase finisher
disarankan untuk menggunakan temperatur 40-800C dengan kadar air 30% pada proses pembuatan ransum berbentuk pellet untuk penggunaan mesin pellet sederhana tipe ulir tunggal.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rd. Hery Supratman, MS selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Abun, MP sebagai dosen pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan nasihat hingga terselesainya skripsi ini. Kepada Dr. Ir. Iman Hernaman, S,Pt., M.Si sebagai dosen wali akademik selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji skripsi yaitu Dr. Ir. Hendi Setiyatwan, M.Si., Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA., dan Dr. Heni Indrijani, S.Pt., M.Si yang telah memberikan kritik, saran serta masukan yang sangat berarti. Terima kasih kepada seluruh dosen dan Civitas Akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis, sungguh berharga ilmu yang telah diberikan. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Deman, J. M. 1997. Kimia Maanan Edisi Kedua. ITB, Bandung. Kompiang, I.P. dan S. Ilyas. 1983. Silase Ikan : Pengolahan, Pengguna, dan Prospeknya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Muhammad Dzulkifli, Nizar. 2011. “Pengaruh Suhu Pada Pembuatan Pelet Ayam Broiler Terhadap Nilai Energi Metabolis Ransum”. Skripsi. Jurusan Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. 2011. Reid, J. M. 1973. Thiamin Deficiency in Rabbits. J. Nutr. New York. Stevens, C. A. 1987. Starch gelatinization and the influence of particle size, steam pressure and die speed on the pelleting process. Ph.D.Dissertation. Kansas State University, Manhattan, KS. Sukarsa, D.R. Nitibaskara dan Suwandi. R. 1985. Penelitian Pengolahan Silase Ikan dengan Proses Biologis. IPB, Bogor. 8
Pengaruh Temperatur dan Kadar Air Pembuatan Pellet ............................... Citra Kartika Wuri Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumodan S. Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. VanSoest, P.J. And J.B. Robertson. 1979. System Analisis for Evaluation Fibrous Feed in Standaritation of Analitical Methodology for Feed. Pigdem, W. J. CC Balch and M. Graham (eds) IDRC, Canada. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta
9