PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP PENURUNAN GEJALA PASIEN ASMA KOTA TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep.)
OLEH : NURDIANSYAH 108104000013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
RIWAYAT HIDUP Nama
: Nurdiansyah
Tempat, Tgl. Lahir
: Bekasi, 20 Desember 1989
Alamat
: Jl. Raya Pertamina Kp. Kedaung Ds. Kedung Jaya Rt. 004 Rw. 002 No. 17 Kec. Babelan Kab. Bekasi
No. Telp/HP
: 08561949405
e-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. MI Attaqwa 14 Kedaung, Bekasi-Jawa Barat 2. MTs Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat 3. MA Attaqwa 01 Pusat Putera, Bekasi-Jawa Barat
Pengalaman Organisasi
:
1. Ketua Dewan Ambalan Perguruan Attaqwa, Bekasi-Jawa Barat. 2. Kepala Bagian Kesehatan Pengurus Persatuan Pelajar Attaqwa (PPA), BekasiJawa Barat. 3. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Direktur Kesekretariatan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Banten. 5. Ketua Umum Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan HMI Cabang Ciputat, Banten. Penghargaan
:
1. Juara 3 Pidato Bahasa Indonesia MTs Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004 2. Juara 1 Puisi Bahasa Indonesia Mts Attaqwa Pusat Putra Tahun 2004 3. Juara 1 Musikalisasi Puisi Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2007 4. Juara 1 Puisi Bahasa Inggris MA Attaqwa Pusat Putra Tahun 2007 5. Juara 1 Presentasi Ilmiah Pon-Pes Attaqwa Putra Tahun 2008 iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, 05 Januari 2013 Nurdiansyah, NIM: 108014000013 Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Pasien Asma Kota Tangerang Selatan xviii + 86 Halaman, 19 Tabel, 5 Gambar, 7 Lampiran ABSTRAK
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Seseorang yang menderita asma mengalami gejala asma berupa batuk-batuk, sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Teknik pernapasan Buteyko digunakan sebagai teknik alami untuk menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pasien asma. Desain penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan non-random control group pretest-postest. Sampel penelitian berjumlah 20 orang (10 orang sebagai kelompok intervensi dan 10 orang sebagai kelompok kontrol) yang diambil secara quota sampling. Hasil penelitian adalah ada pengaruh kuat antara teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma (p value 0.00 dan nilai eta squared 0.93). Teknik pernapasan Buteyko dapat diterapkan bagi pelayanan keperawatan sebagai intervensi keperawatan komplementer dalam upaya menurunkan gejala asma. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis dimasa yang akan datang maka perlu membandingkan teknik pernapasan Buteyko dengan metode lain penurun gejala asma. Kata Kunci: Asma, Teknik Pernapasan Buteyko, Gejala Asma Daftar Bacaan: 58 (1999-2012)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE Paper, 05 January 2013 Nurdiansyah, NIM: 108104000013 The Effect of Buteyko Breathing Techniques to Decrease Patients Asthma Symptoms in South Tangerang City xviii + 86 Pages, 19 Tables, 5 Figure, 7 Appendix ABSTRACT
Asthma is an intermittent, reversible, obstructive airway disease characterized by increased responsiveness of the trachea and bronchi to various stimuli. A patient with asthma have asthma symptoms such as coughing, dyspnea, wheezing, chest tightness, pain or pressure and sleep disturbance due to cough or shortness of breath. Buteyko breathing technique is used as a natural technique to reduce the symptoms of asthma and asthma severity. This researched aims to determine the effect of the Buteyko breathing technique to decrease patients asthma symptoms. The research design was quasi-experimental design with a non-randomized control group pretestposttest. Sample this researched 20 persons (consisting of 10 persons as the intervention group and 10 as control group) which were taken by quota sampling. As the results, there was influence of the Buteyko breathing technique to decrease patients asthma symptoms with large effect (p value 0.00 and eta square value 0.93). I suggest when we will nursing interventions, Buteyko breathing technique can be used decrease asthma symptoms as a complementary nursing intervention. The researchers who intends to research the same way in next time must be compared the Buteyko breathing technique with other methods of reducing the symptoms of asthma. Keywords: Asthma, Buteyko Breathing Technique, Asthma Symptoms References: 58 (1999-2012)
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan limpahan kenikmatan kepada penulis, terutama kesehatan yang selalu dijaga-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Solawat dan salam disampaikan kepada Muhammad SAW, penyampai pesan ke-islaman dan menjadi inspirasi penulis untuk selalu terus melaksanakan kewajiban yang diemban ini. Manusia sebagai insan sosialis, yang sangat memerlukan manusia lainnya dalam beraktivitas. Begitupula penulis sebagai insan yang selalu dibantu dalam menyelesaikan penulisan ini mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak diantaranya: 1. Ayahanda Mulyadi dan Ibunda Maryanih yang memberikan kasih sayangnya secara total kepada penulis dan selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan ini. 2. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Pak Waras Budi Utomo, S.Kep., Ns., M.KM. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan pembimbing skripsi yang terus membimbing proses penelitian. 4. Ibu Eni Nuraeni S.Kep., Ns., M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan
vii
5. Ibu Ernawati, S.Kp. M.Kep. Sp. KMB selaku Pembimbing yang tidak pernah bosan memberikan arahan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan ini. 6. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep serta Ibu Maftuhah, Ph.D. selaku penguji yang memberikan masukan dan sarannya untuk menyempurnakan penulisan ini. 7. Keluarga besar Dosen Progam Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir skripsi. 8. Ketua Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Pak Dadang, M. Epid, Kepala Puskesmas UPT Ciputat dan Ciputat Timur yang memberikan izin untuk membantu mempermudah proses pengambilan data dalam penulisan ini. 9. Masyarakat Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur yang telah berpartisipasi dalam penelitian. 10. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan. 11. Minfadillah dan Annisa Sri Mulyani adikku tercinta, serta Endah Nurfitriani yang selalu menjadi pemberi senyum dan penyemangat saat penulis mulai jenuh untuk menyelesaikan penulisan ini. 12. Kawan-kawan dan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan maupun Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI), Kanda Adi Hasan, S.Si, Kanda Wahyu, Kanda Mahmudah, Kanda Kiki, Iah, Risma, Imam, Aan, Ihsan, Septi, Pura, Ica, Mayang, Luqman, Titi dan lainya lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi kecintaan dan persahabatan penulis kepada kalian yang
viii
selalu bersama berjuang di kampus tercinta untuk mengabdi membangun masyarakat serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. 13. Kakak-kakak dan adik-adik BEM Ilmu Keperawatan Kak Egi, Kak Tya, Sandra, Rusmanto serta lainnya yang memberikan motivasi terus kepada penulis dan mengingatkan untuk segera menyelesaikan penulisan ini. 14. Adik-adik Forum Komunikasi Mahasiswa Attaqwa (FKMA) Yutih, Dirli, Mahfudin, Anang, Dzul, Daus, Miftah dan lainya yang kadang penulis susahkan untuk membantu penulis. 15. Teman – teman seperjuangan Angkatan 2008 yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir Skripsi. Layaknya sebuah pepatah ” Tiada Gading Yang Tak Retak ”, Penulis pun menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tak lepas dari kekurangan, karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah. Semoga kekurangan yang ada dalam skripsi ini dapat dijadikan motivasi bagi adik – adik dari disiplin ilmu Keperawatan untuk mengembangkan kembali penelitian yang dilakukan dan kelebihan yang ada pada skripsi ini semoga dapat memberikan manfaat bagi segenap jajaran institusi pendidikan di Bidang Keperawatan. Billahi taufiq walhidayah Wassalamu’alaikum Wr.Wb Tangerang Selatan, 05 Januari 2013
Nurdiansyah ix
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... iv ABSTRAK ................................................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ...................................................................................................... 2 B. Perumusan Masalah .............................................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5 1. Tujuan Umum .................................................................................................... 5 2. Tujuan Khusus ................................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6 E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 8 A. Asma ..................................................................................................................... 8 1. Pengertian Asma ................................................................................................ 8 2. Jenis-jenis Asma ................................................................................................ 9 3. Etiologi ............................................................................................................. 10 4. Tanda dan Gejala Asma ................................................................................... 11 5. Klasifikasi Asma .............................................................................................. 12
x
6. Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma ........................................... 16 7. Patofisiologi Asma ........................................................................................... 21 8. Pengobatan Asma ............................................................................................. 23 9. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................... 25 B. Teknik Pernapasan Buteyko ............................................................................... 31 1. Definisi ............................................................................................................ 31 2. Manfaat ............................................................................................................ 32 3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko......................................................... 33 4. Tujuan .............................................................................................................. 34 5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko ................................................. 35 6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah ............................................ 40 7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko .................................................... 41 8. Penelitian Terkait ............................................................................................. 43 C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem ............. 44 D. Kerangka Teori ................................................................................................... 46
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL ....................................................................................................................... 47 A. Kerangka Konsep ............................................................................................... 47 B. Hipotesis ............................................................................................................. 48 C. Definisi Operasional ........................................................................................... 49
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 50 A. Desain Penelitian ................................................................................................ 50 B. Populasi dan Sampel ........................................................................................... 51 1. Populasi ........................................................................................................... 51 2. Sampel.............................................................................................................. 51 C. Tempat Penelitian ............................................................................................... 53 D. Waktu Penelitian................................................................................................. 54 E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian ................................................... 54
xi
1. Alat Pengumpul Data ....................................................................................... 54 2. Prosedur Penelitian .......................................................................................... 55 F. Uji Validitas dan Realibilitas .............................................................................. 56 G. Pengolahan dan Analisa data .............................................................................. 57 1. Pengolahan Data .............................................................................................. 57 2. Analisa Data ..................................................................................................... 58 H. Etika Penelitian ................................................................................................... 60 1. Informed Consent ............................................................................................ 60 2. Anonimity (Tanpa Nama) ................................................................................ 61 3. Kerahasiaan (Confedentiality) ......................................................................... 61
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 63 A. Analisa Univariat ................................................................................................ 63 1. Karakteristik Responden .................................................................................. 64 2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 65 B. Analisa Bivariat .................................................................................................. 66 1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) .................................................. 67 2. Uji Beda Dua Mean Independen ...................................................................... 68 3. Uji Dua Mean Dependen (Uji T Dependen) .................................................... 70
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 73 A. Interpretasi dan Hasil Diskusi............................................................................. 73 1. Karakteristik Responden .................................................................................. 74 a. Karakteristik Responden Menurut Usia ...................................................... 74 b. Karakteristik Responden Menurut IMT ...................................................... 74 c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin ....................................... 75 2. Skor Gejala Asma Responden.......................................................................... 75 3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan Buteyko dan Post Kontrol .................................................................................................. 76
xii
4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol .......................................................... 79 B. Keterbatasan Penelitian....................................................................................... 83 C. Implikasi Hasil Penelitian ................................................................................... 83 1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan .................................................... 83 2. Implikasi Terhadap Keilmuwan ....................................................................... 84
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 85 A. Kesimpulan ......................................................................................................... 85 B. Saran ................................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 2
Kuisioner Data Demografi dan Penapisan & Lembar Observasi Gejala Asma Pada Pasien Asma
Lampiran 3
Langkah dan Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan Buteyko
Lampiran 4
Hasil Uji T-Test
Lampiran 5
Surat Permohonan Ijin Pengambilan Data
Lampiran 6
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7
Surat Pemberian Izin Pengambilan Data
xiv
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan)................................................................................................... 14 Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan ................ 15 Tabel 2.3 Derajat Kontrol Asma ................................................................................. 16 Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ) ................................ 17 Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT) ....................................................... 19 Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan ................................................ 21 Tabel 2.7 Nilai Normal dari Gas Darah Arteri ............................................................ 29 Tabel 2.8 Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan Alkalosis .................................. 30 Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................................... 49 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia ............................................................................ 64 Tabel 5.2 Data Demografi Berdaasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden Penelitian....................................................................................................... 64 Tabel 5.3 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian .. 65 Tabel 5.4 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi ............................................... 65 Tabel 5.5 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol .................................................. 66 Tabel 5.6 Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol...... 67 Tabel 5.7 Analisa Hasil Perbedaan Rata-rata Skor Gejala Asma Kunjungan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol ................................................................ 68 Tabel 5.8 Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi .................................................................................. 69 Tabel 5.9 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok Intervensi....................................................................................................... 70 Tabel 5.10 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Responden Pada Kelompok Kontrol71
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar
Halaman
Gambar 2.1. Set Buteyko Minggu Ke-1 ..................................................................... 36 Gambar 2.2. Set Buteyko Minggu Ke-2 ..................................................................... 36 Gambar 2.3.Kerangka Teori ........................................................................................ 46 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................... 47 Gambar 4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 50
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). Brunner dan Sudarth (2002) mengatakan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. World Health Organization (WHO) mendefinisikan asma sebagai penyakit kronis bronkial, yaitu saluran udara yang menuju ke paru-paru (WHO, 2011). Istilah asma ini diambil dari kata yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan pendek. (Price dan Wilson, 2006). Penyakit asma menjadi masalah yang sangat dekat dengan masyarakat karena jumlah populasi yang menderita asma semakin bertambah. Hal tersebut dinyatakan dalam survey The Global Initiative for Asthma (GINA), ditemukan bahwa kasus asma diseluruh dunia mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 pasien asma bertambah menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2005).
WHO pun mendukung
pernyataan tersebut dengan hasil penelitiannya yang memperkirakan bahwa 235 juta
1
2
orang saat ini menderita asma. Sebagian besar asma terkait kematian, hal ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah-kebawah (WHO, 2011). Di Indonesia penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2009). Hal ini sesuai dengan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkhitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006). Selain itu, penelitian yang dilakukan di 37 puskesmas di Jawa Timur terhadap 6.662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) menunjukkan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI, 2006). Asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan menurunkan produktivitas penderitanya (PDPI, 2006). Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir, keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan dalam aktivitas sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier sebanyak 37,9%, dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, pasien yang mengaku mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%, 28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu, dan 26,5%
3
orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran
terbesar untuk ruang emergensi dan
perawatan di rumah sakit (United States Environmental Protection Agency, 2004). Biaya pengobatan untuk asma diperkirakan mencapai 850 poundsterling tiap tahunnya (Thomas, 2004). Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Akhir-akhir ini, para pasien asma mulai memanfaatkan terapi komplementer (nonfarmakologis) untuk mengendalikan asma yang dideritanya. Jumlah pasien asma yang sudah memanfaatkan terapi komplementer ini diperkirakan cukup tinggi yaitu sekitar 42% dari populasi pasien asma yang ada di New Zealand (McHugh et al., 2003). Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan teknik pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati, naturopati dan hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang banyak dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur napas bila pasien sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini juga bertujuan mengurangi gejala asma dan memperbaiki kualitas hidup ( McHugh et al., 2003).
4
Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas pada pasien asma adalah teknik olah napas. Teknik olah napas ini dapat berupa olahraga aerobik, senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung, Yoga, Mahatma, Buteyko dan Pranayama (Fadhil, 2009). Olahraga pernapasan sebagai salah satu bentuk olah napas efektif terhadap menurunkan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada pasien asma (Mardhiah, 2008). Beberapa teknik olah napas ini tidak hanya khusus dirancang untuk pasien asma, karena sebagian dari teknik pernapasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian, ada juga beberapa teknik pernapasan yang memang khusus untuk pasien asma yaitu teknik pernapasan Buteyko dan Pranayama (Thomas, 2004; Fadhil, 2009). Menurut Douglas Dupler (2005) teknik pernapasan Buteyko merupakan sebuah metode untuk mengatur asma. Teknik ini didasari oleh latihan pernapasan yang bertujuan untuk mengurangi kontriksi jalan nafas. Buteyko merupakan sebuah terapi yang mempelajari teknik pernapasan yang dirancang untuk memperlambat dan mengurangi masuknya udara ke paru-paru, jika teknik ini dipraktikan sering, maka dapat mengurangi gejala dan tingkat keparahan masalah pernapasan (Longe, 2005). Courtney dan Cohen (2008) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko dapat memengaruhi perubahan pada gejala dispnea didasari pada efisiensi biomekanik pernapasan. Metode pernafasan Butekyo juga memberikan pengaruh terhadap pasien asma yang sedang mengalami terapi kortikosteroid inhalasi yaitu mengurangi penggunaan terapi pengobatan tersebut (Cowie, et.al. 2007) Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada pasien asma sehingga akan
5
menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan Buteyko ini adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005) dan teknik pernapasan Buteyko ini efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma (Prasetya, 2011). Hal tersebutlah yang mejadi latar belakang penulisan yang peneliti lakukan untuk mencoba mengkaji dan meneliti lebih dalam terkait tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.
B. PERUMUSAN MASALAH Teknik pernapasan Buteyko banyak dilaporkan sebagai salah satu teknik pernapasan yang dapat mengontrol asma. Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma Kota Tangerang Selatan.
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma. 2. Tujuan Khusus: a. Mengidentifikasi gambaran karakteristik demografi pasien asma di wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. b. Mengidentifikasi gejala asma sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko. c. Mengidentifikasi gejala asma sesudah melakukan teknik pernapasan Buteyko.
6
d. Membandingkan antara asien asma diintervensi dengan kontrol tentang penurunan gejala asma.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk klien : Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pasien asma agar teknik pernapasan Buteyko sebagai metode alternatif dalam mengontrol asmanya. 2. Untuk institusi pendidikan : Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko pada pasien asma terhadap penurunan gejala asma. 3. Untuk peneliti : Penelitian ini mampu menjadi awal pola pemikiran peneliti untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya, sebagaimana peran perawat sebagai researcher. 4. Untuk penelitian akan datang : Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan penelitian lain dengan ruanglingkup yang sama.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan desain studi kuasi eksperimen dan metode pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan intervensi langsung terhadap pasien asma. Intervensi yang digunakan
7
yaitu dengan teknik pernapasan Buteyko. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma Pernapasan memiliki fungsi yang sangat penting, dimana O2 (Oksigen) diperoleh dari proses inspirasi untuk digunakan oleh sel tubuh, kemudian mengeliminasi CO2 (karbon dioksida) saat ekspirasi yang dihasilkan oleh sel (Sherwood, 2001). Terdapat tiga langkah proses oksigenasi yaitu 1) ventilasi yang merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-peru, 2) perfusi sebagai fungsi utama sirkulasi paru yaitu mengalirkan darah ke dan dari membran kapiler alveoli, dan 3) difusi sebagai proses oksigenasi yang menggerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah (Potter dan Perry, 2006). Pada pasien dengan menderita asma dimana terjadi obstruksi jalan napas difus revesibel yang akan mengganggu proses pernafasan secara normal (Brunner dan Suddarth, 2002). 1.
Pengertian Asma Asma adalah satu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. (Price dan Wilson, 2006). Brunner dan Suddarth (2002) mendefinisikan asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
8
9
Asma didefinisikan juga sebaagai gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI, 2006). 2.
Jenis-jenis Asma Asma terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alergik, idiopatik dan gabungan (Brunner dan Suddarth, 2002). Asma alergik disebabkan oleh alergen misalnya debu, bulu binatang, ketome, serbuk sari dan lainnya. Alergen yang umumnya menyebabkan asma ini adalah alergen yang penyebarannya melalui udara dan alergen yang secara musiman. Pasien asma alergik biasanya memiliki riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan ekzema atau rhinitis alergik. Paparan alergik inilah yang mencetuskan terjadinya serangan asma (Brunner dan Suddarth, 2002). Asma idiopatik atau non alergi, merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis betaadrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih
10
berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan (Brunner dan Suddarth, 2002). Asma gabungan, merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi (Brunner dan Suddarth, 2002). 3.
Etiologi Pasien asma meskipun prevalensinya pada populasi Indonesia tidak kecil yaitu 13/1000 (PDPI, 2006), namun etiologi pada asma menurut beberapa referensi belum ditetapkan dengan pasti (Djojodibroto, 2009). Walaupun belum ditetapkan dengan pasti, pada pasien asma terjadi fenomena hiperaktivitas bronkhus. Bronkus pasien asma sangat peka terhadap rangsang imunologi maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, alergen, dan infeksi. Faktor penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Alergen utama seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus d. Perubahan cuaca yang ekstrem e. Aktivitas fisik yang berlebihan f. Lingkungan kerja
11
g. Obat-obatan h. Emosi i. Lain-lain seperti refluks gastro esofagus (Somantri, 2007). Jenis kelamin dan obesitas merupakan faktor resiko asma. Pada jenis kelamin, pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak. Sedangkan pada obesitas atau peningkatan indeks massa tubuh (IMT) menjadi faktor resiko asma dikarenakan mediator tertentu seperti leptin dapat memengaruhi fungsi saluran napas
dan
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
asma.
Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan pasien obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan (Rengganis, 2008). 4.
Tanda dan Gejala Asma Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing atau “ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodeik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006; Lewis et al, 2011). Umumnya terdapat tiga gejala asma, yaitu batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan
12
asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang memengaruhi ambang reseptor jalan napas. Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, sehingga mendorong pasien asma untuk duduk tegak dan menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang terdiri atas sedikit mukus mengadung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi (Brunner dan Suddarth, 2002). 5.
Klasifikasi Asma Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (PDPI, 2006) Durasi asma berhubungan dengan menurunnya fungsi paru dan banyaknya gejala asma (Zeiger, dkk., 1999). Umumnya pasien yang sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat.
13
Dipahami bahwa pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada pasien dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Pada tabel berikut, menunjukan bagaimana melakukan penilaian berat asma pada pasien yang sudah dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat. Contoh seorang pasien dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis sesuai asma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma pasien tersebut adalah asma persisten berat. Demikian pula dengan asma persisten ringan. Akan tetapi berbeda dengan asma persisten berat dan asma intermiten pada tabel berikut. Pasien yang gambaran klinis menunjukan persisten berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani tidak mempengaruhi penilaian berat asma, dengan kata lain pasien tersebut tetap asma persisten berat. Demikian pula pasien dengan gambaran klinis asma intermiten yang mendapat pengobatan sesuai dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah intermiten (PDPI, 2006).
14
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis (Sebelum Pengobatan) Derajat Asma
Gejala
Gejala Malam
Faal paru
Bulanan APE ≥ 80% ≤ 2 kali VEP1 ≥ 80% nilai Gejala < 1 kali/minggu prediksi Tanpa gejala di luar sebulan APE ≥ 80% nilai serangan terbaik Serangan singkat Variabiliti APE < 20% Persisten Mingguan APE > 80%
I. Intermiten
II. ringan
Gejala > 1 kali/minggu, > 2 kali sebulan tetapi < 1 kali/hari Serangan dapat mengganggu aktiviti dan tidur III. Persisten Harian sedang > 1 kali Gejala setiap hari Serangan mengganggu seminggu aktiviti dan tidur Membutuhkan bronkodilator setiap hari IV. berat
Persisten Kontinyu Gejala terus-menerus Sering kambuh Aktiviti fisik terbatas
VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik Variabiliti APE 20-30% APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik Variabiliti APE >30% APE ≤ 60%
VEP1 ≤ 60% nilai prediksi APE ≤ 60 nilai terbaik Variabiliti APE >30% Persatuan Dokter Paru Indonesia.2006. ASMA; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta:PDPI
Sering
15
Tabel 2.2. Klasifikasi Derajat Berat Asma pada Pasien dalam Pengobatan Tahap Pengobatan yang digunakan saat penilaian Gejala dan faal paru dalam Tahap I Pengobatan Intermitten
Tahap 2 Persisten Ringan
Tahap 3 Persisten Sedang
Tahap I: Intermitten Gejala < 1x/mgg Persisten Persisten Serangan singkat Intermiten Ringan Sedang Gejala malam <2x/bulan Faal paru normal diluar serangan Tahap II: Persisten Ringan Gejala >1x/mgg, tetapi <1x/hari Persisten Persisten Gejala malam >2x/bln, tetapi Persisten Berat Ringan Sedang <1x/mgg Faal paru normal diluar serangan Tahap III: Persisten sedang Gejala setiap hari Serangan mempengaruhi aktiviti Persisten daan tidur Persisten Berat Persisten Berat Sedang Gejala malam >1x/mgg 60%
16
6.
Pengukuran Keparahan dan Terkontrolnya Asma Pada pasien asma, ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengkaji dan mengukur keparahan asma dan terkontrolnya asma. Kuisioner tersebut seperti Asthma Control Test (ACT), dan Asthma Theraphy Assesment Questionnaire (ATAQ) (Donell, 2009). Menurut Global Strategy For Astma Management and Prevention GINAGlobal Initiative for Astha (2011), seorang penyandang asma dikatakan terkontrol apabila memiliki 6 kriteria: (1) Tidak atau jarang mengalami gejala asma; (2) Tidak pernah terbangun di malam hari karena asma; (3) Tidak pernah atau jarang menggunakan obat pelega; (4) Dapat melakukan aktivitas dan latihan secara normal; (5) Hasil tes fungsi paru-paru normal atau mendekati normal; (6) Tidak pernah atau jarang mengalami serangan asma. Seperti tabel dibawah ini:
Tabel. 2.3 Derajat Kontrol Asma
Kriteria Penilaian Gejala harian/siang
Terkontrol Sebagian (Minimal Salah Satu) kurang dari 2 lebih dari dua kali kali per minggu perminggu tidak ada kadang tidak ada kadang Terkontrol (Semua Penilaian)
gangguan aktivitas gejala malam/terbangun penggunaan obat kurang dari 2 pelega kali per minggu fungsi paru (PFR Normal atau VEP1)
Tidak Terkontrol didapatkan tiga atau lebih kriteria terkontrol sebagian dalam seminggu
lebih dari dua kali perminggu <80% prediksi atau nilai terbaik (jika diketahui) Global Initiative fo Asthma.2011. Global Strategy For Asthma Management and Prevention. www.ginasthma.org
17
Asthma Theraphy Assesment Quetionnaire (ATAQ) adalah kuisioner untuk mengukur keparahan dan terkontrolnya asma yang memiliki 4 item pertanyaan dan 4 poin pengukuran dalam 4 minggu terakhir yang mencangkup terganggunya aktivitas harian seperti sekolah atau bekerja, bangun pada malam hari, terkontrolnya asma menurut pasien, penggunaan beta2 agonist. Kemudian, masing-masing elemen tersebut dibedakan dengan poin 0 diartikan baik dan poin 1 diartikan buruk. Dan total elemen tersebut dikatakan terkontrol baik jika total nilai 0, tidak terkontrol baik jika total poin 1-2, dan sangat buruk dikontrol jika total poin 3-4 (Donell MD, 2009). Berikut tabel ATAQ. Tabel 2.4 Asthma Therapy Assessment Questionnaire (ATAQ) No. Pertanyaan 1 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda melewatkan sesuatu pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-hari karena asma Anda? (1 poin untuk Ya) 2 Dalam 4 minggu terakhir ini, apakah Anda terbangun di malam hari karena asma Anda? (1 poin untuk Ya) 3 Yakinkah Anda, bahwa asma Anda terkontrol dengan baik dalam 4 minggu terakhir ini? (1 poin untuk Ya) 4 Apakah Anda menggunakan inhalasi untuk segera meredakan gejala asma? Jika ya, dalam 1 hari berapa kali anda menyemprotkannya? (1 poin jika lebih dari 12 kali) Keterangan: 0: terkontrol baik, 1-2: tidak terkontrol baik, 3-4: sangat buruk Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed Questiinnaires. www.chicagoasthma.org Kontrol asma dapat dilakukan dengan cara yang mudah, efektif dan efisien dengan Asthma Control Test yang disebut (ACT). Asthma Control Test (ACT) adalah suatu uji skrening berupa kuisioner tentang penilaian klinis seseorang pasien asma untuk mengetahui asmanya terkontrol atau belum. Kuisioner ini dideesain untuk pasien berumur ≥ 14 tahun. Metode ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menjawab lima pertanyaan mengenai penyakit mereka. Berapa sering penyakit asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan
18
sehari-hari di kantor, di sekolah ataau di rumah, mengalami sesak napas, gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada, atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun malam hari atau lebih awal dari biasanya, menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/sirup) untuk melegakan pernapasan dan bagaimana anda sendiri menilai tingkat kontrol asma anda apakah sudah terkontrol atau belum? Setiap pertanyaan mempunyai lima jawaban dan penilaian dari asma terkontrol sebagai berikut. Skor jawaban dari kelima pertanyaan itu 25 artinya asmanya sudah terkontrol secara total, skor 20 sampai 24 berarti asmanya terkontrol baik, skor jawaban kurang dari atau sama dengan 19 berarti asmanya tidak terkontrol (Donell MD, 2009). Berikut adalah kuisioner ACT.
19
Tabel 2.5 Kuisioner Asthma Control Test (ACT) Skoring 1 2 3 4 1 Dalam 4 minggu Selalu Sering Kadang- Jarang terakhir, seberapa kadang sering penyakit asma mengganggu Anda dalam melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah, atau di rumah? 2 Dalam 4 minggu Lebih 1 kali 3-6 kali 1-2 kali terakhir, seberapa dari 1 sehari seminggu seminggu sering Anda kali mengalami sesak sehari napas? 3 Dalam 4 minggu 4 kali 1-2 kali 1 kali 1-2 kali terakhir, seberapa atau lebih seminggu seminggu sebulan sering gejala asma seminggu (bengek, batukbatuk, sesak napas, nyeri dada atau rasa tertekan di dada) menyebabkan Anda terbangun di malam hari atau lebih awal dari biasanya? 4 Dalam 4 minggu > 3 kali 1-2 kali 2-3 kali < 1 kali terakhir, seberapa sehari sehari seminggu seminggu sering Anda menggunakan obat semprot darurat atau obat oral untuk melegakan pernapasan 5 Bagaimana penilaian tidak kurang Cukup terkontrol Anda terhadap terkontrol terkontrol terkontrol dengan tingkat kontrol asma samabaik Anda sekali SKOR TOTAL: Penilaian: <19 Tidak Terkontrol, 20-24: Terkontrol Baik, 25 terkontrol Total No
Pertanyaan
5 Tidak Pernah
tidak pernah
tidak pernah
tidak pernah
Terkontrol penuh
Donell MD., Aaron, 2009. Measuring Asthma Control with Patient-Completed Questiinnaires. www.chicagoasthma.org
20
Lembar observasi penurunan gejala asma, digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan pasien asma yang mengukur gejala asma selama seminggu. Keparahan gejala asma akan terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh, semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur. Gejala asma yang diukur dalam seminggu ini adalah batuk, sesak, wheeze, dada tertekan, dan gangguan tidur. (Mardhiah, 2009). Berikut adalah tabel lembar observasi gejala asma mingguan.
21
Tabel 2.6 Lembar Observasi Gejala Asma Mingguan Gejala Batuk
Tingkatan Tidak pernah batuk (0)
Kadang-kadang batuk tapi tidak menganggu aktivitas (1) Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2) Sesak napas/ susah bernapas Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0) Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sangat sesak napas/susah bernapas dan mengganggu aktivitas (2) Bernapas dengan suara wheeze Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0) (ngik…ngik…) Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze (ngik..ngik..) tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering bernapas dengan suara wheeze (ngik..ngik..) dan mengganggu aktivitas (2) Rasa tertekan di dada Tidak ada rasa tertekan di dada (0) Sedikit ada rasa tertekan di dada (1) Dada sangat tertekan (2) Gangguan tidur karena batuk, Tidak pernah mengalami gangguan tidur (0) sesak napas/susah bernapas. Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (1) 2-3 kali atau lebih terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (2) Mardhiah. 2009. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009. 7.
Patofisiologi Asma Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut: (1) kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas; (2) pembengkakan membran yang melapisi bronki; dan (3) pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak
22
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tatapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom (Brunner dan Suddarth, 2002). Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta antifilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru memengaruhi otot polos dan kelenjar napas, menyebabkan
bronkospasme,
pembengkakan
membran
mukosa,
dan
pembentukan mukus yang sangat banyak (Brunner dan Suddarth, 2002). Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis (Brunner dan Suddarth, 2002). Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontriksi;
23
bronkodilatasi
terjadi
ketika
reseptor
β-adrenergik
yang
dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan
oleh
sel-sel
mast
bronkokontriksi.
Stimulasi
reseptor-beta
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepaasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi otot polos (Brunner dan Suddarth, 2002). 8.
Pengobatan Asma Pada dasarnya pengobatan asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega (PDPI, 2006). a. Pengontrol (Controllers) Pengontrol merupakan
pengobatan asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. pencegah, yang termasuk obat pengontrol : 1) Kortikosteroid inhalasi 2) Kortikosteroid sistemik 3) Sodium kromoglikat 4) Nedokromil sodium 5) Metilsantin
Pengontrol sering disebut
24
6) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi 7) Agonis beta-2 kerja lama, oral 8) Leukotrien modifiers 9) Antihistamin generasi kedua (antagonis -H1) (PDPI, 2006). b. Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah : 1) Agonis beta2 kerja singkat 2) Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). 3) Antikolinergik 4) Aminofillin 5) Adrenalin (PDPI, 2006). c. Metode alternatif pengobatan asma Selain pemberian obat pelega dan obat pengontrol asma, beberapa cara dipakai orang untuk mengobati asma. Cara tersebut antara lain homeopati, pengobatan dengan herbal, ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan
25
manipulasi chiropractic, spleoterapi, buteyko, akupuntur, hypnosis dan lainlain (PDPI, 2006). 7.
Pemeriksaan Diagnostik a. Pengukuran Fungsi Paru Umumnya pasien asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan pasien, dan parameter objektif menilai berat asma (PDPI, 2006). Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: Obstruksi jalan napas Reversibiliti kelainan faal paru Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas Metode penilaian faal paru yang diterima secara luas adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE) (PDPI, 2006). 1) Spirometri Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasisti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang terstandar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP ,75% atau VEP1 , 80% nilai prediksi (PDPI, 2006).
26
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma: Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan , atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma. Menilai deraajat berat asma (PDPI, 2006). 2) Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pemeriksaan arus puncak ekspirasi adalah pengukuran jumlah udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengukur secara objektif arus udara pada saluran napas besar (Rasmin, dkk., 2001). Pada pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) yang diambil adalah nilai rata-rata arus puncak ekspirasi tersebut. Yaitu suatu nilai rata-rata aliran udara yang secara maksimum diekspiraksikan dengan paksa. Nilai tersebut dapat membantu dalam memonitor bronkokontriksi pada asma, dengan nilai rata-rata sampai dengan 600 L/min (Lewis, et.al., 2011). Manfaat APE dalam diagnosis asma
27
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu ) Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat penyakit (PDPI, 2006). b. Tes provokasi bronkhus Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih (Muttaqien, 2011). Pada pasien dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifitasinya rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa pasien tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasi, dan fibrosis kistik (PDPI, 2006). b. Pemeriksaan kulit Pemeriksaan kulit menggunakan uji Prick yaitu uji dengan memasukan alergen melalui tusukan jarum di kulit pada sisi volar lengan bawah.
28
Fungsinya untuk mengetahui ada tidaknya sensitisasi terhadap alergen Rasmin, dkk., 2001) Tes kulit positif dan teridentifikasi alergen spesifik adalah yang menyebabkan reaksi lepuh dan hebat (Brunner dan Suddarth, 2002). c. Pemeriksaan Laboratorium 1) Gas Darah Arteri. Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut. Awalnya terdapat hipokapnea (Penurunan tekanan karbon dioksida dalam darah arterial) dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi lebih letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang normal dapat menunjukkan gagal napas yang mengancam. Karena PCO2 20 kali lebih dapat berdifusi dibanding dengan oksigen, adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal atau meningkat pada individu yang bernapas dengan sangat cepat (Brunner dan Suddarth, 2002). Gas darah arteri (GDA) menggambarkan pertukaran gas antara paruparu dan darah. GDA pada eksaserbasi asma ringan akan menunjukan alkalosis
respiratori
(Gershwin
dan
Albertson,
2001).
Alkalosis
respiratorik adalah kondisi klinis di mana pH arterial lebih tinggi dari 7,45 dan PaCO2 kurang dari 38 mm Hg. Alkalosis respiratorik selalu dikarenakan oleh hiperventilasi, yang menyebabkan kelebihan “blowing off‟ karbon dioksida dan, selanjutnya penurunan dalam kondisi asam karbonik plasma (Brunner dan Suddarth, 2002).
29
Sedangkan pada eksaserbasi asma berat tampilannya akan normal atau menunjukan asidosis respiratori (Gershwin dan Albertson, 2001). Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Asidosis respiratorik selalu akibat tidak adekuatnya ekskresi karbon dioksida dengan tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbon dioksida plasma (Brunner dan Suddarth, 2002). GDA yang menunjukan normal atau asidosis respiratori pada kekambuhan yang berat merupakan tanda buruk dan membutuhkan bantuan ventilasi, pemantauan dan terapi secara intensif (Gershwin dan Albertson, 2001).
Tabel 2.7. Nilai Normal dari Gas Darah Arteri Pengukuran Gas Darah
Simbol
Nilai Normal
Tekanan CO2
PaCO2
35-45 mmHg (rata-rata 40 mmHg)
Tekanan O2
PaO2
80-100 mmHg
Persentase kejenuhan O2
SaO2
97
Konsentrasi ion hidrogen
pH
7,35-7,45
Bikarbonat
HCO3-
22-26 mEq/L
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Prosesproses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
30
Tabel 2.8. Perubahan Asam-Basa pada Asidosis dan alkalosis Gangguan asam-basa pH
HCO3-
PaCO2
Asidosis respiratorik
↓
↑
↑
Alkalosis respiratorik
↑
↓
↓
Asidosis metabolik
↓
↓
↓
Alkalosis metabolik
↑
↑
↑
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis, Prosesproses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2) Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik (Muttaqien, 2011). 3) Sel eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat (Muttaqien, 2011).
31
4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea (Muttaqien, 2011). d. Pemeriksaan Radiologi Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasiss, dan lain-lain (Muttaqien, 2011).
B. Teknik Pernapasan Buteyko 1.
Definisi Teknik pernapasan Buteyko adalah sebuah teknik pernapasan yang dikembangkan oleh profesor Konstantin Buteyko dari Rusia. Ia meyakini bahwa penyebab utama penyakit asma menjadi kronis karena masalah hiperventilasi yang tersembunyi, dengan program dasar memperlambat frekuensi pernafasan agar menjadi normal. Program tersebut termasuk sebuah panduan untuk memperbaiki pernapasan diafragma (dada) dan belajar bernafas melalui hidung (Lingard, 2008). Motin mengatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini dikembang sejak tahun 1940-an sebagai strategi untuk menurunkan gejala asma dengan prinsip „breathe less‟ (bernapas lebih sedikit) (Thomas, 2004).
32
2. Manfaat Teknik pernapasan ini terutama digunakan sebagai teknik alami untuk menurunkan gejala asma dan keparahan asma. Selain itu, teknik pernapasan Buteyko
digunakan
oleh
para
pasien
asma
untuk
menurunkan
ketergantungannya terhadap obat. Metode ini juga bisa digunakan untuk penyakit saluran pernapasan lain termasuk empisema dan bronkitis (Longe, 2005). McKeown (2004) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi ketergantungan pasien asma terhadap obat atau medikasi asma. Selain itu, teknik pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru. 3. Teori Dasar Teknik Pernapasan Buteyko Metode Buteyko merupakan konsep baru tentang manajemen asma. Konsep Buteyko memahami secara fisiologis bahwa ketika pasien mengalami serangan asma, hal ini disebabkan oleh bronkonspasme pada paru-paru sehingga menyebabkan berkurangnya kadar karbon dioksida (CO2 dalam alveoli. Hal tersebut mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan pada otot polos dalam bronkus sehingga menimbulkan konstriksi pada bronkus dan susah bernapas. Sehingga konsep metode Buteyko tersebut berusaha mengatasi masalah penurunan kadar CO2 agar kembali pada kadar normal. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan relaksasi otot polos pada dinding bronkus dengan demikian menghindari bronkospasme dan membuka jalan napas serta mencegah terjadinya serangan asma (Novozhilov, 2004).
33
Selama serangan asma, pasien asma bernapas dua kali lebih cepat dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah hiperventilasi (Rakhimov, 2011). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (overbreathing) yang tidah disadari (VitaHealth, 2006). Teori yang mendasari Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan ini adalah: Bila pasien asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Rakhimov, 2011). Terjadinya defesisensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat menggganggu keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Rakhimov, 2011). Terjadinya defesiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus, kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ lainnya. Bila pasien asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang mengakibatkan hipoksia disertai hipertensi arteri (Rakhimov, 2011). Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan
34
pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal dengan hiperventilasi atau over-breathing (Rakhimov, 2011). Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di dalam tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O2 darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga dipengaruhi oleh pola napas dan konsentrasi O2 dan CO2. Pada waktu serangan, over-breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh (Rakhimov, 2011). Jika terjadi defisiensi CO2 pada udara di alveoli jalan satu-satunya untuk mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada otot polos tersebut yaitu dengan pengobatan. Bagaimanapun menurut pemahaman matode Buteyko, obat tersebut hanya menangani gejala saja, sehingga jika pengobatan dihentikan maka akan muncul kembali. Konsep metode Buteyko inilah yang mengatasi secara alami terhadap defisiensi kadar CO2 dalam alveoli (Novozhilov, 2004). 4. Tujuan Pada metode teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang menjadi tujuan dari teknik tersebut yaitu: a. Memperbaiki pola pernapasan, sehingga mempertahankan keseimbangan kadar CO2 dan oksigenasi seluler (Longe, 2005). b. Berusaha menghilangkan kebiasaan buruk bernapas yang berlebihan untuk menggantikannya dengan kebiasaan yang baru melalui pola napas yang lambat dan dangkal, yang disebut “reduced breathing” (Longe, 2005).
35
c. Faktor alergen yang terhirup menjadi berkurang, serta keringnya dan iritasi pada saluran napas pun berkurang (Longe, 2005). d. Produksi mukus dan histamin menurun, infalamasi pun menurun serta pernapasan menjadi lebih mudah (Longe, 2005). 5. Cara Melakukan Teknik Pernapasan Buteyko Teknik pernapasan Buteyko dilakukan secara terus menerus selama 2 minggu, dilakukan tiga kali sehari. Idealnya, teknik pernapasan Buteyko ini dilakukan sebelum sarapan, sebelum makan siang/malam dan sebelum tidur (Brindley, 2010). Sebelum melakukan teknik pernapasan Buteyko, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antaralain; (1) Pemilihan tempat yang benar, karena latihan Buteyko memerlukan konsentrasi yang baik, dimana ideal tempatnya harus tenang, tidak ada gangguan seperti televisi, musik, suara telepon atau lainnya; (2) Dilakukan secara rutin; (3) menentukan tujuan yang ingin dicapai (Brindley, 2010). Teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan selama 2 minggu ini, memiliki setting latihan yang berbeda pada tiap minggunya (Brindley, 2010). Berikut adalah setting tiap minggunya serta penjelasan pada tiap tahapan tekniknya:
36
1-2 menit 3 menit 20-30 detik 3 menit 20-30 detik 3 menit 20-30 detik 3 menit 2 menit
Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi ↓ Control pause segera di ikuti relaxed breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Control pause segera di ikuti relaxed breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Control pause segera di ikuti relaxed breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Control pause segera di ikuti relaxed breathing ↓ Istirahat panjang ↓ pause dan pengukuran nadi terakhir Control
Gambar 2.1 Set Buteyko Minggu ke-1 Sumber: J.L Brindley, 2010
1-2 menit 3 menit 20-30 detik 3 menit 20-30 detik 3 menit 20-30 detik 3 menit 2 menit
Nose clearing exercise (jika diperlukan) dan pengukuran nadi ↓ Control pause segera di ikuti reduced breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Control pause segera di ikuti reduced breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Extended pause segera di ikuti reduced breathing ↓ Istirahat sejenak ↓ Extended pause segera di ikuti reduced breathing ↓ Istirahat panjang ↓ Control pause dan pengukuran nadi terakhir
Gambar 2.2 Set Buteyko minggu ke-2 Sumber: J.L. Brindley, 2010
37
a. Nose Clearing Exercise Latihan ini dilakukan sebelum memulai teknik pernapasan Buteyko dan melakukan pernapasan hanya melalui hidung. Langkah latihan ini adalah sebagai berikut: Nodding- 10 kali 1) Anggukan kepala ke depan dan ke belakang secara perlahan. Hitung secara perlahan sampai tiga ketika kepala ke belakang dan ke depan. 2) Hal ini dilakukan bersamaan dengan pernapasan. Yaitu ambil napas ketika kepala ke belakang dan keluarkan napas ketika kepala ke depan. Tipping-6 kali 1) Ambil napas dan keluarkan napas secara perlahan kemudian tahan hidung. 2) Rebahkan kepala ke belakang tiga sampai enam kali ketika menahan napas. Waktunya lebih cepat dari sebelumnya. 3) Lepaskan tangan dari hidung dan ambil napas secara perlahan. Jaga mulut tetap tertutup Hold and Blow-6 kali 1) Ambil napas dan keluarkan napas secara normal dan lembut kemudian tahan hidung. 2) Tingkatkan tekanan pada belakang hidung dan coba tiup secara lembut. Jangan sampai pipi tergelembung tetapi hanya sampai telinga merasa ada letupan.
38
3) Jaga tekanan tersebut dan hitung sampai lima kemudian ambil napas melalui hidung. Jaga mulut tetap tertutup. b. Relaxed Breathing 1) Duduk secara nyaman dengan punggung lurus, kaki tidak menyilang serta lutut-bahu direnggangkan. Pandangan agak ke atas atau tutup mata. 2) Letakkan tangan pada bagian atas dan bawah dada serta tenangkan diri dengan cara bernapas dengan tenang dan perlahan melalui hidung. 3) Lalu, fokus pada area dimana merasakan gerakan napas. Konsentrasi pada bagian sekitar bawah dada. Coba lepaskan pada area ini sebanyak mungkin dan kurangi gerakan pada tangan bagian atas. 4) Setelah beberapa menit biarkan tangan istirahat di pangkuan. Sekarang, relaksasikan serta istirahatkan otot-otot seperti pada muka, dagu, leher dan pundak, bagian perut bawah, paha dan kaki. Pada saat ini mungkin dirasakan sedikit kekurangan udara. Hal ini menunjukkan latihan berjalan dengan baik. 5) Lanjutkan dengan perlahan teknik ini sekitar tiga menit kemudian kembali bernapas normal. Jaga pernapasan melalui hidung dan sesekali perhatikan pernapasan. c. Control pause Control pause memiliki dua fungsi, pertama adalah sebagai pengukur peningkatan latihan dan kedua sebagai cara cepat untuk memproduksi rasa kebutuhan udara derajat ringan ketika memulai siklus latihan Buteyko. Langkah control pause adalah sebagai berikut:
39
1) Ambil napas secara normal dan keluarkan melalui hidung. Pegang/tahan hidung secara lembut dan mulai hitung menggunakan stopwatch. 2) Tahan napas sampai merasa tahap awal mulai kekurangan udara. 3) Pada poin ini bebaskan hidung, ambil napas dengan lembut melalui hidung dan hentikan stopwatch. d. Extended pause 1) Ambil napas secara normal, keluarkan dan pegang hidung 2) Tahan napas di tambah 5-10 detik melampaui control pause sambil menggunakan teknik distraksi seperti pindah dari kursi atau berjalan. 3) Lepaskan hidung, pastikan bernapas melalui hidung senyaman mungkin. 4) Segera mulai dengan reduced breathing dan relaksasi sampai merasakan membutuhkan udara. e. Reduced breathing Latihan reduced breathing memerlukan agak sedikit udara sementara itu tetap jaga tubuh agar relaksasi khususnya otot-otot pernapasan. 1) pastikan duduk secara nyaman dan bernapas melalui hidung. 2) Mulai dengan control pause dan beralih ke dalam reduced breathing 3) perhatikan jeda alami yang dirasakan antara bernapas dan istirahat yaitu tidak bernapas untuk satu detik diantara pernapasan. Relaksasi sampai merasakan sedikit kekurangan udara. Fokuskan pada otot-otot sekitar dada bagian bawah dan perut. 4) Perhatikan ukuran dan kecepatan pernapasan. Letakkan jari tepat dibawah hidung dan akan ditemukan perlambatan aliran udara yang
40
masuk dan keluar dari lubang hidung. Biarkan sampai merasakan kebutuhan
udara tetapi jangan sampai berlebihan. Kadang-kadang
gerakan menggeliat dan perenggangan otot-otot dapat membantu membebaskan beberapa ketegangan otot yang muncul sebagai hasil dari kurangnya udara. 5) Jaga terus pola reduced breathing dan kembali bernapas normal tanpa melakukan sedikitpun pernapasan dalam (Buteyko reathing Association, 2010). 6. Konsep Transpor Karbon Dioksida dalam Darah Homeostasis karbon dioksida (CO2) juga suatu aspek penting dalam kecukupan respirasi. Transpor CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, karena tidak seperti oksigen (O2), CO2 mudah larut dalam plasma. Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino padaa Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-). CO2 berikatan dengan air dalam reaksi berikut: CO2+H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3Reaksi ini reversibel dan disebut persamaan buffer asam bikarbonatkarbonat. Keseimbangan asam-basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi paru dan homeostasis CO2. Pada umumnya hiperventilasi (ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan metobolisme yang berlebihan) menyebabkan alkalosis akibat ekskresi CO2 berlebihan dari paru; hipoventilasi (ventilasi alveolus yang tidak memenuhi kebutuhan metabolisme) menyebabkan asidosis akibat retensi
41
CO2 oleh paru. Dengan memeriksa persamaaan, terbukti bahwa penurunan PCO2 seperti yang terjadi pada hiperventilasi, akan menyebabkan reaksi bergeser ke kiri sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi H+ (kenaikan pH), dan peningkatan PCO2 menyebabkan reaksi menjurus ke kanan, menimbulkan kenaikan H+ (Penurunan pH) (Price dan Wilson, 2006). Dalam proses ikatan tersebut terdapat reaksi pengabungan (coupling) timbal-balik pengikatan proton dan O2 yang disebut efek bohr. Efek bohr terjadi ketika karbon dioksida yang dihasilkan di jaringan perifer berikatan dengan air untuk membentuk asam karbonat yang terurai menjadi proton dan ion bikarbonat. Deoksihemoglobin bekerja sebagai dapar dengan mengikat proton dan meyalurkannya ke paru-paru. Di paru-paru, penyerapaan oksigen oleh hemoglobin membebaskan proton untuk berkombinasi dengan ion bikarbonat, membentuk asam karbonat yang jika mengalami dehidrasi oleh karbonik anhidrase akan menjadi karbon di oksida yang kemudian dihembuskaan keluar (Murray, dkk., 2009) 7. Teori Karbon Dioksida Perspektif Buteyko Pada tahun 1962 Prof. Konstantin P. Buteyko menjelaskan perbedaan antara CO2 dalam darah dengan CO2 paru pada pasien asma yang menyebabkan kerusakan jaringan paru sehingga menurunkan proses pertukaran gas. Buteyko menjelaskan pada kasus tersebut peningkatan ventilasi disebabkan karena kekurangan CO2 hanya pada paru yang akhirnya membuat peningkatan tonus otot halus pada dinding bronkus dan menyebabkan bronkospasme (Novozhilov, 2004).
42
CO2 merupakan sistem pengatur keseimbangan asam-basa. Rendahnya CO2 mengakibatkan alkalosis. Rendahnya CO2 tersebut disebabkan penggantian dari pemisahan garis oksihemoglobin, dengan demikian tidak memungkinkan terjadinya oksigenasi yang baik pada jaringan dan organ vital. Oksigenasi yang buruk tersebut memicu terjadinya hipoxia dan gangguan medis lainnya. CO2 merupakan dilatator pembuluh pada otot halus, karena itu penurunan CO2 yang signifikan dapat menyebaabkan spasme jaringan otak maupun jaringan bronkus. Hiperventilasi juga disebabkan karena kehilangan CO2 secara progresif yang mengakibatkan tingginya pernapasan dan rendahnya kadar CO2 (Stalmatski, 1999). Sehingga pada teknik pernapasan Buteyko ada tiga jalan yang menstabilkan kadar CO2 pada udara di alveoli/paru yaitu sebagai berikut: a. Pengontrolan secara sadar. Penurunan aliran digunakan sebagai pengontrolan secara sadar. Semua latihan teknik pernapasan Buteyko didesain untuk menurunkan kedalaman pernapasan dengan berbagai variasi. b. Pelatihan Melalui pelatihan inilah dapat meningkatkan aktivitas otot. c. Mengenali penyebabnya Mengenali dan menyingkirkan beberapa penyebab pada napas dalam. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan pernapasan seperti makan berlebihan, terlalu banyak tidur, napas berlebih melalui berbicara,
43
stres yang panjang, dan kebiasaan lain. Metode Buteyko juga memberikan saran terhadap pola diet dan gaya hidup seperti itu. (Novozhilov, 2004). 8. Penelitian Terkait Teknik pernapasan Buteyko di Indonesia tidak begitu populer, namun banyak hal-hal yang signifikan terhadap metode ini untuk menangani masalah Asma. Berikut beberapa penelitiannya: a. McHugh et.al (2003) menyatakan bahwa teknik pernapasan Buteyko ini merupakan teknik manajemen asma yang aman dan efisien. Hal tersebut dibuktikan dengan penurunan penggunaan inhalasi steroid sebesar 50% dan β2-agonist sebesar 85% dalam waktu 6 bulan. b. Courtney dan Cohen (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Breath Holding Time (waktu menahan napas) yang lebih rendah pada metode Buteyko berhubungan dengan pola pernapasan dada. Hal ini menunjukan bahwa perubahan pola napas dapat menyebabkan gejala pernapasan seperti dispnea dan bahwasanya terapi pernapasan seperti Buteyko ini mungkin mempengaruhi gejala
tersebut, sehingga
meningkatkan efisiensi biomekanika pernapasan. c. Teknik pernapasan Buteyko secara signifikan menunjukan penurunan penggunaan β2 agonist, penggunaan inhalasi kortikosteroid, penurunan penggunaan obat bronkodilator, dan peningkatan kualitas hidup (Burgess J., et.al., 2011). d. Prasetya, Arief Widhi (2011). Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko Terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol
44
Penderita Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa derajat kontrol asma (p= 0,002) dan PEFR (p= 0,305). Dengan kesimpulan bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif terhadap peningkatan derajat kontrol asma tetaapi tidak berpengaruh terhadap PEFR. e. Mardhiah (2009) meneliti tentang Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernaapasan Satria Nusantara Medan. Hasilnya menunjukan adanya perbedaan gejala asma mingguan daan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Temuan pada penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara teratur
C. Konsep Kebutuhan Dasar menurut Maslow dan Teori Self Care Orem Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Menurut konsep ini, beberapa kebutuhan manusia tertentu lebih besar daripada kebutuhan lainnya, oleh karena itu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan lainnya. Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks yang merupakan hal penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen
45
dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Untuk memenuhi oksigen dalam tubuh, manusia harus dapat bernapas secara normal (Potter dan Perry,2005) Dorothea Orem (1971) mengembangkan konsep tentang self care yang didefinisikan sebagai keperawatan yang menekankan pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri (Potter dan Perry, 2005). Teori self care Orem merupakan teori keperawatan yang secara umum dibentuk berdasarkan tiga hal berikut: a. Teori self care menggambarkan kenapa dan bagaimana seseorang merawat dirinya sendiri (Tomey dan Alligood, 2006). b. Teori self care menggambarkan dan menjelaskan kenapa seseorang dapat dibantu melalui keperawatan (Tomey dan Alligood, 2006). c. Teori self care merupakan teori sistem keperawatan yang menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan dipelihara untuk keperawatan yang akan menghasilkan sesuatu (Tomey dan Alligood, 2006). Teori self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem memiliki sebuah teori sistem yang dinamakan sistem dukungan edukatif. Hal ini berkaitan peran seorang perawat sebagai edukator yang bertindak mengatur pelatihan dan pengembangan self-care klien, pada akhirnya klien dapat menyempurnakan selfcare-nya tersebut (Tomey dan Alligood, 2006). Dari delapan self care yang dibutuhkan oleh orang dewasa maupun anak-anak salahsatunya yaitu perawatan intake udara yang cukup (Tomey dan Alligood, 2006). Pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia sangat penting hal ini dikarenakan udara/oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry,
46
2005) maka teori pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh keperawatan yang dilakukan untuk mengajarkan pasien harus dilakukan.
D. Kerangka Teori Dalam penelitian ini, kerangka teori mengadopsi dan memodifikasi antara teori asma dan penatalaksanaan asma. Gejala Asma: Batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabiliti berkaitan dengan cuaca.
Pasien Asma Penatalaksanaan Asma: 1. 2. 3. 4.
serta
Pengendalian
Pengetahuan Monitor Menghindari faktor resiko Pengobatan medis jangka panjang: obat-obatan pengontrol dan obatobatan peringan. 5. Metode pengobatan alternatif: buteyko, homeopati, pengobatan dengan herbal, ayuverdic medicine, ionizer, osteopati dan manipulasi chiropractic, spleoterapi, akupuntur, hypnosis. 6. Terapi penanganan terhadap gejala 7. Pemeriksaan teratur serta menjaga kebugaran dan olahraga
Gejala Asma: Batuk, sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada.
Kebutuhan terpenuhi
oksigen
Kebutuhan dasar manusia: oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks Keterangan: : diteliti : Tidak diteliti
Gambar 2.3. Kerangka Teori Sumber: GINA (2011) PDPI (2004) dan Maslow dalam Potter & Perry (2005)
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah Teknik Pernapasan Buteyko. Variabel dependen adalah penurunan gejala asma yang diukur menggunakan kuisioner tentang gejala asma.
Teknik Pernapasan Buteyko pada Asma
Gejala Asma
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka konsep diatas, peneliti ingin mengetahui apakah teknik pernapasan Buteyko berpengaruh atau justru tidak berpengaruh terhadap penurunan gejala pasien asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
47
48
B. Hipotesis Adapun hipotesa dari penelitian ini yang diajukan sehubungan dengan masalah diatas: 1.
Ada beda penurunan gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi
2.
Ada beda penurunan gejala asma yang tidak dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok kontrol.
3.
Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sebelum dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelopok kontrol.
4.
Ada beda skor gejala asma pada pasien asma sesudah dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
5.
Ada beda penurunan gejala asma pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
49
C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
-
Nominal
Independen Teknik
Teknik pernapasan Buteyko -
Pernapasan
yang dilakukan 3 kali sehari
Buteyko
selama 2 minggu dengan beberapa
prinsip
seperti
nose
teknik clearing
exercise, pengukuran nadi, control pause,
pause,
extended
relaxed
breathing
dan reduce breathing Dependen Gejala
Gejala
asma
adalah Lembar
Skor
Asma
beberapa
keluhan
pasien observasi
asma dengan
asma berupa gejala asma gejala mingguan
seperti
batuk, mingguan
sesak napas, wheezing, rasa tertekan di dada, tidur yang terganggu yang diobservasi pada pasien asma
gejala Rasio
asma nilai 0-10
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental yaitu suatu desain penelitian yang melakukan percobaan bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat perlakuan tertentu (Setiadi, 2007). Desain penelitian eksperimental pada penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (quasy experimental design).
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan non random control group pretest – postest. Dalam rancangan ini, pengelompokan anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak (Setiadi, 2007). Rancangan pada penelitian ini, dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
E1
Intervensi Teknik Pernapasan Buteyko
C1
E2
C2 Gambar 4.1 Desain Penelitian
50
51
Dibandingkan : E1 – E2 = X1 (pretes -postes kelompok intervensi) C1 – C2 = X2 (pretes-Postes kelompok kontrol) E1 – C1 = X3 (pretes kelompok intervensi-kontrol) E2 – C2 = X4 (postes kelompok intervensi-kontrol) X1 – X2 = X5 (deviasi pretes-postes kelompok intervensi-kontrol) B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam Hidayat, 2008). Populasi penelitian ini adalah pasien asma di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan usia 20-60 tahun.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (Hidayat, 2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling kuota yaitu cara pengambilan sampel dengan menentukan ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang ditentukan (Hidayat, 2008).
52
Kriteria Inklusi: a. Pasien asma ≥ 1 tahun. b. Pasien asma yang berusia 20-60 tahun c. Pasien asma intermitten dan persisten ringan. d. Tidak merokok dan minum alkohol
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien asma yang sedang serangan berat saat intervensi. b. Pasien menderita penyakit lain yang dapat mengganggu fungsi ventilasi paru. c. Pasien menggunakan obat pencegah selama 3 bulan terakhir dan selama penelitian. d. Pasien melakukan latihan pernapasan lainnya selama penelitian.
Penulis membuat perhitungan besar sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji hipotesis beda dua mean derajat kemaknaan 5% kekuatan uji 95%, didapatkan besar sampel sebagai berikut ( Hidayat, 2008).
n = 2.σ² ( Z1-α + Z1-β )² (μ1 – μ2)² n = 2.1,464² (1,65 + 1,65)² = 9,45 dibulatkan 10 2,385²
53
Keterangan: N
= Jumlah sampel tiap kelompok
Z1-α
= Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,65)
Z1-β
=Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power) sebesar diinginkan (untuk β=0,05 adalah 1,65)
σ
=Standar deviasi kesudahan (outcome) 1.464 (Mardhiah, 2009)
μ1
= mean outcome kelompok tidak terpapar 23,635 (Prasetya, 2011)
μ2
= mean outcome kelompok terpapar 21,25 (Prasetya, 2011)
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 10 responden intervensi dan 10 responden kontrol. Untuk meminimalisir adanya drop out pada responden maka ditambahkan 10% pada setiap kelompok responden. Maka jumlah responden adalah 22 orang.
Pada penelitian ini akhirnya sampel hanya 20 orang dikarenakan 1 orang dari responden yang diintervensi drop out maka responden kontrol pun 1 orang dikeluarkan oleh peneliti.
C. Tempat Penelitian
Tempat dilakukan penelitian adalah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
54
D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012 dengan tiap responden dimonitor selama 2 minggu.
E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian
1. Alat Pengumpul Data a. Timmer
Timmer seperti jam tangan atau jam dinding yang terdapat penunjuk detik digunakan untuk menghitung waktu saat responden melakukan latihan teknik pernapasan Buteyko.
b. Lembar Kuisioner Gejala Asma
Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan mengacu pada hasil penelitian yang di lakukan oleh Osman, McKenzie, Cairns, Friend, Godden, Legge, Douglas (2001) (Mardhiah, 2011). Lembar kuesioner ini mengukur gejala asma yang terjadi selama satu minggu.
c. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat kerakteristik responden yaitu, nama (inisial), usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan.
55
d. Meteran Tinggi Badan
Meteran adalah alat untuk mengukur tinggi badan dalam satuan senti meter (cm).
e. Timbangan berat badan
Timbangan berat badan adalah alat untuk mengukur berat badan dengan satuan kilogram (kg).
2. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
a. Melakukan pendataan terhadap populasi asma di wilayah yang dilakukan penelitian dengan meminta data ke Puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur dan didapatkan 75 pasien asma. b. Dari daftar 75 pasien asma, peneliti mengunjungi alamat pasien asma sesuai data yang didapat dari puskesmas Ciputat dan Ciputat Timur kemudian dilakukan penapisan apakah pasien tersebut sesuai dengan kriteria inklusi? c. Sampai pada 47 pasien asma dari data tersebut, didapat 22 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi, lalu peneliti melakukan pengambilan sampel intervensi terlebih dahulu dilanjutkan sampel kontrol. d. Pada responden intervensi: teknik pernapasan Buteyko setting minggu ke-1 diajarkan terlebih dahulu, dan pada hari ke-7 diobservasi skor gejala asmanya
56
sekaligus diajarkan teknik pernapasan Buteyko untuk setting minggu ke-2. Kemudian pada hari ke-14 diobservasi kembali skor gejala asmanya sekaligus melakukan terminasi kepada responden. e. Pada hari pertama dan kedua baik pada minggu pertama kunjungan maupun minggu kedua kunjungan, responden intervensi dikontrol secara langsung ke rumahnya oleh peneliti, hal ini untuk memvalidasi secara langsung responden intervensi dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko betul atau tidaknya dalam melakukannya. Kemudian pada hari ketiga dan selanjutnya, peneliti menggunakan telepon seluler. f. Pada kelompok kontrol, pasien asma tidak diberikan intervensi teknik pernapasan Buteyko, namun setelah penelitian selesai maka kelompok kontrol diajarkan satu persatu teknik pernapasan Buteyko tersebut.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma sudah pernah diuji coba sebelumnya dalam penelitian Mardhiah (2009) sehingga uji validitas dan uji reliabilitas instrumen penelitian ini mengacu pada uji validitas dan uji reliabilitas penelitian tersebut. Uji validitas terhadap instrumen penelitian oleh Mardhiah (2009) dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru yaitu Prof. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dan dinyatakan sudah valid. Jenis uji validitas yang dilakukan yaitu validitas internal jenis construct validity yang memperlihatkan kaitan antara dua gejala atau lebih yang tidak dapat diukur secara langsung dan validitas isi yang menilai sejauhmana instrumen penelitian
57
ini memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu (Setiadi, 2007).
Uji reliabilitas instrumen penelitian oleh Mardhiah (2009) dilakukan dengan analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk kuesioner gejala asma mingguan yaitu 0.673. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), bahwa suatu instrumen akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.600.
G. Pengolahan dan Analisa Data
Analisa data hasil penelitian dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu pengolahan data dan analisa data dengan menggunakan komputer. Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat dan analisa bivariat.
1. Pengolahan Data
a. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali lembar observasi yang telah diisi, pengecekan yang dilakukan meliputi kelengkapan, kejelasan, relevansi serta konsistensi jawaban responden. Data yang belum lengkap akan dikembalikan kepada responden dan untuk diisi kembali pada saat itu juga. b. Entri data, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base komputer. Entri data pada penelitian ini menggunakan aplikasi statistik. c. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang
58
dilakukan. Apabila terjadinya kesalahan, maka data tersebut akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan.
2. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan univariant, dan bivariant kemudian dianalisis dan diinterpretasikan lebih lanjut untuk menguji hipotesa. Dalam penelitian ini, untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan. Analisa data yang dilakukan:
a. Analisa univariant
Yaitu analisa yang dilakukan pada tiap variable dari hasil penelitian.Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variable. Data disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi sebagai bahan informasi (Notoatmodjo, 2007).
b. Analisa bivariant
Yaitu analisa data yang dilakukan pada dua variable yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmodjo, 2007).
1. Uji Beda Dua Mean Independen
Uji beda dua mean digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok control. Tahapan yang harus dilalui adalah:
59
Menentukan selisih pre test dan post test masing-masing kelompok.
Menguji homogenitas varian
Analisa dengan T independen. Bila Pvalue ≤ 0,05 maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan atau
hubungan, namun jika Pvalue ≥ 0,005 maka H0 diterima, artinya tidak ada perbedaan atau hubungan diantara keduanya.
Untuk melihat seberapa kuat pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma yaitu dengan menghitung nilai eta squared, hal ini dilihat pada analisa T dependen maupun T independen. Interpretasi nilai
eta squared yang digunakan ialah > 0.01 artinya
pengaruh lemah, > 0.06 artinya pengaruh sedang dan > 0.14 artinya pengaruh kuat (Pallant, 2001).
2. Uji Beda Dua Mean Dependent
Uji ini digunakan untuk melihat perbedaan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada saat pre test dan post test. Tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah uji normalitas, setelah diketahui hasilnya normal, maka dilakukan dengan pengujian uji T dependen. Jika hasilnya tidak normal maka dilakukan pengujian non parametric yaitu uji wilcoxon.
60
H. Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya dalam hal ini yang dijadikan subjek penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki
kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga
penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia (Hidayat, 2008).
Dalam melakukan penelitian ada beberapa aspek yang merupakan menjadi masalah etika yang sangat penting dalam penelitian. Hal tersebut dilandasi dengan penelitian keperawatan yang berkaitan dengan manusia secara langsung. Masalah etika yang harus diperhatikan adalah:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan,
61
komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain (Hidayat, 2008).
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008).
3. Kerahasiaan (Confedentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2008).
Kemudian karena penelitian ini intervensi langsung kepada manusia maka ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi:
1. Prinsip Manfaat Pada penelitian ini bermanfaat menurunkan gejala asma, beberapa penelitian pun signifikan terhadap penurunan gejala asma. 2. Prinsip Menghormati Manusia
62
Pada penelitian ini, peneliti membebaskan kepada calon responden untuk dapat berkontribusi dalam penelitian ini atau tidak dengan membuat informed consent atau lembar persetujuan. 3. Prinsip Keadilan Pada responden kontrol, peneliti telah mengajarkan teknik pernapasan Buteyko ketika penelitian telah selesai dilakukan. Hal ini demi prinsip keadilan karena tidak hanya responden intervensi yang diajarkan (Hidayat, 2008).
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tangerang Selatan wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 minggu untuk setiap respondennya, dengan waktu 1 bulan pengumpulan data, intervensi dilakukan tiga kali setiap hari, kemudian akan dibandingkan dengan skor gejala asma mingguan sebelum dilakukan intervensi dan juga dibandingkan dengan pasien yang kontrol. Penelitian dimulai pada hari Jumat sampai dengan hari Minggu dari tanggal 14 September sampai dengan tanggal 13 Oktober 2012. Penelitian ini telah dilakukan pada 20 pasien asma, dengan perincian 10 responden intervensi dan 10 responden kontrol. Pengolahan data dalam penelitian menggunakan software statistik.
1. Analisa Univariat Analisa Univariat menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi usia, indeks massa tubuh (IMT), jenis kelamin, variabel skor gejala asma mingguan, pada saat kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada responden intervensi dan juga variabel pada responden kontrol. Untuk data numerik dengan menghitung mean, median, simpangan baku (Standar Deviasi), dan nilai minimal dan maksimal, sedangkan untuk usia, IMT dan jenis kelamin menggunakan data kategorik dengan menghitung persentase.
63
64
1. Karakteristik Responden Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia, September-Oktober 2012 (n = 20) Variabel USIA
Intervensi Kontrol Total % n= 10 n= 10 Remaja akhir (17-25) 1 0 1 5 Dewasa awal (26-35) 0 2 2 10 Dewasa akhir (36-45) 4 5 9 45 Lansia awal (45-55) 5 3 8 40 Total 10 10 20 100 Klasifikasi
Gambaran karakteristik responden yang menurut usia terbanyak adalah dewasa akhir yaitu sebesar 45% kemudian klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi dewasa awal sebesar 10% dan klasifikasi remaja akhir 5%.
Tabel 5.2 Data Demografi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh pada Responden Penelitian, September-Oktober 2012 (n = 20) Variabel IMT
Intervensi Kontrol Total % n= 10 n= 10 Kurus (17.0-18.5) 1 1 2 10 Normal (18.5-25.0) 8 9 17 85 Sangat Gemuk (>27.0) 1 0 1 5 Total 10 10 20 100 Klasifikasi
Gambaran karakteristik responden menurut Indeks Massa Tubuh (IMT) terbanyak adalah dengan klasifikasi normal yaitu sebesar 85% kemudian terdapat klasifikasi kurus sebesar 10% dan klasifikasi sangat gemuk sebesar 5%.
65
Tabel 5.3 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Responden Penelitian, SeptemberOktober 2012 (n = 20) Intervensi Kontrol Total % n= 10 n= 10 Laki-laki 3 3 6 30 Jenis Kelamin Perempuan 7 7 14 70 Total 10 10 20 100 Variabel
Klasifikasi
Gambaran karakteristik responden menurut jenis kelamin terbesar adalah dengan jenis kelamin perempuan sebesar 70%. Kemudian jenis kelamin laki-laki distribusinya sebesar 30%.
2. Skor Gejala Asma Responden Tabel 5.4 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Intervensi, September-Oktober 2012 (n=10) Variabel Mean Median SD Min-Maks Skor Kunjungan Awal 8.30 8.50 1.42 6-10 Skor Minggu Ke-1 3.10 3.00 1.10 2-5 Skor Minggu Ke-2 1.50 1.50 3.34 1-2
Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok intervensi pada kunjungan awal memiliki skor rata-rata sebesar 8.30 dengan skor terendah sebesar 6 dan skor tertinggi sebesar 10. Sedangkan distribusi skor gejala asma mingguan intervensi pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 3.10 dengan skor terendah sebesar 2 dan skor tertinggi sebesar 5. Kemudian pada distribusi skor
66
gejala asma mingguan intervensi pada minggu ke-2 memiliki skor rata-rata sebesar 1.50 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor tertinggi sebesar 2.
Tabel 5.5 Analisa Skor Gejala Asma Mingguan pada Kunjungan Awal, Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2 pada Kelompok Kontrol, September-Oktober 2012 (n=10) Variabel Mean Median SD Min-Maks Skor Kunjungan Awal 7.60 8.00 1.08 5-9 Skor Minggu Ke-1 7.70 8.00 1.16 Skor Minggu Ke-2 7.80 8.00 1.14
Distribusi skor gejala asma mingguan pada kelompok kontrol pada kunjungan awal memiliki skor rata-rata sebesar 7.60. Sedangkan distribusi skor gejala asma mingguan kontrol pada minggu ke-1 memiliki skor rata-rata sebesar 7.70. Kemudian pada distribusi skor gejala asma mingguan kontrol pada minggu ke-2 memiliki skor rata-rata sebesar 7.80. Serta pada tiap kunjungan skor terendah sebesar 5 dan skor tertinggi sebesar 9.
2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dengan menguji hipotesa penelitian untuk melihat seberapa besar pengaruh intervensi terhadap gejala asma pada responden penelitian. Analisa dilakukan pada kelompok intervensi maupun kontrol dengan variabel skor kunjungan awal, skor minggu ke-1 dan skor minggu ke-2. Uji statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah uji Beda Dua Mean Independent dan uji Beda Dua Mean Dependen dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0.05%).
67
1. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) Uji normalitas pada statistik dugunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data yang mampunyai pola seperti distribusi normal (distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau ke kanan). Syarat untuk dilakukan uji T adalah data harus terdistribusi normal. Analisa yang digunakan untuk melihat normalitas data digunakan uji Kolmogorov-Smirnov test. Jika nilai signfikan > 0.05 disimpulkan data terdistribusi normal.
Tabel 5.6 Analisa Hasil Uji Normalitas Data Responden Intervensi dan Kontrol, SeptemberOktober 2012 (n=20) Variabel Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Minggu Ke-2
Nilai Signifikan Kelompok Intervensi 0.74 0.61 0.23
Nilai Signifikan Kelompok Kontrol 0.19 0.32 0.13
Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 kelompok intervensi memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.74, skor minggu ke-1 0.61 dan skor minggu ke-2 0.20 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha (>0.05). Pada skor kunjungan awal, minggu ke-1 dan skor minggu ke-2 kelompok kontrol memiliki sifat berdistribusi normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
68
siginifikan pada skor kunjungan awal sebesar 0.19, skor minggu ke-1 0.32 dan skor minggu ke-2 0.13 dimana nilai signifikan lebih besar dari alpha (>0.05). Maka dapat disimpulkan dari hasil analisis uji normalitas pada data tersebut, bahwa distribusi seluruh data bersifat normal.
2. Uji Beda Dua Mean Independen Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk menganalisis seberapa besar perbedaan nilai rata-rata pada responden intervensi dengan responden kontrol.
a. Uji Beda Dua Mean Independen Kunjungan Awal Nilai rata-rata yang dianalisis sebelum dilakukan teknik pernapasan Buteyko antara responden intervensi dengan responden kontrol digunakan untuk identifikasi homogenitas antar kelompok hal ini jika p value > 0.05.
Tabel 5.7 Analisa Hasil Perbedaan Rata-Rata Skor Gejala Asma Kunjungan Awal antara Kelompok Intervensi dan Kontrol, September-Oktober 2012 Variabel Kelompok n Mean SD p value Skor Kunjungan Awal Intervensi 10 8.30 1.45 0.23 Kontrol 10 7.60 1.08
Dari distribusi di atas dapat dilihat ternyata perbandingan rata-rata skor gejala asma pada kunjungan awal tidak berbeda jauh dengan nilai sebesar 8.30 pada kelompok intervensi dan 7.60 pada kelompok kontrol, dan hasil uji
69
statistik menunjukkan bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol homogen, dengan p value 0.23.
b. Uji Beda Dua Mean Independen Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2 Uji beda dua mean independen dalam hal ini digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar perbedaan penurunan nilai rata-rata pada responden
setelah
dilakukan
teknik
pernapasan
Buteyko
dengan
membandingkan perubahan tersebut dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat intervensi. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 5.8 Analisa Hasil Uji Beda Dua Mean Independen Reponden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi, September-Oktober 2012
Variabel
Kelompok N
Skor Minggu Ke-1 Intervensi Kontrol Skor Minggu ke-2 Intervensi Kontrol
10 10 10 10
Mean SD 3.10 7.70 1.50 7.80
P Value eta squared
1.10 0.00 1.16 0.53 0.00 1.14
0.82 0.93
Tabel diatas dapat dilihat pada kelompok intervensi dan kontrol p value pada skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 sebesar 0.00 yaitu < 0.05 yang berarti H0 ditolak, sehingga disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan yang bermakna rata-rata skor gejala asma pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Sehingga secara statistik
70
disimpulkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata skor gejala asma pada responden yang dilakukan teknik pernapasan Buteyko dengan responden yang tidak dilakukan teknik tersebut, dengan kata lain ada pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada pasien asma. Kekuatan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap perbedaan rata-rata skor gejala asma dapat disimpulkan mempunyai pengaruh kuat hal ini ditunjukan dengan nilai eta squared sebesar 0. 82 dan 0.93 (> 0.14).
3. Uji Beda Dua Mean Dependen (Uji T Dependen) Uji beda dua mean dependen (uji T dependen) dalam hal ini digunakan sebagai uji perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan sebelum dan sesudah diberikan teknik pernapasan Buteyko. Uji ini dilakukan pada responden dengan kelompok intervensi maupun kelompok kontrol sebagai berikut.
Tabel 5.9 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Intervensi, September-Oktober 2012 Analisis
Variabel
Pair 1
Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal Skor Minggu ke-2
Pair 2
Mean
n
SD
t
8.30
p value 10 1.42 11.76 0.00
Eta squared 0.94
3.10 8.30
10 1.10 10 1.42 16.33 0.00
0.97
1.50
10 0.53
71
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi analisis pair 1 memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00 (<0.05). Pada analisis pair 2 juga memiliki penurunan yang bermakna dengan p value 0.00 (<0.05). Sehingga pada kelompok intervensi H0 ditolak, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma mingguan yang bermakna pada kondisi kunjungan awal dan sesudah dilakukan latihan teknik pernapasan Buteyko. Kekuatan pengaruh pada kelompok intervensi ditunjukan pada nilai eta squared. Nilai eta squared pair 1 sebesar 0.94 dan pair 2 sebesar 0.97. Dari hasil tersebut nilai eta squared menunjukan lebih besar dari 0.14 (> 0.14), ini diinterpretasikan sebagai teknik pernapasan Buteyko memiliki pengaruh yang kuat terhadap perbedaan rata-rata skor gejala asma mingguan responden.
Tabel 5.10 Analisa Hasil Uji Paired Sample Test Reponden Pada Kelompok Kontrol, September-Oktober 2012
Analisis Variabel Mean n SD p value Pair 1 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.34 Skor Minggu Ke-1 7.70 10 1.16 Pair 2 Skor Kunjungan Awal 7.60 10 1.08 0.17 Skor Minggu Ke-2 7.80 10 1.14
Tabel pada kelompok kontrol diatas dapat dilihat pada analisis pair 1 tidak memiliki perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini
72
ditunjukkan dengan p value sebesar 0.34 (>0.05). Pada analisis pair 2 juga tidak terdapat perbedaan rata-rata skor gejala asma yang bermakna, hal ini ditunjukkan dengan p value 0.17 (>0.05). Sehingga pada kelompok kontrol H0 diterima, dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada skor gejala asma mingguan pada kunjungan awal dengan skor minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada responden kelompok kontrol.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi intepretasi dan diskusi hasil penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab V, keterbatasan penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang digunakan dan karakteristik sampel yang digunakan, selanjutnya akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian ini terhadap pelayanan dan pengembangan penelitian berikutnya.
A. Interpretasi dan Hasil Diskusi
Tujuan dilakukan penelitian ini seperti telah dijelaskan pada bab I adalah untuk menjelaskan pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala pasien asma kota Tangerang Selatan.
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pagi hari, siang, dan malam hari, sesak napas, bunyi saat bernapas (wheezing atau “ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodeik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006; Lewis et al, 2011). Berikut ini akan di uraikan intepretasi hasil penelitian dari semua variabel.
73
74
1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik Responden Menurut Usia
Karakteristik responden pada penelitian ini berdasarkan usia terbanyak adalah dewasa akhir yaitu rentang usia 36-45 tahun sebesar 45% dari total sampel. Kemudian lansia awal yaitu rentang usia 45-55 tahun sebesar 40%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Burhan (2001) bahwa perubahan faal paru terjadi perlahan-lahan sesuai dengan pertambahan usia. Dan menurut laporan survey di Inggris tentang kunjungan berobat pasien PPOK meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Angka konsultasi per 10.000 populasi naik dari 417 pada umur 45-64 menjadi 866 pada umur 65-74 dan meningkat menjadi 1032 pada umur 75-84 (Pearson et.al., 2007).
b. Karakteristik Responden Menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
Bila diukur berdasarkan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) 85% responden memiliki berat badan dengan klasifikasi normal. Hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti hubungannya dengan gejala asma yang dialami pasien asma.
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Elisa
(2000),
menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara status gizi pasien asma dengan penyakit asma yang dideritanya.
75
c. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin pada penelitian ini adalah 30% laki-laki dan 70% perempuan dengan total responden 20 orang. Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Pada masa kanakkanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5:1 (Sundaru, 2004).
Sedangkan pada usia dewasa angka kejadian asma pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Wahyudi, 2008 dalam Relida, 2011). Pada wanita dewasa mudah terserang asma, oleh karena selain masalah hormonal, wanita juga lebih rentan terserang stres. Hal ini diperkirakan sebagai salah satu faktor pemicu asma (Surjanto, 2001).
2. Skor Gejala Asma Responden
Gejala asma mingguan setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada umumnya mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata skor gejala asma pada kunjungan awal sebesar 8.30 kemudian pada kunjungan minggu ke-1 menurun menjadi 3.10 dan pada kunjungan minggu ke-2 nilai rata-rata skor gejala asmanya sebesar 1.50.
Hal ini berbeda pada kelompok responden yang tidak dilakukan teknik pernapasan Buteyko, skor gejala asma pada kelompok ini rata-rata tidak berbeda jauh dan tidak mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada kunjungan awal
76
skornya sebesar 7.60, kemudain pada minggu ke-1 sebesar 7.70 dan pada kunjungan minggu ke-2 skor gejala asmanya sebesar 7.80.
Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada pasien asma setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko. Sesuai dengan pendapat Dupler (2005) bahwa gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan teknik dan olah pernapasan secara teratur. Menurut penelitian yang dilakukan Setyawan (2006), bahwa semakin sering melakukan olah pernapasan maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.
3. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara post teknik Pernapasan Buteyko dan Post Kontrol
Pada saat kunjungan awal, skor gejala asma responden kelompok intervensi maupun kelompok kontrol adalah homogen dengan p value > 0.05. Namun ketika dilakukan teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi kemudian dianalisis skor gejala asmanya baik hasil yang didapat pada kunjungan minggu ke-1 dan minggu ke-2 dengan kelompok kontrol terdapat perbedaan penurunan yang signifikan dengan p value < 0.05 pada keduanya. Kemudian teknik pernapasan Buteyko dinyatakan memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardhiah (2009), yaitu adanya pengaruh olah pernapasan terhadap penurunan frekuensi asma. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Murphy (2005),
77
bahwa teknik pernapasan bagus dilakukan oleh pasien asma karena dapat meningkatkan ventilasi paru pasien asma, sehingga gejala asma dapat dikurangi. Teknik pernapasan dapat menurunkan gejala asma jika dilakukan dengan teratur (Dupler, 2005).
Pada tahun 1998 juga telah dipublikasikan hasil penelitian yang diterbitkan oleh Medical Journal of Australia (MJA) yang menyatakan bahwa studi yang dilakukan kepada 39 orang asma secara acak ditugaskan untuk melakukan teknik pernapasan Buteyko atau pada kelompok kontrol yang diberikan teknik relaksasi dan latihan pernapasan yang tidak memerlukan hipoventilasi. Hasilnya menunjukkan bahwa tiga bulan setelah mengikuti program Buteyko, responden asma mengalami 81% makin berkurang gejala asma. Sebagaimana hasil tersebut, mereka mengalami penurunan pengobatan pereda antiinflamasi rata-rata sebesar 96% dan pencegah steroid rata-rata sebesar 49%. Kemudian dari penelitian tersebut orang yang melakukan teknik pernapasan Buteyko juga menunjukkan cenderung mengarah peningkatan lebih besar pada pengukuran kualitas hidup (Bowler et al, 1998 dalam Esteves, 2010).
McGowan (2003) pun melakukan penelitian klinis yang besar untuk mengukur efek dari metode Buteyko tersebut. Pada penelitian tersebut awalnya 600 orang, pada akhirnya yang melengkapi percobaan sebesar 384 orang (64%). Pasien tersebut yang telah diajarkan metode Buteyko, semua mengalami peningkatan secara signifikan pada asma dengan menurunnya gejala, menurunnya pengobatan dan meningkatnya kualitas hidup dengan perincian gejala asma
78
menurun rata-rata 98%, penggunaan inhalasi pereda menurun rata-rata 98%, penggunaan inhalasi pencegah menurun rata-rata 92% dan seperti batuk dan flu menurun rata-rata 20% (British Thoracic Society/McGowan et al, 2003 dalam Esteves, 2010).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Cowie (2008) yang mengkaji efektifitas intervensi non farmakologi pada pasien dengan asma dengan terapi konvensional termasuk kortikosteroid inhalasi. Desain penelitian yang digunakan adalah a randomized controlled trial yang memberikan intervensi berupa teknik pernapasan Buteyko pada kelompok orang dewasa yang menderita asma. Kelompok pembanding dilatih oleh seorang fisioterapis di teknik pernapasan dan relaksasi. Variabel utama dari penelitian ini adalah kontrol asma yang didefinisikan sebagai gabungan skor berdasarkan konsensus asma Kanada. Hasil yang didapatkan kedua kelompok menunjukkan perbaikan yang substansial dan yang sama dan proporsi yang tinggi dengan kontrol asma. Pada kelompok Buteyko, proporsi kontrol asmanya terdapat peningkatan dari 40% sampai 79% dan pada kelompok kontrol dari 44% sampai 72%. Selain itu kelompok Buteyko dan kelompok kontrol dibandingkan secara signifikan terdapat penurunan terapi inhalasi kortokosteroid (p=0.02). hal ini menunjukkan bahwa teknik Buteyko, intervensi yang diakui dan dibuktikan secara luas atau sebagai program yang intensif dibantu oleh fisioterapi nampaknya dapat menjadi tambahan keuntungan untuk pasien asma yang diterapi dengan kortikosteroid inhalasi.
79
4. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol
Hasil distribusi skor gejala asma perintervensi dapat disimpulkan bahwa ada beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dari 2 minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 mengalami penurunan skor gejala asma. Sedangkan distribusi skor gejala asma pada kunjungan awal, minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada responden kontrol tidak mengalami penurunan skor yang signifikan. Kemudian dilihat pada kekuatan pengaruh, teknik pernapasan Buteyko pengaruhnya kuat terhadap perbedaan skor gejala asma pada kelompok intervensi tersebut dengan nilai eta squared > 0.14.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko dapat menurunkan gejala asma pada pasien asma. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil hipotesis penelitian. Data statistik menunjukkan bahwa teknik pernapasan Buteyko yang dilakukan oleh pasien asma dengan derajat asma ringan seebanyak 3 kali sehari selama 2 minggu dapat menurunkan skor gejala asma.
Teknik
pernapasan
Buteyko
yang
merupakan
teknik
pernapasan
dikembangkan dari Russia oleh Prof. Konstantin Buteyko yang mengajarkan untuk mengurangi pernapasan (breath less). Tujuan utamanya adalah menurunkan ventilasi total (minute volume) selama sesi latihan, mengembalikan pusat kontrol respirasi dan mengontrol jalan napas dalam masa yang lebih panjang. Tujuan lain yang lebih penting adalah mendorong pernapasan hidung dari pada pernapasan
80
mulut dan tekhnik untuk membersihkan hidung diajarkan untuk menunjang hal ini (Motin, 1999 dalam Thomas, 2004).
Teknik pernapasan Buteyko memiliki beberapa prinsip yang harus dilakukan, yaitu nose clearing exercise (latihan pembersihan hidung), menghitung denyut nadi selama satu menit, relaxed breathing (merelaksasikan pernapasan), control pause (mengontrol jeda napas), extended pause (memanjangkan jeda napas), dan reduce breathing (menurunkan aliran napas) (Brindley, 2010).
Ketika dilakukan nose clearing exercise, hal ini untuk memulai dan melatih untuk membiasakan dengan pernapasan hidung, dimana semua latihan teknik pernapasan Buteyko menghirup dan menghembuskan napas hanya melalui hidung (Brindley, 2010). Brindley (2010) mengatakan bahwa hidung didesain untuk pernapasan sedangkan mulut didesain untuk makan, minum dan berbicara.
Hidung juga diketahui memiliki pengaruh yang baik terhadap saluran pernapasan bawah, hal tersebut karena hidung melakukan penghangatan, penyaringan, dan pelembapan udara yang masuk (Bartley, 2004). Dorongan untuk melakukan pernapasan melalui hidung tersebut, menurut Lundberg dan Weitzbergb (1999) memungkinkan memengaruhi nitric oxide (NO), hal tersebut merupakan salah satu mekanisme biokimia dari teknik pernapasan Buteyko. Dan kadar persentase NO terbesar diproduksi di sinus paranasal. NO ini diperlukan dalam jumlah besar secara fisiologis mampu merespon bronkodilatasi, vasodilatasi,
permeabilitas
jaringan,
respon
imun,
transpor
oksigen,
neurotransmisi, respon insulin, memori, mood, dan belajar (Courtney, 2008).
81
Menghitung denyut nadi selama satu menit merupakan bagian teknik pernapasan Buteyko. Hal ini menurut Brindley (2010) jika setelah melakukan teknik pernapasan Buteyko kemudian denyut nadi sama atau lebih rendah maka mengindikasikan bahwa yang melakukan teknik tersebut dalam keadaan relaks. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Davis dkk., (1995) bahwa relaksasi otot akan menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi keringat dan frekuensi pernapasan (Purwanto,2006).
Relaxed breathing dalam teknik pernapasan Buteyko menganjurkan pada beberapa unsur, yaitu bernapas yang tenang serta perlahan melalui hidung dan melakukan pernapasan perut (Brindley, 2010). Bartley (2004) menyatakan bahwa pola pernapasan yang perlahan memiliki peran dalam memeperbaiki kekuatan diafragma. Kemudian merubah pola pernapasan menjadi pola pernapasan perut mampu juga memengaruhi sensasi dari dispnea dan kebutuhan penggunaan bronkodilator. Melakukan pernapasan perut juga mampu menurunkan jumlah hiperinflasi atau jebakan udara dalam paru, yang umumnya ada pada pasien asma (Courtney, 2008).
Control pause dan extended pause dalam teknik pernapasan Buteyko merupakan mekanisme menahan napas (Brindley, 2010). Menahan napas adalah bagian dari teknik Yoga maupun Buteyko, dimana ketika menahan napas yang panjang seperti extended pause dalam hal ini, akan mengalami penurunan saturasi oksigen yang kemudian mencapai saturasi maksimum ketika pertama kali
82
mengambil napas. Muka yang memerah, relaksasi diafragma yang kencang dan merasakan pernapasan menjadi bebas (Courtney, 2008).
Salah satu akibat dari menahan napas juga memengaruhi pengembalian pertukaran gas karbondioksida sehingga tubuh mampu mengabsorbsi kembali. Menahan napas yang berkali-kali dapat meningkatkan produksi antioksidan endogen dalam tubuh dan menaikkan batas ambang anaerobik, sehingga meningkatkan kapasitas latihan ke tingkat yang lebih tinggi secara paksa (Courteney, 2008).
Menghentikan napas dan memulai lagi ketika ada rangsangan bernapas secara intensif dapat membantu mengembalikan irama pernapasan yang tidak normal dengan cara yang sama juga untuk menghentikan aritmia jantung agar kembali normal. Vasodilatasi serebral tersebut itu dihasilkan dari penurunan O2 atau peningkatan CO2 setelah menahan napas, hal itu mungkin juga membantu mereset pola pernapasan melalui perubahan input ke pusat dan kemoreseptor perifer (Courtney, 2008).
Reduce breathing juga merupakan salah satu metode yang ada dalam teknik pernapasan Buteyko yang beberapa menit menurunkan aliran pernapasan (Brindley, 2010). Menurunkan aliran pernapasan ini merupakan salah satu cara menstabilkan kadar CO2 dalam paru dimana ketika seorang asma maka kadar CO2 dalam paru rendah yang berbanding terbalik dengan kadar CO2 dalam darah dan sel (Novozhilov, 2007). Dimana teori Buteyko menyatakan bahwa hiperventilasi
83
yang terjadi pada pasien asma disebabkan hilangnya CO2 secara berlebihan (Stalmatski, 1999).
B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan pada penelitian ini adalah 1) teknik pernapasan Buteyko yang diajarkan pada pasien asma, peneliti pelajari dari buku dan berkonsultasi pada pembimbing dan dosen program studi Ilmu Keperawatan UIN artinya tanpa dilatih instruktur Buteyko profesional secara langsung. 2) pada saat dilakukan reduce breathing, peneliti tidak menghitung frekuensi napas pada pasien asma, yang nantinya akan melihat perbedaan aliran saat pasien napas biasa dengan reduce breathing, dimana saat dilakukan reduce breathing aliran napas berkurang dari napas biasanya. 3) untuk skoring gejala asma, peneliti tidak menggunakan skoring yang ditetapkan oleh GINA, dan hanya menggunakan skoring gejala Asma yang dikembangkan oleh Mardhiah (2009).
C. Implikasi Hasil Penelitian
Pada bab I telah disampaikan manfaat penelitian, sebenarnya penelitian ilmiah mengandung dua manfaat yaitu, manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Kedua itu merupakan sarat dilakukannya suatu penelitian. Kedua manfaat ini hendaknya bisa diimplikasikan terhadap pelayanan dan penelitian selanjutnya.
1. Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan
Setelah pasien asma melakukan teknik pernapasan Buteyko tiga kali sehari selama 2 minggu, ternyata mendapatkan manfaat, diantaranya pasien merasa lebih
84
nyaman dan lega dalam bernapas, berkurangnya penggunaan obat-obatan pereda, selain itu yang terlihat dalam penelitian ini adalah terjadinya penurunan skor gejala asma yang signifikan. Teknik pernapasan Buteyko cukup mudah dilakukan tanpa peralatan yang mahal dan tempat yang khusus.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat, khususnya yang berada di pelayanan untuk mengembangkan promosi kesehatan dan edukasi yang lebih baik lagi tentang manfaat teknik pernapasan Buteyko atau terapi latihan napas dalam sebagai penatalaksanaan jangka panjang pasien asma, untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan asma.
2. Implikasi Terhadap Keilmuan a. Dari hasil penelitian ini, teknik pernapasan Buteyko dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan komplementer pada manajemen penanganan asma bagi pasien dengan asma. b. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh teknik pernapasan Buteyko tehadap penurunan gejala asma pada pasien asma. Penelitian ini dilakukan tiga kali sehari selama 2 minggu. Sampel penelitian ini adalah 20 orang pasien asma yaitu dengan penjabaran 10 responden intervensi dan 10 responden kontrol. Hasil penelitian ini dapat mendorong penelitian lanjutan dengan perbandingan teknik lain dan sampel yang yang heterogen serta menggunakan skoring yang telah dikembangkan oleh GINA.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa karakteristik dari 20 responden. Usia responden terbanyak adalah dewasa akhir yaitu sebesar 45% kemudian klasifikasi lansia awal sebanyak 40%, klasifikasi dewasa awal sebesar 10% dan klasifikasi remaja akhir 5%. IMT responden 85% klasifikasi normal, 10% klasifikasi kurus dan 5% klasifikasi gemuk. Jenis kelamin 30% laki-laki dan 70% perempuan. 2. Skor gejala asma pada responden yang di intervensi teknik pernapasan Buteyko mengalami penurunan sedangkan pada responden kontrol tidak mengalami penurunan. 3. Perbandingan penurunan gejala asma antar post teknik pernapasan Buteyko dan post kontrol ada perbedaan yang signifikan dengan p value <0.05 dan teknik pernapasan Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan eta squared > 0.14. 4. Perbandingan penurunan gejala asma pre-post teknik pernapasan Buteyko memiliki perbedaan yang signifikan dengan p value < 0.05 dan teknik pernapasan Buteyko memiliki pengaruh kuat terhadap perbedaan tersebut dengan eta squared > 0.14. Namun pada perbandingan penurunan gejala asma pre-post pada responden kontrol tidak mengalami perbedaan dengan p value > 0.05.
85
86
B. Saran Berkaitan dengan simpulan diatas, ada beberapa hal yang dapat disarankan untuk pengembangan dari hasil penelitian ini terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma. 1. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan 1) mampu menghadirkan praktisi Buteyko profesional dan mengajarkan peneliti kemudian diajarkan kepada responden. 2) menggunakan skoring gejala asma yang telah dikembangkan oleh GINA. 3) membandingkan teknik pernapasan Buteyko dengan beberapa penatalaksanaan asma lainnya seperti tiup balon, senam asma, renang dan lainnya. 2. Bagi pelayanan keperawatan kepada masyarakat a. Dari penelitian ini diharapkan, perawat menangani pasien asma dapat membuat program rehabilitasi dan promosi teknik pernapasan Buteyko pada pasien yang menderita asma. b. Teknik pernapasan Buteyko dapat dijadikan intervensi keperawatan pada pasien dengan asma. c. Evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan tersebut sangat penting untuk melihat efek teknik pernapasan Buteyko.
DAFTAR PUSTAKA Bartley, Jim. Physiology, Pseudoscience, http://www.nzma.org.nz/journal/117-1201/1062 diakses November 2012. 2004.
and pada
Buteyko. tanggal 12
Bass, P. What Is Asthma? Definition, Statistics, Types & Causes of Asthma. http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/Asthma_whatis.htm diakses pada tanggal 20 Nopember 2012 About.com: The New York Times Company. 2010. Behman, Kliegman dan Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 1. E/15. Jakarta: EGC. 2000. Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Medikal-Bedah Vol.1 Ed.8. Jakarta: EGC. 2002. Burgess, John., et. all. Systematic Review of the Effectiveness of Breathing Retraining in Astha Management. http://erairways.org/ERAirways/Asthma_COPD_files. diakses pada tanggal 22 Maret 2012. 2011. Burhan E, Yunus F. Perubahan Faal Paru pada Orang Tua. J. Respir Indonesia. 2001. Brindley, JL. Buteyko Practice Diary and Quick Reference Guide. http://www.buteykobreathing.org diakses pada tanggal 23 April 2012. 2010. Courtney, Rosalba dan Marc Cohen. Investigating the Claims of Konstantin Buteyko, M.D., Ph.D.: The Relationship of Breath Holding Time to End Tidal CO2 and Other Proposed Measures of Dysfunctional Breathing. http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/acm.2007.7204, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2008. Cowie, Robert L., et.al. A Randomised Controlled Trial Of The Buteyko Technique As An Adjunct To Conventional Management Of Asthma. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611107005112, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2008. Depkes RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, http://www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 01 November 2011. 2009. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009. Dupler, Douglas. Buteyko: Gale Encyclopedia of Alternative Medicine. http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3435100140.html. diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2005.
Elisa. Status Gizi, Status Pertumbuhan, dan Asupan Makanan Pada Penderita Asma. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppk-gdl-res2000-elisa-748-gizi&q=Anak. Diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2000. Esteves, Denise. The Buteyko Method: Breathing Your Way to Cure. 2010. Fadhil. Teknik Pengolahan Nafas. http://www.wikipedia.com/teknik_pengolahan_nafas.html, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2009. Gershwin, M. Eric dan Timothy E. Albertson. Brochial Asthma: A Guide for Practical Understanding and Treatment. Ed. 6. London: Springer. 2001. Global Initiative for Asthma (GINA). Global Strategy for Asthma Management and Prevention, http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170. diakses pada tanggal 02 November 2011. 2005. Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Kolb,
P. Buteyko for the Reversal of Chronic Hyperventilation. http://knol.google.com/k/alex-spence/buteyko, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2009.
Lewis, et. al. Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. Ed. 8. Missouri: Elsevier Mosby. 2011. Lingard, Michael. The Buteyko Guide To Better Asthma Management. Ed. 1. Hawkhurst: TotalhealthMatters!. 2008. Mardhiah. Efektifitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan USU. 2009. McHugh, P., Aitcheson, F., Duncan, B. & Houghton, F. Buteyko Breathing Technique for asthma: an effective intervention. http://www.nzma.org.nz/journal/vacancies.html, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2003. McKeown, Patrick. Close Your Mouth. Ireland: Buteyko Books an Imprint. 2004. Murphy. A. The Buteyko (Shallow Breathing) Method for Controlling Asthma. http://www.btinternet.com/~andrew.murphy/asthma_buteyko_shallow_breathing. html. diakses pada tanggal 08 April 2012. 2005.
Murray, Robert. K., Daryl K. Granner dan Victor W. Rodwell. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: Penerbit Buku EGC. 2009. Muttaqin, Arif. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Siste Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2011. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 2005. Novozhilov, Andrey. Living without Asthma: The Buteyko Method. Germany: Mobiwell Verlag. 2004. Pallant, Julie. SPSS Survival Manual: A step by step guide to data analysis using SPSS for Windows (Version 12). Sydney: Allen & Unwin. 2005. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ASMA Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Pearson MG, et. al. BTS Guidelines for The Management of COPD. Thorax.2007 Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawaatan: Konsep, Proses dan Praktik. Vol. 2. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2006. Prasetya, Arief Widya. Pengaruh Latihan Nafas Metode Buteyko Terhadap Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan Derajat Kontrol Penderita Asma Bronchiale di Puskesmas Pakis Kec. Sawahan Surabaya. Tesis. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. 2011. Price, S. A dan L.M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Ed. 6. Jakarta: EGC. 2006. Rakhimov, Artour. Normal Breathing: The Key to Vital www.normalbreathing.com diakses pada tanggal 20 April 2012.
Health.
http://
Rasmin, Menaldi., et. al. 2001. Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan: Diagnostik & Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI. 2011. Relida, Nova. Pengaruh Senam Asma Terhadap Kapasitas Fungsional Penderita Asma Bronkial. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Surakarta. 2011. Rengganis, Iris. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 58 No. 11. 2008. Roy, Chris Le. Asthma: Buteyko’s Theory. http://ezinearticles.com/?Asthma:-ButeykosTheory&id=368998 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. 2006
Santoso, Singgih. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Alex Media Komputindo. 2012. Setiadi.. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007 Setyawan, Hery. Pengaruh Senam Asma Terhadap Frekuensi Serangan.Asma Bronkial dan Biaya Pengobatan. http://adln.lib.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdl-s12006-setyawanhe-2325 diakses pada tanggal 20 Nopember 2012. Adln.lib.unair.ac.id: ADLN Digital Collections.2006. Sherwood. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005. Somantri, Iman. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2007. Stalmatski, Alexander. Freedom from Asthma: Buteyko’s Revolutionary Treatment. London: Kyle Cathie Limited. 1999. Sundaru, Heru. Asma Bronkial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 Surjanto, E. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi 2001. Laboratorium Paru FK UNS. Surakarta. 2001. Tamer Y, Elmays. The Effect of Carbon Dioxide on Airway Tone. http://gradworks.umi.com/MR/26/MR26341.html, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2007. The Asthma Foundations of Victoria. Terapi Pelengkap dan Penyakit Asma. http://www.asthma.org.au/Portals/0/ComplementaryTherapies_IS_Indonesian.pdf, diakses pada tanggal 02 November 2011. 2002. Thomas, S. Buteyko: A useful tool in the management of asthma?. www.ijtr.co.uk/cgibin/go.pl/library/article.cgi.pdf, diakses pada tanggal 01 November 2011. 2004. Tomey, Ann Marriner dan Martha Raile Alligood. Nursing Theorist and Their Work. Ed. 6. Missouri: Mosby Elsevier. 2006. United States Environmental Protection Agency. Asthma http://www.asthmacare.us/asthmaprevalence.html, diakses pada November 2011. 2004.
Prevalence. tanggal 01
VitaHealth. Asma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Weinberger, Steven E. Principles of Pulmonary Medicine. United States of America: Saunders Elsevier. 2004.
WHO. Asthma. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html. diakses pada tanggal 01 November 2011. 2011. Wong, D.N. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missouri: Mosby. 2003. Yayasan Asma Indonesia. Senam Asma Indonesia, Info Asma Media Informasi dan Edukasi. Ed. 8. Jakarta: YAI. 2008.
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Bapak/Ibu .................................................................... Di Tangerang Selatan
Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nurdiansyah NIM
: 108104000013
Status : Mahasiswa Ilmu Keperawatan
Dengan ini memohon kepada bapak/ibu untuk bersedia menjadi responden pada penelitian yang saya lakukan yang berjudul “PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN
BUTEYKO
TERHADAP
PENURUNAN
GEJALA
PENDERITA ASMA KOTA TANGERANG SELATAN”. Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan digunakan untuk kepentingan penelitian. Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih. Hormat Saya,
Nurdiansyah
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN Judul Penelitian : Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Penderita Asma Kota Tangerang Selatan Peneliti
: Nurdiansyah
No.Hp
: 08561949405
Pembimbing
: 1. Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB 2. Ns. Waras Budiutomo, S.Kep, MKM
Saya telah memahami tujuan, manfaat, prosedur, gambaran risiko dan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, serta penjaminan kerahasiaan identitas pada penelitian ini. Tanpa adanya unsur paksaan dan secara sukarela saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Ciputat, .... .......... 2012 Tanda Tangan Responden
Tanda Tangan Peneliti
(
Nurdiansyah
)
Kuisioner Data Demografi dan Penapisan Nomor Responden
: ..................................
Janis Kelamin
: □Laki-laki
Usia
: ..................... Tahun
Tinggi Badan
: ..................... Cm
Berat Badan
: ..................... Kg
Lama terdiagnosa asma
: ..................... Tahun
□Perempuan
Apakah anda merokok? □Ya
□Tidak
Apakah anda mengkonsumsi alkohol? □Ya
□Tidak
Apakah anda menggunakan obat penurun gejala asma selama tiga bulan terakhir ini? □Ya
□Tidak
Apakah anda rutin melakukan olahraga pernapasan ? □Ya
□Tidak
Apakah anda menggunakan bronkodilator setiap hari ? □Ya
□Tidak
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam seminggu terakhir ini? □ 1 kali
□ 2 kali
□ 3 kali/lebih
Berapa kali anda mengalami gejala asma dalam sehari itu? □1 kali
□ > 1 kali
Apakah serangan asma tersebut mengganggu aktivitas dan tidur anda? □Ya
□Tidak
Berapa kali dalam sebulan gejala asma pada malam hari terjadi pada anda? □≤ 2 kali/bulan
□ > 2 kali/bulan
□> 1 kali seminggu
Lembar Observasi Gejala Asma Pada Penderita Asma Isilah kuisioner dibawah dengan mencentang (√) tabel dengan angka yang sesuai gejala asma yang anda rasakan selama satu minggu terakhir! Tabel 1 Keterangan level gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam satu minggu terakhir Tanda Gejala
Tingkatan
centang (√)
Batuk
Tidak pernah batuk (0) Kadang-kadang batuk tapi tidak menganggu aktivitas (1) Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)
Sesak napas/ susah
Tidak pernah sesak napas/susah
bernapas
bernapas (0) Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sangat sesak napas/susah bernapas dan mengganggu aktivitas (2)
Bernapas dengan suara
Tidak pernah bernapas dengan suara
wheeze (ngik…ngik…)
wheeze (0) Kadang-kadang bernapas dengan
suara wheeze (ngik..ngik..) tapi tidak mengganggu aktivitas (1) Sering bernapas dengan suara wheeze (ngik..ngik..) dan mengganggu aktivitas (2) Rasa tertekan di dada
Tidak ada rasa tertekan di dada (0) Sedikit ada rasa tertekan di dada (1) Dada sangat tertekan (2)
Gangguan tidur karena
Tidak pernah mengalami gangguan
batuk, sesak napas/susah
tidur (0)
bernapas.
Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (1) 2-3 kali atau lebih terbangun dari tidur dengan batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)
Hari/tanggal: ..................
Pagi/Siang/Malam
LANGKAH MINGGU PERTAMA TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO 1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG □
PENGANGGUKAN 10 KALI
□
PEREBAHAN 6 KALI
□
MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI
2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT)
[......x/Mnt]
3. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
4. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT) 5. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
6. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT) 7. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
8. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT) 9. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
10. RELAKSASI PERNAPASAN/ PERNAPASAN PERUT (3 MENIT) 11. ISTIRAHAT (2 MENIT) 12. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
13. MENGHITUNG DENYUT NADI
[......x/Mnt]
Hari/tanggal: ..................
Pagi/Siang/Malam
LANGKAH MINGGU KEDUA TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO 1. LATIHAN PEMBERSIHAN HIDUNG □
PENGANGGUKAN 10 KALI
□
PEREBAHAN 6 KALI
□
MENAHAN DAN MENIUPKAN 6 KALI
2. MENGHITUNG DENYUT NADI (1 MENIT)
[......x/Mnt]
3. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
4. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT)
[......x/Mnt]
5. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
6. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT)
[......x/Mnt]
7. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG
[......x/Mnt]
8. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT)
[......x/Mnt]
9. TAHAN NAPAS DIPERPANJANG
[......x/Mnt]
10. MENURUNKAN ALIRAN PERNAPASAN (3 MENIT)
[......x/Mnt]
11. ISTIRAHAT (2 MENIT) 12. MENGONTROL TAHAN NAPAS
[......x/Mnt]
13. MENGHITUNG DENYUT NADI
[......x/Mnt]
Laporan Pelaksanaan Teknik Pernapasan Buteyko Hari Ke(1-7) 1
2
3
4
5
6
7
Waktu Pelaksanaan Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
Pengukuran Nadi CP1 CP2 CP3 CP4 Pengukuran Nadi Terakhir
CP Terakhir
Keterangan
Hari Ke(8-14) 8
9
10
11
12
13
14
Waktu Pelaksanaan Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
Pengukuran Nadi CP1 CP2 EP1 EP2 Pengukuran Nadi Terakhir
CP Terakhir
Keterangan
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA PENDERITA ASMA YANG INTERVENSI BUTEYKO SELAMA 2 MINGGU
No.
Nomor Responden
JENIS KELAMIN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
i.1 i.2 i.3 i.4 i.5 i.6 i.7 i.8 i.9 i.10
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
USIA
TINGGI BADAN
BERAT BADAN
INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
54 48 42 23 37 38 47 36 49 50
156 175 158 173 160 154 157 164 165 164
52 95 56 62 61 46 47 55 75 49
21,37 31,02 22,43 20,72 23,83 19,40 19,07 20,45 27,55 18,22
SKOR HASIL MINGGU KE-1
SKOR KUNJUNGAN AWAL 8 9 6 6 10 9 8 8 10 9
2 3 2 4 4 4 2 3 5 2
SKOR HASIL MINGGU KE-2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2
Keterangan : 1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir 2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
DATA HASILOBSERVASI GEJALA ASMA PADA PENDERITA ASMA KONTROL SELAMA 2 MINGGU
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nomor Responden c.1 c.2 c.3 c.4 c.5 c.6 c.7 c.8 c.9 c.10
INDEKS SKOR JENIS TINGGI BERAT MASSA USIA KUNJUNGAN KELAMIN BADAN BADAN TUBUH (IMT) AWAL Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan
36 48 52 39 42 26 42 33 37 48
157 156 169 153 161 162 167 168 154 162
48 50 68 53 56 49 68 51 53 51
19,47 20,55 23,81 22,64 21,60 18,67 24,38 18,07 22,35 19,43
5 8 8 8 8 8 7 7 9 8
SKOR HASIL MINGGU KE-1 5 8 8 9 8 8 7 7 9 8
SKOR HASIL MINGGU KE-2 5 8 8 8 8 9 7 8 9 8
Keterangan : 1.Klasifikasi Umur: 17-25: remaja akhir, 26-35: dewasa awal, 36-45: dewasa akhir, 46-55: lansia awal dan 56-65: lansia akhir 2. Klasifikasi IMT: <17 : Sangat Kurus, 17.0-18.5: Kurus, 18.5-25.0: Normal, 25.0-27.0: Gemuk dan >27.0: Sangat Gemuk
ANALISA UNIVARIANT USIA RESPONDEN
remaja akhir dewasa akhir lansia awal Total
Valid
Valid
Intervensi Usia Responden Frequency Percent 1 10,0 4 40,0 5 50,0 10 100,0
Valid Percent 10,0 40,0 50,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 50,0 100,0
Kontrol
dewasa awal dewasa akhir lansia awal Total
Usia Responden Frequency Percent 2 20,0 5 50,0 3 30,0 10
100,0
Valid Percent 20,0 50,0 30,0 100,0
Cumulative Percent 20,0 70,0 100,0
Total sample
remaja akhir Valid
dewasa awal dewasa akhir lansia awal Total
Usia Responden Frequency Percent 1 5,0 2 9 8 20
10,0 45,0 40,0 100,0
Valid Percent
Cumulative Percent 5,0
5,0
10,0 45,0 40,0 100,0
15,0 60,0 100,0
INDEKS MASSA TUBUH Intervensi
Valid
Kurus Normal Sangat Gemuk Total
Kategori IMT Frequency Percent 1 10,0 8 80,0 1 10,0 10 100,0
Valid Percent 10,0 80,0 10,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 90,0 100,0
Valid
Valid
Kontrol Kategori IMT Frequency Percent 1 10,0 9 90,0 10 100,0
Kurus Normal Total Total Sample
Kategori IMT Frequency Percent 2 10,0 17 85,0 1 5,0 20 100,0
Kurus Normal Sangat Gemuk Total
Valid Percent 10,0 90,0 100,0
Valid Percent 10,0 85,0 5,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 100,0
Cumulative Percent 10,0 95,0 100,0
JENIS KELAMIN Kelompok Intervensi Frequency Valid
Pria Wanita Total
3 7 10
Jenis Kelamin Responden Percent Valid Percent 30,0 30,0 70,0 70,0 100,0 100,0
Cumulative Percent 30,0 100,0
Kelompok Kontrol Frequency Valid
pria wanita Total
Jenis Kelamin Responden Percent Valid Percent 3 30,0 30,0 7 70,0 70,0 10 100,0 100,0
Cumulative Percent 30,0 100,0
Jenis Kelamin Responden Percent Valid Percent 6 30,0 30,0 14 70,0 70,0 20 100,0 100,0
Cumulative Percent 30,0 100,0
Total Sampling
Frequency Valid
pria wanita Total
SKOR GEJALA ASMA Kunjungan Awal Report Skor Kunjungan Awal Jenis Kelompok Kontrol Intervensi Total
Mean 7,6000 8,3000 7,9500
Median 8,0000 8,5000 8,0000
Std. Deviation 1,07497 1,41814 1,27630
Minimum
Maximum 5,00 6,00 5,00
9,00 10,00 10,00
Minggu Ke-1 Report
Skor Minggu Ke-1 Jenis Kelompok kontrol Intervensi Total
Mean 7,7000 3,1000 5,4000
Median 8,0000 3,0000 5,0000
Std. Deviation 1,15950 1,10050 2,60364
Minimum
Maximum 5,00 2,00 2,00
9,00 5,00 9,00
Minggu Ke-2 Report
Skor Minggu Ke-2 Jenis Kelompok kontrol Intervensi Total
Mean 7,8000 1,5000 4,6500
Median 8,0000 1,5000 3,5000
Std. Deviation 1,13529 ,52705 3,34467
Minimum
Maximum 5,00 1,00 1,00
9,00 2,00 9,00
ANALISA BIVARIANT UJI NORMALITAS DATA Uji Normalitas Data Kelompok Intervensi
N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 10 10 Mean 8,3000 3,1000 Std. Deviation 1,41814 1,10050 Absolute ,216 ,241 Positive ,148 ,241 Negative -,216 -,193 ,684 ,763 ,738 ,606
Skor Minggu Ke-2 10 1,5000 ,52705 ,329 ,329 -,329 1,039 ,230
Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol
N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 10 10 Mean 7,6000 7,7000 Std. Deviation 1,07497 1,15950 Absolute ,345 ,302 Positive ,255 ,198 Negative -,345 -,302 1,091 ,955 ,185 ,321
UJI BEDA DUA MEAN INDEPENDENT
Kunjungan Awal
Jenis Kelompok Skor Kunjungan Awal
kontrol Intervensi
Group Statistics N Mean 10 10
7,6000 8,3000
Std. Deviation 1,07497 1,41814
Std. Error Mean ,33993 ,44845
Skor Minggu Ke-2 10 7,8000 1,13529 ,370 ,230 -,370 1,170 ,130
Levene's Test for Equality of Variances F Sig.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Skor Kunjungan Awal
,979
,335
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
t
df
1,244
Sig. (2tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
18
,229
-,70000
,56273
-1,88225
,48225
16,775 1,244
,231
-,70000
,56273
-1,88847
,48847
Minggu Ke-1
Skor Minggu Ke-1
Jenis Kelompok Kontrol Intervensi
Group Statistics N Mean 10 7,7000 10 3,1000
Std. Deviation 1,15950 1,10050
Std. Error Mean ,36667 ,34801
Independent Samples Test Levene's Test for t-test for Equality of Means Equality of Variances F Sig. T df Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
Equal variances Skor assumed Minggu KeEqual variances 1 not assumed
=
Eta squared =
,115
,738
9,099
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
18
,000
4,60000
,50553
3,53793
5,66207
9,099 17,951
,000
4,60000
,50553
3,53772
5,66228
= 0.821
Minggu Ke-2
Skor Minggu Ke-2
Jenis Kelompok Intervensi Kontrol
Group Statistics N Mean 10 1,5000 10 7,8000
Std. Deviation ,52705 1,13529
Std. Error Mean ,16667 ,35901
Levene's Test for Equality of Variances F Sig.
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Skor Minggu Ke-2
,679
Eta squared =
,421
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
t
Df
Sig. (2tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-15,917
18
,000
-6,30000
,39581
-7,13157
-5,46843
-15,917
12,707
,000
-6,30000
,39581
-7,15711
-5,44289
=
= 0.933
UJI BEDA DUA MEAN DEPENDENT
Pair 1 Pair 2
Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Intervensi
Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-2
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 8,3000 10 1,41814 3,1000 10 1,10050 8,3000 10 1,41814 1,5000 10 ,52705
Std. Error Mean ,44845 ,34801 ,44845 ,16667
Paired Samples Correlations Pair 1 Pair 2
N 10 10
Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2
Mean
Skor Kunjungan Pair 1 Awal - Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Pair 2 Awal - Skor Minggu Ke-2 Eta squared =
=
Eta squared =
=
Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval of Mean the Difference Lower Upper
Correlation ,406 ,372
t
df
Sig. ,245 ,290
Sig. (2tailed)
5,20000
1,39841
,44222
4,19964
6,20036
11,759
9
,000
6,80000
1,31656
,41633
5,85819
7,74181
16,333
9
,000
= 0.939 = 0.967
Uji Beda Dua Mean Dependen Kelompok Kontrol
Pair 1 Pair 2
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 7,6000 10 1,07497 7,7000 10 1,15950 7,6000 10 1,07497 7,8000 10 1,13529
Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal Skor Minggu Ke-2
Std. Error Mean ,33993 ,36667 ,33993 ,35901
Paired Samples Correlations Pair 1 Pair 2
Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal & Skor Minggu Ke-2
Mean
Pair 1 Pair 2
N 10 10
Skor Kunjungan Awal - Skor Minggu Ke-1 Skor Kunjungan Awal - Skor Minggu Ke-2
,10000 ,20000
Correlation ,963 ,929
Paired Samples Test Paired Differences Std. Std. Error 95% Confidence Interval of the Deviation Mean Difference Lower Upper ,31623
,10000
-,32622
,42164
,13333
-,50162
t
df
9 1,000 ,10162 9 1,500 ,12622
Sig. ,000 ,000
Sig. (2tailed)
,343 ,168