Pengaruh Suhu dan Substrat terhadap Produksi Konidia Beauveria bassiana Effect of Temperature and Substrates for Production of Beauveria bassiana Conidia Ernanda Pramiyozi Adhi1), Wignyanto2), dan Sakunda Anggarini2) 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2) Staaf pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang Korespondensi Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konidia Beauveria bassiana yang terbanyak antara substrat beras dan beras ketan. Pada beras kandungan yang diperhatikan adalah amilosa dan pada beras ketan kandungan yang diperhatikan adalah amilopektin. Penelitian dilakasanakan di Laboratorium Bioindustri Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Sentra Ilmu Hayati Universitas Brawijaya Malang pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Maret 2013. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan Beauveria bassina yang paling baik adalah pada substrat beras pada suhu ruang. Viabilitas Beauveria bassiana mampu mencapai 45,62% setelah diinkubasikan 24 jam. Kerapatan konidia yang terbaik juga terdapat pada substrat beras pada suhu ruang. Kerapatan konidia yang dihasilkan mencapai 14.13 x 109/ml. Pada substrat beras ketan viabilitas konidia yang dihasilkan adalah 42.78% dan kerapatan konidia yang dihasilkan adalah 10.67 x 109 /ml. Perbedaan hasil antara substrat beras dan beras ketan ini disebabkan oleh kandungan amilosa dalam beras lebih mudah dipecah dari pada kandungan amilopektin dalam beras ketan, sehingga substrat beras menghasilkan viabilitas dan kerapatan konidia yang lebih baik. Menurut Tanada (1993) viabilitas konidia dapat menurun apabila selama subkultur terjadi penurunan sumber karbon seperti glukosa, glukosamin, nitrogen dan pati untuk hifa. Pada uji virulensi yaitu daya bunuh tehadap serangga sasaran semua perlakuan mempunyai hasil yang sama yaitu serangga uji mati dalam 48 jam. Menurut Sudarmadji, (1997) variasi virulensi cendawan Beauveria bassiana disebabkan oleh faktor dalam dan faktor luar. Menurut penelitian Plate (1976), tingkat kepekaan serangga bukan sasaran terhadap infeksi Beauveria bassiana sangat ditentukan oleh virulensi dan patogenisitas cendawan, serta spesies serangga inang. Kata kunci : Beauveria bassiana, Kerapatan Konidia, Suhu, Substrat, Virulensi, Viabilitas Abstract This study aims to obtain the highest B. bassiana conidia between substrate rice and glutinous rice. On rice amylose content of the note is the sticky rice and the content of the note is amylopectin. The experiment was conducted at the Laboratory Bioindustri Laboratory Technology Faculty of Agriculture and Biological Sciences Center UB in October 2012 until March 2013. The results obtained in this study is the rate of growth of Beauveria bassina best rice is on the substrate at room temperature. Viability of Beauveria bassiana is able to achieve 45.62% after 24 hours of incubation. The best conidia density is also found in rice substrate at room temperature. The resulting conidia density reaches 14.13 x 109/ml. On the substrate glutinous rice produced conidia viability was 42.78% and the density of conidia produced is 10.67 x 109/ml. Differences in results between rice and glutinous rice substrate is caused by amylose content in rice is more easily broken than the amylopectin content of the glutinous rice, so the rice substrate produces conidia viability and density better. According to Tanada (1993) can be decreased if the viability of conidia during subculture decrease carbon sources such as glucose, glucosamine, nitrogen and starch for hyphae. On the virulence test insect killing power tehadap treatment targets all have the same result that the test insects died within 48 hours. Sudarmadji, (1997) the virulence of the fungus Beauveria bassiana variations caused by factors inside and outside factors. According to the study Plate (1976), the sensitivity of non-target insects towards Beauveria bassiana infection is largely determined by the virulence and pathogenicity of the fungus, and insect host species. Key words: Beauveria bassiana, Conidia density, temperature, substrate, Virulence, Viability
PENDAHULUAN Pengembangan pestisida biologis di Indonesia masih sangat jarang hal ini ditandai dengan minimnya pestisida biologis di pasaran dan tingginya permintaan pestisida sintetis di pasaran. Menurut Sulistiyono (2004) penggunaan pestisida sintetis dalam mengatasi organisme pengganggu tanaman telah membudaya di kehidupan petani di wilayah Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah produk pestisida kimia yang terdaftar pada Komisi Pestisida Departemen Pertanian Republik Indonesia, sebelum tahun 1998 sebanyak 500 merek pestisida, jumlah tersebut meningkat tajam menjadi 1140 merek pestisida pada tahun 2003 dan terus meningkat menjadi 1600 produk pestisida pada tahun 2006 (Deptan, 2006). Oleh karena itu diperlukan insektisida yang ramah lingkungan salah satunya adalah dengan memanfaatkan jamur entomopatogen. Saat ini telah diteliti lebih dari 750 spesies jamur penyebab penyakit pada serangga (Pedigo, 1999). Setidaknya ada beberapa spesies jamur yang layak dipertimbangkan menjadi insektisida biologis sebagai produk komersial, jamur tersebut antara lain dari genus Beauveria, Nomuraea, Metarhizium. Entomophora, dan Zoopthora (Tanada dan Kaya, 1993). Jamur Beauveria bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk mengendalikan serangga. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan paralisis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa racun yang telah berhasil diisolasi dari Beauveria bassiana antara lain Beauvericine, Beauverolide, Isorolide, dan zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003). Pengembangan entomopatogen Beauveria bassiana dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, substrat, kelembapan, pH, radiasi sinar matahari, dan zat kimia seperti pestisida (Neves, 2004). Suhu merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap pengembangan jamur Beauveria bassiana. Penelitian Kikankie et al. (2010) menunjukkan pertumbuhan konidia Beauveria bassiana yang optimal adalah pada suhu 26ºC. Selain suhu faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Beauveria bassiana adalah substrat. Hasil penelitian Nuraida (2007) menunjukkan bahwa Beauveria bassiana yang diperbanyak pada substrat beras menghasilkan konidia tertinggi (2.75 x 1010 konidia/g)
dibandingkan dengan Beauveria bassiana yang diperbanyak pada substrat jagung (1.65 x 1010 konidia/g). Berbeda dengan penelitian Wahyunendo (2002) bahwa pada media beras jumlah konidia Beauveria bassiana yang dihasilkan adalah 2.4 x 109 konidia/gr. Hasil dari penelitian Nuraida (2007) dan Wahyunendo (2002) menunjukan bahwa dengan substrat yang sama menghasilkan jumlah konidia Beauveria bassiana yang berbeda. Hal ini karena dalam penelitian Nuraida (2007) dan Wahyunendo (2002) tidak dijelaskan kandungan berasnya. Rayati et al. (2001) mengemukakan bahwa perbedaan nutrisi pada substrat mempengaruhi jumlah konidia yang terbentuk Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji faktor substrat (beras) dengan memperhatikan kandungannya (amilosa dan amilopektin) kemudian dikombinasikan faktor suhu untuk mendapatkan viabilitas dan kerapatan konidia Beauveria bassiana yang baik. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25ºC, suhu ruang, dan 30ºC. Selain itu juga akan dianalisis virulensinya sehingga akan diketahui daya bunuhnya terhadap hama sasaran. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengembangan Beauveria bassiana yang baik. METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 – Maret 2013 di Laboratorium Bioindustri Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya dan Laboratorium Sentra Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya. Alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital (Denver Instrument M-310), Mikroskop hemasitometer (Novel XS2-107BN), autoklaf (HI36AE), inkubator (WTC Binder), dan vortex-mixer Model VM-2000. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras dan beras ketan, isolat Beauveria bassiana, tween 80, aquades, dan belalang sawah. Metode Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang tersusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor I
merupakan jenis substrat yang terdiri dari 2 level, dan faktor II merupakan suhu inkubasi yang terdiri dari 3 level. Dari kombinasi faktorfaktor tersebut diperoleh 6 perlakuan dan dilakukan 3 kali ulangan. Variabel penelitian dan kombinasi tiap variable adalah sebagai berikut : Faktor I. Substrat (A) A1 : Beras, A2 : Beras Ketan Faktor II Suhu Inkubasi (B) B1 : Suhu 25ºC ± 2, B2 : Suhu Ruang (24-30ºC), B3 : Suhu 30ºC Berdasarkan kedua faktor diatas, maka diperoleh 6 kombinasi perlakuan sebagai berikut : Tabel 4.1 Kombinasi Antar Faktor B1 B2 B3 A1 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A2 Keterangan : A1B1 : Pengembangan pada substrat beras pada suhu 25ºC± 2 A1B2 : Pengembangan pada substrat beras pada suhu ruang (24-30ºC) A1B3 : Pengembangan pada substrat beras pada suhu ruang 30ºC± 2 A2B1 : Pengembangan pada substrat beras ketan pada suhu 25ºC± 2 A2B2 : Pengembangan pada substrat beras ketan pada ruang (24-30ºC), A2B3 : Pengembangan pada substrat beras ketan pada suhu ruang 30ºC± 2 Berdasarkan 6 perlakuan yang diberikan dan pengulangan sebanyak 3 kali, selanjutnya dilakukan pengamatan dan analisa terhadap parameter yang telah ditentukan meliputi viabilitas konidia, kerapatan konidia dan virluensi, dan dilanjutkan dengan pemilihan perlakuan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. VIABILITAS KONIDIA Beauveria bassiana Viabilitas menunjukan tingkat pertumbuhan konidia. Semakin tinggi viabilitas jamur entomopatogen maka semakin efektif dalam mengendalikan hama. Viabilitas konidia ditentukan dengan cara suspensi konidia yang diinkubasikan selama 24 jam. Setelah satu tetes suspensi tersebut diteteskan pada kaca preparat dan ditutup dengan gelas penutup, lalu dihitung jumlah konidia yang berkecambah dan tidak berkecambah pada bidang pandang dibawah mikroskop dengan perbesaran 400
kali. Perhitungan viabilitas konidia dilakukan pada jam ke-24 setelah inkubasi (Herlinda et al., 2006). Viabilitas konidia dihitung dengan menggunakan rumus Gabriel dan Riyanto (1989) sebagai berikut : g V=
x 100% (g + u)
Keterangan : V : Perkecambahan konidia (viabilitas) g : Jumlah konidia yang berkecambah u : Jumlah konidia yang tidak berkecambah hasil analisa viabilitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Rerata Viabilitas Konidia Beauveria bassiana Berdasarkan pada Gambar diatas substrat terbaik adalah beras yaitu substrat yang mengandung amilosa tinggi, sedangkan substrat yang mengandung amilopektin tinggi tingkat viabilitas konidia cenderung lebih rendah. Karateristik amilosa yang larut dalam air dan lebih mudah dipecah menjadi gula sederhana, membuat senyawa tersebut lebih mudah diserap oleh konidia sehingga konidia lebih cepat tumbuh. Berbeda dengan amilopektin yang tidak larut dalam air (Ikhsan, 1996) menyebabkan amilopektin akan lebih sulit diserap konidia untuk meningkatkan viabilitas. Menurut Tanada dan Kaya (1993) viabilitas konidia dapat menurun apabila selama subkultur terjadi penurunan sumber karbon seperti glukosa, glukosamin, nitrogen dan pati untuk hifa. Selain itu, suhu yang diberikan juga mempengaruhi viabilitas, Berdasarkan Gambar 1 pada suhu ruang menghasilkan viabilitas yang terbaik dibandingkan pada suhu 25ºC dan 30ºC. 2. ANALISA KERAPATAN KONIDIA Kerapatan konidia adalah jumlah konidia yang dihasilkan pada saat pemanenan dan
belum dilakukan pengenceran. Kerapatan konidia tergantung pada viabilitas jamur Beauveria bassiana, semakin baik viabilitas jamur maka kerapatan konidia juga semakin tinggi. Pada kerapatan konidia tinggi, jamur Beauveria bassiana mampu menghasilkan konsentrasi enzim dan toksin yang cukup tinggi yang dapat menguraikan dan menghancurkan struktur tubuh serangga. Pada konsentrasi rendah enzim dan toksin yang dihasilkan jamur belum mampu menguraikan lapisan kitin dan lemak dari kutikula serangga sehingga penetrasi dan infeksi tidak terjadi (Sapdi, 1999). Kerapatan konidia dihitung dengan menggunakan rumus Gabriel dan Riyanto (1989) sebagai berikut : t C=
3. VIRULENSI Beauveria bassiana Parameter virulensi yang diamati adalah mortalitas atau kematian pada serangga uji. Dari hasil penelitian dihasilkan bahwa kandungan substrat dan suhu tidak ada interaksi dan tidak berpengaruh nyata terhadap virulensi jamur Beauveria bassiana. Perbedaan virulensi isolat dapat disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik pertumbuhan isolat. Isolat yang virulen memiliki pertumbuhan yang lebih padat, lebih tebal dan menghasilkan konidia yang lebih banyak sehingga lebih mudah dipanen dari permukaan substrat (Herlinda et al., 2006). Mortalitas dihitung berdasarkan rumus Prijono (1989) :
6
x 10 (n x 0,25)
Ʃ serangga uji yang mati Presentasi mortalitas=
x 100% Ʃ serangga uji
Keterangan : C : Kerapatan konidia per ml larutan t : Jumlah total konidia dalam kotak sampel yang diamati n : Jumlah kotak sampel yang diamati 0,25 : Faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada Hemasitometer Hasil rerata perhitungan konidia dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Hasil analisa virulensi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3. Rerata Virulensi Beauveria bassiana
Gambar 2. Rerata kerapatan konidia beauveria bassiana Pada Gambar 2 dapat dilihat pengaruh kandungan substrat yang dikombinasikan dengan suhu terhadap kerapatan konidia. Substrat yang terbaik adalah beras yaitu substrat yang mengandung amilosa tinggi, sedangkan substrat dengan kandungan amoilopektin yang tinggi kerapatan konidia yang dihasilkan cenderung lebih rendah. Hal ini karena kerapatan konidia dipengaruhi oleh viabilitas, semakin tinggi viabilitas konidia maka semakin tinggi pula kerapatan konidia yang dihasilkan.
Berdasarkan Gambar diatas, semua perlakuan menghasilkan virulensi yang sama yaitu serangga uji mati dalam 48 jam. Hal ini disebabkan penggunaan isolat yang sama. Perbedaan virulensi isolat dapat disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik pertumbuhan isolat. Isolat yang virulen memiliki pertumbuhan yang lebih padat, lebih tebal dan menghasilkan konidia yang lebih banyak sehingga lebih mudah dipanen dari permukaan substrat (Herlinda et al., 2006). Selama penelitian pertumbuhan isolat cenderung baik dan tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lain sehingga menghasilkan virulensi yang sama. Menurut Sudarmadji, (1997) variasi virulensi cendawan Beauveria bassiana disebabkan oleh faktor dalam (asal isolat) dan faktor luar yaitu substrat yang
digunakan untuk perbanyakan. Menurut penelitian Plate (1976) bahwa tingkat kepekaan serangga bukan sasaran terhadap infeksi Beauveria bassiana sangat ditentukan oleh virulensi dan patogenisitas cendawan, serta spesies serangga inang. Selain itu, perbedaan fisiologis dan ekologis inang juga mempengaruhi infeksi Beauveria bassiana. KESIMPULAN Pada penelitian pengembangan Beauveria bassiana bahwa penggunaan substrat beras dan beras ketan yang dikombinasikan dengan suhu 25ºC, suhu ruang dan 30ºC berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan kerapatan konidia Beauveria bassiana, namun tidak berpengaruh terhadap virulensi. Hasil perlakuan terbaik dari penelitian didapatkan pada perlakuan substrat yang mengandung amilosa tinggi (beras) dengan suhu ruang yang menghasilkan viabilitas sebesar 45.62% dan kerapatan konidia 14,13 x 109/ml, sedangkan substrat yang mengandung kandungan amilopektin yang tinggi (beras ketan) menghasilkan jumlah konidia yang lebih rendah. Uji virulensi pada semua perlakuan menghasilkan hasil yang sama yaitu serangga uji mati dalam 48 jam. Hasil analisa didapatkan bahwa semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin baik viabilitas dan kerapatan konidianya. UCAPAN TERIMA KASIH Selama penelitan dan penyusunan laporan ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Fakultas Teknologi Pertanian yang telah memberikan dana penelitian melalui ARSC 2. Bapak Dr. Ir. Nur Hidayat, MP, Bapak Dr. Ir. Wignyanto, MS, Ibu Sakunda Anggarini, STP, MP, MSc selaku pembimbing atas bimbingan, nasihat, dan dukungannya 3. Teman-teman TIP angkatan 2009 yang selalu membantu dan mendukung 4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu DAFTAR PUSTAKA Christiane. Kelly C. Pedro Manuel, ; Oliveira Januari,; Neves,; Nogueira Maria Livia,; Patricia Helena Santoro,; Junio Tavares Amaro, dan Janaina Zorzetti. 2011.
Selection and evaluation of virulence of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. submitted to different temperature. Ciências Agrárias, Londrina, v. 32, n. 3, p. 875-882, Deptan.2006. Komisi Indonesia. Bogor
Pestisida
Republik
Gabriel, B.P dan Riyanto, 1989. Metarrhizium Anisopliae (Met-Sch.) Sor. Taksonomi, Patologi, Produksi, dan Aplikasinya. Proyek Pengembangan Perlindungan Tanaman Perkebunan. Herlinda. S.; Komang A. D.; Firmansyah.; Triani A.; Chandra Irsan.; Rosdah Thalib. 2006. Kerapatan dan Viabilitas Spora Beauveria bassiana (Bals) Akibat Subkultur dan Pengayaan Media, Serta Virulensinya Terhadap Larva plutella Xylostekka (Linn). J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525. Vol. 6 No. 2: 70-78 Kikankie.C.K, Basil D Brooke, Bart G.J Knols, Lizette L Koekemoer, Marit Farenhorst, Richard H Hunt, Matthew B Thomas, Maureen Coetzee. 2010. The infectivity of the entomopathogenic fungus Beauveria bassiana to insecticide-resistant and susceptible Anopheles arabiensis mosquitoes at two different temperatures. Malaria Journal. doi:10.1186/1475-2875-971 Mahr, S.,2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of winconsin, Madison. Diakses dari : http://www.pustaka-deptan.go.id . tanggal 2 Desember 2012 Nuraida 2007. Isolasi,Identifikasi, Dan Karaterisasi Jamur Entomopatogen Dari Rizisfir Pertanaman Kubis. Fakultas Pertanian. Universitas Al-Azhar. Medan Plate, J. 1976. Fungi. Biological Control: A guide to natural enemies in North America. Cornel University.4pp Rayati, D.J.; Aryantha, I.N.P. And Arbianto, P. (2001), The Optimization Of Nutrient Factors In Spore Production Of Paecilomyces Fumosoroseus (Wize) Brown And Smith With SubmergedSurface Fermentation System. Paper Presented At 50th Symposium Of AgriBioche, 11 March, Tokyo, Japan.
Sudarmadji, D.L.1997. Optimasi pemanfaatan B. bassiana untuk pengendalian hama. Makalah disampaikan pada pertemuan tehnis perlindungan tanaman, DirektoratnBina Perlindungan Tanaman, Ditjen Perkebunan, Cipayung. Tanada Y, dan Kaya H.K. 1993. Insect Pathology. San Diego: Academic Press, INC. Harcourt Brace Jovanovich, Publisher Wahyunendo YD. 2002. Sporulasi Cendawan Entomopatogen Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Pada Berbagai Media Alami Dan Viabilitasnya Di Bawah Pengaruh Suhu Dan Sinar Matahari. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.