Uji Kualitas Media Jagung dan Bekatul untuk Perbanyakan Beauveria bassiana Latar Belakang Sebagai bagian dari komponen teknologi modern, keberadaan pestisida juga hadir bersamaan dengan lahirnya gerakan intensifikasi pertanian. Di satu sisi penggunaan pestisida telah berjasa meningkatkan produksi, namun demikian dalam
sejarah penggunaanya
pestisida juga menimbulkan
permasalahan baru diantaranya adalah adanya dampak negatif dari pestisida terhadap lingkungan . Salah satu dampak negatif dimaksud adalah munculnya keseimbangan yang rapuh antara tanaman dan Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT) yang mengakibatkan problem
hama
dan
penyakit makin besar, misalnya
timbulnya resistensi hama terhadap pestisida, resurjensi, matinya jasad non target (seperti: burung,katak,ular dll ) dan pencemaran lingkungan (tanah,air dan udara). Pada saat ini kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat terutama dalam mengkonsumsi
produk- produk perkebunan yang sehat , bebas dari
residu pestisida, dan layak untuk di konsumsi.
Hal ini
akan menuntut
diterapkannya teknologi budidaya tanaman perkebunan yang lebih ramah terhadap lingkungan dalam mengelola
sumber daya
pertanian. Untuk
mengatasi kerusakan ekosistem akibat pencemaran lingkungan / penggunaan pestisida ditempuh
melalui pendekatan Teknologi Pengendalian Hama
Terpadu (PHT). PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir/ falsafah pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggung jawab (Untung,1993). Salah satu strategi PHT adalah penerapan
Pengendalian
Biologi dengan memanfaatkan agens hayati berupa mikroorganisme baik jamur ,bakteri maupun virus. Penggunaan agens hayati dilapang mempunyai efek persistensi yang tinggi dan peranan penting dalam keseimbangan alam dan sering disebut musuh alami (natural enemy) tetapi keberadaanya sering mengalami
fluktuasi akibat
pengaruh faktor
biotik dan abiotik sehingga
1
potensinya tidak optimal dan jauh tertinggal daripada populasi OPT nya. Oleh karena itu untuk meningkatkan peran musuh
alami/agens hayati perlu ada
upaya penambahan populasinya dengan terlebih dahulu dilakukan pembiakan /perbayakan secara massal di laboratorium. Ketersediaan persyaratan
agens
hayati
dalam
jumlah
yang
cukup
dengan
kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai agens
pengendali hayati sangat diperlukan. Perbayakan agens hayati di laboratorium sebagai contoh jamur Beauveria bassiana dapat menggunakan media buatan antara lain beras, dedak dan bekatul maupun jagung dengan pertimbangan penggunaan media buatan tersebut tidak menurunkan potensinya sebagai agens
pengendali
hayati.
Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian
pemanfaatan media jagung dan bekatul sebagai media perbayakan dengan menguji kualitasnya melalui potensi menghasilkan spora, daya kecambah (viabilitas ) serta daya bunuh (patogenisitas) pada hama sasaran pengerek buah kopi (Hypotenemus hampei ). Hypothenemus hampei ( Ferr ). Menurut Khalsoven (1981 ), Hypothenemus bangsa
Coleoptera, suku
terutama
jenis
hampei termasuk dalam
Solytidae. Hama ini menyerang
Robusta dan
tanaman
terletak pada ketinggian tempat
kopi yang
rendah . Kumbang betina yang akan dengan
bertelur membuat lubang gerekan
diameter lebih kurang 1mm pada buah kopi yang dimulai pada
ujung buah (Le Pelley,1968 ). Kumbang betina menggerek
buah
untuk
meletakkan telur dalam lubang gerekan atau pada rongga dari keping yang telah sebuah
digerek. Pembuatan
lubang
keping biji. Kumbang
jantan
gerekan dilakukan hanya tidak bersayap
dan
pada jarang
meninggalkan lubang gerekan (Kalshoven,1981 ). Seekor kumbang
betina
mampu
menghasilkan
telur 35-70 butir
(Kalshoven,1981 ).Telur –telur tersebut akan menetas dalam waktu 5-6 hari. Telur H.hampei berbentuk bulat lonjong atau memanjang, tidak berwarna atau transparan dan diletakkan bergerombol dalam lubang
gerekan ( Le
Pelley, 1968 ). Telur menetas menjadi larva yang berwarna putih, gemuk 2
agak
memanjang, tidak bertungkai dengan kepala berwarna coklat. Stadia
larva berkisar antara 10-21 hari, kemudian mengalami masa istirahat selama 2 hari . Stadia pupa belangsung antara 4- 9 hari ( Le Pelley, 1968). Kumbang H .hampei
berwarna coklat tua
mengadakan perkawinan
dan berukuran
lebih kurang
1,5 mm
di dalam lubang gerekan (Anonymous ,1988 ).
Kumbang betina dapat hidup
selama 156 hari dan yang jantan hanya 103
hari ( Le Pelley ,1968 ) Hypothenemus hampei
umumnya menyerang buah kopi yang bijinya
(endosperma ) telah mengeras, namun pada buah-buah yang bijinya belum mengeras dan berdiameter lebih dari 5 mm kadang-kadang juga diserang. Buah yang bijinya masih lunak umumnya tidak digunakan sebagai tempat berkembang
biak, tetapi
hanya
digerek
untuk
mendapatkan
pakan
sementara dan selanjutnya ditinggalkan lagi . Akibatnya buah kopi tidak berkembang, berubah
menjadi
kuning
kemerahan
dan akhirnya gugur.
Serangan pada buah
yang
bijinya
telah mengeras
mengakibatkan
penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadi putra,1994 ). Beauveria bassiana (Balsamo) Vullemin sebagai Agens Hayati B.bassiana
adalah jenis
fungi
yang
tergolong
dalam
klas
Deuteromycetes (Fungi imperfekti ), Ordo Moniliales, famili Moniliaceae . Jamur
B.bassiana
memiliki
stephanoderis (Baly ) stephanoderis Bally.
beberapa
sinonim antara lain : Beauveria
Petch, Botrytis
Bassiana
Balsamo
Micelia jamur B.bassiana bersekat
Botrytis
dan berwarna
putih di dalam tubuh serangga yang terbunuh terdiri dari banyak sel, dengan diameter 4 um, sedang di luar tubuh serangga diameternya lebih kecil yaitu 2 um . Hifa fertil melingkar
terdapat
(verticilate ) dan
pada
biasanya
cabang (branchlets ) tersusun
menggelembung atau menebal.
Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofar atau cabang –cabangnya. Konidia bersel satu , bentuknya oval agak bulat (globose ) sampai dengan bulat telur (obovate ), hialin dengan diameter 2-3 um. Konidiofor berbentuk zig –zag dan
berkelompok, sedangkan
miselium
di bawahnya
menggelembung. Bentuk konidiofor yang zig – zag tersebut merupakan ciri
spesifik dari genus Beauveria . Pada
biakan cair , misalnya pada 3
SDAY, koloni jamur B.bassiana berwarna putih, dan selanjutnya akan berubah
kekuningan dengan bertambahnya umur. Pertumbuhannya relatif
lambat yaitu baru mencapai diameter kurang lebih 4 cm pada media SDAY dalam waktu 14 hari pada kondisi suhu 28 – 19,50C. Serangga yang
terinfeksi
jamur B.bassiana menunjukkan tanda-
tanda gerakan lambat, kemudian menjadi
diam yang akhirnya
serangga menjadi mengeras (mengalami
mati. Tubuh
mumifikasi) dan terlihat warnanya
putih pada permukaannya. Warna putih tersebut merupakan hifa jamur dan konidianya. Jamur mengadakan penetrasi kedalam tubuh serangga melalui kulit pada bagian di antara kapsul kepala dan dada (thorax ) serta diantara ruas-ruas tubuh. Mekanisme spora pada
penetrasinya
kutikula, untuk selanjutnya hifa
dimulai dengan pertumbuhan fungi
mengeluarkan enzim
khitinase, lipase dan protease yang mampu menguraikan komponen kutikula serangga. Penestrasi kutikula umumnya berlangsung 12- 24 jam. Didalam epidermis dapat
micelia B.bassiana berkembang secara radier, yang selanjutnya
memasuki
pembuluh
darah
dalam
waktu
1 -2
hari. Aktivitas
peredaran darah selanjutnya dirusak sehingga darah menjadi lebih kental dan warnanya Selain itu
pucat, peredaran menjadi
B.bassiana
lambat
juga menghasilkan
dan akhirnya
beberapa
terhenti.
toksin
seperti
beauverisin , beauverolit, bassianalit, isorolit dan asam oksalat yang dalam mekanisme kerjanya
menyebabkan
terjadinya
kenaikan
pengumpulan darah dan terhentinya
peredaran
darah. Disamping itu
jaringan
atau organ homokoel
fungi ini juga
menyebabkan kerusakan
pH
darah,
secara mekanis seperti saluran pencernaan, otot, sistem saraf, dan sistem pernafasan. Akibat
dari keseluruhan
proses
diatas
berakhir
dengan
kematian serangga (Robert,1981,Cheung dan Grula,1982 ). Media Jagung dan Bekatul 1 Jagung Media jagung
giling merupakan suatu media
perbayakan
yang
relatif memberi hasil yang lebih baik dalam kecepatan tumbuh, jumlah dan viabilitas spora jamur sehingga media jagung
giling dapat digunakan
4
sebagai bagus
salah satu alternatif. Jagung merupakan untuk pertumbuhan jamur, hal
ini
merupakan media yang
disebabkan
mengandung berbagai unsur yang diperlukan untuk
karena
pertumbuhan
jagung jamur.
Kandungan gizi dari jagung antara lain air, protein ( 10 %), minyak /lemak (4% ), karbohidrat (70,7 %),dan vitamin .Sedangkan
komposisi
kimia
jagung :air (15,5% ) ,Nitrogen ( 0,75 % ) ,Abu (4,37 % ) ,K2 O (1,64 % ),Na2O (0,05 % ) dan CaO (0,49 %) sehingga
dapat digunakan subagai sumber
bahan makanan pertumbuhan mikroorganisme (Anonim ,2001 ). 2. Bekatul Menurut Hertanto ( 2005 ), bekatul juga merupakan media yang bagus untuk pertumbuhan
jamur
karena itu ada kemungkinan pertumbuhan
jamur
antagonis yaitu Trichoderma sp . Oleh
cocok
digunakan
yang lain. Berdasarkan
sebagai
media
untuk
hasil analisa susunan kimia
bekatul meliputi bahan organik (76,60 % ),Nitrogen (1,51 -3,6 % ),P2O3 (2,75 4,87 % ).Disamping itu didalam bekatul juga mengandung vitamin V3,Vit 6, B 15, inositol , fitat ,asam ferulat, gama oryzanol, fitosterol, asam lemak jenuh dan serat; beberapa
senyawa
tersebut diperlukan dalam proses metilasi
dalam pembentukan
berbagai hormon
antara lain hormon
steroid dan
adrenalin . Dari hasil pemeliharaan yang dilakukan dengan menggunakan masingmasing media tersebut untuk menumbuhkan Beauveria bassiana dapat diketahui kualitasnya dengan melakukan pengukuran menggunakan parameter karakter agens hayati yang muncul. Karakter agens hayati tersebut meliputi kemampuannya yang tinggi dalam menghasilkan
spora,
daya kecambah
(viabilitas ) spora dan daya bunuh (patogenisitas ) jamur tersebut terhadap OPT sasaran. Oleh karena itu dalam pemeliharaan ini hasil yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut . 1. Jumlah Spora Salah satu syarat kualitas agens hayati dari golongan jamur yaitu kemampuannya dalam menghasilkan spora. Semakin banyak jumlah spora yang diaplikasikan dilapangan memungkinkan peluang terjadinya
kotak
dengan OPT sasaran semakin besar. 5
Tabel 1. Rata-rata Jumlah Spora jamur B.bassiana yang Dihasilkan Dari Berbagai Perlakuan Media Pertumbuhan Perlakuan
Pengamatan pada minggu ke 1
2
Kontrol
6 ,39
6,86
7,18 a
7, 24
J1 B1
6 ,36
6,50
6,60c
6, 69
J1 B2
6 ,48
6,53
6,43d
6, 70
J2 B1
6 ,58
6,84
6,80b
6, 88
BNT 5 %
tn
tn
0,11
tn
Data dari Tabel 1 diatas menunjukkan pengamatan ke 1 ,2, dan 4 tidak
3
4
bahwa rata-rata jumlah spora pada
berbeda nyata antara kontrol dengan
perlakuan yang lain. Perbedaan yang nyata antara kontrol dengan perlakuan yang lain baru terdapat pada pengamatan ke 3 (minggu ke 3 ). Data tersebut menunjukkan walaupun pengamatan minggu ke 1 dan minggu ke 2 tidak berbeda nyata tetapi rata-rata jumlah spora yang dihasilkan memperlihatkan ada peningkatan dengan bertambahnya waktu pengamatan.
Hal ini karena
jumlah spora yang dihasilkan terkait dan dipengaruhi oleh bahan perbayakan yang digunakan (Wiryadiputra,1991). Jamur dalam pertumbuhannya
membutuhkan substansi organik
sebagai
sumber C, sumber N, vitamin dan ion anorganik dalam jumlah yang cukup. Selain itu lingkungan mikro yang berupa suhu
dan kelembaban ikut
mempengaruhi pertumbuhan spora. Hal ini sebagaimana yang dilaporkan oleh Ingold (1967) bahwa nutrisi dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan jamur dalam membentuk miselium atau struktur reproduksi. Sedangkan lingkungan mikro yang berpengaruh pada pertumbuhan dan sporulasi jamur B.bassiana yaitu pada suhu 25 - 30oC dan kelembaban 100 % (Walsted, Anderson dan Stanbaught,1970 ). Oleh karena itu pada saat media untuk pertumbuhan mengandung nutrisi yang cukup seperti halnya saat pengamatan minggu ke 1 dan minggu ke 2 maka jamur akan tumbuh terus dan pada saat pengamatan minggu ke 3 memperlihatkan pertumbuhan cenderung relatif tetap. Walaupun begitu terlihat
6
bahwa dari kandungan jenis media menunjukkan bahwa media yang berasal dari jagung dengan perbandingan yang lebih banyak akan menghasilkan ratarata jumlah spora yang lebih tinggi. Hal ini mengingat bahwa jagung mangandung
nutrisi cukup dan baik yaitu protein 10%, minyak/lemak 4%,
karbohidrat 70,7%, air dan vitamin sehingga jagung dapat digunakan sebagai media alternatif atau media buatan untuk pertumbuhan dan perbanyakan jamur (Anonim,2001). 2.
Daya kecambah (Viabilitas) spora Hasil pengamatan dan analisis ragam menunjukkan bahwa rata-
rata daya kecambah spora dari berbagai perlakuan media tidak berbeda nyata baik pada pengamatan minggu I sampai dengan minggu IV. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spora untuk berkecambah sama pada jamur yang ditumbuhkan pada media jagung (sebagai kontrol ) dengan media campuran (J1,B1, J1,B2, J2B1 ) walaupun begitu dari jumlah rataratanya terlihat bahwa jamur yang ditumbuhkan pada media jagung dengan perbandingan yang lebih besar menghasilkan daya kecambah lebih tinggi (K dan J2 B1 ). Tabel 2. Rata-rata Persentase Perkecambahan Spora Jamur B.bassiana pada Berbagai Perlakuan Media Pertumbuhan Pada Pengamatan I sampai IV. Pengamatan Ke Perlakuan
1
Kontrol (K )
2
3
4
8,79
8,92
9,08
9,04
J1B1
8,21
8,25
8,41
8,85
J1B2
8,27
8,35
8,47
8,77
J2B2
8,58
8,60
8,89
8,96
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
Berdasarkan data dari tabel diatas dapat disimpulkan
bahwa
jagung (K) tanpa campur bekatul menunjukkan yang terbaik. Hal ini sangat wajar karena jagung mengandung nutrisi sumber karbon maupun jenis unsur
7
yang dikandung memenuhi kebutuhan jamur tersebut sehingga berpengaruh baik pada kemampuan daya kecambahnya.
3 . Daya Bunuh (Patogenisitas ) Hasil pengamatan dan analisis ragam menunjukkan bahwa rata-rata daya bunuh ( patogenisitas ) jamur B.bassiana dari berbagai perlakuan media tidak
berbeda nyata
baik pada pengamatan I sampai dengan IV. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan jamur dalam membunuh serangga uji tidak berbeda nyata atau mempunyai kualitas yang sama, walaupun jamur tersebut ditumbuhkan pada media jagung saja (K) maupun media campuran jagung dan bekatul. Tabel 3. Rata-rata Persentase Mortalitas H.hampei yang Diinokulasi Dengan
Jamur
B.bassiana
Pada
Berbagai
Perlakuan
Media
Pertumbuhan Pada Pengamatan I sampai dengan IV. Perlakuan
Pengamatan Ke 1
2
3
4
9,4
9,42
9,83
9,85
J1B1
9,44
9,43
9,47
9,52
J1B2
8,75
9,29
9,39
9,52
J2B2
9,33
9,49
9,66
9,66
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
Kontrol (K)
Meskipun tidak berbeda nyata secara statistik tetapi dari rata-rata patogenisitasnya terlihat bahwa jamur yang ditumbuhkan pada media yang mengandung
campuran jagung yang lebih banyak menunjukkan rata-rata
patogenisitas yang lebih tinggi. Disamping itu daya bunuh /patogenisitas jamur untuk menyebabkan sakit dan kematian serangga tidak hanya ditentukan oleh kemampuan jamur itu sendiri dalam melakukan infeksi tetapi jumlah spora dan kemampuan spora untuk berkecambah pada tubuh serangga saat terjadinya kontak sangat menentukan. Selain faktor-faktor mikroklimat juga menentukan seperti misalnya spora membutuhkan suhu 23o-25oC dan kelembaban 92 %.
8
Hasil yang dapat disimpulkan dari pengujian kualitas media perbanyakan B.bassiana ini antara lain : 1. Jumlah spora yang dihasilkan dan persentase
perkecambahan spora
B.bassiana yang ditumbuhkan pada media jagung, media jagung bekatul dengan komposisi 1:1 , 1:2 dan 2:1 tidak menunjukkan adanya perbedaan, meskipun rata-rata jumlah spora pada media jagung paling tinggi pada pengamatan I sampai IV minggu. 2. Tingkat persentase mortalitas imago H.hampei jamur B.bassiana
pada
yang diinokulasi dengan
media pertumbuhan tidak menunjukkan adanya
perbedaan. 3. Media jagung dan bekatul dengan komposisi 1:1,
1:2 dan 2:1 memiliki
kualitas yang relatif sama sebagai media perbayakan jamur B.bassiana.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius .Yogyakarta.148 hal. -----------.2001.Teknik
Bercocok
Tanam
Jagung,Penerbit
Kanisius,Yogyakarta,hal .17. Ingold, C, T, 1967, The Biology of Fungi. Secon Edition, Hutchinsor and Co Ltd, London, 176p. Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crop in Indonesia,. Revised aand Translated by P.A. Van der Laany ,University
Amsterdam.PT. Ichtiar
Baru – Van Hoeve,Jakarta.701p. Le Pelley 14p.Pelley ,R.H.1968, Pest of Coffe, Longmans Green and Co Ltd.London,590 p. Roberts,D.W.1981.Toxins of Entomopathogenesis fungi.In H.D.Burgers (Ed) Microbial Control of Pest and Pest and Plant Diseases 1980.Academic
Press.London,
New
York,
Sydney,
1970San
Francisco,p.441-464. Untung,1993.
Konsep
Pengendalian
Hama
Terpadu,Andi
Offset,Yogyakarta,150 hal.
9
Walstad,J.D.DJ. R.F. Anderson and W. J. Stambaugh.1970, Efect of Environmental Conditions on two species of muscardine fungi (Beauveria bassiana and Metarhizium anisopliae), J.Invert.Pathol,16: 221 -226. Wiryadiputra,S. 1991. Laporan Percobaan Pendahuluan Efektifitas Jamur B.bassiana Untuk Mengendalikan Hama Pengerek Buah Kopi.Pusat Penelitian Perkebunan Jember, Jember. ……..,1994.Prospek dan Kendala Perkembangan Jamur Entomopatogenik, Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Hayati Hama Penggerek .
Penulis : *Umiati, SP ( POPT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) ** Asri Wuryanti, SP ( POPT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
10