PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KOTA DENPASAR TERHADAP PEMILIHAN TRANS SARBAGITA SEBAGAI MODA TRANSPORTASI (STUDI di KORIDOR I dan II) 1)
2)
Deasy Event Margareth Sihotang , Imron Hadi Tamim, S.S., M.A. , 3) Drs. Ketut Sudhana Astika, M.Si Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1 3 Email:
[email protected] ,
[email protected]
ABSTRACT
This research is motivated by the presence of Trans Sarbagita which have an impact in the daily life of people in Denpasar. Trans Sarbagita is a government-owned public transport by Bali Province is enough to attract attention, especially the people of Denpasar. Different level of socioeconomic status Denpasar becomes interesting when linked with the use of Trans Sarbagita as a mode of daily transportation. Therefore, this study aimed to determine whether or not the influence of socioeconomic status of people in Denpasar with the selection Sarbagita Trans as a mode of transportation. Theory that used in this research is social stratification. This study used quantitative research methods using non-probability sampling technique to 100 respondents that people in Denpasar as Trans users Sarbagita corridor I and II. Based on the occupation, the use of Trans Sarbagita dominated with lower socioeconomic status with an average job such as students, drivers, workers, retirees and housewives. Based on the latest education, the use of Trans Sarbagita dominated by people in Denpasar with a moderate level of socioeconomic status with an average of the last education is high school, while based on income, use of Trans Sarbagita dominated by low socioeconomic status levels with an average income below Rp 1.500.000, -. Judging from the frequency of use Trans Sarbagita in a week, the level of socioeconomic status (employment, education, income) does not affect the election of Trans Sarbagita as a mode of transportation.
Keywords: Effects, Socio-Economic Status, election mode of transportation, Trans Sarbagita.
1. PENDAHULUAN
kebijakan transportasi. Perencanaan transportasi itu sendiri dapat didefenisikan sebagai suatu proses yang bertujuan mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah (Pignataro dalam Tamin, 2000:22). Dalam hal ini perencanaan transportasi secara tidak langsung berhubungan dengan kemampuan kondisi ekonomi yang harus dipenuhi ketika akan memilih moda transportasi, sehingga selain cepat, aman dan nyaman, sistem transportasi diharapkan mengeluarkan biaya yang murah.
Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting di kota karena berkaitan dengan kebutuhan setiap orang di berbagai lapisan masyarakat. Di kota, transportasi berkaitan dengan kebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi pekerjaan, kebutuhan para pelajar untuk mencapai sekolah, untuk mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, mencapai tempat-tempat hiburan dan bahkan untuk bepergian keluar kota. Dengan demikian sebelum melakukan pergerakan aktivitas sehari-hari, individu dihadapkan dengan pilihan moda transportasi yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali yang telah resmi menjadi kotamadya pada tanggal 15 Januari 1992 berdasarkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1992, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi kota administratif
Masalah pemilihan moda merupakan tahapan terpenting dalam untuk merencanakan 1
Provinsi Bali. Oleh karena itu Kota Denpasar menjadi salah satu tempat yang memiliki intensitas pergerakan masyarakat yang cukup tinggi disertai dengan banyaknya kendaraan umum maupun kendaraan pribadi yang membuat kemacetan lalu lintas.
dengan keberadaan Trans Sarbagita, penelitian ini bermaksud untuk melihat pengaruh kondisi status sosial ekonomi dari segi tingkat pekerjaan, pendidikan dan pendapatan terhadap pemilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi. Maka bdari latar belakang permasalahan tersebut rumusan masalah dari penelitian ini ialah untuk mengetahui Apakah faktor tingkat status sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan dan pendapatan) masyarakat Kota Denpasar berpengaruh terhadap pemilihan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi. Sehingga dari rumusan masalah tersebut dapat dibuat hipotesis yaitu:
Keberadaan bus Trans Sarbagita pada tahun 2011 yang diwujudkan oleh pemerintah Provinsi Bali bertujuan untuk menyediakan dan menyelenggarakan transportasi massal menuju masa depan transportasi Bali yang lebih baik, memberikan penampilan yang berbeda di Kota Denpasar. Angkutan umum Trans Sarbagita yang menghubungkan Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan ini menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk menggunakan moda transportasi ke tempat-tempat tujuan.
H1 : Terdapat pengaruh antara faktor tingkat status sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan dan pendapatan) masyarakat Kota Denpasar terhadap pemilihan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi.
Melalui media online Bali Post edisi Senin, 18 Maret 2013 dikemukakan bahwa Bus Trans Sarbagita kini semakin diminati masyarakat. Banyak alasan menyebabkan bus Trans Sarbagita semakin disukai masyarakat, diantaranya adalah jadwal operasi yang konsisten, pelayanan supir dan pramujasa yang ramah, bus yang bersih, nyaman, mampu mengurangi kemacetan, serta halte yang memadai dan tarif yang terjangkau oleh kalangan masyarakat (Teneng, 2013). Berbeda dengan hasil kajian tentang efektivitas bus Trans Sarbagita yang telah diteliti oleh Ni Made Ras Amanda Gelgel dalam media Bali Post (23 Maret 2013) yang menyatakan bahwa pengguna Trans Sarbagita koridor I dari Kota Denpasar, Kampus Unud di Jimbaran hingga objek wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) dan koridor II dari Batubulan, Kabupaten Gianyar sampai Nusa Dua (Badung) masih terbilang rendah atau belum efektif.
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara faktor tingkat status sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan dan pendapatan) masyarakat Kota Denpasar terhadap pemilihan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi.
2. KAJIAN PUSTAKA
Kajian penelitian yang menyoroti status sosial ekonomi terhadap penggunaan angkutan umum dewasa ini mengalami perkembangan. Sebagai bahan perbandingan maka penelitian tentang studi kasus yang dilakukan kepada karyawan PT. Surya Sindoro Sumbing Wood Industry (PT. SSSWI), Kabupaten Wonosobo oleh Lestari (2007), diperoleh kesimpulan bahwa status sosial ekonomi yang terdiri dari pendidikan, jabatan dan penghasilan mempengaruhi karyawan PT. SSSWI dalam memilih moda transportasi, dimana semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi responden maka besar prosentase penggunaan moda pribadi menjadi semakin tinggi, sedangkan penggunaan angkutan umum dan jalan kaki akan semakin menurun, begitu juga sebaliknya semakin rendah status sosial ekonomi responden maka semakin tinggi pula penggunaan angkutan umum dan jalan kaki. Perbedaannya adalah dalam penelitian Lestari lebih kepada pengaruh antara status sosial ekonomi terhadap pemilihan moda transportasi secara umum baik itu kendaraan pribadi seperti sepeda motor, mobil maupun sarana angkutan umum, sedangkan dalam penelitian ini akan meneliti pengaruh status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar yang
Dari adanya perbedaan kedua opini tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan data terbaru mengenai peminat bus Trans Sarbagita yang secara khusus disoroti dari pengaruh faktor sosial ekonomi penumpangnya, dimana faktor status sosial ekonomi dilihat dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Berbicara mengenai status sosial ekonomi, maka berkaitan erat dengan kondisi seseorang baik dari segi sosial maupun ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup termasuk kebutuhan biaya transportasi seharihari. Bagi mereka yang memiliki kondisi status sosial ekonomi yang baik, maka akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dibanding mereka yang memiliki kondisi status sosial ekonomi rendah. Oleh sebab itu dikaitkan 2
memilih bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi Kajian pustaka selanjutnya adalaha penelitian mengenai efektivitas bus Trans Sarbagita dilakukan oleh Tamim (2012) yaitu berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap layanan bus Trans Sarbagita. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dari 92 responden, persepsi masyarakat dinilai berdasarkan aspek kenyamanan, keamanan, kebersihan dan keramahan petugas, diketahui bahwa tingkat pelayanan berada pada level baik. Sedangkan dari segi biaya, responden menilai biaya yang dikeluarkan tergolong murah. Berbeda dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan Tamim lebih kepada persepsi atau pendapat masyarakat tentang layanan bus Trans Sarbagita, sedangkan penelitian ini tidak mencari tahu persepsi masyarakat melainkan secara terpisah mengumpulkan data status sosial ekonomi masyarakat yang dihubungkan dengan penggunaan bus Trans Sarbagita. Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gelgel (2013) yang menunjukkan opini publik tentang kebijakan dan isu lokal di Provinsi Bali yaitu salah satunya adalah mengenai efektivitas Trans Sarbagita. Adapun responden yang digunakan adalah sebanyak 1020 yaitu masyarakat Provinsi Bali baik kabupaten maupun kota dengan hasil penelitian 91% dari jumlah responden tidak pernah memakai Trans Sarbagita, sebanyak 3% dari jumlah responden tidak menjawab dan 6% mengaku pernah memakai bus Trans Sarbagita. Dari hasil penelitian tersebut, kesimpulan yang diperoleh adalah keberadaan Trans Sarbagita yang diharapkan mengurangi kemacetan Bali Selatan kurang mendapatkan respon dari masyarakat sehingga masih terbilang kurang efektif dan ditemukan adanya pembangunan yang kurang merata. Terlepas dari penelitian mengenai efektivitas penggunaan bus Trans Sarbagita oleh Gelgel (2013), maka penelitian selanjutnya oleh Surung (2014) menghasilkan kesimpulan bahwa pendapatan, biaya transport dan aksesibilitas halte secara simultan berpengaruh signifikan terhadap intensitas penggunaan jasa transportasi umum Trans Sarbagita.
luas wilayah Provinsi Bali. Di sebelah utara dan barat Kota Denpasar berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta), di sebelah timur ialah Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung) , dan di sebelah selatan terdapat Selat Badung (Kecamatan Kuta). Tempat-tempat yang digunakan dalam proses penelitian di Kota Denpasar adalah tempat perhentian bus Trans Sarbagita yaitu di halte-halte yang dilalui oleh jalur bus Trans Sarbagita koridor I dan II yang berada di daerah Kota Denpasar. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Denpasar yang menggunakan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi, khususnya bus Trans Sarbagita yang melayani penumpang di halte-halte yang dilalui oleh jalur Trans Sarbagita koridor I dan II di Kota Denpasar. Masyarakat Kota Denpasar disini ialah mereka yang berdomisili di wilayah Kota Denpasar dan sesuai dengan identitas yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah teknik non probability sampling, yaitu pemilihan sampel dilakukan secara tidak acak yaitu tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Martono, 2010:17), maka setiap anggota populasi yakni masyarakat Kota Denpasar yang menggunakan bus Trans Sarbagita koridor I dan II tidak memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Adapun jumlah masyarakat yang dijadikan sampel ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Slovin (dalam Kusmayadi dan Sugiarti, 2000) yaitu: N
n=
1 + N (e)
2
Keterangan:
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini memakai jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan angket sebagai instrumen pengumpul data di lapangan. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar yang 2 dengani luas wilayah 127,78 km atau 2,18% dari 3
n
: Ukuran sampel
N
: ukuran populasi (jumlah masyarakat Kota Denpasar pengguna bus Trans Sarbagita koridor I dan II tahun 2013)
e
: Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalah pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir yang berkisar antara 5-10 persen. Dalam penelitian ini kelonggaran dalam kesalahan sampel adalah 10 persen. Sampel =
̳ ̳
variabel terikat (dependent variable) maka digunakan uji korelasi Tau Kendall. Korelasi Tau Kendall merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif (uji hubungan) dua variabel bila datanya berskala ordinal / ranking (Martono, 2010:232). Adapun status sosial ekonomi dalam skala ordinal diberi nilai : Tinggi (3) Sedang (2) Rendah (1)
persentase pengambilan
801.829 2 1 + 801.829 (10%) 801.829 1 + 801.829 (0.01)
Korelasi Tau Kendall disimbolkan dengan “Ʈ”. Nilai Tau Kendall berada di antara -1 ≤ Ʈ ≤ 1. Bila nilai = 0, berarti tidak ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Nilai Ʈ = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel independen dan dependen. Nilai Ʈ = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen dan dependen. Dengan kata lain, tanda “+” dan “-’’ menunjukkan arah hubungan di antara variabel yang sedang dioperasionalkan. Kekuatan hubungan antar variabel ditunjukkan melalui nilai korelasi. Berikut adalah tabel nilai korelasi beserta makna nilai tersebut (Martono, 2010: 233):
̳
801.829 1 + 8018,29 801.829 8019,29
= 99, 98 (dibulatkan menjadi 100) Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel untuk mengetahui pengaruh status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar terhadap penggunaan Trans Sarbagita adalah sebanyak 100 responden. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel independen yakni status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan (jabatan) dan penghasilan atau pendapatan. Variabel dependennya adalah tingkat pemilihan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi. Tingkat pemilihan disini maksudnya adalah frekuensi penggunaan bus Trans Sarbagita dalam satu minggu. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer yaitu data yang diperoleh dari pengumpulan data langsung dari lapangan seperti data kuesioner responden dan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung yang berguna sebagai pelengkap data primer. Analisa data pada penelitian ini adalah analisa uji statistik dengan menggunakan program SPSS. 1. Untuk menentukan ukuran penyebaran dan mengetahui karakteristik pengguna jasa bus Tans Sarbagita maka akan digunakan analisa descriptive statistics yang dinilai dari persentasenya. 2. Untuk mengetahui karakteristik status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar terhadap frekuensi penggunaan bus Trans Sarbagita maka diolah dengan cara tabulasi silang (crosstab). 3. Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independent variable) dan
Tabel 1. Makna Korelasi Tau Kendall Nilai 0,00 – 0,19 0,20 – 0,39 0,40 – 0,59 0,60 – 0,79 0,80 – 1,00
Makna Sangat rendah / sangat lemah Rendah / lemah Sedang Tinggi / kuat Sangat tinggi / sangat kuat
Sumber : Martono, 2010
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi penggunaan Trans Sarbagita oleh masyarakat Kota Denpasar dilihat dari beberapa karakteristik pemilihan moda yang dapat dinilai berdasarkan jenis kelamin, pendidikan terakhir, umur, pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, penghasilan, kepemilikan moda (alat transportasi), waktu perjalanan yang diperlukan untuk mencapai lokasi tujuan, jarak tempuh dari lokasi ke tempat tujuan, frekuensi penggunaan Trans Sarbagita dalam seminggu, biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan dalam seminggu (ongkos ataupun biaya bahan bakar kendaraan),
4
Diagram 1. Tingkat Status Pekerjaan
dan berdasarkan tujuan perjalanan dalam penggunaan bus Trans Sarbagita. Pengolahan data sebagai hasil penyebaran kuisioner terhadap 100 responden yaitu masyarakat Kota Denpasar sebagai penumpang bus Trans Sarbagita koridor I dan II dibagi sama besar yaitu 50% untuk koridor I dan 50% untuk koridor II, maka untuk kode data, responden dari nomor 1 sampai 50 adalah dari jalur koridor I dan selanjutnya responden dari nomor 51 sampai dengan 100 adalah dari koridor II. Dari pengolahan data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
14 12 10 8 6 4 2 0 1 kali 2-3 4-5 6-7 >7 kali kali kali kali
Tabel 2. Tingkat Status Pekerjaan * Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita Crosstabulation Status Sosial Ekonomi
Jenis Pekerja An
1 2-3 4-5 6-7 >7 Tot x x x x X al
13
5
11 52
Seda Karyawa ng n swasta, 10 11 Wirausah a
3
5
3
32
Tinggi PNS, Guru, Dosen
2
3
0
1
16
31 25
19
10
15 100
Total
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita
Rend Maha ah siswa Supir, Buruh, Pensiuna 11 12 Ting n, kat Ibu Status rumah Peker tangga jaan
10
Tingkat Status Pekerjaan Rendah Tingkat Status Pekerjaan Sedang Tingkat Status Pekerjaan Tinggi
Sumber : Diolah dari data primer, 2015 Berdasarkan pekerjaan, penggunaan Trans Sarbagita didominasi oleh masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah yaitu sebesar 52% dengan rata-rata pekerjaan adalah pelajar, supir, buruh, pensiunan dan ibu rumah tangga dan frekuensi penggunaan Trans Sarbagita paling besar adalah sebanyak 4 sampai 5 kali dalam seminggu. Tabel 3. Tingkat Status Pendidikan Terakhir * Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita Crosstabulation
Status Sosial Ekonomi
Sumber : Diolah dari data primer, 2015
Frekuensi Jenis Penggunaan Trans To Pen Sarbagita tal didi 1 2-3 4-5 6-7 >7 kan x x x x x
Ting Rendah SD, 0 2 kat SMP Status Sedang SMA 15 14 Pendi dikan Tinggi D3/S1 /S2/S 16 9 Te 3 rakhir Total
31 25
1
0
2
5
13
8
11 61
5
2
2
19
10 15 100
34
Sumber : Diolah dari data primer, 2015
5
Diagram 2. Tingkat Status Pendidikan Terakhir
Diagram 3. Tingkat Status Pendapatan 16
18 16
14
Tingkat Status Pendidikan Terakhir Rendah
14 12 10
Tingkat Status Pendapa tan Rendah
12 10 8
8
Tingkat Status Pendidikan Terakhir Sedang
6 4 2 0 1 kali 2-3 kali
4-5 kali
6-7 kali
>7 kali
6 4 2 0
Tingkat Status Pendidikan Terakhir Tinggi
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita
1 kali
Ren- < Rp dah 1.500.000
1 2-3 4-5 6-7 >7 Tota x x x x x l 13 14
13
7
11 58
SeRp dang 1.500.00010 10 Rp 2.500.000
2
2
2
26
Tinggi >Rp 2.500.000
1
4
1
2
16
31 25
19
10 15 100
Total
Tingkat Status Pendapa tan Tinggi
Adapun tingkat status sosial ekonomi secara keseluruhan diperoleh dari penjumlahan nilai rata-rata dari besar nilai pekerjaan, pendidikan dan pendapatan yaitu dengan ketentuan: Nilai jumlah rata-rata sebesar 1-3 adalah status sosial ekonomi rendah, 4-6 adalah status sosial ekonomi sedang dan 7-9 adalah status sosial ekonomi rendah. Sehingga dari pengolahan data menggunakan SPSS maka diperoleh data sebagai berikut:
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita
8
6-7 >7 kali kali
sedangkan berdasarkan pendapatan, penggunaan Trans Sarbagita didominasi oleh tingkat status sosial ekonomi rendah yaitu sebesar 58% dengan rata-rata pendapatan di bawah Rp 1.500.000,- dan rata-rata frekuensi penggunaan Trans Sarbagita yang paling banyak adalah 2 sampai 3 kali dalam seminggu sebesar 14 responden.
Tabel 4. Tingkat Status Pendapatan * Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita Crosstabulation
Ting kat Sta tus Pen dapat an
4-5 kali
Sumber : Diolah dari data primer, 2015
Berdasarkan pendidikan terakhir, penggunaan Trans Sarbagita didominasi oleh masyarakat Kota Denpasar dengan tingkat status sosial ekonomi sedang yaitu sebesar 61% dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan frekuensi penggunaan Trans Sarbagita paling banyak adalah 1 kali dalam seminggu yaitu sebesar 15 responden.
Status Sosial Ekonomi
2-3 kali
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita
Sumber : Diolah dari data primer, 2015
Tingkat Pendapa tan
Tingkat Status Pendapa tan Sedang
Sumber : Diolah dari data primer, 2015
6
Tabel 5. Status Sosial Ekonomi * Frekuensi Pengguna Trans Sarbagita Crosstabulation Tingkat Status Sosial Ekonomi
Tabel 6. Correlations Status Frekuensi Sosial Penggun Ekono aan mi Trans Sarbagita
Frekuensi Penggunaan Trans Sarbagita 1 2-3 4-5 x X x
Status Rendah 0 2 Sosial Sedang 15 16 Ekonomi Tinggi 16 7
6-7 >7 x x Total
0
0
0
2
15
8
14
68
4
2
1
30
Kenda Status ll's Sosial tau_b Ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2tailed)
Frekuensi Pengguna an Trans Sarbagita
Melalui hasil penggabungan nilai tingkat status sosial ekonomi berdasarkan pekerjaan, pendidikan dan pendapatan, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 4 diatas. Tabel tersebut merupakan hasil pengolahan data yang disilangkan antara tingkat status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar terhadap penggunaan bus Trans Sarbagita. Pada tabel tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa tingkat status sosial ekonomi sedang menempati posisi yang paling besar yaitu sebesar 68 responden pada penggunaan Trans Sarbagita baik dengan frekuensi 1 kali, 2-3 kali, 4-5 kali, 6-7 kali bahkan lebih dari 7 kali. Jumlah responden terbesar kedua adalah pada status sosial ekonomi tinggi sebanyak 30 responden frekuensi penggunaan oleh responden paling banyak adalah 2 sampai 3 kali dalam seminggu, dan yang terakhir berada pada posisi terendah adalah responden dengan status sosial ekonomi rendah dengan jumlah sebanyak 2 responden yang didominasi oleh frekuensi penggunaan Trans Sarbagita sebanyak 2 sampai 3 kali seminggu. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tingkat status sosial ekonomi baik rendah, sedang maupun tinggi tidak berpengaruh terhadap penggunaan Trans Sarbagita, hal ini dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa responden dengan tingkat status sosial ekonomi rendah memiliki frekuensi penggunaan Trans Sarbagita yang sedikit, sedangkan yang sering menggunakan Trans Sarbagita ialah mereka yang berada pada kedudukan status sosial ekonomi sedang dan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Trans Sarbagita bukan karena dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi melainkan bisa saja dari faktor lain seperti aksesibilitas dan masih banyak faktor lain. Berdasarkan korelasi uji Tau Kendall menggunakan SPSS maka diperoleh hasil sebagai berikut:
**
-.239
.
.003
100
100
Correlation ** -.239 Coefficient
1.000
N
Total 31 25 19 10 15 100 Sumber : Diolah dari data primer, 2015
1.000
Sig. (2tailed)
.003
N 100 Sumber : Diolah dari data primer, 2015
. 100
Untuk mengetahui erat atau tidaknya hubungan antar variabel, maka dilakukan uji korelasi antara variabel yang mempengaruhi pemilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi seperti yang terlihat pada tabel korelasi diatas. Korelasi berarti hubungan timbal balik (Hadi, 2004). Besar kecilnya korelasi dinyatakan dalam bentuk angka dengan hasil koefisien korelasi. Koefisien korelasi berguna untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan arah hubungan antara dua variabel. Tabel 5. correlations di atas menunjukkan nilai atau besarnya hubungan antara variabel tingkat status pekerjaan terhadap frekuensi penggunaan Trans Sarbagita dalam seminggu. Besarnya hubungan antara variabel tingkat status pekerjaan (X) terhadap frekuensi penggunaan Trans Sarbagita dalam seminggu (Y) adalah -0,239. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh memiliki tanda (-), artinya menunjukkan hubungan yang negatif (berlawanan) antara variabel independen dan dependen yaitu apabila variabel yang satu naik maka variabel yang lain akan turun, dengan kata lain variabel tingkat status sosial ekonomi seseorang tidak selalu berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan Trans Sarbagita dalam seminggu, misalnya apabila tingkat status sosial ekonomi responden rendah bukan berarti responden tersebut memiliki intensitas penggunaan Trans Sarbagita yang tinggi, begitu juga sebaliknya responden dengan status sosial ekonomi yang tinggi belum tentu jarang menggunakan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi sehari-hari. Nilai korelasi sebesar 0,239 menunjukkan bahwa 7
kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang lemah.
5. KESIMPULAN
menggunakan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi sehari-hari dapat sampai tepat waktu dan tidak berdesakan bahkan berdiri selama dalam perjalanan. Untuk mendukung kampanye Go Green yang terdapat pada bus Trans Sarbagita maka sebaiknya karcis/tiket dapat diganti menjadi “Smart Card” yang bisa digunakan berkali-kali bagi penumpang yang berlangganan harian, mingguan maupun bulanan sehingga tidak membuang kertas yang banyak, dan di lain hal juga tidak menyulitkan pramujasa untuk meminta tarif ongkos maupun memberikan karcis pada penumpang terutama pada saat-saat bus mengalami kepadatan. Perlu adanya peningkatan komunikasi dari pihak UPT Trans Sarbagita kepada masyarakat, seperti berupa himbauan, ajakan maupun sosialisasi mengenai informasi terkait layanan angkutan umum Trans Sarbagita. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat akan penggunaan jasa layanan angkutan umum yaitu bus Trans Sarbagita.
Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 100 responden, korelasi atau hubungan antara status sosial ekonomi terhadap pemilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi ditinjau dari frekuensi penggunaan dalam seminggu, maka tingkat status sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan, pendapatan) tidak berpengaruh terhadap pemilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi. Hal ini dibuktikan dari hasil pengolahan data dari variabel status sosial ekonomi yang dikorelasikan dengan menggunakan analisa korelasi Tau Kendall terhadap penggunaan Trans Sarbagita dalam seminggu memiliki koefisien korelasi negatif yaitu sebesar -0.239 yang berarti terdapat hubungan negatif antara variabel independen dan dependen. Hal ini ditunjukkan bahwa pemilihan Trans Sarbagita berdasarkan status sosial ekonomi terhadap frekuensi penggunaannya tidak di dominasi oleh satu tingkatan status sosial ekonomi tertentu. Dengan kata lain, masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah belum tentu memiliki intensitas yang tinggi dalam penggunaan Trans Sarbagita, begitu juga masyarakat dengan status sosial ekonomi sedang maupun tinggi, tidak menutup kemungkinan menggunakan Trans Sarbagita dengan frekuensi yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemmilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi tidak dipengaruhi oleh kondisi status sosial ekonomi.
2.
6. SARAN
Kusmayadi dan Sugiarti. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
3.
7. DAFTAR PUSTAKA Gelgel, Amanda. 2013. Opini Publik Tentang Kebijakan dan Isu Lokal di Provinsi Bali. Unit Penelitian FISIP Unud: Bali. Hadi, Sutrisno. 2004, Statistika Jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta.
Agar tujuan, sasaran dan harapan dari pengadaan Trans Sarbagita dapat terwujud maka sebaiknya selalu menjaga standar pelayanan minimal yang konsisten terhadap penumpang, sehingga citra layanan angkutan umum tetap baik dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan studi lapangan adalah sebagai berikut: 1. Oleh karena penggunaan Trans Sarbagita sudah cukup banyak diminati oleh masyarakat Kota Denpasar dari berbagai lapisan sosial, maka perlu dikaji lebih mendalam mengenai pengembangan pelayanan khususnya pada ketepatan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak Trans Sarbagita. Oleh karena itu alangkah lebih baik agar menambah armada bus pada saat jam-jam tertentu mengalami kepadatan yaitu pada pagi dan sore hari sehingga penumpang yang telah
Lestari, Wiji. 2007. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Pemilikan Moda Transportasi Untuk Perjalanan Kerja (Studi Kasus Karyawan PT SSSWI Kabupaten Wonosobo) Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang. Martono, Nanang. 2010. Statistik Sosial. Gava Media: Yogyakarta. Tamim, Imron, dkk. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Layanan Transportasi Trans Sarbagita. FISIP Unud : Denpasar Tamin,
8
Ofzar. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi Bandung (ITB): Bandung.
Jurnal : Surung,
Diah. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Jasa Transportasi Umum Trans Sarbagita (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Udayana), Denpasar : Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan Vol.7 No.1
Website: Balipost (edisi 23 Maret 2013). Hasil Penelitian Unud Pengguna Trans Sarbagita Rendah. Diakses pada, 20 November 2014, http://balipost.co.id/mediadetail.php?mod ule=detailberita&kid=10&id=74823 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978 Tanggal 1 Juli 1978. Pembentukan Kota Administratif Denpasar. Diakses pada, 27 November 2014. http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp_20_1978 .pdf Profil Kota Denpasar. 2014. Peta Kota Denpasar. Diakses pada 28 November 2014. http://denpasarkota.go.id/index.php/profil/ 1/Peta-Denpasar. Teneng, Ketut (edisi 18 Maret 2013). Klarifikasi Trans Sarbagita. Diakses pada, 20November 2014. http://www.baliprov.go.id/id/KlarifikasiBerita-Trans-Sarbagita
9