PENGARUH SHAREHOLDER DISPERSION, FREE CASH FLOW, COLLATERAL ASSETS, DAN DEBT TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN (Studi Kasus Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2004-2007) Wahyu Aris Trianto (C2A007124) Muhamad Syaichu, SE, M.Si.
Abstract Dividend policy is the amount of revenue that will be provided to investors. The purpose of research is to examine the influence factors of dividend policy in all firms listed on BEI (Indonesia Stock Exchange) with periods 20042007. Based on criteria in this research are found 24 firms, resulting 96 data pooling. There were four agency cost factors tested in this reaserch, as used independent variable: shareholder dispersion, free cash flow, collateral assets and debt. The method of analysis used to analyze the factors that influence dividend policy is a multiple linear regression analysis and hypothesis test used tstatistic for testing the partial regression coefficient and the f-statistic to test the effect simultaneously at level of significance 5%. The result of this research finds two independents variable have significant effect on dividend policy and two independents variable have not significant effect on dividend policy. Two independents variable have significantly effect on dividend policy in this research: (i) collateral assets is that of positive significant, (ii) debt is that of negative significant. Two independents variable have not significantly effect on dividend policy in this research: (i) shareholder dispersion, (ii) free cash flow. Agency cost variable significant affected the dividend policy simultaneously, with the sum of the effect was 25,6%.
Keywords: dividend policy, shareholder dispersions, free cash flow, collateral assets, and debt. 1
2
1.
PENDAHULUAN Pasar modal merupakan jembatan untuk mendistribusikan kesejahteraan
kepada masyarakat, khususnya kepada pemegang surat berharga perusahaan (stockholders), karena pemegang saham berpotensi mendapatkan dividend dan atau capital gains. Besarnya dividen tergantung besarnya laba yang diperoleh perusahaan dan kebijakan dividennya. Kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan (earning) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan ditahan di perusahaan (Weston and Coopeland, 1996:125). Dilain pihak, perusahaan juga mengharapkan pertumbuhan sekaligus mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penetapan pembagian dividen menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan stockholders, disisi lain kebijakan tersebut jangan sampai menghambat pertumbuhan apalagi mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan, tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kesejahteraan pemilik (stockholders) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal. Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak stockholders yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional yang bertanggung jawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh stockholders diharapkan akan bertindak atas nama stockholders tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran stockholders akan tercapai. Kebijakan dividen terkait juga dengan hubungan antara manajer dengan stockholders. Kepentingan dari pemegang saham dan manajer bisa berbeda dan mungkin bisa menimbulkan suatu konflik, misalnya ketidakmampuan pemegang saham suatu perusahaan karena keterbatasannya untuk mengendalikan perusahaan yang semakin besar dan kompleks, makin tersebarnya pemegang saham dan pemegang saham yang membentuk portofolio, menyebabkan para pemegang
3
saham mendelegasikan pengelolaan perusahaan kepada manajer professional (Crutchley dan Hansen, 1989). Kenyataannya, penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan akan menimbulkan perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham (Crutchley dan Hansen, 1989). Di satu sisi pemegang saham menginginkan manajer mengambil keputusan terbaik yang menguntungkan pemegang saham, namun di sisi lain manajer juga menginginkan kemakmuran untuk diri mereka sendiri. Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dividen dari masing-masing perusahaan, sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Dengan demikian perlu bagi pihak manajemen untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan. Aspek-aspek masalah keagenan selalu dimasukan kedalam keuangan perusahaan, karena banyaknya keputusan keuangan yang diwarnai oleh masalah keagenan seperti kebijakan hutang. Untuk meyakinkan bahwa manajer (agen) bekerja untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan sejumlah biaya untuk memonitor kegiatan manajer, sehingga manajer dapat bekerja sesuai dengan keinginan dari pemegang saham. Seluruh biaya yang terkait ini disebut dengan biaya keagenan/ agency cost (Brigham, 2001). Masalah keagenan tersebut bisa terjadi antara: pemegang saham dan manajer; manajer dan kreditor; dan manajer, pemegang saham, dan kreditor (Sartono: 2000). Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat berbagai mekanisme dalam mengontrol masalah keagenan yang mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan, seperti menggunakan variabel shareholder dispersion, free cash flow, collateral asset, dan debt.
4
2.
TELAAH PUSTAKA
2.1
TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN Beberapa faktor penting yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah
kesempatan investasi yang tersedia, ketersediaan dan biaya modal alternatif, dan preferensi pemegang saham untuk menerima pendapatan saat ini atau menerimanya di masa datang. (Keown, 2000: 607) menyatakan ada beberapa teori yang mendasari kebijakan dividen, antara lain: 1. Dividend Irrelevance Theory (Modigliani dan Miller, 1961) Teori ketidakrelevanan dividen adalah teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Penganjur utama teori ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba yang ditahan (atau pertumbuhan). 2. Bird-In-the-Hand Theory (Gordon dan Lintner, 1956) Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan merupakan hal yang tidak penting, secara tidak langsung membuat para investor berasumsi bahwa pendapatan yang mereka harapkan melalui perolehan modal akan berbeda besarnya dengan pendapatan yang berasal dari dividen. Hal ini disebabkan karena dividen lebih bisa diramalkan daripada pendapatan modal, manajemen dapat mengontrol dividen, tapi tak dapat mendikte harga saham. Investor kurang yakin akan menerima pendapatan dari perolehan modal daripada dari dividen. Dengan mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (a bird in the bush) karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan terwujud sebagai dividen dimasa yang akan datang (it can fly away).
5
Pandangan yang mengatakan dividen lebih pasti dari pada perolehan modal, disebut “bird in the hand theory” (teori burung ditangan). 3. Tax Preference Theory (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) Pandangan ketiga adalah dividen yang rendah mempengaruhi harga saham, sehingga dividen dapat merugikan investor. Pendapat ini didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak antara pendapatan dividen dan perolehan modal. Setiap investor harus membayar pajak pendapatan untuk memaksimumkan pengembalian setelah pajak atas investasi, investor berusaha meminimumkan tingkat pajak atas pendapatan, atau menunda pembayaran pajak jika memungkinkan. Saham yang memungkinkan penundaan pajak (dividen rendah perolehan modal tinggi) mungkin akan dijual pada harga premi yang relatif sama terhadap saham yang telah dikenakan pajak. Oleh karena itu, dividen yang rendah akan membantu investor menunda pajak pendapatan sehingga memaksimumkan return setelah pajak atas investasinya, sedangkan dividen yang tinggi akan meningkatkan pembayaran pajak pendapatan investor, sehingga return setelah pajak yang diperolehnya berkurang. Berdasarkan logika pemikiran tersebut, kebijakan dividen rendah akan meningkatkan harga saham perusahaan. 4. Teori Dividen Residu Teori dividen residu adalah teori yang menyatakan bahwa dividen dibayar dari kapital yang sama setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Jika perusahaan memiliki biaya pengembangan, yang mungkin secara langsung mempengaruhi keputusan dividen, maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk kegiatan investasi. 5. Teori dividen Isyarat (Dividend Signaling Theory) Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham, 2001: 13).
6
Dividend signaling theory merupakan suatu teori yang mendasari dugaan bahwa pengumuman dividen tunai mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan adanya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang perubahan dividen yang dibayarkan digunakan oleh investor sebagai signal tentang prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini disebabkan adanya asymmetric information antara manajer dengan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen sebagai indikator tentang prospek perusahaan. Peningkatan dividen yang dibayarkan dianggap sebagai signal yang menguntungkan, sehingga meimbulkan reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya penurunan dividen yang dibayarkan dianggap sebagai signal bahwa
prospek
perusahaan
kurang
menguntungkan,
sehingga
menimbulkan reaksi harga saham yang negatif (Scott, 2000: 409). Manajer sebagai orang dalam yang mempunyai informasi yang lengkap tentang arus kas perusahaan akan memilih untuk menciptakan isyarat yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila mereka mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Kenaikan dividen yang dibayarkan dapat menimbulkan isyarat yang jelas kepada pasar bahwa prospek perusahaan telah mengalami kemajuan. 2.2
KEBIJAKAN DIVIDEN Weston and Copeland (1996) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai
Keputusan untuk menentukan besarnya bagian pendapatan (earning) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan bagian yang akan ditahan di perusahaan. Agus Sartono (2000) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam retained earnings guna membiayai investasi di masa datang. Dari kedua definisi diatas, dapat kita lihat bahwa kebijakan dividen dipengaruhi dua kepentingan yang saling bertolak belakang, yaitu kepentingan pemegang saham dengan dividennya, dan kepentingan perusahaan untuk melakukan reinvestasi dengan menahan laba.
7
2.3
TEORI KEAGENAN (AGENCY THEORY) Agency theory menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Pujiastuti
(2007) adalah hubungan antara pemberi kerja (principal) dan penerima tugas (agen) untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam menjalankan usaha biasanya pemilik menyerahkan/ melimpahkan kepada pihak manajer yang menyebabkan timbulnya hubungan keagenan. Dalam manajemen keuangan hubungan keagenan muncul antara pemegang saham dengan manajer dan antara pemegang saham dengan kreditor. 2.4
SHAREHOLDER DISPERSION Jensen dan Meckling (1976) dalam Pujiastuti (2007) mengatakan bahwa
jika jumlah pemegang saham semakin menyebar, menyebabkan kekuatan (power) para pemegang saham untuk mengontrol manajemen menjadi lebih rendah. Sedangkan menurut Rozeff (1982), yang dikutip Moh’d, Perry dan Rimbey (1995) mengatakan bahwa semakin besar jumlah pemilik saham, maka semakin menyebar kepemilikan dan semakin sulit mereka melakukan monitoring, sehingga sulit mereka melakukan kontrol terhadap perusahaan. Konsekuensi dari hal tersebut para pemegang saham yang tersebar tersebut dapat memanfaatkan kekuatan pasar modal untuk memonitor perusahaan dengan memaksa membayar dividen lebih tinggi. H1: Shareholder Dispersion berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. 2.5
FREE CASH FLOW Pengaruh free cash flow terhadap dividend payout ratio bersifat positif
artinya semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi dividend payout ratio atau semakin rendah free cash flow maka semakin rendah dividend payout ratio (Jensen, 1986). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith and Watts
(1992)
yang
menyatakan
bahwa
untuk
menghindari
terjadinya
overinvestment (free cash flow problem), manajer akan membagikan dividen dalam jumlah yang tinggi.
8
H2: Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. 2.6
COLLATERAL ASSETS Perusahaan-perusahaan yang mempunyai aset koleteral lebih, menghadapi
masalah (konflik) yang lebih sedikit antara pemegang saham dengan pemegang obligasi (Mollah, 2000). Mollah (2000) mengatakan, dengan pendekatan rasio aset pabrik neto terhadap total aset sebagai proksi untuk aset-aset kolateral untuk mengatasi masalah agensi pemegang saham dan pemegang obligasi, menemukan hubungan positif yang signifikan antara aset-aset kolateral dengan rasio pembayaran dividen. H3: Collateral Assets berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. 2.7
DEBT Jensen (1986) berpendapat bahwa penggunaan hutang untuk mendanai
operasional perusahaan akan mengurangi pemakaian ekuitas perusahaan, sehingga konflik antara manajer dengan pemegang saham dapat direduksi. Dengan hutang, perusahaan mempunyai kewajiban melakukan pembayaran periodik atas bunga dan prinsipal. Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan cash flow untuk kegiatan-kegiatan yang kurang optimal. Dengan kata lain eksistensi hutang memaksa manajer untuk menikmati keuntungan yang lebih sedikit dan menjadikan manajer bekerja lebih efisien. Meskipun hutang juga bisa menimbulkan konflik keagenan hutang, karena penggunaan hutang yang terlalu tinggi dapat meningkatkan risiko kebangkrutan. Teori keuangan menjelaskan bahwa “debt agency problem” akan mengurangi nilai perusahaan dan biaya hutang tersebut lebih besar dari pada manfaat penggunaan hutang itu sendiri (Husnan, 2001). H4: Debt berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. 3.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang sudah go
public dan terdaftar di BEI kecuali perbankan dengan tahun amatan 2004-2007, yakni 824 perusahaan. Pemilihan periode 2004-2007 disebabkan karena sampel untuk tahun 2007 keatas banyak perusahaan yang tidak membagikan dividen.
9
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini, yaitu: 1) Seluruh perusahaan yang go public dan tercatat di BEI kecuali perbankan selama periode penelitian 20042007. 2) Perusahaan yang melakukan pembayaran dividen tunai secara berturutturut periode 2004-2007. 3) Perusahaan yang memiliki data shareholder dispersion, free cash flow, collateral assets, dan debt. 3.1
VARIABEL
PENELITIAN
DAN
DEFINISI
OPERASIONAL
VARIABEL a.
DIVIDEN PAYOUT RATIO Kebijakan dividen yang diproksikan dengan Dividend Payout Ratio, yang
merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per share (Pujiastuti, 2008). DPR= DPS/ EPS b.
SHAREHOLDER DISPERSION Shareholder dispersion merupakan penyebaran kepemilikan saham.
Shareholder dispersion dihitung dengan rumus variance dari data persentase kepemilikan saham, untuk menunjukan penyebaran kepemilikan saham (Taswan, 2003). 2
n
SHLDR
( X i 1
1
X)
n -1
Keterangan: X1
= persentase kepemilikan saham satu kelompok
X
= rata-rata kepemilikan saham
n
= jumlah data
10
c.
FREE CASH FLOW Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan
kepada kreditur atau pemegang saham, yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap (Ali dan Tuaskai, 2002). Free cash flow dapat diukur dari rasio laba bersih perusahaan tanpa depresiasi dan biaya bunga dengan total aset (Rosdini, 2009).
Arus Kas Operasi - ( Net Capital Expenditur e Free Cash Flow
Change In Working Capital ) Total Assets
Dengan keterangan (Rosdini, 2009): Net capital expenditure = nilai perolehan aktiva tetap akhir – nilai perolehan aktiva tetap awal Change in working capital = jumlah aktiva lancar – hutang lancar Keterangan: Net capital expenditure= Pengeluaran modal bersih Changes in working capital= Perubahan modal kerja d.
COLLATERAL ASSETS Collateral assets merupakan aset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman (Fauz dan Rosidi, 2007). Collateral assets diukur dengan membagi antara aktiva tetap terhadap total aktiva (Wahidawati, 2001). Collateral Assets
e.
Fixed Assets Total Assets
DEBT Debt merupakan bagian dari pertimbangan dalam struktur modal, karena
struktur modal merupakan pertimbangan utang jangka pendek, utang jangka
11
panjang, saham preferen dan saham biasa, serta perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat struktur modal yang optimal (Fauz dan Rosidi, 2007). Debt diukur dari rasio hutang jangka panjang dengan total aset (Pujiastuti, 2008). Rasio ini dianggap sebagai proksi beban perusahaan atas hutang jangka panjangnya diukur dari seluruh aset yang dimiliki. Debt dapat dihitung dengan rumus (Pujiastuti 2008): Debt
3.2
Hutang Jangka Panjang Total Assets
METODE ANALISIS Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan
menggunakan program SPSS. Sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model yang digunakan adalah normal dan tidak mengandung gejala multikolinearitas, autokolerasi, dan heterokedastisitas. Kemudian dilakukan uji untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 4.
HASIL DAN ANALISIS
4.1
ANALISIS DATA DESKRIPTIF Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Variabel
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DPR
96
.001
33.507
.75176
3.420473
SHLDR
96
.002
.245
.07102
.065720
FCF
96
-.724
.505
-.19733
.238090
COLLAS
96
.067
.765
.32220
.174303
DEBT
96
.000
.588
.14307
.126616
Valid N (listwise)
96
12
Sumber : Data sekunder diolah dengan SPSS 16.0 Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan bahwa dari seluruh perusahaan go public yang diteliti selama periode pengamatan tahun 2004 sampai dengan 2007ditunjukan pada rincian sebagai berikut: 1. Shareholder Dispersion (SHLDR) Dari 96 buah sampel data shareholder dispersion, nilai minimum sebesar 0,2% yaitu pada PT United Tractors Tbk pada tahun 2004 dan nilai maksimum sebesar 24,5% yaitu pada PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2004 sampai dengan 2007 sedangkan nilai rata-rata (mean) sebesar 7,102% dengan standart deviasi sebesar 6,5720%. Standart deviasi yang lebih kecil dari mean menunjukan sebaran variabel data yang lebih kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari variabel shareholder dispersion terendah dan tertinggi. 2. Free Cash Flow (FCF) Dari 96 buah sampel data free cash flow, nilai minimum sebesar Rp -0,724 yaitu pada PT Colorpak Indonesia Tbk pada tahun 2004 dan nilai maksimum sebesar Rp 0,505 yang dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2007. Rata-rata (mean) free cash flow sebesar Rp -0,1973 serta standart deviasi sebesar Rp 0,23809. Standart deviasi yang lebih besar dari mean menunjukan sebaran variabel data yang lebih besar atau adanya kesenjangan yang cukup besar dari variabel free cash flow terendah dan tertinggi. 3. Collateral Assets (COLLAS) Dari 96 buah sampel yang diteliti menghasilkan nilai minimum collateral assets sebesar Rp 0,067 yaitu dimiliki oleh PT Tigaraksa Satria Tbk pada tahun 2007, nilai maksimum sebesar Rp 0,765 yang dimiliki oleh PT Berlian Laju Tanker Tbk pada tahun 2007. Rata-rata (mean) collateral assets sebesar Rp 0,3222 serta standart deviasi sebesar Rp 0,17430. Standart deviasi yang lebih kecil dari mean menunjukan sebaran variabel
13
data yang lebih kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari collateral assets terendah dan tertinggi. 4. Debt Dari 96 buah sampel yang diteliti menghasilkan nilai minimun debt sebesar Rp 0,00 yaitu dimiliki oleh PT Colorpak Indonesia Tbk dan PT Rig Tenders Indonesia Tbk pada tahun 2004, nilai maksimum sebesar Rp 0,588 yang dimiliki oleh PT Berlian Laju Tanker Tbk pada tahun 2007. Rata-rata (mean) debt sebesar Rp 0,14307 serta standart deviasi sebesar Rp 0,126616. Standart deviasi yang lebih kecil dari mean menunjukan sebaran variabel data yang lebih kecil atau tidak adanya kesenjangan yang cukup besar dari variabel debt terendah dan tertinggi. 5. Dividend Payout Ratio (DPR) Dari 96 buah sampel yang diteliti menghasilkan nilai minimum DPR sebesar 0,1% yaitu dimiliki oleh PT Citra Tubindo Tbk pada tahun 2004, 2005, dan 2006, nilai maksimum sebesar 3350,7% yang dimiliki oleh PT Tigaraksa Satria Tbk pada tahun 2004. Rata-rata (mean) DPR sebesar 75,176% serta standart deviasi sebesar 342,0473%. Standart deviasi yang lebih besar dari mean menunjukan sebaran variabel data yang lebih besar atau adanya kesenjangan yang cukup besar dari variabel dividend payout ratio terendah dan tertinggi.
14
4.2
UJI ASUMSI KLASIK
4.2.1
UJI NORMALITAS Tabel 4.3 One Sample Kolmogorov-Smirnov (setelah outliers dikeluarkan)
Unstandardized Residual N
93
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
.0000000 .19211918
Absolute
.062
Positive
.047
Negative
-.062
Kolmogorov-Smirnov Z
.597
Asymp. Sig. (2-tailed)
.868
a. Test distribution is Normal.
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas, menunjukkan data telah terdistribusi normal. Hal ini terlihat dari signifikansi sebesar 0,868 yang lebih besar dari 0,05.
15
4.2.2
UJI MULTIKOLINEARITAS Tabel 4.4 Hasil uji Multikolinearitas Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
Model 1
B
Std. Error
(Constant)
.293
.059
SHLDR
.013
.366
FCF
.128
COLLAS DEBT
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
4.922
.000
.004
.035
.972
.714
1.401
.092
.137
1.389
.168
.845
1.183
.592
.155
.459
3.821
.000
.574
1.743
-.834
.216
-.476
-3.862
.000
.545
1.836
a. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Suatu model regresi dinyatakan bebas dari multikolinieritas jika mempunyai nilai Tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10 (Ghozali, 2006). Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa semua variabel independen mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian model regresi dalam penelitian ini terbukti bebas dari gejala multikolinieritas. 4.2.3
UJI AUTOKOLERASI Tabel 4.5 Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson
Std. Error of the Model 1
R
R Square .522
a
.273
Adjusted R Square
Estimate
.240
a. Predictors: (Constant), DEBT, FCF, SHLDR, COLLAS b. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0
.196437
Durbin-Watson 1.962
16
Hasil uji DW dalam Tabel 4.5 menunjukan nilai d sebesar 1,962. Nilai DW akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan derajat kepercayaan 5% dengan jumlah sampel 93 dengan 4 variabel independent. Maka tabel Durbin Watson akan menghasilkan nilai du 1,755. Oleh karena itu berarti nilai DW hitung terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (4-du) atau du
UJI HETEROKEDASTISITAS Tabel 4.6 Uji Heteroskedastisitas (setelah outlier dikeluarkan)
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
.160
.035
SHLDR
.053
.218
FCF
-.011
COLLAS DEBT
Coefficients Beta
t
Sig.
4.527
.000
.031
.244
.808
.055
-.023
-.198
.844
-.019
.092
-.028
-.201
.841
-.047
.128
-.052
-.364
.716
a. Dependent Variable: abs_res
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Setelah melakukan outliers tidak terdapat variabel yang mempunyai signifikansi di bawah 0,05 yang menunjukan bahwa tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model penelitian dengan 93 data.
17
4.3
HASIL ANALISIS BERGANDA Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi (setelah outlier dikeluarkan)
Model 1
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
(Constant)
.293
.059
SHLDR
.013
.366
FCF
.128
COLLAS DEBT
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
4.922
.000
.004
.035
.972
.714
1.401
.092
.137
1.389
.168
.845
1.183
.592
.155
.459
3.821
.000
.574
1.743
-.834
.216
-.476
-3.862
.000
.545
1.836
a. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dirumuskan persamaan regresi linear sebagai berikut: DPR = 0,293 + 0,013 SHLDR + 0,128 FCF + 0,592 COLLAS – 0,834 DEBT Hasil persamaan regeresi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Konstanta sebesar 0,293 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka nilai variabel dividend payout ratio (DPR) sebesar 0,293. b. Koefisien regresi shareholder dispersion (SHLDR) sebesar 0,013 artinya setiap kenaikan atau peningkatan shareholder dispersion sebesar 100% maka akan meningkatkan nilai dividend payout ratio (DPR) sebesar 1,3%. Nilai koefisien yang positif menunjukan bahwa variabel shareholder dispersion berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio (DPR). Hal ini mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi shareholder dispersion maka dividend payout ratio (DPR) juga semakin tinggi.
18
c. Koefisien regresi free cash flow (FCF) sebesar 0,128 artinya setiap kenaikan atau peningkatan free cash flow sebesar 100% maka akan meningkatkan nilai dividend payout ratio (DPR) sebesar 12,8%. Nilai koefisien yang positif menunjukan bahwa variabel free cash flow berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio (DPR). Hal ini mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi free cash flow maka dividend payout ratio (DPR) juga semakin tinggi. d. Koefisien regresi collateral assets (COLLAS) sebesar 0,592 artinya setiap kenaikan atau peningkatan collateral assets sebesar 100% maka akan meningkatkan nilai dividend payout ratio (DPR) sebesar 59,2%. Nilai koefisien yang positif menunjukan bahwa variabel collateral assets berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio (DPR). Hal ini mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi collateral assets maka dividend payout ratio (DPR) juga semakin tinggi. e. Koefisien regresi debt sebesar -0,834 artinya setiap kenaikan atau peningkatan debt sebesar 100% maka akan menurunkan nilai dividend payout ratio (DPR) sebesar 83,4%. Nilai koefisien yang negatif menunjukan bahwa variabel debt berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio (DPR). Hal ini mengidentifikasikan bahwa semakin tinggi debt maka dividend payout ratio (DPR) juga semakin menurun.
19
4.4
UJI HIPOTESIS
4.4.1
UJI HIPOTESIS SECARA SIMULTAN (UJI F) Tabel 4.8 Hasil Uji F (setelah outlier dikeluarkan)
Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
1.273
4
.318
Residual
3.396
88
.039
Total
4.668
92
F 8.245
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), DEBT, FCF, SHLDR, COLLAS b. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Berdasarkan uji F diatas, maka dapat diketahui nilai F hitung sebesar 8,245 dengan signifikansi 0,000. Karena nilai profitabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa variabel independen yang terdiri dari shareholder dispersion, free cash flow, collateral assets, dan debt secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen yaitu dividend payout ratio (DPR).
20
4.4.2
UJI PARSIAL (UJI T) Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis dengan Uji t Statistik (setelah outlier dikeluarkan)
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
.293
.059
SHLDR
.013
.366
FCF
.128
COLLAS DEBT
Coefficients Beta
t
Sig. 4.922
.000
.004
.035
.972
.092
.137
1.389
.168
.592
.155
.459
3.821
.000
-.834
.216
-.476
-3.862
.000
a. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Menurut Tabel 4.9 diatas, dapat menunjukan bahwa: H1:
Shareholder Dispersion berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Nilai t hitung shareholder dispersion sebesar 0,035 dengan signifikansi 0,972 > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel shareholder dispersion mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel dividend payout ratio (DPR). Maka hipotesis pertama ditolak.
H2:
Free Cash Flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Nilai t hitung free cash flow sebesar 1,389 dengan signifikansi 0,168 > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel free cash flow mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap variabel dividend payout ratio (DPR). Maka hipotesis kedua ditolak.
H3:
Collateral Assets berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Nilai t hitung collateral assets sebesar 3,821 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel collateral assets mempunyai
21
pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dividend payout ratio (DPR). Maka hipotesis ketiga diterima. Debt berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
H4:
Nilai t hitung debt sebesar -3,862 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel debt mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel dividend payout ratio (DPR). Maka hipotesis keempat diterima. 4.4.3
UJI KOEFISIEN DETERMINASI Tabel 4.10 Hasil koefisien Determinasi (R2) Std. Error of the
Model
R
1
R Square .522
a
.273
Adjusted R Square
Estimate
.240
Durbin-Watson
.196437
1.962
a. Predictors: (Constant), DEBT, FCF, SHLDR, COLLAS b. Dependent Variable: DPR
Sumber: data sekunder yang diolah dengan SPSS 16.0 Tabel tersebut memberikan nilai R sebesar 0,522 dan koefisien determinasi dengan Adjusted R Square sebesar 0,240. Tampak bahwa kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians variabel terikat adalah sebesar 24%. Selebihnya yaitu 76% varians variabel terikat dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian ini. 5.
KESIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
5.1
Kesimpulan 1. Variabel Shareholder Dispersion menunjukan pengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa Shareholder Dispersion berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen ditolak. Hasil
22
penelitian ini mendukung penelitian oleh Mollah (2000) yang menyatakan bahwa Shareholder Dispersion berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Koefisien shareholder dispersion bertanda positif menunjukan bahwa semakin menyebar pemilik saham, semakin besar jumlah dividen yang dibagikan (Pujiastuti, 2007). Variabel shareholder dispersion tidak signifikan disebabkan karena jumlah pemegang saham di Bursa Efek Indonesia terkonsentrasi pada beberapa kelompok pemegang saham (tidak menyebar). 2. Variabel Free Cash Flow menunjukan pengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa Free Cash Flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fauz & Rosidi (2007) yang menyimpulkan bahwa Free Cash Flow berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap
kebijakan
dividen.
Bahwa
perusahaan
tetap
membagikan dividen meskipun perusahaan tidak memiliki free cash flow. Arilaha (2009) mengatakan apabila perusahaan menginginkan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham dan agar investor tetap melihat reputasi dan keadaan perusahaan dalam keadaan yang baik maka perusahaan tetap membagikan dividen sedangkan kondisi free cash flow tidak
memungkinkan,
eksternal.
Sesuai
perusahaan
dengan
konsep
dapat
menggunakan
pecking
Order
pendanaan
Theory
yang
mengemukakan bahwa perusahaan cenderung mengutamakan pendanaan internal guna membayar dividen bila kebutuhan dana kurang maka digunakan dana eksternal sebagai tambahannya (Arilaha, 2009). 3. Variabel Collateral Assets menunjukan pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa Collateral Assets berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen dapat diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauz & Rosidi (2007) yang
23
menyatakan bahwa Collateral Assets berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen. 4. Variabel Debt menunjukan pengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa Debt berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen dapat diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh pujiastuti (2007), Fauz & Rosidi (2007) yang menyimpulkan bahwa Debt berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen. 5.2
Keterbatasan Penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa keterbatasan yang
mempengaruhi terhadap hasil penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Terdaftar sebanyak 824 perusahaan kecuali perbankan yang go public pada tahun 2004-2007 di BEI. Namun dalam penelitian ini hanya 24 perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang diperlukan. 2. Penelitian ini hanya memasukan variabel agency cost, yakni Shareholder Dispersion, Free Cash Flow, Collateral Assets, Debt. Sedangkan sisanya, faktor-faktor lain seperti profitabilitas (Nuringsih, 2005), firm size (Nuringsih, 2005), risk (Susilawati, 2000), likuiditas (Arilaha, 2009) tidak dimasukan dalam model penelitian. 5.3
Saran 1. Saran bagi Investor Memperhatikan variabel Collateral Assets dan Debt signifikan terhadap kebijakan dividen, maka kepada para investor atau calon investor dan kreditur, hendaknya memperhatikan kedua variabel tersebut sebelum memutuskan untuk investasi baik dalam bentuk saham maupun obligasi. 2. Saran bagi Penelitian mendatang Dalam penelitian mendatang diharapkan mampu mempertimbangkan faktor lain agar menghasilkan penelitian yang lebih baik, seperti
24
profitabilitas (Nuringsih, 2005), firm size (Nuringsih, 2005), risk (Susilawati, 2000), likuiditas (Arilaha, 2009).
25
DAFTAR PUSTAKA
Akhtar, S. 2009. “Dividend Payout Determinants for Australian Multinational and Domestic Corporation.” School of Finance and Applied Statistic, College Of Business and Economic, The Australian National University, ACT, Australia. Arilaha, A.M. 2007. “Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, Likuiditas, Leverage Terhadap Kebijakan Dividen.” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.13, No. 1, pp. 78-87. Brigham, F. Eugene. 2001. Manajemen Keuangan, Edisi 8, Penerbit Erlangga, Jakarta. Crutchley, C.E dan Hansen, R.S. 1989. “A Test of The Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividend.” Financial Management, Winter, pp. 36-46. Darman. 2007. “Agency Costs dan Kebijakan Dividen pada Emerging Market.” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, No. 2, pp. 198-203. Djumahir. 2009. “Pengaruh Biaya Agensi, tahap Daur Hidup Perusahaan, dan Regulasi terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 11, No.2, pp. 144-153. Fauz, A dan Rosidi. 2007. “Pengaruh Aliran Kas Bebas, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang dan Collateral Asset terhadap Kenijakan Dividen.” Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Vol. 8, No. 2, pp. 259-267. Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
26
Indonesian Capital Market Directory. 2007. Eleventh Edition. Indonesian Capital Market Directory. 2008. Eleventh Edition. Jensen, M.C. 1986. “Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance and Take Over AEA” Papees Proceding, May. Keown, et all. 2000. Manajemen Keuangan, edisi 7, diterjemahkan oleh Djakman dan Sulistyorini, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mahadwartha, P.A dan Hartono, J. 2002. “Uji Teori Keagenan dalam Hubungan Interpendensi antara Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen.” Simposium Nasional Akuntansi V. Ikatan Akuntansi Indonesia, pp. 635647. Mollah, S., Keasy, and Short. 2000. “The Influence of Agency Cost on Dividend Policy in An Emerging Market: Evidence from Dhaka Stock Exchange. Journal of Financial. Nuringsih, K. 2005. ”Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Utang, ROA dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 2, No. 2, pp. 103-123. Pujiastuti, T. 2008. “Agency Cost Terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang Go Public di Indonesia.” Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, No. 2, pp. 183-197. Riyanto, B. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, BPFE UGM. Rosdini, D. 2009. “Pengaruh Free Cash Flow terhadap Dividend Payout Ratio.” Working Paper in Accounting and Finance. Ross, S.A. 2000. “Fundamental of Corporate Finance”. Standard Edition, Boston, Irwin Mc. Graw-Hill.
27
Rozeff, M.S. 1982. “Growth, Beta, and Agency Costs as Determinants of Dividend Payout Ratio.” Journal of Financial Research. Sartono, Agus. 2000. Manajemen Keuangan, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta. Sutrisno. 2001. Manajemen Keuangan, Teori, Konsep, dan Aplikasi, Ekonisia. Weston, Freed and Thomas E Coopeland, 1996, Manajemen Keuangan, Erlangga, Jakarta.