PENGARUH SELF-ESTEEM DAN KECERDASAN EMOSITERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DAARUL RAHMAN JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh: NURIS FAKHMA HANANA 109070000002
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 1436H/2015M
ABSTRAK A) B) C) D)
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Januari 2015 Nuris Fakhma Hanana Pengaruh Self-esteem dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku Prososial Pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta E) Xiv + 113 Halaman + Lampiran F) Perilaku prososial merupakan tindakan yang menguntungkan orang lain secara sukarela sehingga menciptakan interaksi yang baik antara individu ataupun kelompok. Namun, saat ini perilaku prososial cenderung menurun. Ini terbukti dari menipisnya kepedulian tiap individu terhadap lingkungan, karena lebih fokus pada kepentingan sendiri (Yusuf dan Listiara, 2012). Keadaan tersebut menurut Sabiq dan Djalali (2012) juga terjadi di pesantren. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, di antaranya adalah self-esteem, dan kecerdasan emosi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh self-esteem (successes, values, aspirations dan defences), kecerdasan emosi (mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan keterampilan sosial), serta jenis kelamin dan usia, terhadap perilaku prososial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan populasi santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta kelas satu sampai kelas lima, sebanyak 503 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 santri. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari skala perilaku prososial dan self-esteem, yaitu, Prosocial Tendencies Measurement dan The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory. Sedangkan skala pada kecerdasan emosi dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan aspekaspek kecerdasan emosi dari Goleman (1998). Analisis data penelitian menggunakan regresi berganda dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Sedangkan untuk menguji validitas konstruk menggunakan LISREL 8.70. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel self-esteem, kecerdasan emosi, jenis kelamin dan usia secara signifikan mempengaruhi perilaku prososial dengan kontribusi sebesar 35.5 %. Dari sebelas variabel yang diteliti, ada empat dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial, yaitu aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin.
G) Bahan Bacaan: 28 buku + 12 jurnal + 1 tesis + 7 skripsi + 1 artikel
vi
ABSTRACK A) B) C) D)
Psychology Faculty January 2015 Nuris Fakhma Hanana Influence of Self-esteem and emotional intelligence Prosocial Behavior Against Students Boarding School In Jakarta Daarul Rahman E) Xiv + 113 + Attachment F) Prosocial behaviors are actions that benefit others voluntarily thus creating a good interaction between individuals or groups. However, this time prosocial behavior tends to decrease. This is evident from the depletion of individual concern for the environment, because it is more focused on their own interests (Joseph and Listiara, 2012). The situation is under Sabiq and Djalali (2012) also occurred at the school. There are several factors that influence prosocial behavior, among which is the self-esteem, and emotional intelligence. This study was conducted to examine the effect of self-esteem (successes, values, aspirations and defenses), emotional intelligence (recognizing emotions, managing emotions, motivating oneself, recognizing emotions in others, and social skills), as well as gender and age, on behavior prosocial. This study uses a quantitative approach to the population of students in boarding school Daarul Rahman Jakarta grade one to grade five, as many as 503 people. The sample in this study were 200 students. Sampling using probability sampling techniques. Instruments in this study is an adaptation of the scale prosocial behavior and self-esteem, ie, Prosocial Tendencies Measurement and The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory. While the scale of emotional intelligence developed by the researchers based aspects of emotional intelligence Goleman (1998). Research data analysis using multiple regression using SPSS version 16.0. Meanwhile, to test the construct validity using LISREL 8.70. The results showed that the variables of self-esteem, emotional intelligence, sex and age significantly affect prosocial behavior with a contribution of 35.5%. Of the eleven variables studied, there are four dimensions significantly influence prosocial behavior, ie aspirations, recognizing their own emotions, social skills and sex.
G) Reading material: 28 books+ 12 journals + 1 thesis + 7 thesis + 1 articles
vii
Moto Dan Persembahan
Hal-hal terbaik dan terindah di dunia ini tak bisa dilihat dan disentuh mereka harus dirasakan -Hellen Keller-
Segala sesuatu yang biasa akan menjadi luar biasa jika dilakukan dengan cinta dan perasaan -Hanana-
Karya ini saya persembahkan untuk Kedua Orang tua saya adik-adik, keluarga besar Alm. Mbah haji dan eyang kakung. Terima kasih atas dukungannya selama ini.
v
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH SELFESTEEM DAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DAARUL RAHMAN JAKARTA”. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad SAW berikut keluarga dan sahabat-sahabatnya. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk sumbangan pikiran, tenaga, waktu, dan do’a yang diberikan kepada penulis. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, M.Ag beserta seluruh jajaran dekanat lainnya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas terbaik kepada seluruh mahasiswa Psikologi UIN, untuk menjadi lulusan yang berkualitas. 2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D. dan Ibu Layyinah, S.Psi., MSi. yang telah membimbing, memberikan arahan dan saran kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Netty Hartati, M.Si dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengetahuan, dan dukungan kepada penulis. 4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, dan bantuannya kepada penulis selama studi di kampus UIN. 5. Kedua orang tua tercinta, abah Drs. Nurudin Abdullah dan umi Dra. Isna Hidayati beserta keluarga besar dan juga kedua adik kebangaan penulis, Nuris Fakhmi Zakky dan Nuris Ajieb Aulady yang selalu memberikan motivasi, dukungan, pengertian serta doa yang tulus.
viii
6. Guru sehat Kahfi Motivator School bapak Tubagus Wahyudi, ST., MSi, Chi., MCHt (om Bagus) dan mba Wie yang tidak pernah bosan menyemangati seluruh anak didiknya termasuk penulis untuk terus mencari ilmu dan pengetahuan agar mencapai kehidupan yang lebih baik dan benar. Demikian juga keluarga besar Kahfi Motivator School, yaitu teman Angkatan 11, serta kakak dan kelas terutama Ka Fitriah AB dan Ka Lina Marlina yang terus menerus mendorong penulis untuk menuntaskan skripsi ini. 7. Kepada keluarga besar Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, KH Syukron Mamun, Ustadz H Umar Faruq, dan Ustadzah Anti yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan pengambilan data di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Termasuk para santri Pondok yang sangat kooperatif dalam membantu peneliti selama proses pengumpulan data penelitian. 8. Teman-teman kelas A 2009 Fakultas Psikologi UIN Jakarta, terutama pada Ajeng Sya’bani, Hawa Nadya Puspita, Siti Kesturi, Risa Pangestu dan Wahyu Budiani yang selalu memberikan keceriaan, dukungan, kritik dan saran selama perkuliahan. 9. Teman diskusi selama proses skripsi, Ka Adyo, Ka puti, Hani, Azka, Restianie, dan Ayu yang selalu memberikan solusi, motivasi, serta dukungan terbaik dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Keluarga besar IMM PK Psikologi (Ka Sarah, Ka Kiki, Mega, Bias, Uswah dan Lala) yang telah mengajarkan arti berorganisasi dan kebersamaan. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
ix
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari situ sangatlah diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk penulis pribadi dan siapa saja yang membaca serta berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 10 Desember 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERSTUJUAN ................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................. iv MOTTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN .................................................. v ABSTRAK ......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................... 8 1.2.1. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8 1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 10 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 10 1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................. 11 1.4. Sistematika Penulisan .................................................................................. 11 BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1. Perilaku Prososial ......................................................................................... 12 2.1.1. Definisi perilaku prososial .................................................................. 12 2.1.2. Dimensi perilaku prososial.................................................................. 13 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial ........................ 15 2.1.5. Pengukuran perilaku prososial ............................................................ 26 2.2. Self-esteem.................................................................................................... 27 2.2.1. Definisi Self-esteem............................................................................ 27 2.2.2. Dimensi Self-esteem ........................................................................... 29 2.2.3. Pengukuran self-esteem ...................................................................... 34 2.3 Kecerdasan emosi.......................................................................................... 35 2.3.1. Definisi kecerdasan emosi.................................................................. 35 2.3.2. Dimensi kecerdasan emosi ................................................................. 36 2.3.4. Pengukuran kecerdasan emosi ........................................................... 38 2.4. Kerangka berfikir ......................................................................................... 39 2.5. Hipotesis penelitian ...................................................................................... 43 BAB 3 METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel .................................................................................... 45 3.2. Variabel Penelitian ....................................................................................... 47 3.3. Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 48 3.3. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................................... 49 3.4. Uji Validitas Konstruk ................................................................................ 56 3.4.2. Uji Validitas Konstruk Perilaku Prososial ......................................... 58
xi
3.4.3. Uji Validitas Konstruk Self-esteem.................................................... 63 3.4.4. Uji Validitas konstruk Kecerdasan Emosi ......................................... 67 3.5. Metode Analisis Data .................................................................................. 72 3.6. Prosedur Peneltian ....................................................................................... 75 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Subjek ............................................................................. 77 4.2. Hasil Analisis Deskripsi ............................................................................... 78 4.3. Kategorisasi variabel penelitian ................................................................... 79 4.4. Uji Hipotesis Penelitian................................................................................ 85 4.5. Proporsi Varians ........................................................................................... 91 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 95 5.2. Diskusi ......................................................................................................... 95 5.3. Saran ........................................................................................................... 101 5.3.1. Saran teoritis ..................................................................................... 101 5.3.2. Saran praktis ...................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 104 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Format Model Skala Likert ...................................................................... 50
Tabel 3.2
Blue Print Skala Perilaku Prososial .......................................................... 53
Tabel 3.3
Blue Print Skala Self-Esteem .................................................................... 54
Tabel 3. 4
Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ......................................................... 55
Tabel 3.6
Muatan Item Faktor Altruisme .................................................................. 58
Tabel 3.7
Muatan Item Faktor Compliant ................................................................. 59
Tabel 3.8
Muatan Item Faktor Emotional ................................................................. 60
Tabel 3.9
Muatan Item Faktor Public ....................................................................... 61
Tabel 3.10 Muatan Item Faktor Anonymous ............................................................... 62 Tabel 3.10
Muatan Item Faktor Dire .......................................................................... 62
Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Successes .................................................................. 64 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Values ...................................................................... 65 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Aspiration ................................................................. 66 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Defenses ................................................................... 67 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengenali Emosi Sendiri ......................................... 68 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengelola Emosi ..................................................... 69 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Memotivasi Diri ....................................................... 70 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Mengenali Emosi Orang lain ................................... 71 Tabel 3.11 Muatan Item Faktor Keterampilan Sosial ................................................. 72 Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian ........................................................ 77
Tabel 4.2
Hasil analisis deskriptif............................................................................. 78
Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor ........................................................................ 79
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Perilaku Prososial ........................................................ 80
Tabel 4.5
Kategorisasi Skor Self-Esteem .................................................................. 80
Tabel 4.6
Kategorisasi Skor Successes ..................................................................... 81
xiii
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Values .......................................................................... 81
Tabel 4.8
Kategorisasi Skor Aspiration .................................................................... 82
Tabel 4.9
Kategorisasi Skor Defenses ...................................................................... 82
Tabel 4.10
Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosi ....................................................... 83
Tabel 4.11
Kategorisasi Skor Mengenali Emosi Sendiri ............................................ 83
Tabel 4.12
Kategorisasi Skor Mengelola Emosi......................................................... 84
Tabel 4.13
Kategorisasi Skor Memotivasi Diri .......................................................... 84
Tabel 4.14
Kategorisasi Skor Mengenali Emosi Orang Lain ..................................... 85
Tabel 4.15
Kategorisasi Skor Keterampilan Sosial .................................................... 85
Tabel 4.16
Tabel R-Square ......................................................................................... 86
Tabel 4.17
Hasil Uji Anova ........................................................................................ 87
Tabel 4.18
Hasil Uji Koefisien Regresi ...................................................................... 88
Tabel 4.19
Proporsi Varian Untuk Masing-Masing Independent Variable ................ 92
xiv
DAFTAR GAMBAR Tabel 2.1 Kerangka Berpikir.......................................................................................... 42
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 3: Alat Ukur Penelitian Lampiran 4: Syntax Lampiran 5: Path Diagram CFA
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dimuka bumi ini sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia tidak dapat untuk hidup sendiri karena sebagian besar dari aktifitas dalam kehidupannya, melibatkan interaksi dengan orang lain. Oleh karena itu, agar tercipta interaksi yang baik, beberapa dari tindakan manusia, cenderung mengarah kepada kepentingan masyarakat (bersama), seperti membantu, menolong berderma dan lainnya (Walgito, 2008). Dalam psikologi perilaku tersebut dinamakan perilaku prososial. Perilaku prososial menurut Eisenberg (1989) adalah tindakan sukarela yang dimaksudkan untuk memberikan keuntungan pada individu atau sekelompok individu. Perilaku prososial ini meliputi aspek seperti menyumbang (donating), bekerjasama (cooperating), memberi (giving), menolong (helping), simpati (sympathy) dan altruism (Wispe dalam Zanden, 1984). Dalam Islam, aspek perilaku prososial tercermin dalam himbauan: “Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa” (QS. Almaidah; 2). Hal tersebut bisa bisa diartikan bahwa orang yang melakukan perilaku prososial dicirikan dengan mereka yang selalu mengerjakan amal sholeh.
1
2
Dalam
bermasyarakat,
perilaku
prososial
sangatlah
penting
untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan kodusif sesuai dengan harapan warganya. Adapun manfaat lainnya adalah dapat meminimalisir kejadian-kejadian negatif seperti tawuran dan tindak kriminal yang lain. Begitu besarnya manfaat dari perilaku prososial hingga Allah SWT memberikan pahala pada mereka yang hanya menyerukan kebaikan namun tidak melakukannya. Hal tersebut menurut Nawawi (2014) tertera dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya sebagai berikut. “Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. (Hr. Muslim)” Tetapi, sebuah penelitian mengemukakan bahwa budaya gotong royong dan tolong menolong, serta solidaritas sosial pada masyarakat sekarang ini cendrung menurun (Setiadi, dalam Hartati, 1997). Hal tersebut disebabkan banyak individu yang sekarang ini sibuk dan terpaku pada kepentingan pribadinya masing-masing. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan sekarang ini menipis (Yusuf & Listiara, 2012). Menurunya perilaku prososial, menurut Sabiq dan Djalali (2012) bukan hanya dirasakan di masyarakat umum, akan tetapi juga merambah ke dunia pesantren. Terlebih pada santri yang masuk kedalam pusaran modernitas dan kehidupan hedonis. Lambat laun, etika yang dimiliki santri tersebut pudar. Dampaknya adalah membuat perilaku prososial yang dimiliki santri menjadi menurun (Mun’im, dalam Sabiq & Djalali, 2012).
3
Senada dengan pernyataan diatas, hasil wawancara peneliti kepada salah seorang ustadzah salah satu pesantren di Parung, pada tanggal 12 November 2013 juga menyatakan bahwa kepedulian santri saat ini menurun drastis dari sebelumnya. Misalnya, jika terdapat santri yang sakit, mereka hanya memantau kondisinya, tidak lebih dari itu perhatiannya, seperti mengambilkan makanan untuk santri yang sakit ataupun sekedar menemaninya. Fenomena tersebut diperkuat pula oleh hasil wawancara pada lima orang santri Pondok Pesantren Daarul Rahman pada tanggal 24 November 2013. Diketahui bahwa masih ada diantara santri di pondok tersebut yang kurang peduli dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Dari hasil observasi peneliti yang lakukan juga terlihat bahwa masih ada beberapa santri yang terlihat acuh terhadap teman lainnya, dan fokus pada kelompoknya sendiri. Menurunya perilaku prososial di pesantren sebenarnya bisa diminamalisir, karena pesantren merupakan salah satu tempat untuk meningkatkan perilaku prososial pada remaja sebagai peserta didiknya. Hal tersebut karena santri dibiasakan hidup bersama-sama, yang mengharuskan mereka untuk saling berbagi dan peduli. Pembiasaan diri pada santri seperti itu akan membentuk mental kebersamaan, gotong royong, dan jiwa sosial (Asy’ari, 1996). Kondisi menurunnya perilaku prososial tersebut, memang bukan hanya tanggung jawab satu pihak tertentu saja, misalnya pembina santri. Sebab ada banyak faktor yang akan mempengaruhi tampil atau tidaknya perilaku prososial, seperti, kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, desakan waktu dan lainnya (Taylor, Peplau & Sears, 2009). Selain itu, menurut Eisenberg, Fabes, dan Spinrad
4
(2006) faktor internal seperti asertif, emosi, religiusitas, self-esteem, dan normanorma juga berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial. Dari pernyataan di atas, menurut hemat penulis, jika santri dipondok sudah dibiasakan untuk memiliki sifat gotong royong, dan bersosialisasi, namun masih terdapat perilaku santri yang cuek, egois, dan tidak melakukan perilaku prososial, hal tersebut merupakan faktor dari santri itu sendiri. Alasan inilah yang mendorong peneliti lebih menfokuskan penelitian perilaku prososial pada faktorfaktor internal daripada faktor eksternal. Harga diri atau yang sering disebut self-esteem menjadi salah satu faktor internal dalam meningkatkan perilaku prososial. Dalam hal ini, Staub (2003) melihat bahwa tingginya self-esteem akan membuat seseorang merasa superioritas, dan saat itu, mereka akan lebih mampu menekan agressivitas agar terhindar dari prilaku antisosial. Jika self-esteem rendah, seseorang tidak akan merasa nyaman dan selalu melindungi dirinya sendiri sehingga sangat mudah terpengaruh oleh prilaku yang tidak baik. Senada dengan pernyataan diatas, Sweson dan Prelow (2005), dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa orang yang memiliki self-esteem tinggi, akan mampu mengatasi masalah-masalah perilaku seperti depresi, kenakalan remaja dan lainnya. Penemuan tersebut didukung oleh pernyataan Adimo dan Retnowati (dalam Asia, 2008) yang mengemukakan bahwa self-esteem berpengaruh terhadap sikap remaja dalam kehidupan sehari-hari. Remaja dengan self-esteem rendah cenderung bersikap negatif dalam perilakunya dan merasa tidak dihargai, tidak diterima dan diperlakukan kurang baik oleh orang lain.
5
Sebaliknya remaja dengan harga diri tinggi cendrung bersikap positif dalam perilakunya. Self esteem diartikan sebagai nilai yang ditempatkan pada diri sendiri. Penilian diri tersebut didasarkan atas nilai sebagai manusia berdasarkan persetujuan atau penolakan dari diri dan perilaku (Minchinton, 1995). Sedangkan menurut Coopersmith (1990) self-esteem adalah evaluasi yang dibuat individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Leary dan MacDonald (dalam Mruk, 2006) hasilnya mendukung hubungan antara self-esteem dengan berbagai fenomena interpersonal positif. Misalnya self-esteem tinggi berhubungan dengan perilaku prososial seperti, menjunjung nilai-nilai moral atau standar kesehatan. Penelitian lainnya yang dilakukan Srimanjaya (2007) tentang hubungan antara orientasi keagamaan dan harga diri dengan perilaku prososial, juga menyimpulkan bahwa harga diri memberikan kontribusi sebesar 28,479 % terhadap perilaku prososial. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku prososial adalah emosi seseorang. Seperti yang dikutip dari Baron, Byrne, Brascombe (dalam Sarwono, 2009) menyatakan bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungannya untuk menolong. Wang dan Ahmad (dalam Vembriamma, 2010) menyatakan bahwa emosi seseorang erat sekali kaitannya dengan kecerdasan emosi. Karena pada dasarnya emosi (seperti, marah, bahagia, & sedih) sudah dimiliki tiap manusia sejak lahir. Namun kecerdasan emosilah yang mampu mengontrolnya agar tidak menimbulkan kerugian pada orang lain. Oleh sebab itulah kecerdasan
6
emosi sangat penting untuk mengontrol emosi agar merespon dengan benar emosinya untuk orang lain, sehingga emosinya selalu positif. Pernyataan diatas diperkuat oleh penelitian Rosenhan, Moore dan Underwood, (dalam Feldman, 1985) yang mengungkap bahwa orang dengan suasana hati yang baik akan lebih mungkin untuk membantu dari pada mereka yang berada di mood negatif. Itulah sebabnya peneliti dalam penelitian ini berfokus pada kecerdasan emosi. Adapun kecerdasan emosi meliputi, kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain (Goleman, 1998). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vembriamma (2010) terhadap karyawan PT telkom menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosi berpengaruh terhadap perilaku prososial sebesar 21, 8 % dan sisanya 78, 2 % dipengaruhi faktor lain diluar kecerdasan emosi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rudyanto (2010) juga menunjukkan hasil bahwa kecerdasan emosi memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap perilaku prososial. Selain beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas, faktor usia dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Caprara dan Steca (2005) dalam penelitiannya terhadap kelompok usia yang berbeda antara usia 20 hingga di atas 65 tahun, menemukan bahwa semakin dewasa seseorang akan lebih menolong daripada yang masih anak-anak dan remaja. Hal tersebut karena pada orang dewasa lebih bersungguh-sungguh dalam membantu orang lain. (Bengston
7
1985; Kahana & Midlarsky, 1983;Midlarsky & Hannah, 1989, dalam Caprara & Steca, 2005). Dari penelitian Carpara dan Steca (2005) juga membuktikan bahwa perempuan lebih tinggi tingkat prososialnya daripada laki-laki. Hasil tersebut, sejalan dengan penelitian Eisenberg (dalam Bierhoff, 2002) yang menyatakan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang tinggi dari pada laki-laki.Itu disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa empati yang tinggi daripada lakilaki. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Afolaby (2003), menurutnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam proses perilaku prososial. Dari uraian di atas, peneliti ingin mengkaji sejauh mana pengaruh selfesteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial khususnya pada santri. Penelitian ini akan dilakukan di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, karena pesantren tersebut berada di tengah kota Jakarta, dan letaknya berdampingan dengan mall dan gedung bertingkat, suatu lingkungan yang dapat memicu meningkatnya sikap hedonis dan individualis para santri. Padahal menurut Taylor Peplau dan Sears (2009) kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku prososial. Selain itu sebagian besar santri di sana berusia remaja. Usia remaja merupakan usia peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, sehingga banyak perubahan yang berkembang pesat dalam diri mereka. Seperti perubahan fisik yang pesat, begitu juga pada perilaku dan sikap (Hurlock, 1996).
8
Dengan pemaparan di atas, maka peneliti melakukan penelitian lebih mendalam untuk tugas skripsi dengan judul “Pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.” 1. 2
Pembatasan dan Perumusan masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku prososial. Namun masalah utama yang menjadi fokus penelitian ini adalah pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, yang pengertiannya sebagai berikut: 1. Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi yang dibuat individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya. Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Coopersmith (1990) yang dimensinya meliputi successes, values, aspiration, defenses. 2. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, serta mampu mengontrolnya dengan baik. Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Goleman (1998) yang dimensinya meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan membina hubungan. 3. Perilaku prososial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan menolong yang dilakukan secara sukarela untuk menolong dan memberikan manfaat kepada orang lain. Dalam penelitian ini merujuk pada Carlo dan Randall
9
(2002) yang dimensinya meliputi altruism, compliant, emotional,
public,
anonymous dan dire. 4. Faktor demografi dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. 5. Subjek dalam penelitian ini adalah santri kelas satu hingga kelas lima Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta yang masih aktif mengikuti kegiatan belajar baik tingkat tsanawiyah maupun aliyah pada tahun pelajaran 2013 – 2014. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-esteem dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta? 2. Apakah ada pengaruh Apakah ada pengaruh yang signifikan self-esteem terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta? 3. Apakah ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta? 4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi self-esteem (successes, values, aspirations, defenses), dimensi kecerdasan emosi (mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial), usia dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta?
10
1. 3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1. 3. 1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data seberapa besar pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi serta variabel demografi yaitu usia dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri. Selain itu juga untuk memperoleh data seberapa besar sumbangan aspekaspek self-esteem (success, values, aspiration, defenses) dan aspek kecerdasan emosi (mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, kemampuan mengenal emosi orang lain, keterampilan sosial) serta usia dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial. 1.3.2
Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah diharapkan menambah wacana dalam ilmu psikologi pendidikan. Selain itu juga dapat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang secara umum berhubungan dengan perilaku prososial khususnya pada santri. 1.3.2.2 Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai referensi yang dapat digunakanoleh
pembaca khususnya dan masyarakat
luas dalam
upaya
meningkatkan perilaku prososial pada remaja terutama pada santri agar dapat menyesuaiakan diri dengan baik selama berada di pondok. Selain itu sebagai masukan pada santri agar dapat mengoptimalkan perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari.
11
1. 4 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika dalam penulisan ini mengacu pada pedoman penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bahasan yang dijabarkan berikut ini. BAB 1 : Pendahuluan Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, dan sistematika penelitian. BAB 2 : Tinjauan Pustaka Bab ini berisi uraian teoritik mengenai variabel-variabel yang hendak diteliti di antaranya perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi. Dilengkapi dengan kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. BAB 3 : Metodologi Penelitian Bab ini berisi uraian mengenai populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, identifikasi variabel penelitian meliputi definisi konseptual dan operasional variabel, teknik pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. BAB 4 : Hasil Penelitian Bab ini berisi mengenai hasil deskripsi data penelitian dan uji hipotesis. BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran Bab ini berisi uraian kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai temuantemuan dalam penelitian dan saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2 KAJIAN TEORI
Bab ini berisi uraian teoritik mengenai variabel-variabel yang hendak diteliti yaitu perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi. Dilengkapi dengan kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. 2.1. Perilaku Prososial 2.1.1. Definisi Perilaku Prososial Menurut Feldman (1985) perilaku prososial adalah “Behavior that benefit other people”. Yang dimaknai sebagai “menolong atau perilaku yang menguntungkan orang lain”. Eisenberg dan Mussen (1989) juga mendefinisikan perilaku prososial sebagai “voluntary actions that are intended to help or benefit another individual or group of individuals.”Perilaku prososial merujuk pada suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi individu atau kelompok yang lain. Sedangkan Daux & Wrightmans (1993) mendefinisikan perilaku prososial sebagai: “Behavior that benefit other or has positive social consequence”. Artinya perilaku prososial adalah perilaku mengutungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif. Selain itu, tokoh lain, seperti Bierhoff (2002) mendefinisikan perilaku prososial sebagai “Narrower, in that the action is intended to improve the situation of the help-recipent, the actor is not motive by the fulfillment of
12
13
professional of the help recipient is a person and not an organization.”Artinya perilaku prososial secara sempit, sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan pihak penerima pertolongan, sementara itu si pelaku (penolong) tidak didorong oleh adanya pemenuhan kewajiban secara professional dan pihak penerima pertolongan adalah individu dan bukan kelompok. Baron & Byrne (2005) mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung kepada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Dari beberapa pemaparan definisi perilaku prososial, sebagai acuan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Eisenberg (1989) yang mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi individu atau kelompok. 2.1.2. Dimensi-dimensi perilaku prososial Dimensi prososial ini mengacu pada teori Eienberg (1989), yang salah satu pengukurannya dikembangkan oleh Carlo dan Randall (2002).Menurutnya, ada enam subskala dari perilaku prososial ini yaitu, altruism, compliant, emotional, public, anonimus dan dire. Dengan merujuk pada Carlo dan Randall (2002), masing-masing subskala perilaku prososial,akan dijabarkan singkat sebagai berikut.
14
1. Altruisme Perilaku prososial altruistic didefinisikan sebagai perilaku sukarela untuk menolong orang lain, didasarkan motivasi utama yaitu adanya kebutuhan untuk menolong dan kepentingan untuk mensejahterakan orang lain, yang selalu diikuti dengan respon simpati dan norma internal/ prinsip yang konsisten untuk menolong orang lain. 2. Compliant Perilaku prososial compliant didefinisikan sebagai permintaan menolong orang lain karena adanya permintaan verbal dan non-verbal. Perilaku prososial ini lebih sering dilakukan secara spontan. 3. Emotional Perilaku prososial emotional adalah kecenderungan menolong orang lain atas dasar situasi emosional yang tinggi. Seperti misalnya remaja yang tangannya terluka, kemudian dia menangis dan mengeluarkan darah akan lebih menggugah emosi daripada mereka yang tangannya terluka tetapi tidak menunjukkan respon apapun. Faktor lain, seperti hubungan kekerabatan juga mampu menggugah respon emosional orang yang mengamati. 4. Public Perilaku prososial yang dilakukan di depan orang lain yang dimotivasi dengan keinginan untuk mendapatkan penerimaan dan penghormatan dari orang lain.
15
5. Anonymous Perilaku prososial anonymous didefinisikan sebagai tindakan menolong yang ditunjukan tanpa diketahui oleh orang yang telah diberikan pertolongan. 6. Dire Perilaku prososial dire perilaku menolong yang ditunjukkan seseorang diantara situasi krisis atau keadaan darurat. Dari ke-enam dimensi tersebut, semua akan ikut diteliti sebagai dimensi varibel perilaku prososial. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial Menurut Sears, dkk (1994) terdapat tiga faktor yang mendasari seseorang berperilaku prososial. Beberapa faktor tersebut, terbagi menjadi tiga yaitu, karakteristik situasi, karakteristik penolong dan juga karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan. Ketiga faktor tersebut, akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Karakter Situasi. Situasi menjadi faktor yang akan menunjang seseorang dalam melakukan perilaku prososial. Sears (1994) menyatakan, orang yang altruis sekalipun, cenderung tidak menolong, dalam situasi tertentu. Maka itulah, karakteristik situasi sangat penting dalam menunjang perilaku prososial. Karakteristik situasi ini, meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, dan tekanan akibat keterbatasan waktu. Adapun penjelasannya akan dipaparkan seperti di bawah ini: A ) Kehadiran orang lain di sekitar cukup berpengaruh dalam prilaku prososial ini. Hal tersebut, didasari atas adanya anggapan bahwa dengan kehadiran
16
banyak orang, menjadi alasan untuk tiada usaha memberikan pertolongan. Keadaan tersebut, dipengaruhi oleh adanya peyebaran tanggung jawab, adanya reaksi dari penonton lain, serta rasa takut dinilai 1.
Penyebaran Tanggung Jawab. Timbul karena kehadiran orang lain. Bila hanya ada satu orang yang menyaksikan korban yang mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan menanggung rasa salah dan rasa sesal bila tidak bertindak. Bila terdapat orang lain yang juga muncul untuk memberikan pertolongan, maka tanggung jawab akan terbagi.
2. Perilaku penonton yang lain dapat mempengaruhi bagaimana menginterpretasikan situasi dan bagaimana reaksi. Jika orang lain mengabaikan suatu situasi atau memberikan reaksi seolah-olah tidak terjadi apa-apa, sehingga seseorang beranggapan tidak ada keadaan darurat. 3.
Rasa takut dinilai. Bila mengetahui bahwa orang lain memperhatikan perilaku,
mungkin
berusaha
melakukan
apa
yang menurut
diharapkan oleh orang lain dan memberikan kesan yang baik (Baumeister, dalam Sears 1994). Rasa takut dinilai dalam efek penonton memungkinkan terjadi, hal ini disebabkan adanya kekhawatiran, karena adanya bystander (pengamat) dan timbulnya pertimbangan. Misalnya rasa takut akan salah jika memberikan
17
bantuan, rasa takut dinilai menjadi pusat perhatian penonton yang lain dan menimbulkan rasa malu. B) Kondisi lingkungan. Sears (1994) menyatakan bahwa, orang yang lebih senang apabila menolong seseorang jika cuaca cerah, dan pada siang hari, daripada menolong pada saat gelap dan cuaca dingin. Kondisi lingkungan ini, dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu, cuaca, ukuran kota, dan kebisingan a ) Cuaca. Orang cenderung membantu bila hari cerah dan bila suhu udara cukup menyenangkan. (relatif hangat di musim dingin dan relatif sejuk di musim panas). b) Ukuran kota. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran kota menimbulkan perbedaan dalam usaha menolong orang asing yang mengalami kesulitan. Persentase orang yang menolong lebih besar di kota kecil daripada di kota besar. c) Kebisingan. Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi perilaku prososial adalah kebisingan. Para peneliti menyatakan bahwa
suara
bising
yang
keras
menyebabkan
orang
mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka meninggalkan
situasi
tersebut
secepatnya.
Sehingga
menciptakan penonton yang tidak suka menolong. C) Tekanan keterbatasan waktu. Bagi beberapa orang, keterbatasan waktu akan mempengaruhi perilaku prososial.Terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Batson (dalam Sears, 1994) menyebutkan
18
bahwa seseorang yang tergesa-gesa memiliki kecendrungan untuk menolong yang lebih kecil daripada mereka yang memiliki banyak waktu luang. Oleh karena itu, keterbatasan waktu, juga menjadi hal yang yang tidak bisa terlepas dari karakteristik situasi. 2. Karakterisitik penolong. Faktor situasional dapat mempengaruhi orang untuk melakukan tindakan prososial. Tetapi ada faktor penting lainnya yang mendorong seseorang untuk menolong, yaitu faktor dari dalam diri orang tersebut. Faktor tersebut menurut Sears (1994), dapat dikelompokkan menjadi, faktor kepribadian, faktor suasana hati, faktor rasa bersalah, faktor distress diri dan faktor rasa empatik. 1) Faktor kepribadian. Dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Kepribadian tertentu mendorong orang untuk memberikan pertolongan 2) Suasana hati. Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila mereka dalam suasana hati yang baik. Misalnya, orang akan lebih cenderung menolong bila berhasil melaksanakan tugas eksperimental (Isen, dalam Sears, 1994), perasaan positif yang dapat meningkatkan ketersediaan untuk melakkukan tindakan prososial. 3).
Rasa bersalah. Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaan gelisah yang timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah.
Keinginan
untuk
mengurangi
rasa
bersalah
bisa
19
menyebabkan kita menolong orang yang kita rugikan, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan “tindakan yang baik”. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa rasa bersalah yang timbul meningkatkan kebersediaan untuk menolong (Cunningham, dalam Sears, 1994). 4). Distres diri dan rasa empatik. Distres diri adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang kita alami. Sebaliknya yang dimaksud rasa atau sikap empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan empatik terfokus pada korban. 3. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan. Dalam menolong seseorang, penolong biasanya akan tetap memilih siapa saja yang patut untuk ditolong. Karena dengan keterbatasan fisik dan materi orang yang menolong, maka tidak semua orang yang menurutnya membutuhkan bantuan dapat dibantu. Oleh karenanya, karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan perilaku prososial.
20
a) Menolong orang yang disukai. Daya tarik fisik dalam beberapa situasi akan memungkinan seseorang untuk membantu. Selain daya tarik fisik, faktor kesamaan juga mendorong seseorang untuk dapat membantu orang lain, seperti berasal dari daerah yang sama daripada orang asing. b) Menolong orang yang pantas ditolong. Seseorang pasti akan memprioritaskan untuk menolong orang-orang yang sangat membutuhkan pertolongan dan keadaannya mendesak. Misalnya seorang mahasiswa akan lebih mudah meminjamkan uang kepada temannya yang kehabisan uang karena sakit daripada kepada mereka yang kehabisan uang karena kemalasannya (Mayer & Mulherin dalam sears, 1994). Faktor-faktor perilaku prososial juga dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005) dengan membagi faktor-faktor perilaku prososial menjadi 3 bagian, yaitu, faktor situasional, motivasi dan moralitas, keadaan emosional serta empati. 1. Faktor situasional. Menurut Baron dan Byrne (2005) faktor situasional ini, dibagi menjadi 3 yaitu, daya tarik, atribusi dan model-model prososial. a. Daya tarik (menolong mereka yang anda sukai) Faktor yang mendorong sesorang menolong paling penting adalah sejauh mana individu mengevaluasi korban secara positif (daya tarik). Sesorang cenderung akan menolong jika seseorang yang membutuhkan pertolongan menarik di mata orang yang hendak menolong.
21
b Atribusi Atribusi yang dibuat oleh individu mengenai apakah korban bertanggung jawab atau tidak terhadap hal yang menimpanya. Dalam hal ini, penolong akan melihat, sejauh mana korban atau orang yang hendak ditolong, berusaha untuk keluar dari masalahnya. Jika orang tersebut sudah berusaha untuk menolong dirinya sendiri, namun belum mampu juga, maka orang tersebut akan lebih banyak mendapatkan pertolongan daripada orang yang tidak sama sekali berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. c. Model-model prososial Pengalaman individu terhadap model-model prososial di masa sekarang maupun dimasa lampau. Sebagai contoh, dari model semacam itu terdapat pada suatu penelitian lapangan di mana seorang wanita muda (asisten peneliti) yang bannya kempes memarkirkan mobilnya disamping jalan. Para pengendara lebih banyak yang berhenti dan menolong wanita ini jika mereka sebelumnya telah melewati suatu situasi (sandiwara) dimana wanita lain yang mempunyai masalah dengan mobilnya terlihat menerima pertolongan. 2. Faktor Motivasi dan Moralitas Batson dan Thompson (dalam Baron & Byrne, 2005) mengindikasikan bahwa ada tiga motif utama relevan ketika seseorang dihadapkan pada sebuah dilemma moral. Self-interest (kadang-kadang disebut egoisme (egoism)), moral integrity (integritas moral), dan moral hypocrisy. Bisa dikatakan faktor-faktor
22
tersebutlah yang membuat seseorang melakukan sesuatu terhadap orang lain, termasuk perilaku prososial. a. Kepentingan pribadi (self-interest) Orang-orang yang memiliki motif utama tidak dipusingkan oleh pertanyaan benar atau salah atau adil, mereka hanya melakukan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. b. Integritas moral (moral integrity) Bagi mereka yang termotivasi oleh integritas moral, pertimbangan akan kebajikan dan keadilan seringkali membutuhkan sejumlah pengorbanan terkait kepentingan pribadi untuk melakukan “hal yang benar”. c. Hiprokisi Moral (moral hyprocisy) Individu
pada
kategori
ini
didorong
oleh
kepentingan
tapi
juga
mempertimbangkan penampilan luar mereka. Kombinasi ini berarti bahwa penting bagi mereka untuk terlihat peduli dalam melakukan hal yang benar, sementara mereka sebenarnya tetap mengutamakan kepentingan-kepentingan mereka pribadi. 3. Faktor Keadaan Emosional Kondisi hati yang baik akan meningkatkan peluang terjadinya tingkah laku menolong orang lain, sedangkan kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat tindakan tersebut. Terdapat banyak bukti yang mendukung asumsi ini (Forgas dalam Baron & Byrne, 2005).
23
4. Empati Minat seseorang untuk menolong seseorang berbeda-beda, motif altruistic tersebut yang berdasarkan pada empati pada masing-masing individu (Clary & Orenstein, Grusec dalam Baron, 2005). Sedangkan
Sarwono
(2009)
menyebutkan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi perilaku prososial bisa dipicu oleh faktor dari luar dan dari dalam diri seseorang. 1. Faktor luar/ Pengaruh situasi a. Bystanders Menurut penelitian Darley dan Latane (1996) kehadiran orang sekitar berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah adanya orang lain yang kebetulan bersama kita di tempat kejadian (Bystanders). Semakin banyak oramg lain semalin kecil kemungkinan untuk menolong dan sebaliknya orang yang sendirian cenderung untuk menolong. b. Daya tarik Sejauh mana seseorang memandang korban (orang yang membutuhkan pertolongan) dengan positif, akan mempengaruhi kesediaan penolong untuk memberikan bantuan. Faktor daya tarik yang akan dapat meningkatkan meningkatkan terjadinya respon untuk menolong., diantaranya adalah memiliki penampilan menarik, memiliki kesamaan baik dalam hal yang disukai ataupun kesamaan sifat.
24
c. Atribusi terhadap korban Seseorang akan termotivasi untuk memberikan bantuan pada orang apabila ketidak beruntungan korban adalah di luar kendali korban, maksudnya orang tersebut kesulitan bukan karena kesalahannya tetapi itu karena musibah yang menimpanya. Misal seseorang akan lebih menolong orang yang kehabisan uang karena terkena bencana dibandingkan dengan orang yang kalah berjudi. d. Ada model Pada teori pembelajaran sosial dijelaskan bahwa, adanya model yang melakukan tingkah laku menolong akan dapat mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan pada orang lain. e. Desakan waktu Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk tidak menolong daripada orang yang memiliki waktu lebih banyak. 2. Faktor dari dalam diri a. Suasana hati (mood) Emosi seseorang dapat mempengaruhi kecendrungannya untuk untuk menolong. Sarwono (2002) juga menjelaskan bahwa perasaan dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilaku menolong. Kurang ada konsistensi dalam hal pengaruh perasaan negatif (sedih, kecewa) terhadap perilaku prososial. Perasaan negatif pada anak akan menghambatnya melakukan perilaku menolong tetapi pada orang dewasa akan mendorongnya melakukan perilaku menolong karena mereka telah
25
merasakan menfaat dari perilaku menolong untuk mengurangi perasaan negatif sedangkan pada anak-anak belum ada kemampuan seperti itu. Akan tetapi jika perasaan negatif itu terlalu mendalam (misalnya, karena kematian anggota keluarga), dampaknya pada orang dewasa adalah juga menghambat perilaku prososial. Pada saat itu mereka lebih fokus pada dirinya sendiri dan tidak mau memikirkan orang lain. Lain halnya, dengan perasaan positif, pada saat itu, mereka lebih konsisten untuk menolong orang lain. b. Faktor sifat Penelitian Karremans (dalam Sarwono, 2009) membuktikan bahwa orang yang memiliki sifat pemaaf akan memiliki kecendrungan untuk mudah menolong. Orang yang memiliki pemantauan diri (self monitoring) yang tinggi juga cenderung lebih penolong, karena dengan penolong ia akan memiliki penghargaan sosial yang tinggi (White & Gerstein, dalam Sarwono, 2009). Bierhoff, Klein dan Kramp (dalam Sarwono, 2002) mengemukakan faktor-faktor dalam diri yang menyusun kepribadian altruistik, yaitu adanya empati, kepercayaan pada dunia yang adil, rasa tanggung jawab sosial, memiliki internal locus of control, dan egosentrisme yang rendah. c. Jenis kelamin Peranan gender seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan kondisi. Laki-laki cenderung lebih mau terlibat dalam aktifitas menolong pada situasi darurat yang membahayakan, misalnya menolong
26
seseorang dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait dengan peran tradisonal laki-laki yang dipandang lebih kuat dari perempuan karena mempunyai keterampilan untuk melindungi. Sementara perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat member dukungan emosi, mengasuh dan merawat. Selain tiga tokoh di atas, Eisenberg, Tracy dan Fabes (2006) juga mengungkapkan bahwa terdapat aspek-aspek kepribadian yang mempengaruhi perilaku prososial, seperti misalnya, tempramen, emosi, asertif, self esteem, selfefficacy, agama, nilai-nilai dan tujuan. Menurutnya beberapa aspek kepribadian tersebut berhubungan dengan faktor genetik seseorang. Faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku prososial juga ditemukan oleh Caprara dan Steca (2005), menurutnya jenis kelamin dan usia juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Beberapa faktor tersebut, ada yang berasal dari internal dan maupun eksternal. Dalam penelitian ini, faktor yang ingin diteliti berfokus pada faktor internal yaitu pada, self- esteem, kecerdasan emosi, jenis kelamin serta usia. 2.1.4. Pengukuran perilaku prososial Ada beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk perilaku prososial diantaranya yaitu : 1. Prosocial Personality Battery (PSB) yang dikembangkan oleh Panner (1995). Alat ukur ini dirancang secara baik untuk mengukur seberapa baik individu dalam berprilaku prososial, dengan dimensinya yang diukur adalah, tanggung jawab, empati, penalaran moral, dan membantu dengan menggunakan questionare model likert yang memiliki 56 item pernyataan dan masing-masing
27
dimensi memiliki nilai alpha ≥ 0.50 yang membuktikan reabilitas per dimensi hasilnya bagus. 2. Prosocial tendencies measure (PTM) yang dikembangkan oleh Carlo, Gustave dan Randall (2002). PTM ini dirancang untuk anak usia anak-anak akhir dengan 23 item pernyataan berbentuk likert dengan tes reabilitas alpha sebesar 0.62. Variabel yang diukur pada PTM ini adalah altruis, compliant, emotional, public, anonymous dan dire. Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan mengadaptasi dari alat ukur prosocial tendencies measure yang dikembangkan oleh Carlo, Gustave dan Randall (2002) karena memiliki rebilitas yang tinggi dan sesuai dengan kebutuhan penelitian yang mencangkup altruis, compliant, emotional, public, anonymous dan dire. 2.2. Self-esteem 2.2.1. Definisi Self-esteem Definisi self-esteem menurut Coopersmith (1990) adalah suatu evaluasi yang dibentuk berdasarkan kebiasaan individu memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartiannya, kesuksesannya, dan keberhargaan. Secara singkat self-esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.
28
Selanjutnya menurut Branden (1992) self-esteem adalah pengalaman bahwa kita cocok dengan dengan kehidupan ini dan dengan prasyarat dari kehidupan lebih spesifik lagi, self-esteem adalah: 1. Keyakinan dalam kemampuan untuk bertindak dan menghadapi tantangan hidup ini. 2. Keyakinan dalam hak kita untuk bahagia, perasaan berharga, layak, memungkinkan untuk menegaskan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan kita serta menikmati buah dari hasil kerja keras kita. Kemudian menurut Minchinton (1993), self-esteem adalah sebagai penilaian terhadap diri sendiri dan merupakan tolak ukur harga diri kita sebagai seorang manusia, berdasarkan kemampuan penerimaan diri dan perilaku sendiri atau tidak. Dapat juga dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap diri sendiri atau perasaan mengenai diri kita sebenarnya. Self-esteem bukan hanya sekedar aspek atau kualitas diri tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan kombinasi yang berhubungan dengan karakter perilaku. Selain itu, Baumeister (2005) juga mengartikan self-esteem sebagai berikut “self-esteem it is how people evaluate themselves. It’s synonyms include selfworth, self regard, self covidence and pride”. Dari definisi diatas, dikatakan bahwa self-esteem adalah cara untuk mengevaluasi diri sendiri. Self-esteem ini disebut juga penilaian diri, penghargaan diri dan kebanggaan.Sedangkan menurut Rosenberg (dalam Murk, 2006) selfesteem merupakan sikap positif atau negatif terhadap objek tertentu yang disebut self.
29
Baron, Branscombe dan Byrne (2008) juga mendefinisikan self-esteem sebagai derajat dimana individu merasa dirinya positif atau negatif. Berdasarkan pemaparan tentang definisi self-esteem diatas, peneliti menyimpulkan, bahwa self esteem adalah penilaian tentang diri sendiri (personal judgment)
tentang
kesuksesannya,
keberartian
dirinya
yang
kemudian
diekspresikan dalam sikap individu terhadap dirinya. Pernyataan ini mengacu pada definisi self-esteem yang dikemukakan oleh Coopersmith (1990) bahwa self-esteem adalah evaluasi yang dibentuk berdasarkan kebiasaan
individu
memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartiannya, kesuksesannya, dan keberhargaan. Secara singkat self-esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. 2.2.2. Dimensi Self-esteem Coopersmith (1990) menyebutkan bahwa self-esteem terdiri dari empat dimensi yaitu Sucsesses, values, aspirations, defenses, yang masing-masing akan dijabarkan sebagai berikut. 1. Keberhasilan (Successes) Successes atau keberhasilan adalah tingkat pencapaian yang tinggi, dengan tingkatan, dan tugas yang bervariasi untuk setiap individu.Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu dari kesuksesan.
30
Dalam situasi sosial tertentu, mungkin lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen dan kemandirian. Pada
konteks
sosial
yang
lain,
lebih
dikembangkan
makna
ketidakberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan, keterikatan pada suatu bentuk ikatan social dan ketergantungan. Hal ini tidak berarti bahwa individu dapat dengan mudahnya mengikuti nilai-nilai yang dikembangkan dimasyarakat mengenai keberhasilan, tetapi hendaknya dipahami bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang dianggap berhasil atau gagal dan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu. Terdapat empat tipe pengalaman berbeda yang mendefinisikan tentang keberhasilan. Setiap hal tersebut memberikan kreteria untuk mendefinisikan keberhasilan itu adalah area power, area significance, area competence dan area virtue. Adapun penjabaran mengenai empat keberhasilan tersebut akan di jelaskan sebagai berikut: a) Keberhasilan dalam area power Keberhasilan ini diukur oleh kemampuan individu untuk mempengaruhi aksinya dengan mengontrol tingkah lakunya sendiri dan mempengaruhi orang lain. Dalam situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan dan penghargaan yang diterima oleh individu dari orang lain dan melalui kualitas penilaian terhadap pendapat-pendapat dan hak-haknya. Efek dari pengakuan tersebut adalah menumbuhkan perasaan penghargaan (sense of appreciation) terhadap pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk
31
melakukan konformitas tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan pendapat-pendapatnya sendiri. b) Keberhasilan dalam area significance Keberhasilan ini diukur oleh adanya penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang lain. Ekspresi dari penghargaan dan minat terhadap
individu
tersebut
termasuk
dalam
pengertian
penerimaan
(acceptance) dan popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan ditandai dengan kehangatan, responsifitas, minat, dan menyukai individu apa adanya. Dampak utama dari masing-masing perlakuan dan kasih sayang tersebut adalah menumbuhkan perasaan berarti (tense of importance) dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang, maka makin besar kemungkinan memiliki penilaian diri yang baik. c) Keberhasilan dalam area competence Keberhasilan ini ditandai oleh tingkat pencapaian yang tinggi, dengan tingkatan, dan tugas yang bervariasi untuk tiap kelompok usia. White (dalam Coopersmith, 1990) menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman seorang anak mulai dari masa bayi yang diberikan secara biologis dan rasa mampu (sense of efficacy) yang memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk mencapai kompetensi yang lebih tinggi lagi. White (dalam Coopersmith, 1990) menekankan pentingnya aktivitas spontan pada seorang anak dalam menumbuhkan perasaan mampu (feeling of efficacy) dan pengalaman-pengalaman dalam pencapaian kemandirian dapat
32
sangat memberikan penguatan terhadap nilai-nilai personalnya dan tidak tergantung pada kekuatan-kekuatan di luar dirinya. d) Keberhasilan dalam area virtue Menurut Coopersmith (1990) keberhasilan ini ditandai oleh tingkah laku patuh pada kode etik, moral dan prinsip-prinsip agama. Orang yang mematuhi kode etik, agama dan kemudian menginternalisasikannya, menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan terhadap tujuantujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Perasaan berharga muncul diwarnai dengan sentimen-sentimen keadilan, kejujuran dan pemenuhan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual. 2. Nilai-nilai (values) Setiap individu berbeda dalam memberikan pemaknaan terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman dan perbedaan-perbedaan
ini
merupakan
fungsi
dari
nilai-nilai
yang
diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang tua merupakan sesuatu yang dapat memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self-esteem akan berpengaruh pula dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil. 3. Aspirasi-aspirasi (Aspirations) Menurut Coopersmith (1990), penilaian diri (self judgement) meliputi perbandingan antara performance dan kapasitas actual dengan aspirasi dan
33
standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area tingkah laku yang bernilai, maka individu akan menyimpulkan bahwa dirinya adalah orang yang berharga. Ada perbedaan esensial antara tujuan yang terikat secara sosial (public goals) dan tujuan yang bersifat self significant yang ditetapkan individu. Individu-individu yang berbeda tingkat self-esteemnya tidak akan berbeda dalam public goalnya, tetapi berbeda dalam personal ideals yang ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self-esteem tinggi menentukan tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan self-esteem yang lebih rendah. 4. Pertahanan (defenses) Defenses adalah kemampuan untuk mengeliminir situmulus yang mencemaskan, mempu menjaga ketenangangan, dan mampu mengevaluasi diri dan tingkah lakunya efektif. Menurut Coopersmith (1990), beberapa pengalaman dapat merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah diamati dan diukur pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan mentah yang digunakan dalam membuat penilaian, interpretasi terhadapnya tidaklah senantiasa seragam. Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan karakteristik individu dalam mengatasi distress dan situasi ambigu serta dengan tujuan dan harapan-harapannya. Dari dimensi-dimensi yang telah dibahas diatas, maka keempatnya akan dijadikan dasar alat ukur dalam penelitian ini dan semua variabel tersebut akan ikut diteliti dalam penelitian ini sebagai independent variable.
34
2.2.3. Pengukuran Self-esteem Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur self-esteem, yaitu: 1. Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) dikembangkan oleh Rosenberg. RSES adalah instrument unidimensional mengenai self-esteem yang mengukur self-esteemse cara global dengan skala berjumlah 10 item dan memiliki interabilitas alpha sebesar 0.95 (Heatherton dan Wyland, 2002). 2. Self-esteem inventory dikembangkan oleh Minchinton (1993) yang terdiri atas 25 item dengan aspek-aspek yang diukur adalah perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, serta hubungan dengan orang lain dengan reabilitas alpha sebesar 0.877. 3.
The
Coopersmith
Self-esteem
Inventory
sebuah
instrumen
yang
dikembangkan oleh Coopersmith (1990) terdiri atas 50 item yang mengukur sikap terhadap diri sendiri dan memiliki skor alpha cronbachs dari hasil pengujian reabilitas sebesar 0.870. Dalam perkembangannya Coopersmith juga membuat alat ukur self-esteem untuk pelajar, dengan menciptakan The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory pada tahun 1981 yang kemudian kembangkan oleh Hills, Francis dan Jennings (2011). Dimensi yang diukur adalah successes, values, aspiration, defenses yang terdiri atas 25 item pernyataan. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan alat ukur The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory yang dikembangkan oleh Coopersmith (2011) karena memiliki nilai reabilitas yang cukup tinggi dan juga
35
sesuai dengan kebutuhan penelitian yang mencangkup successes, values, aspiration, defenses. 2.3. Kecerdasan emosi 2. 3 1. Definisi kecerdasan emosi Kecerdasan emosi menurut Salovey dan Mayor (1990) adalah sebagai berikut “Emotional intelligence as the subset of social intelligence that involves the ability to monitor one’s own and others feelings and emotions, to discriminate among them and to use this information to guide one’s thinking and action”. Yang memaknai kecerdasan emosi sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau diri sendiri dan perasaan dan emosi orang lain, untuk membedakan di antara mereka dan digunakan sebagai informasi untuk menuntun pikiran dan tindakan menjadi satu. Sedangkan menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Baron (2006) juga mendefinisikan kecerdasan emosional, sebagai bagian lintas kompetensi antara emosi dengan kemampuan sosial, keterampilan dan fasilitator yang menentukan seberapa efektif seseorang memahami dan mengekspresikan diri, memahami orang lain dan berhubungan dengan mereka, serta menghadapi tuntutan dalam hidup sehari-hari. Dari beberapa definisi tentang kecerdasan emosi dapat disimpulkan, bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengontrol emosi dirinya sendiri dan
36
juga orang lain serta mampu mengelolanya dengan baik. Hal teresebut, sesuai dengan teori Goleman (1998) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. 2. 3. 2. Dimensi-dimensi kecerdasan emosi Menurut Goleman (1998) kecerdasan emosi terdiri dari 5 dimensi, yaitu, mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial. a.
Mengenali emosi diri (self awareness) Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realitis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kemampuan ini berupa kesadaran diri (self Awarenees) dalam mengenal perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologis dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah. Kemampuan kesadaran diri ini adalah kemampuan dalam menangani emosi diri sendiri dan pengaruhnya, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
37
b. Mengelola emosi (self management ) Mengelola emosi adalah kemampuan menangani emosinya sendiri, mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan terhadap kata hati, untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Selain itu juga terdapat kemampuan control diri yang bertujuan menjaga keseimbangan emosi dan bukan menekannya, karena setiap perasaan memiliki nilai dan makna. Kemampuan dalam menampilkan emosi yang wajar, selaras antara perasaan dan lingkungan. c.
Memotivasi diri (motivating oneself) Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d.
Mengenali emosi orang lain (emphaty) Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, dan menimbulkan hubungan saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu. Kunci untuk memahami perasaan atau emosi orang lain adalah kemampuan untuk membaca pesan nonverbal (misalnya gerak-gerik, ekspresi wajah). Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami
38
persepektif
mereka,
menumbuhkan
hubungan
saling
percaya
dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. e.
Keterampilan Sosial (social skills) Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial (social skills) yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan dengan orang lain. Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar menggunakan keterampilan-keterampilan
ini
untuk
mempengaruhi
dan
memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja dalam team. Dari kelima dimensi tersebut, semua dimensi akan ikut diteliti sebagai dimensi kecerdasan emosi dan menjadi independent variableyang kedua pada penelitian ini. 2.3.3. Pengukuran kecerdasan emosi Ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi ini, diantaranya adalah 1. Bar-on’s EQ-I dikembangkan oleh Bar-On (1997) untuk usia diatas 17 tahun dengan berbentuk self report untuk mengukur emotional intelligence dan social intelligence. EQ-I ini terdiri dari 133 item pernyataan dan menyediakan 5 point skala respon. Skala ini telah digunakan untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6.21.
39
Dan saat ini dikenal untuk memprediksi validitas di situasi kerja, salah satunya perekrutan di U.S. Air Foce (Cherniss, 2000). 2. Mayer Salovey dan Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) yang dikembangkan oleh Salovey dan Mayer (2002), berbentuk tes kemampuan (tes of ability) yang terdiri dari 141 item pernyataan. Test MSCEIT ini adalah pengembangan dari Multifactor Emotional Intelligence Scale (MEIS). Pada MSCEIT ini pula pengukurannya berkembang menjadi MSCEIT RV 1.1 dan yang terbaru MSCEIT V2,0. Adapun dimensi yang diukur dalam test ini adalah mengamati emosi dengan tepat, menggunakan emosi untuk memudahkan penyampaian ide, memahami emosi dan mengelola emosi. Adapun pengukuran kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini, merujuk pada teori Goleman (1998). Alat ukur ini terdiri atas 25 item, yang mengukur kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, memotivasi diri, kemampuan mengenal emosi orang lain, serta keterampilan sosial dan memiliki tingkat reabilitas alpha cronbarch’s cukup tinggi sebesar 65.5.Penelitian-penelitian lain di Indonesia juga mengembangkan alat ukur kecerdasan emosi, dengan mengacu pada teori Goleman. Seperti Farikha (2011) dan juga Fajri (2013). 2. 4. Kerangka Berpikir Perilaku prososial menurut Eisenberg dan Mussen (1989) adalah perilaku yang dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi orang lain. Perilaku prososial sangat besar manfaatnya untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Ada beberapa faktor yang berasal dari luar individu atau
40
(eksternal) yang dapat mempengaruhi tampil atau tidaknya perilaku prososial, yaitu kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, dan desakan waktu (Taylor, Peplau & Sears, 2009). Selain itu adapula faktor yang berasal dari faktor dalam diri individu (internal) diantaranya, seperti asertif, emosi, religiusitas, self-esteem, dan norma-norma juga berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial (Eisenberg, Fabes & Spinrad, 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prososial adalah self esteem (Eisenberg, Tracy & Fabes, 2006). Karena dengan self-esteem yang tinggi pada diri seseorang akan mampu menekan agresitifitasnya sehingga terhindar dari perilaku antisosial (Staub, 2003). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Srimanjaya (2007) yang menemukan bahwa self-esteem memberikan kontribusi terhadap perilaku prososial sebesar 28,479 %. Self-esteem menurut Coopersmith (1990) adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan kebiasaan memandang dirinya, berdasarkan keyakinan, kesuksesan serta keberhargaan dirinya. Orang yang memiliki yang memiliki self-esteem tinggi cenderung memiliki nilai diri positif. Maka itu mereka mampu mengatasi depresi dan juga masalah kenakalan remaja dengan begitu mereka akan lebih mudah berprilaku prososial (Sweson & Prelow, 2005). Selain self-esteem, kecerdasan emosi juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Kecerdasan emosi yang tinggi, akan membentuk individu mampu mengenali emosi sendiri, memotivasi diri, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain dan mampu bersosialisasi dengan baik (Goleman,1998). Hal tersebut
41
menjadikan emosi seseorang selalu positif, sehingga mereka akan lebih mudah untuk melakukan perilaku prososial (Eisenberg & Mussen, 1989). Berpengaruhnya kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial juga telah dibuktikan oleh penelitian Vebriamma (2010) dan Rudyanto (2010) yang menemukan bahwa kecerdasan emosi memiliki kontribusi dan hubungan yang signifikan terhadap perilaku prososial. Selain dua variabel di atas, jenis kelamin dan usia juga merupakan faktor kategorik yang mempengaruhi perilaku prososial. Hal ini mengacu pada penelitian Caprara dan Steca, (2005), yang menemukan bahwa usia berpengaruh terhadap perilaku prososial seseorang. Selain itu pernyataan Sarwono (2009) yang menyatakan bahwa usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku prososial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian Eisenberg (dalam Bierhoff, 2002) juga membuktikan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang tinggi dari pada laki-laki. Itu disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa empati yang tinggi dari pada laki-laki. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh self-esteem dan kecerdasan emosi serta variabel demografi (usia dan jenis kelamin) terhadap perilaku prososial. Dalam penelitian ini dependent variable yaitu perilaku prososial, sedangkan independent variable adalah self-esteem, kecerdasan emosi, usia dan jenis kelamin. Adapun penjelasan self-esteem dalam penelitian ini, dimensinya terdiri atas successes, values, aspirations, defenses. Kecerdasan emosi dalam penelitian ini dimensinya terdiri atas mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenali emosi
42
orang lain, dan keterampilan sosial. Dari kerangka berpikir yang telah dipaparkan, dapat diilustrasikan sebagai berikut. Self-esteem Successes Values Aspirations
Defenses
Kecerdasan emosi Mengenali emosi sendiri Mengelola emosi Motivasi diri Mengenali emosi orang lain Keterampilan sosial
Jenis kelamin Usia
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Perilaku Prososial
43
Berdasarkan gambar diatas, dalam penelitian ini peneliti ingin mencari pengaruh self–esteem dan kecerdasan emosi serta faktor demografi (usia dan jenis kelamin), terhadap perilaku prososial. Selanjutnya peneliti juga ingin mencari pengaruh dimensi-dimensi self esteem yang terdiri dari successes, values, aspirations dan defenses. Begitu juga pada dimensi kecerdasan emosi yang terdiri dari kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenal emosi orang lain, dan keterampilan sosial terhadap perilaku prososial serta ditambahkan faktor demografis, yaitu, usia dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial. 2.5 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini ada dua hipotesis yaitu hipotesis mayor dan hipotesis minor yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut: Hipotesis mayor: Ada pengaruh yang signifikan self-esteem (successes, values, aspirations dan defenses), kecerdasan emosi (kesadaran diri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenalemosi orang lain dan keterampilan sosial) serta variabel demografis jenis kelamin dan usia terhadap perilaku prososial Hipotesis minor: Ha₁
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi successes pada variabel self-
esteem terhadap perilaku prososial. Ha2
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi values pada variabel self-esteem
terhadap perilaku prososial. Ha3
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi aspirations pada variabel self-
esteem terhadap perilaku prososial.
44
Ha4
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi defenses pada variabel self-esteem
terhadap perilaku prososial. Ha5
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi kesadaran diri pada variable
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial. Ha6
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengelola emosi pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial. Ha7
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi motivasi diri pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial. Ha8
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi mengenal emosi orang lain pada
variabel kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial. Ha9
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi keterampilan sosial pada variabel
kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial. Ha10
: Ada pengaruh yang signifikan variabel demografis jenis kelamin
terhadap perilaku prososial. Ha11
: Ada pengaruh yang signifikan variabel demografis usia terhadap perilaku
prososial.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Pada bab tiga ini akan diuraikan mengenai populasi, sampel, variabel penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk, metode analisis data dan prosedur penelitian. 3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta, kelas I, II, III, IV, dan V, tahun ajaran 2013-2014. Santri kelas VI tidak diikutkan dalam penelitian ini, karena sedang fokus mengikuti ujian akhir pondok. Oleh karena itu, jumlah total populasi santri dalam penelitian sebanyak 503 santri. Mereka terdiri atas 270 santri kelas I, 65 santri kelas II, 50 santri kelas III, 60 santri kelas IV, dan 58 santri kelas V. Selanjutnya, dari jumlah populasi tersebut peneliti menetapkan sampel sebanyak 200 santri atau 40 persen dari populasi. Penetapan jumlah sampel tersebut, disesuaikan dengan
peneliti
berdasarkan pertimbangan waktu dan dana dalam penelitian ini. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling melalui cara stratified random sampling, dimana masing-masing populasi memiliki peluang yang sama untuk ditetapkan menjadi sampel. Adapun penetapan anggota populasi yang dijadikan sampel ditentukan sesuai dengan proporsi masing-masing kelas, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
45
46
Proporsi perkelas =
populasi kelas X kouta sampel yang ditentukan populasi sekolah
Mengacu pada rumus diatas, maka jumlah sampel pada masing-masing kelas adalah sebagai berikut: 1. Kelas I : 270/503 x 200 = 107 2. Kelas II : 65/503 x 200 = 26 3. Kelas III : 50/503 x 200
= 20
4. Kelas IV : 60/503 x 200 = 24 5. Kelas V : 58/ 503 x 200 = 23 Setelah dilakukan penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelas, tahap selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara random dari masingmasing kelas dengan dengan langkah sebagai berikut: 1. Peneliti mengumpulkan data santri (daftar hadir) dari kelas satu sampai kelas lima, untuk kemudian dilakukan penomeran pada data tersebut, sesuai dengan jumlah populasi yang diikutkan. 2. Langkah
selanjutnnya
setelah
dilakukan
penomeran,
peneliti
mengelompokkannya berdasarkan tingkatan kelas, sesuai dengan jumlah santri pada tiap-tiap kelas. Kemudian dilakukan proses random untuk menentukan sampel dengan menggunakan SPSS versi 16.0. 3.
Adapun yang berhalangan untuk mengisi karena sakit dan juga telah keluar dari pondok diadakan replacement sesuai tingkat kelasnya sehingga jumlahnya 200.
47
3.2.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel penelitian yang diteliti adalah sebagai berikut. 1. Perilaku prososial 2. Successes 3. Value 4. Aspiration 5. Defenses 6. Mengenali emosi diri sendiri 7. Mengelola emosi 8. Memotivasi diri 9. Mengenali emosi orang lain. 10. Keterampilan sosial 11. Usia 12. Jenis kelamin Dari
beberapa
variabel
yang
telah
di
sebutkan
diatas,
peneliti
mengelompokkan variabel tersebut, menjadi independent variable dan dependent variable, yang akan dijabarkan sebagai berikut: self-esteem (successes, value, aspirations, dan defenses), kecerdasan emosi (mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial) usia dan jenis kelamin, pada penelitian ini akan dikelompokkan sebagai Independent variable. Sedangkan perilaku prososial dalam penelitian ini sebagai dependent variable.
48
3.3.
Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam Bab 2, kemudian peneliti menentukan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perilaku prososial Perilaku prososial adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk menolong atau memberikan manfaat bagi orang lain dengan diukur menggunakan
alat
ukur
Prososial
Tendencies
Measurement
yang
dikembangkan oleh Carlo dan Randall (2002), dan memiliki enam dimensi, yaitu, altruism, compliant, emotional, public, anonymous dan dire. 2.
Self-esteem self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap diri sendiri (personal judgment) mengenai perasaan mampu, penting, berarti dan menerima kekurangan yang ada dan diekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap diri para santri di Pondok Pesantren Daarul Rahman dengan diukur menggunakan Coopersmith Self-esteem Inventory dan memiliki empat dimensi, yaitu, succsses, values, aspirations, defenses.
3. Kecerdasan emosi kecerdasan emosi dalam penelitian ini adalah kemampuan santri dalam mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, memotivasi diri sendiri dan juga mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri serta hubungannya dengan orang lain, yang dimensinya terdiri dari mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan
49
keterampilan sosial dan diukur menggunakan skala yang mengacu pada teori Goleman (1998). 4. Usia Usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia santri Pondok Pesantren Daarul Rahman yang berusia sebelas hingga Sembilan. 5. Jenis Kelamin Jenis kelamin yang dimaksud dalam penelitian ini banyaknya santri laki-laki dan santri perempuan yang dilibatkan dalam penelitian. 3.4. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari pertanyaan demografi yang mencangkup jenis kelamin, usia dan pendidikan saat ini. Bagian kedua, berisi skala yang merupakan alat ukur dari perilaku prososial, self-esteem dan kecerdasan emosi. Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert, dimana variabel penelitian dijadikan titik tolak penyusunan item-item instrument. Jawaban dari setiap instrument ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif) sampai terendah (sangat negatif), dengan empat kategori jawaban, yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Selanjutnya, subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan oleh subjek. Model skala likert ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Penskoran tertinggi pada pernyataan positif (Favorable), diberikan pada pilihan sangat
50
sesuai dan terendah pada pernyataan sangat tidak sesuai. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak sesuai dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat sesuai. Informasi tentang perhitungan skor tiap pilihan jawaban, akan dijabarkan seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 3.1 Format Model Skala Likert Alternatif Jawaban SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
1. Skala pengukuran perilaku prososial Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku prososial adalah Prosocial Tendencies Measurement yang dikembangkan oleh Carlo dan Randal (2002) yang terdiri atas 23 item berbentuk likert scale dan terbagi menjadi enam dimensi sebagai berikut: altruism, compliant, emotional, public, anonymous, dan dire. Proses yang dilakukan oleh peneliti dalam penyusunan skala perilaku prososial berdasarkan prosocial tendencies measurement yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, skala asli yang mengunakan bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Kemudian hasil terjemahan akan diperbaiki sehingga bahasanya mudah dimengerti oleh responden. Pada proses ini peneliti dibantu oleh mahasiswa S1 jurusan bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
51
Langkah kedua, peneliti mengklasifikasikan tiap-tiap item dengan dasar teroi yang telah dikemukakan. Hal tersebut dilakukan karena instrumen tidak memiliki blue print item. Mengacu pada pengklasifikasian tersebut, maka masing-masing dimensi akan dikelompokkan sebagai berikut: anonymous dan altruisme memiliki lima item yang sesuai dengan teori. Sedangkan public dan emotional didalamnya terdapat empat item. Adapun dimensi dire hanya memiliki tiga item, dan terakhir compliant memiliki dua item yang sesuai dengan teori. Setelah proses pengklasifikasian, peneliti menyimpulkan bahwa ada satu item yang terdapat pada dimensi altruisme tidak sesuai jika digunakan di Indonesia. Item tersebut adalah item nomer 10 yang berbunyi “I believe that donating goods or money works best when it is tax-deduxtible”. Hal tersebut karena dalam Negara kita tidak mengaitkan antara menyumbangkan uang dengan pengurangan pajak. Dengan begitu total item yang digunakan oleh peneliti berjumlah 22 item. Informasi selanjutnya, setelah pengelompokan item di atas, salah satu dimensi perilaku prososial, yaitu dimensi compliant, hanya memiliki dua item. Sedangkan untuk melakukan first order dalam penelitian ini, dibutuhkan tiga item atau lebih. Oleh karena itu, peneliti menambahkan jumlah item, agar bisa dilakukan first order pada dimensi compliant. Selain pada dimensi compliant, peneliti juga menambahkan item pada tiap-tiap dimensi. Hal tersebut perlu dilakukan karena jumlah item pada
52
Prosocial Tendencies Measurement memiliki jumlah item yang berbeda-beda dan relatif sedikit. Dalam proses penambahan item, pembuatannya mengacu pada indikator masing-masing dimensi dan banyaknya item yang akan ditambah, disesuaikan dengan jumlah item yang tersedia sebelumnya. Sehingga secara keseluruhan, tiap dimensi memiliki jumlah item yang sama. Total item yang ditambahkan oleh peneliti sebanyak delapan item, yang tersebar di beberapa dimensi. Penyebaran item tambahan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: tiga item tambahan akan diletakkan di dimensi compliant, lalu dua item tambahan pada dimensi dire, serta satu
item
tambahan untuk dimensi emotional, public dan altruisme. Langkah selanjutnya, peneliti merubah skala kuesioner yang telah ada, di mana pada skala aslinya mengunakan skala likert yang memiliki rentang skala lima poin, dengan pilihannya “1” (tidak menggambarkan diri saya), “2” (menggambarkan sedikit tentang diri saya), “3” (kadang-kadang-kadang menggambarkan diri saya), “4” (cukup menggambarkan diri saya) “5” (sangat menggambarkan diri saya). Dari skala yang ada, kemudian peneliti merubah pilihan jawaban tersebut menjadi model skala likert dengan rentang skala empat poin, yaitu dari “4” ( sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” ( tidak sesuai), “1” (sangat tidak sesuai), dengan tujuan untuk memudahkan responden dalam menjawab. Adapun pembagian item-item tiap dimensi dapat dilihat pada table 3.2 dibawah ini
53
Tabel 3.2 Blue print skala perilaku prososial No Dimensi Indikator
1.
Altruism
2.
Compliant
3.
Emotional
4
Public
Membantu karena adanya kebutuhan untuk membantu dan mensejahterakan orang lain a. Membantu orang lain b. didasarkan permintaan verbal dan nonverbal. Membantu dan beramal didasarkan situasi yang menggugah emosional
Item Fav
Unfav
23
4,19, 22,15
5
7,17, 30
24, 28
5
2,11, 16,20, 26
a. Menolong seseorang 1, 3 ketika banyak orang yang melihat 5, 12 b. Adanya keinginan untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.
5.
Anonymous
Beramal dan menolong tanpa diketahui orang lain
8,10,14 18, 21
6
Dire
Meonolong dalam situasi kritis atau darurat
6,9, 13, 27 22
Jumlah item
Jumlah
5
25
3 2
5
29
5
8
30
2. Skala pengukuran self-esteem Alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-esteem adalah adaptasi dari alat ukur The School Short-form Coopersmith Self-esteem Inventory. Instrumen ini merupakan hasil pengembangan dari self-esteem coopersmith inventory yang dilakukan oleh Hills, Francis dan Jennings (2011) dan dirancang khusus untuk anak-anak sekolah. Item kuesioner dari alat ukur tersebut, terdiri dari 25 item mengukur dimensi self-esteem, yaitu successes, values, aspirations, dan defenses.
54
Proses yang dilakukan oleh peneliti dalam menggunakan skala tersebut, adalah sebagai berikut. Pertama, skala asli yang ada, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian hasil terjemahan akan diperbaiki sehingga bahasanya mudah dimengerti oleh responden. Pada proses ini peneliti dibantu oleh mahasiswa S1 jurusan bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, peneliti mengubah skala kuesioner skala dikotomi “Ya” dan “Tidak” pada skala asli, menjadi model skala likert dengan rentang skala empat poin, yaitu dari “4” (sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” (tidak sesuai), “1” (sangat tidak sesuai). Hal tersebut bertujuan agar dalam penelitian ini mendapatkan respon jawaban yang lebih bervariasi. Penjelasan lebih lengkap tiap-tiap dimensi dapat dilihat pada table 3.3 dibawah ini. Tabel 3.3 Blue print skala self-eteem No
Dimensi
1.
Successes
2.
3.
4.
Values
Aspirations
Defenses
Jumlah item
Indikator a. Berhasil dalam area power b. Berhasil dalam area significance. c. Berhasil dalam area competence d. Berhasil dalam area virtue a. Pencapaian terhadap standar orang tua b. Pencapaian terhadap standar teman sebaya a. Mampu membuat harapan yang realistis. b. Adanya usaha untuk mencapai keberhasilan. a. Mampu mengatasi stimulus yang mencemaskan b. Mampu mempertahankan harga diri
Item Fav 7, 8 2,
Jumlah Unfav 5
2 2
1
4, 3, 6
4
10 12,11
9
2 2
14
13, 25
22,15
3 2
23,19
24
3
20,21
16
3
17
18
2
15
10
25
55
3. Skala kecerdasan emosi. Skala kecerdasan emosi dalam penelitian ini, dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Goleman (1998). Terdiri atas 25 item favorable unfavorable, berbebentuk skala likert dengan rentang skala empat poin, yaitu dari “4” (sangat sesuai), “3” (sesuai), “2” (tidak sesuai), “1” (sangat tidak sesuai). Dimensinya terdiri atas mengenali emosi diri, mengelola emosi, motivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan keterampilan sosial. Adapun penjelasan item tersebut dapat dilihat pada table 3.4 di bawah ini. Tabel 3.4 Blue print skala kecerdasan emosi No
1.
2.
Dimensi
Indikator
a. Mengenali emosi diri sendiri b.
Mengelola emosi
a.
b. 3.
Memotivasi diri
4.
Mengenali emosi orang lain Keterampilan sosial
a. b. a.
b.
5. a.
b. Jumlah item
Memahami dan mengenal emosinya sendiri Memahami penyebabnya dan mengetahui pengaruhnya terhadap tindakan Mengungkapkan perasaan secara langsung Mengendalikan perasaan terhadap stress Mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain. Memiliki inisiatif Merasakan apa yang dirasakan orang lain, serta mau mendengarkan keluh kesah orang lain Mampu menyelaraskan diri dengan tipe individu yang berbeda Mampu memimpin dan bekerjasama dalam team Mampu mengatasi perselisihan
Item Fav 1
Unfav 4
2
2
3,5
3
6
7
2
8,9
10
3
11, 13
14
3
15
12
2
16
17,18
3
19
21
2
22
20
2
23,24
25
3
13
Jumlah
12
25
56
3.5.
Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji keadaan instrument yang digunakan pada penelitian ini, maka dilakukan uji CFA (Confirmatory Factor Analysis). Uji CFA dilakukan untuk menguji sejauhmana masing-masing item valid mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen yang akan diuji validitasnya adalah 1) perilaku prososial, 2) Self-esteem dan 3) kecerdasan emosi. Instrumen tersebut akan diuji dengan menggunakan software Lisrel 8.7. Adapun Langkah-langkah CFA akan di jabarkan sebagai berikut. 1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pengujian hipotesis. Apakah semua butir mengukur satu konstruk/trait yang didefinisikan. Dalam penelitian ini, menguji model FIT untuk “model satu faktor” (unidimensional model). Hipotesis ini diuji dengan chi-square. Jika hasil chi square tidak signifikan
(p > 0.05), maka hipotesis nihil diterima, yang
artinya, item yang diuji mengukur satu faktor saja (unidimensional). Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0.05), artinya item-item yang diuji mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional). 2. Jika diketahui ada salah satu faktor tidak fit karena mengukur konstruk lain selain yang diukur, maka bisa dilakukan dengan dimodifikasinya dengan membiarkan kesalahan pengukuran berkorelasi, sampai diperoleh model satu faktor. 3. Jika diperoleh model yang tidak fit, Ada beberapa cara untuk menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.
57
a. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor (loading factor) dari masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t < 1,96, berarti item tersebut akan dikeluarkan karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan. b. Melihat muatan faktor (loading factor). Jika suatu item memiliki muatan faktor negatif, maka item ini juga di drop. c. Melihat kesalahan pengukuran item. Apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item berkorelasi terlalu banyak dengan kesalahan pengukuran pada item lainnya, maka item tersebut juga perlu di drop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal lain (multidimensional item). 3. Langkah terakhir, semua item yang tidak di drop dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan itemitem variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada setiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumusnya yaitu : T score = (10 x skor faktor) + 50 3.5.1. Uji Validitas Konstruk Perilaku Prososial 3.5.1.1. Uji validitas dimensi altruisme Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur altruisme. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 23.50
58
df = 5, p-value = 0.00027, RMSEA = 0.136. Oleh karena itu, peneliti melakukan terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 6.38, df = 3, p-value = 0,09465, RMSEA = 0,075. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu altruisme. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Muatan faktor item Altruisme No item Lambda T-Value 4 0.31 3.74 15 0.43 5.25 19 -0.75 -9.09 22 0.67 8.38 23 0.39 4.74
Std. Eror 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
Signifikan V V X V V
Dari tabel 3.5 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 19. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) sehingga item nomor 19 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.5.1.2. Uji validitas dimensi compliant. Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur compliant. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =13.03, df = 5, p-value = 0.02309, RMSEA = 0.090. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
59
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 8.43 df = 4, p-value = 0.07702 RMSEA = 0.075. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu compliant. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Muatan faktor item Compliant No item 7 17 24 28 30
Lambda 0.40 0.04 0.75 0.32 -0.23
T-Value 3.42 0.43 4.01 3.06 -2.32
Std. Eror 0.12 0.09 0.19 0.11 0.10
Signifikan V X V V X
Pada tabel 3.6 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 17 dan 30. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) sehingga item nomor 17 dan 30 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.1.3. Uji validitas dimensi emotional Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur emotional. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =32.83, df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.0167. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
60
model fit dengan Chi-Square = 6.20 df = 3, p-value = 0.10250 RMSEA = 0,073. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotional. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 Tabel 3.7 Muatan faktor item emotional No item 2 11 16 20 26
Lambda 0.23 0.03 0.41 0.82 0.41
T-Value 2.51 0.34 3.97 4.93 3.94
Std. Eror 0.09 0.08 0.10 0.17 0.10
Signifikan V X V V V
Pada tabel 3.7 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 11. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 11 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.1.4. Uji validitas dimensi public Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur public. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 5.72, df = 5, p-value = 0.33395, RMSEA = 0.27. Oleh karena itu, peneliti tidak perlu melakukan modifikasi terhadap model.
61
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8. Tabel 3.8 Muatan faktor item public No item 1 3 5 12 25
Lambda 0.76 0.57 0.42 0.54 0.05
T-Value 8.78 6.95 5.12 6.61 0.64
Std. Eror 0.09 0.08 0.08 0.08 0.08
Signifikan V V V V X
Dari tabel 3.8 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t <1,96) yaitu item 25. Sedangkan item lainnya signifikan ( t >1,96) sehingga item nomer 25 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.1.5. Uji validitas dimensi anonymous Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur anonymous. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 7.52 df = 5, p-value = 0.18479, RMSEA = 0.050. Oleh karena itu, peneliti tidak perlu melakukan modifikasi terhadap model. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9
62
Tabel 3. 9 Muatan faktor item anonymous No item 8 10 14 18 21
Lambda 0.65 0.64 0.82 0.64 0.79
T-Value 9.55 9.50 13.19 9.39 12.53
Std. Eror 0.07 0.07 0.06 0.07 0.06
Signifikan V V V V V
Dari tabel 3.9, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien muatan faktor yang positif dan nilai koefisien (t>1,96). 3.4.1.6 Uji validitas dimensi dire Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur dire. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 2.70, df = 5, p-value = 0.74659, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu, peneliti tidak perlu melakukan modifikasi terhadap model. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10. Tabel 3. 10 Muatan faktor item dire No item 6 9 13 27 29
Lambda 0.18 0.22 0.58 0.49 -0.36
T-Value 1.82 2.23 4.63 4.29 -3.50
Std. Eror 0.10 0.10 0.13 0.11 0.10
Signifikan X V V V X
63
Pada tabel 3.10 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 6 dan 29. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 6 dan 29 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.5.2
Uji Validitas Konstruk Self-esteem 3.5.2.1. Uji validitas dimensi successes
Peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur successes. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =133,50, df = 35, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.119. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 40.95 df = 28, p-value = 0.05428 RMSEA = 0,048. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu successes. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11
64
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Successes No Item
Lambda
T-Value
Std. Eror
Signifikan
1
0,38
4,77
0,08
V
2
-0,06
-0,71
0,09
X
3
0,77
10,38
0,07
V
4
0,31
3,96
0,08
V
5
0,63
8,37
0,08
V
6
-0,20
-2,50
0,08
X
7
0,39
5,00
0,08
V
8
-0,01
-0,16
0,08
X
9
0,50
6,55
0,08
V
10
0,35
4,46
0,08
V
Pada tabel 3.11 terdapat item yang memiliki nilai koefisient < 1.96 yaitu item 2, 6 dan 8. Sedangkan item lainnya signifikan (t > 1.96) sehingga item nomor 2, 6 dan 8 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.2.2 Uji validitas dimensi values Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur values. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =30.47, df = 5, p-value = 0.00001, RMSEA = 0.160. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
65
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 7.51 df = 4, p-value = 0.11122 RMSEA = 0.066. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu value. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t pada setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12 Tabel 3.12 Muatan faktor item values No item 11 12 13 14 25
Lambda 0.36 0.76 0.42 0.43 0.13
T-Value 0.23 4.95 6.34 5.12 3.26
Std. Eror 0.09 0.11 0.09 0.09 0.09
Signifikan X V V V V
Pada tabel 3.12 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 11. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 11 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.2.3. Uji validitas dimensi aspirations Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur aspirations. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =11.28, df = 5, p-value = 0.04605, RMSEA = 0.079. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
66
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =4.65 df = 4, p-value = 0.32458 RMSEA = 0.029. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu aspiration. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13. Tabel 3.13. Muatan faktor item aspirations No item 15 19 22 23 24
Lambda 0.49 0.49 0.90 0.66 0.41
T-Value 6.63 5.41 11.57 9.00 5.55
Std. Eror 0.07 0.09 0.08 0.07 0.07
Signifikan V V V V V
Dari tabel 3.13, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-aspirations setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien muatan faktor yang positif dan nilai koefisien (t>1,96). 3.4.2.4. Uji validitas dimensi defenses Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya defenses. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor dan hasilnya fit, dengan Chi-Square = 16.13, df = 5, p-value = 0.00648, RMSEA = 0.106. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
67
model fit dengan Chi-Square =5.07 df = 4, p-value = 0.28025 RMSEA = 0.037. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu defenses. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14. Tabel 3.14 Muatan faktor item defenses No item 16 17 18 20 21
Lambda 0,36 0,19 -0,15 0,80 0,94
T-Value 4,92 2,47 -2,00 9,79 10,99
Std. Eror 0,07 0,08 0,07 0,08 0,09
Signifikan V V X V V
Dari tabel 3.14, terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 18. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 18 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.3. Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi 3.4.3.1 Uji validitas dimensi mengenali emosi diri sendiri Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 32.64 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.167. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
68
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.94 df = 2, pvalue = 0.11435, RMSEA = 0.070. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu mengenali emosi diri sendiri. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5. Tabel 3.15 Muatan faktor item mengenali emosi diri sendiri No item 1 2 3 4 5
Lambda 0.58 0.57 -0.31 -0.11 0.47
T-Value 5.89 5.71 -3.37 -0.98 5.04
Std. Eror 0.10 0.10 0.09 0.11 0.09
Signifikan V V X X V
Pada tabel 3.15 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 3 dan 4. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 3 dan 4 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.3.2 . Uji validitas dimensi mengelola emosi Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 15.48 df = 5, p-value = 0.000851, RMSEA = 0.103. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
69
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 2.71 df = 2, p-value = 0.60735, RMSEA = 0,000. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu mengelola emosi. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.16 Tabel 3.16 Muatan faktor item mengelola emosi No item 6 7 8 9 10
Lambda 0.43 0.34 0.77 0.49 -0.22
T-Value 5.03 3.97 7.77 5.65 -2.55
Std. Eror 0.09 0.09 0.10 0.09 0.09
Signifikan V V V V X
Pada tabel 3.16 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 10. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 10 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.3.3 Uji validitas dimensi memotivasi diri Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 12.57 df = 5, p-value = 0.02777, RMSEA = 0.087. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
70
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 4.27 df = 4, p-value = 0.37107, RMSEA = 0.018. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu memotivasi diri. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.17. Tabel 3.17 Muatan faktor item memotivasi diri No item 11 12 13 14 15
Lambda
T-Value
Std. Eror
Signifikan
0.97 0.30 0.36 0.24 0.51
7.26 2.48 4.43 3.13 5.55
0.13 0.12 0.08 0.08 0.09
V V V V V
Dari tabel 3.17, berdasarkan pada muatan faktor (lambda) dan t-value setiap item dikatakan signifikan, karena memiliki koefisien muatan faktor yang positif dan nilai koefisien (t>1,96). 3.4.3.4. Uji validitas dimensi mengenali emosi orang lain Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 56.94 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.228. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
71
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 1.34 df = 2, p-value = 0.51128, RMSEA = 0.000. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu mengenali emosi orang lain. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.18. Tabel 3.18 Muatan faktor item mengenali emosi orang lain. No item 16 17 18 19 21
Lambda 0.34 0.39 0.64 0.36 0.54
T-Value 3.31 -4,32 6.57 3.74 -5.81
Std. Eror 0.10 0.09 0.10 0.10 0.09
Signifikan V X V V X
Pada tabel 3.18, terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 17 dan . Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 17 dan 21 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.4.1.1 Uji validitas dimensi keterampilan sosial Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur mengenali emosi diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =42.99 df = 5, p-value = 0.00000, RMSEA = 0.195. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana
72
kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.94 df = 2, p-value = 0.11445, RMSEA = 0.070. Dari hasil tersebut menunjukkan pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu keterampilan sosial. Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur atau tidak, dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.19 Tabel 3.19 Muatan faktor item keterampilan sosial No item 20 22 23 24 25
Lambda 0,22 0,54 0,69 0,86 0.05
T-Value 2,71 7,17 8,80 10,42 0,61
Std. Eror 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08
Signifikan V V V V X
Pada tabel 3.19 terdapat item yang memiliki nilai koefisien t < 1.96 yaitu item 25. Sedangkan item lainnya sigifikan (t > 1.96) sehingga item nomer 25 tersebut dinyatakan tidak valid. 3.5
Metode Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi self-esteem dan dimensi kecerdasan emosi sebagai IV terhadap perilaku prososial sebagai DV, serta untuk mengetahui berapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing IV terhadap DV maka peneliti
73
menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple regression analysis), yang penghitungannya menggunakan bantuan program atau software SPSS 16.0 . Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel terikat (Dependent Variable) yaitu perilaku prososial, dan 11 variabel bebas (Independent Variable), yang merupakan dimensi dari self-esteem, kecerdasan emosi, serta faktor demografis yaitu usia dan jenis kelamin. Sehingga susunan persamaan garis regresi penelitian adalah sebagai berikut: y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+ b10X10+b11X11+ e Dimana: y
= dependent variable, yang dalam hal ini perilaku prososial
a
= intercept (konstan)
b
= koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1
= independent variable dalam hal ini successes
X2
= independent variable dalam hal ini value
X3
= independent variable dalam hal ini aspirations
X4
= independent variable dalam hal ini defenses
X5
= independent variable dalam hal ini mengenali emosi diri
X6
= independent variable dalam hal ini mengelola emosi
X7
= independent variable dalam hal ini memotivasi diri
X8
= independent variable dalam hal ini mengenali emosi orang lain
X9
= independent variable dalam hal ini keterampilan sosial
X10 X11
== ==
independent variable dalam hal ini usia independent variable dalam hal ini jenis kelamin
e = residu Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara perilaku prososial dengan self-esteem, kecerdasan emosi, usia, dan jenis kelamin. Besarnya kemungkinan perilaku prososial, yang
74
disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. Fungsi R2 digunakan untuk melihat proporsi varians dari perilaku prososial yang dipengaruhi oleh self-esteem, kecerdasan emosi, usia, dan jenis kelamin. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari independent variabel satu persatu signifikan atau tidak. Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, dilakukan dengan menggunakan rumus F, yaitu sebagai berikut:
Dimana K adalah jumlah variabel bebas dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah independent variable yang diujikan tersebut memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabelvariabel independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti melakukan uji t. Uji t yang dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar error dari b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan peneliti. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program spss versi 16.0.
75
3.6. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdiri dari beberapa tahapan, yang penjabaran sebagai berikut: 1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian menentukan variable yang akan diteliti yaitu perilaku prososial, self esteem dan kecerdasan emosi. setelah itu mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala perilaku prososial yang diadaptasi dari Carlo dan Randall (2002) dengan bentuk skala likert, alat ukur self esteem berdasarkan adaptasi dari skala Coopersmith (1990) dengan bentuk skala likert, dan alat ukur kecerdasan emosi yang dibuat berdasarkan teori Goleman (1998). 2. Meminta expert judgment, yaitu dosen pembimbing yang dianggap ahli untuk menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan. 3. Menyesuaikan hasil expert judgment dengan pengklasifikasian yang telah dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan dasar teori yang telah dikemukakan. 4. Menentukan sampel penelitian yaitu perilaku prososial yang sesuai dengan kriteria dan lokasi yang telah ditetapkan yaitu Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Setelah mendapatkan persetujuan dari Pondok Pesantren, selanjutnya peneliti membuat surat izin penelitian kepada pihak fakultas
76
psikologi dengan melampirkan surat persetujuan pembimbing dan alat ukur penelitian untuk keperluan izin penelitian di Pondok Pesantren Daarul Rahman. 5. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebar angket kepada subjek yang telah ditentukan selama kurang lebih 4 hari. 6. Langkah terakhir setelah mendapatkan data yang diinginkan, peneliti melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah terkumpul, untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data dan pengujian dari hasil skala yang sudah didapatkan dalam pengujian hasil, peneliti menggunakan spss 16.0.
BAB 4 HASIL PENELITIAN Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil uji hipotesis dan proporsi varians. 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian maka pada subbab ini ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Frekuensi
%
2 16 63 35 34 22 22 5 1 200
1% 8% 31.5 % 17.5 % 17 % 11 % 11 % 2.5 % 0.5 % 100
113 87 200
56.5 % 43.5 % 100
Usia 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Total
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 200 orang dengan santri terbanyak berada pada usia 13 tahun, sejumlah 63 orang atau 31.5 %. Selanjutnya usia 14 tahun sebanyak 35 orang atau 17.5 %, lalu usia 15 tahun sebanyak 34 orang atau
77
78
15 %. Adapun usia tertinggi yang mengikuti penelitian ini berada pada usia 19 tahun sebanyak satu orang atau 0.5 %. Sementara usia paling rendah adalah usia 11 tahun sebanyak 2 orang atau 1 %. Selanjutnya, jumlah subjek berdasarkan jenis kelamin, pada penelitian ini memiliki jumlah sampel laki-laki sebanyak 113 santri atau 56.5 % dan sampel perempuan sebanyak 87 santri atau 43.5 %. 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan maksimum, minimum, mean dan standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4. 2 Hasil Analisis Deskriptif N
Descriptive Statistics Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Perilaku prososial
200
22.10
65.95
50.0000
9.20018
Succesess
200
23.03
66.36
50.0000
8.14916
Values
200
22.57
63.13
50.0000
7.42672
Aspirate
200
14.91
60.58
50.0000
8.26933
Defens
200
20.29
61.80
50.0000
8.96894
Mengenali emosi sendiri
200
26.88
62.13
50.0000
7.02528
Mengelola emosi
200
22.45
62.34
50.0000
7.63028
Memotivasi diri
200
18.33
61.40
50.0000
9.16507
Mengenali emosi orang lain 200
25.20
63.79
50.0000
7.88997
Keterampilan sosial
200
16.32
62.24
50.0000
8.28042
Valid N (listwise)
200
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa subjek penelitian sebanyak 200 orang dengan nilai minimum dari variabel perilaku prososial adalah 22.10 dengan nilai maksimum=65.95, mean = 50,0000 dan sd = 9.20018. Kedua, successes memiliki nilai minimum= 23.03, nilai maksimum =
79
66.36, mean = 50.0000 dan sd =8.14916. Ketiga, values memiliki nilai minimum = 22.57 dengan nilai maksimum = 63.13, mean = 50.0000 dan sd = 7.42672. Keempat, aspirations memiliki nilai minimum = 14.91, nilai maksimum = 60.58, mean = 50.0000 dan sd = 8.26933. Kelima, defenses memiliki nilai minimum = 20.29, nilai maksimum = 61.80, mean = 50.0000 dan sd = 8.96894. Keenam, mengenali emosi diri sendiri memiliki nilai minimum = 26.88, nilai maksimum = 62.13 mean = 50,0000 dan sd = 7.02528. Ketujuh, mengelola emosi memiliki nilai minimum =22.45, nilai maksimum = 62.34, mean = 50,0000
dan sd
=7.63028. Kedelapan, memotivasi diri memiliki nilai minimum =18.33, nilai maksimum =61.40, mean = 50.0000 dan sd = 9.16507. Kesembilan, mengenali emosi orang lain memiliki nilai minimum =25.20, nilai maksimum = 63.79, mean = 50.0000
dan sd =7.88997. Terakhir, keterampilan sosial memiliki nilai
minimum =16.32, nilai maksimum = 62.24 mean = 50,0000 dan sd =8.28042. 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu, tinggi dan rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut, peneliti menggunakan pedoman sebagai berikut Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor Kategori
Rumus
Rendah Tinggi
X < Mean X ≥ Mean
80
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel penelitian berdasarkan rendah dan tingginya variabel perilaku prososial disajikan pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4. Kategorisasi skor perilaku prososial
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
95 105 200
47,5 52,5 100,0
Cumulative Percent 47,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 47,5% atau 95 santri memiliki perilaku prososial yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki perilaku prososial tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 52,5% atau 105 santri. Selanjutnya pada tabel 4.5 adalah variabel skor kategorisasi secara keseluruhan dari self-esteem. Tabel 4.5. Kategorisasi skor self-esteem
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
97 103 200
48,5 51,5 100,0
Cumulative Percent 48,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa 48,5% atau 97 santri memiliki kategorisasi self-esteem yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi self-esteem tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 51,5% atau 103 santri.
81
Uraian selanjutnya, akan menjelaskan kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel successes disajikan pada tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6 Kategorisasi skor successes
Valid
Frequency
Percent
98 102 200
49,0 51,0 100,0
Rendah Tinggi Total
Cumulative Percent 49,0 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa 49,0% atau 98 santri memiliki kategorisasi successes yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi successes tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 51,0% atau 102 santri. Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel values disajikan pada tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.7 Kategorisasi skor Values
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
Rendah
100
50,0
50,0
Tinggi Total
100 200
50,0 100,0
100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa santri yang memiliki kategorisasi values yang rendah sama banyaknya dengan santri yang memiliki kategorisasi values tinggi yaitu sejumlah 50,0% atau 100 santri. Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel aspirations disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini.
82
Tabel 4.8 Kategorisasi skor aspiration
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
88 112 200
44,0 56,0 100,0
44,0 100,0
Rendah Tinggi Total
Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa 44% atau 88 santri memiliki kategorisasi aspirations yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi aspirations tinggi jumlahnya lebih banyak, yaitu 56, % atau 112 santri. Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel defenses disajikan pada tabel 4.9 di bawah ini. Tabel 4.9 Kategorisasi skor defenses
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
109 91 200
54,5 45,5 100,0
54,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa 54,5 % atau 109 santri memiliki kategorisasi defenses yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi defenses tinggi jumlahnya lebih sedikit, yaitu 45,5% atau 91 santri. Tabel selanjutnya adalah uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel kecerdasan emosi disajikan pada tabel 4.10 di bawah ini.
83
Tabel 4.10. Kategorisasi skor kecerdasan emosi
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
105 95 200
52,5 47,5 100,0
52,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa 52,5 % atau 104 santri memiliki kategorisasi kecerdasan emosi yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi kecerdasan emosi tinggi jumlahnya lebih sedikit, yaitu 48 % atau 96 santri. Uraian selanjutnya adalah mengenai gambaran kategori skor kategori variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel mengenali emosi diri sendiri disajikan pada tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Kategorisasi skor mengenali emosi diri sendiri
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
97 103 200
48,5 51,5 100,0
48,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.11 dapat dilihat bahwa 48,5 % atau 97 santri memiliki kategorisasi mengenali emosi diri sendiri yang rendah.Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi mengenali emosi diri sendiri tinggi jumlahnya lebih sedikit 51, 5% atau 103 santri. Selanjutnya, gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel mengelola emosi sendiri disajikan pada tabel 4.12 di bawah ini.
84
Tabel 4.12 Kategorisasi skor untuk mengelola emosi
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
110 90 200
55,0 45,0 100,0
55,0 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa 55 % atau 110 santri memiliki kategorisasi mengelola emosi yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi mengelola emosi tinggi jumlahnya lebih sedikit 45% atau 90 santri. Tabel selanjutnya adalah uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel memotivasi diri disajikan pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Kategorisasi skor memotivasi diri
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
123 77 200
61,5 38,5 100,0
61,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.13 dapat dilihat bahwa 61,5 % atau 123 santri memiliki kategorisasi memotivasi diri yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi memotivasi diritinggi jumlahnya lebih sedikit 38.5 % atau 77 santri. Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel mengenali emosi orang lain disajikan pada tabel 4.14 di bawah ini.
85
Tabel 4.14 Kategorisasi skor mengenali emosi orang lain
Valid
Frequency
Percent
Cumulative Percent
102 98 200
51,0 49,0 100,0
51,0 100,0
Rendah Tinggi Total
Berdasarkan data pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa 56% atau 112 santri memiliki kategorisasi mengenali emosi orang lain yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi mengenali emosi orang lain tinggi jumlahnya lebih sedikit 44 % atau 88 santri. Uraian mengenai gambaran kategori skor kategori variabel penelitian berdasarkan tinggi dan rendahnya variabel keterampilan sosial disajikan pada tabel 4.15 di bawah ini. Tabel 4.15 Kategorisasi skor keterampilan sosial
Valid
Rendah Tinggi Total
Frequency
Percent
Cumulative Percent
105 95 200
52,5 47,5 100,0
52,5 100,0
Berdasarkan data pada tabel 4.15 dapat dilihat bahwa 52,5 % atau 105 santri memiliki kategorisasi keterampilan sosial yang rendah. Sedangkan santri yang memiliki kategorisasi keterampilan sosial tinggi jumlahnya lebih sedikit 95 % atau 47,5 santri. 4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya, uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing IV terhadap DV dalam penelitian ini, analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regresion.
86
Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Alasan penulis menggunakan faktor skor ini ialah untuk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran. Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing - masing IV. Pengujian hipotesis dilakukan dilakukan dengan berapa tahapan. Langkah pertama peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.16. Tabel 4.16 Model Summary Analisis Regresi Model Summary
Model
d i m e n s i o n 0
1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.596a
.355
.317
7.60103
a. Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses Mengenali emosi sendiri, memotivasidiri , mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial,usia, jenis kelamin
Berdasarkan data pada tabel 4.16 dapat kita lihat bahwa perolehan Rsquare sebesar 35,5 % dijelaskan oleh IV sedangkan 64,5 % dari variabel yang lainnya. Artinya proporsi varians dari perilaku prososial yang dijelaskan oleh semua dimensi self-esteem, dimensi kecerdasan emosi, usia dan jenis kelamin dalam penelitian ini adalah sebesar 35,5%. Sedangkan 64,5% sisanya dipengaruhi
87
oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap perilaku prososial. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.17 dibawah ini. Tabel 4.17. Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV ANOVA b Model
1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5982.197 10861.820 16844.017
Df 11 188 199
Mean Square
F
Sig
543.836 57.776
9.413
.000a
a.
Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses Mengenali emosi sendiri, memotivasi diri , mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial,usia, jenis kelamin.
b.
Dependent Variable : perilaku prososial
Berdasarkan data pada tabel 4.17 kolom ke 6 dari kiri diketahui bahwa (p<0.05) atau signifikan, maka hipotesis nol ditolak. Oleh karenanya hipotesis minor yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh independent variable terhadap perilaku perilaku prososial diterima. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem (successes, values, aspirations dan defenses), kecerdasan emosi ( mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial) dan variabel demografis yaitu, usia serta jenis kelamin terhadap perilaku prososial. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable. Jika nilai t> 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan Hal ini menunjukkan bahwa bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku prososial. Adapun penyajiannya ditampilkan pada table 4.18.
88
Tabel 4.18 Koefisien regresi
Model 1
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Beta
(Constant) Successes
1.097 -.053
Std. Error 7.361 .087
Values Aspirations Defences
-.047 .269 -.006
Mengenali emosi sendiri
T Sig
-.047
.149 -.606
.882 .545
.086 .082 .076
.038 .242 -.006
.553 3.279 -.077
.581 .001 .939
.229
.114
.175
2.005
.046
Mengelola emosi
.080
.091
.066
.873
.384
Memotivasi diri Mengenali emosi orang lain
.071
.074
.071
.958
.340
-.034
.083
-.029
-.411
.682
.088
.213
2.702
.008
Usia .227 .329 .041 Jenis 2.525 1.168 .136 kelamin a. Depent variabel : perilaku prososial
.691 2.161
.491 .032
Keterampilan .237 sosial
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.18 dapat disampaikan persamaan regresi sebagai berikut, dengan tanda (*) yang artinya signifikan: Perilaku prososial = 1.097 - 0.047 sukses – 0.038 values + 0.242 *aspirations - 0.006 defenses
+
0.175
*mengenali emosi diri sendiri + 0.066 mengelola emosi + 0.071 memotivasi diri sendiri – 0.029 mengenali
emosi
orang
lain
+
0.213
*keterampilan sosial +0.041 usia + 0.136 *jenis kelamin
89
Berdasarkan data pada tabel 4.18, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai signifikan pada kolom yang paling kanan (kolom ke-6) jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap perilaku prososial dan sebaliknya. Dari hasil di atas, koefisien regresi dari aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan sisa lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa dari
sebelas independent variable hanya empat yang
signifikan yaitu aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masingmasing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel successes : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.047 dengan signifikansi sebesar 0.545 (p >0.05). Hal ini menunjukkan bahwa successess tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 2. Variabel values: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.038 dengan signifikansi sebesar 0.581 (p >0.05). Hal ini menunjukkan bahwa values tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 3. Variabel aspirations: Diperoleh
nilai koefisien regresi sebesar + 0.242
dengan signifikansi sebesar 0.001 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa asprations memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi aspirations maka semakin tinggi perilaku prososial.
90
4. Variabel defenses: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.006 dengan siginifikansi sebesar 0.939 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa defenses tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 5. Variabel mengenali emosi diri sendiri: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.175 dengan signifikansi sebesar 0.046 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa mengenali emosi diri sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi aspirations maka semakin tinggi perilaku prososial. 6. Variabel mengelola emosi: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.066 dengan signifikansi sebesar 0.384 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa mengelola emosi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 7. Variabel memotivasi diri: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.071 dengan signifikansi sebesar 0.340 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa memotivasi diri tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 8. Variabel mengenali emosi orang lain : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.029 dengan signifikansi sebesar 0.682 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa mengenali emosi orang lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 9. Variabel keterampilan sosial: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.213 dengan signifikansi sebesar 0.008 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki pengaruh positif yang signifikan
91
terhadap perilaku prososial. Dapat disimpulkan, semakin tinggi keterampilan sosial maka semakin tinggi perilaku prososial. 10. Variabel usia: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.041 dengan signifikansi sebesar 0.491 (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 11. Variabel jenis kelamin: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar + 0.136 dengan signifikansi sebesar 0.032 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku prososial. 4.5. Proporsi Varian Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing independent variable terhadap perilaku prososial.Pada tabel 4.18 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut. Kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan
92
sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada perilaku prososial dapat dilihat pada table 4.19 berikut: Tabel 4.19 Proporsi Varians untuk Masing–Masing Independent Variable (IV) Model summary
Model R
a.
b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Adjusted Std. Error Change Statistics R R of the R Square F Square Square Estimate Change Change df1
df2
Sig.F Change
1
.177a
.031
.026
9.07831
.031
6.379
1
198
.012
2
.296b
.087
.078
8.83347
.056
12.128
1
197
.001
3
.482c
.232
.221
8.12269
.145
36.986
1
196
.000
4
.489d
.239
.224
8.10621
.007
1.797
1
195
.182
5
.535e
.286
.268
7.87186
.047
12.784
1
194
.000
6
.544f
.296
.274
7.83679
.010
2.740
1
193
.099
7
.557g
.310
.285
7.77944
.004
3.856
1
192
.051
8
.557h
.311
.282
7.79776
.000
.099
1
191
.754
9
.582i
.338
.307
7.65974
.028
7.945
1
190
.005
10
582j
.339
.304
7.67449
.001
.270
1
189
.604
11
596k
.355
.317
7.60103
.016
4.671
1
188
.032
Predictors: (Constant), Successes Predictors: (Constant), Successes, Values Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, mengenali emosi sendiri Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, mengenali emosi sendiri, mengelola emosi Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenali emosi sendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenaliemosisendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, Keterampilan sosial, Usia Predictors: (Constant), Successes, Values, Aspirations, Defenses, Mengenaliemosisendiri, mengelolaemosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, Keterampilan sosial, Usia, jenis kelamin
93
Berdasarkan data pada tabel 4.18 dapat disampaikan informasi sebagai berikut : 1. Variabel successes memberikan sumbangan varians sebesar 3.1 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari nilai sig. F change = 0.012. Nilai F = 6.379 serta df1=1 dan df 2= 198. 2. Variabel values memberikan sumbangan varians sebesar 5.6 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari sig F Change = 0.001. Nilai F = 12.128 serta df1= 1 dan df2= 197. 3. Variabel aspirations memberikan sumbangan varians sebesar 14.5 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari nilai sig F change = 0.000. Nilai F = 36.986 serta df1=1 dan df2=196. 4. Variabel defenses memberikan sumbangan varians sebesar 0.7 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat dari sig F change = 0.182. Nilai F = 1.797 serta df1 = 1 dan df2= 195. 5. Variabel mengenali emosi diri sendiri memberikan sumbangan varians sebesar 4.7 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari sig F change = 0.000. Nilai F = 12.784 serta df1=1 dan df2=194. 6. Variabel mengelola emosi memberikan sumbangan varians sebesar 1 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat dari sig F change = 0.099. Nilai F = 2.740 serta df1 = 1 dan df2= 193. 7. Variabel memotivasi diri memberikan sumbangan varians sebesar 0.4 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p<0.05 dilihat dari sig F change = 0.051. Nilai F = 4.117 serta df1=1 dan df2=192.
94
8. Variabel mengenali emosi orang lain memberikan sumbangan varians sebesar 0 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p >0.05 dilihat dari sig F change = 0.754. Nilai F = 0.079 serta df1=1 dan df2= 191. 9. Variabel keterampilan sosial memberikan sumbangan varians sebesar 2.8 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari sig F change = 0.005. Nilai F = 7.954 serta df1=1 dan df2= 190. 10. Variabel usia memberikan sumbangan varians sebesar 0.1 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut tidak signifikan karena p > 0.05 dilihat dari sig F change = 0.604. Nilai F = 0.270 serta df1=1 dan df2= 189. 11. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 1.6 % pada perilaku prososial. Sumbangan tersebut signifikan karena p < 0.05 dilihat dari sig F change = 0.032. Nilai F = 4.671 serta df1=1 dan df2= 188. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh variabel independen, yaitu successes, values, aspirations, mengenali emosi sediri, memotivasi diri, keterampilan sosial dan jenis kelamin yang signifikan sumbangannya terhadap perilaku prososial jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan dari sumbangan proporsi variabel yang diberikan.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: “ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem (successes, values, aspirations dan defenses), kecerdasan emosi (mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, keterampilan sosial) serta variabel demografis, yaitu usia, dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis yang menguji signifikansi masingmasing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya empat koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi perilaku prososial yaitu dimensi aspirations, mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin. 5.2 Diskusi Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan
dari
variabel
self-esteem
(aspirations),
kecerdasan
emosi
(keterampilan sosial) dan jenis kelamin terhadap perilaku prososial pada santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
95
96
Secara terpisah
self-esteem berpengaruh terhadap perilaku prososial sebesar
23.4%. Sedangkan kecerdasan emosi sendiri berpengaruh signifikan sebesar 27.5 % terhadap perilaku prososial. Namun jika dilihat dari kategorisasi, nilai kategorisasi self-esteem lebih tinggi daripada kecerdasan emosi. Hal ini bisa saja terjadi, karena santri berada pada usia remaja, terkadang emosinya tidak selalu stabil. Namun hal ini tidak mempengaruhi perilaku prososialnya. Karena kategorisasi prososial rata-rata santri tinggi. Ini membuktikan bahwa pengajaran spiritual mampu membentengi mereka untuk tetap berprilaku sesuai dengan norma-norma dan ajaran agama, meskipun Pondok Pesantren Daarul Rahman berada di kawasan pusat bisnis daerah Senopati yang tergolong hedonis dan individualis. Pondok yang berdiri sejak tahun 1975 ini juga mampu mengembangkan anak didiknya agar terus survive di tengah perkembangan zaman yang sangat cepat. Hal ini salah satunya dibuktikan dari banyaknya santri yang berasal dari berbagai daerah yang terus berdatangan untuk menimba ilmu di Pondok tersebut. Adapun kegiatan santri seperti pidato, mengkaji kitab dan lainnya antara lain bertujuan untuk meningkatkan self-esteem mereka untuk mampu bersaing dengan lulusan dari sekolah lain. Terbukti, dari penelitian ini terlihat bahwa kategorisasi self-esteem santri ratarata tinggi. Self-esteem dan kecerdasan emosi yang difokuskan dalam penelitian ini juga terbukti mempengaruhi perilaku prososial. Meskipun dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel self-esteem dan kecerdasan emosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial, namun dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap perilaku prososial hanya aspirations,
97
mengenali emosi sendiri, keterampilan sosial dan jenis kelamin. Sedangkan dimensi lainnya tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial. Dalam penelitian ini dimensi aspirations pada variabel self-esteem terbukti berpengaruh terhadap perilaku prososial. Hal tersebut bisa disebabkan karena ratarata santri memiliki nilai kategorisasi aspirations yang tinggi. Aspirations berkaitan kuat dengan harapan dan tujuan seseorang. Keduanya merupakan salah satu faktor pendorong seseorang untuk melakukan perilaku prososial (Staub, 2003). Harapan dan tujuan seseorang dalam melakukan perilaku prososial menurutnya pula, seperti misalnya, meningkatkan derajat, mengurangi peperangan, berhubungan baik dengan orang lain, dan persahabatan. Pengaruh yang signifikan pada Aspirations dalam penelitian ini, bisa dikaitkan dengan persahabatan termasuk harapan untuk diterima dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2009) yang menyatakan bahwa kebutuhan akan persetujuan (need of approval) akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku prososial. Diterima oleh teman sebaya memang sangat penting bagi remaja, karena mereka lebih sering untuk meluangkan waktu dengan teman-temannya (Santrock, 1995). Penelitian Twenge, Ciarocco, Bartels, Baumester dan De Wall (2007) juga membuktikan bahwa orang yang diterima oleh teman sebaya akan lebih mudah menolong daripada orang yang ditolak dalam kelompok. Pada kecerdasan emosi, dimensi yang berpengaruh adalah mengenali emosi sendiri. Hasil yang didapat memang tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farikha (2011). Karena dalam penelitiannya tidak menemukan adanya pengaruh
98
antara mengenali emosi sendiri terhadap perilaku prososial. Namun, pernyataan White dan Gerstain (dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa self monitoring berpengaruh terhadap perilaku prososial. Kemampuan memantau diri (self monitor) berarti adalah mengetahui apa kelebihan, kekurangannya dan mampu menghadapi dan mengatasi permasalahan yang ada. Pada santri yang terbiasa hidup sendiri, dan hidup mandiri, bisa saja memacu mereka untuk mampu mengenal dirinya dan kemampuannya dengan lebih baik. Hal tersebut juga dibuktikan dengan kategorisasi mengenali emosi sendiri pada subjek dalam penelitian ini termasuk tinggi. Selain mengenali emosi sendiri, dimensi keterampilan sosial dalam penelitian ini juga berpengaruh terhadap perilaku prososial. Meskipun kategorisasi keterampilan sosial pada penelitian ini cenderung rendah, namun intensitas kebersamaan santri di Pondok, membentuk santri untuk mampu bersosialisasi dengan baik. Hal tersebut, akan membantu mereka untuk bertingkah laku yang sesuai dan positif, supportive, serta sedikit memiliki konflik dengan teman-temannya dan hasilnya akan meningkatkan perilaku prososial (Eisenberg dkk, 2006). Variabel selanjutnya yang berpengaruh terhadap perilaku prososial adalah variabel jenis kelamin (gender). Variabel ini berpengaruh terhadap perilaku prososial sebesar 1.8 %. Hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian Afolabi (2013) yang menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku prososial, namun hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bierhoff (2002) serta penelitian Caprara dan Steca (2005) yang menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku prososial. Namun hasilnya kontradiktif, karena temuan sebelumnya
99
menyatakan bahwa perempuan lebih prososial daripada laki-laki. Sedangkan dalam penelitian ini laki-laki menjadi dominan dalam penelitian, dengan hasil yang signifikan. Hal tersebut bisa saja terjadi karena pada laki-laki, mereka akan tampil menolong secara langsung, saat terjadi sesuatu. Bisa dikatakan seperti pahlawan. (Eagly & Crowley dalam Afolabi, 2013). Hasil ini terkait dengan peran tradisional laki-laki yang dipandang lebih kuat dan lebih memiliki keterampilan untuk melindungi diri. Sementara sifat perempuan, lebih tampil menolong pada situasi yang bersifat member dukungan emosi, merawat, dan mengasuh (Daux, Dane & Wrightsman, dalam Sarwono, 2009). Pada variabel self-esteem dan kecerdasan emosi terdapat tujuh variabel yang tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial yaitu, successes, values, defenses, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, memotivasi diri dan usia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan beberapa dimensi tersebut tidak berpengaruh terhadap perilaku prososial. Faktor pertama, jika dilihat dari data, beberapa dimensi tersebut yang tidak signifikan tersebut memiliki kategorisasi rata-ratanya rendah. Hal tersebut terbukti pada dimensi defenses, rata-rata santri memiliki kategorisasi rendah, yaitu sejumlah 119 dan hanya 91 santri yang memiliki defenses yang tinggi. Begitu juga pada dimensi mengenali emosi orang lain, dimana hanya 88 santri nilai kategorisasi mengenali emosi orang lain yang tinggi, sedangkan 112 orang lainnya memiliki nilai kategorisasi mengenali emosi orang lain yang rendah. Kategorisasi yang rendah juga terjadi pada values, mengelola emosi, dan memotivasi diri.
100
Faktor lain yang menyebabkan beberapa dimensi tersebut tidak berpengaruh, disebabkan karena subjek dalam penelitian ini berada pada fase remaja. Pada masa tersebut, seseorang mengalami banyak perubahan, diantaranya perubahan fisik, dan kelenjar. Inilah yang membuat emosinya sering meledak dan terkadang melampiaskan emosi dengan marah dan dalam istilah sering disebut dengan periode badai dan tekanan (Hurlock, 1996). Inilah yang membuat mereka kurang bersikap alruistik. Apabila dikaitkan dengan teori psikososial Erikson, usia remaja berada berada tahap perkembangan psikososial ke lima, yaitu fase identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Pada saat itu fokus utama remaja adalah pencarian identitas (Santrock, 2011). Hal tersebut membuat sikap dan prilaku mereka yang berubah-ubah untuk mencari minat, tujuan, serta harapan mereka yang sesuai di masa depan. Peneliti juga mencoba menganalisis dari proses empati yang merupakan motivasi terpenting dalam proses perilaku prososial. Davis (dalam Taufik 2012) menyebutkan bahwa proses empati digolongkan ke dalam empat tahapan yaitu antecedents, processes, intrapersonal outcomes, dan interpersonal outcomes. Dalam tahapan-tahapan tersebut, perilaku menolong baru akan muncul pada tahap intrapersonal outcomes. Karena pada tiga tahap sebelumnya, seseorang hanya mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, tanpa ada satu tindakan yang mengarah kepada kagiatan menolong atau perilaku prososial. Dengan demikian,
101
tidak berpengaruhnya beberapa dimensi diatas, terutama dimensi empati bisa terjadi karena subjek belum mencapai tahap interpersonal outcomes. Adapun faktor lainnya, berasal dari kelemahan dan kekurangan peneliti dalam proses penelitian. Kekurangan tersebut disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah sampel antara lelaki dan perempuan, adanya bias budaya, bahasa dalam mengadaptasi item dari skala baku kurang tepat. Kelamahan lainnya menurut peneliti juga berasal dari santri, pada saat mengisi kuesionare, seperti, adanya faking good terhadap item karena kecenderungan subjek untuk mengisi sesuai dengan norma yang berlaku, serta mood subjek pada saat pengisian kuesionare. Hal tersebut mampu mempengaruhi tidak signifikannya beberapa dimensi pada penelitian ini. 5.3 Saran Pada penelitian ini, peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologi dan saran praktis. Saran metodologi sebagai bahan pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya, dan saran praktis sebagai bahan masukan bagi pembaca, sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. 5. 3. 1 Saran Teoritis 1. Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan hanya satu pondok, yaitu Pondok Pesantren Daarul Rahman. Saran bagi peneliti selanjutnya, agar tidak menggunakan subjek hanya dari satu pondok. Dengan demikian peneliti bisa mendapatkan wawasan lebih luas, bagaimana perilaku prososial pada dua pesantren yang berbeda.
102
2. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang perilaku prososial, diharapkan untuk menambah variabel lain yang berpengaruh terhadap perilaku prososial, seperti variabel spritualitas, pola asuh, sef-concept dan juga kepribadian. Hal tersebut, untuk memperkaya hasil penelitian dan pengetahuan tentang perilaku prososial. 3. Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperhatikan jumlah sampel antara laki-laki dan perempuan. Karena dengan perbandingan sampel yang seimbang, diharapkan hasil yang diperoleh dapat lebih akurat. 4. Penelitian menekankan pada penelitian kuantitatif. Maka akan lebih baik jika penelitian selanjutnya, melengkapi data-data kuatitatif yang ada dengan hasil dari penelitian kualitatif. Dengan begitu akan mampu menjelaskan lebih detail motif – motif yang membuat para santri melakukan perilaku prososial. 5.3.2 1.
Saran Praktis Saran bagi managemen pondok adalah rutin mengadakan kebersamaan yang sistematis, seperti pelatihan pembentukan karakter islami dan training motivasi atau kegiatan lain yang bertujuan mengarahkan santri dalam proses pembentukan karakter dan jati diri mereka. Hal tersebut terkait dengan hasil penelitian ini, yang membuktikan bahwa mengenali emosi sendiri dan aspiration memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku prososial.
2.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa keterampilan sosial signifikan mempengaruhi perilaku prososial. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti sarankan agar pengurus pondok memperbanyak kegiatan yang mengasah kemampuan
103
mereka dalam bekerjasama, diantaranya kegiatan pramuka, marawis, dan olahraga. 3.
Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar santri memiliki kecerdasan emosi yang rendah jika dilihat dari kategorisasi. Namun pengaruh kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial paling besar dibandingkan dengan variabel selfesteem, usia dan jenis kelamin. Oleh sebab itu peneliti sarankan kepada para santri untuk aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakulikuler pondok. Karena dengan menambah intensitas waktu bersosialisasi dalam satu kegiatan formal akan membuat santri menjadi lebih bertanggung jawab, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
4.
Meskipun dalam penelitian ini self-esteem memiliki pengaruh lebih sedikit daripada kecerdasan
emosi, namun
hasilnya
menunjukkan
self-esteem
berpengaruh positif terhadap perilaku prososial. Maka itu, sangat disarankan bagi ustadz dan pengurus Pondok untuk terus memberikan dukungan positif saat pada santri yang melakukan perilaku prososial. Dengan begitu akan memacu mereka untuk melakukan perilaku prososial dan menumbuhkan rasa solidaritas kepada sesama. 5.
Kepada walisantri, agar tetap memantau tingkah laku dan moral anaknya baik dirumah ataupun di pondok, pada saat menjenguk. Karena kontrol moral dan kedisiplinan yang dibuat oleh pondok akan hilang jika orang tua tidak ikut mengawasi perkembangan anaknya.
104
DAFTAR PUSTAKA
Afolabi, O. (2013) Roles of personality types, emotional intelligence and gender differences on prosocial behavior. Psychological thought. 6 (1), 124-139.DOI : 10.5984 Asia, N. (2008) Hubungan antara harga diri dan asertivitas dengan perilaku prososial remaja. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Asy’ari, Z. (1996). Moralitas pendidikan pesantren.Yogyakarta. Lembaga Kajian Sumber Daya Manusia (LKPSM). Bar-On, R.(2006). The Bar-on model of emotional intelligence (ESI). Psichotema. 18, 13-25. Baumeister, R. (2005). Rethinking self-esteem. Stanford Social Inovation review. Retrieved from http://www.academia.edu/8860170/Stanford_Social_Innovation_Review_518_Memori al_Rethinking_Self-Esteem_Why_nonprofits_should_stop_pushing_selfesteem_and_start_endorsing_self-control
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial.10th ed. Jakarta: Erlangga. Baron, R.A., Branscome, N., Byrne, D. (2008). Social psychology. 12th ed. Pearson Education,. Inc. Bierhoff. (2002). Prosocial Behavior. New York. Psychology Press Branden, N. (1992). The power of self esteem. Florida. Health Communication.inc Carlo, G., & Randall, B. A. (2002).The development of a measure of prosocial behaviors for late adolescents. Journal of Youth and Adolescence. 31(1), 3144. Cherniss, C. (2000) Emotional Intelligence : What it is and why it matters, consortium for research on Emotional Intelligence in organizations. Coopersmith, S., (1990) The Antecedents of self esteem, Consulting Psychologists Press Deaux, K., Dane, F.C., Wrightman, L.S, & Sigelman, C.K. (1990). Social psychology in the ‘90s. California :Pasific Grove. Eisenberg, N.(2006). Social, emotional and personality development. 6th ed. Hand book of child psychology.
105
Eisenberg,. N,. & Mussen,. P.H. (1989) The roots of prosocial behavior in children. Cambridge University Press. Cambridge. Ervin, S. (2003). The psychology of good and evil. Cambrdige. Fajri, N. (2013). Pengaruh self-esteem, kecerdasan emosi dan konformitas teman sebaya terhadap agresitifitas remaja. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Farikha, R. (2011) Pengaruh tipe kepribadian big five dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial satuan polisi pamong praja kota tangerang. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Feldman, R.S. (1985). Social psychology : Theories, research and aplication. United States of America: McGraw-Hill Companies. Goleman .(1998). Working with Emotional Intelligence. New York. Bantam Dell. Goleman, D. (1997). Kecerdasan emosional. Hermaya (terj). Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Gregor, Gary, L, Conner Hubert, (1971) Reciptoral Altruisme : The effect of selfesteem and anticipation of face-to-face on reciprocation. Annual convention of the western psychological association, San Fransisco, California. Hartaty, N. (1997). Perilaku dan Motif Prososial Anak Berbakat Intelektual Umum. Thesis. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Heatherton, T ., Wyland, C . (2003). Assesing Self-esteem. Dartmouth Colege Hills, P.R., Francis, L.J., & Jennings, P., (2011), Reseived School Short From Coopersmith Self-Esteem Inventory. American Psychological Association, Retrieved from PsycTEST.DOI: 10.1037/t0565-000. Hurlock, E. B. (1996). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.5th. Jakarta: Erlangga. Jannah, M. (2008). Hubungan antara kecerdasan ruhani dan tipe kepribadian ekstrovert terhadap perilaku prososial pada santri. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mayer, Caruso, Gill, Salovey (2003) Measuring Emotional Intelligence With the MSCEIT V2.0. American Psychological Association. 3(1), 97-105. DOI: 10. 1037/1528-3542.3.1.97. Minchinton, (1993). Maximum self esteem : The hand book for reclaiming your sense of self worth. Kuala Lumpur. Golden books center Sdn, Bhd
106
Mruk, C.J. (2006). Self-Esteem research, theory and practice : Toward a positive psychology of self-esteem.3rd ed. New York: Springer Publishing Company. Inc Nawawi, I., et, al. (2014). Syarah dan terjemah riyadhus shalihin. 10th ed. Jakarta.Al-I;tishom. Penner, L, A., Fritzsche, B, A., Craiger, J.P., Freifeld, T. R. (1995). Measuring the Prosocial personality. Advances in personality assesment. 10. Hillsdale, NJ: Erlbaum. Pusa, V. (2010) Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial pada karyawan area network PT Telkom Purwokerto. Skripsi. Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Rudyanto, E. (2010). Hubungan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual dengan perilaku prososial pada perawat. Skripsi. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sabiq, Z., & Asad. D. (2012) Kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan perilaku prososial santri pondok pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Jurnal psikologi Indonesia. 1 (2), 53-65. Salovey, P., & Mayer (1990). Emotional intelligence. Baywood Publishing. Santrock, J.W. (1995). Life Span development. Perkembangan Masa hidup, Achmad & Juda (terj) Jakarta: Erlangga Santrock, J.W. (2011). Masa perkembangan anak: Children. Pakpahan. V. Anugraheni, W (terj). Jakarta: Salemba. Sarwono,S.W., & Meinarno. (2009). Psikologi sosial. Jakarta : Salemba Humanika. Sears, O. D. Freedman, J. L., & Peplau, L. A . Social psychology. 5th . Michael Driyanto (terj). 1994. Jakarta : Erlangga. Srimanjaya, D. (2007) Hubungan antara Orientasi Keagamaan dan Harga diri dengan Perilaku Prososial. Skripsi. Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sweson,.R., & Prelow, H. (2004). Ethnic identity, self esteem, and perceived efficacy as mediator of the relation of supportive parenting to psychosocial outcomes among urban adolescents. Jurnal Of Adolescence (28), 465-477. Taufik. (2012). Empati: pendekatan psikologi sosial. Jakarta : Rajawali Press.
107
Twenge, J., Ciarocco., N., Bartels., Baumeister, R., & De Wall, N. (2007). Social exlucion: decreas prosocial behavior. Jurnal of Personality and Social Psychology. 92 (1), 56-66. Walgito, B. (2008). Psikologi sosial. Yogyakarta : Andi offset. Wrightsman, S. L. (1977). Social Psychology. California : Wadsworth Publishing Company, Inc. Yusuf, Z., & Listiara, A. (2012). The difference between prosocial tendency regular classes and special classes SMAN 1 and SMAN 3 Semarang. Jurnal psikologi. 1 (1), 120-138. Zanden, V. J. W. (1993). Human Development. 5th ed. United Stated Of America ; Mc Graw-Hill,inc.
LAMPIRAN
Assalamualaikum Wr. Wb
Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya bermaksud mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Self-esteem dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Prososial pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta”. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama adik-adik dalam mengisi skala ini. Skala ini bukan tes, sehingga setiap orang bisa mempunyai jawaban berbeda. Tidak ada jawaban salah dalam pengisian skala ini. Semua jawaban adalah benar apabila sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran Adik-adik sendiri tanpa pengaruh dari siapapun. Jawaban yang Adik-adik berikan akan dijamin kerahasiaannya sehingga tidak akan berakibat pada nilai Adik-adik. Atas perhatian dan kesediannya, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
Nuris Fakhma Hanana
IDENTITAS RESPONDEN Nama/Inisial
:
Kelas
:
Usia
:
Jenis kelamin
:
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
.............................................................. (Nama/Inisial dan tanda tangan)
PETUNJUK Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan, lalu berilah tanda checklist (√) pada salah satu pilihan jawaban yang paling mewakili keadaan diri Anda pada saat ini. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah : SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
Contoh : No. 1.
Pernyataan Saya merasa bahagia.
STS
TS
S √
SS
Skala 1 No
Pernyataan
1
Saya dapat membantu orang lain dengan baik ketika banyak orang yang melihat.
2
Saya merasa bahagia ketika dapat menyenangkan hati orang yang sedang sedih.
3
Saya akan lebih cepat membantu seseorang, ketika berada di tempat umum.
4
Manfaat utama dalam membantu adalah saya dianggap baik.
5
Keuntungan akan saya dapatkan, jika membantu dihadapan banyak orang.
6
Saya akan membantu orang lain yang berada dalam kondisi darurat.
7.
Ketika seseorang meminta pertolongan, saya akan langsung membantunya
8.
Saya lebih suka menyumbang tanpa menyebut nama.
9.
Saya akan tetap membantu orang yang suka menyakiti dirinya sendiri.
10.
Saya akan tetap membantu orang, meskipun tidak ada satupun orang yang mengetahui.
11.
Saya cenderung untuk membantu orang lain yang sedang tertekan perasaannya.
STS TS S
SS
12.
Saya ingin menjadi pusat perhatian saat membantu orang lain.
13.
Sangat mudah bagi saya membantu orang yang berada dalam kesulitan.
14.
Saya terbiasa membantu orang lain tanpa diketahui siapapun.
15.
Membantu orang lain, membuat saya disegani teman-teman.
16.
Saya dengan cepat membantu jika situasinya menyentuh perasaan saya.
17.
Saya tidak segan membantu siapapun yang membutuhkan bantuan.
18.
Menurut saya membantu seseorang tanpa ada yang mengetahui adalah hal yang membahagiakan.
19.
Dengan beramal membuat saya terkenal.
20
Situasi yang menyentuh perasaan membuat saya ingin membantu mereka yang membutuhkan.
21.
Saya akan merasa lebih baik apabila menyumbang tanpa diketahui orang lain.
22.
Jika saya membantu seseorang, maka mereka harus membantu saya.
23.
Menurut saya membantu merupakan tanggung jawab sebagai sesama makhluk hidup.
24.
Saat melihat teman kesulitan saya bersikap acuh dan seolah tidak tahu tentang kesulitan mereka.
25
Kehadiran orang lain, tidak mempengaruhi saya dalam membantu seseorang.
26.
Saya sering membantu orang lain yang tertimpa musibah.
27.
Saya akan meluangkan waktu untuk membantu seseorang yang berada dalam kondisi kritis.
28.
Saya hanya akan membantu seseorang yang meminta bantuan
29.
Saya akan tetap membantu seseorang walapun tidak dalam kondisi darurat
30.
Saat memberikan bantuan kepada orang lain, biasanya banyak yang saya pertimbangkan.
Skala 2 No
Pernyataan
1
Nilai-nilai saya selama ini membanggakan
2
Saya termasuk orang yang populer di Pondok.
3
Saya termasuk orang yang mudah menyerah.
4
Saya malu berbicara didepan kelas.
5
Banyak teman yang tidak menyukai saya.
6
Saya membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi dengan sesuatu yang baru.
7.
Saya mampu mempengaruhi teman-teman dipondok untuk aktif berbahasa Arab dan Inggris.
8.
Teman-teman selalu mengikuti pendapat saya.
9.
Saya termasuk orang yang mudah marah .
10.
Saya mampu untuk mengikuti peraturan-peraturan pondok selama menjadi santri.
11.
Orang tua selalu menuntut agar saya mampu dalam segala hal.
12.
Orang tua saya bangga dengan prestasi yang saya miliki.
13.
Saya sering merasa tidak berguna.
STS TS S
SS
14.
Saya adalah orang yang menyenangkan.
15.
Jika saya mampu, ada banyak hal yang ingin saya ubah dalam hidup ini.
16.
Saya sering cemas saat mendapat tugas muhadhrahah.
17.
Saya tidak menganggap serius ejekan dari teman-teman saya.
18.
Saya adalah orang yang rendah diri.
19.
Saya mampu melakukan banyak hal seperti yang dapat orang lain lakukan.
20
Saya mampu menghadapi ujian lisan dan tulisan dengan tenang.
21.
Saya selalu mempersiapkan diri dengan baik, dalam menghadapi ujian.
22.
Saya akan lulus pondok dengan nilai yang baik.
23.
Banyaknya hafalan dipondok menjadikan saya semakin bersungguh-sungguh dalam belajar.
24.
Apa yang saya lakukan biasanya akan gagal.
25
Sangat sulit menjadi diri saya sendiri.
Skala 3 No
Pernyataan
1
Saya mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri saya.
2
Saat sedang marah, saya lebih memilih diam daripada berdebat apalagi berkelahi.
3
Saat terjadi perselisihan dengan teman, saya lebih memilih
STS TS
S
SS
untuk duduk sendiri dikamar. 4
Walaupun saya tahu apa saja yang menjadi peraturan pondok, tetapi saya masih sering melanggar.
5
Ketika sedih, saya menjadi malas untuk mengerjakan tugas.
6
Saat sedih ataupun senang, saya mudah menceritakannya kepada teman-teman.
7.
Saat berdiskusi di kelas, saya cenderung diam.
8.
Kesulitan yang saya hadapi membuat saya lebih dewasa dan mandiri.
9.
Saya mampu menghadapi stres dengan tenang.
10.
Saya sulit melupakan masalah yang tidak menyenangkan.
11.
Saya sering memberi semangat teman yang sedang memiliki masalah.
12.
Saya tidak mau mengawali percakapan dengan orang yang belum saya kenal
13.
Saya sering diminta teman-teman untuk memberikan nasihat.
14.
Saya mudah terpuruk saat gagal pada suatu pekerjaan
15.
Saya suka mempelajari sesuatu yang baru.
16.
Saat teman menceritakan masalahnya saya dapat ikut merasakannya.
17.
Saat ada teman yang berkelahi, saya lebih memilih untuk menjauh dari mereka.
18.
Saya sering menghindari teman yang ingin menceritakan masalahnya pada saya.
19.
Saya mudah berkawan dengan orang-orang yang baru saya kenal.
20
Bekerjasama dengan orang lain hanya merepotkan saya.
21.
Saya sering marah bila ada orang yang berbeda pendapat dengan saya.
22.
Saya mampu bekerjasama dengan baik.
23.
Saat ada teman yang menceritakan masalahnya, saya akan mendengarkannya dengan penuh perhatian.
24.
Saat ada teman yang berselisih saya mampu mendamaikan mereka.
25
Saat saya terlibat konflik dengan teman, saya akan menceritakannya dalam group besar.
Terimakasih semoga sukses selalu
Lampiran 4 Syntax
Syntax perilaku prososial
DATE: 12/15/2014 TIME: 9:48
L I S R E L 8.70 BY Karl G. Jöreskog& Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\prososial\baru alt\alt.spl: ujivaliditasaltruisme da ni=5 no=200 ma=pm la it4 it15 it19 it22 it23 pm sy fi=altruisme.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk altruism fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 2 td 2 1 pd ou tv mi ss
Compliant Uji validitas compliant Da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=com.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk compliant fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 4 pd ou tv mi ss
Emotional Uji validitas emotional da ni=5 no=200 ma=pm la it2 it11 it16 it20 it26 pm sy fi=emotional.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk emotional fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 1 td 2 1 pd ou tv mi ss public ujivaliditas public da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=publik.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk public fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss
anonymous ujivaliditas anonymous da ni=5 no=200 ma=pm la it8 it10 it14 it18 it21 pm sy fi=anony.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk anonymous fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss Dire Uji validitas dire da ni=5 no=200 ma=pm la it6 it9 it13 it27 it29 pm sy fi=dire.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk dire fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 pd ou tv mi ss Syntax Self-Esteem Successes Uji validitas sukses da ni=10 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 it6 it7 it8 it9 it10 pm sy fi=sukses.cor mo nx=10 nk=1 lx=fr td= sy,fi lk sukses fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 6 6 td 7 7 td 8 8 td 9 9 td 10 10 fr td 10 7 td 2 1 td 8 7 td 8 6 td 10 6 td 9 6 td 5 2 pd ou tv mi ss
Values Uji Validitas Value da ni=5 no=200 ma=pm la it11 it12 it13 it14 it25 pm sy fi=value.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk value fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 2 1 pd ou tv mi ss Aspiration ujivaliditas aspirations da ni=5 no=200 ma=pm la it15 it19 it22 it23 it24 pm sy fi=asp.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk aspiration fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 3 2 pd ou tv mi ss Defenses Uji validitas defenses dani=5 no=200 ma=pm la it16 it17 it18 it20 it21 pm sy fi=defences.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk defences fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 4 2 pd ou tv mi ss
Syntax kecerdasan emosi Mengenaliemosisendiri Uji validitas mengenali emosi sendiri Da ni=5 no=200 ma=pm la it1 it2 it3 it4 it5 pm sy fi=emosisendiri.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengenaliemosisendiri fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 4 td 4 2 pd ou tv mi ss MengelolaEmosi Uji validitas mengelola emosi da ni=5 no=200 ma=pm la it6 it7 it8 it9 it10 pm sy fi=mengelolaemosi.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengelolaemosi fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 2 pd ou tv mi s Memotivasidiri Uji Validitas motivasidiri da ni=5 no=200 ma=pm la it11 it12 it13 it14 it15 pm sy fi=motivasi.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk motivasidiri fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 2 1 pd ou tv mi ss
Mengenaliemosi orang lain Uji validitas mengenali emosi orang lain da ni=5 no=200 ma=pm la it16 it17 it18 it19 it21 pm sy fi=emosioranglain.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk mengenaliemosi orang lain fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 4 1 td 4 2 td 5 1 pd ou tv mi ss Keterampilansosial Uji Validitasketerampilansosial Da ni=5 no=200 ma=pm la it20 it22 it23 it24 it25 pm sy fi=sosial.cor mo nx=5 nk=1 lx=fr td=sy,fi lk keterampilansosial fr td 1 1 td 2 2 td 3 3 td 4 4 td 5 5 td 5 1 td 3 1 pd ou tv mi ss
Lampiran 5 Path diagram CFA
Path diagram altruisme
Path diagram compliant
Path diagram emotional
Path diagram public
Path diagram anonymous
Path diagram dire
Path diagram sucsesess
Path diagram values
Path diagram aspirations
Path diagram defenses
Path diagram mengenali emosi sendiri
Path diagram mengelola emosi
Path diagram motivasi diri
Path diagram mengenali emosi orang lain
Path diagram keterampilan sosial