Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
47
Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain terhadap Kinerja Karyawan Industri Kimia Tekstil (Batik) Di Yogyakarta Ir. H. Abdul Malik Khalik, MM, Ir. Sutarno, M.Sc. dan Fuad Nashori, S.Psi., M.Si. Dosen Fakultas Teknologi Industri dan Psikologi Universitas Islam Indonesia Abstract
The aim of this research is to know the influence response of chemical essence and another stress such as work environment, organization management, and the job itself, to the employees’ work of Batik Company in Yogyakarta. The respondents of this research are employees of batik companies in Sleman, Bantul, and Yogyakarta City. The data of this research is primer and secondary. The primary data collected through questionnaire, and secondary data is collected trough library study. Analyze of data is descriptive and statistic by using product moment analyze. The result of this research shows that there is a significant relationship between responses to stress source with employees work. More positive the response wills more height the employees work motivation. Key-words: Chemical essence, stress condition, and Batik Company work.
Latar Belakang Masalah Karyawan maupun pihak yang mempekerjakan karyawan tentu berharap agar kinerja yang dapat ditunjukkan karyawan dapat berlangsung optimal. Kinerja yang baik akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sebaliknya, kinerja karyawan yang tidak memadai akan menjadikan produktivitas tidak menentu. Salah satu hambatan yang sering terjadi dalam mengoptimalkan kinerja karyawan khususnya di dunia industri adalah kecelakaan atau terganggunya kesehatan pekerja saat melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu di berbagai negara isu tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Occupational Health and Safety/OHS) yang diakibatkan oleh efek zat-zat kimia (berupa NaOH, HCl, zat warna Naphtol, garam diazonium, zat warna reaktif, natrium hipo-chlorit, blankhoper, dan lain-lain) serta kondisi stres negatif, telah menjadi pusat perhatian organisasi. Di Australia, menurut Schuller, et al., (1992), OHS muncul menjadi isu penting untuk para manajer SDM. Dengan menerima mandat untuk menekan biaya yang lebih efisien dan efektif serta memainkan peran penting di dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, manajer tersebut berhasil memperoleh keuntungan positif dengan memperhatikan kualitas kondisi lingkungan kerja. Demikian pula di Indonesia, pemerintah berupaya sedemikian rupa agar para pengusaha memberi perhatian yang serius dalam menciptakan lingkungan kerja
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
48
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
yang sehat dan aman, sehingga kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin. Terciptanya suasana kerja, baik menyangkut pekerjanya maupun kondisi lingkungan kerja yang sehat dan aman, akan berpengaruh pada proses pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja. Tingginya kecelakaan kerja akibat efek zat-zat kimia dan kondisi stres dapat menurunkan produktivitas kerja dan tentunya akan mengurangi profit organisasi. Dengan merujuk pada pendapat Stoner (1995), maka faktor kritis bagi organisasi dalam hal ini adalah menyediakan sarana lingkungan kerja yang mendukung K3 (Kesehatan dan Keselamatan pada pekerjanya). OHS menjadi sedemikian penting karena beberapa peristiwa yang tidak diinginkan telah terjadi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan di berbagai negara. Di Australia misalnya, Bahle dan Quinland (Irianto, 2001), menunjukkan bukti yang mengindikasikan sekitar 2.700 pekerja di negara tersebut meninggal akibat kecelakaan kerja sementara sekitar 600.000 pekerja menderita luka-luka atau sakit karena efek zat-zat kimia mengandung B3 (bahan beracun) dan kondisi stres negatif untuk setiap tahunnya. Angka rata-rata kecelakaan kerja di dunia termasuk Indonesia juga cukup tinggi. Namun, angka pasti tidak dapat diperoleh mengingat banyak peristiwa kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan. Angka kecelakaan kerja yang cukup tinggi tersebut tentu saja harus ditekan dengan mengingat berbagai akibat negatif yang ditimbulkannya pada sektor ekonomi. Sebagai contoh misalnya, bagaimana Australia harus mengeluarkan biaya sebesar A$ 10 sampai A$ 37 juta per tahun untuk merehabilitasi berbagai masalah akibat kecelakaan kerja. Tingginya kecelakaan kerja dan stres negatif, juga dapat menurunkan angka produktivitas dan mengurangi profit organisasi. Dengan memperhatikan persoalan dan akibat yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja dan stres negatif, maka persoalan pencegahan (prevention), perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) dari kecelakaan kerja menjadi tantangan utama bagi para manajer organisasi. Semakin majunya dunia usaha, maka hubungan antara pengusaha dan pekerja serta kondisi lingkungan kerja semakin kuat dan mempunyai kedudukan saling mempengaruhi. Ketiga faktor tersebut harus berjalan bersama-sama agar dapat diperoleh keuntungan (profit margin) bagi perusahaan. Masalah Stres, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Occupational Health and Safety) khususnya akibat stres di dunia industri batik adalah masalah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kesejahteraan dan terhindar dari kecelakaan atau terganggunya kesehatan akibat melaksanakan pekerjaan. Namun dalam kenyataannya di dunia industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta sering terjadi kecelakaan atau terganggunya kesehatan psikis (stres) pekerja akibat melaksanakan pekerjaan. Untuk itu maka perlu dicari dan dirumuskan masalahnya, yaitu 1. Secara umum: sejauhmana pengaruh sumber stress secara keseluruhan (respon atas zat-zat kimia, lingkungan kerja, manajemen organisasi, dan pekerjaan itu sendiri), terhadap kinerja pekerja pada industri batik di Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Secara khusus: sejauhmana pengaruh masing-masing sumber stress (respon atas zat-zat kimia, lingkungan kerja, manajemen organisasi, dan pekerjaan itu sendiri), terhadap kinerja pekerja pada industri batik di Daerah Istimewa Yogyakarta? Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (OHS) khususnya stres tersebut
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
ISSN: 1410-2315
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
49
yang berkaitan dengan industri batik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini hanya dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan sumber stress (seperti lingkungan kerja, manajemen organisasi, zat-zat kimia dan pekerjaan itu sendiri) dengan kinerja. Yang dimaksud dengan sumber stress adalah respon karyawan terhadap lingkungan kerja, manajemen organisasi, zat-zat kimia dan pekerjaan itu sendiri. Dalam penelitian ini yang diukur adalah respon karyawan terhadap lingkungan kerja, manajemen organisasi, zat-zat kimia dan pekerjaan itu sendiri. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar respon karyawan terhadap lingkungan kerja, manajemen organisasi, zat-zat kimia dan pekerjaan itu sendiri sehingga akan diketahui sumber stress yang paling dominan. Metode Penelitian Lokasi yang hendak diteliti adalah industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berada di Kabupaten Bantul, Kotamadya dan Kabupaten Sleman, secara cluster random sampling, sebanyak 16 industri/perusahaan batik, dengan 64 sampel tenaga kerja (± 40%) dari populasi industri batik di Daerah Istimewa Yogyakarta (Kuncoro, 2002). Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil melalui melihat dan mengadakan wawancara langsung dengan sampel/responden (pemilik perusahaan batik, manajer perusahaan batik dan para pekerja perusahaan batik), serta dengan memberikan daftar pertanyaan (kuisioner) terhadap sampel pada obyek penelitian, (data efek penggunaan zat-zat kimia dan kondisi stres, maupun data tentang kondisi stres terhadap kinerja pekerja pada perusahaan batik). Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang terkait dengan industri/perusahaan batik, seperti dari Kantor Pemerintahan Desa, Kecamatan dan Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bantul, Kotamadya dan Kabupaten Sleman, serta Kantor Deperindag Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di bawah ini Tabel 1 yang menunjukkan jumlah industri/perusahaan batik di masingmasing daerah kabupaten dan jumlah sampel tenaga kerja. Tabel 1 Jumlah Perusahaan Batik dan Tenaga Kerja Sampel Daerah/kabupaten Bantul Kotamadya Sleman Total
Jumlah sampel perusahaan batik 6
Jumlah sampel tenaga kerja 24
8 2
32 8
16
64
Sumber : Data Survei
Setelah data dikumpulkan baik yang berupa efek zat-zat kimia dan kondisi stres maupun data kinerja, maka pengujian data dilakukan dengan skala Likert. Pengukuran interval dan metode nilai atau skor.
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
50
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
Dari data tersebut misalnya yang berupa efek zat-zat kimia, masing-masing sampel tenaga kerja dalam responnya akan mendapat nilai baik (nilai 3), nilai sedang (angka 2) dan nilai jelek (angka 1). Begitu juga untuk kondisi stres tenaga kerja, sedangkan untuk data kinerja karyawan dengan menggunakan metode nilai dan prosentase. Data tersebut dianalisis secara deskriptif. Dalam penelitian ini akan menguji : 1. Sejauhmana respon atas zat-zat kimia pada karyawan perusahaan batik tersebut. 2. Sejauhmana pengaruh respon atas zat-zat kimia terhadap kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data yang diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil Penelitian Deskripsi Responden Berikut ini akan dijelaskan umur, jender, pengalaman kerja dan tingkat pendidikan tenaga kerja industri/perusahaan Batik di Daerah Istimewa Yogyakarta. 1. Kelompok Umur Tenaga kerja yang bekerja pada industri/perusahaan batik pada umumnya berumur antara 17 tahun sampai 65 tahun, yaitu 81,25 % atau 52 reponden, sedangkan yang berumur diatas 65 tahun ada 12 responden atau 18,75 %. Dari hasil tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pada perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 81,25 % tenaga kerja/karyawan berumur antara 17-65 tahun atau dikatakan umur produktif. Dan 18,75 tenaga kerja / karyawan berumur diatas 65 tahun, atau dikatakan umur yang sudah kurang produktif lagi. Hal ini banyak terdapat pada industri / perusahaan batik di daerah pedesaan, karena di pedesaan umur 65 tahun masih banyak dipekerjakan, dan di pedesaan tidak ada alternatif lain pekerjaan yang lebih cocok, di samping pengalaman bekerja / keahliannya pada industri / perusahaan batik. 2. Komposisi Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan Secara umum komposisi tenaga kerja laki-laki dan perempuan terlihat bahwa tenaga kerja perempuan masih dominan di ketiga daerah tingkat dua (Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta) industri / perusahaan batik, lihat tabel 2 berikut. Tabel 2. Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Daerah Tingkat II (Perusahaan Batik) Bantul Sleman Kota Yogyakarta Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
%
Jumlah
%
10 3 12
41,66 37,50 37,50
14 5 20
58,34 62,50 62,50
25
39,06
39
60,94
Sumber : Data Survei
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa industri / perusahaan batik di daerah Bantul tenaga kerja laki-laki 41,66% dan perempuan 58,34%. Di daerah Sleman tenaga kerja laki-laki 37,50% dan perempuan 62,50%. Sedangkan di Kota Yogyakarta yang dikenal paling banyak memiliki industri / perusahaan batik jumlah tenaga kerja laki-laki adalah 37,50% dan perempuan 62,50%. Secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja perempuan masih dominan yaitu
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
ISSN: 1410-2315
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
51
mencapai 60,94% dan tenaga kerja laki-laki 39,06 %. Hal ini karena jumlah angkatan kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta, baik di pedesaan maupun di kota tenaga kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki, di samping dalam pelaksanaan pekerjaan di industri / perusahaan batik lebih banyak untuk ditangani tenaga perempuan. 3. Pengalaman Kerja Secara umum tenaga kerja (karyawan yang bekerja pada industri / perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta) sudah bepengalaman di atas lima tahun yaitu mencapai 67,18 %, dan yang berpengalaman 2-5 tahun 29,53 % sisanya yang berpengalaman kerja di bawah dua tahun 3,25 %. Untuk lebih jelasnya Gambar 1 menunjukkan bahwa tenaga kerja / karyawan mayoritas sudah berpengalaman kerja di industri perusahaan batik diatas lima tahun.
Gambar 1 Pengalaman Kerja pada Industri Batik
4.
Dengan mayoritas tenaga kerja berpengalaman di industri / perusahaan batik, banyak responden beralasan merasa tidak mempunyai keahlian lain selain di industri / perusahaan batik, ini banyak terdapat di daerah pedesaan. Sedangkan tenaga kerja yang berpengalaman kurang dari dua tahun banyak terdapat di daerah kota, dan tenaga kerja baru, ingin mencoba atau belajar untuk usaha batik. Tingkat Pendidikan Hasil temuan studi pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta, menunjukkan bahwa bahwa tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaannya, ternyata mayoritas hanya berpendidikan setingkat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) yaitu mencapai 43,75 %. Untuk jelasnya berikut tabel 3 mengenai tingkat pendidikan tenaga kerja (karyawan pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta) Tabel 3 Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja pada Indusrtri/Perusahaan Batik Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Akademi / PT Total
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 28 22 4
15,625 43,750 34,375 5,950
64
100,000
Sumber : Data Survei
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
52
Dalam Industri / perusahaan batik tingkat pendidikan bukan merupakan persyaratan yang mutlak adanya. Karena dalam industri batik yang sangat diperlukan adalah ketrampilan (tenaga yang terampil) atau pengalaman, pendidikan tinggi atau akademik masih terbatas pada pekerjaan manajemen atau pengelolaan yang sudah berjalan pada industri batik besar atau maju dan biasanya yang berada di kota-kota, sedangkan untuk tenaga kerja yang melaksanakan proses produksi batik, masih banyak tenaga kerja yang berpendidikan menengah bahkan masih ada yang sekolah dasar. Jadi yang diperlukan pada industri / perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan, mereka yang berpendidikan terbesar dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) 43,75 %, Sekolah Menengah Atas (SMA) 34,375 %, Sekolah Dasar (SD) 15,625 % dan pendidikan perguruan tinggi hanya 5,95 %. Kinerja Karyawan Industri / Perusahaan Batik Dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta tentu banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, misalnya tentang kualitas pekerjaan, kejujuran, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Di bawah ini tabel 5 tentang tingkat kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik. Tabel 5 Tingkat Kinerja Karyawan Industri / Perusahaan Batik Di Yogyakarta Persentase (%) Tingkat Kinerja Komponen Kerja Buruk 1. Mutu pekerjaan karyawan
yang
dikerjakan
Sedang
Baik
14,063
48,437
37,500
2. Tingkat kejujuran
0
21,875
78,125
3. Inisiatif karyawan
0
54,687
45,313
4. Kehadiran kerja
9,375
31,250
59,375
5. Sikap karyawan
6,250
43,750
50,000
7,813
42,187
50,000
7. Keahlian / keandalan bekerja
6,250
57,812
35,938
8. Pengetahuan tentang pekerjaan
4,688
48,437
46,875
0
62,500
37,500
12,500
46,875
40,625
Jumlah
60,939
457,510
472,251
Rata – rata
6,939
45,751
47,225
6. Kerja sama antar karyawan
9. Rasa tanggung jawab 10. Pemanfaatan waktu
Sumber : Data Survei
Dari Tabel 5 tersebut di atas, menunjukan bahwa rata-rata kinerja karyawan batik di Daerah Istimewa Jogjakarta dalam keadaan baik (47,225 %), tingkat kinerja karyawan sedang (45,751 %) dan tingkat kinerja karyawan buruk (6,094 %) . Hal yang menonjol dalam kinerja karyawan yang baik yaitu antara lain , tingkat kejujuran karyawan (78,125 %), kedisiplinan dalam kehadiran kerja (59,375 %) dan sikap baik serta kerja sama antar karyawan masing-masing 50 %. Tingkat kinerja karyawan dengan predikat sedang (normal) yang menonjol diantaranya masalah rasa tanggung jawab jawab (62,500 %), keahlian / kendala
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
ISSN: 1410-2315
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
53
dalam bekerja (57,812 %) dan mempunyai inisiatif dalam bekerja (54,687 %), dan tingkat kinerja yang buruk bagi karyawan, yang menonjol adalah pada masalah antara lain mutu/kualitas pekerjaan yang dihasilkan (14,063 %), pemenfaatan waktu oleh karyawan (12,500 %) Untuk lebih jelasnya tingkat kinerja karyawan pada industri / perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta dibawah ini tabel 6. Tabel 6 Tingkat Kinerja Karyawan Perusahaan Batik Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tingkat Kinerja Buruk Sedang Baik Total Sumber : Data Survei
Persentase(%) 6,094 45,751 47,225 100,000
Keterangan Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3
Dari tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat stres karyawan pada industri / perusahaan batik mempunyai pengaruh yang beik terhadap kinerja para karyawannya. Pembahasan Teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan product moment menunjukkan: 1. Hipotesis mayor: Hipotesis yang berbunyi ada pengaruh respon terhadap sumber stres dengan kinerja diterima (r = 0,356; p = 0,001/ p<0,05) 2. Hipotesis minor: a. Hipotesis penelitian yang berbunyi ada pengaruh respon terhadap zat kimia dengan kinerja tidak diterima (r = 0,173; p = 0,086/ p>0,05) b. Hipotesis penelitian yang berbunyi ada pengaruh respon terhadap lingkungan kerja dengan kinerja diterima (r = 0,286; p = 0,011/ p<0,05) c. Hipotesis penelitian yang berbunyi ada pengaruh respon terhadap manajemen organisasi dengan kinerja tidak diterima (r = 0,137; p = 0,140/ p>0,05). d. Hipotesis penelitian yang berbunyi ada pengaruh respon terhadap pekerjaan dengan kinerja diterima (r = 0,234; p = 0,031/ p<0,05) Dengan hasil di atas dapat diketahui bahwa respon terhadap lingkungan kerja dan respon terhadap pekerjaan itu sendiri memberi pengaruh terhadap kinerja yang ditunjukkan karyawan. Bagi karyawan, hal yang paling mempengaruhi mereka adalah respon terhadap lingkungan kerja dan pekerjaan. Lingkungan kerja yang menurut mereka baik, yang ditandai oleh hubungan antara manusia yang baik, lingkungan fisik yang nyaman, dan sebagainya, menjadikan mereka tidak terganggu saat melakukan pekerjaan. Dengan lingkungan yang baik mereka dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang mereka harus selesaikan. Lingkungan kerja yang baik juga menjadi tempat yang inspiratif bagi seseorang untuk mengerjakan tugas-tuganya dengan baik. Dengan demikian, ke depan perlu dilakukan modifikasi terhadap lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan dapat optimum kinerjanya.
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
54
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
Selain lingkungan kerja, pekerjaan yang setiap hari dilakukan oleh pekerja juga secara potensial berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Ada kalanya seseorang sangat cocok dengan suatu pekerjaan yang sangat menyenangkan hatinya. Kalau pekerjaan itu menyenangkan seseorang, maka ia akan sangat bergairah dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, bila pekerjaan terlalu berat atau tidak menyenangkan, maka ia menjadi kurang bergairah menyelesaikan pekerjaan tersebut. Penelitian di atas juga menunjukkan bahwa respon terhadap zat kimia dan respon terhadap manajemen organisasi tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kinerja karyawan. Dengan demikian, zat kimia dan manajemen organisasi tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kinerja karyawan. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis telah terbukti benar, bahwa ada pengaruh sumber stress perusahaan batik dengan kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi sumber stres karyawan pada industri/perusahaan batik maka semakin besar pula tingkat sukses kinerja karyawan dan demikian pula sebaliknya. 2. Secara khusus respon terhadap lingkungan kerja dan respon terhadap pekerjaan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik di DIY. 3. Secara khusus respon terhadap manajemen organisasi dan respon terhadap zat kimian tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan pada industri/perusahaan batik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saran Adapun Saran (Rekomendasi) yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan dengan hasil penelitian ini, penelitian selanjutnya yang merupakan penelitian kelanjutan yang lebih mengarah pada peningkatan kinerja karyawan untuk membantu para karyawan maupun pengusaha batik lebih maju dan dapat meningkat kesejahteraannya. 2. Dengan adanya penelitian pada perusahaan batik, diharapkan pemerintah yang memegang kebijaksanan akan sering mengadakan kontak bisnis (pameran) dengan pihak luar sehingga pemasaran hasil produksi batik akan semakin meningkat. 3. Perlu adanya lembaga yang khusus menangani produksi batik, sebagai ciri khas produk Yogyakarta sehingga sagala permasalahan dapat diatasi dengan cepat dan tepat, untuk menghindarkan diri dari kepunahan. 4. Perlu ada bantuan pemerintah disamping pemasaran juga kredit yang mudah dan lunak untuk mempercepat pengembangan perbatikan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Daftar Pustaka Charlesworth, E.A. 1984. Stress Management, Balentine Books, New York. Coleman, V. 1991. Stres: Pencegahan dan Penanggulangannya, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006
ISSN: 1410-2315
Abdul Malik Khalik, Pengaruh Respon Atas Zat-zat Kimia dan Sumber Stres Lain..
55
Irianto, J, 2001, Occupation Health and Safety, Printice-Hall, USA. Karim, A. 2000. Hubungan antara Pelaksanaan Shalat Wajib Lima Waktu dengan Stres Kerja pada Karyawan, Skripsi, Fakultas Psikologi UII, Yogyakarta. Kuntjoro, M, 2003, Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi Industri, BP-YKP, Yogyakarta. Lembaga Penelitian, 2003, Pedoman Kegiatan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah, UII, Yogyakarta. Mardiana dan Muafi, 2001, Studi Empiris Pengaruh Stressor terhadap Kinerja, Jurnal Ilmiah Terakreditasi, JURNAL SIASAT BISNIS FE-UII, no.6, vol 2, Yogyakarta. Munawaroh, 2001, K3 sebagai Upaya Peningkatan QWL dan QL, Jurnal Ekonomi dan Manajemen STIE YO, no.2 vol.3, Yogyakarta. Sugiarto, dkk, 1998, Teknologi Tekstil, BP-ITB, Bandung. Umar, H, 2003, Evaluasi Kinerja Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
ISSN: 1410-2315
LOGIKA, Vol. 3, No. 1, Januari 2006