Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Lembaga Keuangan Syariah ( Studi Kasus Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan ).
Mohamad Nur Utomo ABSTRACT BMT is an institution which its main activity is fund raising from society then revolves it with purpose to generate revenue from which. BMT in activities that are more focused on small and micro-economic development. In order to function BMT remain sustainable it is necessary to conduct the evaluation or assessment of BMT, especially in financial performance. One of the concepts of banking health measurements that can be used to assess the performance of BMT using CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) financial ratios. This research has purpose to prove the effect of Capital Adequacy Ratio (CAR), Asset Quality Productive (KAP), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset(ROA), Operating Expenses/Operating Income (BOPO ) Financing to Deposit Ratio (FDR) and Cash Ratio to SHU Profit Growth and which the most dominant variables that affect to SHU Profit Growth. The object of this research is Islamic cooperative BMT Al- Fath Tarakan in the period of 2006 through 2010. Data collection methods using primary data. Data obtained by direct observation in the field through the company's management. The analysis methods used are Classical Assumption Test, Multiple Regression, and Hypothesis Testing. From the F test result it shows that variable of CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO , FDR and Cash Ratio simultaneously affect significantly to SHU Profit Growth. According to the t test result, it can conclude that NPM and FDR partially have effect to SHU Profit Growth, whereas CAR, KAP, ROA, BOPO and Cash Ratio partially don’t have effect partially. From the analysis of variables known to NPM (Net Profit Margin) are the dominant variables affecting SHU Profit Growth.
Keyword : CAMEL ,Financial Ratio, SHU Profit Growth.
2 I.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan syariah dalam satu dasawarsa ini telah mendorong munculnya industri keuangan syariah lainnya yang turut memberikan kiprah dan layanan pada masyarakat, seperti asuransi syariah, pasar modal syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, pegadaian syariah dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Kemunculan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
menjadi menarik perhatian dari
sekian perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Secara historis BMT pertama kali dikenal pada tahun 1992, jumlah BMT di seluruh Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 3.307 unit yang tersebar diseluruh propinsi di Indonesia. Asset BMT diperkirakan lebih dari 1,5 triliun rupiah, melayani lebih dari 2 juta penabung (anggota) dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola lebih dari 21.000 orang ( Wafa, 2010 ). BMT yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil ini mampu memberikan sentuhan tersendiri bagi upaya pertumbuhan sektor riil. Agar BMT dapat terus berperan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan dibutuhkan pengelolaan dan kinerja yang sehat. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi kualitasnya, masih banyak BMT yang memiliki kinerja yang kurang sehat ( keuangan, sumber daya manusia, maupun aspek lain kelembagaan ). Jika keadaan ini dibiarkan, maka akan dapat menjadi ancaman yang berat bagi lembaga tersebut. Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan Laporan Keuangan terutama dalam melihat pertumbuhan Laba dari tahun ke tahun.
Dari laporan
keuangan juga dapat di buat analisis rasio keuangan dan interpretasinya. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan BMT yaitu penilaian rasio kesehatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan istilah rasio CAMEL ( Capital, Asset, Management, Earning, dan Liquidity). Kelima aspek tersebut adalah modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Acuan pengukuran dengan menggunakan CAMEL berpedoman pada S E B I No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997, acuan manajemen yang tidak bertentangan secara prinsip dan Peraturan Pemerintah nomor : 227/KEP/M/V/1996 ( Buchori, 2009 : 195 ). Rasio-rasio keuangan CAMEL merupakan dasar untuk melihat sejauh mana pengelolaan BMT / Koperasi Syariah sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut berarti semakin sehat BMT / Koperasi Syariah tersebut. Pada kondisi seperti
3 ini akan lebih banyak ada jaminan perolehan laba / SHU yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini, menjadi penting untuk melihat sejauh mana rasio-rasio keuangan CAMEL mempengaruhi Pertumbuhan Laba SHU BMT. Dari uraian di atas menarik bagi peneliti untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara rasio CAMEL dengan Pertumbuhan Laba SHU sebuah BMT. 2. Rumusan Masalah Dengan demikian timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dan menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah rasio keuangan CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO FDR dan Cash Ratio mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan, baik secara simultan dan parsial ? 2. Variabel-variabel manakah yang dominan mempengaruhi Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan ?
3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : a. Mengetahui pengaruh variabel CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO , FDR dan Cash Ratio terhadap Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan secara simultan dan parsial. b. Mengetahui variabel mana yang dominan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan.
4. Manfaat Penelitian Adapun Manfaat dari Penelitian ini sebagai berikut : a. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengetahuan dan kajian tentang hubungan rasio keuangan ( CAMEL ) dengan Pertumbuhan Laba Lembaga Keuangan syariah. b. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu bahan pertimbangan referensi bagi peneliti lain dalam penelitian yang terkait. c. Penelitian ini diharapkan nantinya bermanfaat bagi kalangan akademisi maupun lembaga keuangan syariah dalam rangka melakukan penilaian kinerja perusahaan.
4 II.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Lembaga Keuangan Syariah Lembaga Keuangan Syariah didefinisikan sebagai badan usaha yang kekayaan utamanya berbentuk asset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam surat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti: simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain. Berdasarkan prinsip syariah dan tidak menyalahi dewan syariah nasional ( Pahlawan et al, 2009 ). Satu hal yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional adalah penerapan sistem bagi hasil yang menggantikan sistem bunga (Antonio, 2001 : 34). Perbedaan dan perbandingan antara Lembaga Keuangan syariah dan Lembaga Keuangan konvensional dapat dilihat yang disajikan berikut : Tabel 1. Perbandingan Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional Lembaga keuangan Syariah 1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
Lembaga Keuangan Konvensional 1. Investasi yang halal dan haram. 2. Memakai perangkat bunga.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa.
3. Profit oriented. 4. Hubungan
dengan
nasabah
3. Profit dan falah oriented.
dalam bentuk hubungan debitor-
4. Hubungan dengan nasabah dalam
kreditor.
bentuk kemitraan. 5. Penghimpunan
dan
5. Tidak terdapat Dewan sejenis penyaluran
dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah Sumber : Antonio (2001 : 34 ) Dalam dunia perbankan di Indonesia menunjukkan prospek lebih baik. Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, tatanan system kelembagaan keuangan di Indonesia mengalami perubahan secara mendasar. Diantara hasil perubahan tatanan sistem lembaga keuangan syariah tersebut (Muhamad, 2000 : 62) adalah : 1. Perbankan Islam ( Bank Umum Syariah / BPR Syariah ). 2. Asuransi Takaful. 3. Leasing ( Ijarah ). 4. Pegadaian Syariah ( Rahn ). 5. Reksadana Syariah. 6. DPLK Syariah.
5 7. BMT / Koperasi Syariah. 2. Konsep BMT (koperasi syariah) BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal wa Tamwil atau dapat ditulis dengan Baitul Mall wa baitul tamwil.
Secara harfiah / lughowi Baitul Maal berarti
rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha.
Kedua pengertian tersebut
memiliki makna yang berbeda dan dampak yang berbeda pula. Baitul Maal dengan segala konsekuensinya merupakan lembaga sosial yang berdampak pada tidak adanya keuntungan duniawi atau material didalamnya, sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang karenanya harus dapat berjalan sesuai prinsip bisnis yakni efektif dan efisien ( Ridwan Muhammad, 2006 : 1 ). Dari pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sebagai sosial. Sebagai lembaga sosial, Baitul Maal memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah, oleh karenanya Baitul Maal ini harus didorong untuk mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan ( Ridwan Muhammad, 2006 : 1). Strategi BMT tidak jauh berbeda dengan strategi BPRS (Sumitro warkum, 2002 : 129).
Strategi tersebut meliputi :
a. BMT hendaknya tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersikap aktif melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu dengan tambahan modal, sehingga memiliki prospek usaha yang lebih baik. b. BMT memiliki perputaran dana dengan jangka waktu yang pendek dengan fokus utamanya pada usaha menengah dan kecil. c. BMT harus terus mengkaji dan mengenali pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat persaingannya dengan lembaga keuangan yang sejenis. Menurut Muhammad Ridwan (2006 : 35 ) baik bank syariah maupun BMT memiliki sistem produk yang relatif sama, maka pembahasan produk ini tentu saja berlaku untuk kedua jenis lembaga keuangan syariah tersebut. Fungsi utama Bank syariah dan BMT juga sama yakni menjadi perantara keuangan ( financial intermedian) antara shahibul maal (anggota BMT baik bersifat individu maupun lembaga
yang menempatkan dananya di BMT ) dan mudarib ( anggota, bukan
anggota atau calon anggota
baik bersifat individu maupun lembaga yang
memanfaatkan dana atau mendapatkan pelayanaan pembiayaan dari BMT ). Secara umum produk-produk BMT adalah sebagai berikut : a. Produk Funding
6 Produk funding di BMT merupakan produk yang dimaksudkan untuk mendapatkan dana, guna membiayai operasional rutin. Dalam mengembangkan produk funding ini, BMT menyusun berbagai kemasan supaya dapat menarik anggota dan calon anggota. Namun demikian, secara umum produk funding di BMT menganut dua prinsip yakni : Wadiah dan Mudharabah ( Ridwan Muhammad, 2006 : 39 ). b. Produk Financing Produk financing merupakan pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaan.
Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada
anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari anggotanya. Sasaran pembiayaan adalah semua sektor ekonomi seperti pertanian, industri rumah tangga, perdagangan dan jasa ( Muhamad, 2000 :119 ). Secara umum prinsip pembiayaan yang berlaku di BMT sama dengan di bank syariah.
Produk pembiayaan tersebut dibagi menjadi empat prinsip ( Ridwan
Muhammad, 2006 : 41) yakni : 1. Bagi hasil ( profit and loss sharing atau revenue sharing ). 2. Jual beli ( sale and purchase ). 3. Sewa ( operational lease and financial lease ). 4. Prinsip Jasa ( fee based services ). 3. Rasio Keuangan Menurut Selamet Riyadi ( 2006 : 155 ) rasio keuangan perbankan yang sering diumumkan dalam neraca publikasi biasanya meliputi rasio permodalan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) ; Aktiva Produktif yaitu Aktiva Produktif Bermasalah, Non Performing Loan (NPL), PPAP terhadap Aktiva Produktif dan Pemenuhan PPAP ; rasio rentabilitas yaitu Return On Asset (ROA), Return On Equty (ROE), Net Interest Margin (NIM), Beban Operasioanal Termasuk Beban Bunga dan Beban PPAP serta Beban Penyisihan Aktiva Lain-Lain Dibagi Pendapatan Operasional Termasuk Pendapatan Bunga (BO/PO) ; rasio likuiditas yaitu Cash Ratio dan Loan To Deposit ratio (LDR). a. Capital Adequacy Ratio ( CAR ) CAR yaitu rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. Untuk saat ini minimal CAR sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), atau ditambah dengan Risiko Pasar dan Risiko Operasional, ini tergantung pada kondisi lembaga keuangan yang bersangkutan. CAR yang ditetapkan oleh Banking for International Settlement (BIS) ( Riyadi Selamet , 2006 : 161 ). b. Non Performing Loan (NPL)
7 NPL adalah debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam golongan 3, 4, 5 dari 5 golongan kredit yaitu debitur yang kurang lancar, diragukan dan macet. Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan pengolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses penurunan kualitas kredit (Prasnanugraha, 2007). NPL merupakan perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas 3 sampai 5 dikurangi PPAP Khusus dengan tingkat kolektibilitas 3 sampai 5 dibandingkan dengan Total Kredit yang diberikan bank ( Riyadi Selamet, 2006 : 160 ). c. Return On Asset (ROA) ROA merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (Prasnanugraha, 2007). ROA adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara Laba ( sebelum pajak ) dengan total asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efesiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank bersangkutan ( Riyadi Selamet, 2006 : 156 ). d. Return On Equty (ROE) ROE adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara Laba (setelah pajak) dengan Modal (Modal Inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat % (persentase) yang dapat dihasilkan ( Riyadi Selamet, 2006 : 155 ). ROE sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri ( Sutrisno, 2003 : 255 ). e. Net Interest Margin (NIM) NIM merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets). Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang dimaksud dengan aktiva produktif adalah penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual
8 kembali, (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya
yang dapat
dipersamakan dengan itu. Oleh karennya bank wajib menjaga selalu kualitas aktiva produktifnya dan melaporkan perkembangannya ke Bank Indonesia secara berkala ( Prasnanugraha, 2007 ). f.
Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO) BOPO, adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut karena lebih efesien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan ( Riyadi Selamet, 2006 : 159 ). Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan BOPO. Efisiensi operasi juga mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna ( Prasnanugraha, 2007 ).
g. Loan To Deposit ratio (LDR) LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dihimpun oleh bank.
LDR menunjukkan tingkat
kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Maksimal LDR yang diperkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110% ( Riyadi Selamet, 2006 : 165 ). 4. Penilaian Kesehatan BMT Menurut Metode CAMEL Kesehatan Koperasi Syariah adalah suatu kondisi yang dinyatakan dalam bentuk penilaian dengan predikat sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Tingkat kesehatan BMT/Koperasi Syariah dinilai dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dari berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan BMT/Koperasi Syariah. Acuan penyusunan kesehatan koperasi syariah ( Buchori, 2009 : 194 ) yaitu : 1. SE BI No. 30 / 3 / UPPB tanggal 30 April 1997. 2. Acuan manajemen yang tidak bertentangan secara prinsip. 3. Peraturan Pemerintah Nomor ; 227 / KEP / M / 1996. Sebagaimana di sebutkan di atas berdasarkan acuan penilaian tingkat kesehatan Koperasi Syariah meliputi faktor-faktor CAMEL yaitu : a. Capital ( Aspek Permodalan ) Penilaian terhadap Faktor Permodalan di dasarkan pada CAR yaitu rasio Modal terhadap ATMR(Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ). Tinggi rendahnya CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank
9 dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dikelola oleh bank tersebut ( Riyadi Selamet, 2006 : 171 ). b. Asset (Aspek Kualitas Aktiva Produktif) Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada dua rasio (Riyadi Selamet, 2006 : 172) yaitu sebagai berikut : a. Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap total Aktiva Produktif. b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Dibentuk (PPAPYD) oleh Bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Wajib Dibentuk (PPAPWD) oleh bank. Aktiva produktif yang diklasifikasikan diperhitungkan ( Riyadi Selamet, 2006 : 178 ) sebagai berikut : a. 25% dari kredit yang dalam Perhatian khusus ( special mentioned ). b. 50% dari kredit kurang lancar ( substandard ). c. 75% dari kredit diragukan ( doubtful ). d. 100% dari macet (loss). Kriteria aktiva produktif adalah pembiayaan kategori lancar yaitu pembiayaan yang diberikan dan dapat dikembalikan sesuai jadwal atau hingga menunggak tiga kali angsuran ( Buchori, 2009 : 199 ). Sedangkan pengertian pembiayaan/kredit yang berkategori Lancar,Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet menurut ketentuan Bank Indonesia berdasarkan SE - 09/PJ.42/1999,ditetapkan sebagai berikut : Tabel 2.
Klasifikasi Pembiayaan
Kategori Pembiayaan
Coll
Waktu Tunggakan
Lancar
1
1 s/d 30 Hari < 1 Bulan
Perhatian Khusus
2
30 s/d 90 Hari < 3 Bulan
Kurang Lancar
3
90 s/d 180 Hari < 6 Bulan
Diragukan
4
180 s/d 270 Hari < 9 Bulan
Macet
5
> 270 Hari > 9 Bulan
Sumber : Bank Indonesia, (1999)
c. Management (Aspek kualitas Manajemen) Untuk menilai kesehatan BMT dalam aspek manajemen ini, biasanya dilakukan melalui kuisioner yang ditujukan bagi pihak manajemen koperasi (berdasarkan acuan SK Dir. BI No. 30/11/Kep/DIR tanggal 30 April 1997 dan SE No.30/2/UPBB tanggal 30 April 1997) akan tetapi pengukuran itu sulit dilakukan karena akan
10 terkait dengan unsur kerahasiaan perusahaan, maka dalam penelitian ini aspek manajemen diproksikan dengan Net Profit Margin (NPM) sebagaimana yang dinyatakan Merkusiwati ( 2007 ) bahwa Aspek manajemen pada penilaian kinerja bank tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank Indonesia, tetapi diproksikan dengan NPM. Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manjemen kualitas aktiva, menajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. d. Earning (Aspek Rentabilitas) Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam ( Buchori, 2009 : 203 ), yaitu: 1. Rasio Laba SHU berjalan dikurangi pajak terhadap Total Assets (ROA ). 2. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rumusnya e. Liquidity (Aspek Likuiditas) Penilaian likuiditas Koperasi Syariah didasarkan atas dua macam rasio( Buchori, 2009 : 204), yaitu : 1. Cash Ratio (CR), yaitu perbandingan antara alat liquid dengan hutang lancar. Alat Likuid terdiri atas Kas, Giro, Tabungan dan deposito di bank syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya. Sedangkan Hutang lancar terdiri dari Kewajiban segera, Simpanan Mudharabah, Simpanan Wadiah dan Simpanan Berjangka. 2. Financing Debt Ratio (FDR), yaitu perbandingan antara pembiayaan yang diberikan terhadap dana yang diterima. Pembiayaan yang diberikan meliputi semua pembiayaan produktif maupun konsumtif yang masih belum dikembalikan ke koperasi syariah ditambah dengan penyertaan usaha pada sektor riil. Pembiayaan yang diberikan antara lain ; pembiayaan murabahah, pembiayaan mudharabah, musyarakah, pembiayaan ijaroh, Multijasa dan Ijaroh Muntahiya Bittamlik dan Penyertaan usaha unit sektor riil. Sedangkan Dana yang diterima meliputi Simpanan yang diterima dari anggota dan pihak lainnya ditambah Pembiayaan dari pihak lainnya, antara lain ; Simpanan Wadiah, Simpanan berjangka
Mudharabah,Pembiayaan
dari
Pihak
Lain,
Simpanan
Pokok,
Simpanan Wajib, dana Hibah dan Laba SHU berjalan. III.
KERANGKA KONSEPTUAL Rasio-rasio keuangan CAMEL merupakan dasar untuk melihat sejauh mana pengelolaan BMT
sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
11 Penelitian mengenai rasio keuangan CAMEL yang dilakukan oleh Wahyu Prasetyo (2005) dengan menggunakan alat analisis regresi mengungkapkan bahwa construct rasio keuangan capital, assets, management, earning, liquidity (CAR, NPL, GWM, BOPO dan NIM) signifikan dalam mempengaruhi Kinerja Bank (pertumbuhan Laba). Bepengaruhnya Rasio-rasio CAMEL tersebut bermanfaat dalam memprediksi Pertumbuhan Laba. Penelitian yang dilakukan oleh Suhardito et al (2000), menyatakan bahwa rasiorasio keuangan perbankan CAR, ROE , ROA dan GPM mampu memprediksi perubahan laba satu tahun kedepan. Nesti Hapsari (2005), dalam penelitiannya juga membuktikan pengaruh rasio keuangan berdasarkan alat analisis Capital (CAR), Assets (rasio kredit), Assets (rasio aktiva produktif), dan Liquidity (LDR) terhadap pertumbuhan laba serta kemampuan rasio keuangan dalam memprediksi keuntungan/laba. Hasil penelitian yang dilakukan Wahyu Prasetyo (2005) dan Nesti Hapsari (2005) semakin diperkuat kembali dengan penelitian oleh Hestina Wahyu Dewanti (2009) yang menunjukkan bahwa secara simultan rasio keuangan yang terdiri dari perubahan NPM, LDR, NPL, dan BOP berpengaruh terhadap perubahan laba. Dari uraian di atas terdapat adanya hubungan pengaruh antara rasio CAMEL dengan Pertumbuhan Laba. Sehingga dapat dinyatakan bahwa rasio-rasio (CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio)
CAMEL
berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Laba SHU baik secara simultan dan parsial. Berdasarkan hal
tersebut maka kerangka konseptual pada penelitian ini dapat
disajikan sebagai berikut : CAR (X1) KAP (X2) NPM (X3) ROA (X4)
Pertumbuhan Laba SHU (Y )
BOPO (X5) FDR (X6) CR (X7)
Gambar 1. Kerangka Konseptual
12
IV. HIPOTESIS Berdasarkan uraian kerangka konseptual di atas maka dalam penelitian ini dapat dibuat hipotesis bahwa, Rasio-rasio keuangan CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan secara simultan dan parsial. V.
METODE PENELITIAN 1. Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif, yang bertujuan untuk melihat hubungan antar variabel, menguji teori, dan mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif ( Rianse Usman dan Abdi, 2008 :19 ). Pada penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh rasio keuangan
yaitu
CAMEL (CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO , FDR dan Cash Ratio) terhadap Pertumbuhan Laba SHU pada lembaga keuangan syariah dengan mengambil studi kasus pada Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan.
2. Definisi Operasional Variabel penelitian terdiri dari variable independen (bebas)
dan dependen
(terikat). Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya. Variabel ini disebut variabel Y yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Pertumbuhan Laba SHU. Variabel Independen (bebas ) terdiri dari Rasio CAR disebut variabel X1, Rasio KAP disebut variabel X2, Rasio NPM disebut variabel X3, Rasio ROA disebut variabel X4, Rasio BOPO disebut variabel X5, Rasio FDR disebut variabel X6, Cash Ratio disebut variabel X7. a. Pertumbuhan Laba SHU (Y) Pertumbuhan Laba SHU merupakan persentase peningkatan atau penurunan Laba SHU pada periode ini dibanding dengan Laba SHU periode sebelumnya. Indikator yang di gunakan dalam Pertumbuhan Laba SHU adalah :
13 b. Rasio CAR (X1) CAR merupakan rasio kecukupan modal BMT. Indikator CAR dihitung sebagai berikut :
Komponen modal inti terdiri ; Simpanan Pokok (100%), Simpanan wajib (100%), Modal Hibah (100%), Cadangan Umum (100%), Laba Sisa Hasil Usaha (SHU) tahun lalu (50%) dan Laba Sisa Hasil Usaha (SHU) Berjalan (50%). Sedangkan komponen ATMR yaitu ; Kas (0%), Simpanan di Bank Syariah (20%), Deposito di Bank Syariah (30%), Piutang Pembiayaan (100%), Investasi sektor riil (50%), Penyertaan usaha lainnya (70%), Aktiva tetap/inventaris (100%) dan Aktiva lainnya (100%). c. Rasio KAP (X2) KAP merupakan pengukur kemampuan BMT dalam berusaha mengoptimalkan aktiva yang dimiliki untuk memperoleh Laba SHU.
KAP diperoleh
dengan
membandingkan Aktiva Produktif yang diklasifikasikan dengan Aktiva Produktif. Kriteria aktiva produktif adalah pembiayaan kategori lancar yaitu pembiayaan yang diberikan
dan
dapat
dikembalikan
sesuai
jadwal.
Aktiva
produktif
yang
diklasifikasikan adalah pembiayaan yang dikategorikan masuk dalam Perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet sehingga kurang atau tidak menghasilkan keuntungan / pendapatan koperasi. Indikatornya adalah :
AP Diklasifikasikan = ( 25% PK + 50% KL + 75% DR + 100% M ) d. Rasio NPM (X3) Rasio NPM merupakan rasio yang mewakili aspek Manajemen dalam CAMEL.
model
Dengan pertimbangan rasio ini menunjukkan bagaimana manajemen
mengelola sumber-sumber maupun penggunaan atau alokasi dana secara efisien. Indikator NPM dirumuskan sebagai beikut :
e. Rasio ROA (X4) Rasio ROA menunjukkan perbandingan antara Laba SHU (sebelum pajak) dengan total asset, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Pengukurannya dengan rumusnya sebagai berikut :
14
(
)
f. Rasio BOPO (X5) BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional. Indikatornya dengan rumusnya sebagai berikut :
g. Rasio FDR ( X6 ) FDR adalah perbandingan total pembiayaan yang diberikan dengan total dana yang diterima dari anggota dan pihak lainnya ditambah Pembiayaan dari pihak lainnya yang dinyatakan dalam rasio.
Melalui rasio ini diketahui kemampuan
BMT
mengembalikan kewajibannya kepada para deposan dengan menarik kembali pembiayaan-pembiayaan yang telah diberikan pada debitor. Indikatornya dengan rumus sebagai berikut :
h. Cash Ratio ( X7 ) Cash Ratio adalah perbandingan antara alat likuid dengan hutang lancar. Alat likuid terdiri atas Kas, Giro, Tabungan dan deposito di bank syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya. Sedangkan Hutang lancar terdiri dari Kewajiban segera, Simpanan Mudharabah, Simpanan Wadiah dan Simpanan Berjangka. Rumusnya adalah sebagai berikut :
1. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan meliputi data primer. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan observasi langsung di lapangan melalui pihak manajemen dan bagian accounting Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan. 2. Rincian Data Yang Diperlukan Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu kasus BMT (Koperasi Syariah) saja, yaitu Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan. Data yang diperlukan adalah data laporan keuangan tahunan (Neraca dan Laporan Sisa hasil Usaha) dari periode tahun 2006 sampai dengan 2010. Kemudian dari data tersebut di olah periodenya menjadi
15 per bulan baik Neraca dan Laporan Sisa Hasil Usaha (SHU). Sehingga semua data yang digunakan dalam penelitian sebanyak 60 bulan. VI.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini merupakan analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas baik bersama-sama (simultan) maupun secara parsial yaitu CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO , FDR dan Cash Ratio dengan Pertumbuhan Laba SHU sebagai variabel terikat. Untuk seberapa sejauhmana hubungan ketujuh variabel bebas tersebut secara simultan dengan variabel tergantung dapat diukur dari nilai F hitung. Nilai t hitung di dalam analisis regresi digunakan untuk melihat secara parsial sejauhmana hubungan masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung. Setelah dilakukan pengolahan data dengan bantuan program SPSS maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.
Ringkasan Hasil Estimasi Regresi Unstandardized
Variabel
Coefficients
Standardized Std. Error
B
Coefficients
t-rasio
Beta
Konstanta
-1,270
0,719
CAR(X1)
-0,366
0,720
KAP(X2)
2,116
NPM(X3)
Tingkat Signifikan
-1,766
0,083
-0,144
-0,509
0,613
1,223
0,516
1,731
0,089
2,541
1,149
0,625
2,212
0,031
ROA(X4)
-41,327
35,200
-0,333
-1,174
0,246
BOPO(X5)
-1,306
0,881
-0,491
-1,483
0,144
FDR(X6)
1,772
0,883
0,365
2,006
0,050
CASH
0,803
0,428
0,303
1,874
0,067
RATIO(X7) Sumber : Data primer yang di olah (2011) Y = - 1,270 - 0,366X1 + 2,116X2 + 2,541X3 - 41,327X4 - 1,306X5 + 1,772X6 + 0,803X7 Dari persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa Konstanta (α) sebesar -1,270 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan maka Pertumbuhan Laba SHU menurun sebesar -1,270%. Koefisien regresi CAR (β1)
16 sebesar -0,366 menyatakan bahwa setiap kenaikan
1% rasio CAR akan
menurunkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 0,366%,
dalam hal ini faktor lain
dianggap konstan. Koefisien regresi KAP (β2) sebesar 2,116 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% rasio KAP akan meningkatkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 2,116%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. Koefisien regresi NPM (β3) sebesar 2,541 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% rasio KAP akan meningkatkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 2,116%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. Koefisien regresi ROA (β4) sebesar -41,327 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% rasio ROA akan menurunkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 41,327%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. Koefisien regresi BOPO (β5) sebesar -1,306 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% rasio BOPO akan menurunkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 1,306%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. Koefisien regresi FDR (β6) sebesar 1,772 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% rasio FDR akan meningkatkankan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 1,772%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. Koefisien regresi Cash Ratio (β7) sebesar 0,803 menyatakan bahwa setiap kenaikan 1% Cash Ratio akan meningkatkan Pertumbuhan Laba SHU sebesar 0,803%, dalam hal ini faktor lain dianggap konstan. 2. Koefisien Determinasi Kekuatan pengaruh variabel bebas terhadap variasi variabel terikat dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan (R2), yang berada antara nol dan satu. Tabel 4. Koefisien Determinasi Model Summary Model
1
R
0,566
R Square
0,321
Adjusted
Std. Error of the
R Square
Estimate
0,229
0,2261793
a Predictors: (Constant), CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR, Cash Ratio b Dependent Variable: PERTUMBUHAN LABA SHU Sumber : Data primer yang di olah (2011)
Dari program SPSS pada Tabel 4. menunjukkan nilai R square sebesar 0,321. Hal ini berarti 32,1% Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan dipengaruhi oleh variabel independen CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash
17 Ratio. Sedangkan sisanya 67,9% (100% - 32,1%) dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain diluar model. 3. Pengujian Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Rasio-rasio keuangan CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU Koperasi Syariah BMT Al-Fath Tarakan secara simultan dan parsial.
Tabel 5.
Hasil Regresi Uji F (F-test) ANOVA
Model
Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
3,505
0,004
Squares 1
Regression
1,255
7
0,179
Residual
2,660
52
0,051
Total
3,915
59
a Predictors: (Constant), CAR,KAP,NPM, ROA, BOPO, FDR, Cash Ratio b Dependent Variable: PERTUMBUHAN LABA SHU Sumber : Data primer yang diolah (2011)
Uji F dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen (CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio) secara simultan (bersama-sama) terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Berdasarkan Tabel 5. di atas didapat nilai F hitung sebesar 5,505 dengan P value sebesar 0,004. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05. Dari hasil uji F ini disimpulkan bahwa variabel CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh yang berarti terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Uji t ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu) variabelvariabel independen (CAR, KAP, NPM, ROA BOPO, FDR dan Cash Ratio) terhadap variabel dependen (Pertumbuhan Laba SHU) atau menguji signifikansi konstanta dan variabel dependen. Dari Tabel 3. di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : Hasil uji pengaruh CAR (X1) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar -0,509 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,613. Hal ini berarti nilai P value lebih dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh variabel CAR secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh KAP (X2) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar 1,731 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,089. Hal ini berarti nilai
18 P value lebih dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh variabel KAP secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh NPM (X3) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar 2,212 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,031. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel NPM secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh ROA (X4) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar -1,174 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,246. Hal ini berarti nilai P value lebih dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh variabel ROA secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh BOPO (X5) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar -1,483 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,144. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh variabel BOPO secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh FDR (X6) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar 2,006 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,050. Jika dibandingkan nilai t tabel = 2,001 maka t hitung > t tabel. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa ada pengaruh variabel FDR secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Hasil uji pengaruh Cash Ratio (X7) terhadap Pertumbuhan Laba SHU (Y) didapat nilai t hitung sebesar 1,874
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,067. Hal ini
berarti nilai P value lebih dari 0,05. Dari hasil uji t ini disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh variabel BOPO secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU.
4. Pembahasan Berdasarkan analisa data diketahui bahwa secara bersama-sama variabel CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba SHU Koperasi BMT Al-Fath Tarakan periode tahun 2006-2010. Semakin sehat predikat rasio-rasio keuangan CAMEL berarti semakin sehat juga BMT. Pada kondisi seperti ini akan lebih banyak ada jaminan perolehan Laba SHU yang lebih tinggi, selanjutnya adalah semakin besarnya perolehan Laba SHU yang tinggi akan berpotensi memberikan pertumbuhan Laba SHU yang tinggi dimasa yang akan datang. Secara parsial NPM dan FDR berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Sedangkan variabel CAR, KAP, ROA, BOPO dan Cash Ratio berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba SHU periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.
tidak
Koperasi BMT Al-Fath Tarakan
19 Variabel NPM berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Nilai koefisien regresi NPM yang positif menandakan bahwa Laba SHU atas Pendapatan Operasional memberikan pengaruh positif atau searah terhadap Pertumbuhan Laba SHU. manajemen
NPM pada penelitian ini diproksikan sebagai aspek
dari aspek CAMEL. Peningkatan NPM menunjukkan kemampuan
manajemen menghasilkan Laba SHU bersih ditinjau dari pendapatan operasionalnya (pendapatan bagi hasil dan margin jual-beli dari pemberian kredit/pembiayaan). Pencapaian Laba SHU diperoleh dengan menitik beratkan pada pencapaian target Pendapatan Operasional berdasarkan anggaran yang ditetapkan manajemen. Jika Pendapatan
Operasional
meningkat
maka
Laba
SHU
meningkat
sehingga
pertumbuhan Laba SHU juga meningkat, demikian juga dengan kondisi sebaliknya. FDR berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU.
Nilai
koefisien regresi FDR yang positif menandakan FDR berpengaruh positif (searah) terhadap Pertumbuhan Laba SHU.
Peningkatan FDR berarti peningkatan jumlah
kredit yang dicairkan yang akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Operasional.
Dengan meningkatnya Pendapatan Operasional akan meningkatkan
Laba SHU, sehingga peningkatan FDR berpengaruh searah dengan pertumbuhan Laba SHU.
Berdasarkan analisis deskriptif rata-rata nilai FDR sebesar 71,6%
menunjukkan dana yang diterima BMT di investasikan dalam bentuk pembiayaan sebesar 71,6% sedangkan sisanya ditanam dalam bentuk asset lainnya. Variabel CAR tidak memberikan pengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Penjelasan yang dapat mendukung penelitian ini adalah bahwa BMT pada periode penelitian tidak
mengoptimalkan modal yang ada untuk diinvestasikan
terutama dalam pembiayaan. Hal ini ditunjukkan dari analisis deskriptif nilai rata-rata CAR 37,81% dimana nilai tersebut jauh dari batas minimal yang di syaratkan (8%), bila mengacu pada pedoman CAR perbankan. BMT dalam memberikan kreditnya lebih banyak menggunakan dana yang berasal dari penghimpunan dana simpanan nasabah dan dana pinjaman lembaga keuangan lainnya (Bank). Sedangkan dana modal inti lebih banyak digunakan untuk dana cadangan (safety cash) dan sebagian di investasikan ke dalam asset tetap. Dari persamaan regresi yang terbentuk variabel CAR memiliki nilai koefisien regresi yang negatif, artinya pengaruh yang diberikan adalah semakin besar rasio CAR akan menurunkan pertumbuhan laba SHU. Hasil ini bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa semakin besar rasio CAR semakin sehat kinerja perusahaan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan laba. Pada penelitian ini dapat dijelaskan bahwa BMT dengan nilai rata-rata CAR yang tinggi yaitu 37,81% menunjukkan modal inti yang tertanam atas aktiva beresiko yang menghasilkan pendapatan tidak berjalan produktif atau banyaknya modal yang
20 menganggur. Sehingga dengan semakin besarnya rasio CAR menunjukkan semakin banyak modal yang menganggur dan tidak digunakan pada inventasi aktiva yang produktif. Hal ini mengakibatkan pendapatan operasional menurun dan laba SHU pun juga ikut menurun.
Penjelasan inilah yang mensjadi penyebab mengapa dengan
semakin besarnya rasio CAR akan berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Variabel KAP tidak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. KAP tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba SHU disebabkan kondisi bisnis BMT selama periode penelitian tidak normal, hal ini ditunjukkan dari analisis deskriptif rata-rata KAP yang cukup tinggi yaitu 8,05%. Nilai tertinggi KAP mencapai hingga
24,12%.
Walaupun rasio KAP mengalami penurunan hingga
mencapai nilai terendah yaitu 0,87%. Namun jika dianalisa berdasarkan data mentah keuangan BMT, penurunan tingkat kredit bermasalah tersebut sebagian disubsidi oleh dana cadangan modal. Penurunan yang tajam KAP terjadi pada bulan desember 2007 (nilai KAP 1,39%) dimana nilai KAP sebelumnya pada bulan November 2007 sebesar 11,61%. Secara normal tentunya penurunan kredit bermasalah setajam ini tidak mungkin dicapai dalam waktu
satu bulan. Indikasi adanya penggunaan
cadangan modal untuk menutupi kredit bermasalah tampak pada jumlah cadangan modal yang menurun pada tahun 2007 dari tahun sebelumnya. Penurunan KAP yang benar-benar disebabkan Pertumbuhan Laba SHU baru terjadi pada tahun 2009 dan 2010. Sehingga membaiknya rasio KAP tidak sepenuhnya disebabkan Pertumbuhan Laba SHU tetapi sebagian disubsidi oleh dana cadangan modal, oleh sebab itu rasio KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Variabel ROA tidak berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU.
ROA merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dari
seluruh modal yang dimiliki baik dari modal sendiri maupun dari modal pinjaman. Tidak berpengaruhnya ROA terhadap Pertumbuhan Laba SHU dapat disebabkan tidak optimalnya BMT dalam menggunakan modal yang ada untuk menghasilkan keuntungan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CAR yang tinggi dan nilai KAP yang cukup tinggi, atau dapat diartikan terdapatnya modal sendiri yang menganggur dan modal kerja yang diinvestasikan pada pembiayaan yang kurang produktif. Dengan kondisi tersebut ROA menjadi tidak signikan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Dari persamaan regresi yang terbentuk variabel ROA memiliki nilai koefisien regresi negatif, artinya pengaruh yang diberikan adalah semakin besar rasio ROA akan menurunkan pertumbuhan laba SHU. Hasil ini bertolak belakang dengan teori
yang menyatakan bahwa semakin besar rasio ROA akan meningkatkan
21 pertumbuhan laba. Penjelasan yang dapat mendukung temuan ini adalah pada kasus penelitian ini, Pertumbuhan Laba SHU dihitung dengan periode perbulan. Sementara distribusi Laba SHU dalam setahun berfluktuatif setiap bulannya. Berdasarkan data mentah keuangan dapat dilihat Laba SHU sebelum pajak pada bulan April 2007 sebesar Rp 6.195.445,40 dan bulan Mei 2007 sebesar Rp 9.562.546,41 sehingga pertumbuhan laba SHU pada bulan mei 2007 meningkat tajam menjadi 54,77%, sementara nilai ROA bulan Mei 2007 sebesar 0,69%. Pada bulan Juni 2007 Laba SHU sebelum pajak sebesar Rp 10.651.598,78 sehingga ROA meningkat menjadi 0,79%, namun jika dilihat dengan pertumbuhan Laba SHU bulan juni 2007 nilainya sebesar 11,45% menurun 43,32% (54,77%11,45% ). Pertumbuhan laba SHU menjadi lebih kecil di banding bulan Mei 2007, hal ini disebabkan Laba SHU dasar bulan April 2007 jauh lebih kecil dan lebih tajam terhadap Laba SHU bulan Mei 2007 dibanding Laba SHU bulan Mei 2007 terhadap Laba SHU bulan Juni 2007. Distribusi Laba SHU yang berfluktuatif ini disebabkan oleh Biaya Operasional yang berfluktuatif dan tidak berimbang setiap bulannya. Sehingga akibatnya peningkatan ROA berakibat menurunkan Pertumbuhan Laba SHU. Variabel BOPO tidak berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Dari hasil perhitungan analisis statistik deskriptif BOPO ; nilai terendah 36,14% , nilai tertinggi 76,69% dan nilai rata-rata 50,55%, terlihat perbedaan jarak yang lebar dari ketiga nilai tersebut.
Hal ini menjelaskan perbandingan pengeluaran Biaya
Operasional terhadap Pendapatan Operasional tidak berimbang.
Terkadang
Pendapatan Operasional yang rendah diikuti dengan Biaya Operasional yang tinggi, atau sebaliknya Pendapatan Operasional tinggi tetapi diikuti dengan Biaya Operasional yang rendah. Kondisi ini bisa disebabkan oleh struktur biaya operasional yang tidak stabil, porsi biaya variabel yang lebih tinggi dari biaya tetap atau sebaliknya. Penjelasan perilaku BOPO inilah yang menyebabkan rasio BOPO tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU. Variabel Cash Ratio tidak memberikan pengaruh terhadap Pertumbuhan Laba SHU, Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat likuiditas BMT belum menjadi ukuran dan pertimbangan bagi para investor untuk menanamkan dananya di BMT. Sebagaimana diuraikan dalam teori bahwa dengan likuiditas yang tinggi menyebabkan investor percaya menanamkan dananya, sehingga tersedia modal kerja yang banyak untuk meningkatkan laba. Para investor BMT (selain lembaga perbankan) dapat di bedakan menjadi dua, yaitu pertama dari para penyimpan dana dalam bentuk Simpanan (tabungan) yang biasa disebut nasabah deposan dan yang kedua dari pendiri atau pemilik modal BMT
22 yang biasa disebut anggota tetap BMT. Kebanyakan dari nasabah deposan BMT berasal dari kalangan para pengusaha kecil dan orang menengah kebawah. Salah satu layanan BMT dengan sistem jemput bola pada nasabah yang ingin menyimpan dananya di BMT. Hal ini menjadi daya tarik para nasabah tanpa memperhatikan lagi tingkat likuiditas BMT untuk menyimpan dananya di BMT.
Untuk investor dari
kalangan pemilik BMT lebih didasari hubungan kepercayaaan dan kedekatan secara emosional antara pemilik pemodal dan pengelola BMT. Pendirian BMT oleh pemodal dimotivasi
keinginan
menerapkan
praktek
ekonomi
syariah
dan
membantu
pemberdayaan ekonomi pengusaha kecil. VII.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Berdasarkan nilai R square sebesar 0,321.
Hal ini berarti 32,1% Kinerja
dipengaruhi oleh variabel independen CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio. Sedangkan sisanya 67,9% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain diluar model. b. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai F hitung sebesar 5,505 dengan P value sebesar 0,004. Hal ini berarti nilai P value kurang dari 0,05 yang menunjukkan bahwa variabel CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO, FDR dan Cash Ratio secara besama-sama mempunyai pengaruh terhadap Kinerja. c. Variabel CAR secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar -0,509 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,613 yang berarti nilai P value lebih dari 0,05. d. Variabel KAP secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar 1,731 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,089 yang berarti nilai P value lebih dari 0,05. e. Variabel NPM secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar 2,212 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,031 yang berarti nilai P value kurang dari 0,05. Berdasarkan persamaan regresi terlihat bahwa koefisien untuk variabel NPM bernilai positif, sehingga dapat diartikan pengaruh yang diberikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU adalah positif.
Kondisi ini mengandung arti
bahwa semakin tinggi nilai NPM perusahaan maka mengakibatkan semakin tinggi juga Pertumbuhan Laba SHU perusahaan tersebut.
23 f. Variabel ROA secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar -1,174 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,246 yang berarti nilai P value lebih dari 0,05. g. Variabel BOPO secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar -1,483 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,144 yang berarti nilai P value kurang dari 0,05. h. Variabel FDR secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar 2,006 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,050. Jika dibandingkan nilai t tabel = 2,001 maka nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Berdasarkan persamaan regresi terlihat bahwa koefisien untuk variabel FDR bernilai positif, sehingga dapat diartikan pengaruh yang diberikan terhadap Pertumbuhan Laba SHU adalah positif. Kondisi ini mengandung arti bahwa semakin tinggi nilai FDR perusahaan maka mengakibatkan semakin tinggi juga Pertumbuhan Laba SHU perusahaan tersebut. i. Variabel Cash Ratio secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kinerja dilihat dari nilai t hitung sebesar 1,874 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,067 yang berarti nilai P value lebih dari 0,05. j. Variabel NPM berpengaruh dominan terhadap Kinerja
dilihat dari nilai
standardized coefissien beta lebih besar dari nilai Standardized Coeffisien Beta variabel lainnya yaitu sebesar 0,625. 2. Saran Kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan menerapkan sebagai berikut :
a. Meningkatkan nilai NPM perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan Pendapatan Operasional dan melakukan efisiensi Biaya Operasional.
b. Meningkatkan
nilai
FDR
perusahaan
dengan
cara
memperbesar
Pembiayaan/Kredit yang produktif dengan menggunakan sumber dana-dana yang diterima dari investor.
c. Mengoptimalkan Modal Sendiri pada pembiayaan/kredit yang produktif dengan tetap menjaga mutu kredit.
d. Membuat anggaran Biaya Operasional dan mengendalikannya secara berimbang setiap bulan sehingga Pertumbuhan Laba SHU dapat ditingkatkan.
24 DAFTAR PUSTAKA Alwi Syafaruddin, 1994. Alat-Alat Analisis dalam Pembelanjaan. Edisi Keempat . Yogyakarta : Andi Offset. Ali Pahlawan, Novan, Firmansyah Ade dan Iswandriyanto, 2009. “ Lembaga Keuangan Syariah “. Makalah. Program Reguler Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001. Bank Syariah (Dari Teori Ke Praktek).
Cetakan
Pertama. Jakarta : Gema Insani Press. Bank Indonesia, 1999. Pengertian Kredit Lancar, Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Berdasarkan SE - 09/PJ.42/1999. www.bi.go.id. Bank Indonesia, 2010. Outlook Perbankan Syariah 2011. Direktorat Perbankan Syariah. www.bi.go.id. Buchori, Nur .S, 2009. Koperasi Syariah. Cetakan Pertama. Sidoarjo : Masmedia Pustaka Buana. Dewanti, Hestina Wahyu, 2009. “ Analisis Pengaruh Perubahan NPM, LDR, NPL dan BOPO Terhadap Perubahan Laba (Studi Pada Bank Devisa dan Bank Non Devisa Periode Juni 2004 – Juni 2007)”. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Sains Manajemen. Universitas Diponegoro ,Semarang. Frianto Pandia, Elly Santi Ompusunggu,
Achmad Abror, 2005. Lembaga Keuangan.
Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Ghozali Imam, 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : FE UNDIP Hapsari Nesti, 2005. “ Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan laba Masa Mendatang Pada Perusahaan Sektor Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Artikel Riset. www.jevuska.com. Harnanto, 2007. Akuntansi Keuangan Menengah. Buku Satu. Yogyakarta : BPFE. Harahap, Sofyan Syafri, 2008. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Edisi Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Husnan Suad, 2000. Manajemen Keuangan (Teori dan Penerapan). Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE. Machfoedz,1994. Financial Ratio Analysis and the Prediction of Earnings Changes in Indonesia, Kelola. No. 7/111.pp. 114 - 134. Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani, 2002. “Evaluasi Pengaruh Camel Terhadap Kinerja Perusahaan , BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 1 Tahun 2007.
25 Muhamad, 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer. Cetakan Pertama. Yogyakarta : UII Press. Prasetyo Wahyu, 2005. Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Kinerja Keuangan Pada Bank. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan. Vol. 7. No. 2. Prasnanugraha, Ponttie P, 2007. “ Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia (Studi Empiris Bank-bank Umum Yang Beroperasi Di Indonesia)” . Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi. Universitas Diponegoro.,Semarang. Republika On Line, 2010. Berita Bisnis Syariah. www. republika.co.id. Rianse Usman dan Abdi, 2008. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Cetakan Kesatu. Bandung : Alfabeta. Ridwan, Muhammad, 2006. Sistem dan Prosedur Pendirian BMT (Baitul Maal wat Tamwil), Cetakan Pertama, Citra Media, Yogyakarta. Riyadi, Selamet, 2006. Banking Assets and Liability Management. Edisi Ketiga. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Santoso, Singgih, 2000.
Buku Latihan SPSS Parametrik. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo. Suhardito, Irot, Wahyuni, 2000. “Analisis Kegunaan Rasio-Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba Emiten dan Industri Perbankan di PT Bursa Efek Surabaya”. Simposium Nasional Akuntansi III. hal 600-618. Sutrisno, 2003, Manajemen Keuangan (Teori, Konsep & Aplikasi). Edisi Pertama. Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. Suyatno Thomas, Djuhaepah T. Marala, Azhar Abdullah, Johan Thomas Aponno, C. Tinon Yunianti Ananda,
H.a. Chalik, 2005. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga.
Jakarta : Penerbit STIE Perbanas. Wafa, Mohammad Agus Khoirul, 2010. Memantapkan Peran Koperasi Syariah. www. ibbloggercompetition.kompasiana.com. Warkum Sumitro, 2002. Azas-Azas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait . Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.