PENGARUH PUPUK ORGANIK “PHOSTA” DAN PUPUK MINERAL TERHADAP PRODUKSI DAN SERAPAN HARA CAISIN PADA LATOSOL DARMAGA
Oleh DANIEL PARSAORAN MANIK A14070079
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN DANIEL PARSAORAN MANIK. Pengaruh Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Produksi dan Serapan Hara Caisin pada Latosol Darmaga. Dibawah bimbingan HERU BAGUS PULUNGGONO dan BUDI NUGROHO. Kesuburan Latosol pada umumnya rendah karena mempunyai kandungan bahan organik dan ketersediaan hara yang rendah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan kesuburan Latosol adalah dengan pemberian pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pemupukan dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan hara dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan tanaman. Percobaan ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Mei 2011 di lahan kebun percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral pada produksi dan serapan hara Caisin varietas Tosakan pada Latosol Darmaga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 11 perlakuan, dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 33 petak percobaan. Sebelas perlakuan tersebut terdiri dari: Kontrol, 0P + 1/3 STD, 0P + 2/3 STD, OP + 1 STD (Pupuk standar), 1P + O STD, 1P + 1/3 STD, 1P + 2/3 STD, 2P + O STD, 2P + 1/3 STD, 2P + 2/3 STD, dan 3P + O STD. Pemberian pupuk organik “PhOSta” disertai dengan pupuk mineral dengan dosis standar berpengaruh nyata terhadap produksi dan serapan hara Caisin varietas Tosakan. Perlakuan 0 P + 1 STD (perlakuan standar) memiliki peningkatan paling tinggi untuk semua parameter pengamatan. Pupuk organik “PhOSta” yang diberikan tanpa penambahan pupuk mineral tidak memberikan dampak positif bagi tanaman yang terlihat pada perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Jika dilihat dari uji lanjut RAE bobot basah Caisin per petak, antara perlakuan 0 P + 1 STD (perlakuan standar) dengan perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, dan 2 P + 2/3 STD menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
SUMMARY DANIEL PARSAORAN MANIK. The Effect of Organic Fertilizer “Phosta” and Mineral Fertilizer Against Production and Nutrien Uptake of Caisin in Latosol Darmaga. Supervised by HERU BAGUS PULUNGGONO and BUDI NUGROHO. Fertility of Latosol is generally low due to its organic matter content and low nutrient availability. One way to overcome problem of fertility Latosol is the application of fertilizers, both organic and inorganic fertilizers. Fertilization is done because the soil is not able to provide enough nutrients to crop needs. The experiment was conducted from February to May 2011 in field of experimen Cikabayan, Darmaga, Bogor. Soil and plant analysis were done at the Laboratory of Chemistry and Soil Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The purpose of this research was to determine the effect of PhOSta organic fertilizers and mineral fertilizers on production and nutrient uptake of Caisin Tosakan varieties in Latosol Darmaga. The design of experiments used was the method of Randomized Complete Block Design (RCBD) consisting of 11 treatments, and each treatment was repeated three times so that there were 33 experimental plots. Eleven treatment consists of: Control, 0P + 1/3 STD, 0P + 2/3 STD, 0P + 1 STD (standard fertilizer1P + 0 STD, 1P + 1/3 STD, 1P + 2/3 STD, 2P + 0 STD, 2P + 1/3 STD, 2P + 2/3 STD, dan 3P + 0 STD. PhOSta organic fertilizers accompanied with a standard dose of mineral fertilizers significantly affected production and nutrient uptake Caisin Tosakan varieties.Treatment 0 P + 1 STD (standard treatment) showed that the treatment has the highest increase observed for all parameters. "Phosta" organic fertilizer given without the addition of mineral fertilizers did not have a positive impact on plant use treatments that lwere seen in 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, and 3 P + 0 STD. When viewed from further testing RAE wet weight Caisin per plot, between treatments 0 P + 1 STD (standard treatment) with treatment 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, and 2 P + 2/3 STD showed there were no significantly different results.
PENGARUH PUPUK ORGANIK “PHOSTA” DAN PUPUK MINERAL TERHADAP PRODUKSI DAN SERAPAN HARA CAISIN PADA LATOSOL DARMAGA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Untuk Memperoleh Gelar Sarjan Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DANIEL PARSAORAN MANIK A14070079
PROGRAM STUDI SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Produksi dan Serapan Hara Caisin pada Latosol Darmaga Nama Mahasiswa : Daniel Parsaoran Manik Nomor Pokok
: A14070079
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Heru Bagus Pulunggono, M.Agr
Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Si
NIP : 19630407 198703 1 001
NIP : 19601021 198703 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Tanah
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP: 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salak, Sumatera Utara pada tanggal 11 September 1989. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pintor Manik dan Ibu Sampe Boangmanalu. Riwayat pendidikan penulis dimulai saat penulis mengenyam pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri 1 Salak dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya di SLTP Negeri 1 Salak selama tiga tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan ke jenjang tingkat atas di SMU Negeri 1 Salak dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada program studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama mahasiswa di IPB, penulis aktif di komisi Pelayanan Anak UKM PMK IPB pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan dan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Organik Phosta dan Pupuk Mineral Terhadap Produksi dan Serapan Hara Caisin pada Latosol Darmaga.” Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Cikabayan IPB Darmaga Bogor dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. Heru Bagus Pulunggono, M.Agr sebagai Dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Budi Nugroho, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing II atas segala fasilitas penelitian, serta bimbingan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M,Sc sebagai dosen penguji skripsi. 4. Semua dosen Kimia dan Kesuburan Tanah, terima kasih atas ilmu yang dan kesabaran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menerima segala macam pengetahuan. Kiranya apa yang sudah diperoleh selama ini dapat diamalkan dan diaplikasikan untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia. 5. Ayah dan Ibu tercinta, kakakku (Irene, Astuti), silihku (Juli Sitompul), dan kedua keponakanku (Rohmo, Anugrah) atas semua doa, dukungan, motivasi serta kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil yang selalu mengalir tanpa hentinya kepada penulis. 6. Dian Anggraeni Berutu atas segala Doa, dukungan, motivasi serta kasih sayang yang tidak pernah berhenti kepada penulis. JILU nang.
7. Sahabatku Botak Tambunan, Bambang, Hezrons, Herman, yang selalu bersedia membantu saya dan selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 8. Seluruh sahabat Mayor soiler’s 44 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 9. Teman-teman KPAniez’44 atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, 18 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL...............................................................................
Xi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................
Xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
Xiii
I. PENDAHULUAN ………………………………………............
1
Latar Belakang.......................................................................
1
Tujuan....................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….......
3
Sifat Umum Latosol...............................................................
3
Pupuk.....................................................................................
4
Efisiensi Pemupukan.............................................................
8
Caisin (Brassica chinensis.).................................................
9
III. BAHAN DAN METODE……………………………………...
11
Tempat dan Waktu Penelitian................................................
11
Bahan dan Alat......................................................................
11
Metode Percobaan.................................................................
11
Pelaksanaan...........................................................................
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………..
14
Sifat Kimia dan Fisik Tanah Latosol..................................... Bobot Basah Caisin per Petak, Bobot Kering Caisin per Petak, Bobot Basah Caisin Contoh, Bobot Kering Caisin Contoh serta Bobot Basah Akar Caisin per Petak................. Kadar dan Serapan N, P, dan K Caisin.................................. Efektivitas Relatif Agronomik (Relatif Agronomic Effectifness, RAE).................................................................
14
Pembahasan Umum............................................................... V. KESIMPULAN............................................................................
23
Kesimpulan............................................................................
27
Saran......................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
28
15 18 22
27
LAMPIRAN........................................................................................
30
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Dosis Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral..............
12
2
Sifat Kimia Latosol Darmaga.................................................
14
3
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Bobot Basah, Bobot Kering, dan Bobot Akar Basah Caisin per Petak...................................................
16
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk mineral Terhadap Bobot Basah Caisin Contoh dan Bobot Kering Caisin Contoh..............................................................
18
Kadar N, P, dan K Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral............................
19
Serapan Hara (N, P, dan K) Caisin Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral..........................................
21
Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Nilai RAE Bobot Basah Caisin Contoh..................
24
4
5 6 7
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1 2 3 4
5
6
7
8
9
10
11
12
Halaman Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisik Tanah PPT (1983)……………………………………………………….
31
Persyaratan Teknis Pupuk Organik Berdasarkan Permen No 28/ Permentan/SR.130/5/2009.........................................
32
Bobot Basah, Bobot Kering, Caisin Contoh dan per Petak Serta Bobot Basah Akar Tanaman Caisin per Petak.............
33
Kadar Hara (N, P, dan K) Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Standar...................................................................................
35
Serapan Hara (N, P, dan K) Tanaman Caisin Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
36
Analisis Ragam Serapan N Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
37
Analisis Ragam Serapan P Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
37
Analisis Ragam Kadar K Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
37
Analisis Ragam Serapan K Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral.................................................................................
37
Analisis Ragam Bobot Basah Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
38
Analisis Ragam Bobot Kering Caisin per petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
38
Analisis Ragam Bobot Basah Caisin Contoh Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
38
13
14
Analisis Ragam Kering Caisin Contoh Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral................................................................................... Analisis Ragam Bobot Akar Basah Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan atau Pupuk Mineral...................................................................................
38
39
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lahan yang dijumpai di Indonesia secara umum didominasi oleh tanahtanah masam. Hal itu disebabkan wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Suhu dan curah hujan yang tinggi menyebabkan pelapukan tinggi, pencucian dari hasil pelapukan, kemasaman tinggi, miskin hara dan bahan organik. Tanah-tanah tersebut perlu diolah baik agar bisa digunakan sebagai areal pertanian. Salah satu jenis tanah yang banyak dijumpai di Indonesia adalah Latosol. Pusat Penelitian Tanah (1983) menyebutkan bahwa Latosol memiliki luasan paling besar di Indonesia setelah Podsolik dan Organosol. Penyebaran tanah ini meliputi Jawa, Bali, Lampung, Sumatera, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan kawasan Papua (Soepraptohardjo, 1975). Latosol juga memiliki sifat fisik yang baik sehingga tanah ini berpotensi untuk lahan pertanian. Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, kandungan bahan organik, hara makro (N, P, K), dan pH tergolong rendah, konsistensinya remah, stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan, perbedaan antar horizon tidak jelas serta kandungan mineral primer dan hara rendah. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan ketersediaan hara tanah agar tanaman bisa tumbuh dengan baik. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesuburan Latosol yang rendah adalah dengan pemberian pupuk. Pemupukan dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan dilakukan untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi, serta memperbaiki kualitas tanaman. Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro esensial bagi kebanyakan tanaman sehingga ketersediaannya di dalam tanah mutlak diperlukan. Pemupukan yang tidak tepat dosis, cara, dan waktu menyebabkan tanaman tidak tumbuh optimal. Tidak semua unsur yang diberikan langsung
2
diserap oleh tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan upaya seperti peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dengan cara peningkatan kesuburan tanah melalui usaha peningkatan daya dukung tanah dengan input hayati baik berupa bahan organik maupun organisme, serta dengan cara memodifikasi produk yang lebih efisien. Berdasarkan sumbernya terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk-pupuk tersebut dapat berupa padat dan cair serta dapat diberikan ke media tanah maupun ke tanaman langsung. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap meski kadarnya tidak setinggi pupuk anorganik. Penambahan pupuk organik sangat membantu dalam memperbaiki tanah yang terdegradasi karena dapat mengikat unsur hara yang mudah hilang, membantu penyediaan hara tanah meski dalam jumlah sedikit. Penggunaan pupuk organik yang efektif dan efisien bagi tanaman serta memiliki kadar hara yang tinggi, merupakan langkah yang diharapkan mampu meningkatkan produksi pertanian di Indonesia. Pupuk organik yang digunakan pada percobaan ini adalah pupuk organik dagang bermerk “PhOSta”. Komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk disajikan pada Lampiran 2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik “Phosta” dan pupuk mineral pada produksi dan serapan hara Caisin varietas Tosakan pada Latsol Darmaga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Umum Latosol Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang bercurah hujan sekitar 2000 sampai 4000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia Latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan ketinggian antara 10 - 1000 meter dengan curah hujan antara 2000 - 7000 mm per tahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Soepardi, 1983). Menurut Buringh (1970) Latosol terbentuk oleh proses feralisasi dan latosolisasi. Proses ini meliputi : 1. Pelapukan yang intensif secara kontinu dan proses hidrolisis silika. 2. Pencucian basa-basa dan silika yang mengakibatkan tertimbunnya seskuioksida secara relatif pada horison B. 3. Pembentukan mineral liat kaolinit. Sifat-sifat tanah yang dijumpai mulai dari sifat fisik tanah yaitu berwarna merah hingga coklat. Berhorizon A (horizon di permukaan dan merupakan campuran bahan organik dan bahan mineral serta merupakan horison eluviasi (pencucian), B2 (horizon penimbunan (iluviasi) maksimum liat, Fe dan Al oksida), C (horizon Bahan induk dan sedikit terlapuk). Sifat kimia yang dijumpai adalah memiliki kemasaman tinggi (pH H20 4,5 - 6,5), kandungan hara rendah, berkadar bahan organik rendah hingga sedang (3 - 10 %) di lapisan atas dan semakin kebawah semakin rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa rendah sampai sedang (20 - 65 %), kandungan Al dan Fe yang dapat dipertukarkan relatif tinggi, kandungan silika dan seskuioksida tinggi, strukturnya baik, permaebilitas dan stabilitas agregat tinggi, dan kepekaan terhadap erosi rendah (Soepraptohardjo, 1961). Latosol Darmaga mempunyai struktur tanah remah sampai gumpal, konsistensi gembur, pori-pori tanah 63-68%, pori drainase cepat tergolong rendah
4
sampai sangat rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi, batas horizon baur, berangsur sampai jelas (Yogaswara, 1977). Menurut Dewayany (1984) Latosol Coklat Kemerahan Darmaga, lapisan atas memiliki KTK kurang dari 24 me/100 g liat, kejenuhan basa 32,48% kadar Corganik 1,17%, sifat - sifat fisik Latosol Darmaga umumnya baik, tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir. Latosol coklat kemerahan yang dijumpai disekitar Bogor umumnya berbahan induk andesitik dan didominasi oleh mineral liat golongan kaolinit. Bahan induk andesitik yang disertai pelapukan lanjut, pencucian yang kuat dan bersifat masam akan membentuk mineral kaolinit (Yogaswara, 1977). 2.2. Pupuk Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi, serta memperbaki kualitasnya. Pupuk digolongkan berdasarkan pada sumber bahan yang digunakan, cara aplikasi, bentuk dan kandungan unsur haranya. Berdasarkan sumbernya terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan pupuk anor-ganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan mudah hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K. Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N-organik. Nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila lingkungan baik ammonium
5
dioksidakan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi 1983). Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1995). Mobilitas unsur hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion - ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, akan membentuk senyawa yang kurang larut dan dengan tingkat kelarutan yang berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini. Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, selain itu berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel. Unsur P juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, 1995). Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kalium diserap dalam bentuk kation K+. Kalium berperan dalam pembelahan sel, pembukaan stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan dalam aktivitas enzim (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang dapat mengatur keseimbangan garam-garam dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kekurangan unsur K akan kurang tahan terhadap kekeringan, lebih peka terhadap penyakit, dan kualitas produksi berkurang. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa - sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik berbentuk
6
cair maupun bentuk padat. Dalam Permentan NOMOR28/PERMENTAN/SR. 130/5/2009, disebutkan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah mengalami proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Anonimous, 2008). Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Menurut Marsono, (2001) beberapa kelebihan pupuk organik antara lain: (1) Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman juga semakin baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan organik pada pupuk akan dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi senyawa organik sederhana yang mengisi ruang pori tanah sehingga tanah menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat bertindak sebagai perekat sehingga struktur menjadi lebih mantap. (2) Meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih besar dari bobotnya. Dengan demikian pupuk organik sangat berperan dalam mengatasi kekeringan air pada musim kering. (3) Memperbaiki kehidupan organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut, dan mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan dalam tanah ini semakin baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri. Pupuk organik memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan pupuk mineral, diantaranya: (1) Kandungan hara rendah. Kandungan hara pada pupuk organik umumnya rendah namun bervariasi tergantung jenis bahan dasarnya, (2) Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk diubah dari bentuk organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Untuk menutupi kekurangan hara pada pupuk organik, maka pada saat aplikasi harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat tersedia bagi tanaman.
7
Berdasarkan cara pembentukannya, pupuk organik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pupuk organik alami dan buatan. Jenis pupuk yang tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar - benar diambil langsung dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah, baik dengan atau tanpa sentuhan teknologi. Pupuk yang termasuk dalam kelompok ini antara lain pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung. Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami, berkualitas, baik; dengan
bentuk,
ukuran,
dan
kemasan
yang
praktis;
mudah
didapat,
didistribusikan, dan diaplikasikan; serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dibagi menjadi dua, yaitu pupuk cair dan pupuk padat. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang berbentuk padat dan lazim digunakan petani. Pemakaiannya dilakukan dengan cara ditaburkan atau dibenamkan didalam tanah, sedangkan pupuk cair adalah pupuk yang dibuat dalam bentuk cairan. Pupuk cair umumnya merupakan ekstrak bahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti air, alkohol, atau minyak. Senyawa organik yang mengandung unsur karbon, vitamin, atau metabolit skunder dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang, atau enzim. Pemberian pupuk organik cair umumnya dengan cara disemprotkan ke tanaman atau dengan cara disiram ke tanah. Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasir, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas bahan asalnya. Pupuk yang digunakan dalam peneitian ini adalah sebuah inovasi produk pupuk dalam bentuk granul yaitu Pupuk Organik “Phosta”. Komposisi hara pupuk organik “Phosta” adalah mengandung unsur N, P, K, dan C-organik masingmasing sekitar 1.12%, 0.73%, 0.82%, dan 19.67%. Sedangkan unsur - unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, B, Co, Mo, Pb, Cd, masing - masing adalah sebesar
8
3246.0ppm, 382.0ppm, 565.0ppm, 704.0ppm, 145.2ppm, 0.26ppm, 0.18ppm, 0.36 ppm. Kandungan unsur As dan Hg sangat rendah sehingga tidak terdeteksi. Kamasaman (pH) pupuk dan kadar airnya juga tergolong tinggi yaitu sebesar 7.2 dan 18.26%. 2.3. Efisiensi Pemupukan Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), efisiensi pupuk adalah persentase perbandingan jumlah hara yang diserap dengan jumlah hara yang ditambahkan. Efisiensi disini memperhitungkan efisiensi hara yang berasal dari pupuk yang masuk ke tanaman, tanpa melihat respon tanaman akibat pemupukan. Dalam definisi lain efisiensi pupuk adalah sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah hara yang diperlukan atau jumlah hara yang diserap terhadap jumlah hara yang ditambahkan kali seratus persen. Efisiensi disini mementingkan respon tanaman akibat pemupukan, karena lebih condong kepada efisiensi berproduksi tinggi yang dipakai dalam sistem pertanian. Usaha yang dapat digunakan untuk meningkatan efisiensi penggunaan pupuk yaitu: uji tanah, pengapuran, penempatan pupuk, waktu pemupukan penggunaan legum, penggunaan pupuk kandang, dan pengelolaan lainnya seperti seleksi varietas, pengendalian hama penyakit dan gulma, penentuan dan pengaturan waktu dan pola tanaman, pengaruh rotasi tanaman, pengairan dan sebagainya. Menurut Santi (2007) efisiensi pemupukan dapat ditempuh dengan melakukan dua pendekatan, yaitu (i) peningkatan kesuburan tanah dan (ii) modifikasi produk pupuk yang lebih efisien. Pedekatan pertama ditempuh melalui usaha peningkatatan daya dukung tanah dengan input hayati, baik berupa bahan organik maupun mikroorganisme. Dengan meningkatnya kesuburan tanah, efisiensi penggunaan pupuk oleh tanaman dapat diperoleh. Pendekatan kedua lebih menekankan kepada dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektifitas produk pupuknya ditingkatkan dan atau ongkos produksinya dapat dikurangi. Usaha efisiensi pemupukan dalam praktek dapat ditempuh dengan beberapa cara, diantaranya adalah perbaikan sifat pupuk. Upaya ini meliputi
9
teknis dan proses pembuatan pupuk dengan bentuk, ukuran, kadar hara, atau spesifikasi tertentu yang dapat menghasilkan reaktivitas ataupun efektifitas sesuai dengan yang dikehendaki (Marsono, 2001). Dengan kata lain, teknologi pengembangan produksi pupuk hendaknya mengacu pada kecukupan hara tanaman dan spesifikasi yang dibutuhkan konsumen saat ini. Pengembangan teknologi pemupukan harus mengacu kepada kecukupan hara tanaman dan spesifikasi yang dibutuhkan konsumen. Pupuk
organik
“PhOSta” merupakan salah satu pupuk alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara kimia dan organik tanaman. Penggunaan pupuk organik “PhOSta” juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, selain itu dapat mengurangi pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian dosis pupuk konvensional berlebihan. 2.4. Caisin (Brassica chinensis) Dalam sistem klasifikasi tumbuhan Caisin (Brassica chinensis) tergolong ke dalam kingdom Viridiplantae, divisi Spermatophyte, sub divisi Angiospermae, class Dicotyledonae, Ordo Brassicales, famili Brassicaceae/Cruciferae, genus Brassicae, Spesies Brassica chinensis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Susunan tubuh Caisin pada dasarnya terdiri atas akar, batang, bunga, buah, dan biji. Tangkai daunnya panjang, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Caisin tergolong tanaman herbal semusim dengan tipe pertumbuhan tegak atau mendatar. Tanaman ini berakar tunggang dengan tinggi tanaman berkisar 20 cm – 60 cm. Diameter batang kurang dari 1 cm dan termasuk kecil dibandingkan dengan tanaman Brassica lainnya. Caisin berbunga majemuk tandan terminal, memanjang pada saat pembuahan. Kelopak berwarna coklat muda hingga kuning cerah dan berjumlah empat buah dengan diameter 9 mm. Mahkota seperti bola dengan jumlah benang sari enam. Bentuk buah ramping dan panjangnya mencapai 5 cm mengandung 10 - 20 biji. Bentuk biji bulat berdiameter 1 mm, permukaannya licin atau halus dengan garis yang tidak nyata (Opena dan Tay, 1994). Menurut Rubatzky dan Yamaguci (1998), kandungan gizi untuk setiap 100 g berat segar adalah protein 1.2 g, lemak
10
0.2 g, karbohidrat 1.2 g, vitamin A 5800 IU, vitamin B1 0.04 mg, vitamin B2 0.07mg, Fe 2.0 mg, Mg 27 mg, P 37 mg, K 180 mg, dan Na 100 mg. Caisin tumbuh pada ketinggian dari 5 - 4000 m diatas permukaan laut, sehingga dapat ditanam pada dataran tinggi dan dataran rendah dengan tanah yang banyak mengandung bahan organik dan mempunyai pH 6 - 7. Tanah yang sesuai untuk caisin adalah tanah yang bertekstur lempung berliat, remah, gembur, dan kaya bahan organik. Di Indonesia, Caisin merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto, et al 2006). Sayuran ini banyak diusahakan oleh petani karena disamping sangat digemari oleh masyarakat juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik. Soeseno, (1999) menyatakan bahwa salah satu jenis sayuran daun yang banyak digemari masyarakat adalah Caisin atau disebut juga Sawi bakso karena biasanya dikonsumsi sebagai sayuran pelengkap bakso. Kebutuhan Caisin dalam negeri saat ini masih besar karena Caisin termasuk sebagai bahan pokok maupun bahan pelengkap dalam pembuatan makanan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Februari sampai dengan Mei 2011 di kebun IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, dan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi benih Caisin varietas Tosakan, urea, SP-36, KCl, dan pupuk organik “Phosta”. Alat yang digunakan adalah alat pengolah lahan (cangkul, kored, tugal, garpu,), tali rapia, ajir, meteran, timbangan dan serangkaian alat laboratorium untuk analisis tanah dan tanaman.
3.3. Metode Percobaan Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok. Model matematika rancangan percobaan adalah sebagai berikut: Yij = P + Ki + Pj+ Eii Dimana: Yij
= hasil pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
Ki
= pengaruh kelompok ke-i
Pj
= pengaruh perlakuan ke-j
Eii
= galat
Perlakuan yang diterapkan pada percobaan ini terdiri dari 11 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 33 satuan percobaan. Sebelas perlakuan tersebut ditampilkan pada Tabel 1.
12
Tabel 1. Dosis Perlakuan Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral PhOSta Urea SP36 KCl ……..…………….g/plot (6 m2)…………………… 0 0 0 0 0 35 50 17.5 0 70 100 35 0 100 150 50 250 0 0 0 250 35 50 17.5 250 70 100 35 500 0 0 0 500 35 50 17.5 500 70 100 35 750 0 0 0
Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Keterangan : P = “PhOSta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa digunakan oleh petani)
Variabel yang diamati pada percobaan ini adalah bobot basah Caisin contoh, bobot basah Caisin per petak, bobot kering Caisin per petak, bobot kering Caisin contoh, serapan hara (N, P, dan K), dan perhitungan RAE. Data disidik ragam dan apabila berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan (Duncan’s multiple Range Test ,DMRT) - pada taraf 5 %. Rumus RAE yang digunakan adalah sebagai berikut : RAE %
P
P P
–P S
–P
K K
x 100%
3.4. Pelaksanaan Persiapan Tanah Persiapan lahan dilakukan 1 mingggu sebelum penanaman yaitu dengan cara pembuatan bedengan. Ukuran bedengan 1.25 x 5 m dengan ketinggian 25 cm. Jarak antar bedengan sebesar 40 cm. Pembibitan Pembibitan atau penyemaian benih dilakukan di trai semai. Bibit Caisin yang digunakan adalah hasil persemaian benih Caisim varietas Tosakan yang telah memiliki empat daun atau berumur 21 hari setelah semai.
13
Penanaman Tanah dibasahi terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 20 x 20 cm, setiap bedengan terdiri dari 5 jalur tanam. Pupuk organik “Phosta” diaplikasikan terlebih dahulu sesuai dengan perlakuan. Penanaman dilakukan pada sore hari dilakukan sebanyak dua bibit per lubang. Pupuk mineral diberikan setelah tanam selesai dan perlakuan diberikan di dalam alur. Bibit yang sudah ditanam dinaungi dengan batang pisang untuk melindungi bibit Caisin dari sinar matahari sebelum bibit Caisin mulai tumbuh, dan dibuka dua hari setelah penanaman. Penyulaman Caisin dilakukan pada umur satu minggu setelah tanam. Penyulaman menggunakan bibit yang berasal dari penyemaian yang sama. Pemberian Pupuk Pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral dilakukan satu kali yaitu pada saat penanaman. Pupuk mineral diberikan setelah bibit Caisin selesai ditanam, pemberiannya dilakukan di dalam alur sesuai dengan dosis perlakuan (Tabel 2). Pemeliharaan Pemeliharaan
meliputi
kegiatan
penyiangan,
penyiraman
dan
pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang tumbuh disekitar Caisin. Penyiraman dilakukan setiap hari bila tidak ada hujan dengan cara penggenangan. Pengendalian hama dilakukan apabila diperlukan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Tanah lokasi percobaan berjenis Latosol. Latosol merupakan salah satu jenis tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Hasil analisis kimia Latosol Darmaga disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga Analisis pH H2O 1:1 C-organik (%) N-total (%) Nisbah C/N P-tersedia (ppm) Ca-dd (me/100g) Mg-dd (me/100g) K-dd (me/100g) Na-dd (m//100g) KTK (me/100g) KB Al-dd (me/100g) H-dd (me/100g) Keterangan :
Nilai 5.50 1.16 0.12 9.66 16.80 10.59 3.34 0.47 0.39 17.58 84.13 tr 0.08
Kriteria PPT (1983) Masam Rendah Rendah Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sangat Tinggi
tr = Tidak terukur
Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah secara umum (PPT, 1983) pada Lampiran 1, Latosol Darmaga mempunyai: Ca-dd dan Mg-dd tergolong tinggi, kejenuhan basa tergolong sangat tinggi, namun K-dd, Na-dd, KTK dan P-tersedia tergolong sedang, C-organik, N-total, dan Nisbah C/N tergolong rendah, serta kemasaman tanah (pH) termasuk masam. Berdasarkan karakteristik tersebut lahan percobaan dapat dimasukkan golongan tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Oleh karena itu, pemupukan baik pupuk organik maupun pupuk anorganik sangat dianjurkan. Rendahnya kandungan hara pada Latosol Darmaga disebabkan tanah tersebut telah mengalami pelapukan lanjut, dan terjadi pencucian basa - basa akibat curah hujan yang tinggi. Resiko yang ditanggung oleh petani untuk
15
menggunakan Latosol dengan tingkat kesuburan yang rendah sebagai lahan usaha yaitu akan mengeluarkan biaya lebih besar seperti pemakaian pupuk dan kapur dengan dosis lebih tinggi. Pemberian pupuk bertujuan untuk menambah ketersediaan hara dalam tanah, sedangkan pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah sehingga unsur hara mudah diserap tanaman (Soepardi (1983),
4.2. Bobot Basah Caisin per Petak, Bobot Kering Caisin per Petak, Bobot Basah Caisin Contoh, Bobot Kering Caisin Contoh serta Bobot Akar Basah Caisin per Petak Data bobot basah Caisin contoh dan Caisin per petak, bobot kering Caisin contoh, dan Caisin per petak, serta bobot basah akar Caisin per petak disajikan dalam Lampiran 3. Hasil analisis ragam bobot basah Caisin contoh dan Caisin per petak, bobot kering Caisin contoh, dan Caisin per petak, serta bobot basah akar Caisin per petak disajikan dalam Lampiran 12, 10, 13, 11, dan 14. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral berpengaruh nyata pada bobot basah Caisin per petak, bobot kering Caisin per petak, bobot basah Caisin contoh bobot, kering Caisin contoh, dan bobot basah akar Caisin per petak. Hasil analisis lanjut bobot basah Caisin contoh, bobot kering Caisin contoh, bobot basah Caisin per petak, bobot kering Caisin per petak, serta bobot akar basah Caisin per petak ditampilkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada parameter bobot basah Caisin per petak dan bobot kering Caisin per petak, perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Untuk parameter bobot akar basah Caisin per petak, perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, dan tidak berbeda nyata dengan 1 P + 0 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan 3 P + 0 STD.
16
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Bobot Basah, Bobot Kering, dan Bobot Akar Basah Caisin per Petak Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Bobot Basah Bobot Kering Bobot Akar Basah Caisin per petak Caisin per Petak Caisin per Petak ...................................(g/6m2)................................ 1914 b 157.22 b 220.79 c 5008 a 433.66 a 645.39 a 5555 a 400.85 a 555.07 ab 7180 a 616.48 a 557.60 ab 2341 b 193.95 b 200.96 c 5283 a 431.51 a 496.11 ab 5853 a 474.67 a 379.91 bc 1560 b 121.34 b 206.36 c 4827 a 401.07 a 337.44 bc 5600 a 542.40 a 358.63 bc 2328 b 177.34 b 207.39 c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan P = Pupuk organik “Phosta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa dipakai oleh Petani)
Berdasarkan hasil uji lanjut bobot basah Caisin per petak, bobot kering Caisin per petak, dan bobot akar basah Caisin per petak, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral menunjukkan terjadinya peningkatan dibandingkan kontrol pada perlakuan 3 P + 0 STD, 1 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 0 P + 1/3 STD, 1 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 2 P + 2/3 STD, 1 P + 2/3 STD, dan 0 P + 1 STD. Nilai tertinggi baik pada variabel bobot basah, bobot kering dan bobot akar basah Caisin per petak adalah perlakuan standar (0 P + 1 STD) secara berturut-turut sebesar 5266 g/6m2, 459.26 g/6m2, dan 336.9 g/6m2. Sementara perlakuan yang menunjukkan penurunan nilai pada variabel bobot basah dan bobot kering Caisin per petak terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD dengan nilai 354 g/6m2, dan 35.88. g/6m2, sedangkan pada variabel bobot akar basah Caisin per petak, yang menunjukkan penurunan nilai terdapat pada perlakuan 1 P + 0 STD dengan nilai 19.83 g/6m2. Perlakuan standar (0 P + 1 STD) pada variabel bobot basah, bobot kering dan bobot akar basah Caisin per petak menunjukkan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
17
Untuk variabel bobot basah Caisin contoh (Tabel 4), perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 1P + 0 STD, 2P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Untuk variabel bobot kering Caisin contoh, perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, 3 P + 0 STD. Sedangkan perlakuan 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, 3 P + 0 STD saling tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD. Berdasarkan hasil uji lanjut bobot basah Caisin contoh dan bobot kering Caisin contoh, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral menunjukkan terjadi peningkatan pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan 3 P + 0 STD dibandingkan dengan kontrol. Nilai tertinggi untuk variabel bobot basah Caisin contoh dan bobot kering Caisin terdapat pada perlakuan 1 P + 0 STD secara berturut-turut sebesar 915.7 g/6m2 dan 87.93 g/6m2. Sementara yang menunjukkan penurunan bobot basah Caisin contoh dan bobot kering Caisin contoh terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD dengan nilai 21.3 g/6m2 dan 1.92 g/6m2. Perlakuan standar (0 P + 1 STD) pada variabel bobot basah Caisin contoh dan bobot kering Caisin contoh menunjukkan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa gabungan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral pada perlakuan 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, dan 2 P + 2/3 STD tidak memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan dengan perlakuan standar (0 P + 1 STD). Hal tersebut diduga karena kandungan hara pada gabungan pupuk tersebut belum mencukupi kebutuhan hara Caisin melihat potensi/sifat lahan percobaan yang rendah. Pada perlakuan standar (0 P + 1 STD), jumlah hara mineral yang diberikan lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain, akibatnya hasil yang diberikan juga akan lebih tinggi
18
dibandingkan perlakuan yang lain. Menurut Lingga (1995) respon tanaman akan meningkat jika pemberian pupuk sesuai dengan dosis dan cara yang tepat. Tabel 4. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral terhadap Bobot Basah Caisin Contoh dan Bobot Kering Caisin Contoh Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Bobot Basah Caisin Contoh Bobot Kering Caisin Contoh ...................................( g/6m2)................................ 381.0 d 30.72 e 925.0 abc 77.59 bc 904.7 abc 68.96 bcde 1296.7 a 118.65 a 482.7 cd 40.09 cde 866.3 bc 72.94 bcd 836.3 bc 72.48 bcd 359.7 d 28.80 e 927.0 abc 79.07 bc 1066.7 ab 108.98 ab 403.0 d 31.94 de
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan P = Pupuk organik “PhOSta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa dipakai oleh Petani)
4.3. Kadar dan Serapan N, P, dan K Caisin Kadar hara atau nutrient adalah persen zat yang diserap tanaman untuk makanannya yang merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan tanaman. Hara yang dapat diserap dalam bentuk molekul dan ion. Unsur hara yang dapat diserap diantaranya N, P, K, Ca, Mg dan lainnya. Unsur hara makro seperti N, P, dan K digunakan untuk membangun bagian utama tanaman. Kadar dan serapan hara esensial yang diserap tanaman sangat bervariasi. Kadar dan serapan hara esensial tanaman pangan berbeda - beda dengan tanaman buah - buahan dan tanaman sayur - sayuran. Data pengaruh pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral terhadap kadar hara (N, P, dan K) Caisin terdapat pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam pengaruh pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral terhadap kadar hara K Caisin disajikan dalam Lampiran 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral tidak berpengaruh nyata terhadap
19
kadar hara N dan P, namun berpengaruh nyata untuk kadar K Caisin. Hasil uji lanjut kadar hara N, P, dan K ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Kadar N, P, dan K Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Kadar Hara Caisin Contoh N P K ..................................... %..................................... 2.41 a 0.67 a 3.94 bc 2.61 a 0.67 a 4.50 abc 2.29 a 0.62 a 4.43 abc 2.41 a 0.71 a 5.27 a 2.44 a 0.68 a 3.75 bc 2.49 a 0.73 a 4.64 ab 2.40 a 0.59 a 4.31 abc 2.34 a 0.62 a 3.34 c 2.62 a 0.64 a 4.65 ab 2.61 a 0.69 a 4.55 ab 2.52 a 0.72 a 3.79 bc
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan P = Pupuk organik “PhOSta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa dipakai oleh Petani)
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar N dan P Caisin tidak dipengaruhi oleh perlakuan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral. Nilai tertinggi pada parameter kadar hara N dan P Caisin contoh secara berturut-turut terdapat pada perlakuan 2 P + 1/3 STD sebesar 2.62 % dan perlakuan 1 P + 1/3 STD sebesar 0.73%. Untuk parameter kadar K, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral memberikan pengaruh nyata. Perlakuan kontrol berbeda nyata terhadap 0 P + 1 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, 3 P + 0 STD. Berdasarkan hasil uji Duncan kadar K Caisin, pemberian pupuk organik “Phosta” dan pupuk mineral menunjukkan terjadinya peningkatan pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, dan 2 P + 2/3 STD dibandingkan kontrol. Peningkatan paling tinggi
20
terdapat pada perlakuan standar (0 P + 1 STD) yaitu sebesar 1.33% dari kontrol. Sementara penurunan nilai dibandingkan dengan kontrol terdapat pada perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Perlakuan yang menunjukkan penurunan nilai terbesar terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD yaitu sebesar 0.6%. Perlakuan standar (0 P + 1 STD) pada variabel kadar hara K Caisin merupakan perlakuan paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Data pengaruh pupuk organik “PhOSa” dan pupuk mineral terhadap serapan N, P, dan K Caisin disajikan pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam pengaruh pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral terhadap serapan hara N, P, dan K Caisin disajikan pada Lampiran 6, 7, dan 9. Hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral berpengaruh nyata pada serapan hara N, P, dan K Caisin. Hasil uji lanjut serapan hara N, P, dan K disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral berpengaruh yang nyata untuk variabel serapan hara N Caisin. Perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Sedangkan perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD saling berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 2/3 STD, dan 1 P + 0 STD. Berdasarkan hasil uji lanjut serapan hara N Caisin, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral menunjukkan terjadinya peningkatan serapan hara yang terdapat pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan 3 P + 0 STD. Serapan N paling tinggi terdapat pada perlakuan standar (0 P + 1 STD) yaitu sebesar 10.61 g/6m2. Sementara penurunan nilai serapan hara N terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD dengan nilai serapan N 1.17 g/6m2. Perlakuan standar (0 P + 1 STD) merupakan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
21
Tabel 6. Serapan Hara (N, P, dan K) Caisin akibat Pemberian Pupuk “PhOSta” dan Pupuk Mineral Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Serapan Hara Caisin N P K 2 ..................................... (g/6m )..................................... 4.08 d 1.19 cd 7.52 cd 11.15 ab 3.04 abc 19.84 bcd 9.17 bc 2.63 abcd 19.50 bcd 14.69 a 4.66 a 35.69 a 5.12 cd 1.53 bcd 8.68 cd 10.73 ab 3.55 ab 23.20 abc 11.57 ab 2.87 abcd 21.18 abc 2.91 d 0.81 d 4.30 d 10.52 ab 2.65 abcd 19.18 bcd 14.47 a 3.84 a 25.59 ab 4.73 d 1.49 bcd 8.15 cd
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan P = Pupuk organik “PhOSta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa dipakai oleh Petani)
Untuk serapan P Caisin perlakuan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral memberi pengaruh nyata. Perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, dan 3 P + 0 STD. Sedangkan perlakuan 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD saling berbeda nyata dengan 2 P + 0 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, dan 3 P + 0 STD. Berdasarkan hasil uji lanjut serapan P Caisin, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral meningkatkan serapan pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan 3 P + 0 STD dibandingkan dengan kontrol. Nilai paling tinggi terdapat pada perlakuan 0 P + 1 STD (perlakuan standar) yaitu sebesar 3.47 g/6m2. Nilai terendah terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD yaitu sebesar 0.38 g/6m2 yang nilainya dibawah kontrol. Perlakuan standar
22
(0 P + 1 STD) merupakan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Untuk parameter serapan hara K Caisin, perlakuan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral berpengaruh yang nyata. Perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD dan 3 P + 0 STD. Sedangkan perlakuan 0 P + 1 STD, 2 P + 2/3 STD saling berbeda nyata dengan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, 3 P + 0 STD, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1P + 2/3 STD, dan 2 P + 1/3 STD. Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap serapan K Caisin, pemberian pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral meningkatkanan nilai serapan K yang terdapat pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 0 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 0 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan 3 P + 0 STD dibandingkan kontrol. Nilai paling tinggi terdapat pada perlakuan standar (0 P + 1 STD) yaitu sebesar 28.17 g/6m2. Sementara nilai serapan hara K terendah terdapat pada perlakuan 2 P + 0 STD yaitu sebesar 3.22 g/6m2 yang bernilai lebih kecil dari kontrol. Perlakuan standar merupakan perlakuan yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Perlakuan standar (0 P + 1 STD) merupakan perlakuan yang menunjukkan peningkatan nilai yang paling tinggi untuk variabel serapan hara (N, P, dan K). Hal ini disebabkan pada perlakuan tersebut jumlah pupuk hara yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Akibatnya jumlah hara yang diserap untuk proses pertumbuhan tanaman juga lebih tinggi. 4.4. Efektivitas Relatif Agronomik (Relatif Agronomic Effectifness, RAE) Efektivitas
relative
agronomic
(RAE)
merupakan
metode
untuk
membandingkan pengaruh suatu pupuk terhadap pupuk standar yang umum digunakan untuk menambahkan hara. Dengan demikian kemampuan pupuk secara relative dinadingkan dengan pupuk standar dapat diketahui. Atas dasar bobot hasil per petak RAE dapat diperhitungkan sesuai dengan rumus berikut :
23
RAE %
P
P P
–P S
–P
K K
X 100%
Dalam hal ini pupuk mineral yang digunakan adalah pupuk dalam bentuk Urea, TSP, dan KCl yang merupakan pupuk mineral yang digunakan oleh petani, sedangkan pupuk yang diuji efektivitasnya adalah pupuk Organik “PhOSta”, dan pupuk organik “PhOSta” yang dikombinasikan dengan pupuk mineral. Parameter yang digunakan untuk menghitung nilai RAE adalah bobot basah Caisin contoh. Hasil analisis ragam RAE atas dasar bobot basah Caisin contoh disajikan pada Lampiran 12. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral berpengaruh nyata pada RAE bobot basah Caisin contoh. Nilai RAE bobot basah Caisin contoh disajikan dalam Tabel 7. Hasil analisis lanjut nilai RAE bobot basah Caisin contoh ditampilkan dalam Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji Duncan nilai RAE bobot basah Caisin contoh untuk perlakuan kontrol berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, 2 P + 1/3 STD, 2 P + 2/3 STD, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD. Sedangkan perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, dan 3 P + 0 STD saling berbeda nyata dengan 0 P + 1 STD, 2 P + 2/3 STD dan tidak berbeda nyata dengan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 1 P + 1/3 STD, 1 P + 2/3 STD, dan 2 P + 1/3 STD. Secara umum nilai RAE bobot bobot basah Caisin contoh untuk semua perlakuan berada dibawah nilai perlakuan standar (0 P + 1 STD). Nilai yang paling mendekati nilai RAE pada perlakuan standar terdapat pada perlakuan 2 P + 2/3 STD sebesar 74,9 %. Berdasarkan hasil uji lanjut nilai RAE bobot basah Caisin contoh (Tabel 7), perlakuan 2 P + 2/3 STD menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan perlakuan standar (0 P + 1 STD). Hal ini berarti perlakuan 2 P + 2/3 STD dapat menggantikan perlakuan 0 P + 1 STD (perlakuan standar).
24
Tabel 7. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Terhadap Nilai RAE Bobot Basah Caisin Contoh Perlakuan KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Nilai RAE Bobot Basah Caisin Contoh (%) 0d 59,4 abc 57,2 abc 100,0 a 11,1 cd 53,0 bc 49,7 bc -2,3 d 59,6 abc 74,9 ab 2,4 d
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan P = Pupuk organik “PhOSta” STD = Pupuk mineral dengan dosis standar (dosis pupuk yang biasa dipakai oleh Petani)
4.5. Pembahasan Umum Latosol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, kandungan bahan organik yang rendah dan bereaksi agak masam. Latosol Darmaga termasuk tanah yang memiliki pH masam, yaitu 5.50 dengan C-organik, nisbah C/N, dan N-total yang rendah (Tabel 1) sehingga kurang baik bagi pertumbuhan tanaman rendah termasuk Caisin. Pemupukan perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan hara dalam tanah guna mencukupi kebutuhan tanaman. Pemupukan dengan pupuk organik diperlukan ketika unsur hara semaikin rendah dan kandungan C-organik tanah kurang dari 2.5% (Sudadi, 2001). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik “Phosta” dan pupuk mineral berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah Caisin contoh dan Caisin per petak, bobot kering Caisin contoh, dan Caisin per petak, Kadar K Caisin contoh, serapan N, P, dan K Caisin. Perlakuan pemupukan standar (0 P + 1 STD) memberikan pengaruh paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian pupuk organik “PhOSta” pada pupuk mineral
25
sampai pada dosis 750 g/6m2 tidak mampu mengimbangi produksi Caisin pada perlakuan standar. Hal ini diduga karena unsur hara makro yang terkandung dalam pupuk organik “Phosta” lebih rendah dari pupuk mineral dosis standar. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap produksi dan serapan hara tanaman. Produksi lebih tinggi pada perlakuan standar diduga karena lebih tingginya serapan hara N, P, dan K. Pemupukan akan sangat berpengaruh pada berat tanaman, laju tumbuh tanaman yang meningkat diakibatkan oleh kombinasi pupuk N, P, dan K dengan dosis yang tepat akan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sehingga metabolisme tanaman dapat berlangsung dengan baik (Harjadi, 1979). Pemberian pupuk pada perlakuan standar (0 P + 1 STD) mempunyai bobot segar dan bobot kering Caisin, kadar P dan K Caisin, serapan N, P, dan K, serta nilai RAE yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Jika diamati dari gabungan pupuk organik “PhOSta” dan pupuk mineral pada perlakuan 1 P + 0 STD, 2 P + 0 STD, 3 P + 0 STD pemberian pupuk organik “Phosta” tanpa penambahan pupuk mineral pada variabel bobot basah Caisin per petak, bobot kering Caisin per petak, bobot basah Caisin contoh, dan bobot kering Caisin contoh terlihat bahwa nilai bobot tanaman cenderung menurun. Sementara pada perlakuan 0 P + 1/3 STD, 0 P + 2/3 STD, 0 P + 1 STD pemberian pupuk mineral tanpa penambahan pupuk organik “PhOSta” mampu meningkatkan bobot tanaman. Semakin tinggi dosis pupuk mineral yang diberikan (perlakuan 0 P + 1 STD) bobot tanaman juga semakin tinggi. Laju pertumbuhan tanaman cenderung meningkat, jika unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan dapat segera dimanfaatkan tanaman. Menurut Rakhmiati dkk, (2003) nitrogen yang tinggi sangat berpengaruh pada fase vegetatif, sehingga tanaman yang dipanen sebelum memasuki fase generatif lebih membutuhkan pupuk nitrogen dibandingkan pupuk fosfor atau kalium. Nitrogen yang terkandung dalam pupuk berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, fosfor berperan dalam merangsang pertumbuhan akar, pertumbuhan dan pembelahan jaringan meristem, sementara kalium berperan dalam fotosintesis pada tanaman. Hal ini yang
26
mengakibatkan nilai pada perlakuan 0 P + 1 STD pada masing masing parameter lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian pupuk organik “PhOSta” yang dikombinasikan dengan pupuk mineral umumnya memberikan hasil lebih tinggi untuk parameter bobot basah Caisin contoh dan per petak, dan bobot kering Caisin contoh dan per petak dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan pupuk organik tanpa penambahan pupuk mineral pada tanaman, kecuali perlakuan standar (0 P + 1 STD) yang memiliki nilai tertinggi. Menurut Siagian dan Harahap, (2001) pemupukan dengan pupuk organik tanpa pupuk NPK kurang mendukung pertumbuhan tanaman, akan tetapi kombinasi pupuk organik dengan pupuk NPK memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik. Menurut Kresnatita et al. (2009) dengan penambahan pupuk organik maka sifat pupuk urea yang mudah hilang akan diminimalisir karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhannya, sehingga dengan adanya pupuk organik efektivitas dan efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi. Hal ini dibuktikan oleh nilai RAE bobot basah Caisin contoh pada perlakuan 2 P + 2/3 STD. Kekurangan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Caisin dapat diatasi dengan cara pemberian pupuk baik pupuk organik maupun anorganik. Pemberian unsur makro nitrogen dalam tanah dapat dilakukan dengan penambahan pupuk anorganik yang mengandung unsur nitrogen. Sedangkan pemberian pupuk organik dapat menambah unsur hara makro dalam jumlah sedikit, unsur hara mikro, dan mikroorganisme yang berguna untuk meningkakan produktivitas tanah (Lingga dan Marsono, 2003).
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Pemberian pupuk organik “Phosta” dan pupuk mineral berpengaruh terhadap produksi dan serapan hara Caisin varietas Tosakan. Pupuk mineral dan pupuk organik “PhOSta” yang diberikan mampu meningkatkan bobot tanaman Caisin. Pemberian pupuk mineral dan pupuk organik “Phosta” mampu meningkatkan serapan hara tanaman baik pada serapan N, P, dan K tanaman. Perlakuan pupuk mineral standar (0 P + 1 STD) berpengaruh lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya pada semua variabel pengamatan. Berdasarkan uji lanjut, nilai RAE bobot basah Caisin per petak, perlakuan 1P + 2/3 STD dan 2P + 2/3 STD tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar (0 P + 1 STD).
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis pupuk organik “PhOSta” yang lebih tinggi yang penggunaannya dikombinasikan dengan pupuk mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2008. Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. NOMOR28/PERMENTAN/SR.130/5/2009.http://nasih.wordpress.com/ 2010/06/07/permenten-no28-th-2009pupukorganikpupukhayati-danpembenahtanah/. [Diakses pada 24 Agustus 2011]. Buringh, P. 1970. Introduction to the Study of Soil in Tropical and Sub Tropical Regions. 3rd edition. Center of Agricultural Publishing and Documentation. Wageningan. Netherlands. Dewayany. 1984. Sifat-sifat dan Klasifikasi Tanah Liat pada Beberapa Kemiringan Lereng di Darmaga. Skripsi S1, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjowigwno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta 233 hal. Harjadi, S. S. 1979. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Harlina, N. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk Sebagai Sumber Hara. Institut Pertanian Pertanian Bogor, Bogor. Haryanto, B. Suhartini T, Rahayu E, dan Sunarjo. 2006. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. Kresnatita, S., Koesriharti, Mudji S. 2009. Aplikasi pupuk organik dan nitrogen pada jagung manis. Agritek, vol 17 (6) : 1119-1133. Leiwakabessy, F.M. dan Sutandi, A. 2004. Diklat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lingga, P. dan Marsono. 1995. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. ____________________. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta. Marsono dan Sigit P. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
29
Opena, R.T and D. C. S Tay. 1994. Brassica rapa L. Group Caisin. Hal 153-157 in J.S, Simonsma dan K. Piluek (eds). Plant Recource of South Easth Asia, Vegetables. RROSEA Foundation. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survei dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Rakhmiati, Yatmin, Fahrurrozi. 2003. Respon tanaman sawi terhadap proporsi dan takaran pemberian N. Jurnal Wacana Pertanian Vol. III. Hal 119121. Bandar Lampung. Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung. Rukmana, R. 1999. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Santi LP, Soemaryono dan Geonadi DH. 2007. Evaluasi aplikasi biofertilizer EMAS pada Tanaman Jagung, Kalimantan Selatan. Buletin Agronomi vol XXXV no 1 : 22-27. Siagian, M.H. dan R. Harahap. 2001. Pengaruh pemupukan dan populasi tanaman Jagung terhadap produksi baby corn pada tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Penelitian UMJ, Vol 7 (3). Sept 2001 : 331-340. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soepraptohardjo, M. 1961. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. _________________. 1975. Jenis dan Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. Soeseno, S. 1999. Bisnis Sayuran Hidroponik. PT. Gramedia. Jakarta. Sudadi, M. dan W. A. Suryanto. 2001. Terobosan Teknologi Pemupukan dalam Era Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. Yogaswara, A. 1977. Seri-Seri Tanah dari 7 Tempat di Jawa Barat. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah PPT (1983) Sifat Tanah
Sangat Rendah Rendah < 1.00 1.00 -2.00 < 0.10 0.10 - 0.20 <5 5.0 - 10.0
Sedang
Tinggi
2.01-3.00 0.21 - 0.50 11.0 - 15.0
3.01 -5.00 0.51 - 0.75 16.0 - 25.0
Sangat Tinggi > 5.00 > 0.75 > 25
10.0 - 20.0 10.0 - 15.0 10.0 - 25.0 5.0 - 16.0
21.0 - 40.0 15.0 - 25.0 26.0 - 45.0 17.0 - 24.0
41.0 - 60.0 26.0 - 35.0 45.0 - 60.0 25.0 - 40.0
> 60 > 35 > 60 > 40
0.1 - 0.2 0.1 - 0.3 0.4 - 1.0 2.0 - 5.0 20.0 - 35.0 10.0 - 20.0
0.3 - 0.5 0.4 - 0.7 1.1 - 2.0 6.0 -10.0 36.0 - 50.0 21.0 - 30.0 Agak Masam 5.6 - 6.5
0.6 - 1.0 0.8 - 1.0 2.1 - 8.0 11.0 - 20.0 51.0 - 70.0 31.0 - 60.0
>1.0 >1.0 >8.0 >20 >70 >60 Agak Alkalin 7.6 - 8.5
C-Organik (%) N (%) C/N P2O5 HCl (mg/100) < 10 P2O5 Bray 1 (ppm) < 10 P2O5 Olsen (ppm) < 10 KTK (me/100g) <5 Kation dapat dipertukarkan : K (me/100g) < 0.1 Na (me/100g) < 0.1 Mg (me/100g) < 0.4 Ca (me/100g) <2 Kejenuhan basa (%) < 20 Kejenuhan Al (%) < 10 Sangat Reaksi Tanah Masam pH(H2O) < 4.5
Masam 4.5 - 5.5
Netral 6.6 - 7.5
Alkalin >8.5
32
Lampiran 2. Persyaratan Teknis Pupuk Organik Berdasarkan Permen No 28/ Permentan/SR.130/5/2009 Parameter pH C-Organik N total C/N P2O5 K2O Fe Cu Zn Mn B Co Mo Pb Cd As Hg Kadar Air Bahan Ikutan Ukuran butir (2-5mm) Salmonela E.coli
Satuan % % % % ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm % % % -
Syarat teknis 4-8 >12 15 -25 < 6.0 < 6.0 < 8000 < 5000 < 5000 < 5000 < 2500 <20 <10 ≤50 ≤50 ≤10 ≤1 4 -25** <102 <102
Klasifikasi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
*) Berdasarkan bobot kering mutlak **) Berdasarkan bobot asal
33
Lampiran 3. Bobot Basah, Bobot Kering, Caisin Contoh dan per Petak Serta Bobot Basah Akar Tanaman Caisin per Petak Ulangan Rataan I II III Perlakuan ..........................g/10bt.......................... Bobot Basah Caisin Contoh KONTROL 80 500 563 381 0 P + 1/3 STD 400 1000 1375 925 0 P + 2/3 STD 500 1250 964 905 0 P + 1 STD 773 1750 1367 1296 1 P + 0 STD 67 714 667 483 1 P + 1/3 STD 364 735 1500 866 1 P + 2/3 STD 426 833 1250 837 2 P + 0 STD 125 531 423 360 2 P + 1/3 STD 518 1455 808 927 2 P + 2/3 STD 1000 950 1250 1067 3 P + 0 STD 67 542 600 403 Bobot Kering Caisin Contoh KONTROL 7.66 34.48 50.03 30.72 0 P + 1/3 STD 42.16 99.95 90.65 77.59 0 P + 2/3 STD 54.49 82.94 69.45 68.96 0 P + 1 STD 119.15 128.17 108.55 118.65 1 P + 0 STD 6.10 64.21 53.95 40.09 1 P + 1/3 STD 40.10 56.36 122.21 72.94 1 P + 2/3 STD 67.68 67.52 81.03 72.48 2 P + 0 STD 19.59 39.83 26.98 28.80 2 P + 1/3 STD 69.55 114.62 53.04 79.07 2 P + 2/3 STD 129.89 83.21 113.84 108.98 3 P + 0 STD 12.20 45.06 38.58 31.94 Bobot Basah Caisin per Petak KONTROL 280 2050 3413 1914 0 P + 1/3 STD 2650 6050 6325 5008 0 P + 2/3 STD 1300 8050 7314 5555 0 P + 1 STD 2473 7600 11467 7180 1 P + 0 STD 192 3414 3417 2341 1 P + 1/3 STD 1064 5685 9100 5283 1 P + 2/3 STD 1726 7633 8200 5853 2 P + 0 STD 425 2331 1923 1560 2 P + 1/3 STD 2518 6055 5908 4827 2 P + 2/3 STD 3200 7750 5850 5600 3 P + 0 STD 192 3192 3600 2328
34
Bobot Kering Caisin per Petak KONTROL 26.82 141.35 0 P + 1/3 STD 279.33 604.67 0 P + 2/3 STD 141.67 534.10 0 P + 1 STD 381.27 556.61 1 P + 0 STD 17.53 287.82 1 P + 1/3 STD 117.41 435.74 1 P + 2/3 STD 273.99 618.49 2 P + 0 STD 66.62 774.76 2 P + 1/3 STD 338.15 477.12 2 P + 2/3 STD 415.66 678.79 3 P + 0 STD 35.06 265.50 Bobot Akar Basah Caisin per Petak KONTROL 46.67 236.54 0 P + 1/3 STD 496.88 864.29 0 P + 2/3 STD 162.54 690.00 0 P + 1 STD 290.91 542.86 1 P + 0 STD 47.92 341.43 1 P + 1/3 STD 199.43 682.24 1 P + 2/3 STD 119.07 610.67 2 P + 0 STD 170.00 274.26 2 P + 1/3 STD 260.47 189.20 2 P + 2/3 STD 200.00 407.89 3 P + 0 STD 76.67 245.51
303.50 41.6.98 526.78 911.58 276.52 741.38 531.52 122.64 387.94 532.75 231..47
157.22 433.66 400.85 61.6.48 193.95 431.51 474.67 121.34 401.07 542.40 177.34
379.17 575.00 812.70 839.02 213.54 606.67 410.00 174.83 562.64 468.00 300.00
220.79 645.39 555.07 557.60 200.96 496.11 379.91 206.36 337.44 358.63 207.39
35
Lampiran 4. Kadar Hara (N, P, dan K) Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Perlakuan Kadar N Daun Caisin KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD Kadar P Daun Caisin KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD Kadar K Daun Caisin KONTROL 0 P + 1/3 STD 0 P + 2/3 STD 0 P + 1 STD 1 P + 0 STD 1 P + 1/3 STD 1 P + 2/3 STD 2 P + 0 STD 2 P + 1/3 STD 2 P + 2/3 STD 3 P + 0 STD
Ulangan Rataan I II III .......................................%...................................... 2.01 2.79 2.31 2.15 2.00 2.42 2.17 2.02 2.67 2.12 2.15
2.56 2.48 2.37 2.89 2.62 2.67 2.40 2.42 2.70 2.87 2.64
2.66 2.56 2.20 2.17 2.70 2.39 2.62 2.58 2.49 2.84 2.64
2.41 2.61 2.29 2.41 2.44 2.49 2.40 2.34 2.62 2.61 2.52
0.45 0.53 0.52 0.47 0.45 0.47 0.50 0.48 0.50 0.56 0.43
0.77 0.76 0.54 0.83 0.78 0.77 0.49 0.79 0.80 0.78 0.94
0.78 0.73 0.81 0.83 0.82 0.95 0.79 0.50 0.63 0.73 0.79
0.67 0.67 0.62 0.71 0.68 0.73 0.59 0.62 4.64 0.69 4.72
1.88 3.85 3.10 2.88 2.15 2.88 3.40 2.42 3.68 3.18 1.80
5.03 4.54 4.32 6.16 4.54 5.1,6 4.09 3.75 5.93 5.35 5.00
4.92 5.11 5.89 6.78 4.56 5.90 5.44 3.86 4.33 5.11 4.56
3.94 4.50 4.43 5.27 3.75 4.64 4.31 3.34 4.65 4.55 3.79
36
Lampiran 5. Serapan Hara (N, P, dan K) Tanaman Caisin Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Ulangan Rataan I II III Perlakuan ..................................(g/petak) ..................................... Serapan N Caisin per Petak KONTROL 0.54 3.62 8.07 4.08 0 P + 1/3 STD 7.79 15.00 10.67 11.15 0 P + 2/3 STD 3.27 12.66 11.59 9.17 0 P + 1 STD 8.20 16.09 19.78 14.69 1 P + 0 STD 0.35 7.54 7.47 5.12 1 P + 1/3 STD 2.84 11.63 17.72 10.73 1 P + 2/3 STD 5.95 14.84 13.93 11.57 2 P + 0 STD 1.35 4.23 3.16 2.91 2 P + 1/3 STD 9.03 12.88 9.66 10.52 2 P + 2/3 STD 8.81 19.48 15.13 14.47 3 P + 0 STD 0.75 7.33 6.11 4.73 Serapan P Caisin per Petak KONTROL 0.12 1.09 2.37 1.19 0 P + 1/3 STD 1.48 4.64 3.04 3.04 0 P + 2/3 STD 0.74 2.88 4.27 2.63 0 P + 1 STD 1.79 4.62 7.57 4.66 1 P + 0 STD 0.08 2.24 2.27 1.53 1 P + 1/3 STD 0.55 3.36 7.04 3.55 1 P + 2/3 STD 1.37 3.03 4.24 2.87 2 P + 0 STD 0.32 1.38 0.74 0.81 2 P + 1/3 STD 1.69 3.82 2.44 2.65 2 P + 2/3 STD 2.33 5.29 3.89 3.84 3 P + 0 STD 0.15 2.50 1.83 1.49 Serapan K Caisin per Petak KONTROL 0.50 7.11 14.93 7.52 0 P + 1/3 STD 10.75 27.45 21.31 19.84 0 P + 2/3 STD 4.39 23.07 31.03 19.50 0 P + 1 STD 10.98 34.29 61.80 35.69 1 P + 0 STD 0.38 13.07 12.61 8.68 1 P + 1/3 STD 3.38 22.48 43.74 23.20 1 P + 2/3 STD 9.32 25.30 28.91 21.18 2 P + 0 STD 1.61 6.55 4.37 4.30 2 P + 1/3 STD 12.44 28.29 16.80 19.18 2 P + 2/3 STD 13.22 36.32 27.22 25.59 3 P + 0 STD 0.63 13.27 10.55 8.15
37
Lampian 6. Analisis Ragam Serapan N Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “Phosta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Jumlah Kuadrat Bebas 2 344,875897 10 520,522939 20 121,709169 32 987,108006
Kuadrat Tengah 172,4379485 52,0522939 6,0854585
Nilai F
Pr > F
28,34 8,55
<,0001 <,0001
Lampian 7. Analisis Ragam Serapan P Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat 44,1291455 44,0977394 25,1553879 133,382273
Kuadrat Tengah 22,06457273 4,40977394 1,2577694
Nilai F
Pr > F
17,54 3,51
<,0001 <0,0082
Lampian 8. Analisis Ragam Kadar K Daun Caisin Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 2 10 20 32
Jumlah kuadrat 35,0541878 8,74365455 8,59394545 52,3917878
Kuadrat tengah 17,5270939 0,8743654 0,42969727
Nilai F
Pr > F
40,79 2,03
<,0001 <0,0846
Lampian 9. Analisis Ragam Serapan K Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat 2192,889509 2690,62452 1364,35162 6247,86565
Kuadrat Tengah 1096,44475 269,06245 68,217581
Nilai F
Pr > F
16,07 3,94
<0,0423 0,0004
38
Lampian 10. Analisis Ragam Bobot Basah Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan galat total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat 136742271,5 109924291,5 37270081,2 283936644,2
Kuadrat Tengah 68371135,7 10992429,2 1863504,1
Nilai F
Pr > F
36,69 5,9
<,0001 <,0004
Lampian 11. Analisis Ragam Bobot Kering Caisin per petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
2 10 20 32
472209,9833 855303,5498 253671,543 1581185,076
Kuadrat Tengah 236104,991 85530,355 12683,577
Nilai F
Pr > F
18,62 6,74
<,0001 <,0002
Lampian 12. Analisis Ragam Bobot Basah Caisin Contoh Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 2336498,727 1168249,364 2948346,061 294834,606 1098603,939 54930,197 6383448,727
Nilai F
Pr > F
21,27 <,0001 5,37 0.0007
Lampian 13. Analisis Ragam Bobot Kering Caisin Contoh Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat 3543.03872 28418.61190 9525.50708 41487.15770
Kuadrat Tengah 1771.51936 2841.86119 476.27535
Nilai F
Pr > F
3.72 5.97
<,0001 <,0027
39
Lampian 14. Analisis Ragam Bobot Akar Basah Caisin per Petak Akibat Pemberian Pupuk Organik “PhOSta” dan Pupuk Mineral Sumber Keragaman Ulangan Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 2 10 20 32
Jumlah Kuadrat 601562,92 797103,14 370813,21 1769479,3
Kuadrat Tengah 300781,46 79710,314 18540,661
Nilai F
Pr > F
16,22 4,31
<,0001 <,0027