i
PENGARUH PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN SERAPAN HARA JAGUNG (Zea mays. L) PADA LATOSOL DARMAGA
Oleh: Dodo Aprilianda A14063412
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
i
ii
RINGKASAN DODO APRILIANDA. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea Mays. L) Pada Latosol Darmaga. Dibimbing oleh BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI. Saat ini aktivitas pertanian sangat tergantung pada pupuk dan pemupukan khususnya pada 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan tanah-tanah pertanian di Indonesia memiliki tingkat kesuburan tanah relatif rendah sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan merupakan cara terpenting dalam mendorong pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh pemberian pupuk majemuk dan pupuk konvensional terhadap pertumbuhan, produksi, dan serapan hara tanaman jagung pada Latosol Darmaga. Pupuk majemuk bermerk “Big Growth” (15:15:10) (yang selanjutnya disingkat BG) dibandingkan dengan pupuk konvensional yaitu Urea, SP 36 Dan KCl. Percobaan dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RAK) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan diterapkan pada percobaan ini. Perlakuan yang diberiakan adalah: (1) Kontrol (2) Standar (3) BG 0.5 (4) BG 1.0 (5) BG 1.5 (6) BG 2.0 yang masingmasing setara dengan 0.5; 1; 1.5; dan 2 kali dosis standar. Hasil percobaan menunjukan bahwa perlakuan Standar dan BG nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan jagung per petak dibandingkan perlakuan Kontrol. Perlakuan BG mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata pada serapan hara N dan K dibandingkan standar. Bobot tongkol per petak pada perlakuan BG 0.5 relatif sama dengan Standar namun untuk bobot pipilan per petak cenderung lebih tinggi dari Standar meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Disamping hal tersebut perlakuan BG menimbulkan pengaruh residu pada kadar P tersedia dan K dapat ditukar yang cenderung meningkat setelah percobaan. Kata kunci: Pupuk majemuk, Jagung, Serapan hara
ii
iii
SUMMARY DODO APRILIANDA. Effect of NPK Compound Fertilizer on growth, Yield and Nutrient Uptake of Maize (Zea Mays. L) In Darmaga’s Latosol. Supervised by BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI. Agricultural activity is highly dependent on fertilizer and fertilization especially in two last decades. This is due to agricultural lands in Indonesia have relatively low of soil fertility levels, therefore less ability to support plant growth. Fertilization was mainly manner to promote better plant growth. This study aims to compare the effect of compound and conventional fertilizer on growth, yield, and nutrient uptake of maize in Dar maga’s Latosol. Compound fertilizer branded with "Big Growth" (15:15:10) (here in after abbreviated as BG) was compared with conventional fertilizers i.e. Urea, TSP and KCl. The trials were conducted at Cikabayan Experiment Station, Darmaga, Bogor. Soil and plant tissue analysis were done at the Laboratory of Soil Chemistry and Soil Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. Completely Randomize Block Design with 6 treatments and 3 replications were used in this trial. These treatments are: (1) Control (2) Standards (3) BG 0.5 (4) BG 1.0 (5) BG 1.5 (6) BG 2.0 which each equivalent to 0.5; 1 ; 1.5 and 2 times of the standard dose of fertilization. The trial results showed that Standards and BG treatments have significantly increased of plant height, weight of corn cobs per plot, weight samples of corn cobs and weight of corn grain samples and per plot compared with controls treatment. BG treatments have not significantly effect on uptake of N and K compared with standard treatments but tended to be higher. The weight of corn cobs in BG 0.5 treatment in proportion to Standard treatments and statistically not significant, but for grain weight per plot tended to be higher. Beside that, BG treatments have residual effect on availability of P and exchangeable K of soil which are tend to increase after the trials. Keywords: Compound fertilizer, Maize, Nutrient uptake
iii
iv
PENGARUH PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN SERAPAN HARA JAGUNG (Zea mays. L) PADA LATOSOL DARMAGA
Oleh: Dodo Aprilianda A14063412
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv
v
Judul Skripsi
: Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea mays. L) Pada Latosol Darmaga.
Nama Mahasiswa
: Dodo Aprilianda
Nomor Pokok
: A14063412
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Nugroho , Msi. NIP. 19601021 198703 1 001
Dr. Ir. Sri Djuniwari, MSc. NIP. 19530626 198103 2 004
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Laha n
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc. NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Kelulusan: v
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kampung Jawa, pada tanggal 4 April 1988 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Suyono dan Ibu Sulami. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SDN 107453 Bakaran Batu. Kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 8 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi pada tahun 2006. Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalaui jalur Undangan Se leksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan studi penulis pernah bergabung dalam kegiatan UKM badminton. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan di Departemen Ilmu Tanah dan Suberdaya Lahan, seperti Cross Country, Masa Perkenalan Departemen, dan Seminar Nasional. Selain itu, Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah kesuburan tanah pada program Studi Diploma tahun 2011-2012.
vi
vii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea Mays L.) Pada Latosol Darmaga”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Budi Nugroho, Msi. dan Dr. Ir. Sri Djuniwati M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan b imbingan, saran, motivasi serta kesabaran yang bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Heru B. Pulunggono, MAgr. selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Komarsa Ganda Sasmita, Msc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. 4. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Suyono dan Ibu Sulami, kakak serta adik yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa restu, kepercayaan, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. 5. Nefalianti Destriana yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tulisan ini. 6. Rudi dan Adel yang telah banyak membantu penulis selama melakukan analisis di laboratorium. 7. Sahabat penulis, Luluk Dwi wulan Handayani, Decky, Zaini, Puti dan Mike yang selalu bersama dalam suka dan duka, yang selalu memberikan perhatian dan motivasi selama penyusunan tulisan ini. 8. Nug’s Community Hadi, Adit dan Gama yang selalu memberikan saran d an informasi yang berguna bagi penulis. 9. Seluruh teman-teman MSL 43 yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
vii
viii
10. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB dan para pekerja kebun Cikabayan yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium dan percobaan di lapang. Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2012
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................
xi
I.
PENDAHULUAN...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang........................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian....................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................
3
2.1. Karakteristik Tanah Latosol...................................................
3
2.2. Pupuk.....................................................................................
3
2.3. Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman....................................
5
2.4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman........................................
6
2.5. Kalium Dalam Tanah dan Tanaman......................................
8
2.6. Karakteristik Tanaman Jagung..............................................
9
III. BAHAN DAN METODE...............................................................
11
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................
11
3.2. Bahan dan Alat.......................................................................
11
3.3. Rancangan Perlakuan.............................................................
11
3.4. Rancangan Percobaan............................................................
12
3.5. Pelaksanaan Percobaan..........................................................
12
3.6 . Analisis Tanah dan Tanaman.................................................
13
3.7. Pengolahan Data....................................................................
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
15
4.1. Hasil.......................................................................................
15
4.1. Pembahasan Umum...............................................................
19
KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................
23
5.1. Kesimpulan............................................................................
23
5.2. Saran......................................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
24
LAMPIRAN...........................................................................................
26
II.
V.
ix
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1
Keseluruhan Perlakuan yang Dicobakan...............................
12
2
Sifat Kimia Latosol Darmaga................................................
15
3
Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan per Petak....................................................................
17
4
Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K.....
18
5
Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia Tanah......................................................................................
19
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Analisis Komposisi Hara Pupuk NPK cap Big Growth (Balai Penelitian Tanah 2009) dan Penilaiannya berdasarkan SNI 2803 : 2010......................................................................
26
2
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983).................
26
3
Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST......................................................................................
27
Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST......................................................................................
27
Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tongkol per petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan Jagung per Petak........................................................................................
28
Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Jagung......................................................................
28
7
Analisis Ragam Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST.............
29
8
Analisis Ragam Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST.............
29
9
Analisis Ragam Bobot Tongkol/petak dan Bobot Tongkol Contoh.....................................................................................
30
10
Analisis Ragam Bobot Pipilan/petak dan Serapan Hara N.....
30
11
Analisis Ragam Serapan Hara P dan Serapan Hara K............
31
4 5
6
xi
1
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Jagung merupakan komoditi pangan terpenting kedua setelah padi karena
di beberapa daerah, jagung merupakan bahan makanan pokok. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku industri pangan maupun pakan ternak khususnya pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan jagung akan semakin meningkat pula. Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melalui dua program utama yaitu: (1) ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi (peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain memanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam. Salah satu program intensifikasi adalah merasionalisasikan penggunaan
pupuk. Dalam praktek penanaman jagung hibrida, petani cenderung menggunakan pupuk urea lebih banyak dari yang direkomendasikan. Hal tersebut menyebabkan pemborosan pada penggunaan urea sebagai sumber hara N dan me nunjukan ketidak seimbangan imbangan pemberian hara bagi jagung. Selayaknya jumlah pupuk yang digunakan oleh petani sesuai dengan jumlah hara yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil sesuai potensi hasil varietas yang digunakan. Varietas dengan potensi hasil yang rendah (berumur genjah) kebutuhan pupuknya akan lebih sedikit dibandingkan dengan jenis hibrida dengan potensi hasil yang tinggi (Bakhri, 2007). Dalam praktek, usaha efisiensi pemupukan dapat ditempuh dengan melakukan dua pendekatan, yaitu (i) peningkatan kesuburan tanah dan (ii) modifikasi produk pupuk yang lebih esfisien. Pendekatan pertama ditempuh melalui usaha peningkatan daya dukung tanah dengan input amelioran, pupuk mineral, input hayati, baik berupa bahan organik maupun mikroorganisme. Dengan meningkatnya kesuburan tanah, efisiensi pengunaan pupuk oleh tanaman dapat diperoleh. Pendekatan kedua menekankan kepada formulasi produk baru
1
2
yang lebih efisien dalam pengertian dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektifitas produk pupuknya ditingkatkan dan/atau biaya produksinya dapat dikurangi (Santi et al, 2007). Pupuk majemuk saat ini telah banyak digunakan. Bermacam- macam merek, kualitas dan kadar telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk sering dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga kerja pada aplikasi pupuk majemuk juga lebih tinggi daripada aplikasi pupuk tunggal yang harus diberikan dengan dicampur (Novizan, 2002). Selain itu dari segi agronomik petani juga memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Dengan demikian, pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik daripada menggunakan pupuk konvensional. 1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pemberian pupuk
majemuk NPK dan pupuk konvensional terhadap pertumbuhan, produksi, dan serapan hara tanaman jagung pada Latosol Darmaga.
2
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Latosol Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan
pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat
tinggi, terjadi akumulasi
seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah- merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi. Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal 1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang,
berbukit
atau
bergunung,
mempunyai
horison
terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975). Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fisik yang berat. Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983). 2.2.
Pupuk a. Pupuk Majemuk Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur,
biasanya disebut pupuk campuran (Sabiham et al., 1989). Menurut Hardjowigeno 3
4
(1985) pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya. Pupuk ini dapat mengandung dua atau lebih unsur makro atau campuran makro dan mikro. Pengelompokan biasanya dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk majemuk: (1) pupuk majemuk 2 unsur hara, (2) pupuk majemuk 3 unsur hara. Pupuk majemuk 2 unsur hara seperti NP, NK, NMg, NS, NCa dan CaS. Sedangkan pupuk majemuk 3 unsur hara yang paling banyak dikenal adalah pupuk NPK (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pembuatan pupuk majemuk dapat dilakukan melalui proses blending (bulk blending) yaitu pencampuran butiran pupuk dalam keadaan kering secara mekanik, bahannya dapat berupa pupuk tunggal maupun majemuk. Bulk blending mengurangi biaya tenaga kerja, penyimpanan, produksi, transportasi, dan penyebaran pupuk. Di samping itu, bulk blending umumnya memiliki analisis tinggi dan mengandung unsur mikro karena dibutuhkan dalam kondisi lahan yang spesifik. Bahan pupuk yang biasa digunakan dalam proses bulk blending adalah urea, amonium nitrat, amonium sulfat, TSP dan kalsium klrorida (Brady, 1990). Keuntungan dari segi agronomik diperolah dengan cara menyesuaikan campuran pupuk dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Selanjutnya petani memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Selain keuntungan, penggunaan pupuk majemuk juga mempunyai beberapa keterbatasan yaitu: (1) tidak memungkinkan untuk menyimpang dari formula pupuk (2) biaya tiap satuan unsur hara umumnya lebih tinggi dalam pupuk majemuk dibandingkan pupuk tunggal (Jacob dan Uexkull, 1958). Pemakaian pupuk majemuk saat ini sudah sangat luas. Berbagai merek, kualitas dan kadar telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk dipilih karena kandungan haranya lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga kerja pada aplikasi pupuk majemuk juga lebih tinggi daripada aplikasi pupuk tunggal yang harus diberikan dengan dicampur (Novizan, 2002).
4
5
b. Pupuk Tunggal Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur hara misalnya pupuk N, Pupuk P, Pupuk K dan sebagainya (Hardjowigeno 1985). Menurut Lingga dan Marsono (2008) dikatakan pupuk tunggal karena hara yang dikandung hanya satu. Adapun keuntungan penggunaan pupuk tunggal dari segi agronomi dan bagi petani diantaranya yaitu (1) pemupukan lebih merata bila dibandingkan dengan pupuk majemuk, (2) harganya lebih murah jika dibandingkan pupuk majemuk, dan (3) unsur hara yang diberikan dapat disesuaikan dengan kekahatan unsur hara dilapang. Selain dari segi manfaatnya, penggunaan pupuk tunggal ini juga memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan pupuk majemuk. Adapun kekurangan dari penggunaan pupuk tunggal ini yaitu (1) biaya transportasi lebih mahal, (2) membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk majemuk, (3) jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, dan (4) lebih lama dalam pemberian di lapang. 2.3.
Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman Nitrogen diantara berbagai hara tanaman lainnya adalah hara yang paling
banyak mendapat perhatian dan diteliti. Hal tersebut karena jumlahnya relatif sedikit dalam tanah, sedangkan yang diangkut tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, hilang menguap, atau di waktu lain sama sekali tidak tersedia bagi tanaman. Pengaruh nitrogen pada tanaman biasanya jelas dan cepat dan pemberian nitrogen berlebihan dapat merugikan. Soepardi (1983)
menyatakan
bahwa
nitrogen berperan
terutama
merangsang pertumbuhan bagian tanaman diatas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Pada serelia memperbesar butir-butir dan persentase protein. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari pengguanaan kalium, fosfor, dan unsur lainnya.
5
6
Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui proses volatilisasi, penguraian, hidrolisis, denitrifikasi dan pencucian ataupun diserap oleh tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion ammonium (Tisdale dan Nelso n, 1975). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Sebaliknya, ion ammonium bemuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan postif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002). Tanaman yang kurang nitrogen tumbuh kerdil dengan sistem perakaran terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok. Kerugian yang disebabkan pemberian nitrogen berlebihan ialah: (1) memperlambat pematangan dangan membantu pertumbuhan vegetatif, yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya, (2) melunakan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah, (3) menurunkan kualitas, (4) dalam beberapa hal dapat melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama (Soepardi, 1983). 2.4.
Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman Fosfor merupakan unsur hara kedua yang diperlukan banyak oleh
tumbuhan setelah nitrogen. Unsur ini sering juga disebut sebagai kunci kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004).
Fosfor sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat di dalam nukleotida yang merupakan suatu ikatan yang mengandung P sebagai penyusun RNA, dan DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel dan sebagai aktivator beberapa enzim (Tisdale dan Nelson, 1975). Unsur tersebut juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan prod uksi buah dan biji.
6
7
Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat atau fosfat primer (H2 PO 4-) dan sekunder (HPO 4 -)(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy, 1988). Bentuk P-organik terdiri dari fosfat inositol, fosfolipid, asam nukleat, dan senyawa-senyawa ester yang lain. Senyawa fosfat inositol, fosfolipid, dan asam nukleat merupakan bentuk P-organik yang paling dominan (Tisdale et al., 1985). Ketersediaan P-organik bagi
tanaman
sangat
bergantung
pada
aktivitas
jasad
renik
untuk
memineralisasinya. Namun, seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik dan membentuk senyawa yang relatif sukar larut (Leiwakabessy, 1988). Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineralmineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan karbonat, fluor, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P 2 O 5 antara 15-30 % dan tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pelapukan, mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperolah bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah, yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Sanchez (1992) menyatakan bahwa P-anorganik terdiri dari dua bentuk yaitu aktif dan tidak aktif. P-anorganik aktif adalah Ca-P, Al-P, dan Fe-P, sedangkan P-anorganik tidak aktif terdapat dalam bentuk terserap dan dalam bentuk larut dalam pereduksi. Kelarutan fosfat anorganik dipengaruhi oleh pH tanah. Lingkungan alkali menyebabkan kalsium fosfat menjadi tidak larut, sedangkan Fe dan Al fosfat tidak larut dalam keadaan asam. Ketersediaan fosfor dalam tanah mencapai maksimum pada pH 6.0-6.5 (Ismunadji et al., 1991).
7
8
2.5.
Kalium Dalam Tanah dan Tanaman Menurut Sabiham et al. (1983) kalium merupakan unsur ketiga terpenting
setelah nitrogen dan fosfor. Kalium diserap tanaman dalam jumlah yang cukup besar, dan kadang-kadang lebih besar dari pada nitrogen sepeti halnya pada tanaman umbi- umbian. Soepardi (1983) menyatakan bahwa kalium merupakan satu-satunya kation monovalen esensial bagi tanaman. Peran utama dari kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator dan kovaktor berbagai enzim. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap bebagai penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen. Kalium dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor. Secara umum kalium berperan sebagai lawan dari pengaruh buruk nitrogen dan fosfor. Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai lebih dari 200 kg/ha tergantung dari jenis tanaman dan besar produksi. Umumnya tanaman monokotil seperti jagung lebih banyak membutuhkan kalium dibandingkan tanaman dikotil (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Kalium diserap oleh tana man dalam bentuk kation K +. Ion K di dalam tanah bersifat sangat dinamis (Novizan, 2002). Kalium tanah berasal dari pelapukan mineral primer yang mengandung K seperti K- feldspar, muskovit, biotit dan flogopit. Ketersedian K dari mineral primer ini kecil dan urutan ketersediannya ialah biotit > muskovit > feldspar. K juga terdapat dalam mineral- mineral liat seperti illit, khlorit, vermikulit dan mineral- mineral interstratified (seperti vermikulit-klhorit, montmorillonit-khlorit, dll). Berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, K-tanah dapat dikelompokan menjadi 3
kelompok
yaitu: (1)
Bentuk
K
tak
dapat
dipertukarkan
(nonexchangeable), (2) Bentuk K dapat dipertukarkan (exchangeable), dan (3) bentuk K-larutan (Leiwakabessy, 1988).
8
9
2.6.
Karakteristik Tanaman Jagung Secara
taksonomi
tanaman
jagung
termasuk
ke
dalam
kelas
Monokotiledone (tumbuhan berkeping tunggal), dengan ordo Poales, famili Graminae (Poaceae), genus Zea dengan spesies Zea mays L. Tanaman jagung berumah satu, dengan bunga jantan (tassel) tumbuh pada ujung batang utama dan bunga betina (tongkol) tumbuh terpisah pada ketiak daun. Umumnya bersifat protandri, yaitu bunga jantan lebih cepat dewasa dibandingkan bunga betina (Tjitrosoepomo, 1991). Tanaman jagung mempunyai tipe perakaran monokotil denga n akar serabut yang menyebar variatif kesamping dan kebawah pada lapisan olah sepanjang kurang lebih 25 cm. Batang tanaman beruas-ruas dengan tinggi bervariasi antara 125 cm – 250 cm dan berdiameter 2 – 2.5 cm. Daun terletak pada setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara daun satu dengan lainnya dan jumlah daun berkisar antara 10 – 20 helai tiap tanaman. Biji tersusun rapi pada tongkol dan jumlah tongkol dapat bervariasi pada tiap tanaman ter gantung varietas tanaman jagung. Setiap tongkol terdiri kurang lebih 200 – 400 butir biji jagung dan berderet 10 – 14 deret (Suprapto, 1991). Menurut Effendi (1985), jagung dapat tumbuh baik hampir di semua macam tanah. Tanaman jagung toleran terhadap pH agak masam sampai alkali. Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 – 7,0 dengan pH optimum 6,0 – 7,0. Jagung juga sangat peka terhadap kelembaban tanah yang rendah dari mulai awal pertumbuhan sampai akhir pembentukan biji. Kelembaban relatif adalah sebesar 42 – 80%, sedangkan pada masa pemasakan kelembaban relatif sebesar 60 – 64%. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal
9
10
dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Berdasarkan Kepmentan Nomor 570 Tahun 2004 sifat-sifat agronomis kultivar jagung hibrida Bisi-16 antara lain sangat cocok untuk penanaman jarak rapat dengan jarak tanam 70 cm x 15 cm, berbatang kokoh dengan tingkat keseragaman dari seragam sampai sangat seragam, toleran terhadap rebah akar, toleransi ketahanan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorght) dan bercak daun (Helminthosporium maydis), rata-rata hasil produksi 9,2 ton/ha pipilan kering serta baik ditanam didataran rendah sampai 1000 m dpl.
10
11
III. BAHAN DAN METODE 3.1.
Waktu dan Tempat Percobaan berlangsung dari bulan Januari sampai Juni 2011. Percobaan
lapang dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, kampus IPB Darmaga Bogor dan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2.
Bahan dan Alat Bahan pupuk yang diuji adalah pupuk majemuk NPK dengan merk “Big
Growth” (BG) yang berupa pupuk majemuk granular dengan komposisi kimia disajikan pada (Lampiran 1). Bahan lainnya yang digunakan dalam percobaan lapang, antara lain adalah: pupuk Urea (46 % N), SP-36 (36 % P2O5), KCl (60 % K2O), benih jagung hibrida Bisi-16, furadan, dolomit dan kotoran kambing. Sedangkan alat yang dipergunakan antara lain adalah: hand tractor, cangkul, tugal, label dari seng, meteran, tali plastik, timbangan, gembor dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam analisis tanah dan tanaman antara lain adalah HClO 4 , HNO 3 , HCl, H2 SO 4 , NaOH, H3 BO3 , aquades dan bahan-bahan kimia lainnya untuk analisis tanah dan tanaman. Sedangkan alat yang digunakan antara lain adalah mesin penggiling, pH meter, Flamefotometer, alat-alat gelas dan lain- lain. 3.3.
Rancangan Perlakuan Penelitian terdiri dari 6 perlakuan. Perlakuan tersebut adalah: (1) Kontrol,
(2) Standar (Urea: 300 kg/ha; SP-36: 200 kg/ha; KCl: 150 kg/ha), dan (3) BG 0.5, (4) BG 1.0, (5) BG 1.5, (6) BG 2.0 yang masing- masing setara dengan 0.5 dosis standar, 1 kali dosis standar, 1.5 kali dosis standar dan 2 kali dosis standar. Seluruh perlakuan yang diujikan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Keseluruhan perlakuan disajikan pada Tabel 1.
11
12
Tabel 1. Keseluruhan perlakuan yang dicobakan Dosis per Petak Perlakuan
Big Growth
Urea
SP-36
Dosis per Hektar KCl
Big Growth
Urea
SP-36
KCl
.................(gram/petak).................
....................(kg/ha)....................
Kontrol
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Standar*
0.00
600.00
400.00
300.00
0.00
300.00
200.00
150.00
BG 0.5
480.00
143.48
0.00
70.00
240.00
71.74
0.00
35.00
BG 1.0
960.00
286.94
0.00
140.0
480.00
143.47
0.00
70.00
BG 1.5
1440.00 430.42
0.00
210.0
720.00
215.21
0.00
105.00
BG 2.0
1920.00 573.88
0.00
280.0
960.00
286.94
0.00
140.00
*) Berdasarkan dosis anjuran Balai Penelitian Tanaman Pangan. 3. 4.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok
(RAK). Model matematika percobaan tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Ti + Pj + Eij i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4, 5, 6 Keterangan: Yijk = respon produksi tanaman jagung akibat pengaruh T ke i dan P ke j µ
= nilai tengah umum
Ti = pengaruh kelompok / ulangan ke- i Pj = pengaruh jenis perlakuan ke-j Eij = galat
3.5.
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Lahan Pertama-tama dilakukan pengolahan lahan dengan menggunakan hand tractor dan selanjutnya membuat petak dengan ukuran 4 x 5 m2 disiapkan sebanyak 18 petak untuk 6 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Kemudian diberikan kotoran kambing dan dilakukan pengapuran berdasarkan Al-dd yang setara dengan 1x Al-dd (1680 kg/ha). 12
13
Penanaman Penanaman dilakukan setelah pemberian kotoran sapi dan pengapuran. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah kultivar jagung hibrida Bisi16 dengan jarak tanam 40 cm x 75 cm. Pemupukan Pupuk majemuk NPK, Urea dan KCl di aplikasikan dua kali, sedangkan SP-36 di aplikasikan sekaligus pada saat tanam. Aplikasi pupuk majemuk NPK, Urea dan KCl pertama dilakukan pada saat penanaman sebesar ½ dosis dan sisanya diberikan pada saat tanaman jagung berumur 4 minggu setelah tanam (MST). Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakuakan meliputi: (1) penyulaman, dilakukan pada saat tanaman berumur 7 – 14 hari setelah tanamn (HST); (2) penyiangan dari gulma; (3) pembersihan saluran; (4) pembumbunan. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada saat tongkol masak, yaitu pada 100 HST. Parameter yang dianalisis: 1. Variabel pertumbuhan: yaitu tinggi tanaman mulai dari umur 2 sampai dengan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali dan contoh tanaman yang diamati dalam 1 petak adalah 10 tanaman yang diambil secara acak. 2. Variabel produksi tanaman: bobot tongkol kering per petak, bobot tongkol kering contoh dan bobot pipilan kering per petak. 3. Variabel serapan hara: serapan N, serapan P dan serapan K jaringan tanaman.
3.6.
Analisi Tanah dan Tanaman Pengambilan contoh tanah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum
penanaman dan setelah panen berupa contoh tanah komposit yang mewakili masing- masing perlakuan. Kemudian contoh tanah tersebut dikering- udarakan dan disaring. Analisis tanah yang dilakuakan meliputi N-total (metode Kjeldahl), P-
13
14
tersedia (Bray 1), Al-dd dan H-dd (ekstrak KCl 1 N), pH (pH meter), dan K, Na, Ca, Mg (ekstrak NH4 Oac pH 7.0) Analisis tanaman pertama-tama dilakukan dengan pengambilan daun bendera sebanyak 7 – 10 lembar/petak saat tanaman jagung telah berbunga atau memasuki fase generatif (9 MST).
Kemudian pada saat panen dilakukan
pengambilan berangkasan untuk analisis kadar hara. Analisi yang dilakukan meliputi N (metode Kjeldahl), P dan K (pengabuan basah). Serapan hara diperoleh dengan cara mengkalikan kadar N, P, dan K yang diperoleh dengan bobot berangkasan kering.
3.7.
Pengolahan Data Data yang diperoleh dianalisis ragam untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap variabel yang diamati. Selanjutnya pada faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test, DMRT).
14
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian. Latosol menyebar paling luas dibandingkan jenis tanah lainnya, yaitu sekitar 70,5 juta ha atau sekitar 37,5% dari luas daratan Indonesia. Tanah ini dapat dijumpai terutama di pulaupulau besar seperti: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Puslittanak,
2000). Umumnya Latosol terbentuk di daerah tropika basah,
mempunyai curah hujan dan suhu yang tinggi. Hasil analisis pendahuluan sifat kimia Latosol Darmaga yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga Jenis Analisis pH H2 O 1:1 pH KCl 1:1 C-organik N-total Nisbah C/N P-tersedia P-HCl 25 % Ca-dapat ditukar Mg-dapat ditukar K-dapat ditukar Na-dapat ditukar KTK KB Al dapat ditukar H-dapat ditukar
Satuan % % ppm ppm me/100 g me/100 g me/100 g me/ 100 g me/100 g % me/100 g me/100 g
Nilai 4.50 3.70 2.07 0.18 9.66 11.6 124.6 1.82 0.79 0.20 0.50 10.93 30.28 1.68 0.30
Kriteria (PPT, 1983) Masam Sedang Rendah Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Sedang -
Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) (Lampiran 2) Latosol Darmaga (Tabel 2) tergolong bereaksi
15
16
masam dengan nilai pH 4.50, C organik tergolong sedang dengan nilai 2.07 %, Ntotal tergolong rendah dengan nilai 0.18 %, Ca dapat ditukar tergolong sangat rendah dengan nilai 1.82 me/100 g dan Mg-dd, K-dd masing- masing tergolong rendah dengan nilai 0.79 me/100 g dan 0.20 me/100 g, KTK yang menunjukan potensi tanah dalam menyimpan hara tergolong rendah. Rendahnya KTK tanah karena Latosol Darmaga didominsai oleh tipe liat 1:1 (94 %) pada horison A (Hartono et al., 2005) dan mempunyai kadar bahan organik tergolong rendah, sedangkan rendahnya kadar kalsium, kalium dan magnesium selain disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah juga oleh sifat liat hidro-oksida (Soepraptohardjo dan Suharjo, 1978). Selanjutnya untuk nilai kejenuhan basa tergolong sedang yaitu sebesar 30.28 %. Dari parameter-parameter yang telah di analisis maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah ini tergolong rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengapuran dan pemupukan agar pertumbuhan dan produksi tanaman lebih baik. 4.1.2. Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol Kering per Petak, Bobot Tongkol Kering contoh, dan Bobot Pipilan Ke ring per Petak Hasil pengamatan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak disajikan dalam Lampiran 3-5, sedangkan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 7-10. Hasil analisis ragam,
menunjukan
bahwa
perlakuan pemupukan
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. Hal ini menunjukan bahwa jagung pada petak perlakuan BG, standar, dan kontrol memberikan respon yang berbeda terhadap semua perlakuan yang diberikan. Tabel 3 menunjukan hasil uji Duncan tinggi tanaman minggu ke 6. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi daripada Kontrol. Perlakuan BG 2.0 nyata lebih tinggi dari perlakuan BG 0.5 dan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar, sedangkan pada perlakuan BG 0.5, BG 1.0 dan BG 1.5 nyata lebih lebih rendah dari
16
17
perlakuan standar dan nyata lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, tinggi tanaman yang paling tinggi dihasilkan pada BG 2.0 sedangkan tinggi tanaman yang paling rendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5. Akan tetapi antara perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 tidak berbeda nyata satu sama lain. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan per Petak
Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
Bobot Tongkol/Petak (kg)
Bobot Tongkol Contoh (kg)
Bobot Pipilan/petak (kg)
Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
40.53 a 65.20 b 70.10 bc 74.40 bc 77.63 cd 83.86 d
0.95 a 7.00 b 5.46 b 6.95 b 5.83 b 7.62 b
0.13 a 0.90 b 0.87 b 1.23 bc 0.95 b 1.53 c
0.49 a 4.23 b 3.14 b 3.94 b 3.26 b 4.16 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT
Data bobot tongkol per petak, menunjukan bahwa perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak lebih tinggi daripada perlakuan BG tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan standar dan BG nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, bobot tongkol terbesar dihasilkan oleh petak BG 0.5 yaitu sebesar 7.00 kg/petak dan tidak berbeda dengan standar, sedangkan bobot tongkol kering terkecil dihasilkan oleh petak BG 1.0 yaitu sebesar 5.46 kg/petak. Perlakuan
standar
menghasilkan
bobot
tongkol contoh
terbesar
dibandingkan perlakuan BG dan kontrol, yaitu sebesar 1.53 kg namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan BG 1.5, sedangkan pada perlakuan BG bobot tongkol terendah terdapat pada petak BG 1.0 yaitu sebesar 0.87 kg dan tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 3), menunjukan bahwa bobot pipilan per petak pada seluruh perlakuan BG tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar meskipun petak BG 0.5 menghasilkan bobot pipilan lebih tinggi dari
17
18
standar, sedangkan perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 menghasilkan bobot pipilan lebih rendah dari standar. Secara keseluruhan perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi dari kontrol padak keempat variabel yang diamati. Rendahnya produksi pipilan kering pada perlakuan kontrol ini disebabkan tanaman kekurangan hara N, P, dan K yang dibutuhkan
tanaman
dalam
perkembangannya
sehingga
menghambat
pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan pertumbuhan generatif yaitu pengisian janggel. 4.1.3. Serapan Hara N, P, dan K Data hasil pengukuran serapan hara N, P, dan K berangkasan jagung disajikan dalam Lampiran 6 dan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 10-11, sedangkan hasil uji Duncan serapan N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan BG dan Standar berpengaruh nyata terhadap serapan N, P dan K berangkasan jagung. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K Perlakuan Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
N (g/petak) 0.95 a 1.71 ab 2.29 bc 2.62 bc 3.07 c 2.96 c
Serapan Hara P (g/petak) 0.03 a 0.11 ab 0.11 ab 0.13 bc 0.15 bc 0.21 c
K (g/petak) 0.67 a 4.29 b 3.48 b 4.80 b 5.17 b 4.64 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT
Dari hasil uji Duncan (Tabel 4) perlakuan BG 2.0 mempunyai serapan N dan K tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Akan tetapi serapan N pada BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 1.5, BG 1.0 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan BG 0.5 dan kontrol. Serapan K pada perlakuan BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 0.5. BG 1.0, BG 1.5 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Tingginya serapan N dan K pada perlakuan BG 2.0 ini kemungkinan disebabkan sumbangan N dan K yang
18
19
diberikan oleh perlakuan BG 2.0 lebih tinggi dibandingkan denga n perlakuan lainnya. Perlakuan standar menghasilkan serapan P tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan BG 1.5 dan BG 2.0 namun lebih tinggi daripad a perlakuan BG 1.0, BG 0.5 dan kontrol. 4.1.4. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen Tanah sebelum perlakuan memiliki pH masam (4.50) dengan kandungan N-total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar masing- masing sebesar 0.18 %, 11.6 ppm, dan 0.20 me/100 g, sedangkan setelah panen pH tanah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan pH tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 dengan nilai 5.10, dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai pH. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia Tanah Perlakuan
H2 O (pH 1:1)
Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
4.50 5.10 4.90 4.20 4.30 4.60
N-total (%) 0.24 0.25 0.24 0.25 0.26 0.25
P Ca .....(ppm)..... 8.50 4.39 16.10 8.07 18.60 8.98 19.50 4.22 22.00 4.58 14.40 6.80
Mg K Al H ..........(me/100g).......... 0.58 0.15 0.57 0.32 1.06 0.31 tr 0.24 1.20 0.29 0.16 0.26 0.53 0.30 0.65 0.31 0.66 0.34 0.73 0.34 0.92 0.25 0.26 0.28
Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan Standar. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini di duga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah. 4.2. Pembahasan Umum Latosol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, kandungan bahan organik sedang hingga rendah
dan
bereaksi agak masam hingga netral (Subagyo dalam Syafrudin et al, 2006). Latosol Darmaga termasuk tanah yang memiliki pH masam, yaitu 4.5 dengan KTK, N-total dan basa-basa yang rendah (Tabel 2) sehingga kurang baik bagi 19
20
pertumbuhan tanaman semusim seperti jagung. Dengan kondisi tanah yang demikian maka proses pertumbuhan dan produksi tanaman akan terhambat, sehingga untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimum, faktor pembatas tersebut harus dapat diatasi salah satunya dengan pemupukan. Tinggi tanaman merupakan salah satu ukuran peubah tanaman yang sering diamati dalam suatu percobaan, karena tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman. Hal tersebut berdasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman adalah ukuran peubah pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat, sebagai pengukur peubah pertumbuhan. Hasil percobaan menunjukan bahwa, pemberian pupuk BG dan pupuk standar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada usia 6 MST. Tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol (40.53 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan standar (83.86 cm), sedangkan pada perlakuan BG, tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 (65.20 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan BG 2.0 (77.63 cm) meskipun secara statistik tinggi tanaman pada perlakuan BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan standar. Perbedaan tinggi tanaman pada perlakuan BG maupun standar terhadap perlakuan kontrol disebabkan oleh meningkatnya serapan N, P dan K tanaman yang dipengaruhi oleh kelarutan pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman adalah peningkatan serapan N tanaman yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman (Ismunadji, 1976 dalam Dirjendikti, 1991). Tabel 4 menunjukan bahwa serapan N terendah terdapat pada perlakuan kontrol, sehingga menyebabkan perlakuan kontrol memilik tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkankan perlakuan BG maupun Standar. Dengan demikian, maka serapan hara N berbanding lurus terhadap peningkatan tinggi tanaman. Selain meningkatkan tinggi tanaman, pemupukan juga meningkatkan bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobo t pipilan per petak. Perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak dan bobot tongkol contoh terbesar yaitu 7.62 kg/petak dan 1.53 kg. Namun pada bobot pipilan per
20
21
petak nilai terbesar dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 yaitu 4.23 kg/petak. Hal ini diduga karena unsur hara yang tersedia di dalam tanah yang diserap oleh tanaman lebih mempengaruhi pertumbuhan biji. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa ketersediaan P dan K di dalam tanah pada perlakuan BG 0.5 lebih tinggi daripada perlakuan standar. Soepardi (1983) menyatakan bahwa K adalah unsur yang diperlukan oleh tanaman serelia sewaktu pengisisan bulir atau biji, sedangkan P berperan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji. Dengan tersedianya unsur P dan K yang cukup di dalam tanah maka akan berepangaruh juga terhadap proses pembentukan biji, dimana biji akan lebih bernas sehingga berpengaruh terhadap bobot pipilan jagung. Secara umum berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan standar dan BG mampu meningkatkan nilai dari ke empat variabel yang dia mati. Meskipun nilai perlakuan standar cenderung lebih tinggi dari BG namun pupuk standar relatif tidak berbeda dibandingkan pupuk BG. Berdasarkan hasil tersebut pupuk majemuk BG efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung, terutama BG 0.5 relatif lebih tinggi dari Standar pada produksi bobot pipilan. Unsur hara adalah zat yang diserap tanaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hara yang diserap oleh tanaman dapat diserap dalam bentuk molekul dan ion. Unsur yang diserap dalam bentuk molekul diantara nya C, H, O dan unsur yang diserap dalam bentuk ion diantaranya N, P, K, Ca, Mg (Leiwakabessy, 2004). Unsur hara N, P dan K digunakan untuk membangun bagian tanaman, sehingga serapan hara dari ketiga unsur ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Serapan hara N, P dan K (Tabel 4) menunjukan bahwa perlakuan BG dan standar memiliki serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Serapan hara N tertinggi terdapat pada perlakuan BG 2.0, sedangkan serapan hara (P dan K) tertingi terdapat pada perlakuan standar. Kenaikan dosis BG dan perlakuan standar mampu meningkatkan serapan N, P, dan K tanaman. Hal ini terjadi karena dengan adanya penambahan pupuk maka ketersediaan hara di dalam tanah juga ikut meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar maka serapan hara juga ikut meningkat.
21
22
Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pH tanah. Perubahan pH tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 yaitu sebesar 5.10 tetapi dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai pH, sedangkan Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan standar. Kadar N-total, P-tersedia dan Kdapat ditukar tertinggi terdapat pada perlakuan BG 2.0 masing- masing sebesar 0.26 %, 22 ppm dan 0.34 me/100 g. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini diduga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah.
.
22
23
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman jagung, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. 2. Serapan hara N, P, K dan semua perlakuan pemupukan tersebut nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. 3. Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah. 4. Perlakuan BG 0.5 pada variabel bobot pipilan per petak cenderung lebih tinggi daripada perlakuan standar meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. 5. Perlakuan BG menimbulkan pengaruh residu pada kadar P tersedia dan K dapat ditukar yang cenderung meningkat setelah percobaan.
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kondisi dimana faktor- faktor pendukung pertumbuhan dan produksi tanaman seperti air dalam keadaan tercukupi dan pada keragaman tanah yang sama.
23
24
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Keputusan Menteri Pertanian Nomor http://www.perundangan.deptan.go.id [2 Februari 2012].
570.
Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Departemen Pertanian, Sulawesi Tengah. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Tenth Edition. Macmillan Publishing Company. New York. Collier Macmillan. London. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kesuburan Tanah. Jakarta. Dudal, R. dan M. Supraptohardjo. 1975. Soil Clasification in Indonesia. Pemberian Balai Besar Penyelidik Pertanian. Bogor. Effendi. 1985. Bercocok Tanaman Jagung. Yasaguna. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartono, A., S. Funakawa dan T. Kosaki. 2005. Phosporus-Desorption Characteristic of selected Acid Upland Soil in Indonesia. Soil Sci. Plant Nutr. 51: 787-799. Ismunadji, M., S. Partohardjono, dan A. S. Karama. 1991. Fosfor, Peranan, dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Kerjasam PT. Petrokimia Gresik dengan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Bogor. Jacob, A. And H. V. Uexkull. 1958. Fertilizer Use “Nutrition and Manuring of Tropical Crops”. Verlagsgessellschaft fur Ackerbau mbH. Hannover. Jerman. Leiwakabessy F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Leiwakabessy F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy F. M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga, P dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
24
25
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sabiham, S., S. Djokosudardjo dan G. Soepardi. 1989. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sabiham, S., S. Djokosudardjo dan G. Soepardi. 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengolahan Tanah Tropika. Penerbit. ITB. Badung. Santi, L.P., Soemaryono dan Goenadi D.H. 2007. Evaluasi Aplikasi Biofertilizer EMAS pada Tanaman Jagung, Kalimantan Selatan. Bulletin Agronomi vol XXXV no 1 : 22-27. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepraptohardjo, M. and H. Suharjo. 1978. Rice Soils of Indonesia. In:Int. Rice res. Inst. Soil and Rice., Los Banos. P. 99-144. Suprapto. 1991. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. Syafrudin, Mufran R, Rahmi Y.A, Muhamad A. 2006. Kebutuhan Pupuk N, P dan K Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Haplustepts. J Penelitian Tanaman Pangan 25:1-8. Tisdale, S. L. And W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers, 3rd Edition. The Macmillan Publ. Co. New York. Tisdale, S. L., W. L. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed. Macmilan, New York. Tjitrosoepomo, G. 1991. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
25
26
LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Komposisi Hara Pupuk NPK cap Big Growth (15:15:10) (Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2009) dan Penilaiannya berdasarkan SNI 2803 : 2010. Parameter Satuan Nilai Syarat Teknis Kualifikasi N-total % 14.18 **) memenuhi P2 O5 % 14.27 **) memenuhi K2O % 9.70 **) memenuhi MgO % 0.41 memenuhi Pb ppm Tr Maks 500 memenuhi Cd ppm 4.3 Maks 100 memenuhi As ppm Tr Maks 100 memenuhi Hg ppm 0.8 Maks 10 memenuhi Kadar Air % 2.55* Maks 3 memenuhi Ket: *) berdasarkan bobot kering mutlak **) batas toleransi minimal yang dipersyaratkan 8%
Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983) Sangat Sangat Rendah Sedang Tinggi Rendah Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 Nitrogen (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 C/N <5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25 P2 O5 HCl (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60 P2 O5 Bray-1 (ppm) < 10 10 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35 P2O 5 Olsen (ppm) < 10 10 – 25 26 – 45 46 – 60 > 60 K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60 KTK (me/100g) <5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40 Basa-basa yang dapat dipertukarkan K (me/100g) < 0.1 0.1-0.2 0.3 – 0.5 0.6 – 1.0 > 1.0 Na (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4 – 0.7 0.8 – 1.0 > 1.0 Mg (me/100g) < 0.4 0.4-1.0 1.1 – 2.0 2.1 – 8.0 > 8.0 Ca (me/100g) < 0.2 2–5 6 – 10 11 – 20 > 20 Kejenuhan Basa (%) < 20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 > 70 Reaksi Sangat Agaka Agak masam Netral Alkalin Tanah Masam Masam Alkalin pH (H2 O) < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5 Sifat Kimia Tanah
26
27
Lampiran 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST
Perlakuan Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
Tinggi Tanaman 2 MST Ulangan I II IIII 20.1 19.4 19.6 23.0 22.6 20.0 23.6 22.6 22.6 26.5 27.1 22.9 27.6 24.5 24.3 27.5 25.2 24.3
Tinggi Tanaman 4 MST Ulangan I II III 30.8 28.0 24.6 51.7 40.2 33.1 44.9 40.0 30.9 46.9 52.6 38.3 47.9 45.9 38.8 57.9 48.2 42.5
Rataan (cm) 19.7 21.9 22.9 25.5 25.5 25.7
Rataan (cm) 27.8 41.7 38.6 45.9 44.2 49.5
Lampiran 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST
Perlakuan Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
Tinggi Tanaman 6 MST Ulangan I II IIII 48.5 37.8 35.3 86.8 69.4 54.1 77.3 70.3 48.0 79.8 89.3 63.8 84.1 77.8 61.3 101.4 83.9 66.3
Rataan (cm) 40.5 70.1 65.2 77.6 74.4 83.9
Tinggi Tanaman 8 MST Ulangan I II III 59.6 46.6 44.5 117.5 98.7 81.3 106.8 106.9 70.2 113.6 129.7 93.4 116.0 106.5 87.1 149.9 123.4 93.1
Rataan (cm) 50.2 99.2 94.6 112.2 103.2 122.1
27
28
Lampiran 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tongkol per petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan Jagung per Petak Perlakuan Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
Bobot Tongkol/petak Ulangan I II III 1.65 0.65 0.55 9.34 6.28 5.40 7.33 6.48 2.58 6.05 6.78 8.03 7.75 5.30 4.45 10.02 7.93 4.90
Rataan (kg) 0.95 7.00 5.46 6.95 5.83 7.62
Bobot Tongkol Contoh Ulangan I II III 250 90 75 1075 875 750 950 1225 450 950 1675 1075 1300 875 700 1875 1575 1150
Rataan (kg) 138.3 900.0 875.0 1233.3 958.3 1533.3
Bobot Pipilan/Petak Ulangan I II III 0.90 0.37 0.19 5.95 3.70 3.04 4.36 3.64 1.42 3.54 3.43 4.85 4.59 3.03 2.14 5.76 4.28 2.45
Rataan (kg) 0.49 4.23 3.14 3.94 3.26 4.16
Serapan Hara K Ulangan I II III 0.76 0.71 0.53 4.89 3.52 4.45 4.40 4.18 1.87 3.40 5.64 5.35 5.41 5.53 4.58 5.30 5.35 3.26
Rataan (g/petak) 0.67 4.29 3.48 4.80 5.17 4.64
Lampiran 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Jagung Perlakuan Kontrol BG 0.5 BG 1.0 BG 1.5 BG 2.0 Standar
Serapan Hara N Ulangan I II III 1.32 0.89 0.63 2.20 1.38 1.55 3.63 2.05 1.18 3.36 2.38 2.11 3.42 3.16 2.62 2.90 2.67 3.30
Rataan (g/petak) 0.95 1.71 2.29 2.62 3.07 2.96
Serapan Hara P Ulangan I II III 0.03 0.02 0.05 0.10 0.13 0.11 0.07 0.21 0.06 0.06 0.16 0.16 0.09 0.18 0.18 0.23 0.25 0.15
Rataan (g/petak) 0.03 0.11 0.11 0.13 0.15 0.21
28
29
Lampiran 7. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST Sumber Keragaman Rata-rata Blok Perlakuan Galat Total
db 1 2 5 10 18
JK
RJK
Tinggi Tanaman 2 MST 9959.31 17.78 8.89 89.96 17.99 11.07 1.11 10078.12
F-hit
8.03** 16.26**
JK
RJK
Tinggi Tanaman 4 MST 30685.90 443.64 221.82 862.02 172.40 123.42 12.34 32114.98
F-tabel
F-hit
17.97** 13.97**
0.05
0.01
4.10 3.33
7.56 5.64
Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01
Lampiran 8. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST Sumber Keragaman Rata-rata Blok Perlakuan Galat Total
db 1 2 5 10 18
JK
RJK
Tinggi Tanaman 6 MST 84762.17 1922.85 961.42 3449.57 689.91 404.55 40.46 90539.14
F-hit
23.77** 17.05**
JK
RJK
Tinggi Tanaman 8 MST 169129.28 3357.88 1678.94 9298.71 1859.74 1038.07 103.81 182823.94
F-tabel
F-hit
16.17** 17.92**
0.05
0.01
4.10 3.33
7.56 5.64
Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01
29
30
Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Tongkol/petak dan Bobot Tongkol Contoh Sumber Keragaman Rata-rata Blok Perlakuan Galat Total
db 1 2 5 10 18
JK
RJK
Bobot Tongkol/petak 571.61 21.99 10.99 88.65 17.73 21.24 2.12 703.49
F-hit
5.18* 8.35**
JK
RJK
Bobot Tongkol Contoh 15895401.4 517802.8 258901.4 3260756.9 652151.4 619763.9 61976.4 20293725.0
F-tabel
F-hit
4.18* 10.52**
0.05
0.01
4.10 3.33
7.56 5.64
Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01
Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Pipilan/petak dan Serapan Hara N Sumber Keragaman Rata-rata Blok Perlakuan Galat Total
db 1 2 5 10 18
JK
RJK
Bobot Pipilan/petak 184.52 10.26 5.13 29.70 5.94 9.21 0.92 233.69
F-hit
5.57* 6.45**
JK
RJK
Serapan Hara N 92.25 2.74 1.37 9.87 1.98 2.36 0.24 107.23
F-tabel
F-hit
5.81* 8.37**
0.05
0.01
4.10 3.33
7.56 5.64
30
31
Lampiran 11. Analisis Ragam Serapan Hara P dan Serapan Hara K Sumber Keragaman Rata-rata Blok Perlakuan Galat Total
db 1 2 5 10 18
JK
RJK
Serapan Hara P 0.28 0.01 0.01 0.05 0.01 0.02 0.002 0.36
F-hit
2.81 4.74*
JK
RJK
Serapan Hara K 265.49 2.30 1.15 41.17 8.24 8.98 0.89 317.96
F-tabel
F-hit
1.28 9.17**
0.05
0.01
4.10 3.33
7.56 5.64
Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01
31