Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
PENGARUH PUPUK BATUAN FOSFAT DAN SUPERFOSFAT TERHADAP PRODUKTIVITAS JAGUNG VAR. BISMA LUKIwATi, M. HANDAYANt, dan I. SusiLowATi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Drh.R.Soejono Koesoemowardojo Tembalang Semarang ABSTRAK Percobaan lapang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk batuan fosfat (BP) dan superfosfat36 (SP-36) serta interaksinya terhadap produktivitas jagung pada tanah Latosol . Digunakan rancangan petak terbagi dan 3 kelompok ulangan, dengan sumber pupuk P (SP-36 dan BF) sebagai petak utama dan 4 dosis pupuk P sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi biji jagung, produksi bahan kering (BK) dan kadar protein kasar (PK) jerami jagung nyata lebih tinggi dengan pemupukan P dibanding tanpa pupuk P (kontrol) . Pupuk SP-36 menghasilkan produksi biji jagung, clan produksi BK jerami jagung ryata lebih tinggi dibanding pupuk BP pada dosis yang sama, sedang kadar PKjerami tidak berbeda nyata. Kata kunci: Bahan kering, batuan fosfat, jagung, protein kasar, superfosfat PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) termasuk salah satu sumber bahan pangan maupun pakan, sedang jerami jagung masih dapat dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia. Latosol sebagai salah satu jenis tanah pertanian di Indonesia, termasuk tidak produktif dicirikan oleh pH masam dan kahat tmsur hara P. Kekurangan unsur hara P antara lain menyebabkan tanaman ttunbuh kerdil dan produksi rendah. Pemupukan P merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut terutama pada saat awal atau sebelum tanam (GRUNDON, 1987) . Menurut COATES et al. (1990), pemupukan P dapat meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan selama periode pertumbuhan alctif. Namun demikian kemampuan pupuk P untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman antara lain tergantung padajenis pupuk dan sifat tanah (HELYAR dan GODDEN, 1976) . Pupuk SP sudah digunakan secara luas umuk meningkatkan produktivitas lahan tidak produktif di Indonesia . Namun demikian, melonjaknya harga pupuk SP menyebabkan perhatian beralih pada pupuk BP. Pupuk BP sebagai salah satu sumber pupuk P alam, harganya relatif lebih murah dibanding SP dan tidak tergantung pada impor. Di Indonesia terdapat beberapa tambang BP antara lain di Cirebon (Jawa Barat) clan Gresik (Jawa Timur) . Batuan fosfat sebagai pupuk P alam, tidak larut dalam air tetapi larut dalam amonium sitrat . Sehingga BP tetmasuk sumber P lambat tersedia . Sifat pupuk BP tidak sama dengan SP. Batuan fosfat adalah suatu mineral apatit, sehingga kelarutan BP pada tanah masam ditingkatkan . Dengan demikian pada tanah masam pupuk BP berperan nyata . Namun efektivitas BP tergantung pada susunan kimia dan mineral batuan, pH dan sifat-sifat tanah lainnya begitu pula jenis tanamannya (YOUNG et al., 1985) . Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara asam sulfat dan BP dengan kadar 36% P Z OS serta P larut dalam air . Oleh karena itu apabila SP-36 diberikan pada tanah masam, maka P akan diendapkan sebagai Fe-fosfat atau Al-fosfat dan cenderung di adsorbsi koloid-koloid tanah . Tanah liat masam mempunyai daya adsorbsi kuat, sehingga memerlukan penambahan pupuk P dosis tinggi . 371
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1000
Kedua jenis pupuk P (BP dan SP-36) dapat digunakan secara langsung pada tanah (YOUNG et al., 1985). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk BP dan SP-36 serta interaksinya terhadap produktivitas jagung di tanah Latosol kahat unsur hara P. MATERI DAN METODE Percobaan lapang telah dilakukan selama 3 bulan pada tanah Latosol dengan pH (H20) masingmasing kelompok adalah 4,73 (kelompok I), 4,48 (kelompok 11), dan 4,26 (kelompok 111). Ksdar P tersedia (Bray-II) pada kelompok I, II, dan III masing-masing menunjukkan 2,59; 2,15; dan 1,72 ppm. Kadar N tsnah pada kelompok 1, II, dan II masing-masing menunjukkan 0,29; 0,20; dan 0,19%. Dengan demikian tanah tersebut tenmasuk masam, kahat unsur hara P dan kadar N sedang . Luas tanah yang digunakan 240 m2 dibagi menjadi 24 petsk. Masing-masing petak berukuran 3,5 m x 2,5 m atsu 8,75 m2. Perlakuan yang diberikan adalah 4 taraf dosis pupuk P dsri sumber pupuk yang berbeda yaitu BP dsn SP-36. Rancangan petak terbagi dengan 3 kelompok ulangan digunakan dalam penelitian ini. Petak utama adalah 2 jenis pupuk P yaitu BP (27% P205) dan SP-36 (36% P205). Dosis pupuk P sebagai anak petak yaitu 0, 66, 132, dan 198 kg P/ha. Pupuk dasar diberikan pada semua petak yaitu urea (46% N) dan KCI (60% K20) masing-masing dengan dosis 100 kg N/ha dan 83 kg K/ha.
Biji jagung ditanam secara tugal dengan jarak tanam 70 cm x 40 cm sesudah pengolahan tanah. Masing-masing lubang tanam berisi 2 tsnaman jagung, sehingga tiap petak terdapat 60 tsnaman atau 68 571 tanaman/ha . Pupuk P (BP dan SP-36) dan KCl diberikan secara tugal dekat lubang tanam bersamaan waktu tanam . Pemupukan secara tugal dekat lubang tanam dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P dibsnding dengan di sebar rata (RANDALL dan HOEFT, 1988) . Pupuk N terbagi 2 ksli pemupukan secara tugal dekat tanaman yaitu 1/3 dosis urea diberikan satu minggu setelah tanam. Sementara itu, 2/3 dosis urea diberikan 4 minggu setelah tanam.
Jagung dipanen pada umur 3 bulsn setelah tanam dsn diperoleh data jagung pipilan kering matahari. Jerami jagung dipotong dekat permukaan tanah untuk dianalisis hasil BK dsn kadar PK. Data penelitian diolah dengan menggunakan SAS program . Perbedaan antara perlakuan diuji dengan uji DMRT. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 1. Produksi biji jagung dan efisiensi pupuk BP dsn SP-36
Dosis pupuk P (kg P/ha) 0
66 132 198
Prod. biji (kg/ha) 4028d 5199c 5885bc 6257bc
BP
Ef. P (kg biji/kg P) 0 79 44 31
Keterangan : Hurufyang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf5% dengsn
372
SP-36
Prod . biji (kg/ha) 4085d 6285b 7342a 7599a
DMRT
Ef. P (kg biji/kg P) 0 95 55 38
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Produksi biji jagung (Tabel 1), produksi BK (Tabel 2), dan kadar PK jerami jagung dengan pemupukan P nyata lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan P. Namun demikian meningkatnya dosis pupuk SP-36 dari 132-198 kg P/ha, dan BP 66-198 kg P/ha tidak nyata pengaruhnya terhadap produksi biji maupun produksi BKjerami jagung. Tabel 2. Produksi bahan kering jerami dar. efisiensi pupuk BP dan SP-36 Dosis pupuk P (kg P/ha)
BP
SP-36 Prod. BK (kg/ha) Ef. P (kg BK/kg P) Prod. BK (kg/ha) Ef. P(kg BK/kgP) 3604 d 0 0 3613 d 0 66 4429 cd 67 6506 b 99 132 5255 bc 40 8226 a 62 198 5934 b 30 9016 a 45 Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan DMRT Produksi biji (Tabel 1) dan produksi BK (Tabel 2) dengan pemupukan SP-36 nyata lebih tinggi dibanding BF pada dosis yang sama. Efisiensi pupuk SP-36 untuk produksi biji dan BK jerami jagung lebih fnggi dibanding BP pada dosis yang sama. Efisiensi pupuk BP dan SP-36 menumn dengan meningkatnya dosis pupuk. Kadar PK jerami jagung meningkat dengan berbagai taraf dosis pupuk SP-36 maupun BP, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata . Demikian pula fdak terdapat perbedaan pengaruh antara pupuk SP-36 dengan BP terhadap kadar PK jerami jagung (Tabel 3). Produksi biji jagung dan BK jerami jagung tertinggi masing-masing dicapai dengan pemupukan BP maupun SP-36 pada dosis 198 kg P/ha. Efisiensi pupuk P tertinggi untuk produksi biji (kg biji/kg P) dan BK (kg BK/kg P) masing-masing dicapai dengan pemupukan SP-36 maupun BP pada dosis 66 kg P/ha. Pada dosis tersebut, pupuk BP menghasilkan 79 kg biji/kg P, dan 67 kg BK/kg P. Sedang pupuk SP-36 menghasilkan 95 kg biji/kg P dan 99 kg BK/kg P. Pemupukan dengan BP diperoleh produksi biji dan BK jerami jagung masing-masing hanya mencapai 83% .dan 68% dibanding apabila dipupuk dengan SP-36. Tabel 3. Kadar protein kasarjeramijagung dengan pemupukan BP dan SP-36 Dosis pupuk P (kg P/ha) BP SP-36 Rataan .. . .. . ... ... ... . .. . . . . . . . . . .. . . .. .....persen . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . . . . . ... ... . .. ... . .. .... .. .... 0 5,82 5,92 5,87 b 66 5,98 6,09 6,04 ab 132 6,14 6,22 6,18 ab 198 6,26 6,38 6,32 ab Rataan 6,09 a 6,15 a Keterangan : Huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan DMRT
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
Pembahasan Pemupukan P mampu meningkatkan produksi biji (Tabel 1), procluksi BK (Tabel 2), dan kadar PK jerami jagung (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan clan produksi jagung pada tanah kahat P, dapat ditingkatkan dengan pemupukan P. Peneliti lain juga menyatakan bahwa pupuk P dapat meningkatkan pertumbuhan rurnput-rumput tropika pada tanah kahat unsur hara P (TEITZEL clan BRUCE, 1972). Produksi biji clan BK jerami jagung nyata lebih tinggi dengan pemupukan Bp maupun SP-36 dibanding tanaa pemupukan P. Tidak terdapat perbedaan respon apabila dosis pupuk ditingkatkan 132-,198 kg P/ha untuk SP-36, dan 66-198 kg P/ha untuk BP. Menurut JONES (1990), produksi tanaman pada umumnya menurun atau tidak ada respon apabila dosis pupuk P ditingkatkan. Hal ini diduga karena mengalami kekurangan unsur hara N (JONES, 1990), Mo (MEARS clan BARKUS, 1970), K (SHAW clan ANDREW, 1979) clan S (JONES, 1973) . Produksi biji dan BK jerami jagung tertinggi masing-masing dicapai dengan pemupukan SP-36 maupun BP pacla dosis 198 kg P/ha, yaitu dosis tertinggi yang digunakan dalam penelitian ini . Namun hasil-hasil yang dicapai tersebut tidak berbeda secara nyata dibanding dosis 132 kg P/ha (SP-36) clan 66-132 kg P/ha (BP). Efisiensi pupuk P tertinggi untuk produksi biji clan BK dicapai dengan pemupukan BP maupun SP-36 pada dosis 66 kg P/ha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan tanaman jagung sebenarnya sudah terculcupi dengan pemupukan BP maupun SP-36 pada dosis 66 kg P/ha clan mampu meningkatkan produksi biji serta BK jerami . Kadar PK jerami jagung tidak nyata meningkat apabila dosis pupuk P ditingkalkan dari 66-198 kg P/ha. Kadar PK jerami jagung dengan pemupukan BP tidak berbeda nyata dibanding dengan SP36 . Diduga kadar PK jerami jagung bukan sebagai indikator yang tepat terhadap status P tanah maupun tanaman . Menurut COATES el al. (1990), produktivitas tanaman dapat ditingkatkan dengan pemupukan P pada periode aktif tumbuh (vegetatif) . Pupuk SP-36 meningkatkan produksi biji clan BK jerami jagung nyata lebih tinggi dibanding pupuk BP pacla dosis yang sama. Respon jagung terhadap pupuk SP-36 lebih tinggi dibanding pupuk BP. Pupuk SP-36 merupakan hasil reaksi antara BP dan asam sulfat, sehingga unsur P menjacli lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman (YOUNG et al., 1985) . Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh HEWITH (1978) clan Kerridge clan Ratcliff (1982), yang menggunakan spesies dari Gramineae masing-masing yaitu Urochloa mosambiensis (sabi grass) clan Panicum maximum . Pemupukan dengan BP diperoleh produksi biji dan BK jerami jagung masing-masing hanya mencapai 83% dan 68% dibanding apabila dipupuk dengan SP-36. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa harga pupuk SP-36 adalah 6 kali lebih mahal dibanding pupuk BP . Menurut TERMAN (1976), batuan fosfat sebagai sumber pupuk P rendah kelarutannya seringkali memberikan hasil lebih rendah terutama pada tanaman semusim . Hal ini disebabkan karena pupuk BP termasuk lambat tersedia . Namun dengan bertambahnya waktu dapat meningkatkan ketersediaan P. Percobaan lapang dapat dirancang untuk mengukur pengaruh sisa P clan hal ini dapat dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun (GRUNDY et al., 1981). Pada akhir penelitian tersebut memungkinkan untuk diukur secara akurat keefektivan relatif pupuk BP maupun SP-36. Kemampuan tanaman jagung untuk tumbuh clan berproduksi pada tanah masam kahat P, dicluga karena adanya asosiasi simbiotik mutualis dengan cendawan mikoriza arbuskular (data tidak dicantumkan). Cendawan mikoriza arbuskular dapat meningkatkan ketersediaaan P pasda tanah masam (LUKIWATI et al., 1997). Tanah dengan pH 4,26-4,73 tidak berpengaruh terhadap ketersediaan P dari pupuk SP-36. Selain hal tersebut, juga diduga bahwa pada tanah kahat P dapat merangsang sekresi asam- asam organik oleh akar sehingga meningkatkan ketersediaan P (LUO et al., 1997). 374
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
KESIMPULAN Pupuk BP maspun SP-36 dosis 66 kg P/ha dapat meningkatkan produktivitas dan memberikan efisiensi pupuk P tertinggi untuk produksi biji dan BK jerami jagung pada tanah Latosol. Produksi biji dan bahan kering jerami lebih tinggi dengan pemupukan SP-36 dibanding dengan BP, namun kadar protein kasar tidak berbeda. DAFTAR PUSTAKA COATES, D.B ., P.C . KERRiDGE, C .P . MILLER, and W.H. WINTER. 1990 . Phosphorus and beef production in Northern Australia . 7 . The effect of phosphorus on the composition, yield and quality of legume-based pasture and their relation to animal production. Trop. Grassld. 24(3):209-220 . GRUNDON, N.J . 1987 . Hungry Crops: A Guide to Nutrient Deficiencies in Field Crops . Department of Primary Industries. Brisbane . pp. 242. GRUNDY, M .J ., L .C. BELL, C .J . ASHER, and J .P . EvSNsoN . 1981 . Minera l nutrient requirements for pasture establishment on bauxite mined land at Weipa, North Queensland . Trop. Grassld. 15(3):163-176 . HELYAR, K .R. and D.P . GoDDEN. 1976. Soi l phosphate as a capital asset. In : Proc. of a Symposium Prospects for Improving Efficiency of Phosphorus Utilization. Ed . G .J . Blair. Review in Rural Science III . University of New England, Armidale, NCW . pp. 23-30 . HEwmi, B .R . 1978 . Roi et rock phosphate as a plant nutrient. In : Annual Report Pasture Improvement Project. fac. of Agric. Khon Kaen University, Thailand. pp . 84-85 . JoNEs, R .K . 1973 . Studies on some deep sandy soils in Cape York Peninsula, North Queensland . 2 . Plant nutrient status. Aust. J. Exp. Agric. An . Husb. 13 :89-97. JONES, R.J . 1990. Phosphorus and beef production in Northern Australia. I. Phosphorus and pasture productivity-review . Trop. Grassld. 24 :131-139 . LUKIWATI, D .R., S . HARDJOSOEWIGNJO, Y . FAKUARA, I . ANAs, T.R. WmADARYA, dan A. RAmBE . 1997 . Improvement of phosphorus uptake of forage legumes by rock phosphate fertilization and vesiculararbuscular mycorrhiza inoculation . In : Plant Nutrition for Sustainable Food Production and Environment . Eds. T . Ando, K . Fujita, T . Mae, H . Matsumoto, S . Mori, and J . Sekiya. Kluwer Academic Publishers, Japan . pp . 945-946 . Luo, H .M., M. OSAKI, and T . TADANo . 1997 . Mechanics of differential tolerance of cxrop plants to high aluminium and low phosphorus growth conditions. In Plant Nutrition-for Sustainable Food Production and Environment. Eds . T. Ando, K . Fujita, T. Mae, H . Matsomoto, S . Mori, and J . Sekiya. Kluwer Academic Publishers. Japan . pp . 473-474 . MEARS, P .T . and B . BARKUS . 1970 . Response of Glycine wightii to molybdenized superphosphate on a krasn zem . Aust.J. Exp. Agric. An. Husb . 10 :415-425 . RANDALL, G .W . and R .G . H6EFT . 1988. Placemen t methods for improved efficiency of P and K fertilizers. A Review. J. Prod. Agric. 1 :70-78 . SHAW, N .H. and C .S . ANDREw . 1979 . Superphosphate and stocking rate effects on A native pasture oversown with Stylosanthes humilis in central coastal Queens land . 4. Phosphate and potassium sufficiency. Aust. J. Exp . Agric . An. Husb. 19 :426-436 . TEITZEL, J.K. and R .C . BRUCE . 1972 . Fertilit y studies of pasture soils in the wet tropical coast of Queensland . Soils derived from metamorphic rocks . Aust. J. Exp . Agric. An.Husb. 12 :281-287 .
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 2000 G.L. 1976 . Past, Present, and Prospective Phosphorus Fertilizers and their Evaluation. In : Proc . of a Symposium Prospects for Improving Efficiency of Phosphorus Utilization. Ed. G.J . Blair. Reviews in Rural Science 111. pp . 91-95.
TERMAN,
YOUNG, R.D., D.G. WEATFALL, and G.W. CoLLtvER . 1985 . Production, Marketing, and Use of Phosphorus Fertilizers. In fertilizer Technology and Use. Third ed . (Ed.O .P. Engelstad) . Published by Soil Soc.of Am ., Inc. Madison, Wisconsin. pp . 323-376.