Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH PEMBERIAN BATUAN FOSFAT DAN MIKROBA PELARUT FOSFAT (BIOFOSFAT) PLUS RHIZOBIUM TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN Stylosanthes guianensis The Effect of Rock Phosphate And Bio Fertilizers (Biophosphate and Rhizobium) on The Productivity of Stylosanthes guianensis RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1. Galang 20585
ABSTRACT The experiment was done to study the effect of rock phosphate and bio fertilizers (Biophosphate and Rhizobium) on the forage productivity of Stylosanthes guianensis. It was done following a strip plot design with two factor and three replications for each treatment. Four levels of biofertilizers as a horizontal factor were applied namely: M0 = without biofertilizer, M1 = plus Biophosphate, M2 = plus Rhizobium and M3 = combination of biophosphate and Rhizobium. Three levels of rock phosphate fertilizer as a vertical factor, namely: P0 = without rock phosphate, P1 = 250 kg/ha rock phosphate and P2 = 500 kg/ha rock phosphate. The objective observed were dry matter yield, crude protein, crude fiber and phospor contents. All data were analyzed using varians analysis and followed by Duncan Multiple Range Test. Results of the experiment showed that rock phosphate increased the dry matter yield of Stylosanthes guianensis. How ever, there were no significant effect of treatment on the content of crude protein, crude fiber and Fosfor. The efficiency rate of phosphate fertilizer to increase productivity of Stylosanthes guianensis was found at 250 kg/ha of rock phosphate. Key Words: Stylosanthes guianensis, Rock Phosphate, Biophosphate, Rhizobium ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan batuan fosfat dan mikroba pelarut fosfat (Biofosfat) plus Rhizobium terhadap produktivitas hijauan Stylosanthes guianensis. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Berjalur (Strip plot design) yang terdiri atas dua faktor dan tiga ulangan. Faktor yang pertama adalah faktor horizontal yaitu mikroba (Biofosfat dan Rhizobium) yang terdiri atas 4 taraf yaitu: M0 = tanpa mikroba M1 = Diberi biofosfat, M2 = Diberi Rhizobium dan M3 = Kombinasi biofosfat dan Rhizobium. Faktor kedua adalah faktor vertikal yaitu pupuk batuan fosfat yang terdiri dari tiga taraf yaitu: P0 = Tanpa batuan fosfat, P1 = 250 kg/ha batuan fosfat dan P2 = 500 kg/ha batuan fosfat. Peubah yang diamati meliputi Produksi bahan kering hijauan, kandungan protein kasar, serat kasar dan serapan Fosfor hijauan. Data yang diperoleh dianalisis varian, dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan menggunakan batuan fosfat dapat meningkatkan produksi bahan kering hijauan Stylosanthes guianensis. Sementara itu hasil analisis variansi pada kadar protein kasar, serat kasar dan serapan Fosfor tidak berbeda nyata (P > 0,05). Pemberian batuan fosfat 250 kg/ha merupakan efisiensi level pupuk batuan fosfat dalam meningkatkan produksi bahan kering hijauan Stylosanthes guianensis. Kata kunci : Stylosanthes guianensis, Batuan Fosfat, Biofosfat, Rhizobium
PENDAHULUAN Ketersediaan hijauan pakan yang bermutu merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas ternak ruminansia. Ketersediaan hijauan yang terus menerus sepanjang hari
seiring dengan peningkatan jumlah ternak masih merupakan salah satu permasalahan yang belum terpenuhi. Lahan-lahan rumput sebagai penghasil hijauan bersaing terus menerus dengan kebutuhan manusia maupun ternak lainnya, tanpa ada alternatif pemecahan
857
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
akan mengakibatkan kerugian bagi yang berkepentingan yaitu petani peternak. Karena tanaman pakan belum menjadi prioritas, demikian juga lahan yang dimiliki petani umumnya sempit, maka upaya memenuhi pakan sepanjang tahun yang potensial dengan nilai nutrisi tinggi disarankan dititik beratkan pada peningkatan produksi dan kualitas tanaman dan beradaptasi baik pada berbagai lingkungan (BARNES dan BAYLOR, 1995). Untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu jalan keluar seyogianya memilih tanaman hijauan leguminosa yang produksi tinggi kaya akan protein dan mineral dibandingkan dengan hijauan lainnya. Dilain pihak, legum dapat digunakan sebagai pelindung tanaman lain, penutup tanah, menyuburkan tanah dan mencegah terjadinya erosi (STUR dan HORNE, 2001). Jenis tanaman leguminosa Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salah satu tanaman pakan ternak sebagai sumber protein dan mineral hijauan bagi ternak ruminansia di daerah tropis yang telah beradaptasi baik dan tersebar di berbagai agroklimat di Indonesia. Namun, tanaman legum umumnya peka terhadap kekurangan unsur hara fosfor, antara lain menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan produksi rendah. Selama ini kendala tersebut dapat diatasi dengan pemupukan superfosfat (SP) (LUKIWATI dan SIMANUNGKALIT, 2004). Mahalnya harga pupuk SP menyebabkan perhatian kini beralih pada penggunaan pupuk batuan fosfat (rock phospate). Pemilihan batuan fosfat sebagai pupuk P didasarkan pada kandungan P dalam batuan fosfat yang tergolong tinggi, dan harganya murah. Namun demikian, pupuk batuan fosfat umumnya memiliki tingkat kelarutan sangat rendah sehingga penyediaan P-nya tidak berimbang dengan laju penyerapan P oleh tanaman (OBER, 2002). Untuk meningkatkan laju penyediaan P tersebut perlu dilakukan penelitian dengan menambah mikroba pelarut fosfat (Biofosfat) karena kemampuannya menyekresikan asamasam organik seperti: sitrat, suksinat, laktat, oksalat, malat, glioksilat dan glukonat yang dapat melepas P dari ikatan Al, Ca dan Fe sehingga P dapat tersedia didalam tanah dan dengan mudah diserap oleh tanaman. Disamping itu, perlu juga menambah Rhizobium untuk meningkatkan aktivitas
858
bakteri Rhizobium sehingga memberikan cukup N pada tanaman dan mempunyai sistem perakaran yang lebih besar, tersebar luas yang pada akhirnya menambah penyerapan unsur hara (MANSYUR, 2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk batuan fosfat dan pengaruh mikroba pelarut fosfat (Biofosfat) plus Rhizobum serta interaksinya terhadap produktivitas Stylosanthes guianensis. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Laboratorium Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta terletak pada ketinggian ± 100 m dari permukaan laut dengan jenis tanah regosol (pH 6,89) dan memiliki kandungan P total (59,23 ppm) P tersedia (19,88 ppm) dan Ca total (0,54%). Benih hijauan yang digunakan adalah legum Stylosanthes guianensis. Pupuk yang digunakan adalah batuan fosfat dengan kandungan P205 13%. Biofosfat yang digunakan mengandung bakteri Pseudomonas sp dan basillus sp, Rhizobium yang digunakan strain legum Cowpea (Vigna sinensis). Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Berjalur (strip plot design) yang terdiri atas dua faktor (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). Faktor yang pertama faktor horizontal yaitu pupuk mikroba (M) biofosfat dan Rhizobium yang terdiri atas empat taraf, yaitu: M0 = Tanpa mikroba, M1 = Diberi biofosfat, M2 = Diberi Rhizobium, M3 = Kombinasi biofosfat dan Rhizobium. Faktor kedua adalah faktor vertikal yaitu batuan fosfat (P) yang terdiri atas tiga taraf yaitu: P0 = Tanpa batuan fosfat, P1 = Diberi 250 kg/ha batuan fosfat, P2 = Diberi 500 kg/ha batuan fosfat. Dari kedua faktor perlakuan tersebut diperoleh kombinasi 12 perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 36 petak perlakuan. Masingmasing petak berukuran 2 × 3 m atau 6 m². Luas tanah yang digunakan 216 m². Biji stylo ditanam secara tugal dengan jarak tanam 40 × 20 cm sesudah pengolahan tanah. Masing-masing lubang tanam berisi 1 tanaman stylo, sehingga tiap petak terdapat 75 tanaman atau 125.000 tanaman/ha. Pupuk batuan fosfat
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
diberi dengan cara ditabur di sekitar tanaman dengan dosis 150 g/petak pada perlakuan P1 dan 300 g/petak pada P2. Perlakuan menggunakan mikroba diberi dosis yang sama, untuk Rhizobium (M1) 1 kg/100 kg biji (0,5 g/petak) dan biofosfat dengan dosis 1 kg /ha (0,6 g/petak), sedangkan M3 adalah kombinasi antara Rhizobium dan biofosfat. Pupuk mikroba tersebut diberi pada saat penanaman dicampur dengan biji. Stylo dipanen pada umur 126 hari setelah tanam (pada saat tanaman menjelang berbunga) dengan tinggi pemotongan 20 cm di atas permukaan tanah. Parameter yang diamati produksi bahan kering (BK), kandungan protein kasar (PK), Serat Kasar (SK) dan serapan Fosfor (P). Data yang diperoleh dianalisis varian, perbedaan antara perlakuan diuji dengan uji DMRT. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi bahan kering (BK) Rata-rata produksi bahan kering stylo disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P < 0,05) perlakuan batuan fosfat terhadap produksi bahan kering stylo, pemupukan dengan batuan fosfat nyata lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan tanpa pemupukan batuan fosfat (P0). Namun pada perlakuan mikroba serta interaksinya tidak ditemukan pengaruh nyata (P > 0,05). Meskipun demikian perlakuan biofosfat (M1) adalah satu-satunya perlakuan
mikroba yang mampu meningkatkan produksi bahan kering hijauan Stylosanthes guianensis. Rataan produksi BK stylo dengan pemupukan batuan fosfat (Tabel 1) meningkat dari 10079,35 kg/ha (P0) menjadi 11.066,08 kg/ha (P1) atau terjadi penambahan hasil sebesar 9,7% dari pada kontrol. Pada perlakuan P2 dengan produksi 10.793,73 kg/ha terjadi peningkatan (7%) dari kontrol. Meningkatnya produksi BK stylo merupakan hasil efektifitas dari pemupukan batuan fosfat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat REKSOHADIPRODJO (1985) pemupukan dengan batuan fosfat dapat meningkatkan produksi BK stylo. Meningkatnya BK tanaman dengan pemberian batuan fosfat juga dilaporkan oleh LUKIWATI dan SIMANUNGKALIT, (2004) nyata meningkatkan produksi BK tanaman Peuraria phaseoloides dibandingkan dengan tanpa pemberian batuan fosfat. Meskipun perlakuan pemberian mikroba tidak berpengaruh nyata, namun dari data tersebut di atas, produksi BK stylo dengan pemberian mikroba M1, M2, dan M3 pada penelitian ini terdapat peningkatan produksi pada level pemupukan batuan fosfat 250 kg/ha (P1). Produksi mengalami penurunan pada level 500 kg/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas mikroba hanya terdapat pada level pemberian batuan fosfat 250 kg/ha. Kandungan protein kasar (PK) Rata-rata kandungan protein kasar stylo dihasilkan akibat pemupukan batuan fosfat dan
Tabel 1. Produksi bahan kering (BK) dengan pemupukan batuan fosfat, biofosfat, Rhizobium serta interaksinya pada tanaman Stylosanthes guianensis Level pupuk P (kg/ha)
Mikroba P0(0)
P2(250)
Rata-rata P3(500)
……………………… kg/ha …………………… M0
11381,83 ± 628,58
10973,19 ± 1214,25
11480,93 ± 672,83
11244,26 ± 806,41a
M1
10153,74 ± 551,33
12207,96 ± 1009,56
11294,06 ± 1112,25
11573,54 ± 1334,05a
M2
8306,47 ± 911
10513,60 ± 1287,46
10273,39 ± 2151,96
10161,60 ± 1739,12a
M3
10475,34 ± 633,24
10569,55 ± 323,19
10126,52 ± 1651,83
10362,18 ± 923,16a
10079,35 ± 1321,88b
11066,08 ± 1184,75a
10793,73 ± 1501,29a
Rata-rata
Superskrip yang berbeda dalam satu lajur atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
859
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
rata-rata 16,7%, Kadar PK tersebut hampir sama dengan yang dilaporkan oleh SATJIPANON et al. (1995) sebesar 16% pada penelitiannya yang menggunakan tepung daun stylo pada ternak sapi yang sedang laktasi. Hasil analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata (P > 0,05), taraf pemberian batuan fosfat dan mikroba serta interaksinya tidak menunjukkan peningkatan terhadap kandungan protein kasar hijauan stylo. Secara teori disebutkan bahwa pemupukan menggunakan Rhizobium akan meningkatkan nitrogen (N) pada tanaman leguminosa karena kemampuannya memfiksasi N dari udara, hidup secara simbiotik pada bintil akar tanaman leguminosa (MOULIN et al., 2001). Tidak terdapatnya pengaruh yang nyata kemungkinan disebabkan karena jumlah pengikutan nitrogen dari udara pada bintil-bintil akar tanaman stylo belum sebanyak yang diharapkan sesuai dengan pendapat REKSOHADIPRODJO et al. (1976), Stylosanthes guianensis pertumbuhan vegetatifnya adalah lambat, dengan demikian nitrogen yang diharapkan dari tanaman stylo ini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh tanaman, sehingga perbedaan dari berbagai perlakuan belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan kadar PK hijauan Stylosantes guianensis. Kandungan serat kasar (SK) Rata-rata kadar serat kasar hijauan stylo yang dihasilkan pada penelitian ini 28,3% (Tabel 3) berkisar antara 26,2% (P1M3) – 33,2% (P1M0). Kadar tersebut lebih rendah
dari hasil yang dilaporkan oleh KEOBOULAPHETH dan MIKLET (2003) rata-rata kadar SK stylo yang diperoleh berkisar 30%. Menurut BAMUALIM (1992) Semakin rendah kandungan serat kasar maka tanaman tersebut semakin berkualitas. hijauan yang kandungan seratnya tinggi daya cernanya relatif rendah, yang berarti nilai nutrien bahan makanan tersebut juga rendah karena zat-zat makanan yang diselaputi oleh lignin tidak dapat dicerna oleh bakteri rumen maupun enzim-enzim. Hasil analisis keragaman menunjukkan produksi SK dengan menggunakan batuan fosfat dan mikroba serta interaksinya tidak berpengaruh nyata (P > 0,05). Dari data tersebut diatas meskipun tidak berpengaruh nyata, namun kadar serat kasar stylo menurun pada perlakuan mikroba, rata-rata kadar SK yang diperoleh (28,4%) pada M1, (27,1%) pada M2 dan (28%) pada M3. Kadar SK yang diperoleh lebih rendah pada perlakuan yang menggunakan mikroba dibandingkan dengan tanpa menggunakan mikroba 29,9% (M0). Perlakuan Rhizobium (M2) merupakan hasil SK terendah perlakuan mikroba dalam menurunkan kadar serat kasar stylo. Berbeda halnya dengan perlakuan batuan fosfat, meskipun tidak berpengaruh nyata namun kadar SK pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan semakin tinggi taraf pemberian batuan fosfat maka semakin tinggi kandungan SK yang diperoleh. Serapan fosfor (P) Hasil analisis konsentrasi serapan Fosfor
Tabel 2. Kandungan protein kasar (PK) dengan pemupukan batuan fosfat, biofosfat, Rhizobium serta interaksinya pada tanaman Stylosanthes guianensis Level pupuk P (kg/ha)
Mikroba 0
250
Rata-rata 500
……….…………..…… % ………….…………... M0
16,5 ± 1,7
16,8 ± 1,1
16,4 ± 1,0
16,6 ± 1,15a
M1
16,7 ± 0,9
17,0 ± 0,1
16,9 ± 0,4
16,9 ± 0,52a
M2
16,5 ± 1,0
16,4 ± 2,4
16,6 ± 0,1
16,5 ± 1,30a
M3
16,9 ± 1,5
16,7 ± 0,8
16,7 ± 0,6
16,8 ± 0,92a
16,7 ± 1,14a
16,7 ± 1,20a
16,6 ± 0,57a
Rata-rata
Superskrip yang berbeda dalam satu lajur atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
860
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 3. Kandungan serat kasar (SK) dengan pemupukan batuan fosfat biofosfat, Rhizobium serta interaksinya pada tanaman Stylosanthes guianensis Level pupuk P (kg/ha)
Mikroba 0
250
Rata-rata 500
…………….……..…… % ……...………………… M0
28,7 ± 3,7
33,2 ± 8,6
27,9 ± 4,8
29,9 ± 5,7a
M1
26,8 ± 10,3
27,6 ± 7,5
30,7 ± 6,5
28,4 ± 8,1a
M2
26,3 ± 7,0
26,3 ± 3,8
28,5 ± 9,4
27,1 ± 6,7a
M3
28,5 ± 12,8
26,2 ± 7,7
29,1 ± 17,6
28,0 ± 12,0a
Rata-rata
27,6 ± 7,8a
28,3 ± 6,8a
29,1 ± 10,0a
Superskrip yang berbeda dalam satu lajur atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
– 0,16% (P2M0). Angka tersebut tergolong rendah, menurut HARTADI et al. (2005) ratarata konsentrasi P tanaman stylo (0,25%). Laporan BENTON et a.l. (1991) konsentrasi P pada tanaman Stylosanthes humilis di bawah 0,2% adalah rendah, dan cukup pada konsentrasi 0,2 – 0,3%. Hasil analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata (P > 0,05) perlakuan batuan fosfat dan mikroba serta interaksinya terhadap serapan Fosfor tanaman stylo, Usaha peningkatan efektivitas pupuk batuan fosfat tersebut di atas belum memberikan hasil yang memuaskan terhadap serapan P pada tanaman stylo. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian batuan fosfat dan mikroba kandungan Fosfor tanaman tidak berubah. Rendahnya serapan Fosfor pada penelitian ini kemungkinan kurangnya kemampuan tanaman stylo untuk berasosiasi simbiotik
mutualis dengan Rhizobium dan biofosfat, sehingga tidak mempengaruhi konsentrasi serapan Fosfor dari dalam tanah untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini disebabkan karena pupuk batuan fosfat lambat tersedia bagi tanaman. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk batuan fosfat pada tanaman pakan Stylosanthes guianensis dapat meningkatkan produksi bahan kering (BK) tanaman. Dosis pemupukan yang tepat dengan hasil yang terbaik, yaitu pada level 250 kg/ha. Sementara perlakuan pemberian mikroba terhadap produktivitas hijauan Stylosanthes guianensis belum menunjukkan hasil yang maksimal, namun masih lebih baik dari perlakuan yang tidak menggunakan mikroba.
Tabel 4. Serapan Fosfor (P) dengan pemupukan batuan fosfat biofosfat, Rhizobium serta interaksinya pada tanaman Stylosanthes guianensis Level pupuk P (kg/ha)
Mikroba 0
250
Rata-rata 500
……………………..… % ……………………..…. M0
0,12 ± 0,01
0,13 ± 0,01
0,16 ± 0,01
0,14 ± 0,02a
M1
0,14 ± 0,02
0,15 ± 0,02
0,13 ± 0,02
0,14 ± 0,02a
M2
0,14 ± 0,03
0,13 ± 0,02
0,15 ± 0,05
0,14 ± 0,03a
M3
0,13 ± 0,01
0,15 ± 0,01
0,12 ± 0,01
0,13 ± 0,01a
Rata-rata
0,13 ± 0,02a
0,14 ± 0,01a
0,14 ± 0,03a
Superskrip yang berbeda dalam satu lajur atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
861
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Dari hasil penelitian tersebut di atas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengukur pengaruh sisa (efek) dari pemberian batuan fosfat dan mikroba. Percobaan juga sebaiknya dilakukan dari berbagai jenis tanah dan iklim yang berbeda. Percobaan lapang dapat dirancang untuk jangka waktu 5 tahun. DAFTAR PUSTAKA BAMUALIM, A. 1992. Pengaruh musim terhadap mutu pakan dan defisiensi nutrisi yang umum terjadi di daerah tropis (Nusa Tenggara). Dalam: Pros. Iklim, Teknologi dan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia bagian Timur. PERHIMPI, Malang. hlm. 384 – 385. BARNES, R.F and J.E. BAYLOR. 1995. Forages in a changing world. In: Forages, Vol. 1: An intoducion to Grassland Agriculture, BARNES R.F., MILLER D.A. and C.J. NELSON (Eds.) 5th Ed. Iowa State University Press, Iowa. BENTON, J., J. BENTON. W. BENJAMIN and A.M. HARRY. 1991. Plan Analysis Hanbook. (A Practical Sampling, Preparation, Analysis and Interpretation Guide). Library of Congress Cataloging – in Publication Data, United States of America. GOMEZ, K.A. and A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Terjemahan: E. SJAMSUDIN dan J.S. BAHARSJAH. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILMAN. 2005. Tabel komposisi pakan untuk Indonesia. Cetakan kelima Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. KEOBOUALAPETH, C. and C. MIKLED. 2003. Livestock Research Centre, National Agriculture and Forestry Research Institute, Ministry of Agriculture and Forestry, Lao PDR Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Chiang Mai University, Chiang Mai, Thailand.
862
LUKIWATI, D.R. and R.D.M. SIMANUNGKALIT. 2004. Production and nutritive value of Pueraria phaseoloides with vesicular-arbuscular mycorrhizae inoculation and phosphour fertilization. Collection of abstract. International symposium of the working group MO and the First Inter-Congress Conference of 2.5 “Soil Physical/Chemical/Biological Interfacial Interactions” of the International Union of Soil Sciences. China. 20 – 23 September 2004. p. 90. MANSYUR, S.H. 2008. Pengaruh Inokulasi Rizhobium terhadap pembentukan bintil akar kacang tanah (Arachis hypogea) ditaman hutan raya Propinsi Bengkulu. Balitbang Mikrobiologi, Puslitbang Biologi – LIPI. 39145-0-prosiding_abdul_cholik_423__430.pdf. MOULIN, L., J. MUNIVE., B. DREYVUS and C. BOLVIN-M ASSON. 2001. Nodulation of Legums by Members of the subclass of Proteobakteri. Macmillan Magazines Ltd. OBER. 2002. Phosphate rock. www.usgs.goviminerals. (24 Oktober 2009). REKSOHADIPRODJO, S. 1985 Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik, Edisi Revisi Cetakan pertama. hlm. 65 – 67. SATJIPANON, C., V. JINOSAENG and V. SUSAENA. 1995. Forage Seed Production Project for Southeast Asia, Annual report 1993 – 1994. Khon Kaen Animal Nutrition Research Center, Department of Livestock Development, Ministry of Agriculture and Cooperative. hlm. 124 – 131. STUR,
W.W. and P.M. HORNE. 2001. Mengembangkan teknologi hijauan makanan ternak bersama petani kecil. Penerjemah: MAIMUNAH TUHULELE dan TATANG IBRAHIM, diterbitkan oleh ACIAR dan CIAT. Monograf ACIAR No. 90.