Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING (FSW) ALUMINIUM 2024 Agus Duniawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin IST AKPRIND Yogyakarta e-mail:
[email protected] Abstrak Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru,kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil lasan adalah Post Weld Heat Treatment (PWHT). Pada penelitian ini dilakukan pengelasan Friction Stir Welding pada aluminium 2024 dengan mesin miling pada putaran 1000 rpm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PWHT (150°C, 200°C, dan 250°C) dengan waktu PWHT 8 jam terhadap kekerasan, kekuatan tarik dan kekuatan tekan dari sambungan aluminium 2024 hasil dari FSR welding. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa daerah Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024. Dengan PWHT didapatkan bahwa kekerasannya menurun jika dibandingkan dengan non PWHT untuk setiap variasi temperature. Sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN,sedangkan pada spesimen PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 2500C kekerasan menurun menjadi masing-masing 93,4 VHN, 79 VHN, 74,1 VHN.Demikian pula kekuatan tarik dan tekan menurun dengan PWHT. Kekuatan tarik dan tekan dengan PWHT untuk variasi temperature 150, 200, 2500C adalah(26,09 kg/mm2; 43.04 kg/mm2), (18,28 kg/mm2; 33,89 kg/mm2) dan(17,74 kg/mm2; 27,19 kg/mm2)dan jika dibanding dengan kekuatan tarik dan tekan non PWHT (27,15 kg/mm2; 46,72 kg/mm2). Kata Kunci: FSW , Aluminium 2024, PWHT, tarik, tekan
PENDAHULUAN Pengelasan adalah kumpulan teknologi untuk memperoleh suatu sambungan mati yang dilakukan dengan pemanasan yang mencapai temperatur titik cair dari logam dengan menggunakan bahan tambah atau tanpa bahan tambah. Friction stir welding (FSW) adalah teknik pengelasan yang relatif masih baru, kelebihan las ini adalah mampu mengelas bahan aluminum paduan yang tidak dapat dilas dengan metode cair. Pengelasan dengan metode FSW dipengaruhi oleh tiga parameter pengelasan yaitu: putaran pahat, kecepatan pengelasan, dan tekanan pengelasan. Dengan proses friction stir welding (FSW) mencegah penurunan sifat mekanis bahan yang dilas, karena proses pengelasan FSW tidak menyebakan over aging yang berakibat pada penurunan kekuatan bahan yang dilas. Aluminum 2024 merupakan aluminum paduan tempa, dapat diperlakukan panas, dengan paduan utama adalah Al – Cu. Tujuan pada penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024, Mengetahui metode pengelasan friction stir welding (FSW), pengaruh parameter heat – treatable berupa temperatur dan waktu terhadap distribusi kekerasan, struktur mikro pada daerah pengelasan, kekuatan tarik dan tekan. Manfaat memberikan informasi mengenai variable-variabel yang digunakan, mampu melakukan pengujian sifat mekanik dan melakukan proses post weld heat treatment (PWHT). Prinsip Friction Stir Welding, Gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek, dengan sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. TI-22
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah pin/probe dengan material mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Panjang dari pin sedikit lebih rendah dari pada kedalaman atau tebal material yang akan dilas agar tidak bersentuhan dengan alas. Shoulder harus bersentuhan dengan material yang dilas untuk menekan dan menjaga material yang dalam kondisi lunak, titik lebur tool harus lebih tinggi dan lebih keras dari material yang akan dilas. Skema FSW ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Skema friction stir welding (www.m-osaka.com) Pengelasan ini memerlukan input energi yang rendah dan tidak menggunakan filler material. Proses pengelasan metode ini ada beberapa parameter penting yang sangat berpengaruh, yaitu: 1. Rancangan tool Pada friction stir welding (FSW) sebuah tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi dengan sebuah shoulder dan sebuah probe yang dapat berintegrasi atau sebagai pemisah dari kemungkinan masuknya suatu material berbeda. keduanya juga bergerak pada kecepatan tetap dan bergerak melintang pada kedua sambungan. Panas yang dihasilkan dari gesekan tool dan material yang akan dilas sekitar 80% dari temperatur titik lebur material. Material tool harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari material las, Oleh sebab itu diharapkan material tool cukup kuat, keras dan liat pada temperatur pengelasan. Kecepatan merupakan parameter yang mempunyai tingkat kepentingan yang cukup besar. Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan tool akan rusak. Struktur mikro yang terjadi pada FSW terdiri dari kombinasi antara tool dan sifat dasar material yang disambung. Kombinasi itu menghasilkan sebuah struktur mikro yang bagus. Pada pengelasan FSW terjadi beberapa bagian struktur mikro yang unik, antara lain : 1.Stir zone adalah bagian yang bersentuhan langsung dengan probe dan shoulder. 2. Flow arm terdapat pada permukaan atas las, pada flow arm terbentuk alur-alur yang diakibatkan oleh gerakan shoulder pada material panas di sepanjang garis pengelasan. 3. TMAZ (thermomechanically affected zone) terjadi pada sisi stir zone. 4.HAZ (heat affected zone). Aluminum (Al) didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99%, yaitu dicapai bahan dengan angka sembilanya empat. Sifat – sifat alumunium ditunjukkan oleh Tabel 1.
TI-23
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Tabel 1. Sifat-sifat alumunium Kemurnian Al (%) 99,996 > 99,0 2,6989 2,71 660,2 653 – 657 0,2226 0,2297 64,95 59 (dianil) 0,00429 0,0115 23,86X10¯6 23,5X10¯6 fcc, a=4,013 kX fcc,a=4,04 kX
Sifat-sifat Masa jenis (20ºC) Titik cair (ºC) Panas jenis (cal/g·ºC)(100ºC) Hantaran listrik (%) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) Koefisien pemuaian (20–100 ºC ) Jenis kristal, konstanta kisi
(Surdia. T & Saito, 1999 : 134) Paduan aluminum yang mengandung magnesium sekitar 4% atau 10% mempunyai ketahanan korosi dan sifat mekanis yang baik, mempunyai kekuatan tarik di atas 30 kg/mm2 dan perpanjangannya di atas 12% setelah perlakuan panas. Paduan ini disebut hidronalium dan dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, papal terbang dan sebagainya yang membutuhkan ketahanan korosi. Proses heat treatment untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminum dilakukan dalam tiga langkah yaitu: solution heat treatment, quenching dan age hardening. Dalam ketiga proses tersebut, parameter-parameter seperti temperatur pemanasan, laju pemanasan, laju pendinginan dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik. Gambar 2 memperlihatkan proses heat treatment yang diberlakukan pada aluminum yang terdiri dari solution treatment, quenching dn age hardening
Gambar 2. Diagram proses heat treatment aluminum (Davis, 1993 : 330) Proses solution heat treatment dilakukan dengan memanaskan material aluminum sampai temperatur solid solution, kemudian diberikan waktu penahanan yang cukup agar terbentuk fasa solid solution yang homogen. Proses quenching pada aluminum dilakukan setelah proses solution heat treatment mencapai single phase solid solution. Proses quenching dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya difusi dari atom solid solution sehingga terbentuk fasa supersaturated solid solution pada temperatur kamar. Pada proses aging terjadi proses presipitasi dari atom solid solution melalui nukleasi dan pertumbuhan butir dari atom solute menjadi nucleasi presipitat. Pengerasan maksimum dan kekuatan maksimum terjadi bila paduan aluminum diaging dengan temperatur aging rata-rata antara 120°C dan 220°C, dengan laju aging sebesar 300°C tiap jam, serta dengan variasi penahanan aging dari dua jam sampai dua puluh empat jam. Pengujian Kekerasan dengan Metode Vickers Nilai kekerasan suatu material diberikan rumus sebagai berikut: 1,854P VHN d2 TI-24
(1)
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
dengan: P = Beban (kg) d = Panjang diagonal rata – rata jejak (mm).
Gambar 3. Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers (Yuwono, 2009 : 18) Struktur mikro. menggunakan alat untuk mengamati struktur mikro, yaitu: mikroskop cahaya, Hasil dari pengamatan struktur mikro ini akan diperlihatkan berbagai fase untuk diidentifikasi. Pada pengamatan struktur mikro yang diamati adalah ukuran butiran, bentuk butiran dan larutan padat yang terbentuk. Pada pengujian tarik benda uji diberi beban tarik yang besarnya secara kontinu dan satu sumbu terhadap benda uji yang diamati pertambahan beban (F) & pertambahan panjang (l). Tegangan (stress) yang terjadi pada benda uji adalah beban (F) persatuan luas penampang (A): F kg t 2 A 0 mm (2) Sedang pertambahan panjang dinyatakan dengan regangan yaitu pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal (Lo) pada panjang ukur (gage length): l L t L 0 t L0 L0 (3)
Gambar 4. Kurva tegangan–regangan (Harsono W. & T. Okumura, 2000 : 182) Keterangan untuk Gambar 4. yang merupakan grafik hubungan antara tegangan dan regangan adalah sebagai berikut: TI-25
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
1. Garis OP adalah garis lurus pertambahan beban sebanding dengan pertambahan panjang disebut juga daerah proposional atau daerah Elastis. Pada daerah elastis berlaku Hukum Hooke: F L0 l atau E A0 E (4) 2. Garis B – F daerah Necking terjadi reduksi luas penampang, atau deformasi ditentukan dengan persamaan: Af (5) 100% A0 3. Titik F (break) titik putus (tegangan putus). Hubungan tegangan – regangan teknik dan tegangan-regangan sebenarnya: a. Sebelum necking: s = ln ( t + 1 ) dan s (6) = t ( t + 1 ). b. Setelah necking : A F s ln 0 dan s (7) Af A1 METODE PENELITIAN Diagram Alir Penelitian, post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding ditunjukkan oleh diagram alir (flowchart) Gambar 5. Aluminum 2024
Proses pengelasan dengan mesin milling pada putaran 1000rpm Pembuatan spesimen
Temperatur Holding time Pendinginan
1. 2. 3. 4.
PWHT : 150°C, 200°C, dan 250°C : 8 jam : Furnace
PENGAMBILAN DATA Harga kekerasan Kekuatan tarik Kekuatan tekan Foto mikro Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan
Gambar 5. Diagram alir penelitian TI-26
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Tabel 2. Komposisi kimia Al 2024 Unsur (%) Si (silicon) 0,30 Fe (besi) 0,35 Cu (tembaga) 4,35 Mn (mangan) 0,70 Mg (magnesium) 1,5 Zn (seng) 0,15 Ti (titanium) 0,09 Al (aluminum) 92,56
Gambar 6. Spesimen uji tarik
(a) (b) Gambar 7. Hasil pengelasan aluminum 2024; (a) permukaan lasan, (b) dasar lasan
No 1 2 3 4
Tabel 3 Pengkodean spesimen Kode Keterangan TT Las non PWHT T 150 PWHT dengan temperatur 150°C T 200 PWHT dengan temperatur 200°C T 250 PWHT dengan temperatur 250°C
PEMBAHASAN Analisa pengamatan Struktur Mikro Pengambilan foto pada daerah pengelasan, meliputi Logam induk, daerah las (stir zone), dan HAZ, ilustrasi pembagian daerah pada FSW ditunjukkan oleh Gambar 8. A B
C
B
C
A. Daerah pengelasan (stir zone) B. Daerah HAZ C. Logam induk Gambar 8. Daerah pada spesimen hasil pengelasan Gambar hasil foto mikro menggunakan pembesaran 200 kali, dengan spesimen TT, T150, T200, dan T250 ditunjukkan oleh Gambar 9.
TI-27
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Gambar 9. Struktur mikro logam induk
HAZ.TT
HAZ. T.150
HAZ .T.200
HAZ T.250
STIR ZONE TT
STIR ZONE T 150
STIR ZONE T.200
STIR ZONE T.250
Gambar 10. Struktur mikro Daerah HAZ dan stir zone Sruktur mikro yang terjadi tergantung dari komposisi unsur kimia. Pada proses pengelasan FSW, hasil pengelasan mengalami deformasi temperatur yang tinggi yaitu 80% dari titik cairnya, yaitu sekitar 525oC. Pengaruh panas dan efek tempa dari tool mengakibatkan struktur butir berbeda. Struktur mikro Al-Cu-Mg terdiri dari struktur Al, Al2Cu dan Al2CuMg (ASM HANDBOOK VOL 9, 2004:1691-1692) yang perlakuan panas tidak merubah bentuk struktur mikro Al 2024, perlakuaan panas mengakibatkan pembentukan enadapan beruapa Al2Cu dan Al2CuMg yang terkonsentrasi pada satu posisi dan meninggalkan struktur Al, hal ini dapat dilihat dari foto struktur mikro pada Gambar 10, foto mikro pada T 250 memiliki bercak hitam (enadapan) Al2Cu dan Al2CuMg yang tampak terkonsentrasi, berbeda dengan foto mikro TT, T 150, dan T 250 yang konsentrasi bercak hitam lebih merata pada semua bagian. Pengujian kekerasan, daerah pengelasan pada Logam las (stir zone), HAZ, dan Logam induk Pengambilan data dilakukan terhadap spesimen dengan jarak antara titik pengujian sebesar 2 mm.
-10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0
1 2 3 4 5
6 7
8 9 10
2
Gambar 11. Jejak uji kekerasan pada spesimen
TI-28
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Daerah Las 10 mm 8 mm 6 mm 4 mm 2 mm Stir Zone 2 mm 4 mm 6 mm 8 mm 10 mm
Tabel 4. Hasil pengujian kekerasan Harga Kekerasan (VHN) Titik TT T 150 T 200 T 250 5 146,9 145,4 146,9 104,8 4 148,4 141,2 141,2 103,0 3 120,4 127,2 119,3 103,0 2 117,2 97,3 96,5 101,3 1 105,6 89,1 93,4 82,0 0 105,6 93,4 79,0 74,1 -1 118,3 116,2 122,6 72,5 -2 159,3 120,4 128,4 104,8 -3 154,5 145,4 141,2 106,5 -4 149,8 145,4 130,8 110,2 -5 151,4 142,6 137,8 116,2 159.3
160
154.5 151.4
150
149.8 145.4
142.6
141.2
130.8
128.4 120.4
116.2 110.2
146.9 145.4
141.2
140
137.8
Harga Kekerasan (VHN)
148.4
145.4
130
127.2
122.6
120
118.3 116.2
117.2
120.4 119.3
TT T 150 T 200 T 250
110 106.5
105.6
104.8
105.6 101.3 97.3 96.5
100 93.4
90
103
103
104.8
93.4 89.1 82
80
79 74.1
72.5
70 60
-6
-4
-2
0
2
4
6
Titik
Gambar 12. Grafik harga kekerasan spesimen TT, T150,T200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 12 menunjukan terjadi perbedaan harga kekerasan yang signifikan. Spesimen (TT) ataupun spesimen (T150, T200, dan T 250) menunjukkan harga kekerasan daerah las (stir zone) harga lebih rendah jika dibandingkan dengan HAZ dan logam induk. Terjadi penurunan harga kekerasan pada (stir zone) dan HAZ jika dibandingkan dengan logam induk. Pada proses pemanasan, temperatur material tidak boleh temperatur eutectic-nya, sebab dapat menyebabkan material meleleh dan dapat merusak struktur. Jika temperatur eutectic sampai tercapai sebagai akibat dari overheating, maka akan mengakibatkan menurunnya kekuatan, kekerasan dan ketangguhan dari material (Davis, 1993). Paduan Al-Cu-Mg dituakan setelah perlakuan pelarutan pada temperatur biasa selesai degan satu tahap perubahan, tetapi pada temperatur diatas 100oC terjadi dua tahap pengerasan. Fasa θ-CuAl2 kasar tidak memberi sumber sumbangan pengerasan. Pada tahap terakhir dari presipitasi fasa antara dan apabila telah terjadi presipirtasi fasa keseimbangan, paduan menjadi lunak kembali, hal ini dinamakan penuaan lebih (Surdia & Saito, 2005). Pengujian tarik dilakukan terhadap spesimen hasil pengelasan, pada sampel A dan B.
TI-29
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016 30 27.15 27.15 26.09
25.25
Tegangan max & Tegangan patah
25
20
18.28
17.74 17.74 16.28
15 10.94 10
5
3.22 0
0
0 TT
T 150
T 200
T 250
Spesimen Kekuatan tarik max (kg/mm2)
Kekuatan patah (kg/mm2)
Perubahan tegangan (%)
Gambar 13. Grafik perbandingan hasil uji tarik pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Pada grafik yang terdapat pada Gambar 13 menunjukan tegangan tarik maksimum menunjukan kecendrungan penurunan kekuatan tarik rata-rata pada setiap spesimen. Ratarata tegangan tarik maskimum pada spesimen TT adalah 27,15 dengan tegangan patah 27,15 kg/mm2, spesimen T 150 rata-rata tegangan tarik maskimum 26,09 kg/mm2 dengan tegangan patah 25,25 kg/mm2, spesimen T 200 rata-rata tegangan tarik maskimum 18,28 kg/mm2 dengan tegangan patah 16,28 kg/mm2, spesimen T 250 rata-rata tegangan tarik maskimum 17,74 kg/mm2 dengan tegangan patah 17,74 kg/mm2, PWHT berpengaruh terhadap harga rata-rata tegangan tarik maksimum dan tegangan patah dengan metode FSW. Perilaku ulet ditunjukkan oleh spesimen T 150 dan T 200, tegangan tarik maksimum dan tegangan patah sebesar 3,22%, sedangkan pada T 200 sebesar 10,94%. Tabel 5. Hasil pengujian tarik Spesimen
Uji Ke -
TT
1 2 3
T 150
1 2 3
T 200
1 2 3 Rata-rata 1 2 3
T 250
Luas Beban Penampang Max (Fmax) (A0) (kg) 35,25 991 35,50 1015 36,00 891 Rata-rata 35,50 929 36,50 986 35,75 897 Rata-rata 34,00 779 35,50 399 35,25 730 34,50 34,75 34,50
537 606 698 Rata-rata
Beban patah (Fbrk) (kg) 991 1015 891 862 968 892 579 395 730 537 606 698
Tegangan tarik. Max (kg/mm2) 28,11 28,59 24,75 27,15 26,16 27,01 25,09 26,09 22,91 11,23 20,70 18,28 15,56 17,43 20,23 17,74
Tegangan Patah (kg/mm2) 28,11 28,59 24,75 27,15 24,28 26,52 24,95 25,25 17,02 11,12 20,70 16,28 15,56 17,43 20,23 17,74
Pengujian bending terhadap spesimen dilakukan untuk mengetahui beban bending maksimum yang mampu diterima sambungan las sebelum patah, skema pengujian bending ditunjukkan oleh Gambar 14.
TI-30
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
Penekan
2.55 Tumpuan
Tumpuan
58,3
Gambar 14. Skema pengujian bending Tabel 7. Hasil pengujian bending Spesimen
Uji Ke -
Tegangan bending(MPa)
TT
1 2 3 rata –rata 1 2 3 rata –rata 1 2 3 rata –rata 1 2 3 rata –rata
445,92 478,13 449,51 457,85 427,47 427,35 410,50 421,77 345,36 327,62 323,48 332,15 306,77 278,73 214,03 266,51
T 150
T 200
T 250
TeganganBending(kg/m m2) 45,50 48,79 45,87 46,72 43,62 43,61 41,89 43,04 35,24 33,43 33,01 33,89 31,30 28,44 21,84 27,19
50.00 46.72 45.00
43.04
40.00 33.89
Tegangan Tekan (kg/mm2)
35.00 30.00
27.19
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 TT
T 150
T 200
T 250
Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2)
Gambar 15. Grafik perbandingan hasil uji bending pada spesimen TT, T 150, T 200, dan T 250 Kekuatan bending pada masing-masing spesimen TT sebesar 46,72 kg/mm2. Kekuatan bending berhubungan dengan kekerasan. Kekerasan yang tinggi memberikan kekuatan bending yang tinggi, sedangkan nilai kekerasan yang rendah akan meghasilkan kekuatan bending yang rendah (George, E., Dieter, 1993:333). TI-31
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016 120.00 105.6 100.00
93.4
79
80.00
74.1
60.00 46.72
43.04
40.00
33.89 27.15
27.19
26.09 18.28
20.00
17.74
0.00 TT
T 150
T 200
T 250
Spesimen Tegangan tekan (kg/mm2)
Harga Kekerasan (VHN)
Kekuatan tarik max (kg/mm2)
Gambar 16. Grafik perbandingan hasil uji bending kekuatan tarik dan harga kekerasan (VHN) KESIMPULAN Penelitian post weld heat treatment (PWHT) pada aluminum 2024 yang mengalami proses penyambungan dengan friction stir welding memperoleh hasil sebagai berikut: 1. Proses friction stir welding membentuk tiga daerah, yaitu: logam induk, HAZ, dan daerah las (stir zone). Haz dan daerah las (stir zone) menunjukan pelunakan jika dibandingkan dengan logam induk aluminum 2024 2. Proses PWHT terhadap hasil friction stir welding adalah sebagai berikut, proses PWHT mempengaruhi kekerasan, kekutan tarik, dan kekutan tekan sambungan. Pada sambungan FSW non PWHT kekerasan pada daerah las (stir zone) sebesar 105,6 VHN, sedangkan pada spesimen PWHT T 150 kekerasan menurun menjadi 93,4 VHN, pada T 200 kekerasannya 79 VHN, dan pada T 250 menjadi 74,1 VHN. Untuk kekuatan tarik dan tekan adalah sebagai berikut : pada spesimen TT kekuatan tarik 27,15 kg/mm2 dengan kekuatan tekan 46,72 kg/mm2, spesimen T 150 kekuatan tarik 26,09 kg/mm2 dengan kekuatan tekan 43,04 kg/mm2, spesimen T 200 kekuatan tarik 18,28 kg/mm2 dengan kekuatan tekan 33,89 kg/mm2, spesimen T 250 kekuatan tarik 17,74 kg/mm2 dengan kekuatan tekan 27,19 kg/mm2 Saran-saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan variasi waktu pada proses post weld heat treatment (PWHT), dan proses friction stir welding diharapkan dilakukan dengan menggunakan putaran dan feed rate yang bervariasi. DAFTAR PUSTAKA 1. ASM HANDBOOK VOL 9, 2004, Metallography and Microstructures, ASM International 2. Dieter, G.E. dan dietrjemahkan Djaprie, S., 1993, Metalurgi Mekanik, Erlangga, Jakarta. 3. David, S. A. & Feng, Z., 1993, Friction Stir Welding of Advanced Materials: Challenges, Metals and Ceramics Division Oak Ridge, TN., Austria. 4. Dieter, G., Djaprie, S., “Metalurgi Mekanik”, Edisi Ketiga, Erlangga 1987 5. Davis, J.R. 1993. Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio: ASM International
TI-32
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) 2016 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional Jakarta, 21-22 April 2016
6. Harsono .W & T. Okumura, 2000, Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta 7. Surdia,T dan Saito S, 1993. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 8. Surdia,T dan Saito S, 2005. Pengetahuan Bahan Teknik, Pradya Paramita, Jakarta. 9. Smallman, R.E,”Metalurgi FisikModern”, Gramedian Jakrta. 10. What is Friction Stir Welding, www.mosaka.com/fsw/en/fsw/about_fsw.html 11. (www.aluminum.matter.org.uk)
TI-33