STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA Dony Setyawan, ST., M. Eng*, Nicky Ersandi** * Staf Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan ** Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Sukolilo – Surabaya (60111) Telp:085648346326 Email :
[email protected]
Abstrak Tugas akhir ini bertujuan untuk menghitung besarnya nilai laju korosi pada pipa JIS STPG 370-E setelah dilakukan proses perlakuan panas. Nilai laju korosi tersebut digunakan untuk menghitung penambahan umur pipa. Nilai yang paling ekonomis pada proses perlakuan panas apabila semakin lama umur pipa,. Pengujian perlakuan panas pada pipa JIS STPG 370-E menggunakan variasi temperatur 150ºC, 200ºC, dan 250ºC dengan holding time 60 menit. Media pendinginan yang digunakan adalah air. Untuk melengkapi metodologi dilakukan pengujian foto mikro, pengujian laju korosi dan pengujian foto makro. Sel tiga elektroda dengan larutan elektrolit NaCl digunakan dalam pengujian laju korosi Hasil pengujian pada pipa JIS STPG 370-E menunjukkan bahwa kandungan Pearlite pada daerah HAZ, Base Metal, dan Wel Metal pada setiap masing-masing specimen uji mengalami peningkatan. Nilai laju korosi pada spesimen tanpa perlakuan panas (26 ºC) sebesar 0.092397 mmpy, pemanasan 150ºC sebesar 0.090102 mmpy, pemanasan 200ºC sebesar 0.089539 mmpy dan pemanasan 250ºC sebesar 0.089028 mmpy. Penambahan umur pada pipa JIS STPG 370-E mulai terjadi pada spesimen dengan temperatur diatas 150 ºC. Temperatur 250 ºC merupakan nilai yang paling ekonomis dari proses perlakuan panas. Hasil ini diperoleh berdasarkan jumlah kandungan pearlite, nilai laju korosi, serta perhitungan penambahan umur pipa sebesar 1,3 tahun.
Kata kunci : PWHT (Post Heat Weld Treatment), Pipa JIS STPG 370-E, Foto mikro dan makro, Sel TigaElektroda, Laju Korosi. This Final Project is to calculate the value of the corrosion rate of the pipe JIS STPG 370-E after the heat treatment process. The additional of age of the pipe can be calculated from the value of the corrosion rate. The most economic process of heat treatment is the longer life time of the pipe. The testing of heat treatment on the pipe JIS STPG 370-E uses a variation of temperature 150 ºC, 200 ºC and 250 ºC with a holding time 60 minutes. Water is used as a cooling medium. Another testing to complete methodology are micro photographs, corrosion test and macro photos. The three-electrode cell with NaCl electrolyte solution is used in the experiment of corrosion rate. The results of testing on the pipe JIS STPG 370-E showed Pearlite Content on the Haz, Base Metal, and Wel Metal on each individual test specimen increased. The result of the corrosion rate in the specimen without heat treatment (26 ºC) is 0.092397 mmpy, 150 ºC heat treatment is 0.090102 mmpy, 200 ºC heta treatment is 0.089539 mmpy and, 250 ºC warming of 0.089028 mmpy. The additional life time of JIS pipe STPG 370-E would start for the specimen with heat treatment above 150 º C. Temperature 250 ºC is the most economical value of the heat treatment process. These results are obtained based on the amount of pearlite content, the corrosion rate values, and calculations for the life time addition of pipe which is 1.3 years. Key word : PWHT (Post Heat Weld Treatment), JIS STPG 370-E pipe, Micro and macro photos, Sel Tiga Elektroda, Corrosion rate. 1
pembuatan besi/baja (misalnya silicon dan mangan). Disamping itu seringkali juga sejumlah unsur paduan sengaja ditambahkan ke dalam baja untuk memperoleh suatu sifat tertentu. Mengingat hal ini maka dapat dibayangkan bahwa jenis baja akan sangat banyak [Zakharov, 1962]. Menurut mutunya baja karbon terdiri dari baja karbon rendah, baja karbon menengah dan baja karbon tinggi. Properties dan komposisi kimia dari struktur baja karbon rendah dan menengah dihasilkan dengan standar state, dimana pada standar ini seluruh struktur baja karbon terbagi menjadi 3 kelompok. : [Zakharov, 1962] a. Kelompok yang pertama adalah baja karbon yang memiliki kepastian pada mechanical properties, dimana komposisi kimianya tidak selalu ada (kecuali untuk sulphur dan phospor). b. Kelompok yang kedua adalah baja karbon yang memiliki kepastian pada komposisi kimianya. c. Kelompok yang ketiga adalah baja karbon yang mempunyai komposisi kimia dan mechanical properties. Baja karbon biasanya sudah cukup memuaskan dalam penggunannya bila persyaratan kekuatan, keuletan, dll tidak terlalu tinggi. Baja karbon cukup baik untuk digunakan pada temperatur kamar dan pada kondisi lingkungan yang tidak terlalu korosif, harganya relatif murah tetapi dalam beberapa hal baja karbon tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan [Suherman, 2003]. Dalam besi cair karbon dapat larut, tetapi dalam keadaan padat kelarutan karbon dalam besi akan terbatas. Selain sebagai larutan padat, besi dan karbon juga dapat membentuk senyawa interstisial (interstitial compound), eutektik dan juga eutectoid, atau mungkin juga karbon akan terpisah (sebagai grafit). Diagram keseimbangan sistem paduan besi-karbon cukup kompleks, tetapi hanya sebagian saja yang penting bagi dunia teknik, yaitu bagian antara besi murni sampai senyawa interstisialnya, karbida besi Fe3C, yang mengandung 6.67% C. Dan diagram fase yang banyak digunakan adalah diagram fase besi-karbida besi, yang seringkali disebut diagram fase Fe3C [Suherman, 1988 ; Barret, 1973].
1. PENDAHULUAN Material baja banyak digunakan dalam bidangbidang konstruksi, seperti pada gudang, pabrik, menara, jembatan, offshore, dan bangunan kapal. Khususnya dalam pembangunan kapal, material baja tersebut diharapkan mempunyai umur (life time) yang panjang (25 tahun). Masalah yang timbul pada pengelasan sambungan pipa ballast adalah besarnya laju korosi yang terjadi. Salah satu cara untuk meminimalisir laju korosi adalah melakukan Post Weld Heat Treatment pada hasil pengelasan yang bertujuan untuk merubah susunan metalurgi yang terbentuk pada hasil pengelasan. Pengujian laju korosi dilakukan dengan metode sel 3 elektrode. Dengan mengetahui besarnya laju korosi pada material las maka akan dapat ditentukan kapan suatu material tersebut mengalami kerusakan dengan terlebih dahulu ada perbaikan yang diadakan, sehingga kegagalan struktur tidak sampai terjadi. Dengan adanya kontrol terhadap laju korosi ini maka diharapkan akan dapat ditentukan perlakuan panas (PWHT) yang tepat pada pengelasan sambungan pipa.
2. TINJAUAN PUSTAKA Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam. Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan oleh manusia, tidak perlu diingkari bahwa logam itu paling banyak digunakan dan karena itu paling awal menimbulkan masalah korosi serius. Karena itu tidak mengherankan bila istilah korosi dan karat hampir dianggap sinonim [Trethewey, et, al, 1991]. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari logam yang disambungkan. [Wiryosumarto, et, al, 2000]. Perlakuan panas atau heat treatment dapat didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, dimaksudkan untuk memperoleh sifat tertentu [Suherman, 2001]. Stress Relieving/Stress-Relief Anneling merupakan proses perlakuan panas yang seringkali berhubungan dengan adanya perubahan struktur mikro yang terjadi akibat adanya pemanasan. Stress Relieving/StressRelief Anneling adalah suatu siklus pemanasan Yang bertujuan untuk menghilangkan internal streess dengan cara pemanasan selama beberapa jam dengan pendinginan pada air, dimana cirinya adalah pekerjaan mengalami pemanasan pada suhu 150 – 250 0C. Suhu pemanasan bisa ditingkatkan akan tetapi holding time bisa jauh lebih singkat. Jika pemanasan dengan suhu diatas 250 0C, akan terjadi pengurangan kekerasan yang besar dan sangat tidak diinginkan. Internal stress biasanya berasal dari mechanical working, casting, welding, dan heat treatment itu sendiri. [Diktat Ilmu bahan]. Baja pada dasarnya adalah paduan besi-karbon. Selain terdiri dari besi dan karbon baja biasanya juga mengandung sejumlah unsur lain. Sebagian berasal dari pengotoran pada bijih besi (misalnya belerang dan phosphor), yang biasanya kadarnya akan ditekan serendah mungkin, sebagian lagi dari unsur yang digunakan pada proses
Eute Eut
Gambar 2.1 Diagram keseimbangan besi-karbida besi [Karlerik, 1974]. Pipa JIS STPG 370-E adalah pipa yang biasanya digunakan dalam sistem ballast pada kapal. Dalam aplikasinya di kapal, pipa ini bukan pipa utama pada sistem balasst melainkan pipa pendukung dari sistem balasst itu sendiri. Pipa ini termasuk dalam kategori baja karbon rendah. 2
Adapun mechanical properties dari pipa ini, yaitu :
properties
dan
polarisasi anoda pada logam dan polarisasi katoda pada lingkungannya. [Trethewey, et, al, 1991].
chemical
Bila dalam percobaan mendapatkan iukur >> ic maka akan menunjukkan perilaku pengeplotan Tafel yang linier. Bagaimanapun, ketika polarisasi mendekati Ekor, yakni bila ia kurang lebih sama dengan io maka harga kerapatan arus terukur akan jauh meninggalkan harga ia yang sejati dan kita akan mendapatkan penyimpangan yang besar sekali dari perilaku linier. Argumen-argumen yang sama berlaku baik apabila polarisasi anoda maupun polarisasi katoda yang digunakan. Jadi kalau kita mencoba mendapatkan data dari percobaan, dalam hal ini kita masih bisa menetapkan harga io melalui ekspolasi terhadap bagian-bagian yang linier pada hasil pengeplotan polarisasi. [Trethewey, et, al, 1991].
Tabel 2.1 Mechanical Properties JIS STPG 370-E
Tabel 2.2. Chemical Properties JIS STPG 370-E Sel tiga elektroda adalah perangkat laboraturium baku untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi bahan. Sel tiga elektroda adalah versi penyempurnaan dari sel korosi basah. Sel ini dapat digunakan dalam berbagai macam percobaan korosi. [Trethewey, et, al, 1991].
E
0 .1 0
Polarisasi (V)
Sumber GGL Galvanometer
0 .2 0
Voltmeter
V
E
0
kor
io - 0 .1 0
Elektroda Pembantu
Elektroda Acuan - 0 .2 0 10
-4
10
-3
10
-2
10
-1
1
K e r a p a ta n A r u s ( A m -2 )
Gambar 2.3 Pengeplotan tafel yang diidealkan [Trethewey, et, al, 1991]. Elektroda Kerja
Elektrolit
Setelah dilakukan percobaan, maka diperoleh besarnya arus yang diasumsikan sama dengan besarnya elektron yang melewati elektroda kerja dan elektroda acuan. besarnya arus yang keluar dicatat sebagai variabel untuk perhitungan besarnya laju korosi. Berdasarkan hukum Faraday, maka besarnya laju korosi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
G ambar 2.2 Sel tiga elektroda [Trethewey, et, al, 1991]. Dalam perangkat percobaan seperti sel tiga elektroda tentunya terdiri dari beberapa komponen yang setiap komponen memiliki fungsi tersendiri, berikut ini komponen yang terdapat dalam sel tiga elektroda : [Trethewey, et, al, 1991]. 1. Elektroda kerja 2.
Elektroda pembantu
3.
Elektroda acuan
4.
Sumber potensial
5.
Alat pengukur potensial
6.
Alat pengukur arus
7.
Larutan elektrolit
Laju korosi = K nD mpy [Fontana, 1987] ai Dimana : K = Konstanta (0.129 untuk mpy) a = Berat atom logam terkorosi i = kerapatan arus (μA/cm2) n = Jumlah elektron valensi logam terkorosi D = Densitas logam terkorosi (gr/cm3) Berikut ini tabel yang dapat menunjukkan klasifikasi daya tahan korosi berdasarkan nilai dari perhitungan laju korosi. Relative corrosion resistance Outstanding Excellent Good Fair Poor Unacceptable
Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya disebut polarisasi. Polarisasi merupakan parameter yang penting yang memungkinkan kita membuat pernyataan-pernyataan tentang laju-laju proses korosi. Hal tersebut terjadi karena laju korosi dan kerapatan arus mempunyai kaitan langsung. Polarisasi atau penyimpangan dari potensial kesetimbangan disini sama dengan gabungan
Approximate metric equivalent mpy <1 1-5 5 - 20 20 - 50 20 - 200 > 200
mm/yr < 0.02 0.02 -0.1 0.1 - 0.5 0.5 - 1 1-5 >5
μm/yr < 25 25 - 100 100 - 500 500 - 1000 1000 - 5000 > 5000
nm/yr <2 2 - 10 10 - 50 50 - 150 150 - 500 > 500
pm/sec <1 1-5 5 - 20 20 - 50 50 - 200 > 200
Tabel 2.3 Klasifikasi ketahanan korosi berdasarkan nilai laju korosi [Fontana, 1987]. 3
Parameter pengelasan yang digunakan dapat dilihat dalam tabel berikut:
3. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan dapat ditampilkan dalam bentuk diagram seperti di bawah ini
Layers
Process
1 2
SMAW SMAW
Filler Metals Class Diameter (mm) E7016 2.6 E6019 3.2
Welding current Amperes Volts 72 100
22 22
Travel Speed cm/min -
Tabel 3.1 Parameter pengelasan Pipa JIS STPG 370-E. Untuk tahap selanjutnya dilakukan proses pemanasan specimen dengan 3 variasi temperatur pemanasan dan tanpa perlakuan panas. Variasi temperatur pemanasan dengan suhu 150ºC, 200ºC, dan 250ºC. Waktu penahan untuk setiap temperatur pemanasan selama 60 menit. Langkah yang dilakukan dalam proses pemanasan adalah semua material dimasukkan ke dalam oven sampai suhu 150ºC lalu ditahan selama 60 menit, kemudian specimen dikeluarkan sebanyak 3 buah, selanjutnya pemanasan dilakukan sampai 200ºC lalu ditahan 60 menit kemudian specimen dikeluarkan sebanyak 3 buah, langkah tersebut terus dilakukan sampai temperatur pemanasan 250ºC. Setelah proses pemanasan dilakukan proses pendinginan cepat dengan cara mencelupkan specimen kedalam media pendingin. Media pendingin yang digunakan adalah air, karena media pendingin air yang paling banyak dijumpai. Langkah yang dilakukan adalah setelah specimen dikeluarkan dari oven langsung dicelupkan ke dalam media pendingin. Langkah ini dilakukan untuk semua variasi temperatur pemanasan yang dilakukan.
Gambar 3.1 Diagram Metodologi Penelitian 3.1 Material Uji Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa JIS STPG 370-E. Specimen mempunyai ukuran 75 mm dengan diameter 60.5 mm dan tebal 5.5 mm. Pengelasan dilakukan secara melingkar antar kedua specimen. Specimen yang digunakan sebanyak 12 buah untuk 3 variasi temperatur pemanasan, sehingga terdapat 3 specimen untuk 1 temperatur pemanasan. 3.2 Prosedur Pengujian Tahap awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian laju korosi dengan sel tiga elektroda adalah mempersiapkan specimen yang akan diuji. Untuk mempersiapkan specimen yang akan diuji ada beberapa tahap yang harus dilakukan, tahap tersebut adalah : 1.
Tabel 3.1 Waktu dan Temperatur Pemanasan
Persiapan material dengan ukuran 150mm, diameter 60.5, dan tebal 5.5 mm sebanyak 12 buah. Dilakukan persiapan sisi dengan sudut groove 60º, opening root 2.6 mm, tinggi root 2.6 mm. 0
2.6
60.5
60
2 .6 150
Gambar 3.2 Detail persiapan sisi Gambar 3.3 Grafik Variasi Pemanasan 2.Melakukan proses pengelasan dengan SMAW dan menggunakan elektroda E7016 dan E6019. 4
Sebelum dilakukan pengujian foto mikro, material terlebih dahulu dipotong dengan menggunakan gergaji listrik untuk dibuat specien-specimen kecil dengan ukuran 5 cm x 2 cm. Selanjutnya specimen tesebut dihaluskan dengan ampalas grade 2.5, 60, 120, 180, 220, 320, 400, 600, 800, 1000 dan 1200. Setelah specimen dihaluskan sampai grade 1200 langkah selanjutnya adalah menghaluskan specimen dengan menggunakan wool sehingga pada permukaan material sudah tidak tampak goresan.
Gambar 3.4 Foto rangkaian sel tiga elektroda. Hasil dari pengamatan yaitu berupa arus yang melewati amperemeter ini dibuat atau disusun dalam tabel dengan urutan sebagai berikut : 1. Dibuat tabel nilai dari polarisasi (potensial mV) dan arus yang timbul ia dan ic . 2. Membagi arus dengan luas penampang (i/A). 3. Membuat grafik hubungan dengan logaritma (i/A) dengan polarisasi (mV). 4. Menentukan nilai ikorr dari grafik tersebut seperti
Gambar 3.3 Specimen Foto Mikro Setelah proses diatas maka specimen telah siap untuk proses foto mikro. Pengujian foto mikro dilakukan dengan meletakkan specimen pada alat foto mikro. Kemudian dilihat daerah yang ingin difoto lalu menentukan pembesaran yang dibutuhkan, langkah terakhir adalah menyimpan foto yang telah ditentukan pada komputer. Pada penelitian laju korosi dengan menggunakan sel tiga elektroda ada beberapa tahap yang dilakukan. Tahaptahap yang dilakukan dalam proses penelitian laju korosi dengan sel tiga elektroda adalah sebagai berikut :
cara pengeplotan tafel
5. Menghitung besarnya laju korosi yang terjadi
berdasarkan hasil ikorr yang telah didapat dengan menggunakan hukum Faraday.
Mengkalibrasi Hasil Pengujian Pada pengujian korosi yang telah dilakukan di Jurusan yang didapat kurang lengkap. Hal ini disebabkan, karena adaptor yang ada di Jurusan D 3 – Teknik Kimia ITS rusak. Kerusakan pada adaptor tersebut terjadi pada penunjukan angka volatase yang tidak bisa dimulai dari angka nol. Dalam hal ini, nantinya hasil tersebut akan sangat berpengaruh pada hasil yang akan didapat. Untuk itu, pada point ini akan dibandingkan hasil pengujian di Jurusan D 3 – Teknik Kimia ITS dengan pengujian mengunakan alat baru yang spesifikasi komponen komponennya sama. a. Data dari pengujian di Jurusan D 3 – Teknik Kimia ITS
1. Mempersiapkan peralatan sesuai dengan standar dari literatur yang digunakan. 2. Membuat larutan NaCl (salinitas 350) sebagai medium pengkorosif dengan perbandingan 35% NaCl dan air 65%. 3. Mempersiapkan gelas kimia yang akan digunakan untuk pengujian. 4. Meletakkan material uji, elektroda pembantu dan elektroda acuan kedalam gelas kimia. 5. Memberi tegangan negatif pada rangkaian (untuk satu tiap spesimen) yaitu dengan cara menghubungkan tegangan positif pada GGL ke negatif pada voltmeter digital dan juga sebaliknya. 6. Mencatat angka yang tertera pada alat digital pengukur arus. 7. Mendapatkan data pada tegangan negatif. 8. Memberi tegangan positif pada rangkaian. 9. Mencatat angka yang tertera pada alat digital pengukur arus. 10. Mendapatkan data pada tegangan positif. 11. Untuk satu spesimen didapat data (ia) pada tegangan positif dan data (ic) pada tegangan negatif. 12. Langkah-langkah diatas dilakukan bergantian untuk specimen yang lainnya.
5
x1= x2=
3.771 -4.214 -3.796 4.224
0.897 Log (Icorr) = 7.885 Icorr = K = 0.00327 a = 54.938 gr n= 2 D = 7.674 Laju Kor = 0.092288 mmpy
4. PENGUJIAN
x1= x2= Log (Icorr) = Icorr = K= a= n= D= Laju Kor =
4.1 Foto Mikro Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada proses perlakuan panas baja larbon rendah dapat mengakibatkan perubahan struktur mikro yang ada pada specimen material baja karbon. Sehingga diharapkan ketangguhan yang dimiliki specimen baja karbon akan berkurang dan berpengaruh terhadap kecepatan laju korosi yang terjadi, hal ini dapat dibuktikan dari beberapa hasil pengujian foto mikro berikut ini sebagai akibat adanya proses perlakuan panas yang dilakukan. Dari pengujian foto mikro dapat dilihat struktur dari sebuah logam. Setelah melakukan pengujian foto mikro, berikut hasil yang telah diperoleh untuk specimen dengan temperatur pemanasan 150ºC, 200ºC, 250ºC, dan tanpa perlakuan panas :
21.508 -57.13 -14.245 41.142 0.364 2.311 0.00327 54.938 gr 2 7.674 0.027051 mmpy
b. Data dari pengujian dengan alat yang baru.
(1)
(3)
(2)
(4)
Gambar 4.1 Foto mikro daerah HAZ, specimen yang dipanaskan 150ºC , 200ºC, 250ºC, dan tanpa pemanasan etching agent larutan oksalat, pembesaran 500 X.
(1) 6
(2)
Setelah melakukan pengeplotan diagram tafel dan menentukan besarnya nilai ikor berikut ini perhitungan besarnya laju korosi untuk specimen dengan temperatur pemanasan 150ºC, 200ºC, 250ºC dan tanpa perlakuan panas : 1.
(3)
Material Ke- 1 Diperoleh data sebagai berikut : ikor = 7.885 μA/cm2 D = 7.674 gr/cm3 a = 54.938 gram n=2 K = 0.00327 Dari data di atas, maka bersarnya laju korosi dapat dihitung sebagai berikut : Laju korosi(1) = K ai nD = 0.00327 x 54.938 x 7.885 2 x 7.674 = 0.092288 mmpy
(4)
Gambar 4.2 Foto mikro daerah Base Metal, specimen yang dipanaskan 150ºC , 200ºC, 250ºC, dan tanpa pemanasan etching agent larutan oksalat, pembesaran 500 X.
(1)
Tanpa Perlakuan Panas
Material Ke- 2 Diperoleh data sebagai berikut : ikor = 7.896 μA/cm2 D = 7.674 gr/cm3 a = 54.938 gram n=2 K = 0.00327 Dari data di atas, maka bersarnya laju korosi dapat dihitung sebagai berikut :
(2)
Laju korosi(2) = K ai
(3)
nD = 0.00327 x 54.938 x 7.896 2 x 7.674 = 0.092423 mmpy
(4)
Gambar 4.3 Foto mikro daerah Weld Metal, specimen yang dipanaskan 150ºC , 200ºC, 250ºC, dan tanpa pemanasan etching agent larutan oksalat, pembesaran 500 X.
Setelah dilakukan perhitungan laju korosi pada semua specimen, maka di dapat hasil sebagai berikut :
4.2 Korosi Pengujian laju korosi dengan menggunakan sel tiga elektroda merupakan pengujian laju korosi yang dipercepat dengan polarisasi dari potensial korosi bebasnya. Dari percobaan ini akan di peroleh data besarnya arus untuk setiap tegangan seperti yang terdapat pada lampiran. Data tersebut digunakan untuk pengeplotan diagram tafel, yang kemudian dapat menentukan harga io. Nilai ikor sama dengan nilai io. Setelah mendapatkan nilai ikor maka besarnya laju korosi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Faraday. Persamaan Faraday yang digunakan adalah :
Temperatur
No
ikor
pemanasan
Material
(μA/cm )
1
7.885
0.092288
Tanpa Pemanasan
2
7.896
0.092423
3
7.901
0.092481
1
7.687
0.089978
2
7.703
0.090167
3
7.703
0.090161
150ºC
200ºC
250ºC
2
Laju korosi
Laju korosi
(mmpy)
rata-rata(mmpy)
1
7.652
0.089566
2
7.6507.
0.089539
3
7.647
0.089511
1
7.630
0.08931
2
7.600
0.088957
3
7 588
0 088817
0.092397
0.090102
0.089539
0.089028
Tabel 4.1 Perhitungan laju korosi. 4.3 Perhitungan Prosentase Harga Laju Korosi
Laju korosi = K a i nD Dimana : K = Konstanta (0.129 untuk mpy, 0.00327 untuk mmpy) a = Berat atom logam terkorosi i = ikor = kerapatan arus (μA/cm2) n = Jumlah elektron valensi logam terkorosi D = Densitas logam terkorosi (gr/cm3)
Dari tabel 4.3 dan gambar grafik 5.6, maka dapat dilihat penurunan harga laju korosi pada setiap masing-masing perlakuan. Dari penurunan harga laju korosi di atas, dapat dihitung prosentase penurunan harga laju korosi dan penambahan umur pipa setelah mengalami proses perlakuan panas. Berikut ini perhitungan besarnya prosentase penurunan harga laju korosi serta perhitungan penambahan umur pipa : 7
1.
Besarnya prosentase penurunan dari material tanpa perlakuan panas ke material dengan temperatur 150ºC. Harga laju korosi rata-rata pada material tanpa perlakuan = 0.092397 mmpy Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 150ºC = 0.090102 mmpy
disimpulkan bahwa, semakin tinggi karbon maka semakin tinggi pila kandungan pearlite maka ketahanan korosi pada material juga tinggi. Hal ini berlaku juga pada sebaliknya. [Microstructural Variations in High Strength Structural Steel Weld Under Isoheat Input Conditions, Welding Research, Welding Journal, 2002]. 5.2 Laju Korosi Berdasarkan hasil perhitungan korosi pada tabel 4.1 maka diperoleh grafik sebagai berikut :
Besarnya Prosentase penurunan harga laju korosi = (0.092397-0.090102) x 100% 0.092397 = 2.483847% 2.
Besarnya prosentase penurunan dari material dengan temperatur 150ºC ke material dengan temperatur 200ºC. Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 150ºC = 0.090102 mmpy Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 200ºC = 0.089539 mmpy Besarnya Prosentase penurunan harga laju korosi = (0.090102-0.089539) x 100% 0.09010 = 0.624847395%
3.
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara temperatur pemanasan dan laju korosi.
Besarnya prosentase penurunan dari material dengan temperatur 200ºC ke material dengan temperatur 250ºC. Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 200ºC = 0.089539 mmpy Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 250ºC = 0.089028 mmpy
Dari gambar diatas telah didapatkan data bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan pada proses perlakuan panas maka laju korosi yang dihasilkan akan semakin kecil. Pada temperatur pemanasan tertinggi yaitu 250ºC didapatkan harga laju korosi minimum yaitu 0.089028 mmpy. Hal tersebut terjadi karena laju korosi dipengaruhi oleh kandungan pearlite. Telah diketahui dari gambar 4.1 sampai dengan 4.3 bahwa semakin tinggi temperatur pamanasan maka semakin semakin banyak kandungan pearlitenya. Pearlite sangat mempengaruhi ketahanan korosi yang terjadi pada baja karbon rendah, semakin banyak kandungan pearlite terjadi maka laju korosi akan kecil. Dari tabel 4.1 diketahui bahwa laju korosi minimum adalah 0.089028 mmpy dan laju korosi maximum adalah 0.092397 mmpy. Nilai laju korosi tersebut masuk dalam kategori Exellent jika dilihat dari tabel 2.3.
Besarnya Prosentase penurunan harga laju korosi = (0.089539-0.089028) x 100 0.08953 = 0.570701% 4.
Besarnya prosentase penurunan dari material tanpa perlakuan panas ke material dengan temperatur 250ºC. Harga laju korosi rata-rata pada material tanpa perlakuan = 0.092397 mmpy Harga laju korosi rata-rata pada material dengan temperatur 250ºC = 0.089028 mmpy
5.3 Penambahan Umur Pipa Perhitungan dilakukan dengan mengacu pada rumus BKI Vol.1 Sect. 3 C 2.4.3. Dari perhitungan tersebut didapatkan penambahan umur pada pipa sebesar 1 tahun. Penambahan umur terjadi ketika specimen dilakukan pemanasan 150ºC keatas.
Besarnya Prosentase penurunan harga laju korosi = (0.092397 -0.089028) x 100% 0.09239 = 3.64622%
5. ANALISIS HASIL PENGUJIAN 5.1 Foto Mikro Dari keseluruhan gambar struktur mikro yang telah ditunjukkan diatas bahwa dengan bertambahnya tingkat kandungan pearlite pada material uji akan mempengaruhi kekuatannya. Dalam hal ini kekuatan Tensile Strength dan Hardness.[Suherman, Wahid, ’Ilmu Logam 1, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 2003]. Pearlite sendirijuga akan mempengaruhi material terhadap ketahanan korosi, hal ini disebabkan karena kandungan karbon pada material uji juga meningkat. Jadi bias
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara temperatur pemanasan dan Umur Pipa. 8
specimen dengan temperatur pemanasan 150ºC ke temperatur pemanasan 200ºC memiliki penurunan prosentase harga laju korosi sebesar 0.624847395%, specimen dengan temperatur pemanasan 200ºC ke temperatur pemanasan 250ºC memiliki penurunan prosentase harga laju korosi sebesar 0.5707101%. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan maka penurunan prosentase harga laju korosi yang diperoleh akan semakin kecil.
5.4 Foto Makro
Korosi yang ditimbulkan pada proses pengujian terlihat pada persamaan reaksi diatas dimana terjadi pelepasan ion logam (Fe2+). Dengan pelepasan ion logam tersebut maka pada specimen uji akan kehilangan sebagian beratnya, ditandai terjadinya Pitting corrosion seperti pada gambar diatas.
4.
Specimen tanpa perlakuan panas mempunyai umur (lifetime) 11 tahun, sedangkan untuk material dengan termperatur 150ºC, 200ºC, 250ºC mengalami penambahan umur (lifetime) sebesar 1 tahun. Dari perhitungan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa terjadi penambahan umur pipa pada material yang mengalami proses perlakuan panas.
5.
Terjadi 2(dua) jenis korosi, yaitu Pitting Corrosion dan Electrochemical Corrosion pada proses pengujian korosi dengan menggunakan sel tiga Electrode. Hal ini dapat dilihat dari analisa foto makro.
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah melakukan percobaan laju korosi menggunakan sel tiga elektroda dan melakukan analisa dari hasil pengujian maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan. Berikut ini kesimpulan yang dapat diperoleh dari tugas akhir ini : 1.
2.
3.
6.2 Saran Saran yang dapat diajukan agar percobaan berikutnya dapat lebih baik dan dapat menyempurnakan percobaan yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini adalah :
Specimen dengan temperatur pemanasan 150ºC memiliki prosentase luasan pearlite pada HAZ sebesar 24.67%, pada base metal sebesar 27.46%, pada weld metal sebesar 29.81%. Specimen dengan temperatur pemanasan 200ºC memiliki prosentase luasan pearlite pada HAZ sebesar 25.19%, pada base metal sebesar 28.23%, pada weld metal sebesar 33.98%. Specimen dengan temperatur pemanasan 250ºC memiliki prosentase luasan pearlite pada HAZ sebesar 44.85%, pada base metal sebesar 32.52%, pada weld metal sebesar 47.38%, dan specimen tanpa perlakuan panas memiliki prosentase luasan pearlite pada HAZ sebesar 23.96%, pada base metal sebesar 25.19%, pada weld metal sebesar 27.73%. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan pada proses perlakuan panas pasca pengelasan dengan pendinginan cepat maka kandungan pearlite akan semakin banyak.
1.
Menggunakan variasi temperatur pemanasan yang lebih tinggi dari 250ºC.
2.
Melakukan pengujian untuk specimen yang terpisah antara weld metal dan base metal agar dapat diketahui daerah yang memiliki laju korosi tercepat.
3.
Melakukan pengujian impact dan micro hardness agar diperoleh seberapa besar pengaruh proses perlakuan panas pasca pengelasan terhadap kekerasan, ketangguhan dan keuletan.
7. DAFTAR PUSTAKA Fontana, M.G, ‘Corrosion Engineering’, McGraw-Hill Book Company, New York, 1987. “Metals Handbook”, vol.2, American Society for Metals, Metals Park, Ohio, 1964. Schweitzer, Philip, A, ‘Corrosion and Corrosion Protection Handbook’, Marcel Dekker, New York, 1988.
Specimen dengan temperatur pemanasan 150ºC memiliki laju korosi sebesar 0.090102 mmpy, specimen dengan temperatur pemanasan 200ºC memiliki laju korosi sebesar 0.089539 mmpy, specimen dengan temperatur pemanasan 250ºC memiliki laju korosi sebesar 0.089028 mmpy dan specimen tanpa perlakuan panas memiliki laju korosi sebesar 0.92397 mmpy. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan maka laju korosi yang diperoleh akan semakin kecil.
Suherman, Wahid, ’Perlakuan Panas’, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 1988. Suherman, Wahid, ’Pengetahuan Bahan’, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 1988. Suherman, Wahid, ’Ilmu Logam 1, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 2003. Suherman, Wahid, ’Ilmu Logam 2, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya, 1999. Totten, G.E, Bates, C.E dan Clinton, N.A, ‘ Quenchants and Quenching Technology’, ASM International, 1991.
Specimen dengan tanpa perlakuan panas ke temperatur pemanasan 150ºC memiliki penurunan prosentase harga laju korosi sebesar 2.483847%, 9
Trethewey, K.R dan Chamberlain, J, ‘Korosi Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan’, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991. Wiryosumarto, H dan Okumura, T, ‘Teknologi Pengelasan Logam’, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1996. Supomo, Heri , ‘Korosi, Jurusan Teknik Perkapalan, ITS, Surabaya, 2003. Microstructural Variations in High Strength Structural Steel Weld Under Isoheat Input Conditions, Welding Research, Welding Journal, 2002
10