1
ANALISIS PENGARUH IN SITU COOLING TERHADAP SIFAT MEKANIK HASIL PENGELASAN DUA SISI FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5083 PADA KAPAL KATAMARAN Libaraski Pandia, Achmad Zubaydi Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak — Friction Stir Welding merupakan proses pengelasan yang di promosikan dengan sedikit biaya dan kualitas sambungan yang baik. Pada metode FSW ini suhu puncak cenderung tinggi, untuk itu dilakukan inovasi agar hasil pengelasan menjadi lebih maksimal, sebelumnya telah dilakukan metode FSW pengelasan dua sisi, namun suhu puncak masih relative tinggi, maka untuk mengendalikan suhu puncak dilakukan dengan penggunaan pendinginan langsung pada saat proses pengelasan dua sisi FSW. Metode pendinginan langsung dilakukan pada pelat berbahan Aluminium 5083 dengan ukuran 400x300x6 mm, menggunakan mesin miling dengan 3 variasi pendinginan yaitu udara, air, dan oli samping dan dilakukan pengukuran suhu berkala setiap jarak 5 cm selama proses pengelasan berlangsung. Hasil yang diperoleh menunjukan suhu pengelasan pada pendingin air lebih kecil dibanding pendingin lainnya. Dari pengujian mekanik yang dilakukan dapat ditinjau dari pengujian Tarik (Tensile Test) penggunaan pendingin air memiliki nilai kuat Tarik sebesar 299.7 Mpa, nilai yang paling tinggi dibandingkan penggunaan pendingin udara dan oli Kata kunci: Friction Stir Welding (FSW), Aluminium 5083, Suhu, Dua sisi, Pendinginan langsung, dan Mekanik
K
I. PENDAHULUAN
apal katamaran memiliki kelebihan dari segi desain dan efisiensi. Katamaran adalah tipe kapal laut multi lambung, biasanya terdiri dari dua lambung (tiga lambung disebut trimaran). Kapal katamaran memiliki kelebihan misalnya pada kapal dengan lebar yang sama tahanan gesek katamaran lebih kecil. Hal ini memungkinkan pada tenaga dorong yang sama kecepatannya relatif lebih besar, selain itu kapal katamaran lebih cepat dari model kapal konvensional. Perkembangan dalam perancangan tipe kapal begitu berkembang pesat, hal ini dikombinasikan pula dengan perkembangan pada dunia pengelasan.
Penyambungan atau pengelasan material berbahan aluminium umumnya menggunakan proses pengelasan GTAW atau GMAW. Namun kedua proses pengelasan ini cenderung menyebabkan terjadi porositas apabila proses pengelasan aluminium yang dilakukan tidak tepat, selain itu hasil pengelasan ini rentan mengalami deformasi. Untuk mengurangi timbulnya porositas dan deformasi maka digunakan proses Friction Stir welding atau yang lebih dikenal dengan FSW. Proses pengelasan FSW dilakukan tanpa menggunakan filler metal, oleh sebab itu biaya pengeluaran menjadi lebih sedikit, karena prinsip kerja FSW
memanfaatkan putaran tool yang bergerak melintas pada kondisi solid, dimana suhu pengelasan di bawah suhu lebur, sehingga distorsi yang tinggi dan jumlah cacat menjadi terminimalisir Variabel proses pengelasan sangat mempengaruhi kualitas hasil lasan FSW. Salah satu variabel proses pengelasan FSW ialah suhu pengelasan. Adanya perbedaan ukuran butir pada sisi advancing, retreating, bagian permukaan serta akar las ini disebabkan adanya perbedaan suhu pengelasan serta adanya perbedaan dissipasi panas [2] . Suhu pengelasan yang tinggi akan mempengaruhi struktur mikro hasil lasan, terutama pada daerah HAZ, dikarenakan pada daerah HAZ terjadi perubahan sifat mekanik, yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi brittle atau getas. Sehingga suhu pengelasan pada material saat proses pengelasan harus dapat dikendalikan Suhu pengelasan yang tinggi dikendalikan dengan metode perlakuan pendinginan langsung pada saat proses pengelasan berlangsung. Adapun perlakuan pendinginan dilakukan langsung pada saat proses pengelasan terjadi, dan diberikan variasi pendingin dengan metode pengelasan FSW sisi beda. Diharapkan dengan perlakuan pendinginan langsung suhu puncak pada proses pengelasan tidak lagi relative tinggi, sehingga kekuatan kedua sisi material menjadi merata dan terjadi penambahan kekuatan pada material [2]. Dengan latar belakang tersebut, pada Tugas Akhir ini akan dilakukan analisa terhadap pengaruh pendinginan langsung (in situ cooling) terhadap sifat mekanik hasil pengelasan dua sisi FSW aluminium 5083 pada kapal katamaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aluminium Aluminium ialah unsur kimia yang mempunyai lambang Al, dan nomor atomnya 13. Logam paling berlimpah. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Aluminium merupakan logam ringan yang memiliki ketahanan korosi, hantaran listrik dan sifat logam yang baik.. Adanya pelapisan oksida pada alumunium ini mengakibatkan Alumunium memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sekalipun tanpa penambahan pelapisan perlindungan lagi [8]. B. Aluminium seri 5083 Aluminium 5083 merupakan paduan aluminium dengan magnesuim (Mg), paduan ini memiliki sifat tidak dapat
2 diperlaku-panaskan, tetapi memiliki sifat yang baik dalam daya tahan korosi terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu las. Alumunium seri 5083 banyak digunakan untuk marine applications. Selain itu material jenis ini banyak sekali digunakan untuk aplikasi pada temperatur di bawah nol derajat (cryogenic), tangki-tangki LNG, bejana tekan temperatur rendah (unfired pressure vessel), peralatan kelautan (marine component), rig pengeboran dan struktur rangka bangunan. C. Friction Stir Welding Pengelasan FSW merupakan metode pengelasan fasa padat. Metode pengelasan ini sangat sederhana, non consumable tool yang terdiri dari shoulder dan pin yang didesain secara khusus berputar pada daerah joining line sehingga hanya memanfaatkan gesekan tanpa melakukan penyambungan dengan material tambahan. Proses ini dengan memasukkan pin hingga shoulder depth plunge dari titik awal joining line. Pada posisi ini, ditunggu beberapa saat (dwell time) hingga titik awal ini mulai meleleh. Hal ini ditandai dengan adanya pergerakan yang ringan jika tool digerakkan ke arah pengelasan hingga akhir joining line. Pergerakan rotasi dan translasi dari tool inilah yang kemudian mengakibatkan terjadinya pengadukan material akibat panas yang ditimbulkan oleh tool sehingga terjadi pengelasan pada kondisi solid. Proses pengelasan FSW tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Advancing area Retreating area Gambar 2. Skema pengelasan FSW dua sisi beda [17]
F. Proses pendinginan (in situ cooling) pada FSW In situ cooling ( water cooling during FSW) ialah pendinginan langsung yang dilakukan pada proses FSW. Pada proses ini, pendinginan dilakukan setelah pengelasan berjalan, maka pendinginan diberikan mengikuti alur lasan. Panas yang di timbulkan akibat gesekan yang terjadi antara plat dan tool pada FSW dapat mempengaruhi suhu puncak yang lebih tinggi dan laju pendinginan yang lebih rendah, maka sangat penting dilakukan proses pendinginan pada pengelasan untuk mengatur kondisi tersebut. Penggunaan pendinginan langsung (in situ cooling) selama pengelasan FSW memiliki efek yang lebih menguntungkan pada kinerja mekanik material, yaitu efektif menghambat pertumbuhan butir untuk menjadi besar terutama didaerah HAZ. Gambar 4 menunjukkan skema pengelasan FSW dengan pendinginan langsung.
Gambar 1. Proses Pengelasan FSW [12]
D. Pengelasan dua sisi Pengelasan dua sisi FSW merupakan pengelasan yang biasanya dilakukan pada penyambungan material dengan ukuran ketebalan yang lebih tinggi, hal ini untuk mengurangi cacat dalam pengelasan akibat adukan yang kurang sempurna, sehingga kekurangan pada pengelasan sisi pertama dapat diperbaiki pada pengelasan sisi kedua. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pengelasan dua sisi FSW menggunakan material Aluminium 1100 H14. Hasil pengelasan dua sisi lebih baik dari pengelasan satu sisi [15]. E. Pengelasan sisi beda Penelitian pengelasan dua sisi FSW mengenai sisi pengelasan yang berbeda sebelumnya pernah dilakukan dengan menggunakan material Aluminium 1100 H14. Dari penelitian didapatkan bahwa pengelasan dengan sisi berbeda (sisi pertama mendapat perlakuan advancing dan sisi kedua mendapat perlakuan retreating) menghasilkan kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelasan sisi sama [16].
Gambar 3. Skema pengelasan FSW dengan metode pendinginan langsung [20].
G. Pengaruh Parameter Pengelasan FSW Variabel proses pengelasan pada pengelasan FSW sangat mempengaruhi kualitas hasil lasan tersebut. Pada FSW terdapat beberapa variabel pengelasan yang sangat mempengaruhi hasil pengelasan, diantaranya kecepatan putar tool (RPM), sudut pada tool dan kecepatan pengelasan (travel speed). Perputaran tool menghasilkan material yang teraduk disekitar pin, sedangkan pergerakan tool menyebabkan berpindahnya material yang teraduk dari depan ke belakang pin yang kemudian menyelesaikan proses pengelasan. Selain dua parameter tersebut kedalaman penekanan tool saat pengelasan dan bentuk geometri tool juga sangat mempengaruhi kualitas hasil pengelasan friction stir. Parameter geometri pin tool sangat berpengaruh terhadap kekuatan tarik, parameter kontur geometri shoulder tool berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan pemuluran hasil lasan serta berpengaruh terhadap umur fatik. Diameter shoulder dan pin berpengaruh terhadap kekuatan tarik,
3 pemuluran, kekerasan hasil lasan FSW [13]. Gambar 2 menunjukkan tool yang digunakan pada pengelasan FSW.
Variabel proses pengelasan pada pengelasan FSW sangat mempengaruhi kualitas hasil lasan tersebut. Pada friction stir welding terdapat beberapa variabel pengelasan yang sangat mempengaruhi hasil pengelasan, diantaranya kecepatan putar tool (RPM), sudut pada tool dan kecepatan pengelasan (travel speed). Parameter pengelasan pada Tabel 1 diberikan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan penyesuaian kondisi mesin Fraiss. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Gambar 4 . Contoh tool untuk pengelasan FSW
III. METODOLOGI Proses pengelasan yang dilakukan adalah pengelasan FSW dua sisi beda dengan variasi perlakuan pendinginan langsung (in situ cooling).
A. Suhu Permukaan Pengelasan Pengukuran suhu pengelasan dilakukan untuk mengetahui tren perbedaan suhu antara sisi advancing dan retreating dan pengaruhnya terhadap weld flash yang ditimbulkan. Pengukuran suhu dilakukan di setiap 50 mm dari titik awal pengelasan dimulai, dan dilakukan dengan laser pengukur suhu. Suhu yang diukur adalah suhu permukaan pengelasan dan pengukuran dilakukan manual sehingga dimungkinkan terdapat kesalahan pada data yang dperoleh. Hasil pengukuran suhu permukaan pada pengelasan FSW dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengukuran suhu permukaan
Gambar 5. Mekanisme proses pengelasan FSW dua sisi beda
Gambar 5 menunjukkan skema proses pengelasan FSW dua sisi beda, dimana pada pengelasan FSW dua sisi beda ini pelat aluminium pertama di las dengan proses FSW dan diberikan pendinginan, kemudian tes kupon dibalik ke arah samping lalu di las kembali pada posisi yang sama. Proses FSW dilakukan menggunakan variasi pendingin yang berbeda, yakni : udara, air dan oli. Selama proses pengelasan dilakukan pengukuran suhu permukaan untuk mengetahui tren distribusi suhu pada kedua sisi advancing dan retreating. Hasil pengukuran suhu tersebut kemudian dihubungkan dengan pembentukan weld flash selama pengelasan. Weld flash adalah penyayatan material yang berlebihan di atas permukaan joining line yang pada umumnya disebabkan oleh suhu pengelasan yang terlalu tinggi. Tabel 1 adalah beberapa parameter pengelasan yang akan dilakukan. Tabel 1. Parameter pengelasan yang akan digunakan Soulder diameter (mm) Rotational speed (RPM) Travel speed Tool inclined angle (°) Shoulder depth plunge Backing plate Dwell Time Bentuk Pin Cooler Debit Air
18 1125 ° 20 mm/min 2.5° 3.95 Mild Steel 30 s Trianguler Udara, air, dan oli 50 ml/m
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas suhu yang lebih besar terjadi di daerah advancing, baik pada sisi pertama pengelasan atau sisi kedua pengelasan. Hal ini sesuai dengan referensi literatur sebelumnya yang menyatakan bahwa suhu pengelasan advancing selalu lebih tinggi Adapun rekapitulasi suhu pengelasan yang disebabkan variabel media pendingin memiliki trend dan angka yang berbeda. Suhu pengelasan pada pendingin udara pada posisi 1-3 suhu relatif masih rendah kemudian meningkat menjadi lebih tinggi dan konstan pada posisi 4-6 hingga pada akhir pengelasan suhu pengelasan kembali turun pada posisi 7-8. Berbeda dengan pendingin air dimana suhu pengelasan cenderung konstan, itu terlihat pada pencatatan suhu pada posisi 1 hingga 8, dimana angka yang diperoleh hampir sama. Sedangkan pada pendinginan oli, trend suhu pengelesan relatif sama dengan pendingin air, dimana suhu pengelasan cenderung stabil dan konstan. Dari ketiga variasi pendingin tersebut, media pendingin air memiliki angka suhu pengelasan yang lebih kecil, kemudian pendingin udara, lalu pendingin oli. B. Pengujian Visual Pemeriksaan setelah proses pengelasan dilakukan untuk melihat kualitas hasil lasan secara visual apakah terdapat cacat atau tidak pada permukaan las, selain itu pada hasil
4 pengelasan FSW terdapat welding flash yang disebabkan oleh pengaruh parameter pengelasan dan kondisi pengelasan yang kurang sempurna. Gambar 5 ,6 dan 7 menunjukkan hasil pemeriksaan secara visual dimana terdapat weld flash pada hasil permukaan lasan. (a) (b) Gambar 5. Weld flash pada hasil pengelasan pendingin udara
(a) sisi pertama (b) sisi kedua (a)
D. Pengujian Foto Makro Jika pada pengujian radiografi terdapat cacat berupa Incomplete penetration maka dari hasil pengujian makroetsa tidak terdapat cacat lubang (wormhole) maupun lack of penetration pada ketiga specimen yang diuji. Kondisi ini bisa terjadi dikarenakan spesimen yang dijadikan bahan uji makroetsa bukan merupakan bagian yang mengalami cacat Incomplete penetration, sehingga pada saat pengujian makroetsa tidak terdapat cacat pada ketiga spesimen uji pengujian Foto Makro. Gambar 9 menunjukkan hasil pengujian makro etsa, dimana terdapat gambaran penampang melintang hasil pengelasan pada kedua spesimen, dimana pada kedua spesimen tidak terdapat cacat lubang (wormhole) maupun lack of penetration.
(b) Gambar 6. Weld flash pada hasil pengelasan pendingin air
(a) sisi pertama (b) sisi kedua (a) (b) Gambar 9. Hasil pengujian foto makro Gambar 7. Weld flash pada hasil pengelasan pendingin oli
(a) sisi pertama (b) sisi kedua Hasil pengelasan FSW baik dengan variasi pendingin udara, air, dan oli smping secara keseluruhan tidak memiliki cacat permukaan yang signifikan, seperti terdapatnya surface galling atau surface lack of fill. Hal ini membuktikan bahwa parameter dan kondisi pengelasan yang dilakukan telah sesuai. C. Pengujian Radiografi Gambar Interpretasi hasil uji radiografi dapat dilihat pada gambar 5,6 dan 7 Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat cacat pengelasan pada daerah pengelasan. Hasil pengujian radiografi pada pengelasan perlakuan pendingin air dan oli samping ditemukan cacat berupa Incomplete penetration pada bagian joint line. Pada pengelasan perlakuan pendingin air terdapat Incomplete penetration sekitar 5,1 cm pada sisi film (A-B). Sedangkan pada pengelasan perlakuan pendingin oli terdapat Incomplete penetration sekitar 3,5 cm pada sisi film (A-B), Gambar 8 adalah hasil uji radiografi hasil pengelasan FSW pendingin air dan oli. (a)
E. Pengujian Foto Mikro Pengamatan yang dilakukan adalah pada daerah terpengaruh pengelasan HAZ dan TMAZ. Dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisa ukuran butir hasil Uji Mikro
. (a)
(b)
(c)
(d)
Dari Tabel 3 pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa pengelasan dengan perlakuan pendingin air memiliki ukuran butir nugget yang lebih kecil dan tersebar merata pada permukaan atas dan bawah, dibandingkan dengan pendingin udara dan oli, seperti ditunjukkan pada Gambar 10. (A) (B) (C)
(b)
Gambar 8. Pemeriksaan hasil uji radiografi (a) pendingin air (b) pendingin oli
Gambar 10. Pengamatan struktur mikro daerah weld nugget 400x (a) pendingin udara (b) air (c) oli
5 F. Analisa Hasil Uji Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu material uji menerima beban tarik. Hasil pengujian menunjukkan tegangan maksimal dari maretial uji. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan ketentuan tegangan maksimal (ultimate stress) dari material.
G. Analisa Hasil Pengujian Bending Pengujian tekuk (Bending test) dilakukan untuk menganalisa adanya open defect pada saat material mendapatkan beban bending. Berikut hasil rekapitulasi pengujian bending, dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Hasil pengujian face bending
Tabel 4.Data hasil Pengujian Tarik
Tabel 6. Hasil pengujian face bending
Hasil pengujian tarik (tensile test) dapat dianalisa dari perbandingan kuat tarik yang dilihat dari ultimate stress tiap specimen uji. Tabel 4 adalah data hasil pengujian tarik hasil pengelasan dengan variasi Pendingin udara, air dan oli.
Gambar 11. Grafik Ultimate stress hasil pengujian tarik
Gambar 11 menunjukkan tensile strength pada masing masing specimen uji. Kuat tarik yang paling tinggi adalah pengelasan dengan perlakuan variasi pendingin udara, selanjutnya dengan perlakuan pendingin air, dan yang paling rendah adalah perlakuan oli. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh incomplete penetration pada specimen yang diuji tarik pada hasil pengelasan pendingin air dan oli, sesuai dengan data hasil uji radiografi dimana pada pengelasan perlakuan pendingin air terdapat Incomplete penetration sekitar 5.1 cm pada sisi film (A-B) dimana pada bagian tersebut dijadikan untuk spesimen uji air 1.2 pada pengujian kuat tarik. Sedangkan pada pengelasan perlakuan pendingin oli terdapat Incomplete penetration sekitar 3.5 cm pada sisi film (A-B) dan pada bagian tersebut dilakukan pengujian kuat tarik untuk spesimen oli 1.2
Meskipun pada pengujian tarik specimen hasil pengelasan FSW perndingin Oli paling lemah, tetapi justru memiliki hasil pengujian bending paling baik dibanding dengan perlakuan pendingin air ataupun udara, hal ini disebabkan oleh struktur dan ukuran butir cenderung kecil, dan tersebar merata pada permukaan hasil lasan sehingga menjadi lebih baik oleh karena pengaruh pendinginan berupa oli, seperti diketahui bahwa oli memiliki sifat selain sebagai pendingin juga berfungsi fluida yang baik untuk mencegah krosif, dan ini sangat banyak mempengaruhi hasil lasan. Pada pendingin udara cacat hanya terdapat cacat pada daerah uji face bend dengan panjang crack 18.85 mm, sedangkan pada perlakuan pendingin air terdapat dua buah cacat (crack) pada face bend sepanjang 22.63 mm dan pada root bend sepanjang 12.93 mm H. Analisa Hasil Pengujian Vickers Batas maksimum nilai kekerasan dapat diambil berdasarkan nilai rata-rata kekerasan pada base metal, hal ini menjelaskan bahwa nilai kekerasan pada weld metal tidak boleh melebihi nilai kekerasan pada base metal-nya yang kemudian dapat menyebabkan weld metal lebih getas dari pada base metal-nya. Hasil uji kekerasan pada pengelasan perlakuan pendingin oli adalah yang paling tinggi. Hasil pengujian kekerasan pada pengelasan perlakuan oli memiliki hasil yang selaras bila dibandingkan dengan pengujian tekuknya, hal ini dikarenakan struktur dan ukuran butir cenderung kecil, dan tersebar merata pada permukaan hasil lasan pada pengujian metalografi (mikro) sehingga menjadi lebih baik pada bagian permukaan lasan. Hasil uji kekerasan pada
6 pendingin udara memiliki nilai yang hampi sama, tetapi tidak pada pendingin air. Hasil uji pada pendingin air merupakan yang paling rendah dari ketiga pengujian tersebut. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi hasil pengujian Vickers
biaya demi terselesaikannya penelitian ini. Kedua kepada Prof. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng. Ph.D. selaku dosen pembimbing, Bapak Nurul Muhayat S.T, M.T serta segenap teman-teman dan pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. DAFTAR PUSTAKA [1] AlaviNia, A., Omidvar, H., Nourbakhsh, A. (2013). “Investigation of the effects of thread pitch and water cooling action on the mechanical strength and microstructure of friction stir processed AZ31”. material and design. [2] Baihaqi, T. 2013. “Analisis Pengaruh Sisi Pengelasan Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Dua Sisi Friction Stir Welding Aluminium 5083 Pada Kapal Katamaran”,Surabaya : Tugas Akhir Teknik Perkapalan FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [3] Kumar, A. R., Varghese, S., & Shivapragash, M. (2012). A Comparative Study of the Mechanical Properties of Single and Double Sided Friction Stir Welded Aluminium Joints. Procedia Engineering 38, 3955-3961. [4] Liu, H., Fujii, H., Maeda, M., & Nogi, K. (2003). Tensile Properties and Fracture Locations ofFriction-Stir-Welded Joints of 2017-T351 Aluminium Alloy. Journal of Materials Processing Technology 142, 692-696. [5] Mathers, G. (2002). The Welding of Aluminium and its alloys. Cambridge: CRC Press.
V. KESIMPULAN / RINGKASAN Dari analisa yang telah dilakukan pada pengelasan FSW perlakuan variasi pendingin terhadap sifat mekanik material dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil pengujian radiografi menunjukkan bahwa pengelasan dengan perlakuan pendingin udara tidak terdapat cacat dari awal sampai akhir pengelasan. Sedangkan pada pendingin air dan oli ditemukan cacat berupa incomplete penetrarion pada daerah awal pengelasan. Pada pengujian makro etsa, tidak ditemukan cacat pada ketiga specimen uji, hanya saja dapat dilihat daerah HAZ pada pendingin oli adalah yang paling besar, diikuti pendingin udara, kemudian oli. Hasil pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa pengelasan dengan perlakuan pendingin air memiliki ukuran butir nugget yang lebih kecil dan tersebar merata pada permukaan atas dan bawah, dibandingkan dengan pendingin udara dan oli. Pengelasan dengan variasi pendingin air menghasilkan nilai kuat tarik yang lebih tinggi ditinjau dari salah satu hasil pengujian tariknya yaitu 299.7 Mpa. Hasil pada pengujian bending menunjukkan bahwa pengelasan dengan perlakuan pendingin oli memiliki hasil yang lebih bagus, karena tidak terdapat cacat. Pada pengujian hardness nilai rata-rata yang paling tinggi dihasilkan dari pengelasan pendingin oli yaitu : Sisi 1 = 91.28 HV dan Sisi 2 = 106.74HV Hasil pengujian tersebut sudah baik hanya saja perlu dikembangkan dan disempurnakan, serta dapat menjadi referensi untuk aplikasi dalam pembangunan kapal dapat menggunakan metode pengelasan perlakuan pendinginan langsung media air untuk kekuatan yang lebih baik UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih Penulis tujukan yang pertama kepada Ayah dan ibu yang telah memberikan segala doa dan
[6] Mishra, R. S., & Ma, Z. Y. (2005). Friction Stir Welding and Processing. Material Science and Engineering R50, 2-28. [7] Rajakumar, S., & Balasubramanian, V. (2011). Correlation between weld nugget grain size, weld nugget hardness and tensile. Materials and Design 34, 250-251. [8] http://www.twi.co.uk