PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Oleh LUH RAHMI SUSANTI H24103061
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ABSTRAK Luh Rahmi Susanti. H24103061. Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Di bawah bimbingan Wita Juwita Ermawati. Bank BNI melakukan portofolio kredit menurut sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Diversifikasi yang optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada pendapatan bunga kredit yang akan membawa BNI pada suatu tingkat keuntungan. Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah berupa meningkatnya Non Performing Loan (NPL), maka manajemen BNI menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna mengurangi NPL yang tinggi, dengan ekspansi kredit. Tujuan penelitian adalah : (1) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI; (2) Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI; (3) Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung kinerja perkreditan Bank BNI. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa publikasi laporan keuangan dan data makroekonomi. Data dianalisis dengan model analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi terhadap pendapatan bunga kredit dengan menggunakan perangkat lunak komputer SPSS versi 11. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan secara keseluruhan perubahan portofolio kredit sektoral signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Secara parsial, hanya tiga sektor yang memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit, yaitu sektor perindustrian (1,417), perdagangan (0,152), dan sektor lain-lain dengan nilai koefisien regresi 0,052. Dari ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu, tiga sektor lainnya (pertanian, pertambangan, dan jasa-jasa) berdampak negatif dan berpengaruh tidak siginifikan. Dalam rangka maksimisasi pendapatan bunga kredit, Bank BNI perlu memprioritaskan alokasi kredit untuk sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain, karena pengaruh positif portofolio kredit ketiga sektor tersebut dan juga laju pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) riil ketiga sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP nasional. Sedangkan tiga sektor lainnya yang berpengaruh negatif yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan jasa, perlu dikaji ulang pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.
PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh LUH RAHMI SUSANTI H24103061
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN PENGARUH PERUBAHAN PORTOFOLIO KREDIT SEKTOR EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN BUNGA KREDIT PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh LUH RAHMI SUSANTI H24103061
Menyetujui,
Juli 2007
Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen
Tanggal ujian : 26 Juni 2007
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Luh Rahmi Susanti, dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 November 1984 dari pasangan Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ni Made Neteri. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 4 Bogor pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) dan Brahmacarya, serta peserta berbagai seminar dan pelatihan. Penulis juga pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Tingkat Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005. Selain itu, penulis pernah mengikuti praktik kerja (magang) pada PT. Federal International Finance tahun 2006.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Perubahan Portofolio Kredit Sektor Ekonomi terhadap Pendapatan Bunga Kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain (konsumsi) dilakukan Bank BNI dalam penyaluran kreditnya. Diversifikasi yang optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada pendapatan bunga yang akan membawa Bank BNI pada suatu tingkat keuntungan. Penelitian ini menganalisis pengaruh perubahan portofolio kredit sektor ekonomi terhadap perubahan pendapatan bunga kredit baik secara keseluruhan maupun secara parsial, sehingga hasil dari analisis ini diharapkan akan dapat memberikan arahan ke depan tentang alokasi kredit sektoral dalam rangka peningkatan kinerja penyaluran kredit Bank BNI. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada: 1. Ayahku Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU dan Ibuku Ni Made Neteri serta Kakakku Gde Ary Suwedha, S.Komp., MM atas segala doa, kasih sayang, serta dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya. 2. Ibu Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, membagikan ilmu, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing., DEA dan Farida Ratna Dewi, SE, MM atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.
iv
4. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, seluruh staf dosen pengajar dan karyawan/wati Departeman Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 5. Sahabat-sahabat terbaik (Etty, Else, Ulfa, Rinrin, Pasus Oks, Yayuk, Uchi, Ipeh, Nela, Ruslan, Irwan, Aldhika, Adit, Yan) atas segala bantuan, kebersamaan, serta kebahagiaan yang telah diberikan selama ini. 6. Teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan serta bantuan saat seminar dan sidang (Dian SMS, Silva, Sri, Ai, Ranti, Kania, Dian Schum, Irma, Desty, Andien, Evi, Kurnia). 7. Loly, Uyan, dan Lola atas persaudaraan dan kegembiraan yang telah diberikan, juga atas kebersamaannya dalam berjuang melewati masa TPB di Asrama A3-295. 8. Saudaraku di Brahmacarya 40 (Royn, Dadi, Deta, Adit, Yuli, Turi, Dewa, Devit, Aries, Dhika, Ayu, Wahyu, Eka S, Ferry) atas persaudaraan yang selama ini diberikan. 9. Sahabat sejati (Indie Bfn dan Made Laksmi) atas semua yang telah diberikan, keluarga M4 dan Sayap Kanan atas kebersamaannya, Dayu Gek atas bantuannya, serta Putra atas motivasi dan pencerahan spiritualnya. 10. Rekan-rekan Manajemen 40 untuk persahabatan selama 4 tahun di masa perkuliahan. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan bahan perbaikan dalam penulisan yang lebih baik lagi.
Bogor, Juli 2007
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
1 3 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank .................................................................................. 2.2. Sumber Dana Bank ............................................................................. 2.3. Penggunaan Dana Bank ...................................................................... 2.4. Pengertian Portofolio Kredit ............................................................... 2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit ................................................................... 2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi ............................................... 2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit ............................................. 2.8. Analisis Kinerja Perkreditan ............................................................... 2.9. Hasil Penelitian Terdahulu ..................................................................
6 7 8 9 11 12 14 16 16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 3.4.1. Analisis Regresi Berganda .................................................... 3.4.2. Uji Normalitas ....................................................................... 3.4.3. Uji Multikolinearitas .............................................................. 3.4.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 3.4.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... 3.4.6. Uji F ....................................................................................... 3.4.7. Uji t .......................................................................................
19 21 21 22 22 23 24 24 24 24 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ...........................................................
28
vi
4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk... 4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan ....................................... 4.1.3. Struktur Organisasi ................................................................ Kinerja Makroekonomi Nasional ...................................................... 4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi ................................. 4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan ....................... 4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP............................................. Validasi Dampak Model Portofolio Kredit ....................................... 4.3.1. Uji Normalitas ....................................................................... 4.3.2. Uji Multikolinearitas ............................................................. 4.3.4. Uji Autokorelasi .................................................................... 4.3.5. Uji Heteroskedastisitas .......................................................... Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit ................... 4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan ............................... 4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial ........................................ A. Langkah Uji t ................................................................... B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial ......................... Dampak Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral ....................................
28 29 30 33 33 39 45 48 48 49 50 50 51 52 53 53 56 61
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan........... ..................................................................................... 2. Saran......... .................................................................................................
66 66
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
68
LAMPIRAN.....................................................................................................
71
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
vii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................
33
2. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .........................
34
3. Pertumbuhan penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 .........................
35
4. Struktur penanaman modal riil luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ........................
36
5. Pertumbuhan penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ..........
37
6. Struktur penanaman modal riil dalam negeri dan luar negeri menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ..........
38
7. Pertumbuhan total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................
39
8. Struktur total kredit Bank BNI menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................
40
9. Struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan Bank BCA menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005 ..........
41
10. Proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ..........
42
11. Pertumbuhan total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................
43
12. Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ............................................................
45
13. Pertumbuhan GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................
46
14. Struktur GDP riil sektor pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 ................................................................................
47
15. Hasil uji normalitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun1997-2005 ..................................................................................
48
16. Hasil uji multikolinearitas model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 ...............................................................
49
viii
17. Dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 ....................................................
ix
56
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Kerangka pemikiran operasional...................... ..........................................
20
2. Hasil uji heteroskedastisitas (scatterplot pendapatan bunga kredit) model regresi berganda dampak alokasi kredit sektoral terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, 1997-2005 ......................................
51
x
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Hasil uji normalitas ..................................................................................
71
2. Hasil uji multikolinearitas .........................................................................
72
3. Hasil uji heteroskedastisitas ..................................................................... 73 4. Hasil regresi berganda ..............................................................................
xi
74
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga keuangan yang didasarkan pada unsur kepercayaan, memiliki tugas pokok sebagai perantara antara pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang memiliki kelebihan dana. Dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi, bank berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan perkembangan dunia usaha melalui kegiatan bisnis dalam sektor ekonomi. Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari adanya kredit yang dikeluarkan bank untuk membiayai kegiatan ekonomi tersebut. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang memadai membutuhkan laju pertumbuhan kredit perbankan yang tinggi. Karena itu, perbankan yang sehat merupakan syarat mutlak untuk mendukung perekonomian nasional. Terdapat hubungan saling ketergantungan antara perbankan dan kondisi dunia usaha dengan pertumbuhan ekonomi. Dimana kondisi perbankan yang sehat merupakan salah satu faktor penunjang dalam menggerakkan dunia usaha terutama dalam pemenuhan kebutuhan modalnya melalui pemberian kredit. Dengan demikian, bergeraknya dunia usaha diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui output yang dihasilkannya. Begitupun sebaliknya, kondisi dunia usaha yang baik akan mendorong
tersalurkannya
kredit
perbankan
sehingga
memberikan
keuntungan pada bank dan peningkatan perekonomian negara. Kegagalan dunia perbankan akan memberi pengaruh pada kondisi perekonomian. Terbukti pada krisis ekonomi yang menimpa Indonesia pada tahun 1997-1998, perbankan Indonesia mengalami kelumpuhan. Kredit yang menjadi andalan perbankan dalam perolehan pendapatan mengalami permasalahan, karena kinerja dunia usaha yang mengalami kemerosotan secara tajam. Perbankan sebagai usaha yang dinamis dituntut untuk selalu mampu beradaptasi dengan cepat atas perubahan lingkungan. Dalam hal ini, pengelolaan kredit sebagai sumber pendapatan terbesar bank harus menjadi
2
perhatian. Pada periode 1996/1997 – 1997/1998 jumlah kredit bermasalah (NPL atau Non Performing Loan) bank umum meningkat dari 9,3% menjadi 19,8%, dan meningkat drastis menjadi 58% pada tahun 1998/1999 (Bank Indonesia, 1998/1999). Pada periode yang bersamaan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan dari 4,72% pada tahun 1997 menjadi minus 13,13% pada tahun 1998. Pada tahun 1999, PDB nasional mulai tumbuh secara positif, tetapi dengan laju di bawah laju pertumbuhan penduduk, yaitu hanya 0,79% (BPS, 1999). Tingginya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan dikeluarkannya kebijakan pengetatan penyaluran kredit dengan sasaran agar dapat dilakukan pengelolaan penyaluran kredit secara lebih tepat dan bijaksana. Kebijakan ini ternyata berdampak terhadap penurunan kinerja sektor riil akibat penyaluran kredit yang terbatas. Menyadari keadaan ini, BI melakukan beberapa pelonggaran, yakni menurunkan BI rate dari 13,75% pada tahun 2005 sebesar 9,75% pada tahun 2006 dan 9,5% pada awal tahun 2007 (Seputar Indonesia, 2007). Disamping itu, BI mengeluarkan Paket Oktober (Pakto) 2006 dengan tujuan mengaktifkan kembali penyaluran kredit oleh sektor perbankan. Kebijakan moneter tersebut ternyata tidak memberikan dampak seperti yang diharapkan akibat adanya permasalahan struktural dalam perekonomian Indonesia. Permasalahan struktural tersebut mencakup lemahnya dukungan iklim investasi, belum memadainya ketersediaan infrastruktur dan permasalahan birokrasi yang berdampak negatif terhadap perkembangan investasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha. Bank BNI sebagai salah satu bank umum terbesar di Indonesia turut berperan
dalam
menunjang
pembangunan
negara.
Dalam
usaha
mengaktifkan fungsi intermediasi, Bank BNI melakukan penyaluran kredit kepada beberapa segmen, seperti segmen masyarakat secara individu, segmen dunia usaha skala kecil dan menengah (UKM) dalam sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa-jasa. Untuk membiayai segmen korporasi, Bank BNI membentuk perbankan korporasi untuk memenuhi kebutuhan kredit menurut sektor ekonomi. Dengan tersalurkannya kredit kepada berbagai segmen (masyarakat, dunia usaha,
3
dan korporasi) menunjukkan besarnya peran Bank BNI dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional (Sugema, et.al., 2003). Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat luas, Bank BNI menghadapi berbagai risiko. Bank BNI memiliki tanggung jawab besar, karena dana yang dikelola berasal dari dana masyarakat yang menyimpan kelebihan dananya. Kepercayaan dari masyarakat ini harus dijaga melalui pengelolaan kredit yang benar dengan semaksimal mungkin mengurangi timbulnya risiko. Risiko ini mencakup tidak tertagihnya dana yang telah disalurkan beserta bunganya. Dalam konteks ini Bank BNI melakukan alokasi kredit menurut sektor ekonomi (portofolio kredit) secara berimbang dan tepat. Bank BNI harus mampu menganalisis dampak portofolio kredit sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lainlain terhadap kinerja pendapatan bunga usaha perbankan. Diversifikasi yang optimal pada portofolio kredit akan mampu mengurangi risiko dan berpengaruh pada pendapatan bunga yang akan membawa BNI pada suatu tingkat keuntungan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Bank BNI dalam kurun waktu dua tahun terakhir menghadapi masalah berupa meningkatnya NPL. Pada tahun 2005, NPL gross Bank BNI mencapai 14,4% berbeda jauh dengan kondisi NPL pada tahun 2004 yang berada pada 4,6% (Kompas, 2006). Per September 2006, rasio NPL gross BNI mencapai 16% atau secara nominal senilai Rp 9 triliun (Kompas, 2006). NPL yang melonjak naik membuat sejumlah besar perusahaan ingin menarik dananya dari BNI, sehingga hal ini memberi pengaruh langsung pada penurunan pendapatan bunga kredit Bank BNI. Karena itu, manajemen BNI perlu menata kembali komposisi portofolio kredit yang paling ideal untuk memperkuat posisi bank dalam menghadapi gejolak makroekonomi guna mengurangi
NPL
yang
tinggi.
Selama
Bank
BNI
belum
bisa
menyeimbangkan portofolio kreditnya, Bank BNI masih rentan terhadap pengaruh gejolak makroekonomi yang ada. 1.2. Rumusan Masalah Dalam menata komposisi portofolio perlu diketahui dampak alokasi kredit terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI, sebagai bahan evaluasi
4
arah kebijakan pengalokasian kredit. Keadaan ini dikaitkan dengan kondisi makro yang terjadi sebagai tolok ukur penilaian kualitas portofolio kredit. Sehingga, dalam upaya Bank BNI mengurangi tingkat NPL melalui ekspansi kredit, dapat diketahui sektor-sektor mana yang perlu difokuskan pengelolaannya. Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI ? 2. Apakah terdapat pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit pada setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI ? 3. Kebijakan antisipatif apakah yang perlu diambil untuk memperbaiki kinerja penyaluran kredit Bank BNI ? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit dalam sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga pada Bank BNI. 2. Menganalisis pengaruh perubahan portofolio penyaluran kredit setiap sektor ekonomi tersebut secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI. 3. Mengevaluasi kebijakan penyaluran kredit sektoral dalam mendukung kinerja perkreditan Bank BNI. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan masukan, sebagai berikut :
5
1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi bank BNI dalam penyusunan portofolio penyaluran kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi secara tepat dalam kaitannya dengan pencapaian pendapatan bunga yang optimal, sehingga ekspansi kredit dan penataan portofolio kredit dapat dilakukan guna memperkuat permodalan bank melalui laba yang dihasilkan dari pendapatan bunga kredit. 2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pembelajaran bagi pihak yang melakukan penelitian lanjutan mengenai sejauh mana portofolio penyaluran kredit di dalam sektor ekonomi memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga kredit pada bank. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengkajian portofolio kredit sektor ekonomi
karena
sektor
tersebut
mampu
dijelaskan
oleh
kondisi
makroekonomi. Pendapatan bunga yang menjadi variabel terkait dalam penelitian ini merupakan pendapatan bunga yang berasal dari bunga atas kredit yang diberikan. Pendapatan bunga kredit dijadikan sebagai dasar pembanding karena kredit yang disalurkan akan langsung memberikan pendapatan berupa pendapatan bunga kredit bagi perusahaan. Periode 19972005 digunakan untuk menggambarkan kondisi alokasi kredit setelah krisis ekonomi dan sebagai kecukupan jumlah sampel.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 (Kasmir, 2004) tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa dalam melakukan usahanya pihak perbankan umumnya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana utama. Dari
segi
penyaluran
dana,
bank
hendaknya
tidak
semata-mata
memaksimumkan keuntungan bagi pemilik, tetapi juga harus diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat secara luas. Pada dasarnya sistem perbankan berfungsi sebagai salah satu medium di dalam menjalankan kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2003). Menurut Suta dan Musa (2003), perbankan pada umumnya mempunyai dua peran, yaitu (1) Institusi penampung dana yang menerima deposito, membayar untuk dan atas nama deposan, dan menyediakan fasilitas penukaran mata uang asing; (2) Perusahaan yang berorientasi profit, di mana perbankan menyediakan produk-produk liabilities dan memberikan pinjaman kepada nasabah. Di dalam menjalankan peran ini bank memperoleh spread dan fee based income untuk memenuhi target keuntungan yang ditetapkan oleh bank tersebut. Pengertian bank secara lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 1999), adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
7
2.2. Sumber Dana Bank Menurut Kasmir (2004), sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Secara garis besar sumber dana bank dapat diperoleh dari bank itu sendiri, dari masyarakat luas dan dari lembaga lainnya, dengan deskripsi sebagai berikut: 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri (modal sendiri) maksudnya adalah dana yang diperoleh dari dalam bank. Perolehan dana ini biasanya
digunakan
apabila
bank
mengalami
kesulitan
untuk
memperoleh dana dari luar. Adapun pencarian dana yang bersumber dari bank itu sendiri terdiri dari: (a) Setoran modal dari pemegang saham, yaitu merupakan modal dari para pemegang saham lama atau pemegang saham baru; (b) Cadangan laba, yaitu merupakan laba yang setiap tahun dicadangkan oleh bank dan sementara waktu belum digunakan; (c) Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba tahun berjalan tapi belum dibagikan kepada para pemegang saham. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas Untuk memperoleh dana dari masyarakat luas bank dapat menggunakan tiga macam jenis simpanan (rekening). Sumber dana yang dimaksud adalah sebagai berikut: (a) Simpanan giro. Pengertian giro menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan; (b) Simpanan tabungan. Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipergunakan dengan itu; (c) Simpanan deposito. Simpanan deposito menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
8
3. Dana yang bersumber dari lembaga lain Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari: (a) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya; (b) Pinjaman antar bank (Call Money), merupakan pinjaman yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring dan tidak mampu untuk membayar kekalahannya; (c) Pinjaman dari bank-bank luar negeri, merupakan pinjaman yang diperoleh perbankan dari pihak luar negeri; (d) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan. 2.3. Penggunaan Dana Bank Menurut Siamat (2004), penggunaan dana bank pada prinsipnya dapat diklasifikasikan berdasarkan pada prioritas penggunaan dana dan sifat aktiva bank. 1. Prioritas Penggunaan Dana a. Cadangan primer (primary reserves), yang dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan operasi bank sehari-hari. b. Cadangan sekunder (secondary reserves), yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan likuiditas yang jangka waktunya diperkirakan kurang dari satu tahun. c. Penyaluran kredit, adalah pemberian kredit kepada nasabah yang memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank. Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank dan merupakan sumber pendapatan utama bank. d. Investments, yaitu penanaman dana dalam surat-surat berharga yang berjangka panjang.
9
2. Penggunaan Dana Menurut Sifat Aktiva Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktivanya adalah pengalokasian dana ke dalam bentuk aktiva yang dapat memberikan hasil dan tidak memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan. a. Aktiva Tidak Produktif. Aktiva tidak produktif atau non-earning assets adalah penanaman dana ke dalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank, terdiri dari: (i) Alat likuid atau cash asset adalah aktiva yang dapat digunakan setiap saat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank; (ii) Aktiva tetap dan inventaris yang penggunaan dananya diperoleh dari modal sendiri bank yang bersangkutan. b. Aktiva Produktif. Aktiva produktif atau earning assets adalah semua penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen aktiva produktif bank terdiri dari: (i) Kredit yang diberikan, adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga tertentu; (ii) Penempatan pada bank lain, dapat dalam bentuk call money, deposito berjangka, deposit on call dan sertifikat deposito; (iii) Surat-surat berharga, penanaman dana dalam suratsurat berharga meliputi surat-surat berharga jangka pendek dan jangka panjang yang dimaksudkan untuk mempertinggi profitabilitas bank; (iv) Penyertaan modal adalah penanaman dana dalam bentuk saham secara langsung pada bank atau lembaga keuangan lain yang dapat berkedudukan di dalam dan di luar negeri. 2.4. Pengertian Portofolio Kredit Menurut Sartono (2004), yang dimaksud dengan portofolio adalah kombinasi dari berbagai aset, baik berupa aset keuangan atau sekuritas maupun aset riil. Teori portofolio menekankan pada usaha untuk mencari kombinasi investasi optimal yang memberikan tingkat keuntungan atau rates
10
of return maksimal pada suatu tingkat risiko tertentu. Teori mengenai portofolio pertama kali dikemukakan oleh Markowitz pada tahun 1952 melalui artikelnya yang menjadi dasar munculnya teori tersebut. Prinsip dasar yang berkaitan dengan alokasi portofolio yang rasional sering ditampilkan dalam ungkapan “don’t put all your eggs in one basket”. Markowitz menunjukkan bahwa ketika seseorang menambahkan suatu aset ke dalam portofolio investasinya, maka total risiko dari portofolio tersebut akan berkurang namun ekspektasi tingkat pengembaliannya tetap sebesar rata-rata tertimbang dari ekspektasi tingkat pengembalian masing-masing aset yang ada di portofolio, sehingga portofolio berarti penempatan aset pada berbagai kombinasi yang optimal dari suatu investasi guna mengurangi adanya risiko. Istilah credit, berasal dari perkataan latin credo, yang berarti believe/trust, yakni suatu kepercayaan. Perkataan credo berasal dari kombinasi perkataan sansekerta cred yang berarti kepercayaan (trust) dan perkataan latin do, yang berarti saya menaruh. Sesudah kombinasi tersebut menjadi bahasa latin, kata kerjanya dan kata bendanya masing-masing menjadi credere dan creditum. Menurut Veithzal (2006), kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditor atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau borrower) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Sedangkan pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 yang dikutip Kasmir (2004) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Distribusi portofolio kredit di antara berbagai segmen pasar perbankan dan sektor industri dicapai dengan menetapkan batasan bagi masing-masing segmen atau sektor (Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004). Diversifikasi kredit dan portofolio mencakup segmen usaha atau sektor industri (Laporan Tahunan Bank Niaga 2004).
11
2.5. Tujuan dan Fungsi Kredit Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari kredit (Veithzal, 2006), yaitu sebagai berikut. 1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah. 2. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan kredit kepada usahausaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dalam faktor kemampuan dan kemauan ini tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit sehingga kedua unsur tersebut saling berkaitan. Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut (Veithzal, 2006). 1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang. Dana yang diperoleh dari para penyimpan uang yang terdapat di bank disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat. 2. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang. Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat atau dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. 3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena kredit menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan lebih bertambah, baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif.
12
4. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat. Bantuan kredit yang diterima pengusaha dari bank berfungsi untuk memperbesar volume usaha dan produktivitas dalam melakukan kegiatan ekonomi. 5. Kredit sebagai alat stabilisasi ekonomi. Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, serta pemenuhan kebutuhankebutuhan pokok rakyat, melalui kredit yang diarahkan pada sektorsektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. 6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional. Kredit yang diperoleh pengusaha tentu akan digunakan sepenuhnya untuk peningkatan usaha yang menyebabkan peningkatan laba. Peningkatan akan berlangsung terus menerus ketika laba dikembalikan ke struktur modal, yang mengakibatkan peningkatan pajak. Sedangkan kredit yang diberikan untuk peningkatan ekspor akan meningkatkan devisa negara. 7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Bank sebagai lembaga kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Negara-negara yang kuat ekonominya banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang sedang berkembang. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk kredit dengan syarat-syarat ringan. 2.6. Jenis Kredit Menurut Sektor Ekonomi Menurut Veithzal (2006), jenis kredit menurut sektor ekonomi dapat dibagi ke dalam : 1. Sektor pertanian, perburuhan, dan sarana pertanian Sektor ini meliputi usaha-usaha di bidang pertanian dalam arti luas, usaha-usaha di bidang perburuan binatang dan usaha di bidang sarana pertanian, yang diperinci sebagai berikut :
13
a. Pertanian, yaitu usaha-usaha untuk memproduksi hasil-hasil tanaman, perikanan, peternakan serta kehutanan dan pemotongan kayu. b. Perburuan, yaitu usaha-usaha penangkapan binatang-binatang liar yang hidup di darat untuk tujuan komersil, seperti usaha pengumpulan daging, kulit buaya, dan lain-lain. c. Sarana pertanian, yaitu usaha pengadaan alat-alat dan fasilitas bagi pertanian yang sifatnya menunjang usaha untuk menghasilkan atau menampung bahan pangan maupun hasil-hasil tanaman lainnya. 2. Sektor pertambangan Sektor ini meliputi usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahanbahan tambang dalam bentuk padat, cair, dan gas, seperti minyak dan gas bumi, biji logam, ataupun batu bara. 3. Sektor perindustrian Sektor ini meliputi kegiatan untuk mengubah bentuk (transformasi) pengolahan, baik secara mekanis maupun secara kimiawi dari bahan menjadi barang yang baru yang dikerjakan dengan mesin, tenaga manusia, dan lain-lain. 4. Sektor listrik, gas, dan air Sektor ini meliputi usaha-usaha pengadaan dan distribusi listrik, gas, dan air, baik untuk rumah tangga, untuk industri maupun untuk tujuan komersil. 5. Sektor konstruksi Sektor ini meliputi kontraktor-kontraktor untuk keperluan pembangunan dan perbaikan gedung, pasar, jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan, lapangan udara, proyek tenaga air, proyek listrik, pemasangan alat-alat komunikasi, instalasi pemanasan, instalasi air conditioner, ventilasi, dan lain-lain. 6. Sektor perdagangan, restoran dan hotel Sektor ini meliputi ekspor, impor, distribusi, perdagangan eceran, restoran dan hotel.
14
7. Sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi Sektor ini meliputi pengangkutan umum yang meliputi usaha-usaha di bidang pengangkutan darat, laut, maupun udara. Pergudangan yang meliputi usaha-usaha penyediaan fasilitas penyimpanan/penyewaan barang dan komunikasi yang meliputi pos, telepon, telegraf, dan telekomunikasi. 8. Sektor jasa-jasa dunia usaha Sektor ini mencakup usaha-usaha membangun gedung dan jasa profesi seperti pengacara, notaris, akuntan dan jasa-jasa individual lainnya, serta jasa garansi makelar, iklan pedagang valuta asing, dan lain-lain. 9. Sektor jasa-jasa sosial/masyarakat Sektor ini mencakup sektor hiburan dan kebudayaan, seperti film, pemancar radio, taman hiburan, dan lain-lain, serta jasa-jasa dokter, rumah sakit, dan poliklinik. 10. Sektor lain-lain Sektor lain-lain yang dimaksud di sini adalah sektor ekonomi yang tidak termasuk dalam sektor ekonomi tersebut di atas, misalnya sektor ekonomi dari kredit konsumsi. Bank Indonesia mengelompokkan sektor ekonomi ke dalam sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain. Untuk sektor listrik, gas, dan air, sektor konstruksi, dan sektor pengangkutan dimasukkan ke dalam sektor jasa-jasa. Dalam pelaporan total kredit perbankan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik melalui Statistik Indonesia, pengelompokkan sektor ekonomi sama seperti
yang
dilakukan
Bank
Indonesia,
yakni
sektor
pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain. 2.7. Faktor Penting dalam Kebijakan Kredit Berikut ini adalah faktor penting dalam kebijakan kredit (Veithzal, 2006). 1. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
15
2. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan yang jelas. 3. Kebijakan
perkreditan
bank
berperan
sebagai
panduan
dalam
pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank. 4. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan perkreditan yang disusun dan diterapkan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Ketentuan kebijakan perkreditan perlu ditetapkan agar setiap bank memiliki dan menerapkan kebijakan kredit yang baik, yang : a. mampu mengawasi portofolio kredit secara keseluruhan dan menetapkan standar dalam proses pemberian kredit secara individual b. memiliki standar/ukuran dan pengawasan intern pada semua tahapan proses perkreditan 6. Bagi bank yang belum memiliki kebijakan perkreditan, wajib menyusun dan menerapkan kebijakan kredit yang minimal mengandung semua aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 7. Bagi bank yang telah memiliki kebijakan perkreditan, wajib meneliti kembali apakah semua aspek dalam pedoman kebijakan perkreditan telah tercakup dalam kebijakan perkreditan dan melakukan penyesuaian apabila belum mencakup seluruh aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 8. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal dalam kebijakan tersebut mencakup : a. prinsip kehati-hatian perkreditan b. organisasi dan manajemen perkreditan c. kebijakan persetujuan perkreditan d. dokumentasi dan administrasi e. pengawasan kredit f. penyelesaian kredit bermasalah
16
9. Kebijakan perkreditan bank yang minimal sebagai pedoman dalam penyusunan kebijakan perkreditan. Dalam penyusunan kebijakan perkreditan bank dapat menambah dan memperluas aspek-aspek yang tertuang dalam pedoman kebijakan perkreditan. 10. Kebijakan kredit selanjutnya harus menjadi acuan dan harus tercermin dalam pedoman pelaksanaan kredit yang dipergunakan oleh setiap bank. 11. Bank wajib menyampaikan kebijakan kredit dan wajib mendapat persetujuan dewan komisaris. 12. Bank wajib melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten. 13. Bank Indonesia memantau, mengawasi, dan menilai pelaksanaan kebijakan kredit bank tersebut. 14. Pengertian kredit dalam kebijakan kredit meliputi semua jenis fasilitas keuangan yang disediakan kepada nasabah. 2.8. Analisis Kinerja Perkreditan Menurut Veithzal (2006), dalam mengawali tahun anggaran atau ketika rencana dan anggaran bank disusun perlu diawali dengan melakukan analisis kinerja mengenai kondisi bank serta perkreditan bank tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi bank serta kondisi perkreditan sebagai tolok ukur dalam penyaluran kredit pada tahun yang akan datang. Analisis kinerja ini perlu dilakukan sebagai pedoman operasional bank berikutnya karena keberhasilan bank dalam perkreditan juga akan sangat tergantung salah satunya pada tersedianya sumber dana. 2.9. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramantha (2003) pada jurusan akuntansi, fakultas ekonomi. Penelitian ini menganalisis pengaruh perubahan portofolio kredit ke dalam sektor-sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia dari tahun 1997-2002, baik secara keseluruhan maupun secara parsial. Dalam penelitian ini data diolah menggunakan model analisis Regresi Linear
17
Berganda dengan pembuktian hipotesis menggunakan uji statistik secara keseluruhan (uji F) dan uji regresi secara parsial (uji t), melalui program SPSS. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa secara serentak perubahan proporsi penyaluran kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Perubahan proporsi penyaluran kredit pada sektor perindustrian, sektor jasa-jasa, dan sektor lain-lain secara parsial mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap perubahan laba dan modal bank umum di Indonesia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Ramantha adalah sama-sama meneliti pengaruh perubahan portofolio kredit perbankan pada sektor ekonomi dengan menggunakan alat analisis yang sama. Sedangkan perbedaannya adalah pada periode data yang digunakan dan variabel terkait yang diteliti dimana pada penelitian terdahulu menggunakan laba dan modal sebagai variabel terkait, sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendapatan bunga kredit sebagai variabel terkait. Selain itu, pada penelitian terdahulu mengambil studi kasus pada bank umum dan pada penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Penelitian ini juga memasukkan kondisi makroekonomi untuk menjelaskan hasil analisis regresi. Penelitian yang dilakukan Rusmiyati (2005) dari departemen Ilmu Ekonomi, menganalisis pengaruh kredit perbankan terhadap output nasional melalui jalur pinjaman. Penelitian ini memfokuskan pada analisis faktorfaktor apa yang mempengaruhi kredit menurut jalur pinjaman, menganalisis pengaruh kredit terhadap output nasional dan merumuskan implikasi kebijakan yang berkaitan dengan peran kredit terhadap output nasional. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap kredit, yaitu dana pihak ketiga (DPK) dan kredit belum berpengaruh secara nyata terhadap output nasional, karena belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan belum kondusifnya iklim perekonomian bagi dunia usaha dan perbankan. Oleh karena itu, diperlukan kestabilan nilai tukar, tingkat inflasi, kepastian hukum dan faktor keamanan.
18
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rusmiyati adalah sama-sama menghubungkan kredit perbankan dengan kondisi makroekonomi, dimana kredit yang disalurkan perbankan berperan dalam menggerakkan dunia usaha dan mempengaruhi output nasional. Sehingga hasil analisis regresi berganda pada penelitian ini diharapkan dapat lebih dijelaskan dengan keterkaitan kredit dengan kondisi makroekonomi.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu dilihat dari sisi internal bank melalui analisis regresi berganda dan dari kondisi makroekonomi melalui analisis pertumbuhan sektor ekonomi nasional (Gambar 1). Analisis regresi melihat dampak sektoral alokasi kredit terhadap pendapatan bunga Bank BNI. Hasil analisis ini dijelaskan secara deskriptif dengan analisis pertumbuhan dan struktur GDP, total investasi (penanaman modal), total kredit perbankan, dan alokasi kredit Bank BNI. Analisis ini menggunakan data sekunder deret waktu (time series) periode tahun 19972005 dari laporan keuangan perusahaan Bank BNI dan Statistik Indonesia, BPS, Jakarta. Selang tahun tersebut dipilih untuk melihat kondisi alokasi kredit setelah krisis ekonomi menimpa Indonesia. Kinerja dampak portofolio kredit sektoral terhadap pendapatan bunga Bank BNI akan ditentukan oleh kinerja pertumbuhan dan struktur makroekonomi nasional. Sektor ekonomi dengan tingkat pertumbuhan tinggi dan struktur yang dominan akan memberikan pengaruh signifikan pada kinerja dampak portofolio kredit terhadap pendapatan bunga, ketika proporsi alokasi kredit terhadap sektor ekonomi tersebut semakin besar. Hasil analisis diharapkan akan dapat memberikan arahan ke depan tentang alokasi kredit sektoral dalam rangka peningkatan kinerja Bank BNI. Hal tersebut dirumuskan pada kerangka pemikiran operasional seperti yang terlihat pada Gambar 1.
20
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Kondisi Makroekonomi Nasional
Menekan tingginya NPL yang terjadi melalui optimalisasi portofolio kredit
Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan Laporan Laba/Rugi) Pada Tahun 1997-2005
Variabel Dependen : Pendapatan bunga kredit
Variabel Independen Portofolio Kredit Sektor Ekonomi : - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain
Analisis Regresi Berganda - Uji Normalitas - Uji Multikolinearitas - Uji Autokorelasi - Uji Heteroskedastisitas - Uji F - Uji t
Statistik Indonesia, BPS 1997-2005 - PDB - Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Luar Negeri (PMLN) - Posisi Kredit Perbankan
Hasil Analisis Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Nasional - Pertumbuhan dan struktur GDP riil - Pertumbuhan dan struktur PMDN - Pertumbuhan dan struktur PMLN - Pertumbuhan dan struktur total investasi (PMDN+PMLN) - Pertumbuhan dan struktur total kredit perbankan - Pertumbuhan dan struktur alokasi kredit BNI - Proporsi kredit BNI terhadap total kredit perbankan
Interpretasi Data - Pengaruh perubahan portofolio kredit pada sektor ekonomi secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI - Pengaruh perubahan portofolio kredit pada sektor ekonomi secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga Bank BNI
Evaluasi alokasi kredit sektoral BNI
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
21
3.2. Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sifatnya, penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik dan data kualitatif, yaitu data yang tidak dapat diukur dalam skala numerik (Kuncoro, 2003). Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini menggunakan data deret waktu (time-series) yang digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dalam rentang waktu tertentu. Sedangkan menurut sumbernya, penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan sebuah perusahaan perbankan yang telah menjadi perusahaan publik. Data laporan keuangan tersebut bersumber dari laporan keuangan (annual report) yang dipublikasikan oleh Bank BNI kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan untuk data pendukung diperoleh dari Statistik Indonesia yang diterbitkan Badan Pusat Statistik, Jakarta, 1997-2005. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data yang berasal dari neraca, laporan laba/rugi, dan catatan atas laporan keuangan perusahaan dimulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menggunakan program Microsoft Excel dengan cara mengelompokkan data menurut tahun, sehingga diperoleh data deret waktu pendapatan bunga dan portofolio kredit menurut sektor ekonomi. Data tersebut dideflit (memperoleh nilai riil dari nilai nominal) menggunakan indeks harga konsumen untuk mendapatkan nilai riil pendapatan bunga dan portofolio kredit selama periode analisis. Data pendukung terdiri dari data PDB atas dasar harga berlaku, data posisi kredit perbankan, dan data penanaman modal dalam negeri dan luar negeri yang telah disetujui pemerintah. Data ini kemudian dikelompokkan berdasarkan tahun dimulai dari tahun 1997 sampai dengan 2005 menggunakan Microsoft Excel dan dideflit untuk memperoleh nilai riil dengan menggunakan indeks harga konsumen yang didapat dari Indikator Ekonomi, BPS.
22
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk mengkaji pengaruh penyaluran portofolio kredit terhadap pendapatan bunganya secara parsial maupun keseluruhan. Perangkat lunak komputer (software) yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah software SPSS versi 11 (Statistical Program for Social Science), yaitu dengan menggunakan metode statistik parametrik. Uji statistik parametrik melalui sub menu regression pada menu analyze menguji dua hal, yaitu (1) melihat apakah terdapat pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara keseluruhan terhadap perubahan pendapatan bunga menggunakan uji F, serta (2) melihat apakah terdapat pengaruh dari perubahan portofolio kredit sektoral secara parsial terhadap perubahan pendapatan bunga dengan menggunakan uji t. Pengolahan data pendukung (kinerja makroekonomi
nasional)
dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel guna mendapatkan tingkat pertumbuhan (growth) dan struktur GDP, investasi, dan total kredit perbankan nasional. Selain itu juga diperoleh proporsi kredit BNI terhadap total kredit perbankan. 3.4.1. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi menjelaskan mengenai seberapa jauh suatu variabel mempengaruhi variabel yang lainnya. Regresi berganda merupakan suatu teknik statistik dimana terdapat lebih dari satu variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen, yaitu variabel yang memberi pengaruh pada variabel lainnya seperti portofolio kredit pada tiap-tiap sektor ekonomi. Sedangkan untuk variabel dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain seperti pendapatan bunga kredit. Model regresi berganda ditunjukkan oleh persamaan berikut ini : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e................(1)
23
Keterangan : Y : nilai variabel dependen (pertumbuhan tahunan pendapatan bunga kredit) β0 : konstanta X1 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertanian X2 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor pertambangan X3 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perindustrian X4 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor perdagangan X5 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor jasa-jasa X6 : pertumbuhan tahunan portofolio kredit sektor lain-lain β1 : koefisien regresi variabel X1 β2 : koefisien regresi variabel X2 β3 : koefisien regresi variabel X3 β4 : koefisien regresi variabel X4 β5 : koefisien regresi variabel X5 β6 : koefisien regresi variabel X6 e
: tingkat kesalahan (galat) Sebuah model regresi yang baik harus memenuhi beberapa
asumsi. Karena itu, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. 3.4.2. Uji Normalitas Uji
normalitas
merupakan
uji
yang
dilakukan
untuk
mengetahui distribusi kenormalan data, yaitu apakah data dapat dianggap berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30. Ketika data telah berdistribusi normal, maka data tersebut dapat diolah menggunakan stasistik parametrik yang dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda. Pengujian normalitas data dilakukan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari 0,05 maka dikatakan data berdistribusi normal.
24
3.4.3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara variabel independen yang digunakan dalam
model
regresi.
Untuk
mengetahui
ada
tidaknya
multikolinearitas, digunakan matriks korelasi. Besar korelasi antara variabel independen yang masih dapat diterima adalah maksimum 0,80. Namun, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih dari 0,80, keadaan tersebut dapat diabaikan selama nilai korelasi tidak lebih dari nilai R-squared (Koutsoyiannis, 1977). 3.4.4. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gejala adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan melalui deret waktu (time series). Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin Watson (D-W). Jika angka D-W berada di antara -2 sampai 2, maka dapat dinyatakan tidak terdapat autokorelasi (Santoso, 2000). 3.4.5. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk variabel independen yang diketahui. Jika varian dari residual untuk variabel independen yang diketahui tetap, disebut dengan homoskedastisitas.
Dan
jika
heteroskedastisitas
(Santoso,
varians 2000).
berbeda, Dalam
disebut
SPSS,
uji
heteroskedastisitas ditunjukkan dalam grafik. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titiktitik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3.4.6. Uji F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
25
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Kuncoro, 2003). Langkah-langkah uji statistik F adalah : 1. Merumuskan Hipotesis - H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol. Artinya, semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. - H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0 Hipotesis alternatifnya (H1), tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol. Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. 2. Menentukan F tabel, - Fα
(k-1, n-k)
- taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir. - derajat bebas pembilang (df) = k-1 - derajat bebas penyebut (df) = n-k 3. Menentukan F hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui program SPSS. 4. Membandingkan F hitung dengan F tabel - Jika statistik hitung (angka F output) > statistik tabel (F tabel) atau F hitung < - F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. - Jika - F tabel < statistik hitung (angka F output) < statistik tabel (F tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak. Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat sigifikansi dengan α = 0,1. - Jika tingkat signifikansi F > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
26
- Jika tingkat signifikansi F < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. 3.4.7. Uji t Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat (Kuncoro, 2003). Langkahlangkah uji statistik t adalah : 1. Merumuskan Hipotesis - H 0 : β1 = 0 Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (β1) sama dengan nol. Artinya, suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. - H 1 : β1 ≠ 0 Hipotesis alternatifnya (H1), parameter suatu variabel tidak sama dengan nol. Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. 2. Menentukan t tabel, - t (α, n-k) - taraf nyata (α) = 0,1; yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir. - derajat bebas (df) = n-k 3. Menentukan t hitung yang diperoleh dari hasil regresi melalui program SPSS. 4. Membandingkan t hitung dengan t tabel - Jika statistik hitung (angka t output) > statistik tabel (t tabel) atau t hitung < - t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. - Jika – t tabel < statistik hitung (angka t output) < statistik tabel (t tabel) maka H0 diterima dan H1 ditolak. Atau dapat juga melihat hasil regresi yang dilakukan dengan program komputer SPSS, yakni dengan membandingkan tingkat sigifikansi masing-masing variabel bebas dengan α = 0,1.
27
- Jika tingkat signifikansi t > α = 0,1 maka H0 diterima dan H1 ditolak. - Jika tingkat signifikansi t < α = 0,1 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Bank BNI dalam perjalanannya berawal dari suatu yayasan yang didirikan dengan Akte Notaris tanggal 19 Oktober 1945 bernama
“Poesat
Bank
Indonesia”
oleh
R.
M.
Margono
Djojohadikoesoemo. Pendirian ini dilandasi oleh pemikiran untuk memiliki bank sirkulasi dan bank umum nasional yang didirikan oleh pemerintahan Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946, yayasan tersebut berganti nama menjadi Bank Negara Indonesia yang dibentuk dengan jumlah modal sebesar 10 juta rupiah pada tanggal 5 Juli 1946 (Sugema, et.al., 2003). Bank Negara Indonesia merupakan bank nasional pertama di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bukan berasal dari nasionalisasi perbankan yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awal berdirinya, Bank BNI berfungsi sebagai bank sentral/sirkulasi dan bank umum sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pasal 1. Sebagai bank sentral, Bank BNI memiliki hak tunggal untuk mengatur pengeluaran dan peredaran uang dalam batas-batas wilayah kekuasaan RI. Uang yang merupakan alat pembayaran yang sah yang pertama milik RI dinamakan Oang Republik Indonesia (ORI). Selain sebagai bank sentral, Bank BNI juga berfungsi sebagai bank umum dengan memberikan kredit kepada perusahaan milik pemerintah dan berbagai bank swasta. Selain itu, semasa perjuangan (1946-1949), Bank BNI merupakan bank yang memiliki peranan cukup besar dalam
mendukung
perjuangan
Republik
Indonesia,
melalui
penyediaan dana bagi perjuangan melawan Belanda. Namun kemudian, dalam perjalanannya, Bank BNI ditetapkan secara yuridis sebagai bank umum melalui Undang-Undang Darurat
29
No. 2 Tahun 1955 pada tanggal 4 Februari 1955. Sejak saat itu, usaha Bank BNI diarahkan pada peningkatan kemakmuran rakyat dan pembangunan ekonomi nasional. Kemudian, dalam masa demokrasi terpimpin melalui Penetapan Presiden Nomor 17 tahun 1965 tentang Pengintegrasian Bank-Bank Umum dan Bank Tabungan Pos ke dalam suatu bank tunggal, bank BNI berubah nama menjadi Bank Negara Indonesia Unit III. Selanjutnya dengan terjadi pergantian rezim pemerintahan, melalui Undang-Undang Perbankan Nomor 17 Tahun 1968, ditetapkan bahwa nama resmi untuk bank ini adalah Bank Negara Indonesia 1946 (Sugema, et.al., 2003). Pada tanggal 31 Juli 1992 melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1992, Bank BNI sebagai bank pemerintah ditetapkan sebagai perusahaan perseroan (Persero) sehingga Bank BNI berubah namanya menjadi PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Perubahan bentuk hukum ini membawa implikasi pada berkurangnya campur tangan pemerintah dalam operasi perbankan. Lebih lanjut lagi, Bank BNI dituntut untuk dapat berkompetisi penuh dengan bank-bank lainnya, namun tetap menjalankan misinya untuk menunjang program pembangunan nasional. Salah satu peristiwa monumental bagi segenap jajaran Bank BNI adalah perubahan status Bank BNI menjadi perusahaan publik pada tanggal 25 Noveber 1996 melalui Initial Public Offering (IPO), yakni penawaran umum perdana atas sejumlah saham kepada masyarakat melalui pasar modal (Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya). Dengan demikian sejak saat itu, Bank BNI secara resmi bernama PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 4.1.2. Visi, Misi, dan Budaya Perusahaan Visi jangka panjang yang ditetapkan Bank BNI adalah menjadi bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja. Visi ini diharapkan akan dapat diwujudkan pada tahun 2018. Untuk dapat mencapai visi tersebut, Bank BNI melakukannya secara bertahap. Sampai dengan tahun 2008 yang menjadi visinya adalah
30
menjadi bank yang unggul dalam layanan. Selanjutnya, menjadi bank yang unggul dalam kinerja hendak dicapai Bank BNI pada tahun 2013. Melalui pernyataan visinya menjadi bank kebanggaan nasional, yang menawarkan layanan terbaik dengan harga kompetitif kepada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer, Bank BNI menetapkan misinya untuk memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer. Dengan demikian nilai yang diharapkan akan diperoleh adalah kenyamanan dan kepuasan terutama ditujukan bagi nasabah (Laporan Tahunan BNI, 2005). Berdasarkan pada pernyataan visi dan misi, Bank BNI membentuk suatu budaya perusahaan yang mendukung pencapaian visi dan misi tersebut. Adapun pernyataan dari budaya perusahaan tersebut adalah (http://www.bni.co.id) : 1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik 2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional 3. BNI secara terus-menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha 4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai 5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional. 4.1.3. Struktur Organisasi Dalam sebuah perusahaan, begitupun pada dunia perbankan, reorganisasi atau penyempurnaan organisasi harus senantiasa dilakukan agar jalannya usaha dapat lebih efektif. Dalam perjalanannya, Bank BNI telah melakukan perubahan struktur organisasi beberapa kali sebagai bagian dari upaya penyesuaian terhadap kondisi lingkungan ekonomi yang senantiasa berubah. Pada dasarnya Bank BNI telah melakukan reorganisasi secara terusmenerus sejak pendiriannya, namun ketika tahun 1997 Bank BNI mengalami guncangan ekonomi yang berimplikasi pada perubahan organisasi dengan menerapkan pola organisasi Strategic Business
31
Unit (SBU) secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Sampai dengan tahun 2007, bidang bisnis Bank BNI dikelompokkan sesuai dengan segmentasi pasar yang dituju, sesuai dengan misinya yakni memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumer. Selain itu, Bank BNI juga membentuk bisnis unit manajemen
risiko,
sumberdaya
manusia,
serta
perbankan
internasional dan tresuri, sebagai pendukung bagi bisnis unit utama yang menjadi misi Bank BNI (http://www.bni.co.id). Bisnis perbankan korporat meliputi aktivitas-aktivitas dalam pinjaman korporasi, pinjaman bagi lembaga-lembaga pemerintah, pinjaman bagi perusahaan multinasional, kredit sindikasi dalam negeri serta jasa-jasa keuangan lainnya baik yang berkenaan dengan aktivitas nasabah di pasar modal, pasar uang, maupun jasa dalam penerbitan surat hutang serta aktivitas keuangan lain. Termasuk juga aktivitas menghimpun dan mengelola dana pihak ketiga dari nasabah corporate. SBU komersial mencakup segmen usaha menengah, usaha kecil,
dan
usaha
mikro.
Kegiatannya
meliputi
aktivitas
penghimpunan dana middle-retail dan beberapa aktivitas penunjang bisnis ritel. Aktivitas penunjang bisnis ritel ini dilaksanakan dalam rangka komitmen Bank BNI untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan nasabah. Unit bisnis komersial juga mencakup perbankan syariah, dimana dalam pelaksanaannya BNI Syariah merupakan konsep perbankan yang berlandaskan pada hukum Islam. SBU konsumer merupakan unit bisnis yang khusus melayani nasabah individu melalui pemenuhan pada pelayanan kredit dan penghimpunan dana melalui produk-produk unggulan Bank BNI. Selain segmen pasar korporasi, komersial, dan konsumen yang menjadi fokus dalam misinya, Bank BNI juga menangani fasilitas bagi pebisnis Indonesia yang melakukan usaha di luar negeri melalui
32
SBU perbankan internasional dan tresuri. BNI merupakan satusatunya bank nasional yang mengoperasikan kantor cabang penuh di luar negeri. Hal ini terbukti efektif untuk mengembangkan skala usaha unit bisnis internasional, yang saat ini dilakukan melalui kantor cabang yang beroperasi di London, Singapura, Tokyo, dan Hongkong, serta agensi di New York. Cabang BNI di luar negeri menjadi perpanjangan tangan cabang di Indonesia yang memungkinkan BNI memberikan jasa layanan yang lengkap dan komprehensif kepada nasabah yang melakukan perdagangan internasional. Kantor cabang BNI di luar negeri (kecuali New York) memiliki izin untuk menghimpun dana masyarakat yang sangat dibutuhkan oleh nasabah korporasi, baik yang berdomisili di Indonesia maupun perusahaan setempat yang memiliki hubungan dagang yang erat dengan Indonesia. Untuk bisnis tresuri, jasa yang diberikan meliputi jasa pasar uang, transaksi valuta asing, dan jasa pasar modal (Sugema, et.al., 2003). Selanjutnya unit bisnis manajemen risiko di BNI didasarkan pada pemikiran untuk menjaga keseimbangan antara penciptaan nilai melalui ekspansi usaha dibandingkan dengan risiko yang ada dalam setiap kegiatan usaha. Dengan menggunakan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang baik, sebuah sistem yang seimbang dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari operasi dan usaha perusahaan. Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran bisnis, Bank BNI membentuk unit bisnis sumberdaya manusia. Unit bisnis sumberdaya manusia mencakup strategi pengembangan manajemen personalia, perencanaan tenaga kerja, rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, pengelolaan kinerja, perencanaan jenjang karir, serta penghargaan prestasi. Unit bisnis operasi dibentuk guna memperlancar kegiatan operasional melalui divisi layanan dan divisi jaringan yang saling menghubungkan antara kantor pusat, kantor wilayah serta kantor cabang. Sedangkan unit bisnis kepatuhan dibentuk untuk tetap
33
menjaga kepatuhan Bank BNI terhadap perundangan dan peraturan yang berlaku, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum. 4.2. Kinerja Makroekonomi Nasional 4.2.1. Pertumbuhan dan Struktur Investasi Penanaman modal merupakan suatu upaya untuk membangun dan menambah nilai bagi suatu perekonomian melalui sejumlah dana yang diinvestasikan pada sektor ekonomi. Penanaman modal dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan luar negeri. Pembentukan penanaman modal dalam negeri dipengaruhi oleh kredit yang disalurkan perbankan dalam sektor ekonomi yang ada. Tabel 1 di bawah ini menggambarkan pertumbuhan dari penanaman modal dalam negeri menurut sektor pembangunan periode 19972005. Tabel 1. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun)
1)
X1 11050.52 3157.74 1188.52 1967.90 587.73 554.23 689.97 622.29 1370.24
X2 94.25 69.09 85.87 17.31 511.05 306.36 269.25 223.07 299.50
-34,5
15,5
dalam miliar rupiah X3 X4 X5 59204.70 1964.78 15655.30 26680.13 731.82 4122.15 23069.39 824.61 855.65 39540.64 199.93 1503.69 18752.20 1088.37 3427.58 6043.00 453.09 1813.92 14465.00 348.51 1524.88 6952.18 257.32 4094.36 8173.64 1418.65 3106.62 -23,22
-8,87
-20,2
X6 1487.84 1330.62 403.44 718.98 657.77 477.37 43.78 358.07 1052.23
Total 89457.39 36091.55 26427.48 43948.45 25024.70 9647.97 17341.39 12507.29 15420.88
-12,91
-22,8
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Dari tabel tersebut, pertumbuhan total investasi dalam negeri mengalami penurunan sebesar 22,8% setiap tahunnya. Dari enam sektor yang dipertimbangkan hanya sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 15,5% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMDN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor lain-
34
lain dengan laju penurunan sebesar 8,87%, 20,2%, dan 12,91%. Di lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi yaitu sebesar 34,5% dan 23,22%. Kondisi penanaman modal dalam negeri secara keseluruhan mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi dalam negeri masih belum bisa mendukung pergerakan perekonomian melalui bertumbuhnya dunia usaha pada sektor riil. Tabel 2. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri (PMDN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 8,86 0,14 75,79 1,90 11,30 2,01
2001-2005 (%) 4,78 2,01 68,03 4,46 17,47 3,24
100
100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Dalam penelitian ini, struktur penanaman modal riil dalam negeri dibagi ke dalam dua periode, yaitu masa krisis ekonomi (1997-2000) dan masa pemulihan ekonomi (2001-2005). Deskripsi struktur investasi dalam negeri selama dua periode analisis tersebut memberikan beberapa informasi penting (Tabel 2), berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yang memperoleh alokasi penanaman modal cukup dominan, yaitu perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian; (b) Dalam dua periode analisis, alokasi investasi sektor perindustrian mengalami penurunan dari 75,79% menjadi 68,03% dan pertanian dari 8,86% menjadi 4,78%; (c) Investasi untuk sektor jasa mengalami peningkatan dari 11,30% menjadi 17,47%; dan (d) Investasi sektor ekonomi lainnya memperoleh alokasi investasi kurang dari 5%, dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dalam periode pemulihan ekonomi. Ketiga jenis sektor diatas dengan alokasi investasi yang dominan, mengalami laju pertumbuhan negatif
35
dalam penanaman modal dalam negeri, sehingga akan memberi pengaruh kurang baik terhadap kinerja investasi dalam negeri dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tabel 3. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-20051) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun)
1)
X1 346.04 593.04 242.41 211.20 166.21 174.95 63.99 111.03 184.77
X2 1.19 0.18 6.96 1.14 50.63 18.79 6.37 22.33 236.57
-17,80
44,65
dalam miliar rupiah X3 X4 17177.09 352.24 4983.48 399.77 3419.63 250.56 5092.21 794.98 2188.60 525.12 1239.98 430.98 2309.60 340.61 2133.83 397.04 1837.92 275.81 -28,22
-1,98
X5 7047.99 1986.16 1354.93 830.31 273.18 1560.33 1903.18 725.91 1534.18
X6 323.58 95.29 100.13 403.58 646.59 306.85 100.04 71.66 71.04
-20,92
-8,34
Total 25248.13 8057.93 5374.62 7333.43 3850.34 3731.88 4723.77 3461.79 4140.28 -23,46
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Penanaman modal luar negeri menunjukkan investasi investor asing
dalam
rangka
perolehan
keuntungan
dan
membantu
menggerakkan dunia usaha dalam pertumbuhan ekonomi negara. Pertumbuhan penanaman modal luar negeri menurut sektor pembangunan periode 1997-2005 digambarkan pada Tabel 3. Pertumbuhan total investasi asing mengalami penurunan sebesar 23,46% setiap tahunnya. Hanya sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif 44,65% per tahun dari keseluruhan sektor. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMLN adalah sektor pertanian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain sebesar 17,80%, 1,98%, 20,92%, dan 8,34%. Sedangkan sektor perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 28,22%. Seperti halnya pada kondisi penanaman modal dalam negeri, penanaman modal luar negeri secara keseluruhan juga mengalami penurunan setelah krisis ekonomi, kecuali pada sektor pertambangan, sehingga
investasi
luar
negeri
belum
mampu
membantu
36
menggerakkan dunia usaha dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Tabel 4. Struktur Penanaman Modal Riil Luar Negeri (PMLN) Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 3,03 0,02 66,66 3,91 24,38 2,01 100
2001-2005 (%) 3,52 1,68 48,77 9,89 30,12 6,01 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Struktur penanaman modal luar negeri menurut sektor pembangunan ditunjukkan pada Tabel 4. Dari dua periode waktu yang berbeda, periode 1997-2000 dan periode 2001-2005, dapat dideskripsikan struktur investasi luar negeri secara lebih jelas sebagai berikut : (a) Dua sektor ekonomi yang memperoleh alokasi investasi cukup besar yaitu sektor perindustrian dan jasa; (b) Dalam dua periode analisis alokasi investasi sektor perindustrian mengalami penurunan dari 66,66% menjadi 48,77% sedangkan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan dari 24,38% menjadi 30,12%; (c) Investasi untuk sektor perdagangan mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 3,91% menjadi 9,89%; (d) Alokasi investasi luar negeri yang relatif kecil (dibawah 4%) diperoleh sektor pertanian dan pertambangan dengan peningkatan yang tidak signifikan pada periode pemulihan ekonomi. Meskipun alokasi investasi yang dominan terdapat pada sektor perindustrian dan jasa, namun dengan laju pertumbuhan yang negatif, maka sektor tersebut belum cukup mampu untuk memberikan pengaruh pada perbaikan kondisi perekonomian nasional. Total investasi yang mencakup penanaman modal dalam negeri dan luar negeri akan memberi pengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kurun waktu 1997-2005, pertumbuhan total
37
investasi dalam dan luar negeri mengalami penurunan 22,93% setiap tahunnya, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Pertumbuhan Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun)
1)
X1 11396.57 3750.77 1430.93 2179.10 753.95 729.18 753.96 733.32 1555.00
X2 95.45 69.27 92.83 18.45 561.67 325.15 275.62 245.39 536.07
-33,00
20,02
dalam miliar rupiah X3 X4 X5 76381.79 2317.01 22703.28 31663.62 1131.59 6108.31 26489.02 1075.16 2210.58 44632.85 994.91 2334.00 20940.80 1613.49 3700.76 7282.99 884.07 3374.25 16774.60 689.12 3428.06 9086.01 654.35 4820.27 10011.56 1694.46 4640.80 -24,05
-6,52
-20,43
X6 1811.42 1425.91 503.58 1122.56 1304.36 784.22 143.82 429.74 1123.27
Total 114705.52 44149.48 31802.10 51281.88 28875.03 13379.86 22065.17 15969.09 19561.16
-11,79
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Tabel
5
juga
menginformasikan
bahwa
hanya
sektor
pertambangan yang mengalami pertumbuhan investasi positif, yaitu 20,02% per tahun. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan investasi di bawah rataan total PMDN dan PMLN adalah sektor perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain dengan laju penurunan sebesar 6,52%, 20,43%, dan 11,79%. Di lain pihak sektor pertanian dan perindustrian mengalami penurunan investasi dalam negeri yang relatif tinggi, yaitu 33,00% dan 24,05%. Kondisi total investasi dalam dan luar negeri setelah krisis ekonomi mengalami kecenderungan penurunan di semua sektor, kecuali sektor pertambangan. Keadaan ini secara konsisten digambarkan pada penanaman modal dalam negeri dan luar negeri secara terpisah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan investasi belum berjalan dengan baik untuk dapat menggerakkan dunia usaha dalam memperoleh keuntungan. Keengganan investor menanamkan modalnya yang menyebabkan penurunan penanaman modal dalam dan luar negeri disebabkan karena investor belum berani untuk mengambil risiko setelah gejolak
-22,93
38
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Terlebih lagi, kondisi ekonomi dan politik menjadi salah satu faktor dimana kestabilan nilai tukar dan tingkat inflasi, serta keamanan dan kepastian hukum dalam negeri menjadi pertimbangan penting dalam berinvestasi di Indonesia. Peningkatan pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor pertambangan baik pada PMDN maupun PMLN, disebabkan karena adanya
peningkatan
harga
minyak
dunia
dan
komoditas
pertambangan. Meskipun investasi di sektor pertambangan cukup berisiko, namun harga produk pertambangan yang tinggi membuat investor berani untuk menginvestasikan dananya ke sektor tersebut. Sedangkan sektor pertanian dan perindustrian yang mengalami penurunan laju pertumbuhan yang cukup tinggi, terjadi karena besarnya risiko berinvestasi di kedua sektor tersebut. Untuk sektor pertanian, baik investor maupun perbankan, selama ini menganggap bahwa sektor pertanian umumnya kurang mempunyai daya tarik, karena sektor tersebut tidak cepat menghasilkan, risiko faktor alam besar, dan produk yang tidak tahan lama sehingga cepat busuk. Tabel 6. Struktur Penanaman Modal Riil Dalam Negeri dan Luar Negeri Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 7,75 0,11 74,05 2,28 13,79 2,01 100
2001-2005 (%) 4,53 1,95 64,19 5,54 19,99 3,79 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Struktur total penanaman modal dalam dan luar negeri terbagi ke dalam dua periode seperti tertera pada Tabel 6. Deskripsi struktur total investasi tersebut memberikan beberapa informasi penting sebagai berikut : (a) Terdapat tiga sektor ekonomi yaitu, sektor perindustrian, jasa-jasa, dan pertanian yang memperoleh alokasi
39
investasi yang cukup dominan; (b) Sektor perindustrian mengalami penurunan alokasi investasi dari 74,05% menjadi 64,19%, dan sektor pertanian dari 7,75% menjadi 4,53%; (c) Investasi untuk sektor jasa mengalami peningkatan dari 13,79% menjadi 19,99%; (d) Alokasi investasi yang kurang dari 4% dan tidak mengalami pertumbuhan yang berarti dialami oleh sektor pertambangan dan sektor lain-lain. Sama seperti kondisi pada penanaman modal dalam negeri, pada total penanaman modal dalam dan luar negeri sektor dengan alokasi investasi yang dominan mengalami laju pertumbuhan yang negatif, sehingga belum cukup mampu untuk mendorong perbaikan iklim investasi nasional. 4.2.2. Pertumbuhan dan Struktur Kredit Perbankan Bank BNI dalam perkembangannya selama periode 1997-2005 dalam penyaluran kredit kepada sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang menurun sebesar 8,44% per tahun (Tabel 7). Keadaan ini mengindikasikan lemahnya penyaluran kredit setelah adanya krisis ekonomi. Tabel 7. Pertumbuhan Total Kredit Bank BNI Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun)
1)
X1 2461.61 3836.76 3096.81 2736.74 3037.96 2005.07 2023.59 2554.52 2549.15
X2 341.93 570.00 1234.84 354.71 902.56 160.39 420.93 798.18 670.14
-14,04
-8,84
dalam miliar rupiah X3 X4 X5 17116.23 6380.57 11950.49 31181.57 8719.05 14501.00 17761.52 3936.94 6144.64 15458.57 3539.96 6723.12 16477.65 5038.36 5905.88 16077.46 5799.71 7014.37 17836.18 8091.21 10082.78 21834.33 8194.67 12369.30 21205.23 11683.43 15137.46 -12,02
-5,32
-10,86
X6 2483.59 3902.13 7502.63 3156.74 4029.59 6734.59 7953.58 12116.65 11413.36
Total 30398.83 37256.71 19581.20 15204.18 15095.11 14407.22 16598.69 19487.34 19104.45
6,94
-8,44
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali) Sektor ekonomi yang terdapat dalam penyaluran kredit perbankan mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, serta sektor lain-lain. Sektor lain-lain yang
40
terdapat dalam alokasi kredit perbankan merupakan sektor konsumsi yang ditunjukkan kepada individu untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Penurunan pertumbuhan alokasi kredit pada sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan jasa, nampak lebih tinggi dibandingkan dengan laju penurunan total alokasi kredit Bank BNI, dengan laju penurunan sebesar 14,04%, 8,84%, 12,02%, 10,86%. Sektor yang juga mengalami penurunan pertumbuhan adalah perdagangan, namun penurunannya hanya sebesar 5,32% per tahun.
Sementara
itu,
sektor
yang
mengalami
peningkatan
pertumbuhan alokasi kredit adalah sektor lain-lain dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,94% per tahun. Hal ini menggambarkan alokasi kredit Bank BNI lebih terfokus pada peningkatan sektor lainlain, yakni mencakup pemenuhan kebutuhan sektor konsumsi. Tabel 8. Struktur Total Kredit Bank BNI Menurut Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 6,78 1,34 46,29 13,24 23,20 9,15 100
Sektor
2001-2005 (%) 5,22 1,26 39,38 16,03 20,76 17,35 100
Sumber: Laporan Keuangan BNI (data diolah kembali) Struktur total kredit Bank BNI (Tabel 8) terbagi ke dalam dua periode waktu (1997-2000 dan 2001-2005), memberikan beberapa penjelasan mengenai alokasi kredit Bank BNI sebagai berikut : (a) Dua sektor yang mendominasi alokasi kredit Bank BNI adalah sektor perindustrian dan jasa-jasa; (b) Alokasi kredit untuk sektor perindustrian dan jasa-jasa mengalami penurunan dalam dua periode analisis, yaitu dari 46,29% menjadi 39,38% untuk sektor perindustrian, dan dari 23,20% menjadi 20,76% untuk sektor jasajasa; (c) Alokasi kredit untuk sektor perdagangan dan sektor lain-lain mengalami peningkatan yang cukup berarti dari 13,24% menjadi 16,03% dan dari 9,15% menjadi 17,35%; (d) Sedangkan untuk sektor
41
pertanian dan pertambangan mengalami penurunan alokasi kredit pada periode pemulihan dengan proporsi alokasi kredit yang relatif kecil, yaitu di bawah 7% untuk sektor pertanian dan 2% untuk sektor pertambangan. Untuk membandingkan alokasi kredit Bank BNI dalam sektor ekonomi terhadap bank lain, dilakukan komparasi dengan Bank Mandiri dan Bank BCA. Saat ini dilihat dari total asetnya, Bank Mandiri dan Bank BCA merupakan dua bank besar dengan total aset yang lebih besar daripada Bank BNI. Tabel 9. Struktur Alokasi Kredit Bank Mandiri dan Bank BCA Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 2002-2005 Sektor Pembangunan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
Bank Mandiri (%) 10,42 3,30 42,58 13,58 19,78 10,34 100
Bank BCA (%) 3,19 1,38 28,97 28,53 21,26 16,66 100
Sumber: Laporan Keuangan Bank Mandiri dan Bank BCA (data diolah kembali) Tabel 9 menunjukkan struktur alokasi kredit Bank Mandiri dan Bank BCA periode 2002-2005. Bank BCA memprioritaskan alokasi kreditnya pada sektor perindustrian dan perdagangan dengan persentase
sebesar
28,97%
dan
28,53%.
Berikutnya
kredit
dialokasikan untuk sektor jasa dan sektor lain-lain (konsumsi). Sektor yang kecil alokasi kreditnya adalah pada sektor pertanian (3,19%) dan sektor pertambangan (1,38%). Sedangkan pada Bank Mandiri, alokasi kredit terbesar juga dialokasikan untuk sektor perindustrian sebesar 42,58% dan alokasi kredit kedua terbesar dialokasikan untuk sektor jasa sebesar 19,78%. Namun yang menarik dari alokasi kredit Bank Mandiri adalah alokasi kredit untuk sektor pertanian cukup besar dibandingkan dengan Bank BCA dan Bank BNI, yaitu sebesar 10,42%. Begitu juga untuk sektor pertambangan, alokasi kreditnya cukup besar jika dibandingkan dengan Bank BCA
42
dan Bank BNI yaitu diatas 3%. Alokasi kredit pada Bank Mandiri cukup merata di semua sektor. Proporsi alokasi kredit yang dominan pada sektor perindustrian dan jasa mengalami laju pertumbuhan negatif dalam penyaluran kredit Bank BNI, sedangkan pada sektor lain-lain dengan laju pertumbuhan positif alokasi kreditnya masih relatif kecil. Kondisi ini menggambarkan fungsi intermediasi Bank BNI dalam penyaluran kredit belum menunjukkan adanya peningkatan berarti. Tabel 10. Proporsi Alokasi Kredit Bank BNI terhadap Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 10.89 10.99 17.07 8.43 11.33 10.89 12.63
2001-2005 (%) 9.20 8.70 13.85 8.85 11.40 6.94 10.32
Sumber: Laporan Tahunan Bank BNI dan Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Proporsi menunjukkan seberapa besar kontribusi alokasi kredit Bank BNI terhadap total kredit perbankan. Pada dua periode analisis, proporsi alokasi kredit Bank BNI yang dibandingkan dengan total kredit perbankan (Tabel 9) memberikan beberapa informasi penting berikut : (a) Secara umum (agregat) peran kredit Bank BNI adalah relatif kecil dan mengalami penurunan dari 12,63% menjadi 10,32%; (b) Proporsi alokasi kredit yang cukup menonjol adalah untuk sektor perindustrian, namun mengalami penurunan dari 17,07% menjadi 13,85%; (c) Proporsi alokasi kredit sektor jasa relatif stagnan dan meningkat relatif kecil dari 11,33% menjadi 11,40%; (d) Proporsi alokasi kredit untuk sektor pertanian dan pertambangan relatif sama (sekitar 11,0%) dan mengalami penurunan menjadi sekitar 9,0%; (e) Sementara itu proporsi alokasi kredit Bank BNI untuk sektor perdagangan adalah yang terkecil, dengan sedikit mengalami peningkatan dari 8,43% menjadi 8,85%. Proporsi alokasi kredit Bank
43
BNI menurut sektor ekonomi (kecuali untuk sektor perdagangan dan jasa) mengalami penurunan. Keadaan ini merefleksikan melemahnya fungsi intermediasi Bank BNI dalam kaitannya dengan penyaluran kredit beberapa tahun terakhir ini (2001-2005). Tabel 11. Pertumbuhan Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun1997-2005 1) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun)
X1 19404.48 23353.14 11734.20 9275.22 8898.32 8513.59 8566.11 10902.85 11183.00
X2 3967.16 3510.58 1824.51 3176.87 3173.25 2323.59 1792.62 2603.13 2400.76
-10,37
-6
1)
dalam miliar rupiah X3 X4 X5 83342.54 61391.04 84752.99 101989.07 57250.48 82654.47 41582.69 21363.08 21300.40 50783.28 20972.56 21075.76 49699.31 20664.51 20925.10 46141.97 25152.68 23248.45 44833.15 29307.56 32615.97 48359.32 37391.82 36321.60 51734.25 40889.38 41143.97 -8,26
-5,8
-11,89
X6 29331.34 20825.21 13300.60 22647.07 26552.50 33924.36 37478.81 50832.46 62927.62
Total 282189.55 289582.94 111105.46 127930.76 131192.53 139304.64 154594.23 186411.18 210278.98
14,3
-4,58
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Total kredit perbankan yang disalurkan ditunjukkan pada posisi kredit perbankan menurut sektor pembangunan pada Tabel 10. Kredit yang disalurkan akan memberikan pengaruh pada total investasi, sehingga hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Ke arah mana kredit perbankan disalurkan akan tergambarkan melalui pertumbuhan dan struktur total kredit perbankan. Rata-rata pertumbuhan total kredit perbankan periode 1997-2005 mengalami penurunan 4,58% per tahunnya. Dari enam sektor yang dipertimbangkan hanya sektor lain-lain (sektor konsumsi) yang mengalami pertumbuhan kredit positif, yaitu 14,3% per
tahun.
Sedangkan
sektor
ekonomi
lainnya
(pertanian,
pertambangan, perindustrian, perdagangan, dan jasa) mengalami penurunan pertumbuhan di bawah rataan laju pertumbuhan total kredit perbankan dengan laju penurunan 10,37%, 6%, 8,26%, 5,8%, dan 11,89%.
44
Kondisi ini mengindikasikan lemahnya kinerja perbankan dalam menyalurkan kreditnya untuk dunia usaha, karena sektorsektor tersebut masih dianggap berisiko tinggi untuk investasi. Selain itu, melemahnya penyaluran total kredit perbankan dan alokasi kredit Bank BNI disebabkan karena dunia perbankan masih mengalami trauma akibat krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan lumpuhnya perbankan dengan adanya peningkatan NPL. Keadaan ini membuat perbankan bersikap sangat berhati-hati dalam penyaluran kreditnya. Selain itu, sektor dunia usaha yang dianggap berisiko tinggi oleh perbankan menyebabkan perbankan beralih pada investasi untuk aset-aset yang berisiko rendah, aman, likuid, dan memberikan return yang menguntungkan, seperti pengalokasian dana pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini ditunjukkan oleh posisi SBI yang mencapai kisaran Rp 190 triliun sampai dengan Rp 200 triliun pada tahun 2006 dan melonjak menjadi Rp 235 triliun pada awal Februari 2007. Bank BNI sendiri menjadi bank dengan alokasi SBI kedua terbesar diantara bank pemerintah dengan nilai SBI sebesar Rp 12,55 triliun (Infobank, 8 Mei 2007). Pertumbuhan yang positif pada sektor lain-lain menunjukkan bahwa perbankan, begitu juga dengan Bank BNI, lebih memilih untuk mengalokasikan dananya pada sektor konsumsi. Hal ini terjadi karena perbankan masih trauma mengalokasikan kreditnya pada segmen korporat yang berisiko besar dan pada sektor-sektor produktif yang sensitif terhadap perubahan nilai tukar. Setelah krisis ekonomi melanda Indonesia, pada kenyataannya sektor konsumsi mengalami perkembangan yang relatif pesat dan juga dinilai memiliki risiko yang relatif lebih kecil. Penyaluran kredit di sektor konsumsi ini juga didukung oleh tipikal masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif. Struktur total kredit perbankan menurut sektor pembangunan (Tabel 11) dalam dua periode analisis memberikan beberapa informasi sebagai berikut : (a) Alokasi kredit perbankan yang paling
45
dominan disalurkan untuk sektor perindustrian, namun mengalami penurunan dari 34,25% menjadi 29,34%; (b) Sektor jasa-jasa menempati tempat kedua dominasi alokasi kredit setelah sektor perindustrian, namun juga mengalami penurunan dari 25,87% menjadi 18,80%; (c) Sedangkan sektor lain-lain mengalami peningkatan alokasi kredit dari 10,62% menjadi 25,8%, sehingga sektor ini menggantikan posisi sektor jasa pada periode pemulihan ekonomi sebagai sektor yang mendominasi tempat kedua setelah sektor perindustrian; (d) Sektor perdagangan mengalami penurunan alokasi kredit dari 19,85% menjadi 18,70%; (e) Alokasi kredit dengan persentase relatif kecil kurang dari 8% ditempati oleh sektor pertanian sedangkan sektor pertambangan kurang dari 2% dengan alokasi kredit yang menurun pada periode pemulihan ekonomi. Peningkatan alokasi kredit untuk sektor lain-lain menunjukkan dominasi kredit perbankan yang diarahkan untuk sektor tersebut. Meskipun risiko sektor perindustrian cukup besar, namun perbankan tetap menyalurkan kredit dengan proporsi terbesar ke sektor ini karena prospeknya yang bagus ke depan dan sektor ini pun menyerap cukup banyak tenaga kerja. Tabel 12. Struktur Total Kredit Perbankan Menurut Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 7,86 1,54 34,25 19,85 25,87 10,62 100
2001-2005 (%) 5,86 1,50 29,34 18,70 18,80 25,80 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) 4.2.3. Pertumbuhan dan Struktur GDP Kondisi perekonomian selama periode 1997-2005 ditunjukkan oleh pertumbuhan GDP riil seperti tertera pada Tabel 12. Secara agregat nasional, laju pertumbuhan GDP per tahun menunjukkan angka 6,44%. Berdasarkan pada angka tersebut, sektor yang
46
mengalami pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional adalah sektor perindustrian, perdagangan, jasa, dan sektor lain-lain, yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 7,91%, 6,86%, 7,43%, dan 8,15% per tahun. Sedangkan sektor pertanian dan pertambangan mengalami pertumbuhan per tahunnya yang relatif lebih kecil, yaitu 2,91% dan 3,82%. Tabel 13. Pertumbuhan GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 1) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan (%/tahun) 1)
X1 75380.15 102677.99 106443.62 103627.67 104376.82 107350.39 109368.54 111652.80 111457.89
X2 41463.96 71487.99 54249.32 83351.17 82547.51 61347.79 59935.01 66041.99 86921.95
2,91
3,82
dalam miliar rupiah X3 X4 X5 125505.97 74314.85 110001.79 141930.25 87179.24 115775.67 141081.73 86776.59 102381.19 149768.58 94692.73 112169.21 159053.10 100545.25 118074.64 199458.50 119014.49 144230.80 203483.78 119854.22 156469.19 215408.32 124384.95 168998.25 233540.67 131088.48 185227.88 7,91
6,86
X6 41762.69 48768.30 51796.53 57959.48 61375.07 63132.51 71113.38 79010.07 84041.98
Total 468429.48 567819.33 542728.91 601568.79 625972.36 694534.48 720224.11 765496.38 832278.86
8,15
6,44
7,43
Sektor Pembangunan: X1 = Pertanian; X2 = Pertambangan; X3 = Perindustrian; X4 = Perdagangan; X5 = Jasa-Jasa; X6 = Lain-Lain Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Dari analisis deskriptif ini terlihat bahwa perkembangan alokasi
kredit
perbankan
dan
nilai
investasi
tidak
besar
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional menurut sektor pembangunan. Sebagai ilustrasi, pertumbuhan ekonomi secara agregat nasional mencapai 6,44%, sedangkan nilai investasi total menurun 22,93% (Tabel 5), nilai kredit Bank BNI menurun 8,44% (Tabel 7), dan nilai total kredit perbankan menurun 4,58% (Tabel 10). Kecuali untuk investasi di sektor pertambangan, kinerja investasi dinilai kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral setelah krisis ekonomi melanda Indonesia. Keadaan ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh investasi yang berasal dari investasi internal masyarakat yang menggerakkan dunia usaha pada sektor-sektor pembangunan yang ada.
47
Pertumbuhan output nasional juga cukup dipengaruhi oleh sektor
konsumsi.
Pada
dasarnya,
sektor
yang
mengalami
perkembangan setelah krisis adalah sektor konsumsi. Menurut data yang diperoleh dari Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES, 2006: 11), bahwa sektor konsumsi memegang peranan penting dalam pembentukan GDP nasional, sebesar dua per tiga dari total GDP berasal dari sektor konsumsi. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 4,95% pada tahun 2004 dan 3,95% pada tahun 2005 (BIES, 2006: 10). Sehingga pertumbuhan yang positif pada GDP lebih didorong oleh sektor konsumsi dari pada investasi dan kredit yang disalurkan perbankan. Tabel 14. Struktur GDP Riil Sektor Pembangunan di Indonesia pada tahun 1997-2005 Sektor Pertumbuhan 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6) Total
1997-2000 (%) 17,80 11,49 25,60 15,73 20,19 9,19 100
2001-2005 (%) 14,96 9,81 27,78 16,35 21,25 9,86 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Jakarta (data diolah kembali) Struktur GDP riil yang terbagi ke dalam dua periode analisis ditampilkan pada Tabel 13. Tabel tersebut dapat menjelaskan beberapa fenomena penting berikut : (a) Terdapat dua sektor dengan total output nasional yang dominan, yaitu sektor perindustrian dan jasa; (b) Dalam dua periode analisis, total output nasional untuk sektor perindustrian mengalami peningkatan dari 25,6% menjadi 27,78% dan sektor jasa dari 20,19% menjadi 21,25%; (c) Sektor perdagangan dan sektor lain-lain mengalami peningkatan GDP dari 15,73% menjadi 16,35% dan dari 9,19% menjadi 9,86%, dengan alokasi GDP yang relatif kecil pada sektor lain-lain; (d) Sektor pertanian dan pertambangan mengalami penurunan pada periode pemulihan ekonomi dengan alokasi yang relatif kecil untuk sektor
48
pertambangan, yaitu dari 11,49% menjadi 9,81% dan untuk sektor pertanian dari 17,80% menjadi 14,96%. Dua sektor dengan proporsi GDP yang dominan (perindustrian dan jasa), pada dua periode analisis, mengalami laju pertumbuhan GDP yang positif menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Selain itu, pada periode pemulihan ekonomi sektor perdagangan juga mengalami laju pertumbuhan positif dengan proporsi GDP yang cukup mendominasi perekonomian nasional. 4.3. Validasi Model Dampak Portofolio Kredit 4.3.1. Uji Normalitas Untuk data dengan jumlah sampel kurang dari 30, uji normalitas dilakukan agar data dapat diolah menggunakan statistik parametrik. Data yang berdistribusi normal akan membentuk kurva yang relatif simetris. Sedangkan data yang tidak berdistribusi normal, maka kurva yang terbentuk akan mempunyai kecondongan ke kiri atau ke kanan. Jika jumlah sampel lebih dari 30, maka error term akan terdistribusi secara normal, sehingga tidak perlu dilakukan uji normalitas (Santoso, 2002). Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 Peubah Sektoral 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6)
Asymp.Sig (2tailed) 0,985 0,978 0,833 0,915 0,598 0,998
Alpha 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Kondisi Sig > Alpha Sig > Alpha Sig > Alpha Sig > Alpha Sig > Alpha Sig > Alpha
Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali) Sesuai dengan sifat distribusi normal bahwa setiap fungsi linear dari variabel-variabel yang didistribusikan secara normal, dengan sendirinya fungsi linear tersebut akan terdistribusi secara normal. Untuk itu, perlu dilakukan uji normalitas pada variabel-variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi berganda. Dalam
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal
49
penelitian ini variabel independen ditujukan oleh kredit yang disalurkan pada sektor-sektor ekonomi. Hasil uji normalitas pada Tabel 14 menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dengan nilai Asymp. Sig (2-tailed) yang lebih besar dari angka 0,05. Dengan demikian, pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik, yang dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda. 4.3.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat korelasi antara variabel independen. Dikatakan terjadi multikolinearitas pada model apabila terdapat korelasi yang pasti antara variabel independen. Konsekuensi dari adanya multikolinearitas yang sempurna diantara variabel independen adalah bahwa koefisien regresinya tak tentu dan kesalahan standarnya besar (Gujarati, 1978). Keadaan ini juga berdampak pada kemungkinan untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar. Selain itu, kesalahan standar akan menjadi semakin besar dan sensitif jika ada perubahan data. Multikolinearitas juga menyebabkan tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual dari variabel independen. Tabel 16. Hasil Uji Multikolinearitas Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 Peubah Sektoral 1. Pertanian (X1) 2. Pertambangan (X2) 3. Perindustrian (X3) 4. Perdagangan (X4) 5. Jasa-Jasa (X5) 6. Lain-Lain (X6)
X1 1 -0,722 -0,910 0,410 0,216 0,644
X2 -0,722 1 0,637 -0,507 0,019 -0,657
X3 -0,910 0,637 1 -0,475 -0,332 -0,654
X4 0,410 -0,507 -0,475 1 -0,411 0,435
X5 0,216 0,190 -0,332 -0,411 1 0,266
Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali) Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen pada matriks korelasi (Tabel 15). Koefisien korelasi antar variabel menunjukkan nilai yang lebih kecil daripada nilai koefisien R-squared (0,966). Kesimpulan yang dapat
X6 0,644 -0,657 -0,654 0,435 0,266 1
50
diambil
bahwa
model
regresi
ini
bebas
dari
masalah
multikolinearitas. 4.3.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan melalui uji Durbin Watson (DW) yang terdapat pada program SPSS. Uji ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya korelasi antar anggota dari serangkaian observasi yang diurutkan melalui waktu. Uji autokorelasi biasanya dilakukan untuk data time series. Hal ini disebabkan oleh data yang terdapat pada suatu periode dipengaruhi data yang terjadi pada periode sebelumnya, karena pada kenyataannya akan selalu terdapat kemungkinan pada observasi yang menggunakan data time series menimbulkan autokorelasi. Model regresi yang baik adalah tidak adanya autokorelasi, dimana gangguan pada suatu observasi tidak dipengaruhi oleh gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Lebih jelasnya bahwa gangguan dalam periode sekarang tidak berhubungan secara linear dengan unsur gangguan dalam periode waktu sebelumnya. Akibat dari terjadinya autokorelasi adalah varian residual yang diperoleh akan lebih dari pada semestinya sehingga mengakibatkan koefisien determinasi menjadi lebih tinggi. Selain itu, autokorelasi menyebabkan pengujian hipotesis dalam uji F dan uji t menjadi tidak valid dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang menyesatkan pada tingkat signifikansi dan koefisien regresi yang ditaksir. Berdasarkan pada hasil uji Durbin Watson, menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,839. Dengan demikian, nilai ini berada di antara -2 sampai 2, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model regresi. 4.3.4. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat varian dari variabel independen apakah memiliki nilai yang sama (homoskedastisitas) atau berbeda. Asumsi pada analisis regresi adalah varian setiap variabel independen mempunyai nilai yang
51
konstan atau memiliki varian yang sama. Masalah heteroskedastisitas umumnya terjadi pada data cross sectional. Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas
adalah
kemungkinan
untuk
mengambil
kesimpulan yang salah dalam uji F dan uji t karena pengujian tingkat signifikansi
yang
kurang
kuat
(Gujarati,
1978).
Uji
heteroskedastisitas ditunjukkan oleh Gambar 2 berikut ini. Dari grafik tersebut terlihat bahwa titik-titik yang ada tidak membentuk pola tertentu, melainkan menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. 1.5
Regression Studentized Residual
1.0
.5
0.0
-.5
-1.0
-1.5 -2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot Pendapatan Bunga Kredit) Model Regresi Berganda Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI, 1997-2005 (Lampiran 3) 4.4. Dampak Portofolio terhadap Pendapatan Bunga Kredit Model analisis regresi linear berganda digunakan pada penelitian ini untuk melihat pengaruh perubahan portofolio kredit menurut sektor ekonomi terhadap pendapatan bunganya. Model analisis ini melihat pengaruh secara
52
keseluruhan dan parsial dari kedua variabel yang diujikan, yaitu pendapatan bunga kredit sebagai variabel dependen dan kredit yang disalurkan ke dalam sektor ekonomi (pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasajasa, dan lain-lain) sebagai variabel independennya dengan pengolahan SPSS versi 11. 4.4.1. Dampak Perubahan Secara Keseluruhan (Uji F) Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan program SPSS 11. Untuk mengetahui apakah variabel independen secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu dengan tahapan berikut : 1. Merumuskan hipotesis H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 artinya, variabel independen (Xi) secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y). H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ 0 artinya, variabel independen (Xi) secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y). 2. Menentukan F tabel Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir. Derajat bebas pembilang = k – 1 = 7 – 1 = 6 Derajat bebas penyebut = n – k = 9 – 7 = 2 Dengan demikian F tabel sebesar F 0,1 (6,2) = 9,326 3. Menentukan besarnya F hitung Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan nilai F hitung adalah 9,602 (Tabel 16). 4. Membandingkan F hitung dengan F tabel Jika F hitung > F tabel atau F hitung < -F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jika -F tabel < F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
53
Hasil uji menunjukkan bahwa F hitung > F tabel , yaitu 9,602 > 9,326 dengan tingkat signifikansi 0,097. Dengan demikian, maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga kredit untuk sektor pertanian
(X1),
pertambangan
(X2),
perindustrian
(X3),
perdagangan (X4), jasa-jasa (X5), dan lain-lain (X6), secara keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunganya pada taraf nyata 10%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perolehan pendapatan bunga kredit, dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi secara keseluruhan pada alokasi kredit pada sektor-sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa-jasa, dan lain-lain. Kondisi ini terjadi karena pada dasarnya pertumbuhan GDP riil setiap sektor menunjukkan nilai yang positif meskipun ada beberapa sektor yang laju pertumbuhannnya berada di bawah rataan pertumbuhan ekonomi
nasional,
yaitu
sektor
pertanian
(2,91%)
dan
pertambangan (3,82%) (Tabel 12). Kedua sektor diatas memperoleh alokasi kredit yang relatif kecil oleh Bank BNI. Secara umum, kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan bunga melalui penyaluran kredit dan kemampuan dari keseluruhan sektor ekonomi mempengaruhi pendapatan bunganya juga dipengaruhi kondisi internal bank itu sendiri. Bank BNI memiliki kondisi internal yang baik melalui kemampuan pengelolaan risiko kredit yang disalurkan secara sektoral, sehingga hal tersebut dapat dijadikan landasan dalam penilaian kinerja perkreditannya, dimana secara keseluruhan alokasi kredit sektoral mempengaruhi pendapatan bunga kredit. 4.4.2. Dampak Perubahan Secara Parsial (Uji t) A. Langkah Uji t Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen yang dilakukan dengan program SPSS. Untuk mengetahui variabel independen
54
mana yang mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu, maka dilakukan tahapan berikut : 1. Merumuskan hipotesis H0 : βi = 0 artinya, variabel independen (Xi) tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y) H1 : βi ≠ 0 artinya, variabel independen (Xi) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (Y) 2. Menentukan t tabel Dengan taraf nyata (α = 10%), yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir; df : n – k = 9 – 7 = 2 Dengan demikian t-tabel sebesar t (α/2,df) = t (0,05,2) = 2,920 3. Menentukan besarnya t hitung Hasil perhitungan menggunakan program SPSS menunjukkan bahwa t hitung untuk variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 adalah masing-masing -1,204; -0,65; 3,156; 0,663; -0,485; 0,328 (Tabel 16). 4. Membandingkan t hitung dengan t tabel Jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jika -t tabel < t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. a. Pengaruh
kredit
sektor
pertanian
(X1)
terhadap
pendapatan bunga kredit (Y) Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel, yaitu -2,290 < -1,204 < 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,352. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor pertanian (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. b. Pengaruh kredit sektor pertambangan (X2) terhadap pendapatan bunga kredit (Y)
55
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel, yaitu -2,290 < -0,65 < 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,954. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor pertambangan (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. c. Pengaruh kredit sektor perindustrian (X3) terhadap pendapatan bunga kredit (Y) Hasil uji menunjukkan bahwa t hitung > t tabel, yaitu 3,156 > 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,087. Dengan demikian, maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga secara parsial kredit untuk sektor perindustrian (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit pada taraf nyata 10%. d. Pengaruh kredit sektor perdagangan (X4) terhadap pendapatan bunga kredit (Y) Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel, yaitu -2,290 < 0,663 < 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,575. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor perdagangan (X4) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. e. Pengaruh kredit sektor jasa-jasa (X5) terhadap pendapatan bunga kredit (Y) Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel, yaitu -2,290 < -0,485 < 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,675. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor jasajasa (X5) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. f. Pengaruh kredit sektor lain-lain (X6) terhadap pendapatan bunga kredit (Y)
56
Hasil uji menunjukkan bahwa -t tabel < t hitung < t tabel, yaitu -2,290 < 0,328 < 2,290, dengan tingkat signifikansi 0,774. Dengan demikian, maka H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga secara parsial kredit untuk sektor lainlain (X6) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. B. Hasil Dampak Perubahan Secara Parsial Model regresi yang secara baik memenuhi uji validasi model seperti telah diuraikan sebelumnya, juga memiliki nilai Rsquare yang sangat baik. Nilai R-square sebesar 0,966 (Tabel 16) menunjukkan bahwa 96,6% keragaman (variasi) dari variabel dependen (pendapatan bunga kredit) dapat dijelaskan oleh keragaman (variasi) keenam variabel independen. Sedangkan sisanya sebesar 3,4% dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Tabel 17. Dampak Alokasi Kredit Sektoral terhadap Pendapatan Bunga Kredit Bank BNI pada tahun 1997-2005 1) Peubah Sektoral 1. Konstanta 2. Pertanian (X1) 3. Pertambangan (X2) 4. Perindustrian (X3) 5. Perdagangan (X4) 6. Jasa-Jasa (X5) 7. Lain-Lain (X6) 1)
Koefisien Regresi 0,002 -0,615 -0,005 1,417 0,152 -0,108 0,052
T hitung (t-test) 0,38 -1,204 -0,65 3,156 0,663 -0,485 0,328
Sig t 0,973 0,352 0,954 0,087 0,575 0,675 0,774
- Koefisien determinasi model : R-square = 0,966 - Hasil uji F : F hitung = 9,602 dengan signifikansi F = 0,097 Sumber: Laporan Keuangan Bank BNI (data diolah kembali) a. Sektor Pertanian Terdapat pengaruh negatif antara alokasi kredit sektor pertanian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan oleh koefisien regresi -0,615 (Tabel 16). Hal ini menunjukkan bahwa bila kredit untuk sektor pertanian (X1) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615 persen (ceteris paribus), sehingga alokasi kredit sektor
57
pertanian memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini dapat dijelaskan
melalui
beberapa
informasi
berikut
:
(i)
Pertumbuhan GDP riil untuk sektor pertanian adalah yang terkecil yaitu 2,91% per tahun dan total output nasional yang relatif kecil serta mengalami penurunan di sektor tersebut dari 17,8% menjadi 14,96% (Tabel 12 dan 13); (ii) Pertumbuhan alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertanian mengalami penurunan signifikan 14,04% per tahun dan alokasi kreditnya relatif kecil dan mengalami penurunan dari 6,78% menjadi 5,22% (Tabel 7 dan 8). Kondisi dunia usaha untuk sektor pertanian yang kurang menggembirakan yang diikuti dengan alokasi kredit yang kecil dan laju pertumbuhan yang menurun memberikan dampak negatif yang tidak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI. b. Sektor Pertambangan Koefisien regresi sektor pertambangan adalah -0,005 (Tabel 16), menunjukkan pengaruh negatif alokasi kredit sektor tersebut terhadap pendapatan bunga kredit, dimana bila kredit untuk sektor pertambangan (X2) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,615 persen (ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit sektor pertambangan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui kondisi sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil untuk sektor pertambangan relatif kecil, yaitu 3,82% per tahun, dan proporsinya terhadap GDP nasional mengalami penurunan dari 11,49% menjadi 9,81% (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan adalah yang terkecil yaitu di bawah 2% dengan laju pertumbuhan yang menurun 8,84% per tahun (Tabel 7 dan 8). Kinerja dan alokasi kredit Bank BNI untuk sektor pertambangan yang
58
relatif rendah ditambah dengan kinerja dunia usaha sektor tersebut yang relatif kurang menggembirakan, maka kondisi tersebut memberikan dampak negatif dan tidak signifikan pada alokasi kredit di sektor tersebut terhadap pendapatan bunga kredit. c. Sektor Perindustrian Terdapat pengaruh positif antara alokasi kredit sektor perindustrian terhadap pendapatan bunga yang ditunjukkan oleh koefisien regresi 1,417. Hal ini menunjukkan bahwa bila kredit untuk sektor perindustrian (X3) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan meningkat sebesar 1,417 persen (ceteris paribus). Dengan demikian, alokasi kredit sektor perindustrian memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Kondisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil untuk sektor perindustrian relatif tinggi yang berada di atas rataan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu 7,91% per tahun dan peranannya dalam struktur GDP nasional bersifat dominan, serta mengalami peningkatan dari 25,60% menjadi 27,78% pada periode pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13); (ii) Kredit yang dialokasikan Bank BNI untuk sektor perindustrian adalah yang terbesar dan mendominasi struktur kredit Bank BNI dengan kisaran 39,0% - 47,0% (Tabel 7 dan 8); (iii) Proporsi kredit Bank BNI pada sektor perindustrian terhadap total kredit perbankan adalah yang terbesar dengan kisaran 13,0% - 17,0% (Tabel 9). Struktur dan pertumbuhan GDP riil sektor perindustrian yang positif mampu menggerakkan dunia usaha di sektor tersebut untuk memberikan keuntungan bagi kredit yang disalurkan, sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit. Pengaruh yang signifikan juga disebabkan oleh
59
alokasi kredit Bank BNI yang dominan dan proporsi yang besar terhadap total kredit perbankan di sektor perindustrian. d. Sektor Perdagangan Koefisien regresi sektor perdagangan yang bernilai 0,152 menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit sektor perdagangan terhadap pendapatan bunga kredit. Sehingga bila kredit untuk sektor perdagangan (X4) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan meningkat sebesar 0,152 persen (ceteris paribus). Pengaruh yang positif dan tidak signifikan dari sektor perdagangan terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan sebagai berikut : (i) Pertumbuhan GDP riil sektor perdagangan berada diatas rataan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 6,86% per tahun dengan struktur GDP yang mengalami peningkatan dari 15,73% menjadi 16,35% pada periode pemulihan ekonomi (Tabel 12 dan 13); (ii) Alokasi kredit Bank BNI untuk sektor perdagangan relatif kecil yaitu dibawah 17% dengan laju pertumbuhan yang menurun sebesar 5,32% per tahun (Tabel 7 dan 8); (iii) Proporsi alokasi kredit Bank BNI sektor perdagangan terhadap total kredit perbankan adalah yang terkecil dan bersifat stagnan, dengan nilai di bawah 9,0% (Tabel 9). Kinerja dunia usaha sektor perdagangan yang berada di atas kinerja dan pertumbuhan GDP agregat nasional memberikan pengaruh yang positif bagi investasi pada sektor tersebut. Tidak signifikannya pengaruh alokasi kredit Bank BNI di sektor perdagangan karena laju pertumbuhan alokasi kredit yang menurun dan proporsi yang kecil terhadap total kredit perbankan. e. Sektor Jasa Koefisien regresi sektor jasa-jasa bernilai -0,108 menunjukkan adanya pengaruh negatif alokasi kredit sektor
60
jasa-jasa terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila kredit untuk sektor jasa-jasa (X5) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun 0,108 persen (ceteris paribus). Alokasi kredit sektor jasa-jasa yang memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan dapat dijelaskan melalui kondisi sebagai berikut : (i) Adanya penurunan laju pertumbuhan kredit Bank BNI di sektor jasa-jasa yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan laju pertumbuhan total kredit Bank BNI, yaitu sebesar -10,86% (Tabel 7); (ii) Alokasi kredit Bank BNI untuk sektor jasa mengalami penurunan pada dua periode analisis, yaitu dari 23,20% menjadi 20,76% (Tabel 8). Dengan demikian, pengaruh yang tidak signifikan pada alokasi kredit Bank BNI di sektor jasa terhadap pendapatan bunga kredit adalah karena alokasi kredit yang semakin menurun pada periode pemulihan ekonomi dan adanya penurunan laju pertumbuhan kredit Bank BNI di sektor ini. f. Sektor Lain-Lain Koefisien regresi sektor lain-lain yang bernilai 0,052 menunjukkan adanya pengaruh positif alokasi kredit di sektor lain-lain terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga bila kredit untuk sektor lain-lain (X6) bertambah 1 persen, maka pendapatan bunga kredit akan menurun sebesar 0,052 persen (ceteris paribus). Pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit dapat dijelaskan melalui beberapa informasi berikut : (i) Laju pertumbuhan alokasi kredit Bank BNI di sektor ini meningkat sebesar 6,94% per tahun, dan struktur alokasinya yang meningkat dari 9,15% menjadi 17,35% (Tabel 7 dan 8); (ii) Proporsi alokasi kredit Bank BNI di sektor lain-lain terhadap total kredit perbankan semakin berkurang pada periode pemulihan ekonomi, yaitu dari 10,89% menjadi 6,94% (Tabel 9).
61
Dapat dinyatakan bahwa pengaruh positif yang ditunjukkan sektor lain-lain terhadap pendapatan bunga kredit didukung oleh laju pertumbuhan kredit di sektor ini yang meningkat dengan alokasi kredit yang juga meningkat. Kondisi ini menggambarkan bahwa setelah adanya krisis, perbankan lebih condong untuk menempatkan kredit pada sektor konsumsi yang memiliki risiko lebih rendah. Terlihat juga bahwa sektor ini memberi pengaruh pada pembentukan output nasional, dengan kontribusi sebesar dua per tiga dari total GDP (BIES, 2006). Namun demikian, keadaan ini tidak didukung oleh proporsi alokasi kredit Bank BNI terhadap total kredit perbankan yang semakin menurun di sektor tersebut. Sehingga keadaan ini menyebabkan alokasi kredit Bank BNI di sektor lain-lain (sektor konsumsi) terhadap pendapatan bunga tidak berpengaruh secara signifikan. 4.5. Kebijakan Antisipatif Alokasi Kredit Sektoral Kondisi Bank BNI sampai dengan tahun 2005 menunjukkan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 15,99%. Hal ini menggambarkan bahwa Bank BNI memiliki kecukupan modal yang baik karena berada diatas ketetapan BI untuk CAR, yaitu 8%. Kecukupan modal ini diharapkan akan mampu menopang risiko yang muncul dari usaha yang dilakukan bank dalam kaitannya dengan penyaluran kredit, yakni risiko kredit berupa NPL. Namun demikian, CAR yang berada di atas ketetapan ini menunjukkan masih banyaknya dana yang tersimpan dalam bentuk modal, yang seharusnya dapat disalurkan untuk ekspansi kredit. Loan to Deposit Ratio (LDR) yang relatif kecil yaitu sebesar 54,24%, menunjukkan bahwa dari keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya 54,24% yang digunakan untuk kredit. Keadaan ini semakin menunjukkan lemahnya penyaluran kredit Bank BNI sehingga fungsi intermediasi masih belum begitu baik dijalankan. Lemahnya penyaluran kredit perbankan dan kecenderungan bank untuk menempatkan dananya pada SBI juga menunjukkan kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan. Sebagai lembaga intermediasi
62
dan memiliki tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, kredit harus disalurkan untuk menggerakkan dunia usaha pada sektor riil. Namun demikian, dalam penyaluran kredit agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, perlu didukung oleh kelayakan usaha dari dunia usaha melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi usaha. Selain itu, pemerintah juga harus mendukung melalui perbaikan infrastruktur, menjaga keamanan, dan kestabilan kondisi politik. Dalam upaya optimalisasi penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank BNI guna maksimisasi pendapatan bunga kredit, maka terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan perhatian. Perkembangan dunia usaha pada sektor perdagangan dan sektor lain-lain perlu ditunjang dengan peningkatan laju pertumbuhan kredit melalui pemberian prioritas alokasi kredit pada sektor-sektor tersebut. Sektor lain-lain, yakni sektor konsumsi, untuk saat ini memberi kontribusi yang besar pada GDP. Bank BNI memprioritaskan penyaluran kredit di sektor konsumsi ini pada kredit di luar kredit perumahan, seperti pada kredit automotif, kredit pembayaran pulsa telepon, dan kartu kredit, yaitu sebesar 12,63% (Periode Mei 2007) dari keseluruhan kredit yang disalurkan (Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Sektor ini juga memiliki tingkat risiko yang rendah yaitu dan dengan tingkat pengembalian yang positif. Tingkat NPL pada sektor konsumsi adalah yang terendah dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu sebesar 8,21% di tahun 2005 dan menurun menjadi 6,23% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Namun demikian, penyaluran kredit ke sektor konsumsi yang semakin meningkat memberi dampak kurang baik pada pertumbuhan ekonomi karena tidak bergeraknya sektor riil. Karena, untuk kelangsungan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kredit perlu dialokasikan untuk menggerakkan dunia usaha pada sektor-sektor utama pembangunan, yaitu sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, serta jasa-jasa. Sektor perdagangan juga menjadi prioritas penyaluran kredit Bank BNI karena pengaruhnya yang positif terhadap pendapatan bunga kredit. Adapun subsektor dari sektor perdagangan yang menjadi fokus penyaluran
63
kredit Bank BNI adalah pada pedagang eceran, dengan persentase sebesar 11,71% dari total alokasi kredit pada bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Dari sisi NPL, sektor perdagangan tidak terlalu berisiko dengan NPL sebesar 8,39% di tahun 2005 dan meningkat menjadi 11,04% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Untuk sektor jasa, pengaruhnya yang negatif pada analisis regresi berganda, perlu menjadi pertimbangan dalam penyaluran kredit pada sektor tersebut. Bank BNI terus melakukan pengurangan alokasi kredit di sektor ini, menjadi sebesar 20,76% periode 2001-2005 (Tabel 8). NPL pada sektor jasa mengalami peningkatan dari 9,18% di tahun 2005 menjadi 10,90% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Dalam sektor jasa, alokasi kredit Bank BNI besar tertuju pada pengembangan real estate sebesar 4,84% dari total penyaluran kredit pada Mei 2007. Selain itu, pengembangan juga difokuskan pada pembangunan prasarana, gedung-gedung, pelabuhan laut, percetakan sawah serta irigasi sebesar 4,69% dari total kredit pada Mei 2007 (Laporan Keuangan BNI, Mei 2007). Dengan demikian, pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan dalam penyaluran kredit di sektor ini. Mengingat kinerja sektor pertanian dan pertambangan yang kurang menggembirakan serta respon negatif pada sektor ini, maka prioritas alokasi kredit tidak ditujukan untuk kedua sektor ini, dalam rangka memaksimalkan pendapatan bunga kredit Bank BNI. Terutama untuk sektor pertanian, NPL di sektor ini relatif tinggi, yaitu 17,14% di tahun 2005 dan menurun, namun tetap tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu 13,65% di tahun 2006. Sedangkan untuk sektor pertambangan, NPL cukup rendah yaitu 9,21% di tahun 2005 dan menurun menjadi 6,61% di tahun 2006 (Laporan Tahunan BNI 2005 dan 2006). Namun demikian, alokasi kredit masih perlu dilakukan pada kedua sektor tersebut secara selektif pada investasi yang memiliki kelayakan usaha. Terutama pada subsektor tanaman perkebunan dan perikanan di sektor pertanian, karena Bank BNI besar mengalokasikan kreditnya pada subsektor tersebut. Dengan alokasi sebesar 2,72% untuk tanaman perkebunan dan 0,43% untuk perikanan dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank BNI bulan Mei 2007 (Laporan Keuangan BNI,
64
Mei 2007). Sedangkan untuk sektor pertambangan, fokus penyaluran kredit Bank BNI pada subsektor minyak dan gas bumi dengan alokasi sebesar 1,72% dari total kredit Bank BNI bulan Mei 2007. Alokasi kredit yang dominan di sektor perindustrian dan pertumbuhan dunia usaha yang terus meningkat di sektor tersebut memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan bunga kredit Bank BNI. Karena pada kenyataannya, besarnya sumbangan masing-masing sektor berpengaruh dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor dengan nilai nominal besar tetap sebagai penyumbang yang besar bagi pertumbuhan, walaupun pertumbuhan sektor tersebut relatif kecil. Hal inilah yang terjadi pada sektor industri. Bank masih tetap mengucurkan kredit dalam alokasi terbesar pada sektor perindustrian, seperti pada Bank BCA dan Bank Mandiri. Hal ini disebabkan karena sektor perindustrian dianggap mampu menggerakkan
roda
perekonomian
dan
sebagai
kontributor
utama
pembentukan GDP, meskipun NPL di sektor ini adalah yang tertinggi yaitu 22,52% di tahun 2005. Namun demikian, NPL di sektor perindustrian mengalami penurunan yang cukup drastis, hingga mencapai angka 13,27% pada tahun 2006. Karena itu, alokasi kredit sektor perindustrian perlu tetap dijaga keberlanjutannya oleh Bank BNI dan tetap menjadi prioritas dalam pengalokasian kredit. Target pertumbuhan sebesar 8% periode 2005-2009 untuk sektor perindustrian yang ditetapkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) memberikan gambaran akan perkembangan sektor ini di masa depan. Sesuai dengan targetnya itu, subsektor utama yang menjadi prioritas pengembangan dalam sektor perindustrian ini adalah pada industri berbasis pertanian/agro, industri alat-alat transportasi, industri telematika, dan industri manufaktur. Keadaan ini akan memberikan dampak yang positif pada kinerja kredit di sektor perindustrian ketika alokasi kredit diarahkan pada empat subsektor yang menjadi prioritas pengembangan Deperindag. Bank BNI sendiri memprioritaskan pengalokasian kreditnya di sektor perindustrian sesuai dengan target pengembangan Deperindag. Subsektor utama yang besar mendapatkan alokasi kredit adalah pada industri makanan,
65
minuman, dan tembakau sebesar 5,23% dari total kredit. Selain itu, alokasi kredit sebesar 10,83% dari total kredit, ditujukan untuk pengembangan pada industri elektronik, otomotif, besi baja, dan logam dasar. Selain dari yang telah dijelaskan di atas, terdapat juga beberapa pertimbangan yang turut mempengaruhi penetapan pengalokasian kredit pada sektor ekonomi. Kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perbankan dalam pengalokasian kreditnya karena pemerintah memiliki perencanaan pembangunan yang ingin dicapai pada sektor-sektor yang menjadi prioritas. Selain itu, perbankan juga memiliki kebijakan manajemen tersendiri dalam pengalokasian kreditnya, karena terdapat targettarget tertentu yang ingin dicapai perbankan dalam hal alokasi kredit. Sektor-sektor yang belum berkembang dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan juga dapat mempengaruhi bank dalam pengalokasian kreditnya.
66
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji F yang dilakukan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa secara keseluruhan perubahan portofolio kredit di sektor ekonomi yang terdiri atas sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, perdagangan, jasa, dan lain-lain mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perubahan pendapatan bunga kredit pada Bank BNI. b. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa secara parsial, hanya tiga sektor yang memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan bunga kredit yaitu sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi). Dari ketiga sektor tersebut, hanya alokasi kredit untuk sektor perindustrian yang berdampak signifikan terhadap pendapatan bunga kredit. Sementara itu, tiga sektor lainnya yaitu, sektor pertanian, pertambangan, dan jasa berdampak negatif dan berpengaruh tidak nyata. c. Dalam upaya optimalisasi alokasi kredit, sektor dengan pengaruh positif perlu untuk dipertimbangkan dan diprioritaskan dalam pengalokasian kredit, yakni pada sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi), terlebih lagi pada sektor lain-lain dan perdagangan yang tidak signifikan memberikan pengaruh terhadap pendapatan bunga kredit.
Sedangkan
tiga
sektor
lainnya,
yaitu
sektor
pertanian,
pertambangan, dan jasa yang berpengaruh negatif, perlu dikaji ulang pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas pada subsektor yang menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha. 2. Saran a. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, perbankan turut berperan penting sebagai lembaga intermediasi dalam menyalurkan kredit. Pertumbuhan ekonomi jangka panjang membutuhkan alokasi kredit
67
perbankan di sektor riil. Untuk itu, perbankan dalam hal ini Bank BNI, perlu menyalurkan kreditnya ke sektor riil dan mengaktifkan kembali fungsi intermediasinya. b. Bank BNI perlu untuk memprioritaskan penyaluran kreditnya pada pengembangan dunia usaha di sektor perindustrian, perdagangan, dan sektor lain-lain (sektor konsumsi) karena berpengaruh positif terhadap pendapatan bunga kreditnya. Selain itu, laju pertumbuhan GDP riil ketiga sektor ekonomi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan agregat GDP nasional. Meskipun NPL di sektor perindustrian tinggi, namun kontribusinya terhadap pembentukan GDP besar, sehingga hal ini tidak menjadi halangan dalam penyaluran kredit. Sedangkan NPL pada sektor perdagangan dan sektor konsumsi relatif kecil. Namun pengalokasian kredit pada sektor konsumsi perlu dibatasi dengan proporsi tertentu, karena pengalokasian yang terus menerus dan semakin besar dalam jangka panjang akan menghambat perkembangan sektor riil. c. Bank BNI perlu mengkaji ulang penyaluran kreditnya pada sektor jasa, pertanian, dan pertambangan karena pengaruhnya yang negatif terhadap pendapatan bunga kredit, sehingga ketiga sektor tersebut bukan merupakan prioritas utama penyaluran kredit Bank BNI. Selain itu, NPL yang relatif tinggi pada sektor pertanian serta laju pertumbuhan GDP yang terendah di sektor pertanian dan pertambangan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengalokasian kredit di sektor tersebut. Dengan demikian, pengalokasian kredit di sektor tersebut terbatas hanya pada subsektor yang menjadi prioritas utama dan memiliki kelayakan usaha.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Laporan Tahunan Bank BCA 2002. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007] ______. 2004. Laporan Tahunan Bank BCA 2004. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007] ______. 2005. Laporan Tahunan Bank BCA 2005. http://www.klikbca.com. [27 Juni 2007] ______. 1997. Laporan Tahunan Bank BNI 1997. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 1999. Laporan Tahunan Bank BNI 1999. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2000. Laporan Tahunan Bank BNI 2000. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2001. Laporan Tahunan Bank BNI 2001. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2002. Laporan Tahunan Bank BNI 2002. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2004. Laporan Tahunan Bank BNI 2004. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2005. Laporan Tahunan Bank BNI 2005. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2006. Laporan Tahunan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2007. Laporan Keuangan Bank BNI 2006. Bank Negara Indonesia, Jakarta. ______. 2004. Laporan Tahunan Bank Bumi Putera 2004. Bank Bumi Putera, Jakarta. ______. 2002. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2002. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007] ______. 2004. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2004. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007] ______. 2005. Laporan Tahunan Bank Mandiri 2005. http://www.mandiri.co.id. [27 Juni 2007] ______. 2004. Laporan Tahunan Bank Niaga 2004. Bank Niaga, Jakarta. Bank Indonesia. 2003. Bank Sentral Republik Indonesia : Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi. Edisi Pertama. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia. 1999. Laporan Tahunan BI 1998/99. Bank Indonesia, Jakarta. BPS. 1997. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 1998. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 1999. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
69
BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2002. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2003. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS. 2005. Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta. FAJ. 2 Maret 2006. Indikasi Laba BNI Turun 49 Persen Tahun 2006 Fokus pada Kredit Konsumer. Kompas. Hlm 19. ___. 23 Desember 2006. Tekanan Kredit Bermasalah. Kompas. Hal 19. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari Basic Econometrics. Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta. Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics. Harper & Row Publishers, Inc, USA. Kuncoro, A. dan Budi Resosudarmo. 2006. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 42 Nomor 1 Tahun 2006). Kuncoro, M. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Erlangga, Jakarta. Ramantha, W. 2003. Implikasi Perubahan Portofolio Kredit Di Sektor Ekonomi Terhadap Laba dan Modal Bank Umum di Indonesia. Di dalam Buletin Studi Ekonomi (Volume 9 Nomor 1 Tahun 2004). Ratnawati. 8 Mei 2007. SBI Melambung Ancaman JK dan Rendahnya Daya Serap Kredit. Info Bank. Hlm 24-25. Rivai, V. dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook. Edisi Pertama. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rusmiyati, Y A. 2006. Pengaruh Kredit Perbankan Terhadap Output Nasional melalui Jalur Pinjaman. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Santoso, S. 2002. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Edisi Pertama. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. BPFE, Yogyakarta. Siamat, D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Keempat. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
70
Soesastro, H. dan Raymond Atje. 2005. Survey of Recent Developments. Di dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (Volume 41 Nomor 1 Tahun 2005). Sugema, I., et.al. 2003. Restrukturisasi Perbankan di Indonesia : Pengalaman Bank BNI. Tim INDEF, Jakarta. Sujatmiko, T. 4 Januari 2007. BI Rate Diprediksi Kembali Turun dalam Seputar Indonesia. Hlm 14. Suta dan Musa, S. 2003. Membedah Krisis Perbankan : Anatomi Krisis dan Penyehatan Perbankan. Edisi Pertama. Yayasan Sad Satria Bhakti, Jakarta.
108
LAMPIRAN
71
Lampiran 1. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters( a,b)
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation Absolute
Pertania n 9 .068076 18 .212946 140
Pertamb angan 9
Perdaga ngan 9
.831337 872
Perindus trian 9 .037446 86 .262566 993
.152
.158
.207
.316896 77
JasaJasa
LainLain .143029 75
.289730 247
9 .018504 01 .279955 396
.186
.256
.129
.020898 48
9
.366687 696
Positive
.152
.117
.161
.160
.157
.108
Negative
-.131
-.158
-.207
-.186
-.256
-.129
Kolmogorov-Smirnov Z
.457
.474
.622
.558
.767
.386
Asymp. Sig. (2-tailed)
.985
.978
.833
.915
.598
.998
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
72
Lampiran 2. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficient Correlations(a)
Model 1
Correlations
Covariances
LainLain 1.000
Perindus trian -.654
Pertamb angan -.657
Perdaga ngan .435
JasaJasa .266
Pertania n .644
Perindustrian
-.654
Pertambangan
-.657
1.000
.637
-.475
-.332
-.910
.637
1.000
-.507
.019
Perdagangan
-.722
.435
-.475
-.507
1.000
-.411
.410
Jasa-Jasa
.266
-.332
.019
-.411
1.000
.216
Pertanian
.644
-.910
-.722
.410
.216
1.000
Lain-Lain
.025
-.047
-.008
.016
.009
.052
Perindustrian
-.047
.202
.021
-.049
-.033
-.209
Pertambangan
-.008
.021
.006
-.009
.000
-.028
Perdagangan
.016
-.049
-.009
.053
-.021
.048
Jasa-Jasa
.009
-.033
.000
-.021
.050
.025
Pertanian
.052
-.209
-.028
.048
.025
.261
Lain-Lain
a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
73
Lampiran 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredi Regression Studentized Residual
1.5
1.0
.5
0.0
-.5
-1.0 -1.5 -2
-1
0
Regression Standardized Predicted Value
1
2
74
Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Lain-Lain, Perindustria n, Pertambang an, Perdaganga n, JasaJasa, Pertanian(a)
Method
.
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
Model Summary(b)
Model 1
R .983(a)
R Square .966
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.866
.104948869
DurbinWatson 1.839
a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regressio n Residual Total
df
Mean Square
.635
6
.106
.022
2
.011
F
Sig.
9.602
.097(a)
.657 8 a Predictors: (Constant), Lain-Lain, Perindustrian, Pertambangan, Perdagangan, Jasa-Jasa, Pertanian b Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit
75
Lanjutan Lampiran 4. Hasil Regresi Berganda (Uji F dan Uji t)
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
(Constant)
.002
Std. Error .046
Pertanian
-.615
.511
-.005
Pertamban gan Perindustria n Perdagang an Jasa-Jasa Lain-Lain
t
Beta
Sig. .038
.973
-.457
-1.204
.352
.075
-.014
-.065
.954
1.417
.449
1.299
3.156
.087
.152
.229
.154
.663
.575
-.108
.223
-.106
-.485
.675
.052
.159
.067
.328
.774
a Dependent Variable: Pendapatan Bunga Kredit