PENGARUH PERUBAHAN PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PERUBAHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA GORONTALO
Sri Susanti A. Manopo Jurusan Akuntansi Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Abstrak Pengaruh Perubahan Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Perubahan Pendapatan Asli Daerah Kota Gorontalo, skripsi, dibawah bimbingan Bapak Imran R. Hambali, S.Pd., SE., MSA sebagai pembimbing 1 dan Ibu Hartati Tuli, SE., Ak., M.Si sebagai pembimbing 2. Program studi S1 Akuntansi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan penerimaan pajak daerah terhadap perubahan pendapatan asli daerah secara parsial maupun simultan. Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi. Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian kuantitatif kausal dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan pengujian regresi berganda. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa besar pengaruh dari keempat jenis pajak ini terhadap penerimaan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 2008-2012 juga sangat signifikan. Ini dilihat dari tingginya nilai koefisien determinasi yang dihasilkan oleh model regresi.
Kata Kunci : Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah
PENDAHULUAN Berdasarkan teori keyness, APBD/N merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumbersumber pendapatan yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan peningkatan pendapatan daerah beberapa hal penting yang perlu dilakukan antara lain dengan memperbaharui data obyek pajak, peningkatan pelayanan dan perbaikan administrasi perpajakan, peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak, peningkatan pengawasan internal terhadap petugas pajak, dan mencari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sementara pada sisi belanja, kebijakan pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan kepada
masyarakat,
dengan
mengupayakan
peningkatan
porsi
belanja
pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja aparatur. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, akan terus diupayakan peningkatan penyertaan modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat menghasilkan peningkatan PAD. Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai. Dalam arti bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah. Seiring perkembangan zaman, pada era prareformasi bentuk dan susunan APBD mengalami dua kali perubahan. Pada awalnya, susunan APBD (berdasarkan
UU Nomor 6 Tahun 1975) terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Susunan demikian kemudian mengalami perubahan dengan dikeluarkannya beberapa peraturan kurun waktu tahun 1984-1988. Dengan adanya peraturan tersebut, susunan dan bentuk APBD tidak lagi terbagi atas anggaran rutin dan pembangunan, namun terbagi menjadi pendapatan dan belanja. Perubahan kedua yaitu pada bagian pendapatan dari daerah, terjadi pada era prareformasi pada tahun 1998. Perubahan yang terjadi adalah pada klasifikasinya. Jika pada bentuk sebelumnya pendapatan dari daerah terbagi menjadi empat, yaitu Sisa Lebih Perhitungan Tahun Lalu, Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, dan Sumbangan dan Bantuan, maka pada bentuk yang baru Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dan Sumbangan dan Bantuan dimasukkan ke dalam satu bagian, yaitu Pendapatan Berasal dari Pemberian Pemerintah dan atau Instansi yang Lebih Tinggi (Halim: 20). Di era (pasca) Reformasi, bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar. bentuk APBD pertama didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor
29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sejalan dengan perubahan terjadi, bentuk APBD sekarang ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan keuangan semakin informatif. Untuk itu, dalam bentuk baru, APBD terdiri atas tiga bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di era prareformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan definisi pendapatan sebagai hak pemda, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak pemda. Selain itu, dalam APBD mungkin terdapat surplus atau defisit. Pos pembiayaan ini merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit anggaran (Halim: 23).
Kota Gorontalo sebagai salah satu kota di Provinsi Gorontalo memiliki banyak potensi yang dapat digali untuk dijadikan sumber pendapatan dari berbagai sektor.Perekonomian Kota Gorontalodigerakkan oleh sektor tersier dan sekunder secara
dominan
yaitu
sektor
perdagangan/hotel/restoran,
telekomunikasi,
transportasi dan industri pengelolaan yang dapat meningkatkan PAD. Mengingat kondisi pertumbuhan ekonomi Kota Gorontalo masih sangat minim sehingga dengan adanya anggaran yang tersedia dalam perubahan APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat. Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan pajak daerah terhadap perubahan pendapatan asli daerah kota gorontalo.
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS Perubahan APBD Perubahan APBD merupakan penyesuaian target kinerja dan/atau prakiraan/rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD serta ditetapkan dengan peraturan daerah.Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD. Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan utama mengapa perubahan APBD dilakukan. Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan
SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juka memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya: 1. Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah. 2. Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD. Perubahan APBD dimungkinkan jika terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, terdapat keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja serta terjadi keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. Dasar perubahan APBD berdasarkan data laporan semester. Untuk itu pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya yang disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Prognosis adalah prakiraan dan penjelasannya yang akan direalisir dalam 6 (enam) bulan berikutnya berdasarkan realisasi. Pajak Daerah
Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 yang dikutip dalam buku karangan Drs. Nurlan Darise, AK, M.Si tentang Pajak Daerah, yang dimaksud pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 5 Tahun 2011 tentang pajak hiburan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerahyang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untukkeperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pendapatan Asli Daerah Halim (2002: 64) pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, pendapatan daerah didefinisikan semua hak yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Lebih lanjut pendapatan daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 meliputi semua penerimaan melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
METODE PENELITIAN Data, Populasi dan Sampel Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya dan telah menjadi dokumentasi pihak DPPKAD kota Gorontalo. Teknik pengumpulan yang digunakan adalah dokumentasi berupa pencatatan atau penyalinan data terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan data sekunder yang relevan, sehingga dapat diperoleh data yang berhubungan dengan pokok bahasan. Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD kota Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD tahun 2008-2012.
Definisi Operasional Variabel Untuk mengukur Perubahan Pajak Daerah dan Perubahan Pendapatan Asli Daerah digunakan rasio pertumbuhan yaitu untuk mengetahui komponen-komponen (Pendapatan, PAD, Belanja, Belanja Rutin dan sebagainya) mana yang perlu mendapatkan perhatian sebaiknya melihat terlebih dahulu pertumbuhan komponenkomponen tersebut. Dengan rumus sebagai berikut. Perubahan Pajak daerah/Pad= tahun sekarang – tahun lalu x 100% Tahun lalu
Teknik Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis kuantitatif yakni analisis dengan menghitung perubahan pajak daerah dan perubahan pendapatan asli daerah dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Perubahan Pajak daerah/Pad= tahun sekarang – tahun lalu x 100% Tahun lalu 2. Teknik analisis statistik dengan melakukan pengujian Regresi Berganda dari data sekunder. Pengujian regresi berganda dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum pengujian hipotesis. Analisis Regresi Berganda Persamaan regresi berganda merupakan persamaan regresi dengan menggunakan dua atau lebih variable independent. Penambahan variabel bebas ini diharapkan dapat lebih menjelaskan karakteristik hubungan yang ada, walaupun masih ada saja variabel yang terabaikan. Jika sebuah variabel terikat dihubungkan dengan 6 variabel bebas maka persamaan regresi linear bergandanya dituliskan : Y = α +β1X1 + β2X2 + β3X3 + …..β6X6+ ε Di mana: Y = Perubahan Pendapatan Asli Daerah α = koefisien regresi linear berganda nilai Y, apabila X1, X2, X3, X4, X5, X6 = 0 X1 = Perubahan Pajak Hotel X2 = Perubahan Pajak Restoran X3 = Perubahan Pajak Hiburan X4 = Perubahan Pajak Reklame X5 = Perubahan Pajak Penerangan Jalan X6 = Perubahan Pajak Parkir β1 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X1 naik/turun satuan dan X2, X3, X4, X5, dan X6 konstan. β2 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X2 naik/turun satuan dan X1, X3, X4, X5, dan X6 konstan. β3 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X3 naik/turun satuan dan X1, X2, X4, X5, dan X6 konstan. β4 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X4 naik/turun satuan dan X1, X2, X3, X5, dan X6 konstan. β5 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X5 naik/turun satuan dan X1, X2, X3, X4, dan X6 konstan. β6 = besarnya kenaikan/penurunan Y dalam satuan, jika X6 naik/turun satuan dan X1, X2, X3. X4, dan X5 konstan.
ε = kesalahan pengganggu (disturbance term), artinya nilai-nilai dari variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian persyaratan Analisis Pengujian Normalitas Data Variabel Dependen Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penentuan Hipotesis Ho
: data variabel dependen berdisribusi normal
H1
: data variabel dependen tidak berdistribusi normal
2. Penentuan tingkat signifikansi Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% atau dengan kata lain tingkat signifikansinya (alpha) sebesar 5%. 3. Penentuan Statistik Uji Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan indikator Z. 4. Penentuan Kriteria uji Karena menggunakan metode kolmogorov smirnov, maka pengambilan keputusan didasarkan pada perbandingan antara nilai Z-hitung dengan Z tabel.Jika nilai Z hitung lebih kecil dari nilai Z tabel maka Ho diterima. Penentuan hasil uji juga dapat dilakukan dengan melihat signifikansi yang dihasilkan dengan kriteria terima H0 jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari nilai alpha. 5. Kesimpulan Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai berikut :
Hasil analisis diatas menunjukkan nilai koefisien Kolmogorov Smirnov (KS) sebesar 0,484.Sedangkan nilai Z pada tingkat signifikansi 5% adalah sebesar 1.96. Karena nilai KS lebih kecil dari nilai Z-tabel maka Ho diterima.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data variabel dependen (pendapatan asli daerah) telah berdistribusi normal. Pengujian Asumsi Klasik Sebelum digunakan untuk pengambilan kesimpulan, model regresi yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan pengujian kebaikan model. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang diambil tidak bias dan keliru. Model regresi yang baik paling tidak harus memenuhi tiga hal yakni tidak terjadi gejala multikolinearitas antar variabel bebas dalam model (khusus untuk model analisis regresi berganda), tidak terjadi gejala heteroskedastisitas (varians model tidak stabil/konstan) dan tidak terjadi gejala autokorelasi (adanya korelasi antar error dalam pengamatan, biasanya digunakan dalam data yang berbentuk time series). Hasil pengujian untuk masing-masing asumsi/persyaratan tersebut adalah sebagai berikut : Pengujian Gejala Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran kondisi ideal yang disebabkan adanya hubungan linear diantara variabel regresor.Multikolinearitas bisa dideteksi dengan melihat nilai R2, dimana nilai R2 tinggi sedangkan tidak ada satupun koefisien regresi (secara parsial) yang signifikan. Selain itu,
multikolinearitas dapat juga dideteksi dengan menggunakan indikator Variance Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan sebagai berikut :
0 VIF 10 , tidak terdapat multikolinearitas
10 VIF 30 , multikolinearitas rendah
VIF 30 , multikolinearitas tinggi
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan sebalumnya, diperoleh nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil diatas ternyata nilai ada beberapa variabel yang mempunyai nilai VIF diatas 10 yakni variabel pendapatan pajak restoran, pajak parkir.Kedua variabel ini sangat berkorelasi tinggi dengan pajak reklame.Tingginya korelasi antara variabel ini membuat variabel pajak reklame dikeluarkan secara otomatis dari sistem karena sudah melebihi batas minimum. Untuk mengatasi hal tersebut maka untuk selanjutnya kedua variabel yang menyebabkan gejala multikolinearitas (pajak restoran dan pajak parkir) akan dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi yang dianalisis sebelumnya terdapat gejala multikolinearitas antara variabel bebasnya.
Pengujian Gejala Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas
merupakan
pelanggaran
dari
asumsi
homoskedastisitas(semua gangguan/disturbance yang muncul dalam model persamaan regresi bersifat homoskedastik atau mempunyai varians yang sama pada tiap kondisi
pengamatan). Oleh karena itu, konsekuensi
dari adanya
heteroskedastistas dalam sistem persamaan bahwa penaksiran tidak lagi mempunyai varians yang minimum. Cara mengetahui ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas, maka dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen yang dikenal sebagai uji Glejser (Gujarati, 2002). Persamaan regresi yang dipakai dalam hal ini adalah: │Ut│= α + βXt + vt Dasar analisis yang digunakan adalah jika hasil regresi menunjukkan variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas, dan demikian pula sebaliknya. Hipotesis yang akan diuji adalah : Ho
: secara keseluruhan variabel bebas dalam model tidak menyebabkan gejala heteroskedastisitas
Ho
: secara keseluruhan variabel bebas dalam model menyebabkan gejala heteroskedastisitas
: 5% Hasil pengolahan data menunjukkan hasil regresi untuk pengujian
heteroskedastisitas dengan metode Glejser sebagai berikut :
Hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung sebesar 2,948 dengan nilai pvalue sebesar 0.051.Nilai signifikansi ini masih lebih besar dari nilai signifikansi
yang digunakan yakni sebesar 0.05 sehingga Ho diterima.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, variable dalam model tidak menyebabkan gejala heteroskedastisitas dalam model. Pengujian Gejala Autokorelasi Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi non-autokorelasi. Hal ini disebabkan karena adanya korelasi antar gangguan/error pada setiap pengamatan. Autokorelasi mengakibatkan OLS menghasilkan taksiran yang tak bias namun tidak efisien (underestimated) dan peramalan dengan OLS akan menghasilkan taksiran yang keliru. Autokorelasi bisa dideteksi dengan pengujian Durbin-Watson dengan rumus : n
d
e i2
i
ei 1
n
e i 1
2
2 i
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Makridakis dkk, 1983) : Jika nilai : 1.65 < DW < 2.35 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Jika nilai : 1.21 < DW < 1.65 atau 2.35 < DW < 2.79, tidak dapat diambil kesimpulan. Jika nilai : DW < 1.21 atau DW > 2.79, maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi Pengujian autokorelasi dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Dari hasil diatas diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,923.Dengan memperhatikan aturan diatas maka dapat disimpulkan tidak terjadi gejala autokorelasi dalam model yang dianalisis. Hasil Analisis Regresi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir terhadap perubahan pendapatan asli daerah. Model analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : 𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 + 𝛽5 𝑋5 + 𝛽6 𝑋6 Data yang digunakan untuk membentuk model tersebut berupa data efektivitas pemungutan masing-masing jenis pajak daerah (realisasi/target) dan pendapatan asli daerah secara keseluruhan. Dengan menggunakan data tersebut maka hasil analisis dengan SPSS adalah sebagai berikut :
Penanggulangan Pelanggaran Terhadap Asumsi Klasik Berdasarkan hasil analisis terhadap model regresi yang dianalisis sebelumnya menunjukkan terdapat pelanggaran terhadap salah satu asumsi yakni adanya gejala multikolinearitas dalam data.Untuk itu sebelum digunakan dalam pengambilan kesimpulan, model yang ada perlu diperbaiki terlebih dahulu. Teknik yang akan digunakan dalam menanggulangi gejala multikolinearitas dalam data, yakni dengan menghilangkan variabel-variabel yang menyebabkan gejala multikolinearitas yakni variabel pajak restoran dan pajak parkir. Dengan demikian, model analisis yang akan dibangun dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ; 𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽3 𝑋3 + 𝛽4 𝑋4 + 𝛽5 𝑋5 Hasil analisis dengan menggunakan model yang telah ditransformasi tersebut sebagai berikut :
Adapun pengujian asumsi multikolinearitas untuk model transformasi diatas adalah sebagai berikut :
Terlihat dari hasil analisis diatas semua variabel mempunyai nilai VIF dibawah 10.Dengan demikian model regresi yang baru telah terbebas dari gejala multikolinearitas. Dengan demikian, model analisis regresi antara pendapatan pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame dan pendapatan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : 𝑌 = 2,522 + 0,539𝑋1 + 0,283𝑋3 − 0,527𝑋4 + 0,608𝑋5 Pengujian Model Regresi dan Pengujian Hipotesis Pengujian Model Secara Keseluruhan Setelah diperoleh model persamaan regresi taksiran maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi koefisien regresi secara bersama-sama (Testing The Overall Significance of Regression). Pengujian secara simultan dilakukan
dengan melakukan pengujian F. Langkah-langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis H0 : 1 2 3 0 H1 : Sekurang-kurangnya ada sebuah i 0 2. Taraf signifikansi α = 0.05 3. Statistik Uji F
JK Re gresi / k JK Re sidu / n k 1
4. Kriteria pengujian : Tolak Ho jika Fhitung>F{α;(k-1,n-k-1)}atau p-value α. Terima Ho dalam hal lainya. Dengan menggunakan bantuan SPSS diperoleh hasil pengujian secara simultan adalah sebagai berikut :
Dari hasil analisis diatas didapat nilai F-hitung sebesar 20,258 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini jauh lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi yang dibangun telah signifikan. Atau dengan kata lain seluruh variabel bebas dalam model secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Pengujian Hipotesis Setelah diketahui bahwa terdapat variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen maka dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui secara spesifik variabel independen manakah yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Untuk keperluan itu dilakukan pengujian koefisien regresi secara individual (Testing Individual Regression Coefficient). Hasil
pengujian
parsial
untuk
masing-masing
variabel
dengan
menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :
Secara eksplisit hipotesis di atas dapat dinyatakan sebagai berikut. 1.
Pengujian pengaruh pendapatan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah
Ho :
1 0
(tidak terdapat pengaruh pendapatan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah)
H1 :
1 0
(terdapat pengaruh pendapatan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah)
: 5%
Dari hasil analisis sebelumnya diketahui nilai mutlak t-hitung untuk variabel pendapatan pajak hotel sebesar 3,388 dengan nilai signifikansi sebesar 0,004. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pendapatan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah pada tingkat kepercayaan 95%. 2.
Pengujian pengaruh pendapatan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah Ho :
2 0
(tidak terdapat pengaruh pendapatan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah)
H1 :
2 0
(terdapat pengaruh pendapatan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah)
: 5%
Dari hasil analisis sebelumnya diketahui nilai mutlak t-hitung untuk variabel pendapatan pajak hiburan sebesar 3,297 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pendapatan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah pada tingkat kepercayaan 95%. 3.
Pengujian pengaruh pendapatan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah Ho :
2 0
(tidak terdapat pengaruh pendapatan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah)
H1 :
2 0
(terdapat pengaruh pendapatan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah)
: 5%
Dari hasil analisis sebelumnya diketahui nilai mutlak t-hitung untuk variabel pendapatan pajak reklame sebesar 2,961 dengan nilai signifikansi sebesar 0,010. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pendapatan pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah pada tingkat kepercayaan 95%. 4.
Pengujian pengaruh pendapatan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah Ho :
2 0
(tidak terdapat pengaruh pendapatan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah)
H1 :
2 0
(terdapat pengaruh pendapatan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah)
: 5%
Dari hasil analisis sebelumnya diketahui nilai mutlak t-hitung untuk variabel pendapatan pajak penerangan jalan sebesar 3,972 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari nilai alpha (0,05) sehingga Ho ditolak.Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan dari pendapatan pajak penerangan jalan terhadap pendapatan asli daerah pada tingkat kepercayaan 95%. Penafsiran Koefisien Determinasi Koefisien determinasi mencerminkan besarnya pengaruh perubahan variabel bebas dalam menjalankan perubahan pada variabel tidak bebas secara bersama-sama, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antar variable dalam model yang digunakan. Besarnya nilai R2 berkisar antara 0< R2 <1. Jika nilai R2 semaikn mendekati satu maka model yang diusulkan dikatakan baik karena semakin tinggi variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi yang telah dilakukan diatas diperoleh nilai koefisien determinasi R2 sebagai berikut :
Dari hasil analisis diatas diperoleh nilai R-square sebesar 0,844. Nilai ini berarti bahwa variasi pendapatan asli daerah di Kota Gorontalo selama tahun 2008 hingga tahun 2012 sebesar 84,4% dipengaruhi oleh efektivitas pendapatan pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak penerangan jalan sedangkan sisanya sebesar 15,6% dipengaruhi oleh variabel lain.
Pembahasan Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan PAD dan hasil penerimaan tersebut masuk dalamAPBD. Pajak Daerah juga merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah khususnya untuk meningkatkan keuangan daerah.Kemudian UU No. 33 Tahun 2004 PAD adalah pendapatan/ penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai asas desentralisasi. Dalam melaksanakan otonomi daerah pemerintah kota dituntut untuk mampu
membiayai
penyelenggaraan
pemerintah,
pembangunan,
dan
kemasyarakatan. Salah satu yang mempengaruhinya adalah pajak daerah yang merupakan penerimaan yang paling besar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan merupakan salah satu penerimaan yang berpengaruh terhadap peningkatan PAD. Untuk itu dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah, pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak. Adapun besar pengaruh dari keempat jenis pajak ini terhadap penerimaan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 2008-2012 juga sangat signifikan.Ini dilihat dari tingginya nilai koefisien determinasi yang dihasilkan oleh model
regresi. Koefisien determinasi yang mencapai 0,844 menunjukkan bahwa 84,4% variasi jumlah pendapatan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 2008-2012 dipengaruhi oleh realisasi penerimaan pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan. Sedangkan sisanya sebesar 15,5% variasi pendapatan asli daerah kota gorontalo selama tahun 2008-2012 dipengaruhi oleh variabel lain. Halhal lain yang berpengaruh terhadap jumlah PAD yang diperoleh Kota Gorontalo antara lain penerimaan dari retribusi daerah, kontribusi BUMD, hibah, serta pendapatan lain yang sah. Selain itu jumlah obyek pajak dan mekanisme pemungutan pajak daerah juga merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi pendapatan asli daerah Kota Gorontalo.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1. Berbagai jenis pajak daerah yang diamati, jenis pajak yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah PAD Kota Gorontalo selama tahun 2008-2012 adalah pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalanbaik secara Parsial maupun secara keseluruhan (simultan). 2. Besar pengaruh dari keempat jenis pajak ini terhadap penerimaan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 2008-2012 juga sangat signifikan. Ini dilihat dari tingginya nilai koefisien determinasi yang dihasilkan oleh model regresi. Koefisien determinasi yang mencapai 0,844 menunjukkan bahwa 84,4% variasi jumlah pendapatan asli daerah Kota Gorontalo selama tahun 20082012 dipengaruhi oleh realisasi penerimaan pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan. Sedangkan sisanya sebesar 15,5% variasi pendapatan asli daerah kota gorontalo selama tahun 2008-2012 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak didesain dalam penelitian ini.
Saran Memperhatikan hasil penelitian dan berdasarkan simpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Untuk DPPKAD Kota Gorontalo lebih memperhatikan potensi penerimaan pajak daerah dalam peningkatan PAD sangat baik. Oleh karena itu pajak daerah harus terus ditingkatkan. Prosentasi kenaikan tarif pajak daerah bukan merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan jumlah pendapatan karena kenaikan tarif pajak daerah akan memberatkan wajib pajak dan mematikan sektor ekonomi. Jumlah pendapatan dari pajak daerah dapat ditingkatkan dengan mengawasi penarikan yang lebih baik. 2. Kepada Pemerintah Daerah Kota Gorontalo, sebaiknya membuat kebijakan yang jelas dan terpadu dalam hal pengelolaan Pajak Daerah sehingga dapat meningkatkan PAD. 3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dapat mempertimbangkan untuk menambah faktor lain yang sekiranya dapat mempengaruhi peningkatan PAD selain Pajak Daerah.
DAFTAR PUSTAKA Darise, Nurlan. 2009. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Indeks. Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: Indeks. Efferin, Sujoko dkk. 2008. Metode Penelitian Akuntansi : Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halim, Abdul, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi, Jakarta: Salemba Empat. Halim, Abdul. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah, Jogjakarta: UPP STIM YKPN Halim, Abdul dkk. 2012. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. http://icka-imckaz.blogspot.com/2012/10/rasio-rasio-yang-digunakan-untuk.html http://bimakab.go.id/pages-anggaran-pendapatan-dan-belanja-daerah.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/14/pad-modalmembangundaerah-508948.html Ismail, Tjip. “Paradigm Change of Local Tax”. Journal of Administrative Science & Organization, January 2011, Page 33-42 Volume 18, Number 1. Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 264/19/IX/2010 TentangEvaluasi Atas Rancangan Peraturan Daerah Kota Gorontalo TentangPerubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Gorontalo TahunAnggaran 2010 dan Rancangan Peraturan Walikota Gorontalo TentangPenjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kota Gorontalo Tahun Anggaran 2010. Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 292/19/X/2011 TentangEvaluasi Atas Rancangan Peraturan Daerah Kota Gorontalo TentangPerubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Gorontalo TahunAnggaran 2011 dan Rancangan Peraturan Walikota Gorontalo TentangPenjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kota Gorontalo Tahun Anggaran 2011. Kurniawan, Septian Dwi. ”Pengaruh penerimaan pajak dan retribusi daerah Terhadap peningkatan pendapatan asli daerah Di kabupaten ponorogo”. Skripsi. Malang. Mardiasmo, 2005. Akuntansi Sektor Publik, Jogjakarta: Andi. Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: ANDI. Marizka, Addina, 2009. Analisis Kinerja Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Maliq, Maulana. “Tentang Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kota Batu”. Skipsi. Malang. Mikha, Danied. “Analisis Kontribusi Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sleman”. Kajian Akuntansi. Yogyakarta. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Restoran. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir.
Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan. Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Penerangan Jalan. Prihandini, Oktarina. “Analisis Pengaruh Perubahan Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Perubahan Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi”. Skripsi. Jakarta. Ruswandi, Rina Rahmawati. “Analisis Pengaruh Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang”. Skripsi. Bogor. Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suwarno, Agus Endro dan Suhartiningsih. ”Efektifitas Evaluasi Potensi Pajak Daerah Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Torgler, Benno; Schneider, Friedrich; Schaltegger,Christoph A, 2010. Local autonomy, tax morale, andthe shadow economy. Public Choice, Vol. 144 No. 1,page 293-32. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah. Vazquez, Jorge Martinez dan Robert M. McNab. 2003.Fiscal Decentralization and Economic Growth. WorldDevelopment, Vol 31, No. 9 (September). Worlu, Christian N and Emeka Nkoro. “Tax Revenue and Economic Development in Nigeria: A Macroeconometric Approach”. Academic Journal of Interdisciplinary Studies Published by MCSER-CEMAS-Sapienza University of Rome Vol 1 No 2.