PENGARUH PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESI REMAJA
NADIA ITONA SIREGAR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Nadia Itona Siregar NIM I34110027
iii
ABSTRAK NADIA ITONA SIREGAR. Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, perkembangan ini mempengaruhi media audio visual salah satunya adalah video game. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) Menganalisis perbedaan pengaruh tingkat bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja, 2) Menganalisis perbedaan pengaruh faktor personal sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja, 3) Menganalisis perbedaan pengaruh faktor situasional sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tabulasi silang, uji statistik Mann-Whitney dan Kruskall-Wallis dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat situasional dan perbedaan jenis kelamin terhadap tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan; dan terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat agresivitas remaja. Kata kunci: perkembangan teknologi, media audio visual, kekerasan dalam video game.
ABSTRACT NADIA ITONA SIREGAR. Influence Behavior Playing Video Games element Violence Against Adolescent Aggression Behavior. Supervised by PUDJI MULJONO. The development of today's technology so rapidly, this development affects the audio-visual media one of which is video games. The aim of this study are: 1) to analyze the differences influence the level of violent video game playing element to the level of adolescent aggressive behavior, 2) to analyze the influence of personal factors as differences in behavior-forming element violent video games to the level of adolescent aggressive behavior, 3) to analyze differences in the effect of factors situational as forming behavior of violent video game playing element to the level of adolescent aggressive behavior. The analysis in this study uses cross tabulation, the statistical test Mann-Whitney and Kruskal-Wallis with a 5% significance level. The results showed that there are differences in the level of situational and gender differences on the level of play behavior element violent video games; and there are differences in the level of playing video games behavioral element of violence against adolescent aggressiveness level. Keywords: development of technology, audio-visual media, violence in video game.
iv
PENGARUH PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN TERHADAP PERILAKU AGRESI REMAJA
NADIA ITONA SIREGAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
vi
PRAKATA Puji syukur penulis sampaikan hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Ayahanda Pandeangan Siregar, S.Pd dan Ibunda Melly Maryati, S.Pd tercinta yang telah banyak mencurahkan kasih sayangnya, perhatiannya, dan sumber motivasi bagi penulis. 2. Kakak-kakakku yaitu Rona Karunia Siregar dan Dania Siregar serta adikku tersayang M. Ihsan Siregar yang telah memberikan semangat kepada penulis. 3. Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Pihak Sekolah SMK “X”, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor yang telah memberikan ijin serta mempermudah penulis dalam mengambil dan mengumpulkan data selama proses penyusunan skripsi ini. 5. Para Guru dan staf TU SMK “X” yang telah banyak memberikan informasi dan mempermudah penulis dalam mengambil dan mengumpulkan data yang diperlukan selama proses penyusunan skripsi ini. 6. Para siswa-siswi SMK “X” kelas X, XI dan XII yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Sahabat-sahabat penulis yaitu Indah Octavia Putri, Amanda Yunita, Annisa Noviani, Tri Utami Meylinda, dan Jeni Kurniawan yang telah memberikan semangat, dan masukan-masukan kepada penulis. 8. Teman-teman akselerasi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah bersama-sama berjuang, saling menyemangati dan mengingatkan satu sama lain. 9. Teman-teman SKPM angkatan 48 atas semangat dan kebersamaannya selama ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bogor, Januari 2015
Nadia Itona Siregar
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
ix x xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
1 1 3 4 4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perilaku Agresi Remaja Perilaku Remaja Menggunakan Video Game Berunsur Kekerasan Pengaruh Media Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Operasional
5 5 5 6 8
PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data
17 17 17 18
KONDISI PERSONAL DAN SITUASIONAL RESPONDEN SMK “X” Kondisi Personal Kondisi Situasional
21 21 21
PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN
25
PERILAKU AGRESI REMAJA
31
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN ANTARA JENIS KELAMIN PEREMPUAN DAN JENIS KELAMIN LAKI-LAKI
35
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN BERDASARKAN FAKTOR SITUASIONAL
37
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT AGRESI REMAJA BERDASARKAN TINGKAT BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN
41
8 10 11 12
PERILAKU PERILAKU
viii
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
45 45 45
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
47 49 65
ix
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jumlah siswa SMK “X” berdasarkan kelas dan jurusan tahun ajaran 2014-2015 Kategori usia responden berdasarkan jenis kelamin dalam jumlah dan persentase Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat situasional Jumlah dan persentase frekuensi bermain video game dalam per minggu berdasarkan jenis kelamin Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku bermain video game berunsur kekerasan Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku agresi Perilaku bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan jenis kelamin Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan Perilaku bermain video game berdasarkan faktor situasional Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan tingkat situasional Perilaku agresi remaja berdasarkan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan Hasil uji statistik perbedaan tingkat agresivitas remaja berdasarkan intensitas bermain video game
17 21 22 25 26 26 29 34 35 36 37 38 41 42
x
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bagan kerangka pemikiran pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja Jumlah responden berdasarkan tingkat situasional dalam bermain video game Jumlah responden berdasarkan pilihan jenis video game berunsur kekerasan Jumlah responden berdasarkan jenis media yang digunakan dalam bermain video game berunsur kekerasan Jumlah responden berdasarkan penilaian terhadap tingkat kekerasan jenis video game yang dimainkan Jumlah responden berdasarkan pemilihan ekspresi ketika marah Jumlah responden berdasarkan reaksi terhadap perilaku agresi Jumlah responden berdasarkan tujuan berperilaku agresi Jumlah responden berdasarkan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi
11 22 27 28 28 31 32 33 33
xi
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Denah lokasi penelitian Kuesioner penelitian Data responden Hasil uji statistik
51 53 59 63
PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi merupakan salah satu hal yang paling berpengaruh pada kehidupan masyarakat saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi secara tidak langsung mampu merubah sikap dan perilaku masyarakat, khususnya para remaja Indonesia karena penggunaan teknologi tidak dapat dipisahkan begitu saja dalam aktivitas sehari-hari para remaja. Perkembangan teknologi yang pesat ini turut mempengaruhi perkembangan pada media massa. Salah satu jenis media massa yang mempunyai pengaruh besar terhadap khalayak khususnya para remaja adalah media audio visual baik televisi, film maupun video game. Konten media audio visual ini semakin banyak mengandung unsur kekerasan. Penelitian yang dilakukan oleh Milla [tahun tidak diketahui] menyatakan bahwa salah satu media massa yang diyakini memiliki pengaruh yang kuat pada khalayak adalah media audio visual. Kekuatan pengaruh media audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Televisi, film maupun video game dari hari ke hari mengalami banyak kemajuan dan perubahan baik dari segi fungsinya, hingga pergeseran ketertarikan pada jenis konten isi yang ditayangkan yang mengarah pada unsur kekerasan. Masyarakat khususnya para remaja terlena akan manisnya unsur kekerasan yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat menumpulkan tingkat toleransi terhadap tindakan kekerasan. Paparan tindakan kekerasan yang ditayangkan pada program acara di televisi mampu membuat para penontonnya kehilangan tingkat toleransi terhadap kekerasan. Akan tetapi, media audio visual seperti video game mempunyai dampak yang lebih besar dibandingkan dengan media televisi dalam mempengaruhi tingkat agresivitas remaja. Video game mampu membawa para pemainnya masuk kedalam suasana yang sesuai dengan konten atau jenis permainannya seakan-akan para pemainnya diwakili oleh avatar dalam permainan tersebut. Oleh sebab itu, media audio visual mempunyai peranan penting dalam membentuk dan meningkatkan tingkat agresivitas remaja. Permainan atau dengan kata lain video game pun mengalami pergeseran trend ke arah kekerasan. Dahulu permainan masih tradisional seperti permainan congklak, permainan enggrang, permainan gobak sodor, permainan petak umpet dan sebagainya yang mengasah keterampilan anak dan membantu anak untuk bersosialisasi dengan baik bersama teman atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan waktu dan teknologi, jenis permainan dan bentuk permainan pun berubah ke bentuk elektronik. Perkembangan teknologi begitu pesat mempengaruhi bentuk dan jenis permainan baik anak-anak maupun para remaja, mulai dari playstation, nine tendo, game console, i pad serta game online dan sebagainya dengan konten permainan yang berbeda jauh dari permainan tradisional. Perkembangan teknologi dalam bidang permainan memuat konten permainan yang banyak mengandung unsur kekerasan contohnya game online point blank yang mengarahkan para pemain untuk terus melakukan tindakan kekerasan dalam video game tersebut demi mencapai kemenangan.
2
Perkembangan psikologi remaja yang sedang mencari jati diri, selalu ingin mencoba-coba hal yang baru dan memiliki emosional yang masih labil cenderung membuat remaja mudah terpengaruh akan hal-hal baru yang dilihatnya. Hal ini membentuk perubahan pada perilaku remaja. Remaja yang menonton tayangan kekerasan dan/atau bermain video game berunsur kekerasan kemungkinan besar menerapkan perilaku agresi yang dilihat ke kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr Vincent Mathews, profesor radiologi di Universitas Indiana Fakultas Kesehatan dan tim risetnya telah membuktikan bahwa otak anak-anak dan remaja dapat berubah singkat sebagai hasil dari bermain video game kekerasan. Penelitian ini menunjukkan bahwa setelah bermain video game bertema kekerasan selama 30 menit akan menyebabkan adanya peningkatan aktivitas bagian otak anak-anak dan remaja yang berhubungan dengan reaksi emosional manusia yaitu amigdala1. Selaras dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) menunjukkan hal yang sama bahwa diperoleh hasil analisis data terdapat hubungan positif sangat signifikan antara bermain game online dan perilaku agresi pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi skor bermain game online, maka semakin tinggi pula skor perilaku agresi pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah skor bermain game online maka semakin rendah pula skor perilaku agresi remaja. Hal ini menunjukkan bahwa remaja mudah terpengaruh dengan tingkah laku orang lain ataupun sesuatu yang menjadi role model bagi mereka. Remaja yang mempunyai tingkah laku agresi ini disebabkan oleh game online yang menjadi inspirasi bagi mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jika dilihat dari teori permainan menurut para ahli dan teoritis, bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik karena ketegangan mengendur dalam permainan, anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang tertahan yang meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah (Santrock 2007). Dengan kemudahan akses untuk bermain video game baik secara online maupun offline membuat siapa saja dapat mengakses segala jenis dan konten video game mulai dari permainan yang sederhana sampai pada permaianan yang membutuhkan strategi. Marak dan semakin banyaknya jenis-jenis permainan berunsur kekerasan yang beredar di kalangan masyarakat khususnya dikalangan remaja membuat suatu kekhawatiran akan meningkatnya perilaku agresi. Pesatnya perkembangan dan peredaran teknologi pada jenis-jenis dan bentuk video game berunsur kekerasan tidak hanya dapat dirasakan oleh remaja di perkotaan namun juga dapat dirasakan oleh remaja perdesaan. Telah berdirinya game center dan warung-warung internet di beberapa daerah perdesaan menjadi salah satu sarana para pemuda dan pemudi perdesaan mengakses video game berunsur kekerasan yang semakin marak beredar. Belum adanya peraturan yang jelas dan tegas dari pemerintah Indonesia terkait peredaran video game baik yang online maupun yang offline semakin menambah kekhawatiran. Terpaan media massa yang mengandung kekerasan oleh banyak ahli diyakini memiliki kontribusi dalam meningkatkan perilaku agresi (Anderson dan Bushman, 2001; 2002 dalam 1
Amigdala adalah sekelompok saraf bentuknya seperti kacang almond, merupakan bagian otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi. Disaat kita mendapatkan/menerima perbuatan/respon dari orang lain maka Amigdala ini berperan untuk merespon/mengolah emosi kita.
3
Milla [tahun tidak diketahui]). Akan tetapi, bagaimanakah terpaan kekerasan di media audio visual khususnya video game dapat memunculkan sifat agresif pada remaja, dan apakah kekerasan di media audio visual khususnya video game merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi agresivitas remaja masih menjadi perdebatan beberapa ahli. Dengan beberapa alasan yang telah diungkapkan diatas, maka aspek pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja sangat relevan dan penting untuk dikaji.
Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, jelas ada kontradiksi antara teori fungsi permainan, kebijakan pemerintah dan dengan keadaan remaja pada saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi dan rentannya perubahan perilaku remaja menjadi sumber permasalahan merosotnya moral remaja saat ini. Remaja sangat tertarik mengikuti arus perkembangan media massa khususnya media audio visual sehingga remaja paling rentan terkena dampak dari media audio visual salah satunya adalah video game. Latar belakang perilaku remaja yang mencobacoba, labil, dan dalam masa pencarian jati diri serta perkembangan teknologi audio visual khususnya dalam hal permainan yang semakin maju dan cenderung berunsur kekerasan mempunyai pengaruh pada pembentukan perilaku agresi remaja. Media audio visual mempunyai pengaruh yang kuat terhadap para pemainya. Kekuatan pengaruh media audio visual ini disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Khalayak remaja merupakan sasaran video game yang paling sering mengikuti perkembangan teknologi khususnya video game berunsur kekerasan sehingga bagaimana video game berunsur kekerasan berpengaruh terhadap perilaku agresi remaja menjadi rumusan masalah yang pertama dalam penelitian ini. Berdasarkan pada realitas yang ada saat ini, banyak video game yang beredar di kalangan para remaja baik itu dalam wujud kaset maupun video game yang menggunakan internet atau sering disebut dengan game online banyak yang mengandung unsur kekerasan tanpa terkendali. Dalam hal ini efek dari bermain video game berunsur kekerasan tidak akan langsung mempengaruhi perilaku remaja, ada faktor-faktor lain yang membentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan sehingga memberikan dampak kepada perilaku remaja yang agresi. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal merupakan faktor yang berada dalam diri remaja yang dapat mempengaruhi perilaku remaja dalam menggunakan atau bermain video game yaitu jenis kelamin. Bagaimana faktor personal dapat sebagai pemberi perilaku tertentu pada perilaku bermain video game sehingga membuat perbedaan pengaruh perilaku agresi pada remaja menjadi rumusan pertanyaan yang kedua dalam penelitian ini. Perilaku remaja turut juga dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya yaitu lingkungan keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah atau disebut juga dengan faktor situasional. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu diluar
4
lingkungan keluarga sehingga remaja rentan akan dampak-dampak negatif dari lingkungan sekitarnya sehingga bagaimana faktor situasional turut mempengaruhi perilaku remaja dalam bermain video game berunsur kekerasan menjadi rumusan pertanyaan yang terakhir dalam penelitian ini. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Menganalisis perbedaan pengaruh tingkat bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. 2. Menganalisis perbedaan pengaruh faktor personal sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. 3. Menganalisis perbedaan pengaruh faktor situasional sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. Kegunaan Penelitian Penelitian tentang pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja diharapkan mampu memberikan solusi dalam menyelesaikan fenomena kekerasan yang terjadi di antara remaja sebagai generasi penerus bangsa. Adapun beberapa kegunaan penelitian ini bagi beberapa pihak sebagai berikut: 1. Untuk pemerintah diharapkan penelitian ini menjadi salah satu pertimbangan agar mengawasi dan mengontrol segala bentuk video game yang beredar di Indonesia. 2. Untuk masyarakat khususnya para orang tua agar selalu mengawasi dan mengontrol segala aktivitas anak. agar dapat melakukan penelitian menindaklanjuti 3. Untuk akademika penelitian yang sebelumnya dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada penelitian ini.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perilaku Agresi Myers (2012) mendefinisikan agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Perilaku yang termasuk dalam definisi agresi ini, yaitu menendang dan menampar, mengancam dan menghina, bahkan bergunjing (gosip) atau menyindir. Perilaku lain yang termasuk batasan definisi agresi, yaitu menghancurkan barang, berbohong, dan perilaku lainnya yang memiliki tujuan untuk menyakiti. Berdasarkan pada pengklasifikasian perilaku agresif kedalam tiga klasifikasi, yaitu: perilaku agresif secara fisik atau verbal, secara aktif atau pasif, dan secara langsung atau tidak langsung yang dikemukakan oleh Buss, Nashori (2008) mengembangkan klasifikasi tersebut kedalam delapan bentuk perilaku agresif. Menurut Nashori (2008) mengacu pada Buss, tiga klasifikasi tersebut masing-masing akan saling berinteraksi sehingga akan menghasilkan delapan bentuk perilaku agresif, yaitu: 1. Perilaku agresif fisik aktif yang dilakukan secara langsung, misalnya menusuk, menembak, memukul orang lain. 2. Perilaku agresif fisik aktif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain. 3. Perilaku agresif fisik pasif yang dilakukan secara langsung, misalnya tidak memberikan jalan kepada orang lain. 4. Perilaku agresif fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menolak untuk melakukan sesuatu, menolak mengerjakan perintah orang lain. 5. Perilaku agresif verbal aktif yang dilakukan secara langsung, misalnya memaki-maki orang. 6. Perilaku agresif verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menyebar gosip tentang orang lain. 7. Perilaku agresif verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya menolak untuk berbicara dengan orang lain, menolak untuk menjawab pertanyaan orang lain atau menolak memberikan perhatian suatu pembicaraan. 8. Perilaku agresif verbal pasif yang dilakukan secara langsung, misalnya tidak setuju dengan pendapat orang lain, tetapi tidak mau mengatakan (memboikot), tidak mau menjawab pertanyaan orang lain. Mengacu pada kedelapan bentuk perilaku agresi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku agresi remaja yang relevan untuk mengetahui tingkat agresif remaja adalah perilaku agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung, perilaku agresi verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung, perilaku agresi fisik aktif secara langsung, dan perilaku agresi fisik aktif yang dilakukan secara tidak langsung. Bentuk perilaku tersebut dalam penelitian ini akan dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi. Menurut Myers (2012) ada dua jenis agresi yaitu “hostile” dan “instrumental”. Hostile aggression berasal dari kemarahan yang bertujuan untuk melukai, merusak, atau merugikan. Instrumental aggression bertujuan untuk melukai, merusak atau merugikan, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai
6
tujuan lain. Berdasarkan jenis agresi tersebut, Myers (2012) menyatakan bahwa psikologi sosial berfokus pada tiga pokok gagasan yaitu: 1) Terdapat akar biologis yang mendorong agresi, 2) Agresi adalah respons alamiah dari frustasi, dan 3) Perilaku agresi adalah perilaku yang dipelajari. Dalam penelitian ini, psikologi sosial berfokus pada perilaku agresi adalah perilaku yang dipelajari. Myers (2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya agresi pada diri seseorang adalah pengaruh media. Menurut Myers (2012) pengaruh media yang dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang adalah televisi dan video game. Televisi meresap dalam kehidupan sehari-hari jutaan orang dan menayangkan kekerasan. Hasil penelitian korelasi dan eksperimental sepakat pada suatu kesimpulan bahwa keterpaparan terhadap kekerasan di televisi memiliki hubungan dengan perilaku agresi. Akan tetapi, dengan memainkan video game yang berisi kekerasan secara berulangulang dapat meningkatkan pikiran, perasaan, dan perilaku agresi, bahkan lebih rentan dibandingkan dengan menonton televisi atau film, karena memainkan video games melibatkan partisipan secara aktif dibandingkan media lainnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan positif sangat signifikan antara bermain game online dan perilaku agresi pada remaja. Bagaimana media dapat mempengaruhi dan menimbulkan perilaku agresi remaja dapat dilihat dari efek yang terjadi pada remaja, seperti berita yang dimuat di majalah Femina.com 2sebagai berikut: “… Pada 20 April 1999, dua siswa senior SMA Columbine, Colorado yang kerap menjadi target bullying, Eric Harris, dan Dyland Klebold, menembaki seisi sekolah dengan senapan dan beragam jenis pistol. Peristiwa ini menewaskan 13 orang dan melukai 24 orang. Ngerinya, penembakan ini seolah menjadi reka ulang dari game kreasi mereka yang berjudul Doom ke dalam dunia nyata …” Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang. Media yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku agresi adalah media video game. Remaja Menurut Dariyo (2004), remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Menurut Nurihsan dan Agustin (2011) para ahli cenderung mengadakan pembagian lagi ke dalam masa remaja awal awal (early adolescent, puberty) dan remaja akhir (late adolescent) yang mempunyai rentangan waktu antara 11-13 sampai 14-15 tahun dan 14-16 sampai 18-20 tahun. Selama masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa pada diri remaja mengalami beberapa perubahan, menurut Kurniawati (2010) pada diri remaja terjadi perubahan fisik, psikis, seksual, kognitif dan sosial yang dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan emosi, suara hati yang menjadi berubah-ubah, mudah marah, kesal tidak menentu, menolak aturan yang ada serta menunjukkan sikap yang antagonis. Remaja 2
Femina.com adalah sebuah majalah wanita modern yang berasal dari Indonesia dalam bentuk elektronik
7
merupakan masa-masa pubertas seseorang yang mengarah pada proses menuju pendewasaan diri melalui beberapa tahapan. Remaja memilik sifat yang labil, tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, emosional, mencoba-coba, mencaricari identitas diri, dan mengalami perubahan pada aspek fisik, psikis, dan psikosional, ciri khas dari remaja adalah penuh dengan rasa ingin tahu akan sesuatu hal yang baru dan unik. Perilaku remaja mudah terpengaruh dengan halhal baru yang belum tentu berdampak baik pada dirinya. Menurut Zulkifli (2009) terdapat tujuh ciri-ciri remaja sebagai berikut: 1. Pertumbuhan fisik. Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak; 2. Perkembangan seksual; 3. Cara berpikir kausalitas. Cara berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat; 4. Emosi yang meluap-luap. Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri daripada pikiran yang realistis; 5. Mulai tertarik kepada lawan jenisnya; 6. Menarik perhatian lingkungan. Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti kegiatan di kampung-kampung yang diberi peranan; dan 7. Terikat dengan kelompok. Remaja yang memiliki tingkat emosional yang masih labil akan berdampak pada pola perilaku yang tidak menentu, berubah-ubah dan mengikuti arus perkembangan zaman tanpa bekal yang cukup untuk melawan arus yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku individu menurut Yusuf (2011) adalah faktor hereditas atau keturunan dan faktor lingkungan. Faktor hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”. Menurut Yusuf (2011), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan individu adalah lingkungan fisik, psikis, sosial dan religius. Faktor lingkungan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya dan masyarakat. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut diatas, maka remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang terbagi kedalam remaja awal (13-16) dan remaja akhir (17-20) yang dipengaruhi oleh faktor hereditas atau disebut juga dengan faktor personal dalam diri seseorang dan faktor lingkungan atau disebut juga dengan faktor situasional. Faktor personal dalam hal ini meliputi jenis kelamin yaitu perempuan dan laki-laki, sedangkan faktor situasional dalam hal ini meliputi lingkungan keluarga, teman sebaya dan tingkat pengetahuan yang diterima dari sekolah maupun di luar sekolah.
8
Perilaku Remaja Menggunakan Video Game Berunsur Kekerasan Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Berkaitan dengan remaja dan agresi maka dalam hal ini yang akan dibahas adalah perilaku remaja menggunakan media audio visual untuk menonton atau bermain video game berunsur kekerasan. Menurut Malahayati (2012) video game merupakan jenis permainan berbasis teknologi komputer yang menyediakan tantangan bagi koordinasi mata, tangan atau kemampuan mental seseorang dengan tujuan untuk menghibur penggunanya, dimana dalam penggunaannya dikontrol oleh perangkat lunak dan dimainkan pada video atau layar televisi. Secara singkat, perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah kegiatan bermain jenis permainan yang mengandung unsur kekerasan dengan menggunakan teknologi komputer yang bertujuan untuk menghibur penggunanya. Dalam hal ini karakteristik perilaku remaja bermain video game memiliki kesamaan dengan perilaku menonton televisi hal ini dikarenakan kedua media tersebut termasuk kedalam media audio visual yang dapat diamati dengan karakteristik perilaku penggunaan media yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (1996) mengukur perilaku menonton televisi melalui frekuensi menonton, program siaran yang ditonton, lamanya menonton, dan jenis film yang ditonton. Selaras dengan hal tersebut, Nando (2011) mengukur perilaku menonton televisi berunsur kekerasan melalui intensitas menonton film kekerasan, jenis film kekerasan yang ditonton, media menonton film, dan akses terhadap film. Seperti halnya pengukuran perilaku menonton film kekerasan, Kurniawati (2010) mengukur perilaku bermain video game berunsur kekerasan melalui frekuensi bermain, lama waktu bermain, perhatian penuh, dan emosional dari responden. Selanjutnya, Gentilea et al. (2004) melakukan pengukuran perilaku bermain video game berunsur kekerasan melalui jenis video game favorit remaja, tingkat kekerasan permainan, banyaknya permainan kekerasan yang dimiliki, dan jumlah waktu yang dihabiskan. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja dalam bermain video game berunsur kekerasan dapat diamati dengan mengukur frekuensi bermain, lama bermain, jenis yang dimainkan, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan dalam video game. Akan tetapi, untuk mencapai pada perilaku tertentu dalam bermain video game berunsur kekerasan terdapat faktor lain yang mempengaruhinya yaitu faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal adalah jenis kelamin, dan usia sedangkan faktor situasional yang relevan dengan pengaruh media terhadap perilaku agresi remaja adalah faktor pembatas yang diberikan orang tua dalam menggunakan video game berunsur kekerasan, tingkat pengetahuan, dan pengaruh ajakan teman sebaya. Pengaruh Media Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan cepat merasuk kedalam kehidupan masyarakat saat ini khususnya para remaja yang selalu mengikuti perkembangan teknologi yang terus berubah. Perkembangan teknologi ini mempengaruhi media massa. Salah satu media massa yang diyakini memiliki pengaruh yang kuat pada khalayak adalah media audio visual (Milla [tahun tidak diketahui]). Menurut Milla [tahun tidak diketahui], kekuatan pengaruh media
9
audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Media video game merupakan bagian dari media audio visual yang memiliki kontribusi yang cukup kuat dalam merangsang timbulnya perilaku agresi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh video game lebih besar dari pada dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi. Hal ini selaras dengan hasil penelitian oleh Susan Persky dan James Blascovich (2005) bahwa “games virtual-reality memberikan permainan yang lebih nyata, lebih melibatkan, dan dampak yang lebih banyak” (Persky dan Blascovich 2005 dalam Myers 2012). Video game saat ini popularitasnya meledak dan menjamur seiring meningkatnya perilaku agresi remaja. Gentile dan Anderson dalam Myers (2012) memberikan beberapa alasan mengapa memainkan video games mungkin lebih meracuni daripada melihat kekerasan di televisi. Dengan bermain video games, pemainnya: a. Mengidentifikasi diri dan memainkan peran dari tokoh yang melakukan kekerasan; b. Melatih kekerasan secara berulang-ulang dengan aktif, tidak hanya pasif melihat; c. Terlibat dalam keseluruhan adegan kekerasan yaitu memilih korban, mendapat senjata dan amunisi, mengintai korban, mengarahkan senjata dan menarik pelatuk senjata; d. Ikut serta dalam pertarungan lanjutan dan ancaman serangan; e. Mengulangi perilaku yang kejam terus-menerus; dan f. Diberi hadiah untuk keberhasilan agresi. Menurut Anderson dan Bushman (2001) dalam Myers (2012) menjelaskan dampak video games yang mengandung kekerasan terhadap kecenderungan berlaku agresif yaitu: a. Meningkatkan keterbangkitan fisik. Detak jantung dan tekanan darah meningkat; b. Meningkatkan pikiran agresif; c. Meningkatkan perasaan agresif; d. Meningkatkan perilaku agresif. Setelah memainkan permainan berisi kekerasan anak dan remaja bermain lebih agresif dengan teman sepermainannya, lebih sering berdebat dengan guru, dan lebih sering terlibat dalam perkelahian; dan e. Mengurangi perilaku prososial. Setelah memainkan video games berisi kekerasan, orang menjadi lebih lambat dalam menolong orang yang merintih di lorong dan lebih lambat menawarkan bantuan pada teman sebayanya. Semakin keras permainan yang demikian, semakin besar dampak yang muncul. Dampak video game juga dijelaskan oleh Haryatmoko (2007) sebagai berikut: “… Kekerasan-simulasi kuat melekat pada permainan video, tetapi juga dalam permainan on-line. Pada simulasi tank yang melindas dan menghancurkan musuh, kekerasan dirasakan ketika pengendara virtual
10
berteriak puas atau marah. Ada gairah untuk bermain, ada kegelisahan emosional yang ditularkan oleh gambar video-permainan. Kekerasan menjadi struktur dasar permainan yang tampak pada misinya yaitu memburu, meremukkan, dan memusnahkan menjadi target utama mengapa para pemain menyukai permainan itu. Perasaan kuat sangat puas atau berkuasa dirasakan oleh para pemain yang merupakan bukti telah terjadi osmosis dengan dunia permainan …” Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara bermain game online dengan tindakan kekerasan. Selaras dengan hal tersebut, Gentilea et al. (2004) mengungkapkan bahwa paparan konten video game berunsur kekerasan dan jumlah bermain video game berpengaruh pada sifat permusuhan remaja, frekuensi mereka terlibat dalam argumen guru, terlibat atau tidak dalam perkelahian dan negatif terkait nilai sekolah. Kekerasan dalam media juga dapat menyebabkan menumpulnya sensitivitas dan perasaan seseorang terhadap tindakan kekerasan atau disebut juga dengan teori desensitisasi. Menurut Vivian (2008) mengungkapkan bahwa teori desensitisasi ini menyatakan bahwa bukan hanya individu yang menjadi makin kasar akibat kekerasan di media tetapi juga toleransi masyarakat terhadap tindak kekerasan semakin meningkat. Kerangka Pemikiran Video game merupakan media audio visual yang dapat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Salah satu dugaan dampak negatif dari bermain video game berunsur kekerasan adalah terjadinya perubahan perilaku agresi pada remaja. Bentuk perilaku agresi tersebut dalam penelitian ini dilihat dari ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi. Perilaku agresi ini dipengaruhi oleh perilaku bermain video game yaitu frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game kekerasan yang dimainkan, media bermain video game, dan tingkat kekerasan video game. Video game tidak langsung mempengaruhi perilaku pemain, diduga perubahan perilaku remaja menjadi agresif dikarenakan bermain video game berulangkali dengan frekuensi bermain dan lama bermain dalam jangka waktu yang lama, maka dari itu frekuensi bermain dan lama bermain berpengaruh pada perilaku agresi remaja. Jenis game yang banyak dimainkan oleh remaja di Indonesia adalah game aksi tembak-tembakan, fighting (pertarungan), aksi petualangan, petualangan, simulasi kendaraan (perang, balapan, luar angkasa, mecha, olahraga), dan strategi. Jenis-jenis game yang dimainkan para remaja tersebut mempunyai level atau tingkatan kekerasan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi tingkat agresivitas para remaja. Media bermain video game adalah sarana yang digunakan seseorang untuk bermain game seperti game online menggunakan koneksi dengan internet seperti Ragnarok Online, RF online, Perfect World, Yugioh! Online, Ayo dance!, Rohan Online; dan game offline menggunakan alat-alat elektronik yang tidak terhubung dengan internet seperti playstation, sega, Nine-tendo, game console, i-pad dan sebagainya.
11
Akan tetapi, bermain video game saja tidak akan langsung membuat seseorang menjadi agresif ada faktor lain yang turut terlibat dalam proses terjadinya perilaku agresi remaja. Faktor personal pun mempengaruhi perubahan perilaku remaja. Faktor personal yang dimaksud adalah jenis kelamin. Selain itu, faktor situsasional pun dapat mempengaruhi dalam perubahan perilaku. Faktor situasional yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor pembatas dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, pengaruh ajakan teman sebaya, dan pengetahuan.
Tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan Frekuensi bermain Lama bermain Jenis video game Media yang digunakan Tingkat kekerasan video game
Pengaruh faktor yaitu jenis kelamin
personal
Tingkat perilaku agresi remaja Ekspresi ketika marah Reaksi pada orang yang berperilaku agresi Tujuan berperilaku agresi Perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi
Tingkat pengaruh faktor situasional: tingkat pembatas dari orang tua, tingkat pengaruh ajakan teman sebaya, tingkat pengetahuan.
Keterangan: : Mempengaruhi
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki. 2. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan. 3. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi.
12
Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai variabel. Setiap variabel terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukuran. Istilah tersebut sebagai berikut: a. Faktor personal adalah sesuatu berasal dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bermain video game berunsur kekerasan yaitu jenis kelamin. Jenis Kelamin adalah pembedaan secara biologis. Data jenis kelamin ini tergolong pada jenis data nominal yang dikategorikan atas: a) Laki-laki diberi tanda 1 b) Perempuan diberi tanda 2 b. Faktor situasional adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi perilaku individu tersebut dalam hal ini adalah pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, pengaruh ajakan teman sebaya, dan pengetahuan. 1. Pembatasan dari orang tua dalam bermain video game adalah suatu usaha orang tua untuk membatasi anaknya untuk bermain video game serta memperhatikan apa yang dimainkan anak-anaknya. Jenis data ini adalah ordinal. Skala pengukuran tingkat pembatasan dari orang tua dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. 2. Pengaruh ajakan teman sebaya adalah seseorang atau sekumpulan orang yang memiliki karakteristik umur yang sama yang dapat mempengaruhi perilaku responden dalam bermain video game. Jenis data ini dikategorikan kedalam ordinal. Pemberian skor menggunakan skala satu sampai empat. Diukur dengan skala: Tiap hari diberi skor 4 Sering diberi skor 3 Jarang diberi skor 2 Tidak pernah diberi skor 1 3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh para remaja tentang pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi seseorang ketika penelitian ini berlangsung baik berasal dari lingkungan sekolah maupun dari lingkungan keluarga. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan melalui pernyataanpernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable
13
bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju.
Nilai skoring tingkat situasional adalah sebagai berikut: Tingkat situasional sangat rendah , apabila skor 13 – 22 Tingkat situasional rendah, apabila skor 23 – 32 Tingkat situasional tinggi, apabila skor 33 – 42 Tingkat situasional sangat tinggi, apabila skor 43 – 52 c. Perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah perilaku bermain video game yang terdiri atas frekuensi bermain video game, lama bermain video game, jenis video game yang dimainkan, media bermain video game yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game. 1. Frekuensi bermain video game adalah seberapa sering seseorang bermain video game berunsur kekerasan dalam per minggu. Jenis data ini adalah rasio. a) 1-2 hari diberi skor 1 b) 3-4 hari diberi skor 2 c) 5-6 hari diberi skor 3 d) Setiap hari diberi skor 4 2.
Lama bermain video game adalah banyaknya waktu yang digunakan seseorang untuk bermain video game, semakin banyak waktu yang digunakan dalam bermain video game maka menunjukkan semakin lama seseorang itu bermain video game. Jenis data ini tergolong rasio. Skala lama bermain video game ini terdiri atas dua item pertanyaan dan pemberian skor sebagai berikut: a) 1-3 jam diberi skor 1 b) 4-6 jam diberi skor 2 c) 7-10 jam diberi skor 3 d) > 10 jam diberi skor 4
3. Media bermain video game berunsur kekerasan adalah jenis alat yang digunakan untuk dapat bermain video game berunsur kekerasan. Jenis data ini tergolong ordinal. Media merupakan jenis sarana yang biasa digunakan untuk bermain game berunsur kekerasan yang dikategorikan atas: a) Game Online b) Game Offline seperti Playstation, Sega, smartphone atau handphone, game console, i pad dan sebagainya yang tidak menggunakan internet. Skor jawaban untuk setiap pernyataan bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. 4. Jenis video game berunsur kekerasan adalah macam-macam jenis game yang dimainkan oleh responden yang berunsur kekerasan. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala pengukuran jenis video game dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan
14
unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. 5. Tingkat kekerasan video game adalah seberapa keras atau kejam permainan yang dimainkan oleh seseorang. Jenis data ini adalah ordinal. Skala pengukuran tingkat kekerasan video game dilakukan melalui pernyataanpernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. Nilai skoring perilaku bermain video game berunsur kekerasan adalah sebagai berikut: Tingkat intensitas sangat rendah, apabila skor 19 – 33 Tingkat intensitas rendah, apabila skor 34 – 47 Tingkat intensitas tinggi, apabila skor 48 – 61 Tingkat intensitas sangat tinggi, apabila skor 62 - 76 d. Perilaku agresi adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau menyakiti individu lain atau pengrusakan benda dengan sengaja baik itu secara verbal, fisik maupun menggunakan alat. 1. Ekspresi ketika marah adalah tindakan seseorang dalam meluapkan emosinya. Jenis data ini tergolong ordinal. Ekspresi ketika marah di kategorikan atas: a) Agresi fisik aktif secara langsung seperti memukul orang lain, menampar, menendang dan menjenggut; b) Agresi fisik aktif secara tidak langsung seperti membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain; c) Agresi verbal aktif secara langsung seperti memaki-maki orang, mengejek; dan d) Agresi verbal aktif secara tidak langsung seperti menyebar gosip tentang orang lain. Skala pengukuran ekspresi ketika marah dilakukan melalui pernyataanpernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. 2. Reaksi perilaku agresi adalah respon seseorang terhadap orang lain yang berperilaku agresi kepadanya. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala
15
pengukuran reaksi perilaku agresi dilakukan melalui pernyataanpernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. 3. Tujuan berperilaku agresi adalah alasan seseorang untuk berperilaku agresi. Jenis data ini tergolong ordinal. Skala pengukuran tujuan berperilaku agresi dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. 4. Perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi adalah kesan yang dirasakan seseorang setelah melakukan tindakan agresi. Jenis data ini tergolong pada ordinal. Skala pengukuran perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi dilakukan melalui pernyataan-pernyataan yang berupa favorable (pernyataan positif) dan unfavorable (pernyataan negatif). Skor jawaban untuk item favorable bergerak dari skor 4 untuk sangat setuju, skor 3 untuk setuju, skor 2 untuk tidak setuju, dan skor 1 untuk sangat tidak setuju. Berbeda dengan skor item unfavorable bergerak dari skor 1 untuk sangat setuju, skor 2 untuk setuju, skor 3 untuk tidak setuju, dan skor 4 untuk sangat tidak setuju. Nilai skoring perilaku agresi adalah sebagai berikut: Tingkat perilaku agresi sangat rendah, apabila skor 21 – 36 Tingkat perilaku agresi rendah, apabila skor 37 – 52 Tingkat perilaku agresi tinggi, apabila skor 53 – 68 Tingkat perilaku agresi sangat tinggi, apabila skor 69 – 84
16
17
PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) “X”, Jalan Raya Warung Borong, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada latar belakang sekolah yang sesuai dengan karakteristik responden dalam penelitian ini. Para siswa SMK “X” terdiri atas usia remaja awal dan remaja akhir serta siswa-siswi SMK “X” pernah terlibat tawuran, hal ini menjadi alasan utama mengapa penelitian ini dilakukan di lokasi tersebut. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 yang diawali dengan penyusunan proposal penelitian hingga perbaikan laporan penelitian. Waktu pengambilan data disesuaikan dengan jadwal kegiatan yang ada di SMK “X”. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada para siswa SMK “X” untuk mengetahui perilaku bermain video game dan perilaku agresi remaja. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik cluster random sampling dikarenakan sampling frame atau kerangka sampel dalam hal ini adalah daftar semua siswa SMK “X” telah dimiliki namun sulit untuk mengidentifikasi siswa yang masuk dalam karakteristik penelitian yaitu siswa yang sebulan terakhir bermain video game. Terdapat lima puluh enam kelas dengan jumlah keseluruhan yaitu 2.572 siswa dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1 Jumlah siswa SMK “X” berdasarkan kelas dan jurusan tahun ajaran 20142015 Kelas Jurusan
X
XI
XII
Jumlah
L
P
L
P
L
P
Akuntansi
57
76
68
79
63
95
438
Administrasi Perkantoran
195
216
161
143
191
190
1 096
Pemasaran
269
171
160
107
180
151
1 038
Jumlah
521
463
389
329
434
436
2 572
Sumber: Data profil SMK “X” tahun ajaran 2014-2015
Satu kelas dijadikan satu cluster karena dianggap memiliki tingkat keragaman yang relatif sama atau homogen antar kelas, namun memiliki tingkat
18
keragaman yang tinggi (heterogen) dalam satu cluster itu sendiri. Cluster random sampling yang dilakukan dengan cara mengambil sampel acak dua kelas atau dua cluster pada setiap tingkatan kelas yakni dua kelas di kelas 1, dua kelas di kelas 2, dan dua kelas di kelas 3. Kemudian peneliti melakukan pengambilan sampel berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas dan penggunaan video game sebulan terakhir. Pendataan sampel ini berguna untuk mendapatkan responden yang akan peneliti teliti. Jika dari hasil pencarian sampel tersebut belum mencapai sebanyak 30 sampel langkah selanjutnya peneliti akan melakukan pendataan kedua ke kelas terdekat dari kelas yang sebelumnya. Jika dari pendataan sampel yang pertama peneliti telah mendapatkan sampel sebanyak 30 yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan yang telah bermain video game sebulan terakhir, peneliti dapat langsung melanjutkan penelitian dengan memberikan kuesioner kepada para responden yang telah memenuhi kriteria tersebut. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 siswa. Dalam penelitian ini jenis data yang dipergunakan adalah jenis data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh berdasarkan hasil turun lapang yang dilakukan oleh peneliti. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan berdasarkan pengamatan perilaku para responden untuk mendapatkan hasil penelitian dari variabel yang diteliti yaitu faktor personal, faktor situasional, variabel perilaku bermain video game berunsur kekerasan serta perilaku agresi remaja. Selain itu, untuk mendukung data primer maka dibutuhkannya data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah atau dengan kata lain data sekunder merupakan data yang sudah siap pakai. Sumber data sekunder didapat melalui studi kepustakaan, studi dokumentasi, studi literatur, data statistik dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, data sekunder yang diperoleh bersumber dari studi literatur. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Berdasarkan hipotesis yang telah disampaikan sebelumnya pengolahan dan analisis data merujuk pada hipotesis tersebut.
maka
Hipotesis: 1. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki. Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji Mann-Whitney, prosedur ini mempunyai tujuan yang sama dengan uji t yaitu untuk melihat perbedaan dari suatu parameter statistik. Jika pada uji t parameter dari dua sampel acak yang dibandingkan adalah nilai tengah, sedangkan pada uji Mann-Whitney adalah median. Mann-Whitney merupakan uji non-parametrik sehingga tidak terikat pada asumsi sebaran data maupun skala pengukuran data, berbeda dengan uji t yang mengharuskan sebaran data berdistribusi normal serta skala pengukuran minimal adalah skala interval, selain itu uji Mann-Whitney juga memungkinkan untuk dua sampel acak yang berbeda ukuran (berbeda banyaknya amatan) (Daniel 1990). Pengelompokan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan akan membagi data tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan menjadi dua sampel acak, selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney terhadap data tersebut, dan akan
19
dilihat apakah kesimpulan yang dihasilkan adalah terima hipotesis atau tidak. Terima hipotesis terjadi jika nilai p-value yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5%. Terima hipotesis berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki pada taraf nyata 5%. Hipotesis: 2. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan 3. Terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi. Analisis yang digunakan adalah menggunakan uji Kruskal-Wallis, prosedur ini mempunyai tujuan yang sama dengan ANOVA, yaitu melihat pengaruh beberapa peubah (lebih dari dua peubah) terhadap peubah responnya. Akan tetapi anova menyaratkan adanya pemenuhan asumsi data yang berdistribusi normal serta skala pengukuran data minimal berskala interval, sedangkan uji KruskalWallis yang merupakan uji non-paramterik tidak terikat pada asumsi tersebut, skala pengukuran minimal pada uji ini dapat berupa skala ordinal (Daniel 1990). Data yang diperoleh dari penelitan ini merupakan data ordinal yaitu data respon berupa tingkat perilaku agresi remaja dengan pengelompokan berdasarkan intensitas bermain sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi sehingga diperoleh empat kelompok. Setelah dikelompokkan, dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji Kruskal-Wallis, selanjutnya akan dapat disimpulkan apakah dari kelompok tersebut setidaknya terdapat satu kelompok yang signifikan berpengaruh terhadap respon yaitu tingkat perilaku agresi remaja. Kriteria pengambilan kesimpulan ini dapat dilihat dari nilai p-value yang kurang dari taraf nyata 5% merupakan kriteria terima hipotesis yang berarti setidaknya ada satu kelompok intensitas yang signifikan berpengaruh terhadap respon, atau dengan kata lain, keempat kelompok intensitas tersebut secara bersamaan signifikan berpengaruh terhadap data respon yaitu tingkat perilaku agresi remaja. Analisis untuk mengetahui perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan sama dengan analisis untuk mengetahui perbedaan tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Dalam hal ini yang digunakan sebagai pengelompokan adalah tingkat situasional yang terbagi menjadi empat kelompok yaitu tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi dengan peubah respon yaitu tingkat perilaku bermain video game. Data yang diperoleh merupakan data kuantitafif dengan skala maksimum ordinal dan skala minimal nominal diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden. Pengolahan data tersebut melalui beberapa langkah yaitu editing kuesioner, pengkodean data, pemindahan data ke lembar penyimpanan data (Microsoft Excel), selanjutnya menganalisis data menggunakan perangkat lunak statistik untuk melakukan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney.
20
21
KONDISI PERSONAL DAN SITUASIONAL RESPONDEN SMK “X” Kondisi personal responden siswa-siswi SMK “X” pada penelitian pengaruh video game berunsur kekerasan terhadap perilaku agresi remaja dilihat dari jenis kelamin responden sedangkan kondisi situasional responden siswa-siswi SMK dalam penelitian ini terdiri atas tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan. Kondisi personal Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 siswa yang terdiri atas 45 siswa laki-laki dan 45 siswa perempuan yang diperoleh dari 15 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan pada setiap tingkatan kelas yaitu kelas X, XI dan XII dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2 Kategori usia responden berdasarkan jenis kelamin dalam jumlah dan persentase Kategori usia Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
n 24 34 58
Remaja awal (13-16 tahun) % 41.4 58.6 100
n 21 11 32
Remaja akhir (17-21 tahun) % 65.6 34.4 100
Sumber: data primer
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa mayoritas usia responden tergolong pada usia remaja awal. Tabel 2 menunjukkan bahwa responden siswa perempuan lebih banyak diusia remaja awal dengan persentase 58.6% dari 58 responden yang tergolong kategori usia remaja awal, sedangkan untuk responden siswa laki-laki lebih banyak diusia remaja akhir dengan persentase mencapai 65.6% dari 32 responden yang berusia remaja akhir. Kondisi situasional Perilaku seseorang dalam bermain video game tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi personal seseorang namun juga dipengaruhi oleh kondisi situasional. Kondisi situasional dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi perilaku individu tersebut, dalam hal ini adalah tingkat pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, tingkat pengaruh ajakan teman sebaya untuk bermain video game, dan tingkat pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan secara berlebihan. Tingkat pembatasan dari orang tua, tingkat pengaruh ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada Tabel 3.
22
Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat situasional Faktor situasional Tingkat situasional
Tingkat pembatasan dari orang tua n 11 33 44 2 90
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah
Tingkat pengaruh ajakan teman sebaya
% 12 37 49 2 100
n 40 33 16 1 90
% 44 37 18 1 100
Tingkat pengetahuan N 3 50 27 10 90
% 3 56 30 11 100
Sumber: data primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umumnya tingkat pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan tergolong tinggi dengan persentase 49% responden dari 90 responden. Tingkat pengaruh ajakan teman sebaya mayoritas tergolong sangat rendah dengan persentase mencapai 40% dari 90 responden. Tingkat pengetahuan responden mayoritas rendah dengan persentase sebesar 56% dari 90 responden. Oleh sebab itu, secara keseluruhan tingkat situasional responden tergolong rendah seperti yang terlihat pada Gambar 2. 57
60
Jumlah responden
50 Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
40 25
30 20 7
10
1
0 Tingkat situasional
Gambar 2 Jumlah responden berdasarkan tingkat situasional dalam bermain video game berunsur kekerasan Gambar 2 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat situasional responden untuk berperilaku bermain video game berunsur kekerasan tergolong pada kategori rendah dengan jumlah responden sebanyak 57 siswa dari 90 responden. Hal ini menunjukkan responden cenderung di batasi dalam bermain video game berunsur kekerasan, ajakan teman yang cenderung tidak terlalu sering, dan pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang cukup baik. Di samping itu, pada gambar 2 juga menunjukkan bahwa terdapat 25 dari 90 responden tergolong pada tingkat situasional tinggi, hal ini berarti bahwa hanya
23
25 responden saja yang cenderung diberi kebebasan dalam bermain video game oleh orang tuanya, cenderung sering menerima ajakan teman sebaya untuk bermain video game berunsur kekerasan, dan pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang cenderung kurang. Berbeda dengan tingkat situasional sangat tinggi hanya terjadi pada 1 dari 90 responden yang berarti bahwa hanya 1 responden saja yang diberikan kebebasan dalam bermain video game oleh orang tuanya, lebih seringnya menerima ajakan teman untuk bermain video game berunsur kekerasan, dan pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang sangat kurang. Selanjutanya sebanyak 7 dari 90 responden menunjukkan tingkat situasional yang sangat rendah hal ini berarti bahwa sebanyak 7 responden cenderung lebih banyak dibatasi dalam bermain video game oleh orang tua, cenderung tidak menerima ajakan teman untuk bermain video game dan cenderung memiliki tingkat pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan yang bagus.
24
25
PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN Perilaku bermain video game berunsur kekerasan terdiri atas frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game. 1. Frekuensi bermain Frekuensi bermain video game adalah seberapa sering seseorang bermain video game berunsur kekerasan dalam perminggu. Tabel 4 Jumlah dan persentase frekuensi bermain video game dalam per minggu berdasarkan jenis kelamin Frekuensi bermain Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah
Laki-laki n 21 10 4 10 45
Perempuan % 47 22 9 22 100
n 29 9 0 7 45
% 64 20 0 16 100
Jumlah N 50 19 4 17 90
% 56 21 4 19 100
Sumber: data primer
Berdasarkan pada Tabel 4 diperoleh bahwa frekuensi bermain video game berunsur kekerasan pada umumnya adalah sangat rendah sebesar 56%. Frekuensi sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 64% dibandingkan dengan responden laki-laki sebesar 47% sedangkan frekuensi rendah lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 22% dibandingkan dengan responden perempuan sebesar 20%. Akan tetapi, pada frekuensi tinggi dan sangat tinggi terjadi lebih banyak pada responden laki-laki sebesar 9% dan 22% dibandingkan dengan responden perempuan pada frekuensi tinggi tidak dan sebesar 16% untuk frekuensi sangat tinggi. 2. Lama bermain Lama bermain video game adalah banyaknya waktu yang digunakan seseorang untuk bermain video game, semakin banyak waktu yang digunakan dalam bermain video game maka menunjukkan semakin lama seseorang itu bermain video game.
26
Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu Lama bermain video game Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah Sumber: data primer
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
n 40 4 1 0
% 89 9 2 0
N 43 1 1 0
% 96 2 2 0
N 83 5 2 0
% 92 6 2 0
45
100
45
100
90
100
Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur Lama bermain video game Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah Sumber: data primer
Laki-laki n 29 11 5 0 45
% 65 24 11 0 100
Perempuan n 39 5 0 1 45
% 87 11 0 2 100
Jumlah N 68 16 5 1 90
% 76 18 5 1 100
Berdasarkan pada Tabel 5 diperoleh bahwa lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu pada umumnya tergolong sangat rendah. Lama bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 96% dibandingkan dengan responden laki-laki sebesar 89%. Walau demikian, lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari Senin sampai Sabtu yang tergolong rendah dan tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 9% dan 2%, sedangkan responden perempuan hanya mencapai 2% untuk kategori rendah dan tinggi. Lama bermain video game yang tergolong sangat tinggi baik responden laki-laki maupun perempuan tidak ada. Selanjutnya, dari Tabel 6 diperoleh bahwa lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur umumnya tergolong sangat rendah. Lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur yang tergolong sangat rendah lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebesar 87% sedangakan laki-laki sebesar 65%. Walau demikian, lama bermain video game berunsur kekerasan pada hari libur yang tergolong rendah dan tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebesar 24% dan 11%, sedangkan responden perempuan hanya mencapai 5% tergolong rendah. Akan tetapi, untuk yang tergolong sangat tinggi hanya terjadi pada 1 responden perempuan. Secara keseluruhan, dari Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk lama bermain pada hari Senin sampai Sabtu ataupun pada hari libur, lama bermain video game berunsur kekerasan baik responden perempuan maupun laki-laki tergolong pada kategori sangat rendah.
27
Jumlah responden
3. Jenis video game Jenis video game berunsur kekerasan adalah macam-macam jenis game yang dimainkan oleh responden yang berunsur kekerasan.
40 35 30 25 20 15 10 5 0
36
33
37
31 25
23 22
19 16
15
16 9
8 2
Laki-laki
Perempuan
Jenis video game Tembak-tembakan Pertarungan Tidak ada unsur kekerasan
Hajar-hajaran Petualangan
Tusuk-tusukan Simulasi kendaraan
Gambar 3 Jumlah responden berdasarkan pilihan jenis video game berunsur kekerasan Gambar 3 menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan cenderung lebih banyak memainkan jenis video game petualangan dengan jumlah responden sebanyak 58 dari 90 responden yang terdiri atas 36 responden laki-laki dan 22 responden perempuan. Pada umumnya, responden laki-laki lebih memilih jenis video game simulasi kendaraan sebanyak 37 responden, petualangan sebanyak 36 responden, pertarungan sebanyak 33 responden, dan tembak-tembakan sebanyak 31 responden, sedangkan responden perempuan lebih memilih jenis video game petualangan sebanyak 22 responden, tembak-tembakan sebanyak 19 responden, pertarungan dan simulasi kendaraan sebanyak 16 responden. Frekuensi bermain dan lama bermain video game berunsur kekerasan baik responden laki-laki maupun perempuan tergolong sangat rendah, tetapi jenis video game yang dimainkan oleh para responden lebih banyak mengandung unsur kekerasan. 4. Media yang digunakan Media bermain video game berunsur kekerasan adalah jenis alat yang digunakan untuk dapat bermain video game berunsur kekerasan.
28
Jumlah responden
50
38
35
41
40
23
22
25
32
30 20
12
10 0
Laki-laki
Perempuan Jenis media
Handphone dan gagdet
Rental playstation
Komputer di warung internet
PSP
Gambar 4 Jumlah responden berdasarkan jenis media yang digunakan dalam bermain video game berunsur kekerasan Gambar 4 menunjukkan bahwa umumnya responden lebih banyak menggunakan handphone dan gagdet baik secara online maupun secara offline dalam mengakses video game berunsur kekerasan dengan jumlah responden sebanyak 76 dari 90 responden. Responden perempuan lebih banyak memilih menggunakan media handphone dan gadget untuk bermain video game berunsur kekerasan sebanyak 41 responden dibandingkan dengan responden laki-laki sebanyak 35 responden. Handphone dan gagdet bukan merupakan barang mewah lagi karena harganya yang saat ini mudah terjangkau oleh semua kalangan. Kemudahan dibawa dan dipergunakan kapan saja baik secara online maupun offline untuk bermain video game berunsur kekerasan menjadikan alat ini diminati oleh para responden. Akan tetapi, sebanyak 38 responden laki-laki lebih memilih untuk menggunakan playstation di tempattempat penyewaan. 5. Tingkat kekerasan video game Tingkat kekerasan video game adalah seberapa keras atau kejam permainan yang dimainkan oleh seseorang. Penilaian terhadap tingkat kekerasan video game ini merupakan penilaian menurut responden sendiri.
Jumlah responden
30 25
25
28
Pertarungan tergolong keras 19 18
18
17
Petualangan tergolong keras
20 15
Simulasi kendaraan tergolong keras
9
10
7
4
Semua jenis permainan keras 1
5 0 Laki-laki
Perempuan
Semua jenis permainan cukup keras
Tingkat kekerasan
Gambar 5 Jumlah responden berdasarkan penilaian terhadap tingkat kekerasan jenis video game yang dimainkan
29
Gambar 5 menunjukkan bahwa dari 90 responden umumnya memberikan penilaian terhadap tingkat kekerasan jenis video game yang dimainkan tergolong pada permainan keras. Responden laki-laki cenderung lebih banyak setuju untuk memberikan penilaian yang tergolong keras pada jenis permainan petualangan sebanyak 28 responden dan sebanyak 25 responden pada jenis permainan pertarungan. Sebaliknya, hanya 18 responden perempuan yang setuju memberikan penilaian keras pada jenis video game simulasi kendaraan dan hanya 9 responden perempuan yang setuju memberikan penilaian keras pada jenis video game petualangan yang mereka mainkan. Jadi secara keseluruhan perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang terdiri atas frekuensi bermain, lama bermain, jenis video game, media yang digunakan, dan tingkat kekerasan video game tergolong pada intensitas rendah (dapat dilihat pada Tabel 7). Tabel 7 Jumlah dan persentase responden bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan jenis kelamin Perilaku bermain video game berunsur kekerasan Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi Jumlah Sumber: data primer
Laki-laki n 0 24 19 2 45
% 0 53 42 5 100
Perempuan n 9 31 5 0 45
% 20 69 11 0 100
Jumlah N 9 55 24 2 90
% 10 61 27 2 100
Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebesar 61% responden memiliki intensitas bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong rendah. Perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan intensitas rendah banyak terjadi pada responden perempuan (69%) dibandingkan dengan responden laki-laki (53%). Selanjutnya, intensitas bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong sangat rendah hanya terjadi pada responden perempuan sebesar 20%. Akan tetapi, perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan intensitas tinggi dan sangat tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki yaitu sebesar 42% dan sebesar 5% dibandingkan dengan responden perempuan hanya terjadi pada intensitas tinggi sebesar 11%.
30
31
PERILAKU AGRESI REMAJA Perilaku agresi remaja terdiri atas ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi. 1. Ekspresi ketika marah Ekspresi ketika marah adalah tindakan seseorang dalam meluapkan emosinya. Ekspresi ketika marah di kategorikan atas: a) Agresi fisik aktif secara langsung, seperti memukul orang lain, menampar, menendang dan menjenggut; b) Agresi fisik aktif secara tidak langsung, seperti membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain; c) Agresi verbal aktif secara langsung, seperti memaki-maki orang, dan mengejek; dan d) Agresi verbal aktif secara tidak langsung, seperti menyebar gosip tentang orang lain. 12
12
Jumlah responden
10
9
9
10 7
8
8
7
6
6 4
3
4 2
3
3 1 1
3 1
2 0
0 Laki-laki
Perempuan
Ekspresi marah Memukul Menendang Mengontrol emosi Memaki-maki Menyebarkan gosip yang tidak baik
Menampar Menjenggut Membuat jebakan Mengejek
Gambar 6 Jumlah responden berdasarkan pemilihan ekspresi ketika marah Gambar 6 menunjukkan bahwa umumnya dari 90 responden lebih memilih untuk mengekspresikan marah dengan agresi verbal aktif secara langsung yaitu mengejek dan memaki-maki sebanyak 15 responden dan 14 responden. Responden laki-laki memiliki perilaku agresi lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Responden laki-laki cenderung mengekspresikan marah dengan cara agresi verbal aktif secara langsung yaitu mengejek sebanyak 12 responden dan agresi fisik aktif secara langsung yaitu menampar sebanyak 10 responden. Sebaliknya, responden perempuan cenderung memiliki perilaku agresi yang rendah seperti yang
32
terlihat pada gambar diatas, yaitu hanya ada 6 responden yang mengekspresikan marah dengan cara agresi verbal aktif secara langsung yaitu memaki-maki dan 4 responden yang mengekspresikan marah dengan cara agresi fisik aktif secara tidak langsung yaitu membuat jebakan untuk mencelakakan orang lain. Selain itu, hanya ada responden laki-laki yang mengekspresikan marah dengan cara menendang sebanyak 7 responden daripada responden perempuan yang tidak ada sama sekali mengekspresikan marah dengan menendang. Akan tetapi, hanya ada 1 responden perempuan yang menjawab mengontrol emosinya ketika marah dibandingkan responden laki-laki sebanyak 9 responden. 2.
Reaksi pada orang yang berperilaku agresi Reaksi perilaku agresi adalah respon seseorang terhadap orang lain yang berperilaku agresi kepadanya.
Jumlah responden
25
24
20 13
15
9
9
10
7
5
2
0 Laki-laki
Perempuan
Rekasi terhadap perilaku agresif Menghindar
Membalas menyerang
Membuat jebakan
Gambar 7 Jumlah responden berdasarkan reaksi terhadap perilaku agresi Gambar 7 menunjukkan bahwa dari 90 responden umumnya memilih untuk membalas menyerang terhadap seseorang yang berperilaku agresi terhadap dirinya sebanyak 37 responden. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa responden laki-laki cenderung lebih agresi daripada responden perempuan. Responden laki-laki sebanyak 24 orang dan responden perempuan sebanyak 13 orang lebih menyetujui untuk melakukan pembalasan terhadap lawan sebagai wujud dari reaksi pada orang yang berperilaku agresi. Di samping itu, baik responden laki-laki maupun responden perempuan hanya terdapat 9 responden saja yang akan menghindar ketika ada yang berperilaku agresi, sedangkan untuk reaksi membuatkan jebakan ketika ada yang berperilaku agresi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebanyak 7 responden daripada responden perempuan yang hanya terjadi pada 2 responden. 3.
Tujuan berperilaku agresi Tujuan berperilaku agresi adalah alasan seseorang untuk berperilaku agresi.
33
Jumlah responden
10 10 8
9
6
5
3
4
1
2
2 0 Laki-laki
Perempuan
Tujuan agresif Mempertahankan gengsi
Memuaskan emosi
Memberi pelajaran terhadap lawan
Gambar 8 Jumlah responden berdasarkan tujuan berperilaku agresi Gambar 8 menunjukkan bahwa hanya sedikit responden yang memiliki perasaan agresi berdasarkan dari tujuan berperilaku agresi. Responden lakilaki dan perempuan yang memilih mempertahankan gengsi sebagai tujuan berperilaku agresi hanya mencapai 10 responden untuk laki-laki dan 5 responden untuk perempuan. Selanjutnya, sebanyak 9 responden laki-laki lebih memilih untuk memberi pelajaran terhadap lawan sebagai tujuan mereka melakukan perilaku agresi daripada responden perempuan yaitu hanya mencapai 2 responden. Di samping itu, hanya terdapat 3 responden laki-laki memilih memuaskan emosi sebagai tujuan dari berperilaku agresi, sedangkan pada responden perempuan hanya terjadi pada 1 responden saja. Perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi Perasaan yang muncul setelah melakukan perilaku agresi adalah kesan yang dirasakan seseorang setelah melakukan tindakan agresi. 12
11 10
10
Jumlah responden
4.
8
8
7
8
6
6
5
6
5 3
4 2
1
2 0 Laki-laki
Perempuan
Perasaan yang muncul Kasihan
Senang
Puas
Lega
Bangga
Tidak ada
Gambar 9 Jumlah responden berdasarkan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi
34
Gambar 9 menunjukkan bahwa umumnya perasaan kasihan muncul di beberapa responden baik laki-laki (11 responden) maupun perempuan (5 responden). Walau demikian, dari gambar 9 juga memperlihatkan bahwa beberapa responden laki-laki memiliki perasaan yang cenderung agresif daripada perempuan. Perasaan agresif yang cenderung dirasakan dari 90 responden setelah berperilaku agresif adalah tidak ada sebanyak 10 responden laki-laki dan 5 responden perempuan. Hal ini menunjukkan beberapa responden tergolong pada perilaku agresi yang disebabkan oleh meningkatnya toleransi terhadap kekerasan sehingga tidak ada perasaan apapun terhadap tindakan yang dilakukan meskipun salah. Di samping itu, perasaan senang lebih banyak terjadi pada responden perempuan sebanyak 8 responden daripada responden laki-laki hanya 6 responden. Akan tetapi, perasaan puas lebih banyak terjadi pada responden laki-laki yaitu sebanyak 8 responden daripada responden perempuan hanya terjadi pada 2 responden. Jadi, secara keseluruhan perilaku agresi remaja di SMK “X” yang terdiri atas ekspresi ketika marah, reaksi pada orang yang berperilaku agresi, tujuan berperilaku agresi, dan perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi umumnya tergolong pada tingkat perilaku agresi yang rendah (dapat dilihat pada Tabel 8). Tabel 8 Jumlah dan Persentase responden berdasarkan perilaku agresi Jumlah
Persentase
(n)
(%)
Sangat rendah
33
37
Rendah
51
57
Tinggi
5
5
Sangat tinggi
1
1
90
100
Perilaku agresi
Jumlah Sumber: data primer
Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa perilaku agresi responden tergolong pada tingkat yang rendah yaitu sebesar 57% dari 90 responden. Selanjutnya untuk perilaku agresi sangat rendah mencapai 37% dari 90 responden. Akan tetapi, dari 90 responden tersebut ada yang memiliki perilaku agresi yang sangat tinggi sebesar 1% dan perilaku agresi tinggi sebesar 5%.
35
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN ANTARA JENIS KELAMIN PEREMPUAN DAN JENIS KELAMIN LAKI-LAKI Jenis kelamin turut memberikan kontribusi dalam perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan intensitas rendah, sangat rendah, tinggi, dan sangat tinggi. Perbedaan perilaku bermain video game berdasar pada jenis kelamin dapat dilihat pada tabulasi silang Tabel 9. Tabel 9 Perilaku bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan jenis kelamin Perilaku bermain video game berunsur kekerasan Sangat rendah
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0
9
9
Rendah
24
31
55
Tinggi
19
5
24
2
0
2
45
45
90
Sangat tinggi Jumlah Sumber: data primer
Tabel 9 memperlihatkan bahwa baik responden laki-laki maupun perempuan dalam hal bermain video game berunsur kekerasan tergolong dalam kategori rendah sebanyak 24 responden laki-laki dan sebanyak 31 responden perempuan tergolong pada perilaku bermain yang rendah. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki intensitas bermain video game berunsur kekerasan yang cenderung lebih tinggi daripada responden perempuan. Intensitas bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong sangat rendah hanya terjadi pada responden perempuan saja (sebanyak 9 responden). Sebaliknya, hanya ada responden laki-laki yang memiliki intensitas bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong sangat tinggi yaitu sebanyak 2 responden. Di samping itu, intensitas tinggi lebih banyak terjadi pada responden laki-laki sebanyak 19 responden daripada responden perempuan sebanyak 5 responden. Pada umumnya, responden laki-laki dengan responden perempuan memiliki perbedaan intensitas dalam berperilaku bermain video game berunsur kekerasan. Selanjutnya, untuk melihat adanya perbedaan pengaruh yang signifikan maka dilakukan analisis menggunakan uji Mann-Whitney. Terima hipotesis terjadi jika nilai probabilitas (p-value) yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5%. Terima hipotesis berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki pada taraf nyata 5%.
36
Tabel 10 Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan Uji statistik
Perilaku bermain video game berunsur kekerasan
Mann-Whitney U p-value
464.500 0.000
Sumber: hasil uji Mann-Whitney
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.000 yang menunjukkan bahwa nilai p-value lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan yaitu 0.05 atau 5%. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki pada taraf nyata 5%. Ringkasnya, terdapat perbedaan pengaruh jenis kelamin terhadap perilaku bermain video game berunsur kekerasan.
37
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN BERDASARKAN FAKTOR SITUASIONAL Perilaku seseorang dalam bermain video game tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan personal seseorang namun juga dipengaruhi oleh keadaan situasional. Keadaan situasional dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi perilaku individu tersebut, dalam hal ini adalah tingkat pembatasan dari orang tua dalam bermain video game berunsur kekerasan, tingkat pengaruh ajakan teman sebaya untuk bermain video game, dan tingkat pengetahuan tentang dampak bermain video game berunsur kekerasan secara berlebihan. Tabel 11 Perilaku bermain video game berdasarkan keadaan situasional Perilaku bermain video game berunsur kekerasan
Keadaan situasional Sangat rendah
Rendah
Tinggi
Sangat
Jumlah
tinggi
Sangat rendah
1
8
0
0
9
Rendah
6
38
11
0
55
Tinggi
0
11
13
0
24
Sangat tinggi
0
0
1
1
2
7
57
25
1
90
Jumlah Sumber: data primer
Tabel 11 memperlihatkan perbedaan intensitas perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang disebabkan oleh perbedaan situasional. Berdasarkan pada tabel tersebut didapat bahwa sebanyak 57 responden dengan tingkat situasional yang rendah, 38 responden menunjukkan perilaku bermain video game yang rendah, 8 responden menunjukkan perilaku bermain video game yang sangat rendah, 11 responden menunjukkan perilaku bermain video game yang tinggi dan tidak ada responden yang menunjukkan perilaku bermain video game dengan intensitas tinggi. Selanjutnya dari 7 responden dengan tingkat situasional yang sangat rendah hanya 1 responden yang tergolong pada perilaku bermain video game yang sangat rendah dan 6 responden yang tergolong pada intensitas rendah dalam bermain video game. Berikutnya, untuk tingkat situasional tinggi, dari 25 responden dengan tingkat situasional tinggi terdapat 13 responden dengan intensitas perilaku bermain video game yang tergolong tinggi, 1 responden dengan intensitas bermain video game yang tinggi dan 11 responden dengan intensitas bermain video game yang rendah. Akan tetapi, hanya 1 responden saja dengan tingkat situasional yang tinggi memiliki intensitas bermain video game yang sangat tinggi juga. Berdasakan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa tingkat situasional yang tinggi menimbulkan perilaku bermain video game yang tinggi dan sebaliknya, tingkat situasional yang rendah menimbulkan perilaku bermain video game yang
38
rendah juga. Akan tetapi, beberapa responden menunjukkan hal yang berbeda, terdapat 11 responden dengan tingkat situasional yang tinggi menunjukkan perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya motivasi dalam diri responden untuk bermain video game berunsur kekerasan walaupun tingkat pembatasan dari orang tua, dan tingkat ajakan teman sebaya mendukung responden untuk bermain video game berunsur kekerasan. Sebaliknya, terdapat 11 responden dengan tingkat situasional yang rendah menunjukkan perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh kondisi sekolah yang memberikan siswa kelonggaran untuk menggunakan smartphone atau handphone dan gagdet di lingkungan sekolah sehingga responden yang memiliki motivasi dalam diri yang tinggi untuk mengakses atau bermain video game berunsur kekerasan mendapatkan kebebasan saat di sekolah. Selanjutnya, untuk melihat adanya perbedaan pengaruh yang signifikan maka dilakukan analisis menggunakan uji Kruskall-Wallis. Terima hipotesis terjadi jika nilai probabilitas (p-value) yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5%. Terima hipotesis berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat pembatasan situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan pada taraf nyata 5%. Tabel 12 Hasil uji statistik perbedaan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan berdasarkan tingkat situasional Uji statistik
Perilaku bermain video game berunsur kekerasan
Chi-Square
24.165
p-value
0.000
Sumber: hasil uji Kruskall-wallis
Berdasarkan hasil uji Kruskall-wallis diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.000. Nilai probabilitas (p-value) yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5% atau 0.05 maka hipotesis diterima yang berarti terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan antara tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi yang diperoleh dari perhitungan tingkat pembatas dari orang tua, tingkat ajakan teman sebaya, dan tingkat pengetahuan pada taraf nyata 5%. Ringkasnya, tingkat situasional sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi mempengaruhi perilaku bermain video game berunsur kekerasan. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa perilaku remaja dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Yusuf (2011), faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan individu adalah lingkungan fisik, psikis, sosial dan religius. Faktor lingkungan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, dan kelompok teman sebaya. Lingkungan keluarga merupakan
39
lingkungan yang pertama bagi remaja untuk mengajarkan norma dan nilai serta lingkungan yang pertama kali yang memberikan remaja pengetahuan dan informasi terkait lingkungan disekitarnya. Pentingnya pengawasan dari orang tua atau keluarga dalam memberikan batasan untuk berperilaku bermian video game berunsur kekerasan dan perlunya kegiatan yang dapat membuat remaja memiliki kemampuan untuk menyeleksi game untuk mereka konsumsi baik dari lingkungan keluarga maupun dari lembaga pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan dan perilaku remaja dalam bermain video game. Di samping itu, remaja juga tidak terlepas dari pengaruh teman-teman di sekitarnya. Menurut Hurlock (1980) pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Selanjutnya, Hurlock (1980) juga mengungkapkan bahwa remaja tidak lagi memilih teman berdasarkan kemudahannya disekolah atau di lingkungan tetangga sebagaimana halnya pada masa kanak-kanak, dan kegemarannya pada kegiatan-kegiatan yang sama, namun remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua dan guru. Selanjutnya, Hurlock (1980) juga mengungkapkan bahwa teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang-kadang juga bertengkar.
40
41
ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH TINGKAT PERILAKU AGRESI REMAJA BERDASARKAN TINGKAT PERILAKU BERMAIN VIDEO GAME BERUNSUR KEKERASAN Salah satu dugaan dampak negatif dari bermain video game adalah terjadinya perubahan perilaku agresi yang akan muncul pada remaja. Menurut Myers (2012) mendefinisikan agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Perbedaan pengaruh perilaku bermain video game berunsur kekerasan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 13 Perilaku agresi remaja berdasarkan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan Perilaku Agresi
Perilaku bermain video game berunsur kekerasan Sangat rendah
Rendah
Tinggi
Sangat tinggi
Jumlah
Sangat rendah
7
16
9
1
33
Rendah
2
37
11
1
51
Tinggi
0
2
3
0
5
Sangat tinggi
0
0
1
0
1
9
55
24
2
90
Jumlah Sumber: data primer
Tabel 13 memperlihatkan perbedaan tingkat perilaku agresi remaja turut ditentukan oleh perbedaan intensitas perilaku bermain video game berunsur kekerasan. Berdasarkan pada tabel tersebut didapat bahwa sebanyak 9 responden dengan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang sangat rendah hanya 7 responden yang tergolong pada perilaku agresi yang sangat rendah, dan 2 responden yang tergolong pada perilaku agresi rendah. Selanjutnya, terdapat 55 responden dengan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang rendah memiliki 37 responden dengan perilaku agresi yang rendah, 16 responden menunjukkan perilaku agresi yang sangat rendah, 2 responden menunjukkan perilaku agresi yang tinggi dan tidak ada responden yang tergolong pada perilaku agresi yang sangat tinggi. Berikutnya untuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang tinggi, dari 24 responden hanya terdapat 1 responden saja dengan tingkat perilaku agresi yang tergolong sangat tinggi, 3 responden dengan tingkat perilaku agresi yang tinggi, 11 responden dengan tingkat perilaku agresi yang rendah, dan 9 responden dengan tingkat perilaku agresi sangat rendah. Akan tetapi, hanya 2 responden saja dengan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan sangat tinggi memiliki tingkat agresi yang rendah dan sangat rendah. Ringkasnya, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan maka semakin tinggi tingkat perilaku agresi remaja. Akan tetapi, sebanyak 20 responden dengan tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan tergolong tinggi dan 2 responden tergolong sangat tinggi namun menunjukkan tingkat perilaku agresi yang tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi
42
responden diluar faktor situasional yang diteliti dalam penelitian ini seperti nilainilai agama yang ada dalam diri responden baik diperoleh dari lingkungan sekolah seperti mengikuti kegiatan Rohis (Rohani Islami) dan Keputrian yang ada di lingkungan sekolah maupun nilai-nilai dan norma yang ada dalam keluarga seperti dituntut untuk sopan santun, ramah, lemah-lembut sehingga mencegah terjadinya tindakan untuk menyakiti orang lain. Selanjutnya, untuk melihat adanya perbedaan pengaruh yang signifikan maka dilakukan analisis menggunakan uji Kruskall-Wallis. Terima hipotesis terjadi jika nilai probabilitas (p-value) yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5%. Terima hipotesis berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi pada taraf nyata 5%. Tabel 14 Hasil uji statistik perbedaan tingkat agresivitas remaja berdasarkan intensitas bermain video game berunsur kekerasan Uji statistik
Perilaku bermain video game berunsur kekerasan
Chi-Square
9.240
p-value
0.026
Sumber: hasil uji Kruskall-wallis
Berdasarkan hasil uji Kruskall-wallis diperoleh nilai probabilitas (p-value) sebesar 0.026. Nilai probabilitas (p-value) yang dihasilkan dari uji ini kurang dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5% atau 0.05 maka hipotesis diterima yang berarti terdapat perbedaan pengaruh tingkat perilaku agresi remaja antara tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan intensitas sangat rendah, intensitas rendah, intensitas tinggi, dan intensitas sangat tinggi pada taraf nyata 5%. Ringkasnya, tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan mempengaruhi tingkat agresivitas remaja. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Myers (2012) bahwa pengaruh media yang dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang salah satunya adalah video game. Dalam hal yang sama, Gentile dan Anderson dalam Myers (2012) mengungkapkan beberapa alasan mengapa memainkan video games dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku agresi sebagai berikut: a. Mengidentifikasi diri dan memainkan peran dari tokoh yang melakukan kekerasan; b. Melatih kekerasan secara berulang-ulang dengan aktif, tidak hanya pasif melihat; c. Terlibat dalam keseluruhan adegan kekerasan yaitu memilih korban, mendapat senjata dan amunisi, mengintai korban, mengarahkan senjata dan menarik pelatuk senjata; d. Ikut serta dalam pertarungan lanjutan dan ancaman serangan; e. Mengulangi perilaku yang kejam terus-menerus;
43
f. Diberi hadiah untuk keberhasilan agresi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Gentile dan Anderson dalam Myers (2012), Milla [tahun tidak diketahui] mengungkapkan bahwa kekuatan pengaruh media audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Hasil penelitian ini juga selaras dengan dampak video game berunsur kekerasan yang diungkapkan oleh Anderson dan Bushman (2001) dalam Myers (2012) bahwa video game berunsur kekerasan meningkatkan keterbangkitan fisik, meningkatkan pikiran agresif, meningkatkan perasaan agresif dan meningkatkan perilaku agresif.
44
45
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Semakin tinggi tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan maka semakin tinggi juga tingkat perilaku agresi remaja. Sebaliknya, semakin rendah tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan maka semakin rendah juga tingkat perilaku agresi remaja. Jadi, terdapat perbedaan pengaruh tingkat bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. 2. Pada umumnya, responden laki-laki cenderung memiliki tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang tergolong lebih tinggi daripada responden perempuan. Jadi, terdapat perbedaan pengaruh faktor personal sebagai pembentuk perilaku bermain video game berunsur kekerasan terhadap tingkat perilaku agresi remaja. 3. Pada umumnya, responden dengan tingkat situasional yang rendah untuk bermain video game berunsur kekerasan cenderung memiliki tingkat perilaku bermain video game berunsur kekerasan yang relatif rendah, sedangkan responden dengan tingkat situasional yang relatif tinggi untuk bermain video game berunsur kekerasan cenderung memiliki tingkat perilaku bermain video game yang tinggi. Saran
1.
2.
3.
4.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat diberikan yaitu: Pemerintah Indonesia sebaiknya memperhatikan isi dari video game yang dapat dimainkan oleh para remaja baik itu game online maupun game offline agar tidak mengarahkan remaja pada perilaku agresi Pihak sekolah sebaiknya menghimbau anak-anak untuk tidak bermain video game berunsur kekerasan secara berlebihan atau terus menerus serta mengajak orangtua untuk turut serta dalam mengawasi segala aktivitas anak. Orangtua sebaiknya lebih waspada dan lebih ketat dalam memberikan kebebasan anaknya untuk bermain video game dan memberikan pengawasan terhadap ajakan teman sebayanya untuk bermain video game di luar rumah. Perlunya penelitian yang sama dengan mengambil responden lebih banyak khususnya remaja-remaja yang benar-benar terlibat dalam perilaku-perilaku kekerasan yang sudah mengarah pada kriminalitas.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Daniel WW. 1990. Applied Nonparametric Statistics. Boston : PWS-KENT Publishing Company. Dariyo A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Gentilea DA, Lynch PJ, Linderc JR, Walsh DA. 2004. The effects of violent video game habits on adolescent hostility, aggressive behaviors, and school performance. Journal of Adolescence. [internet]. [diunduh pada tanggal 28 Februari 2014]. 27:5-22. Dapat diunduh dari:http://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0CGIQFjAG&url=http% 3A%2F%2Fdrdouglas.org%2Fdrdpdfs%2FGentile_Lynch_Linder_Walsh_2 004.pdf&ei=wCMQU6jqOY_SrQfAsYDQ&usg=AFQjCNFELsUpDUMuM fSEkdZxwkiGuNdDdw atau doi:10.1016/j.adolescence.2003. 10.002 Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan: Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Ridwan MS, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Development Psycology: A Life-Span Approach. Ed ke-5. Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta (ID): Kanisius. 180 hal. Kurniawati Y. 2010. Hubungan bermain game online terhadap perilaku agresif remaja. [skripsi]. [internet]. [diunduh pada tanggal 26 September 2013]. [Universitas Katolik Soegijapranata]. Dapat diunduh dari:http://eprints. unika.ac.id/3189/1/05.40.0040_Yulia_Kurniawati.pdf Malahayati D. 2012. Hubungan kebiasaan bermain video game dengan tingkat motivasi belajar pada anak usia sekolah. [skripsi]. [internet]. [diunduh pada tanggal 4 Februari 2015]. [Universitas Indonesia]. Dapat diunduh dari: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&c ad=rja&uact=8&ved=0CC8QFjAD&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffi le%3Ffile%3Ddigital%2F20308696S42742Hubungan%2520kebiasaan.pdf& ei=qvvRVOqQKcuyuASzuYLIDQ&usg=AFQjCNFZprOuxZYVFLVHnt0Z pMMrzLpsgw&sig2=BzhaO2Wk6351S4cIutFbeA&bvm=bv.85076809,d.c2 E Milla MN. [tahun tidak diketahui]. Pengaruh terpaan kekerasan media audio‐visual pada kognisi agresif dan afeksi agresif studi meta‐analisis. Jurnal Psikologi. [internet]. [diunduh pada tanggal 26 September 2013]. 33(2):1-16. Dapat diunduh dari: http://jurnal.psikologi. ugm.ac.id/index.php /fpsi/article/view/84/74 Myers DG. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta (ID): Salemba Humanika. 142 hal. Nando. 2011. Hubungan antara perilaku menonton film kartun yang mengandung kekerasan di televisi dengan perilaku agresi pada anak (kasus remaja di SMK Pelita, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. [internet]. [diunduh pada tanggal 26 Februari 2014]. [Institut Pertanian Bogor]. Dapatdiunduh dari:http: //dosen.narotama.ac.id/wpcont
48
ent/uploads/2012/03/HUBUNGAN-ANTARA-PERILAKU-ME NONTONFILM-KEKERASAN-DENGAN-PERILAKU-AGRESI-REMAJA.pdf Nashori HF. 2008. Psikologi Sosial Islami. Bandung (ID): PT Refika Aditama.132 hal. Nurihsan J dan Agustin M. 2011. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja: Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dan Bimbingan. Bandung (ID): PT Refika Aditama. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta (ID): Erlangga. Video game picu kekerasan?. 2013 6 Feb. [internet]. [diunduh 24 Oktober 2013]. Femina. Dapat diunduh dari: http://www.femina.co.id/isu.wanita/topik. hangat /video.game. picu.kekerasan /005/007/226 Vivian J. 2008. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedelapan. Jakarta (ID): Kencana. 658 hal. Widyastuti. 1996. Hubungan antara menonton film kekerasan di televisi dengan tingkat agresivitas penonton. [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Yusuf SLN. 2011. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya Offset. Zulkifli L. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya Offset. Zulkifli NI. 2013. Efek game online terhadap tindakan kekerasan anak jalanan. Jurnal PEKOMMAS. [internet]. [diunduh pada tanggal 28 Februari 2014]. 16(1):35-40. Dapat diunduh dari:http://www.google.com/url?sa=t& rct=j& q=&esrc=s&source=web&cd=15&cad=rja&uact=8&ved=0CEgQFjAEOAo &url=http%3A%2F%2Fjurnal.kominfo.go.id%2Findex.php%2Fpekommas %2Farticle%2Fdownload%2F137%2F126&ei=bx00U8aDHIaKrQfzqIFw& usg=AFQjCNFxiHrGBWbciXMJLNqxntIrQrdimw&bvm=bv.63808443,d.b mk
49
LAMPIRAN
50
51
Lampiran 1 Denah lokasi penelitian
Denah Lokasi SMK “X”, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor
Keterangan: gambar dalam lingkaran merupakan lokasi SMK “X”
52
53
Lampiran 2 Kuesioner penelitian
Kuesioner Pengaruh Perilaku Bermain Video Game Berunsur Kekerasan Terhadap Perilaku Agresi Remaja
Terimakasih atas kesediaan adik-adik untuk mengisi kuesioner ini. Sedikit infomarsi kepada adik-adik bahwa perilaku agresi adalah perilaku/tingkah laku untuk melukai individu lain atau menyakiti individu lain atau pengerusakan benda dengan sengaja baik itu secara verbal, fisik maupun menggunakan alat. Cara Pengisian Kuesioner : jika ada tanda seperti maka kotak tersebut tempat pengisian jawaban. Jawablah dengan memberi tanda tanda X. No responden: Hari, Tanggal : Karakteristik individu 1. Nama Lengkap 2. Alamat Rumah 3. No.Telp/HP 4. Usia 5. Jenis kelamian 6. Alamat sekolah 7. Kelas
: : : : : : :
Laki-laki
Perempuan
Faktor Situasional Berilah Tanda ceklis (√) di kolom yang telah tersedia di bawah ini! Faktor Pembatasan dari orang tua No 8. 9. 10. 11. 12.
Pernyataan Saya merasa orang tua saya terkadang suka membatasi jam bermain video game. Saya merasa orang tua saya suka mengawasi saya saat bermain video game. Saya merasa orang tua saya selalu ingin tahu tentang apa yang sedang saya mainkan. Orang tua saya turut menentukan permainan apa yang harus saya mainkan. Orang tua saya memberhentikan permainan ketika saya bermain video game sudah lama atau terlalu lama.
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
54
13.
Orang tua saya tidak melarang saya bermain video game berunsur kekerasan
Faktor pengaruh teman sebaya No 14.
15.
16.
17.
Tiap hari
Pertanyaan
Sering
Jarang
Tidak pernah
Selama enam bulan terakhir ini, seberapa sering atau seberapa banyak anda diajak teman sebaya anda untuk bermain video game? Selama enam bulan terakhir ini, sebarapa sering teman anda tetap mengajak anda bermain video game padahal anda sedang tidak mempunyai uang? Selama enam bulan terakhir ini, seberapa sering anda diajak menjadi lawan untuk teman anda didalam permainan video game berunsur kekerasan yang anda mainkan bersama? Selama enam bulan terakhir ini, seberapa sering anda diajak oleh teman anda untuk berlomba-lomba memiliki banyak point atau berlomba-lomba untuk menang dalam sebuah permainan yang berunsur kekerasan?
Faktor tingkat pendidikan No 18. 19.
20.
Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
Saya merasa video game merupakan sarana hiburan yang baik ketika bosan Menurut saya bermain video game yang terdapat unsur kekerasannya berulang-ulang menimbulkan dampak yang tidak baik Menurut saya seseorang yang senang bermain video game berunsur kekerasan tingkat toleransi terhadap kekerasan semakin menurun
Perilaku bermain video game berunsur kekerasan 21. Dalam seminggu berapa kali sehari anda bermain video game baik itu bermain online (melalui hp atau komputer dll) maupun offline (melalui hp atau komputer dll)? a) 1-2 hari b) 3-4 hari c) 5-6 hari d) Setiap hari
55
22. Dalam sehari berapa lama anda bermain video game baik itu bermain online (melalui hp atau komputer dll) maupun offline (melalui hp atau komputer dll) di hari Senin-Sabtu? a) 1-3 jam b) 4-6 jam c) 7-10 jam d) > 10 jam 23. Dalam sehari berapa lama anda bermain video game baik itu bermain online (melalui hp atau komputer dll) maupun offline (melalui hp atau komputer dll) pada saat hari libur sekolah? a) 1-3 jam b) 4-6 jam c) 7-10 jam d) > 10 jam No
Pernyataan
Jenis video game 24. Saya sering bermain game jenis tembaktembakan 25. Saya sering bermain game jenis hajar-hajaran 26. Saya sering bermain game tusuk-tusukan 27. Saya juga suka bermain video game jenis pertarungan 28. Saya juga bermain jenis video game berpetualangan, namun terkadang dalam permainan tersebut ada adegan kekerasannya seperti memukul, berantem dengan lawan, menembak musuh dll 29. Saya juga sering bermain jenis video game simulasi kendaraan dimana dalam permainan tersebut ada adegan berperang dengan kendaraan lain, balapan sambil menghancurkan mobil lain dll 30. Saya tidak terlalu suka dengan permainan yang ada jenis kekerasannya Media 31. Saya sering menggunakan handphone atau gadget saya untuk bermain video game baik secara online atau offline 32. Saya juga menggunakan playstation ditempat rental game untuk bermain video game 33. Saya juga menggunakan komputer di warnet untuk bermain video game secara online 34. Saya juga menggunakan PSP untuk bermain video game Tingkat kekerasan video game 35. Jenis video game pertarungan yang saya mainkan tergolong keras
Sangat Setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
56
36. 37.
38.
39.
Jenis video game petualangan yang saya mainkan tergolong keras Jenis video game simulasi kendaraan (perang, balapan, dan luar angkasa) tergolong pada permainan keras Dari sekian banyak jenis video game yang saya mainkan cenderung tergolong pada permainan keras Jenis-jenis video game yang saya mainkan cukup keras
Perilaku Agresi No
Pernyataan
Ekspresi ketika marah 40. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan memukul orang yang menjadi sumber kemarahan saya 41. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan menampar seseorang yang membuat saya kesal 42. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan menendang orang yang menjadi sumber kemarahan saya 43. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan menjenggut lawan saya 44. Setahun terakhir ini, ketika saya kesal maka saya akan berusaha mengontrol emosi saya agar tidak terjadi keributan 45. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan membuat jebakan untuk orang yang membuat saya kesal atau marah 46. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan memaki-maki orang lain atau lawan saya 47. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan mengejek-ejek lawan saya 48. Setahun terakhir ini, ketika saya marah maka saya akan menyebar gosip yang tidak baik tentang lawan saya ke orang lain Reaksi perilaku agresi 49. Saya akan menghindar dari orang yang berusaha membuat saya marah 50. Saya akan membalas menyerang kepada orang yang menyerang saya 51. Saya akan membuat rencana untuk menjebak lawan saya Tujuan berperilaku agresi 52. Saya akan berperilaku kasar terhadap lawan saya demi mempertahankan gengsi saya
Sangat Setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
57
53. 54.
55. 56.
57. 58.
59. 60.
Saya akan berperilaku kasar terhadap lawan saya demi memuaskan emosi saya Saya akan berperilaku kasar terhadap lawan saya untuk memberi pelajaran kepada lawan saya Perasaan yang muncul setelah berperilaku agresi Saya merasa kasihan terhadap lawan saya atau orang lain yang telah saya sakiti Saya merasa senang setelah melampiaskan kekesalan atau emosi saya terhadap lawan saya Saya merasa puas setelah bertindak kasar terhadap lawan saya atau orang lain Saya merasa lega setelah bertindak kasar terhadap lawan saya atau orang lain demi melampiaskan kemarahan saya Saya merasa bangga setelah bertindak kasar terhadap lawan saya atau orang lain Tidak ada perasaan yang saya rasakan setelah bertindak kasar terhadap lawan saya atau orang lain
58
59
Lampiran 3 Data responden
Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Responden
Usia responden (tahun)
Jenis kelamin
1
MSM
15
Laki-laki
2
RND
14
Laki-laki
3
FIA
14
Perempuan
4
DMA
16
Laki-laki
5
NO Kelas X
H
16
Laki-laki
6
SMA
16
Laki-laki
7
MRI
16
Perempuan
8
EHA
15
Perempuan
9
ORH
14
Perempuan
10
SNI
14
Perempuan
11
LQF
15
Perempuan
12
FDH
15
Laki-laki
13
ADT
16
Laki-laki
14
YDS
15
Laki-laki
15
ANA
15
Perempuan
16
MLF
15
Laki-laki
17
RCM
15
Laki-laki
18
IKS
15
Laki-laki
19
MHR
16
Laki-laki
20
AGS
15
Laki-laki
21
MAK
16
Laki-laki
22
DNH
15
Laki-laki
23
SLH
16
Perempuan
24
YSI
15
Perempuan
25
IRN
15
Perempuan
26
DDM
15
Perempuan
27
NVS
15
Perempuan
28
RUP
15
Perempuan
29
SLY
15
Perempuan
DSA
15
Perempuan
31
MHE
16
Laki-laki
32
MGI
16
Laki-laki
33
RDI
17
Laki-laki
34
DLM
15
Perempuan
30 Kelas XI
60
35
AFR
16
Laki-laki
36
DIA
16
Perempuan
37
DNA
17
Laki-laki
38
AFS
16
Laki-laki
39
EGS
16
Laki-laki
40
MRI
16
Perempuan
41
BGS
16
Laki-laki
42
AHD
17
Laki-laki
43
RFF
17
Laki-laki
44
SIN
16
Perempuan
45
ASS
16
Perempuan
46
DEN
17
Laki-laki
47
MSH
16
Laki-laki
48
ALY
16
Perempuan
49
SNL
16
Perempuan
50
SAL
16
Perempuan
51
RIS
16
Perempuan
52
EPH
15
Perempuan
53
MDM
16
Laki-laki
54
STE
16
Perempuan
55
LYF
16
Perempuan
56
RTA
16
Perempuan
57
MAM
18
Laki-laki
58
MAR
17
Laki-laki
59
DIA
15
Perempuan
60
LNN
15
Perempuan
61
DYH
17
Perempuan
62
RLR
17
Perempuan
63
ANY
18
Laki-laki
64
KIS
18
Laki-laki
65
ADM
18
Laki-laki
66
UFA
17
Perempuan
67
INY
17
Perempuan
68
YSR
17
Perempuan
69
FIR
17
Perempuan
70
YEA
17
Perempuan
71
AYB
18
Laki-laki
72
DEH
18
Perempuan
73
HER
18
Perempuan
74
RIA
16
Perempuan
Kelas XII
61
75
ADI
16
Laki-laki
76
H
17
Laki-laki
77
MGP
18
Laki-laki
78
AFH
18
Laki-laki
79
NER
19
Perempuan
80
RIN
17
Laki-laki
81
ARI
18
Laki-laki
82
NUR
16
Perempuan
83
RAF
18
Laki-laki
84
TAN
16
Perempuan
85
AGS
18
Laki-laki
86
MUH
17
Laki-laki
87
DDA
17
Perempuan
88
AGN
16
Perempuan
89
AWA
17
Laki-laki
90
DEB
18
Laki-laki
62
63
Lampiran 4 Hasil uji statistik
Hasil Uji Statistik Berikut adalah hasil uji statsitik antara perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan jenis kelamin Mann-Whitney Test
Perilaku_Bermain
JK 1,00 2,00 Total
Ranks N 45 45 90
Mean Rank 57,68 33,32
Sum of Ranks 2595,50 1499,50
Test Statisticsa Perilaku_Berma in Mann-Whitney U 464,500 Wilcoxon W 1499,500 Z -4,428 Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 a. Grouping Variable: JK
Berikut adalah hasil uji statistik antara perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan usia remaja awal dan akhir Mann-Whitney Test
Perilaku_Bermain2
Usia 1,00 2,00 Total
Ranks N 58 32 90
Test Statisticsa Perilaku_Bermain2 Mann-Whitney U 775,000 Wilcoxon W 1303,000 Z -1,291 Asymp. Sig. (2-tailed) ,197 a. Grouping Variable: Usia
Mean Rank 48,14 40,72
Sum of Ranks 2792,00 1303,00
64
Berikut adalah hasil uji statistik antara perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan perilaku agresi remaja Kruskal-Wallis Test
Perilaku_Agresi
Ranks Perilaku_Bermain3 1,00 2,00 3,00 4,00 Total
N 9 55 24 2 90
Mean Rank 20,89 47,33 50,63 44,50
Test Statisticsa,b Perilaku_Agresi Chi-Square
9,240
df
3
Asymp. Sig.
,026
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perilaku_Bermain3
Berikut adalah hasi uji statistik antara perilaku bermain video game berunsur kekerasan dengan kondisi situasional responden Kruskal-Wallis Test
Perilaku_Agresi
Ranks Perilaku_Bermain3 1,00 2,00 3,00 4,00 Total
Test Statisticsa,b Perilaku_Agresi Chi-Square 9,240 df 3 Asymp. Sig. ,026 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perilaku_Bermain3
N 9 55 24 2 90
Mean Rank 20,89 47,33 50,63 44,50
65
RIWAYAT HIDUP Nadia Itona Siregar dilahirkan di Kalianda pada tanggal 30 Januari 1994, dari pasangan Pandeangan Siregar, S.Pd. dan Melly Maryati, S.Pd. Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah SMP N 1 Kalianda, Lampung Selatan pada tahun 2005-2008, SMA N 1 Kalianda, Lampung Selatan pada tahun 2008-2011. Selama mengikuti pendidikan pada jenjang SMA, penulis sudah aktif dalam kegiatan keorganisasian. Menjadi anggota OSIS di SMA N 1 Kalianda pada tahun 2008-2009 dan menjadi ketua bidang Sastra dan Budaya pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan (tanpa tes). Selama berada pada masa TPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan keorganisasian yaitu menjadi anggota Komisi 4 di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) TPB IPB pada tahun 2011-2012, di tahun yang sama penulis juga menjadi angggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Keluarga Mahasiswa IPB. Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor. Memasuki Departemen SKPM penulis turut serta aktif dalam kegiatan keorganisasian yaitu menjadi anggota Komisi 3 di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEMA pada tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif di kepanitiaan seperti panita pelaksana study tour DPM TPB ke ITB sebagai sekretaris, panitia pelaksana Lokakarya DPM FEMA, panitia Pemilihan Raya FEMA sebagai ketua Pelaksana Pemilihan Raya FEMA.