PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG “IPONG-IPONG” (Fasciolaria salmo)
GIAN PUSPITA APRIYANA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN
GIAN PUSPITA APRIYANA. C34070068. Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong “Ipong-ipong” (Fasciolaria salmo). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH. Kebutuhan protein dan asam amino untuk tubuh setiap harinya didapatkan dengan mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Tubuh bisa mensintesis asam amino non esensial, namun tidak dapat mensintesis asam amino esensial. Salah satu bahan makanan hewani laut yang dapat menyumbangkan ketersediaan asam amino yaitu keong “ipong-ipong”. Umumnya makanan yang berasal dari hewan dikonsumsi oleh masyarakat setelah dilakukan proses pengolahan, namun terjadi pengaruh terhadap kandungan gizi di dalamnya sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pengolahan terhadap kandungan protein dan asam amino. Tujuan penelitian ini adalah menentukan: rendemen keong “ipong-ipong”, proksimat (air, abu, protein, lemak, karbohidrat) dan abu tak larut asam dari keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan, kandungan asam amino keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan, serta kandungan taurin keong “ipong-ipong” segar dan pengolahan terpilih. Pengujian yang dilakukan meliputi analisis proksimat, abu tak larut asam, asam amino dan taurin pada daging keong segar dan setelah pengolahan (pengukusan suhu 100 ˚C 45 menit, perebusan suhu 100 ˚C 30 menit dan perebusan dengan penambahan garam 3%). Berdasarkan hasil penelitian keong “ipong-ipong” memiliki rendemen daging 28% dan cangkang 62%. Pengukusan mengakibatkan perbedaan kadar air, protein, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan mengakibatkan perbedaan protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan dengan penambahan garam 3% mengakibatkan perbedaan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Asam amino esensial yang tertinggi pada daging keong segar adalah arginin 1,27% dan lisin 1,27%. Asam amino non esensial yang tertinggi pada daging keong segar dan setelah pengolahan adalah asam glutamat yaitu 2,24% pada daging segar, 1,67% pada daging rebus, 2,10% pada daging rebus dengan penambahan garam 3%, dan 2,16% pada daging kukus. Kandungan taurin daging keong segar mengalami penurunan akibat pengukusan dari 164,17 mg/100 g menjadi 149,62 mg/100 g. Berdasarkan ketiga proses pengolahan, kandungan asam amino terbaik diperoleh pada metode pengukusan karena mengalami penurunan kandungan asam amino yang lebih kecil dibandingkan dengan metode lainnya.
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG “IPONG-IPONG” (Fasciolaria salmo)
GIAN PUSPITA APRIYANA C34070068
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul
: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong “Ipong-ipong” (Fasciolaria salmo)
Nama
: Gian Puspita Apriyana
NRP
: C34070068
Departemen
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui: Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dra. Ella Salamah, M.Si NIP. 19530629 198803 2 001
Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 19650713 199002 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP: 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus : …………………………
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong ”Ipong-ipong” (Fasciolaria salmo)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Gian Puspita Apriyana NRP C34070068
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya.
Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong ”Ipong-ipong” (Fasciolaria salmo) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan, dan motivasi, serta ilmu yang telah diberikan. 2) Ir. Heru Sumaryanto, M.Si sebagai dosen penguji atas segala masukan dan perbaikan yang diberikan. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan. 5) Bapak saya Wartoyo, Ibu Saya Ninik Suprihatin (Almarhum), dan kakak saya Yulia Riyana atas segala doa dan apapun yang telah diberikan yang tak terhitung banyaknya. 6) Bu Ema, Mba Silvi, Bu Ani, Pak Ian, Bu Dini dan seluruh staf TU THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan penelitian. 7) Dwicko Saragih atas segala motivasi yang diberikan selama menjalankan penelitian. 8) Sahabat-sahabat (Tiza, Ikma, Nisa, Dyhart, Yuli, Salman, Rika, Nabila, Reni, Isna, Ibel) atas segala semangat, doa, dan kebahagiaan yang diberikan selama ini.
9) Teman-teman satu tim penelitian (Siska, Nadya, Jatu) atas kerja sama dan motivasi selama menjalankan penelitian 10) Rekan-rekan THP 44 dan 43 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi, dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2011 Gian Puspita Apriyana C34070068
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 2 April 1989.
Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara dari pasangan Wartoyo dan Ninik Suprihatin. Pendidikan formal yang ditempuh Penulis dimulai dari TK Al-akhsan
(tahun
1995-1996),
kemudian
melanjutkan
pendidikan dasarnya ke SD Negeri Karet 2, Tangerang (tahun 1996-2001). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Tangerang (tahun 2001-2004) dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tangerang (tahun 2004-2007). Pada tahun 2007, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan) 2008-2009 sebagai anggota divisi peduli pangan. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perairan pada tahun 2009-2010 dan 2010-2011 serta Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun 2010-2011. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin
Keong
”Ipong-ipong”
(Fasciolaria
salmo)
Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si. .
dibimbing
oleh
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………….....
ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xi
1 PENDAHULUAN ………………………………………………….....
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….....
1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………..
2
2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………...
3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong “Ipong-ipong” (F. salmo)……………………………………………………….…
3
2.2 Komposisi Proksimat Keong “Ipong-ipong” (F. salmo) ……….....
4
2.3 Protein ……………………………………………..……………...
5
2.4 Asam Amino ……..……………………………………………….
5
2.4.1 Asam amino esensial ....…………………………………....
6
2.4.2 Asam amino non esensial ...………………………………..
7
2.5 Taurin ……………………………………………………..…........
8
2.6 Pengaruh Pengolahan terhadap Protein …………...……………....
9
3 METODOLOGI ……………………...…..…………………………...
11
3.1 Waktu dan Tempat …………………………….....….………….…
11
3.2 Bahan dan Alat ………………………......……..….……………...
11
3.3 Metode Penelitian ……………………………….………………...
11
3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5
Identifikasi ………………………..…………………........... Rendemen ………...…………….…..…………………….... Perebusan ..………………………..…………………........... Pengukusan …….....…………….…..…………………….... Perebusan dengan penambahan garam …...…………...........
13 13 13 13 13
3.4 Analisis Kimia …..……………………………….………………...
14
3.4.1 Analisis proksimat ………………..…………………...........
14
1) Analisis kadar air (AOAC 1995) ………………………. 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) ….………………….. 3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ...……………...… 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) ……...…..…………
14 14 15 16
3.4.2 Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI 2354.1:2010 ………………………………………..….. 3.4.3 Analisis asam amino (AOAC modifikasi ULFC Shimadzu)
16 17
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)……...…………..
18
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)..
19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN …………………....…………...…....
22
4.1 Kondisi Pengolahan Keong “Ipong-ipong” di Cirebon ..…....…....
22
4.2 Karakteristik Keong “Ipong-Ipong” (F. salmo) ……...….......…...
22
4.3 Rendemen Keong “Ipong-Ipong” (F. salmo) …………..….......…
23
4.4 Hasil Analisis Kimia ..………………………………………...…..
24
4.4.1 Proksimat .………………………………………………….
24
1) 2) 3) 4) 5)
Kadar air ………………………………………....…….. Kadar abu ……………………………………………… Kadar protein ……………...……………………….…... Kadar lemak ……………………………………………. Kadar karbohidrat ………….…………………………...
24 26 27 28 30
4.4.2 Kadar abu tak larut asam ……………………………......…. 4.4.3 Kandungan asam amino ……………………………...….…. 4.4.4 Kandungan taurin ……………………..………...………….
31 32 37
5 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….…
39
5.1 Kesimpulan …………………………………………………….…..
39
5.2 Saran …………………………………………………………....….
39
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
40
LAMPIRAN ……………………………………………………………...
44
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi proksimat keong “ipong-ipong” (F. salmo) ……..…
5
2.
Asam amino esensial ……….…………….….……………...….
6
3.
Asam amino non esensial ………………..……………………..
7
4.
Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan…......
9
5.
Karakteristik fisik keong “ipong-ipong” (F. salmo)……………
22
6.
Komposisi proksimat keong “ipong-ipong” hasil penelitian .….
24
7.
Kandungan asam amino keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan ………………………………………………....…..
32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Keong “ipong-ipong” (F. salmo) …...……..………........……..
4
2. Diagram alir metode penelitian …………….………...………..
12
3. Histogram kadar air keong “ipong-ipong” (bk)….……….…....
25
4. Histogram kadar abu keong “ipong-ipong” (bk)…….……....…
26
5. Histogram kadar protein keong “ipong-ipong” (bk) ......……....
27
6. Histogram kadar lemak keong “ipong-ipong” (bk) ……………
29
7. Histogram kadar karbohidrat keong “ipong-ipong” (bk) …...…
30
8. Histogram kadar abu tak larut asam keong “ipong-ipong” (bk).
31
9. Protein denaturasi ..................................................….…...……
34
10. Hidrolisis asam amino ……………………................................
35
11. Kandungan taurin keong “ipong-ipong” (F. salmo)….….......…
37
12. Metabolisme taurin ………….....................................................
38
13. Grafik uji kenormalan kadar air ..................................................
47
14. Grafik uji kenormalan kadar abu …………………….…………
47
15. Grafik uji kenormalan kadar abu tak larut asam ………………..
48
16. Grafik uji kenormalan kadar protein ……………………………
48
17. Grafik uji kenormalan kadar lemak…………….………………..
49
18. Grafik uji kenormalan kadar karbohidrat …………….…………
49
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Morfometrik keong “ipong-ipong” ……....…………………….
44
2. Uji hedonik keong “ipong-ipong” parameter rasa ..……….……
45
3. Hasil analisis kruskal wallis parameter rasa ..……….…….……
46
4. Perhitungan rendemen keong “ipong-ipong” ……….………….
46
5. Data proksimat dalam basis basah .................………………….
46
6. Grafik uji kenormalan galat kadar air, abu, abu tak larut asam, protein, lemak, karbohidrat …………………..………...….……
47
7. Hasil analisis ragam kadar air (bk) keong “ipong-ipong” ..…….
49
8. Hasil uji Duncan kadar air (bk) keong “ipong-ipong” ….…..….
50
9. Hasil analisis ragam kadar abu (bk) keong “ipong-ipong” …….
50
10. Hasil uji Duncan kadar abu (bk) keong “ipong-ipong”…………
50
11. Hasil analisis ragam kadar protein (bk) keong “ipong-ipong” ....
50
12. Hasil uji Duncan kadar protein (bk) keong “ipong-ipong” …….
50
13. Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) keong “ipong-ipong” ….
51
14. Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) keong “ipong-ipong” …..….
51
15. Hasil analisis ragam kadar karbohidrat (bk) keong “ipong-ipong”
51
16. Hasil uji Duncan kadar karbohidrat (bk) keong “ipong-ipong” ..
51
17. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) keong “ipong-ipong” ….………………………………………....….….
51
18. Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) keong “ipong-ipong”……………………………….…..……………….
52
19. Kromatogram standar asam amino …………..………………….
52
20. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” segar ……..….
53
21. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” kukus …….….
54
22. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” rebus ……..….
55
23. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” rebus garam ....
56
24. Contoh perhitungan asam amino glutamat keong “ipong-ipong”..
57
25. Kromatogram standar taurin ………….………………..….…….
57
26. Kromatogram taurin daging keong segar ……………………….
58
27. Kromatogram taurin daging keong kukus ….…………..……….
59
28. Contoh perhitungan taurin ………….…………………..……….
60
29. Dokumentasi Desa Gebang Mekar ………….……….....……….
61
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu desa pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah nelayan.
Hasil tangkapan para
nelayan setiap harinya dijual di tempat pelelangan ikan (TPI) dan juga ke perusahaan-perusahaan pengolahan perikanan, seperti perusahaan pengalengan rajungan. Hasil tangkapan tersebut terkadang bukan hanya berupa tangkapan utama, tetapi bisa juga berupa hasil tangkap sampingan. Salah satu hasil tangkap sampingan nelayan Desa Gebang Mekar adalah Fasciolaria salmo atau biasa dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama keong “ipong-ipong”. Keong ini sudah dikenal dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat dengan cara direbus, namun belum pernah ada penelitian mengenai kandungan gizi di dalamnya baik sebelum maupun setelah dilakukan pengolahan. Kandungan gizi pada suatu bahan pangan terdiri dari gizi makro dan gizi mikro. Gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu gizi makro memiliki fungsi di dalam tubuh yaitu untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah (Winarno 1991). Protein tersusun oleh dua puluh asam amino yang berbeda.
Tubuh
manusia tidak dapat mensintesis sembilan asam amino diantaranya isoleusin, leusin, lisin, methionin, fenilalanin, threonin, triptofan, valin, dan histidin. Asam amino tersebut dikenal sebagai asam amino esensial yang hanya didapat dengan mengkonsumsi sejumlah makanan (Okuzumi dan Fujii 2000). Ikan dan biota perairannya mengandung protein dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 18-20%. Kelebihan yang dimiliki oleh protein biota perairan adalah proteinnya
yang mudah dicerna oleh tubuh dan kelengkapan asam amino di dalamnya (Chilima 2011). Kelebihan yang dimiliki oleh protein tersebut tidak ditunjang dengan sifatnya yang mudah mengalami perubahan dan kerusakan. Perlakuan fisik atau kimia terhadap bahan pangan khususnya biota perairan semenjak penanganan awal, pengolahan, penyimpanan dan akhirnya sampai pada konsumen kerap menyebabkan terjadinya kerusakan nilai gizi, khususnya protein. Perebusan merupakan salah satu metode pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi. Penggunaan suhu tinggi menurut Ibrahim dan Hidayat (1996) dapat memberikan efek positif pada sifat protein,
namun
bila pemanasan yang
dilakukan tidak terkontrol maka dapat menimbulkan berkurangnya nilai gizi protein serta asam amino yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Pengukusan juga merupakan pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi namun biasanya memiliki susut gizi yang lebih rendah tergantung dari jenis bahan pangan dan metode pengukusannya (Harris dan Karmas 1989). Pengolahan bahan pangan yang ada di masyarakat juga tidak pernah terlepas dengan penambahan garam. Jenis-jenis pengolahan inilah yang perlu diketahui bagaimana efek positif dan negatifnya pada protein dan asam amino bahan pangan khususnya keong “ipong-ipong”. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian dengan judul pengaruh pengolahan terhadap kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong “ipong-ipong” (F. salmo) adalah sebagai berikut: 1) Menentukan rendemen keong “ipong-ipong” (F. salmo). 2) Menentukan kandungan proksimat (air, lemak, protein, abu, karbohidrat) dan abu tak larut asam dari daging keong segar dan setelah proses pengolahan. 3) Menentukan kandungan asam amino daging keong segar dan setelah proses pengolahan. 4) Menentukan kandungan taurin daging keong segar dan pengolahan terpilih.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong “Ipong-ipong” (F. salmo) Keong “ipong-ipong” merupakan salah satu spesies dari kelas Gastropoda dan merupakan kelompok moluska.
Moluska merupakan filum yang paling
berhasil menduduki berbagai habitat. Spesies moluska di bumi ini telah mencapai lebih dari 60.000 spesies hidup dan 15.000 spesies fosil. Moluska hidup sejak periode Cambrian, dan diduga sampai sekarang sedang mencapai puncak perkembangan evolusinya (Suwignyo 2005). Klasifikasi toksonomis dari keong “ipong-ipong” menurut Dance (1977), sebagai berikut : Filum
: Moluska
Kelas
: Gastropoda
Ordo
: Neogastropoda
Famili
: Fasciolariidae
Genus
: Fasciolaria
Spesies
: F. salmo Moluska memiliki keragaman yang sangat besar, hal ini dapat dilihat dari
struktur dan habitatnya. Komoditas ini menempati semua lingkungan laut, mulai dari tepi laut berbatu yang merupakan daerah deburan ombak sampai ke hydrothermal vent di laut dalam (Castro dan Huber 2007). Keong “ipong-ipong” (F. salmo) merupakan salah satu spesies dari kelas gastropoda yang memiliki bentuk cangkang seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, worl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua yang disebut apex, terdapat bulu-bulu kecil sekeliling cangkang dan memiliki warna kuning kehijauan.
Keong ini hidup diperairan laut berlumpur sehingga tubuhnya
dipenuhi oleh lumpur. Keong “ipong-ipong” memiliki sifat makan filter feeder yaitu hewan yang makan dengan cara menyaring padatan tersuspensi dan partikel makanan yang terdapat di dalam air. Bentuk keong “ipong-ipong” (F. salmo) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Sumber: Apriandi (2011)
Cangkang dari keong terdiri dari 4 lapisan. Lapisan paling luar adalah periostrakum, yang merupakan lapisan tipis terdiri dari bahan protein seperti zat tanduk, disebut conchiolin atau conchin. Lapisan ini terdapat endapan pigmen beraneka warna, yang menjadikan banyak cangkang siput terutama spesies laut termasuk keong ipong-ipong ini yang memiliki warna sangat indah, kuning, hijau cemerlang dengan bercak-bercak merah atau garis-garis cerah.
Periostrakum
berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya yang terdiri dari kalsium karbonat. Lapisan kalsium karbonat terdiri dari 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatik atau palisade, lapisan tengah atau lamella dan paling dalam adalah lapisan nacre atau hypostracum (Suwignyo et al. 2005). 2.2 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Analisis proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar tentang komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Komposisi kimia tersebut diantaranya kandungan air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat keong ipong-ipong diperoleh melalui perhitungan by difference. Analisis kimia yang dilakukan selain analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat) adalah pengujian abu tidak larut asam. Pengujian abu tidak larut asam pada keong ipong-ipong dilandasi karena keong ipong-ipong merupakan golongan Gastropoda yang hidup di perairan laut berlumpur dan menempel pada substrat. Keong ipong-ipong diduga mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur yang ikut masuk ke dalam saluran pencernaannya, ketika keong ipong-ipong sedang melakukan aktivitas makan (Apriandi 2011). Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Proksimat Air Lemak Protein Abu Abu tidak larut asam Karbohidrat
Jumlah (%) 73.075 0.575 18.28 2.77 0.15 5.2
Sumber: Apriandi (2011)
2.3 Protein Protein merupakan salah satu makronutrien yang terdiri atas sejumlah besar asam amino.
Protein berguna untuk penyusunan senyawa-senyawa
biomolekul yang berperan penting dalam proses biokomiawi, mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pembentukan sel-sel baru, sarana kontraksi otot dan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit (Sudarmadji et al. 2007). Protein di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai penyokong kehidupan yaitu dengan menggabungkan protein dan asam amino bebas yang diserap dari makanan menggunakan informasi genetik. Fungsi penyokong kehidupan tersebut dapat diperoleh dengan menyerap protein dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah protein yang dibutuhkan perhari bergantung pada umur, kegiatan, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya (Okuzumi dan Fujii 2000). Kekurangan konsumsi protein dapat menyebabkan beberapa gangguan antara lain berat badan menurun yang biasa disebut kwashiorkor, kulit menjadi kasar dan bila terjadi luka susah disembuhkan atau disebut malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein atau konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenal sebagai malnutrisi energi protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema, kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, dan hyperkeratonis.
Kwashiorkor dijumpai terutama pada
golongan umur 1 hingga 3 tahun yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Protein hewani lebih tinggi nilainya daripada nabati karena protein hewani memiliki asam amino yang lebih lengkap dan susunannya mendekati protein tubuh (Muchtadi 1989).
2.4 Asam Amino Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar yang saling berikatan satu sama lain. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Winarno 2008). Protein yang terdapat dalam makanan akan dicernakan di dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino yang diabsorpsi dan dibawa oleh darah ke hati. Sebagian asam amino diambil oleh hati, dan sebagian lagi diedarkan ke dalam jaringan di luar hati. Hati merupakan organ tubuh dimana terjadi reaksi katabolisme maupun anabolisme. Proses anabolik maupun katabolik juga terjadi dalam jaringan diluar hati. Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbs melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Protein dalam sel-sel tubuh dibentuk dari asam amino. Bila ada kelebihan asam amino dari jumlah yang digunakan untuk biosintesis protein, maka kelebihan asam amino akan diubah menjadi asam keto yang dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diubah menjadi urea. (Nianda 2008). 2.4.1 Asam amino esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Beberapa asam amino esensial dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Asam amino esensial Asam amino Histidin Arginin Treonin Valin Metionin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Triptofan
Singkatan tiga huruf His Arg Thr Val Met Ile Leu Phe Lys Trp
Berat molekul (g/mol) 155,2 174,2 119,1 117,1 149,2 131,2 131,2 165,2 146,2 204,2
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Asam amino seringkali disebut dan dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Manfaat dari beberapa asam amino menurut Siswono (2001) diuraikan sebagai berikut.
Lisin ialah asam
amino bersifat basa karena gugus –NH lebih dari satu, artinya pada rantai samping terdapat pula gugus –NH2, asam amino ini seringkali dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Leusin, valin, dan isoleusin mempunyai gugus –R bercabang dan mempunyai sifat kimia yang hampir sama, ketiga asam amino ini memiliki manfaat yaitu memperbaiki kerusakan hati dan baik untuk kesehatan saraf. Fenilalanin merupakan asam amino yang mempunyai gugus –R aromatik dan tidak dapat disintesis oleh tubuh, asam amino ini bermanfaat untuk sintesis neurotransmitter, meningkatkan kesehatan mental dan penanganan depresi. Metionin merupakan asam amino yang diperoleh dari hasil hidrolisis kasein dan mengandung sulfur yaitu sebagai lipotropik (membakar lemak) dan membantu sintesis sistein. Asam amino histidin bermanfaat untuk kesehatan radang sendi.
Asam amino lisin dan arginin
bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau produksi limfosit, meningkatkan
pengeluaran
hormon
pertumbuhan
dan
mempercepat
penyembuhan. 2.4.2 Asam amino non esensial Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen. Beberapa asam amino non esensial dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Asam amino non esensial Asam amino Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Alanin Prolin Tirosin Sistin
Singkatan tiga huruf Asp Glu Ser Gly Ala Pro Tyr Sis
Berat molekul (g/mol) 133,1 147,1 105,1 75,1 89,1 115,1 181,2 121,2
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Asam amino non esensial seperti juga asam amino esensial memiliki beberapa manfaat yang baik untuk tubuh makhluk hidup. Asam glutamat dan asam aspartat dapat diperoleh masing-masing dari glutamin dan asparigin. Gugus amida yang terdapat pada molekul glutamin dan asparigin dapat diubah menjadi gugus karboksilat melalui proses hidrolisis dengan asam atau basa.
Asam
glutamat bermanfaat untuk menahan keinginan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental serta meredam depresi. Asam aspartat merupakan komponen yang berperan dalam biosintesis urea, prekursor glukogemik, dan prekursor pirimidin. Asam aspartat juga bermanfaat untuk penanganan pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Asam amino ini dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat pada keju.
Tirosin memiliki beberapa manfaat yaitu dapat
mengurangi stres, anti depresi serta detoksifikasi obat dan kokain. Glisin adalah asam amino yang dapat menghambat proses dalam otak yang menyebabkan kekakuan gerak seperti pada multiple sclerosis (Siswono 2001). Serin merupakan komponen dari fosfolipid yang mengandung gugus hidroksil. Serin digunakan sebagai prekursor sfingolipid, etanolamin, dan kolin. Alanin merupakan asam amino dengan gugus R nonpolar yang digunakan sebagai prekursor glukogenik dan pembawa nitrogen dari jaringan permukaan untuk ekskresi nitrogen (Linder 1992).
2.5 Taurin Taurin merupakan asam amino bebas yang berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh hewan dan manusia, diantaranya mencegah kerusakan sel, menjaga kerja jantung, mengatur aktivitas sel otak, menjaga fungsi mata, dan menjaga tingkat natrium serta kalium dalam sel. Taurin adalah salah satu komponen penting garam empedu yang bekerja dalam penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (Okuzumi dan fujii 2000). Taurin ditemukan dalam beberapa organ tubuh manusia, mamalia, dan hewan laut. Kadar taurin tinggi pada sel otak, jantung, dan otot mamalia (Yancey 2005). Kandungan taurin pada beberapa produk perikanan dan peternakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan Produk perikanan Oyster Gurita Scallop Cumi-cumi Jepang Hati sapi Cakalang
(mg/100g) 1178 871 669 364 45 3
Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)
Taurin berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh manusia dan hewan. Lebih dari 50 persen asam amino bebas di jantung adalah taurin. Taurin memiliki aksi positif terhadap kontraksi otot jantung, yaitu melalui pengaturan kadar ion kalsium dalam sel. Taurin juga membantu pergerakan ion kalium, natrium, kalsium, dan magnesium keluar masuk sel yang berperan dalam penghantaran impuls sel saraf sehingga bila ada rangsangan dari Sistem Saraf Pusat (SSP) maka rangsangan ini akan diteruskan dengan cepat ke sel-sel efektor (Ismail et al. 2005). Taurin dapat berfungsi sebagai antioksidan dan membantu meningkatkan kinerja otak dan stamina. Seiring dengan proses penuaan, tingkat konsentrasi taurin di otak akan menurun secara perlahan. Tingkat taurin yang tinggi dalam tubuh akan membuat memori menjadi lebih baik.
Studi ilmiah menemukan bahwa taurin dapat meningkatkan level
kewaspadaan dan penalaran verbal.
Penelitian di Jepang pada tahun 2003,
memperlihatkan para atlet yang diberikan konsumsi taurin setiap harinya akan
mengalami peningkatan signifikan dalam kapasitas volume oksigen dalam tubuh (Santoso 2011). Taurin dalam metabolisme manusia memiliki dua peran, yaitu sebagai penghambat neurotransmitter dan sebagai pengemulsi asam empedu. Konjugasi taurin dengan asam empedu memberikan efek yang signifikan untuk melarutkan kolesterol dan juga meningkatkan ekskresinya.
Secara medis, taurin dipakai
untuk menangani kasus gagal jantung, diabetes, dan epilepsi (Nurachman 2004). 2.6 Pengaruh Pengolahan terhadap Protein Pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mengawetkan, mengemas, dan menyimpan. Selama pengolahan bahan pangan, kerusakan gizi terjadi berangsurangsur. Perubahan zat gizi ini dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Metode pengolahan yang sering digunakan oleh masyarakat adalah penggunaan suhu tinggi.
Panas digunakan untuk memasak makanan dengan
tujuan membuat makanan tersebut mudah dicerna, lebih empuk dan mudah untuk dikunyah,
menghasilkan
aroma
yang
diinginkan,
dan
lebih
bernutrisi
(Rakosky 1989). Panas merupakan metode pengolahan yang paling destruktif, asam-asam amino yang paling terpengaruh adalah lisin dan treonin. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada prosesing panas adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. memiliki
kelebihan
Pengolahan dengan panas secara umum juga
diantaranya
adalah
mengurangi
kerusakan
akibat
mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu dan menambah palabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu (Apriyantono 2002). Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia ikan. Suhu 100 ˚C akan mengakibatkan protein terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 ˚C). Perebusan dipakai dalam pengolahan makanan, sayuran, atau
bahan bertepung. Temperatur yang tinggi akan mengeraskan (membuat liat) protein daging, ikan, dan telur. Air yang mendidih akan membuat makanan lebih halus dan mudah dicerna (Widyati 2001). Pengukusan yaitu memasak bahan makanan di dalam uap air. Suhu atau panas yang didapat dari steam (uap) biasanya lebih panas, oleh karena itu biasanya memasak dengan metode steaming akan lebih cepat daripada dengan metode boiling (Widyati 2004). Proses pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya tergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.
Keragaman susut zat gizi diantara cara pengukusan terutama
terjadi akibat degradasi oksidatif.
Proses pengolahan dengan pengukusan
memiliki susut zat gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris dan Karmas 1989).
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokomia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu IPB Baranangsiang, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Cimanggu, Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, termometer, mortar, timbangan digital, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, labu takar, gelas erlenmenyer, tabung kjeldahl, buret, tabung sokhlet, pemanas, tanur, rotary evaporator, syringe, dan HPLC. Bahan
baku
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
keong “ipong-ipong” (F. salmo) yang diperoleh dari Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: air, akuades, H2SO4, NaOH, HCl, tablet kjeltec, H3BO3, kertas saring, OPA, methanol, merkaptoetanol, brij, pereaksi carrez 1, pereaksi carrez 2, buffer natrium klorida, larutan dansil klorida, metilamin hidroklorida, dan bufer borat. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian.
Bagian pertama meliputi
pengambilan sampel, identifikasi, preparasi, penentuan ukuran dan bobot, perhitungan rendemen tubuh, pemasakan, dan uji organoleptik. Bagian kedua meliputi analisis proksimat, asam amino, dan taurin. penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Diagram alir metode
3.3.1 Identifikasi Sampel keong yang telah didapat kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Dance tahun 1977 dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada dengan buku identifikasi sesuai dengan spesies keong tersebut. 3.3.2 Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh keong dari bobot awal. Rumus perhitungan rendemen adalah sebagai berikut: Rendemen (%) =
B B
x 100%
3.3.3 Perebusan Daging keong segar dipisahkan dari cangkang dan jeroannya, kemudian daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging segar. Perebusan dengan air dilakukan selama 30 menit pada suhu 100 ˚C, sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui waktu dan suhu perebusan yang tepat untuk mendapatkan keong yang matang. Keong diambil dagingnya untuk dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami perebusan. Sebelum dan setelah proses perebusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong. 3.3.4 Pengukusan Pengukusan dengan air dilakukan selama 45 menit pada suhu 100 ˚C, sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui waktu dan suhu pengukusan yang tepat untuk mendapatkan keong yang matang. Keong diambil dagingnya untuk dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami pengukusan. Sebelum dan setelah proses pengukusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong. 3.3.5 Perebusan dengan penambahan garam Keong direbus di dalam air pada suhu 100 ˚C selama 30 menit dengan penambahan konsentrasi garam yaitu 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, dan 3% dari jumlah air perebusan.
Uji hedonik parameter rasa dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi garam yang paling disukai oleh panelis.
Daging keong diberi
perlakuan perebusan dan penambahan garam sesuai konsentrasi yang telah diketahui berdasarkan hasil uji hedonik. Sebelum dan setelah proses perebusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong. 3.4 Analisis Kimia Analisis kimia pada keong ipong-ipong terdiri dari analisis proksimat, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin. 3.4.1 Analisis proksimat Analisis proksimat yang dilakukan terhadap keong ipong-ipong meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 ˚C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah cawan mempunyai berat yang konstan, cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan.
Cawan dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 102-105 ˚C selama 6 jam.
Cawan tersebut
dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut: % kadar air =
B C B A
x 100%
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 ˚C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105 ˚C sampai tidak berasap, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 ˚C selama 2-3 jam.
Proses
pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah itu cawan abu
porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut: % kadar abu =
C A B A
x 100%
Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1) Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec.
Satu butir tablet kjeltec dimasukkan ke dalam
tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4.
Tabung yang berisi
larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ˚C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2) Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan
dalam
ujung
tabung
kondensor
ditampung
dalam
erlenmenyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmenyer. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink.
Perhitungan kadar
protein adalah sebagai berikut: % Protein =
HC
N HC
,
,
FP
x 100%
Keterangan: FP = Faktor pengenceran 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut: % Kadar Lemak =
W
W W
x 100 %
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.4.2 Analisis kadar abu tak larut asam menurut (SNI 2354.1:2010) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3).
Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven.
Kertas
saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap.
Cawan
Cawan kemudian
dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: % kadar abu tidak larut asam =
Berat abu (g) ×100% Berat sampel awal (g)
3.4.3 Analisis asam amino (AOAC modifikasi ULFC Shimadzu) Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Langkah pertama yang dilakukan adalah perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga dibilas dengan aquades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino. (1) Tahap pembuatan hidrolisat protein Hal yang dilakukan pada tahap pembuatan hidrolisat protein adalah sampel ditimbang sebanyak 30 mg dan dihancurkan.
Sampel yang telah
hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 2 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ˚C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. (2) Tahap pengeringan Sampel yang telah dioven selama 24 jam ditambahkan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi, kemudian sampel disaring menggunakan gelas masir nomor 2 dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 ˚C selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memisahkan pelarut dengan asam amino. (3) Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi dibuat dari campuran ortoftalaldehida (OPA) 50 mg, methanol 4 ml, merkaptoetanol 0,025 ml, brij-30 30% 0,050 ml, dan buffer borat 1 M pH = 10,4.
Pereaksi derivatisasi dibuat dengan
mencampurkan satu bagian larutan stok dengan dua bagian larutan buffer Kalium Borat pH 10,4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel.
Sampel yang telah
dikeringkan ditambahkan dengan 5 ml HCl 0,01 N kemudian disaring menggunakan kertas milipore.
(4) Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil dan ditambahkan dengan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1:1, kemudian ke dalam vial kosong yang bersih dimasukkan 10 µl sampel dan tambahkan 25 µl pereaksi OPA. Injeksikan 5 µl sampel ke dalam kolom HPLC dan tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan untuk pemisahan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Perhitungan asam amino adalah sebagai berikut: % asam amino =
L
FP BM
L
Keterangan : BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) FP = Faktor pengenceran (250) Kondisi alat HPLC saat dilakukannya analisis asam amino adalah sebagai berikut: Temperatur Jenis kolom HPLC Kecepatan alir eluen Tekanan Fase gerak Detektor Panjang gelombang
: 27 ˚C (suhu ruang) : Ultra techspere : 1 ml/menit : 128 kgf/c : Buffer natrium asetat dan methanol 95% : Fluoresensi : Eksitasi : 350 nm Emisi : 400 nm
3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999) Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan beberapa tahapan sebagai berikut : Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke labu ukur 100 ml, kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu kocok hingga homogen. Sampel yang telah homogen kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Sampel yang telah ditambahkan pereaksi Carrez 1 dan 2 kemudian dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan air suling sampai tanda tera labu ukur dan kocok hingga homogen. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat ditampung dengan erlenmeyer dan disimpan ditempat gelap.
Tahap selanjutnya adalah tahap derivatisasi yaitu dengan mengambil 10 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida dan air suling sampai tanda tera (10 ml), kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 µl kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus : % taurin
=
Keterangan : C
L
x
L
C B
= Konsentrasi standar asam amino (µg/ml)
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino dan taurin sebagai berikut : Temperatur Jenis kolom HPLC Kecepatan alir eluen Tekanan Fase gerak Detektor Panjang gelombang
: 27 ˚C (suhu ruang) : Pico tag 3,9x150 nm column : 1,5 ml/menit : 3000 psi : Asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M : UV : 272 nm
3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) 1) Analisis data uji hedonik Uji hedonik digunakan untuk mengetahui pengaruh garam terhadap rasa keong “ipong-ipong” pada konsentrasi garam 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 3%. Data yang diperoleh diuji dengan uji nonparametrik yaitu Kruskal Wallis. Prosedur pengujian Kruskall Wallis menggunakan rumus sebagai berikut:
∑
(1) H = (2) FK = (3) H’ = Keterangan
R
3 n
1
∑T n 1n n 1 H FK
ni N Ri
= banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis = banyaknya data = jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i
T = banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan H’ = H terkoreksi FK = faktor terkoreksi Apabila hasil analisis menunjukan adanya pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter yang dianalisis. Rumus Multiple Comporison adalah sebagar berikut: |
; |
1 /
12
1
1
Keterangan : R’i R’j N K ni nj
= rata-rata rangking perlakuan ke-i = rata-rata rangking perlakuan ke-j = banyaknya data = banyaknya perlakuan = jumlah data perlakuan ke-i = jumlah dat perlakuan ke-j
2) Rancangan percobaan kandungan proksimat dan abu tak larut asam Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan proksimat dan abu tak larut asam adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar, pengukusan, perebusan, dan perebusan garam). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat.
Uji kenormalan galat dengan mengunakan uji Kolmogrov
Simirnov. Model rancangannya adalah sebagai berikut: Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij μ τi εij
= Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2) = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3,4) = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Kurva normal yang dihasilkan pada uji Kolmogrov Simirnov disertakan
dengan nilai rata-rata dan standar deviasi (simpangan baku). Nilai rata-rata menggambarkan posisi kurva pada sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian. Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50%
(median) dinyatakan cukup baik karena dapat membuktikan pada tingkat kepercayaan 95% (Hills dan Little 1998). Suatu data dapat menyebar normal pada: x - z α/2
√
x + z α/2
√
(Walpole 1992)
Koefisien keragaman = Keterangan: x = rata-rata z = 1,96 µ = (1-α) 100 % = simpangan baku n = banyak data Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat dan abu tak larut asam) keong “ipong-ipong” pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut: H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong “ipong-ipong”. H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong “ipong-ipong”. Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong “ipong-ipong”, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, dengan rumus sebagai berikut: Duncan = tα/2; dbs Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Pengolahan Keong “Ipong-ipong” di Cirebon Keong “ipong-ipong” merupakan hasil tangkap sampingan para nelayan Desa Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat. Tidak setiap hari keong ini dapat ditemui dan dijual di tempat pelelangan ikan (TPI). Biasanya keong ini karena berupa hasil tangkap sampingan hanya dikonsumsi oleh keluarga nelayan tersebut, namun jika jumlahnya cukup melimpah maka akan ikut dijual di TPI. Harga yang ditawarkan pun sangat murah yaitu Rp. 1000/kg. Masyarakat nelayan Desa Gebang Mekar biasa mengkonsumsi keong “ipong-ipong” dengan cara direbus. Waktu perebusannya pun tidak diperhatikan, hanya berdasarkan jika daging telah mudah dikeluarkan dari cangkang maka keong dikatakan sudah matang.
Menurut masyarakat setempat, keong
“ipong-ipong” memiliki rasa yang manis seperti daging cumi-cumi dan kepiting. Mereka juga percaya bahwa khasiat mengkonsumsi keong ini dapat meningkatkan stamina tubuh. 4.2 Karakteristik Keong “Ipong-ipong” (F. salmo) Keong “ipong-ipong” (F. salmo) yang diperoleh dari Desa Gebang Mekar mempunyai karakteristik panjang, lebar, tinggi, dan berat seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik fisik keong “ipong-ipong” (F. salmo) No 1 2 3 4
Parameter Panjang Lebar Tinggi Berat
Satuan cm cm cm gram
Nilai 10,04 ± 0,59 4,11 ± 0,32 3,29 ± 0,28 41,03 ± 7,49
*Menggunakan sampel 30 ekor keong
Keong “ipong-ipong” memiliki panjang rata-rata 10,04 cm, lebar rata-rata 4,11 cm, tinggi rata-rata 3,29 cm, dan berat rata-rata 41,03 gram. Perbedaan panjang, lebar, tinggi, dan berat antar keong disebabkan oleh pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan disebabkan dua faktor, yaitu
faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sulit untuk dikontrol, contohnya keturunan.
Faktor luar merupakan faktor yang dapat
dikontrol, contohnya makanan dan suhu (Effendi 1997). 4.3 Rendemen Keong “Ipong-ipong” (F. salmo) Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar bahan baku yang dapat dimanfaatkan.
Bagian yang biasa dimanfaatkan dari jenis
gastropoda laut adalah daging dan cangkangnya. Perhitungan rendemen keong “ipong-ipong” (Lampiran 4) memperlihatkan besarnya rendemen daging adalah 28%, sedangkan rendemen cangkangnya adalah 62%.
Keong “ipong-ipong”
memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang karena seluruh tubuhnya ditutupi oleh cangkang. Cangkang dari keong terdiri dari 4 lapisan. Lapisan paling luar adalah periostrakum.
Lapisan ini terdapat endapan pigmen beraneka warna, yang
menjadikan banyak cangkang siput terutama spesies laut termasuk keong “ipong-ipong” memiliki warna sangat indah, kuning, hijau cemerlang dengan bercak-bercak merah atau garis-garis cerah. Lapisan kalsium karbonat terdiri dari 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatik atau palisade, lapisan tengah atau lamella dan paling dalam adalah lapisan nacre atau hypostracum (Suwignyo 2005). Rendemen keong yang hilang akibat pengukusan adalah 9,17% dan 6,36% akibat perebusan dengan penambahan garam 3%. Penyusutan rendemen terjadi karena selama proses pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, air dari dalam daging keluar. Hal ini sesuai dengan Tabel 6 yang memperlihatkan adanya penurunan kadar air pada daging keong kukus dan keong rebus dengan penambahan garam 3%. Berbeda dengan pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, keong “ipong-ipong” mengalami peningkatan rendemen sebesar 2,67% akibat perebusan. Peningkatan rendemen ini disebabkan air sebagai media perebusan masuk ke dalam daging dan menambah berat keong.
4.4 Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan diperoleh data mengenai proksimat, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin keong “ipong-ipong” (F. salmo). 4.4.1 Proksimat Setiap komoditas dan produk pangan memiliki sifat gizi masing-masing. Sifat gizi tersebut dapat diketahui melalui analisis proksimat dengan tujuan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference).
Hasil
analisis proksimat dan abu tak larut asam daging keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi proksimat keong “ipong-ipong” hasil penelitian Keong segar
Keong kukus
Basis kering (%) Air 258,87 7,80 Abu 0,72 Abu tak larut asam 62,72 Protein 1,71 Lemak 27,77 Karbohidrat
Basis kering (%) 214,42 6,56 0,63 49,25 1,26 42,94
Jenis gizi
Keong rebus+garam Basis kering Basis kering (%) (%) 266,15 222,22 6,78 11,11 1,70 2,22 45,66 44,05 0,81 0,76 46,76 44,09
Keong rebus
1) Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 7) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar air keong “ipong-ipong”. Gambar 3.
Histogram kadar air keong “ipong-ipong” dapat dilihat pada
300
B
B
258,87
266,15
kadar Air ( % )
250
A
A 214,42
222,22
Kukus
Rebus garam
200 150 100 50 0 Segar
Rebus
Metode Pemasakan
Gambar 3. Histogram kadar air keong “ipong-ipong” (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 8) menunjukkan daging keong kukus dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar air yang berbeda dengan daging keong segar dan daging keong rebus. Hal ini karena saat pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, air di dalam daging keong keluar yang kemudian air tersebut menguap atau tertampung di dalam wadah. Air yang keluar dari dalam daging keong saat perebusan dengan penambahan garam 3% dikarenakan salah satu fungsi garam adalah mengeluarkan air dalam bahan pangan (Adawiyah 2007). Menurut Tapotubun et al. (2008), fungsi utama garam adalah merangsang cita rasa alamiah, menimbulkan tekanan osmotik, dan menurunkan kadar air. Perebusan dalam larutan garam pada suhu 100 ˚C akan menyebabkan penetrasi garam lebih cepat dan pembebasan air dari jaringan sel akan lebih banyak dibandingkan pada suhu normal. Berbeda dari daging keong kukus dan daging keong rebus dengan penambahan garam 3%, daging keong rebus memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan daging keong segar. Hal ini dapat terjadi karena perebusan pada suhu 100 ˚C selama 30 menit belum mampu mengeluarkan air dari dalam daging keong ipong-ipong. Hasil penelitian Kalachova et al. (2006) menunjukkan dua spesies ikan yang ditelitinya memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan sampel segar, bahkan mengalami peningkatan setelah perebusan pada suhu 85-90 ˚C selama 10-15 menit.
Menurut Prabandari et al. (2005), waktu dan suhu
pengolahan dapat mempengaruhi nilai kadar air suatu bahan pangan. Semakin
lama waktu pengolahan dan semakin tinggi suhu yang digunakan akan mengakibatkan banyak air dalam bahan pangan keluar. 2) Kadar abu Bahan makanan mengandung lebih dari 95% bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik. Bahan-bahan organik terbakar saat proses pembakaran, namun zat anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 9) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu keong “ipong-ipong”. Histogram kadar abu keong “ipong-ipong” dapat dilihat pada Gambar 4.
B
Kadar Abu ( % )
12
11,11
10
A
8
7,8
A
A
6,78
6,56
Rebus
Kukus
6 4 2 0 Segar
Rebus garam
Metode Pemasakan
Gambar 4. Histogram kadar abu keong “ipong-ipong” (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 10) menunjukkan daging keong rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar abu yang berbeda dengan daging keong segar, rebus, dan kukus. Perbedaan ini disebabkan oleh penambahan garam pada air yang digunakan sebagai media perebusan. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan yang sangat bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Garam mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral-mineral yang terkandung di dalam garam yaitu natrium clorida (NaCl), magnesium clorida (MgCl), natrium sulfat (Na2SO4), kalsium clorida (CaCl2), dan kalium clorida (KCl) (Budiono 2010).
Daging keong kukus dan daging keong rebus memiliki kadar abu yang tidak berbeda dengan daging keong segar. Hal ini bisa disebabkan kandungan mineral yang ada di dalam daging keong cukup mantap saat dilakukan perebusan dengan suhu 100 ˚C selama 30 menit dan pengukusan dengan suhu 100 ˚C selama 45 menit. Penelitian Mubarak (2004) memperlihatkan mineral K dan Fe pada kacang hijau baru mengalami penurunan sebesar 24% dan 8% setelah direbus pada suhu 100 ˚C selama 90 menit. 3) Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Protein adalah sumber asamasam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 11) pada tingkat kepercayaan 95% memperlihatkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap protein keong “ipong-ipong”. Histogram kadar protein keong “ipong-ipong” dapat dilihat pada Gambar 5.
Kadar Protein ( % )
70
B
62,72
60
A
50
A
A
49,25
45,66
44,05
kukus
rebus
rebus garam
40 30 20 10 0 segar
Metode Pemasakan
Gambar 5. Histogram kadar protein keong “ipong-ipong” (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Hasil uji Duncan (Lampiran 12) memperlihatkan daging keong kukus, rebus, dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar protein yang berbeda dengan daging keong segar. Perbedaan ini dikarenakan penggunaan suhu tinggi sebagai metode pengolahan. Menurut Selcuk et al. (2010), kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya. Pengolahan menggunakan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin memadat, sejalan dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana, hal ini merupakan proses yang umum terjadi akibat pengaruh suhu selama proses pengolahan dan akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang dikandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Menurut Erkan dan Ozden (2011), panas menyebabkan sebagian protein ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari daging. Contoh protein yang larut dalam air antara lain protamin, histon, pepton, proteosa, dan lain-lain. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada prosesing panas adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. Pengolahan dengan panas secara umum juga memiliki kelebihan diantaranya adalah mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu dan menambah palabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu (Apriyantono 2002). 4) Kadar lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.
Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Setiap satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal.
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol.
Lemak juga berfungsi untuk melarutkan vitamin A, D, E, dan K. Lemak dapat berfungsi sebagai cadangan makanan dalam tubuh, selain itu juga kelebihan
karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adipose (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 13) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap lemak keong “ipong-ipong”. Histogram kadar lemak keong “ipong-ipong” dapat dilihat pada
Kadar Lemak ( % )
Gambar 6.
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
B
1,71
AB
1,26
A
Segar
Kukus
A
0,81
0,76
Rebus
Rebus garam
Metode Pemasakan
Gambar 6. Histogram kadar lemak keong “ipong-ipong” (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 14) memperlihatkan daging keong rebus dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar lemak yang berbeda dengan daging keong segar. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan untuk perebusan adalah 100 ˚C sehingga lemak mencair dan larut bersama dengan air pada media perebusan.
Menurut Tapotubun et al. (2008), suhu dan waktu pemanasan
memberikan efek pada kadar lemak produk. Hal ini erat kaitannya dengan sifat lemak tersebut yang berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan suhu yang dicapai pada perebusan adalah
100 ˚C sehingga lemak akan mencair dan hilang
bersama-sama dengan air. Pengaruh pemanasan selama proses perebusan akan memecah komponenkomponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor (Apriyantono 2002).
5 Kadar karrbohidrat 5) Susu unan kimia karbohidrat k tterdiri atas attom karbon (C), hidrogeen (H), dan o oksigen (O)). Fungsi karbohidrat k dalam tubuuh antara laiin: a) sebaggai sumber e energi yangg paling murrah dibandinngkan lemak maupun pprotein, setiap 1 gram k karbohidrat mengandunng 4 kkal;; b) memb beri volumee pada isi usus dan m melancarkan n gerak perristaltik ususs sehingga memudahkaan pembuanngan feces; c bagian struktur c) s sel dalam benntuk glikopprotein yangg merupakaan reseptor h hormon; d) simpanan energi e dalam m hati dan otot dalam bentuk glikkogen yang m mudah dimo obilisasi; e)) penghematt protein daan mengaturr metabolism me lemak; f memberi rasa manis pada makannan; dan g) member arooma serta bentuk khas f) m makanan (D Departemen gizi g dan keseehatam masy yarakat 20077). Hasil analisis ragam r (Lam mpiran 15) pada tingkkat kepercaayaan 95% m menunjukka an metode pengolahaan memberikan pengaaruh terhad dap kadar k karbohidrat keong “ipong-ipong””.
Histoggram kadarr karbohidrrat keong
Kadar Karbohidrat ( % )
g” dapat diliihat pada Gaambar 7. “ “ipong-ipon
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
B
B
4 42,94
44,09
K Kukus
R Rebus garam
B
46,76
A
27,7 77
Seggar
Rebus
Metode Pemasakan
Gambar 7. Histogram kadar karbohidrat keong g “ipong-ipoong” (bk); anngka-angka yang diikutti superscrippt yang berbeeda (a,b,c,d)) pada baris yang sama menunjukkkan beda nyaata (p<0,05) Hasil uji Duncann (Lampiran 16) menunjjukkan daginng keong kuukus, rebus, d dan rebus dengan d pennambahan garam g 3% memiliki m kaadar karbohhidrat yang b berbeda denngan daging keong segaar. Hal ini diduga kadaar karbohidrrat tersebut t tidak dianallisis dan dih hitung secara by diferen nce sehingga saat kanddungan gizi
yang lain mengalami penurunan seperti kadar air maka akan meningkatkan kadar karbohidrat. Karbohidrat yang ada dalam produk perikanan tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen dan juga terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa serta monosakarida dan disakarida lainnya. Kandungan glikogen yang ada pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan, 1% untuk krustasea dan 1-8% untuk kerang-kerangan (Okuzumi dan Fujii 2000). 4.4.2 Kadar abu tak larut asam Menurut Basmal et al. (2003), kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu tak larut asam keong “ipong-ipong”. Histogram kadar abu tak larut asam keong
Kadar Abu Tak Larut Asam (%)
“ipong-ipong” dapat dilihat pada Gambar 8. D
2,5
2,22
C
2
1,7
1,5 1
B
A
0,72
0,63
segar
kukus
0,5 0 rebus
rebus garam
Metode Pemasakan
Gambar 8. Histogram kadar abu tak larut asam keong “ipong-ipong” (bk); angkaangka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 18) menunjukkan kadar abu tak larut asam daging keong segar, rebus, kukus, dan rebus dengan penambahan garam 3% berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dikarenakan habitat dan makanan yang dimakan. Kadar abu tak larut asam yang ada pada keong “ipong-ipong” dapat berasal dari material-material yang terdapat di perairan tempat keong
“ipong-ipong” hidup seperti pasir, lumpur, batu, dan silika. Material tak larut asam ini ikut masuk ke dalam saluran pencernaan keong “ipong-ipong” ketika sedang melakukan aktivitas makan, kemudian mengendap di dalamnya. Menurut Nurjanah (2009), lintah laut (Discodoris sp.) yang termasuk golongan gastropoda memiliki kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dibandingkan jika jeroannya telah dibuang. 4.4.3 Kandungan asam amino Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein yang bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin merupakan protein yang bermutu tinggi (Almatsier 2001). Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein keong “ipong-ipong” dalam keadaan segar dan setelah pengolahan. Asam amino dibagi menjadi dua, yaitu pertama asam amino non esensial atau asam amino yang dapat diganti dan kedua asam amino yang tidak dapat diganti atau nutritive esensial. Kandungan asam amino daging keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan asam amino keong “ipong-ipong” segar dan setelah pengolahan Hasil (% g asam amino/100 g sampel) No
Asam amino
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Aspartat Glutamat Serin Histidin* Glisin Treonin* Arginin* Alanin Tirosin Metionin* Valin* Fenilalanin* Isoleusin* Leusin* Lisin* Total
Keong segar
Keong kukus
1,34 2,24 0,73 0,27 0,73 0,60 1,27 1,37 0,53 0,42 0,65 0,55 0,56 1,24 1,27 13,77
Keterangan : (*) Asam amino esensial
1,29 2,16 0,64 0,23 0,54 0,53 1,25 1,19 0,45 0,36 0,57 0,43 0,48 1,14 1,03 12,27
Keong rebus 1,02 1,67 0,63 0,22 0,62 0,48 1,22 1,03 0,42 0,32 0,52 0,40 0,41 0,97 0,78 10,71
Keong Rebus+garam 1,26 2,10 0,53 0,20 0,50 0,46 1,03 0,98 0,40 0,34 0,48 0,42 0,44 0,97 1,11 11,23
Metode analisis HPLC yang digunakan adalah hidrolisat asam, sehingga hanya dapat menganalisis 15 jenis asam amino yang terdiri dari 9 jenis asam amino esensial yaitu histidin, treonin, arginin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin serta 6 asam amino non esensial yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin. Menurut Selcuk et al. (2010), asam amino esensial untuk orang dewasa terdiri dari lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, dan triptofan, sedangkan asam amino esensial bagi anak-anak adalah arginin dan histidin. Asam amino non esensial terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, alanin, asparigin, sistein, glisin, prolin, tirosin, serin, dan glutamin. Kandungan asam amino esensial yang tertinggi pada daging keong segar adalah arginin. Arginin adalah asam amino yang dibentuk di hati dan beberapa diantaranya dalam ginjal.
Menurut Emmanuel et al. (2008), arginin sangat
penting bagi anak-anak.
Arginin juga bermanfaat untuk meningkatkan
pengeluaran
hormon
(Linder 1992).
pertumbuhan
dan
meningkatkan
kesuburan
pria
Kandungan arginin pada daging keong segar adalah 1,27%.
Asam amino esensial lainnya yang tinggi pada daging keong segar adalah lisin. Kandungan lisin pada daging keong segar sama dengan kandungan arginin yaitu 1,27%. Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal, bersama prolin dan vitamin C akan membentuk kolagen dan menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebihan.
Kekurangan lisin dapat menyebabkan mudah lelah, sulit
konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat, dan kelainan reproduksi (Harli 2008). Menurut Rosa dan Nunes (2004), arginin, lisin, dan leusin adalah asam amino esensial yang penting pada hewan perairan, oleh karena itu dikenal sebagai sumber tinggi protein. Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada daging keong segar dan setelah pengolahan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Menurut Oladapa et al. (1984), asam glutamat dan asam aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan.
Asam glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia.
Asam
glutamat yang di dalamnya terdapat ion glutamat dapat merangsang beberapa tipe saraf yang ada pada lidah manusia. Sifat ini dapat dimanfaatkan oleh industri penyedap karena seperti yang telah diketahui bahwa garam turunan dari asam glutamat (disebut juga sebagai monosodium glutamat) sangat dikenal sebagai penyedap masakan (Ardyanto 2004). Kandungan asam glutamat pada daging keong segar adalah 2,24%, keong rebus adalah 1,67%,
keong rebus dengan
penambahan garam 3% adalah 2,10%, dan keong kukus adalah 2,16%. Kandungan asam aspartat pada daging keong segar adalah 1,34%, keong rebus adalah 1,02%, keong rebus dengan penambahan garam 3% adalah 1,26%, dan keong kukus adalah 1,29%. Asam amino daging keong “ipong-ipong” baik esensial maupun non esensial mengalami penurunan akibat pengolahan.
Jumlah kandungan asam
amino pada daging keong segar adalah 13,77%.
Pengukusan menyebabkan
penurunan asam amino sebesar 10,89%, perebusan dengan penambahan garam 3% sebesar 18,45% dan perebusan sebesar 22,22%. Penurunan kandungan asam amino pada daging keong setelah pengolahan disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi. Pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi protein adalah berubahnya susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein.
Jika ikatan-ikatan yang membentuk
konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang.
Kadang
perubahan seperti ini memang dikehendaki, namun sering pula dianggap merugikan sehingga perlu dicegah (Winarno 2008). Struktur protein terdenaturasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Protein denaturasi Sumber: Winarno (2008)
Penuurunan kanduungan asam m amino padda daging keeong kukus lebih kecil d dibandingka an dengan metode m penggolahan lainnnya.
Hal ini didukung dengan
r rendahnya kadar k air daaging keongg kukus. Peenurunan kaadar air karrena proses p pengukusan akan menyyebabkan protein lebih terkonsentraasi. Hal inii didukung o oleh Tapotuubun et al. (2008), yangg menyatakaan bahwa keeluarnya air dari bahan p pangan mennyebabkan prrotein lebih terkonsentraasi dibandingkan dengann yang lain s sehingga kanndungan asaam aminonyaa lebih baik. Ting gginya kanddungan asaam amino pada daginng keong kukus ini b berbanding lurus dengaan kandungaan proteinnyya yang lebiih tinggi dib bandingkan d dengan metoode pengolahhan lainnya.. Menurut Ik kram dan Ism mail (2004),, perebusan m menyebabka an protein teerlarut dalam m media pereebusan sehinngga saat ditiiriskan dan d dilakukan a analisis terjjadi penuruunan kandun ngan proteiin dan asaam amino. M Menurut Erkkan dan Ozdden (2011), ccontoh proteein yang laruut dalam air antara lain p protamin, hiiston, pepton n, proteosa, dan lain-lainn. Struktur protein yang g berikatan d dengan air dalam d media perebusan ddan terpecah h menjadi asaam amino daapat dilihat p pada Gambaar 10.
Gambar G 10. Hidrolisis asam a amino Sumber: Okkuzumi dan Fuujii (2000)
Setiaap jenis asam m amino m memiliki karaakteristik yaang berbeda satu sama l lain, begitu juga j pengarruh suatu pengolahan terrhadap kemaantapannya. Pengaruh p pengolahan secara um mum dengann menggunaakan panas dapat menngakibatkan suhu, dan p penyusutan jumlah asaam amino ttergantung dari d jenis pengolahan, p l lamanya pro oses pengolaahan (Harriss dan Karm mas 1989). Menurut M Ekkop (2008),
penurunan asam amino yang melebihi 10% memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mutu bahan pangan tersebut. Hampir semua jenis asam amino esensial pada daging keong yang diuji diketahui kandungannya kecuali triptofan. Hal ini karena analisis yang dilakukan menggunakan hidrolisat asam, sedangkan untuk mengetahui kandungan triptofan harus menggunakan hidrolisat basa.
Metode analisis HPLC yang digunakan
hanya bisa mengetahui 15 jenis asam amino yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin, sehingga memungkinkan ada asam amino jenis lain yang belum diketahui kandungannya. Dilihat dari empat jenis asam amino terbaik pada keong “ipong-ipong” yaitu arginin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat masih lebih rendah dibandingkan asam amino pada telur. Menurut Conrat et al. (2010), asam amino arginin pada putih telur 7,6% dan pada kuning telur 8,4%. Asam amino lisin pada putih telur 10% dan pada kuning telur 6,9%. Asam aspartat pada putih telur 13,3% dan pada kuning telur 8,1%. Asam glutamat pada putih telur 11,9% dan pada kuning telur 11%. Hal yang sama juga terjadi bila empat asam amino terbaik pada keong “ipong-ipong” ini dibandingkan dengan asam amino pada daging sapi. Menurut Schweigert et al. (2010), asam amino arginin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat secara berurutan pada daging sapi adalah 6,72%, 8,52%, 8,80%, dan 14,88% masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang ada pada keong “ipong-ipong”. Asam amino pembatas adalah asam amino yang berada pada jumlah paling sedikit,
sehingga
disebut
sebagai
asam
amino
pembatas
(Harris
dan
Karmas 1989). Asam amino pembatas pada daging keong baik segar maupun setelah proses pemasakan adalah histidin. Kandungan histidin pada daging keong segar adalah 0,27%, keong rebus adalah 0,22%, keong rebus garam adalah 0,20%, dan keong kukus adalah 0,23%. Menurut Selcuk et al. (2010), histidin berfungsi dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh serta memproduksi sel darah merah.
4.4.4 Kandungan taurin Taurin adalah asam amino non esensial yang mengandung sulfur, tetapi tidak termasuk kelompok protein karena tidak memiliki gugus karboksil (-COOH) yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Taurin dapat ditemukan dalam berbagai sumber makanan seperti daging dan ikan (Santoso 2011). Kandungan taurin daging keong segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 11.
Taurin (mg/100 g)
170 165
164,17
160 155
149,62
150 145 140 Segar
Kukus Metode Pemasakan
Gambar 11. Kandungan taurin keong “ipong-ipong” (Fasciolaria salmo) Kandungan taurin pada daging keong segar adalah 164,17 mg/100 g sedangkan pada daging keong kukus adalah 149,62 mg/100 g.
Penurunan
kandungan taurin ini disebabkan oleh metode pemasakan yang digunakan. Pengukusan
menggunakan
suhu
tinggi
selama
periode
waktu
tertentu
menimbulkan adanya uap air yang dapat melarutkan taurin di dalam bahan pangan. Menurut Dragnes et al. (2009), taurin merupakan jenis asam amino yang larut dalam air. Pemasakan dengan suhu tinggi menyebabkan taurin terlepas dari bahan pangan kemudian larut dalam air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya berkurang. Kandungan taurin daging keong segar dan kukus masih lebih rendah bila dibandingkan dengan oyster (1178 mg/100 g), gurita (871 mg/100 g), scallop (669 mg/100 9), dan cumi-cumi jepang (364 mg/100 g) namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan hati sapi (45 mg/100 g), daging sapi (48 mg/100 g) dan cakalang (3 mg/100 g) (Okuzumi dan Fujii 2000). Taurin memiliki dua peran di dalam metabolisme manusia, yaitu sebagai penghambat neutransmiter dan sebagai bagian dari pengemulsi asam empedu.
Secara medis taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, cystic fibrosis, diabetes, epilepsi dan beberapa kondisi lain.
Taurin juga dapat mencegah
diabetes, kerusakan hati akibat alkohol, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan
tekanan
darah
dan
menyembuhkan
masalah
penglihatan
(Nurachman 2004). Menurut Elvevoll et al. (2006), taurin disintesis dari asam amino esensial metionin melalui sistein.
Konversi metionin menjadi sistein dan selanjutnya
menjadi taurin membutuhkan vitamin B6. Terdapat dua jalur biosintesis taurin. Jalur pertama, sistein diubah menjadi hipotaurin kemudian mengalami dehidrogenase menjadi taurin. Jalur kedua sistein diubah menjadi asam sisteat selanjutnya mengalami decarboksilase menjadi taurin. Enzim yang digunakan adalah cystein sulfinic acid decarboxilase (CSAD) dan phyridoxal 5 phosphat (koenzim vit B6). Skema posisi taurin dalam metabolisme tubuh dapat dilihat pada Gambar 12.
Metionin
Asam sisteat
Asam sisteinsulfinat
Hipotaurin
Taurin Gambar 12. Metabolisme taurin Sumber: Elvevoll et al. (2006)
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Keong “ipong-ipong” (F. salmo) memiliki rendemen cangkang 62% dan daging 28%. Pengukusan mengakibatkan perbedaan kadar air, protein, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan mengakibatkan perbedaan protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan dengan konsentrasi garam 3% menyebabkan perbedaan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Kandungan asam amino pada daging keong segar adalah 13,77% dan mengalami penurunan setelah pengolahan. Pengukusan menyebabkan penurunan asam amino sebesar 10,89%, perebusan dengan penambahan garam 3% sebesar 18,45% dan perebusan sebesar 22,22%. Asam amino esensial tertinggi pada daging keong segar adalah arginin 1,27% dan lisin 1,27%, sedangkan kandungan asam amino non esensial tertinggi baik pada daging keong segar maupun setelah pengolahan adalah asam glutamat yaitu 2,24% pada daging segar, 1,67% pada daging rebus, 2,10% pada daging rebus dengan penambahan garam 3%, dan 2,16% pada daging kukus. Pengukusan memiliki kandungan asam amino terbaik dibandingkan dengan dua pengolahan lainnya, yaitu perebusan dan perebusan dengan penambahan garam 3% sehingga daging keong kukus dilanjutkan untuk analisis kandungan taurin. Kandungan taurin daging keong segar mengalami penurunan akibat pengukusan dari 164,17 mg/100 g menjadi 149,62 mg/100 g. 5.2 Saran Keong “ipong-ipong” (F. salmo) berasal dari perairan Laut Jawa. Seperti yang diketahui bahwa hasil tangkapan nelayan sampai ke tempat pelelangan ikan (TPI) membutuhkan waktu yang terkadang sangat lama sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengenai hubungan waktu penyimpanan terhadap kandungan protein dan asam amino keong” ipong-ipong”.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1999. Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Apriyantono A. 2002. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. http://209.85.175.104/ [5 Februari 2011]. Ardyanto TD. 2004. MSG dan kesehatan: sejarah, efek, dan kontroversinya. http://www.inovasionline.com [15 April 2011]. Basmal J, Syarifudin, Farid MW. 2003. Pengaruh konsentrasi larutan potassium hidroksida terhadap mutu kappa-karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9 (5): 95-104. Budiono E. 2010. Kadar garam berbeda-beda. http://www.khususpendidikan.co.cc [15 Mei 2011]. Castro P, Huber ME. 2007. Marine Biologi Sixth ed. New York: The MC. Graw Hill Companies, inc. Chilima DM. 2011. Fish and human nutrition. http://www.worldfishcenter.org [7 Februari 2011] Conrat HF, Hirschmann DJ, Snell NS, Lewis JC. 2010. Amino acid composition of egg protein. J Sci Food Nut 60(5):121-134. Dance PS. 1977. The Encyclopedia of Sheel. London: Blanford Press. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Elvevoli EO. 2009. Impact of processing on the taurine content in processed seafood and their corresponding unprocessed raw materials. J Sci Food Agric 60 (2): 143-152. Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Ekop A S. 2008. Changes in amino acid composition of African yam beans (Sphenostylis stenocarpas) and African locust beans (Parkia filicoida) on cooking. Pakistan Journal of Nutrition 5(3):254-256. Elvevoll EO, Dragnes BT, Stormo SK, Larsen R. 2006. Losses of taurine, creatine, glycine and alanine from cod (Gadus morhua L.) fillet during processing. J of Food Composition and Analysis 20(2007): 396-402. Emanuel I, Adeyeye, Amoke M, Kenni. 2008. The relationship in the amino acid of the whole body, flesh and exoskeleton of common west African fresh water male crab Sudananautes africanus. Pakistan Journal of Nutrition 7(6): 748-752. Erkan N, Ozden O. 2011. A preliminary study of amino acid and mineral profiles of important and estimable 21 seafood species. British Food Journal 4(113):457-569. Hames M, Hooper N. 2005. Biochemistry, 3th. New York: Taylor and Francis. Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bhan Pangan Edisi ke-2. Bandung: ITB Press. Harli M. 2008. Asam amino esensial. http://www.supamas.com [15 April 2011]. Hills FJ dan Little TM. 1998. Agricultural Experimentation. London: Longman Group Ibrahim B, Hidayat A. 1996. Hubungan nilai gizi protein dan lama waktu perebusan ikan pindang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2(2). Ikram EHK, Ismail A. 2004. Effects of cooking practices (boiling and frying) on the protein and amino acids contents of four selected fishes. J Sci Food Nut 34(2): 54-59. Ismail NE, Suheryanto R, Kustomo S. Harsono WJB. 2005. Efektifitas extra joss dalam memperbaiki kinerja ketahanan kerja. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. http://www.runningtimesmagazine.com [5 Februari 2011]. Kalachova GS, Demirchieva SM, Gubanenko GA, Sushcik NN, Gladyshev MI. 2006. Effect of boiling and frying on the content of essential polyunsaturated fatty acids in muscle tissue of four fish species. J Chem Food 101(2007): 1694-1700. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Kimia. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta: UI Press. Mubarak AE. 2004. Nutritional composition and antinutritional factors of mung bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional processes. J Chem Food 89(2005): 489-495. Nianda T. 2008. Komposisi protein dan asam amino daging ikan gurami (Osphronemos gouramy) pada berbagai umur panen [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurachman. 2004. Asam amino. http://www.republika.com [1 Februari 2011].
Nurjanah. 2009. Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pantai Pulau Buton sebagai antioksidan dan antikolesterol [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Jepang: Tokyo University of Fisheries. Oladapa A. Akin MAS, Olusegun LO. 1984. Quality changes of Nigerian traditionally processed freshwater fish species. J Food Tech 19(1984): 341-348. Prabandari R, Mangalik A, Achmad J, Agustiana. 2005. Pengaruh waktu perebusan dari dua jenis udang yang berbeda terhadap kualitas tepung limbah udang putih (Penaeus indicus) dan udang windu (Penaeus monodon). Enviroscienteae. 1(1): 24-28. Rakosky J. 1989. Protein Additives in Foodservice Preparation. United States of America: AVI Book. Rosa R, Nunes ML. 2004. Nutritional quality of red shrimp (Aristeus antennatus), pink shrimp (Parapenaeus longirostris), and Norway lobster (Nephrops norvegicus). J Sci Food Agric 94(2004): 84-89. Santoso D. 2011. Taurin untuk performa mental dan atletik yang optimal. http://www.dennysantoso.com [15 April 2011]. Schweigert BS, Kraybill HR, Greenwood DA. 2010. Amino acid composition of fresh and cooked beef cuts. J Sci Food Nut 56(2):156-162. Selcuk A, Ozden O, Erkan N. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. J Med Food 13(6): 1524-1531. Siswono. 2001. Iptek biologi protein. http://www.wikipedia.or.id [15 Mei 2011]. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Cara Uji Kimia - Bagian 1: Penentuan Kadar Abu dan Abu Tak Larut Asam pada Produk Perikanan. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Steel RGD, Torie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of Statistics. Sudarmadji S, Haryono B, Suhadi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suwignyo. 2005. Avertebrata Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapessy J. 2008. Efek waktu pemanasan terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2): 65-70. Yancey PH. 2005. Organic osmolytes as compatible,metabolic and counteracting cytoprotectants in high osmolarity and other stresses. Experimental Biology. 208(10): 2819-1830. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic.
Widyati R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Widyati R. 2004. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Eropa. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Zaitsev V, Lagunov L, Minder L, Podsevalon V. 1969. Fish Curing and Processing. Uni Soviet: Mir Publisher.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Morfometrik keong “ipong-ipong”
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata STDV
Parameter Panjang Lebar Berat Tinggi (cm) (cm) (gram) (cm) 10,7 4,4 55,0 3,6 9,7 4,0 34,5 3,2 10,5 4,2 46,0 3,5 10,8 4,4 47,5 3,4 10,0 4,2 49,0 3,0 10,3 4,1 44,0 3,3 10,7 4,6 43,5 3,1 9,9 4,3 39,5 3,1 9,8 4,1 46,5 3,5 11,3 4,5 57,0 3,5 9,0 3,4 28,5 3,0 10,2 3,6 37,5 3,5 10,0 4,0 36,0 3,5 10,2 4,4 47,5 3,9 9,6 4,4 34,0 3,0 9,6 4,1 37,0 3,0 9,1 3,5 30,5 3,5 10,3 4,4 48,0 3,5 9,3 4,1 40,0 3,3 10,5 3,9 41,0 3,0 10,3 3,9 33,5 2,6 8,9 3,7 27,0 3,1 10,5 4,4 43,5 2,9 10,0 4,2 38,5 3,5 10,8 4,0 46,5 3,0 10,0 4,3 38,5 3,3 9,9 4,0 42,5 3,3 9,8 4,5 40,5 3,7 10,5 4,3 48,5 3,3 9,0 3,5 29,5 3,5 10,04 4,11 41,03 3,29 0,60 0,32 7,49 0,28
Lampiran 2. Uji hedonik keong “ipong-ipong” parameter rasa Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Kode Sampel GNP TZY SIS WPO XYZ 5 7 4 6 7 5 5 6 4 4 5 4 4 4 6 4 5 5 6 7 5 5 5 6 6 5 3 6 3 4 7 5 4 4 6 5 7 4 6 7 2 4 1 6 3 6 6 5 6 6 3 6 2 7 3 6 4 7 6 5 5 6 7 6 5 6 4 4 6 5 5 5 6 7 6 7 4 5 6 5 5 6 5 7 6 5 3 4 3 7 6 7 4 6 5 7 5 7 6 5 7 6 7 7 7 6 6 6 7 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 7 7 5 3 3 7 3 3 5 4 8 3 6 2 3 4 5 5 4 4 4 4 3 6 5 4 3 5 7 6 6 5,166667 5,133333 4,966667 5,466667 5,6
Ket : GNP = Konsentrasi 1 % TZY = Konsentrasi 1,5 % SIS = Konsentrasi 2 % WPO = Konsentrasi 2,5 % XYZ = Konsentrasi 3 %
Lampiran 3. Hasil analisis kruskal wallis parameter rasa Rasa 1 1,5 2 2,5 3 Total
N 30 30 30 30 30 150
Chi-Square Df Asymp. sig
Mean Rank 72.20 70.03 68.57 82.03 84.67
Rasa 3.586 4 .464
Lampiran 4. Perhitungan rendemen keong “ipong-ipong” Sampel
Berat total (g)
Keong ipong-ipong Rendemen (%)
1231
Keterangan Berat Berat cangkang daging (g) (g) 763,0 349,0 61,98 28,35
Berat jeroan (g) 119,0 9,67
Contoh perhitungan rendemen cangkang keong ipong-ipong Rendemen cangkang (%) = =
x 100 % x 100 %
= 61,98 % Lampiran 5. Data proksimat dalam basis kering Ulangan
Kadar air
Kadar abu
Abu tak larut asam
Protein
Lemak
Karbohidrat
Segar
1
271,53
8,02
0,74
63,45
1,45
27,08
Segar
2
246,21
7,58
0,69
61,98
1,97
39,12
Kukus
1
220,25
7,59
0,64
51,10
1,28
40,03
Perlakuan
Kukus
2
208,59
5,52
0,62
47,39
1,23
45,85
Rebus
1
263,33
6,65
1,67
45,64
0,87
46,84
Rebus
2
268,97
6,9
1,73
45,68
0,74
46,68
Rebus garam
1
233,33
11,1
2,23
46,97
0,77
41,17
Rebus garam
2
211,11
11,11
2,21
41,13
0,75
47,01
Lampiran 6. Grafik uji kenormalan galat kadar air, abu, abu tak larut asam, protein, lemak, karbohidrat Hipotesis: H0: Galat menyebar normal H1: Galat tidak menyebar normal Keterangan: P.value > 0,05 maka data menyebar normal Probability Plot of kadar air Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
240,4 25,83 8 0,187 >0,150
Percent
80 70
0,11
60 50 40 30 20 10 5
1
180
200
220
240 kadar air
260
280
300
Gambar 13. Grafik uji kenormalan kadar air
Probability Plot of kadar abu Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
8,059 2,028 8 0,258 0,118
Percent
80 70
0,25
60 50 40 30 20 10 5
1
2
4
6
8 kadar abu
10
12
14
Gambar 14. Grafik uji kenormalan kadar abu
Probability Plot of kadarabutaklarutasam Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
1.109 0.3173 8 0.283 0.057
Percent
80 70
0,29
60 50 40 30 20 10 5
1
0.50
0.75
1.00 1.25 1.50 kadarabutaklarutasam
1.75
2.00
Gambar 15. Grafik uji kenormalan kadar abu tak larut asam
Probability Plot of kadar protein Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
49,12 6,948 8 0,201 >0,150
Percent
80 70
0,14
60 50 40 30 20 10 5
1
30
40
50 kadar protein
60
70
Gambar 16. Grafik uji kenormalan kadar protein
Probability Plot of kadar lemak Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
1,133 0,4366 8 0,226 >0,150
Percent
80 70
0,39
60 50 40 30 20 10 5
1
0,0
0,5
1,0 kadar lemak
1,5
2,0
Gambar 17. Grafik uji kenormalan kadar lemak
Probability Plot of karbohidrat Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
41,64 8,065 8 0,206 >0,150
Percent
80 70
0,19
60 50 40 30 20 10 5
1
20
30
40 karbohidrat
50
60
Gambar 18. Grafik uji kenormalan kadar karbohidrat
Lampiran 7. Hasil analisis ragam kadar air (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 4019,351 651,298 4670,649
Kuadrat tengah 1339,784 162,825
F hitung
sig
8,228
0,035
Lampiran 8. Hasil uji Duncan kadar air (bk) keong “ipong-ipong” Grup A A B B
Nilai tengah 214,4200 222,2200 258,8700 266,1500
n 2 2 2 2
Jenis zat Kukus Rebus garam Segar Rebus
Lampiran 9. Hasil analisis ragam kadar abu (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 26,512 2,271 28,782
Kuadrat tengah 8,837 0,568
F hitung
sig
15,568
0,011
Lampiran 10. Hasil uji Duncan kadar abu (bk) keong “ipong ipong” Grup A A A B
Nilai tengah 6,5550 6,7750 7,8000 11,1050
n 2 2 2 2
Jenis zat Kukus Rebus Segar Rebus garam
Lampiran 11. Hasil analisis ragam kadar protein (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 431,564 25,016 456,580
Kuadrat tengah 143,855 6,254
F hitung
sig
23,002
0,006
Lampiran 12. Hasil uji Duncan kadar protein (bk) keong “ipong-ipong” Grup B A A A
Nilai tengah 62,7150 45,6600 49,2450 44,0500
n 2 2 2 2
Jenis zat Segar Rebus Kukus Rebus garam
Lampiran 13. Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 1,189 0,145 1,334
Kuadrat tengah 0,396 0,036
F hitung
sig
10,926
0,021
Lampiran 14. Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) keong “ipong-ipong” Grup A A AB B
Nilai tengah 0,7600 0,8050 1,2550 1,7100
n 2 2 2 2
Jenis zat Rebus garam Rebus Kukus Segar
Lampiran 15. Hasil analisis ragam kadar karbohidrat (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 440,068 34,954 475,022
Kuadrat tengah 146,689 8,739
F hitung
sig
16,787
0,010
Lampiran 16. Hasil uji Duncan kadar karbohidrat (bk) keong “ipong-ipong” Grup B B B A
Nilai tengah 44,0900 46,7600 42,9400 27,7700
n 2 2 2 2
Jenis zat Rebus garam Rebus Kukus Segar
Lampiran 17. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) keong “ipong-ipong” Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Db (derajat bebas) 3 4 7
Jumlah kuadrat 0,704 0,001 0,705
Kuadrat tengah 0,235 0,000
F hitung
sig
987,702
0,000
Lampiran 18. Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) keong “ipong-ipong” Grup D C B A
Nilai tengah 1,4900 1,3050 0,8450 0,7950
n 2 2 2 2
Lampiran 19. Kromatogram standar asam amino
Jenis zat Rebus garam Rebus Segar Kukus
Lampiran 20. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” segar
Lampiran 21. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” kukus
Lampiran 22. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” rebus
Lampiran 23. Kromatogram asam amino keong “ipong-ipong” rebus garam
Lampiran 24. Contoh perhitungan asam amino glutamat keong kukus Diket : Bobot Molekul Glutamat
= 147,1
Area standar
= 48589450
Area sampel
= 99792976
Bobot sampel
= 35000 µg
% asam amino =
L
BM L
=
,
= 2,16 % Lampiran 25. Kromatogram standar taurin
Lampiran 26. Kromatogram taurin daging keong segar
Lampiran 27. Kromatogram daging keong kukus
Lampiran 28. Contoh perhitungan taurin Perhitungan kandungan taurin daging keong segar Diketahui : Luas area sampel = 39,1 Luas area standar = 14,1 C
= 10
Faktor pengenceran = 25 Bobot sampel Nilai taurin (mg/100 g) = =
= 4,2769 g L
x
L , ,
x
,
= 164,17 mg/100 g
C F B
Lampiran 29. Dokumentasi Desa Gebang Mekar
1
2
3
4
5
6
Keterangan : Gambar 1 = TPI Desa Gebang tampak depan Gambar 2 = Keong “ipong-ipong” yang ikut dijual di TPI Gambar 3 = Suasana pelelangan ikan Gambar 4 = Perahu nelayan bersandar Gambar 5 = Komoditas yang ada di TPI Desa Gebang Gambar 6 = Darmaga termpat perahu nelayan bersandar