Peranan Asam Amino Taurin pada Air Susu Ibu
Oleh Ahmad Rahmawan
Pembimbing dr. Ari Yunanto, Sp.A(K), IBCLC, SH
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM – RSUD ULIN BANJARMASIN Februari, 2008
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi yang utama dan aman bagi bayi. Selain berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, ASI juga terbukti memiliki efek proteksi bayi dari berbagai infeksi dan gangguan pencernaan, serta meningkatkan imunitas bayi. Pemberian ASI merupakan satusatunya cara terbaik untuk meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Dengan demikian, ASI memberikan manfaat dalam hal psikososial bayi disamping untuk pertumbuhan, perkembangan, dan proteksi .1,2,3 Berkenaan dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, berbagai kandungan nutrisi yang terdapat di dalam ASI sangat berperan. Secara biokimia, nutrisi yang terkandung di dalam ASI dibedakan menjadi dua, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien ASI antara lain berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Mikronutrien ASI diperankan oleh sejumlah mineral dan vitamin. Secara keseluruhan, semua komponen ASI tersebut memiliki efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu komponen penting yang terdapat di dalam ASI adalah taurin.3-6 Taurin merupakan salah satu salah satu asam amino bebas yang dihasilkan sebagai produk akhir dari metabolisme asam amino sulfur. Kandungan taurin pada air susu berbeda untuk tiap organisme. Pada manusia, kandungan taurin yang terdapat pada ASI lebih tinggi dibanding dengan sejumlah mamalia lain, seperti sapi dan kuda. Hal ini menyebabkan sebagian besar susu formula yang diperoleh dari sapi 1
2
memiliki kandungan taurin yang sangat rendah bahkan tidak ada. Hal ini penting untuk diketahui mengingat taurin memiliki sejumlah efek yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.7-9 Berbagai potensi taurin yang terkait erat dengan tumbuh-kembang bayi, antara lain berkenaan dengan pematangan sel saraf otak dan retina. Pada bayi, konsentrasi tertinggi taurin terdapat pada kedua macam sel tersebut. Selain pada sel saraf otak dan retina, taurin juga terdapat pada serebelum dan sel saraf tepi. Secara biomolekuler, taurin juga memiliki daya antioksidan yang berperan dalam memproteksi sel, terutama sel saraf, dari stres oksidatif. Taurin juga turut berperan pada perkembangan reproduksi neonatus. Jadi, taurin merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi, terutama yang berkenaan dengan pertumbuhan, perkembangan, serta proteksi sel saraf.10-12 Asupan taurin yang cukup dapat dipenuhi dengan pemberian ASI yang adekuat kepada bayi. Mengingat pentingnya peran taurin terhadap bayi, maka di dalam makalah ini akan dipaparkan secara rinci mengenai peranan taurin, teurtama yang berkenaan dengan tumbuh kembang sel saraf pusat, retina, reproduksi, dan efek antioksidan yang dimilikinya.12 1.2 Tujuan Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan memberikan informasi mengenai peranan taurin pada ASI, terutama berkenaan dengan perannya dalam osmoregulasi, perkembangan sel saraf pusat, retina, dan efek antioksidan pada bayi.
3
BAB II ISI 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Definisi ASI Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal yang alami bagi bayi di awal kehidupan. ASI dihasilkan oleh kelenjar payudara melalui proses laktogenesis, terutama pada ibu paska-persalinan. Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan (sucking dan suckling).1,2 ASI merupakan nutrisi terbaik bagi neonatus dan bayi, yang mengandung berbagai enzim pencernaan, faktor-faktor imunologi, immunomodulator, faktor antiinflamasi, antioksidan, faktor pertumbuhan dan faktor bioaktif lainnya. Sedemikian rumitnya ASI sehingga dapat dikatakan tidak ada satupun makanan bagi bayi, yang memiliki kualitas lebih baik dari ASI.13,14 ASI berperan besar dalam menyokong transisi kehidupan bayi yang sebelumnya berada di dalam uterus. ASI menyediakan berbagai substansi yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak selama melalui periode kritis, menyangkut perkembangan anatomi, fisiologi, dan imunitas yang belum matur.3,5 ASI dapat dibedakan menjadi 3 macam menurut karakteristik dan komposisinya yang berbeda, yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. Kolostrum kaya akan immunoglobulin, peptida
3
4
antimikroba, dan beberapa molekul bioaktif lainnya, termasuk faktor pertumbuhan. Dengan demikian, kolostrum berperan penting dalam hal pemenuhan nutrisi, pertumbuhan dan perkembangan, serta sistem pertahanan tubuh neonatus.15 ASI transisi dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari)dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi, yaitu 300 – 850 mL/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi.4 Sebagai sumber makanan yang standar bagi bayi, ASI sangat dibutuhkan dalam hal tumbuh kembang optimal. Idealnya, ASI diberikan secara eksklusif hingga 6 bulan pertama kehidupan. Selanjutnya pemberian ASI dapat diberikan bersamasama sumber nutrisi lain hingga 2 tahun. Pada ibu yang tidak mampu menghasilkan cukup banyak ASI, maka pemberian ASI yang diperoleh dari bank ASI perlu dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan fungsi ASI tidak dapat digantikan oleh susu formula. Pemberian ASI merupakan satu-satunya jalan yang paling baik untuk mengeratkan hubungan antara ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang normal terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan.1,16 2.1.2 Kandungan ASI ASI mengandung beberapa komponen yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Secara umum, komponen yang terdapat di dalam ASI dapat dibedakan menjadi komponen nutrisi dan komponen protektif. Komponen nutrisi, misalnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, sedangkan komponen protektif diperankan oleh sejumlah enzim pencernaan, komponen sistem imun,
5
senyawa bioaktif, dan senyawa-senyawa yang bersifat immunomodulator. Kedua komponen tersebut terutama banyak terkandung dalam kolostrum.1,14,16 ASI menyediakan sejumlah protein (contohnya α-lactalbumin), karbohidrat (lactose), mineral, vitamin, dan lemak. Lemak-lemak meliputi kolesterol, trigliserida, asam lemak rantai pendek, asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang. Asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (18-22 rantai karbon) diperlukan untuk perkembangan otak dan retina.3,17,18 Hoffman et al (2004) membuktikan bahwa bayi yang diberi ASI memiliki ketajaman penglihatan yang lebih baik pada usia 4 bulan dan mengalami peningkatan perkembangan kognitif dibanding bayi yang mengkonsumsi susu formula. Hal ini dikarenakan di dalam ASI terkandung asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang (long-chain polyunsaturated fatty acids). Selain memberi daya penglihatan dan kecerdasan yang lebih baik, ASI juga melindungi otak neonatus yang sedang berkembang dari cedera atau berkurangnya perkembangan yang optimal dengan menyediakan bahan-bahan dan faktor pertumbuhan yang penting.3,17,18,19 Lemak dalam ASI berbentuk gumpalan yang terdiri dari trigliserida dengan campuran fosfolipid, kolesterol, vitamin A, dan karotenoid. Trigliserida berasal dari lemak yang dimakan dan diangkut dalam darah ke payudara sebagai trigliserida dalam kilomikron. Susunan asam lemak ASI tergantung pada sumber lemak dalam makanan ibu dan keragaman jumlah lemak. Kadar lemak juga tergantung ada tidaknya cadangan lemak. Ibu dengan gizi kurang menghasilkan ASI dengan kadar lemak rendah dan asam lemak kebanyakan berantai pendek, lemak ASI menurun sampai 1 % tetapi protein dan laktosa tetap. Lemak adalah bahan penyusun yang
6
penting bagi sistem saraf. Asam lemak dalam ASI memungkinkan bayi memperoleh energi cukup dan dapat membentuk mielin dalam susunan saraf. Pencernaan lemak ASI secara baik dilakukan oleh enzim lipase yang banyak terdapat dalam ASI sehingga memberikan energi yang cukup bagi bayi untuk pertumbuhannya.17,20,21 Protein ASI dibentuk dalam ribosom pada retikulum endoplasma yang terdiri dari kasein, alpha laktalbumin dan beta laktoglobulin. Alpha laktalbumin adalah 25 – 30% dari total protein ASI yang merupakan penyedia terbesar asam amino untuk pertumbuhan bayi. Protein ASI berkaitan dengan fungsi tertentu seperti kasein yang membentuk miscelles dengan kalsium dan fosfat yang merupakan pengangkut penting bagi mineral tersebut. Pada bayi baru lahir (neonatus) belum mampu mengelola protein dalam jumlah besar seperti yang banyak terdapat pada susu formula. Kombinasi asam amino dalam ASI sangat sesuai secara biokimiawi untuk periode pertumbuhan bayi. Kadar protein yang rendah ini mengakibatkan saluran pencernaan bayi tidak dimasuki zat protein asing dalam jumlah besar.17 Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI. Namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein didalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernan bayi. Perbandingan protein unsur whey dan kasein dalam ASI adalah 80:40, sedangkan dalam PASI 20:80. Hal ini menunjukkan protein pada PASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi hanya sepertiga protein. Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare dan defekasi akibat makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan.17,21 Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi. Rasio jumlah laktosa dalam
7
ASI dan PASI adalah 7:4 sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum PASI. Karbohidrat dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel saraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel saraf tersebut.
Selain
itu
karbohidrat
memudahkan
penyerapan
kalsium
dan
mempertahankan faktor bifidus di dalam usus, yaitu faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan.22 Morrow dkk,20 membuktikan bahwa oligosakarida yang terdapat di dalam ASI dapat mencegah diare pada bayi, terutama akibat infeksi mikroorganisme. Lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam saluran pencernaan. ASI membantu pertumbuhan epitel usus halus bayi. ASI merupakan nutrisi paling baik untuk pertumbuhan dan tidak mungkin bayi akan menjadi gemuk berlebihan akibat ASI.23,24 ASI mengandung berbagai komponen enzim. Beberapa diantaranya merupakan enzim spesifik untuk biosintesis makromolekul, antara lain lactose synthetase, fatty acid synthetase, thioesterase termasuk pula enzim spesifik untuk pencernaan dan absorpsi protein, lemak, dan karbohidrat pada bayi. Beberapa enzim lain juga bekerja untuk pengangkutan substansi tertentu, misalnya seng, selenium, dan magnesium.3,17,25 ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida) sangat rendah dibanding susu sapi sehingga tidak memberatkan beban ginjal. Pada bayi yang mendapat formula elektrolit tinggi akan mengakibatkan osmolalitas plasma yang
8
tinggi. Hal ini akan membahayakan karena fungsi ginjal pada bayi belum sempurna sehingga sukar untuk diekskresikan. Pada bayi dengan osmolalitas plasma dan natrium tinggi bila demam atau diare ringan sangat beresiko terhadap dehidrasi hipernatremik. Selain itu bayi yang osmolalitas plasma tinggi karena selalu minum beban larut yang berat akan sering merasa haus dan minta minum. Apabila diberi susu kental menyebabkan haus dan menginginkan minum lagi dan seterusnya sehingga dapat berakibat pemberian kalori berlebihan pada bayi. Pada banyak contoh obesitas yang dijumpai pada anak pra sekolah disebabkan overfeeding pada waktu bayi.26 ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K Sejumah vitamin dan mineral yang penting pada ASI, misalnya vitamin A, vitamin C, vitamin E, zink, besi, magnesium, selenium, dan boron, memiliki peran penting dalam metabolisme dan regenerasi sel.24-27 Kadar zink ASI tinggi pada waktu lahir dan menurun selama laktasi. Kadar zink dalam ASI mature adalah 0,2-0,5 mg/100 ml. Kadar besi dalam ASI rendah tetapi banyak mengikat protein sehingga ketersediaannya baik. Kadar besi dalam susu sapi berkisar 0,05 mg/100 gr susu, sedangkan dalam ASI 0,03 mg/100 ml susu. 27,28 ASI juga mengandung sejumlah substansi imunologik yang berfungsi melindungi kelenjar payudara selama masa laktasi dan sekaligus memberikan proteksi bagi bayi selama periode menyusui. Bayi baru lahir memiliki sistem imun yang masih belum matang, sehingga substansi imun didapat yang diperoleh dari ASI sangat berperan dalam mencegah bayi dari berbagai infeksi.29 ASI mengandung
9
berbagai jenis antibodi antara lain Ig M, Ig A, Ig D, Ig G, dan Ig E. Akan tetapi, IgA sekretori (sIgA) adalah yang paling melimpah. sIgA yang terkandung di dalam ASI merupakan sumber bermakna kekebalan pasif didapat pada bayi selama mingguminggu sebelum terjadi produksi sIgA endogen. Pada masa ini fungsi imun usus neonatus yang menurun ditingkatkan melalui penyerapan ASI.29-32 2.1.3 Manfaat ASI Pemberian ASI sebaiknya dianjurkan kepada setiap ibu yang melahirkan. Hal ini dikarenakan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh melalui pemberian ASI, antara lain:1,33 1. Mencegah terjadinya kurang darah atau anemia defisiensi zat besi. Dengan menyusui ekslusif selama enam bulan, akan berpengaruh terhadap penundaan haid. Dengan menunda timbulnya haid, ibu dapat menyimpan zat besi dan mencegah anemia defisiensi zat besi 2. Mencegah perdarahan saat ibu baru saja usai melahirkan dan mempercepat involusi uterus (pengecilan rahim seperti semula). Hal ini disebabkan karena pada saat bayi lahir dan segera disusukan ke ibunya, maka rangsangan hisapan bayi pada payudara ibu akan diteruskan ke hipofisis pars posterior yang akan mengeluarkan hormon progesteron. 3. Mempercepat ibu kembali ke berat sebelum hamil. Dengan menyusui, timbunan lemak pada tubuh ibu akan dipergunakan untuk pembentukan ASI sehingga berat badan ibu akan lebih cepat kembali ke berat sebelum hamil. 4. Mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium. Cukup banyak penelitian yang membuktikan bahwa ada korelasi antara infertilitas dan tidak
10
menyusui dengan peningkatan risiko terkena kanker, baik itu kanker payudara ataupun kanker ovarium. 5. Melindungi ibu dari diabetes, dalam penelitian mengatakan ibu yang lebih lama memberikan ASI memiliki resiko lebih kecil mengidap diabetes. Hal itu disebabkan terjadinya metabolisme dalam tubuh ibu pada saat menyusui, perubahan metabolisme itu dapat membantu ibu menjaga tingkat gula darah tetap stabil dan membuat tubuh lebih sensitif pada hormon yang mengatur gula darah, yaitu insulin. 6. Mengurangi resiko hip fracture dan osteophorsis pada periode postmenopausal. Bagi bayi, manfaat pemberian ASI antara lain: 1. ASI pertama (kolostrum) mengandung beberapa antibodi yang dapat mencegah infeksi pada bayi. Beberapa risiko penyakit infeksi yang menurun dengan adanya ASI antara lain otitis media (dengan penurunan frekuensi dan durasi infeksi telinga dibanding susu formula), infeksi saluran nafas termasuk infeksi respiratory synctial virus, penyakit gastrointestinal, infeksi saluran kemih, botulismus bayi dengan peningkatan keparahan dan mortalitas yang terlihat pada penggunaan susu formula, bakterimia, dan sepsis.1,14,15 2. ASI dapat menurunkan insidensi sudden infant death syndrome pada tahun pertama kehidupan, diabetes mellitus tipe 1 dan 2, limfoma, leukemia, penyakit Hodgkin, asma, alergi/atopi, dan penyakit Chron.1,14,34 3. Lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam saluran pencernaan. ASI membantu pertumbuhan epitel usus halus bayi; ASI merupakan
11
paling baik untuk pertumbuhan dan tidak mungkin bayi akan menjadi gemuk berlebihan dengan ASI (obese).23 4. Kemungkinan bayi menderita kejang oleh karena hipokalsemia menjadi kecil.14 5. Pemberian ASI merupakan satu-satunya jalan yang paling baik untuk mengeratkan hubungan antara ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang normal terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan.14,15 6. ASI merupakan susu buatan alam yang lebih baik daripada susu buatan manapun juga karena mengandung antibodi (kolostrum mengandung 15 kali lebih banyak daripada ASI), steril, segar, murah, tersedia setiap waktu, dengan suhu yang sebaik-baiknya untuk diminum.15,34 ASI juga memberikan keuntungan spesifik bagi ekonomi tiap keluarga (terutama pada hampir seluruh masyarakat) dengan cara menurunkan anggaran biaya untuk pembelian susu formula, penurunan biaya untuk berobat, penurunan absensi orang tua karena merawat anak yang sakit. Di Amerika Serikat, pemberian ASI berdampak pada penurunan anggaran sebesar 3,6 milyar US$ per tahun untuk program pemberian makanan tambahan yang dikenal sebagai Special Supplemental Nutrition Program for Women, Infants, and Children (WIC).14,15 2.2 Asam Amino Taurin Taurin yang memiliki nama kimia asam 2-aminoetanesulfonik merupakan asam amino sulfonik bebas (gambar 1) yang dihasilkan sebagai produk akhir dari metabolisme asam amino bersulfur. Sejak diisolasi pertama kali dari empedu Bos taurus (sejenis banteng) pada tahun 1970, penelitian mengenai taurin mulai
12
berkembang. Kemudian, beberapa penelitian ilmiah mulai menemukan adanya bukti pengaruh defisiensi taurin terhadap degenerasi retina pada hewan coba. Sebaliknya, pemberian suplementasi taurin terhadap hewan coba menurunkan tingkat degenerasi retina. Setelah itu, penelitian mengenai taurin semakin luas dan terbukti bahwa senyawa ini memainkan peran penting terhadap perkembangan otak, maturitas sel saraf, osmoregulasi, serta berbagai peran lainnya.10
Gambar 1. Struktur kimia taurin yang memiliki unsur sulfur.35 Taurin secara luas terdistribusi di dalam sel, terutama pada jenis sel yang mengalami metabolisme asam amino bersulfur seperti sistein dan metionin, atau melalui aktivitas transpor membran. Biosintesis taurin terjadi di hepar, diawali dengan pembentukan senyawa yang disebut hipotaurin yang kemudian mengalami dekarboksilasi dengan bantuan enzim CSA dekarbosilase. Sebagian besar taurin di dalam tubuh manusia terdistribusi di berbagai jaringan yang berbeda, terutama di sistem saraf pusat, kelenjar, dan otot. Pada wanita yang sedang hamil dan menyusui, sejumlah konsentrasi taurin terdistribusi di kelenjar mammae, yang kemudian menjadi salah satu komponen nutrisi bagi bayi.36,37
13
2.3 Taurin dan Metabolisme Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan peranan taurin pada ASI terhadap perkembangan bayi selama masa pertumbuhan. Pada bayi, kadar taurin di sistem saraf pusat cukup tinggi, yang menggambarkan pengaruhnya yang besar terhadap jaringan saraf. Meskipun taurin merupakan asam amino nonessensial yang proses pembentukannya dapat terjadi di dalam tubuh melalui biokonversi sistein dan metionin, namun asupan tambahan taurin dari luar masih diperlukan. Hal ini disebabkan pertumbuhan bayi di awal kehidupan sangat pesat dan rendahnya aktivitas enzim CSA dekarboksilase yang memainkan peranan penting dalam biosintesis taurin. Oleh sebab itu, pemberian ASI yang adekuat akan mencukupi kebutuhan bayi akan taurin.38 Peranan taurin pada proses biokimiawi tubuh antara lain keterlibatannya dalam mengkonjugasi asam empedu menjadi garam empedu. Dengan adanya asupan taurin dari ASI, maka akan meningkatkan kemampuan taurin dalam mengkonjugasi asam empedu hingga 40%. Sintesis asam empedu yang terjadi di hepar akan segera dikonjugasi oleh taurin. Dengan adanya kemampuan ini, taurin secara tidak langsung berperan besar dalam absorbsi lemak, terutama bagi bayi preterm, yang maturitas saluran cernanya belum baik. Dapat dikatakan, kemampuan taurin dalam mengkonjugasi asam empedu lebih besar daripada glisin, sehingga daya emulsifikasi lemaknya juga lebih baik.38 Asupan taurin yang rendah, misalnya dengan tidak memberikan ASI pada bayi, akan menyebabkan kadar taurin dalam plasma menurun. Selanjutnya, berbagai metabolisme yang melibatkan taurin juga akan menurun pula. Kadar taurin dalam
14
urin selalu rendah, yang mengindikasikan kinerja ginjal untuk mempertahankan kadar taurin dalam tubuh agar selalu mencukupi.10,38 2.4 Taurin dan Osmoregulasi Selain memiliki peran yang besar dalam mengkonversi asam empedu menjadi bentuk garamnya, taurin juga memiliki fungsi osmoregulasi. Setiap sel di dalam tubuh yang mengalami siklus secara terus menerus, memerlukan osmoregulasi. Membran sel yang excitable akan menyebabkan keseimbangan ionik dan cairan antara lingkungan intrasel dan ekstrasel. Bila keseimbangan ini terganggu, maka volume sel akan bertambah atau berkurang, yang akan menyebabkan sel menjadi lisis atau mengkerut. Keadaan tidak adekuatnya proses osmoregulasi tersebut dinamakan stres osmotik.39 Tekanan osmotik sel ditentukan oleh osmolaritas dari cairan sitoplasma. Sitoplasma mengandung sejumlah ion-ion anorganik, senyawa-senyawa organik dengan berat molekul rendah, dan sejumlah makromolekul. Osmoregulasi melibatkan perubahan konsentrasi komponen sitoplasma tersebut, dengan cara transpor ion dan molekul melalui membran semipermeabel. Untuk melalui membran ini, maka diperlukan sejumlah asam amino lain untuk sebagai osmoregulator. Salah satunya adalah taurin.39,40 Taurin merupakan salah satu osmoregulator biologi yang cukup baik. Di sejumlah sel, terutama sel-sel myokard yang memiliki konsentrasi taurin tinggi, fungsi osmoregulasi taurin cukup berperan selama terjadi iskemik atau hipoksia. Berkaitan dengan homeostasis Na+, Ca2+, dan sejumlah ion kanal lainnya, taurin memainkan peran yang sangat penting dalam menurunkan kerusakan selular. Pada
15
keadaan patologik, seperti iskemik, infark, atau gangguan perfusi lainnya, maka akan terjadi stres hiperosmotik dengan meningkatnya Na+ intraselular. Taurin berperan dalam menurunkan Na+ tersebut dan memproteksi kerusakan selular dengan menghambat kinerja Ca2+.39,40 Taurin membantu transpor Na+ dan Cl- sebagai respons terhadap perubahan ion. Pada keadaan stres hipoosmotik dengan penurunan regulasi volume (Regulatory Volume Decrease = RVD), taurin membantu mempertahankan konsentrasi Na+ dan Cl- sehingga kedua ion tersebut tetap stabil. Perubahan konsentrasi taurin secara langsung akan mempengaruhi sejumlah kehilangan cairan dan elektrolit. 39,40 2.5 Taurin dan Perkembangan Otak ASI mengandung sejumlah asam amino spesifik untuk perkembangan optimal otak. Taurin memainkan peran penting sebagai neurotransmitter dan neuromodulator otak. Kadar taurin plasma yang rendah pada neonatus berkaitan erat dengan rendahnya skor Barley yang menilai indeks perkembangan mental pada 18 bulan pertama.41,42 Terdapat perubahan yang signifikan pada konsentrasi taurin di berbagai jaringan selama perkembangan, terutama di otak. Konsentrasi taurin di otak sangat tinggi dibanding asam amino bebas lainnya. Selama perkembangan, konsentrasi tersebut
menurun
dekarboksilase.
karena
Sejumlah
meningkatnya penelitian
sintesis
melaporkan
enzim
adanya
sistein-sulfinat
perbedaan
antara
perkembangan dan maturitas otak terkait asupan taurin pada spesies berbeda.41,42 Peranan taurin di otak sebenarnya tidak terlepas dari potensi osmoregulasi yang dimilikinya. Taurin berperan besar dalam mengatur volume sel neuron,
16
memelihara integritas membran sel, dan homeostasis kalsium intraselular. Taurin dikeluarkan dalam jumlah besar pada saat otak mengalami kondisi hipoosmolar dan ketika sel mengalami depolarisasi. Pengeluaran taurin terjadi melalui kanal ion yang bersifat osmo-sensitif atau dengan bantuan molekul transporter taurin (TAUT).43 Taurin berperan dalam potensiasi transmisi sinaptik pada hipokampus dan kortik-striata. Potensiasi ini kemudian akan menyebabkan aktivasi langsung reseptor GABA dan glutamat oleh taurin. GABA (γ-aminobutirat acid) merupakan neurotransmitter inhibisi yang berfungsi mengubah perbedaan potensial membran sel saraf. Berbeda dengan GABA, glutamat merupakan neuroransmiter eksitasi. Dengan demikian, taurin berfungsi menjaga keseimbangan antara kedua neurotransmiter tersebut.43-45 Sitotoksisitas yang dipicu glutamat dapat diperlihatkan pada sejumlah keadaan kerusakan jaringan otak atau penyakit neurodegeneratif. Terdapat hubungan antara taurin yang memiliki efek proteksi terhadap kerusakan neuronal yang disebabkan glutamat. Mekanisme neuroprotektif taurin pada kondisi tersebut adalah dengan menurunkan peningkatan konsentrasi Ca2+ intrasel yang berlebihan serta mengikat glutamat sehingga konsentrasi bebasnya menurun.46 Banyak penelitian yang melaporkan keterkaitan antara gangguan ekskresi taurin dengan sejumlah abnormalitas otak, termasuk sindroma Down dan gangguan retardasi mental lain yang non-spesifik. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat antara taurin dan fungsi otak secara umum.43,45
17
2.6 Taurin dan Maturitas Retina Retina merupakan salah satu jaringan saraf yang memiliki konsenrasi taurin dalam jumlah besar. Retina memiliki 10 lapisan yang secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan nuklear luar, lapisan nuklear dalam dan lapisan ganglion. Konsentrasi taurin di retina paling banyak berada di bagian sel fotoreseptor. Selama pertumbuhan dan perkembangan sel fotoreseptor tersebut, konsentrasi taurin terus meningkat dan pada suatu waktu akan menurun. Konsentrasi taurin rata-rata di sel fotoreseptor adalah 50-70 mM.47,48 Pada keadaan patologis, misalnya reseksi saluran cerna atau gangguan fungsi saluran cerna yang luas, diet taurin dari luar akan terganggu. Terganggunya taurin sering dihubungkan dengan gangguan penglihatan yang meningkat pada
orang
dengan gangguan saluran cerna kronik. Banyak penelitian memperlihatkan adanya abnormalitas gambaran elektroretinogram pada individu yang menerima asupan nutrisi parenteral jangka panjang yang tidak mengandung taurin. Selain itu juga terdapat perubahan fundus dan pigmentasi epitelial retina. Meskipun peranan fisiologis taurin pada retina masih terus dipelajari, beberapa hipositesis mengaitkan hal itu dengan gangguan homeostasis taurin yang menjadi penyebab degenerasi retina. Keadaan tersebut dapat terjadi misalnya pada diabetes melitus retinopati dan edema makular. Fungsi antioksidan taurin juga seringkali dikaitkan dengan berbagai kelainan di retina yang melibatkan proses degeneratif.48,49 Di bagian makular fundus okuli, fungsi dan kapasitas fotoreseptor ditentukan oleh jumlah nutrisi yang adekuat melalui sirkulasi retina luar dan koroid. Jalur distribusi taurin dari sirkulasi koroid ke fotoreseptor meliputi membran Bruch
18
dengan koroid dan sel RPE. Kedua membran tersebut membentuk suatu kompartemen yang akan hanya dapat dilewati melalui difusi pasif dan aktif. Bila terdapat gangguan pada sistem membran ini, maka sejumlah nutrisi tidak dapat sampai ke sel fotoreseptor dan akan menimbulkan patologis.48-50 Di retina, taurin berperan memodulasi transpor kalsium, yang membantu proses regenerasi retina dan sel saraf di sejumlah hewan dan manusia. Taurin diketahui menstimulasi pertumbuhan neuritik melalui peningkatan influks kalsium. Stimulasi influks ion Ca2+ di retina, terutama di segmen luar yang cenderung memiliki konsentrasi mikromolar Ca2+ yang rendah. Influks Ca2+ ini melibatkan ATP-dependen dan gerbang nukleotida siklik (Cyclic nucleotide-gated = CNG) yang dengan perantaraan taurin akan berperan dalam transduksi sinyal fotoreseptor. Pada keadaan Ca2+ intrasel yang rendah, CNG masih dapat menjalankan fungsinya meskipun tidak optimal. Dengan adanya taurin yang memfasilitasi influks Ca2+, maka fungsi tersebut dapat menjadi lebih optimal.51 Secara genetik, distribusi taurin di retina dan jaringan lain diperankan oleh taut yang berfungsi sebagai transporter taurin. Dengan adanya taut tersebut, maka taurin akan sampai di sel-sel fotoreseptor untuk menjalankan fungsinya sebagai protein stabilisasi, somoregulasi, antioksidan, dan sejumlah fungsi penting lain yang secara langsung mempertahankan kondisi retina dalam keadaan stabil. Bila gen taut tidak dibentuk sehingga taurin tidak dapat melewati membran kompartemen Bruch yang intak, maka akan menyebabkan ketidakstabilan fotoreseptor sehingga akan mengalami apoptosis. Dalam skala luas, keadaan ini akan menyebabkan degenerasi retina dengan implikasi negatif pada fungsi penglihatan.50
19
2.7 Taurin Sebagai Antioksidan Stres oksidatif merupakan keadaan saat terjadi ketidakseimbangan antara aktivitas radikal bebas dengan aktivitas antioksidan. Radikal bebas adalah unsur atau molekul yang bersifat reaktif, sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan unsur atau molekul lain. Keberlangsungan reaksi tersebut dapat dilihat dari aspek termodinamika dan kinetika. Secara termodinamika, reaksi dapat dilihat dari awal dan akhir reaksi. Sementara itu, secara kinetika, reaksi dapat dilihat dari setiap tahapan reaksi. Beberapa contoh radikal bebas antara lain radikal bebas superoksida (O2-•), radikal bebas hidroksil (OH•), radikal bebas alkoksil (RO•), dan radikal bebas peroksil (ROO•). Selain radikal bebas, juga terdapat senyawa reaktif lain yaitu hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorit (HOCl), dan oksigen singlet (1O2).52-54 Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat atau mencegah reaksi oksidasi pada suatu substrat. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen disebut juga antioksidan berat molekul rendah karena memiliki berat molekul yang rendah. Beberapa yang telah ada di dalam tubuh organisme, misalnya enzim katalase, glutation peroksidase (GPx), superoksida dismutase (SOD), asam urat, dan ubiquinol/CoQ10. Antioksidan eksogen atau antioksidan bahan alam adalah antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh organisme seperti vitamin C, tokoferol (vitamin E), karotenoid, dan flavonoid. Taurin merupakan salah satu komponen ASI yang juga memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ini penting untuk mempertahankan keseimbangan selama proses oksidasi terjadi.52,53
20
Fungsi antioksidan taurin merupakan bagian dari fungsi metabolik yang dimilikinya. Peranan antioksidan taurin dapat terjadi secara langsung dengan cara mereduksi senyawa reaktif, maupun tidak langsung dengan mengaktivasi antioksidan endogen yang akan menetralisir radikal.55,56 Efektivitas antioksidan taurin secara langsung diperlihatkan pada reaksinya dengan senyawa hipoklorit yang reaktif, membentuk N-klorotaurin. Hipoklorit yang bersifat asam merupakan produk reaksi antara peroksid dan Cl-. Senyawa ini bersifat reaksit dan akan mengikat molekul di sekitarnya molekul tersebut akan rusak. Nklorotaurin dibentuk sebagai reaksi antara taurin dan hipoklorit. Meskipun masih tergolong reaktif, senyawa N-klorotaurin memiliki daya oksidatif yang lemah dan di dalam sel akan dengan cepat tereduksi menjadi Cl- dan taurin. Taurin yang terbentuk lagi kemudian akan dapat bereaksi kembali dengan senyawa hipoklorit lainnya, sehingga membentuk suatu siklus yang terjadi secara kontinu. Selain sebagai bahan pereduksi hipoklorit, taurin juga berperan dalam menghambat pembentukan senyawa reaktif malondialdehid (MDA) yang dibentuk dari peroksidasi lipid membran. Konsentrasi taurin yang diperlukan untuk menghambat peroksidasi lipid secara bermakna adalah ≥ 0,5mM.55-57 Efektivitas antikosidan taurin secara tidak langsung adalah dengan mengaktivasi berbagai senyawa antioksidan endogen, terutama glutation. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen dengan potensi reduksi yang paling besar dibanding antioksidan lainnya, misalnya katalase atau superoksid dismutase. Sebagai antioksidan, GSH dapat melindungi sel dari oksidan, senyawa elektrofilik, dan xenobiotik. Secara in vitro, GSH dapat bereaksi dengan •OH,HOCl,RO•, ROO•,
21
radikal karbon pusat, serta oksigen singlet. Peranan taurin terhadap GSH tidak terlepas dari kemampuan osmoregulasi yang dimilikinya.58,59 Stres osmotik akan menyebabkan kehilangan GSH lebih besar dibanding biosintesisnya. Akibat menurunnya kadar GSH secara bermakna (> 2,4 µMol), maka akan terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, sehingga akan menyebabkan stres oksidatif. Dengan adanya taurin yang berfungsi sebagai osmoregulator, maka kehilangan GSH berlebih pada stres osmotik dapat dicegah. Selain itu, taurin juga memudahkan transpor asam amino yang diperlukan untuk membentuk GSH, yaitu glutamat, sistein, dan glisin sehingga akan turut memfasilitasi biosintesis GSH.55,58,59
22
BAB III PENUTUP
3. 1 Kesimpulan Kesimpulan dari penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini antara lain : 1. ASI merupakan nutrisi utama bagi bayi yang mengandung berbagai komponen nutrisi penting, salah satunya adalah taurin. 2. Taurin merupakan salah satu salah satu asam amino bebas yang berperan sebagai osmoregulator, nutrisi metabolik, dan antioksidan. 3. Berkenaan dengan potensi yang dimilikinya, taurin turut terlibat dalam perkembangan otak, retina, dan jaringan saraf lainnya 3.2 Saran Berbagai penelitian mengenai berbagai efektivitas taurin perlu dilakukan secara intensif. Hal ini penting karena peran taurin yang kompleks dan banyak patofisiologi taurin beserta efeknya terhadap berbagai metabolisme di tubuh belum diketahui secara pasti. Misalnya asupan taurin pada ibu hamil dan pengaruhnya terhadap bayi, efeknya terhadap sistem kardiovaskular, dan sebagainya. Dengan demikian akan diperoleh data yang lebih banyak mengenai fungsi taurin tersebut.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Pediatrics. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics 2005;115:496-506 2. Sherman MP. Human Milk, fatty acids, and the immune response: a new glimpse. Am J Clin Nutr 2000;72:1071-2 3. Wagner CL, Graham EM. Human Milk and Lactation. editor: Cassady G, Windle ML, Carter BS, Petry PD, Rosenkrantz T. Textbook Emergency Medicine (diakses di www.eMedicine.com, tanggal 7 Februari 2008) 4. Georgeson JC, Filteau SE. Physiology, immunology, and disease transmission in human breast milk. AIDS Patient Care and STDs 2000; 14(10): 533-9 5. Friel JK, Martin SM, Langdon M, Herzberg GR, Buettner GR. Milk from mothers of both premature and full-term infants provides better antioxidant protection than does infant formula. Pediatric Research 2002; 51(5):612-8 6. Yamawaki N, Yamada M, Kan-no T, Kojima T, Kaneko T, Yonekubo A. Macronutrient, mineral and trace element composition of breast milk from Japanese women. JTEMB 2005; 19: 171-81 7. Gupta RC. Taurine: Insurance of sound health. Indian J Pharm 2004;36(5):333 8. Highbeam Encyclopedia. Taurine. Alternative Medicie Review, 2001 9. Biological Magnetic Resonance Data Bank. Taurine. NMR Spectroscopy on Proteins, Peptides, Nucleic Acids, and Other. (Diakses dari www.pubchem.org, pada tanggal 7 Februari 2008) 10. Heird WC. Taurine in neonatal nutrition – revisited. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2004;89:471 11. Sergeeva OA, Chepkova AN, Doreulee N, et al. Taurine-induced long-lasting enhancement of synaptic transmission in mice- role of transporters. J Physiol 2003;550:911-9 12. Heller-Stilb B, van Roeyen C, Rascher K, et al. Disruption of the taurine transporter gene (taut) leads to retinal degeneration in mice. FASEB J 2002;16:231-3
24
13. Aycicek A, Erel O, Kocyigit A, Selek S, Demirkol MR. Breast milk provides better antioxidant power than does formula. Nutrition 2006;22:1-4 14. California Perinatal Quality Care Collaborative. Nuritional support of the very low birth weight infant: Part I. Quality Improvement Toolkit. 2004 15. Playford RJ, Macdonald CE, Johnson WS. Colostrum and milk-derived peptide growth factors for the treatment of gastrointestinal disorders. Am J Clin Nutr 2000; 72: 5-14 16. California Perinatal Quality Care Collaborative. Nuritional support of the very low birth weight infant: Part I. Quality Improvement Toolkit. 2004 17. Hamosh M. Bioactive factors in human milk. Pediatr Clin North Am 2001;48 18. Akalin S, Gönç S, Ünal G. Functional Properties of Bioactive Components of Milk Fat in Metabolism. Pakistan J Nutr 2006;5(3):194-7 19. Hoffman DR, Theuer RC, Castaneda YS. Maturation of visual acuity is accelerated in breast-fed term infants fed baby food containing DHAenriched egg yolk. J Nutr 2004; 134: 2307-13 20. Morrow AL, Ruiz-Palacios GM, Altaye M, et al. Human milk oligosaccharides are associated with protection against diarrhea in breast-fed infants. J Pediatr 2004;145:297-303 21. Picciano MF. Nutrient composition of human milk. Pediatr Clin North Am 2001;48(1) 22. Farrel HM. Milk: Its Remarkable Contribution to Human Health and WellBeing. J Dairy Sci 2005;88:2681 23. Cummins AG, Thompson FM. Effect of breast milk and weaning on epithelial growth of the small intestine in humans. Gut 2002;51:748-54 24. Donovan SM. Role of human milk components in gastrointestinal. J Pediatr 2006;149(5):49-61 25. Nascimento MB, Issler H. Breastfeeding in premature infants: in-hospital clinical management. J Pediatr (Rio J) 2004; 80(5): 63-72 26. Ribeiro KDS, Melo ILP, Pristo AZO, Dimenstein R. The effect of processing on the vitamin A content of human milk. J Pediatr (Rio J) 2005;81(1):61-4
25
27. Schottsedt T, Muri C, Morel C, et al. Effects of Feeding Vitamin A and Lactoferrin on Epithelium of Lymphoid Tissues of Intestine of Neonatal Calves. J Dairy Sci 2005;88(3):1050-61 28. Hunt CD, Friel JK, Johnson LK. Boron concentration in milk from mothers of full-term and premature infants. Am J Clin Nutr 2004;80:1327-33 29. Field CJ. The immunological components of human milk and their effect on immune development in infants. J Nutr 2005;135:1-4 30. Chirico G, Gasparoni A. Immunologic components of human milk. Haematologica Reports 2006;2(10):27-30 31. Furman L, Taylor G, Minich N, Hack M. The Effect of Maternal Milk on Neonatal Morbidity of Very Low-Birth-Weight Infants. Arch Pediatr Adolesc Med 2003;157:66-71 32. Lawrence RM, Lawrence RA. Breast milk and infection. Clin Perinatol 2004;31:501-28 33. Lipworth L, Bailey LR, Trichopoulos D. History of breast-feeding in relation to breast cancer risk : a review of the epidemiologic literature. J Natl Cancer Inst 2000; 92: 302-12 34. Martin RM, Gunnell D, Owen CG, Smith GD. Breast-feeding and childhood cancer: a systematic review with metanalysis. Int J Cancer 2005; 117: 102031 35. Biological Magnetic Resonance Data Bank. Taurine. NMR Spectroscopy on Proteins, Peptides, Nucleic Acids, and Other. (Diakses dari www.pubchem.org, pada tanggal 7 Februari 2008) 36. Lobo MVT, Alonso FJM, Latorre A, del Rio RM. Immunohistochemical localization of taurine in the rat ovary, oviduct, and uterus. J Histochem Cytochem 2001;49(9):1133-42 37. Chiarla C, Giovannini I, Siegel JH, Boldrini G, Castagneto M. The Relationship between Plasma Taurine and Other Amino Acid Levels in Human Sepsis. J Nutr 2000;130:2222-7 38. Textan Chemicals. Role of taurine in neonates. Online (diakses di www.textanchemicals.com, pada tanggal 7 Februari 2008) 39. Schaffer SW, Soloduskho V, Kakhniashvili D. Beneficial effect of taurine depletion on osmotic sodium and calcium loading during chemical hypoxia. Am J Physiol Cell Physiol 2002;282:1113-20
26
40. Guizouarn H, Motais R, Garcia-Romeu F, Borgese F. Cell volume regulation: the role of taurine loss in maintaining membrane potential and cell pH. J Physiol 2000;523:147-54 41. Wang J, Li D, Dangott LJ, Wu G. Proteomics and its role in nutrition research. J Nutr 2006;136:1759-62 42. Wharton BA, Morley R, Isaacs EB, Cole TJ, Lucas A. Low plasma taurine and later neurodevelopment. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2004;89:4978 43. Hussy N, Brés V, Rochette M, et al. Osmoregulation of Vasopressin Secretion via Activation of Neurohypophysial Nerve Terminals Glycine Receptors by Glial Taurine. J Neurosci 2001;21(18):7110-6 44. Garcia-Segura LM, McCarthy MM. Minireview: Role of Glia in Neuroendocrine Function. Endocrinol 2004;145:1082-6 45. Jiang Z, Krnjevic K, Wang F, Yo JH. Taurine Activates Strychnine-Sensitive Glycine Receptors in Neurons Freshly Isolated From Nucleus Accumbens of Young Rats. J Neurophysiol 2004;91:248-57 46. Chen WQ, Jin H, Nguyen M, et al. Role of taurine in regulation of intracellular calcium level and neuroprotective function in cultured neurons. J Neurisci Res 2001;66(4):612-9 47. Thimons JJ. Taurine’s role in ocular biochemistry. Optometric Management (Diakses dari www.BNET.com, pada tanggal 7 Februari 2005) 48. Hillenkamp J, Hussain AA, Jackson TL, Constable PA, Cunningham JR, Marshall J. Compartmental Analysis of Taurine Transport to the Outer Retina in the Bovine Eye. Invest Ophthalmol Vis Sci 2004;45:4099-105 49. Huang W, Abuin A, Piggott J. et al. Disruption of the Taurine Transporter Leads to Occular Defects in the Mouse. Invest Ophthalmol Vis Sci 2002;43:2712 50. Heller-Stilb B, van Roeyen C, Rascher K, et al. Disruption of the taurine transporter gene (taut) leads to retinal degeneration in mice. FASEB J 2002;16:231-3 51. Militante JD, Lombardini JB. Stimulatory Effect of Taurine on Calcium Ion Uptake in Rod Outer Segments of the Rat Retina Is Independent of Taurine Uptake. J Pharmacol Exp Therapeutics 2000;291:383-9
27
52. Halliwell B, Gutteridge JMC. Free radicals in biology and medicine. 3rd ed. London: Oxford University Press, 1999 53. Hirano K, Morinobu T, Kim H et al. Blood transfusion increases radical promoting non-transferrin bound iron in preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001; 84: 188-93 54. Blomgren K, Hagberg H. Free radicals, mitochondria, and hypoxia-ischemia in developing brain. Free Radic Biol Med 2006; 40: 388-97 55. Hansen SH, Andersen ML, Birkedal H, Cornett C, Wibrand F. The important role of taurine in oxidative metabolism. Adv Exp Med Biol 2006;583:129-135 56. Jankov RP, Negus A, Tanswell AK. Antioxidants as therapy in the newborn: Some word of caution. Pediatr Res 2001 50:681-7 57. Ørtenblad N, Young JF, Oksbjerg N, Nielsen JH, Lambert IH. Reactive oxygen species are important mediators of taurine release from skeletal muscle cells. Am J Physiol Cell Physiol 2003;284:1362-73 58. Suhartono E, Fachir H, Setiawan B. Kapita Selekta Biokimia: Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Pustaka Banua: Banjarmasin, 2007 59. L’Abbe MR, Friel JK. Superoxide dismutase and glutathione peroxidase content of human milk from mother of prmature and full-term infants during the first 3 month of lactation. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000;31:270-4