PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET
SKRIPSI NILASARI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
NILASARI. D24080178. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr.Ir. Yuli Retnani M.Sc Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati M.Sc
Pellet merupakan bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Kualitas pellet dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan perekat pada bahan baku pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan berbagai bahan perekat dan lama penyimpanan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor A adalah jenis perekat yang digunakan yaitu A1=kontrol, A2=onggok 2%, A3=tepung ubi jalar 2%, A4=tepung garut=2% dan faktor B adalah lama penyimpanan yaitu B1=0 minggu, B2=2 minggu, B3=4 minggu dan B4=6 minggu. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis of varian (ANOVA), hasil yang signifikan diuji lanjut dengan menggunakan uji kontras orthogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis perekat yang digunakan sangat nyata (p<0,01) terhadap sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan PDI pada pellet dengan perekat onggok. Lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan ketahanan benturan pellet dan PDI. Interaksi antara jenis perekat yang digunakan dan lama penyimpanan sangat nyata (p<0,01) terhadap PDI. Selama penyimpanan enam minggu tidak ditemukan serangga pada pellet tersebut. Jenis perekat yang paling baik dapat mempertahankan kualitas pellet adalah onggok, karena pellet dengan perekat onggok paling baik dalam mempertahankan kekuatan dan kekokohan fisik pellet setelah penyimpanan selama enam minggu. Pellet dengan perekat onggok memiliki nilai tertinggi pada sifat fisik kerapatan pemadatan tumpukan (0,639±0,01 gram/ml), kerapatan tumpukan (0,57±0.01 gram/ml), ketahanan benturan pellet (94,48±3,18 %) dan PDI (83,54±12,77 %).
Kata kunci : perekat, tepung garut, tepung ubi jalar, onggok.
ABSTRACT
The Influence of Usage of Sweet Potato, Garut and Onggok Flour on Physical Properties and Long Storage of Broiler Feed in Pellet Nilasari, Y. Retnani, Sumiati Pellet was agglomerated feeds formed by mixtures, compacting and forcing through die openings by any mechanical process. The purpose of this research was to study the effect of usage of garut, sweet potato and onggok flour as binder and storage period on physical quality of diet in pellet form. A Factorial Completely Randomize Design two factors and three replications was used in this experiment. Factor A was binder i.e. A1=control, A2= onggok 2%, A3= potato sweet flour 2%, A4= garut flour 2%, and factor B was storage periods i.e. B1=0 week, B2=2 weeks, B3=4 weeks, and B4=6 weeks. Data were analyzed using ANOVA and the significant difference was further analysed using orthogonal contrast test. The results showed that usage binders highly significantly affected (P<0.01) increase on angle of repose, loose bulk density and pellet durability index (PDI). Storage period highly significantly affected (P<0.01) increase on particle size, angle of repose, loose bulk density, compacted density, shatter test pellet and pellet durability index (PDI). Interaction the binders addition and storage period highly significantly effect (P<0.01) decrease on pellet durabilty index (PDI). There was not found insect in the pellet after six weeks storage period. It was concluded that pelleting using onggok as binder yielded the best quality of pellets in term of physical characteristics.
Keyword : binder, garut flour, sweet potato flour, onggok.
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET
NILASARI D24080178
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul : Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet Nama : Nilasari NRP
: D24080178
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr.Ir Yuli Retnani M.Sc.) NIP. 19640724 19900 2 001
(Dr.Ir Sumiati M.Sc.) NIP. 19611017 198603 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc. Agr) NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 30 April 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1990 di Sukoharjo, Pringsewu, Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Y.Triyono
dan
Ibu
Sukamti.
Penulis
mengawali
pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 1, Sukoharjo 1 dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjut tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 di Sekolah Menengah Pertama Xaverius, Pringsewu. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1, Pringsewu pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan mengikuti Program Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2009 yaitu PKM-Penelitian dan pada tahun 2010 yaitu PKM-Kewirausahaan. Penulis juga berkesempatan memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun ajaran 2011/2012 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Industri Pakan pada semester genap. Bogor, Mei 2012
Nilasari D24080178
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar, Garut dan Onggok terhadap Sifat Fisik dan Lama Penyimpanan Pakan Ayam Broiler Bentuk Pellet. Penulis melakukan penelitian di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2011 sampai November 2011. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) yang meliputi : ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan, pellet durability index (PDI) dan serangan serangga. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna untuk kalangan akademis maupun kalangan umum.
Bogor, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ..........................................................................................
i
ABSTRACT .............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
x
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang.............................................................................. Tujuan ..........................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
Pakan Pellet ................................................................................. Bahan Perekat ............................................................................... Tepung Garut (Maranta arundinacea L) ....................................... Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) ...................................... Onggok ......................................................................................... Penyimpanan Pakan ...................................................................... Sifat Fisik Pakan ........................................................................... Berat Jenis ....................................................................... Kerapatan Tumpukan ....................................................... Kerapatan Pemadatan Tumpukan ..................................... Sudut Tumpukan.............................................................. Ketahanan Benturan ......................................................... Pellet Durability Index ..................................................... Serangan Serangga...........................................................
3 3 4 5 5 6 7 7 8 8 8 9 10 10
MATERI DAN METODE ........................................................................
11
Lokasi dan Waktu ......................................................................... Materi ........................................................................................... Rancangan .................................................................................... Metode ......................................................................................... Pembuatan Pellet .......................................................................... Peubah yang diamati ..................................................................... Kerapatan Tumpukan ....................................................... Kerapatan Pemadatan Tumpukan ..................................... Berat Jenis ....................................................................... Sudut Tumpukan..............................................................
12 12 13 14 15 15 16 16 16 17
Ukuran Partikel ................................................................ Ketahanan Benturan Pellet ............................................... Pellet Durability Index (PDI) ........................................... Pemeriksaan Serangan Serangga ......................................
17 19 19 19
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
20
Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet ................................. Keadaan Umum Pellet .................................................................. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel ......................................................................................... Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis .................................................................................... Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan .................................................................................... Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Tumpukan .................................................................... Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan .................................................. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Katahanan Benturan Pellet ............................................................ Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Pellet Durability Index .................................................................. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga .......................................................................................
20 21 23 23 24 25 27 28 29 30
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
31
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
33
LAMPIRAN .............................................................................................
36
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet .....................................
6
2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian ....................
14
3. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan .............................................
17
4. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan ......................
20
5. Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto .......................................
22
6. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ukuran Partikel Pellet .......................................................
23
7. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Berat Jenis Pellet ...............................................................
24
8. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Sudut Tumpukan ...............................................................
25
9. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Tumpukan ........................................................
26
10. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan ......................................
27
11. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ketahanan Benturan Pellet ................................................
28
12. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Pellet Durability Index ......................................................
29
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Tanaman Umbi Garut ....................................................................
5
2. Serangga Hama Gudang .................................................................
11
3. Skema Pembuatan Pellet ................................................................
15
4. Alat Pengukur Sudut Tumpukan.....................................................
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ukuran Partikel ..............................
33
2. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Berat Jenis .....................................
33
3. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Sudut Tumpukan ............................
33
4. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan Tumpukan .....................
34
5. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan Pemadatan Tumpukan ...
34
6. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ketahanan Benturan Pellet .............
34
7. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Pellet Durability Index ...................
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik (Pfost, 1976). Perubahan kualitas fisik biasa terjadi selama proses pembuatan pellet, sehingga diperlukan bahan perekat untuk meningkatkan kualitas fisik pellet. Industri pakan pada umumnya menggunakan bahan perekat sintetis yang cukup mahal, seperti bentonit, CMC (carboxy methyl sellulosa) dan MgSO4, oleh sebab itu diperlukan bahan perekat dengan harga yang lebih murah seperti bahan perekat alami. Penelitian sebelumnya oleh Rahmayeni (2002), digunakan bahan perekat alami yaitu onggok dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan onggok sebagai perekat ke dalam ransum pada taraf 2% dapat membentuk pellet yang kompak dan tidak mudah hancur berdasarkan sifat fisiknya, sehingga penelitian ini membandingkan kualitas fisik pellet dengan bahan perekat lain, yaitu tepung ubi jalar dan tepung garut dengan taraf penggunaan sebanyak 2%. Ketiga bahan tersebut digunakan dalam penelitian ini karena memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Pati akan berpengaruh pada proses pencetakan pellet dengan menghasilkan gelatin yang bersifat sebagai perekat. Onggok merupakan limbah industri pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tepung ubi jalar berasal dari ubi jalar yang telah melalui beberapa proses produksi untuk meningkatkan daya simpannya. Ubi jalar ini mudah didapatkan di berbagai daerah di Indonesia ini, terutama di Pulau Jawa. Tepung garut banyak ditemukan di daerah Yogyakarta. Tepung garut yang digunakan merupakan hasil endapan dari parutan ubi garut yang telah diberi air dan kemudian dikeringkan. oleh karena itu bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan perekat. Harga sebagai prinsip dasar terpenting dalam produksi pakan dalam memutuskan produksi ransum. Bahan pakan yang memiliki harga ekonomis tentunya dapat lebih membantu dalam produksi pakan. Penambahan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dalam ransum tidak mengalami perubahan harga yang tinggi, karena ketiga bahan perekat tersebut memiliki harga yang murah. Harga tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok berturut-turut adalah Rp 3.500,00; Rp 4.000,00 dan Rp 3.000,00.
Kualitas pellet juga dapat menurun jika dilakukan penyimpanan, kerusakan dapat terjadi secara fisik, biologi, kimia, dan biokimia. Penurunan kualitas fisik pellet dapat diketahui dengan mengukur indikator sebagai berikut, ukuran partikel, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan dan Pellet Durability Index (PDI).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya simpan pakan ayam broiler dalam bentuk pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok serta lama penyimpanan (0, 2, 4 dan 6 minggu) berdasarkan sifat fisik yang meliputi: ukuran partikel, berat jenis, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan, pellet durability index (PDI) dan serangan serangga.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar atau kasar, sehingga lebih mudah untuk menanganinya dan pada umumnya termasuk dalam salah satu tipe, yaitu pellet kasar atau pellet halus. Tipe pellet kasar adalah pellet yang diproduksi dengan mengkombinasikan roller dan die dalam proses pencetakannya, sedangkan tipe pellet halus adalah pellet yang mengandung molasses lebih dari 30% dan diproduksi dengan menggunakan auger dan die dalam proses pencetakannya. Proses pembuatan pellet terdiri dari beberapa komponen, sementara ada pilihan spesifikasi berdasarkan jenis komponennya. Jenis komponen tersebut adalah supply bin, pellet mill, cooler, elevating system, sifting device, crumbler, dan steam system (Pfost, 1976)
Bahan Perekat Bahan perekat diperlukan dalam industri pakan, karena berperan sangat penting dalam menyusun berbagai partikel menjadi suatu ukuran tertentu. Komponen-komponen didalam pakan yang akan dibentuk menjadi pellet diikat oleh bahan perekat agar strukturnya tetap kompak (Raharjo, 1997). Retnani et al. (2011) menyatakan bahwa ransum berperekat tapioka, onggok dan bentonit berpengaruh pada sifat fisik crumble. Bahan perekat dapat meningkatkan kualitas pakan menjadi lebih baik, dan akan mempengaruhi bentuk pellet. Bahan perekat yang digunakan dalam proses pembuatan pellet dapat dicampurkan pada saat proses pemcampuran bahan baku pakan atau dengan membuat adonan terpisah dan pencampurannya dilakukan diakhir sebelum pencetakan (Wibowo, 1986).
Tepung Pati Garut (Maranta arundinacea L) Tanaman garut (Maranta arundinacea L) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan. Tanaman ini mampu tumbuh pada tanah yang miskin kesuburannya, meskipun untuk
produksi terbaik harus dipupuk. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang khusus serta hama dan penyakitnya relatif sedikit. Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).Tepung pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obatobatan. Tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku (Sukarsa, 2011). Ekstraksi pati garut dibuat dengan cara sebagai berikut, umbi garut dikupas dengan tangan untuk membersihkan umbi akar, kotoran dan sisik yang melekat pada umbi tersebut. Proses pengupasan dilakukan bersamaan dengan proses pencucian karena proses pencucian dengan air memudahkan pengupasan. Umbi garut diparut dengan menggunakan mesin parut. Tujuan pemarutan ini adalah untuk merusak jaringan umbi dan sel-sel umbi agar pati dapat keluar. Pada saat pemarutan, dilakukan penambahan air agar pati terekstrak keluar dari jaringannya. Kemudian dilakukan penambahan air dengan perbandingan bahan dan air adalah 1:3,5 untuk proses ekstraksi lebih lanjut. Hasil endapan yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan di jemur hingga kering (Sugiyono et al., 2009). Umbi garut yang dipanen pada umur 6 bulan, 8 bulan dan 10 bulan memiliki karakteristik fisik yang berbeda. Pada umur panen 6 bulan setelah tanam, ujung umbi berbentuk lancip, warna umbi putih dan kulit ari berwarna putih kecoklatan. Tanaman yang berumur 8 bulan setelah tanam memiliki ujung umbi yang tumpul dan kulit ari umbi berwarna coklat muda, sedangkan pada umur 10 bulan setelah tanam, warna umbi mulai berubah menjadi kehijauan, namun kandungan patinya lebih tinggi. Kandungan pati umbi garut meningkat dengan bertambahnya umur tanam. Kadar pati pada umur panen 6-8 bulan setelah tanam berkisar antara 11,65%17,73%, sedangkan kadar pati pada umur panen 10 bulan setelah tanam adalah 28,43% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2006). Gambar umbi garut dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Tanaman Umbi Garut
Tepung Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) Ubi jalar adalah salah satu umbi-umbian pangan lokal yang merupakan sumber karbohidrat. Agar dapat disimpan lebih lama, ubi jalar segar sering diolah menjadi sawut dan tepung. Pembuatan sawut dan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sederhana. Cara ini sekaligus berpeluang untuk pengembangan produk pangan bernilai gizi baik, mampu menunjang terciptanya nilai tambah pendapatan. Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Rendemen tepung ubi jalar yang berasal dari ubi jalar segar rata-rata mencapai 19,63% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2011). Menurut Winarto et al. (1994), bahan pangan non beras yang berpotensi untuk dapat dikembangkan adalah ubi jalar, karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, serta kandungan vitamin A dan mineral Ca dan P pada ubi jalar tersebut. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya simpan ubi jalar adalah dengan mengolahnya menjadi tepung ubi jalar. Pemakaian tepung ubi jalar memiliki keuntungan sebagai berikut, harga yang murah, rasa yang lebih manis, dan nilai kalori yang labih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu.
Onggok Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu (Manihot utilissima), karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan orang, namun dengan teknik fermentasi kandungan proteinnya dapat ditingkatkan. Onggok yang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku 5
pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%) (Tarmudji, 2004).
Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Perekat Pellet (% BK) Komposisi Nutrisi
Bahan Perekat Onggok
Tepung Ubi Jalar
Tepung Garut
69
65,06
63,97
Karbohidrat (%)
93,85
85,26
85,2
Protein Kasar (%)
5,23
5,5
0,7
Lemak Kasar (%)
0,71
0,54
0,2
Abu (%)
0,9
2,29
-
Serat Kasar (%)
23,9
2,1
-
Pati (%)
Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2012) Penyimpanan Pakan Bahan ransum yang sudah tercampur dengan rata, akan ada kemungkinan terjadinya interaksi yang sangat besar antara bahan dengan lingkungan yang buruk. Pembusukan, ketengikan, dan berjamur akan terjadi jika tempat penyimpanan ransum terlalu panas atau lembab. Kemasan pakan pun harus bersifat tidak beracun, sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, citarasa, dan perubahan-perubahan lainnya. Kemasan yang baik harus dapat melindungi ransum dari kontaminasi, memantapkan kadar air, mencegah masuknya bau dan gas, tahan terhadap benturan dan tekanan, melindungi bahan dari pengaruh sinar matahari, dan lain-lainnya. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan harus 6
diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada pakan. Penyimpanan ransum atau bahan yang salah akan menyebabkan penurunan mutu secara drastik, sehingga nilai manfaatnya pun berkurang atau bahkan dapat bersifat racun (Santoso, 1987). Bahan pengemas yang baik dan sedang dikembangkan dalam penggunaannya adalah plastik. Plastik banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik dan bersifat termoplastik (Benning, 1983). Berdasarkan penelitian Wigati (2009), jenis kemasan berpengaruh terhadap kadar air, semakin lama bahan disimpan maka akan meningkatkan kadar air bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang disimpan dalam kemasan plastik memiliki kadar air terendah dibandingkan dengan kemasan lain, yaitu kemasan plastik (8,43%-10,89%), karung goni (9,58%13,64%), karung plastik (9,58%-14%), dan kertas (9,58%-14,11%).
Sifat Fisik Pakan Sutardi (1997) menyatakan bahwa, sifat fisik pakan sangat berkaitan erat dalam pengembangan teknologi pakan dalam hal proses absorbs, deteksi kandungan nutrient pakan, kecernaan dan pengadukan ransum. Ada enam sifat fisik yang memegang peranan penting dalam menentukan kualitas pakan, yaitu kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, ukuran partikel, berat jenis, daya ambang dan faktor higrokopis (Suadnyana, 1998)
Berat Jenis Berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis selama pengemasan dan pengeluaran bahan/pakan dari salam silo ketika akan digiling atau dicampur. Berat jenis juga berperan dalam proses pengolahan, penanganan dan penyimpanan bahan. Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati. Kerapatan tumpukan dan daya ambang partikel ditentukan dari berat jenisnya. Bahan yang memiliki berat jenis seragam dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut memiliki tingkat homogenitas yang tinggi (Khalil, 1999a)
7
Kerapatan Tumpukan Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempatinya. Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian penakaran secara otomatis, sebagaimana halnya berat jenis. Sifat ini juga memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu seperti misalnya dalam pengisian alat pencampur, elevator, dan juga silo. Pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama, tetapi terdapat perbedaan yang besar dalam kerapatan tumpukan (lebih dari 500 kg/m3), maka bahan sulit dicampur serta mudah terpisah kembali. Selanjutnya, bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan rendah (kurang dari 450 kg/m3) membutuhkan waktu untuk mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetris maupun gravimetris. Sedangkan, pakan dengan kerapatan tumpukan tinggi (lebih dari 1000 kg/m3) bersifat sebaliknya. Oleh sebab itu, produsen lebih memilih bahan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi apabila melakukan pengiriman jarak jauh, karena biaya pengemasan dan penyimpanan bahan yang dikeluarkan lebih hemat (Suadnyana, 1998).
Kerapatan Pemadatan Tumpukan Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti penggoyangan). Menurut Hoffman (1997), tingkat pemadatan serta densitas bahan sangat menetukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo, kontainer, dan kemasan. Kerapatan pemadatan tumpukan dan kerapatan tumpukan sangat berperan atau berpengaruh pada kapasitas silo, penyimpanan, dan pengemasan. Perbedaan cara pemadatan akan mempengaruhi pada nilai kerapatan pemadatan tumpukannya. Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka volume ruang yang ditempatinya menjadi lebih kecil dan sebaliknya.
Sudut Tumpukan Sudut tumpukan merupakan sudut antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan, yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak partikel dari suatu tumpukan bahan (Khalil, 1999b). Semakin
8
bebas suatu partikel bergerak, maka sudut tumpukan yang terbentuk juga semakin kecil. Fasina dan Sokhansanj (1993) berpendapat bahwa sudut tumpukan mempengaruhi laju alir bahan terutama saat pengangkutan maupun pembongkaran dengan menggunakan alat mekanik seperti traktor, conveyor, dan sekop. Pengklasifikasian laju alir bahan berdasarkan sudut tumpukan adalah sudut tumpukan 200-300 (sangat mudah mengalir), sudut tumpukan 300-380 (mudah mengalir) dan sudut tumpukan 450-550 (sulit mengalir). Geldart et al. (1990) menyatakan bahwa pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan. Pada bahan yang alirannya cepat, puncaknya sering datar sedangkan pada bahan yang alirannya lambat cenderung menumpuk di permukaan corong sehingga sering menyumbat saluran corong. Corong yang digunakan harus didesain dengan baik sehingga tidak terjadi penyumbatan pada saat bahan mengalir. Menurut Soesarsono (1998), bentuk corong pengeluaran dapat didesain berdasarkan nilai sudut tumpukan. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan.
Ketahanan Benturan Menurut Balagopalan et al. (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pellet, antara lain : 1. Komponen alamiah, terdiri dari pati, lemak dan serat. Pati, bila terkena panas dan tersedia cukup air di dalam pakan, maka dapat berfungsi sebagai perekat dan menghasilkan gelatin. Lemak,
dapat berfungsi sebagai pelicin pada saluran
pencetakan pellet sehingga proses pencetakan lebih lancar, yang dapat menghemat penggunaan energi. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet, dalam keadaan sedikit serat dalam pakan akan menghasilkan pellet yang kuat, sedangkan apabila seratnya tinggi maka pellet akan mudah rapuh. 2. Kondisi bahan dapat dilihat berdasarkan kandungan air bahan, ukuran partikel dan temperatur. Kandungan air, dapat menimbulkan proses gelatinasi selama pencetakan berlangsung. Air juga dapat berfungsi sebagai pelicin menggantikan fungsi lemak, namun kandungan air yang terlalu tinggi dapat berakibat merugikan hasil pencetakan. Ukuran partikel, partikel yang halus memegang
9
peranan penting dalam proses pembuatan pellet, karena semakin luas permukaan kontak antara partikel maka semakin kuat ikatan yang terbentuk antara partikel. Temperatur, dapat mempercepat terjadinya proses gelatinisasi. Hasil penelitian Suryani (2005) menunjukkan bahwa pada penyimpanan satu minggu dan penyemprotan air 6% ketahanan benturan pellet adalah sebesar 88,13%. Besarnya nilai ketahanan benturan tersebut menunjukkan kualitas yang baik pada pellet dalam mempertahankan keutuhan bentuk pellet.
Pellet Durability Index Pellet yang baik adalah pellet yang memiliki index ketahanan (pellet durability index) yang baik sehingga dalam proses penanganan dan transportasi pellet tidak mengalami kerusakan secara fisik, tetap kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Dozier (2001) menyatakan bahwa standar spesifikasi pellet durability index (PDI) minimum adalah 80%. Daya tahan pellet dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan yaitu lemak, pati, protein, serta serat (Ginting,2009). Durability pellet juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel pellet. Makin kecil ukuran partikel pellet maka semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet yang dihasilkan, karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku. Ukuran partikel pellet yang semakin besar maka pellet akan semakin mudah pecah dan dapat meningkatkan persentase debu (Rasidi, 1997).
Serangan Serangga Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang baik di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai jenis komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Serangga gudang umumnya mempunyai tandatanda spesifik sebagai berikut : a. Tubuhnya terdiri dari 3 bagian : kepala, dada dan perut. b. Tubuhnya tertutup kulit luar (external skeleton)
10
c. Serangga dewasa mempunyai 3 pasang kaki. Makhluk lain yang hamper sejenis dan mempunyai kaki lebih dari 3 pasang (laba-laba, kalajengking) tidak termasuk golongan serangga. d. Selama hidupnya mengalami perubahan bentuk (metamorfosis) Serangga tertentu seperti kutu buku tidak mengalami proses metamorfosis, dimana telur menetas menjadi serangga kecil yang bentuk tubuhnya sama dengan induknya. Apabila serangga kecil ketika menetas dari telurnya menyerupai bentuk dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa ataupun tahap istirahat, maka serangga ini dikatakan mengalami metamorfosis gradual atau metamorfosis tidak sempurna. Pada umumnya serangga hama gudang yang penting tergolong kedalam 3 ordo, yaitu: 1.
Coleoptera (kumbang) pada Gambar 2 memiliki ciri khas sayap depannya mengalami pengerasan seperti tanduk (disebut elytra). Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna.
2.
Lepidoptera (moth = ngengat) mempunyai sayap depan dan belahan yang mempunyai ciri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies yang satu dengan yang lainnya. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna.
3.
Psocoptera (Psocid) dengan ciri khas yang sering tidak bersayap, antenna panjang dengan ruas yang banyak, ukuran badan sangat kecil dan transparan. Sering kali salah diidentifikasikan sebagai tungau (mite), mengalami metamorfosis tidak sempurna. (Syarief dan Halid, 1993).
Gambar 2. Serangga Hama Gudang (Coleoptera)
11
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan November 2011, bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Bahan Bahan penelitian yang digunakan dalam pembuatan ransum ayam broiler adalah dedak padi, jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, MBM, CPO, DLMethionin, CaCO3, L-lysin, tepung garut, tepung ubi jalar, onggok, dan aquades.
Alat Peralatan yang digunakan untuk produksi pakan antara lain adalah mesin giling (grinder), mesin pellet jenis farm feed pelleter. Peralatan untuk penyimpanan adalah plastik berkapasitas 1 kg, seal. Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan, gelas ukur 100 ml, pengaduk aquades, tisu, bak plastik, corong, karton manila, mistar, Vibrator Ball Mill, spidol, kertas label, kuas, jangka sorong, gelas ukur 100 ml, timbangan digital, hygrometer dan satu set alat pengukur sudut tumpukan.
Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (faktor A dan faktor B) dan 3 ulangan, yang terdiri dari : Faktor A : A1 = Pellet tanpa perekat (kontrol) A2 = Pellet dengan perekat onggok A3 = Pellet dengan perekat tepung ubi jalar A4 = Pellet dengan perekat tepung garut
Faktor B : 0 = Lama penyimpanan 0 minggu 2 = Lama penyimpanan 2 minggu 4 = Lama penyimpanan 4 minggu 6 = Lama penyimpanan 6 minggu
Dalam metode analisis model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi + βj +(αβ)ij + εijk Dimana : Yijk
= Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k
µ
= Nilai rataan umum
αi,
= Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A
βj
= Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B εijk
= pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2). Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA
dan jika
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1991).
Metode Pembuatan Formula Ransum Ransum ayam broiler starter mengandung protein kasar 22% dan energi metabolis 3050 kkal/kg ransum (Leeson dan Summers, 2005). Formulasi ransum dibuat menggunakan metode trial and error (coba-coba). Kandungan nutrien berdasarkan perhitungan dan formulasi ransum broiler starter dapat dilihat pada Tabel 2.
13
Tabel 2. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Bahan
Komposisi (%)
Harga (Rp)
Jagung
39,4
3.000
Bungkil Kedelai
27,5
5.400
Dedak Padi
18,5
1.500
Tepung Ikan
5
7.500
MBM
5
7.000
CPO
3,5
4.500
CaCO3
0,5
750
L-Lysin
0,4
47.000
DL-Metionin
0,2
50.000
Total
100
4118,75
Kandungan Nutrien Berdasarkan Perhitungan Bahan
Komposisi
Energi Metabolis (kkal/kg)
3052,2
Protein Kasar (%)
22,2
Serat Kasar (%)
4,43
Kalsium (%)
1,14
Phospor tersedia (%)
0,55
Lysin (%)
1,50
Methionin (%)
0,58
Pembuatan Pellet Bahan-bahan yang telah disediakan ditimbang sesuai dengan formulasi ransum, kemudian dilakukan pencampuran terhadap bahan-bahan tersebut. Setelah bahan tercampur, ditambahkan bahan perekat yaitu tepung ubi jalar, tepung garut dan onggok dengan taraf 2% dari berat ransum. Campuran bahan dengan perekat kemudian dicetak dengan mesin pellet yang memiliki ukuran diameter pellet sebesar 3 mm. Pellet kemudian dikondisikan sebelum dilakukan pengemasan. Pengemasan menggunakan plastik berkapasitas 1 kg. Pellet yang telah dikemas kemudian disimpan di ruang penyimpanan dan ditata rapih diatas pallet. Skema proses pembuatan pellet dapat dilihat pada Gambar 3.
14
Bahan-bahan baku ditimbang
Penimbangan
Pencampuran
Bahan perekat 2% (Tepung ubi jalar, tepung garut, onggok)
Pencetakan pellet
Pengkondisian
Pengemasan
Uji fisik pakan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6 Gambar 3. Skema Pembuatan Pellet
Peubah yang Diamati Pada penelitian ini, peubah yang diamati adalah ukuran partikel, sudut tumpukan, berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, ketahanan benturan pellet, pellet durability index (PDI), dan serangan serangga. Analisa dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-2, minggu ke-4 dan minggu ke-6.
Kerapatan Tumpukan, dihitung dengan mencurahkan bahan dengan bobot tertentu ke dalam gelas ukur (100 ml). Metode pemasukan bahan ke dalam gelas ukur sama setiap pengamatan, baik cara maupun ketinggian pencurahan. Pencurahan bahan dibantu corong plastik dan sendok teh, guna meminimumkan penyusutan volume curah akibat pengaruh daya berat bahan itu sendiri saat dicurahkan dan terjadinya guncangan pada gelas ukur perlu dihindari (Khalil, 1999a). Kerapatan tumpukan dihitung dengan rumus :
15
Kerapatan Tumpukan =
Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan kerapatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan proses pemadatan dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur sampai volume tidak berubah lagi. Besarnya nilai kerapatan tumpukan sangat tergantung pada intensitas proses pemadatan penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit (Khalil, 1999a). Kerapatan pemadatan tumpukan dihitung dengan rumus : KPT =
Berat Jenis, diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur (100 ml) setelah memasukkan bahan-bahan yang massanya telah diketahui ke dalam gelas ukur tersebut kemudian dilakukan pengadukan untuk mempercepat jalannya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya (Khalil, 1999a). Berat jenis dihitung dengan rumus : Berat Jenis =
Bobot bahan (gram) Perubahan volume aquades (ml)
Sudut Tumpukan, pengukuran dilakukan dengan cara bahan dijatuhkan atau dicurahkan pada ketinggian 15 cm. Diameter tumpukan bahan maksimum setengah kali tinggi jatuhnya bahan. Sebagai alas bidang datar digunakan karton manila berwarna putih. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong plastik. Pengukuran diameter dilakukan pada sisi yang sama pada semua pengamatan dengan bantuan mistar dan segitiga siku-siku. Sudut tumpukan bahan dinyatakan dengan satuan derajat dan dapat ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi tumpukan (t), sedangkan (n) adalah ketinggian tertentu untuk menjatuhkan bahan (Khalil, 1999b). Gambar alat pengukur sudut tumpukan dapat dilihat pada Gambar 4. Sudut Tumpukan (δ) = Cotg 2t d 16
Gambar 4. Alat Pengukur Sudut Tumpukan
Ukuran Partikel, teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan vibrator ball mil nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram lalu diletakkan pada bagian paling atas ayakan (sieve), lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Nomor perjanjian adalah nomor yang diberikan pada mesh yang diurut dari bawah ke atas dengan urutan 1 sampai 7, sedangkan No. mesh (German sieve number) terkecil sampai terbesar diurutkan dari atas ke bawah (Tyler, 1959). Kadar kehalusan dapat diukur seperti pada Tabel 3 :
17
Tabel 3. Pengukuran Kadar Kehalusan Bahan No mesh
No.
Bobot pellet yang
% pellet tiap
perjanjian
tertinggal (gram)
saringan
4
7
……
……
8
6
……
……
16
5
……
……
30
4
……
……
50
3
……
……
100
2
……
……
400
1
……
……
Penampungan
0
……
……
500 gram
100%
Total
Besarnya bahan yang tertampung dalam tiap mesh dirumuskan sebagai berikut : % bahan = berat bahan pada mesh (gram) Total bahan (gram) Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase bahan pada setiap mesh dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar kehalusan atau derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dirumuskan sebagai berikut : Kadar Kehalusan (KK) = ∑ (% bahan tiap mesh x No. perjanjian) 100
Ukuran partikel dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ukuran partikel rata-rata (UP) = 0,0041 x 2KK x 2,54 cm x 10 mm
Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut : UP > 1,79 – 13,33 mm : kategori bahan kasar UP > 0,78 – 1,79 mm : kategori bahan sedang UP > 0,10 – 0,78 mm : kategori bahan halus
18
Ketahanan Benturan Pellet, diukur dengan cara menjatuhkan pellet dari ketinggian 1 meter pada lempeng besi setebal 2 mm. Pellet dijatuhkan secara bersamaan dengan berat 500 gram, lalu dilakukan penyaringan dengan vibrator ball mill german the sieve analisis dan dilakukan penimbangan (Balagopalan et al., 1988). Ukuran ketahanan pellet dirumuskan sebagai berikut : % Ketahanan benturan pellet =
x 100%
Pellet Durability Index (PDI), diukur dengan cara bahan sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam sebuah kotak yang dilengkapi dengan alat pemutar (tumbling) yang diputar selama sepuluh menit dengan kecepatan 50rpm, kemudian disaring dengan menggunakan mesh yang berukuran 8 (German sieve number 8). Pellet yang tertinggal ditimbang kemudian dibandingkan dengan berat pellet sebelum diputar (berat pellet awal) (McEllhiney, 1994). % Durability = Berat pellet setelah diputar Berat pellet sebelum diputar
x 100%
Pemeriksaaan Serangan Serangga Serangga yang terdapat di dalam pellet dapat dilihat dengan mengayak pellet sebanyak 1 kg menggunakan saringan Vibrator balmill no.16 yang bertujuan agar serangga dapat lolos tapi pellet tidak, kemudian serangga dan larva yang lolos dihitung jumlahnya. Kemudian bahan yang telah diperiksa diberi kode, berikut kode pemeriksaan yang ada (Roza, 1998) : C/A = Aman, yaitu tidak terlihat dan tidak ditemukan adanya serangga dari bahan. C/R = Ringan, yaitu terlihat adanya serangga, maksimum 1-2 ekor/kg bahan. C/M = Medium, yaitu serangga terlihat sekitar 3-5 ekor/kg bahan. C/B = Berat, yaitu serangga jelas banyak ditemukan sekitar 6-10 ekor/kg bahan. C/SB = Sangat berat, yaitu serangga >10 ekor/kg bahan.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan yang baik digunakan adalah pada suhu 180-240 C, memiliki ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, terang dan bersih, bebas dari serangan tikus dan serangga, hal tersebut dikemukakan oleh Sofyan dan Abunawan (1974). Suhu ruang yang ideal untuk pertumbuhan serangga adalah berkisar antara 250-300C. Selama penyimpanan enam minggu dilakukan pengukuran terhadap suhu dan kelembaban ruang penyimpanan setiap hari pada waktu pagi (pukul 06.00-07.00), siang hari (pukul 12.00-13.00) dan sore (pukul 18.00-19.00). Hasil pengukuran suhu dan kelembaban disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Pengamatan (minggu ke-) Waktu
Pagi
Siang
Sore
Pengukuran
2
4
6
Suhu (0)
26,9
27,08
26,04
Rh (%)
69,5
75,5
80,71
Suhu (0)
27,9
28
28,66
Rh (%)
64,5
72,14
69,29
Suhu (0)
29,15
28,29
27,8
Rh (%)
61,5
70,79
69,57
Berdasarkan Tabel 6, kisaran suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yaitu 26,040-29,150C dan 61,5%-80,71%. Kisaran suhu ruang penyimpanan tersebut termasuk pada suhu ideal untuk pertumbuhan serangga, karena suhu berkisar antara 250-300C.
Keadaan Umum Pellet Penyimpanan dilakukan untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal, antara lain serangan hama seperti serangga, tikus, mikroorganisme, dan kerusakan fisiologis (Syarief dan Halid, 1993). Bahan kemasan yang digunakan dalam penyimpanan adalah plastik. Plastik adalah jenis kemasan yang sering digunakan dalam pengemasan bahan pangan. Plastik dapat melindungi bahan dari udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Penggunaan plastik sebagai wadah pellet harus hati-hati pada saat proses pengangkutan atau penumpukan, karena plastik lebih rentan sobek dibandingkan dengan kemasan jenis karung plastik. Wigati (2009), menyatakan bahwa kemasan plastik dapat mempertahankan ransum dari serangan serangga hingga penyimpanan 8 minggu. Pellet yang telah dicetak sesuai dengan formulasi ransum yang telah ditentukan, kemudian dilakukan analisis proksimat pada minggu ke-0. Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung didalamnya. Selain itu, manfaat dari analisis proksimat adalah dasar untuk formulasi ransum dan bagian dari prosedur uji kecernaan. Hasil analisis proksimat dan energi bruto disajikan pada Tabel 5.
21
Tabel 7. Hasil Analisis Nutrien dan Energi Bruto Tepung Ubi Jalar, Tepung Garut dan Onggok Jenis Perekat Komponen
Kontrol
Onggok
Tepung ubi
Tepung garut
jalar Kadar Air (%)
13,32
12,63
14,4
12,04
Abu (%)
9,81
9,33
9,21
8,74
Protein kasar (%)
22,1
18,42
19,68
20,03
Serat kasar (%)
8,47
9,13
8,55
8,3
Lemak kasar (%)
3,66
4,04
3,83
3,25
Beta-N (%)
42,64
46,45
44,33
47,64
EB (kkal/kg)
3.956
3.893
3.921
3.906
Perbedaan kadar air dalam ransum karena perbedaan jenis perekat yang digunakan. Berdasarkan analisis proksimat diketahui bahwa pellet memiliki kadar air berkisar antara 12.04%-14,4%. Kadar air pellet berbeda pada setiap perlakuannya karena kemampuan penyerapan air oleh setiap bahan perekat berbeda. Kadar air pellet dengan bahan perekat tepung ubi jalar tidak sesuai dengan kadar air aman untuk penyimpanan yaitu 13%-14% (Syarief dan Halid, 1993). Pellet dengan bahan perekat onggok dapat menurunkan kadar air bahan, yaitu dari 13,32% menjadi 12,63%. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmayeni (2002), bahwa penambahan onggok menyebabkan penurunan kadar air pellet, hal ini diduga karena penambahan kadar onggok pada ransum menyebabkan air yang ada pada bahan ransum lebih mudah terserap. Air ini digunakan untuk merekatkan partikel bahan saat gelatinisasi di dalam mesin pellet. Wigati (2009), menyatakan bahwa pengemasan yang baik dengan menggunakan plastik dapat mempertahankan kadar air ransum selama penyimpanan delapan minggu, yaitu 9,78±2,18%.
22
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ukuran Partikel Ukuran partikel merupakan parameter yang berpengaruh terhadap sifat fisik dan proses produksi pellet. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap ukuran partikel pellet., karena ukuran partikel pellet meningkat seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ukuran Partikel Pellet (mm) Jenis
Lama penyimpanan (minggu)
perekat
Rata-rata
0
2
4
6
A1
6,32±0,22
6,65±0,19
6,90±0,02
7,17±0,05
6,76±0,36
A2
6,830,11
5,86±1,37
7,13±0,13
7,33±0,15
6,79±0,65
A3
6,56±0,41
6,510,17
6,690,08
7,080,31
6,71±0,26
A4
6,44±0,11
6,61±0,11
6,750±0,1
7,11±0,09
6,73±0,29
5,54±0,22A
6,41±0,37A
6,86±0,20B
7,17±0,11B
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
Tabel 6 menunjukkan bahwa ukuran partikel pada minggu ke-0 dan minggu ke-2 tidak berbeda nyata sehingga dapat diketahui bahwa ukuran partikel tidak mengalami peningkatan selama penyimpanan dua minggu. Peningkatan ukuran partikel terjadi pada penyimpanan minggu ke-4 dan minggu ke-6. Secara keseluruhan ukuran partikel pada keempat perlakuan dan penyimpanan selama enam minggu termasuk dalam kategori besar (kasar) karena ukuran partikel berada pada kisaran 1.79 – 13.33 mm.
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Berat Jenis Berat jenis pellet dengan penambahan bahan perekat dan
penyimpanan
selama enam minggu berkisar antara 1,27-1,29 gram/ml (Tabel 7). Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan (gram) dengan volume bahan (ml). Penambahan
23
bahan perekat tepung ubi jalar, tepung garut dan
onggok tidak berbeda nyata
terhadap berat jenis pellet. Lama penyimpanan maupun interaksi antara kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustina (2005) bahwa berat jenis antar perlakuan baik pada mash maupun pellet menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama proses pengurangan (pengencilan) ukuran partikel dan selama proses produksi berlangsung. Proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan diperlukan data mengenai berat jenis bahan, sehingga dalam proses pengemasannya tingkat ketelitian lebih tinggi. Berat jenis yang seragam memudahkan dalam proses pengemasan tersebut.
Tabel 7. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Berat Jenis Pellet (gram/ml) Jenis
Lama penyimpanan (minggu)
perekat
Rata-rata
0
2
4
6
A1
1,29±0,04
1,27±0,04
1,32±0,07
1,27±0,04
1,29±0,02
A2
1,29±0,04
1,28±0,03
1,25±0
1,27±0,04
1,27±0,02
A3
1,32±0,07
1,27±0,04
1,27±0,04
1,27±0,04
1,28±0,03
A4
1,26±0,1
1,39±0,07
1,25±0
1,290,02
1,28±0,06
1,29±0,02
61,27±0,06
1,27±0,03
1,28±0,01
Rata-rata
Keterangan : A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Sudut Tumpukan Sudut tumpukan terbentuk jika bahan dicurahkan melalui sebuah corong terhadap suatu bidang datar dan bahan tersebut dapat bergerak bebas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan perekat penyimpanan berpengaruh sangat nyata
pada pellet
dan lama
(p<0,01) terhadap sudut tumpukan.
Pengukuran sudut tumpukan disajikan pada Tabel 8. Sudut tumpukan yang terbentuk pada perlakuan penambahan bahan perekat berkisar antara 18,240-22,510. Penambahan perekat onggok adalah bahan yang memiliki sudut tumpukan tertinggi kemudian diikuti oleh pellet tanpa perekat, pellet
24
dengan perekat tepung ubi jalar dan pellet dengan perekat tepung garut, sudut tumpukan masing-masing bahan secara berurutan adalah 22,51±3,580; 19,8±1,430; 19,64±4,390; dan 18,24±3,240. Hal ini menandakan bahwa dengan penamban bahan perekat onggok, maka sudut tumpukan yang terbentuk dapat lebih besar dibandingkan dengan perekat lain dan kontrol. Ukuran partikel berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan bahan. Pellet dengan perekat onggok memiliki ukuran partikel tertinggi sehingga dapat menyebabkan bahan tersebut memiliki sudut tumpukan tertinggi pula.
Tabel 8. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Sudut Tumpukan (0) Jenis
Lama penyimpanan (minggu)
perekat
Rata-rata
0
2
4
6
A1
20,7±5,34
20,69±5,01
17,69±4,02
20,13±2,6
19,8±1,43A
A2
24,1±3,95
26,07±1,33
17,71±1,46
22,16±2,23
22,51±3,58B
A3
14,96±0,11
23,63±0,38
16,84±2,36
23,12±1,41
19,64±4,39A
A4
15,48±1,38
20,29±0,88
15,47±1,98
21,71±1,83
18,24±3,24A
Rata-rata
18,81±4,38A 22,67±2,71B 16,93±1.05A 21,78±1,25B
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01). A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
Sudut tumpukan berpengaruh terhadap kemudahan dalam pengangkutan pakan dan kecepatan aliran pellet. Lama penyimpanan juga berpengaruh terhadap besarnya sudut tumpukan pellet . Sudut tumpukan bertambah pada minggu ke-2 dan berkurang kembali pada minggu ke-4. Berdasarkan Tabel 8, bahan yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam kategori bahan yang sangat mudah mengalir karena sudut tumpukan yang terbentuk berkisar antara 20 0-300, sehingga dapat mempercepat proses pengangkutan maupun pembongkaran dalam industri pakan yang menggunakan alat mekanik dalam proses pengerjaannya.
25
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Tumpukan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis perekat berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kerapatan tumpukan dengan besar tumpukan terbesar pada perekat
onggok.
Lama
penyimpanan
berpengaruh
sangat
nyata
(p<0,01)
meningkatkan kerapatan tumpukan (Tabel 9). Nilai kerapatan tumpukan berdasarkan jenis perekat yang digunakan berkisar antara 0,56-0,58 gram/ml, sedangkan berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara 0,56-0,57 gram/ml. Bahan yang memiliki kerapatan tumpukan tinggi membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk jatuh dan mengalir dibandingkan dengan bahan yang memiliki kerapatan tumpukan yang lebih kecil.
Tabel 9. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Tumpukan (gram/ml) Jenis
Lama penyimpanan (minggu)
perekat
Rata-rata
0
2
4
6
A1
0,55±0,01
0,55±0,01
0,57±0,01
0,56±0,01
0,55±0.01A
A2
0,57±0,02
0,57
0,56
0,60±0,01
0,58±0.01B
A3
0,55±0,01
0,57±0,01
0,57±0,01
0,56±0,01
0,56±0.01A
A4
0,56
0,58±0,01
0,60±0,01
0,56
0,56±0.01A
0,56±0.01A
0,57±0.01B
0,57±0.01B
0,57±0,02B
Rata-rata
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
Pellet dengan penambahan perekat onggok memiliki kerapatan tumpukan yang lebih besar dibandingkan dengan bahan lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa onggok dapat jatuh dan mengalir lebih cepat pada proses pengemasan dibandingkan dengan bahan lain. Penyimpanan yang dilakukan selama enam minggu mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan bahan. Semakin lama bahan disimpan maka nilai kerapatan tumpukan bahan akan semakin meningkat. Kerapatan tumpukan pada minggu ke-0 lebih kecil daripada pada minggu ke-2, minggu ke-4 dan minggu-6
26
menunjukkan bahwa pellet pada minggu ke-0 memiliki berat tiap satuan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan minggu berikutnya. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kerapatan pemadatan tumpukan bahan (Tabel 10). Kerapatan tumpukan tidak dipengaruhi oleh jenis perekat yang digunakan. Interaksi antara jenis perekat yang digunakan dan lama penyimpanan juga tidak mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan bahan. Kerapatan pemadatan tumpukan meningkat seiring dengan bertambahnya lama penyimpan.
Hasil
pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan bahan berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara 0,624-0,652 gram/ml, sedangkan berdasarkan jenis perekat yang digunakan berkisar antara 0,636-0,639 gram/ml. Penentuan nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan haruslah dengan cara pemadatan yang sama, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih akurat. Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa bahan yang membutuhkan ruang penyimpanan lebih kecil adalah pada penyimpanan minggu ke-4, karena semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan bahan maka akan semakin kecil ruang penyimpanan yang diperlukan.
Tabel 10. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (gram/ml) Jenis perekat
Lama penyimpanan (minggu)
Rata-rata
0
2
4
6
A1
0,63±0,01
0,63±0,01
0,65±0,01
0,64±0,01
0,636±0,01
A2
0,63±0,01
0,63±0,01
0,66±0,01
0,64±0,01
0,639±0,01
A3
0,62±0,01
0,64±0,01
0,65±0,01
0,64±0,01
0,636±0,01
A4
0,62±0,01
0,65±0,01
0,65±0,01
0,64±0,01
0,638±0,02
Rata-rata
0,624±0,01A 0,636±0,01B 0,652±0,01C 0,636±0,001B
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
27
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Ketahanan Benturan Pellet Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap ketahanan benturan pellet. Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa semakin lama bahan disimpan maka ketahanan benturan akan semakin menurun. Berdasarkan jenis perekat yang digunakan, pellet dengan penambahan perekat onggok memiliki nilai ketahanan benturan yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan lain. Hal ini disebabkan karena onggok memiliki kandung pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis perekat lain. Kandungan pati onggok berkisar antara 60%-70%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Zain (2008) yang menyatakan bahwa pati yang tergelatinisasi akan membentuk sturktur gel yang akan merekatkan pakan, sehingga pakan akan tetap kompak dan tidak mudah hancur.
Tabel 11. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Ketahanan Benturan Pellet (%) Jenis
Lama penyimpanan
perekat
Rata-rata
0
2
4
6
A1
95,27±2,04
96,67±4,88
92,40±0,82
89,09±2,79
93,36±3,36
A2
96,81±0,36
97,19±0,21
93,52±1,24
90,41±0,94
94,48±3,18
A3
97,01±0,64
95,02±3,91
90,62±2,45
86,73±4,55
92,35±4,6
A4
96,93±1,08
95,26±2,08
91,12±1
91,43±1,84
93,68±2,87
Rata-rata
96,51±0,83
A
96,04±1,06
A
91,91±1,31
B
89,42±2,03
C
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap ketahanan benturan pelet (p<0,01). Keadaan bahan mempengaruhi ketahanan terhadap benturan. Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa ketahanan benturan pelet paling tinggi pada minggu ke-0 dan minggu ke-2, keduanya tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan minggu ke-6 nilai ketahanan benturan lebih kecil dibandingkan dengan minggu ke-4. Hasil ini
28
menunjukkan bahwa semakin lama pelet disimpan maka akan semakin rendah ketahanan pelet terhadap benturan yang terjadi. Suryani (2005), menyatakan bahwa ketahanan benturan pellet dengan perlakuan penyemprotan 6% air dan lama penyimpanan satu minggu adalah sebesar 88,13%, sehingga hasil penelitian dengan penyimpanan selama enam minggu masih diatas standar tersebut.
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Pellet Durability Index (PDI) Nilai pellet durability index (PDI) minimum untuk pellet ayam broiler adalah 80% (Dozier, 2001). Tabel 12 menyajikan besarnya rataan PDI. Interaksi antara jenis perekat dan lama penyimpanan sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap PDI. Jenis perekat dan lama penyimpanan sangat nyata mempengaruhi PDI (p<0,01). Lama penyimpanan menurunkan PDI dan jenis perekat onggok memiliki PDI tertinggi. Pellet dengan penambahan perekat onggok memiliki rataan nilai PDI tertinggi diantara jenis perekat lain yaitu 83,54±12,77%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan perekat onggok dapat meningkatkan keutuhan pellet, kekokohan pellet, dan tidak mudah hancur selama proses pengangkutan (transportasi).
Tabel 12. Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Rataan Pellet Durability Index (PDI) (%) Jenis perekat
Lama penyimpanan (minggu) 0
2
4
6
Rata-rata
A1
96,37±0,4A
82,57±0,65B 71,87±3,45C
68,57±1,1C
A2
97,53±1,48A
90,67±0,9A
69,83±4,63B 83,54±12,77B
A3
97,65±0,22A 85,13±0,45B 70,50±0,87C 67,77±0,81C 80,26±13,87A
A4
97,47±0,03a
Rata-rata
97,25±0,6D
87,73±0,4b
76,132,75B 70,30±2,42c
79,84±12,53A
66,87±1,36c 80,59±14,49A
86,53±3,47C 72,20±2,71B 68,26±1,26A
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01) A1 = kontrol; A2 = Perekat onggok 2%; A3 = Perekat tepung ubi jalar 2%; A4 = Perekat tepung garut 2%
29
Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa semakin lama pellet disimpan, maka PDI akan semakin menurun. PDI mengalami penurunan yang sangat signifikan sehingga pellet tidak memenuhi standar PDI yang baik yaitu berada dibawah 80%. Pellet yang memiliki PDI tertinggi selama penyimpanan enam minggu adalah pellet dengan perekat onggok. PDI yang memenuhi standar adalah pada minggu ke-0 dan minggu ke-2, penyimpanan pada minggu ke-4 dan minggu ke-6 tidak memenuhi standar yang berlaku karena PDI kurang dari 80%. Pellet mengalami penurunan PDI selama penyimpanan, karena pellet mengalami penggumpalan dan kerapuhan sehingga kekuatan pellet berkurang.
Pengaruh Jenis Perekat dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga Aspek kehidupan serangga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kadar air dan komoditi yang disimpan). Sistem penyimpanan bahan pakan sangat menguntungkan bagi serangga gudang karena dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan. Pada penelitian ini, penyimpanan dilakukan menggunakan bahan kemasan yang berbahan plastik sehingga tidak ada serangga yang dapat masuk kedalam kemasan tersebut, dan penyimpanan dilakukan diatas pallet sehingga tidak terjadi kerusakan pada kemasan tersebut. Hasil penyimpanan pakan dengan bahan perekat yang berbeda menunjukkan bahwa tidak ada serangga yang hidup pada pakan tersebut, sehingga termasuk dalam golongan aman dengan kode C/A (Roza, 1998). Perkembangbiakan serangga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan termasuk dalam skala yang aman untuk kembangbiak serangga yaitu suhu berkisar antara 250-300C. Namun, faktor yang dapat mempertahankan pellet
dari serangan serangga adalah jenis
kemasan yang digunakan, yaitu plastik. Hal ini sesuai dengan Wigati (2009), jenis kemasan plastik dapat mempertahankan pakan dari serangan serangga hingga penyimpanan 8 minggu.
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pellet dengan jenis perekat onggok lebih baik dibandingkan perekat tepung ubi jalar dan tepung garut terhadap nilai sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan Pellet Durability Index (PDI). Penyimpanan selama enam minggu dapat mempertahankan nilai ketahanan benturan sesuai standar dan tidak diserang oleh serangga. Penyimpanan selama dua minggu nilai PDI masih sesuai standar yaitu diatas 80%.
Saran Pakan yang telah diproduksi dapat dipertahankan dari serangan serangga selama enam minggu, namun hanya dapat mempertahankan PDI dalam waktu dua minggu, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pengukuran kadar air dan aktivitas air bahan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala berkat dan perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan dari program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas
Peternakan,
Institut
Pertanian Bogor.
Penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Y.Triyono dan Ibu Sukamti yang telah banyak membantu dalam berbagai hal, baik berupa finansial, nasehat dan doa yang tiada henti, serta kasih sayang yang tulus, Mas Deni, Mbak Nana dan Kayan yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan semangat bagi penulis. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr.Ir Yuli Retnani M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi dan Dr.Ir Sumiati M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Prof.Dr.Ir Nahrowi R. M.Sc dan Ir. N.B Polii SU sebagai dosen penguji sidang dan Ir. Dwi Margi Suci M.Sc sebagai dosen panitia yang telah memberikan banyak kritik serta saran yang membangun terhadap penulisan skripsi dan penulis. Terimakasih atas bantuan yang diberikan oleh teman-teman tim penelitian yaitu Handrio dan Fredy dan kepada seluruh mahasiswa INTP 45, khususnya Aulia, Nikita, Alivan, Arief, Sonny, Andrew dan Vipassana, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Terimakasih kepada Mbak Yati, Bu Anis, dan Pak Wardi atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Mei 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Y. 2005. Kualitas fisik pellet ransum ayam broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Balagopalan, C. G. Padmaja, S.K. Nanda & S.N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. IRC Press, Florida. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2006. Karakteristik umbi garut (Marantha arundinacea) pada berbagai umur panen dan produk olahannya. http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/images/dokumen/rekomendasi/20062. [Januari 2012] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2011. Teknologi pembuatan sawut dan tepung ubi jalar. http://yogya.litbang.deptan.go.id. [Januari 2012] Benning, C.J. 1983. Plastic Film for Packaging. Technomic Publishing Company, Inc, Pennsylvania Dozier, W. A III, M.P. Lacy & L.R Vest. 2001. Broiler production and management. http://www.ThePoultrysite.com. [6 Januari 2012] Fasina, O.O. & S. Sokhansanj. 1993. Effect of moisture content on bulk handling properties of alfafa pellets. Canadian Agric. Engine. 35(4): 269-273. Geldart, D., M. F. Mallet & N. Rolfe. 1990. Assesing the Flowability of Powders Using Angle of Repose. Powder, Handling and Processing, 2 (4):341-345. Ginting. S.P. 2009. Prospek penggunaan pakan komplit pada kambing tinjauan manfaat dan aspek bentuk fisik pada kambing serta respon ternak. Wartazoa 19(2) : 64-75. Hoffman, A. 1997. The Flow Properties of Industrial Powders. E-mail. Information Hoffmann@chem. Rugl.nl. http://chte26.chem.rug.nl/subjects/flowprop.html. [1 September 2011]. Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan 22 (1): 1-11. Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan 22 (1): 33-42.
Leeson, S & J.D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition 3rd Edition. University of book, Guelph. McEllhiney,R.R. 1994. Feed Manufacturing Industry 4th Edition. American Feed Industry Assosiaction Inc. Arlington. Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat makanan udang berbentuk pellet. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pfost, H.B. 1976. Pelleting-Introduction and General Definitions. In: Feed Manufacturing Technology. 1976. American Feed Manufacturers Association, Inc. Kansas State University. pp. 103-104. Raharjo, A. 1997. Bahan Perekat Pakan Udang. Majalah Trubus No. 328 Th XXVIII Maret 1997. Jakarta. Rahmayeni. 2002. Uji sifat fisik ransum ayam broiler starter bentuk pelet dengan penambahan perekat onggok. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Retnani, Y., L. Herawati & S. Khusniati. 2011. Uji sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble berperekat tepung tapioka, bentonit dan onggok. JTTP 1(2):88-97. Roza, D. 1998. Pengelolaan Hama Gudang di Depot Logistik Jakarta Raya (Dolog Jaya). Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. Penerbit PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Soesarsono. 1998. Teknologi penyimpanan komoditas pertanian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Suadnyana, I. W. 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugiyono. R.P. & N.F Didah. 2009. Modifikasi pati garut (Marantha arundinacea) dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan (AutoclavingCooling Cycling) untuk menghasilkan pati resisten tipe III. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 20 (1). Suryani, Y.I. 2005. Pengujian kualitas fisik pelet ransum broiler finisher pada taraf penyemprotan air dan lama penyimpanan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34
Sutardi, T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak. Makalah Orasi Ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief, R. & H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Jakarta. Tarmudji. 2004. Pemanfaatan onggok untuk pakan unggas. http://litbang.deptan.go.id/artikel/one/pdf/pemanfaatan%20onggok%20untuk %20pakan%20unggas.pdf. [Januari 2012] Tyler, W.S. 1959. Tyler Sieve for Clasifying Granular Materials. American Society for Testag Materials. Wibowo, S. S. 1986. Pemeliharaan Udang Galah di Kolam Air Tawar. PT. Waca Utama Pramesti bekerja sama dengan Pemda DKI Jakarta, Jakarta. Wigati, D. 2009. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap serangan serangga dan sifat fisik ransum broiler starter berbentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarto, Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantoso, & Sumarno. 1994. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Edisi Khusus (3): 145 – 157. Zain, S. 2008. Pengaruh penambahan air panas dan perekat bentonit terhadap sifat fisik ransum broiler starter bentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ukuran Partikel (mm) Sk
db
jk
kt
Total
47
11,0995
0,2362
Perlakuan
15
6,3969
0,4265
2,9019
Jenis Perekat (A)
3
0,0429
0,0143
Waktu (B)
3
4,2653
1,4218
A*B
9
2,0887
0,2321
Galat
32
4,7026
0,1470
Fhit
F0.05
F0.01
0,0974tn
2,9011
4,4594
9,6747**
2,9011
4,4594
2,1888
3,0208
F0.05
F0.01
1,5792
tn
Keterangan : **sangat berbeda nyata; tn tidak berbeda nyata
Lampiran 2. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Berat Jenis (gram/ml) Sk
db
jk
kt
Fhit
Total
47
0,0995
0,0021
Perlakuan
15
0,0230
0,0015
0,6429
3
0,0013
0,0004
0,1878tn
2,9011 4,4594
tn
2,9011 4,4594 2,1888 3,0208
Jenis Perekat (A) Waktu (B)
3
0,0024
0,0008
0,3360
A*B
9
0,0193
0,0021
0,8968tn
Galat
32
0,0764
0,0024
Keterangan : tn tidak berbeda nyata
Lampiran 3. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Sudut Tumpukan ( 0) Sk
db
jk
kt
Fhit
F0.05
F0.01
Total
47
753,8309
16,0390
Perlakuan
15
516,4424
34,4295
4,6411
Jenis Perekat (A)
3
114,9817
38,3272
5,1665**
2,9011 4,4594
Waktu (B)
3
253,7156
84,5719
11,4003**
2,9011 4,4594
tn
2,1888 3,0208
A*B
9
134,3923
14,9325
Galat
32
237,3884
7,4184
2,0129
Keterangan : **sangat berbeda nyata; tn tidak berbeda nyata
37
Lampiran 4. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan Tumpukan (gram/ml) Sk
db
jk
kt
Fhit
F0.05
F0.01
Total
47
0,0096
0,0002
Perlakuan
15
0,0068
0,0005
4,9987
Jenis Perekat (A)
3
0,0019
0,0006
7,0021**
2,9011 4,4594
Waktu (B)
3
0,0026
0,0009
9,7323**
2,9011 4,4594
tn
2,1888 3,0208
A*B
9
0,0022
0,0002
Galat
32
0,0029
0,0001
2,0530
Keterangan : **sangat berbeda nyata; tn tidak berbeda nyata
Lampiran 5. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Kerapatan PemadatanTumpukan (gram/ml) Sk
db
jk
kt
Fhit
F0.05
F0.01
Total
47
0,0084
0,0002
Perlakuan
15
0,0062
0,0004
5,7957
Jenis Perekat (A)
3
0,0001
0,0000
0,4313tn
2,9011 4,4594
Waktu (B)
3
0,0047
0,0016
22,2923**
2,9011 4,4594
A*B
9
0,0013
0,0001
2,0850tn
2,1888 3,0208
Galat
32
0,0023
0,0001
Keterangan : **sangat berbeda nyata; tn tidak berbeda nyata
Lampiran 6. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Ketahanan Benturan Pellet (%) Sk
db
jk
Total
47
667,113
14,194
Perlakuan
15
484,849
32,323
5,675
Jenis Perekat (A)
3
28,135
9,378
1,647tn
2,901 4,4594
Waktu (B)
3
416,154
138,718
24,355**
2,901 4,4594
A*B
9
40,560
4,507
0,791tn
2,189 3,0208
Galat
32
182,264
5,696
Keterangan : **sangat berbeda nyata;
tn
kt
Fhit
F0.05
F0.01
tidak berbeda nyata
38
Lampiran 7. Sidik Ragam (ANOVA) untuk Pellet Durability Index (PDI) (%) Sk
db
jk
kt
Total
47
667,113
14,194
Perlakuan
15
484,849
32,323
5,675
Jenis Perekat (A)
3
28,135
9,378
1,647tn
2,901 4,4594
Waktu (B)
3
416,154
138,718
24,355**
2,901 4,4594
tn
2,189 3,0208
A*B
9
40,560
4,507
Galat
32
182,264
5,696
Fhit
0,791
F0.05
F0.01
Keterangan : **sangat berbeda nyata; tn tidak berbeda nyata
39