PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG UBI JALAR MERAH DITAMBAH RAGI TAPE TERHADAP PERFORMA DAN ORGAN PENCERNAAN AYAM BROILER
SKRIPSI DAFI ARISTA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN DAFI ARISTA. D24070186. 2012. Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Merah ditambah Ragi Tape terhadap Performa dan Organ Pencernaan Ayam Broiler. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur. Sc. : Dr. Ir. Jajat Jachja FA, M.Agr.
Dalam dunia pangan, penggunaan probiotik, prebiotik atau kombinasi keduanya (sinbiotik) sudah dikenal masyarakat luas, selain memberikan dampak positif bagi tubuh manusia, keberadaan bahan tersebut menjadikan pangan semakin berkualitas. Saat ini penggunaan bahan tersebut, dalam dunia peternakan dirasa masih kurang, sehingga diperlukan dilakukan peninjauan lebih dalam mengenai penggunaan bahan tersebut sebagai feed supplement pada pakan ternak. Ragi tape sudah dikenal oleh masyarakat luas, pemanfaatannya hanya sebatas sebagai starter pembuatan pangan fermentasi (tape) karena memiliki kandungan kapang, khamir, dan Sacharomyces cerevisiae. Ragi mengandung bermacam-macam mikroba starter yang dapat dimanfaatkan sabagai sumber probiotik. Menurut penelitian sebelumnya, penggunaan ragi sebagai probiotik mampu mengurangi tingkat mortalitas serta memperbaiki performa ternak yang dipelihara. Keberadaan probiotik menjadi semakin baik pada saluran pencernaan, jika ditambahkan prebiotik yang berfungsi menunjang kebutuhan nutrien bagi probiotik. Prebiotik sendiri dapat berasal dari umbi-umbian, contohnya didalam ubi jalar yang mengandung senyawa oligosakarida berupa rafinosa, maltosa, stakiosa dan maltotriosa yang bermanfaat sebagai sumber prebiotik. Pemberian ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar segar sebanyak 14,82% total padatan terlarut selama 10 hari dapat menurunkan Escherichia coli sebesar 2,35 log CFU/g pada feses tikus putih. Penelitian ini bertujuan mengetahui kombinasi terbaik tepung ubi jalar merah dengan ragi sebagai pakan sinbiotik, yang dicampur ke ransum broiler. Jumlah materi yang digunakan sebanyak 180 ekor ayam broiler strain CP 707 umur tujuh hari. Parameter yang diamati berupa performa yang terdiri dari konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir mortalitas, dan organ pencernaan yang diamati terdiri dari gizzard (rempela), usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), usus besar, dan sekum. Hasil penelitian kombinasi pemberian tepung ubi jalar merah dengan ragi sebagai sinbiotik, berpengaruh nyata (P<0,05) pada pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot akhir. Pemberian ragi hanya berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot duodenum, sedangkan pemberian ubi jalar berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan, konversi dan bobot badan akhir, dan pemberian perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi pakan, konsumsi air minum, mortalitas, panjang dan tebal duodenum, panjang, tebal dan bobot jejunum serta ileum, panjang dan bobot usus besar dan sekum. Level pemberian terbaik terdapat pada perlakuan pertama dengan kombinasi terendah yaitu 3% tepung ubi jalar 0,5% ragi tape. Kata kunci : Ubi jalar merah, ragi tape, organ pencernaan, ayam broiler. 1
ABSTRACT The effect of treatment mixtures Ipomea batatas meal (prebiotic) with Yeast (probiotic) as a sinbiotic mixed with commercial broiler feed on performance and digestive organ of broiler chickens Arista, D., A. Sudarman and J. Jahcja The effects of feeding different Ipomea batatas (prebiotic) and Yeast (probiotic) levels on performance and morphometry of the digestive tract in broiler chickens were evaluated in this trial. One hundred eighty broiler chickens were assigned to a complete randomized design with a 2 x 3 factorial (I. batatas and Yeast levels) for the periods from 2 to 5 weeks old. The experimental diets consisted of starter feeds and finisher feeds. Diets were added with different level of I. batatas and Yeast P1 (3% I. batatas meal + 0.5% Yeast), P2 (6% I. batatas meal + 0.5% Yeast), P3 (3% I. batatas + 1% Yeast), P4 (6% I. batatas + 1% Yeast), P5 (3% I. batatas +1.5% Yeast); P6 (6% I. batatas + 1.5% Yeast). The performance in the periode from 2 to 5 weeks and morphometry of the digestive tract were evaluated. Significant differences on body weight gain, feed conversion, final body weight and duodenum weight, but not significant differences on feed intake, water consumption, mortility, weight and length of jejunum, ileum, colon, and sekum. The diet with I. batatas level of 3% and Yeast 0.5% resulted in better performance and duodenum weight. Keywords: Ipomea batatas, Yeast , performance, digestive tract, broiler chickens
2
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG UBI JALAR MERAH DITAMBAH RAGI TAPE TERHADAP PERFORMA DAN ORGAN PENCERNAAN AYAM BROILER
DAFI ARISTA D24070186
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 3
Judul
: Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Merah Ditambah Ragi Tape Terhadap Performa dan Organ Pencernaan Ayam Broiler
Nama
: Dafi Arista
NIM
: D24070186
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc) NIP.196404241989031001
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Jajat Jachja FA, M.Agr) NIP.194809021974121001
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc) NIP.196705061991031001
Tanggal Ujian : 6 Maret 2012
Tanggal Lulus : 4
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 6 September 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Alwan Bin Asri dan Ibu Nur Munjilah. Pendidikan yang pernah ditempuh diawali dari Taman Kanak-Kanak (TK) Bajirejo Kasembon Malang tahun 1994-1996, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kasembon 3 Malang pada tahun 1996-2001, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri (SMPN) 1 Kasembon, Malang pada tahun 2001-2004 kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Pare, Kediri pada tahun 2004-2007. Penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak sebagai anggota Biro Magang (2008-2009). Kemudian penulis aktif di Kelompok Pecinta Alam (KEPAL-D) Fakultas Peternakan dan Aktif menjadi anggota Capoeira Alegria IPB, Institut Pertanian Bogor, Penulis aktiv menjadi asisten praktikum mata kuliah PKTT Fakultas Kedokteran Hewan (periode 20102011 dan 2012-2013). Penulis lolos sebagai mahasiswa penerima bantuan modal usaha dalam Program Mahasiswa Wirausaha 2011dalam bidang penyedian hijauan pakan. Penulis juga pernah melaksanakan magang di PT. Rejo Sari Bumi Tapos Bogor, Jawa Barat pada tahun 2010. Penulis menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Merah Ditambah Ragi Tape Terhadap Performa Dan Ogan Pencernaan Ayam Broiler, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan IPB. Penyusunan skripsi ini dilakukan dengan bimbingan Dr.Ir. Asep Sudarman, M.Rur. Sc dan Dr. Ir. Jajat Jachja FA, M.Agr.
5
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil’alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Skripsi yang diangkat ini berjudul Pengaruh Pemberian Tepung Ubi Jalar Merah Ditambah Ragi Tape Terhadap Performa dan Ogan Pencernaan Ayam Broiler, yang ditulis berdasarkan penelitian pada bulan Agustus 2010 dan hasil yang ditunjukan pemberian perlakuan mampu meningkatkan performa ayam yang dihasilkan. Tujuan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan wujud peran aktif konstribusi dalam kemajuan dunia peternakan. Skripsi ini berisi tentang pengunaan sinbiotik yang merupakan kombinasi probiotik asal ragi tape dengan prebiotik asal ubi jalar merah yang dimanfaatkan untuk meningkatkan produktifitas ayam broiler komersial. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam memajukan dunia peternakan serta menjadi catatan amal saleh. Amin. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Alloh Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang akan membalasnya.
Bogor, Maret 2012
Penulis
6
DAFTAR ISI
RINGKASAN .......................................................................................
Halaman i
ABSTRAK ............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
v
KATA PENGANTAR ...........................................................................
vi
DAFTAR ISI.........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xi
PENDAHULUAN .................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................... Tujuan ......................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
Sinbiotik ................................................................................... Ragi Tape .................................................................................. Sacharomyces cervisiae ............................................................. Ayam Broiler ............................................................................ Performa Ayam Broiler ............................................................. Konsumsi Ransum ........................................................... Konsumsi Air Minum ....................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................... Konversi Ransum ............................................................. Mortalitas ........................................................................ Organ Pencernaan Unggas ......................................................... Rempela (Gizzard) ........................................................... Usus Halus ....................................................................... Usus Besar ....................................................................... Sekum ..............................................................................
3 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9 9 9 10 10
MATERI DAN METODE ....................................................................
11
Lokasi dan Waktu ...................................................................... Materi ....................................................................................... Ternak ............................................................................. Ubi Jalar .......................................................................... Ragi Tape ........................................................................ Ransum Komersil ............................................................
11 11 11 11 12 12 7
Alat yang Digunakan ....................................................... Prosedur..................................................................................... Persiapan Kandang ........................................................... Pemeliharaan .................................................................... Rancangan dan Analisis Data ..................................................... Perlakuan ......................................................................... Model Matematika ............................................................ Peubah yang Diamati .......................................................
13 13 13 14 14 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
17
Suhu dan Kelembaban ............................................................... Ransum Ayam Broiler ............................................................... Performa Ayam Broiler ............................................................. Konsumsi Air Minum ...................................................... Konsumsi Ransum ........................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................... Konversi Ransum ............................................................. Bobot Badan Akhir .......................................................... Mortalitas ........................................................................ Organ Pencernaan ..................................................................... Rempela (gizzard) ............................................................ Usus Halus ....................................................................... Duodenum .............................................................. Jejunum .................................................................. Ileum ...................................................................... Usus Besar ....................................................................... Usus Buntu (sekum) .........................................................
17 17 18 18 19 21 24 28 30 32 32 34 34 37 40 43 45
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
47
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
49
LAMPIRAN .........................................................................................
53
8
DAFTAR TABEL Nomor 1. Komposisi Kimia Nilai Gizi Tepung Ubi Jalar ...........................
Halaman 4
2. Komposisi Nutrien Pakan Starter (1-21 hari) .............................
12
3. Komposisi Nutrien Pakan Finisher (22 hari-panen) ...................
13
4. Konsumsi Air Minum ................................................................
18
5. Konsumsi Ransum ....................................................................
20
6. Pertambahan Bobot Badan .........................................................
23
7. Konversi Ransum ......................................................................
25
8. Bobot Badan Akhir ....................................................................
29
9. Mortalitas selama Pemeliharaan .................................................
31
10. Persentase Bobot Rempela (Gizzard) .........................................
33
11. Rataan Persentase Bobot, Panjang dan Tebal Duodenum ..........
36
12. Rataan Persentase Bobot,Panjang dan Tebal Jejunum ...............
39
13. Rataan Persentase Bobot, Panjang dan Tebal Ileum ...................
41
14. Persentase Bobot dan Panjang Usus Besar ................................
44
15. Persentase Bobot dan Panjang Sekum .......................................
45
9
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Ubi Jalar Merah Sebelum Dihaluskan ........................................
Halaman 11
2. Ragi Tape Sebelum Dihaluskan .................................................
12
3. Grafik Interaksi Pertumbuhan Bobot Badan Terhadap Perlakuan
22
4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Terhadap Ubi Jalar ...............
24
5. Grafik Interaksi Konversi Ransum Terhadap Perlakuan .............
25
6. Grafik Konversi Ransum Terhadap Ubi Jalar .............................
27
7. Grafik Interaksi Perlakuan Terhadap Bobot Akhir ......................
28
8. Grafik Bobot Akhir Terhadap Ubi Jalar .....................................
30
9. Grafik Bobot Duodenum Terhadap Ragi ...................................
37
10
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Anova Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler........................
Halaman 53
2. Anova Konversi Pakan Ayam Broiler ........................................
54
3. Anova Bobot Badan Akhir Ayam Broiler ...................................
55
4. Anova Bobot Duodenum ...........................................................
56
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras yang memiliki kemampuan tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu yang relatif singkat (5-7 minggu), oleh karena itu daging ayam broiler menjadi peranan penting sebagai sumber protein hewani. Saat ini peternakan ayam broiler memiliki prospek usaha yang menjanjikan di Indonesia, mengingat kebutuhan protein asal hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Menurut Bahri et al. (2005) protein hewani tersusun dari asam-asam amino yang mudah didegradasi oleh tubuh, bersifat esensial bagi perkembangan dan pertumbuhan tubuh manusia. BPS (2011) menyatakan, konsumsi produk hewani asal ayam broiler dari tahun 2006 hingga tahun 2010 meningkat 37,5% di Indonesia. Tahun-tahun kedepan konsumsi ini nampaknya akan semakin meningkat, sehingga memicu usaha peternakan ayam broiler untuk berkembang pesat, seiring dengan meningkatnya akan kebutuhan akan protein hewani. Peningkatan perkembangan industri peternakan ayam broiler tidak pernah lepas dari aspek pakan. Biaya pakan sendiri merupakan 70% biaya produksi ayam broiler, maka pakan yang diberikan ke ayam harus berkualitas dan memenuhi nutrien yang dibutuhkan oleh ayam tersebut dengan tujuan menghasilkan produk yang diinginkan. Nutrien utama yang dibutuhkan oleh ayam pada umumnya sama seperti yang dibutuhkan ternak lainnya, berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Pakan yang mengandung nutrien berkualitas dapat menghasilkan performa yang optimal dan produktifitas maksimal. Peningkatan kualitas pada pabrik pakan umumnya dengan melakukan manipulasi komposisi pakan diantaranya dengan penambahan feed additive yang dicampurkan ke dalam pakan, feed additive yang digunakan dapat berupa antibiotik, probiotik, dan prebiotik. Feed additive berupa probiotik adalah suatu bahan yang mengandung koloni mikroba tertentu, yang digunakan dengan tujuan meningkatkan daya cerna ransum sehingga produktivitas ternak meningkat (Dutta et al., 2009). Keberadaan probiotik sendiri dapat berkembang lebih baik jika dikombinasikan dengan prebiotik, yang merupakan nutrien bagi probiotik. Menurut Ferket et al. (2007) ada beberapa mekanisme kerja probiotik sebagai growth promoter, yaitu dengan menjaga ekosistem serta 12
menyediakan nutrien bagi inang tersebut, selain itu kegunaan dari probiotik dapatat menggantikan antibiotik yang sering digunakan sebagai feed additive. Kombinasi probiotik dengan prebiotik yang diberikan secara bersamaan disebut sebagai sinbiotik. Beberapa jenis prebiotik yang popular termasuk dalam kelompok oligosakarida yaitu fruktosa, rafinosa, inulin, dan galaktosa. Salah satu jenis kelompok oligosakarida yang dapat dijadikan sebagai sumber prebiotik adalah kelompok gula sederhana seperti rafinosa, maltotriosa yang ditemukan pada ubi jalar. Kelompok oligosakarida seperti rafinosa, stakiosa, dan verbakosa tidak dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan, sehingga memerlukan adanya bantuan mikroba pencerna dalam melakukan proses pencernaan senyawa tersebut, salah satu mikroba tersebut adalah Sacharomyces cervisiae asal ragi tape yang saat ini sering digunakan untuk fermentasi pati dari ubi kayu. Potensi ubi jalar dapat sebagai sumber prebiotik karena adanya senyawa rafinosa dan meltotriosa selain itu, juga ubi jalar dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat diantara tanaman umbi-umbian lainnya. Badan Pusat Statistik (2011) menyatakan ubi jalar menduduki urutan kedua dengan produksinya 2.172.228 ton setelah singkong, sehingga keberadaan ubi jalar sendiri jumlahnya melimpah di Indonesia. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi terbaik level pemberian tepung ubi jalar merah dengan ragi sebagai ransum sinbiotik yang dicampurkan ke ransum broiler komersial terhadap performa dan organ pencernaan ayam broiler yang dihasilkan.
13
TINJAUAN PUSTAKA Sinbiotik Sinbiotik
merupakan
pengembangan
ransum
konvensional
dengan
penggabungan probiotik dan prebiotik (Winarno, 2003) yang diberikan secara bersamaan. Istilah sinbiotik digunakan pada produk yang mengandung probiotik dan prebiotik secara sekaligus dalam satu media. Mekanisme kerja probiotik dan prebiotik menurut Winarno (2004) dalam meningkatkan daya tahan usus antara lain : mengubah pH lingkungan saluran usus, berkompetisi dengan bakteri patogen dalam pemanfaatan nutrisi, merangsang enzim pencernaan pancreas di dalam usus halus, memproduksi zat antibakteri atau bakteriosin, dan berkompetisi dengan bakteri patogen untuk menempel pada vili-vili usus, sehingga mengurangi kesempatan bakteri patogen untuk berkembang biak. Prebiotik sendiri adalah nondigestible food ingredient yang mempunyai pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktifitas, pertumbuhan selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih mikroba penghuni kolon (Salminen dan Wright, 1998) Prebiotik sebagai makanan sulit dicerna oleh host (inang), namun bermanfaat bagi mikroba yang terdapat pada usus ternak, dengan cara meningkatkan pertumbuhan dan keaktifan satu atau lebih jenis mikroba positif yang berada di usus (Winarno, 2003). Nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba organ usus adalah polisakarida, pectin, selulosa, hemiselulosa dan oligosakarida yang bersifat tidak tercerna oleh host (inang), namun mampu dimanfaatkan oleh mikroba (Schmidl dan Labuza, 2000). Oligosakarida banyak terdapat pada tanaman umbi-umbian diantaranya rafinosa, maltose, maltotriosa yang terdapat pada ubi jalar dan berpotensi sebagai prebiotik, karena di dalam kolon ataupun usus senyawa tersebut tidak dapat diserap, sehingga mikrobalah yang mampu berperan dalam memecah oligosaarida tersebut. Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia, menurut BPS (2011) produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 2.172.437 ton di Indonesia, sedangkan terbesar di produksi provinsi Jawa Barat dengan total produksi 422.228 ton. Pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan dan sedikit untuk bahan baku industri pakan ayam 14
broiler, serta masih cenderung pada impor jagung sebagai sumber energi untuk bahan baku pakan ayam broiler. Komposisi utama dari ubi jalar adalah pati, serat pangan (sellulosa, hemisellulosa dan pentose) dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltose, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Pati ubi jalar terdiri dari 60%-70% amilopektin dan sisanya 30%-40% adalah amilosa. Jenis oligosakarida yang terdapat di ubi jalar adalah rafinosa (Palmer, 1982). Senyawa ini masih ditemukan didalam ubi jalar yang telah dimasak dan bersifat tidak dapat diserap karena tidak dapat dicerna oleh tubuh (Marlis, 2008). Ubi jalar berpotensi menjadi ransum prebiotik karena mengandung oligosakarida yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Suryadjaya (2005) menyatakan bahwa pemberian ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar segar sebanyak 14,82% dari total padatan terlarut selama 10 hari menurunkan E. coli sebesar 2,35 log CFU/g feses tikus. . Ubi jalar mempunyai keunggulan yaitu pada kandungan vitamin C-nya sebesar 23 mg/100 g selain itu, ubi jalar kaya akan mineral Ca (30 mg/100g) dan pada ubi jalar putih tersimpan 60 SI beta karoten, sedangkan dalam ubi jalar warna merah jingga 7700 SI beta karoten (Marlis, 2008). Makin pekat warna merahnya, makin tinggi kadar beta karotennya. Tabel 1. Komposisi Kimia Nilai Gizi Ubi Jalar Per 100 Gram Bahan Segar Tepung Ubi Jalar
Komposisi Putih
Merah
...……….% As fed……………. Air
68,50
68,50
Karbohidrat
27,90
27,90
Protein
1,80
1,80
Lemak
0,70
0,70
Serat Kasar
0,90
1,20
Abu
0,4
0,2
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Juanda dan Cahyono (2004)
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang dengan tujuan memperbaiki kesehatan dan perkembangan mikroflora 15
usus. Winarno (2004) menyatakan probiotik merupakan suatu preparat yang terdiri mikroba hidup, yang dimasukan secara oral kedalam tubuh manusia atau ternak, dengan tujuan memberikan pengaruh positif terhadap manusia atau ternak. Menurut Hoover (2000) menyatakan bahwa mikroba yang terdapat dalam produk probiotik berfungsi dalam meningkatkan kesehatan, oleh karena itu produk probiotik digolongkan sebagai makanan kesehatan (healthy food) dan makanan fungsional (functional food). Penggunaan mikroorganisme yang digunakan sebagai probiotik sendiri memiliki kriteria utama yang harus diperhatikan 1) mampu memfermentasi gugus gula oligosakarida dalam waktu yang relative cepat, 2) mampu menggandakan diri, 3) tahan terhadap suasana asam sehingga dapat bertahan didalam saluran pencernaan, 4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima oleh induk semang, 5) mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi (Holer, 1992). Keberhasilan suplementasi probiotik pada ransum ayam dipengaruhi oleh interaksi mikroorganisme yang terdapat di dalam usus. Kemampuan mikroba probiotik dirasakan manfaatnya bila manajemen pemeliharaan ayam broiler buruk, yang menyebabkan penampilan ayam rendah terutama ketika adanya cekaman (Fuller, 1992). Ragi Tape Ragi tape terdiri mikroba bibit atau disebut juga starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi, seperti tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat dan lainnya. Starter digunakan untuk pembuatan tape adalah ragi, yang umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4 – 6 cm dan ketebalan 0.5 cm tidak memerlukan peralatan kusus untuk pembuatan ragi, tetapi kerahasiaan dari formulasi ragi menjadi kerahasiaan setiap pengusaha ragi (Hidayat et al., 2006). Ragi tape terdiri dari kapang (Rhizopus oryzae, Mucor), khamir (Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni, Candida) dan bakteri cita rasa tape yang dihasilkan dari fermentasi, tergantung dari mikroorganisme yang aktif di dalam ragi tersebut. Ragi yang mengandung mikroflora seperti kapang, khamir, dan bakteri berfungsi sebagai starter fermentasi. Analisa mikrobiologi ragi menunjukan bahwa semua ragi mempunyai populasi kapang Amylolitik sekitar 104 hingga 105 . Kapang16
kapang yang terdapat dalam ragi terutama jenis Amylomyces sp, Mucor sp, dan Rhizopus sp. Ragi tape tidak mengandung Aspergilus sp atau Penicillium sp, peranan kapang dalam proses fermentasi adalah sebagai produsen enzim amylase yaitu enzim yang menghidrolisis pati menjadi glukosa (Fardiaz, 1992). Sebagian besar ragi mempunyai kandungan khamir Fillamentous yang sangat tinggi yaitu 107 hingga 108, khamir umumnya adalah Candida sp dan Endomycopsis sp. Sebagian besar beberapa ragi mempunyai bakteri Amylolitik bacillus sp (Winarno, 2010) Sacharomyces cerevisiae Khamir
diklasifikasikan
berdasarkan
sifat
fisiologisnya,
dan
tidak
berdasarkan morfologinya seperti pada kapang S. cerevisiae masuk kedalam kelas Ascomycetes,
subkelas
Hemiascomycetes,
ordo
Endomycetes,
Famili
Sacharomycetaceae dan subfamily Sacharomycoideae (Fardiaz, 1992). Menurut Dawson (1993) dalam Dutta (2009)
Sacharomyces cereviseae adalah feed
supplement yang kaya vitamin, enzim-enzim, zat makanan lain seperti karbohidrat dan protein. Beberapa peneliti melaporkan perkembangan, bahwa pada dinding sel S. cereviseae terdapat Mannan Oligo-Sacharida (MOS) yang berfungsi mengikat mycotoxin. Bahan pangan merupakan media terbaik bagi perkembangan mikroorganisme positif ataupun negative. Bahan pangan umum yang banyak digunakan adalah bahan pangan yang banyak mengandung sumber karbohidrat dan protein (Fardiaz, 1992). Proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktifitas mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang (Winarno, 2010). Jika diinokulasikan mikroorganisme tersebut ke organ saluran pencernaan makhluk hidup dapat membantu proses pencernaan inang. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ras unggulan yang hasil persilangan galur ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memhasilkan daging ayam (Amrullah, 2004). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan daging atau otot pada bagian dada. Disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya bila dibandingkan dengan jenis ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Persyaratan mutu bibit ayam broiler atau Day Old 17
Chick (DOC) menurut SNI (2005), yaitu bobot DOC perekor minimal 37 g dengan kondisi fisik sehat, kaki normal, berdiri tegak, tampak segar dan bergerak aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik, sekitar pusar dan duburnya kering, warna bulu seragam sesuai dengan warna galur (strain) dan kondis bulu kering dan berkembang, serta jaminan kematian DOC maksimal 2%. Strain merupakan
sekumpulan unggas dalam
varietas
yang
di
dalamnya telah
dikembangkan sifat khusus diantaranya, memiliki daya produksi tinggi, tahan terhadap penyakit dan lain-lain. Perbedaan strain ayam berpengaruh terhadap kebutuhan nutrisinya (Ensminger et al., 1992). Performa Ayam Broiler Konsumsi Ransum Konsumsi ransum ataupun konsumsi ransum diperhitungkan sebagai jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak. Ransum dengan kesesuaian jumlah dan proporsinya yang tepat dapat memenuhi kebutuhan ayam broile, dan sebaliknya jika kekurangan atau berlebih dapat menjadi beban fisiologis ternak (Amrullah, 2004). Menurut North dan Bell (1990) konsumsi ransum setiap ternak berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh bobot badan, strain, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan sekitar. Konsumsi ransum pada unggas, pada dasarnya digunakan untuk memenuhi energi metabolis. Tingkat energi ini menentukan banyaknya ransum yang akan dikonsumsi yaitu, semakin tinggi energi ransum akan menurunkan konsumsi. Ransum yang tinggi kandungan energinya, perlu diimbangi dengan protein, vitamin, dan mineral yang seimbang agar ternak tidak mengalami kekurangan zat-zat makanan tersebut. Sebagian besar energi yang masuk ke tubuh ternak digunakan untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan dan produksi ternak (Wahju, 1985). Konsumsi Air Minum Air merupakan nutrien yang penting dalam proses metabolisme di tubuh ternak, tanpa air proses metabolisme tersebut akan terhambat, bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ternak. Menurut Shaw et al. (2006) konsumsi air meningkat seiring meningkatnya konsumsi ransum, serta komposisi dari penyusun 18
ransum yang diberikan. Sebagian besar tubuh ternak tanpa lemak dari berbagai spesies memiliki kadar air antara 40%-70% (Anggorodi, 1985). Jumlah kandungan air tubuh ternak berubah-ubah tergantung pada umur dan derjat kegemukannya. Air merupakan nutrien fundamental bagi ternak unggas dalam proses perkembangan tubuh ternak, jika konsumsi air terbatas maka tingkat pertumbuhan dan produksi tersebut akan terhambat. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam
mengukur
perkembangan
suatu
ternak.
Perkembangan
merupakan
penambahan bentuk dan bobot jaringan-jaringan pembentuk seperti urat daging, tulang, otak, jantung, dan semua jaringan tubuh lainnya serta alat-alat tubuh (Anggorodi, 1985). Amrullah (2004) menyatakan bahwa dalam kurun waktu kurang lebih enam hingga tujuh minggu ayam akan mencapai pertumbuhan 40-50 kali dari bobot badan awal. Pertumbuhan ayam boiler sebagian besar ditentukan oleh kualitas maupun kuantitas ransum yang diberikan, temperatur lingkungan, dan manajemen pemeliharaan. Sianturi (2002), menyatakan bahwa probiotik yang diberikan keternak dapat meningkatkan keseimbangan mikroorganisme didalam saluran pencernaan, dan selanjutnya mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim-enzim pencernaan, serta produk metabolisme (vitamin dan asam amino) yang bermanfaat secara maksimal untuk membentuk atau menambah ukuran jaringan baru. Hasil pertumbuhan dan perkembangan jaringan berpengaruh terhadap keanaikan bobot ayam broiler. Koversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan tiap minggunya dalam satu periode produksinya (Anggorodi, 1985), menurut Amrullah (2004) angka konversi ransum dipengaruhi sedikitnya oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, cara pemberian ransum, dan mortalitas. Menurut Lacy dan Vest (2000), terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum ke ternak diantaranya adalah genetik, kualitas ransum, penyakit, sanitasi kandang, ventilasi, temperatur, pengobatan, dan 19
manajemen kandang. Semakin tinggi konversi ransum menunjukkan semakain banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan persatuan berat. Mortalitas Angka mortalitas merupakan angka yang menunjukan jumlah ayam yang mati dalam keseluruhan ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest, 2004). Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang, ditambah lagi dengan serangan penyakit (North dan Bell, 1990). Menurut Lacy dan Vest (2004), tingkat mortalitas yang terjadi pada ayam broiler pada umumnya 4%. Organ Pencernaan Unggas Rempela (Gizzard) Rempela merupakan serabut otot yang tebal dan kuat, bagian depan rempela berhubungan dengan perut kelenjar dan bagian yang lainnya berhubungan dengan usus halus. Menurut North dan Bell (1990) rempela mempunyai dua pasang otot yang kuat dengan sebuah mukosa. Kontraksi otot rempela akan terjadi saat ransum masuk ke dalam rempela. Bagian rempela terjadi proses mastikasi makanan, yaitu proses pencernaan makanan secara mekanis, bahan makanan yang masuk dicerna hingga menjadi makanan halus (Amrullah, 2004). Putnam (1991) menyatakan bobot rempela normal kisaran 1,6%-2,3% bobot hidup. Usus Halus Usus halus memiliki beberapa bagian yang dimulai dari duodenum (depan), jejunum (tengah) dan berakhir di ileum (belakang). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan enzimatis dan penyerapan ransum. Selaput lendir usus halus mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol seperti jari. Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran ransum dalam usus juga untuk meningkatkan penyerapan sari makanan.Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan dan faktor-faktor lainnya. Enzim amilase, lipase dan tripsin dihasilkan oleh kelenjar pankreas di dalam usus halus yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Amrullah, 2004).
20
Usus Besar Usus besar yaitu lanjutan dari usus halus yang mempunyai ukuran yang lebih pendek dan cenderung memiliki fungsi sebagai penyerap air dan mineral, tidak berliku-liku dan dindingnya lebih tebal dibandingkan dinding usus halus. Fungsi dari usus besar adalah untuk menyalurkan sisa makanan, mengatur dan menjaga keseimbangan kandungan cairan sel di dalam tubuh (Amrullah, 2004). Air asal urin diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam dewasa berkisar dari 8-10 cm, sedangkan diameter usus besar dua kali diameter dari usus halus. Sekum Sekum atau usus buntu ayam ada dua buah (seka) dan terletak pada persimpangan antara usus halus dan usus besar. Fungsi dari sekum pada unggas adalah membantu penyerapan air serta mencerna karbohidrat dan protein dengan bantuan bakteri yang ada pada sekum. Dalam sekum pada umumnya terdapat bahan makan yang lunak yang tidak dicerna dan akan dibuang (Nort and Bell, 1990). Menurut Pond et al. (1995) sebagian serat dapat dicerna dalam sekum yang disebabkan adanya bakteri fermentasi tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan pada sebagian spesies mamalia.
21
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010. Pemeliharaan ayam bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis organ dalam dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 180 ekor ayam broiler umur tujuh hari strain CP 707 dari PT. Charoend Phokphand yang dibagi menjadi enam perlakuan dan tiga ulangan, dengan setiap ulangannya terdiri dari sepuluh ekor. Ayam dipelihara selama 28 hari sebelumnya dilakukan pemeliharaan selama tujuh hari. Sampel ayam yang diambil untuk mengukur peubah organ pencernaan adalah satu ekor untuk setiap ulangan. Ubi Jalar Tepung ubi jalar dibuat dengan memotong ubi menjadi ukuran tipis, kemudian di oven dengan suhu 60ºC selama dua hari hingga kering selanjunya digiling hingga halus. Penggunaan tepung ubi jalar dengan dua level yaitu 3% dan 6% dari total campuran ransum yang diberikan.
Gambar 1. Ubi jalar merah belum dihaluskan (Sunoto, 2011) Ragi Tape Ragi diperoleh dari toko beras yang berada di Pasar Anyar, dengan tujuan untuk mendapatkan produk ragi yang homogen dan kontuinitasnya terjamin. Ragi yang disediakan berbentuk kepingan, sehingga untuk menghaluskan dilakukan 22
penggilingan. Penggunaan ragi dengan tiga level yaitu 0,5%, 1,0% dan 1,5% dari total campuran ransum.
Gambar 2. Ragi sebelum dihaluskan (Chrisliem, 2010) Ransum Komersil Ransum yang digunakan adalah ransum komersil ayam broiler berbentuk crumble, dibagi menjadi dua
periode yaitu periode starter (umur 1-21 hari)
menggunakan jenis ransum komersil BR1 Pokphand CP BR11 dan periode finisher (umur 22 hari- panen) menggunakah jenis BR2 Pokphand CP BR12. Tabel informasi kandungan ransum ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini. Tabel 2. Komposisi Nutrien Ransum Starter (umur 1-21 hari) Kandungan Nutrien
Maksimal (%)
Minimal (%)
.....…...…% As fed………….. Kadar Air
13,0
-
Protein
23,0
21,0
Lemak
-
5,0
Serat
5,0
-
Abu
7,0
-
Calsium
-
0,9
Phosphor
-
0,6
2920 Kcal/kg
2820 Kcal/kg
M.E Sumber: PT.Charoen Phokpand
23
Tabel 3. Komposisi Nutrien Ransum Finisher (umur 22 hari- panen) Kandungan Nutrien
Maksimal (%)
Minimal (%)
……..……% As fed........…. Kadar Air
13,0
-
Protein
21,0
19,0
Lemak
-
5,0
Serat
5,0
-
Abu
7,0
-
Calcium
-
0,9
Phosphor
-
0,6
3020 Kcal/kg
2920 Kcal/kg
M. E Sumber: PT. Charoen Phokpand
Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan perkandangan dan peralatan laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Ransum, Fakultas Peternakan IPB. Peralatan perkandangan yang digunakan adalah tempat ransum ayam broiler, tempat minum, pemanas (brooder), sekat ukuran 1m x 1m, lampu kandang 60 watt, ember, tali tambang, timbangan, bambu, dan semprotan (sprayer). Alat laboratorium yang digunakan penelitian ini adalah oven 600 C, alat bedah (pinset, scalpel, arteri klem, gunting, pisau), jangka sorong (untuk mengukur ketebalan usus), dan timbangan digital. Prosedur Persiapan Kandang Sebelum ayam datang, kandang dipersiapkan dengan membersihkan, mengapur dan menyuci hama kandang. Begitu juga dengan tempat ransum dan minum dilakukan pencucian. Pada bagian bawah kandang ditaburi sekam. Pemeriksaan terhadap lampu dan keran air minum dilakukan dua hari sebelum ayam datang.
24
Pemeliharaan Ayam dipelihara selama 28 hari sebelumnya dilakukan pemeliharaan selama tujuh hari. Penimbangan awal dilakukan pada saat ayam berumur tujuh hari dengan menggunakan timbangan digital. Ayam kemudian diacak dan dimasukan kedalam kandang yang telah disediakan. Setiap kandang diisi dengan ayam 10 ekor. Pada hari ketujuh ayam mulai diberi ransum perlakuan. Penimbangan ayam, sisa ransum dan pencatatan pertambahan bobot badan dilakukan setiap minggu. Proses penimbangan bobot badan dan sisa ransum dilakukan pada pagi hari sebelum ayam diberi ransum dan pergantian air minum. Setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah ayam, dengan mencatat jumlah ayam yang mati pada setiap kandang. Data mortalitas tersebut diakumulasikan hingga akhir masa pemeliharaan. Rancangan dan Analisis Data Perlakuan Penelitian ini menggunakan ransum ayam broiler yang dicampur tepung ubi jalar merah dan ragi tape, yang dibedakan menjadi enam macam ransum perlakuan, dengan taraf tepung ubi jalar dan ragi tape yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut: R1 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 3% dan ragi 0,5% R2 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 3 % dan ragi 1% R3 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 3 % dan ragi 1,5% R4 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 6% dan ragi 0,5% R5 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 6 % dan ragi 1 % R6 = ransum komersil + tepung ubi jalar merah 6% dan ragi 1,5% Model Matematika Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3, faktor A terdiri dari dua perlakuan (Tepung ubi jalar merah: 3% dan 6%) dan faktor B terdiri tiga perlakuan (ragi : 0,5%, 1% dan1,5%), tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam. Model matematika dari rancangan ini (Steel dan Torrie, 1993) adalah : Yijk =µ +αi+ βj +(αβ)ij + εijk
25
Keterangan : Yijk : Hasil pengamatan penggunaan tepung ubi jalar (prebiotik) dan ragi tape (probiotik) terhadap performa dan organ dalam ayam broiler umur 4 minggu µ
: Nilai rataan umum dari pengamatan
αi
: Pengaruh perlakuan penambahan tepung ubi jalar (prebiotik)
βi
: Pengaruh perlakuan penambahan ragi tape (probiotik)
(αβ)ij : Interaksi penambahan tepung ubi jalar dengan ragi tape dalam ransum basal εijk : Galat akibat pengaruh perlakuan penambahan tepung ubi jalar (prebiotik) dan ragi tape (probiotik) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA, Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata akan diuji lebih lanjut dengan Uji Jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993), sedangkan untuk data mortalitas dianalisa secara deskriptif. Peubah yang Diamati 1. Konsumsi ransum (gram/ekor) Konsumsi ransum ditentukan dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan ransum yang tersisa Pemberian ransum (g) - Sisa ransum(g) Konsumsi ransum (g/ekor) = Jumlah ayam (ekor) 2. Konsumsi Air Minum (ml/ekor) =
Pemberian air (ml) - Sisa air (ml) Jumlah ayam (ekor)
3. Pertambahan bobot badan (gram/ekor) Penimbangan ayam broiler dilakukan seminggu sekali yaitu pada pagi hari (07.00) atau sebelum dilakukan pemberian ransum. Timbangan yang digunakan adalah timbangan analitik dengan skala terkecil 0,01 kg. Pertambahan bobot badan diperoleh dari selisih bobot badan pada minggu tersebut dengan bobot badan minggu sebelumnya. PBB (g/ekor) = BBminggu tersebut (g) – BBminggu sebelumnya (g) 4. Konversi ransum Konversi ransum diperoleh dengan cara menghitung konsumsi ransum harian dalam bahan kering dibagi dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH). Hasil tersebut dihitung dengan formulasi sebagai berikut: 26
Konsumsi ransum (g/ekor) Konversi ransum =
PBB (g/ekor)
5. Bobot Badan Akhir Bobot badan akhir merupakan, selisih antara bobot ayam awal perlakuan dengan bobot panen. bobot badan akhir (g) = bobot panen (g) – bobot awal perlakuan (g) 6. Persentase berat organ pencernaan (gizzard, usus halus, usus besar, sekum) Organ pencernaan unggas memanjang dari mulut hingga sekum, makanan yang masuk melewati saluran tersebut dan mengalami pencernaan dan penyerapan sampai akhirnya keluar berupa feses. Bobot organ pencernaan (g) Persentase organ pencernaan (%) =
x 100%
Bobot hidup ayam (g)
7. Panjang relatif organ pencernaan (usus halus, usus besar, sekum) Panjang relatif (cm/100g BB)=
Panjang organ pencernaan (cm) x 100 Bobot hidup ayam (g)
8. Tebal usus halus (Duodenum, Jejunum, Ileum) =
Bobot organ usus (g) Panjang organ usus (cm)
9. Mortalitas Mortalitas merupakan angka yang menunjukan kematian yang terjadi pada suatu populasi ternak Mortalitas (%) =
Jumlah ayam mati
x 100% Jumlah ayam dipelihara
27
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Rataan suhu dan kelembaban kandang ayam broiler di laboratorium lapang ilmu nutrisi unggas blok C selama 28 hari pemeliharaan adalah kisaran 24-26ºC (pagi hari), 30-34ºC (siang hari), 23-25ºC (malam hari) dan kelembaban kisaran 74%-85%. Berdasarkan data BPS (2004) suhu rata-rata daerah yang beriklim tropis berkisar 20,63-33,30ºC, dengan rataan harian 26,81ºC dan menurut BMKG Dramaga Bogor (2010) suhu pagi hari kisaran 25-26ºC dan kelembabannya kisaran 83%-85%. Kondisi kelembaban yang tinggi mempengaruhi kesehatan ternak karena dengan kondisi tersebut mikroorganisme berkembang semakin baik, serta semakin banyak proses perombakan. Seperti contoh bakteri eurolitik yang mampu memecah asam urat menjadi amonia (Blake dan Hess, 2001) dan melepaskannya ke udara jika suhu lingkungan mencapai 25ºC dan kelembaban relatif 40%-60% (Iwanczuk-Czernik et al., 2007). Amonia yang dihasilkan akan mempengaruhi kesehatan ternak, jika proses perombakan asam urat hasil kotoran ternak semakin banyak. Oleh karena itu keberadaan feed supplement yang mampu menjaga kesehatan ternak sangat diperlukan bagi keberadaan ayam, salah satunya dengan pemberian probiotik, prebiotik atau kombinasi keduanya yang dapat memberikan manfaat tersebut. Ransum Ayam Broiler Ransum merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak pertama kali dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup pokok (maintenance) dan selanjutnya dibutuhkan untuk produktivitas. Ransum dengan kualitas yang baik mampu menentukan hasil performan dan produktivitas yang optimal. Ransum pada penelitian ini merupakan campuran ransum komersial dengan penambahan tepung ubi jalar dan ragi tape yang telah mengalami penghalusan, sehingga campuran pakan komersial dengan tepung ubi jalar dan ragi tape menjadi
homogen satu sama
lainnya. Kehomogenan campuran pakan tersebut dapat mempengaruhi perlakuan yang diberikan kepada ayam broiler penelitian.
28
Performa Ayam Broiler Konsumsi Air Minum Pemberian kombinasi tepung ubi jalar dan ragi tape tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi air minum selama pemeliharaan. Diduga ransum yang diberikan ke ayam broiler memiliki kandungan nutrien yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya dan kondisi lingkungan kandang sudah dirasa cukup baik bagi perkembangan ayam. Konsumsi minum rata-rata ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 235,26-245,92 ml/ekor/hari (Tabel 4). Tabel 4. Rataan Konsumsi Minum Ayam Broiler (ml/ekor/hari) Selama 4 Minggu Level ubi jalar 6%
Level ragi
3%
0,5%
245,92±10,21
235,26±7,32
240,59±7,54
1,0%
237,45±10,41
241,75±11,76
239,60±3,04
1,5%
243,94±8,05
241,62±5,57
242,78±1,64
Rataan
242,44±4,43
239,54±3,71
240,99±3,98
Rataan
Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan, tidak ada interaksi antara kombinasi tepung ubi jalar dengan ragi tape terhadap konsumsi air minum. Artinya konsumsi air minum ayam perlakuan tidak dipengaruhi oleh adanya kombinasi tepung ubi jalar dan ragi tape. Dimungkinkan hal ini terkait terhadap konsumsi ransum yang tidak jauh berbeda dan tingkat stress ayam yang rendah terhadap lingkungan. Pemberian kombinasi keduanya pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai sinbiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum ayam perlakuan sehingga, konsumsi air minum tidak mengalami lonjakan perubahan sesuai pola konsumsi ransum. Menurut Anggorodi (1985) konsumsi air minum pada ayam broiler dipengaruhi oleh jumlah ransum yang dimakan, jenis ransum, dan bobot tubuh ayam, serta kandungan protein di dalam ransum. Secara umum air yang dikonsumsi bermanfaat untuk membantu proses pemecahan makanan yang telah dikonsumsi, jika konsumsi meningkat maka konsumsi air minum akan menyesuaikan terhadap konsumsi ransum tersebut (Parakasi, 1999).
29
Pemberian ragi tape dalam ransum sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi air minum, artinya tingkat pemberian ragi tape sebagai probiotik tidak mempengaruhi konsumsi air minum ayam. Kondisi ini, diduga terkait faktor konsumsi ransum dan tingkat stress ayam terhadap lingkungan maupun kepadatan kandang dirasa cukup rendah. Selain itu, pemberian ragi tape sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum sehingga konsumsi minum pada ayam broiler tidak menunjukkan adanya perubahan yang nyata. Shaw et al. (2006) menyatakan, peningkatan konsumsi ransum diikuti meningkatnya konsumsi air minum. Komposisi ransum yang terkandung di dalam ransum turut mempengaruhi konsumsi air minum. Parakkasi (1999) menyatakan pada kondisi lingkungan tertentu konsumsi air akan meningkat bila tingkat konsumsi ransum meningkat, selain itu konsumsi minum dipengaruhi oleh jenis bahan makanan. Pemberian ubi jalar merah ke dalam ransum sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi air minum ayam broiler. Artinya, konsumsi air minum ayam perlakuan tidak dipengaruhi tingkat pemberian tepung ubi jalar pada berbagai level perlakuan. Keadaan ini terkait faktor konsumsi ransum dan tingkat stress ayam terhadap cekaman lingkungan maupun kepadatan kandang rendah. Perubahan tingkat konsumsi ransum mempengaruhi konsumsi minum ternak. Parakkasi (1999) menyatakan pada kondisi lingkungan tertentu konsumsi air minum ternak akan mengalami peningkatan jika tingkat konsumsi ransum meningkat, selain itu konsumsi minum dipengaruhi oleh jenis bahan makanan penyusunnya. Konsumsi Ransum Pemberian perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum selama pemeliharaan. Diduga ransum yang telah diberikan kepada ayam broiler memiliki kandungan nutrien yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya dan sudah memenuhi kebutuhan hidup bagi ayam broiler selama pemeliharaan berlangsung. Konsumsi ransum rata-rata ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 595,90-598,98 g/ekor yang ditunjukan Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan, tidak ada interaksi antara pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape yang dicampurkan ke dalam ransum komersial terhadap pola konsumsi ransum. 30
Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler (g/ekor) Selama 4 Minggu Level ubi jalar 6%
Level ragi
3%
0,5%
597,59±11,14
597,25±10,56
597,42±0,24
1,0%
598,98 ±13,55
595,90±8,22
597,45±2,17
1,5%
596,98±10,10
597,57±11,11
597,28±0,44
Rataan
597,85±1,04
596,91±0,88
597,38±1,00
Rataan
Artinya konsumsi ransum ayam broiler tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi kombinasi pemberian tepung ubi jalar dengan ragi tape. Hal tersebut diduga, ransum yang digunakan sudah memenuhi kebutuhan ayam broiler ditambah kondisi kandang sudah dirasa cukup nyaman sehingga, tingkat stress ayam pemeliharaan rendah. Sesuai pernyataan Leeson dan Summers (2001) energi ransum, kecepatan pertumbuhan, kondisi lingkungan, zat nutrien dan tingkat stress dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum ternak. Pemberian kombinasi tepung ubi jalar dan ragi tape sebagai sinbiotik memiliki kisaran konsumsi harian yang lebih baik yaitu 595,90-598,98 g/ekor jika, dibandingkan hasil penelitian Nuraini (2010) dengan penambahan 2,5% prebiotik asal tongkol jagung dan Hakim (2005) dengan penambahan 0,2% prebiotik Fermacto konsumsi ransum yaitu 472,71 g/ekor dan hasil dari Hakim (2005) 426,65 g/ekor. Hal ini diduga kinerja probiotik asal ragi tape lebih optimal jika ditambahkan prebiotik asal ubi jalar merah dalam meningkatkan konsumsi ransum harian. Feri (2004) menyatakan bahwasannya pemberian ragi tape sebagai probiotik mampu meningkatkan konsumsi ransum ayam broiler dan bila pemberiannya berlebihan maka konsumsi ransum akan mengalami penurunan. Parakkasi (1999) menyatakan pemberian satu persen ragi tape untuk anak sapi mampu meningkatkan konsumsi 36% dan pertambahan bobot badan 27%. Tetapi pemberian lebih dari 1% tidak memberikan respon lagi (Phillips et al., 1985 dalam Parakkasi, 1999). Pemberian ragi tape dalam ransum sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ayam broiler. Hal ini karena ransum yang diberikan kepada ternak sudah memiliki kualitas cukup baik, sehingga penambahan probiotik asal ragi tape tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ransum 31
harian. Secara umum penggunaan probiotik ditujukan untuk ransum yang memiliki kualitas yang rendah, dengan tujuan meningkatkan kualitas ransum tersebut. Sesuai pernyataan Nuraini (2010), pemberian ransum dengan komposisi nutrien tidak jauh berbeda dan sudah mencukupi kebutuhan ayam broiler, maka pemberian probiotik tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, yang ditunjukan hasil statistik tidak signifikan. Pemberian ubi jalar dalam ransum ayam broiler sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi ayam broiler. Konsumsi ransum ayam broiler hasil penelitian antara 595,90-598,98 g/ekor. Hal ini karena penggunaan probiotik atau prebiotik ataupun gabungan dari keduanya (sinbiotik) pada umumnya digunakan pada ransum yang memiliki kondisi kualitas nutrien yang rendah, serta pada kondisi lingkungan kandang yang kurang baik untuk pertumbuhan ternak (Nuraini, 2010). Manfaat pemberiannya mampu meningkatkan kualitas ransum dan menjaga kekebalan ternak terhadap lingkungan yang buruk. Pertambahan Bobot Badan Interaksi dari kombinasi tepung ubi jalar dengan ragi tape sebagai sinbiotik memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan ayam perlakuan. Pertambahan bobot badan selama pemeliharaan kisaran antara 310,24362,32 g/ekor. Kombinasi terbaik perlakuan terdapat pada perlakuan pertama dengan level pemberian 3% tepung ubi jalar dan 0,5% ragi tape. Perlakuan pertama memiliki pertambahan bobot badan tertinggi dari kelima perlakuan lainnya, yaitu 362,34 g/ekor. Diduga pada perlakuan pertama, merupakan level tepat dari kelima perlakuan lainnya, dengan pemberian 0,5% ragi tape dan 3% tepung ubi jalar sebagai sinbiotik mampu mengoptimalkan pertambahan bobot badan ayam broiler. Sesuai pernyataan Turtureo et al. (1975) pemberian probiotik, prebiotik ataupun kombinasi dari keduanya dapat memperbaiki pertumbuhan ternak, serta meningkatkan kesehatan ternak Gambar grafik interaksi mengenai perkembangan pertambahan bobot badan ayam broiler terhadap adanya pemberian kombinasi tepung ubi jalar dengan ragi tape selama proses pemeliharaan ditunjukan pada Gambar 3 dibawah ini.
32
laju pertumbuhan bobot badan (g /hari)
y = -1,753x + 46,26 r = 0,38
50,00 50,00 45,00 40,00 40,00
y = 2,885x + 38,94 r = 0,70
35,00 30,00 30,00 25,00
ubi level 3%
20,00 20,00 15,00
ubi level 6%
10,00 10,00 5,00 0,00 0,00 0,00
0,50
1,00 level ragi tape
1,50 1,50
2,00 2,00
Gambar 3. Grafik interaksi hubungan pertumbuhan bobot badan terhadap pemberian ubi jalar dengan ragi tape. Pola grafik pertambahan bobot badan menunjukan semakin tinggi pemberian tepung ubi jalar (prebiotik) maka pemberian ragipun (probiotik) cenderung meningkat, jika pemberian ragi meningkat tanpa diikuti peningkatan pemberian tepung ubi jalar maka pertambahan bobot badan harian akan menurun, sehingga pemberian tepung ubi jalar perlu diimbangi dengan pemberian ragi tape. Sianturi (2002) menyatakan prebiotik merupakan sumber nutrisi bagi probiotik sehingga, perkembangan jumlah probiotik yang cepat dapat segera menstabilkan keseimbangan mikroflora usus, serta menekan keberadaan mikroba patogen dan pemberian rasio yang sesuai mampu mempengaruhi penyerapan zat-zat makanan di dalam usus (Parakkasi, 1999). Daud (2005) menyatakan mikroorganisme berupa probiotik mampu menghasilkan produk-produk metabolisme, dalam bentuk asam-asam organik yang bermanfaat dan berperan dalam memicu pertumbuhan ternak. Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan pemberian tepung ubi jalar merah sebagai prebiotik memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan ayam perlakuan. Artinya pertambahan bobot badan ayam dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar. Kondisi ini diduga tepung ubi jalar
yang
ditujukan sebagai prebiotik
lebih optimal dalam mendukung 33
perkembangan mikroba positif di dalam saluran pencernaan, sehingga proses penyerapan sari-sari makanan semakin baik. Turtureo et al. (1975) menyatakan pemberian probiotik ataupun prebiotik atau kombinasi keduanya dapat memperbaiki pertumbuhan ternak serta tingkat kesehatan ternak, dan rasio pemberian probiotik ataupu prebiotik yang tepat mampu mepengaruhi penyerapan zat-zat makanan di dalam usus (Parakkasi, 1999). Tabel 6. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler (g/ekor) Selama 4 Minggu Level ubi jalar 6%
Level ragi
3%
0,5%
362,34±13,27b
310,21±12,21a
336,28±36,86
1,0%
343,56±21,32b
336,29±7,42b
339,93±5,14
1,5%
344,25±14,28b
336,03±10,29b
340,14±5,81
Rataan
350,05±10,65A
327,51±14,98B
338,78±16,96
Rataan
Keterangan: 1) Superskrip huruf kapital pada baris yang sama diatas menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) 2) Superskrip huruf kecil pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya interaksi berbeda nyata (P<0,05)
Suryadjaya
(2005),
menyatakan
dengan
pemberian
ekstrak
kasar
oligosakarida ubi jalar segar selama 10 hari dengan 14,86 % total padatan terlarut oligosakarida, mampu menurunkan 2,35 log CFU/g E. coli pada feses tikus dan mengurangi bakteri Salmonella. Hasil rataan level pemberian tepung ubi jalar, pemberian level 3% memiliki pertambahan bobot badan yang lebih baik jika dibandingkan pemberian 6%. Kondisi ini diduga, dengan pemberian level 3% lebih optimal dalam menunjang keberadaan dan perkembangan dari mikroba positif yang membantu proses pencernaan. Selain hal tersebut senyawa oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar memberikan dampak positif kepada ternak bila level pemberiannya sesuai, namun jika pemberiannya berlebih maka buruk bagi ternak tersebut karena terkait keseimbangan mikroflora usus yang dapat terganggu dan proses penyerapan zat-zat makanan. Rafinosa pada ubi jalar yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan ternak, dikawatirkan mengikat nutrien lainnya dan terbawa keluar sehingga, pemberian tepung ubi jalar yang terlalu tinggi menyebabkan feses ternak menjadi lengket dan basah. Frencesh et al. (2004) menyatakan serat kasar 34
yang tidak tercerna oleh ternak akan keluar bersamaan feses dengan mengikat elektrolit-elektrolit mineral didalam saluran pencernaan, sehingga feses lengket dan basah. Grafik pertambahan bobot badan harian terhadap level pemberian tepung
pertambahan bobot badan (g/hari )
ubijalar ditunjukan pada Gambar 4 dibawah. 51,00 50 50,00 49,00 48,00 48 47,00 46,00 46 Level Ubi Jalar
45,00 3%
6% Level ubi jalar
Gambar 4. Grafik pencapaian pertambahan bobot badan harian ayam broiler terhadap level pemberiantepung ubi jalar. pemberian level 3% ubi jalar; level 6% ubi jalar
Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam. Diduga perkembangan dari probiotik asal ragi kurang optimal dalam meningkatkan proses pencernaan, sehingga dalam pemberiannya diperlukan penambahan prebiotik sebagai penunjang
perkembangan
probiotik
asal
ragi.
Tujuannya
probiotik
cepat
mendominasi saluran pencernaan sehingga, mampu menekan jumlah mikroba patogen yang bersifat merugikan di dalam saluran pencernaan inang dan membantu proses pencernaan. Sesuai pernyataan Soeharsono (1997) fungsi probiotik yang diberikan ke inang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan jalan menekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada saluran pencernaan. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan rasio antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan dalam satu periode produksinya (Anggorodi, 1985). 35
Konversi merupakan indikator keberhasilan dalam penyusunan atau pemilihan ransum yang berkualitas. Hasil pengamatan terhadap konversi ransum selama 28 hari pemeliharaan disajikan pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Konversi Ransum Ayam Broiler Selama 4 Minggu Level ubi jalar Level ragi
3%
6%
0,5%
1,65±0,03a
1,93±0,08b
1,0%
a
a
1,75±0,14
Rataan
1,77±0,06
a
a
1,79±0,20 1,76±0,02
1,5%
1,74±0.06
1,78±0,02
1,76±0,03
Rataan
1,71±0,05A
1,83±0,09B
1,77±0,09
Keterangan: 1) Superskrip huruf kapital pada baris yang sama diatas menunjukkan sangat berbeda nyata(P<0,01) 2) Superskrip huruf kecil pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya interaksi berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi antara pemberian ragi tape (probiotik) dengan tepung ubi jalar merah (prebiotik) sebagai ransum sinbiotik memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum ayam broiler. Grafik interaksi kedua kombinasi ragi dengan ubi jalar ditunjukan pada Gambar 5, di bawah
konversi ransum
ini. 2,00 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0,00 0,00
y = 0,063x + 1,590 r = 0,34 y = -0,124x + 1,881 r = 0,67 ubi level 3% ubi level 6%
0,50 0,50
1,00 1,00
1,50
2,00 2,00
level ragi tape Gambar 5. Grafik hubungan interaksi pemberian tepung ubi jalar merah dengan ragi tape terhadap konversi ransum ayam.
Rata-rata angka konversi ransum ayam broiler yang dihasilkan adalah 1,651,93. Secara statistik kombinasi pemberian ragi tape 0,5% ditambah tepung ubi jalar 36
3% menghasilkan nilai konversi yang paling terendah dari perlakuan lainnya yaitu 1,65. Konversi tersebut tergolong lebih baik jika dibandingkan dengan konversi ransum hasil perlakuan lainnya. Kondisi ini diduga, selain konversi ini mengikuti pola pertambahan bobot badan, diduga produk metabolisme hasil sinbiotik (kombinasi probiotik dan prebiotik) asal tepung ubi jalar dengan ragi tape pada perlakuan pertama lebih mampu menyeimbangkan miklofora usus dan meningkatkan performa ayam broiler dibandingkan perlakuan lainnya. Proses penyerapan zat-zat makanan yang masuk berjalan dengan lebih baik karena keseimbangan mikroflora usus yang terbentuk mampu meningkatkan laju pembentukan jaringan baru (Parakkasi, 1999). Hal tersebut terbukti pada perlakuan pertama bobot akhir dan pertambahan bobot badan harian lebih baik dibandingkan lainnya. Keberadaan mikroorganisme pada saluran pencernaan memiliki fungsi menyeimbangkan mikroflora usus sehingga dapat menjaga kestabilan proses penyerapan zat-zat makanan, dampaknya proses penyerapan nutrien makanan semakin baik. Menurut Parakkasi (1999), rasio probiotik yang tepat mampu mempengaruhi proses penyerapan zat-zat makanan di dalam usus dan pemberian probiotik ataupun prebiotik dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan dan kesehatan bagi ternak. Berdasarkan hasil sidik ragam yang telah dilakukan pemberian tepung ubi jalar sebagai prebiotik memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konversi ransum ayam. Artinya konversi ransum ayam perlakuan dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar. Kondisi ini diduga kandungan rafinosa (oligosakarida) pada tepung ubi jalar mampu memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan mikroorganisme positif dan menekan mikroba patogen, akibatnya proses penyerapan dalam saluran pencernaan semakin baik sehingga berdampak pada pencapaian konversi ransum yang dihasilkan. Suryadjaya (2005), menyatakan
dengan
pemberian ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar segar selama 10 hari dengan 14,86 % total padatan terlarut oligosakarida, mampu menurunkan 2,35 log CFU/g E. coli pada feses tikus dan mengurangi bakteri Salmonella yang dapat mengganggu kesehatan. Grafik konversi ransum terhadap pemberian tepung ubi jalar ditunjukan pada Gambar 6 dibawah ini.
37
1,85
konversi pakan
1,8 1,8 1,75 1,7 1,7 1,65 1,6 3%
level ubi jalar
6%
Gambar 6. Grafik konversi ransum ayam broiler terhadap level pemberian tepung ubi jalar. pemberian level 3% ubi jalar; level 6% ubi jalar. Kondisi perbedaan konversi ransum ini karena mengikuti pola pertambahan bobot badan, pada level pemberian 3% ubi jalar pertambahan bobot badan lebih baik dibandingkan level ubi jalar 6% sehingga, mempengaruhi konversi ransum yang terbentuk. Selain hal tersebut, keadaan lainnya diduga terkait pada aspek perkembangan mikroflora usus yang mempengaruhi proses penyerapan zat-zat makanan, dengan pemberian level 3% ubi jalar perkembangan mikroorganisme usus lebih optimal dan stabil jumlah mikroorganisme yang berkembang dibandingkan level 6%. Parakkasi (1999) menyatakan perkembangan mikroorganisme yang tidak seimbang akan mempengaruhi proses penyerapan zat-zat makanan didalam saluran pencernaan, yang berdampak pada performa . Pemberian ragi tape ke ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap konversi ransum ayam broiler. Artinya konversi ransum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape. Kondisi ini diduga mikroorganisme patogen yang menjadi pesaing probiotik lebih optimal perkembangannya dibandingkan probiotik asal ragi, akibatnya proses penyerapan zat makanan menjadi buruk. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan kombinasi probiotik ragi yang ditambahkan nutrien yang berupa prebiotik asal tepung ubi jalar, dengan tujuan perkembangan probiotik asal ragi lebih cepat
dan
optimal
perkembangannya,
sehingga
mampu
menekan
jumlah
mikroorganisme patogen yang merugikan. Soeharsono (1997) menyatakan fungsi 38
dari probiotik yaitu mampu meningkatkan kesehatan ternak dengan jalan menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan ternak. Bobot Badan Akhir Interaksi antara perlakuan faktor A (tepung ubi jalar merah: 3%, 6%) dengan faktor B (Ragi tape: 0,5%, 1%, 1,5%) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot badan akhir ayam perlakuan dan pola bobot badan akhir yang dihasilkan ini mengikuti pola perkembangan pertambahan bobot badan. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan, pemberian tepung ubi jalar merah sebanyak 3% ditambah ragi tape sebanyak 0,5% memiliki bobot badan akhir lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini diduga kinerja probiotik asal ragi tape 0,5% lebih optimal jika dikombinasikan prebiotik asal ubi jalar merah sebanyak 3% dalam meningkatkan performa bobot badan akhir ayam broiler. Hasil penelitian Feri (2004), menyatakan bahwasannya penggunaan ragi tape 0,97% mampu menghasilkan tingkat konsumsi ternak maksimal dan selanjutnya pemberian lebih dari level tersebut mengakibatkan penurunan konsumsi ransum. Gambar grafik interaksi dari kombinasi bahan keduanya ditunjukkan pada Gambar 7, di bawah ini 1600,00 1600,00
bobot akhir (g )
1400,00 1200,00 1200,00 1000,00
y = -72,35x + 1472. r = 0,456 y = 103,2x + 1206. r = 0,712 ubi level 3%
800,00 800,00 600,00
ubi level 6%
400,00 400,00 200,00 0,00 0,00 0,00
0,50
1,00
1,50 1,50
2,00 2,00
level ragi tape
Gambar 7. Grafik hubungan interaksi perlakuan terhadap bobot badan akhir ayam broiler. Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan kombinasi ragi tape (probiotik) dengan tepung ubi jalar merah (prebiotik) dengan tujuan sebagai ransum yang bersinbiotik memberikan bobot badan kisaran 1240,84-1449,36 g dan pola bobot 39
badan akhir yang dihasilkan ini mengikuti pola perkembangan pertambahan bobot badan harian. Hasil pengamatan bobot badan ayam peliharaan disajikan pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Bobot Badan Akhir Ayam Broiler (g) Umur 5 Minggu Level ragi
Level ubi jalar 3%
6%
Rataan
0,5%
1449,36±53,1b
1240,48±48,9a
1344,92±147,70
1,0%
1374,26±85,3b
1345,17±29,7a
1359,72±20,57
1,5%
1377,00±57,1b
1344,13±41,2a
1360,57±23,24
Rataan
1400,21±42,59
A
1309,93±60,14
B
1355,37±67,95
Keterangan: 1) Superskrip huruf kapital pada baris yang sama diatas menunjukkan sangat berbeda nyata(P<0,01) 2) Superskrip huruf kecil pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya interaksi berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan hasil sidik ragam yang telah dilakukan pemberian tepung ubi jalar sebagai prebiotik memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan akhir ayam perlakuan. Artinya bobot badan akhir ayam broiler yang terbentuk dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar. Diduga kondisi ini disebabkan rafinosa yang terdapat pada tepung ubi jalar merupakan oligosakarida yang mampu membantu perkembangan bakteri asam laktat sehingga, menekan keberadaan bakteri patogen dan meningkatkan penyerapan zat-zat makanan di dalam saluran pencernaan. Suryadjaya (2005) menyatakan pemberian ekstrak ubi jalar pada tikus selama 10 hari dengan 14,86 % total padatan terlarut oligosakarida, mampu menekan E. coli dan Salmonella, dengan jalan meningkatnya jumlah bakteri asam laktat. Kondisi perbedaan bobot akhir berdasarkan Gambar 8, bahwasannya pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum pada level 3% ubi jalar cenderung lebih baik dibandingkan dengan level ubi jalar 6% sehingga, mempengaruhi kondisi bobot akhir yang dihasilkan. Selain kondisi tersebut, faktor lain yang mempengaruhi adalah perkembangan mikroflora usus yang mempengaruhi proses penyerapan zat-zat makanan. Pemberian level 3% ubi jalar mampu meningkatkan perkembangan jumlah mikroorganisme usus lebih optimal dan stabil dibandingkan level pemberian 6%. Parakkasi (1999) menyatakan perkembangan 40
mikroorganisme yang tidak seimbang dalam saluran pencernaan mempengaruhi proses penyerapan zat-zat makanan didalam saluran pencernaan.
bobot badan akhir (g )
1420 1400 1380 1360 1340 1320 1300 1280 1260 3%
level ubi jalar
6%
Gambar 8. Grafik hubungan bobot badan akhir dengan pemberian tepung ubi jalar. pemberian level 3% ubi jalar; level 6% ubi jalar.
Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap bobot akhir ayam broiler. Artinya bobot badan akhir yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape. Diduga kerja probiotik asal ragi di dalam saluran pencernaan kurang begitu optimal dalam meningkatkan proses pencernaan inang dan cenderung mikroorganisme patogen tersebut lebih dominan berkembang dibandingkan probiotik ragi yang diberikan. Dimungkinkan untuk mengatasi perkembangan probiotik yang rendah, diperlukan supplementasi prebiotik sebagai makanan pembawa probiotik, dengan tujuan mikroba berupa probiotik (ragi) di dalam saluran pencernaan lebih cepat berkembang jumlahnya, sehingga mampu menekan jumlah mikroba patogen. Soeharsono (1997) menyatakan fungsi probiotik mampu meningkatkan kesehatan ternak dengan jalan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan pada saluran pencernaan. Mortalitas Nilai mortalitas merupakan perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah total ayam selama pemeliharaan. Secara numerik rataan mortalitas ayam perlakuan dengan pemberian sinbiotik asal ragi tape (probiotik) dengan tepung 41
ubi jalar merah (prebiotik) tergolong lebih rendah. Total persentase mortalitas ayam perlakuan selama penelitian sebanyak 2,22%. Jika dibandingkan hasil penelitian Daud (2005) yang menggunakan sinbiotik asal daun katuk (prebiotik) yang ditambahkan dengan Bacillus sp (probiotik), jumlah mortalitas yang terjadi adalah sebanyak 8,33%. Pemanfaatan sinbiotik kombinasi asal ragi tape dengan tepung ubi jalar dalam perlakuan ini tergolong lebih baik karena dapat menekan mortalitas hingga mencapai 3,33%. Tabel 9. Persentase Mortalitas Ayam Broiler Selama 4 Minggu Pemeliharaan Level ubi jalar Level ragi
Rataan
3%
6%
0,5%
3,33
3,33
3,33
1,0%
3,33
0
1,67
1,5%
0
3,33
1,67
Rataan
2,22
2,22
2,22
Mortalitas yang terjadi pada ayam pemeliharaan diduga disebabkan karena kondisi sekam yang mudah basah dan lengket akibat dari feses ayam yang pekat. Kondisi feses yang pekat ini menurunkan performa ternak karena, pemberian tepung ubi jalar yang dapat menyebabkan feses ayam menjadi basah dan lengket, sehingga hal tersebut memicu mikroorganisme pengurai menjadi semakin aktif dan cepat berkembang di dalam litter ayam pemeliharaan, sehingga perkembangan ayam menjadi terganggu. Kondisi ini terlihat pada ayam perlakuan empat, selain pertambahan bobot badan rendah mortalitas yang terjadi cukup tinggi. Blake dan Hess (2001) menyatakan bakteri eurolitik mampu memecah asam urat menjadi amonia, dan melepaskannya ke udara jika suhu lingkungan mencapai 25ºC dan kelembaban relatif
40%-60% (Iwanczuk-Czernik et al., 2007). Amonia hasil
penguraian feses yang tinggi mempengaruhi kesehatan ternak, jika proses perombakan asam urat hasil kotoran ternak semakin basah dan lengket. Rendahnya tingkat mortalitas sebanyak 3,33%, diduga karena pemberian sinbiotik kombinasi asal ragi tape dengan tepung ubi jalar mampu mempengaruhi komposisi mikroflora (mikroba) di dalam usus ayam perlakuan. Mikroba dari 42
golongan bakteri asam laktat lebih mendominasi saluran pencernaan dibandingkan dengan mikroba patogen. Sehingga mikroba patogen dalam saluran pencernaan populasinya berkurang. Secara umum mikroba patogen banyak mengakibatkan turunnya kekebalan ternak, yang berdampak ternak lebih rentan terhadap penyakit. Adanya penggunaan sinbiotik kombinasi ubi jalar dengan ragi tape persentase mortalitas ayam broiler dapat diminimalisir tingkat mortalitas. Jin et al (1996) melaporkan bahwa penambahan probiotik ke dalam ransum ayam broiler meningkatkan mikroba positif dan menekan bakteri patogen disaluran pencernaan pada tubuh ayam, sehingga sistem imun terbentuk dan menekan tingkat mortalitas (Winarno, 2004). Selanjutnya Sianturi (2002), menyatakan probiotik mampu mempertahankan mukosa usus dari kerusakan, serta meningkatkan kekebalan tubuh ayam. Organ Pencernaan Persentase Bobot Rempela (Gizzard) Rempela merupakan organ fundamental dalam sistem pencernaan ternak unggas, yang memiliki fungsi mencerna makanan yang masuk. Rempela memiliki dua pasang otot yang kuat dengan sebuah mukosa yang terdapat didalamnya. Bagian dalam rempela terdiri dari lapisan kulit yang sangat keras, kuat dan sering ditemukan berisi bebatuan kecil yang berfungsi dalam membantu proses pencernaan. North dan Bell (1990) menyatakan otot rempela akan kontraksi jika terdapat makanan yang masuk ke dalamnya. Kisaran rataan bobot rempela ayam perlakuan, kombinasi tepung ubi jalar dengan ragi tape antara 1,37%-1,56% dari bobot badan. Rataan persentase bobot rempela ayam perlakuan pada umur 5 minggu, dapat dilihat pada Tabel 10. Interaksi pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape sebagai sinbiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela ayam broiler. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler umur lima minggu pada penelitian ini kisaran 1,37%-1,56% dari bobot hidupnya (Tabel 10). Dibawah ini disajikan Tabel 10 yang menunjukan rataan persetase bobot rempela ayam broiler umur lima minggu. 43
Tabel 10. Rataan Persentase Bobot Rempela Ayam Broiler (%) Umur 5 Minggu Level ragi
Level ubi jalar 3%
6%
Rataan
……………….%................................ 0,5%
1,52±0,17
1,56±0,16
1,54±0,03
1,0%
1,37±0,24
1,45±0,23
1,41±0,06
1,5%
1,54±0,10
1,56±0,10
1,55±0,01
Rataan
1,48±0,09
1,52±0,06
1,50±0,07
Menurut Putnam (1991) menyatakan bobot rempela ayam broiler berkisar antara 1,60%-2,30% dari bobot hidupnya, walaupun dari hasil sidik ragam tidak berbeda nyata namun secara numerik rataan hasil penelitian ini berada dalam kisaran normal. Hal ini dikarenakan kerja rempela tidak terlalu berat dalam melakukan pencernaan makanan yang masuk, karena serat kasar dalam makanan tergolong masih rendah. Selain itu, penambahan sinbiotik kombinasi ragi tape dengan tepung ubi jalar mampu membantu proses pencernaan makanan yang dilakukan oleh rempela. Pemberian tepung ubi jalar sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela ayam broiler. Artinya bobot rempela ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar yang bervariasi. Kondisi ini karena jumlah tepung ubi jalar yang diberikan kedalam ransum basal tidak terlalu banyak hanya mencapai 3% dan 6%. Rata-rata serat kasar yang terdapat pada ubi jalar merah yang diberikan sebanyak 4,19%-5%, sehingga pemberian ke unggas masih bisa ditolerir. Selain itu kemungkinan penebalan pada dinding rempela ayam perlakuan rendah, karena konsumsi ransum yang masuk tidak signifikan sehingga, bobot rempela yang dihasilkan tidak jauh berbeda mengikuti pola konsumsi ransum. Akoso (1993) menyatakan konsumsi ransum yang meningkat mengakibatkan penebalan pada urat daging rempela, sehingga memperbesar ukuran rempela. Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela. Artinya bobot 44
rempela ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape yang bervariatif. Kondisi ini diduga jumlah ragi tape yang diberikan kedalam ransum basal tidak terlalu banyak kisaran antara 0,5%-1,5%, sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela. Selain hal tersebut, pada pembahasan sebelumnya pemberian ragi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi ransum sehingga, kemungkinan penebalan urat daging rempela antar perlakuan tidak terlalu tinggi. Akoso (1993) menyatakan konsumsi ransum yang meningkat mengakibatkan penebalan pada urat daging rempela. Usus Halus Duodenum. Duodenum merupakan pusat terjadinya lipolisis dalam tubuh ayam. Dinding-dinding duodenum mensekresikan getah usus dan beberapa enzim pemecah gula yang mencerna pakan yang masuk sehingga, kelarutan dan penyerapan zat-zat makanan di jejunum dan ileum lebih mudah dan semakin meningkat (Anggorodi, 1985). Kisaran bobot duodenum ayam perlakuan adalah 0,44-0,63% dari bobot badan. Interaksi pemberian tepung ubi jalar merah dengan ragi tape sebagai sinbiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot duodenum. Diduga pemberian ragi tape lebih cenderung dominan memberikan pengaruh terhadap bobot duodenum, bila dibandingkan dengan kombinasi tepung ubi jalar. Pemberian ragi tape sebagai probiotik dengan level yang 0,5%-1% sudah memberikan efek yang positif terhadap miklofora usus dibagian duodenum ayam perlakuan. Hal tersebut ditunjukan pada bobot duodenum lebih tinggi dari pemberian 1,5% ragi. Ihsan (2006) menyatakan mekanisme probiotik pada saluran pencernaan yaitu membantu proses pencernaan dengan jalan merangsang getah usus yang mengandung erepsin dan enzim pemecah gula untuk mencerna ransum yang masuk (Anggorodi, 1985), yang menyebabkan proses pencernaan di dalam usus menjadi semakain baik (Seifert dan Gessler, 1997). Berdasarkan hasil penelitian faktor pemberian tepung ubi jalar, ragi tape serta kombinasi dari keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang relatif dan tebal duodenum. Artinya panjang relatif dan tebal duodenum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar, ragi tape, dan kombinasi dari keduanya. Diduga kapang, rhizopus dan mucor ataupun jamur pada 45
penyusun komposisi ragi tape yang diberikan ke ransum ayam broiler, lebih cenderung membentuk spora ataupun miselium di dalam duodenum sehingga, lebih cenderung meningkatkan mikroflora usus yang ada di bagian duodenum yang berdampak pada meningkatnya bobot duodenum dibandingkan panjang relatif duodenum. Mekanisme probiotik dalam menekan mikroba patogen yaitu dengan menempati vili-vili usus sehingga mikroba patogen di dalam saluran usus tidak mampu melakukan perusakan pada dinding-dinding usus halus (Sulistyani, 2003). Penggunaan tepung ubi jalar yang dimasukan ke dalam ransum broiler dan diberikan kepada ayam perlakuan level penggunaannya masih dapat ditolerir oleh tubuh ayam, sehingga serat kasar (4,19%-5%) yang terkandung dalam tepung ubi jalar masih bisa diterima oleh ayam perlakuan. Berdasarkan Tabel 11, tebal duodenum yang dihasilkan kisaran antara 0,250,32 g/cm dari panjang duodenum. Hal ini disebabkan panjang duodenum yang dihasilkan tidak menunjukan signifikan berbeda antar perlakuan, sehingga tebal duodenum yang dihasilkan tidak menunjukan perbedaannya. Secara numerik pada perlakuan pertama (3% ubi jalar dengan 0,5% ragi) menunjukan tebal duodenum yang lebih tinggi, hal ini mengindikasikan pada level tersebut kerja dari sinbiotik (kombinasi ragi dengan ubi jalar) lebih optimal dalam memberikan performa terbaik untuk ternak, yang terbukti tebal dan panjang relatif duodenum lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Aktifitas duodenum pada perlakuan pertama lebih optimal melakukan proses pencernaan sehingga kelarutan dan penyerapan di saluran pencernaan berikutnya lebih baik, kondisi ini terbukti pada perlakuan pertama memiliki bobot akhir yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Secara garis besar, perkembangan tebal dan panjang relatif duodenum mengikuti pola perkembangan bobot duodenum. Sesuai pernyataan Winarno (2003) pemberian probiotik, prebiotik ataupun kombinasi dari keduanya dapat memperbaiki performa ternak, dengan jalan meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan sistem imunitas. Pemberian tepung ubi jalar sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot duodenum ayam. Artinya bobot duodenum yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar. Persentase bobot duodenum ayam broiler hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 11 dibawah ini. 46
Tabel 11.Rataan Persentase Berat, Panjang Relatif dan Tebal Duodenum Umur 5 Minggu. Peubah
Level ragi
Bobot
Level ubi jalar 3%
6%
Rataan
0,5%
0,63±0,06
0,50±0,08
0,57±0,10
Duodenum
1,0%
0,59±0,03
0,55±0,05
0,57±0,03
(%)
1,5%
0,44±0,06
0,48±0,06
0,46±0,02
0,55±0,10
0,51±0,04
0,53±0,03
Rataan Panjang
0,5%
2,02±0,19
1,80±0,08
1,91±0,16
Duodenum
1,0%
2,02±0,17
1,89±0,38
1,96±0,09
(cm/100g)
1,5%
1,79±0,10
1,76±0,30
1,77±0,02
1,94±0,13
1,82±0,07
1,88±0,12
Rataan Tebal
0,5%
0,32±0,04
0,28±0,04
0,30±0,03
Duodenum
1,0%
0,29±0,02
0,30±0,08
0,30±0,01
(g/cm)
1,5%
0,25±0,03
0,28±0,08
0,26±0,02
0,28±0,03
0,29±0,01
0,29±0,02
Rataan
Kondisi tidak berpengaruhnya hal ini diduga, jumlah tepung ubi jalar yang diberikan kedalam ransum basal tidak terlalu banyak, hanya 3% dan 6% sehingga serat kasar yang masuk pada saluran pencernaan ayam broiler masih bisa di tolerir oleh tubuh ternak. Rata-rata serat kasar yang terdapat pada ubi jalar sebanyak 4,19% dan pada ransum seluruhnya kurang dari 5%. Sundari (1986) menyatakan kandungan serat kasar pada ransum sebanyak 8,02% masih bisa ditolerir oleh tubuh ayam broiler, namun jika pemberian serat kasar hingga mencapai 10,22% akan menurunkan performa ayam broiler. Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase bobot duodenum. Pemberian ragi sebesar 0,5%-1% menghasilkan bobot duodenum lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 1,5%. Bobot duodenum level pemberian 0,5%-1% adalah kisaran 0,50%-0,63% dari bobot badan sedangkan bobot duodenum pemberian 1,5% memiliki bobot duodenum antara 0,44%-0,48%. Kondisi ini diduga pemberian ragi tape sebanyak 0,5%-1% lebih optimal merangsang kerja dari 47
pankreas dalam mensekresikan enzim pencernaan yang disalurkan ke bagian duodenum dan merangsang getah-getah usus dibagian duodenum untuk mencerna makanan yang masuk. Akibatnya proses kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum mengalami semakin baik. Grafik hubungan bobot duodenum terhadap pemberian ragi ditunjukan pada Gambar 9 dibawah ini. 0,6 0,6
b
0,5
b a
0,4 0,4 0,3 0,2 0,2 0,1 0
(%)
0,50 0,50%
1% level ragi tape
1,50 1,50%
Gambar 9. Grafik hubungan bobot duodenum yang dihasilkan dengan level pemberian ragi. 1). Pemberian 0,5% ragi; 1 % ragi; 1,5% ragi. 2). Huruf yang berbeda di atas grafik batang menunjukan berbeda nyata (P<0,05) .
Ihsan (2006) menyatakan mekanisme probiotik dalam saluran pencernaan yaitu membantu proses pencernaan dengan jalan merangsang produksi getah-getah usus pada dinding usus halus, yang dapat meningkatkan proses pencernaan di dalam usus. Sehingga penyerapan zat makanan menjadi semakain baik (Seifert dan Gessler, 1997). Menurut Parakkasi (1999) pada anak sapi penambahan ragi tape ke ransum sebanyak satu persen mampu meningkatkan performa, tetapi dengan penambahan ragi tape lebih dari 1%, tidak memberikan respon lagi (Philips et al., 1985 dalam Parakkasi, 1999). Jejunum. Jejunum sebagai bagian dari usus halus yang merupakan tempat penyerapan zat makanan yang terbesar didalam tubuh ayam broiler (Wijaya, 2010), jejunum memanjang dari dinding duodenum hingga ileum (Grist, 2006). Kombinasi tepung ubi jalar dengan ragi tape sebagai interaksi, tidak memberikan pengaruh nyata 48
terhadap persentase bobot, tebal dan panjang jejunum. Kisaran bobot jejunum yang dihasilkan dari perlakuan adalah antara 0,78-1,12%, tebal 0,18-0,23 g/cm dari panjang jejunum dan panjang relatif jejunum kisaran antara 4,21-5,06 cm/100g bobot badan. Kondisi ini diduga pemberian ragi tape sebagai probiotik lebih cenderung dominan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot usus di bagian duodenum jika dibandingkan kombinasi dengan tepung ubi jalar. Kisaran panjang jejunum hasil penelitian ini yaitu antara 4,21-5,06 cm/100g dari bobot badan, secara numerik nilai kisaran panjang relatif jejunum hasil penelitian ini masih tergolong normal. Nilai tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dewi (2007) dengan memberikan ransum komersial panjang relatif jejunum yang dihasilkan kisaran antara 4,30-6,42 cm/100g bobot badan. Jika dibandingkkan dengan perlakuan kombinasi tepung ubi jalar merah dengan ragi yang dicampurkan keransum komersil ayam broiler dengan serat kasar ransum kurang lebih 5% masih tergolong lebih baik panjang jejunum yang dihasilkan dari kombinasi ragi dengan tepung ubi jalar, karena dengan serat kasar yang lebih tinggi mampu menghasilkan panjang relatif jejunum yang tidak terpaut jauh. Tebal jejunum hasil penelitian kisaran antara 0,18-0,23 g/cm panjang jejunum, dan masih dalam kisaran normal. Jika dibandingkan hasil penelitian Dewi (2007) yang mengevaluasi berbagai ransum komersil terhadap tebal usus. Hasil perlakuan pengunaan ragi dengan tepung ubi jalar tergolong lebih baik. Hasil penelitian Dewi (2007), ketebalan usus yang dihasilkan kisaran antara 0,25-0,35 g/cm dari panjang jejunum. Hal ini menunjukan walaupun pemberian sinbiotik asal ragi dengan ubi jalar tidak menunjukan signifikan, namun secara numerik pemberian ini mampu memberikan
tebal
jejunum
yang
rendah.
Tebal
jejunum
yang
rendah
mengindikasikan kerja dari jejunum dalam proses penyerapan zat-zat makanan dalam kondisi baik. Pemberian ragi tape dengan menyampingkan faktor kombinasi dengan tepung ubi jalar sudah mampu membantu peningkatkan kelarutan disaluran pencernaan berikutnya yaitu bagian jejunum. Persentase bobot jejunum ayam broiler hasil penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 12 dibawah ini.
49
Tabel 12. Rataan Persentase Bobot, Panjang Relatif dan Tebal Jejunum Umur 5 Minggu. Peubah
Bobot Jejunum (%)
Level ragi
Level ubi jalar 3%
6%
Rataan
0,5%
1,03±0,10
0,96±0,02
0,99±0,05
1,0%
1,10±0,21
1,09±0,19
1,10±0,01
1,5%
0,78±0,21
1,12±0,04
0,95±0,24
0,97±0,17
1,06±0,09
1,01±0,13
Rataan Panjang
0,5%
4,58±0,84
4,55±0,55
4,56±0,02
Jejunum
1,0%
4,75±0,63
5,06±0,43
4,90±0,22
(cm/100g)
1,5%
4,21±0,62
4,58±0,70
4,39±0,25
4,51±0,28
4,73±0,29
4,62±0,28
0,5%
0,23±0,06
0,21±0,02
0,22±0,01
1,0%
0,23±0,06
0,22±0,05
0,23±0,01
1,5%
0,18±0,03
0,25±0,05
0,22±0,05
0,22±0,03
0,23±0,02
0,22±0,02
0,5%
0,15±0,01
0,17±0,04
0,16±0,01
1,0%
0,22±0,06
0,19±0,05
0,21±0,02
1,5%
0,21±0,05
0,17±0,04
0,19±0,03
0,19±0,04
0,18±0,01
0,19±0,03
Rataan Tebal Jejunum (g/cm)
Rataan Tebal Jejunum (mm)
Rataan
Ihsan (2006) menyatakan mekanisme kerja probiotik dalam memperbaiki pencernaan adalah dengan merangsang produksi getah-getah usus halus untuk melakukan pencernaan, sehingga kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi, 1985). Selain hal diatas diduga kondisi yang ketidak ada pengaruhnya pemberian ragi terhadap perlakuan, dimungkinkan terkait kesalahan pada saat pengukuran bobot dan panjang relatif dibagian jejunum atau karena pengambilan setiap sampel ayam perlakuan dikandang tidak menggambarkan dari ayam perlakuan yang ada, sehingga hasil yang didapat tidak maksimal. Pemberian tepung ubi jalar sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot, panjang relatif dan tebal jejunum. Artinya bobot, panjang relative dan tebal jejunum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level 50
pemberian tepung ubi jalar. Diduga pemberian tepung ubi jalar tidak mempengaruhi keseimbangan mikroflora yang terdapat pada usus halus bagian jejunum, sehingga bobot, panjang relatif dan tebal jejunum yang dihasilkan tidak berbeda jauh antar perlakuan lainnya. Selain itu pemberian ragi tape sebagai probiotik lebih cenderung dominan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot usus di bagian duodenum dalam meningkatkan pencernaan makanan sehingga, berdampak pada meningkatnya kelarutan dan penyerapan disaluran pencernaan berikutnya yaitu bagian jejunum ini. Ihsan (2006) menyatakan mekanisme kerja probiotik dalam memperbaiki pencernaan adalah dengan merangsang getah-getah usus halus dan enzim erepsin yang mencerna protein, sehingga kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi, 1985). Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot jejunum, panjang relatif dan tebal jejunum. Artinya bobot jejunum, panjang relatif dan tebal jejunum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape yang bervariasi. Pemberian ragi tape dengan tujuan sebagai probiotik tidak mempengaruhi keseimbangan mikroflora usus yang terdapat dibagian jejunum sehingga bobot jejunum, panjang relatif dan tebal jejunum yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan level lainnya. Selain itu pemberian ragi tape sebagai probiotik lebih cenderung dominan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot usus di bagian duodenum, yang mengindikasikan pencernaan dibagian tersebut meningkat lebih baik sehingga, tidak memberikan pengaruh terhadap
jejunum. Ihsan (2006)
menyatakan mekanisme kerja probiotik mampu memperbaiki pencernaan dengan jalan merangsang getah-getah usus halus dan erepsin, sehingga kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi, 1985). Ileum. Ileum merupakan bagian usus halus setelah jejunum, ileum memiliki peranan sebagai pengabsorpsi partikel-partikel kecil nutrien. Bobot, panjang relatif dan tebal ileum berdasarkan hasil sidik ragam yang telah dilakukan, pemberian kombinasi tepung ubi jalar merah dengan ragi tape kedalam ransum komersial sebagai ransum sinbiotik tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan ileum. Hal ini dikarenakan bagian jejunum lebih banyak melakukan proses penyerapan zat-zat 51
makanan jika dibandingkan ileum (Wijaya, 2010). Persentase bobot, panjang relatif dan tebal ileum ayam broiler hasil penelitian ditunjukan pada Tabel 13 dibawah ini. Tabel 13. Persentase Bobot, Panjang Relatif dan Tebal Ileum Umur 5 Minggu Peubah
Bobot Ileum (%)
(Ragi)
3%
6%
Rataan
0,5%
1,05±0,08
0,84±0,18
0,95±0,15
1,0%
0,88±0,41
1,00±0,02
0,94±0,08
1,5%
0,89±0,12
1,04±0,11
0,96±0,11
0,94±0,10
0,96±0,11
0,95±0,09
0,5%
4,32±0,69
4,29±0,76
4,31±0,02
1,0%
4,42±0,35
4,78±0,25
4,60±0,26
1,5%
4,00±0,65
4,27±0,54
4,13±0,19
4,25±0,22
4,45±0,29
4,35±0,26
0,5%
0,25±0,04
0,20±0,04
0,22±0,04
1,0%
0,20±0,10
0,21±0,01
0,21±0,00
1,5%
0,22±0,01
0,25±0,04
0,23±0,02
0,22±0,02
0,22±0,03
0,22±0,02
Rataan Panjang Ileum (cm/100g)
Rataan Tebal Ileum (g/cm)
Level ubi jalar
Faktor B
Rataan
Berdasarkan Tabel 13, kisaran panjang relatif ileum hasil penelitian yaitu antara 4,00-4,78 cm/g dari bobot badan. Secara numerik nilai kisaran persentase panjang ileum hasil penelitian ini masih tergolong baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian Wijaya (2010) yang menguji probiotik asal cassbio dengan panjang ileum yang dihasilkan kisaran 5,24-6,67 cm/g dari bobot badan, sedangkan untuk bobot ileum sendiri bobot ileum hasil penelitian tergolong normal kisaran 0,84%1,05% dari bobot badan jika dibandingkan hasil penelitian Dewi (2007). Hasil penelitian Dewi (2007) yang menguji pemberian berbagai ransum komersial dari beberapa pabrik ransum komersial, bobot ileum yang dihasilkan kisaran antara 0,89%-1,96% dari bobot badan, sedangkan untuk tebal ileum hasil penelitian ini adalah antara 0,20-0,25 g/cm panjang ileum. Hasil sidik ragam tidak menunjukan signifikan, jika dibandingkan hasil penelitian Dewi (2007), tebal ileum 0,21-3,07 g/cm dan Wardhani (2011) tebal ileum 0,82 g/cm, tebal ileum dari hasil 52
penelitian penggunaan sinbiotik asal ragi dengan ubi jalar ini masih tergolong lebih baik. Tipisnya dinding usus halus ini (bagian ileum), menunjukan kerja dari ileum dalam proses penyerapan termasuk lebih baik. Hal ini dikarenakan pada bagian duodenum proses pencernaan cukup baik, sehingga kelarutan dan penyerapan zat-zat makanan dibagian ileum semakin baik. Kemungkinan lain dari hal diatas, adanya kesalahan pada saat pengukuran bobot dan panjang relatif dibagian jejunum atau kesalahan pengambilan menentukan hasil yang didapat tidak maksimal. Pemberian tepung ubi jalar merah yang ditujukan sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap bobot ileum dan panjang relatif ileum dan tebal ileum, artinya bobot ileum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian tepung ubi jalar. Kondisi ini diduga penyerapan dan kelarutan zat-zat makanan dibagian ileum cukup baik sehingga pemberian tepung ubi jalar yang ditujukan sebagai prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap bobot ileum dan panjang ileum, selain itu karena dibagian duodenum pemberian ragi sebagai probiotik cenderung lebih dominan mempengaruhi kerja dari duodenum dalam melakukan lipolisis makanan sehingga kelarutan dan penyerapan dibagian jejunum dan ileum menjadi semakin baik. Ihsan (2006) menyatakan mekanisme kerja probiotik dalam memperbaiki pencernaan adalah dengan merangsang produksi getah-getah usus halus dalam melakukan proses pencernaan, sehingga kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi,1985), kisaran bobot ileum hasil penelitian yaitu antara 0,84%-1,05% dari bobot badan, panjang relatif ileum 4,00-4,78 cm/100g dari bobot badan dan tebalnya 0,22-0,25g/cm dari panjang ileum. Ragi tape yang diberikan pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot, panjang relatif dan tebal ileum artinya bobot, panjang relatif dan tebal ileum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape yang bervariasi. Pemberian ragi tape dengan tujuan sebagai probiotik tidak mempengaruhi keseimbangan mikroflora yang terdapat pada bagian ileum, sehingga bobot, panjang relatif ileum dan tebal ileum yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh ragi tape. Pemberian ragi tape sebagai probiotik lebih cenderung dominan memberikan 53
pengaruh di bagian duodenum, yang mengindikasikan kerja bagian duodenum dalam melakukan lipolisis zat makanan lebih baik, sehingga pemberian ragi tape sebagai probiotik mampu meningkatkan kelarutan disaluran pencernaan berikutnya yaitu bagian ileum. Ihsan (2006) menyatakan mekanisme kerja probiotik mampu memperbaiki pencernaan dengan jalan menghasilkan getah-getah usus halus dalam melakukan proses pencernaan, sehingga kelarutan dan penyerapan di bagian jejunum dan ileum akan meningkat (Anggorodi,1985). Usus Besar Usus besar merupakan tempat penyerapan air dengan tujuan meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler (Bell dan Weaver, 2002). Berdasarkan hasil sidik ragam yang telah dilakukan pemberian kombinasi tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape kedalam ransum komersial sebagai ransum sinbiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase bobot dan panjang relatif usus besar. Rataan persentase bobot usus besar seluruhnya yaitu 0,16% dari bobot badan dan panjang relatifnya kisaran 0,46-0,69 cm/g dari bobot badan. Kombinasi pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape tidak memberikan pengaruh terhadap panjang relatif usus besar dan persentase bobot usus besar, kisaran panjang relatif usus besar hasil penelitian yaitu antara 0,53-0,65 cm/g dari bobot badan dan bobot usus besar 0,12%-0,20% dari bobot badan, walaupun tidak menunjukan pengaruh nyata, secara numerik nilai kisaran panjang usus besar dan persentase bobot usus besar masih dalam kisaran normal. Hasil penelitian Wijaya (2010) yang menguji probiotik asal cassbio dengan memiliki panjang relatif usus besar yang dihasilkan kisaran 0,46-0,69 cm/g dari bobot badan. Pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape tidak memberikan pengaruh terhadap bobot usus besar dan panjang relatif usus besar. Kisaran persentase bobot usus besar hasil penelitian yaitu antara 0,12%-0,20% dari bobot badan dan panjang relatif usus besar penelitian ini kisaran antara 0,53-0,65 cm/100g dari bobot badan. Persentase bobot dan panjang relatif usus besar ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 14 dibawah ini.
54
Tabel 14. Persentase Bobot dan Panjang Usus Besar Umur 5 Minggu Peubah
Bobot Usus Besar (%)
Level ubi jalar
Faktor B (Ragi)
3%
6%
Rataan
0,5%
0,11±0,03
0,20±0,09
0,16±0,06
1,0%
0,16±0,05
0,18±0,05
0,17±0,01
1,5%
0,17±0,06
0,12±0,03
0,14±0,03
0,15±0,03
0,17±0,04
0,16±0,04
Rataan Panjang Usus
0,5%
0,59±0,02
0,65±0,02
0,62±0,04
Besar
1,0%
0,65±0,23
0,53±0,14
0,59±0,08
(cm/100g)
1,5%
0,58±0,09
0,61±0,11
0,60±0,02
0,61±0,04
0,60±0,06
0,60±0,04
Rataan
Kondisi ini diduga bahwa usus besar banyak berfungsi sebagai organ penyerap air sehingga, aktifitas mikroba probiotik kurang bekerja di bagian usus besar. Selain hal diatas usus besar tidak mensekresikan enzim pencernaan yang mencerna makanan yang masuk, sehingga perkembangan usus besar tidak dipengaruhi oleh pemberian tepung ubi jalar yang ditujukan sebagai prebiotik. Sesuai pernyataan Bell dan Weaver (2002), usus besar tidak mensekresikan enzim, didalamnya terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler. Selain faktor itu, kondisi tersebut diduga terkait terhadap konsumsi air, konsumsi air minum ayam broiler selama pemeliharaan tidak menunjukan perubahan yang nyata terhadap faktor pemberian tepung ubi jalar sehingga diduga berdampak pada persentase bobot usus besar ataupun panjang relatif usus besar yang tidak menunjukan perubahan nyata. Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase bobot usus besar ataupun panjang relatif usus besar. Artinya persentase bobot usus besar ataupun panjang relative usus besar ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape yang berbeda. Hal ini diduga bagian usus besar ini lebih cenderung banyak berfungsi sebagai organ penyerapan air. Sehingga ragi tape yang ditujukan sebagai probiotik kurang dapat bekerja optimal di bagian ini, karena 55
probiotik sendiri (ragi tape) lebih cenderung banyak melakukan proses perombakan zat-zat makanan sehingga hasil perombakan berupa asam organik dapat diserap oleh inang (Winarno, 2010). Usus Buntu (Sekum) Sekum merupakan organ pencernaan makanan yang tidak tercerna pada organ pencernaan sebelumnya, terutama serat kasar (McLelland, 1990). Rataan bobot sekum yang dihasilkan adalah 0,29% dari bobot badan dan panjang relatif sekum 1,07 cm/100g dari bobot badan. Rataan persentase panjang relatif sekum seluruhnya yaitu 1,07 cm/g dari bobot badan. Persentase bobot dan panjang relatif sekum ayam broiler umur lima minggu hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Persentase Bobot Sekum (%) Umur 5 Minggu Peubah
Bobot Sekum (%)
(Ragi)
3%
6%
Rataan
0,5%
0,34±0,05
0,26±0,02
0,30±0,05
1,0%
0,25±0,01
0,33±0,08
0,29±0,05
1,5%
0,24±0,09
0,32±0,06
0,28±0,05
0,28±0,05
0,30±0,04
0,29±0,04
0,5%
1,08±0,02
1,11±0,17
1,09±0,02
1,0%
1,05±0,07
1,10±0,15
1,07±0,04
1,5%
0,99±0,02
1,11±0,08
1,05±0,09
1,04±0,05
1,11±0,00
1,07±0,05
Rataan Panjang Sekum (cm/100g)
Level ubi jalar
Faktor B
Rataan
Kombinasi pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape tidak memberikan pengaruh terhadap bobot sekum dan panjang relatif sekum. Kondisi ini diduga kerja sekum tidak terlalu aktif dalam melakukan pencernaan makanan dengan proses fermentasi. Karena pada organ pencernaan sebelumnya serat kasar yang masuk ke tubuh ternak telah mengalami pencernaan dengan bantuan kerja sinbiotik yang di tambahkan ke ransum ayam broiler. Kisaran persentase bobot sekum hasil penelitian yaitu antara 0,24%-0,34% dari bobot badan dan panjang relatif sekum hasil penelitian yaitu kisaran antara 0,99-1,11cm/100g dari bobot badan, walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, secara numerik nilai kisaran persentase 56
panjang sekum masih tergolong normal, sesuai dengan hasil penelitian Dewi (2007) yang menguji beberapa ransum komersial asal pabrik ransum, dan panjang relatif sekum yang dihasilkan kisaran 0,93-1,53 cm/100g dari bobot badan. Pemberian tepung ubi jalar merah tidak memberikan pengaruh terhadap bobot sekum dan panjang relatif sekum, itu artinya bobot sekum dan panjang sekum ayam broiler yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perbedaan pemberian level tepung ubi jalar sebagai prebiotik. Kisaran persentase bobot sekum hasil penelitian yaitu antara 0,24%-0,34% dari bobot badan dan panjang relatif sekum hasil penelitian kisaran antara 0,99-1,11 cm/g dari bobot badan. Kondisi ini diduga bahwa proses pencernaan serat kasar dibagian sekum cukup rendah karena serat kasar yang terkandung dalam ransum yang diberikan rendah yaitu 5% sehingga kerja dari sekum tidak begitu berat dalam melakukan proses pencernaan serat kasar. Selain hal tersebut pemberian ragi tape sebagai probiotik mampu membantu proses pencernaan di saluran sebelumnya sehingga kelarutan dan penyerapan zat-zat makanan disaluran berikutnya lebih baik. Ihsan (2006) mekanisme probiotik membantu proses pencernaan dalam saluran pencernaan dengan menghasilkan getah-getah usus halus dalam melakukan proses pencernaan, yang menyebabkan proses pencernaan di dalam usus menjadi semakain baik (Seifert dan Gessler, 1997). Pemberian ragi tape pada ransum ayam broiler dengan tujuan sebagai probiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase bobot sekum ataupun panjang relatif sekum. Artinya persentase bobot sekum ataupun panjang relative sekum ayam broiler yang terbentuk atau dihasilkan tidak dipengaruhi oleh level pemberian ragi tape yang berbeda. Hal ini diduga kerja dari sekum dalam melakukan pencernaan serat yang masuk tidak begitu berat karena proses pencernaan serat telah dibantu dengan adanya pemberian ragi tape sehingga memberikan kemudahan bagi sekum untuk melakukan proses penyerapan zat-zat makanan. Fardiaz (1992), peranan kapang yang terkandung dalam ragi tape berfungsi sebagai penghasil enzim amylase yang menghidrolisis pati menjadi glukosa.
57
KESIMPULAN Pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape sebagai sinbiotik, berpengaruh nyata pada pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir, sedangkan pemberian level ragi berpengaruh nyata terhadap usus halus bagian bobot duodenum dan pemberian tepung ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan, konversi dan bobot akhir yang dihasilkan. Pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata pada konsumsi ransum, konsumsi air minum, mortalitas, usus halus (panjang duodenum, panjang dan bobot ileum, panjang dan bobot jejunum) panjang dan bobot usus besar, panjang dan bobot sekum ayam broiler. Level pemberian terbaik secara statistik maupun numerik hasil penelitian terdapat pada perlakuan pertama, dengan level pemberian paling rendah, yaitu kombinasi pemberian 3% tepung ubi jalar dan 0,5 % ragi tape. SARAN Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan ransum yang tidak menggunakan antibiotik baik dengan dosis yang serupa ataupun berbeda dengan tujuan mencari dosis pemberian yang tepat kombinasi ragi tape dengan ubi jalar sebagai sinbiotik (gabungan prebiotik dengan probiotik) dengan tujuan menangani penggunaan antibiotik yang ada di peternakan umumnya dan melanjutkan penelitian pemberian tepung ubi jalar diatas 6% dengan kombinasi ragi diatas level 1,5%.
58
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian, seminar dan skripsi. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang mana dengan ajarannya mampu mengantarkan Penulis dari dunia kebodohan ke dunia terang benderang. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Ir.
Asep Sudarman, M. Rur.Sc. selaku dosen pembimbing utama dan Dr.Ir.Jajat.Jachja FA, M.Agr. selaku dosen pembimbing anggota serta pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan curahan waktu yang telah diberikan selama melakukan penelitian dan menyusun skripsi. Terimakasih kepada Dr.Ir. Rukmiasih. M.S dan Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah.M.S selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan penulisan, serta Dr. Sri Suharti S.Pt. M.Sc selaku panitia sidang. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Alwan Bin Asri, Ibunda Nur Munjilah, dan Adikku tercinta Eva Nur Hanifah atas segala doa, nasehat, motivasi, dukungan moril dan material sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Terimakasih kepada Bapak Agik Suprayogi beserta keluarganya yang telah memberikan nasehat, motivasi kepada Penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Ucapan terima kasih kepada Ibu Lanjarsih, Mas Mul, Mas Panji, Mas Iwan, Pak Aubed, Pak Ugan, Ginong, Sapril, Edys, Bedi, Hasan, Yogi, Wahyu, Ika, Dendy dan Tim sinbiotik (Faniti 42) atas kerja sama dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada keluarga besar Wisma Asri Putra, Kepal-D, Capoeira Alegria IPB dan keluarga besar serta teman seperjuangan INTP 44 (Antraks 44) yang selalu menemani kuliah di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Ransum.Hanya Alloh Yang Maha Pemurah dan Penyayang yang dapat membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan selanjutnya. Maret 2012
59
DAFTAR PUSTAKA Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Bell, D. D. & W. D. Weaver . 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition.Springer Science plus Business Media, Inc. Spiring Street, New York. Blake, J. P. & J. B. Hess. 2001. Litter treatments for poultry. Circular ANR-1199. Alabama Cooperative Extension System, Auburn University, AL. 4 pp. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2004S, Jakarta. Indonesia Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011, Jakarta. Indonesia. Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika. 2010. Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Indonesia. Chrisliem. 2010. Kimia29. http// kimia29. Blogspot.com /arsip/arc0-2010. html. [3 Agustus 2011]. Daud, M. 2005. Performan dan Kualitas Karkas Ayam Pedaging yang Diberi Probiotik dan Prebiotik dalam Ransum. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dewi, H. R. K. 2007. Evaluasi beberapa ransum komersial terhadap persentase bobot karkas, lemak abdomen, dan organ dalam ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dutta, T. K., S. S. Kundu, & M. Kumar. 2009. Potential of direct-fed-microbials on lactation performance in ruminant- acritical review. J. Anim.Sci. 21: (10) Ensminger, M. E., J. E. Oldfield, & W. W. Heinemann. 1992. Feeds and Nutrition. 2nd . Ensminger Publishing Company. California, USA. Fardiaz, D. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ferket, R. R., C. W. Paks, & J. L. Grimes. 2007. Mannan oligosacharida versus antibiotik for tukeys. Altech Inc. North Carolina State University. Feri. 2004. Respon pertumbuhan mencit (Mus musculus) yang mendapat ransum disuplementasi ragi tape dan probiotik starbio. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Francesch, M. & J. Brufau. 2004. Nutritional factors affecting excreta/litter mousture and quality. J. Poult. Sci. Vol 60. Fuller, R. 1992. Probiotics The Scientific Basis. Chapman and Hall, Madras. 60
Grist, A. 2006. Poultry Inspection. Anatomy, Physiology, and Disease Condition. 2nd Edition. Nottingham University Press, United Kingdom. Hakim, L. 2005. Evaluasi pemberian feed additive alami berupa campuran herbal, probiotik dan prebiotik terhadap performan, karkas dan lemak abdominal serta HDL dan LDL daging broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hidayat, N., M. C. Padaga, & S. Suhartini, 2006. Mikrobiologi Industri. Andi, Yogyakarta. Holer, E. 1992. Use probiotic starter culture in dairy products. Food Austr. (44) 9: 418-420. Hoover, D. G. 2000. Microorganism and their products in the preservation of foods. Dalam : B. M. Lund, T. C. Baird-Parker, G. W. Gould (Editors). The Microbiological Safety and Quality of Food. Aspen Publ., Maryland. Ihsan, F. N. 2006. Persentase bobot karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler dengan pemberian silase ransum komersil. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Iwańczuk-Czernik, K., D. Witkowska, J. Sowińska, A. òWjcik, & T. Mituniewicz. 2007. The effect of a microbiological and a disinfecting preparation on the physical and chemical properties of litter and the results of broiler chicken breeding. Poult. J. Natur. Sci., Vol 22(3): 395-406, Y. Jin, L. Z., Y. W. Ho., N. Abdullah, & S. Jalaluddin. 1996. Influence of dried Lactobacillus subtilis and Lactobacillus cultures on intestinal microflora and performance in broilers. Asian-Australia Journal Animal Science. 9 (4): 397403. Juanda, J. S. D. & B. Cahyono. 2004. Ubi jalar budi daya dan analisis usaha tani Yogyakarta. Penerbit: Kanisius. Lacy & L. R. Vest. 2004. Improving feed conversion in broiler: A guide for grower. http://www.ces.uga.edu./pubcd.c:793-w.html. [23 Maret 2011]. Leeson, S. & J. D. Summers. 2001. Nutrition of the chicken. 4th Edition. University Books, Guelph, Ontarion, Canada. Marlis, A. 2008. Isolasi Oligosakarida Ubi Jalar dan Pengaruh Pengolahan Terhadap Potensi Prebiotiknya. Tesis. Bogor: Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Mc Lelland, J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Ltd., England. North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Manual. 4th Edition. Champman and Hall. New York. Nuraini. 2010. Performa, Persentase Karkas, Lemak Abdominal dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Ransum dengan Penambahan Prebiotik dari Tongkol Jagung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor 61
Palmer, J. K. 1982. Carbohydrate in sweet potato dalam R. L. Villareal dan T. D. Griggs (Eds.). Sweet Potato Proceding of The First Internasional Symposium. AVRDC, Taiwan. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia, Indonesia. Pond, W. G., D. C. Church, & K. R. Pond. 1995.Basic Animal Nutrition and Feeding 4th Ed. John Wiley and Sons, New York. Putnam, P. A. 1991. Handbook of Animal Science. Academic Press, San Diego. Salminen, S. & A. V. Wright (Editors). 1998. Lactid Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspect. 2nd Edition. Marcell Dekker Inc., New York. Schmidl, M. K. & T. P. Labuza. 2000. Functional Foods. Aspen Publisher, Maryland. Seifert, H. S. H. & F. Gessler. 1997. Continous oral application of probiotic B. Careus an alternative to the prevention of enteroxomia. Animal Research and Development. 46: 30-38. Shaw, M. I., A. D. Beaulieu, & J. F. Patience. 2006. Effect of diet composition on water consumption in growing pigs. J. Anim. Sci. 2006. 84:3123-3132. Sianturi, G. 2002. Probiotik dan prebiotik untuk http://www.gizi.net/arsip/arc0-2002.html.[3 Agustus 2011].
kesehatan.
Soeharsono. 1997. Probiotik alternative pengganti antibiotik. Buletin PPSKI 9: 10. Standar Nasional Indonesia. 2005. [SNI 01-4868. 1-2005] Bibit Niaga (Final Stock) Ayam Ras Tipe Pedaging Umur Sehari (kuri/doc). Steel, R. G. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi kedua. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sulistyani, I. 2003. Gambaran mikroskopis dan luas permukaaan vili usus halus ayam broiler setelah pemberian probiotik dan bioinsektisida Bacillus thuringiensis dan Beauveria bassiana peroral. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sundari, S. 1986. Toleransi ayam broiler terhadap kandungan serat kasar, serat detergent asam, lignin dan silica dalam ransum yang mengandung tepung daun alang-alang. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sunoto. 2011. Sehat bersama kang sun. http:// www.blogspot.com/arsip/arc0-2011. html. [3 Agustus 2011] Suryadjaja, A. 2005. Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomea batatas L) unruk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertnaian Bogor, Bogor. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 62
Wijaya, G. H. 2010. Persentase karkas, lemak abdominal dan organ dalam ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan cassabio. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wardhani, W. 2011. Persentase karkas dan karakteristik organ dalam ayam broiler hasil penambahan zeoilit dalam ransum dan litter.Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F. G. 2003.Flavor bagi Industri Pangan. Mbrio Press, Bogor. Winarno, F. G. 2004. Keamanan Pangan. Mbrio Press, Bogor Winarno, F. G. 2010. Enzim Pangan. Mbrio Press, Bogor
63
LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam (Anova) Pertambahan Bobot Badan Harian SK
Db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0.01
A
1
46,6583
46,6583
11,9774
4,7472
9,3302
B
2
1,1562
0,5781
0,14840
3,8853
6,9266
(AB)
2
40,2144
20,1072
5,1616
3,8853
6,9266
Galat
12
46,7461
3,8955
Total
17
134,7752
7,9279
**
*
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01) * berbeda nyata (P<0,05)
Db= derajat bebas; JK= jumlah kuadrat; KT= kuadrat tengah Fhit= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05= hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan besar 5%(α=0,05) F0,01=hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan sebesar 1% (α=0,01)
Subset superskrip pertambahan bobot badan Perlakuan
Subset for alpha=0,05
N 1
2
2
3
6
3
48,00
4
3
48,04
3
3
49,08
5
3
49,18
1
3
51,76
Significant
44,31
1,000
0,055
64
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam (Anova) Konversi Ransum Ayam Broiler SK
Db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0.01
A
1
0,0592
0,0592
10,507
4,7472
9,3302
B
2
0,0035
0,0017
0,3125
3,8853
6,9266
(AB)
2
0,0596
0,0298
5,2882
3,8853
6,9266
Galat
12
0,0676
0,0056
Total
17
0,1901
0,0111
**
*
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01) * berbeda nyata (P<0,05)
Db= derajat bebas; JK= jumlah kuadrat; KT= kuadrat tengah Fhit= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05= hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan besar 5%(α=0,05) F0,01=hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan sebesar 1% (α=0,01)
Subset superskrip konversi ransum Subset for alpha=0,05 Perlakuan
N 1
1
3
1,65
5
3
1,73
3
3
1,75
4
3
1,77
6
3
1,78
2
3
Significant
2
1,93 0,077
1,000
65
Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam (Anova) Bobot Badan Akhir Ayam Broiler SK
Db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0.01
A
1
36580,12
36580,12
11,9774
4,7472
9,3302
B
2
906,506
453,253
0,14841
3,8853
6,9266
(AB)
2
31528,15
15764,08
5,16163
3,8853
6,9266
Galat
12
36649,01
3054,084
Total
17
105663,8
6215,517
**
*
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01) * berbeda nyata (P<0,05)
Db= derajat bebas; JK= jumlah kuadrat; KT= kuadrat tengah Fhit= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05= hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan besar 5%(α=0,05) F0,01=hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan sebesar 1% (α=0,01)
Subset superskrip Bobot Badan Akhir Ayam Broiler Perlakuan
Subset for alpha=0,05
N 1
2
2
3
6
3
1.344,13
4
3
1.345,17
3
3
1.374,26
5
3
1.377,00
1
3
1.449,36
Significant
1.2408,00
1,000
0,054
66
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam (Anova) Bobot Duodenum Ayam Broiler SK
Db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0.01
A
1
0,00933
0,00933
2,7025
4,7472
9,3302
B
2
0,04694
0,02347
6,7926
3,8853
6,9266
(AB)
2
0,02174
0,01087
3,1463
3,8853
6,9266
Galat
12
0,04146
0,00345
Total
17
0,11949
0,00703
*
Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05)
Db= derajat bebas; JK= jumlah kuadrat; KT= kuadrat tengah Fhit= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05= hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan besar 5%(α=0,05) F0,01=hasil pengolahan data dengan tingkat kesalahan sebesar 1% (α=0,01)
Subset superskrip Bobot Duodenum Ayam Broiler Terhadap Ragi Perlakuan
Subset for alpha=0,05
N 1
2
3
6
1
6
0,56
2
6
0,56
Significant
0,45
1,000
1,000
67