PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP NET DAN DOSIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAYURAN KANGKUNG DAN SELADA
Wahyu Setyo Widodo A24060115
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP NET DAN DOSIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAYURAN KANGKUNG DAN SELADA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Wahyu Setyo Widodo A24060115
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN WAHYU SETYO WIDODO. Pengaruh Penggunaan Sungkup Net dan Dosis Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sayuran Kangkung dan Selada. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pengunaan net dan bahan organik pada sayuran kangkung dan selada. Penelitian ini dilaksanakan di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Penelitian telah dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010. Percobaan faktorial ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama adalah penyungkupan, yang terdiri dari dua taraf yaitu tidak dilakukan penyungkupan (S0) dan dilakukan penyungkupan (S1). Faktor kedua adalah pemberian bahan organik, yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 ton/ha (P0), 20 ton/ha (P1), 40 ton/ha (P2), dan 60 ton/ha (P3). Percobaan ini terdapat delapan kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 32 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman contoh. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Selada varietas Chia Tai dan Kangkung varietas Legenda, kompos, arang sekam, kotoran ayam petelur dan tepung tulang dengan persentase komposisi (96.65% kotoran ayam petelur + 3.35% tepung tulang). Pencampuran bahan organik dilakukan pada waktu pengolahan lahan yaitu 2 minggu sebelum penanaman. Penanaman selada dilakukan secara transplanting yang sebelumnya dilakukan persemaian selama empat minggu. Penanaman kangkung dilakukan dengan cara direct seedling. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman dan pengendalian gulma. Panen dilakukan setelah tanaman berumur 4 MST. Pemanenan dilakukan dengan mencabut beserta akarnya. Penggunaan net meningkatkan pertumbuhan dan hasil sayuran selada dan pada tanaman kangkung penggunaan net dapat meningkatkan tinggi tanaman dan mengurangi intensitas serangan hama. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sayur kangkung dan selada. Pemberian bahan organik hingga dosis 60 ton/ha memberikan respon linier terhadap bobot per bedeng tanaman kangkung dan masih dapat meningkat apabila dilakukan penambahan dosis yang lebih tinggi. Pada selada, didapatkan dosis optimum untuk bahan organik yang diberikan yaitu 58.86 ton/ha. Tidak terdapat interaksi antara penggunaan net dengan pemberian bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil sayuran kangkung maupun selada.
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: PENGARUH PENGGUNAAN SUNGKUP NET DAN DOSIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SAYURAN KANGKUNG DAN SELADA
Nama
: WAHYU SETYO WIDODO
NIM
: A24060115
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anas D. Susila, MSi NIP 19621127 198703 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Trenggalek, provinsi Jawa Timur pada tanggal 15 April 1988. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sri Kusno Waluyo dan Ibu Sri Atun. Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Pandean, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Durenan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Trenggalek dan lulus pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Intitut Pertanian Bogor (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura semester genap pada tahun ajaran 2009/2010. Selain itu, penulis juga pernah menjadi panitia dalam kegiatan Penulisan Karya Tulis Ilmiah 2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penggunaan Sungkup Net dan Dosis Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sayuran Kangkung dan Selada. Skripsi ini merupakan syarat untuk melaksanakan tugas akhir. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan serta saran sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Dr. Ir. Sugiyanta, MSi sebagai penguji dan Dr. Ir. Dini Dinarti, MSi sebagai penguji perwakilan dari Komisi Pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran. 3. Prof. Dr. Ir. Nurhayati Ansori Matjik, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya. 4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a, dorongan dan semangat selama ini. 5. Semua staf University Farm IPB yang telah membantu dalam berjalannya penelitian. 6. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura ’43 dan rekan-rekan semua yang telah membantu secara moril maupun materiil. Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan tugas akhir.
Bogor, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................................. 3 Hipotesis.............................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Kangkung ............................................................................................................ 4 Selada .................................................................................................................. 5 Bahan Organik .................................................................................................... 6 Nethouse.............................................................................................................. 8 BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 9 Tempat dan Waktu .............................................................................................. 9 Bahan dan Alat .................................................................................................... 9 Metode Penelitian................................................................................................ 9 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 14 Kondisi Umum .................................................................................................. 14 Pembahasan ....................................................................................................... 24 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 29 Kesimpulan ....................................................................................................... 29 Saran .................................................................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30 LAMPIRAN .......................................................................................................... 32
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang .................................................... 7
2.
Skor Tingkat Serangan Hama ........................................................................ 12
3.
Rata-rata Tinggi Tanaman Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk . 15
4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk ............................................................................................................. 15 5. Rata-rata Bobot Akar Per Tanaman, Bobot Akar Per Bedeng, dan Panjang Akar Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk ................................... 16 6. Rata-rata Bobot Per Tanaman, Bobot Per Bedeng, Bobot Tanpa Akar, Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk ............................................. 17 7. Kejadian dan Tingkat Serangan Hama Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik ................................................................................................ 18 8. Rata-rata Tinggi Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik ........................................................................................................................ 19 9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik .......................................................................................................... 20 10. Rata-rata Lebar Daun Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk 21 11. Rata-rata Bobot Akar Per Tanaman, Bobot Akar Per Bedeng, dan Panjang Akar Selada pada Perlakuan Sungkup dan Pupuk ......................................... 22 12. Rata-rata Bobot Per Tanaman, Bobot Per Bedeng dan Bobot Tanpa Akar per Bedeng Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik ....................... 23 13. Kejadian dan Tingkat Serangan Hama Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik ............................................................................................... 23 14. Data Intensitas Cahaya di Dalam dan di Luar Net ......................................... 24
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pengaruh Dosis Bahan Organik terhadap Bobot per Tanaman Kangkung dan Selada ............................................................................................................... 27 2. Pengaruh Dosis Bahan Organik terhadap Bobot per Bedeng Kangkung dan Selada ............................................................................................................... 27
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Dalam Net pada Tanaman Kangkung dan Selada ............................................................................................................. 33 2. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Luar Net pada Tanaman Kangkung dan Selada ............................................................................................................. 33 3. Kriteria Sifat Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah.................................... 34 4. Hasil Analisis Kandungan Hara Tanah di Lokasi Percobaan ......................... 35 5. Hasil Analisis Kandungan Hara Bahan organik ............................................. 35 6. Hama yang Menyerang Tanaman Sayuran Kangkung................................... 36 7. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Akar Tanaman Kangkung ........................................................................................................................ 36 8. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Tanaman Kangkung. ..... 36 9. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Akar Tanaman Selada ... 36 10. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Tanaman Selada ............ 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari 219 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 237.6 juta jiwa pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2009) akan menyebabkan peningkatan konsumsi sayuran. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian (2009) menyatakan bahwa konsumsi perkapita dan produksi sayuran di Indonesia mengalami peningkatan dari 34.52 kg/tahun dengan tingkat produksi 8.6 juta ton pada tahun 2003 menjadi 39.39 kg/tahun dengan tingkat produksi sayuran 9.5 juta ton pada tahun 2007. Meskipun demikian, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih belum sesuai dengan anjuran Food and Agriculture Organization (FAO). Kebutuhan konsumsi sayuran yang dianjurkan yaitu 75 kg per kapita per tahun (Food and Agriculture Organization, 2009). Jadi untuk memenuhi konsumsi sayuran masyarakat tersebut akan dibutuhkan juga upaya untuk meningkatkan produksi sayuran secara efektif, efisien, dan berkelanjutan agar dapat memenuhi kebutuhan sayuran yang belum tercukupi. Faktor terpenting yang dapat mempengaruhi peningkatan produktifitas sayuran adalah pemupukan. Pemakaian pupuk anorganik yang tidak diimbangi oleh pemberian bahan-bahan organik, hal tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif apabila dilakukan secara terus-menerus. Dampak negatif ini misalnya menurunnya bahan organik tanah, rentannya tanah terhadap erosi, menurunnya permeabilitas tanah, menurunnya populasi mikroba tanah, dan sebagainya (Simanungkalit et al., 2006). Hal inilah yang menyebabkan diperlukannya altenatif becocok tanam dengan bahan organik agar kualitas tanah dan lingkungan tetap terjaga. Penggunaan bahan organik juga bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan ketersediaan hara makro maupun mikro dan mempunyai peranan penting dalam peningkatan hasil tanaman. Jo (1990) menyatakan bahwa bahan organik dapat mengubah permeabilitas, peredaran udara dalam tanah dan akar tanaman lebih dalam dan luas menyerap unsur hara yang
2
diperlukan untuk meningkatkan hasil. Williams et al. (1991) menambahkan bahwa bahan-bahan organik mempunyai peranan sebagai perbaikan struktur tanah dan kapasitas penahan air dalam daerah perakaran, aerasi yang meningkat dari media perakaran, kerapatan masa yang lebih rendah dan juga meningkatkan kemampuan pemegangan nutrisi utama yaitu seperti nitogen dan fosfor. Selain itu penggunaan bahan organik juga dapat meningkatkan hasil produksi tanaman sayur. Simanungkalit et al. (2006) Pupuk kandang unggas merupakan salah satu jenis bahan organik yang menghasilkan kandungan hara yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, dan Fe). Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Maryam (2009) menambahkan bahwa penggunaan kotoran ayam dapat meningkatkan bobot per bedeng tanaman kangkung sebesar 146.69% dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk organik. Salah satu pilihan untuk pengendalian OPT yaitu dengan pengguanaan net (jaring). Penggunaan net ini dapat mempermudah dalam kontrol hama dan penyakit tanaman. Menurut Talekar (2002) hanya dua spesies serangga yang dapat menyerang tanaman di dalam net yang berukuran 16-mesh yaitu striped flea beetle (SFB), dan common armyworm (CAW), Spodoptera litura. SFB hanya menyerang tanaman crucifer, sedangkan larva CAW menyerang tanaman crucifer dan non-crucifer. Net dengan 32-mesh dapat mencegah serangan kedua spesies serangga tersebut. Tanaman sayuran kangkung dan selada merupakan salah satu sayuran yang digemari dan dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Budidaya sayuran kangkung sangat rentan dengan serangan hama seperti ulat dan belalang. Akibat serangan hama tersebut, produksi sayuran kangkung dapat mengalami penurunan dan juga dapat mengurangi nilai ekonomi dari produksi sayuran tersebut. Jadi penggunaan net (jaring) dan bahan organik ini diharapkan dapat mengurangi resiko tersebut dan dapat meningkatkan produksi dan nilai ekonomi sayuran selada dan kangkung.
3
Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pengunaan net dan bahan organik pada tanaman sayuran kangkung dan selada. Hipotesis 1. Penggunaan net meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sayuran kangkung dan selada. 2. Pemberian bahan organik meningkatkan pertumbuhan tanaman sayuran kangkung dan selada. 3. Terdapat interaksi antara penggunaan net dengan pemberian bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sayuran kangkung dan selada.
TINJAUAN PUSTAKA Kangkung Kangkung merupakan tanaman tahunan akuatik atau semiakuatik yang ditemukan di banyak wilayah tropika dan subtropika. Kangkung termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonaen famili Convolvulaceae (Ware dan McCollum, 1980). Terdapat dua tipe kangkung yang diusahakan, yaitu bentuk daun sempit, bunga putih, dan batang hijau, yang disebut kangkung darat (ching quat) yang dapat tumbuh baik di tanah lembab atau lingkungan semiaquatik, dan forma daun lebar berbentuk mata anak panah, bunga merah jambu, dan batang putih, yang dikenal sebagai kangkung air (pak quat), yang dapat dibudidayakan di lingkungan yang tergenang. Daun memiliki panjang 7-14 cm, berbentuk jantung pada pangkalnya dan biasanya runcing pada ujungnya. Batang berongga dan mengapung pada permukaan. Akar adventif segera tebentuk pada buku batang jika menyentuh tanah atau lengas. Pada kondisi hari pendek, tangkai bunga tegak berkembang pada ketiak daun. Biasanya tebentuk satu atau dua kuntum bunga berbentuk terompet dengan leher ungu. Warna mahkota putih, merah jambu muda, atau ungu, berbeda-beda menurut tipe tanaman. Biji mudah terbentuk dan berkembang dalam bulir polong (Williams et al., 1991). Budidaya tanaman kangkung terdapat dua cara yaitu budidaya di lingkungan tergenang dan di tanah lembab (semiaquatik). Pada sistem produksi ini, biasa digunakan stek, bibit yang berakar, atau benih sebar langsung untuk perbanyakan. Setelah penanaman, parit dibanjiri untuk menghasilkan dan menjaga tingkat kelembaban tinggi pada bedengan. Williams et al. (1991) menyatakan bahwa biji berukuran diameter 3 mm, disebar dalam baris-baris berjarak 15 cm dengan jarak kira-kira 5 cm antara masing-masing biji. Kultivar yang berbiji dapat tahan tanah lembab dan tumbuh dengan baik dalam musim hujan. Kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak benih ditanam. Di dataran rendah tropika sekitar khatulistiwa kangkung dapat di panen sesudah 25 hari dan dapat menghasilkan
5
lebih dari 20 ton/ha daun segar. Pertanaman komersil menghasilkan sekitar 15 ton/ha sepanjang beberapa pemanenan berturut-turut (Williams et al., 1991). Ujung batang dengan panjang sekitar 30 cm, dipanen, dicuci, dan diikat untuk dijual. Pertumbuhan tajuk baru terjadi dan dalam 4-6 minggu panen dimulai lagi. Tiga kali panen, kadang-kadang lebih, dapat dilakukan untuk setiap kali penanaman, dengan bobot 40-90 ton/ha bobot segar per tahun. Menurut Whespal (1994) bobot ideal kangkung per tanaman yaitu 16 g. Hama yang biasa menyerang tanamman kangkung antara lain ulat grayak (Spodoptera litura) dan kutu daun (Myzis persicae). Serangan hama ulat biasanya menyebabkan daun berlubang dan pinggirannya bergerigi tidak merata akibat gigitan ulat. Kutu daun suka menghisap cairan tanaman sehingga menyebabkan pertumbuhan kerdil dan daun melengkung. Penyakit yang menyerang tanaman kangkung adalah penyakit karat putih yang disebabkan oleh cendawan Albugo ipomoea reptans. Gejalanya ialah terdapat bercak putih pada daun yang selanjutnya menjadi cokelat. Selada Taksonomi tanaman selada yaitu kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliophyta, ordo Asterales, famili Compositae, genus Lactuca, dan spesies Lactuca sativa L. (Ware dan McCollum, 1980). Selada adalah tanaman yang paling banyak digunakan untuk salad. Tanaman ini merupakan sayuran musim dingin utama yang beradaptasi paling baik pada pada lokasi iklim sedang, yang banyak sekali ditanam. Tanaman ini merupakan tanaman polimorf (memiliki banyak bentuk), terutama dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat menghasilkan akar tunggang dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang kebanyakan horizontal. Selada (Lactuca sativa L.) dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Namun, hampir semua tanaman selada lebih baik diusahakan di dataran tinggi. Hanya jenis selada daun yang masih toleran terhadap dataran rendah. Jenis selada yang mempunyai krop sering ditanam di dataran tinggi. Selada mengalami vase generatif yang cepat apabila ditanam pada tempat yang panas (dataran
6
rendah). Suhu sedang adalah suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi; suhu optimumnya adalah siang 20 oC dan malam 10 oC. Suhu yang lebih tinggi dari 30 oC biasanya menghambat pertumbuhan, merangsang terjadinya bolting, dan menyebabkan rasa pahit (Grubben dan Sukprakarn, 1994). Kultivar selada meliputi Grands Rapids yang merupakan kultivar selada dengan daun yang menyebar, berwarna hijau cerah, tahan bolting, toleran suhu tinggi dan resisten tehadap tip burn. Selain itu juga terdapat kultivar Black Seeded yang mempunyai daun menyebar, ukuran tanaman besar dan vigor, Ballade merupakan kultivar dengan tipe crop dengan rasa yang renyah dan bentuk daun keriting. Kultivar ini toleran suhu tinggi dan cocok dibudidayakan di area yang banyak hujan (Food Agricullture Organization, 2009). Tanaman selada ditanam pada awal akhir musim hujan, karena merupakan tanaman yang tidak tahan hujan tetapi pada musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup teratur. Selain tidak tahan terhadap musim hujan, selada tidak tahan juga terhadap sengatan sinar matahari yang terlalu panas. Hanya jenis selada daun dan selada batang yang mampu tumbuh dan beraptasi dengan baik pada kondisi udara panas dan areal terbuka (Grubben dan Sukprakarn, 1994). Tanah yang cocok untuk budidaya selada merupakan tanah yang subur dan banyak mengandung humus. Selain itu tanah yang mengandung pasir dan liat sangat baik untuk pertubuhan tanaman selada. Derajat keasaman tanah (pH) yang optimum pertumbuhan selada adalah antara 6.5 - 7. Tanah yang terlalu asam, selada tumbuh kerdil dan pucat karena kekurangan unsur hara magnesium (Mg) dan besi (Fe) (Morgan, 1999). Bahan Organik Bahan organik merupakan suatu bahan yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena adanya faktor biologi, fisika, dan kimia. Salah satu jenis bahan organik yaitu pupuk kandang. Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Komposisi hara ini sangat dipengaruhi
7
oleh beberapa faktor seperti jenis dan umur hewan, jenis makanannya, alas kandang, dan penyimpanan atau pengelolaan (Simanungkalit et al., 2006). Kandungan hara dalam pukan sangat menentukan kualitas pukan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang Sumber Pukan
N
P
K
Ca
Mg
S
Fe
% Sapi perah
0.53
0.35
0.41
0.28
0.11
0.05
0.004
Sapi daging
0.65
0.15
0.30
0.12
0.10
0.09
0.004
Kuda
0.70
0.10
0.58
0.79
0.14
0.07
0.010
Unggas
1.50
0.77
0.89
0.30
0.88
0.00
0.100
Domba
1.28
0.19
0.93
0.59
0.19
0.09
0.020
Sumber: Tan (1993)
Pupuk kandang unggas merupakan salah satu jenis pupuk kandang yang menghasilkan kandungan hara yang lengkap dan menyumbangkan hara yang besar (N, P, K, Ca, Mg, S, dan Fe). Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim tanam pertama pemupukan. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang yang lainnya (Simanungkalit et al., 2006). Pupuk kandang mengandung banyak nitrogen dan mempengaruhi bahan organik yang sudah ada dalam tanah. Sebagai sumber hara, pupuk kandang dapat menaikkan jumlah hara yang dapat tersedia dan menaikkan hasil tanaman dan sisa bahan organik yang tertinggal (Soepardi, 1983). Selain dari kotoran hewan, bahan organik juga dapat diperoleh dari bahanbahan atau sisa-sisa hewan tersebut. Tulang dapat diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), rumah makan, industri daging atau dari rumah tangga. Tepung tulang terdiri atas kalsium, fosfor, protein dan lemak. Ketersediaan kalsium dan fosfor pada tepung tulang sebanding dengan sumber mineral lainnya yaitu dikalsium fosfat dan defluorinated fosfat. Komponen kimia
8
lainnya
dapat
bervariasi
tergantung
pada
bahan
mentah
dan
proses
pengolahannya. Kalsium dan fosfor adalah dua unsur utama dalam Tepung tulang (Maynard dan Loosli, 1956). Komposisi tulang yang normal mengandung kadar air 45%, lemak 10%, protein 20%, dan abu 25% (Tilman, 1989). Hampir 85% mineral abu adalah kalsium fosfat, 14% kalsium karbonat dan 1% magnesium atau fosfat karbonat (Morrison, 1959). Peranan fosfat adalah sangat khusus dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar (Leiwakabessy, 2003). Dengan meningkatnya pertumbuhan akar maka semakin banyak unsur hara yang akan diserap oleh tumbuhan tersebut. Nethouse Nethouse merupakan bangunan yang terbuat dari strktur keras, digunakan sebagai perlindungan terhadap tanaman dan biasanya berukuran besar. Struktur yang biasa digunakan adalah besi yang ditutup dengan net yang terbuat dari nylon (Talekar et al., 2003). Dengan struktur ini, udara tetap dapat masuk dan intensitas radiasi berkurang yang nilai pengurangannya tergantung ukuran mesh. Sifat net porous juga berfungsi untuk penyaring angin sehingga mengurangi kerusakan akibat angin kencang (Suhardiyanto, 2009). Ukuran mesh juga sangat berpengaruh pada penggunaan net. Ukuran mesh yang kecil misalnya 16-mesh memiliki ukuran yang cukup besar yaitu 1.6 mm, dengan ukuran ini memungkinkan masuknya beberapa spesies hama. Hama yang dapat masuk ke dalam ukuram net dengan ukuran 16-mesh yaitu Plutella xylostella, Phyllotreta striolata, leaf miners dan aphids. Dua spesies pertama merupakan hama utama pada tanaman sayuran sementara itu dua spesies terakhir merupakan dua jenis spesies yang menyerang tanaman sayuran dalam skala yang luas (Talekar et al., 2003). Penggunaa screen atau net dapat mencegah masuknya hama ke dalam nethouse. Penggunaan bahan ini juga dapat mengurangi laju ventilasi dan dapat menyebakan kenaikan suhu udara di dalam nethouse. Namun demikian, kenaikan suhu udara di dalam nethouse tersebut pada umumnya tidak membuat metabolisme tanaman terganggu (Suhardiyanto, 2009)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut (dpl). Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Selada varietas Chia Tai dan Kangkung varietas Legenda, kompos, arang sekam, kotoran ayam petelur dan tepung tulang dengan persentase komposisi (96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang). Alat-alat yang digunakan meliputi: Thermo-Hygrometer (0C) digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban, Lightmeter yang terdiri dari tiga parameter yaitu Photometric (lux/klux), Quantum (µmol), dan Pyranometer (W/m2); digunakan untuk mengukur intensitas cahaya, tray (128 lubang), timbangan digital (g), alat penyiraman dan alat budidaya tanaman lainnya. Net yang digunakan berasal dari bahan nylon putih yang berukuran 40-mesh (40 lubang per inch). Metode Penelitian Percobaan faktorial ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama adalah penyungkupan, yang terdiri dari dua taraf yaitu tidak dilakukan penyungkupan (S0) dan dilakukan penyungkupan (S1). Faktor kedua adalah pemberian bahan organik, yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 ton/ha (P0), 20 ton/ha (P1), 40 ton/ha (P2), dan 60 ton/ha (P3). Percobaan ini terdapat 8 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 32 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 10 tanaman contoh. Model aditif rancangan percobaan sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
10
Dimana: Yijk
=
nilai pengamatan pada perlakuan penyungkupan ke-i dan perlakuan
pemupukan ke-j pada ulangan ke-k
=
rataan umum
αi
=
pengaruh penyungkupan pada taraf ke-i
j
=
pengaruh pemupukan pada taraf ke-j
(αβ)ij =
komponen interaksi dari faktor penyungkupan dan pemupukan
ijk
pengaruh galat pada perlakuan penyungkupan ke-i dan perlakuan
=
pemupukan ke-j pada ulangan ke-k i
=
jumlah perlakuan penyungkupan (1 dan 2)
j
=
jumlah perlakuan pemupukan (1, 2, 3, dan 4)
k
=
jumlah ulangan (1, 2, 3, dan 4)
Pengolahan data menggunakan analisis ragam (uji F) dan uji Polynomial Orthogonal dengan taraf 5%. Pelaksanaan Penelitian Pengolahan lahan dilakukan sebelum penanaman yaitu dengan pembuatan bedengan dengan ukuran 5 m × 1.5 m. Setiap komoditas memerlukan 32 bedengan. Dua minggu sebelum tanam dilakukan penambahan bahan organik yaitu dengan menggunakan kotoran ayam untuk setiap bedeng dan pupuk tepung tulang sesuai dengan perlakuan yaitu dengan persentase komposisi 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang pada setiap perlakuan bahan organik. Pemberian bahan organik dilakukan dengan cara disebar dan setelah itu dilakukan pembalikan agar bahan-bahan dapat tercampur secara merata. Benih direndam dengan menggunakan air selama 30 menit. Benih selada disemaikan pada wadah persemaian dengan menggunakan media tanah : kompos : arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Kangkung tidak dilakukan penyemaian tetapi penanaman dilakukan dengan direct seedling. Penanaman kangkung dilakukan pada dua minggu setelah pengolahan lahan. Penanaman kangkung dilakukan dengan jarak tanam 0.25 m × 0.15 m dengan 3 benih per lubang tanam. Transplating selada dilakukan setelah empat
11
minggu setelah persemaian. Transplanting dilakukan dengan jarak tanam 0.25 m × 0.20 m dengan 1 bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan secepatnya untuk menjaga keseragaman pada tanaman. Pada awal pertumbuhan dilakukan penyiraman 1-2 kali setiap hari. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat siram sprinkcle dan emrat. Selanjutunya dilakukan penyiraman satu hari sekali bergantung pada cuaca dan curah hujan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual, yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman beserta akarnya. Panen kangkung dilakukan ketika tanaman telah mencapai tinggi 30 cm atau setelah berumur 4 MST. Panen selada dilakukan ketika setelah berumur 4 MST. Pengamatan Pengamatan
pertumbuhan
selada
dilakukan
satu
minggu
sekali.
Pengamatan dilakukan terhadap peubah pertumbuhan seperti tinggi tanaman (cm), lebar daun (cm), jumlah daun. Pengamatan tinggi tanaman yaitu dilakukan pengukuran dari pangkal batang hingga ujung daun terpanjang. Pengukuran lebar daun diukur pada daun terpanjang di bagian tengah daun. Pengamatan jumlah daun yaitu dengan menghitung daun yang telah membuka penuh. Pengamatan pertumbuhan tanaman kangkung juga dilakukan satu minggu sekali. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan terhadap parameter tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun. Pengamatan tinggi tanaman pada kangkung dilakukan dari pangkal batang hingga titik tumbuh. Pengamatan jumlah daun yaitu dengan menghitung daun yang telah membuka penuh. Selain pengamatan peubah komponen tumbuh juga dilakukan pengamatan peubah panen yang meliputi bobot per tanaman (g), bobot tanaman per bedeng (g), bobot tanpa akar per bedeng (g), panjang akar (cm); yang diukur dari leher akar hingga ujung akar terpanjang, bobot akar per tanaman (g), dan bobot akar per bedeng (g). Selain pengamatan terhadap tanaman juga dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban (RH) serta pengukuran intensitas cahaya di dalam dan di luar net
12
yang dilakukan satu hari pada waktu pagi (08.00-09.00 WIB), siang (12.00-13.00 WIB) dan sore hari (15.00-16.00). Pengamtan ini dilakukan saat keadaan cuaca tidak berawan atau cerah. Analisis tanah dan pupuk kandang dilakukan sebelum pemberian perlakuan. Pengujian dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Analisis tanah yang dilakukan meliputi pH H2O, C-organik, N-total, C/N rasio, P Bray I, Ca, Mg, K, Na, KTK, kejenuhan basa (KB), Al, H, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Sedangkan analisis bahan organik (kotoran ayam dan tepung tulang) meliputi C, nitrogen, C/N rasio, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Pengamatan tingkat serangan hama dilakukan pada saat tanaman menunjukkan adanya gejala terserang hama. Skoring untuk menghitung tingkat serangan hama tanaman disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Skor Tingkat Serangan Hama Skor
Keterangan
0
Tidak ada bagian tanaman yang terserang
1
Bagian tanaman yang terserang <10 %
2
Bagian tanaman yang terserang 10-25 %
3
Bagian tanaman yang terserang 25-50 %
4
Bagian tanaman yang terserang 50-75 %
5
Bagian tanaman yang terserang >75 %
Rumus untuk menghitung Tingkat serangan hama (IP) adalah: [
∑
]
Keterangan: n = jumlah tanaman yang terserang hama dengan skor ke-i vi = skor hama N = jumlah total tanaman contoh yang diamati per bedeng
13
V = skor tertinggi
Rumus untuk menghitung kejadian hama (KP) adalah: [ ] Keterangan: n = jumlah tanaman yang terserang hama N = jumlah tanaman contoh yang diamati per bedeng
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pengukuran suhu dan kelembaban udara di dalam dan di luar net dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Suhu rata-rata siang dan sore hari di dalam net lebih tinggi dibandingkan dengan suhu rata-rata di luar net. Pada pagi hari, suhu rata-rata di luar net lebih tinggi dibandingkan dengan suhu rata-rata di dalam net. Kelembaban rata-rata pada pagi, siang, dan sore di dalam net lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban rata-rata di luar net. Data suhu dan kelembaban tersebut disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Kangkung (Ipomoea reptans) Tinggi Tanaman Perlakuan sungkup memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman kangkung pada umur 1 dan 4 MST. Perlakuan bahan organik memberikan pengaruh nyata pada umur 1 dan 3 MST dan pengaruh sangat nyata pada umur 2 dan 4 MST. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh secara linier pada minggu 1, 2, dan 4 MST dan berpengaruh kuadratik pada 3 MST. Pemberian dosis bahan organik memengaruhi tinggi tanaman kangkung pada umur 4 MST dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.4913x + 19.608 dengan nilai R2 = 0.6771. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan dosis bahan organik sampai dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan tinggi tanaman dan akan terus meningkat pada peberian dosis lebih tinggi.
15
Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
Waktu Pengamatan (MST) 1 2 3 4 ---------------------cm----------------0.64 1.29 **
7.57 9.18 tn
17.58 19.94 tn
25.29 38.77 **
0.72 0.89 1.07 1.17 *L
4.49 8.62 9.44 10.96 **L
9.66 20.35 19.65 25.37 *Q
16.90 33.95 32.17 45.09 **L
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada uji 5 %; ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; L = Uji regresi berpengaruh secara linier; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
Jumlah Daun Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
Waktu Pengamatan (MST) 1 2 3 4 2.00 2.00 tn
6.38 6.57 tn
9.62 8.92 tn
12.71 13.07 tn
2.00 2.00 2.00 2.00 tn
5.75 6.65 6.63 6.87 *Q
7.72 9.70 9.70 9.97 *Q
10.67 13.35 13.42 14.12 *Q
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik. Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang
16
Berdasarkan Tabel 4, perlakuan sungkup tidak memberikan pengaruh nyata terhadap variabel jumlah daun kangkung. Sedangkan perlakuan bahan organik sampai dosis 60 ton/ha dapat menaikkan jumlah daun secara kuadratik. Pemberian bahan organik mempengaruhi jumlah daun sayuran kangkung pada
umur
4
MST
dengan
respon
kuadratik
dengan
persamaan
Y = -0.0013x2 + 0.1415x + 10.352 dengan nilai R2 = 0.6757. Hasil Panen Pengamatan dilakukan terhadap variabel bobot akar per tanaman, bobot akar per bedeng dan panjang akar. Berdasarkan Tabel 5, perlakuan sungkup memberikan perbedaan yang nyata pada variabel bobot akar per bedeng. Perlakuan tanpa penyungkupan memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan sungkup. Pada variabel panjang akar dan bobot akar pertanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Gambar perbandingan panjang akar dan bobot akar pertanaman disajikan pada Lampiran 7. Tabel 5. Rata-rata Bobot Akar Per Tanaman, Bobot Akar Per Bedeng, dan Panjang Akar Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan
Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
Bobot Akar/Tanaman Bobot Akar/ Bedeng Panjang Akar 2 (7.5 m ) ------cm---------------------g----------------1.99 1.46 tn
300.00 220.47 *
9.78 8.93 tn
0.67 2.00 1.96 2.26 *L
103.10 257.02 283.62 397.20 *L
7.83 9.48 9.56 10.55 *L
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; L = Uji regresi berpengaruh secara linier Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang
17
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan bobot akar per tanaman kangkung dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.0355x + 0.6523 dengan nilai R2 = 0.8060. Jadi penambahan dosis bahan organik sampai dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan bobot akar dan akan terus meningkat pada pemberian dosis yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil uji polinomial orthogonal didapatkan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatkan panjang akar kangkung dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.0627x + 7.063 nilai R2 = 0.9254. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan dosis bahan organik sampai dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan panjang akar dan akan terus meningkat pada peberian dosis lebih tinggi. Perlakuan sungkup tidak memberikan pengaruh nyata pada variabel bobot per tanaman, bobot per bedeng, dan bobot tanpa akar per bedeng. Perlakuan sungkup dan bahan organik ini tidak memberikan pengaruh yang nyata pada interaksi kedua perlakuan tersebut. Berdasarkan Tabel 6, perlakuan bahan organik memberikan pengaruh linier pada bobot per tanaman. Tabel 6. Rata-rata Bobot Per Tanaman, Bobot Per Bedeng, Bobot Tanpa Akar, Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
Bobot/ Bobot/Bedeng Bobot Tanpa Tanaman (7.5 m2) Akar/Bedeng (7.5 m2) -------------------g------------------20.33 21.20 tn
2579.00 2777.80 tn
2127.90 2460.00 tn
5.49 22.27 23.27 32.04 *L tn
801.00 2877.20 2374.30 4661.10 *L tn
609.20 2516.70 1951.70 4098.30 *L tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = berpengaruh nyata pada taraf 5 %; L = Uji regresi berpengaruh secara linier. Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang
18
Berdasarkan uji polinomial orthogonal pada hasil panen diperoleh bahwa perlakuan bahan organik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dalam meningkatkan bobot per tanaman dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.4670x + 5.7724 dengan nilai R2 = 0.8988. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan dosis bahan organik sampai dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan hasil panen sayur kangkung dan akan terus meningkat pada peberian dosis lebih tinggi lagi. Kejadian hama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dan intensitas serangan hama menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan sungkup. Sedangkan pada perlakuan bahan organik kejadian dan tingkat serangan hama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 7). Contoh hama yang menyerang pada tanaman kangkung disajikan pada Lampiran 6. Tabel 7. Kejadian dan Tingkat Serangan Hama Kangkung pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan Kejadian Hama Tingkat Serangan Hama ---------------------%------------------Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan Organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
62.04 0.00 **
20.06 0.00 *
20.00 32.41 25.00 46.67 tn
8.48 9.67 5.81 16.17 tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; ** = Berpengaruh sangat bnyata pada taraf uji 1%; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang
19
Selada (Lactuca sativa L. ) Tinggi Tanaman Tinggi tanaman menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan sungkup saat berumur 1, 2 dan 4 MST. Perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 8. Perlakuan bahan organik meningkatkan tinggi tanaman secara kuadratik pada umur 1-4 MST. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan sungkup dan bahan organik. Pemberian perlakuan dosis bahan organik dapat meningkatkan tinggi tanaman pada umur 4 MST yang ditunjukkan dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = -0.0059x2 + 0.5375x + 12.594 dan nilai R2 = 0.9475. Tabel 8. Rata-rata Tinggi Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan Organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Uji F Interaksi
Waktu Pengamatan (MST) 1 2 3 4 --------------------cm-------------------7.86 9.43 **
9.59 12.37 **
13.48 15.93 *
16.26 20.42 **
7.88 9.04 9.03 8.63 *Q
7.73 12.18 11.80 12.20 *Q
9.10 15.78 16.89 17.05 *Q
12.10 22.46 23.12 24.00 *Q
tn
tn
tn
tn
Keterangan: ** = Berpengaruh sangat bnyata pada taraf uji 1%; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik; Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
Jumlah Daun Jumlah daun menunjukkan perbedaan nyata pada perlakuan sungkup pada umur 1, 3, dan 4 MST. Perlakuan tanaman dengan sungkup memberikan nilai
20
rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa disungkup (Tabel 9). Pemberian perlakuan dosis bahan organik dapat meningkatkan jumlah daun selada pada umur 4 MST yang ditunjukkan dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = -0.0024x2 + 0.2222x + 5.6156 dan nilai R2 = 0.7520. Tabel 9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Waktu Pengamatan (MST) 1 2 3 4
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik
3.81 4.17 *
4.19 4.32 tn
5.76 6.12 *
7.04 8.32 *
Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Uji F
3.39 4.25 4.10 4.21 *Q
3.42 4.52 4.56 4.51 *Q
4.19 6.04 6.77 6.77 *Q
4.99 7.90 8.72 9.10 *Q
Interaksi
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik; Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
Lebar Daun Lebar daun menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan penyungkupan yaitu pada umur 2 MST. Pada umur 1, 3, dan 4 MST tidak memberikan perbedaan yang nyata. Perlakuan dosis bahan organik memberikan perbedaan yang nyata pada umur 1 MST dan memberikan perbedaan yang sangat nyata pada umur 2-4 MST (Tabel 10). Berdasarkan hasil uji polinomial orthogonal diperoleh bahwa perlakuan dosis bahan organik meningkatkan lebar daun selada pada umur 4 MST yang ditunjukkan
dengan 2
respon
kuadratik
yaitu 2
Y = -0.0034x + 0.3393x + 4.4615 dengan nilai R = 0.9938.
dengan
persamaan
21
Tabel 10. Rata-rata Lebar Daun Tanaman Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
Waktu Pengamatan (MST) 1 2 3 4 -------------------cm----------------3.98 3.80 tn
5.64 6.24 *
7.91 8.22 tn
9.24 9.27 tn
2.71 5.00 4.05 3.80 *Q
3.25 6.58 6.98 6.96 *Q
3.91 8.50 10.08 9.76 *Q
4.54 9.91 11.27 11.30 *Q
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik. Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang
Hasil Panen Pengamatan pada akar selada meliputi pengamatan terhadap bobot akar per tanaman, bobot akar per bedeng, dan panjang akar. Ketiga parameter tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan penyungkupan. Sedangkan pada perlakuan bahan organik, bobot akar per tanaman dan bobot akar per bedeng menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 11). Pengamatan panjang akar menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan sungkup (Lampiran 9). Perlakuan tanpa penyungkupan mempunyai nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penyungkupan. Pemberian bahan organik berpengaruh terhadap peubah bobot akar per tanaman selada yang ditunjukkan dengan respon kuadratik yang mempunyai persamaan Y = -0.0004x2 + 0.0375x + 0.4226 dan nilai R2 = 0.9893. Uji polinomial orthogonal terhadap perlakuan bahan organik menunjukkan adanya pengaruh terhadap panjang akar tanaman selada dengan respon linier dengan persamaan Y = 0.0271x + 4.1982 dan R2 = 0.6141. Berarti dengan
22
penambahan perlakuan bahan organik sampai dengan dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan panjang akar selada dan akan terus meningkat dengan penambahan dosis yang lebih tinggi lagi. Tabel 11. Rata-rata Bobot Akar Per Tanaman, Bobot Akar Per Bedeng, dan Panjang Akar Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Uji F Interaksi
Bobot Bobot Akar/Bedeng Akar/Tanaman (7.5 m2) ---------------g--------------
Panjang Akar ---cm---
1.44 1.00 *
58.73 45.48 *
6.15 5.01 *
0.43 1.23 1.60 1.60 *Q
19.53 55.98 68.47 64.43 *Q
4.15 6.17 5.84 6.16 *L
tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; L = Uji regresi berpengaruh secara linier; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik; Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
Berdasarkan Tabel 12, perlakuan penyungkupan menunjukkan perbedaan yang nyata pada bobot per tanaman. Sedangkan pada variabel bobot per bedeng dan bobot tanpa akar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Berdasarkan hasil uji polinomial orthogonal, dosis bahan organik yang diberikan mempengaruhi bobot per tanaman selada dengan respon kuadratik dengan persamaan Y = -0.0314x2 + 3.343x + 5.2354 dengan nilai R2 = 0.9724.
23
Tabel 12. Rata-rata Bobot Per Tanaman, Bobot Per Bedeng dan Bobot Tanpa Akar per Bedeng Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan
Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan Organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Uji F Interaksi
Bobot/ Tanaman
Bobot/ Bobot Tanpa 2 Bedeng (7.5 m ) Akar/Bedeng (7.5 m2) --------------------g-------------------
49.14 57.89 *
1642.70 1896.20 tn
1310.00 1525.60 tn
5.87 49.51 80.48 78.20 *Q tn
221.40 1588.50 2709.70 2558.20 *Q tn
56.30 1266.30 2285.00 2063.80 *Q tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5 %; Q = Uji regresi berpengaruh secara kuadratik; Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
Kejadian hama dan tingkat serangan hama pada tanaman sayuran selada tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan sungkup dan bahan organik (Tabel 13). Tabel 13. Kejadian dan Tingkat Serangan Hama Selada pada Perlakuan Sungkup dan Bahan Organik Perlakuan Kejadian Hama Tingkat Serangan Hama ---------------------%------------------Sungkup Tanpa Penyungkupan Penyungkupan Uji F Dosis Bahan Organik Kontrol 20 ton/ha 40 ton/ha 60 ton/ha Respon Interaksi
0.00 0.00 tn
0.00 0.00 tn
0.00 0.00 0.00 0.00 tn
0.00 0.00 0.00 0.00 tn
tn
tn
Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf uji 5 %; Perlakuan bahan organik: 96.65 % kotoran ayam petelur + 3.35 % tepung tulang.
24
Pembahasan Secara umum perlakuan sungkup tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tanaman kangkung tetapi pada tanaman selada menunjukkan pengaruh yang nyata hampir pada semua peubah yang diamati. Pemberian perlakuan bahan organik memberikan pengaruh yang nyata pada tanaman kangkung dan selada pada semua peubah yang diamati. Perlakuan sungkup pada tanaman kangkung memberikan pengaruh terhadap peubah tinggi tanaman. Pada tanaman selada memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot per tanaman, bobot akar per tanaman, bobot akar per bedeng, dan panjang akar. Pengaruh terhadap peubah tinggi tanaman ini disebabkan oleh net yang digunakan dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk 20 ± 5 %. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap intensitas cahaya menggunakan Lightmeter (Tabel 14), diperoleh bahwa intensitas cahaya di dalam net lebih rendah dibandingkan dengan intensitas cahaya di luar net. Kekurangan cahaya tersebut dapat menyebabkan tanaman mengalami etiolasi atau pemanjangan batang yang disebabkan oleh kekurangan cahaya. Menurut Salisbury dan Ross (1995) tanaman yang mengalami kekurangan cahaya menghasilkan pepohonan yang berbatang panjang dan lurus. Hal ini sejalan dengan Gardner (1991) bahwa cahaya mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan batang. Etiolasi (pemanjangan ruas) dapat terjadi akibat adanya kekurangan cahaya, jadi ruas tanaman yang ternaungi akan lebih panjang. Tabel 14. Data Intensitas Cahaya di Dalam dan di Luar Net --------------Dalam--------------
Quantum (µmol) Pyranometer (W/m2) Photometric (lux)
-----------------Luar----------------
Pagi (08.00)
Siang (12.00)
Sore (15.00)
Pagi (08.00)
Siang (12.00)
Sore (15.00)
493.5
795.5
443.6
689.9
1093.7
648.7
295.2
379.8
260.6
418.4
650.1
403.7
12500.3
13520.3
4010.0
17442.3
31920.0
8876.0
25
Perlakuan penyungkupan ini juga berpengaruh pada intensitas serangan hama pada tanaman kangkung. Pengamatan intensitas hama ini terdiri dari dua peubah yaitu pengamatan terhadap keparahan hama dan kejadian hama. Tanaman yang mendapatkan perlakuan sungkup berpengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kejadian hama dan perbedaan yang nyata terhadap keparahan penyakit. Tanaman yang mendapatkan perlakuan sungkup menunjukkan tidak ada serangan hama. Perlakuan sungkup diduga dapat mencegah serangan hama. Sedangkan perlakuan tanpa sungkup mengalami serangan hama seperti belalang, ulat, dan kepik penghisap pucuk (Lampiran 6.). Menurut Talekar (2002) hanya dua spesies serangga yang dapat menyerang tanaman di dalam net dengan ukuran 16-mesh yaitu striped flea beetle (SFB), Phyllotreta striolata dan common armyworm (CAW), Spodoptera litura. SFB hanya menyerang tanaman crucifer, sedangkan larva CAW menyerang tanaman crucifer dan non-crucifer. Net dengan 32-mesh dapat mencegah serangan kedua spesies serangga tersebut. Perlakuan dosis bahan organik pada tanaman kangkung memberikan pengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Perlakuan bahan organik ini menggunakan campuran pupuk kandang ayam petelur dengan tepung tulang. Pemberian dosis bahan organik sampai dengan dosis 60 ton/ha mempengaruhi bobot produksi per tanaman kangkung dan bobot produksi per bedeng dengan respon linier dengan persamaan berturut-turut Y = 0.467x + 5.7724 dengan nilai R2 = 0.8988 (Gambar 1) dan Y = 57.275x + 1340.5 dengan nilai R2 = 0.8787 (Gambar 2). Hal ini berarti bahwa dengan penambahan dosis bahan organik sampai dosis 60 ton/ha masih terlihat peningkatan bobot produksi per tanaman. Pemberian bahan organik ini juga mempengaruhi tinggi tanaman, bobot akar per tanaman, dan panjang akar dengan respon linier. Hal ini berarti bahwa adanya penambahan dosis bahan organik sampai dengan dosis 60 ton/ha masih dapat meningkatkan tinggi tanaman, bobot akar per tanaman, dan panjang akar. Berbeda halnya dengan peubah jumlah daun, pemberian bahan organik ini memberikan respon kuadratik dengan persamaan Y = -0.0013x2 + 0.1415x + 10.352 dengan nilai R2 = 0.6757.
26
Penambahan dosis bahan organik juga memberikan pengaruh terhadap semua peubah vegetatif yang diuji pada tanaman selada. Bahan organik yang diberikan meningkatkan jumlah daun yang ditunjukkan dengan respon kuadratik dengan persamaan Y = -0.0024x2 + 0.2222x + 5.6156 dan nilai R2 = 0.7520. Sementara untuk peubah lebar daun, peningkatan terjadi seiring dengan penambahan dosis bahan organik dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = -0.0034x2 + 0.3393x + 4.4615 dengan nilai R2 = 0.9938. Penambahan dosis bahan organik mempengaruhi peubah vegetatif yang diamati pada sayuran kangkung dan selada. Hal ini diduga karena penambahan hara pada bahan organik dari pupuk kandang ayam dan tepung tulang dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman (Lampiran 5). Melati dan Andriyani (2005) menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai organik. Purwanti (2009) menambahkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman sayuran selada berturut-turut yaitu 167.79% dan 55.84% dibandingkan tanpa pemberian bahan organik. Pemberian perlakuan bahan organik ini mempengaruhi peubah panen tanaman selada yang diuji. Bahan organik yang diberikan meningkatkan bobot produksi per tanaman dan bobot produksi per bedeng dengan respon kuadratik dengan persamaan berturut-turut Y = -0.0314x2 + 3.343x + 9.724 dengan nilai R2 = 0.9982 dan diperoleh dosis optimum bahan organik yaitu 53.23 ton/ha (Gambar 1) dan Y = -0.7563x2 + 89.035x + 447.06 dengan nilai R2 = 0.9724 dosis optimum 58.86 ton/ha (Gambar 2). Penambahan dosis bahan organik juga meningkatkan peubah bobot akar per tanaman dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = -0.00039219x2 + 0.0373x + 0.42362 dengan nilai R2 = 0.9893. Tetapi lain halnya dengan peubah panjang akar tanaman selada, uji polinomial orthogonal terhadap perlakuan bahan organik ini menunjukkan adanya pengaruh terhadap panjang akar tanaman selada dengan respon linier dengan Y = 0.0271x + 4.1982 dan R2 = 0.6141.
27
120 y = -0.0315x2 + 3.3576x + 9.766 R² = 0.9789
Bobot per Tanaman (%)
100 80 60
Bobot per Tanaman Kangkung
y = 1.306x + 16.142 R² = 0.8988
Bobot per Tanaman Selada
40 20 0 0
20
40
60
80
Dosis Bahan Organik (ton/ha)
Gambar 1. Pengaruh Dosis Bahan Organik terhadap Bobot per Tanaman Kangkung dan Selada 120
y = 1.0628x + 24.874 R² = 0.8787
Bobot per Bedeng (%)
100 80 Bobot per Bedeng Kangkung
60 y = -0.025x2 + 2.9393x + 14.759 R² = 0.9724
40
Bobot per Bedeng Selada
20 0 0
20
40
60
80
Dosis Bahan Organik (ton/ha)
Gambar 2. Pengaruh Dosis Bahan Organik terhadap Bobot per Bedeng Kangkung dan Selada Peningkatan produksi tanaman sayuran ini lebih disebabkan oleh penggunaan bahan organik yang dipakai sebagai perlakuan. Williams et al. (1991) menyatakan bahwa bahan-bahan organik mempunyai peranan sebagai perbaikan struktur tanah dan kapasitas penahan air dalam daerah perakaran, aerasi yang meningkat dari media perakaran, kerapatan masa yang lebih rendah dan juga
28
meningkatkan kemampuan pemegangan nutrisi utama yaitu seperti nitogen dan fosfor. Sedangkan penggunaan perlakuan sungkup net pada tanaman kangkung berpengaruh terhadap variabel pengamatan hama. Maryam (2009) menambahkan bahwa penggunaan kotoran ayam dapat meningkatkan bobot per bedeng tanaman kangkung sebesar 146.69% dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk organik. Jadi dengan adanya sungkup net ini dapat mengurangi serangan hama pada tanaman kangkung sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil dan dapat meningkatkan nilai ekonomi dari hasil sayuran tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan net meningkatkan pertumbuhan dan hasil sayuran selada dan pada tanaman kangkung penggunaan net dapat meningkatkan tinggi tanaman dan mengurangi intensitas serangan hama. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman sayur kangkung dan selada. Pemberian bahan organik hingga dosis 60 ton/ha memberikan respon linier terhadap bobot per bedeng tanaman kangkung dan masih dapat meningkat apabila dilakukan penambahan dosis yang lebih tinggi. Pada selada, didapatkan dosis optimum untuk bahan organik yang diberikan yaitu 58.86 ton/ha. Tidak terdapat interaksi antara penggunaan net dengan pemberian bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil sayuran kangkung maupun selada. Saran Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan perlakuan perbedaan kombinasi antara pupuk kandang ayam dengan tepung tulang agar didapatkan kombinasi yang efektif dan efisien dan juga perlu ditambahkan pengamatan untuk grading atau pengkelasan tanaman sayuran sehingga dapat ditentukan bobot produksi layak pasar atau bobot ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Badan
Pusat Statistik. 2009. Population aboutus.php?sp=0. [07/042011]
Census.
http://www.bps.go.id/
Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 2009. Statistik Konsumsi dan Produksi Sayuran Periode 2003-2007. http://www.hortikultura.deptan. go.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=231. [04/12/09] Food and Agriculture Organization. 2009. http://www.fao.org/ag/pdf/0606-2.pdf. [04/12/09]. Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jilid Pertama. Penerjemah: Herawati Susilo. UI Press. Jakarta. 428 hal. Grubben, G.J.H. and S. Sukprakarn. 1994. Lactuca sativa L., p. 186-190. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia and Vegetables 8. PROSEA Foundation. Bogor. Harjadi, S.S. 1989. Pengamtar Agronomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jo, L.S. 1990. Effect of organic fertilizer on soil physical propertis and plant growth. Paper presented at Seminar on The Use of Organic Fertilizer in Crop Production at Suweon. South Korea. 18-24 June 1990. 25p. Leiwakabessy, F.M, U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marscner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press Limited. London. 889 p. Maryam, A. 2009. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Sayuran di Dalam Nethouse. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 41 hal. Maynard, L.A and J.K Loosli. 1956. Animal Nutrition. 4th Edition. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Morrison, F. B. 1959. Feed and Feeding. 9th Edition. The Morrison Publishing Company. New York. Melati, M. dan W. Andriyani. 2005. Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau Calopogonium mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang dibudidayakan secara organik. Bul. Agron. (33) (2): 8-15. Morgan, L. 1999. Hydroponic Lettuce Production. Casper Pulb. Pty Ltd. Narrabeen. 111 p.
31
Phillips, R. and M. Rix. 1993. Vegetables. Pan Macmillan Publishers Limited Cavaye Place. London. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1985. Plant Physiology. Wadsword Publishing Company Belmont. California. 540p. Simanungkalit, R.D.M, D.A Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2006. Bahan organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah. IPB Press. Bogor. 121 hal. Talekar, N.S. 2002. Project 5: Integrated Insect and Disease Management (IPM) for Environment-friendly Production of Safe Vegetables. http://www.avrdc.org/pdf/ann_rpt01/05ipm_disease.pdf.[06/01/10] Talekar, N.S., F.C. Su and M.Y. Lin. 2003. How to Produce Safer Leafy Vegetables in Nethouses and Net Tunnels. Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua, Taiwan. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Soedomo, P. Soeharto, dan L. Soekanto. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Ware, G. W and McCollum. 1980. Producing Vegetable Crops. 3rd ed. The Interstate Inc. USA. 607 p. Westphal, E. 1994. Ipomoea aquatica Forsskal, p. 181-184. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia and Vegetables 8. PROSEA Foundation. Bogor. Williams, C.N, J.O Uzo and W.T.H. Peregine. 1991. Vegetable Production in The Tropics. Longman Group UK Limited. London. 374 p..
LAMPIRAN
Lampiran 1. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Dalam Net pada Tanaman Kangkung dan Selada
Standar Max Min
-----------------Suhu----------------------------Kelembaban-----------Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore (08.00) (12.00) (15.00) (08.00) (12.00) (15.00) ------------------0C------------------- ------------------%-----------------31.5 41.1 34.9 88 65 72 31.7 42.4 35.1 91 66 74 27.3 41.2 31.4 87 55 71
Lampiran 2. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Luar Net pada Tanaman Kangkung dan Selada
Standar Max Min
-----------------Suhu--------------Pagi Siang Sore (08.00) (12.00) (15.00) -----------------0C-----------------33.0 41.0 33.8 33.0 41.1 34.9 28.3 34.1 31.3
--------------Kelembaban----------Pagi Siang Sore (08.00) (12.00) (15.00) ------------------%-----------------72 44 60 83 52 70 71 43 56
Lampiran 3. Kriteria Sifat Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah Sifat Tanah C (%) N (%) C/N P2O5 HCl 25 % (mg/100 g) P2O5 Bray I (ppm) P2O5 Olsen (ppm) K2O HCl 25 % (mg/100 g) KTK (me/100 g) Susunan Kation K (me/100 g) Na (me/100 g) Mg (me/100 g) Ca (me/100 g) Kejenuhan Basa Kejenuhan Aluminium Sangat Masam pH H2O
< 4.5
Sumber: Balai Penelitian Tanah 2010
Sangat Rendah < 1.00 < 0.10 <5 < 10 < 10 < 10 < 10 <5
Rendah 1.00 – 2.00 0.10 – 0.20 5 – 10 10 – 20 10 – 15 10 – 25 10 – 20 5 – 16
Sedang 2.01 – 3.00 0.21 – 0.50 11 – 15 21 – 40 16 – 25 26 – 45 21 – 40 17 – 24
Tinggi 3.01 – 5.00 0.51 – 0.75 16 – 25 41 – 60 26 – 35 46 – 60 41 – 60 25 – 40
Sangat Tinggi > 5.0 > 0.75 > 25 > 60 > 35 > 60 > 60 > 40
< 0.1 < 0.1 < 0.4 <2 < 20 < 10 Masam
0.1 – 0.2 0.1 – 0.3 0.4 – 10 2–5 20 – 35 10 - 20 Agak Masam
0.3 – 0.5 0.4 – 0.7 1.1 – 2.0 6 – 10 36 – 50 21 – 30 Netral
0.6 – 1.0 0.8 – 1.0 2.1 – 8.0 11 – 20 51 – 70 31 - 60 Agak Alkalis
> 1.0 > 1.0 > 8.0 > 20 > 70 > 60 Alkalis
4.5-5.5
5.6-6.5
6.6-7.5
7.6-8.5
>8.5
Lampiran 4. Hasil Analisis Kandungan Hara Tanah di Lokasi Percobaan Sifat Tanah C-Organik (%) N-Total (%) C/N P Bray I (ppm) KTK (me/100g) Susunan Kation K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan Basa (%) pH H2O
Nilai 2.07 0.19 11.00 14.6 15.48
Keterangan Sedang Rendah Sedang Rendah Rendah
0.25 0.28 0.67 2.93 26.68 5.30
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Masam
Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor
Lampiran 5. Hasil Analisis Kandungan Hara Bahan organik Kandungan Hara C (%) N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm)
Pupuk Kotoran Ayam Petelur 25.54 1.76 0.81 1.75 0.36 0.13 866.00 265.00 478.00 96.00
Pupuk Tepung Tulang 14.80 3.06 10.31 0.03 27.78 0.52 4,972.00 7.00 126.00 54.00
Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor
Lampiran 6. Hama yang Menyerang Tanaman Sayuran Kangkung
Belalang Hijau
Belalang Cokelat
(Oxya sp.)
(Sexava nubila)
Kepik Penghisa Pucuk
Ulat Berekor
Anoplocnemis phasiana F.
Agrius convolvuli L.
Kumbang Pemakan Daun (Phaedonia sp.)
Lampiran 7. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Akar Tanaman Kangkung
Keterangan: S0P0: perlakuan tanpa sungkup dan tanpa bahan organik S0P1: perlakuan tanpa sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S0P2: perlakuan tanpa sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S0P3: perlakuan tanpa sungkup dan 60 ton/ha bahan organik S1P0: perlakuan sungkup dan tanpa bahan organik S1P1: perlakuan sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S1P2: perlakuan sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S1P3: perlakuan sungkup dan 60 ton/ha bahan organik
Lampiran 8. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Tanaman Kangkung.
Keterangan: S0P0: perlakuan tanpa sungkup dan tanpa bahan organik S0P1: perlakuan tanpa sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S0P2: perlakuan tanpa sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S0P3: perlakuan tanpa sungkup dan 60 ton/ha bahan organik S1P0: perlakuan sungkup dan tanpa bahan organik S1P1: perlakuan sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S1P2: perlakuan sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S1P3: perlakuan sungkup dan 60 ton/ha bahan organik
Lampiran 9. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Akar Tanaman Selada
Keterangan: S0P0: perlakuan tanpa sungkup dan tanpa bahan organik S0P1: perlakuan tanpa sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S0P2: perlakuan tanpa sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S0P3: perlakuan tanpa sungkup dan 60 ton/ha bahan organik S1P0: perlakuan sungkup dan tanpa bahan organik S1P1: perlakuan sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S1P2: perlakuan sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S1P3: perlakuan sungkup dan 60 ton/ha bahan organik
Lampiran 10. Perbandingan Perlakuan Pupuk dan Sungkup pada Tanaman Selada
Keterangan: S0P0: perlakuan tanpa sungkup dan tanpa bahan organik S0P1: perlakuan tanpa sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S0P2: perlakuan tanpa sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S0P3: perlakuan tanpa sungkup dan 60 ton/ha bahan organik S1P0: perlakuan sungkup dan tanpa bahan organik S1P1: perlakuan sungkup dan 20 ton/ha bahan organik S1P2: perlakuan sungkup dan 40 ton/ha bahan organik S1P3: perlakuan sungkup dan 60 ton/ha bahan organik