PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH)
BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK A14050045
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK. The Effect of Rice Straw Mulch on Some Soil Physical Properties and Infiltration Rate on Latosol Darmaga (Study on Peanuts). Under the guidance of NAIK SINUKABAN and ENNI DWI WAHJUNIE. One of the most easily to implement of the soil conservation techniques is the using of crop residues as mulch. That is because crop residues such as rice straws and corn stalks are abundantly available in agricultural areas. Mulching protects the soil surface directly from the raindrop impact, thus reducing the energy of raindrop, volume and velocity of surface flow, increasing the activity of soil fauna, and enhancing the formation of soil aggregates. Another advantage of mulching is that it can maintain or improve soil physical properties, reduce the dispersion process, improve the stability of soil aggregates and improve soil structure and, in turn, accelerate the soil infiltration rate. The purpose of this study was to study the influence of rice straw mulch on soil physical properties such as bulk density, soil moisture, soil porosity, and soil infiltration rate, as well as on peanuts production. The study consisted of four treatments that were arranged in a completely randomized design with three replication to make 12 units of experiments. Straw mulch was divided into four dose levels, i.e M0 (no mulch), M1 (0.92 tons straw/ha), M2 (1.84 tons straw/ha), and M3 (2.76 tons straw/ha). Peanut (Arachis hypogaea L.) varieties Elephant was planted as plant indicator. Planting distant of 20 x 40 cm was used and number of seeds per hole was one. The results of this research showed that the using of mulch up to 2.76 tons/ha did not significantly affect the physical properties of the soil parameters, especially the bulk density and total pore space. However, the minimum soil infiltration rate was significantly increased with the application of mulch at least 2.76 tons / ha. The using of straw mulch up to 2.76 tons/ha did not significantly increase the peanut production. However, there was a trend of increasing production with the increasing of mulch.
RINGKASAN BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK. Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah). Di bawah bimbingan NAIK SINUKABAN dan ENNI DWI WAHJUNIE. Salah satu teknik konservasi tanah yang mudah diterapkan adalah penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, karena mulsa dapat diperoleh dari sisasisa hasil tanaman pertanian seperti sisa pemanenan tanaman padi atau jagung. Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi pukulan hujan, volume, kecepatan aliran permukaan, meningkatkan aktivitas fauna tanah, dan meningkatkan pembentukan agregat tanah. Keunggulan lain dari mulsa antara lain dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah dan pada gilirannya dapat mempercepat laju infiltrasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemakaian mulsa jerami padi terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air pada berbagai nilai pF, porositas tanah, dan laju infiltrasi tanah, serta terhadap produksi tanaman kacang tanah. Penelitian terdiri dari 4 perlakuan yang diacak secara lengkap dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Mulsa jerami dibagi dalam 4 taraf dosis, yaitu M0 (tanpa mulsa), M1 (0,92 ton jerami/ha), M2 (1,84 ton jerami/ha), dan M3 (2,76 ton jerami/ha). Tanaman yang ditanam sebagai tanaman indikator adalah kacang tanah (Arachis hypogaea L.) varietas Gajah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 40 cm, dan jumlah benih tiap lubang tanam adalah satu butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap parameter sifat fisik tanah terutama bobot isi dan ruang pori total. Namun laju infiltrasi minimum tanah meningkat dengan pemberian mulsa minimal 2,76 ton/ha. Pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha belum berpengaruh pada peningkatkan produksi. Namun, ada kecenderungan peningkatan pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya penggunaan mulsa.
PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH)
BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK A14050045
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah) : Boanerges Silvanus Dearari Damanik : A14050045
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc NIP. 19461103 197302 1 001
Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si NIP. 19600330 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Januari 1987. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan ayah Darmansyah Damanik dan ibu Rosminta Girsang. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD St. Antonius I Medan, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SMP St. Thomas I Medan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMU St. Thomas I Medan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Kemudian tahun pertama di IPB, penulis menjalani Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2006, penulis di terima di Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan yaitu HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) sebagai staff divisi Kewirausahaan periode 2008/2009 dan menjadi beberapa panitia kemahasiswaan antara lain pembuatan kaus HMIT (tahun 2008), seminar nasional “Soil and Mining” (tahun 2008), Seminar dan Lokakarya Nasional “Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi” (tahun 2008).
27
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah)“ ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 4. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi. 5. Keluarga tercinta Papa, Mama, kakakku Indira Damanik atas doa, dukungan, kasih sayang, cinta, perhatian, kepercayaan dan kesabaran sampai pada saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Ratu Wanodya Citrakusumah, Bunga Dara Puspita, Vicka Kemala, Lina Siti Maryamah, dan Ridwan Satria Putra yang telah menjadi rekan kerja dalam penelitian ini. 7. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 8. Teman-teman seperjuangan di Komunitas Bujangers (Anter, Charlos, Ganda, Daniel, Jire, Bobby, Idan, Bengbeng, Ali, Andreas, Awank) atas segala bantuan, dukungan dan canda tawa selama ini.
9. Teman-teman Ally Net (Joe ’41, Arab, Tia, Boy, Ucok, Jub dll) yang sudah memberikan waktunya untuk bermain bersama dan canda tawa selama ini. 10. Sobat-sobat GP Net (Sadhe, Yogi, Arif, Ipul, Mamet, Shu, Ridwan, Afif dll) yang sudah meluangkan waktu untuk bersendau gurau, lol. 11. Soilers 42, Rani, Mei-Chan, Icha (Ichaboge), Dyna Islamy, Lili Cuantieyk, dan Adik Bagus dalam bantuan pengolahan data maupun dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 12. Soilers lainnya yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan dukungan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Mei 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan.......................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3 2.1. Sifat Umum Latosol .................................................................................... 3 2.2. Mulsa ........................................................................................................... 3 2.2.1. Jenis-jenis Mulsa ................................................................................... 3 2.2.2. Fungsi Mulsa ......................................................................................... 4 2.3. Sifat-Sifat Fisik Tanah ................................................................................ 6 2.3.1. Bobot Isi Tanah ..................................................................................... 6 2.3.2. Kadar Air ............................................................................................... 7 2.3.3. Porositas Tanah ..................................................................................... 7 2.3.4. Infiltrasi ................................................................................................. 8 2.4. Kacang Tanah varietas Gajah .................................................................... 10 III. BAHAN DAN METODE ............................................................................. 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 11 3.2. Bahan dan Alat .......................................................................................... 11 3.3.2. Penanaman .......................................................................................... 11 3.3.3. Pemeliharaan ....................................................................................... 12 3.3.4. Pemanenan dan Analisis Tanah .......................................................... 12 3.3.5. Analisis data ........................................................................................ 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 15 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi .......................................................... 15 4.2. Pengaruh Mulsa terhadap Kadar Air pada berbagai nilai pF. ................... 16 4.3. Pengaruh Mulsa terhadap Pori Air Tersedia .............................................. 17 4.4. Pengaruh Mulsa terhadap Ruang Pori Total Tanah .................................. 18 4.5. Pengaruh Mulsa terhadap Laju Infiltrasi Tanah ........................................ 19
4.6. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah ......................................................................................................... 20 4.6.1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ..................................................... 20 4.6.2. Biomassa Basah dan Biomassa kering ................................................ 22 4.6.3. Jumlah dan Bobot Polong Kacang Tanah ........................................... 23 4.6.4. Jumlah dan Bobot Biji Kacang Tanah ................................................ 24 V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 26 5.1. Kesimpulan................................................................................................ 26 5.2. Saran ........................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30 LAMPIRAN ......................................................................................................... 30
v 27
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah (Kohnke, 1968) .................................................. 8 2. Parameter pengamatan dan metode analisis ...................................................... 13 3. Bobot isi tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ...................................... 15 4. Kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2 dari berbagai taraf pemberian mulsa ...................................................................................... 16 5. Pori air tersedia pada berbagai taraf pemberian mulsa ..................................... 17 6. Ruang pori total tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ........................... 18 7. Laju infiltrasi konstan tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa .................. 19 8. Bobot biomassa basah kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ...................................................................................... 22 9. Bobot biomassa kering kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ...................................................................................... 22 10. Jumlah polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ............... 23 11. Bobot polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ................. 23 12. Jumlah biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa ..................... 24 13. Bobot biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa....................... 24
37
vi33
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Jumlah daun kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ...................... 21 2. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman.................. 21
34 vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Perhitungan persamaan infiltrasi dengan Model Horton .................................. 31 2. Persamaan Horton untuk laju infiltrasi pada perlakuan mulsa selama satu musim tanam kacang tanah di latosol Darmaga ................................................32 3. Jumlah daun tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman .........32 4. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan .................................33 5. Denah petak percobaan penelitian .....................................................................33 6. Sidik ragam bobot isi .........................................................................................34 7. Sidik ragam kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2 ...............................34 8. Sidik ragam ruang pori air tersedia dalam tanah ................................................34 9. Sidik ragam ruang pori total tanah .....................................................................34 10. Sidik ragam laju infiltrasi tanah .......................................................................35 11. Sidik ragam bobot biomassa basah dan kering ................................................35 12. Sidik ragam jumlah dan bobot polong kacang tanah .......................................35 13. Sidik ragam jumlah dan bobot biji kacang tanah .............................................35 14. Bobot isi pada berbagai taraf pemberian mulsa ...............................................36 15. Laju infiltrasi pada berbagai taraf pemberian mulsa ........................................37 16. Laju infiltrasi hasil perhitungan dengan pendekatan Model Horton ...............38
27
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanah berperan penting bagi kehidupan, karena berfungsi sebagai media
tanam berbagai macam tanaman yang bermanfaat. Oleh karena itu, kerusakan yang terjadi pada tanah perlu dihindari agar produktivitasnya tetap lestari. Masalah kerusakan tanah di Indonesia umumnya adalah peningkatan tanah yang miskin hara. Hal ini disebabkan oleh penggunaan lahan yang semakin intensif tanpa memperhatikan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Oleh karena itu harus dilakukan usaha pencegahan kerusakan tanah dengan cara yang mudah, murah, dan dapat dilaksanakan oleh petani. Salah satu cara teknik konservasi tanah tersebut adalah penggunaan mulsa sisa tanaman. Mulsa sisa tanaman yang umum digunakan adalah jerami jagung atau padi. Menurut Suwardjo (1981), bahwa sisa tanaman yang cocok dijadikan mulsa adalah yang mengandung lignin tinggi. Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi, volume dan kecepatan aliran permukaan. Mulsa juga dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah sehingga dapat mempercepat laju infiltrasi. Brown dan Dicky (1970) menyatakan bahwa bobot mulsa yang memungkinkan untuk menurunkan bobot isi, meningkatkan permeabilitas, porositas, ruang pori total, dan memungkinkan peningkatan kadar bahan organik adalah lebih dari 11 ton/ha. Stalling (1959) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa mulsa jerami dapat meningkatkan kadar air tanah 4% lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa. Selain memperbaiki sifat fisik tanah, mulsa juga dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian. Menurut hasil penelitian Triyono (2007), pemberian mulsa sebanyak 6 ton/ha dapat meningkatkan produksi tanaman kacang tanah sebanyak 154%. Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yaitu, dengan disebar merata dan ditempatkan dalam jalur. Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata sangat efektif untuk melindungi permukaan tanah
37
2
dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan. Penempatan mulsa dalam jalur sangat efektif untuk mengendalikan temperatur tanah dan juga kesarangan tanah. Adanya mulsa di saluran-saluran akan mampu menyimpan air dan memberikannya ke tanaman yang akan diusahakan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemakaian mulsa jerami terhadap sifat-sifat fisik tanah dan produksi tanaman kacang tanah.
1.2.
Tujuan 1. Mengkaji pengaruh pemakaian mulsa jerami terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air tanah, dan ruang pori total tanah. 2. Mempelajari pengaruh penggunaan mulsa terhadap laju infiltrasi tanah. 3. Mengkaji tingkat pemberian mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
3
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Umum Latosol Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tuf
volkan. Tanah ini menyebar pada ketinggian 5-1000 m di atas permukaan laut dengan topografi datar sampai bergunung. Latosol mempunyai solum setebal 1,5 sampai 10 m, warna merah kuning, horizon terselubung, batas-batas horizon baur dan bertekstur liat. (Soepraptohardjo, 1975). Latosol mempunyai kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), berstruktur remah sampai gumpal, gembur, dan tidak mempunyai sifat-sifat vertik (Rachim dan Suwardi, 1999). Sifat-sifat fisik tanah Latosol dari daerah Darmaga memiliki bobot isi berkisar antara 0,90 – 0,97 g/cm3 , porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi, konsistensi gembur, batas horizon baur, berangsur sampai beralih jelas, rata, berdrainase agak baik (Yogaswara, 1977; Soeparto, 1982).
2.2.
Mulsa Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi
untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami padi. (Adisarwanto & Wudianto, 1999).
2.2.1. Jenis-jenis Mulsa Suwardjo (1981) menyatakan bahwa sisa tanaman yang cocok untuk dijadikan mulsa (dengan tujuan sebagai pengendali aliran permukaan) adalah sisa tanaman dengan kandungan lignin tinggi seperti jerami padi. Mulsa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan asalnya, yaitu mulsa organik dan anorganik (Supriyadi et al., 2010), serta mulsa alami dan mulsa buatan (Purwowidodo, 1983). Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti alang-alang/ jerami, ataupun cacahan batang dan daun dari
4
tanaman jenis rumput-rumputan lainnya. Keuntungan mulsa organik adalah lebih ekonomis (murah), mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar/tidak dapat terurai. Contoh mulsa anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak, atau karung. Mulsa anorganik ini harganya mahal, terutama mulsa plastik hitam perak yang banyak digunakan dalam budidaya cabai atau melon. Mulsa alami yang terutama adalah mulsa bonggol tanaman. Bonggol tanaman adalah bahan tanaman sisa panen yang tertinggal dalam tubuh tanah, seperti yang ditemukan pada tanaman padi, jagung dan lainlain. Mulsa buatan meliputi bahan mulsa baik berupa tanaman pupuk hijau, sisasisa panen, bahan kimia, maupun limbah lainnya yang sengaja dikembalikan ke lahan melalui praktek pemulsaan untuk mendapatkan pengaruh tertentu pada tanah. Jenis mulsa buatan ini dapat berupa bahan kimia sintetis, bahan organik, dan bahan anorganik.
2.2.2. Fungsi Mulsa Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yakni dengan disebar merata, ditempatkan dalam jalur, dan ditempatkan dalam lajur. Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata dimaksudkan untuk memperoleh efektivitas penutupan paling tinggi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan. Adanya bahan mulsa, air hujan yang turun akan disebarkan kesekitarnya dengan efisien pada saat kandungan air pada bagian yang terbuka mulai berkurang (Seta, 1987). Kandungan lignin tinggi pada mulsa jerami dapat mengakibatkan lambatnya mulsa terdekomposisi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah lebih lama . Ukuran mulsa juga dapat menentukan keefektifan mulsa. Sisa tanaman yang dipotong-potong sepanjang 20-35 cm, kemudian disebar merata di permukaan tanah sangat efektif untuk menekan aliran permukaan tanah (Suwardjo, 1981) Mengenai jumlah mulsa yang diberikan, Lal (1976) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemberian mulsa sebanyak 4-6 ton/ha sangat efektif
5
menekan erosi dan aliran permukaan pada kemiringan lereng 1 persen hingga 15 persen. Sakarsono (1987), menyatakan bahwa penutupan mulsa 2/3 hingga ¾ bagian lahan (setara 1,5 ton/ha sampai 2 ton/ha) dapat menurunkan erosi secara efektif. Morgan (1986) juga menyatakan bahwa dengan penutupan mulsa sebesar 70% hingga 75% yang setara dengan 5 ton/ha juga dapat mengurangi erosi secara efektif. Mulsa dapat mengurangi penguapan air dari tanah, sehingga meningkatkan kandungan air tanah. Mulsa organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan merupakan sumber energi yang dapat meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang berperan dalam pembentukan struktur tanah yang mantap. Oleh karena itu, maka kemantapan struktur tanah akan meningkat, aerasi menjadi lebih baik dan permeabilitas tanah yang tinggi terpelihara (Arsyad, 2006). Mulsa yang telah menjadi bahan organik merupakan sumber energi yang menyebabkan
aktivitas
dan
populasi
mikroorganisme
tanah
meningkat
(Soedarsono, 1982). Menurut Suwardjo (1981), peningkatan aktivitas biologi memungkinkan terbentuknya pori makro yang lebih banyak. Aktivitas biologi tanah dapat memperbaiki kemantapan agregat tanah, memperbaiki aerasi dan mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik. Daya guna mulsa dalam melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan (soil detachment) ditentukan oleh persentase penutupan tanah oleh mulsa tersebut. Persentase penutupan berhubungan dengan banyaknya mulsa yang diberikan per satuan luas (Wischmeier dan Smith, 1958). Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Mulsa juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993 dan Masnang, 1995). Sinukaban (2007) mengemukakan bahwa dalam jangka waktu 1 musim tanam mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suwardjo (1981) bahwa pada musim tanam pertama,
6
pemberian mulsa jerami padi atau jerami jagung sebanyak 6 ton/ha belum nyata meningkatkan produksi polong atau biji kering kacang tanah, tetapi dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada perlakuan mulsa lebih baik daripada tanpa mulsa. Mulsa selain memberikan pengaruh yang baik bagi tanah, juga mempunyai kelemahan tersendiri. Menurut Fithriadi (1997), kelemahan pemberian mulsa di lahan pertanian adalah: 1) Bahan-bahan mulsa dapat menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit penyakit tanaman; 2) Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah; 3) Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring; 4) Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia; 5) Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.
2.3.
Sifat-Sifat Fisik Tanah
2.3.1. Bobot Isi Tanah Menurut Brown dan Dicky (1970) mulsa dengan bobot lebih dari 11 ton/ha memungkinkan untuk menurunkan bobot isi. Bobot isi (Bulk Density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi pada tanah dengan tekstur halus berkisar antara 1,0-1,3 g/cm3, sedangkan pada tanah dengan tekstur kasar berkisar antara 1,3-1,8 g/cm3. Bobot isi tanah umumnya berkisar antara 1,00 – 1,60 g/cm3 dan beberapa tanah mempunyai bobot isi kurang dari 0,85 g/cm3 (Soepardi, 1983). Dengan adanya tanaman penutup atau pupuk hijau akan terjadi perbaikan agregasi yang dapat menurunkan bobot isi tanah (Soekardi, 1984). Bobot isi dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah terutama kandungan liat dalam tanah. Perkembangan struktur yang lebih baik pada tanah dengan tekstur halus membuat bobot isi pada tanah ini lebih rendah dibandingkan dengan tanah berpasir (Foth dan Turk, 1972). Cara pengelolaan tanah dan tanaman dapat mempengaruhi bobot isi terutama lapisan atas. Disamping itu tekstur tanah secara tidak langsung ikut mempengaruhi bobot isi, karena tekstur menentukan tingkat agregasi tanah.
7
2.3.2. Kadar Air Stalling (1959) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa mulsa jerami dapat meningkatkan kadar air tanah 4% lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa. Jumlah air dalam tanah mempengaruhi banyak proses termasuk pertukaran gas ke atmosfer, difusi hara ke akar tanaman, dan kecepatan larutan hara bergerak ke zona perakaran selama proses irigasi atau hujan. Sedangkan daya pegang air oleh hisapan matrik tanah menyebabkan beberapa proses terjadi dalam tanah (Jury et al., 1991) Kadar air tanah dapat diklasifikasikan sebagai air kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kapasitas lapang yaitu keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah dimana akarakar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah air yang dapat diserap oleh tanaman atau air tersedia (Soepardi, 1983). Air tersedia disebut juga kadar air efektif untuk pertumbuhan tanaman atau kadar air optimum. Besarnya ketersediaan air bagi tanaman dan besarnya kecepatan penyerapan air oleh akar tanaman ditentukan oleh perbedaan tegangan antara tanaman dengan tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003)
2.3.3. Porositas Tanah Pemberian mulsa sebagai bahan organik dapat meningkatkan porositas total tanah. Dengan adanya bahan organik, maka aktivitas mikroorganisme akan meningkat yang pada akhirnya meningkatkan porositas tanah. Pada tanah bertekstur kasar seperti pasir mempunyai pori kasar yang lebih banyak daripada tanah bertekstur halus. Tanah yang banyak mengandung pori kasar tidak mudah menahan air, sehingga mudah mengalami kekeringan. Tanah bertekstur liat memiliki porositas total yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar, karena lebih banyak mengandung ruang pori mikro. Tanah berstruktur granular atau remah porositasnya lebih besar daripada tanah bertekstur masif atau pejal (Hardjowigeno, 2003).
8
Menurut Soepardi (1983), ukuran pori, distribusi ukuran pori, tortousitas, dan kesinambungan pori merupakan faktor penting sebagai penentu pergerakan air dalam tanah. Granulasi pada tanah bertekstur halus akan memperlancar aerasi. Hal ini bukan karena bertambahnya jumlah pori, tetapi karena bertambahnya perbandingan antara jumlah pori makro terhadap jumlah pori mikro.
2.3.4. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi. Kohnke (1968) mengklasifikasikan laju infiltrasi tanah menjadi tujuh kategori seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah (Kohnke, 1968) Kelas
Kategori Infiltrasi
Kapasitas Infiltrasi (cm/jam)
1
Sangat lambat
<0.1
2
Lambat
0.1 – 0.5
3
Agak lambat
0.5 – 2.0
4
Sedang
2.0 – 6.0
5
Agak Cepat
6.0 – 12.5
6
Cepat
12.5 – 25.0
7
Sangat cepat
>25.5
Sumber : Kohnke (1968)
Menurut Arsyad (2006), laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam), sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm3/menit, m3/jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam). Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi tinggi, setelah tanah menjadi jenuh air, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kapasitas infiltrasi konstan atau minimum adalah kapasitas infiltrasi ketika tanahnya telah mencapai kondisi jenuh (l/menit, cm3/menit, m3/jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam). Sifat-sifat tanah yang membatasi
9
kapasitas infiltrasi adalah ukuran pori yang halus, ketidakmantapan agregat, kandungan air, dan lapisan tanah. Semakin tinggi penutupan tanah oleh mulsa, semakin efektif dalam mencegah penutupan pori dan menghindari pembentukan lapisan kerak sehingga kapasitas infiltrasi tanah dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Sinukaban, 1985). Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air. Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi adalah struktur, tekstur, stabilitas agregat, dan aktivitas biota tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran dan kemantapan pori tanah (Arsyad, 2006). Kohnke (1968) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanah dengan agregat yang stabil dapat mempertahankan kapasitas infiltrasi dengan baik. Ukuran pori. Laju masuknya air hujan ke dalam tanah atau infiltrasi ditentukan terutama oleh ukuran dan susunan pori-pori makro. Pori yang demikian dinamai porositas aerasi, oleh karena pori-pori tersebut mempunyai diameter yang cukup besar ( > 0,06 mm ) yang memungkinkan air keluar dengan cepat. Pori-pori demikian juga memungkinkan udara ke luar dari tanah, sehingga tanah beraerasi baik (Arsyad, 2006). Kemantapan pori. Kapasitas infiltrasi hanya dapat dipelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama berlangsungnya hujan. Tanah-tanah yang mudah terdispersi akan tertutup pori-porinya sehingga kapasitas infiltrasi cepat menurun. Tanah-tanah yang agregatnya stabil akan menjaga kapasitas infiltrasi tetap tinggi (Arsyad, 2006). Stabilitas agregat. Haridjaja et al. (1990) menyatakan bahwa agregat yang stabil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam memelihara dan mempertahankan pori-pori sebagai jalan masuknya air. Dengan demikian agregat tidak stabil yang mudah pecah atau hancur dapat menurunkan infiltrasi. Agregat tanah yang stabil tidak menambah jumlah aliran air ke dalam tanah, tetapi hanya mempertahankan jumlah ruang pori dan distribusi pori yang ada. Maka, agregat tanah dapat mempengaruhi laju infiltrasi dengan mempertahankan laju aliran air ke dalam tanah (Hillel, 1980).
10
Aktivitas biota tanah. Aktivitas biota tanah dapat mempengaruhi pembentukan agregat tanah. Lobang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan oleh binatang-binatang tanah, seperti cacing dan serangga lainnya, dapat memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam tanah dan meningkatkan laju infiltrasi tanah (Arsyad, 2006).
2.4.
Kacang Tanah varietas Gajah Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2003), pemberian mulsa jerami padi
sebanyak 15 ton/ha dapat meningkatkan hasil biji kering oven kacang tanah sebesar 3,09 ton/ha dibandingkan tanpa diberi mulsa yaitu sebesar 2,12 ton/ha atau meningkat sebesar 45,75 %. Klasifikasi ilmiah dari tanaman kacang tanah varietas gajah: Kingdom Plantae, Divisio Tracheophyta, Kelas Magnoliophyta, Ordo Fabales, Familia Fabaceae, Bangsa Aeschynomeneae, Genus Arachis, Spesies Arachis hypogaea. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia (FAO, 2003). Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau (Vyan, 2010) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, produktivitas kacang tanah di Indonesia relatif stabil, hal ini dapat dilihat dari angka produktivitas kacang tanah di Indonesia di lima tahun terakhir ini, yaitu dari tahun 2005 sebesar 12,761 ku/ha, tahun 2006 11,86 ku/ha, tahun 2007 11,95 ku/ha, tahun 2008 12,15 ku/ha dan pada tahun 2009 mencapai 12,14 ku/ha (BPS, 2010).
27
III. BAHAN DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Januari 2010.
Penelitian lapang dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Darmaga, Bogor. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tanah, benih tanaman
kacang tanah varietas Gajah, air, dan mulsa jerami padi. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampel, sedangkan untuk pengukuran kadar air digunakan contoh tanah terganggu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain double ring infiltrometer, penggaris, ember, gayung, balok kayu, timbangan, ring sample, cangkul, sekop, stopwatch, cutter, tali rafia, kantong plastik, alat tulis dan peralatan laboratorium untuk menetapkan sifat-sifat fisik tanah.
3.3.
Metode Penelitian
3.3.1. Persiapan Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 4 perlakuan individual dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Empat perlakuan individual yang digunakan merupakan empat taraf dosis perlakuan mulsa, yaitu M0 (tanpa mulsa), M1 (0,92 ton/ha), M2 (1,84 ton/ha) dan M3 (2,76 ton/ha). Penentuan banyaknya mulsa yang diberikan berdasarkan berat kering mutlak (BKM) mulsa jerami padi. Posisi petak-petak penelitian ditunjukkan pada Gambar Lampiran 1.
3.3.2. Penanaman Sebelum ditanami, lahan percobaan yang akan diteliti terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa vegetasi dan gulma. Kemudian tanah diolah
37
12
menggunakan cangkul. Setelah tanah bersih dari vegetasi, dibuat petak-petak sebanyak 12 yang masing-masing berukuran 2 m x 2 m dengan jarak antar petak 50 cm (Gambar Lampiran1). Tanaman yang ditanam pada penelitian ini adalah kacang tanah (Arachis hypogaea L.) varietas Gajah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 40 cm, jumlah benih yang ditanam di tiap lubang adalah satu butir. Penanaman dilakukan setelah petak percobaan diberi mulsa selama 2 minggu. Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCl dengan dosis berturut-turut sebanyak 100 kg/ha, 200 kg/ha dan 200 kg/ha. Pupuk TSP dan KCl diberikan seluruhnya pada saat penanaman kacang tanah, sedangkan pupuk Urea diberikan setengah pada saat awal penanaman dan sisanya diberikan 4 minggu setelah tanam (4 MST).
3.3.3. Pemeliharaan Pemeliharaan
tanaman
dilakukan
dengan
cara
penyiangan
dan
penyemprotan dengan Thiodan 35 EC sebanyak 1 liter dengan dosis 2 cc/liter untuk 12 petak percobaan. Untuk mengendalikan hama seperti rayap dan semut digunakan furadan. Penyiangan tanaman dilakukan setiap minggu untuk membersihkan gulma. Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun yang dilakukan pada setiap lima tanaman sample per petak setiap dua minggu sekali selama masa vegetatif dan generatif.
3.3.4. Pemanenan dan Analisis Tanah Pemanenan tanaman dilakukan pada saat kacang tanah mencapai umur 100 hari. Parameter yang diamati pada saat panen adalah biomassa tanaman basah dan kering,
jumlah dan bobot polong tanaman, jumlah dan bobot biji kering.
Pengukuran parameter tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Seluruh bagian tanaman sample (akar, batang, daun dan buahnya) ditimbang untuk mengetahui nilai biomassa tanaman basah. Setelah semua tanaman contoh ditimbang, tanaman tersebut di oven dengan suhu 700 selama 2 hari untuk mendapatkan bobot
13
biomassa tanaman kering. Tanaman sample yang sudah dioven kemudian dihitung jumlah polong dan bijinya, serta ditimbang untuk mengetahui bobot polong dan bijinya. Pengambilan sampel tanah dan pengukuran laju infiltrasi tanah dilakukan sesaat setelah tanaman pada petak percobaan di panen. Sampel tanah ini kemudian di analisis di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanahnya. Sifat fisik tanah yang diamati adalah bobot isi, ruang pori total tanah, dan kandungan air tanah pada pF 1,00; pF 2,00; pF 2,54; pF 4,2. Pengukuran infiltrasi dilakukaan dengan menggunakan double ring infiltrometer. Metode analisis dalam penetapan sifat-sifat fisik tanah ditampilkan di Tabel 2.
Tabel 2. Parameter pengamatan dan metode analisis Parameter Sifat-sifat Tanah Bobot isi Ruang pori total Kurva pF Infiltrasi
Metode Analisis Ring sampel dan gravimetri Ring sampel dan gravimetri Pressure Plate Apparatus Double ring infiltrometer
Bobot isi dihitung dengan menggunakan rumus: (BKU/1+KA)/Volume tanah. Ruang pori total dihitung dengan menggunakan rumus: (1-(BI/KJZ)) x 100%. Kandungan air tanah pada pF 1,00; pF 2,00; pF 2,54; pF 4,2 dihitung dengan menggunakan rumus: ((BB/BK) x 100%) x BI.
3.3.5. Analisis data Analisis data secara statistik dilakukan terhadap semua peubah sifat-sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman dengan menggunakan software SPSS. Untuk melihat pengaruh pemberian mulsa terhadap sifat-sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman dilakukan dengan analisis ragam, dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% untuk melihat beda nilai tengah antar peubah yang diamati. Model persamaan infiltrasi yang digunakan dalam mengolah data pengamatan infiltrasi yaitu model persamaan Horton dengan rumus sebagai berikut:
14
fp
= fc + (fo – fc) e –kt
Dimana : fp
= laju infiltrasi (cm/jam)
fc
= kapasitas infiltrasi konstan (cm/jam)
fo
= kapasitas infiltrasi awal (cm/jam)
e = 2,71828 k = konstanta t = waktu (jam)
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah.
Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot isi tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 1,04 1,04 1,00 0,90
Ulangan 2 1,01 0,95 0,94 1,00
3 0,99 1,02 1,08 1,02
Rata-rata (g/cm3) 1,01a 1,00a 1,01a 0,97a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi tanah. Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk menghasilkan penurunan bobot isi. Mulsa akan nyata mempengaruhi bobot isi jika mulsa diterapkan pada lahan lebih dari satu musim tanam (Sinukaban, 2007). Kohnke (1968) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah mulsa yang diberikan ke dalam tanah mengakibatkan populasi organisme tanah meningkat. Nilai bobot isi yang didapatkan sudah baik yaitu sekitar 0,97-1,01 g/cm3, sehingga sulit untuk memperbaiki nilai bobot isi yang sudah baik. Dengan meningkatnya populasi organisme tanah, maka aktifitas biota tanah semakin banyak dan mengakibatkan rongga atau pori tanah yang terbentuk meningkat (Asdak, 2002). Bobot isi merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menilai kepadatan suatu tanah. Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut, sebaliknya semakin besar bobot isi semakin padat tanah tersebut. Pemberian mulsa jerami sebagai penutup tanah diharapkan dapat mengurangi erosi dan aliran permukaan, serta memperbaiki sifat fisik tanah. Foth (1978) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bobot isi 1.0 g/cm3 atau kurang, bagus untuk perkembangan akar tanaman dalam menembus tanah
37
16
karena tidak terjadi pemadatan. Faktor yang sangat penting dalam penentuan produktivitas tanah adalah bobot isi tanah, sebab dapat menggambarkan tingkat kepadatan tanah yang akan mempengaruhi daya tembus akar tanaman, air dalam tanah, dan aerasi tanah (Haridjaja, 1980). Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut sehingga mudah untuk dapat meneruskan air dan ditembus oleh akar. Untuk menurunkan bobot isi tanah diperlukan mulsa sisa tanaman yang banyak dan memerlukan waktu lebih dari satu musim tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown dan Dicky (1970) yang menyatakan bahwa untuk menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan permeabilitas, porositas, dan total pori diperlukan mulsa sisa tanaman lebih dari 11 ton/ha.
4.2.
Pengaruh Mulsa terhadap Kadar Air pada berbagai nilai pF. Analisis statistik pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian mulsa
jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air pada pF 1, 2, 2,54 dan 4,2 (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh waktu perlakuan pemberian mulsa yang baru satu musim sehingga pengaruh mulsa terhadap perubahan kadar air pada berbagai nilai pF belum terlihat.
Tabel 4. Kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2 dari berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
pF 1 60,76a 56,26a 59,29a 58,20a
Kadar Air (%) pF 2 pF 2,54 41,67a 40,25a 45,57a 39,86a 43,55a 40,19a 39,67a 38,89a
pF 4,2 33,91a 34,68a 34,21a 33,71a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Pemberian mulsa dengan cara disebar di atas permukaan tanah hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki lapisan tanah di bawahnya. Akibatnya pemberian mulsa yang hanya dalam satu musim belum mampu menciptakan proses agregasi yang dapat mempengaruhi distribusi pori dalam tanah.
17
Penentuan nilai kadar air pada pF 1, 2, 2,54 dan 4,2 dimaksudkan untuk melihat kadar air tanah pada kondisi tertentu. Seperti pada pF 2,54 atau pada tegangan 1/3 bar adalah menunjukkan kondisi kadar air tanah pada kapasitas lapang. Kadar air kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Kadar air pada pF 4,2 atau pada tegangan 15 bar menunjukkan kondisi air pada titik layu permanen. Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu (Soepardi, 1983). Kapasitas lapang dan titik layu permanen merupakan dua keadaan kadar air yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Keduanya menunjukkan batas atas dan bawah dari air yang di pegang oleh tanah dan tersedia bagi tanaman. Besarnya nilai kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen berbeda pada setiap tanah, semuanya bergantung pada distribusi ukuran partikel, volume pori, dan distribusi ukuran pori.
4.3. Pengaruh Mulsa terhadap Pori Air Tersedia Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap pori air tersedia di dalam tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap ruang pori air tersedia di dalam tanah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pori air tersedia pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan
Pori Air Tersedia (%)
Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
6,35a 5,18a 5,97a 5,17a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Pemberian mulsa yang hanya satu musim di permukaan tanah belum mampu memperbaiki pori air tersedia karena hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah, sehingga tidak berpengaruh terhadap struktur atau agregat lapisan di
18
bawahnya yang dapat memperbaiki pori air tersedia. Tidak berpengaruhnya mulsa yang diberikan karena jumlahnya terlalu sedikit dan belum melapuk secara sempurna dalam waktu yang singkat sehingga belum dapat memperbaiki struktur tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Selisih antara kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah pori air tersedia. Penentuan pori air tersedia ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persen air yang mudah diambil oleh tanaman (Foth, 1972). Pori air tersedia berukuran 0,2 – 25 µm (Oades, 1986). Masnang (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 15.4% dimana terjadi peningkatan sebesar 6.3%
4.4.
Pengaruh Mulsa terhadap Ruang Pori Total Tanah Hasil analisis statistika terhadap nilai ruang pori total pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Ruang pori total tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 60,86 60,74 63,32 65,85
Ulangan 2 64,68 63,98 64,62 62,45
3 62,46 61,53 59,41 61,62
Rata-rata (%) 62,67a 62,08a 62,45a 63,31a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha pada lahan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ruang pori pada taraf 5% (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian yang terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Nilai ruang pori total yang diperoleh sudah baik yaitu berkisar 62%, sehingga sulit untuk meningkatkan ruang pori total yang sudah ada. Sulit untuk mempengaruhi atau merubah struktur tanah hanya dalam satu musim tanam (Sinukaban et al., 2007). Pada penelitian ini pengaruh faktor tanaman seperti suhu, cahaya matahari, pupuk, dan lain-lain pada setiap petak dianggap sama, sehingga yang diamati
19
hanya pengaruh dari mulsa saja. Sistem perakaran tanaman kacang tanah secara langsung dapat juga memperbaiki porositas tanah melalui kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada tanah dengan perlakuan dosis sebesar M1 dan M2, ada kecenderungan peningkatan ruang pori total lebih rendah daripada dosis M3. Hal ini menunjukkan bahwa penutupan mulsa sebanyak M3 lebih efektif untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Pemberian mulsa pada lahan, awalnya akan diuraikan oleh mikroba tanah dan selanjutnya dipakai oleh organisme makro tanah, dan hasil dekomposisi dari organisme makro akan dipakai oleh organisme mikro untuk kebutuhannya sehingga dapat memperbaiki atau merubah pori makro dan mikro sehingga dapat meningkatkan ruang pori total tanah. Pori-pori tersebut terbentuk akibat aktifitas biota tanah. Organisme yang paling utama dalam membentuk ruang pori tanah adalah organisme yang berukuran makro karena organisme ini pada umumnya dapat mengunyah dan merobek jaringan tanaman dan membuatnya lebih mudah bagi organisme mikro untuk menggunakannya. Aktivitas organisme tanah membantu membentuk saluran-saluran dalam tanah yang berfungsi sebagai pori tanah. Menurut Suwardjo (1981), mulsa jerami dapat sebagai sumber energi bagi biota tanah, sehingga aktifitas biota tanah akan meningkat yang sejalan dengan peningkatan ruang pori total tanah. 4.5.
Pengaruh Mulsa terhadap Laju Infiltrasi Tanah Infiltrasi adalah masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah,
sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Hasil analisis statistika terhadap laju infiltrasi minimum masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Laju infiltrasi konstan tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3) Keterangan:
1 2,4 3,6 4,8 18,00
Ulangan 2 3 6,0 7,2 6,0 7,2 6,0 8,4 12,00 16,80
Rata-rata (cm/jam) 5,2a 5,6a 6,4a 15,6b
Kategori Infiltrasi Sedang Sedang Sedang Cepat
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
20
Analisis statistika menunjukkan bahwa laju infiltrasi tanah meningkat secara nyata dengan penggunaan mulsa minimal 2,76 ton/ha. Perlakuan M3 memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap laju infiltrasi tanah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena dosis mulsa pada M3 lebih banyak daripada dosis yang lain. Pemberian mulsa pada tanah akan mengurangi proses detachment atau penghancuran agregat tanah akibat butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Adanya mulsa yang ditebar dipermukaan tanah dapat menghambat butir-butir hujan yang jatuh sehingga energi tumbuknya berkurang dan juga dapat mencegah terjadinya surface sealing, sehingga daya dispersi agregat tanah dapat dikurangi, dan proses penutupan pori tanah oleh partikel-partikel halus dapat dikurangi. Disamping itu kemampuan mulsa dalam mempertahankan kadar air tanah di bawahnya dapat meningkatkan aktifitas makrofauna yang selanjutnya meningkatkan infiltrasi. Tanah yang tidak diberi mulsa mempunyai kemampuan melalukan air yang lebih rendah daripada tanah yang diberi mulsa. Pori-pori makro tanah dapat tertutup oleh butiran-butiran halus yang terbentuk akibat dispersi agregat tanah, sehingga laju masuknya air ke dalam tanah menjadi berkurang. Pada tanah yang diberi mulsa, dispersi agregat permukaan tanah dapat terlindungi sehingga air yang jatuh tidak langsung masuk ke dalam tanah. Hasil pendekatan model infiltrasi dengan menggunakan model Horton terhadap laju infiltrasi pada setiap waktu pada seluruh petak percobaan disajikan dalam Lampiran 2. 4.6. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah 4.6.1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Parameter pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun selama masa pertumbuhan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Dari data jumlah daun pada penelitian ini dapat dilihat bahwa makin banyak pemberian mulsa menyebabkan jumlah daun per rumpun makin banyak pula dengan semakin lamanya umur tanaman (Gambar 1 dan Tabel Lampiran 3). Hal ini disebabkan karena semakin lama umur tanaman, maka mulsa semakin melapuk. Pemberian
21
bahan organik berupa mulsa dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena mulsa yang telah melapuk dapat menyediakan hara bagi tanaman. 80 Jumlah Daun (helai)
70 60 50 40 30 20 10 0 2
4 6 Umur (minggu setelah tanam)
8
10
Gambar 1. Jumlah daun kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha)
Tinggi Tanaman (cm)
60 50 40 30 20 10 0 2
4
6
8
10
12
Umur (minggu setelah tanam)
Gambar 2. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha) Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mulsa jerami dapat meningkatkan tinggi tanaman (Gambar 2 dan Tabel Lampiran 4). Pemberian mulsa memberikan pengaruh yang lebih baik daripada yang tidak diberi mulsa. Pemberian mulsa dapat meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki
22
aerasi tanah sehingga akar dapat berkembang lebih baik dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih subur. 4.6.2. Biomassa Basah dan Biomassa kering Hasil perhitungan biomassa basah dan kering disajikan pada Tabel 8 dan 9. Berat biomassa basah diukur setelah tanaman dipanen, sedangkan biomassa kering diukur setelah lima tanaman sample dioven dengan suhu 70oC. Perhitungan biomassa basah dan kering dimaksudkan untuk melihat pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Perlakuan mulsa pada lahan pertanian dapat mengurangi laju evaporasi sehingga kehilangan air akibat evaporasi dapat berkurang dan air dapat tersedia bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal.
Tabel 8. Bobot biomassa basah kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 166,00 161,33 163,00 157,20
Ulangan 2 153,00 146,33 164,20 165,40
3 154,50 181,50 178,00 190,60
Rata-rata (gram) 157,83a 163,05a 168,40a 171,07a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.
Tabel 9. Bobot biomassa kering kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 45,00 45,80 47,80 45,60
Ulangan 2 42,760 43,50 53,00 55,00
3 34,40 38,40 41,00 48,80
Rata-rata (gram) 40,33a 42,57a 47,27a 49,80a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa basah dan kering kacang tanah (Tabel 8 dan 9). Hal ini dikarenakan dalam waktu satu musim tanam, mulsa belum melapuk secara sempurna, perlu dua atau tiga musim tanam lagi agar mulsa dapat melapuk. Pemberian mulsa dalam waktu yang lama akan mengalami proses
23
dekomposisi (perubahan bentuk organik menjadi anorganik) sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia yang kemudian dipakai tanaman untuk pertumbuhannya (Suwardjo, 1981). 4.6.3. Jumlah dan Bobot Polong Kacang Tanah Hasil perhitungan jumlah dan bobot polong pada lima tanaman sample ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11. Pemberian mulsa jerami padi pada petak percobaan sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata produksi polong baik jumlah maupun bobotnya, karena mulsa yang diberikan dalam waktu satu musim tanam belum melapuk secara sempurna sehingga unsur hara yang diserap tanaman masih belum mencukupi. Hal ini terlihat pada uji statistik antar perlakuan pada taraf 5%. Tabel 10. Jumlah polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 27 28 29 30
Ulangan 2 27 22 32 27
3 25 31 20 28
Rata-rata 26a 27a 27a 28a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Jika dilihat dari data yang dihasilkan, pada perlakuan mulsa M3 terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah dan bobot polong. Penambahan mulsa pada tanah dapat mengurangi evaporasi, menyetabilkan suhu dan kelembaban tanah, serta meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah. Dengan demikian, kondisi pertumbuhan kacang tanah dapat lebih baik dan pembentukan polong optimal. Tabel 11. Bobot polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 25,20 27,00 32,80 33,25
Ulangan 2 27,00 23,20 31,80 29,20
3 23,60 27,66 22,25 24,60
Rata-rata (gram) 25,27a 25,95a 27,66a 29,01a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
24
4.6.4. Jumlah dan Bobot Biji Kacang Tanah Perhitungan jumlah dan bobot biji kacang tanah dilakukan setelah lima tanaman contoh kacang tanah dioven. Bagian kacang tanah yang dimanfaatkan oleh manusia adalah biji kacang tanah sehingga dapat dijadikan indikator produktivitas tanaman. Pengaruh penggunaan mulsa terhadap jumlah biji dan bobot biji kacang tanah disajikan pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Jumlah biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 45 49 46 46
Ulangan 2 47 38 48 48
3 42 53 50 52
Rata-rata 45a 47a 48a 49a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Pemberian mulsa dengan cara disebar di permukaan tanah dapat menjaga kelembaban tanah dan menyetabilkan suhu yang dapat mengurangi penguapan air, sehingga air yang dikonsumsi untuk pembentukan tiap satuan berat biji kacang tanah dapat tercukupi. Namun, tanaman yang diberi mulsa mempunyai jumlah dan bobot kering biji yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi mulsa (Tabel 12 dan 13)
Tabel 13. Bobot biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 0,92 ton/ha (M1) Dosis 1,84 ton/ha (M2) Dosis 2,76 ton/ha (M3)
1 18,33 19,67 21,80 20,00
Ulangan 2 18,00 21,00 26,25 25,50
3 17,67 18,00 15,00 22,00
Rata-rata (gram) 18,00a 19,56a 21,01a 22,50a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan
Analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap tidak berpengaruh terhadap jumlah dan bobot biji kacang tanah. Hal ini dikarenakan mulsa yang diberikan dalam waktu satu musim tanam belum melapuk secara sempurna, perlu dua atau tiga musim tanam lagi agar mulsa dapat melapuk. Menurut Suwardjo (1981), sisa
25
tanaman yang diberikan pada tanah selama tiga musim tanam sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi dibandingkan dengan yang tidak diberi mulsa. Mulsa lambat laun akan terdekomposisi (perubahan bentuk organik menjadi anorganik) sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia yang kemudian dipakai tanaman untuk pertumbuhan jumlah biji dan polong serta bobot biji dan polongnya (Suwardjo, 1981). Pemberian mulsa dengan dosis 0,92 ton/ha (M1); 1,84 ton/ha (M2), dan 2,76 ton/ha (M3) dalam waktu satu musim tanam belum berpengaruh terhadap sifatsifat fisik tanah seperti bobot isi, ruang pori total, kadar air pada berbagai nilai pF, laju infiltrasi, dan produksi tanaman kacang tanah. Namun pemberian mulsa dalam jumlah yang lebih banyak cenderung meningkatan pertumbuhan dan produksi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwardjo (1981) yang menyatakan bahwa pemberian sisa tanaman yang diberikan pada tanah selama tiga musim tanam sangat nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi dibandingkan dengan yang tidak diberi mulsa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk melihat bagaimana pengaruh mulsa terhadap jenis tanaman yang lain, dosis mulsa yang lebih banyak, dan waktu yang lebih dari satu musim tanam.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan 1. Pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap parameter sifat fisik tanah terutama bobot isi dan ruang pori total namun berpengaruh nyata meningkatkan laju infiltrasi minimum 2. Laju infiltrasi minimum tanah meningkat secara nyata dengan penggunaan mulsa minimal 2,76 ton/ha. 3. Pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha belum berpengaruh nyata dalam meningkatkan produksi, namun ada kecenderungan meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah.
5.2. Saran Dalam penelitian lebih lanjut perlu adanya penelitian penggunaan dosis mulsa yang lebih banyak, jenis tanaman yang berbeda, dan pemberian mulsa lebih dari satu musim tanam sehingga dapat terlihat pengaruh mulsa terhadap sifat-sifat fisik tanah dan produksi tanaman. Dengan demikian pertanian konservasi yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture) dapat terwujud.
37
27
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto dan Wudianto. 1999. Meningkatkan hasil panen kedelai di lahan Sawah, kering, dan pasang surut. Dalam Mariano, A. S. A. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Mulsa Jerami terhadap Beberapa Sifat Fisik Dan Kimia Tanah serta Produksi Kedelai (Glycine L Merr). Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. Statistik Kacang Tanah Indonesia. http://www.bps.go.id diakses 19 Februari 2010. Brown, P. L. and D. D. Dicky. 1970. Losses of Wheat Straw Residue Under Stimulated Field Condition. Dalam Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Desertasi Doktor Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Fithriadi, R. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia. Kumpulan Informasi. Pusat Penyuluhan Kehutanan Hal 80-81. Jakarta. Foth, H.D., L.M. Turk. 1972. Fundamentals of Soil Science. Fifth edition. New York: John wiley & Son, Inc. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akedemika Pressindo. Jakarta. Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, L. M. Rahman. 1990. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hillel, D. 1980. Fundamentals of soil physics. Dalam Sofyan, M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi Tanah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jury, W.A. W.R. Gardner & W. H. Gardner. 1991. Soil Physics. Fifth Edition. New York: John Wiley & Son, Inc. Kohnke, H. 1968. Soil Conservation. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Lal, R. 1976. Principles of Soil Physics. Dalam Sakarsono, R. W. 1987. Pengaruh Mulsa Jerami Padi terhadap Sifat Fisik Tanah, dan Aliran Permukaan pada Pertanaman Padi Gogo dan Kacang Tanah. Disertasi. Departemen Ilmuilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
37
28 31
Masnang, A. 1995. Pengaruh Penggunaan Mulsa Terhadap Sifat Fisik, Total Mikoorganisme Tanah, Aliran Permukaan, dan Erosi. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Morgan, R. P. C. 1986. Soil Erosion. Dalam Sakarsono, R. W. 1987. Pengaruh Mulsa Jerami Padi terhadap Sifat Fisik Tanah, dan Aliran Permukaan pada Pertanaman Padi Gogo dan Kacang Tanah. Disertasi. Departemen Ilmuilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Oades, J. M. 1986. Aggregation in Soils. Dalam Wahjunie, E. D. 2009. Pergerakan Air pada Berbagai Karakteristik Pori Tanah dan Hubungannya dengan Kadar Hara N, P, K. Disertasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dwaruci Press. Jakarta. Rachim, D.A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sarief, E.S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung. Seta, A. K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta. Sinukaban, N. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dengan Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sinukaban, N. 2007. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi dan Pemberian Mulsa Jerami terhadap Produksi Tanaman Pangan dan Erosi Hara. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS. Bogor. Soedarsono. 1982. Mikrobiologi Tanah. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Soekardi, M. 1984. Cara Pendugaan Berat Isi Tanah dari Sifat Tanah Lainnya. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor Soeparto. 1982. Sifat-sifat dan Klasifikasi Beberapa Tanah Latosol Daerah BogorJakarta. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Soepraptohardjo, M. 1975. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor. Sosrodarsono, S dan K. Takeda. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Pradya Paramita. Jakarta. Supriyadi, L., W. Bayuardi, J. Ratnasari, dan D. Wulansari. Mulsa buat tanaman anda. http://www.situshijau.co.id diakses 17 Februari 2010.
32 29
Susanti, E. 2003. Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Thomas, R.S., R.L. Franson, & G.J. Bethlenfalvay. 1993. Separation of VAM Fungus and Root Effects on Soil Agregation. Soil Sci. Am. J. Edition: 57: 77-31. Triyono, K. 2007. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan mulsa terhadap konservasi sumber daya tanah. Jurnal Inovasi Pertanian. Vol.6, No. 1 Hal. 11-21. Jakarta. Vyan,
R. H. 2010. Kacang tanah, Manfaat http://vyanrh.wordpress.com diakses 19 Februari
dan
Dampaknya.
Wischmeier, W. H. dan D. D. Smith. 1958. Rainfall Energy and Its Relationships to Soil Loss. Dalam Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Yogaswara, A.S. 1977. Seri-Seri Tanah Dari Tujuh Tempat Di Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
33
LAMPIRAN
31 34
Tabel Lampiran 1. Perhitungan persamaan infiltrasi dengan Model Horton. No 1
Uraian fp = fc + (f0 - fc) e-Kt fp - fc = (f0 - fc) e –Kt
2
ln (fp - fc) = ln(f0 - fc) - Kt Y = a + bX
3
4
t (jam)
t (jam)
f (cm)
0 0,08 ---2,07 X
0 0,083 ---0,083
0 7 ---0,2
ft=f/t (cm/jam) 0 84 ---2,4 fc = 2,4
ft-fc
ln(ft-fc)
0 18 ---0
0 1,255273 ---0 Y
Dari tabel diatas dibuat grafik dengan t sebagai sumbu X dan ln(ft-fc) sebagai sumbu Y maka diperoleh persamaan Y=a-bx
5
Dari persamaan tersebut diperoleh: nilai ln(f0 – fc) = a, f0 – fc = ant ln (f0 – fc) nilai k = b
6
Nilai (f0-fc) dan k yang diperoleh tadi dimasukkan ke dalam persamaan f = fc + (f0 – fc) e-kt, maka diperoleh persamaan f = 2,4 + (25,028) e-0,996t
35 32
Tabel Lampiran 2. Persamaan Horton untuk laju infiltrasi pada perlakuan mulsa selama satu musim tanam kacang tanah di latosol Darmaga. Perlakuan Persamaan Horton f = 2,4 + (25,028) e-0,996t M0 f = 6 + (8,516) e-0,517t f = 7,2 + (13,571) e-0,528t f = 3,6 + (4,869) e-0,064t M1 f = 6 + (6,122) e-0,239t f = 3,6 + (4,869) e-0,034t f = 7,2 + (1,665) e-1,103t M2 f = 6 + (2,927) e-1,507t f = 8,4 + (3,525) e-0,567t f = 18 + (1,228) e-3,811t M3 f = 12 + (2,745) e-0,271t f = 16,8 + (33,281) e-2,932t Tabel Lampiran 3. Jumlah daun tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman Umur Perlakuan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 13 26 44 48 59 M0 12 36 50 53 46 13 35 55 66 78 12 30 46 51 68 M1 14 36 61 79 76 14 27 50 49 46 10 31 41 56 59 M2 15 35 56 71 73 12 32 41 54 54 10 31 47 57 72 M3 11 27 42 59 75 13 30 60 67 73 Keterangan : M0 = Tanpa Mulsa M1 = Mulsa 0,92 ton/ha M2 = Mulsa 1,84 ton/ha M3 = Mulsa 2,76 ton/ha
12 MST 43 20 51 32 45 32 40 53 34 33 47 58
33 36
Tabel Lampiran 4. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan Perlakuan M0
M1
M2
M3
2 MST 11,5 14,86 13,46 14,3 13,46 13,6 11,7 13,06 13,6 15,3 13,5 13,1
4 MST 18,3 24,88 23,8 21,66 20,44 19,8 18,44 20,96 20,08 21,82 17,98 19,2
Umur 6 MST 8 MST 29,3 37,42 34,86 39,66 34,6 39,22 30,82 39,5 33,52 44,34 33,38 37,9 28,64 35,64 30 36,56 31,86 36,56 39,34 44,04 26,02 29,64 30,76 37,62
10 MST 45,66 52,08 48,9 39,68 53,6 48,54 43,94 42,24 38,72 60,96 38,24 47,52
Gambar Lampiran 1. Denah petak percobaan penelitian
9
10
11
12
8
7
6
5
1
2
3
4
Keterangan: 1 : Perlakuan Mulsa M3 2 : Perlakuan Mulsa M2 3 : Perlakuan Mulsa M0 4 : Perlakuan Mulsa M0 5 : Perlakuan Mulsa M1 6 : Perlakuan Mulsa M1 7 : Perlakuan Mulsa M0 8 : Perlakuan Mulsa M2 9 : Perlakuan Mulsa M3 10 : Perlakuan Mulsa M2 11 : Perlakuan Mulsa M1 12 : Perlakuan Mulsa M3
Keterangan : M0 = Tanpa Mulsa M1 = Mulsa 0,92 ton/ha M2 = Mulsa 1,84 ton/ha M3 = Mulsa 2,76 ton/ha
12 MST 50,1 53,64 52,9 53,64 54,4 52,24 49,42 46,54 51,96 66,46 48,86 52,36
34 37
Tabel Lampiran 5. Sidik ragam bobot isi Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
0.003
0.001
0.316
0.814
Galat
8
0.024
0.003
Total
11
0.027
Tabel Lampiran 6. Sidik ragam kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2. Kadar Air pF 1
pF 2
pF 2,54
pF 4,2
Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
41,266
13,755
1,099
0,404
Galat
8
100,093
12,512
Total
11
141,360
Perlakuan
3
44,700
14,900
0,189
0,901
Galat
8
629,892
78,736
Total
11
674,591
Perlakuan
3
27,375
9,125
0,528
0,675
Galat
8
138,171
17,271
Total
11
165,546
Perlakuan
3
0,722
0,241
0,391
0,763
Galat
8
4,927
0,616
Total
11
5,649
Tabel Lampiran 7. Sidik ragam ruang pori air tersedia dalam tanah Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
29,584
9,861
0,459
0,719
Galat
8
172,033
21,504
Total
11
201,616
Tabel Lampiran 8. Sidik ragam ruang pori total tanah. Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
2,371
0,790
0,167
0,916
Galat
8
37,823
4,728
Total
11
40,194
3538
Tabel Lampiran 9. Sidik ragam laju infiltrasi tanah Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
176,413
58,804
2,298
0,154
Galat
8
204,686
25,586
Total
11
381,098
Tabel Lampiran 10. Sidik ragam bobot biomassa basah dan kering. Parameter Biomassa Basah
Biomassa Kering
Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F-hitung
P-value
Perlakuan
3
310,452
103,484
0,564
0,654
Galat
8
1468,993 183,624
Total
11
1779,444
Perlakuan
3
167,629
55,876
2,177
0,169
Galat
8
205,380
25,673
Total
11
373,009
Tabel Lampiran 11. Sidik ragam jumlah dan bobot polong kacang tanah Parameter Sumber Keragaman DB JK KT F-hitung Jumlah Polong
Bobot Polong
Perlakuan
3
6,333
2,111
Galat
8
127,333
15,917
Total
11
133,667
Perlakuan
3
47,441
15,814
Galat
8
98,841
12,355
Total
11
146,282
0,133
0,938
1,280
0,345
Tabel Lampiran 12. Sidik ragam jumlah dan bobot biji kacang tanah Parameter Sumber Keragaman DB JK KT F-hitung Jumlah Biji
Bobot Biji
Perlakuan
3
25,351
8,450
Galat
8
377,616
47,202
Total
11
402,967
Perlakuan
3
25,583
8,528
Galat
8
85,413
10,677
Total
11
110,997
P-value
P-value
0,179
0,908
0,799
0,528
3639
Tabel Lampiran 13. Bobot isi pada berbagai taraf pemberian mulsa Dosis M0
M0
M0 M1 M1 M1 M2 M2 M2 M3 M3 M3
Bobot Isi Sample 1,05 1,03 1,01 0,87 0,92 1,07 1,04 1,16 0,95 1,19 0,99 1,05 1,02 0,97 0,95 0,93 1,09 1,08 0,94 0,87 0,97 1,02 1,07 0,96
Keterangan : M0 = Tanpa Mulsa M1 = Mulsa 0,92 ton/ha M2 = Mulsa 1,84 ton/ha M3 = Mulsa 2,76 ton/ha
Rataan Sample
Rataan
1,04
1,01
1,01
0,99 1,04 0,95
1,00
1,02 1,00 0,94
1,01
1,08 0,90 1,00 1,02
0,97
27
Tabel Lampiran 14. Laju infiltrasi pada berbagai taraf pemberian mulsa M0 t (jam)
0,00 0,08 0,17 0,25 0,33 0,42 0,50 0,58 0,67 0,75 0,83 0,92 1,00 1,08 1,17 1,25 1,33 1,42 1,50 1,58 1,67 1,75
Ulangan 1 h f (cm) 0,0 0,0 7,0 84,0 4,2 50,4 2,0 24,0 2,5 30,0 2,2 26,4 3,2 38,4 1,3 15,6 1,1 13,2 1,4 16,8 1,5 18,0 1,0 12,0 1,0 12,0 1,0 12,0 2,0 24,0 0,1 1,2 0,7 8,4 0,2 2,4 0,2 2,4 0,2 2,4 0,2 2,4
Ulangan 2 h f (cm) 0,0 0,0 2,2 26,4 0,9 10,8 2,9 34,8 2,7 32,4 2,0 24,0 2,0 24,0 1,6 19,2 1,2 14,4 1,5 18,0 1,5 18,0 1,8 21,6 1,0 12,0 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0
M1 Ulangan 3 h f (cm) 0,0 0,0 3,9 46,8 1,8 21,6 3,0 36,0 2,5 30,0 2,0 24,0 2,0 24,0 1,5 18,0 0,9 10,8 1,8 21,6 1,2 14,4 2,0 24,0 0,8 9,6 0,6 7,2 0,6 7,2 0,6 7,2 0,6 7,2
Ulangan 1 h f (cm) 0,0 0,0 3,2 38,4 0,3 3,6 1,0 12,0 1,4 16,8 0,7 8,4 1,0 12,0 1,0 12,0 0,4 4,8 0,8 9,6 1,3 15,6 0,3 3,6 1,1 13,2 0,3 3,6 0,3 3,6 0,3 3,6 0,3 3,6
Ulangan 2 h f (cm) 0,0 0,0 3,4 40,8 1,6 19,2 1,4 16,8 0,8 9,6 0,8 9,6 2,1 25,2 0,4 4,8 0,5 6,0 1,2 14,4 1,0 12,0 1,5 18,0 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0
M2 Ulangan 3 h f (cm) 0,0 0,0 1,0 12,0 0,2 2,4 0,9 10,8 0,4 4,8 1,0 12,0 1,2 14,4 0,1 1,2 1,0 12,0 0,9 10,8 0,6 7,2 0,6 7,2 0,6 7,2 0,6 7,2
Keterangan : t = waktu (jam) M0 h = laju penurunan muka air (cm) M1 F = laju infiltrasi pengukuran lapang (cm/jam) M2 M3
Ulangan 1 h f (cm) 0,0 0,0 2,3 27,6 3,5 42,0 0,5 6,0 0,5 6,0 1,2 14,4 0,4 4,8 0,6 7,2 1,1 13,2 0,1 1,2 1,0 12,0 0,7 8,4 0,1 1,2 1,3 15,6 0,4 4,8 4,8 0,4 4,8 0,4 4,8 0,4
Ulangan 2 h f (cm) 0,0 0,0 2,1 25,2 0,8 9,6 0,1 1,2 0,6 7,2 0,4 4,8 0,6 7,2 0,4 4,8 0,5 6,0 0,1 1,2 0,5 6,0 0,3 3,6 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0 0,5 6,0
M3 Ulangan 3 h f (cm) 0,0 0,0 2,2 26,4 1,6 19,2 0,7 8,4 0,7 8,4 0,9 10,8 0,6 7,2 1,0 12,0 2,0 24,0 0,9 10,8 0,1 1,2 1,0 12,0 1,0 12,0 0,6 7,2 0,9 10,8 0,5 6,0 0,7 8,4 0,7 8,4 0,7 8,4 0,7 8,4
Ulangan 1 h f (cm) 0,0 0,0 3,0 36,0 1,5 18,0 4,0 48,0 1,5 18,0 1,5 18,0 1,5 18,0 1,5 18,0
Ulangan 2 h f (cm) 0,0 0,0 1,5 18,0 1,0 12,0 1,3 15,6 1,1 13,2 1,9 22,8 1,5 18,0 0,5 6,0 1,9 22,8 0,6 7,2 0,5 6,0 2,0 24,0 0,3 3,6 0,8 9,6 1,0 12,0 1,1 13,2 1,8 21,6 0,8 9,6 1,0 12,0 1,0 12,0 1,0 12,0 1,0 12,0
Ulangan 3 h f (cm) 0,0 0,0 6,0 72,0 12,0 144,0 18,0 216,0 0,8 9,6 2,0 24,0 6,0 72,0 6,0 72,0 0,3 3,6 1,9 22,8 1,0 12,0 1,3 15,6 1,4 16,8 1,4 16,8 1,4 16,8 1,4 16,8
= Tanpa Mulsa = Mulsa 0,92 ton/ha = Mulsa 1,84 ton/ha = Mulsa 2,76 ton/ha
37
3833
Tabel Lampiran 15. Laju infiltrasi hasil perhitungan dengan pendekatan Model Horton t (jam)
M0
M1
M2
M3
f=5,2 + (15,705)e-0,68t
f=5,6 + (4,218)e-0.46t
f=6,4 + (3,59)e-0,8t
f=15,6 + (12,418)e-2,34t
0,08
20,07
9,67
9,77
25,90
0,16
19,29
9,52
9,56
24,14
0,24
18,54
9,38
9,36
22,68
0,32
17,83
9,24
9,18
21,47
0,40
17,16
9,11
9,01
20,47
0,48
16,53
8,98
8,85
19,64
0,56
15,93
8,86
8,69
18,95
0,64
15,36
8,74
8,55
18,38
0,72
14,83
8,63
8,42
17,90
0,80
14,32
8,52
8,29
17,51
0,88
13,83
8,41
8,18
17,18
0,96
13,38
8,31
8,07
16,91
1,04
12,94
8,21
7,96
16,69
1,12
12,53
8,12
7,87
16,50
1,20
12,14
8,03
7,77
16,35
1,28
11,78
7,69
16,22
1,36
11,43
7,61
Keterangan : M0 = Tanpa Mulsa M1 = Mulsa 0,92 ton/ha M2 = Mulsa 1,84 ton/ha M3 = Mulsa 2,76 ton/ha