PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR
RATU WANODYA CITRAKUSUMAH A14053990
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
2
SUMMARY RATU WANODYA CITRAKUSUMAH. The Effect of Corn Straw Mulch on Soil Physical and Biological Properties and Maize Production in Latosol Cimanggu Bogor. Under the guidance of NAIK SINUKABAN and ENNI DWI WAHJUNIE Continuous cropping for food crop can reduce soil quality of agriculture land, and in turn, land productivity particularly when the farmers do not apply adequate soil and water conservation techniques. One of the soil conservation techniques that can maintain soil quality and improve quality of degraded land is the using of crop residues as mulch. The purpose of this research was to study the effect of crop residue mulch on soil physical properties particularly bulk density and porosity; soil biological properties especially the amount of soil macro fauna; and plant growth and total production of maize. This research consisted of field experiments and soil analysis. Field experiments were carried out in Latosol Cimanggu Bogor and soil analysis were conducted at the Laboratory of Physics and Soil and Water Conservation, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The study was conducted from August to December 2009. Field experiments were arranged in a completely randomized design with four doses of corn straw mulch treatments, i.e without mulch (M0), 1 ton/ha (M1), 2 tons/ha (M2), and 3 tons/ha (M3). Each treatment was repeated 3 times to make 12 units of experiments. Parameters that were observed in this study consisted of bulk density, porosity, total soil macro fauna, and plant growth and yield of maize. The results of this research showed that corn straw mulch applications up to 3 tons/ha had no significant effect on the soil physical properties particularly porosity, bulk density, available water pore, and soil porosity. However, the applications of corn straw mulch with a minimum dose of 3 tons/ha significantly increased the amount of soil macro fauna particularly ants, worms, and termites. The using of corn straw mulch up to 3 tons/ha had no significant effect on plant growth and maize production, however there was a trend of increasing production with the increasing doses of mulch applications.
3
RINGKASAN RATU WANODYA CITRAKUSUMAH. Pengaruh Penggunaan Mulsa Jagung terhadap Sifat Fisik dan Biologi Tanah serta Produksi Jagung pada Tanah Latosol Cimanggu Bogor. Dibawah bimbingan NAIK SINUKABAN dan ENNI DWI WAHJUNIE Lahan pertanian yang digunakan secara terus menerus untuk pertanaman tanaman pangan dapat menurunkan kualitas tanah dan produktivitas lahan apabila tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa merupakan salah satu teknik konservasi lahan yang dapat memperbaiki lahan yang terdegradasi dan akhirnya dapat memelihara kualitas tanah. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman terhadap sifat fisik tanah antara lain bobot isi dan porositas; sifat biologi tanah terutama jumlah makrofauna tanah; serta pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian ini meliputi percobaan lapang dan analisis tanah. Percobaan lapang dilakukan di kebun Cimanggu Bogor dan analisis tanah di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2009. Terdapat 4 dosis perlakuan mulsa yang diberikan dalam percobaan ini yaitu tanpa mulsa (M0), 1 ton/ha (M1), 2 ton/ha (M2), dan 3 ton/ha (M3). Setiap perlakuan diulang 3 kali. Parameter yang diamati meliputi bobot isi, porositas, jumlah makrofauna tanah, pertumbuhan dan produksi jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mulsa jagung sampai dengan dosis 3 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah yang meliputi porositas, bobot isi, pori air tersedia, dan pori drainase tanah. Tetapi pemberian mulsa sisa tanaman jagung dengan dosis minimum 3 ton/ha dapat meningkatkan jumlah makrofauna tanah seperti semut, cacing, dan rayap. Pemberian mulsa jagung sampai dengan dosis 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, namun ada kecenderungan terjadi peningkatan pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya dosis pemberian mulsa.
4
PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR
RATU WANODYA CITRAKUSUMAH A14053990
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
5
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Pengaruh Penggunaan Mulsa Jagung Terhadap Sifat Fisik dan Biologi Tanah serta Produksi Jagung Pada Tanah Latosol Cimanggu Bogor
Nama Mahasiswa
: Ratu Wanodya Citrakusumah
NRP
: A14053990
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc NIP. 19461109 197302 1 001
Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si NIP. 19600330 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal lulus :
6
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama Ratu Wanodya Citrakusumah dilahirkan di kota Singkawang pada tanggal 24 Agustus 1987, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Johny Abu Hanifah dan Ibu Farida Hanum. Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari Taman KanakKanak Mujahidin Pontianak pada tahun 1991 sampai tahun 1993. Setelah itu meneruskan ke SD Negeri Muhammadiyah Pontianak dari tahun 1993 sampai tahun 1994, lalu pindah ke SD Gedongan 3 Mojokerto dari tahun 1994 sampai tahun 1996, kemudian dilanjutkan kembali ke SD Pengadilan 3 Bogor sampai tahun 1999. Selepas SD, penulis meneruskan ke SLTP Negeri 2 Bogor pada tahun 1999 sampai tahun 2002 dan SMA Negeri 7 Bogor pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD, dan pada tahun pertama penulis menjalani Tingkat Persiapan Bersama (TPB) yang kemudian pada semester tiga masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Mulsa Jagung terhadap Sifat Fisik dan Biologi Tanah serta Produksi Jagung pada Tanah Latosol Cimanggu Bogor“ ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas kerjasama, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc sebagai dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan, pengarahan, masukan dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, MSc sebagai pembimbing akademik, yang telah membantu dan membimbing saya. 4. Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc sebagai penguji, yang telah memberikan masukan kepada penulis. 5. Mama dan Ibu tercinta atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 6. Kakak-kakakku tersayang Ceuceu dan Aa yang sudah banyak membantu, baik itu menjemput, mengantarkan, memberi dorongan, memberikan masukan, dan semangat kepada penulis. 7. Segenap staf laboran, Mas Ipul yang telah banyak memberikan bantuannya dalam melaksanakan penelitian. 8. Jamaludin Pohan yang telah memberikan semangat, dorongan, masukan, perhatian, pengertian, dan kasih sayang kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
8
9. Bunga Dara Puspita dan Vicka “ibu” Kemala. Terimakasih atas perhatian, semangat, dan dorongan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita akan terus berlanjut. 10. Teman-teman lab. konservasi, Bolang, Idan, Charlos yang telah membantu dan memberi semangat serta masukan dalam penulisan skripsi, dan terutama Boanerges Silvanus Dearari Damanik atas kebersamaanya selama penelitian, penulisan skripsi, ujian skripsi, dan perbaikan skripsi. 11. Teman-teman Mayor Angkatan 42 atas dukungan semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. 12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bogor, Juli 2010
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ i DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang............................................................................... 1 1.2. Tujuan ............................................................................................ 2 1.3. Hipotesis ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol ...................................................................... 2.2. Mulsa ............................................................................................ 2.2.1. Jenis ..................................................................................... 2.2.2. Peranan ............................................................................... 2.3. Sifat Fisik Tanah ........................................................................... 2.3.1. Bobot Isi .............................................................................. 2.3.2. Porositas ............................................................................. 2.4. Fauna Tanah ................................................................................. 2.5. Jagung Manis (Zea mays var sacharata).......................................
3 3 4 4 5 5 6 8 9
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu ........................................................................ 3.2. Bahan dan Alat ............................................................................. 3.3. Metodologi Penelitian ................................................................... 3.4. Pelaksanaan Percobaan .................................................................
11 11 11 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah ............................... 4.1.1. Bobot Isi ............................................................................. 4.1.2. Porositas ............................................................................. 4.1.3. Pori Air Tersedia ................................................................ 4.1.4. Pori Drainase ...................................................................... 4.2. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Biologi Tanah ........................... 4.2.1. Jumlah Makrofauna Tanah ................................................. 4.3. Pengaruh Mulsa Terhadap Tanaman Jagung ................................ 4.3.1. Tinggi Tanaman .................................................................. 4.3.2. Jumlah Daun ....................................................................... 4.3.3. Produksi ..............................................................................
14 14 15 16 17 18 18 20 20 21 22
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................... 24 5.2. Saran .............................................................................................. 24
10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 25 LAMPIRAN .................................................................................................. 28
11
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Metode penetapan sifat fisik dan biologi tanah ............................................ 12 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa .................................. 14 3. Porositas tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa .................................. 15 4. Pori air tersedia pada berbagai dosis pemberian mulsa ................................. 16 5. Pori drainase tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa ........................... 17 6. Jumlah makro fauna tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa ................ 19 7. Tinggi tanaman jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa ..................... 20 8. Jumlah daun pada berbagai dosis pemberian mulsa ...................................... 21 9. Bobot jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa .................................... 22 Lampiran 1.
Kriteria kelas pori air tersedia dan pori drainase ........................................ 29
2.
Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa ............................... 29
3.
Porositas tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa ............................... 29
4.
Pori air tersedia pada berbagai dosis pemberian mulsa .............................. 29
5.
Pori drainase cepat pada berbagai dosis pemberian mulsa ........................ 30
6.
Pori drainase lambat pada berbagai dosis pemberian mulsa ....................... 30
7.
Kadar air pF 1 pada berbagai dosis pemberian mulsa ................................ 30
8.
Kadar air pF 2 pada berbagai dosis pemberian mulsa ................................ 30
9.
Kadar air pF 2.54 pada berbagai dosis pemberian mulsa ........................... 31
10. Kadar air pF 4.2 pada berbagai dosis pemberian mulsa ............................. 31 11. Jumlah semut pada berbagai dosis pemberian mulsa.................................. 31 12. Jumlah cacing tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa ....................... 31 13. Jumlah rayap pada berbagai dosis pemberian mulsa .................................. 32 14. Bobot tongkol dengan klobot pada berbagai dosis pemberian mulsa ........................................................................................................... 32 15. Bobot tongkol tanpa klobot pada berbagai dosis pemberian mulsa ............ 32 16. Bobot jagung pipilan kering pada berbagai dosis pemberian mulsa ........... 32
12
17. Tinggi tanaman jagung tanaman contoh pada berbagai dosis pemberian mulsa ......................................................................................... 33 18. Jumlah daun tanaman contoh pada berbagai dosis pemberian mulsa ........................................................................................................... 33 19. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot isi tanah ............ 34 20. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap porositas tanah ........... 34 21. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori air tersedia ........... 34 22. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori drainase cepat ........................................................................................................... 34 23. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori drainase lambat .......................................................................................................... 34 24. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 1 ............................................................................................................ 35 25. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 2 ............................................................................................................ 35 26. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 2.54 ....................................................................................................... 35 27. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 4.2 ......................................................................................................... 35 28. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah semut .............. 35 29. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah cacing tanah ........................................................................................................... 36 30. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah rayap ............... 36 31. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 3 MST ..................................................................................... 36 32. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 6 MST ..................................................................................... 36 33. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 9 MST .................................................................................... 36 34. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 12 MST .................................................................................. 37 35. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 3 MST ................................................................................................. 37 36. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 6 MST ................................................................................................ 37 37. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 9 MST ................................................................................................ 37 38. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 12 MST .............................................................................................. 37
13
39. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tongkol dengan klobot ......................................................................................................... 38 40. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot tongkol tanpa klobot ................................................................................................ 38 41. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot jagung pipilan kering ............................................................................................. 38
14
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Denah petak percobaan penelitian ........................................................... 39
15
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tanah merupakan media alami bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang produktif harus dapat menyediakan lingkungan yang optimum baik secara fisik, kimia, dan biologis untuk dapat menghasilkan biomassa dan produksi tanaman yang tinggi serta dapat digunakan secara berkelanjutan. Tanah secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran serta menyuplai kebutuhan air dan hara ke akar tanaman. Secara kimiawi, tanah berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi. Sedangkan secara biologis, tanah berfungsi sebagai habitat bagi organisme tanah yang turut berpartisipasi aktif dalam penyediaan unsur hara tanaman. Lahan pertanian yang digunakan secara terus menerus untuk pertanaman tanaman pangan dapat menurunkan kualitas tanah dan produktivitas apabila tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Menurut Arsyad (2006) upaya konservasi tanah dan air ditujukan untuk mencegah erosi, memperbaiki tanah yang rusak, dan memelihara, serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan (lestari). Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menurunkan kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga tanah menjadi kurang subur dan produksi tanaman dapat menurun. Sisa tanaman yang banyak diangkut keluar areal pertanaman atau dibakar dan hanya sedikit yang dikembalikan ke tanah setelah pemanenan, dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan hara, hilangnya lapisan atas tanah yang menyebabkan penurunan bahan organik, kesuburan tanah, dan terjadi erosi. Kondisi tersebut dapat diantisipasi melalui tindakan konservasi tanah dan air yang baik salah satunya yaitu dengan pemupukan bahan organik berupa sisa-sisa tanaman atau pupuk hijau (Suwardjo, 1981). Penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa merupakan salah satu teknik konservasi lahan yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa dapat mengurangi benturan langsung butiran hujan, efektif menekan aliran permukaan serta erosi, memperbaiki infiltrasi, menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dan
16 2
meningkatkan aktivitas biota tanah (Kohnke dan Bertrand, 1959). Disamping berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah, mulsa juga berpengaruh terhadap produksi tanaman karena dapat menciptakan kondisi tanah yang baik untuk perkembangan akar tanaman dan dapat menekan pertumbuhan gulma, sehingga mengurangi persaingan dalam memanfaatkan unsur hara dan air dari tanah. Mulsa dapat berasal dari hijauan hasil pangkasan tanaman pagar, tanaman strip rumput, dan sisa tanaman. Mulsa dapat terdiri atas sisa tanaman yang cepat melapuk dan lambat melapuk. Bahan hijauan atau biomassa yang cepat melapuk seperti sisa tanaman kacang-kacangan, berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan hara secara cepat, sedangkan biomasa yang relatif lambat melapuk seperti jerami padi, batang jagung, berguna untuk menghambat laju aliran permukaan. Bahan hijauan tersebut disebarkan di atas permukaan tanah secara rapat untuk menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan dan angin.
1.2. Tujuan 1. Mempelajari pengaruh penggunaan sisa-sisa tanaman terhadap sifat fisik tanah yaitu bobot isi dan porositas. 2. Mempelajari pengaruh penggunaan sisa-sisa tanaman terhadap sifat biologi tanah yaitu jumlah makrofauna tanah. 3. Mempelajari
pengaruh
penggunaan
sisa-sisa
tanaman
terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman.
1.3. Hipotesis Pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan populasi fauna tanah, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
27
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian meskipun dibawah tekanan curah hujan tinggi yang dapat menyebabkan tanah sulit diolah (Hardjowigeno, 1985). Latosol memiliki lapisan tanah atas berwarna coklat tua, liat, berstruktur remah-agak gumpal, dan memiliki sifat konsistensi gembur-agak teguh. Lapisan bawah coklat kemerahan, liat, remah, dan gembur (Soepardi, 1983). Pada umumnya Latosol mempunyai tingkat perkembangan sedang, stabilitas agregat tinggi, nisbah debu terhadap liat rendah, permeabel, gembur, lekat, dan plastis. Tanah latosol merupakan tanah dengan tekstur halus dengan bobot isi 1.0 g/cm3 atau kurang (Soil Survey Staff, 1994). Fraksi liat ini biasanya didominasi oleh kaolinit. Tanah Latosol mengalami erosi yang sedikit, terutama pada tanah pertanian (Soepraptoharjo, 1975). Tanah Latosol mempunyai kemasaman yang rendah dengan pH 4-5, yang menyebabkan cepat membusuknya bahan organik dan pembebasan segera basabasa yang terdapat dalam senyawa organik. Biasanya Latosol yang terbentuk dibawah vegetasi alamiah tidak terlalu masam. Walaupun basa yang ada rendah, Latosol dapat relatif mempertahankan persentase kejenuhan yang tinggi. (Soepardi, 1983).
2.2. Mulsa Mulsa adalah berbagai macam bahan seperti sisa tanaman, jerami, serbuk gergaji, daun, susunan batu, lembaran plastik tipis dan sebagainya, yang dihamparkan di permukaan tanah. Menurut Soepardi (1983) setiap bahan yang dipakai pada permukaan tanah untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan atau untuk menekan pertumbuhan gulma dapat dianggap sebagai mulsa.
28 4
2.2.1. Jenis Mulsa Berdasarkan asal bahannya, mulsa dapat dikelompokkan sebagai mulsa alami dan mulsa buatan. Mulsa alami terutama mulsa bonggol tanaman. Bonggol tanaman merupakan bahan tanaman sisa panen yang tertinggal dalam tubuh tanah, seperti yang ditemukan pada tanaman padi, jagung dan lain-lain. Tertinggalnya bonggol ini karena adanya kesulitan pengambilan waktu panen atau sengaja ditinggal di dalam tanah. Mulsa buatan meliputi bahan mulsa baik berupa tanaman pupuk hijau, sisa-sisa panen, bahan kimia, maupun limbah lainnya yang sengaja dikembalikan ke lahan melalui praktek pemulsaan (Purwowidodo, 1983). Dalam perlakuan atau kegiatan pemulsaan harus diperhatikan bahan-bahan sisa atau serasah yang akan digunakan. Pemakaian bahan-bahan sisa tanaman yang cepat membusuk memerlukan penggantian sesering mungkin (Kartasapoetra, 1989). 2.2.2. Peranan Mulsa Mulsa memberikan simulasi pengaruh penutup tanah. Mulsa dapat digunakan sebagai penutup tanah atau dapat dicampur dengan tanah. Sebagai penutup tanah mulsa lebih efektif dalam melindungi tanah dari dampak langsung butiran air hujan. Namun, jika mulsa dicampur dengan tanah, mulsa akan terurai cepat dan membantu untuk membuat tanah lebih subur (Kohnke dan Bertrand, 1959). Menurut Suripin (2002), penggunaan mulsa dapat meningkatkan kemantapan struktur tanah, meningkatkan kandungan bahan organik, dan dapat mengendalikan tanaman pengganggu. Dengan pemulsaan serasah yang membusuk akan meningkatkan aktivitas fauna tanah, dan menyebabkan terbentuknya poripori makro dalam tanah, yang dapat pula menyebabkan adanya perbaikan tata air dalam tanah. Menurut Kohnke dan Bertrand (1959), penggunaan mulsa dapat mempengaruhi kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah. Pengaruh mulsa bagi sifat fisik tanah yaitu mengurangi dampak langsung butiran air hujan, mengurangi limpasan dan erosi, mengurangi pemadatan, mengurangi dampak erosi angin dan air, fluktuasi yang lebih kecil dalam kelembaban dan suhu tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan porositas, meningkatkan kapasitas menahan air,
529
meningkatkan kapasitas infiltrasi, dan mengurangi penguapan. Sedangkan pengaruh biologis dari pemakaian mulsa yaitu dapat meningkatkan populasi serangga, termasuk cacing tanah dan hewan pengerat. Menurut Seta (1987) ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yakni dengan disebar merata, ditempatkan dalam jalur, dan ditempatkan dalam saluran. Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata sangat efektif untuk melindungi permukaan tanah dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan. Penempatan mulsa dalam jalur sangat efektif untuk mengendalikan temperatur tanah dan juga kesarangan tanah. Adanya mulsa di saluran-saluran akan mampu menyimpan air dan memberikannya ke tanaman yang akan diusahakan. Penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman lebih baik dibandingkan dengan penggunaan mulsa plastik, karena mulsa plastik hanya mampu mengurangi penguapan air dari tanah, menekan hama dan penyakit serta gulma tetapi tidak memberikan unsur hara pada tanah karena tidak terjadi proses dekomposisi. Sedangkan penggunaan mulsa sisa-sisa tanaman selain pengaruhnya sama seperti mulsa plastik, mulsa sisa tanaman dapat memberikan unsur hara bagi tanah dengan pemberian sisa tanaman akan terjadi proses dekomposisi yang dapat membuat tanah lebih subur. Menurut Sinukaban (1986) mulsa harus menutup permukaan tanah paling tidak sekitar 70-75%. Jika mulsa menutupi tanah, maka mulsa ini akan sangat efektif mencegah proses pergerakan permukaan tanah, mencegah penyumbatan dan pemadatan tanah. Mulsa dapat digunakan baik pada tanah yang rusak maupun tanah yang sudah baik. Jika mulsa diberikan pada tanah yang rusak, maka mulsa akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah tersebut, tetapi jika mulsa diberikan pada tanah yang kondisinya sudah baik, maka mulsa akan menjaga dan memelihara tanah tersebut sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan (Ruijter dan Agus, 2004) 2.3. Sifat Fisik Tanah 2.3.1. Bobot Isi Bobot isi atau kerapatan isi (BI) tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram setiap sentimeter
30 6
kubik. Unit volume terdiri dari volume yang terisi bahan padat dan volume ruang diantaranya (Soepardi, 1983). Bobot isi tanah bervariasi dari waktu ke waktu. Bobot isi tanah bertekstur halus berkisar antara 1.0 – 1.3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar berkisar antara 1.3 – 1.8 g/cm3 (Foth, 1978). Cara pengolahan tanah mempengaruhi bobot isi. Pengolahan tanah yang intensif akan menaikkan bobot isi karena akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibanding tanah yang tidak pernah diolah. Tanah yang diolah dengan baik yaitu dengan melakukan pengolahan tanah minimum dapat mempunyai bobot isi lebih kecil dari 1.0 g/cm3. Bobot isi yang rendah baik untuk akar tanaman karena tidak terjadi pemadatan (Foth, 1978). Cara untuk menurunkan bobot isi pada tanah dengan bobot isi tinggi yaitu dengan cara penambahan bahan organik. Bahan organik mempunyai bobot isi yang rendah, karena bahan organik merangsang terjadinya granulasi sehingga menimbulkan kondisi lepas dan sarang sehingga bobot isi menjadi lebih rendah. Pada penelitian Brown dan Dicky (1970), penambahan mulsa jerami padi sebanyak 11 ton/ha dapat menurunkan bobot isi. Menurut Haridjaja (1980), bobot isi merupakan suatu faktor yang kritis dalam penentuan produktivitas tanah sebab dapat mempengaruhi daya tembus akar tanaman, pergerakan air dalam tanah, aerasi tanah, dan besarnya kapasitas panas tanah. Soepardi (1983) menyatakan bahwa bobot isi tanah dipengaruhi oleh struktur, ruang pori, dan padatan tanah, serta kandungan bahan organik.
2.3.2. Porositas Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas (Foth, 1978). Porositas merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang memiliki porositas yang tinggi, berarti tanah tersebut cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005). Tanah permukaan berpasir mempunyai ruang pori total yang lebih sedikit dibanding tanah liat dengan di dominasi oleh pori makro sehingga sangat efisien untuk pergerakan udara dan air. Persentase volume pori-pori kecil pada tanah pasir rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya
31 7
tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dengan proporsi relatif besar tersusun oleh pori-pori kecil. Akibatnya tanah tekstur halus mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi (Foth, 1978) Porositas sangat dipengaruhi oleh bobot isi tanah, bila bobot isi tanah berubah berarti partikel-partikel tanah didekatkan atau dijauhkan satu sama lain. Porositas tidak sama pada semua tanah, faktor yang mempengaruhi jumlah ruang pori yaitu cara dan susunan butir, tekstur, kandungan bahan organik, dan cara pengolahan tanah (Hanafiah, 2005). Bahan organik dapat menurunkan bobot isi tanah sehingga ruang pori tanah akan meningkat. Pemberian bahan organik pada tanah akan menyebabkan kondisi tanah menjadi sarang, karena bahan organik yang diberikan akan menempati ruang di antara partikel tanah sehingga tanah menjadi porous (Baver, 1956). Bahan organik yang diberikan berupa mulsa sisa tanaman mengandung berbagai macam senyawa yang akan diuraikan oleh mikroorganisme, dan membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat. Sehingga tanah menjadi berpori-pori, gembur, dapat menyimpan, dan mengalirkan udara dan air. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukkan perbandingan tata udara dan air yang baik. Terdapat tiga jenis pori didalam tanah yaitu, pori makro, pori meso, dan pori mikro. Pori makro disebut juga pori drainase cepat yang merupakan selisih dari kadar air pada pF 1 dan kadar air pada pF 2 yaitu kondisi dimana tanah akan sulit menahan air. Pori meso yaitu pori drainase lambat merupakan selisih dari kadar air pada pF 2 dan kadar air pada pF 2.54. Pori mikro yaitu pori air tersedia yang merupakan selisih dari kadar air pada pF 2.54 yaitu kadar air lapang dan kadar air pada pF 4,2 yaitu kadar air titik layu permanen, dimana pada pori ini air mudah diambil oleh tanaman. (Foth, 1978). Menurut Baver (1956), pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi sarang yang mengakibatkan kemampuan tanah untuk menyerap air meningkat. Hal ini sejalan dengan Stevenson (1982), bahwa penambahan bahan organik pada tanah bertekstur kasar atau pasir akan menurunkan pori makro dan meningkatkan pori pemegang air. Dengan demikian dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Adapun untuk tanah
8 32
bertekstur halus, penambahan bahan organik akan menurunkan pori mikro dan meningkatkan pori yang dapat terisi udara yang artinya akan terjadi perbaikan aerasi untuk tanah liat berat.
2.4. Fauna Tanah Tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman tidak saja terdiri atas komponen padat, cair, dan gas tetapi juga mengandung jasad hidup (biota tanah) dalam jumlah yang besar. Di dalam tanah, biota melakukan berbagai macam kegiatan yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, misalnya keterlibatan biota dalam proses pelapukan bahan organik, anorganik, dan atau pembentukan, serta perbaikan struktur tanah. Biota tanah adalah kumpulan jasad hidup yang menjadikan tubuh tanah sebagai ruang hidup untuk menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan ekologisnya. Biota tanah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan tubuh tanah yang berhubungan timbal balik. Biota tanah merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang kegiatan ekofisiologisnya mengendalikan aneka proses pedogenik tanah, antara lain melalui perombakan (mineralisasi), menghancurkan dan merombak bahan organik (humifikasi, mineralisasi) dan mencampur aduk bahan penyusun tanah (pedoturbasi) (Handayanto dan Hairiah, 2007). Fauna pada ekosistem tanah terdiri atas makro fauna dan mikro fauna. Makro fauna tanah meliputi, herbivora seperti annelida (cacing tanah), dipolopoda (kaki seribu) dan insecta (serangga), serta tikus. Ekosistem yang banyak dihuni makrofauna, menyebabkan tanah teragregasi sehingga struktur tanah menjadi remah dengan konsistensi gembur dan porositas tinggi (Hanafiah, 2005). Mulsa mempengaruhi tanah karena dekomposisi bahan organiknya. Adanya sisa tanaman memungkinkan kegiatan biologi tanah lebih besar. Peningkatan aktivitas biologi memungkinkan terbentuknya pori mikro yang lebih banyak (Suwardjo, 1981). Penggunaan mulsa mempengaruhi kehidupan fauna secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan lingkungan yang meliputi aerasi, kelembaban, suhu, dan unsur hara (Kohnke dan Bertrand, 1959).
33 9
2.5. Jagung Manis (Zea mays var saccharata). Jagung merupakan makanan asli benua Amerika. Pada abad ke 17 jagung pertama kali datang ke Indonesia, dan sejak itu tanaman ini ditanam hampir di seluruh Indonesia, dan menjadi tanaman pangan utama kedua setelah padi (Purwono dan Hartono, 2002). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, produktifitas jagung di Indonesia terjadi peningkatan dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari tahun 2006 sebesar 34.70 qu/ha, tahun 2007 sebesar 36.60 qu/ha, dan tahun 2008 sebesar 40.78 qu/ha (BPS, 2009). Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya), serta bahan farmasi dari jagung yang telah direkayasa secara genetik (Agro Media, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki akar serabut, dan memiliki dua siklus pertumbuhan, yakni siklus pertama merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan siklus kedua merupakan tahap pertumbuhan generatif. Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah hingga tinggi, karena tanaman ini sangat toleran dengan iklim di Indonesia. Tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari untuk masa pertumbuhan. Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah cukup banyak, terutama saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji (Purwono dan Hartono, 2002). Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya, dan dapat tumbuh dilahan kering, sawah, pasang surut, asal syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Lahan tanaman yang baik untuk menanam jagung yaitu lahan kering yang berpengairan cukup. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu merupakan jenis tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung baik ditanam pada tanah dengan pH 5,5-7,0, dan pH optimal adalah 6,8. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8% (Purwono dan Hartono, 2002).
3410
Mulsa disamping berpengaruh terhadap sifat fisik dan biologi tanah, juga berpengaruh terhadap produksi tanaman karena terciptanya kondisi tanah yang baik untuk perkembangan akar tanaman dan dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga mengurangi persaingan dalam memanfaatkan unsur hara dan air dari tanah. Menurut Suwardjo (1981) sisa tanaman yang diberikan lambat laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi) yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman.
35
III.
METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini meliputi percobaan lapang dan analisis tanah. Percobaan lapang dilakukan di daerah Cimanggu Bogor dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian di lapang dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2009 dan analisis di laboratorium dilakukan pada bulan September hingga Desember 2009.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan tanah Latosol, dengan mulsa sisa tanaman jagung, benih jagung hibrida, pupuk Urea, TSP, dan KCl serta furadan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengambil contoh tanah yaitu sekop atau cangkul, bor tanah, ring sample, kotak atau kaleng, seperangkat peralatan laboratorium untuk analisis sifat fisika tanah dan alat tulis.
3.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 dosis perlakuan mulsa. Dosis mulsa yang diberikan berupa bobot kering tanaman jagung dengan kadar air sebesar 32%. Perlakuan yang diterapkan adalah: M0 = ditanami + tanpa mulsa M1 = ditanami + mulsa (1 ton/ha) M2 = ditanami + mulsa (2 ton/ha) M3 = ditanami + mulsa (3 ton/ha) Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 12 satuan percobaan (Gambar lampiran 1). Parameter yang diamati meliputi bobot isi, porositas, jumlah makrofauna tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman jagung. Sesudah percobaan, dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dan contoh tanah terganggu atau tidak utuh. Pengolahan data secara statistik dilakukan menggunakan software SAS dengan
36 12
analisis keragaman (anova) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% terhadap seluruh parameter yang diamati.
Tabel 1. Metode penetapan sifat fisik dan biologi tanah Jenis Analisis
Metode Penetapan
Bobot Isi
Gravimetrik
Porositas
Grafimetrik
Kadar Air pada berbagai pF
Pressure Plate Apparatus
Makrofauna tanah
Handsorting
3.4. Pelaksanaan Percobaan 1. Pengolahan tanah dan pembuatan petak percobaan Pengolahan tanah dimulai dengan pembersihan lahan dari gulma, kemudian dilakukan pengolahan tanah secara minimum dengan cangkul. Pembuatan petak percobaan dengan ukuran 3 m x 3 m sebanyak 12 petak dengan jarak petak 1 m. Selanjutnya mulsa ditebar pada setiap petak sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
2. Penanaman Penanaman dilakukan dua minggu setelah mulsa ditebar. Tujuan penanaman yaitu untuk melihat pengaruh pemberian mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman yang digunakan adalah jagung hibrida varietas Hawai. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 75 cm dan kedalaman 4-5 cm. Tiap lubang tanam diisi dua benih dan diberi furadan untuk mengindari hama. Setelah benih dan furadan dimasukkan, lubang ditutup dengan tanah. Pada saat 9 hari setelah tanam (HST), dilakukan penyulaman untuk mengganti benih yang mati.
3. Pemupukan Dosis pupuk yang diberikan yaitu Urea 150 kg/ha, TSP 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha, dengan dosis setiap petak yaitu urea dan TSP 315 g/petak dan KCl 90 g/petak. Pemupukan urea dilakukan dua kali,
37 13
setengah dosis diberikan pada saat 6 HST yaitu 157,5 g/petak dan setengah dosis diberikan pada 32 HST yaitu 157,5 g/petak. Pupuk diberikan dalam larikan dengan jarak 10 cm di samping tanaman.
4. Pemeliharaan Pada saat 27 HST, dilakukan penjarangan dan pembumbunan. Penjarangan dilakukan untuk memilih satu tanaman yang tumbuh lebih baik, dan pembumbunan dilakukan untuk memperkuat akar tanaman mencengkram tanah. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali, agar tidak terdapat pesaing tanaman. Penyiraman dilakukan pada saat sebelum tanam dan setiap dua minggu sekali. Dilakukan juga pemilihan 10 tanaman contoh untuk penetapan tinggi tanaman dan jumlah daun.
5. Pengamatan Tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman contoh diukur setiap 3 minggu sekali untuk mengetahui pertumbuhan tanaman secara periodik. Tinggi tanaman diukur dari ujung bawah batang sampai panjang daun yang tertinggi, sedangkan jumlah daun dihitung seluruh daun yang ada pada tanaman.
6. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada saat 85 HST. Tongkol jagung pada tanaman contoh diambil dan ditimbang, baik dengan klobot maupun tanpa klobot, serta biji pipilan. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian mulsa terhadap produksi tanaman. Setelah semua tanaman di panen, kemudian dilakukan pengambilan contoh tanah untuk mengetahui efektifitas penggunaan mulsa. Pengambilan contoh tanah dengan menggunakan ring sample digunakan untuk penetapan bobot isi dan porositas tanah, sedangkan metode handsorting (yaitu dengan cara menggali tanah sedalam 10 cm dan dimasukkan ke dalam wadah, lalu dihitung jumlah makrofaunanya) untuk penetapan makrofauna tanah.
38
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Perlakuan Tanpa Mulsa (M0)
Bobot Isi (g/cm3) 1.01 a
Dosis 1 ton/ha (M1)
1.04 a
Dosis 2 ton/ha (M2)
1.00 a
Dosis 3 ton/ha (M3)
0.99 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap bobot isi tanah (Tabel 2). Hal ini dikarenakan sisa tanaman yang diberikan sebagai bahan organik dalam waktu singkat belum melapuk secara sempurna, sehingga belum dapat menciptakan kondisi lepas dan sarang yang dapat menyebabkan penurunan bobot isi. Selain itu penggunaan mulsa dalam waktu singkat belum dapat menurunkan bobot isi karena mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya mempengaruhi ataupun merubah lapisan atas tanah saja. Agar mulsa dapat berpengaruh terhadap bobot isi tanah, perlu pemberian mulsa dua atau tiga musim tanam lagi. Bobot isi yang ada sudah bagus yaitu 1.01 g/cm 3. Menurut Foth (1978) bobot isi 1.0 g/cm3 atau kurang, bagus untuk perkembangan akar tanaman dalam menembus tanah. Bobot isi tanah merupakan faktor kritis dalam penentuan produktivitas tanah, sebab dapat menggambarkan tingkat kepadatan tanah yang akan mempengaruhi daya tembus akar tanaman, air dalam tanah, dan aerasi tanah (Haridjaja, 1980). Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut sehingga mudah untuk dapat meneruskan air dan ditembus oleh akar.
39 15
Sebaliknya semakin besar bobot isi semakin padat tanah tersebut sehingga akan sulit meneruskan air dan sulit ditembus oleh akar (Hardjowigeno, 1985).
4.1.2. Porositas Tanah Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap porositas tanah adalah seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Porositas tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan
Porosital Total (%)
Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1)
60.59 a 60.16 a
Dosis 2 ton/ha (M2)
63.55 a
Dosis 3 ton/ha (M3)
62.17 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap nilai porositas tanah (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena sisa tanaman jagung yang diberikan dalam waktu singkat belum terdekomposisi, sehingga belum dapat menciptakan kondisi yang sesuai bagi organisme tanah untuk dapat membentuk rongga-rongga dalam tanah yang dapat meningkatkan porositas. Menurut Kohnke dan Bertrand (1959) penggunaan mulsa mempengaruhi kehidupan fauna secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan lingkungan berupa kelembaban, suhu, dan unsur hara. Seperti halnya bobot isi, mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya memperbaiki porositas lapisan atas tanah saja sehingga tidak menyebabkan terjadinya proses agregasi di dalam tanah yang dapat meningkatkan porositas tanah. Untuk dapat terjadi proses agregasi di dalam tanah, maka mulsa harus dicampur dengan tanah. Mulsa yang masih tertinggal setelah satu musim tanam akan tercampur dengan tanah karena adanya pengolahan tanah sebelum penanaman. Mulsa yang telah tercampur dengan lapisan olah tanah dapat merangsang perkembangan organisme tanah yang akan menyebabkan terjadinya proses agregasi yang dapat membentuk pori-pori dalam tanah sehingga dapat
40 16
meningkatkan porositas tanah. Oleh karena itu penggunaan mulsa perlu lebih dari satu musim tanam. Porositas tanah penting dalam penyimpanan dan pergerakan udara dan air tanah, serta perkembangan sistem perakaran, sehingga porositas merupakan indikator drainase dan aerasi tanah. Porositas tanah yang baik yaitu apabila terdapat jumlah ruang pori yang cukup dan distribusi ukuran pori yang baik yang dapat menentukan tingkat kesuburan fisik tanaman (Suwardjo, 1981).
4.1.3. Pori Air Tersedia Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap pori air tersedia adalah seperti tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Pori air tersedia pada berbagai dosis pemberian mulsa. Perlakuan
Pori Air Tersedia (% vol)
Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1)
13.95 a 11.07 a
Dosis 2 ton/ha (M2)
9.59 a
Dosis 3 ton/ha (M3)
10.00 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap nilai pori air tersedia (Tabel 4). Mulsa yang diberikan dalam waktu singkat belum melapuk secara sempurna sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik tanah yang cukup untuk dapat memperbaiki struktur tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki lapisan tanah dibawahnya. Akibatnya pemberian mulsa yang hanya berlangsung dalam satu musim belum mampu menciptakan proses agregasi di dalam tanah, sehingga pori air tersedia tidak terbentuk. Menurut Stallings (1957) kondisi agregasi tanah ditentukan oleh jumlah dan kualitas suplai hasil dekomposisi bahan organik yang ada. Jika suplai bahan organik memadai, tanah akan berada pada kondisi agregat baik. Menurut
41 17
Komalasari (1992) untuk dapat membentuk pori dalam tanah perlu dua atau tiga musim lagi agar dapat terjadi proses agregasi di dalam tanah yang dapat menciptakan keadaan sarang. Pori air tersedia merupakan selisih dari kadar air pada pF 2.54 (tekanan 0.33 bar) yaitu kadar air kapasitas lapang yang merupakan kondisi di mana air gravitasi sudah tidak menetes lagi, dengan kadar air pada pF 4.2 (tekanan 15 bar) yaitu kadar air titik layu permanen yang merupakan kondisi dimana tanaman sudah tidak dapat menyerap air lagi. Pori air tersedia berukuran 0.2 – 25 μm (Oades, 1986). Pori air tersedia yang ada (Tabel 4) menurut Stallings (1959) berkriteria sedang, sehingga perlu dosis mulsa yang melebihi dari dosis di atas untuk menaikkan kelas pori air tersedia yang ada. Pada hasil penelitian Masnang (1995) pemberian mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 15.4% dimana terjadi peningkatan sebesar 6.3%, dan penambahan mulsa jerami jagung dengan dosis 11.67 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 14.5% dimana terjadi peningkatan sebesar 5.4%.
4.1.4. Pori Drainase Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap pori drainase tanah adalah seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Pori drainase tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3)
Pori Drainase Pori Drainase Cepat Lambat ----------(% vol)---------5.00 a 3.34 a 3.23 a 3.66 a 3.20 a 5.27 a 4.14 a 5.15 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap pori drainase (Tabel 5). Hal ini disebabkan karena mulsa belum melapuk secara sempurna sehingga aktivitas organisme tanah belum optimum untuk dapat
42 18
membentuk rongga-rongga dalam tanah. Mulsa yang diberikan juga terlalu sedikit sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik ke dalam tanah. Mulsa yang diberikan dengan cara disebar di permukaan tanah hanya memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki yang ada di lapisan di bawahnya. Akibatnya tidak terjadi proses agregasi di dalam tanah, sehingga pori drainase tidak terbentuk. Perlu lebih dari satu musim tanam agar mulsa dapat melapuk yang dapat meningkatkan pori drainase. Pori drainase tanah memiliki arti yang penting dalam hal kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman, serta penting dalam penyimpanan air dan udara di dalam tanah. Pori drainase cepat merupakan selisih dari kadar air pada pF 1 (tekanan 0.01 bar) dengan kadar air pada pF 2 (tekanan 0.1 bar). Pori drainase cepat berukuran > 100 μm (Oades, 1986). Pori drainase cepat daya pegangnya terhadap air sangat lemah sehingga sulit untuk menahan air. Kondisi ini menyebabkan air mudah keluar dan hanya sedikit air yang tertahan. Sedangkan pori drainase lambat merupakan selisih dari kadar air pada pF 2 (tekanan 0.1 bar) dengan kadar air pada pF 2.54 (tekanan 0.33 bar). Pori drainase lambat berukuran 25 – 100 μm (Oades, 1986). Pada pori drainase lambat air mudah diambil oleh tanaman. Pori drainase cepat dan pori drainase lambat yang ada (Tabel 5) menurut Stallings (1959) sangat rendah, sehingga perlu dosis mulsa yang lebih tinggi lagi untuk menaikkan kelas pori drainase yang ada. Pada penelitian Masnang (1995), penambahan mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori drainase cepat dari 9.2% menjadi 13% dimana terjadi peningkatan sebesar 3.8%. Sedangkan untuk pori drainase lambat, penelitian Sumitra (1993) menunjukkan bahwa penambahan mulsa jerami padi dengan dosis 3 ton/ha dapat meningkatkan pori drainase lambat.
4.2. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Biologi Tanah 4.2.1. Jumlah Makrofauna Tanah Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap jumlah makrofauna tanah adalah seperti tertera pada Tabel 6.
19 43
Tabel 6. Jumlah makro fauna tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3)
Semut Cacing Rayap ----------(ekor/100 g tanah)--------46 b 6b 8b 58 ab 9 ab 10 a 59 ab 10 ab 15 ab 68 a 13 a 18 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Jenis makrofauna tanah yang dijumpai meliputi cacing, rayap, semut, larva, kaki seribu. Semut, cacing, dan rayap merupakan makrofauna yang paling dominan dibandingkan jenis yang lainnya. Analisis statistik menunjukkan bahwa mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan dengan dosis minimum 3 ton/ha berpengaruh meningkatkan jumlah makrofauna tanah yaitu semut, cacing, dan rayap (Tabel 6). Populasi makrofauna semut, cacing, dan rayap tertinggi terdapat pada perlakuan M3. Dengan demikian semakin tinggi dosis mulsa yang diberikan, maka semakin banyak populasi fauna yang ada. Mulsa yang diberikan merupakan sumber energi bagi fauna tanah sehingga penambahan mulsa dapat menyebabkan jumlah makrofauna tanah meningkat. Mulsa yang disebar di atas permukaan tanah memberi kondisi yang sesuai bagi makrofauna tanah untuk berkembang, karena mulsa dapat mengurangi fluktuasi suhu dan menjaga kelembaban tanah. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Kohnke dan Bertrand (1959), bahwa penggunaan mulsa mempengaruhi kehidupan fauna secara tidak langsung, yaitu melalui perubahan lingkungan yang meliputi aerasi, kelembaban, suhu, dan unsur hara. Ekosistem yang banyak dihuni makrofauna, menyebabkan pembentukkan agregat-agregat tanah sehingga konsistensi tanah menjadi gembur dan porositas tinggi. Mulsa berupa sisa tanaman merupakan bahan makanan cacing yang cocok untuk perkembangannya. Ini berarti aktivitas cacing tanah yang meningkat pada tanah yang diberi mulsa sangat membantu terjadinya perbaikan sifat fisik tanah. Sedangkan lubang yang dibuat didalam tanah oleh rayap dan semut berpengaruh baik terhadap aerasi dan drainase tanah (Suwardjo, 1981).
20 44
4.3. Pengaruh Mulsa Terhadap Tanaman Jagung 4.3.1. Tinggi Tanaman Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap tinggi tanaman jagung adalah seperti tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Tinggi tanaman jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa. Pengukuran Tinggi Tanaman (cm)
Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3)
3 MST 66.17 a 76.67 a 104.63 a 94.20 a
6 MST 158.20 a 164.27 a 172.17 a 183.90 a
9 MST 185.70 a 183.53 a 188.23 a 200.50 a
12 MST 189.03 a 183.50 a 191.96 a 206.03 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Tinggi tanaman digunakan sebagai parameter uji efektifitas pemberian mulsa pada dosis yang berbeda-beda. Seperti halnya pengaruh mulsa terhadap bobot isi dan distribusi pori tanah, analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena mulsa yang diberikan belum melapuk secara sempurna, sehingga tanaman belum mendapatkan unsur hara yang cukup dari pemberian mulsa. Selain itu, karena pemberian mulsa tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah yang ada (Tabel 2, 3, 4, dan 5), maka pemberian mulsa juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tanah sangat menentukan dan menunjang pertumbuhan tanaman seperti kemampuan penetrasi akar, pergerakan air dalam tanah, aerasi tanah, dan ketersediaan hara bagi tanaman.
Mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya mempengaruhi kondisi lapisan tanah atas saja, sehingga mulsa belum dapat menciptakan kondisi tanah yang lebih baik untuk perkembangan akar tanaman dalam memanfaatkan unsur hara dan air dari tanah. Bahan organik yang diberikan berupa mulsa sisa tanaman mengandung
berbagai
macam
senyawa
yang
dapat
diuraikan
oleh
mikroorganisme yang membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat, sehingga tanah menjadi berpori-pori, gembur, dapat menyimpan dan mengalirkan udara dan air. Kondisi ini dapat tercapai bila mulsa diberikan lebih
45 21
dari satu musim tanam, atau mulsa diberikan dengan cara dicampur dengan tanah. Kondisi tanah seperti itu diperlukan tanaman untuk mengembangkan akarnya dan menyerap air dan unsur hara yang terlarut di dalamnya (Foth, 1978).
4.3.2. Jumlah Daun Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap jumlah daun adalah seperti tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah daun pada berbagai dosis pemberian mulsa. Jumlah Daun
Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3)
3 MST 5.2 a 4.4 a 4.6 a 4.5 a
6 MST 7.2 a 6.8 a 6.2 a 6.7 a
9 MST 11.2 a 10.6 a 10.6 a 11.1 a
12 MST 11.9 a 11.8 a 11.5 a 12 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Jumlah daun digunakan sebagai parameter uji efektifitas pemberian mulsa pada dosis yang berbeda-beda. Seperti halnya pengaruh mulsa terhadap tinggi tanaman jagung, analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman jagung (Tabel 8). Bahan organik yang diberikan berupa mulsa yang disebar di atas permukaan tanah hanya mempengaruhi lapisan atas tanah saja sehingga belum dapat memberikan sumber energi dan lingkungan yang sesuai bagi organisme tanah yang dapat memberikan kontribusi terhadap perakaran dan pergerakan udara dan air dalam tanah. Pemberian bahan organik juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam hubungannya sebagai penyedia hara. Selain itu, karena pemberian mulsa tidak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah yang ada (Tabel 2, 3, 4, dan 5), maka pemberian mulsa juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat fisik tersebut sangat menentukan dan menunjang pertumbuhan tanaman seperti kemampuan penetrasi akar, pergerakan air dalam tanah, aerasi tanah, dan ketersediaan hara bagi tanaman.
Perlu lebih dari satu musim tanam agar terlihat pengaruh pemberian mulsa sisa
46 22
tanaman untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah pasca panen juga perlu dilakukan agar bahan organik berupa sisa tanaman dapat tercampur dengan lapisan olah tanah. Menurut Foth (1978) bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung berbagai macam senyawa meliputi lemak, karbohidrat, protein, dan lignin. Penambahan senyawa organik itu merangsang aktivitas organisme tanah dalam proses dekomposisi. Hasil dekomposisi bahan organik tersebut berupa unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. 4.3.3. Produksi Produksi tanaman jagung yang diamati adalah bobot jagung dengan klobot, jagung tanpa klobot, dan pipilan. Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap produksi jagung adalah seperti tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Bobot jagung pada berbagai dosis pemberian mulsa. Perlakuan Tanpa Mulsa (M0) Dosis 1 ton/ha (M1) Dosis 2 ton/ha (M2) Dosis 3 ton/ha (M3)
Bobot Jagung Dengan Klobot Tanpa Klobot ----------(ton/ha)---------11.20 a 8.34 a 11.23 a 8.66 a 11.36 a 8.50 a 11.92 a 9.00 a
Pipilan 4.34 a 4.61 a 4.86 a 5.14 a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan mulsa sisa tanaman jagung yang diberikan sampai dengan 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap produksi jagung (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena mulsa yang diberikan belum melapuk secara sempurna sehingga belum dapat menyumbangkan bahan organik yang cukup untuk dapat meningkatkan produksi tanaman. Perlu lebih dari satu musim tanam dan dosis yang lebih dari perlakuan diatas untuk dapat meningkatkan produksi tanaman. Menurut Sinukaban (1990), jangka waktu satu musim tanam mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Sedangkan pada hasil penelitian Suwardjo (1981), pada musim tanam pertama pemberian mulsa padi maupun jagung sebanyak 6 ton/ha belum nyata meningkatkan produksi polong
47 23
atau biji kacang tanah. Namun pada musim ketiga, perbedaan produksi sangat nyata pada produksi kacang hijau yaitu dari 0.38 ton/ha menjadi 1.11 ton/ha. Dari hasil data penelitian menunjukan (Tabel 9), untuk produksi jagung tertinggi baik dengan klobot, tanpa klobot, ataupun pipilan dicapai oleh perlakuan M3. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan pemberian dosis mulsa sejalan dengan meningkatnya produksi jagung. Bila dibandingkan dengan potensi produksi jagung hibrida normal yang semua syarat tumbuhnya terpenuhi, jagung varietas Hawai yang digunakan mampu berproduksi sampai 15 ton/ha. Mulsa yang disebar dipermukaan tanah hanya mempengaruhi lapisan atas tanah saja sehingga belum dapat memperbaiki lapisan tanah bagian bawah. Agar mulsa dapat berpengaruh terhadap lapisan tanah di bawah permukaan, maka perlu pengolahan tanah pasca panen untuk mencampur mulsa dengan tanah agar dapat menciptakan kondisi tanah yang baik untuk perkembangan akar tanaman. Untuk mencapai kondisi mulsa melapuk secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama. Perlu dua atau tiga musim tanam lagi untuk dapat melihat keefektifan pengaruh penggunaan mulsa terhadap produksi tanaman. Menurut Suwardjo (1981) sisa tanaman yang diberikan lambat laun akan terdekomposisi (terjadi mineralisasi), yaitu perubahan bentuk organik menjadi anorganik, sehingga unsur hara yang dilepaskan akan menjadi tersedia untuk tanaman.
48
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Pemberian mulsa sisa tanaman jagung sampai dengan dosis 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap sifat fisik tanah yang meliputi bobot isi, porositas, air tersedia, dan pori drainase tanah. 2. Pemberian mulsa sisa tanaman jagung dengan dosis minimum 3 ton/ha nyata meningkatkan jumlah makro fauna tanah seperti semut, cacing, dan rayap. 3. Penggunaan mulsa sisa tanaman jagung sampai dengan dosis 3 ton/ha tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, namun ada kecenderungan terjadi peningkatan pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya dosis pemberian mulsa.
5.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jenis dan dosis mulsa serta indikator tanaman yang berbeda terhadap sifat fisik tanah, pertumbuhan, maupun produksi tanaman. Keefektifan pemberian mulsa perlu di uji dua atau tiga musim tanam agar terlihat pengaruhnya.
49
DAFTAR PUSTAKA
Agro Media. 2007. Budi Daya Jagung Hibrida. Agro Media Pustaka. Jakarta. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Badan
Pusat Statistik. 2009. Statistik Jagung Indonesia. http://www.bps.go.id/index.php. Diakses 26 Februari 2010.
Baver, L. D. 1956. Soil Physics. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. Black, C. A. 1968. Soil and Plant Relationship. John Willey and Sons, Inc. New York. Brown, P. L. and D. D. Dicky. 1970. Losses of Wheat Straw Residue under Stimulated Field Condition. Dalam Suwardjo, 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Foth, H. D. 1978. Fundamental of Soil Science. John Wiley and Sons, Inc. New York. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Handayanto, E. dan Hairiah, K. 2007. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Haridjaja, O. 1980. Pengantar Fisika Tanah. Institut Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian. IPB. Bogor. Kartasapoetra, A. G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara. Jakarta. Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1959. Soil Conservation. McGraw-Hill Book Company. New York. Lal, R. dan M. K. Shukla. 2004. Principles of Soil Physics. Marcel Dekker, Inc. New York. Masnang, A. 1995. Pengaruh Penggunaan Mulsa Terhadap Sifat Fisik, Total Mikroorganisme Tanah, Aliran Permukaan dan Erosi. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.
50 26
Oades, J. M. 1986. Aggregation in Soils. Dalam Wahjunie, E. D. 2009. Pergerakan Air pada berbagai Karakteristik Pori Tanah dan Hubungannya dengan Kadar Hara N, P, K. Disertasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB. Bogor. Purwono dan Hartono, R. 2007. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dwaruci Press. Jakarta. Ruijter, J dan Agus, F. 2004. Mulsa Bebas Banjir. www.worldagroforestry.org. Diakses 29 April 2010. Seta, A. K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta. Simandjuntak, A. K. dan Waluyo, D. 1982. Cacing Tanah, Budidaya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Sinukaban, N. 1986. Dasar Dasar Konservasi Tanah Dan Perencanaan Pertanian Konservasi. Jurusan Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soedarmo, D. H. dan P. Djojoprawiro. 1986. Fisika Tanah Dasar. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Soepraptohardjo, M. 1975. Jenis-jenis Tanah Di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor. Soil Survey Staff. 1994. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Edisi Bahasa Indonesia. 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Stallings, J. H. 1959. Soil Conservation. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Stevenson, F. 1982. Humus Chemistry. Wiley, New York. New York. Sudarmo. 1996. Peranan Cacing Tanah dalam Ekosistem. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumitra, S, 1993. Pengaruh Pengolahan Tanah, Pemberian Bahan Organik dan Penggunaan Mulsa terhadap Bobot Isi, Porositas Tanah, dan Ketersediaan Basa-basa dalam Tanah (K, Ca, Mg, dan Na) serta Produksi Jagung Hibrida CPI-1 (Zea mays) pada Tanah Latosol (Humitropept) Cibiru – Bandung Jawa Barat. Skripsi. IPB. Bogor. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
51 27
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Wahjunie, E. D. 2009. Pergerakan Air pada berbagai Karakteristik Pori Tanah dan Hubungannya dengan Kadar Hara N, P, K. Disertasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB. Bogor. Wasito, T. 1987. Pengaruh Jenis dan Jumlah Mulsa Pada Penutupan Mulsa Terhadap Kadar Air, Suhu, dan Makrofauna Tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
52
LAMPIRAN
53 29
Tabel Lampiran 1. Kriteria kelas pori air tersedia dan pori drainase (Stallings, 1959) Pori Air Tersedia Pori Drainase Cepat dan Lambat Kelas ---------(% vol) --------Sangat Rendah
<5
<5
Rendah
5 – 10
5 – 10
Sedang
10 – 15
10 – 15
Tinggi
15 – 20
> 15
Sangat Tinggi
> 20
Tabel Lampiran 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 0.90 0.95 0.94 0.92 0.93
Ulangan 2 1.09 1.08 1.10 1.08 1.09
3 1.05 1.10 0.97 0.97 1.02
Rata-rata (g/cm3) 1.01 1.04 1.00 0.99 1.01
Tabel Lampiran 3. Porositas tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 62.39 60.99 65.07 63.82 63.07
Ulangan 2 59.64 60.80 64.60 62.91 61.99
Rata-rata (%) 3 58.96 58.71 60.98 59.80 59.61
60.59 60.16 63.55 62.17
Tabel Lampiran 4. Pori air tersedia pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 12.39 15.59 9.56 9.79 11.83
Ulangan 2 14.16 6.57 10.94 12.86 11.31
3 14.77 11.07 8.18 7.33 10.34
Rata-rata (% vol) 13.95 11.07 9.59 10.00
54 30
Tabel Lampiran 5. Pori drainase cepat pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 6.67 4.76 2.91 3.64 4.50
Ulangan 2 3.26 3.00 2.77 3.26 3.07
3 5.08 1.92 3.91 5.52 4.11
Rata-rata (% vol) 5.00 3.23 3.20 4.14
Tabel Lampiran 6. Pori drainase lambat pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 6.05 1.56 3.65 4.47 3.93
Ulangan 2 5.65 4.59 5.17 6.19 5.40
3 -1.70 4.22 6.30 4.78 3.40
Rata-rata (% vol) 3.34 3.66 5.27 5.15
Tabel Lampiran 7. Kadar air pF 1 pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 53.54 49.77 51.07 51.12 51.38
Ulangan 2 53.90 49.53 49.95 50.20 50.90
3 51.21 48.84 51.41 50.98 50.61
Rata-rata (% vol) 52.88 49.38 50.81 50.76
Tabel Lampiran 8. Kadar air pF 2 pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 46.87 45.01 48.16 47.48 46.88
Ulangan 2 50.64 46.53 47.18 46.94 47.82
3 46.13 46.92 47.50 45.46 46.50
Rata-rata (% vol) 47.88 46.15 47.61 46.63
31 55
Tabel Lampiran 9. Kadar air pF 2.54 pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 40.82 43.45 44.51 43.01 42.95
Ulangan 2 44.99 41.94 42.01 40.75 42.42
3 47.83 42.70 41.19 40.68 43.10
Rata-rata (% vol) 44.54 42.70 42.57 41.48
Tabel Lampiran 10. Kadar air pF 4.2 pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 28.43 27.89 34.86 33.22 31.08
Ulangan 2 30.83 35.37 31.08 27.89 31.29
3 33.06 31.63 33.02 33.35 32.76
Rata-rata (% vol) 30.59 31.63 32.98 31.48
Tabel Lampiran 11. Jumlah semut pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 48 63 65 67 60
Ulangan 2 34 55 56 74 55
3 57 56 57 63 58
Rata-rata (ekor) 46 58 59 68
Tabel Lampiran 12. Jumlah cacing tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 4 11 12 11 10
Ulangan 2 9 9 8 14 10
3 5 8 10 13 9
Rata-rata (ekor) 6 9 10 13
32 56
Tabel Lampiran 13. Jumlah rayap pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 6 14 19 23 16
Ulangan 2 11 9 15 16 13
3 7 8 11 15 10
Rata-rata (ekor) 8 10 15 18
Tabel Lampiran 14. Bobot tongkol dengan klobot pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 12.12 10.88 11.49 13.4 11.97
Ulangan 2 10.91 12.35 14.08 11.61 12.24
3 11.99 12.46 11.77 13.41 12.41
Rata-rata (ton/ha) 11.67 11.90 12.45 12.81
Tabel Lampiran 15. Bobot tongkol tanpa klobot pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 8.27 8.35 8.48 10.05 8.79
Ulangan 2 8.35 9.46 10.48 8.77 9.27
3 9.40 9.71 8.92 10.20 9.56
Rata-rata (ton/ha) 8.67 9.17 9.29 9.67
Tabel Lampiran 16. Bobot jagung pipilan kering pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0 M1 M2 M3 Rata-rata
1 4.80 4.76 4.90 5.98 5.11
Ulangan 2 4.88 5.45 6.38 5.04 5.44
3 5.84 5.95 5.12 5.99 5.7
Rata-rata (ton/ha) 5.17 5.39 5.47 5.67
33 57
Tabel Lampiran 17. Tinggi tanaman jagung tanaman contoh pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan M0
M1
M2
M3
3 MST 65.2 75.3 58 48.9 103.1 78 110.5 109.7 93.7 91.1 92.4 99.1
6 MST 151.4 173 150.2 128.2 186.3 178.3 165.8 170.7 180 179.6 182.8 189.3
9 MST 190.9 185.5 180.7 163.8 196.2 190.6 182.3 185.6 196.8 192.6 206 202.9
12 MST 194.4 189 183.7 166.6 188.4 195.5 185 188.9 202 201 209.4 207.7
Tabel Lampiran 18. Jumlah daun tanaman contoh pada berbagai dosis pemberian mulsa Perlakuan
3 MST 5.4
6 MST 7.4
9 MST 11.5
12 MST 12.1
M0
5.1 5 4.4 4.4 4.4 5.2 4.2 4.4 4.4 4.4 4.8
7.1 7 6.9 6.8 6.7 7.2 6 6.7 6.9 6.4 6.8
11.2 11 10.7 10.6 10.6 11.1 10.2 10.7 11.1 11.4 10.8
12.2 11.6 12 11.6 12 12.1 11.3 11.2 12.4 12 11.8
M1
M2
M3
58 34
Tabel Lampiran 19. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot isi tanah Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 0.03 0.04 0.07
MS 0.01 0.04
F Value 2.14
Pr > F 0.17
Tabel Lampiran 20. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap porositas tanah Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 39.36 40.51 79.87
MS 13.12 5.06
F Value 2.59
Pr > F 0.13
Tabel Lampiran 21. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori air tersedia Source DF SS MS F Value Pr > F Model 3 28.46 9.49 1.16 0.38 Error 8 65.33 8.17 Corrected Model 11 93.81
Tabel Lampiran 22. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori draianse cepat Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 16.29 80.03 96.31
MS 5.43 10.00
F Value 0.54
Pr > F 0.66
Tabel Lampiran 23. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap pori drainase lambat Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 16.47 45.04 61.52
MS 5.49 5.63
F Value 0.98
Pr > F 0.45
59 35
Tabel Lampiran 24. Source Model Error Corrected Model
Sidik ragam pengaruh pada pF 1 DF SS 3 9.90 8 35.38 11 45.28
pemberian mulsa terhadap kadar air MS 3.30 4.42
F Value 0.75
Pr > F 0.55
Tabel Lampiran 25. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 2 Source DF SS MS F Value Pr > F Model 3 3.61 1.20 0.26 0.85 Error 8 37.44 4.68 Corrected Model 11 41.04 Tabel Lampiran 26. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 2.54 Source DF SS MS F Value Pr > F Model 3 9.50 3.17 0.54 0.67 Error 8 46.94 5.87 Corrected Model 11 56.43 Tabel Lampiran 27. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap kadar air pada pF 4.2 Source DF SS MS F Value Pr > F Model 3 7.86 2.62 0.32 0.81 Error 8 65.68 8.21 Corrected Model 11 73.55
Tabel Lampiran 28. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah semut Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 706.92 387.33 1094.25
MS 235.64 48.42
F Value 4.87
Pr > F 0.03
36 60
Tabel Lampiran 29. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah cacing tanah Source DF SS MS F Value Pr > F Model 3 67.66 22.55 5.76 0.02 36 Error 8 31.33 3.92 Corrected Model 11 99.00 Tabel Lampiran 30. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah rayap Source Model
DF 3
SS 183.00
MS 61.00
Error Corrected Model
8 11
104.66 287.66
13.08
F Value 4.66
Pr > F 0.03
Tabel Lampiran 31. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 3 MST Source Model
DF 3
SS 2680.66
MS 893.55
Error Corrected Model
8 11
1839.02 4519.67
229.88
F Value 3.89
Pr > F 0.06
Tabel Lampiran 32. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 6 MST Source Model
DF 3
SS 1108.43
MS 369.48
Error Corrected Model
8 11
2465.39 3573.83
308.17
F Value 1.20
Pr > F 0.37
Tabel Lampiran 33. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 9 MST Source Model
DF 3
SS 517.94
MS 172.65
Error Corrected Model
8 11
865.81 1383.75
108.23
F Value 1.60
Pr > F 0.27
61 37
Tabel Lampiran 34. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap tinggi tanaman jagung pada 12 MST Source Model
DF 3
SS 829.15
MS 276.38
Error Corrected Model
8 11
708.92 1538.06
88.61
F Value 3.12
Pr > F 0.09
Tabel Lampiran 35. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 3 MST Source Model
DF 3
SS 1.03
MS 0.34
Error Corrected Model
8 11
0.75 1.78
0.09
F Value 3.64
Pr > F 0.06
Tabel Lampiran 36. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 6 MST Source Model
DF 3
SS 0.51
MS 0.17
Error Corrected Model
8 11
0.98 1.48
0.12
F Value 1.39
Pr > F 0.31
Tabel Lampiran 37. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 9 MST Source Model
DF 3
SS 0.83
MS 0.28
Error Corrected Model
8 11
0.72 1.55
0.09
F Value 3.07
Pr > F 0.09
Tabel Lampiran 38. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap jumlah daun pada 12 MST Source Model
DF 3
SS 0.48
MS 0.16
Error Corrected Model
8 11
0.99 1.47
0.12
F Value 1.30
Pr > F 0.34
62 38
Tabel Lampiran 39. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot tongkol dengan klobot Source Model
DF 3
SS 2.39
MS 0.80
Error Corrected Model
8 11
8.63 11.02
1.08
F Value 0.74
Pr > F 0.56
Tabel Lampiran 40. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot tongkol tanpa klobot Source Model
DF 3
SS 1.53
MS 0.51
Error Corrected Model
8 11
5.288 6.82
0.66
F Value 0.77
Pr > F 0.54
Tabel Lampiran 41. Sidik ragam pengaruh pemberian mulsa terhadap bobot jagung pipilan kering Source Model Error Corrected Model
DF 3 8 11
SS 0.38 3.25 3.63
MS 0.13 0.41
F Value 0.31
Pr > F 0.82
63 39
Gambar Lampiran 1. Denah Petak Percobaan Penelitian
Petak Percobaan
3
2
1
M2
M1
M0
6
5
4
M3
M0
M0
9
8
7
M1
M2
M3
12
11
10
M1
M3
M2
Keterangan : M0 = ditanami + tanpa mulsa M1 = ditanami + mulsa (1 ton/ha) M2 = ditanami + mulsa (2 ton/ha) M3 = ditanami + mulsa (3 ton/ha)