ISSN 1410-1939
PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN POLA TANAM TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH ULTISOL DAN HASIL JAGUNG [THE EFFECT OF CONSERVATION TILLAGE AND CROPPING SYSTEM ON PHYSICAL SOIL PROPERTIES AND MAIZE YIELD] Arsyad A. R.1 Abstract A study on the effect of conservation tillage and cropping systems on the physical properties of soil has been carried out at the Mendalo Research Farm, Faculty of Agriculture, University of Jambi, from January through to July 2001. A Split-split plot with randomised block design with three replicates was used in this investigation. The main plots were crop rotations (with or without) cover crops, the sub plots were tillage systems (zero tillage, minimum tillage, conventional tillage), and the sub-sub plots were cropping systems (monoculture or intercropping of maize and peanut). Data obtained from the experiment were analysed using analysis of variance, followed by Duncan’s Multiple Range Test at 5% protection level. The results of the study indicated that the application of conservation tillage (zero tillage and minimum tillage) along with intercropping or monoculture system could control the physical properties of soil and increase the production of maize and peanut crops. Key words: soil conservation, tillage, Ultisol, Zea mays Kata kunci: konservasi tanah, pengolahan tanah, Ultisol, Zea mays
PENDAHULUAN Ultisol merupakan ordo tanah yang mendominasi lahan kering di Indonesia, termasuk di Propinsi Jambi. Usaha tani tanaman semusim pada lahan kering Ultisol dapat mempercepat degradasi lahan terutama akibat curah hujan yang tinggi dan erosi serta pengelolaan tanah yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air. Sebagian besar Ultisol tersebar di wilayah berlereng dan mempunyai lapisan olah yang tipis dengan sifat fisika yang buruk, sehingga mudah tererosi. Kandungan hara Ultisol umumnya rendah sampai sedang akibat rendahnya pH dan kandungan bahan organik tanah. Selain itu, adanya lapisan padat (penumpukan liat) di bawah lapisan olah menyebabkan perakaran tanaman sulit menembus tanah, sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, agar tercapai sistem pertanian berkelanjutan, maka peningkatan kesuburan dan tindakan konservasi tanah merupakan upaya yang perlu dilakukan dalam memanfaatkan lahan kering untuk usaha pertanian. Konservasi tanah mencakup banyak segi, bukan hanya sekedar pekerjaan fisik mengendalikan erosi. Konservasi tanah merupakan hampiran serba
cakup (comprehensive approach) terhadap pengelolaan tanah, air dan usaha tani yang sasarannya adalah memperbaiki dan memelihara hubungan tanahair-tanaman untuk mencapai hasil panen yang tinggi secara berkelanjutan (Euroconsult, 1989 sebagaimana dikutip oleh Notohadiprawiro, 1999). Dalam suatu kegiatan usaha tani, pengelolaan tanah mutlak dibutuhkan agar diperoleh aerase tanah yang baik untuk perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Pada umumnya dalam usaha tani tanaman pangan di lahan kering dilakukan olah tanah intensif sejak awal tanam tanpa memanfatkan sisa tanaman, yang disebut juga pengolahan tanah konvensional. Disamping itu, intensitas penanaman di lahan kering umumnya satu kali dalam setahun yaitu saat hujan relatif banyak. Setelah itu tanah relatif tidak diusahakan, akibatnya lahan ditutupi oleh alang-alang atau semak belukar. Selain membutuhkan waktu dan tenaga yang besar, pengolahan tanah konvensional mempercepat kerusakan struktur dan komposisi bahan organik tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan laju erosi, terutama di lahan berlereng. Erosi menyebabkan berkurang atau hilangnya lapisan olah yang relatif lebih subur dan menurunnya pro-
1 Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361.
111
Jurnal Agronomi 8(2): 111-116
duktivitas tanah akibat buruknya sifat fisika tanah dan hilangnya hara bersama erosi (Arsyad, 1989). Dampak dari kondisi ini di lapangan dapat dilihat terutama dengan memburuknya kualitas fisik tanah antara lain meningkatnya kepadatan tanah dan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dalam rangka konservasi lahan kering Ulltisol, maka perlu penerapan sistem olah tanah konservasi sekaligus pola atau sistem pertanaman (pola tanam) yang dapat melindungi tanah sepanjang tahun sesuai dengan kondisi tanah dan iklim setempat. Pengolahan tanah konservasi relatif tidak merusak tanah karena dilakukan sesedikit mungkin tergantung pada kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Adanya mulsa dapat melindungi tanah dari tumbukan butiran hujan, sehingga dapat mengendalikan aliran permukaan dan erosi (Mannering dan Fenster, 1983). Efektivitas sistem olah tanah konservasi dalam konservasi tanah dan air tergantung pada topografi, kepekaan tanah terhadap erosi, lingkungan setempat (misalnya iklim), dan pengaruhnya terhadap kondisi permukaan tanah yang dihasilkan, seperti kekasaran permukaan tanah dan guludan-guludan kecil yang terbentuk, sisa tanaman atau gulma yang terbenam serta persentase penutupan permukaan tanah oleh tanaman dan sisa tanaman (Sinukaban, 1989). Pola tanam dua kali panen dan sekali reklamasi dengan tanaman penutup tanah (rotasi tanaman dengan penutup tanah) yang hijauannya dikembalikan ke bidang olah merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk lahan kering Ultisol (Wigena et al., 1994). Rotasi tanaman dengan penutup tanah dari jenis kacang-kacangan dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Guna meningkatkan ketersediaan bahan untuk mulsa dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus diversifikasi tanaman dan meningkatkan pendapatan petani, olah tanah konservasi dapat dikombinasikan dengan pola usaha tani campuran (multiple cropping). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penanaman yang intensif dengan pola rotasi dan sistem olah tanah konservasi dapat mengendalikan kerusakan tanah (Bowman et al., 1999; Schomberg dan Jones, 1999; Vyn et al., 2000). Sistem tersebut sekaligus dapat mengendalikan erosi dan meningkatkan hasil tanaman (Sutrisno dan Nurida, 1995; Hussain et al., 1999). Sistem olah tanah konservasi belum banyak diterapkan dan informasi yang tersedia untuk lahan kering di Jambi relatif terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari sistem olah tanah dan pola tanam yang sesuai dengan
112
kondisi tanah dan iklim di Jambi serta pengaruhnya terhadap hasil jagung dan kacang tanah pada Ultisol. BAHAN DAN METODA Penelitian dilaksanakan pada tanah Ultisol di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi di Mendalo (kemiringan lereng 11%) dari bulan Januari sampai Juli 2001. Sebelum perlakuan, tanah lapisan atas mempunyai tekstur lempung berdebu, BV 1,29 g cm-3, porositas 49,80% dengan C-organik 2,35%. Percobaan ini menggunakan rancangan splitsplit plot dalam pola acak kelompok dengan tiga ulangan (kelompok). Petak utama adalah tanpa rotasi (C0) dan rotasi dengan penutup tanah (C1), anak petak adalah tanpa olah tanah (O0), olah tanah minimum (O1) dan olah tanah konvensional (O2), sementara anak-anak petak adalah monokultur jagung (M) dan tumpangsari jagung-kacang tanah (Ts). Penanaman penutup tanah (C1) dilakukan 4 bulan sebelum tanaman utama dan hijauannya digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan olah tanah konservasi. Pada perlakuan C0 lahan dibiarkan ditumbuhi alang-alang atau semak belukar. Pada perlakuan O0 tanah diolah hanya sekedar membuat lubang tanam dan pada O1 tanah diolah dengan pencangkulan satu kali, masing-masing menggunakan mulsa, sedangkan pada olah tanah konvensional (O2) tidak digunakan mulsa. Penanaman jagung dan kacang tanah secara tugal dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm untuk jagung dan 25 cm x 25 cm untuk kacang tanah. Pupuk diberikan secara tugal sesuai dengan kebutuhan tanaman, yaitu 200 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl per hektar untuk jagung, dan 50 kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl per hektar untuk kacang tanah. Data yang dihimpun meliputi BV, TRP, pori drainase cepat dan pori air tersedia, kandungan C-organik dan N-total tanah serta hasil panen. Data dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf α = 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot isi dan total ruang pori tanah Bobot isi (BV) dan total ruang pori (TRP) tanah penting artinya dalam penilaian kepadatan atau kesarangan tanah. Pada umumnya perkembangan akar tanaman mulai terganggu bila BV tanah > 1,2 g cm-3. Untuk mendapatkan media perakaran yang baik diperlukan pengolahan tanah.
Arsyad A. R.: Olah Tanah Konservasi dan Pola Tanam.
Pengaruh masing-masing sistem olah tanah dan pola tanam terhadap BV dan TRP tanah disajikan pada Tabel 1, sedangkan pengaruhnya terhadap pori aerase atau drainase cepat dan pori air tersedia disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 menunjukkan bahwa BV dan TRP tanah tidak berbeda nyata antar perlakuan sistem olah tanah dan pola tanam. Hal ini disebabkan kandungan bahan organik tanah (Corganik) yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 3) dan diduga akibat perbedaan waktu penanaman penutup tanah dan perlakuan lainnya yang hanya 4 bulan. Perbaikan sifat fisika tanah relatif sulit dan umumnya membutuhkan waktu yang lama kecuali dengan pemberian bahan organik dalam jumlah besar. Nilai BV paling tinggi dan TRP paling rendah diperoleh pada kombinasi perlakuan tanpa rotasi dengan penutup tanah dan olah tanah konvensional dengan pertanaman monokultur jagung (C0O2M). Nilai BV dan TRP tanah pada kombinasi perlakuan tersebut berbeda nyata dengan BV dan TRP yang paling rendah yaitu pada kombinasi perlakuan tanpa rotasi dengan penutup tanah dan olah tanah minimum dengan pertanaman tumpangsari jagung-kacang tanah (C0O1Ts). Hal ini disebabkan pada olah tanah minimum kerusakan tanah akibat pengolahan tanah dan tumbukan butir hujan lebih kecil karena adanya mulsa dan sistem tumpangsari dengan populasi tanaman lebih banyak, sehingga memberikan perlindungan lebih baik terhadap tanah. Pengolahan tanah intensif menyebabkan tanah menjadi gembur untuk sementara waktu, tetapi karena tanpa mulsa maka tanah mudah mengalami pemadatan akibat rusaknya struktur atau agregat tanah dan terjadinya penyumbatan pori oleh partikel tanah. Tabel 1 menunjukkan bahwa BV tanah pada sistem olah tanah minimum (1,29 g cm-3) tidak berbeda dengan BV sebelum perlakuan (1,29 g cm3 ) dan lebih kecil dibandingkan dengan BV tanah yang diolah intensif (1,38 g cm-3) maupun tanpa olah tanah (1,37 g cm-3). Hal ini berarti bahwa tanpa olah tanah menyebabkan BV tanah meningkat, karena tanah semakin padat; sedangkan pengolahan tanah intensif menyebabkan tanah gembur sementara dan tanpa mulsa menyebabkan tanah mudah mengalami pemadatan akibat rusaknya struktur tanah dan terjadinya penyumbatan pori. Hal ini berarti pengolahan tanah satu kali pencangkulan disertai mulsa di permukaan tanah (sistem olah minimum) dapat memelihara kondisi fisik tanah. Pori aerase dan pori air tersedia Total ruang pori menunjukkan jumlah semua pori yang ada di dalam tanah. Dalam hubungannya
dengan tanaman terdapat dua macam pori tanah yang penting yaitu pori aerase dan pori air tersedia. Pengolahan tanah dan sistem pertanaman dapat mempengaruhi distribusi pori tersebut di dalam tanah. Tabel 2 menunjukan, bahwa pada tanah dengan kombinasi perlakuan olah tanah minimum dan pertanaman tumpangasari (C0O1Ts) pori aerase tanah nyata lebih besar dibandingkan dengan kombinasi perlakuan olah tanah konvensional dan pertanaman monokultur (C0O2M) maupun pertanian tumpangsari (C0O2Ts). Hal ini disebabkan dengan olah tanah minimum kerusakan agregat tanah lebih sedikit, dan adanya mulsa dapat melindungi permukaan tanah dan tanaman lebih baik, sesuai dengan data pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa perlakuan olah tanah minimum dan sistem tumpangsari menghasilkan BV lebih rendah dan TRP lebih tinggi. Variabel tersebut menunjukkan bahwa kondisi tanah lebih sarang, sehingga pori aerase juga lebih banyak. Pori air tersedia nyata lebih kecil pada tanah yang diolah intensif dibandingkan dengan tanpa olah tanah, tetapi tidak berbeda nyata dengan olah tanah minimum; kombinasinya dengan sistem pertanaman tidak nyata mempengaruhi pori air tersedia. Kandungan bahan organik dan N-total tanah Tabel 3 menunjukkan bawa C-organik dan Ntotal tanah dengan kombinasi perlakuan tanpa olah tanah dan sistem tumpangsari (C0O0Ts, C1O0Ts) nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan olah tanah minimum dan pertanaman monokultur (C1O1M, C1O1Ts). Terlihat bahwa C-organik dan N-total tanah tanpa diolah lebih besar dibandingkan dengan tanah yang diolah secara intensif maupun minimum. Kondisi ini dikarenakan pada tanah yang diolah, dekomposisi bahan organik berjalan lebih cepat akibat perubahan aerase tanah dibandingkan dengan tanah yang tidak diolah. Bila dibandingkan dengan kandungan Corganik dan N-total tanah sebelum perlakuan yang masing-masing 2,5 dan 0,6%, pengolahan tanah konservasi (tanpa olah tanah) dengan sistem pertanaman tumpangsari dapat memelihara kandungan C-organik dan N-total tanah dibandingkan dengan olah tanah konvensional. Hal ini disebabkan pada sistem olah tanah konservasi tidak terjadi peningkatan aerase tanah yang dapat meningkatkan proses dekomposisi bahan organik. Kemudian, tanaman kacang tanah sebagai leguminosa dapat menyumbangkan nitrogen ke dalam tanah melalui fiksasi nitrogen bebas oleh bakteri Rhizobium yang terdapat pada bintil akar.
113
Jurnal Agronomi 8(2): 111-116
Tabel 1. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap BV dan TRP tanah Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo. Perlakuan O0 O1 O2 Rata-rata O0 O1 O2 Rata-rata
M C0
Ts C1
-3
C0
Rata-rata
C1
BV (g cm ) 1,40 ab 1,36 ab 1,39 ab 1,30 ab 1,21 b 1,33 ab 1,40 ab 1,39 ab 1,28 b 1,37 x (M) 1,33 x (Ts) TRP (%) 48,36abc 45,41 bc 47,00 bc 46,05 bc 48,23 abc 50,13 ab 52,85 a 48,72 abc 44,03 c 45,92 bc 46,21 bc 50,54 ab 47,01 x (M) 48,56 x (Ts) 1,33 ab 1,33 ab 1,45 a
1,37 p 1,29 p 1,38 p
46,70 p 49,98 p 46,69 p
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Tabel 2. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap pori aerase dan pori air tersedia tanah Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo. Perlakuan O0 O1 O2 Rata-rata O0 O1 O2 Rata-rata
M
Ts C1 C0 C1 Pori aerase (%) 7,67 d 8,95 cd 9,36 cd 8,13 cd 11,57 bcd 12,67 abcd 16,45 a 12,17 abcd 9,14 cd 12,88 abc 9,40 cd 15,19 ab 10,48 x (M) 11,78 x (Ts) Pori air tersedia (%) 19,40 a 13,70 a 18,25 a 16,65 a 17,67 a 15,95 a 11,87 a 15,95 a 12,98 a 12,24 a 13,93 a 13,99 a 15,32 x (M) 15,11 x (Ts) C0
Rata-rata 8,53 p 13,21 p 11,65 p
17,00 p 15,36 pq 13,28 q
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Tabel 3. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap C-organik dan N-toal tanah Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo. Perlakuan
M C0
O0 O1 O2 Rata-rata N-total (%) O0 O1 O2 Rata-rata
2,38 ab 2,37 ab 1,90 ab
Rata-rata
Ts C1 C0 C-organik (%) 2,30 ab 2,61 a 1,48 b 2,22 ab 1,96 ab 1,74 ab
C1 2,10 ab 1,66 ab 2,01 ab
2,35 p 1,94 p 1,90 p
2,07 (M)
2,05 (Ts)
0,19 ab 0,16 ab 0,16 ab 0,15 bc 0,15 bc 0,14 bc 0,16 x (M)
0,16 bc 0,21 a 0,15 bc 0,11 c 0,14 bc 0,15 bc 0,15 x (Ts)
0,18 p 0,14 p 0,14 p
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
114
Arsyad A. R.: Olah Tanah Konservasi dan Pola Tanam.
Tabel 4. Pengaruh sistem olah tanah dan pola tanam terhadap hasil panen pada Ultisol Kebun Percobaan UNJA Mendalo. Perlakuan
M
Ts C1 C0 C1 Jagung (kg per petak) 4,39 c 7,10 a 6,33 ab 5,90 abc 6,45 ab 6,44 ab 5,84 abc 6,36 ab 5,55 abc 6,54 ab 5,06 bc 5,94 abc 6,08 x (M) 5,91 x (Ts) Kacang tanah (kg per petak) 3,73 3,70 3,37 3,98 3,60 3,83 3,70
Rata-rata
C0
O0 O1 O2 Rata-rata O0 O1 O2 Rata-rata
5,93 p 6,27 p 5,77 p
3,71 3,68 3,71
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Selain itu, adanya mulsa dapat melindungi permukaan tanah, sehinga terhindar dari kerusakan akibat tumbukan butiran air hujan, aliran permukaan maupun erosi. Mulsa juga merupakan sumber bahan organik dan berperanan penting dalam mengurangi laju dekomposisi bahan organik tanah, karena mulsa dapat menurunkan suhu tanah sebesar 11, 7 dan 5 oC pada kedalaman 5, 10 dan 12 cm. Menurunnya suhu tanah dapat memperlambat dekomposisi bahan organik, sehingga tidak cepat berkurang di dalam tanah.
tanaman, menaikkan hasil panen dan total sisa tanaman (karena ada dua jenis tanaman), meningkatkan efisiensi penggunaan lahan yang berarti meningkatkan penutupan permukaan tanah oleh tanaman. Tingginya penutupan permukaan tanah oleh tanaman berarti meningkatkan perlindungan tanah dari kerusakan, baik oleh erosi maupun kehilangan bahan organik dan unsur hara.
Hasil panen Hasil panen sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman. Pada umumnya, semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman, akan semakin baik pula pertumbuhan generatifnya, yang dinilai dari hasil penen. Sebagaimana diketahui, selain faktor iklim, pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan sifat kimia tanah. Perbaikan sifat fisika tanah relatif lebih sulit dan memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan perbaikan sifat kimia. Tindakan mengolah tanah dapat memperbaiki sifat fisika tanah yang pada gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena perubahan sifat fisika tanah dalam penelitian ini relatif tidak nyata, maka hasil panenpun tidak berbeda nyata antar perlakuan olah tanah dan pola tanam (Tabel 4). Tabel 4 juga menunjukkan bahwa hasil panen jagung pada pertanaman monokultur tidak berbeda nyata dengan pertanaman tumpangsari. Hal ini berarti tanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan tanaman jagung tidak menganggu pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Dengan demikian, pertanaman tumpangsari mempunyai beberapa keuntungan, antara lain diversifikasi
Sistem olah tanah konservasi (no tillage, minimum tillage) dengan pertanaman tumpangsari maupun monokultur dapat mengendalikan penurunan kualitas sifat fisika tanah dan hasil panen. Namun, minimum tillage dengan sistem tumpangsari relatif lebih baik. Kacang tanah pada pertanaman jagung (tumpangsari jagung-kacang tanah) tidak mengganggu pertumbuhan dan hasil hasil tanaman jagung. Untuk mengetahui sistem olah tanah konservasi yang paling sesuai dengan kondisi tanah dan pola tanam yang lebih baik dalam rangka konservasi tanah, sebaiknya dilakukan penelitian dalam beberapa musim tanam.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Bowman, R. A., M. F. Figil, D. C. Nielsen dan R. L. Anderson. 1999. Soil organic matter changes in intensively cropped dryland systems. Soil Science Society of America Journal 63: 186-191.
115
Jurnal Agronomi 8(2): 111-116
Hussain, I. K., R. Olson dan S. A. Ebelhar. 1999. Longterm tillage effects on soil chemical properties and organic matter fraction. Soil Science Society of America Journal 63: 1335-1341. Mannering, J. P. dan C. R. Fenster. 1983. What conservation tillage is? Journal of Soil and Water Conservation 38: 140-143. Notohadiprawiro, T. 1999. Memanfaatkan Tanah Selaras dengan Alam, Prosiding Kongres Nasional VII HITI di Bandung, tanggal 2 - 4 November 1999, Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Schomberg, H. H. dan O. R. Jones. 1999. Carbon and nitrogen conservation in dryland tillage and cropping systems. Soil Science Society of America Journal 63: 1359-1366. Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. P. T. INDECO Duta Utama BCEOM, Jakarta.
116
Sutrisno, N. dan L. N. Nurida. 1995. Penanganan Perladangan Berpindah melalui Usaha tani Konservasi, Kongres Nasional VI Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, tanggal 12 - 15 Desember 1995 di Jakarta, Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Vyn, T. J., J. G. Faber, K. J. Janovicj dan E. G. Beauchamp. 2000. Cover crop effects on nitrogen availability to corn following wheat. Agronomy Journal 92: 915-924. Wigena, I. G. P., W. Sugeng dan P. Joko. 1994. Kendala dan Kemungkinan Pemecahannya dalam Mempertahankan dan Meningkatkan Kesuburan Lahan Kering Marginal, pp. 9-24. Prosiding Seminar Penanganan Lahan Kering Marginal melalui Pola Usaha tani Terpadu tanggal 2 Juli 1994 di Jambi, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian Depertemen Pertanian.