HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan pada Tabel 5. Adapun deskripsi profil tanah masingmasing pedon disa jikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Pedon AM1. Susunan horison pedon ini terdiri dari horison Ap yang sangat tipis (10 cm), dan horison Bt pada kedalaman 10 cm sampai 130 c m, serta horison peralihan BC pada kedalaman 130-200 cm. Hasil pengamatan terhadap warna tanah menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap) memiliki
warna
kelabu
kecoklatan
(10YR 5/1), sama dengan warna horison Bt bagian atas. Sedangkan bagian bawah Bt, berwarna kelabu sampai kelabu terang kecoklatan (10YR 6/1–6/2), warna yang sama dijumpai sampai pada horison peralihan BC. Dapat dikatakan bahwa, warna horison Bt dan BC pedon ini, dipengaruhi oleh kondisi reduksi dengan dijumpainya air tanah yang dangkal pada kedalaman kurang dari 100 cm. Karatan berwarna coklat dan merah kekuningan ditemukan pada horison permukaan sampai di bagian tengah horison Bt. Hal tersebut menunjukkan adanya kondisi oksidasi dan reduksi pada bagian pedon tersebut, didukung oleh penggunaan lahannya sebagai sawah tadah hujan. Perbedaan warna yang tidak menonjol antara horison permukaan dan bagian atas horison Bt membuat batas horison terlihat berangsur, sedangkan batas horison jelas terlihat pada keseluruhan horison Bt. Adapun tekstur pada horison permukaan adalah lempung berliat (CL) dan pada horison Bt adalah liat (C), sedangkan tekstur pada horison peralihan adalah liat berdebu (SiC). Perubahan tekstur tanah yang jelas terlihat antara horison permukaan dan horison Bt.
Tabel 5.
Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat.
Horison Kedalaman (Cm)
Warna (lembab)
Tekstur
Karatan
Struktur
Batas Selaput liat
Kerapatan Lindak (cc/g)
Pasir
Debu
Tekstur (%) Liat Kasar Liat Halus
Liat Total
Liat halus / liat total
Kelas Tekstur
AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap 0-10 10YR5/1
CL
2.5YR4/6, m f bs
2 m sbk
-
1.15
38.45
31,83
3,39
26.33
29.72
0.89 Lempung berliat
Bt1 Bt2
10-30 30-55
10YR5/1 10YR6/1
C C
5YR 5/8, m f bs 7.5YR5/8, m f bs
2 m/c abk cs 2 m abk cs
ada
1.31 0.94
29,73 22,75
27,58 31,25
9,41 4,17
33.18 41.83
42.69 46.00
0.78 0.91
Liat Liat
Bt3 Btg
55-95 95-130
10YR6/2 10YR6/2
C C
7.5YR5/6, m f bs -
2m/c abk 2m/c abk
cs gs
ada ada
1.31 1.04
25,38 11,22
23,65 35,90
4,09 11,91
46.88 40.97
50.97 52.88
0.92 0.77
Liat Liat
BCg
130-200
10YR6/2
SiC
-
2m/c abk
-
ada
0.88
2,47
42,70
14,46
40.37
54.83
0.74
Liat berdebu
gs
gs
AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik) Ap
0-18
10YR5/4
SiC
-
2 f sbk
-
1.32
10,09
44,12
14,66
31.13
45.79
0.68
Liat berdebu
BA Bt1 Bt2
18-37 37-65 65-103
10YR5/8 7.5YR5/8 10YR5/8
C C C
5YR5/6, m f bs
2 f/m sbk cs 2 m sbk cs 2 m/c sbk cs
ada ada
1.14 1.32 1.51
9,56 7,25 10.83
37,85 38,74 30,34
16,28 13,61 13.38
36.31 40.00 45.45
52.59 54.01 58.82
0.69 0.74 0.77
Liat Liat Liat
Bt3 BC
103-130 130-200
10YR5/6 10YR5/6
C C
10Y2/1, m m bs 1 f/m sbk cs 2,5YR4/8, m m bs 2 f /m sbk cs
ada ada
1.30 1.24
8,30 3,91
28,75 47,30
21,44 16,15
41.51 32.64
62.91 48.79
0.66 0.67
Liat Liat berdebu
-
1.19 0.92
10.58 3,53
47,59 44,12
15,39 16,39
20.44 35.65
40.83 52.04
0.50 0.69
Liat berdebu Liat berdebu
AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap Bt1
0-15 15-30
10YR4/6 10YR4/6
C C
-
1 f sbk 1/2 f/m sbk
Bt2 Bt3
30-50 50-85
10YR5/2 10YR5/2
C C
5YR5/8 5YR5/8
1 m sbk 2 m sbk
ada ada
1.16 1.20
8.75 6.16
40.35 38.33
15.73 16.09
35.17 39.42
50.90 55.51
0.69 0.71
Liat berdebu Liat berdebu
Btg1 Btg2 BC
85-115 115-135 135-200
10YR5/1 10YR5/1 10YR4/1
C C C
2.5YR3/6 7.5YR5/8 -
2 m sbk 2 m sbk 2 m sbk
ada ada ada
1.14 1.20 0.88
11.24 9.12 3,53
38.11 34.43 47,44
18.23 19.89 18,43
32.42 36.56 27.93
50.65 56.45 46.36
0.64 0.65 0.60
Liat berdebu Liat Liat berdebu
Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, SiC=liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
41
Adapun struktur tanah horison Bt adalah gumpal bersudut dengan konsi stensi teguh, sebaliknya struktur gembur dijumpai pada horison Ap yang berada di atasnya. Nilai kerapatan lindak horison Ap adalah relatif lebih rendah dibandingkan dengan kerapatan lindak horison Bt (bagian tengah sampai bawah) dan menurun pada horison BC. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat terutama kandungan liat halus pada horison Bt tersebut. Pedon AM2. Pedon dengan regim kelembaban tanah perudik ini tersusun oleh horison permukaan (Ap) dengan ketebalan 18 cm, yang diikuti dengan horison peralihan BA sampai kedalaman 37 cm. Horison Bt dijumpai dari 37 cm sampai pada kedalaman 130 cm, serta horison peralihan BC dijumpai pada kedalaman 130-200 cm. Peralihan horison terjadi secara berangsur dan rata pada horison Ap ke horison BA, kemudian secara nyata dan rata pada horison Bt dan BC. Warna coklat kekuningan (10YR 5/4) terlihat pada horison Ap, dan warna coklat (7,5YR 5/8) sampai coklat kekuningan 10YR 5/6-5/8 dijumpai pada seluruh bagian horison Bt maupun horison BC di bawahnya. Warna tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oksidatif pedon ini di mana air tanah tidak dijumpai sampai kedalaman pengamatan (200 c m). Namun demikian, karatan besi dan mangan, dijumpai pada bagian bawah pedon yang berkembang dari batuliat ini. Hal ini diduga bahwa pada bagian bawah pedon, ada saat, dimana air tertahan dan menjenuhi bagian-bagian tanahnya sehingga, terjadi kondisi reduktif, dan pada saat adanya udara, dapat memungkinkan terjadi oksidasi terhadap besi dan mangan. Tekstur dijumpai berbeda pada setiap horison. Pada horison Ap liat berdebu (SiC) dan pada Bt liat (C), sedangkan pada horison BC adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat dengan ukuran halus sampai medium terjadi pada seluruh horison, dengan tingkat perkembangannya sedang. Adapun konsistensi gembur dijumpai pada horison Ap, dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt dan BC. Nilai kerapatan lindak horison Bt meningkat pada bagian tengah horison, dan relatif lebih
43
tinggi dari horison Ap. Sedangkan pada bagian atas dan bawah horison Bt cenderung lebih rendah dibanding dengan kerapatan lindak horison Ap. Pedon AM3. Susunan horison pedon ini adalah horison Ap yang ber warna coklat kekuningan (10YR 4/6) dengan ketebalan 15 cm, dan di bawahnya diikuti langsung oleh horison Bt sampai kedalaman 135 cm, yang bagian atasnya memiliki warna masih sama dengan horison Ap. Warna coklat kelabu sampai kelabu (10YR 5/1–5/2) dijumpai pada bagian tengah Bt sampai pada horison BCg. Warna horison Bt mendukung keadaan reduksi, dimana terdapat air tanah agak dangkal, yakni kurang dari 150 cm. Kondisi akuik jelas terlihat dengan adanya warna tanah berkroma rendah, ≤ 2 dan value yang tinggi ≥ 4. Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu mulai horison Ap sampai pada bagian tengah Bt, dan liat pada bagian bawah horison Bt sampai dengan horison BCg. Struktur pada horison Ap adalah gumpal membulat berukuran halus, dengan perkembangan yang sedang. Struktur yang sama terdapat pada horison Bt maupun horison-horison BCg, namun ukuran lebih besar (medium) daripada struktur horison permukaan. Konsistensi gembur pada horison Ap dan teguh sampai sangat teguh di horison Bt dan BCg yang masif. Nilai kerapatan lindak pedon ini cenderung hampir sama dengan pedon AM1 di mana pada bagian atas Bt cenderung lebih rendah dari horison atas. Nilai kerapatan lindak terlihat meningkat pada bagian tengah horison Bt, dan cenderung menurun tidak teratur pada bagian bawah horison Bt sampai BCg. Dapat dikatakan bahwa pedon AM1 dan AM3 sama-sama memiliki regim kelembaban akuik, karena pada kedua pedon tersebut terdapat sifat morfologi yang sesuai dengan sifat akuik. Perbedaan terlihat pada penyebaran kroma yang rendah berbeda, pada pedon AM1 berada di bagian atas, sedangkan pada AM3 terjadi pada bagian bawah solum. Hal tersebut menunjukkan penyebaran zona reduksi terjadi pada kedalaman yang berbeda. Dibandingkan dengan pedon AM2 , maka pedon AM1 dan
44
AM3 jelas lebih tereduksi, karena ditunjukkan oleh adanya air tanah yang dangkal, serta terlihat dari warna tanahnya. Perbedaan tekstur antara horison permukaan (Ap) dan horison Bt pada semua pedon pewakil berbahan induk batuliat ini, bukan merupakan perbedaan bahan (lithologic discontinuity). Hal tersebut didukung oleh hasil analisis mineralogi, baik mineral fraksi pasir (total) maupun mineral liat (dibahas kemudian) yang, membuktikan bahwa terjadi kesamaan jenis mineral yang menyusun tanah, baik horison Bt maupun Ap di atasnya. Peningkatan kerapatan lindak pada bagian tengah horison Bt terlihat pada ketiga pedon pewakil berbahan induk batuliat. Peningkatan tersebut seiring dengan terjadinya peningkatan liat, terutama kandungan liat halus pada horison Bt. Pada tanah yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3), nilai kerapatan lindak relatif lebih rendah, dibandingkan dengan pada tanah yang memiliki regim kelembaban perudik (AM2). Dengan demikian perbedaan regim kelembaban tanah pada pedonpedon yang berkembang dari bahan induk batuliat ini berpengaruh terhadap beberapa sifat tanah. Perbedaan tersebut terutama pada warna tanah dan kerapatan lindak, baik pada horison Bt maupun horison lainnya.
Pedon Berbahan Induk Batukapur Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon berbahan induk batukapur disajikan pada Tabel 6. Adapun deskripsi pedon-pedon pewakil diuraikan pada Lampiran 4, 5, dan 6. Pedon AM4. Pedon ini tersusun dari horison permukaan (A) dengan ketebalan agak tipis yaitu 15 cm, yang diikuti oleh horison peralihan AB sampai kedalaman 31 c m,
45
Tabel 6.
Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur.
Horison Kedalaman (Cm)
Warna
Tekstur
Karatan
Struktur Batas Selaput
(lembab)
liat
Tekstur (%)
Kerapatan Lindak (cc/g)
Pasir
Debu Liat Kasar
Liat halus
Liat Halus
Liat Total / liat total
Kelas
Kelas Ukuran
Tekstur
Butir
AM4 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik) A
0-15
10YR4/4
C
-
1 f/m sbk gs
-
0,97
13,6
22,3
11,94
52,1
64,1
0,81
Liat
Sangat Halus
AB
15-31
10YR5/4
C
7.5YR5/8, f f bs
1 f/m sbk cs
-
1,03
8,6
29,24
12,83
49,3
62,2
0,79
Liat
Sangat Halus
Bt1 Bt2
31-45 45-66
10YR4/6 10YR5/4
C C
5 YR 5/8, m f bs 2 m/c sbk cs 5 YR 5/8, m s bs 2 m/c sbk cs
ada ada
1,06 1,23
8,0 4,3
18,0 16,3
7,8 9,3
65,2 70,0
73,0 79,3
0,89 0,88
Liat Liat
Sangat Halus Sangat Halus
Bt3
66-130
10YR7/2
C
7.5YR 6/8, m s bs 2 m/c abk cs
ada
1,25
5,4
19,7
11,0
64,0
75,0
0,85
Liat
Sangat Halus
BC
130-200
10YR7/2
C
7,5YR5/8, f f/m bs 2 m/c abk -
-
1,00
5,3
19,3
11.8
63,6
74,0
0,86
Liat
Sangat Halus
AM5 Dystric Fluventic Dystrudept (perudik) A
0-16
10YR3/2
C
-
1 f/m sbk cs
-
1,32
8,8
29,7
4,3
57,3
61,5
0,93
Liat
Sangat Halus
Bt1
16-38
10YR4/6
C
7.5YR5/8, m f bs
2 m/c sbk cs
ada
1,25
5,91
21,1
8,8
64,3
73,0
0,88
Liat
Sangat Halus
Bt2 Bt3
38-86 86-122
10YR5/4 10YR5/2
C C
5 YR 5/8, m f bs 5 YR 5/8, m f bs
2 m/c sbk cs 2 m/c sbk cs
ada ada
1,18 0,91
4,52 0,52
28,8 21,7
6,1 4,2
60,6 73,6
66,7 77,8
0,91 0,95
Liat Liat
Sangat Halus Sangat Halus
BC
122-200
2.5Y6/4
C
2 m/c sbk cs
-
0,91
0,7
31,4
17,9
50,0
67,9
0,74
Liat
Sangat Halus
-
1,00 1,50
4,6 7,1
39,9 26,1
8,1 5,5
47,5 61,4
55,5 66,8
0,85 0,92
Liat Liat
Halus Sangat halus
AM6 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap Bt1
0-18 18-50
10YR3/2 2.5Y4/0
C C
1 f/m sbk 2.5YR 4/6, m f bs 1 m sbk
Bt2
50-77
2.5Y6/0
C
5 YR 5/8, m f bs
2 f/m sbk
ada
0,99
6,5
23,7
8,9
61,0
69,9
0,87
Liat
Sangat halus
Bt3
77-107
2.5Y5/0
C
10R 4/8, m f bs
2 m sbk
ada
1,01
8,9
26,2
8,2
56,8
64,9
0,87
Liat
Sangat halus
Bt4 BC
107-136 136-200
2.5Y5/0 2.5Y5/0
C C
10R 4/8, m f bs -
2 m sbk -
ada -
1,02 0,97
5,5 6,8
29,7 19,0
6,0 7,4
58,9 66,8
64,8 74,2
0,91 0,92
Liat Liat
Sangat halus Sangat halus
Keterangan : C=liat; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; abk=gumpal bersudut, sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata.
46
dan horison Bt dari 31 cm sampai 130 cm, serta horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna horison permukaan adalah coklat gelap kekuningan (10YR 4/4), sedangkan warna horison Bt adalah coklat kekuningan sampai coklat gelap kekuningan 10YR 4-5/4-6. Warna kelabu terang (10YR 7/2) dijumpai pada bagian bawah horison Bt sampai horison BC. Warna terseb ut tidak diiringi oleh adanya kondisi reduktif maupun air tanah dangkal, sehingga disimpulkan warna tersebut lebih dipengaruhi oleh warna bahan induk batukapur. Adanya sejumlah karatan pada keseluruhan horison Bt dan BC , menunjukkan bahwa ada saat dimana air pernah tertahan pada bagian horison tersebut. Tekstur tanah pada seluruh horison yang
berkembang dari bahan induk
batukapur ini adalah liat (C). Struktur gumpal membulat terdapat dari horison A sampai pada BC. Horison permukaan memiliki konsistensi gembur, sedangkan horison Bt dan BC berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Nilai kerapatan lindak cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman horison Bt, dan menurun pada horison BC. Pedon AM5. Pedon ini terdiri dari horison permukaan A yang agak tipis (16 cm), dan Bt yang berada langsung di bawahnya, sampai kedalaman 122 cm dan horison peralihan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna coklat kelabu (10YR 4-5/2-6) dijumpai pada horison Bt, coklat sangat gelap keabuan (10YR 3/2) pada horison permukaan, dan
coklat terang kekuningan (2,5Y 6/4) pada horison BC. Hal tersebut
menunjukkan bahwa horison Bt dan horison di atasnya lebih bersifat oksidatif, sedangkan bagian bawahnya bersifat reduktif. Dijumpai karatan terutama pada horison Bt. Namun sama halnya dengan pedon AM4, pada pedon ini tidak dijumpai air tanah yang dangkal, sehingga rendahnya kroma dan atau warna tanah pucat cenderung lebih disebabkan oleh pengaruh dari warna bahan induk batukapur.
47
Tekstur masing-masing horison adalah liat (C). Struktur tanah horison permukaan gumpal membulat
dengan ukuran sedang sampai kasar dengan
konsistensi gembur. Struktur yang sama juga dijumpai pada horison Bt dan BC, tetapi konsistensinya teguh. Pada
pedon
ini
nilai
kerapatan
lindak cenderung
menurun
dengan
meningkatnya kedalaman. Adanya rekahan-rekahan yang cukup besar sampai kedalaman 100 cm, tapi secara morfologi tidak terlihat adanya struktur baji pada pedon ini. Hal ini menandakan bahwa pedon ini belum memenuhi kriteria sifat vertik. Pedon AM6. Susunan horisonnya terdiri dari Ap dengan ketebalan 18 cm, horison Bt langsung di bawahnya sampai pada kedalaman 136 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Warna horison Ap adalah coklat kelabu sangat gelap (10YR3/2), sedangkan keseluruhan horison Bt berwarna kelabu (2,5YR 5/0) dengan kroma sangat rendah dan value tinggi, yang menunjukkan ciri-ciri kondisi akuik. Hal ini didukung oleh adanya air tanah dangkal (77 cm) sehingga dikategorikan memiliki regim kelembaban tanah akuik. Karatan merah kekuningan dijumpai pula pada semua pedon yang terbentuk dari bahan induk batukapur, terutama pada horison Bt. Hal ini menunjukkan bahwa pada horison tersebut cenderung terjadi kondisi basah dan kering yang bergantian, atau ada kondisi di mana air sempat tertahan. Demikian pula antara Bt dan horison atasnya terdapat kecenderungan yang sama, yakni horison permukaan memiliki konsistensi gembur, dan horison Bt ke bawah berkonsistensi teguh dan sangat teguh. Tekstur tanah pada keseluruhan horison adalah liat (C). Pada pedon yang memiliki regim kelembaban akuik ini mempunyai nilai kerapatan lindak yang tinggi, yang dijumpai di bagian atas horison Bt. Penggunaan tanah pedon ini adalah disawahkan, sehingga dijumpai lapisan yang padat dan keras, yang mungkin sebagai lapisan ta pak bajak, selain merupakan horison penimbunan liat. Perbedaan yang terlihat menonjol antara AM4 dan AM5, dan pedon AM6 adalah horison Bt pedon AM6
48
terdapat kroma rendah (yakni 0), sedangkan pada AM4 dan AM5 memiliki kroma 2-6. Hal tersebut menunjukkan pengaruh regim kelembaban tanah terhadap warna tanah. Kondisi akuik cenderung memiliki warna tanah yang pucat dibanding kondisi perudik.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil disajikan pada Tabel 7. Sedangkan deskripsi profil diuraikan dalam Lampiran 7 dan 8. Pedon AM7. Pedon ini tersusun oleh horison A yang agak tipis (19 cm), horison Bt dari 19 cm sampai kedalaman 105 cm, dan horison BC sampai kedalaman 130 cm. Horison C dijumpai sampai kedalaman 200 cm. Warna tanah horison A adalah coklat kemerahan (5YR 3/2). Horison Bt bervariasi dari coklat kemerahan (2,5YR4/4) sampai coklat gelap (7,5YR 4-6/2-4). Sedangkan horison BC dan C warnanya sama, adalah Kelabu-merah muda (7,5YR 6/2). Karatan dijumpai pada bagian tengah horison Bt sampai bagian bawah. Adapun tekstur horison permukaan adalah liat berdebu (SiC), horison Bt adalah liat (C), horison BC dan C adalah liat berdebu (SiC). Struktur gumpal membulat terjadi pada horison Bt maupun horison lainnya. Konsitensi gembur pada horison permukaan dan agak teguh sampai teguh pada horison Bt, serta teguh pada bagian bawah pedon ini. Kerapatan lindak horison pada pedon ini terlihat relatif yang paling rendah di antara pedon-pedon lain dalam penelitian ini. Pedon AM8. Pedon ini tersusun oleh horison Ap dengan tebal 20 cm, yang berwarna coklat gelap kemerahan (5YR 3/3), horison Bt sampai pada kedalaman 145 cm berwarna coklat kemerahan (5YR 3-4/2-4), dan horison BC sampai kedalaman 200 cm. Pada bagian tengah horison Bt dijumpai adanya mangan dalam bentuk konkresi, menunjukkan adanya pengaruh air dimana pedon ini pernah disawahkan.
49
Tabel 7.
Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Andesitik.
Horison Kedalaman (Cm)
Warna
Tekstur
Karatan
Struktur Batas Selaput liat
(lembab)
Kerapatan Lindak(g/cc)
Pasir
Debu
Tekstur (%) Liat kasar Liat halus
Rasio liat Kelas Tekstur Liat total halus/total
Kelas Ukuran Butir
AM7 - Andic Dystrudept (perudik) A
0-19
5YR3/2
C
-
2 f sbk
cs
-
0,81
3,5,
43,0
39,64
13,8
53.5
0,26
Liat berdebu
Halus
Bt1
19-47
5YR3/4
C
-
2 m sbk
gs
ada
0,90
4,9
26,5
21,12
47,5
68.6
0,69
Liat
Sangat Halus
Bt2
47-80
5YR4/4
C
7.5YR6/2, f f bs
2 m sbk
gs
ada
0,97
3,7
37,2
27,84
31,4
59.2
0,53
Liat
Halus
Bt3 Bt4
60-105 105-130
2.5YR4/4 7.5YR6/2
C SiC
7.5YR6/2, f f bs 2 m sbk gs 2.5YR4/8, m c bs 1 f/m sbk gs
ada ada
0,88 0,96
1,8 1,9
14,9 42,8
11,84 22,00
71,4 34,0
83.3 55.3
0,86 0,61
Liat Liat berdebu
Sangat Halus Halus
C
130-200
7.5YR6/2
SiC
7.5YR 5/8 dan
-
0,96
1,8
52,6
23,68
21,9
45.6
0,48
Liat berdebu
Halus
-
-
cs
10 YR 3/3 m c bs AM8 - Typic Haplohumult (perudik) Ap
0-20
5YR3/3
SiC
-
1/2 f sbk
-
1,00
6,2
48,1
15,9
29,8
45,7
0,65
Liat berdebu
Halus
Bt1
20-40
5YR4/4
C
mangan
1 f/m sbk cs
ada
1,07
5,9
38,8
19,4
35,9
55,2
0,65
Liat
Halus
Bt2 Bt3
40-65 65-90
5YR3/2 5YR4/3
C C
mangan mangan
2 f/m sbk cs 2 m sbk cs
ada ada
1,1 1,08
5,4 3,9
32,2 19,3
6,5 6,0
55,9 70,8
64,4 76,8
0,87 0,92
Liat Liat
Sangat Halus Sangat Halus
Bt4
90-110
5YR4/4
SiCL
-
2 m sbk
gs
ada
0,97
3,6
28,5
15,8
52,3
68,1
0,77
Liat
Halus
Bt5
110-145
5YR4/4
C
-
2 m sbk
ds
ada
0,91
4,7
15,1
16,5
63,7
80,2
0,79
Liat
Sangat Halus
Bt6
145-200
5YR4/4
C
-
2 m sbk
-
ada
1,07
3,2
36,6
12,3
48,2
60,2
0,80
Liat
Sangat Halus
Keterangan : C=liat, SiC=liat berdebu, SiCL=Lempung liat berdebu; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat; gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
50
Pedon ini memiliki tekstur liat berdebu (SiC) pada horison permukaan, sedangkan pada horison Bt adalah liat (C) dan lempung liat berdebu (SiCL). Struktur tanah adalah gumpal membulat, baik pada horison Bt maupun horison di atas dan bawahnya. Konsistensi gembur pada horison permukaan dan teguh pada horison Bt, sedangkan pada horison di bawah Bt memiliki konsistensi yang agak teguh. Kerapatan lindak cenderung meningkat sampai bagian tengah dan menurun di bagian bawah horison Bt. Dengan demikian walaupun kedua pedon ini memiliki bahan induk dan regim kelembaban tanah yang sama (perudik), cenderung memiliki sifat morfologi dan fisika yang hampir sama. Perbedaan terlihat bahwa pedon AM7 memiliki kerapatan lindak yang relatif rendah dibanding AM8. Demikian pula adanya konkresi mangan pada pada horison Bt, dikarenakan bahwa tanah tersebut adalah lahan bekas sawah.
Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Data sifat morfologi dan fisika tanah pedon pewakil berbahan induk Volkanikdasitik disajikan pada Tabel 8. Adapun deskripsi profil disajikan pada Lampiran 9 dan 10. Pedon AM9. Susunan horison pedon ini adalah horison A dengan tebal 22 cm, Bt dari 22 cm sampai kedalaman 140 cm, dan BC sampai kedalaman 200 cm. Horison permukaan memiliki warna coklat gelap kemerahan (5YR 3/4), horison Bt coklat kemerahan sampai merah (2,5YR 3/ 6-4/6) dan horison peralihan BC merah (2,5YR4/6). Tekstur liat (C) terlihat dominan pada seluruh horison dari pedon ini. Struktur gumpal bersudut dijumpai hampir pada seluruh horisonnya. Konsistensi gembur pada horison permukaan dan agak teguh sampai sangat teguh pada horison Bt. Horison BC memiliki konsistensi yang sama, yakni sangat teguh, dengan bagian bawah horison Bt. Kenyataan ini diiringi dengan kandungan liat yang relatif tinggi. Nilai kerapatan lindak
51
Tabel 8.
Beberapa Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Horison Kedalaman (Cm)
Warna
Tekstur
Karatan
Struktur Batas Selaput
(lembab)
liat
Kerapatan
Tekstur (%)
Lindak(g/cc)
Pasir
Debu
Rasio liat
Liat kasar Liat halus
Liat total
Kelas Tekstur
halus/total
Kelas Ukuran Butir
AM9 - Fluventic Dystrudept (ustik) A
0-22
5YR4/3
C
-
2 f sbk
cs
-
0,98
15,5
28,6
12,6
43,3
55,9
0,77
Liat
Halus
AB
22-35
2.5YR3/6
C
-
2 f/m sbk gs
-
1,08
8,6
18,9
13,6
58,9
72,4
0,81
Liat
Sangat Halus
Bt1
35-57
2.5YR3/6
C
-
2 f/m sbk cs
ada
1,22
6,5
17,2
9,2
67,0
76,3
0,88
Liat
Sangat Halus
Bt2
57-80
2.5YR4/6
C
-
2 m abk
ada
1,19
4,0
11,9
9,9
74,2
84,1
0,88
Liat
Sangat Halus
gs
Bt3
80-110
2.5YR4/6
C
mangan
2 f/m abk
gs
ada
1,16
2,8
8,2
8,4
80,6
89,0
0,91
Liat
Sangat Halus
Bt4
110-140
2.5YR4/4
C
mangan
2 m abk
cs
ada
1,06
6,0
11,0
7,1
75,9
83,0
0,91
Liat
Sangat Halus
BC
140-200
2.5YR4/6
C
10YR4/6, m f/m bs 1/2 m sbk -
-
1,06
10,9
13,7
12,8
62,5
75,4
0,83
Liat
Sangat Halus
AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik) A Adir
0-12 20-Dec
5Y7/1
L
-
1 f abk
as
-
1,13
37,4
42,4
1,4
18,8
20,2
0,93
Lempung
Berlempung Halus
10YR5/6
L
-
2 f/m sbk cs
-
1,44
42,6
38,7
1,0
17,7
18,7
0,95
Lempung
Berlempung Halus
Lempung
Berlempung Halus
BMn
20-26
7.5YR2/0,5/0
L
Bt1
26-59
7.5YR2/0,5/0
CL
-
2 f/m sbk cs
-
1,53
31,7
48,2
1,1
19,1
20,2
0,95
7.5YR5/6
2 m abk
ada
1,53
24,7
41,5
6,5
27,3
33,8
0,81
ds
Lempung berliat Berlempung Halus
Bt2
59-75
2.5YR6/0
CL
-
ds
ada
1,44
21,5
43,6
8,6
26,3
34,8
0,75
Lempung berliat Berlempung Halus
Bt3
75-120
5YR5/1
CL
5YR5/8,m m/c bs
cs
ada
1,45
28,8
33,4
9,8
28,1
37,8
0,74
Lempung berliat
Halus
Bt4
120-143
5YR5/1
C
5YR5/8,m f/m bs
cs
ada
1,44
33,1
25,6
3,8
37,5
41,3
0,91
Liat
Halus
BCg1
143-168
5YR5/1
SCL
5YR5/8,m f/m bs
cs
-
1,41
58,0
8,8
3,0
30,3
33,2
0,91
Lem.liat berpasir Berlempung Halus
BCg2
168-200
5YR5/1
SCL
5YR5/8,m f/m bs
-
-
1,41
60,2
18,0
3,0
18,8
21,8
0,86
Lem.liat berpasir Berlempung Halus
Keterangan : C=liat, CL=lempung berliat, L=lempung;SCL=Lempung liat berpasir; m=banyak, f=halus, m=medium, bs=bintik berganda; sbk=gumpal membulat, abk=gumpal bersudut; as=sangat jelas dan rata, gs=berangsur rata, cs=jelas rata, ds=baur rata.
52
meningkat pada bagian tengah horison Bt dan kemudian menurun sampai ke bawah solum. Pedon AM10. Pedon ini memiliki susunan horison yang terdiri dari horison permukaan A dan Adir, dengan ketebalan 20 cm. Warna 5Y 7/1 terlihat pada horison A dan perubahan warna menonjol pada Adir yakni berwarna 10YR 5/6, di mana warna tersebut merupakan pengaruh dari adanya karatan besi. Di bawah horison A terdapat horison Bmn yang berwarna kelabu (7,5YR 5/0) dan adanya massa terkonsentrasi berwarna hitam (7,5YR 2/0) yang diidentifikasi sebagai akumulasi karatan mangan. Horison berikutnya adalah Bt dengan hue 2,57,5YR dengan kroma yang rendah dan value tinggi, sedangkan horison BCg yang masif dengan warna yang tidak berbeda dengan horison di atasnya. Pada pedon ini dijumpai air tanah yang dangkal, pada kedalaman 130 cm. Karatan besi dijumpai pada horison Bt terutama pada bagian bawahnya sampai pada kedalaman 200 cm. Pada horison BC dijumpai adanya warna glei. Tekstur horison A adalah lempung (L), horison Bt memiliki tekstur lempung berliat (CL) seiring dengan peningkatan jumlah liatnya, dan pada bagian bawah horison Bt teksturnya adalah liat (C). Horison peralihan BC memiliki tekstur lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang agak menonjol pada horison-horison tersebut, berdasarkan hasil analisis mineral liat pada fraksi pasir total dan fraksi liat, tidak terbukti oleh karena adanya perbedaan bahan sehingga dapat dikatakan tidak ada indikasi perbedaan bahan induk (lithologic discontinuity). Pedon ini memiliki struktur gumpal membulat hanya pada horison Adir dan Bmn yang sangat tipis, sedangkan pada horison lainnya memiliki struktur gumpal bersudut. Pada bagian bawah horison BC dijumpai struktur yang masif dan konsistensi sangat teguh. Keadaan struktur gumpal bersudut ini didukung oleh kerapatan lindak yang relatif lebih tinggi (Tabel 8). Pedon AM10 yang bersifat akuik ini memiliki kerapatan
53
lindaknya relatif tertinggi, baik di antara pedon pewakil berbahan volkanik, maupun terhadap pedon-pedon dari bahan induk lainnya. Hal tersebut sangat didukung oleh hasil pengamatan di lapang, bahwa pedon ini memiliki konsistensi yang teguh sampai sangat teguh, dengan struktur tanah gumpal bersudut hampir di seluruh bagian horison Bt. Perbedaan tekstur tanah terjadi sangat menonjol pada dua pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik dasitik (AM9 dan AM10). Pedon AM10 memiliki tekstur lempung (L) pada bagian atas solum atau horison Ap, sedangkan pada horison Bt adalah lempung berliat (CL), dan bagian bawah solum atau peralihan BC bertekstur lempung liat berpasir (SCL). Perbedaan tekstur yang sangat nyata ini (abrupt) tidak disertai bukti jenis mineral yang berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa komposisi mineral memang relatif sama. Dengan demikian perbedaan tekstur tersebut, bukan sebagai perbedaan bahan induk (lithology discontinuity). Bila dibandingkan dengan AM10, lokasi pedon ini tidak terlalu jauh, tetapi secara topografi kedua pedon ini terletak pada kondisi yang sangat berbeda. Pedon AM9 dijumpai di bagian atas lereng dengan regim kelembaban tanah ustik, dan AM10 terletak pada bagian bawah lereng dengan regim kelembaban tanah akuik. Sehingga perbedaan kandungan liat yang sangat menonjol antara kedua pedon ini ditunjang oleh lingkungan pembentukan yang berbeda pula. Diduga pedon AM9 lebih terlapuk daripada AM10. Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat fisik dan morfologi seluruh pedon dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan warna horison Bt ternyata berkaitan erat dengan kondisi regim kelembaban tanah. Regim kelembaban akuik cenderung memberi warna kelabu pada horison Bt dari semua jenis bahan induk. Jenis bahan induk terlihat menonjol, berpengaruh memberi warna berbeda pada horison Bt dari tanah-tanah dengan regim kelembaban perudik. Warna horison Bt pada pedon-pedon berbahan induk batuan sedimen (batuliat dan batukapur) adalah kekuningan, sedangkan pada tanah berbahan induk volkanik (baik dasitik maupun
54
andesitik) adalah kemerahan. Hal tersebut terlihat pada hue yang lebih merah pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik. Sedangkan pedon yang me miliki regim kelembaban akuik, cenderung menunjukkan warna pucat dengan pengaruh bahan induk tetap terlihat, yakni hue lebih merah pada tanah berbahan induk volkanik. Dengan demikian, jenis bahan induk yang berbeda memperlihatkan perbedaan yang menonjol. Antara lain, sifat-sifat morfologi tanah pada bahan induk batukapur yang cenderung lebih seragam dibanding sifat-sifat morfologi tanah yang berkembang dari batuliat. Konsistensi antara horison Bt dengan horison A di permukaan jelas sangat berbeda, yakni lebih teguh pada horison Bt dan yang gembur pada horison A atau Ap. Perbedaan tersebut cenderung sama pada semua pedon yang diteliti, dan digunakan sebagai dasar penamaan horison Bt pada semua subhorison yang diidentifikasi.
Sifat Kimia Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Analisis beberapa sifat kimia tanah masing-masing pedon pewakil dalam penelitian ini bertujuan antara lain, untuk mengetahui apakah sifat-sifat kimia tanah yang ada berkaitan dengan proses-proses pedogenesis pedon yang diamati. Selain itu untuk mengetahui sifat-sifat seperti distribusi C-organik dan Fe-bebas yang erat hubungannya dengan proses iluviasi liat. Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia tanah masing-masing horison disajikan pada Tabel 9.
Pedon AM1 dengan regim
kelembaban tanah akuik, memiliki nilai pH yang tergolong masam (4,2 – 4,6) pada keseluruhan horisonnya. Horison permukaan memiliki pH yang paling rendah (4,2) dan sedikit meningkat (4,5-4,6) pada horison Bt. Peningkatan nilai pH tersebut terlihat berkurang pada bagian bawah profil, yaitu pada horison Btg dan horison peralihan BC. Sebaliknya, nilai pH yang relatif tinggi (4,6) dijumpai di horison permukaan pada pedon
55
Tabel 9. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batuliat. Pedon
Kedalaman pH-tanah C-organik
Basa-basa dapat tukar Ca
(cm)
Mg
K
Jumlah Na
Basa-dd
Kemasaman Kemasaman dapat tukar terekstrak
Al
H
Kapasitas Tukar Kation (KTK) pH-7
Jum.Kat. KTK Ef.
Liat
Kejenuhan Al (%)
KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Fe2O3 % liat total
Tabel 16.Beberapa (%) ------------------------cmol(+)/kg sifat kimia tanah masing-masing tanah---------------------horison pedon pewakil ------------------------cmol(+)/kg berbahan induk Batuliat. tanah----------------------
pH-7
Jum.Kation
------(%)------
bebas %
AM1 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap
0 - 10
4,2
1,14
4,0
2,1
0,2
0,5
6,8
41,0
4,0
0,3
21,3
49,0
11,1
68,1
37
0,72
31
14
2,19
Bt1
10-30
4,2
0,94
3,5
2,1
0,2
0,4
6,2
41,4
3,6
0,3
21,1
49,9
10,1
47,3
36
0,49
29
13
2,61
Bt2
30-55
4,5
1,02
3,9
1,3
0,2
0,3
5,7
41,8
4,9
0,5
23,8
48,8
11,0
49,5
46
0,52
24
12
3,31
Bt3
55-95
4,6
0,78
5,7
1,8
0,4
0,5
7,4
42,6
2,2
0,3
54,4
52,4
10,9
105,2
22
1,6
16
16
3,25
Btg
95-130
4,5
0,63
0,7
0,3
0,1
0,2
1,3
50,9
13,4
0,8
51,0
53,7
15,4
95,2
91
0,96
2
2
4,60
BCg
130-200
4,4
0,43
0,9
0,5
0,1
0,3
1,8
51,7
11,5
0,6
49,5
68,5
14,0
89,6
86
0,90
4
3
2,85
AM2 - Fluventic Dystrudept (perudik) Ap
0-18
4,4
0,47
3,3
1,1
0,3
0,4
5,1
40,2
3,7
0,3
17,2
46,8
9,1
34,4
42
0,50
29
11
3,13
BA
18-37
4,6
1,41
1,2
0,4
0,1
0,2
1,9
41,4
3,6
0,3
17,0
44,8
5,8
29,6
65
0,32
11
4
3,13
Bt1
37-65
4,7
1,14
1,0
0,3
0,1
0,2
1,6
40,5
3,9
0,4
15,1
43,5
5,9
25,8
70
0,28
10
4
3,22
Bt2
65-103
4,8
1,06
1,0
0,3
0,2
0,2
1,9
40,6
3,6
0,3
29,4
43,7
5,5
32,9
65
1,01
8
4
3,40
Bt3
103-130
4,7
0,43
1,0
0,5
0,2
0,3
2,0
40,2
3,2
0,2
21,1
43,6
5,4
32,9
61
0,34
10
5
3,67
BC
130-200
4,7
0,55
1,5
0,5
0,2
0,3
2,5
40,6
2,4
0,3
17,5
44,3
5,1
34,7
48
0,36
14
6
3,39
AM3 - Fluvaquentic Epiaquept (akuik) Ap
0-15
4,6
1,22
5,2
2,9
0,2
0,4
6,7
36,6
3,0
0,2
22,8
46,7
11,9
46,2
30
0,56
38
19
2,97
Bt1
15-30
4,5
1,10
3,4
2,0
0,2
0,3
5,9
37,4
4,8
9,4
22,8
42,6
11,0
41,7
44
0,44
26
14
2,83
Bt2
30-50
4,4
0,90
3,2
1,1
0,2
0,3
4,8
34,6
7,0
0,5
22,6
40,6
12,3
42,6
59
0,44
21
12
3,03
Bt3
50-85
4,4
0,94
3,6
2,7
0,2
0,3
6,8
35,0
5,3
0,5
22,3
42,9
12,4
38,6
43
0,40
30
16
2,94
Btg1
85-115
4,5
1,25
3,6
2,4
0,2
0,4
6,6
35,4
4,0
0,3
21,6
43,1
10,8
40,2
37
0,43
30
15
3,41
Btg2
115-135
4,7
1,25
3,0
2,8
0,2
0,4
6,4
35,0
2,1
0,3
25,3
42,6
8,8
42,5
24
0,60
26
15
3,48
BCg
135-200
4,5
1,29
4,1
3,3
0,2
0,4
8,0
35,8
2,6
0,2
27,2
44,9
10,7
55,9
24
0,59
29
18
3,18
56
AM3 yang sama-sama memiliki regim kelembaban tanah akuik. Nilai pH tergolong masam dijumpai pada seluruh horison,
yakni berkisar antara 4,4 – 4,7.
Terjadi
penurunan pH pada horison Bt bagian atas, namun kemudian naik pada bagian bawah, dan menurun kembali pada horison terbawah (BC). Walaupun nilai pH cenderung sedikit lebih tinggi berkisar antara 4,4 – 4,8, pada pedon AM2 yang memiliki regim kelembaban perudik, namun sama halnya dengan kedua pedon sebelumnya, kemasaman tanahnya tergolong masam. Nilai pH horison Ap relatif paling rendah, dibanding pH horison Bt dan BC. Nilai tertinggi terlihat pada bagian tengah horison Bt, dan menurun kembali sampai pada horison terbawah (BC). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, nilai pH horison Bt pada ketiga pedon berbahan induk batuliat ini cenderung lebih tinggi dibanding, baik nilai pH horison A di atasnya maupun horison BC di bawahnya. Perbedaannya adalah bahwa, tanah-tanah dari bahan induk batuliat yang regim kelembabannya akuik (AM1 dan AM3) cenderung sedikit lebih masam dibanding tanah dengan regim kelembaban perudik (AM2). Dari data yang ada dapat dikatakan bahwa nilai pH tanah cenderung masam, karena asal bahan induk yang masam, terlihat dari kandungan Al-dd dan ion H yang relatif tinggi (Tabel 9). Kejenuhan basa (KB-jumlah kation) dari pedon pewakil yang berasal dari batuliat ini secara keseluruhan lebih kecil dari 35%. Namun demikian, jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai KB antara pedon yang memiliki regim akuik dengan perudik. Pedon AM1 dan A M3 (akuik) memiliki nilai KB yang relatif lebih tinggi, masingmasing 2 - 31% (rata-rata = 17,7%) dan 21 – 38% (rata-rata = 26,8%) dibanding pedon AM2 (perudik) yaitu 4 – 11% (rata-rata = 13,6%). Terlihat pula (Tabel 9) bahwa jumlah basa-basa pedon AM2 lebih rendah dibanding jumlah basa -basa pedon AM1 dan AM3. Untuk
melihat
adanya
kemungkinan
terjadinya
penimbunan
C-organik
bersamaan dengan penimbunan liat di horison Bt, maka dilakukan analisis di setiap horison (Tabel 9). Penyebaran C-organik, Fe-bebas, dan total liat menurut kedalaman di dalam pedon AM1, AM2, dan AM3 diilustrasikan pada Gambar 6. Secara
57
keseluruhan kandungan C-organik pada setiap horison di masing-masing pedon yang berkembang dari batuliat, cenderung memiliki pola yang tidak teratur. Pada pedon AM1 kandungan C-organik tertinggi dijumpai pada horison A dan menurun pada horison peralihan BA di bawahnya. Sedangkan pada horison Bt, kandungan C-organik terlihat meningkat dan selanjutnya menurun secara teratur sampai bagian bawah solum. Berbeda dengan pedon AM2 , kandungan C-organik relatif rendah terdapat pada horison Ap, dan meningkat mulai pada horison peralihan BA sampai bagian tengah horison Bt. Selanjutnya secara tidak teratur dari bagian bawah Bt sampai pada horison peralihan BC. Pola sebaran C-organik pada pedon AM3 agak berbeda dengan kedua pedon sebelumnya, di mana kandungan C-organik relatif tinggi terdapat pada horison permukaan kemudian menurun sampai pada bagian atas Bt, dan selanjutnya meningkat terus dengan semakin meningkatnya kedalaman (Tabel 9). Kandungan C-organik yang tidak beraturan dengan meningkatnya kedalaman tersebut, merupakan ciri bahan sedimen, yang mana bahan-bahanya terbentuk akibat sedimentasi atau pengendapan. Penimbunan C-organik pada AM1, terjadi pada horison Bt1 pada kedalaman 30 - 55 cm, sedangkan pada AM2 pada horison BA pada kedalaman 18 - 37 cm dan 130 - 200 cm. Penimbunan C-organik pada pedon AM3 terjadi pada bagian bawah profil, yakni pada kedalaman 50 – 85 cm, 85 – 135 cm, dan 135 – 200 cm (Gambar 6). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi penimbunan bahan organik, walaupun dalam jumlah relatif sedikit, seiring dengan meningkatnya kandungan liat pada horison Bt. Penimbunan tersebut dijumpai pada semua pedon, baik yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, maupun perudik. Sama halnya dengan kandungan C-organik, maka dilakukan pula analisis kandungan Fe-bebas dalam tanah (Tabel 9, Gambar 6), untuk melihat apakah terjadi penimbunan besi seiring dengan penimbunan liat. Kandungan besi pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batuliat, cenderung meningkat dan menumpuk
58
Gambar 6.
Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM1, AM2, dan AM3 yang Berkembang dari Bahan Induk Batuliat.
59
pada bagian bawah horison Bt. Pedon AM1 dan AM2 terlihat memiliki kecenderungan distribusi Fe-bebas yang sama, di mana kandungan besi bebas memiliki pola yang meningkat dari horison A sampai bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada horison peralihan BC. Berbeda dengan pedon AM3,
peningkatan kandungan Fe-
bebas memiliki pola yang tidak teratur, yaitu peningkatan Fe-bebas terjadi pada bagian atas dan bawah Bt, sedangkan penurunan terlihat pada bagian tengah Bt dan juga pada horison BC. Dapat disimpulkan bahwa pada pedon-pedon dari batuliat penimbunan Fe-bebas yang cenderung terjadi, dan penimbunan tertinggi terdapat pada horison Bt. Penimbunan tersebut berturut-turut untuk pedon AM1, AM2, dan, AM3 (Gambar 9) terdapat sebesar 4,60% pada horison Btg (95-130 cm); 3,67% pada horison Bt3 (103 -130 cm), dan 3,48% pada horison Btg2 (115-135 cm). Nilai KTK liat pedon AM1 (Tabel 9) menunjukkan bahwa, KTK-liat horison A lebih rendah dibanding KTK-liat pada horison Bt2 yang cenderung tinggi mencapai 105,2 cmol(+)/kg liat, dan sedikit menurun pada bagian bawah solum. Sangat berbeda dengan AM1, secara keseluruhan horison-horison pada pedon AM2 memiliki nilai KTK liat cenderung lebih rendah, yakni sebesar 25,8-32,9 cmol(+) /kg liat. Pada pedon ini horison Bt bagian atas memiliki nilai KTK liat yang lebih rendah dibanding horison A di atasnya, namun kemudian meningkat sampai horison peralihan BC. Pada pedon AM3 dijumpai kisaran nilai KTK liat antara 38,6-42,62 cmol(+) /kg liat, dan horison Bt memiliki nilai relatif lebih rendah dibanding horison permukaan maupun horison peralihan BC. Terlihat bahwa nilai KTK liat pada ketiga pedon tersebut sangat berkaitan dengan jenis mineral liatnya (dibahas pada sifat mineralogi).
Pedon Berbahan Induk Batukapur Data hasil analisis sifat-sifat kimia tanah masing-masing horison pada pedon pewakil tanah-tanah berbahan induk batukapur disajikan pada Tabel 10.
60
Tabel 10. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-Masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Batukapur. Pedon
Kedalaman pH-tanah C-organik
Basa-basa dapat tukar Ca
(cm)
(H2O)
Mg
(%)
K
Jumlah Na
basa-dd
Kemasaman Kemasaman dapat tukar terekstrak
Al
H
--------------------------------cmol(+)/kg tanah ----------------------
Kapasitas Tukar Kation (KTK) pH-7
Jum.Kat. KTK Ef.
Liat
Kejenuhan KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) Al (%)
% liat total
---------------cmol(+)/kg tanah-------
pH-7
Fe2O3-
Jum.Kation bebas
------(%)------
(%)
AM4 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik) A
0-15
5,0
0,94
24,7
5,6
0,4
0,6
31,3
39,8
0
0,2
42,2
72,2
31,5
64,5
0
0,66
74
43
3,29
AB
15-31
5,1
0,63
20,7
4,2
0,4
0,5
25,8
38,5
0
0,2
44,4
65,6
26,0
70,5
0
0,71
58
39
3,59
Bt1
31-45
4,8
0,63
31,3
3,6
0,6
0,9
36,4
35,4
0
0,1
48,3
72,7
36,4
65,3
0
0,74
75
50
3,38
Bt2
45-66
5,4
0,63
42,4
5,0
0,4
0,7
48,45
24,6
0
0,2
51,2
73,7
48,6
63,9
0
0,65
95
66
2,48
Bt3
66-130
5,0
0,78
48,4
6,3
0,5
0,7
55,9
23,6
0
0,1
50,7
80,3
56,0
66,7
0
0,68
100
70
3,47
BC
130-200
5,8
0,71
55,3
1,1
0,4
0,8
57,6
20,4
0
0,1
50,4
0
0,68
100
74
3,30
AM5 - Dystric Fluventic Eutrudept (perudik) A
0-16
5,8
0,55
44,8
6,2
0,5
0,9
61,4
21,8
0
0,1
44,4
74,7
52,4
71,3
0
0,72
100
70
2,61
Bt1
16-38
6,5
0,71
52,7
6,5
0,6
1,0
61,0
21,4
0
0,1
56,6
82,9
60,9
76,5
0
0,73
100
73
3,27
Bt2
38-86
6,1
1,25
46,3
5,7
0,5
0,9
53,4
22,2
0
0,1
51,0
76,2
53,3
75,0
0
0,68
100
70
2,66
Bt3
86-122
5,9
1,18
70,4
8,2
0,6
1,1
80,3
23,0
0
0,1
49,8
104,0
80,3
63,0
0
0,64
100
77
1,76
BC
122-200
6,3
0,55
65,6
7,6
0,5
1,1
74,9
24,0
0
0,1
54,6
99,5
74,7
80,0
0
0,80
100
75
2,85
AM6 - Fluvaquentic Epiaquent (akuik) Ap
0-18
5,8
1,49
71,4
5,4
0,6
1,0
78,4
21,2
0
0,1
55,4
100,2
78,5
97,0
0
1,0
100
78
2,37
Bt1
18-50
6,2
1,02
50,6
5,0
0,4
0,5
56,5
21,8
0
0,1
44,4
78,9
56,5
65,1
0
0,66
100
72
3,59
Bt2
50-77
5,9
0,78
52,4
5,7
0,4
0,9
59,4
21,0
0
0,1
46,6
81,0
59,4
65,6
0
0,67
100
73
2,67
Bt3
77-107
5,4
0,86
50,0
5,3
0,4
0,8
56,5
22,0
0
0,1
48,1
79,1
56,6
72,7
0
0,74
100
72
2,81
Bt4
107-136
5,2
1,65
58,4
6,0
0,5
0,9
65,8
23,0
0
0,1
53,9
89,3
65,9
80,7
0
0,83
100
74
2,38
BC
136-200
5,3
0,78
55,2
5,5
0,5
0,6
61,8
25,2
0
0,1
52,2
87,7
61,8
69,3
0
0,70
100
70
1,97
61
Nilai pH tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 cenderung tergolong agak masam sampai netral (pH 4,8 – 6,5). Nilai pH pada pedon AM4 adalah agak masam, dan cenderung naik-turun secara tidak teratur di dalam pedon. Pada bagian tengah horison Bt, pH tanah terlihat lebih tinggi dibanding pada bagian atas maupun bawahnya, kemudian meningkat pada horison BC. Nilai pH pada pedon AM5 bervariasi antara 5,8 - 6,5. Nilai pH pada horison A lebih rendah dibanding horison Bt, yang kemudian menurun pada bagian bawahnya, tetapi kemudian meningkat lagi pada horison peralihan BC. Nilai pH tertinggi yaitu 6,5 dijumpai pada horison Bt1. Pedon AM6 dengan regim kelembaban akuik memiliki pH 5,2-6,2. Pada pedon ini terlihat penurunan nilai pH secara teratur dengan kedalaman dimulai dari bagian atas horison Bt sampai bagian bawahnya, namun
terdapat sedikit peningkatan pada horison
peralihan BC. Nilai pH tertinggi, yakni 6,2, dijumpai pada horison Bt bagian atas (Bt1). Gambar 7 menunjukkan distribusi kandungan C-organik, Fe-bebas, dan liat total dalam tanah pada pedon AM4, AM5, dan AM6 yang berkembang dari batukapur. Terlihat bahwa terjadi penimbunan C-organik pada setiap pedon, baik yang memiliki regim kelembaban akuik maupun perudik. Kandungan C-organik horison A pada pedon AM4, cenderung lebih tinggi daripada horison Bt, namun peningkatan yang relatif kecil terlihat pada bagian bawah horison Bt, dan menurun kembali pada horison peralihan (BC) paling bawah. Kandungan C -organik tertinggi sebesar 0,78%, terjadi pada horison Bt3 (66 - 130 cm). Pada pedon AM5, kandungan C-organik pada horison permukaan (A) lebih rendah dari horison Bt secara menyeluruh. Nilai tertinggi sebesar 1,25% terjadi pada horison Bt2 (38 – 86 cm), sementara penurunan yang nyata terlihat pada horison peralihan BC. Sama halnya dengan pedon sebelumnya, maka pada pedon AM6 kandungan C-organik yang cukup tinggi ditemukan pada horison Ap dan Bt bagian atas, yang kemudian menurun dan meningkat kembali pada bagian bawah horison Bt. Penimbunan tertinggi dijumpai pada kedalaman 107 – 136 cm (horison Bt4) sebesar 1,65%. Data di atas dapat disimpulkan bahwa penimbunan C-organik pada
62
Gambar 7.
Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM4, AM5, dan AM6 yang Berkembang dari Bahan Induk Batukapur.
63
tanah berbahan induk kapur terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda. Penimbunan pada kedalaman terdalam ditemukan pada pedon AM6 (akuik). Pada keadaan regim kelembaban tanah perudik penimbunan C-organik terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal. Kandungan Fe-bebas pada pedon yang berkembang dari batukapur (AM4, AM5, dan AM6) (Tabel 10 dan Gambar 7) memperlihatkan bahwa penimbunan Febebas terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda dan umumnya terjadi pada horison Bt. Kandungan Fe-bebas pada horison A atau Ap, cenderung rendah. Peningkatan kandungan Fe-bebas terjadi pada horison Bt bagian atas, kemudian menurun pada bagian tengahnya. Penimbunan Fe-bebas tertinggi pada pedon AM4, AM5, dan AM6 berturut-turut terjadi pada horison Bt3 (66 – 130 cm) sebesar 3,47%, Bt1(16 – 38 cm) sebesar 3,27%, dan Bt3 (77-107 cm) sebesar 2,81%. Nilai KTK-liat secara keseluruhan terlihat sangat berbeda, yakni relatif lebih tinggi dibanding dengan pedon berbahan induk lainnya. Kenyataan ini sangat didukung oleh diidentifikasi adanya jenis mineral liat 2:1 (smektit) yang mendominasi setiap horison Bt. Nilai KTK-liat horison Bt bervariasi antara 63,9 -70,5 cmol(+)/kg liat pada pedon AM4, antara 63,0 – 80,0 cmol(+) /kg liat pedon AM5 dan antara 65,1 – 97,0 cmol(+)/kg liat pedon AM6. Tingginya nilai KTK-liat pada pedon-pedon ini terlihat relatif sama pada kondisi akuik maupun perudik, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh jenis bahan induk terhadap nilai KTK-liat lebih menonjol dibandingkan dengan pengaruh regim kelembaban tanah.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Data sifat-sifat kimia masing-masing horison pada pedon AM7 dan AM8 yang berkembang dari bahan Volkan-Andesitik disajikan pada Tabel 11. Pedon AM7 (perudik) memiliki reaksi tanah seluruh horison yang tergolong masam, yakni pH 4,7 – 5,1. Pada horison A dijumpai nilai pH yang paling rendah dan
64
Tabel 11. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Insuk Volkanik-Andesitik. Pedon
Kedalaman pH-tanah C-organik (cm)
(H2O)
Basa-basa dapat tukar Ca
Mg
(%)
Jumlah
Kemasaman Kemasaman dapat tukar
K Na basa-dd terekstrak Al --------------------------------cmol(+)/kg tanah----------------------
H
Kapasitas Tukar Kation (KTK) pH-7 Jum.Kat. KTK Ef. -------cmol(+)/kg tanah-------
Kejenuhan
KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB)
Liat
Al (%)
% liat total
pH-7 Jum.Kation ------(%)------
Fe2O3bebas (%)
AM7 - Andic Dystrudept (perudik) A Bt1
0-19 19-47
4,5 4,8
1,25 1,10
3,6 3,8
2,4 1,4
0,2 0,2
0,4 0,3
6,6 5,7
33,0 33,0
15,4 20,1
0,6 0,8
41,0 40,8
40,7 39,8
22,5 26,6
97,0 65,0
70 78
0,77 0,59
16 14
70 52
2,93 3,47
Bt2 Bt3 BC
47-80 80-105 105-130
4,8 4,7 4,7
0,94 1,73 0,78
0,6 1,1 0,7
0,2 0,5 0,3
0,1 0,1 0,1
0,1 0,2 0,2
1,0 1,9 1,3
33,8 29,0 31,8
18,6 28,7 30,0
0,8 0,9 1,0
43,5 45,2 47,6
35,9 31,9 34,2
20,4 31,4 32,3
65,6 72,7 80,7
94 94 96
0,73 0,54 0,86
2 4 3
11 13 9
3,38 2,99 4,82
C
130-200
5,1
0,78
0,9
0,3
0,1
0,1
1,4
31,8
25,5
0,8
51,0
34,2
27,7
69,3
95
1,12
3
9
4,96
AM8 - Typic Haplohumult (perudik) Ap
0-20
4,8
1,76
4,3
1,1
0,3
0,4
6,1
21,3
0.0
0.1
49.5
27,3
6,1
104,6
0
1,08
12
22
4,18
Bt1 Bt2
20-40 40-65
5,5 5,6
1,65 1,10
6,0 6,7
1,1 1,3
0,2 0,3
0,3 0,4
7,6 8,7
21,0 21,9
0.0 0.0
0.2 0.1
15.3 17.7
28,5 30,6
7,7 8,8
24,7 25,8
0 0
0,28 0,27
49 49
26 29
3,69 3,59
Bt3 Bt4 Bt5
65-90 90-110 110-145
5,7 5,8 5,8
0,78 0,71 0,63
8,3 6,2 6,3
2,0 2,0 2,0
0,3 0,2 0,3
0,4 0,4 0,4
11,0 8,8 9,0
22,3 23,1 18,9
0.0 0.0 0.0
0.1 0.1 0.1
16.8 14.8 16.8
33,3 31,8 27,9
11,1 8,8 9,1
20,8 36,6 20,1
0 0 0
0,22 0,22 0,21
66 59 54
33 27 32
4,40 4,04 3,96
BC
145-200
5,8
0,55
5,5
2,1
0,3
0,5
8,4
18,0
0.0
0.1
14.3
26,4
8,5
22,9
0
0,24
59
32
3,69
65
meningkat dengan kedalaman. Hal yang sama juga dijumpai pada pedon AM8 (perudik), di mana nilai pH relatif rendah terdapat pada horison permukaan (Ap) dan meningkat dengan kedalaman. Nilai pH tergolong agak masam, baik pada horison Ap, Bt, maupun horison C, dengan kisaran 5,5 - 5,8. Nilai kejenuhan basa (KB-jumlah kation) pada pedon AM7 cenderung tinggi pada horison A, namun dengan meningkatnya kedalaman, nilainya menurun sangat rendah, yakni 3%. Sedangkan pada pedon AM8, nilai KB-jumlah kation masing-masing horison hampir tidak jauh berbeda, berkisar 22 – 32%. C-organik pada pedon AM7 terlihat relatif tinggi pada bagian atas permukaan yakni pada horison Ap dan sedikit menurun pada bagian atas horison Bt. Pada Gambar 8, terlihat bahwa penumpukan C-organik sebesar 1,73% terjadi pada Bt3 dengan kedalaman 80 – 105 cm. Sedangkan pada AM8 tidak terlihat penimbunan seiring dengan menurunnya kandungan C-organik dengan meningkatnya kedalaman, yakni tertinggi dijumpai pada horison Ap dan sedikit menurun pada horison Bt sampai pada horison C. Kandungan Fe-bebas terlihat pola yang berbeda antara pedon AM7 dan AM8. Kandungan Fe-bebas pada pedon AM7 terlihat relatif rendah pada horison A, yang kemudian meningkat pada bagian atas horison Bt. Selanjutnya terjadi penurunan kembali pada horison Bt bagian bawah, dan meningkat pada horison peralihan BC sampai C. Berbeda dengan AM8 dimana pada bagian permukaan tanah besi bebas relatif tinggi dibanding dengan horison Bt bagian atas dan bawah, namun pada
bagian tengah horison Bt terlihat meningkat. Dengan demikian terjadi
penumpukan Fe -bebas sejumlah 3,47% pada Bt1 (19 – 47 cm) dan sebesar 4,40% pada Bt3 (65 – 90 cm) berturut-turut untuk pedon AM7 dan AM8. Jumlah penumpukan besi tersebut dapat dikatakan tertinggi di antara semua pedon yang diteliti. Hal ini
66
Gambar 8.
Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM7 dan AM8 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Andesitik.
67
dapat dikatakan bahwa pedon-pedon ini mengalami pelapukan yang menghasilkan besi relatif lebih banyak. Pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang mendominasi horison permukaan A atau Ap dan horison Bt terhadap nilai KTK-liat dijumpai pula pada pedon-pedon yang berkembang dari bahan induk bahan volkanik andesitik ini. Pada pedon AM7 dijumpai nilai KTK-liat cenderung tinggi pada semua horisonnya. Tertinggi terjadi pada horison A kemudian menurun pada bagian atas horison Bt. Terjadi kenaikan KTK-liat di bagian bawah horison Bt dan pada horison BC dan menurun kembali pada horison C. Pada horison Bt dijumpai KTK liat sebesar 65,0 - 72,7 cmol(+)/kg liat dan pedon AM8 dijumpai lebih rendah yakni sebesar 20,1 - 36,6 cmol(+) /kg liat. Kedua pedon ini memiliki dominasi mineral liat yang berbeda yakni pada AM7 mineral liat campuran dan pada AM8 didominasi oleh kaolinit (1:1). Sehingga nilai KTK -liat pada kedua pedon ini didukung oleh jenis mineralnya (dibahas kemudian pada mineral liat).
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Pada Tabel 12 disajikan data sifat-sifat kimia pedon AM9 dan AM10 yang berke mbang dari bahan induk volkanik dasitik. Pedon AM9 (ustik) nilai pH relatif tergolong agak masam dengan pH adalah 5,2-5,4. Nilai pH horison A relatif lebih tinggi dibanding pada horison Bt maupun BC. Perbedaan kemasaman tanah terlihat jelas pada pedon AM10 (akuik) yang memiliki nilai pH yang relatif tinggi dan tergolong netral yakni 5,7 - 6,1, dimana pada horison Ap nilai pH cenderung rendah dibanding dengan horison Bt dan horison BC. Jelas terlihat bahwa pH pada
horison Bt relatif tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah mempengaruhi kemasaman horison Bt pada tanah berbahan induk bahan volkanik-dasitik di mana pengaruh yang sama kurang menonjol pada bahan induk batuan sedimen. Hubungan antara kemasaman tanah
(pH) dengan horison Bt dapat terjadi
dalam kaitannya dengan pencucian liat. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh Buol et
68
Tabel 12. Beberapa Sifat Kimia Tanah Masing-masing Horison Pedon Pewakil Berbahan Induk Volkanik-Dasitik.
Pedon
Kedalaman pH tanah C-organik
Basa-basa dapat tukar Ca
(cm)
(H2O)
Mg
(%)
K
Jumlah Na
basa-dd
Kemasaman Kemasaman dapat tukar terekstrak
Al
H
--------------------------------cmol(+)/kg tanah----------------------
Kapasitas Tukar Kation (KTK) pH-7
Jum.Kat. KTK Ef.
Liat
Kejenuhan Al (%)
KTK-tanah/ Kejenuhan Basa (KB) % liat total
------cmol(+)/kg tanah------
pH-7
Jum.Kation
------(%)------
Fe2O3bebas (%)
AM9 - Fluventic Dystrudept(ustik) A
0-22
5,5
1,02
4,0
1,7
0,3
0,4
6,4
18,8
0.0
0,1
16,0
25,2
6,5
26,8
0
0,29
40
25
3,41
Bt1
22-35
5,3
0,78
1,9
0,7
0,2
0,2
3,0
18,3
0,4
0,3
12,1
21,3
3,6
15,7
11
0,17
24
14
3,30
Bt2
35-57
5,4
0,71
1,4
0,6
0,1
0,2
2,3
15,9
1,0
0,4
13,1
18,1
3,6
16,3
30
0,17
17
12
3,64
Bt3
57-80
5,2
0,47
2,9
0,5
0,1
0,2
3,7
17,2
0,6
0,3
14,1
20,8
4,5
16,2
13
0,17
26
18
3,59
B4
80-110
5,4
0,39
2,4
0,9
0,2
0,3
3,8
16,3
9,9
0,9
15,5
19,9
14,4
17,0
72
0,18
23
18
3,57
Bt5
110-140
5,3
1,41
1,9
0,5
0,2
0,2
2,8
18,1
26,2
1,0
14,6
20,8
29,8
15,9
90
0,18
18
13
3,60
BC
140-200
5,2
0,94
1,3
0,3
0,1
0,2
1,8
18,3
30,3
1,5
8,3
20,2
33,6
9,7
94
0,11
23
9
4,25
AM10 - Aeric Epiaqualf (akuik) Ap
0-12
4,6
2,16
1,0
0,4
0,2
0,3
1,9
8,4
3,4
0,5
6,3
6,8
10,2
31,4
35
0,31
29
18
0,32
Adir
12-20
5,5
1,68
2,9
0,8
0,3
0,4
4,4
6,1
1,8
0,3
7,1
7,3
10,4
37,8
29
0,38
62
55
0,26
Bmn
20-26
6,1
2,03
5,2
2,0
0,4
0,5
8,1
7,4
0,5
0,2
9,2
9,3
11,8
45,4
6
0,46
48
37
0,34
Bt1
26-59
6,2
1,92
5,5
2,3
0,3
0,4
8,5
7,5
0,0
0,2
8,6
8,8
15,5
25,5
0
0,25
93
37
0,32
Bt2
59-75
6,0
1,60
5,4
2,4
0,3
0,4
8,5
8,8
0,0
0,1
9,4
9,5
17,3
27,0
0
0,27
91
52
0,49
Bt3
75-120
6,0
1,43
8,5
3,2
0,4
0,5
12,6
12,9
0,0
0,2
15,6
15,8
21,8
41,3
0
0,41
54
50
0,36
Bt4
120-143
5,7
2,00
9,5
4,1
0,4
0,5
14,5
12,9
0,4
0,2
18,6
18,9
25,4
45,1
0
0,45
67
40
0,36
BCg1
143-168
5,6
2,32
7,6
3,9
0,3
0,5
12,3
9,8
0,5
0,2
13,9
14,1
24,2
41,9
2
0,42
100
60
0,09
BCg2
168-200
5,7
1,54
5,4
2,8
0,3
0,4
8,9
7,3
1,0
0,3
15,5
15,9
19,6
71,1
11
0,71
79
63
0,35
69
al. (1973) bahwa terjadinya proses dispersi liat berkaitan dengan pencucian basa -basa yang mengikat partikel tanah. Pencucian basa-basa akan menurunkan nilai pH tanah dan memungkinkan terbentuknya proses penimbunan liat ke horison B. Kejenuhan Basa-jumlah kation pada pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik-dasitik ini sangat berbeda. Pada pedon AM9 dijumpai nilai KB-jumlah kation yang sangat rendah terutama di bawah horison permukaan A. Sedikit peningkatan terjadi pada bagian bawah horison Bt, kemudian menurun pada horison BC. Sebaliknya pada pedon AM10 jelas terlihat bahwa, nilai KB-jumlah kation adalah rendah pada horison Ap, kemudian meningkat sampai pada horison Bt3. Penurunan terjadi pada bagian bawah horison Bt dan meningkat kembali pada horison BC. Hal ini menunjukkan bahwa pedon ini memenuhi KB- jumlah kation sebesar lebih atau sama dengan 35% pada kedalaman 180 cm sehingga dapat digolongkan pada tanah Alfisol. Perbedaan bahan induk jelas berpengaruh pada kemasaman horison Bt, dimana tanah yang berasal dari bahan induk masam (batuliat dan volkanik-dasitik) cenderung menghasilkan tanah dengan pH yang masam. Kecuali pada AM10 (akuik) dengan nilai pH 6,2 sampai 6,4. Sedangkan tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur tergolong pada agak-masam sampai netral. Horison Bt pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik memiliki KB relatif lebih tinggi dibanding dengan tanah yang memiliki regim kelembaban tanah perudik. Sebaliknya pengaruh regim kelembaban tanah cenderung mempengaruhi nilai KB horison Bt. Pada ped on dengan regim kelembaban tanah akuik nilai KB cenderung lebih tinggi daripada perudik. Kandungan C-organik pada pedon berbahan induk volkanik dasitik (Tabel 12 dan Gambar 9), terlihat bahwa pada horison A pedon AM9 (ustik) memiliki nilai yang tinggi dibanding horison Bt bagian atas dan tengah. Penurunan kandungan C-organik terjadi sampai pada bagian bawah horison Bt4. Sedangkan pada bagian bawah Bt terjadi penumpukan C-organik sebesar 1,41% pada horison Bt5 (110-140 cm). Pada
70
pedon AM10 (akuik) kandungan C-organik relatif tinggi hampir di setiap horisonnya, yakni sebesar 2%, dan tertinggi dibanding dengan pedon-pedon lainnya. Penimbunan tersebut dijumpai pada horison Bt4 (120-143 cm). Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan regim kelembaban tanah berpengaruh pada kandungan C-organik terutama pada tanah yang berbahan induk bahan volkanik dasitik ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa penimbunan C-organik berbeda antara pedon yang berbahan induk bahan volkanik-dasitik maupun-andesitik (yang terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal). Pada beberapa pedon terlihat terjadi penimbunan C-organik yang tidak teratur, yang pada ordo tanah Inceptisol dapat termasuk dalam kriteria ’fluventic’ yakni adanya pengaruh perbedaan penimbunan bahan oleh air. Pada tanah Ultisol, kandungan Corganik
digunakan
sebagai
kriteria
dalam
mengklasifikasikan
sub-ordonya.
Disimpulkan bahwa penimbunan C-organik yang relatif sangat sedikit, terjadi seiring dengan terjadinya penimbunan liat. Hal tersebut terlihat pada pedon berbahan induk batuliat yang hanya terjadi pada pedon AM1 dan AM3 keduanya akuik, kemudian pada semua pedon berbahan batukapur (AM4, AM5, dan AM6), dan juga pada pedon yang berbahan induk volkanik-andesitik (AM7), serta berbahan induk volkanik-dasitik yakni AM9 dan AM10. Hasil analisis terhadap kandungan Fe-bebas pada pedon AM9 (Tabel 12 dan Gambar 9), menunjukkan bahwa kandungan besi bebas pada horison A cenderung lebih rendah dibanding dengan Bt dan BC. Terlihat bahwa penumpukan besi bebas terjadi pada horison Bt2 (35 -57 cm) sebesar 3,64% dan pada Bt5 (110 -140 cm) maupun pada horison peralihan (BC) sebesar masing-masing 3,60% dan 4,25%. Hal yang sangat berbeda terlihat pada pedon AM10 yang berkembang dari bahan induk yang sama dengan AM9, tetapi memiliki regim kelembaban tanah akuik. Secara keseluruhan pedon ini memiliki kandungan Fe- bebas yang sangat rendah dibanding dengan semua pedon pewakil yang ada.
71
Gambar 9.
Distribusi C-organik, Fe-bebas, dan Liat Total Tanah pada Pedon AM9 dan AM10 yang Berkembang dari Bahan Induk Volkanik-Dasitik.
72
Namun demikian terlihat bahwa horison Ap memiliki kandungan besi bebas yang lebih rendah dibanding dengan horison Bt, dan cenderung lebih tinggi dari horison peralihan BC. Penimbunan terlihat pada horison Bt2 (59 – 75 cm) sebesar 0,49%. Kandungan jumlah besi bebas yang relatif sangat sedikit pada AM10 diduga akibat jenis bahan induk yang mengandung sedikit besi (tufa Banten) seperti yang diungkapkan dalam Djunaedi (1976). Fe-bebas merupakan salah satu indikator ciri perkembangan tanah. Senyawa ini berkaitan erat dengan aktifitas air dalam tanah. Hasil analisis terhadap senyawa Fe2 O3 disimpulkan bahwa, terjadi akumulasi dengan jumlah yang berbeda -beda pada setiap
pedon
pewakil.
Akumulasi
dapat
merupakan
akibat
dari
perbedaan
permeabilitas tanah yang dari cepat menjadi lambat pada daerah dimana kandungan liat tinggi. Dengan adanya perbedaan tekstur tersebut mengakibatkan air sering tertahan pada batas lapisan yang berbeda ini dan mengakibatkan tertumpuknya besi. Jumlah Fe-bebas yang relatif tinggi terlihat pada pedon-pedon yang berasal dari bahan induk volkanik kecuali pedon AM10, dan menunjukkan tanah tersebut lebih berkembang dibanding lainnya. Pedon yang berasal dari bahan dasitik terlihat memiliki nilai KTK-liat yang berbeda. Nilai KTK-liat pada pedon AM9 cenderung rendah, dan ditemukan relatif tinggi pada horison permukaan Ap, dan menurun sampai pertengahan Bt, juga pada BC. Sedangkan pada bagian bawah Bt terlihat adanya penumpukan sebesar 17,0 cmol(+) /kg liat pada Bt4. Pada horison Ap sebesar 26,8 cmol(+)/kg liat. Pada pedon AM10 dijumpai cenderung lebih tinggi dan bervariasi antara horisonnya, yakni sebesar 25,5-45,12 cmol(+)/kg liat. Nilai KTK-liat yang relatif lebih tinggi pada pedon AM10 dipengaruhi oleh mineral campuran antara liat 2:1 dan 1:1 dibanding dengan AM9 yang mineral liatnya didominasi oleh tipe 1:1 (kaolinit). Hubungan antara nilai KTK-liat dengan horison penimbunan liat lebih kepada jenis mineral liat yang mendominasi horison tersebut. Sedangkan nilai KTK-tanah (pH-7) digunakan untuk mendapatkan kelas KTK pada
73
klasifikasi tanah pedon pewakil yang dijumpai dominasi mineral liat campuran pada penelitian ini. Dari data -data tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah terlihat tidak langsung mempengaruhi sifat tanah ini, melainkan akibat pengaruh perbedaan jenis mineral liat yang dijumpai pada masing-masing pedon.
Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi Mineral Fraksi Pasir Data hasil analisis mineral fraksi pasir total dengan menggunakan metode Line Counting pada contoh tanah yang mewakili horison pencucian liat dan penimbunan liat maksimum disajikan pada Tabel 13. Analisis mineral fraksi pasir total bertujuan, antara lain, untuk mengetahui komposisi dan cadangan mineral yang ada dalam tanah, juga untuk menduga jenis bahan induk tanah (Hendro, 1990). Pada penelitian ini, analisis mineral fraksi pasir total dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi dan cadangan mineral yang ada pada horison permukaan (A atau Ap) dan horison Bt, dan untuk menduga proses-proses pelapukannya. Secara keseluruhan dijumpai bahwa susunan mineral fraksi pasir pada horison Bt masing-masing pedon pewakil adalah sama dengan horison permukaan (A atau Ap), yakni horison pencucian yang berada di atas horison penimbunan liat tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa cadangan mineral, yaitu mineral mudah lapuk (weatherable mineral), yang dikandung masing-masing horison bervariasi satu sama lain. Mineral-mineral mudah lapuk yang dijumpai pada pedon-pedon pewakil, antara lain, adalah gelas volkan, oligoklas, andesine, labradorit, orthoklas, sanidin, hornblende, augit, dan hiperstin.
74
TM
HY
AU
HO
SA
OR
LB
AN
OL
VG
WR
WM
ZE
OS
LI
KF
KB
KK
ZI
Pedon/Hor.
Penyebaran Mineral Fraksi Pasir Total pada Horison Eluviasi dan Iluviasi. OP
Tabel 13.
Pedon AM1: Ap (0-10 cm)
24
1
10
39
0
0
0
0
1
13
2
3
1
2
0
1
0
1
2
12
Bt2 (55-95 cm)
46
1
8
31
0
0
0
0
1
11
0
1
0
0
0
0
0
1
0
2
Pedon AM2: Ap (0-18 cm)
35
0
27
13
0
1
0
0
4
11
1
0
0
1
0
0
0
1
6
9
Bt3 (103-130 cm)
28
0
29
8
16
1
1
1
5
7
1
0
1
0
0
0
0
1
1
4
Pedon AM3: Ap (0-15 cm)
9
1
19
16
0
0
2
0
7
15
1
0
2
6
1
1
1
7
12
30
Bt2 (30-50 cm)
1
0
29
27
0
1
2
0
8
14
1
1
1
5
1
1
0
5
3
18
Pedon AM4: AB (15-31 cm)
28
1
21
19
5
1
0
0
7
14
0
0
1
0
0
2
0
0
1
4
Bt2 (45-66 cm)
29
1
23
19
1
1
0
0
7
15
0
0
2
0
0
2
0
0
0
4
Pedon AM5: A
(0-16 cm)
17
0
11
34
0
0
0
0
3
11
0
7
11
3
0
2
0
0
1
24
Bt3 (86-122 cm)
16
0
15
34
0
0
0
0
7
16
0
3
6
1
0
2
0
0
0
8
Pedon AM6: Ap (0-16 cm)
15
0
13
28
0
0
0
0
0
26
1
2
0
11
1
2
0
0
1
18
Bt2 (50-77 cm)
10
1
13
23
0
1
0
0
1
33
1
3
1
11
0
2
0
0
1
19
Pedon AM7: A (0-19 cm)
46
0
9
13
0
0
0
0
12
17
2
2
0
0
0
1
0
0
0
5
Bt3 (80-105 cm)
49
0
7
9
1
0
0
0
16
16
2
1
1
0
0
0
0
0
0
4
Pedon AM8: A
(0-20 cm)
Bt3 (65-90 cm)
63
1
2
7
0
0
0
0
2
4
2
0
0
7
0
0
1
3
8
21
64
0
1
4
0
0
0
0
2
6
1
0
0
5
0
0
1
5
10
23
Pedon AM9: A
(0-10 cm)
Bt3 (57-80 cm)
35
0
5
46
0
0
0
0
2
3
1
2
0
4
0
0
0
0
1
8
30
1
16
42
0
0
0
0
2
3
1
3
0
1
0
1
0
0
0
6
Pedon AM10:
Keterangan : OP=opak, Zi=sirkon, KK=kuarsa keruh, KB=kuarsa bening, KF= K-feldspar, LI=limonit, OS=organik silika, ZE=zeolit, WM= mineral lapuk, WR= batuan lapuk, VG=gelas volkan, OL=oligoklas, AN=anortit, LB=labradorit, OR=ortoklas, SA=sanidin, HO=hornblende, AU=augit, HY=hiperstin, dan TM=total mineral mudah lapuk.
Pedon Berbahan Induk Batuliat Pada pedon yang berkembang dari batuliat (AM1, AM2, dan AM3), jumlah mineral mudah lapuk di horison Bt lebih sedi kit ataupun berkurang, dibanding dengan horison eluviasi. Pada pedon AM1 penurunan tersebut sangat nyata dari 12% menjadi 2% dan pada pedon AM3 dari 30% menjadi 18%. Penurunan tersebut terlihat juga
75
pada pedon AM2 dari 9% menjadi 4%. Pedon AM1 didominasi oleh kuarsa bening, yang relatif lebih tinggi daripada AM2 , yang lebih didominasi oleh kuasa keruh. Hal ini menunjukkan bahwa tanah-tanah ini sudah mengalami pelapukan yang intensif, karena kuarsa adalah mineral merupakan mineral yang tahan terhadap pelapukan. Jumlah kuarsa (bening dan keruh) meningkat pada horison Bt dibanding dengan horison di atasnya, terlihat sangat menonjol pada pedon AM3. Hal ini sejalan dengan pendapat Nettleton et al. (1975) yang mengatakan bahwa pelapukan yang cukup memadai untuk menghasilkan horison Bt adalah ditunjukkan oleh peningkatan kandungan kuarsa dalam fraksi non liat yang diiringi dengan berkurangnya jumlah mineral lapuk.
Pedon Berbahan Induk Batukapur Kuarsa merupakan mineral fraksi pasir yang mendominasi pedon AM4 dengan jumlah kuarsa keruh hampir sama dengan horison pencucian di atasnya. Pedon AM5 terjadi penurunan jumlah mineral lapuk sangat nyata, yaitu dari 24% pada horison pencucian dan menjadi 8% pada horison Bt. Sedangkan pada pedon AM6, kuarsa bening terlihat relatif lebih tinggi sama halnya pada pedon AM5. Pada pedon-pedon dari bahan induk batukapur ini, memiliki kandungan batuan lapuk yang relatif tinggi dari pedon-pedon lainnya, baik pada horison Bt maupun horison di atasnya.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Pada tanah yang berkembang dari bahan induk volkanik-andesitik (pedon AM7 dan AM8), terlihat bahwa dominasi mineral opak sangat menonjol dibanding pedonpedon lainnya, yaitu melebihi 60%. Sebaliknya, kuarsa bening relatif lebih sedikit dibanding pada pedon yang berasal dari batuliat dan batukapur. Dengan dijumpainya mineral tahan lapuk dalam jumlah relatif lebih kecil, maka dapat disimpulkan bahwa, tanah-tanah ini relatif belum mengalami pelapukan lanjut dibanding pedon yang
76
berkembang dari batuan sedimen. Hal ini seiring dengan sifat bahan induk intermedier dengan kandungan Fe-bebas yang relatif tinggi dibanding pedon lainnya.
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Kandungan kuarsa bening dijumpai relatif sangat tinggi pada pedon AM9, baik pada horison Bt maupun horison A. Dilihat dari regim kelembaban tanah yang tergolong ustik, seharusnya tanah relatif belum mengalami pencucian lanjut. Kandungan kuarsa yang tinggi diperkirakan lebih disebabkan oleh pengaruh
bahan
induk yang mengandung kuarsa tinggi, yaitu tufa Banten. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa susunan mineral fraksi pasir tanah-tanah yang diteliti lebih dipengaruhi bahan induknya, bukan pengaruh regim kelembaban tanah yang berbeda. Kesamaan susunan mineral pada horison Bt dan horison permukaan (A atau Ap) pada masing-masing pedon pewakil, mendukung pendapat bahwa bahan penyusun horisonhorison tersebut adalah sama . Hal ini berarti juga mendukung kesimpulan bahwa sumber liat sebagai bahan iluviasi pada horison Bt berasal dari horison pencucian di atasnya. Dominasi kuarsa bening tertinggi terdapat pada pedon yang berasal dari bahan volkanik-dasitik, kemudian batukapur, batuliat, dan paling rendah pada bahan volkanikandesitik. Dapat dikatakan bahwa tanah -tanah yang berasal dari bahan volkanik-dasitik telah mencapai tingkat hancuran iklim yang lanjut, sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan horison Bt pada tanah tersebut. Namun demikian, banyak sedikitnya jumlah kandungan kuarsa tidak lepas daripada pengaruh jenis bahan induk itu sendiri. Adanya pengaruh bahan induk volkanik terlihat pada pedon-pedon yang berkembang dari batuan sedimen dengan melihat susunan mineral fraksi pasirnya yang tidak dijumpai lagi mineral-mineral penciri batuan sedimen. Mohr dan Van Baren (19 72) mengatakan bahwa, mineral resisten seperti kuarsa banyak dijumpai pada batuan sedimen, selain zirkon, rutil, turmalin, dan magnetit yang tidak ditemukan pada
77
penelitian ini. Hal ini menyebabkan sulitnya menginterpretasi asal bahan induk yang sebenarnya. Sebagai dasar penen tuan jenis bahan induk dalam penelitian ini adalah menggunakan informasi dalam peta geologi daerah Bogor dan Serang, Banten.
Mineralogi Horison Eluviasi dan Iluviasi Data hasil analisis mineral liat pada horison pencucian (A atau Ap) dan horison penimbunan liat maksimum (Bt) setiap pedon pewakil disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14.
Pedon
Jenis Mineral Liat pada Horison Eluviasi dan Iluviasi Setiap Pedon Pewakil. Horison / Kedalaman (cm) Smektit
Batuliat : AM1 Ap (0-10 cm) Bt3 (55-95 cm)
Illit
Jenis Mineral Liat Kaolinit Haloisit Kuarsa Kristobalit Gibsit
Goethit Feldspar
+++ +++
-
+ ++
-
(+) -
+ +
-
-
-
AM2
Ap (0-18 cm) Bt3 (103-130 cm)
-
-
++++ ++++
-
+ +
-
(+) -
(+) -
-
AM3
Ap (0-15 cm) Bt3 (30-50 cm)
+
(+)
++++ ++++
-
+ (+)
-
-
(+) -
+ (+)
++++ ++++
+
+ +
-
-
(+) -
-
-
-
Batukapur : AM4 AB (15-31 cm) Bt2 (45-66 cm) AM5
A (0-16 cm) Bt3 (86-122 cm)
++++ ++++
+
+ +
-
-
-
-
-
-
AM6
Ap (0-18 cm) Bt2 (50-77 cm)
++++ ++++
(+) (+)
+ +
-
-
-
-
-
-
++++ ++++
-
+ +
-
(+) -
-
-
-
-
Ap (0-20 cm) Bt3 (65-90 cm)
-
-
-
++++ ++++
(+) (+)
-
(+) (+)
(+) (+)
-
Volkanik-dasitik : AM9 A (0-22 cm) Bt3 (57-80 cm)
-
-
-
++++ ++++
-
++ +
-
-
+ -
-
-
+++ +++
-
+ +
++ ++
-
-
+ +
Volkanik-andesitik : AM7 A (0-19 cm) Bt3 (60-105 cm) AM8
AM10
A (0-12 cm) Bt4 (120-143 cm)
Keterangan : ++++ = dominan; +++ = banyak; ++ = sedang; + = sedikit; (+) = sangat sedikit
78
Pedon Berbahan Induk Batuliat Difraktogram Sinar-X (X-ray Difactogram, XRD) fraksi liat dari horison A atau Ap dan horison argilik (Bt) masing-masing pedon disajikan pada Gambar 10 (AM1) sampai Gambar 19 (AM10). Perlakuan standar fraksi liat yang digunakan adalah dengan penjenuhan Mg 2+, Mg2+ + gliserol, K+, dan K+ plus 500 0C. Adapun identifikasi jenis mineral berdasarkan puncak difraksi sinar-X (X-ray Difraction peaks) seperti yang dikemukakan dalam Dixon et al. (1989). Horison Bt dan horison Ap pada tanah yang berkembang dari batuliat di daerah Cendali (AM1), yang mempunyai regi m kelembaban akuik didominasi
mineral liat
smektit (2:1) dan sedikit kaolinit. Hal ini ditunjukkan oleh puncak 16 Å pada perlakuan dengan penjenuhan kation Mg 2+, yang berubah menjadi 18 Å pada penjenuhan kation Mg 2+ ditambah pemberian gliserol. Selanjutnya puncak smektit
mengecil
menjadi 12,5 Å pada perlakuan penjenuhan dengan kation K, dan menjadi 10 Å setelah dipanaskan pada 550 oC (Gambar 10). Kecuali itu, ditemukan juga sedikit kaolinit (1:1) di horison Ap, yang meningkat jumlahnya di horison Bt2. Adanya mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak 7,2 Å pada penjenuhan dengan Mg 2+, Mg 2+ - gliserol, dan penjenuhan dengan K+. Namun dengan perlakuan pemanasan 550 oC, puncak tersebut hilang. Dua pedon lain, AM2 dan AM3 yang juga berkembang dari batuliat, baik yang mempunyai regim kelembaban perudik maupun akuik, didominasi oleh mineral liat kaolinit (Gambar 11 dan 12). Puncak 7,2 Å sangat nyata terlihat pada perlakuan dengan Mg 2+, Mg 2+ - gliserol, maupun penjenuhan dengan K +. Adanya kaolinit diperkuat oleh intensitas kuat dari puncak ordo kedua kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas. Juga pada pedon AM2 ditemukan gibsit (4,5 Å) dan goethite (4,21 Å) dalam jumlah sedikit. Hal lain yang menarik adalah ditemukannya sedikit mineral smektit di horison Bt pada pedon AM3 yang memiliki regim kelembaban akuik (AM3) dan sedikit kristobalit pada AM1.
79
Gambar 10a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon A M1 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 10b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM1 Berbahan Induk Batuliat.
80
Gambar 11a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 1 1b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM2 Berbahan Induk Batuliat.
81
Gambar 12a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison (Ap) Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 1 2b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM3 Berbahan Induk Batuliat.
82
Pedon Berbahan Induk Batukapur Tanah yang berkembang dari bahan induk kapur, AM4, AM5, dan AM6, dijumpai di daerah Pasircabe, Jonggol, memiliki regim kelembaban tanah perudik dan akuik. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa mineral liat smektit dan sedikit kaolinit mendominasi susunan fraksi liat, baik pada horison Bt maupun horison pencucian (A atau Ap), Tabel 14. Gambar 13 (AM4), 14 (AM5), dan 15 (AM6) menunjukkan bahwa pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg 2+, puncak difraksi sinar X yang didentifikasi adalah sebesar 15,3 – 16 Å, yang dengan penambahan gliserol meningkat menjadi 18 Å. Puncak tersebut bergeser menjadi 12 Å setelah diperlakukan dengan penjenuhan kation K +, dan kemudian menjadi 10 Å setelah pemanasan pada 550 oC. Puncak difraksi berikutnya yang teridentifikasi adalah kaolinit (7,26 Å) yang relatif stabil terlihat pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K + plus pemanasan dengan 550 oC , puncak ini menghilang. Adanya orde kedua dari kaolinit yang ditunjukkan oleh puncak 3,58 Å memperkuat adanya mineral tersebut pada horison Bt dan horison A/Ap. Selain kedua mineral utama tersebut ditemukan pula dalam jumlah sedikit mineral illit (10 Å), kuarsa (3,34 Å) dan kristobalit (4,05 Å). kaolinit yakni 3,59 Å. Selain itu, mineral kuarsa (3,34 Å) terlihat sangat jelas.
83
Gambar 13a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (AB) Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
Gambar 1 3b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM4 Berbahan Induk Batukapur.
84
Gambar 14a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
Gambar 1 4b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
85
Gambar 15a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur.
Gambar 1 5b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt2 Pedon AM6 Berbahan Induk Batukapur.
86
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Hasil analisis mineral liat dengan XRD pada pedon yang berkembang dari bahan induk volkanik-andesitik, AM7 dan AM8, yang berasal dari daerah Jasinga dan Ciampea disajikan pada Tabel 14. Puncak-puncak difraksi sinar X-nya disajikan pada Gambar 16 (AM7) dan 17 (AM8). Pada pedon AM7 (Gambar 16) dengan perlakuan penjenuhan dengan kation Mg2+, mineral liat yang diidentifikasi adalah smektit dengan puncak difraksi 15,8 Å, yang meningkat menjadi 18 Å dengan penambahan gliserol. Puncak tersebut bergeser menjadi 10 Å setelah
penjenuhan dengan kation K +
ditambah pemanasan pada 550 o C. Puncak berikutnya yang teridentifikasi adalah 7,26 Å yang relatif stabil pada tiga perlakuan, kecuali pada perlakuan penambahan kation K + plus pemanasan 550 o C puncak tersebut hilang. Mineral liat tersebut adalah kaolinit (1:1) . Keberadaan mineral ini diperkuat dengan adanya puncak difraksi ordo kedua 3,6 Å, yang jelas terlihat pada horison Bt dan horison A. Analisis XRD pada pedon AM7 dengan demikian menunjukkan bahwa fraksi liat horison Bt dan A didominasi oleh smektit dan sedikit kaolinit. Pedon AM8 (Ciampea) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 17 menunjukkan bahwa mineral liat yang diidentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) sebagai mineral liat dominan. Di samping itu dalam jumlah yang sangat sedikit, dijumpai mineral kuarsa (3,34 Å), gibsit (4,5Å), dan goethit (4,12 Å), baik pada horison Bt maupun horison Ap. Fraksi liat horison Bt dan Ap dengan demikian (Tabel 21), didominasi oleh mineral haloisit dengan sedikit kuarsa, gibsit, dan goethit.
87
Gambar 16a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM7 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
Gambar 16b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
AM7
Berbahan
88
Gambar 17a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
Gambar 17b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM8 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik.
89
Pedon Berbahan induk Volkanik-Dasitik Hasil analisis XRD pada mineral liat pedon AM9 dan AM10 dari Cipocok, Serang yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik,
disajikan pada Gambar 18
(AM9) dan 19 (AM10). Pada kedua Gambar tersebut terlihat bahwa, puncak-puncak difraksi XRD cenderung sama antara horison Bt dan horison A/Ap di atasnya. Pada Gambar 18 (AM9) terlihat bahwa, pada perlakuan penjenuhan dengan kation Mg2+, puncak difraksi yang teridentifikasi adalah haloisit (7,3 Å) yang relatif stabil pada tiga perlakuan, terkecuali pada perlakuan penambahan kation K+ plus pemanasan 550 oC puncak tersebut menghilang. Adanya difraksi ordo kedua dari mineral tersebut pada 3,6 Å memperkuat keberadaan mineral haloisit pada horison Bt dan horison A. Mineral lainnya dalam jumlah lebih sedikit yang teridentifikasi adalah adalah kristobalit (4,05 Å) dan kuarsa (3,34 Å).
Gambar 18a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (A) Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
90
Gambar 18b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt3 Pedon AM9 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
Pada pedon AM10 (Gambar 19) menunjukkan XRD yang agak berbeda. Gambar 19 menunjukkan bahwa mineral kaolinit (7,2 Å) terdapat dalam jumlah yang dominan, baik pada horison Bt maupun horison Ap di atasn ya. Dalam jumlah yang agak banyak terdapat kristobalit (4,05 Å ), dan kuarsa (3,34 Å) dalam jumlah yang sedikit.
91
Gambar 19a. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Permukaan (Ap) Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
Gambar 19b. Hasil Analisis XRD Fraksi Liat Horison Bt4 Pedon AM10 Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik.
92
Berdasarkan hasil analisis mineral liat dengan XRD seperti telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan jenis-jenis mineral liat yang dominan pada horison Bt dan horison A/Ap pada semua pedon yang diteliti, seperti tertera pada Tabel 15.
Tabel 15.
Mineral Liat yang Dominan pada Horison Penimbunan Liat dan Horison di Atasnya pada Masing-masing Pedon Pewakil. Pedon Jenis Mineral liat yang dominan Horison eluviasi Horison iluviasi
Batuliat : AM1(akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik)
Smektit dan kaolinit Kaolinit Kaolinit
Smektit dan kaolinit Kaolinit Kao linit dan smektit
Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik)
Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit
Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit
Bahan Volkanik -Andesitik : AM7 (perudik) AM8 (perudik)
Smektit dan sedikit kaolinit Smektit dan sedikit kaolinit Haloisit Haloisit
Bahan Volkanik -Dasitik: AM9 (ustik) AM10 (akuik)
Haloisit Kaolinit
Haloisit Kaolinit
Horison Diagnostik Horison Permukaan Dalam Soil Survey Staff (1999) dinyatakan bahwa, horison permukaan tanah dapat diklasifikasikan sebagai epipedon okrik, apabila horison tersebut tidak memenuhi syarat
untuk tujuh epipedon lainnya. Sifat
morfologi utama yang mempengaruhi
adalah karena horison permukaan bersifat terlalu tipis, terlalu kering, warnanya memiliki value dan kroma terlalu tinggi, dan atau kandungan C-organiknya terlalu rendah. Dari kriteria ketebalan, warna tanah, dan lain-lain maka disimpulkan horison permukaan seluruh pedon pewakil adalah okrik.
93
Horison Bawah Permukaan Identifikasi horison Bt pada selu ruh pedon dalam penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah horison tersebut adalah horison argilik. Kriteria yang digunakan sebagai dasar identifikasi ini adalah sifat-sifat argilik seperti yang di sampaikan dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999). Sifat-sifat tersebut adalah sifat morfologi dan fisika (kandungan liat dan ketebalan masing-masing horison), serta sifat mikromorfologi (selaput liat).
Kandungan Liat Data tekstur tanah berupa kandungan liat halus dan liat total, serta rasio liat halus terhadap liat total masing-masing horison disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8. Banyaknya liat halus yang dipindahkan oleh proses iluviasi terlihat pada data rasio liat halus terhadap liat total dan merupakan indikasi intensitas proses iluviasi liat. Rasio liat ini merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam identifikasi horison argilik (Cremeens et al., 1986). Menurut Smith dan Wilding (1972) rasio liat halus terhadap liat total merupakan salah satu kriteria pembanding yang dapat membedakan antara horison argilik dengan horison di atasnya. Bahan Induk Batuliat. Tabel 5 (halaman 38) menyajikan peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 pada pedon yang berbahan induk batuliat mencapai berturut-turut 6,9% dan 15,3% untuk pedon AM1 dan AM3 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, dan 9,3% pada pedon AM2 yang memiliki regim kelembaban tanah perudik. Dapat dikatakan bahwa proses iluviasi pada ketiga pedon tersebut hampir sama tingkat intesitasnya, yang didukung oleh rasio liat halus terhadap liat total yang tinggi. Peningkatan kandungan liat halus yang relatif paling rendah di antara ketiga pedon pewakil dari bahan induk batuli at dijumpai pada AM1, dan tertinggi pada pedon AM3. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan regim kelembaban tanah yang ada saat ini, tidak terlihat mempengaruhi perbedaan jumlah
94
liat yang teriluviasi, dimana pada kondisi regim kelembaban tanah yang sama memberikan peningkatan liat yang jumlahnya berbeda. Bahan induk Batukapur. Pada Tabel 6 (halaman 42) disajikan bahwa, pedonpedon berbahan induk batukapur memiliki peningkatan kandungan liat halus dari horison cenderung hampir sama antara pedon yang memiliki regi m kelembaban tanah perudik dan akuik. Pedon AM4 (perudik) memiliki peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 yang lebih tinggi, yakni 15,9% dibanding pedon AM6 (dari horison Ap ke horison Bt1) yakni 13,9%. Pedon AM5 yang memiliki regim kelembaban perudik, peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 adalah 7,0%, paling rendah di antara ketiga pedon tersebut. Sehingga sama halnya pada pedonpedon berbahan induk batuliat, regim kelembaban tanah yang berbeda tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah perpindahan liat. Bahan induk Volkanik -Andesitik . Tabel 7 (halaman 46) menunjukkan bahwa, peningkatan kandungan liat halus pada pedon yang berasal dari bahan Volkanikandesitik sangat menonjol pada pedon AM7. Hal ini sangat didukung oleh data tekstur bahwa peningkatan kandungan liat halus dari horison A ke horison Bt1 sekitar 33,3% terjadi pada pedon AM7. Tingginya kandungan liat halus pada pedon AM7 ini menunjukkan
telah
terjadinya
pelapukan
yang
intensif
dan
eksten sif
yang
menghasilkan penimbunan liat yang relatif tinggi. Pada pedon AM8 yang berbahan induk bahan volkanik andesitik, peningkatan kandungan liat halus dari horison Ap ke horison Bt1 sebesar 6,1% dan tidak terlalu menonjol seperti pada pedon pewakil lainnya. Bahan induk Volkanik-Dasitik. Tabel 8 (halaman 48) menyajikan, pedon berbahan induk volkanik dasitik AM9 dan AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah ustik dan akuik, menunjukkan bahwa penimbunan liat pada horison Bt1 relatif lebih tinggi
pada AM9 yaitu 15,6% dan pada AM10 relatif sedikit yakni 8,2%.
Disimpulkan bahwa bahan induk volkanik yang berbeda memberi pengaruh yang
95
berbeda terhadap jumlah peningkatan liat. Bahan volkanik-dasitik cenderung memiliki peningkatan liat yang lebih banyak dibanding andesitik. Secara keseluruhan bahan volkanik memiliki peningkatan liat yang relatif tinggi dibanding bahan induk batukapur, dan batuliat. Rata-rata jumlah peningkatan liat paling rendah dimiliki oleh pedon-pedon berbahan induk Batuliat. Jumlah liat total pada horison iluviasi harus lebih banyak dibanding horison eluviasi di atasnya di dalam jarak kurang dari 30 cm (Soil Survey Staff, 2003). Dengan demikian, penentuan jumlah liat total yang harus dipenuhi sebagai horison argilik pada masing-masing pedon dapat ditentukan berdasarkan jumlah liat total pada horison A/Ap atau AB. Berdasarkan jarak kurang dari 30 cm dari horison eluviasi setiap pedon pewakil, maka horison Bt1 digunakan sebagai dasar pembandingan. Berdasarkan data tekstur tanah masing-masing pedon, maka diperoleh data kandungan liat total pada horison eluviasi yang berada di antara 15% - 40%, adalah pedon
AM1
dan
AM10. Untuk
kedua
pedon
ini
kandungan liat total sebagai
horison argilik harus minimal 1,2 kali kandungan liat total pada horison eluviasinya. Pedon yang memiliki kandungan liat di atas 40%, adalah pedon AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, AM7, AM8, dan AM9. Pada masing-masing pedon tersebut, kandungan liat total sebagai horison argilik harus minimal 8% (absolut) lebih banyak, dari kandungan liat total pada horison eluviasinya. Data jumlah liat total pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, kandungan liat total pada horison Bt seluruh pedon yang diteliti, melebihi batas minimal kandungan liat total sebagai horison argilik.
96
Tabel 16.
Jumlah Liat Total pada Horison Eluviasi dan Horison Iluviasi, Serta Jumlah Minimal Liat Total Sebagai Horison Argilik. Pedon
Liat Total (%) Hor. Eluviasi Hor.Iluviasi (A atau Ap) (Bt1)
Minimal Liat Total sebagai horison Argilik (%)
Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik)
29,7 45,8 40,8
42,7 54,0 52,0
35,6 53,8 48,8
Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik)
64,1 61,5 55,5
73,0 73,0 66,8
72,1 69,5 63,5
Bahan Volkanik-andesitik : AM7(perudik) AM8(perudik)
53,5 45,7
68,6 55,2
61,5 53,9
Bahan Volkanik-dasitik : AM9(ustik) AM10 (akuik)
55,9 20,2
72,4 33,8
63,9 24,2
Ketebalan Horison Iluviasi Data pada Tabel 17 terlihat bahwa, pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batuliat dengan regim kelembaban tanah akuik (AM1 dan AM3) menunjukkan kedalaman horizon iluviasi yang relatif sama, yakni pada kedalaman 10 cm dan 15 cm dari permukaan tanah. Dijumpai pula bahwa, batas bawah horison iluviasi terletak pada kedalaman lebih dari 100 cm, yakni 135 cm (AM1) dan 135 cm (AM3). Masih pada bahan induk yang sama, tetapi regim kelembaban tanah perudik, pedon AM2 memiliki letak horison iluviasi terletak lebih dalam yakni 37 cm, dari permukaan. Sedangkan batas bawahnya dijumpai pada kedalaman 130 cm atau sama dengan AM1 dan relatif lebih dangkal dibandingkan pedon AM3. Dengan demikian terlihat bahwa ketebalan horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuliat berbeda. Pada pedon dengan regim kelembaban tanah akuik memiliki ketebalan sama, yaitu 10-130 cm = 120 cm dan 15-135 cm = 120 cm,
97
Tabel 17. Batas Atas dan Bawah, serta Ketebalan Horison Penimbunan Liat pada Masing - masing Pedon Pewakil. Pedon Pewakil
Batas atas dari permukaan tanah (cm)
Batas bawah dari permukaan tanah (cm)
Ketebalan horison penimbunan liat (cm)
Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik)
10 37 15
130 130 135
120 93 120
Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik)
31 16 18
130 122 136
99 106 118
Bahan Volkanik: AM7 (andesitik-perudik) AM8 (andesitik-perudi k) AM9 (dasitik-ustik) AM10 (dasitik-akuik)
19 20 22 26
105 145 140 143
86 125 118 114
sedangkan dengan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik relatif lebih dangkal yaitu 37 - 130 cm = 93 cm. Pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk batukapur, batas atas horison iluviasi ditemukan pada kedalaman lebih bervariasi. Pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi dijumpai pada kedalaman 31 cm (AM4) dan 16 cm (AM5) dengan batas bawah pada kedalaman 130 cm (AM4) dan 122 cm (AM5). Sedangkan pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik (AM6), batas atas horison iluviasi berada pada kedalaman 18 cm, dengan batas bawah pada kedalaman 136 cm dari permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa horison iluviasi pada ketiga pedon yang berkembang dari bahan induk batukapur ini memiliki ketebalan yang berbeda satu sama lain. Pedon AM4 (perudik) memiliki tebal 31 - 130 cm = 113 c m, pedon AM5 (perudik) adalah 16 - 122 cm = 106 cm, sedangkan pedon AM6 (akuik) 18 -126 cm = 118 cm.
98
Batas atas horison iluviasi pada pedon-pedon yang berbahan induk bahan volkanik dijumpai berbeda satu sama lain. Pada pedon AM7 dan AM8 yang bersifat andesitik dengan regim kelembaban tanah perudik, batas atas horison iluviasi terdapat pada kedalaman 19 cm (AM7) dan 20 cm (AM8) dari permukaan tanah. Sedangkan batas bawahnya masing-masing pada kedalaman 105 cm dan 145cm. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik-dasitik, menunjukkan letak batas atas dan batas bawah horison iluviasi pada kedalaman 22 cm dan 140 cm untuk AM9. Ketebalan horison iluviasi pada pedon ini yakni relatif agak tipis, yakni 118 cm. Dibandingkan dengan pedon AM10 yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, batas atas horison iluviasinya dijumpai pada kedalaman 26 cm dari permukaan tanah, atau lebih dalam dari AM9. Sedangkan batas bawah horison iluviasinya terletak pada kedalaman 143 cm dari permukaan tanah, se hingga ketebalan horison iluviasi adalah 114 cm.
Selaput Liat (Clay Skin) Hasil analisis irisan tipis pada beberapa horison iluviasi yang teridentifikasi memiliki selaput liat (pedon AM8 dan AM10) disajikan pada Tabel 18. Menurut salah satu kriteria horison argilik (Soil Survey Staff, 2003), bahwa pada irisan tipis, memiliki bentukan liat terorientasi, yang secara mikromorfologi, berjumlah lebih dari 1%. Identifikasi irisan tipis pada penelitian ini dilakukan
pada pedon AM8
(bahan Volkanik–Andesitik), dan AM10 (bahan Volkanik-Dasitik). Karakterisasi horison iluviasi pada tanah berbahan induk batuan VolkanikAndesitik dengan regim kelembaban perudik (AM-8), menunjukkan adanya selaput liat dengan jumlah sedikit sampai sedang, orientasi tidak kontinyu (Gambar 22). Dalam Brewer (1974) dikatakan bahwa, orientasi selaput liat yang tidak kontinyu tersebut mengindikasikan perkembangan yang lemah. Selanjutnya dikatakan bahwa, liat iluviasi (argilan) yang orientasi nya tidak kontinu menunjukkan laminasi yang kurang jelas.
99
Tabel 18.
Tebal, Jumlah, dan Perkembangan Selaput Liat pada Horison Penimbunan Liat Masing- masing Pedon Pewakil AM8 dan AM10. Tebal selaput (mikron)
Jumlah selaput
Perkembangan (laminasi)
AM8 Bt2 Bt3 Bt4 Bt5
60-80 60 40-100 60
sedang -banyak sedikit banyak sedikit
Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas
AM10 Bt2 Bt3 Bt4
80-200 80-200 80-200
sedikit-sedang sedang banyak
Ada/jelas Ada/sangat jelas Ada/sangat jelas
Pedon
Keterangan: Kt=kuning terang, Kp=kuning , Ca=Coklat keabu-abuan. Sedikit = <5%, sedang= 5-10%, banyak= >10%. PPL=Plane Polarized Light, XPL=Cross Polarized Light.
Sama halnya dengan pola perkembangan argilan yang diperoleh Cremeens dan Mokma (1986) yang menunjukkan adanya penurunan tingkat orientasi dari kuat pada tanah yang berdrainase baik (perudik), sampai lemah pada tanah yang berdrainase buruk (akuik). Hal demikian tidak tercermin pada pedon AM10, sehingga dapat disimpulkan bahwa regim kelembaban tanah yang ada sekarang tidak mempengaruhi perkembangan selaput liat pada tanah tersebut. Dengan kata lain, terbentuknya horison iluviasi liat pada pedon AM10 tidak terjadi pada lingkungan regim kelembaban tanah yang ada saat ini.
100
Gambar 20.
Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon A M3 Berbahan Induk Batuliat.
Gambar 21.
Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM5 Berbahan Induk Batukapur.
101
Gambar 22.
Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM8 Berbahan Induk Volkanik-Andesitik (PPL = atas, XPL = bawah).
102
Gambar 23.
Selaput Liat pada Irisan Tipis Horison Bt dari Pedon AM10 Berbahan Induk Volkanik-Dasitik (PPL = atas, XPL = bawah).
103
Pada Tabel 19 disajikan ringkasan hasil identifikasi horison argilik pada semua pedon pewakil. Berdasarkan hasil identifikasi horison argilik yang menggunakan kriteria jumlah kandungan liat total, ketebalan horison iluviasi, dan adanya selaput liat sebagai bukti iluviasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, tidak semua horison iluviasi (Bt) pada pedon-pedon pewakil adalah horison argilik. Namun demikian kriteria adanya selaput liat yang dijumpai atau terlihat di lapang, tidak dapat dibuktikan secara mikromorfologi kecuali pedon AM8 dan A M10.
Tabel 19.
Hasil Identifikasi Horison Penimbunan Liat (Argilik) Berdasarkan Kriteria Jumlah Kandungan Liat Total, Ketebalan Horison Iluviasi, dan Selaput Liat pada Pedon Pewakil.
Bahan Induk/ Pedon Batuliat : AM1 AM2 AM3
Liat Total %
Tebal Horison (cm)
Selaput Liat
42,7 54,0 52,0
(35,6)* (53,8) (48,8)
120 93 120
-
Batukapur: AM4 AM5 AM6
73,0 73,0 66,8
(72,1) (69,5) (63,5)
99 106 118
-
Volkanik-Andesitik: AM7 AM8
68,6 55,2
(61,5) (53,9)
86 125
ada
118 114
ada
Volkanik-Dasitik: 72,4 (63,9) AM9 AM10 33,8 (24,2) * Angka dalam kurung adalah minimal argilik.
Hasil identifikasi horison Bt yang ada pada masing-masing pedon pewakil menunjukkan bahwa hanya pedon AM8 (Volkanik-Andesitik) dan AM10 (Volkanik– Dasitik) yang memenuhi seluruh kriteria sebagai horison argilik. Dengan demikian maka, pedon pewakil lainnya hanya memenuhi syarat kenaikan liat dan ketebalan horison saja, sehingga horison penimbunan liat tersebut tanpa adanya argilik atau
104
yang disimbolkan dengan Bt cenderung merupakan horison kambik. Menurut Soil Survey Staff (1999 dan 2003), horison kambik merupakan hasil proses perubahan (alterasi) secara fisika, proses transformasi kimia, perpindahan, ataupun kombinasi dari proses-proses tersebut. Dapat disimpulkan bahwa horison kambik yang ada pada pedon pewakil dalam penelitian ini cenderung terbentuk dari akumulasi liat.
Klasifikasi Tanah Pedon-Pedon Pewakil Berdasarkan hasil pengamatan sifat-sifat tanah yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing pedon pewakil memiliki horison diagnostik berupa epipedon okrik, horison bawah kambik (AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, AM7) dan horison argilik (AM8 dan AM10). Menurut klasifikasi tanah USDA Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) semua pedon termasuk dalam beberapa famili tanah ordo Inceptisol, Ultisol, dan Alfisol, dengan regim kelembaban tanah akuik, perudik, dan ustik, seperti disajikan pada Tabel 20. Hasil identifikasi horison Bt (dibahas sebelumnya) menunjukkan bahwa pedon pewakil yang memiliki horison kambik dapat diklasifikasikan sebagai Inceptisol. Sedangkan Ultisol atau Alfisol bagi pedon yang memiliki horison argilik. Pedon AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 termasuk dalam ordo Inceptisol, sedangkan AM8 sebagai ordo Ultisol, dan AM10 sebagai ordo Alfisol. Sub-ordo tanah Inceptisol digolongkan berdasarkan regim kelembaban tanah (Aquept, Udept, dan Ustept). Pedon AM8 digolongkan sebagai ordo Ultisol karena, memiliki KB-jumlah kation pada kedalaman 125 cm dari batas atas argilik, atau pada kedalaman 145 cm dari permukaan tanah adalah 32% atau kurang dari 35%. Sedangkan pedon AM10 termasuk Alfisol, karena KB-jumlah kation pada kedalaman 125 cm dari permukaan argilik atau 151 cm dari permukaan tanah adalah 60% atau lebih dari 35%.
105
Tabel 20. Pedon
Pedon Pewakil dan Klasifikasi Tanahnya. Bahan induk tanah
Klasifikasi tanah / Famili tanah
Regim kelembaban tanah Akuik
AM1
Batuliat
Fluvaquentic Epiaquept, halus, campuran, aktif, isohipertermik.
AM2
Batuliat
Fluventic Dystrudept, halus, campuran, semi-aktif, isohipertermik.
AM3
Batuliat
Fluvaquentic Epiaquept, halus, campuran aktif, isohipertermik.
AM4
Batukapur
Dystric Fluventic Eutrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik
Perudik
AM5
Batukapur
Dystric Fluventic Eutrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik
Perudik
AM6
Batukapur
Fluvaquentic Epiaquept, sangat halus, smektitik, isohipertermik
AM7
Volkanik-Andesitik
Andic Dystrudept, sangat halus, smektitik, isohipertermik
Perudik
AM8
Volkanik-Andesitik
Typic Haplohumult, sangat halus, haloisitik, isohipertermik
Perudik
AM9
Volkanik-Dasitik
Fluventic Dystrudept, sangat halus, haloisitik, isohipertermik
Ustik
AM10
Volkanik-Dasitik
Aeric Epiaqualf, berlempung halus, campuran, semi-aktif, isohipertermik
Akuik
Perudik Akuik
Akuik
Penentuan sub-ordo berdasarkan pada regim kelembaban tanah mendapatkan bahwa pedon AM1, AM3, AM6, dan AM10 tergolong memiliki regim kelembaban akuik; pedon AM2, AM4, AM5, dan AM8 termasuk dalam regim kelembaban perudik; sedangkan pedon AM9 termasuk regim kelembaban ustik. Selanjutnya penentuan tingkat great group pada tanah yang tergolong pada aquept adalah berdasarkan jenis saturasi (episaturasi). Sedangkan pada udept dan Ustept didasarkan pada kejenuhan basa (NH4OAc) yang kurang dari 60% (Dystric) dan yang sama atau lebih dari 60% (Eutro). Tanah yang memilik argilik didasarkan pada ada tidaknya penurunan jumlah liat sebesar 20% dari kandungan maksimum horison argilik pada kedalaman 150 cm. Bila tidak terjadi penurunan lebih dari 20%,
106
maka termasuk pada great group ”Pale”, dan bila terjadi penurunan termasuk great group ”Haplo”. Pengklasifikasian selanjutnya pada tingkat sub group, didasarkan sifat penciri lain yang memenuhi syarat. Antara lain, sub group Aeric, bila warna kroma adalah 3 atau lebih pada satu horison di antara A/Ap atau kedalaman 25 cm, mana saja yang lebih dalam, dan kedalaman 75 cm. Dikelompokkan pada Humic , bila warna value 3 atau kurang (lembab) dan 5 atau kurang (kering) pada horison Ap setebal 18 cm atau lebih, atau bagian atas lapisan permukaan setebal 18 cm setelah dicampur. Termasuk sub group Typic, bila tidak ada penciri lain yang menonjol. Klasifikasi sampai tingkat famili tanah dilakukan berdasarkan pembeda famili yaitu kelas ukuran butir, kelas mineralogi, kelas regim suhu tanah, dan kelas reaksi tanah pada penampang kontrol dari masing-masing pedon.
Karakteristik Horison Argilik dan Kambik
Tebal Horison Berdasarkan data batas dan ketebalan horison argilik pada Tabel 17 (halaman 94), disimpulkan bahwa perbedaan jenis bahan induk memberikan pengaruh yang berbeda pada letak atau posisi horison argilik dari permukaan tanah. Letak horison kambik dari permukaan tanah cenderung lebih seragam, yakni pada kedalaman 19–29 cm, dibanding dengan tanah yang berkembang dari batukapur 20–37 cm, maupun batuliat 13–48 cm. Pada tanah-tanah yang berasal dari batuliat, batas bawah horison kambik rata -rata terletak lebih dalam, 146–162 cm, dibanding dengan tanah-tanah berkembang dari batukapur yakni 49–150 cm, dan tanah-tanah berbahan induk volkanik 105–179 cm. Tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkanik cenderung memiliki ketebalan horison bawah permukaan (kambik atau argilik) yang bervariasi, dari agak tipis sampai tebal, yakni dari 86 cm sampai 125 cm. Ketebalan horison argilik yang
107
agak tebal dijumpai pada pedon yang berbahan induk bahan volkanik-dasitik (AM10), yakni mencapai 114 cm, sedangkan lebih tebal ditemukan pada pedon yang berbahan induk bahan Volkanik-Andesitik (AM8) yakni 125 cm. Hal tersebut diduga disebabkan karena bahan volkanik didominasi oleh gelas volkan yang cenderung lebih mudah melapuk serta menghasilkan solum yang relatif tebal dan homogen. Laju pelapukan yang tinggi mempengaruhi ketebalan tanah sehingga cenderung memiliki profil yang dalam. Keadaan tersebut menyebabkan iluviasi liat dapat terjadi dan terakumulasi sampai ke bagian pedon yang lebih dalam. Pengaruh regim kelembaban tanah terlihat berbeda pada masing-masing jenis bahan induk tanah. Perbedaan antara regim kelembaban perudik dan akuik pada pedon yang berasal dari batuliat berpengaruh pada ketebalan horison kambik yang relatif lebih tebal pada regim kelembaban tanah akuik daripada perudik. Sebaliknya pada pedon yang berasal dari batukapur, regim kelembaban tanah perudik menghasilkan horison bawah relatif lebih tebal. Sedangkan pada pedon dari bahan volkanik, horison argilik dijumpai lebih tebal, pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, dibanding ustik, dan perudik.
Kandungan Liat Pada Gambar 24 disajikan distribusi liat total dalam tanah-tanah yang termasuk Inceptisol dan batas argiliknya (argillic line) pada pedon berargilik (AM8 dan AM10). Dengan jelas terlihat bahwa penurunan kandungan liat di dalam tanah terjadi pada kedalaman yang berbeda-beda. Pada pedon AM1 dan AM3 yang yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, menunjukkan tidak terjadi penurunan penimbunan liat yang melebihi 20% (dari nilai kandungan liat maksimum), pada kedalaman 150 cm dari permukaan tanah. Berbeda
108
Gambar 24. Distribusi Liat Halus dan Liat Total dalam Tanah Inceptisol dan Batas Argilik (argillic line) pada Pedon AM8 dan AM10.
109
dengan pedon AM2, penurunan kandungan liat terjadi pada kedalaman 146 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pedon yang berkembang dari bahan induk batuliat, memiliki letak penurunan jumlah liat berbeda-beda, yang disebabkan oleh regim kelembaban tanah yang berbeda. Letak penurunan kandungan liat tersebut terlihat lebih dalam pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik
dibanding
perudik.
Letak
kedalaman
dimana
liat
dapat
dipindahkan
dimungkinkan oleh adanya air yang dapat meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah. Pada tanah yang memiliki regim kelembaban perudik, letaknya relatif dangkal tergantung sampai sejauh mana ketersediaan air yang masih memungkinkan. Pada tanah yang memiliki regim kelembaban tanah akuik, kemungkinan keberadaan air dalam tanah selalu tersedia dan dalam jangka waktu yang lebih lama, baik saat periode kering maupun basah. Data pada Tabel 21 menunjukkan bahwa, letak kedalaman penimbunan liat halus dan liat total maksimum berbeda-beda pada setiap pedon. Pada pedon AM1 dan AM3 yang berbahan induk batuliat dan memiliki regim kelembaban tanah akuik, penimbunan maksimum terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal dibandingkan dengan pedon AM2 yang memiliki regim perudik. Sebaliknya, pada pedon yang berbahan induk batukapur terlihat bahwa penimbunan maksimum terjadi relatif lebih dangkal pada pedon AM4 (perudik) dan AM6 (akuik) daripada AM5 (perudik). Pada pedon yang berkembang dari bahan induk Volkanik-Andesitik, penimbunan liat maksimum terjadi lebih dangkal pada AM8 dibanding AM7. Pada pedon berbahan volkanik-dasitik penimbunan maksimum terdapat pada pedon AM10 (akuik) pada posisi lebih dalam dibanding dengan pedon AM9 yang memiliki regim ustik. Hal tersebut diduga berkaitan dengan tekstur horison argilik pada AM10 lebih kasar daripada pedon AM9 sehingga proses translokasi liat berlangsung lebih dalam.
110
Tabel 21. Kandungan Liat Halus dan Liat Total Maksimum (%) pada Masing-masing Kedalaman Pedon Pewakil. Pedon Pewakil
Kedalaman (cm)
Kandungan lia t maks.(%) Rasio Liat halus /total Liat halus Liat total H.argilik H.eluviasi
Batuliat : AM1 (akuik) AM2 (perudik) AM3 (akuik)
55 - 95 65 - 103 50 – 85
46,9 45,6 39,4
51,0 58,8 55,5
0,92 0,77 0,71
0,89 0,68 0,50
Batukapur: AM4 (perudik) AM5 (perudik) AM6 (akuik)
45 – 66 86 – 122 50 – 77
70,0 73,6 61,0
79,3 77,8 69,9
0,88 0,95 0,87
0,81 0,93 0,85
Bahan Volkanik: AM7 (perudik) AM8 (perudik) AM9 (ustik) AM10 (akuik)
80 – 105 65 – 90 80 - 110 120 - 143
71,4 70, 8 80,6 37, 5
83,3 76,8 89,0 41,3
0,86 0,92 0,91 0,91
0,26 0,65 0,77 0,93
Mikromorfologi Horison Argilik dan Kambik Hasil deskripsi terhadap contoh irisan tipis tanah pada beberapa pedon pewakil berdasarkan metoda analisis Brewer (1976) dan Bullock et al. (1985), disajikan pada Tabel 22. Contoh irisan tipis yang diteliti diwakili oleh pedon AM2 dan AM3 (batuliat), AM5 (batukapur), AM8 (bahan Volkanik-Andesitik), serta AM9 dan AM10 (bahan Volkanik-Dasitik) .
Pedon Berbahan Induk Batuliat Hasil pengamatan terhadap contoh irisan tipis tanah pada horison kambik pedon AM2 yang berbahan induk batuliat menunjukkan bahan kasar didominasi oleh mineral opak, plagioklas, kuarsa dan fragmen lapukan batuan sebagai bahan kasarnya. Bahan halus tersusun oleh liat dengan warna coklat kekuningan, dan bfabrik yang tidak memiliki warna interferensi (undifferentiated b-fabric). Adapun mikrostruktur dari horison ini adalah gumpal membulat dengan jenis pori-pori berbentuk
planar, chamber dan
vughy .
Ciri-ciri
khusus
(pedofeatures )
yang
111
teridentifikasi adalah adanya selaput liat yang berwarna cerah (limpid clay coating) pada dinding pori, serta adanya liat sebagai pengisi pori-pori (clay infilling of voids ).
Tabel 22. Mikromorfologi Horison Penimbunan Liat Beberapa Pedon Pewakil. Pedon pewakil Batu liat: AM2 (perudik) Horison Bt2
Mikrostruktur
Jenis pori
Gumpal membulat; - channel Remah - plannar - chamber - vughy
AM3 (akuik) Gumpal membulat - channel Horison Bt1, Bt2, - plannar - chamber dan Btg - vughy Batukapur: AM5 (perudik)
Volkanik - Andesitik AM8 (perudik) Volk.- Dasitik AM10 (akuik)
b-fabrik
Ciri khusus
- tdk berbintik
- Selaput liat - Liat pengisi pori
- berbintik kasar
- selaput liat - selaput besi
Gumpal membulat; - plannar Vesicular - channel - vughy - chamber
- berbintik halus kasar
- selaput liat - selaput besi - nodul
Gumpal membulat - channel - chamber
kasar
- selaput liat
Butiran
- single void - vesicular - vughy
- selaput besi - selaput liat - nodul
Pengamatan pada pedon AM3 yang memiliki regim kelembaban akuik menunjukkan bahwa, penyusun bahan kasar adalah mineral opak yang berukuran halus, plagioklas, piroksin, kuarsa, dan fragmen lapukan batuan. Sebagai penyusun bahan halus adalah liat berwarna coklat kekuningan (speckled) dan adanya orientasi liat pada b-fabrik (stipple-speckled b-fabric). Dijumpai banyak agregat-berupa nodul yang terimpregnasi berwarna coklat gelap dan semakin banyak dengan kedalaman tanah. Dijumpai adanya selaput besi yang sudah memasuki struktur tanah (ferruginous hypo dan quasi-coating) dan pada dinding pori channels. Kenampakan ini sangat dipengaruhi oleh adanya air tanah yang dangkal.
112
Pedon Berbahan Induk Batukapur Penyusun bahan kasar pada pedon AM5 adalah opak, fragmen lapukan batuan, plagioklas dan piroksen. Dijumpai adanya residu organik dijumpai pada horison kambik. Sedangkan massa halus tersusun oleh liat coklat kekuningan, dan bfabrik yang berbintik-bintik sama dari bagian atas kambik ke bagian bawah. Mikrostruktur yang dominan adalah gumpal membulat dengan perkembangan sedang (moderate). Sedang kan pori yang dominan adalah planar (accommodated), chamber, vughy dan channel. Sifat mikromorfologi lainnya adalah adanya ferran atau selaput besi dan liat yang saling menumpuk (superimposed) pada dinding pori, nodul, dan selaput besi yang sudah memasuki bidang struktur (hypocoating).
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Andesitik Penyusun bahan kasar pedon AM8 adalah opak berukuran halus, fragmen batuan volkanik (halus sampai sedang), fragmen lapukan batuan, plagioklas, piroksen, dan kuarsa. Bahan organik pada horison argilik berupa residu jaringan organik. Adapun massa halus tersusun oleh liat dengan warna antara coklat kekuningan di bagian atas argilik sampai coklat gelap pada bagian bawahnya. Pada pedon ini dijumpai b-fabrik yang berbintik lemah. Adapun mikrostrukturnya adalah remah dan gumpal membulat, dengan perkembangan yang lemah pada bagian atas horison argilik dan struktur remah serta vughy dijumpai pada bagian tengah sampai ke bawah. Pori yang dominan pada horison argilik bagian atas adalah planar, chamber, dan vughy di atas, serta pori channel di bagian bawah daripada argilik. Ciri khusus pedogenesis berupa selaput yang berwarna gelap (yang diduga bahan organik) dan selaput liat yang saling menumpuk (superimposed) pada dinding pori, juga terlihat adanya penyelaputan besi (ferran), dan juga terdapat nodul-nodul terimpregnasi. Semakin ke bawah keberadaan selaput liat semakin berkurang.
113
Pedon Berbahan Induk Volkanik-Dasitik Pengamatan irisan tipis pada pedon AM10, menunjukkan bahwa bahan kasar pada horison argilik tanah ini tersusun oleh mineral opak yang cenderung berukuran kasar, kuarsa, plagioklas, piroksen, dan dijumpai batu apung (pumice). Sedangkan penyusun bahan halus adalah massa halus berwarna kelabu terang pada b-fabrik yang berbintik lemah. Adapun mikrostrukturnya berupa butiran yang kompak, vughy dan vesicular. Kenampakan
pedofeatures
yang ditemukan adalah selaput besi yang
memasuki bidang struktur , dan adanya selaput liat berwarna cerah yang sangat kontras. Terdapat juga nodul yang terimpregnasi terutama di bagian bawah argilik.
Proses Genesis Horison Penimbunan Liat Genesis Pedon berbahan induk batuliat Hasil analisis terhadap sifat-sifat kimia horison kambik pada pedon yang tergolong pada tanah Inceptisol yang berkembang dari batuliat antara lain, adalah nilai pH tanah yang sangat masam sampai masam (pH 4,2-4,8), yang menunjukkan bahwa pedon-pedon tersebut telah mengalami pencucian basa -basa yang sangat intensif. Pencucian intensif terhadap basa -basa sebagai pengikat partikel tanah tentu akan mempermudah terjadinya pergerakan (translokasi) liat. Buol et al. (1980) menyatakan bahwa
pencucian
yang
ekstensif
terhadap
basa-basa,
merupakan
prasyarat
pembentukan tanah Ultisol. Namun demikian kriteria adanya selaput liat pada hampir seluruh pedon pewakil dalam penelitian ini tidak terpenuhi. Pembentukan tanah pada pedon-pedon yang berkembang dari batuliat ini tidak menunjukkan adanya horison pencucian (E) yang jelas, terlihat horison kambik berada langsung di bawah horison Ap, kecuali pada pedon AM2 berada setelah horison peralihan BA. Berdasarkan beberapa pengamatan terhadap pedon yang mewakili bahan induk batuliat diuraikan genesis horison kambik sebagai berikut:
114
Pada pedon AM1 dan AM3 (Fluvaquentic Epiaquept), pembentukan horison kambik pada kedua pedon yang memiliki regim kelembaban tanah akuik ini, dipengaruhi oleh kondisi drainase yang terhambat. Tidak dijumpainya selaput liat walaupun terdapat bukti terjadinya iluviasi liat dari horison pencucian di atasnya. Proses genesis terlihat dengan adanya ciri khusus (pedofeature) berupa selaput besi (ferran) pada pori-pori yang jumlahnya meningkat semakin banyak ke lapisan bawah. Hasil identifikasi mineral liat yang mendominasi pedon AM1 adalah campuran mineral smektit (2:1) dan kaolinit (1:1), sementara pada pedon AM3 adalah kaolinit. Menurut Borchardt (1989), bahwa smektit menjadi tidak stabil apabila terjadi pencucian yang intensif. Dikatakan pula bahwa, kondisi drainase yang lebih baik dapat menyebabkan pembentukan mineral liat kaolinit. Dengan kata lain drainase buruk memungkinkan dijumpainya smektit dalam tanah. Hal tersebut mencerminkan bahwa pedon AM3 lebih intensif terlapuk dibanding pedon AM1. Pada pedon terakhir ini terdapat lingkungan drainase yang memungkinkan untuk dijumpai mineral smektit, walaupun berada dalam kondisi yang relatif masam. Analisis mikromorfologi tidak dilakukan pada semua pedon yang berkembang dari batuliat, namun dari data distribusi liat total horison permukaan dan horison Bt cukup mencerminkan terjadinya iluviasi liat. Pedon
AM2
(Fluventic
Dystrudept)
berbeda
dengan
kedua
pedon
sebelumnya. Pembentukan horison kambik pada pedon yang memiliki regim kelembaban tanah perudik ini, dipengaruhi oleh kondisi drainase yang relatif baik. Ditemukan adanya kesamaan jenis mineral kaolinit pada horison Bt dengan mineral liat dari horison Ap di atasnya, sehingga disimpulkan bahwa liat yang diduga sebagai sumber pembentukan horison ini berasal dari hasil iluviasi liat dari horison permukaan Ap. Pengaruh adanya horison penimbunan liat terhadap sifat kimia dari horisonhorison yang diidentifikasi tidak begitu jelas perbedaannya. Seperti antara lain,
115
kemasaman tanah, Kejenuhan Basa, dan KTK-tanah yang tidak jauh berbeda antara horison pencucian dan iluviasi (Tabel 9). Sehingga dapat dikatakan bahwa sifat-sifat kimia masing-masing pedon, yang diamati, cenderung merupakan pengaruh dari bahan induk. Hal ini jelas pada kandungan C-organik serta penurunan yang tidak teratur sampai ke bagian bawah pedon.
Genesis Pedon Berbahan Induk Batukapur Pembentukan horison kambik pada tanah berbahan induk batukapur (AM4, AM5, dan AM6), tidak terlepas dari adanya pencucian karbonat yang cukup intensif, agar plasma menjadi lebih mudah bergerak bersama air perkolasi. Buol et al. (1980) menyatakan bahwa pencucian karbonat menjadikan tanah lebih masam. Data kemasaman tanah ketiga pedon tersebut menunjukkan pH yang cenderung agak masam (pH 5,0 – 6,5), walaupun bahan induk relatif alkalis. Dengan demikian diduga bahwa telah terjadi pencucian karbonat, yang memung kinkan terjadinya proses pergerakan liat ke horison Bt. Tidak dijumpai horison eluviasi (E) yang jelas. Letak horison kambik langsung berada di bawah horison A atau Ap. Kecuali pada pedon AM4, horison kambik terletak di bawah horison peralihan AB. Pembentukan horison kambik pada pedon AM4 dan pedon AM5 yang diklasifikasikan sebagai Dystric Fluventic Eutrudept, terjadi pada lingkungan yang relatif alkalis, dan drainase tanah agak terhambat (AM5), serta drainase tanah baik (AM4). Fluvaquentic Epiaquept (pedon AM6) memiliki regim kelembaban tanah akuik, dimana horison kambiknya terbentuk pada lingkungan dengan drainase tanah yang buruk. Mineral liat yang dominan adalah smektit (2:1), mencerminkan bahwa pengaruh bahan induk batukapur sangat menonjol pada genesi s horison argilik ketiga pedon tersebut. Ciri khusus mikromorfologi adalah adanya selaput besi (feran) menumpuk (superimposed) di dinding pori, sehingga membuat lapisan yang kokoh (Gambar 7) yang menyelaputi pori. Kenampakan tersebut mencerminkan adanya pr oses akumulasi
116
besi pada pori-pori tanah. Mekanismenya dapat merupakan hasil iluviasi dari horison di atasnya, dapat juga berupa hasil lapukan in situ yang kemudian teroksidasi. Adanya oksida besi yang menyelaputi dinding pori memungkinkan pori tersebut tahan terhadap rombakan . Khusus pada pedon AM5, dijumpai adanya rekahan-rekahan yang nyata di permukaan tanah, sampai pada kedalaman 86 cm, yang belum memenuhi persyaratan sifat vertic karena tidak didukung oleh adanya struktur baji (Soil Survey Staff, 2003). Rekahan
tersebut
terbentuk
oleh
adanya
kandungan
mineral
liat
2:1
yang
mendominasi fraksi liat. Pada tanah yang berkembang dari bahan volkanik, seperti pada AM7, walaupun terdapat kandungan liat 2:1 yang tinggi, rekahan-rekahan ini tidak muncul. Hal ini diduga karena dominasi kation yang bervalensi tinggi, seperti Al dan Fe yang tinggi pada pedon ini. Dikatakan bahwa Al dan Fe mensubstitusi kation Ca, Mg, dan Na dalam kompleks pertukaran, sehingga secara drastis menurunkan batas plastisitas tanah dan dapat
mempengaruhi
sifat
kembang-kerut
tanah
(Karathanasis dan Hajek, 1985). Sifat-sifat kimia tanah pada pedon -pedon yang berkembang dari batukapur terlihat jelas sangat dipengaruhi oleh bahan induknya. Contoh yang nyata adalah kandungan basa -basa tinggi teru tama kalsium dan magnesium dapat tukar. Demikian pula kadar natrium yang relatif lebih tinggi dibanding dengan pedon-pedon lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa, pembentukan horison kambik pada pedon-pedon ini dipengaruhi oleh lingkungan pembentukan yang relatif agak masam (pH 5,0-6,5). Sehingga diduga pula bahwa dispersi liat dapat
terjadi dalam lingkungan alkalis
tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Buol et al. (1973) bahwa, translokasi liat dapat terjadi, baik pada kondisi masam maupun alkalis. Dikatakan pula bahwa, peranan garam (Na) sangat penting dalam proses dispersi dan mobilisasi liat. Namun kondisi ideal yang memungkinkan terhadap pembentukan horison argilik pada
117
pedon-pedon yang berkembang dari batukapur ini tidak diiringi oleh adanya selaput liat.
Genesis Pedon Berbahan Induk Bahan Volkanik-Andesitik Pedon AM7 (Andic Dystrudept), tidak adanya selaput liat merupakan bukti bahwa horison bawah permukaan adalah kambik. Pembentukan horison kambik dipengaruhi oleh keadaan drainase baik dan lingkungan yang masam. Perbedaan dominasi mineral liat terlihat bahwa pedon AM7 mengandung mineral smektit. Kemungkinan proses pelapukan dan pencucian telah terjadi secara intensif pada pedon ini, seperti ditunjukkan oleh data tekstur dengan kandungan liat halus dan liat total yang relatif tinggi. Dengan demikian, proses pencucian dan penimbunan liat sangat dominan pada pembentukan horison kambik. Kandungan Fe yang sangat tinggi seperti terlihat dari hasil analisis terhadap besi bebas yang relatif tinggi mempengaruhi warna tanah yang kemerahan pada pedon ini. Proses desilikasi ini disertai dengan pembentukan konkresi yang juga dijumpai di lokasi pengambilan pedon pewakil ini. Buol et al. (1961) menyatakan bahwa akumulasi besi (feritisasi) terjadi, karena besi bersifat tidak mobil, kemudian teroksidasi menjadi ferrioksida. Siifat andik dijumpai pada pedon ini terlihat dari kerapatan lindak di bawah satu pada hampir semua horison. Hal ini sangat memungkinkan karena pedon ini terbentuk dari bahan induk volkan (Andesitik). Pedon AM8 (Typic Haplohumult), proses pembentukan horison argilik pada pedon ini, sangat dipengaruhi oleh kondisi drainase yang agak baik (peralihan akuik dan perudik), dengan bahan induk yang bersifat intermedier (andesitik). Hasil analisis mineral fraksi pasir menunjukkan bahwa komposisi bahan dasar secara keseluruhan pedon ini berkembang dari bahan volkanik andesitik dan mineral liat dominan adalah haloisit. Bahan induk ini cenderung mudah melapuk dibandingkan dengan bahan induk volkanik dasitik, dengan demikian menghasilkan profil tanah yang dalam. Selaput liat,
118
atau liat pengisi pori di horison argilik mencerminkan pembentukan horison akibat adanya translokasi dan akumulasi liat. Hasil analisis mikromorfologi menunjukkan selaput liat yang dijumpai relatif banyak, tetapi belum mengalami perkembangan yang berarti (tidak ada laminasi). Namun demikian dengan diidentifikasinya selaput liat pada horison Bt, menunjukkan bahwa, horison argilik telah terbentuk pada pedon ini.
Genesis Pedon Berbahan Induk Bahan Volkanik-Dasitik Lingkungan pembentukan horison argilik pada tanah yang berkembang dari bahan induk volkanik-dasitik ini terlihat berbeda satu sama lain. Letak horison argilik langsung terdapat di bawah horison permukaan (A) pada AM9, dan pada AM10 horison argilik terletak di bawah Ap. Pedon AM9 (Fluventic Dystrustept), secara topografi terletak di bagian atas lereng, atau di atas lokasi pedon AM10. Dengan melihat jumlah liat halus dan total yang sangat tinggi proses penimbuna n liat terjadi secara intensif pada pedon ini. Bahan induk tufa Banten merupakan bahan utama pembentuk tanah ini. Jumlah liat dan rasio liat halus terhadap liat total yang tinggi membuktikan bahwa telah terjadi proses iluviasi dan eluviasi. Proses akumula si liat adalah faktor yang mempengaruhi pembentukan horison kambik. Pembentukan tersebut
terjadi
pada lingkungan masam serta pencucian yang intensif. Sehingga dapat dikatakan bahwa, proses dispersi liat memungkinkan menjadi tahap awal dalam pembentukan horison bawah permukaan pedon ini. Pedon AM10 (Aeric Epiaqualf), proses pembentukan horison argilik pada pedon yang bersifat akuik dan berasal dari bahan induk tufa masam ini, dipengaruhi oleh kondisi drainase buruk. Hasil pengamatan mikromorfolgi menunjukkan bahwa hasil proses pelapukan, berupa liat halus bersama besi, terjadi terutama di daerah pori dan sebagian terangkut oleh air ke bagian lebih bawah horison. Hal tersebut didukung oleh meningkatnya kandungan liat di bagian bawah horison Bt.
119
Dijumpainya selaput
liat
yang
terbentuk
baik
dan
sempurna
dengan
perkembangan laminasi yang nyata, menunjukkan bahwa pembentukan horison argilik telah terjadi di bawah kondisi topografi yang stabil (datar). Pada pedon ini terlihat adanya proses gleisasi, yang terjadi karena posisi pedon dalam topografi yang datar, sehingga menyebabkan muka air tanah yang dangkal. Hasil identifikasi mineral fraksi pasir (Tabel 13) menunjukkan bahwa pada horison Bt mengandung kuarsa yang relatif sangat tinggi dibanding dengan pedonpedon lainnya. Adanya kondisi drainase yang buruk diduga menyebabkan proses pelapukan relatif lambat. Tingginya kandungan kuarsa diduga berasal dari silikasi bahan induk, melalui aliran di bawah permukaan secara lateral (perched water table) yang berasal dari lereng yang berada di atasnya. Sedangkan tingginya basa-basa di bagian bawah pedon AM10, diduga berasal dari bahan induk dan retensi basa -basa pada bidang pertukaran, yang meningkatkan nilai kejenuhan basa dan nilai pH. Menurut Moniz et al. (1982), kondisi kelembaban tanah akuik berperan dalam pembentukan horison argilik, dimana akibat proses resilikasi, tanah tersebut secara mineralogi menjadi agak terhambat tingkat pelapukannya (dibanding tanah Oksisol). Pada kondisi ini, pembentukan horison argilik bukan dipengaruhi oleh komposisi mineraloginya, tetapi lebih karena adanya suplai air yang banyak, sehingga dalam keadaan jenuh proses resilikasi terjadi secara dominan, yang akhirnya mempengaruhi sifat horison argilik, seperti adanya lapisan yang padat (ke rapatan lindak lebih tinggi dari horison argilik pada pedon lainnya), dengan struktur gumpal. Mineral yang dominan adalah kaolinit. Pengaruh adanya horison argilik terhadap sifat-sifat kimia pada pedon ini, seperti pada pedon lainnya tidak begitu jelas. Terutama sifat-sifat kimia dari horison argilik dibanding horison di atasnya tidak begitu berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat tanah, terutama sifat kimia lebih diakibatkan oleh sifat bahan induk masing-masing pedon yang diamati.
120
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, masing-masing pedon pewakil memiliki perbedaan dalam sifat-sifat horison penimbunan liatnya (argilik dan kambik) yang terutama tercermin pada, (1) tebal dan letak horison di dalam profil, (2) jumlah penimbunan liat, dan (3) ada tidaknya selaput liat. Perbedaan tersebut tidak lepas akibat pengaruh dari bahan induk yang berbeda-beda serta faktor lain (iklim dan topografi). Dalam penelitian ini terlihat bahwa, proses pembentukan horison penimbunan liat pada semua pedon yang diamati dapat dikatakan melalui proses yang relatif sama. Yang berbeda adalah faktor-faktor pembentukan lainnya, terutama bahan induk, iklim (kelembaban tanah), dan topografi.
Implikasi Adanya Horison Penimbunan Liat Erosi dan Longsor Erosi dan longsor adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Perbedaan yang menonjol antara erosi dan longsor adalah volume bahan yang dipindahkan, waktu yang dibutuhkan, dan kerusakan yang ditimbulkan (Anonim, 2006). Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan longsor dikelompokkan ke dalam dua faktor utama, yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam di antaranya adalah curah hujan, sifat tanah, bahan induk, elevasi, dan lereng. Faktor manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan longsor. Salah satu bukti adanya pengaruh horison penimbunan liat ini terhadap kepekaan tanah terhadap erosi seperti yang sudah diteliti oleh Dariah (2004), yang meny atakan bahwa horison Bt ini merupakan salah satu faktor penentu kepekaan tanah pada erosi, karena berpengaruh pada proses peresapan air ke dalam tanah.
121
Pencegahan yang dapat mengurangi resiko yang berkaitan denga n erosi dan longsor dengan adanya horison penimbunan liat, antara lain dengan memperbaiki kawasan tanah yang memiliki horison penimbunan liat. Perbaikan dapat melalui usaha pengokohan permukaan lapisan permukaan di atas batas atas horison tersebut melalui tindakan konservasi tanah yang tepat. Sehingga dapat mengurangi aliran permukaan maupun aliran bawah permukaan, melalui sistem tata air yang baik. Tindakan pencegahan lainya adalah, perlunya pendataan penyebaran tanahtanah yang memiliki horison ini. Langkah tersebut merupakan awal dari perencanaan penggunaan lahan pada kawasan yang berisiko. Dengan demikian penataan ruang untuk
pembangunan
lebih
diarahkan
pada
kawasan
yang
memiliki
resiko
ketidakstabilan longsor rendah atau sangat rendah.
Banjir dan Kekeringan Banjir dan kekeringan sangat berkaitan dengan karakteristik iklim dan tanah. Iklim melalui curah hujan, temperatur, kecepatan angin dan lain -lain, yang memiliki fungsi yang terkait dengan ketersediaan dan kehilangan air di dalam tanah dan juga dari tanaman. Tanah berfungsi sebagai media penyimpan dan penyalur bagi kebutuhan tanaman. Adanya horison penimbunan liat dapat menyebabkan masalah yang serius bagi pertumbuhan akar tanaman. Hal ini terjadi apabila terdapat penimbunan liat yang menimbulkan perubahan tekstur sangat nyata (abrupt textural change ). Perubahan tersebut dapat menghasilkan aliran air secara lateral (perched water table) di atas horison argilik. Smith (1986) mengatakan bahwa, dampak tersebut dapat dijumpai pada tanah-tanah Alfisol baik yang memiliki regim kelembaban tanah udik (Udalf) maupun akuik (Aqualf). Dampak yang lebih serius dapat terjadi adalah terjadinya banjir akibat terjebaknya air di permukaan tanah terutama pada pedon yang terletak pada topografi
122
datar. Infiltrasi sangat kecil, karena lapisan yang relatif padat oleh pengaruh penimbunan liat yang menyebabkan perbedaan tekstur yang nyata dan akibat berkurangnya volume pori tanah oleh adanya selaput liat. Sebaliknya pada pedonpedon yang terletak pada topografi berlereng akan menimbulkan cepat hilangnya air dari lapisan permukaan. Kekeringan pada zona dimana air tidak bisa ditahan lebih lama. Kebanyakan zona tersebut adalah merupakan zona perakaran tanaman atau pada horison permukaan tanah. Adapun usaha pencegahan kekeringan yang perlu dilakukan khusus pada tanah-tanah yang memiliki horison penimbunan liat adalah mengetahui jarak atau ketebalan lapisan permukaan di atas horison iluviasi. Karena lapisan tersebut berkaitan dengan potensi tanah menyimpan air dan melepaskan untuk tanaman. Terutama pada kedalaman akar efektif yang berkisar antara 0-30 cm dan 30-60 cm. Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengetahui secara langsung dampak adanya horison penimbunan liat (baik sebagai argilik ataupun bukan argilik) bagi pengelolaan tanah di daerah tr opika basah, terutama di Indonesia. Namun dengan diketahuinya sifat-sifat horison
tersebut, yakni
jumlah penimbunan liat (letak
penimbunan maksimum), ketebalan horison, serta letak horison dalam profil (batas atas dan batas bawah), dan ada tidaknya selaput liat yang terorientasi pada dinding pori, akan sangat bermanfaat sebagai informasi penting bagi pengelolaan tanah di Indonesia dimana tanah Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol yang berkembang dari bahan induk batuan sedimen maupun bahan volkanik tersebar luas. Fenomena adanya horison iluviasi (Bt) dapat menjadi hal yang penting untuk diketahui bukan saja hanya dalam interpretasi genesis dan klasifikasi tanah tapi lebih kepada efeknya bagi pengelolaan tanah dan kaitannya terhadap pertumbuhan tanaman.
123