STUDI PENGARUH SIFAT FISIK TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK LAJU INFILTRASI Donny Harisuseno1, Evi Nur Cahya1, Reta L. Puspasari2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan1 Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Pengairan2 Water Resources Engineering, Engineering Faculty, Brawijaya University Jl. M.T. Haryono No.167, Malang 65145, Indonesia
[email protected] ABSTRAK Urbanisasi di area perkotaan menyebabkan berkurangnya lahan terbuka. Sehingga air hujan yang jatuh sebagian besar langsung menuju ke saluran drainase padahal seharusnya juga masuk ke dalam tanah sebagai cadangan air tanah. Peristiwa masuknya air hujan ke dalam tanah disebut infiltrasi. Banyak hal yang mempengaruhi infiltrasi beberapa diantaranya adalah tekstur, kadar air dan porositas tanah Tujuan studi adalah membahas seberapa besar pengaruh karakteristik fisik tanah terhadap laju infiltrasi. Studi dilaksanakan pada 8 titik lokasi di Universitas Brawijaya Malang. Penentuan lokasi berdasarkan pembagian peta tata guna lahan. Data-data merupakan pengamatan langsung dari lapangan dengan menggunakan alat Turf-tec infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya. Sampel tanah dari lokasi penelitian kemudian dilakukan uji pada laboratorium untuk mengetahui kadar air, porositas dan tekstur tanah. Hasil perandingan hubungan karakteristik fisik tanah dengan laju infiltrasi ini menunjukkan bahwa komposisi pasir, porositas dan kadar air memiliki pengaruh signifikan terhadap laju infiltrasi. Kemudian dengan analisis yang lebih jauh lagi yaitu regresi linier berganda menunjukkan bahwa komposisi pasir, porositas dan kadar air bersama-sama mempengaruhi laju infiltrasi. Kata kunci: laju infiltrasi, sifat fisik tanah, regresi linier, model Horton ABSTRACT Urbanization has reduced open field so that rainwater cannot seep into the soil. Rainwater which seeps into the soil is called infiltration. Many factors affect infiltration including soil texture, soil moisture and porosity. This study discusses how physical properties of soil influences infiltration rate characteristics. The research conducted at 8 plotted locations in Brawijaya University. This location plotting was based on land use map. Obtained data are observation data from the field. Infiltration rate data sampling was using Turf-tec infiltrometer then soil samples are tested in laboratory to obtain water content, porosity and soil texture. The result of regression between soil physical properties and infiltration rate shows that sand composition, porosity and water content have significant influence on infiltration rate. Afterward, the multiple linear regression indicates that sand composition, porosity and water content simultaneously affects infiltration rate characteristic. Keywords: infiltration rate, soil physical properties, linear regression, Horton model PENDAHULUAN Urbanisasi yang terjadi di area perkotaan berupa pembangunan infrastruktur fisik dalam bentuk gedung, perumahan dan bangunanbangunan kedap air (jalan raya, trotoar dan lain-lain) menyebabkan tertutupnya
permukaan tanah sehingga dapat mengurangi infiltrasi dan menambah debit limpasan permukaan. Dengan seiring bertambahnya waktu, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya air tanah dan banjir. Semakin berkurangnya lahan terbuka pada area
perkotaan ini akan menyebabkan terganggunya siklus hidrologi yang akan menyebabkan banyak masalah keairan. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengatahui hubungan antara karakteristik sifat fisik tanah dan infiltrasi. Kapasitas infiltrasi berhubungan dengan sifat fisik tanah. Tektsur, kerapatan dan kadar air tanah merupakan beberapa sifat fisik tanah yang mempunyai peran penting terhadap kapasitas infiltrasi. Besar kapasitas infiltrasi pada tekstur tanah yang berbeda mempunyai nilai yang berbeda, begitupun dengan besar kapasitas infiltrasi pada tekstur tanah yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan tanah. [1] Laju infiltrasi ditentukan oleh karakteristik tanah termasuk porositas, kapasitas penyimpanan dan transmitivitas. Sementara laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi di pengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, tipe vegetasi, tata guna lahan, suhu tanah dan intensitas hujan. [2] Selain itu laju infiltrasi sangat bergantung pada karakteristik tanah dan air. Biasanya kondisi tanah yang jenuh air (tanah dengan kadar air yang tinggi) menunjukkan laju infiltrasi yang lebih rendah dibandingkan tanah yang tidak jenuh air. [3] Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang masih sangat terbatas, perlu diperlukan penelitian ini sebagai bentuk peningkatan dan pengembangan pengetahuan mengenai hubungan laju infiltrasi dengan karakteristik fisik tanah. Laju infiltrasi merupakan faktor utama yang dapat digunakan untuk memprediksikan laju limpasan permukaan. Sehingga kemudian laju limpasan permukaan digunakan untuk melakukan desain dan manajemen bangunan air pada lokasi studi secara tepat. Penelitian ini juga diharapkan sebagai referensi terhadap penelitian-penelitian yang akan dilakukan di masa yang akan datang. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada 8 titik lokasi di Universitas Brawijaya. Penentuan lokasi berdasarkan peta tata guna lahan. Penelitian dilakukan dengan metode penggenangan menggunakan alat Turf-tec infiltrometer.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Turf-tec Infiltrometer Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali tiap titik. Data-data yang diperoleh adalah data primer yang merupakan pengamatan langsung dari lapangan yaitu diantaranya data laju infiltrasi. Selain data dari lapangan terdapat juga data hasil analisis dari laboratorium seperti data porositas, kadar air dan tekstur tanah. Data tekstur tanah yang dipilih adalah komposisi pasir. Prosentase porositas, kadar air dan komposisi pasir didapatkan dengan melakukan specific gravity test, water content test, sieve analysis dan hydrometer test di laboratorium Tanah dan Air Tanah Universitas Brawijaya. Pada penelitian ini laju infiltrasi akan dianalisis menggunakan Model Horton. Model persamaan Horton membutuhkan data dari lapangan berupa laju infiltrasi (f), laju infiltrasi pada saat konstan (fc), dan laju infiltrasi awal (f0). Laju infiltrasi juga akan dianalisis seberapa besar pengaruhnya terhadap variabelvariabel sifat fisik tanah dengan analisis
regresi linier menggunakan program SPSS versi 22.0. Model Horton Infiltrasi mempunyai pengertian pokok yaitu gerakan ke bawah dari permukaan tanah. [6] Model Horton adalah model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengemukaan bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai konstan. [7] f=fc+(fo-fc)e-kt i≥fc k = konstan dengan: f = laju infiltrasi nyata (mm/menit) fc = laju infiltrasi konstan (mm/menit) fo = laju infiltrasi awal (mm/menit) k = konstanta geofisik Model Horton bersifat sederhana dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan utama dari model ini terletak pada penentuan parameternya f0, fc dan k dan ditentukan dengan data fitting. Data Outlier Sebelum melakukan analisis regresi, perlu dilakukan penyaringan data pecilan (outliers) untuk membuang data-data ekstrim hasil analisa sifat fisik tanah di laboratorium dan hasil pengukuran laju infiltrasi di lapangan. Analisa penyaringan data outlier dilakukan menggunakan metode Boxplot. [4] Mild outlier: lower inner fence: Q1 – 1.5(IQR) upper inner fence: Q3 + 1.5(IQR) Extreme outlier: lower outer fence: Q1 – 3(IQR) upper outer fence: Q3 + 3(IQR) IQR = Q3 – Q1 dengan: Q1 = kuartil0atas Q3 = kuartil0bawah IQR adalah interquartile range yang merupakan0ukuran yang didefinisikan sebagai selisih dari kuartil atas dan kuartil bawah. [5]0
Efisiensi Kriteria Model Untuk megetahui kecocokan model Horton antara laju infiltrasi model dengan aktual, digunakan koefisien determinasi dan nilai Nash Sutcliffe. Sedangkan koefisien determinasi (R2) adalah nilai kuadrat dari koefisien korelasi menurut Bravais-Pearson. [8] R2=(
̅
∑ ̅
√∑
√∑
̅ ̅
)
Nilai efisiensi Nash Sutcliffe didefinisikan sebagai satu minus jumlah dari perbedaan kuadrat absolut antara data prediksi dan data observasi dinormalisasi oleh varian dari data yang diobservasi selama periode tertentu di bawah penyelidikan. [9] NS = 1 −
∑ ∑
-
Dengan: NS = Nilai Nash Sutcliffe Yob = serangkaian data observasi Yhit = serangkaian data yang diprediksi Ymean = rerata data yang diobservasi HASIL Hasil Pemeriksaan Tanah Setiap lokasi penelitian memiliki komposisi penyusun butiran tanah yang berbeda-beda. Dari komposisi ukuran butiran tanah tersebut dapat diklasifikasi menurut USDA (United States Department of Agriculture). Hasil yang didapatkan adalah pada Tabel 1. dan Gambar 3. Tabel 1. Komposisi dan Tekstur Tanah Lokasi FIB MIPA II MIPA I BP REKTORAT II GOR FK REKTORAT I
Ukuran Butiran Tanah (φ) Clay (%) Silt (%) Sand (%) 1,931 62,689 35,242 1,457 77,971 19,486 1,264 51,742 44,522 3,735 65,303 30,962 1,458 72,840 24,618 3,782 65,696 30,522 4,012 82,518 10,482 1,396 66,722 30,674
Sumber: Hasil Perhitungan
Tekstur Tanah Silt Loam Silt Loam Sandy Loam Silt Loam Silt Loam Silt Loam Silt Silt Loam
Tabel 3. Laju Infiltrasi Awal Hasil Pengukuran Lokasi f0 (m3/dt) 12 FIB 4 MIPA II 14 MIPA I 14 BP 14 REKTORAT II 15 GOR 6 FK 8 REKTORAT I 16
12 10 8 6 4 2 0
1
2
3
4 Lokasi
5
6
7
8
Gambar 4. Laju Infiltrasi Awal Pengukuran 16 Laju Infiltrasi (mm/menit)
Laju Infiltrasi Dengan pengukuran laju infiltrasi di lapangan didapatkan laju infiltrasi awal pada Tabel 3. Diketahui bahwa model Horton bisa digunakan dalam pendugaan nilai laju infiltrasi di lapangan karena memiliki selisih nilai yang tidak begitu jauh dengan pengukuran di lapangan. Perbandingan laju infiltrasi awal f0 pengukuran dan Horton dapat dilihat seperti pada Gambar 4.
14
0
14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
4 Lokasi
5
6
7
8
Gambar 5. Laju Infiltrasi Awal Model Horton Analisis Regresi Sederhana Laju infiltrasi (mm/menit)
Tabel 2. Hasil Analisis Parameter yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi Kadar Porositas Lokasi Air (w) (n) (%) (%) FIB 83,077 65,933 MIPA II 88,809 62,292 MIPA I 82,131 66,341 BP 86,868 65,262 REKTORAT II 85,897 66,361 GOR 82,155 67,146 FK 88,175 65,073 REKTORAT I 83,836 57,984
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Gambar 3. Segitiga Tekstur Tanah
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
10
20 30 Komposisi Pasir (%)
40
50
Gambar 6. Kurva Perbandingan antara Laju Infiltrasi dengan Komposisi Pasir
Laju infiltrasi (mm/menit)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 80
82
84 86 Kadar Air (%)
88
90
Laju infiltrasi (mm/menit)
Gambar 7. Kurva Perbandingan antara Laju Infiltrasi dengan Kadar Air 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 62
63
64
65 66 Porositas (%)
67
68
Gambar 8. Kurva Perbandingan antara Laju Infiltrasi dengan Kadar Air Dari Gambar 6, dengan menggunakan regresi exponential didapat nilai R2 = 0,5072 memiliki arti bahwa sebesar 50,72% variasi dari variabel laju infiltrasi dapat dijelaskan dengan variabel komposisi pasir, sedangkan sisanya sebesar 49,28% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain. Dari Gambar 7, menggunakan regresi polinomial didapat nilai R2 = 0,7697 memiliki arti bahwa sebesar 76,97% variasi dari variabel laju infiltrasi dapat dijelaskan dengan variabel kadar air, sedangkan sisanya sebesar 23,03% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain. Dari Gambar 8, menggunakan regresi polinomial didapat nilai R2 = 0,7697 memiliki arti bahwa sebesar 76,97% variasi dari variabel laju infiltrasi dapat dijelaskan dengan variabel kadar air, sedangkan sisanya sebesar 23,03% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain. Analisis Regresi Linier Berganda Hasil persamaan regresi linier berganda dengan bantuan aplikasi SPSS menghasilkan
persamaan yang nilainya kemudian dimasukkan hasil analisis pemeriksaan tanah. Y = -272,308 + 2,826 X1 + 1,053 X2 + 0,310 X3 Y = -272,308 + 2,826 (65,247) + 1,053 (85,302) + 0,310 (27,976) Y = 10,576 Dengan: Y = laju infiltrasi awal (mm/menit) X1 = porositas (%) X2 = kadar air (%) X3 = komposisi pasir (%) Hasil regresi linier berganda sifat fisik tanah dan laju infiltrasi kemudian diuji efisiensi kriterianya dengan nilai NS dengan WHAT (Web-based Hydrograph Analysis Tool). Didapatkan nilai NS sebesar 0,664 artinya bahwa model memiliki nilai yang cukup tinggi. Kemudian koefisien determinasi (R2) nilainya 0,709. Nilai R2 yang diperoleh ini model juga dapat disebut layak digunakan karena lebih dari 0,500. Kemudian laju infiltrasi yang didapatkan dari persamaan parameter-parameter sifat fisik tanah dimasukkan ke dalam model Horton: f = fc + (fo – fc) e-Kt f = 2,286+ (10,576 – 2,286) e-0,359t f = 2,286+ 8,289 e-0,359t Dibandingkan dengan hasil observasi di lapangan: f = fc + (fo – fc) e-Kt f = 2,286 + (11,286 – 2,286) e-0,359t f = 2,286 + 9,000 e-0,359t Besarnya nilai NS adalah 0,999 artinya bahwa model memiliki nilai yang hampir sempurna karena semakin dekat nilai NS dengan angka 1, maka model yang telah dibangun semakin akurat. Diketahui koefisien determinasinya yaitu R2 yang nilainya 1. Nilai R2 yang diperoleh ini model dapat disimpulkan sangat layak digunakan karena memiliki nilai sempurna dalam keakuratannya.
Tabel 4. Perbandingan Laju Infiltrasi t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
fob 8,198 6,433 5,195 4,327 3,718 3,290 2,990 2,780 2,632 2,529 2,456 2,405 2,370 2,345 2,327 2,315 2,306 2,300 2,296 2,293
fmod 8,077 6,332 5,112 4,260 3,665 3,249 2,959 2,756 2,614 2,515 2,446 2,398 2,364 2,340 2,324 2,312 2,304 2,299 2,295 2,292
t 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
fob 2,291 2,289 2,288 2,287 2,287 2,287 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286
fmod 2,290 2,289 2,288 2,287 2,287 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286 2,286
KESIMPULAN Dari hasil penelitian, diketahui bahwa hasil pengukuran laju infiltrasi di lapangan menunjukkan bahwa Universitas Brawijaya memiliki laju infiltrasi awal di antara kisaran 4 mm/menit sampai 15 mm/menit. Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa besarnya komposisi pasir, kadar air dan porositas mempengaruhi besarnya laju infiltrasi. Dengan analisis regresi linier berganda antara ketiga parameter komposisi pasir, kadar air dan porositas dengan laju infiltrasi menghasilkan persamaan Y=-272,308+2,826 X1+1,053X2+0,310X3. Hal ini berarti ketiga parameter sifat fisik tanah tersebut bersamasama mempengaruhi laju infiltrasi. Dengan nilai R2=0,709 dan nilai NS=0,664 berarti model yang dibangun cukup akurat dan layak digunakan. Persamaan Horton laju infiltrasi di Universitas Brawijaya dari hasil pengukuran di lapangan adalah f=2,286+9,000e-0,359, sedangkan laju infiltrasi dengan hasil analisis
sifat fisik tanah adalah f=2,286+8,289 e-0,359. Dengan nilai R2=1 dan nilai NS=0,999 berarti model yang dibangun akurat dan layak digunakan karena menghasilkan nilai yang sempurna. SARAN Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya kondisi cuaca diperhatikan. Pengukuran laju infiltrasi di lapangan, sebaiknya dilakukan pada saat musim hujan dikarenakan kondisi tanah memiliki kadar air yang tinggi hujan turun. Kondisi kadar air yang rendah tidak cocok diteliti menggunakan alat Turf-tec Infiltrometer karena memiliki ring luar dan dalam yang kecil. Selain itu lokasi yang dipilih seharusnya lebih luas agar sampel yang diperoleh juga lebih banyak sehingga memperoleh persamaan model yang lebih akurat dan mewakili. Hasil analisa yang lebih akurat juga bisa didapatkan dengan membuat keadaan kostan pada parameter-parameter lain yang mempengaruhi laju infiltrasi seperti kemiringan lahan, kondisi cuaca, suhu tanah dan lain sebagainya. Di samping itu pengambilan sampel seharusnya juga dilakukan pada kedalaman yang cukup dalam sehingga mewakili tanah asli. REFERENSI [1] Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K. Jakarta: Sanchez. [2] Kartasapoetra, A. G. dan M. M. Sutedjo. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta, Jakarta. [3] Tuffour, H.O. & Bonsu, M., 2015. Application of Green and Ampt Equation to infiltration with soil particle phase. International Journal of Scientific Research in Agricultural Sciences. (In Press). [4] Wilson, E.M., 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: ITB Bandung. [5] Ott, L. R. 2001. An Introduction to Statistical Methods and Data Analysis. Texas: A&M University. Thomson Learning, Inc.
[6] Bennett, H.H. 1939. Soil Conversation. New York: McGraw-Hill Book Co. [7] Jury, WA. & Horton, R. 2004. Soil Physics. New Jersey: John Willey & Sons. [8] Turner, E. R. 2006. Comparison of Infiltration Equations and Their Field Validation with Rainfall Simulation. Maryland: Department of Biological Resources Engineering. [9] Sutcliffe, J. V, Nash, J. E, et al. 1970. River Flow Forecasting Through Conceptual Models. Dept. of Engineering, University College, Galway and Institute of Hydrology, Howbery Park, Wallingford, Berks., U.K.