PENGARUH PENGGUNAAN KMnO4 SEBAGAI BAHAN PENYERAP ETILEN SELAMA PENYIMPANAN BUAH ALPUKAT(Persea americana, Mill)
FIQI ZUWAN ADITAMA
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh penggunaan KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen selama penyimpanan buah alpukat (Persea americana, Mill) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014
Fiqi Zuwan Aditama NIM F14100135
ABSTRAK FIQI ZUWAN ADITAMA. Pengaruh Penggunaan KMnO4 Sebagai Bahan Penyerap Etilen Selama Penyimpanan Buah Alpukat (Persea americana, Mill). Dibimbing oleh SUTRISNO. Alpukat adalah salah satu buah yang memiliki waktu simpan singkat karena produksi etilen dan laju respirasinya yang tinggi. Salah satu zat yang dapat digunakan untuk menghambat proses pematangan adalah KMnO4 yang dapat digunakan untuk menyerap etilen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi antara KMnO4 dan arang aktif terbaik yang akan digunakan sebagai penyerap etilen. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial terbagi dengan 2 taraf konsentrasi KMnO4 (75 mg, 100 mg) dan 2 taraf bobot arang aktif (10 gram, 15 gram). Uji anova digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tiap perlakuan. Parameter yang diukur selama penelitian meliputi laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), dan uji warna. Kombinasi terbaik antara konsentrasi KMnO4 dan arang aktif untuk memperpanjang waktu simpan alpukat adalah konsentrasi KMnO4 100 mg dan arang aktif 15 gram.
Kata kunci: arang aktif, alpukat, etilen, KMnO4
ABSTRACT FIQI ZUWAN ADITAMA. The Effect of KMnO4 as Ethylene Absorbent Materials During Avocado Storage (Persea americana, Mill). Supervised by SUTRISNO. Avocado is one of the fruit that have short storage life because its high ethylene production and respiration rate. One of the substances that could restrain the maturation process is KMnO4 which can be used to absorb ethylene. The purpose of this study was to determine the best combination of KMnO4 and active carbon for ethylene absorbent. The experiments was conducted using factorial design with 2 levels of KMnO4 concentration (75 mg, 100 mg) and 2 levels of active carbon mass (10 gram, 15 gram). ANOVA test was used to know the effect of the treatment given. The parameters measured during the study were respiration rate, weight loss, firmness, total soluble solids (TSS), and color test. The best combination between KMnO4 concentration and active carbon to prolong the storage life of avocado was 100 mg concentration of KMnO4 and 15 gram of active carbon. Key words: active carbon, avocado, ethylene, KMnO4
PENGARUH PENGGUNAAN KMnO4 SEBAGAI BAHAN PENYERAP ETILEN SELAMA PENYIMPANAN BUAH ALPUKAT(Persea americana, Mill)
FIQI ZUWAN ADITAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Nama NIM
: Pengaruh Penggunaan KMNO4 Sebagai Bahan Penyerap Etilen Selama Penyimpanan Buah Alpukat (Persea americana, Mill) : Fiqi Zuwan Aditama : F14100135
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Penggunaan KMNO4 Sebagai Bahan Penyerap Etilen Selama Penyimpanan Buah Alpukat (Persea americana, Mill). Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sutrisno MAgr selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta Dr Ir Y Aris Purwanto MAgr dan Dr Lenny Saulia STP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga yang terus mendukung serta memberikan doa serta teman-teman TMB yang banyak memberikan bantuan dan semangat selama menempuh pendidikan di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan bagi para pembaca untuk melakukan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang pascapanen. . Bogor, November 2014
Fiqi Zuwan Aditama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Alpukat
2
Kalium Permanganat
5
Arang Aktif
5
METODOLOGI
6
Waktu dan Tempat Penelitian
6
Bahan dan Alat
6
Prosedur Penelitian
6
Analisis Data
10
Rancangan Percobaan
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Pengaruh Bahan Penyerap Etilen Terhadap Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan SIMPULAN DAN SARAN
14 21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kandungan nutrisi per 100 gram buah alpukat Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada suhu 5oC Laju produksi gas etilen produk hortikultura pada suhu 20oC Rancangan percobaan penelitian
3 4 4 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Alpukat (Persea americana, Mill) Arang aktif Larutan KMnO4 Sachet bahan penyerap etilen Diagram alir penelitian Peletakkan bahan penyerap etilen pada kardus Timbangan Mettler PM-4800 Chromameter Minolta CR-400 Diagram hunter Rheometer merk Sun tipe CR-300 Refractometer merk Atago tipe PR-210 Cosmotector Grafik laju konsumsi O2 buah alpukat Grafik laju konsumsi CO2 buah alpukat Grafik perubahan susut bobot buah alpukat Grafik perubahan kekerasan buah alpukat Grafik perubahan total padatan terlarut buah alpukat Grafik perubahan kecerahan (L) kulit buah alpukat Grafik perubahan nilai a kulit buah alpukat Grafik perubahan nilai b kulit buah alpukat
3 6 7 7 8 9 10 10 11 11 12 12 14 15 16 17 18 19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Analisis sidik ragam laju konsumsi O2 buah alpukat Analisis sidik ragam laju produksi CO2 buah alpukat Analisis sidik ragam susut bobot buah alpukat Analisis sidik ragam kekerasan buah alpukat Analisis sidik ragam TPT buah alpukat Analisis sidik ragam warna L (kecerahan) buah alpukat Analisis sidik ragam nilai a buah alpukat Analisis sidik ragam nilai b buah alpukat Perubahan warna kulit buah alpukat selama penyimpanan
23 23 24 24 25 25 26 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara penghasil buah-buahan yang sangat potensial karena dukungan kondisi iklim Indonesia yang baik menyebabkan berbagai jenis buah-buahan dapat tumbuh. Selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri, buah-buahan juga dapat dijadikan komoditi ekspor untuk menghasilkan devisa bagi negara mengingat beberapa buah Indonesia sangat diminati negara lain. Pada tahun 2010 hingga 2012, produktivitas alpukat di Indonesia mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 produksi alpukat yaitu 224,278 ton, 275,953 pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 produksi alpukat mencapai 294,200 ton (BPS 2013). Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk budidaya alpukat, menyebabkan musim panen dapat terjadi setiap bulan. Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun dengan produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg. Walaupun keuntungan budidaya alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka budidaya alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang pasar (Destiyani 2010). Meski alpukat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun hingga saat ini penanganan pascapanen alpukat dilakukan dengan cara yang kurang tepat sehingga dapat menurunkan nilai mutu dari buah alpukat itu sendiri. Kegiatan pascapanen alpukat antara lain pengangkutan, sortasi, pengemasan dan penyimpanan. Kerusakan yang dapat terjadi selama kegiatan pascapanen alpukat dapat berupa kerusakan fisik, mekanis, biologi, kimia maupun mikrobiologis. Perubahan mutu selama proses penyimpanan terjadi karena alpukat masih mengalami proses respirasi, pematangan, dan kemudian dapat berlanjut ke dalam proses pembusukan. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu alpukat selama penyimpanan yaitu menunda proses pematangan, memperlambat respirasi, dan mencegah perkembangan mikroorganisme (Ahmad 2013). Gas yang terpenting selama proses pematangan buah adalah gas etilen (C2H4), karena gas ini digolongkan sebagai hormon pematangan. Untuk mencegah proses pematangan alpukat maka diperlukan upaya untuk mengurangi maupun mencegah produksi etilen pada buah (Destiyani 2010). Banyak campuran zat-zat kimia telah dicoba untuk tujuan memperpanjang umur simpan dengan cara mempertahankan jumlah etilen selama penyimpanan buah, beberapa di antaranya adalah karbon aktif yang diberi brom dan campuran selit dengan KMnO4. Beberapa penelitian tentang penggunaan KMnO4 pada buah pisang menunjukkan bahwa buah pisang dalam kantong plastik yang mengandung KMnO4 memiliki masa simpan lebih lama dibanding pisang yang dibungkus dalam kantong berisi Ca(OH)2 (Pantastico 1990).
2 Perumusan Masalah Upaya memperpanjang umur simpan alpukat telah banyak dilakukan diantaranya dengan perlakuan uap panas, pelilinan, penggunaan zat kimia serta modifikasi tipe ventilasi dan suhu penyimpanan. Menurut Nurfaidah (2007), penerapan sistem kemasan aktif penyerap etilen mampu memperpanjang umur simpan alpukat hingga 10 hari dibanding alpukat tanpa perlakuan. Pemberian penyerap etilen pada alpukat memiliki dampak positif serta negatif. Dampak positif dari aplikasi sistem penyerap etilen adalah dapat ditekannya jumlah konsentrasi etilen yang dihasilkan alpukat dalam kemasan, serta penurunan nilai kekerasan. Sedangkan dampak negatifnya adalah penumpukan CO2 di dalam kemasan yang dapat mempercepat proses pembusukan. Sistem kemasan aktif penyerap etilen yang digunakan yakni berupa campuran arang aktif dan KMnO4 yang disatukan dalam sebuah sachet kemudian dimasukkan ke dalam kardus bersama aplukat yang akan diuji. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji penggunaan KMnO4 pada buah alpukat yang dapat digunakan untuk menyerap etilen yang dihasilkan alpukat selama masa penyimpanan, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh pemberian bahan penyerap etilen dengan kombinasi konsentrasi KMnO4 dan berat arang aktif terhadap mutu fisik buah alpukat selama penyimpanan. 2. Menganalisis pengaruh pemberian bahan penyerap etilen dengan kombinasi konsentrasi KMnO4 dan berat arang aktif terhadap umur simpan buah alpukat selama penyimpanan.
TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Alpukat (Gambar 1) merupakan salah satu jenis buah yang semakin banyak diminati dan tidak kalah bersaing jika dibandingkan dengan buah-buahan lain yang memiliki nilai komersial lebih tinggi. Selain rasanya yang unik, alpukat juga dikenal sebagai buah yang memiliki banyak kandungan gizi yang baik untuk kesehatan. Kandungan nilai nutrisi dari buah alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Gambar 1 Buah alpukat (Persea Americana, Mill)
Tabel 1 Kandungan nutrisi per 100 gram buah alpukat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kandungan Gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin A (S.I.) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian dapat dimakan (bdd)
Jumlah 85.00 0.90 6.50 7.70 10.00 20.00 0.90 180.00 0.05 13.00 84.30 61.00 %
Sumber : Rukmana 2005.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa alpukat termasuk ke dalam kelompok buah yang memiliki laju respirasi tinggi. Menurut Pantastico (1990), laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Oleh karena itu alpukat merupakan buah yang membutuhkan perlakuan dalam hal penundaan kematangan.
4 Tabel 2 Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada suhu 5ºC Kelompok Laju Respirasi Komoditas Respirasi (mg CO2/kg-jam) Apel, jeruk, anggur, melon, pepaya, nenas, bawang Rendah 5 – 10 putih, bawang merah, kentang, ubi jalar Pisang, mangga, cherry, peach, pir, kubis, wortel, Sedang 10 – 20 ketimun, batang selada, tomat Alpukat, bunga kol, Tinggi 20 – 40 daun selada Sangat tinggi 40 – 60 Brokoli, okra, bunga potong Asparagus, jamur, bayam, Paling tinggi > 60 jagung manis, jagung muda Sumber : Usman Ahmad 2013.
Buah-buahan dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok klimakterik dan non-klimakterik berdasarkan laju dan sifat respirasinya. Buah-buahan klimakterik mengalami perubahan laju respirasi meningkat yang mendadak sebelum memasuki proses pematangan, sementara buah-buahan nonklimakterik tidak mengalaminya karena laju respirasinya menurun terus. Termasuk ke dalam buah-buahan klimakterik adalah apel, alpukat, pisang, mangga, pepaya, markisa, nangka, jambu, nenas, dan tomat (Ahmad 2013). Tabel 3 menunjukkan bahwa alpukat merupakan buah yang tergolong ke dalam kategori buah dengan laju produksi etilen yang tinggi. Etilen mempunyai sifat yang merugikan karena dapat mempercepat proses penuaan dan memperpendek umur simpan produk hortikultura (Ahmad 2013). Tabel 3 Laju produksi gas etilen produk hortikultura pada suhu 20ºC Kelompok Laju Produksi Etilen Komoditas Produksi Etilen (ml/kg-jam) Jeruk, anggur, stroberi, asparagus, bunga kol, Sangat rendah < 0.1 sayuran daun, umbi, bunga potong Semangka, nenas, Rendah 0.1 – 10 ketimun, terung, okra, cabe, kacang-kacangan Pisang, jambu biji, Sedang 1.0 – 10 melon, leci, mangga, tomat Apel, alpukat, kiwi, Tinggi 10 – 100 pepaya, peach, pir Sangat tinggi > 100 Markisa Sumber : Usman Ahmad 2013.
5 Kalium Permanganat Beberapa cara untuk menunda kematangan dan ketuaan (senescence) tanaman dan buah-buahan telah dilakukan di negara lain. Hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kesegaran produk hortikultura dalam jangka waktu tertentu, sehingga pembusukan atau kerusakan pada produk tersebut bisa dihindari. Ada beberapa cara yang lazim dipakai untuk pencegahan kerusakan pada produk hortikultura, antara lain penambahan bahan kimia, pelapisan lilin (waxing), pengemasan dengan polyethylene, dan pendinginan. Dari beberapa metode tersebut bisa juga digunakan kombinasi untuk memperpanjang umur simpan produk (Pantastico 1990). Kalium Permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk memperpanjang masa simpan buah alpukat. Kalium permanganat akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol dan mangandioksida. C2H4 + KMnO4 + H2O
C2H4(OH)2 + MnO2 + KOH
Penyerap etilen dengan KMnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (absorbers). Bahkan pada penggunaan KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak disarankan untuk kontak langsung dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik harus bersifat inert (tidak bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Bahan-bahan seperti perlite, alumina, silica gel, vermikulit, karbon aktif atau selit digunakan secara komersil (Widodo 2005). Arang Aktif Arang aktif (Gambar 2) merupakan senyawa karbon amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif (Djatmiko et al. 1985), karena alasan tersebut maka arang aktif merupakan salah satu media penyerap yang baik. Setyaningsih (1995) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis arang aktif yang dapat dibedakan menurut fungsinya, yaitu arang penyerap gas (gas adsorben carbon) dan arang fasa cair (liquid-phase carbon). Arang penyerap gas digunakan untuk menyerap gas sebab pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan mampu melewatinya, namun molekul dari cairan tidak akan melewatinya. Arang jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa. Arang fasa cair digunakan untuk menyerap zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan dengan jenis pori-pori berupa makropori yang memungkinkan molekul berukuran besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batu bara dan selulosa.
6
Gambar 2 Arang aktif Arang aktif menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bubuk dan granular. Arang bentuk bubuk digunakan untuk adsorbsi dalam larutan, misalnya untuk menghilangkan warna, sedangkan arang bentuk granular digunakan untuk adsorbsi gas dan uap, dikenal pula sebagai arang pengadsorbsi gas. Arang bentuk granular kadang-kadang juga digunakan di dalam media larutan khususnya untuk deklrorinasi air dan untuk penghilang warna dalam larutan serta pemisahan komponen-komponen dalam suatu sistem yang mengalir.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, mulai bulan Februari hingga Mei 2014. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah alpukat Garut yang diperoleh dari pasar induk Jakarta, arang aktif dan serbuk KMnO4 yang diperoleh di toko kimia. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan Mettler PM-4800, rheometer tipe CR-300DX, refraktometer digital Atago tipe PR-201, cosmotector, chromameter, serta alat penunjang lainnya. Prosedur Penelitian Persiapan Seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Alpukat yang akan digunakan terlebih dahulu disortir agar diperoleh buah dengan tingkat kematangan yang seragam dan berwarna hijau. Selain itu dipilih alpukat dengan bobot sekitar 250 gram.
7 Pembuatan Bahan Penyerap Sumber acuan konsentrasi KMnO4 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Nurfaidah (2007), dengan larutan KMnO4 yang dibuat dibagi menjadi dua jenis, yaitu 75 mg dan 100 mg dengan berat arang aktif sebesar 10 g dan 15 g, suhu penyimpanan dipilih menggunakan suhu ruang (25-27ºC). Dibuatlah empat buah kombinasi campuran antara KMnO4 dan arang aktif dengan rincian perlakuan A (KMnO4 100 mg, arang aktif 10 gram), B (KMnO4 100 mg, arang aktif 15 gram), C (KMnO4 75 mg, arang aktif 10 gram), D (KMnO4 75 mg, arang aktif 15 gram), dan K (tanpa perlakuan). Larutan KMnO4 (Gambar 3) dibuat dengan cara melarutkan serbuk KMnO4 dengan jumlah sesuai perlakuan yakni 75 mg dan 100 mg ke dalam 100 ml akuades kemudian diaduk hingga rata. Dalam setiap larutan tersebut masingmasing dimasukkan arang aktif yang sudah ditakar sebelumnya yaitu sebanyak 10 g dan 15 g. Arang aktif tersebut direndam di dalam larutan selama 10 menit. Setelah perendaman dilakukan, arang aktif dipisahkan dari larutan lalu ditiriskan menggunakan kain kasa dan dibiarkan di udara terbuka hingga arang aktif benarbenar kering. Setelah bahan penyerap kering, kemudian dikemas menggunakan kain kasa berukuran 6 x 4 cm2 untuk dibentuk menyerupai sachet (Gambar 4) sehingga mudah untuk digunakan. Waktu pemberian bahan penyerap dapat dilihat pada diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 5, yakni bersamaan dengan dimasukkannya alpukat ke dalam kardus.
Gambar 3 Larutan KMnO4
Gambar 4 Sachet bahan penyerap etilen
8 Mulai
Penyiapan bahan dan alat
Pembuatan bahan penyerap etilen
Sortasi buah alpukat
Pengukuran parameter fisik awal
Pemberian bahan penyerap etilen ke dalam kardus penyimpanan
Penempatan alpukat ke dalam kardus penyimpanan
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengukuran dan pengamatan : a. Laju respirasi b. Susut bobot c. Kekerasan d. Total Padatan Terlarut (TPT) e. Uji Warna
Tidak
Alpukat busuk?
Ya Selesai
Gambar 5 Diagram alir penelitian
9 Pengemasan Digunakan kardus pengemas pisang berukuran 50 x 40 x 21 cm sebanyak lima buah yang digunakan pada penelitian ini dengan rincian empat kardus menggunakan perlakuan bahan penyerap etilen dan satu kardus digunakan sebagai kontrol dengan masing-masing kardus berisi 8 kg buah alpukat. Kardus yang digunakan telah dilengkapi lubang untuk keperluan respirasi buah, pada bagian depan dan belakang terdapat dua lubang, sisi kiri dan kanan terdapat tiga buah, serta pada bagian bawah kardus terdapat empat buah. Pada empat kardus yang diberi perlakuan kemudian pada dindingnya ditempelkan bahan penyerap yang telah dibuat sebelumnya. Dengan rincian tiga buah penyerap pada dinding depan dan belakang serta satu buah pada sisi kanan dan kiri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Peletakan bahan penyerap etilen pada kardus Penyimpanan dan Pengamatan Seluruh kardus pengemas disimpan pada suhu ruang (25-27ºC) dan RH rata-rata 75% mulai dari hari ke-0 hingga alpukat membusuk (hari ke-6). Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari pengamatan karakter fisik buah. Pengamatan meliputi perubahan susut bobot, indeks skala warna kulit, Total Padatan Terlarut (TPT), serta kekerasan kulit buah alpukat yang diamati setiap hari. Pengamatan laju respirasi dilakukan selama tiga jam per harinya. Pada pengamatan kekerasan kulit dan total padatan terlarut digunakan tiga sampel yang berbeda setiap harinya pada masing-masing perlakuan, sedangkan pada pengamatan susut bobot dan indeks warna kulit dilakukan dengan menggunakan tiga buah sampel tetap untuk setiap perlakuan. Untuk pengamatan laju respirasi, alpukat dilakukan pemisahan awal untuk diukur berat awal, volume dan densitas. Setiap perlakuan disiapkan enam buah alpukat yang kemudian setiap dua buah alpukat dimasukkan ke dalam sebuah stoples, sehingga ada 15 stoples yang digunakan untuk pengukuran laju respirasi.
10 Analisis Data Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital Mettler tipe PM-4800 yang memiliki ketelitian sebesar 0.01 gram seperti pada Gambar 7. Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan presentase selisih bobot bahan sejak awal penyimpanan hingga akhir penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus berikut : Susut bobot (%) =
x 100% ………………….…(1)
Keterangan wo = bobot awal pengamatan (g) wa = bobot akhir pengamatan (g)
Gambar 7 Timbangan Mettler PM-4800 Indeks Warna Kulit Indeks warna diukur dengan menggunakan chromameter Minolta CR-400 seperti Gambar 8. Sistem notasi warnanya dinyatakan dengan menggunakan diagram Hunter (Gambar 9). Komponen warna yang diukur adalah L (kecerahan), a (warna merah/positif, warna hijau/negatif), dan b (warna kuning/positif, warna biru/negatif). Pengujian dilakukan dengan menempelkan sensor pada bagian buah yang telah diberi tanda kemudian menembakkan sinar pada bagian yang akan diukur. Display akan menampilkan nilai L, a, dan b masing-masing dalam empat angka.
Gambar 8 Chromameter Minolta CR-400
11
Gambar 9 Diagram Hunter (Suyatma 2009) Uji Kekerasan Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan rheometer merk Sun tipe CR-300 (Gambar 10). Alat diset dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit, dengan diameter jarum 5 mm. Setelah alat selesai diatur, alpukat diletakkan hingga stabil, kemudian tombol start ditekan dan jarum akan bergerak ke bawah dan menusuk alpukat. Besarnya tekanan yang diperlukan untuk menusuk buah menunjukkan ketegaran buah. Nilai pengukuran dapat dilihat pada alat yang dinyatakan dalam kg-force. Pengukuran dilakukan pada tiga titik buah alpukat yakni ujung, tengah, dan pangkal buah alpukat yang kemudian ditentukan nilai kekerasan rata-ratanya.
Gambar 10 Rheometer merk Sun tipe CR-300 Total Padatan Terlarut (TPT) Pengukuran total padatan terlarut dilakukan menggunakan alat refractometer merk Atago tipe PR-210 (Gambar 11). Daging alpukat dihancurkan terlebih dahulu hingga sarinya keluar lalu diletakkan pada lensa refractometer agar diperoleh besar nilai TPT. Besarnya nilai padatan dinyatakan dengan %Brix. Pengukuran TPT dilakukan setiap hari selama penyimpanan.
12
Gambar 11 Refractometer merk Atago tipe PR-210 Laju Respirasi Sampel alpukat sebanyak dua buah (>500 gram) dimasukkan ke dalam sebuah stoples dengan volume 3310 ml. Stoples ditutup dengan tutup plastik yang telah dilengkapi dengan dua buah pipa plastik fleksibel untuk saluran pengeluaran dan pemasukan udara. Celah antara stoples gelas dengan penutupnya ditutup dengan lilin untuk mencegah udara keluar atau masuk stoples, selanjutnya pipa plastik ditutup dengan menggunakan penjepit lalu stoples disimpan pada suhu ruang. Pengukuran konsentrasi gas di dalam stoples gelas dilakukan secara tertutup dengan dua kali ulangan menggunakan cosmotector (Gambar 12). Pengukuran dilakukan setiap hari dengan selang waktu penutupan stoples hingga pengukuran selama 3 jam, kemudian selang waktu dibiarkan tanpa pengukuran buah selama 24 jam.
Gambar 12 Cosmotector Laju respirasi dihitung berdasarkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2. Laju respirasi dihitung dengan persamaan:. ………………..(2)
.....…………..(3)
13
Keterangan: R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas wadah (ml) W = bobot bahan (kg) dx/dt = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam) Vs = volume stoples db = densitas buah
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial (RALF) dengan faktor konsentrasi KMnO4 dan berat arang aktif dengan tiga kali ulangan. Faktor perbandingan konsentrasi KMnO4 terdiri atas 2 taraf, yakni KMnO4 75 mg dan KMnO4 100 mg. Faktor kedua yaitu berat arang aktif dengan 2 taraf, yakni 10 gram dan 15 gram, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Data dianalisis dengan uji sidik ragam dan apabila hasilnya berpengaruh nyata terhadap respon (parameter mutu), maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf alfa (α) = 5%. Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk …………….………..(4) Keterangan : Yijk = pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j dan ulangan ke k μ = nilai rata-rata harapan = pengaruh taraf ke-i dari faktor I i = pengaruh taraf ke-j dari faktor II j ( )ij = pengaruh komponen interaksi dari faktor I pada taraf ke I dan faktor II pada taraf ke j = pengaruh acak dari interaksi yang menyebar ijk Tabel 4 Rancangan percobaan penelitian Perlakuan Keterangan A Konsentrasi KMnO4 100 mg arang aktif 10 g B Konsentrasi KMnO4 100 mg arang aktif 15 g C Konsentrasi KMnO4 75 mg arang aktif 10 g D Konsentrasi KMnO4 75 mg arang aktif 15 g K Tanpa penyerap etilen
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Bahan Penyerap Etilen Terhadap Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Laju Respirasi
Laju Konsumsi O2 (ml O2/kg.jam)
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengamati umur simpan produk pascapanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran jalannya metabolisme sehingga sering dianggap sebagai petunjuk mengenai umur simpan buah (Pantastico 1990). Laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti jenis jaringan penyusun komoditas, tahap perkembangan, sifat alami lapisan kulit, kekompakan sel, dan kerusakan fisik buah serta faktor eksternal seperti suhu, kelembaban udara, serta komposisi udara (Ahmad 2013). Setelah dilakukan pengukuran laju respirasi buah alpukat, diketahui bahwa alpukat yang tidak diberi perlakuan bahan penyerap etilen mengalami laju respirasi yang lebih cepat. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 pada alpukat tanpa perlakuan selama waktu penyimpanan. Pantastico (1990) menyatakan bahwa etilen bersifat autokatalitik dengan etilen akan mempercepat proses respirasi sekaligus pembentukan etilen juga didorong oleh respirasi yang tinggi, sehingga dengan adanya bahan penyerap etilen dapat memperlambat proses respirasi agar dapat mengurangi pembentukan etilen. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K 100 mg, A 10 g K 100 mg, A 15 g K 75 mg, A 10 g K 75 mg, A 15 g K 0 mg, A 0 g
Gambar 13 Gafik laju konsumsi O2 buah alpukat Berdasarkan grafik pada Gambar 13, menunjukkan secara umum terjadi peningkatan laju konsumsi O2 hingga hari ke-5 dan kemudian terus menurun pada hari berikutnya. Laju konsumsi O2 pada alpukat tanpa perlakuan terlihat paling besar, diawali sebesar 119.55 ml/kg.jam pada hari pertama penyimpanan yang kemudian terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada hari ke-5 sebesar 169.24 ml/kg.jam, kemudian berangsur–angsur menurun pada hari berikutnya.
15
Laju Produksi CO2 (mlCO2/kg.jam)
Pada laju konsumsi O2 alpukat dengan perlakuan memiliki pola yang sama dengan alpukat tanpa perlakuan, namun dengan nilai yang lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan bahan penyerap etilen dapat menurunkan laju konsumsi O2 alpukat selama penyimpanan. Terlihat pula alpukat dengan sampel B memiliki laju konsumsi O2 terendah dibanding perlakuan lainnya dengan ditunjukkan oleh laju konsumsi awal sebesar 61.42 ml/kg.jam dan mencapai titik puncak dengan laju sebesar 91.48 ml/kg.jam. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
1
2
3 4 5 6 Lama Penyimpanan (Hari ke-) K 100 mg, A 10 g K 100 mg, A 15 g K 75 mg, A 10 g K 75 mg, A 15 g K 0 mg, A 0 g
7
8
Gambar 14 Grafik laju produksi CO2 buah alpukat Dari grafik laju produksi CO2 pada Gambar 14, diketahui bahwa terjadi peningkatan laju dari awal penyimpanan hingga mencapai puncaknya pada hari ke-5 sebesar 181.48 ml/kg.jam. Laju produksi CO2 kemudian menurun pada hari penyimpanan berikutnya. Sama seperti pada laju konsumsi O2, laju produksi CO2 alpukat tanpa perlakuan juga terlihat paling tinggi dibanding alpukat dengan perlakuan. Bila dilihat berdasarkan grafik pada gambar, terlihat alpukat dengan sampel B memiliki laju produksi CO2 terendah dibanding perlakuan lainnya ditunjukkan dengan laju produksi sebesar 75.49 ml/kg.jam. Setelah dilakukan uji analisis sidik ragam yang disertakan pada Lampiran 1, terlihat bahwa perlakuan pemberian arang sebagai komposisi bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadap laju konsumsi O2 buah alpukat. Setelah dilakukan uji Duncan diperoleh bahwa perbedaan jumlah arang memberikan hasil yang saling berbeda nyata pada laju konsumsi O2. Untuk uji sidik ragam pada laju produksi CO2 (Lampiran 2) diketahui bahwa hanya faktor arang yang berpengaruh nyata terhadap laju produksi CO2. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa perbedaan jumlah arang memberikan hasil yang saling berbeda nyata dengan kombinasi arang 15 gram sebagai rataan terendah, hal ini juga sesuai dengan grafik yang menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kombinasi arang 15 gram memiliki laju produksi CO2 terendah. Hasil ini merupakan perlakuan terbaik pada pemberian bahan penyerap etilen terhadap 8 kg buah alpukat dalam satu kardus, namun hasil tersebut mungkin akan berbeda bila kondisi yang diterapkan berbeda. Menurut Winarno dan Aman (1979), rasio antara CO2 yang dihasilkan buah dengan O2 yang dikonsumsi buah disebut RQ (Respiratory Quotient). Apabila nilai RQ adalah 1.0 kemungkinan besar bahan yang dioksidasi seluruhnya
16 adalah karbohidrat (gula), sedangkan jika nilai RQ sebesar 0.80 maka bahan yang dioksidasi adalah lemak, lalu untuk RQ sebesar 0.71 berarti respirasi dilangsungkan dengan hanya mengoksidasi protein saja, dan bila RQ berkisar antara 0.71-1.0 maka bahan yang dioksidasi adalah campuran. Nilai RQ buah alpukat selama penyimpanan berkisar antara 0.71-1.0 maka bahan yang dioksidasi alpukat selama respirasi adalah campuran antara lemak, protein, dan karbohidrat. Susut Bobot
Susut Bobot (%)
Selama proses penyimpanan hingga proses pematangan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan penyimpanan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya susut bobot buah selama waktu penyimpanan. Menurut Kader (1992) kehilangan air tidak saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif, tetapi juga menyebabkan kerusakan tekstur (kelunakan, kelembekan), kerusakan kandungan gizi, dan kerusakan lain (kelayuan, pengerutan). 14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Hari Penyimpanan (Hari Ke -) K 100 mg, A 10 g
K 100 mg, A 15 g
K 75 mg, A 10 g
K 75 mg, A 15 g
Gambar 15 Grafik perubahan susut bobot buah alpukat Berdasarkan grafik pada Gambar 15, secara keseluruhan nilai susut bobot buah alpukat mengalami peningkatan. Sampel A memiliki susut bobot buah alpukat terendah dengan total susut bobot sebesar 7.63 %, sedangkan perlakuan lainnya memiliki nilai susut bobot yang lebih besar dibanding nilai susut bobot buah alpukat tanpa perlakuan. Selama penyimpanan buah mengalami proses respirasi, sehingga terjadi kehilangan air yang berakibat buah mengalami pengurangan bobot. Bila mengacu hal tersebut maka seharusnya perlakuan yang memberikan nilai susut buah terendah adalah buah alpukat yang mengalami laju respirasi terendah, dalam hal ini yaitu sampel B. Kejanggalan terjadi disebabkan karena pada sampel tetap buah alpukat selain sampel A dan kontrol telah terserang hama lalat buah. Terbukti dari munculnya noda hitam kecil pada hari ke-4 waktu penyimpanan yang berubah menjadi cekungan-cekungan kecil pada hari ke-5 dan ke-6 penyimpanan. Diduga lalat buah menyerang sebelum dilakukannya penelitian dan meninggalkan telur di dalam atau di bawah kulit, tempat peletakkannya ditandai oleh cekungan atau titik kecil berwarna gelap pada komoditas yang diserang (Siwi et al. 2006). Dari kejadian tersebut maka perlu
17 dipertimbangkan pemberian perlakuan awal untuk menghindari adanya lalat buah selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa faktor KMnO4 pada bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai susut bobot buah alpukat. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa perbedaan pemberian jumlah KMnO4 tidak memberi hasil yang saling berbeda nyata dengan buah alpukat tanpa perlakuan memiliki nilai rataan terendah, sedangkan untuk faktor arang aktif berpengaruh nyata dalam perubahan nilai bobot buah alpukat selama penyimpanan, hasil uji lanjut Duncan menunjukkan jika perbedaan jumlah arang memberikan hasil yang saling berbeda nyata dengan buah alpukat tanpa perlakuan bahan penyerap etilen memiliki nilai rataan terendah. Kekerasan Penurunan tingkat kekerasan selama proses pematangan disebabkan terjadinya perubahan komposisi dinding sel akibat perubahan turgor sel. Perubahan ini berpengaruh terhadap tekstur buah, biasanya buah menjadi lunak setelah masak. Makin cepat proses pemasakan maka makin cepat pula proses respirasi (Winarno dan Aman 1979).
Kekerasan (N)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
1
2
K 100 mg, A 10 g K 75 mg, A 15 g
3
4
5
6
7
8
Hari Penyimpanan (Hari Ke -) K 100 mg, A 15 g K 75 mg, A 10 g K 0 mg, A 0 g
Gambar 16 Grafik perubahan kekerasan buah alpukat Berdasarkan grafik (Gambar 16) terlihat bahwa kekerasan alpukat cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Laju penurunan kekerasan terendah terjadi pada buah alpukat dengan sampel A, sedangkan untuk laju penurunan kekerasan tertinggi terjadi pada buah alpukat tanpa perlakuan. Seluruh perlakuan mengalami laju penurunan yang rendah hingga hari ke-3, namun untuk alpukat tanpa perlakuan pada hari ke-3 telah mengalami penurunan kekerasan yang cukup mencolok hingga penyimpanan berakhir, sedangkan untuk alpukat dengan perlakuan mengalami penurunan nilai kekerasan secara bertahap sedikit demi sedikit, terlihat sampel alpukat dengan kombinasi perlakuan arang aktif 15 gram mengalami penurunan kekerasan yang lebih rendah.
18 Berdasarkan uji analisis sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian KMnO4 dan arang aktif maupun interaksi keduanya sebagai kombinasi bahan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kekerasan buah alpukat selama penyimpanan. Besarnya penurunan kekerasan merupakan akibat dari makin cepatnya laju respirasi alpukat, terlihat dari Gambar 14 dan Gambar 16 yang menunjukkan saat laju respirasi meningkat maka besar penurunan nilai kekerasan alpukat juga meningkat, namun setelah mencapai puncak klimakterik meskipun laju respirasi menurunan tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya nilai kekerasan, hal ini disebabkan karena telah terjadi perombakan protopektin selama penurunan nilai kekerasan sebelumnya. Total Padatan Terlarut (TPT)
Total Padatan Terlarut (%Brix)
Dari grafik (Gambar 17) terlihat bahwa nilai total padatan terlarut naik pada awal waktu penyimpanan, namun turun pada hari berikutnya. Alpukat tanpa perlakuan memiliki nilai total padatan terlarut yang menurun dari hari pertama penyimpanan hingga hari ke-5 kemudian naik kembali pada hari ke-6, sedangkan sampel B memiliki nilai total padatan terlarut yang meningkat hingga hari ke-3 penyimpanan, hal tersebut terjadi karena sampel B mengalami puncak kematangan lebih lama dibanding alpukat lainnya. 10 8 6 4 2 0 0
1
2
K 100 mg, A 10 g
K 75 mg, A 15 g
3
4
5
6
7
8
Hari Penyimpanan (Hari Ke -) K 100 mg, A 15 g K 75 mg, A 10 g
K 0 mg, A 0 g
Gambar 17 Grafik perubahan total padatan terlarut Rata-rata nilai total padatan terlarut terbesar ditunjukkan oleh sampel B dengan nilai 6.58 %Brix, sedangkan nilai total padatan terlarut terendah ditunjukkan oleh sampel A dengan nilai rata-rata sebesar 5.77 %Brix. Bila merujuk pada laju respirasi maka terlihat ada keterkaitan dengan nilai total padatan terlarut, terlihat saat laju respirasi meningkat maka nilai total padatan terlarut juga meningkat, namun kondisi tersebut tidak pasti terjadi. Menurut Winarno dan Aman (1979), alpukat merupakan buah yang tinggi kandungan lemaknya sehingga kandungan patinya tidak banyak mengalami perubahan selama penyimpanan, sehingga meskipun laju respirasi alpukat meningkat maka pati bukanlah bahan yang lebih banyak dioksidasi melainkan lemak dan protein yang terlihat dari nilai RQ berada antara 0.71-1.0. Hasil analisis
19 sidik ragam yang terlihat pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan bahan penyerap etilen dengan kombinasi KMnO4 dan arang aktif tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai total padatan terlarut, namun interaksi antar keduanya berpengaruh nyata pada perubahan nilai total padatan terlarut alpukat selama penyimpanan. Perubahan Warna Nilai L Nilai L menunjukkan kecerahan (lightness) sampel yang bernilai 0 sampai dengan 100. Berdasarkan grafik pada Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai kecerahan kulit buah alpukat selama penyimpanan mengalami penurunan dari awal waktu penyimpanan hingga hari ke-3 penyimpanan kemudian meningkat pada hari berikutnya, meskipun tidak secerah pada awal waktu penyimpanan. Alpukat tanpa perlakuan mengalami penurunan nilai kecerahan lebih rendah dibanding perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan yang mengalami penurunan nilai kecerahan terbesar adalah sampel C. Berdasarkan hasil uji sidik ragam yang ada pada Lampiran 6, diketahui bahwa perlakuan bahan penyerap etilen dengan faktor konsentrasi KMnO4, jumlah arang aktif, maupun interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan kulit buah alpukat selama penyimpanan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan diketahui bahwa perbedaan jumlah KMnO4 dan jumlah arang aktif memberikan hasil yang saling berbeda nyata terhadap perubahan nilai kecerahan. 60 50
Nilai L
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari Penyimpanan (Hari Ke -)
K 100 mg, A 10 g
K 100 mg, A 15 g
K 75 mg, A 15 g
K 0 mg, A 0 g
K 75 mg, A 10 g
Gambar 18 Grafik perubahan kecerahan (L) kulit buah alpukat
8
20 Nilai a 0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 -2
Nilai a
-4 -6 -8 -10 -12 -14 K 100 mg, A 10 g K 75 mg, A 15 g
Hari Penyimpanan (Hari Ke -) K 100 mg, A 15 g K 75 mg, A 10 g K 0 mg, A 0 g
Gambar 19 Grafik perubahan nilai a kulit buah alpukat Nilai a menunjukkan warna kromatik campuran merah hijau yang nilainya bergerak dari positif (0 sampai 60) untuk warna merah sampai negatif (0 sampai 60) untuk warna hijau (Nurfaidah 2007). Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa nilai a kulit buah alpukat terus mengalami peningkatan yang berarti terjadi penurunan nilai kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa selama proses pematangan, kulit alpukat mengalami penurunan nilai kehijauan. Dari grafik juga terlihat bahwa setiap perlakuan memiliki pola kenaikan nilai a yang hampir sama. Hasil uji sidik ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan bahan penyerap etilen dengan faktor konsentrasi KMnO4 dan interaksi antara konsentrasi KMnO4 dengan jumlah arang aktif memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan nilai a kulit buah alpukat. Uji Duncan yang dilakukan menunjukkan perbedaan jumlah KMnO4 pada bahan penyerap etilen juga saling berbeda nyata dalam memberikan pengaruh perubahan nilai a kulit buah alpukat. Nilai b Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran biru kuning yang nilainya bergerak dari positif (0 sampai 60) untuk warna kuning sampai negatif (0 sampai 60) untuk warna biru (Nurfaidah 2007). Berdasarkan grafik pada Gambar 20 terlihat setiap perlakuan memiliki pola perubahan nilai b yang hampir sama. Kulit buah alpukat dengan sampel A mengalami penurunan nilai b terbesar dengan penurunan terkecil terjadi pada sampel D, sedangkan kulit buah alpukat dengan sampel B dan C justru mengalami peningkatan nilai b.
Nilai b
21 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Hari Penyimpanan (Hari Ke -) K 100 mg, A 10 g
K 100 mg, A 15 g
K 75 mg, A 15 g
K 0 mg, A 0 g
K 75 mg, A 10 g
Gambar 20 Grafik perubahan nilai b kulit buah alpukat Hasil uji sidik ragam yang terlihat pada Lampiran 8, menunjukkan bahwa perlakuan bahan penyerap etilen dengan faktor konsentrasi KMnO4 dan interaksi antara konsentrasi KMnO4 dengan jumlah arang aktif berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai b. Setelah dilakukan uji Duncan, diketahui bahwa perbedaan jumlah KMnO4 pada bahan penyerap etilen juga saling berbeda nyata dalam memberikan pengaruh perubahan nilai a kulit buah alpukat. Perubahan warna merupakan perubahan yang paling menonjol pada proses pematangan buah, namun pada buah alpukat perubahan kulit buah tidak begitu banyak mengalami perubahan, hal inilah yang menyulitkan untuk mengidentifikasi derajat kematangan buah alpukat berdasarkan warna kulit. Menurut Winarno dan Aman (1979) buah alpukat pada umumnya masih hijau waktu matang meskipun telah kehilangan sepertiga dari seluruh klorofil yang dikandungnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemberian bahan penyerap etilen menggunakan KMnO4 dengan media arang aktif menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian perlakuan dalam menghambat laju respirasi, laju penurunan kekerasan, dan mempertahankan nilai kecerahan (L) buah alpukat selama penyimpanan pada suhu ruang. 2. Secara keseluruhan, umur simpan buah alpukat yang diberi perlakuan bahan penyerap etilen mampu bertahan 6-7 hari, sedangkan untuk buah alpukat tanpa perlakuan mampu bertahan 5-6 hari saja karena pada hari ke-6 daging buah alpukat telah berwarna kecoklatan.
22 3. Secara keseluruhan penggunaan bahan penyerap etilen dengan kombinasi KMnO4 100 mg dan arang aktif 15 gram memberikan hasil yang paling baik. Saran 1. Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai kombinasi bahan penyerap etilen lainnya sehingga dapat diketahui berapa kombinasi penyerap etilen yang dibutuhkan untuk memperpanjang umur simpan alpukat dalam jumlah yang berbeda. 2. Alpukat perlu diberikan perlakuan awal untuk menghilangkan lalat buah sebelum dilakukannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi [Internet]; [diunduh 2013 November 13]. Tersedia pada: http//:www.bps.go.id. Destiyani E. 2010. Pengkajian kemasan karton untuk transportasi buah alpukat (Persea Americana, Mill) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunannya. Bogor (ID): Agroindustri Pr IPB. Kader AA. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. California (US): University of California Division of Agriculture and Natural Resources. Nurfaidah A. 2007. Kajian penggunaan sistem kemasan aktif penyerap etilen untuk memperpanjang masa simpan buah alpukat (Persea Americana, Mill) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pantastico Er B. 1990. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan Tropika dan Subtropika. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Rukmana R. (2005). Budidaya Alpukat. Yogyakarta (ID): Karnisius. Setyaningsih H. 1995. Pengolahan limbah batik dengan proses kimia dan adsorpsi karbon aktif [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia [Internet]. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Departemen Pertanian; [diunduh 2014 Sep 8]. Tersedia pada: http://www.litbang.pertanian.go.id. Suyatma. 2009. Diagram Warna Hunter (Kajian Pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 8-9. Widodo SE. 2005. Bahan penyerap KMnO4 dan asam L-askorbat dalam pengemasan aktif (active packaging) untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah duku. J Teknol Indust Pertanian 16(2):113118. Winarno FG, Aman M. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta (ID): Sastra Hudaya.
23
Lampiran 1 Analisis sidik ragam laju konsumsi O2 buah alpukat. Perubahan persentase laju konsumsi O2 buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of df F Sig. Square Square KMnO4 215.505 1 215.505 0.568 0.457 Arang aktif 4626.653 1 4626.653 12.195 0.002 KMnO4*Arang aktif 136.805 1 136.805 0.361 0.553 Error 11382.063 30 379.402 Total 387473.875 35 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Uji Duncan persentase laju konsumsi O2 selama penyimpanan Subset Arang aktif N 1 2 3 15 14 80.2272 10 14 1.0594E2 0 7 1.3550E2 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 2 Analisis sidik ragam laju produksi CO2 buah alpukat. Perubahan persentase laju produksi CO2 buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 90.789 1 90.789 0.150 0.701 Arang aktif 5588.123 1 5588.123 9.218 0.005 KMnO4*Arang aktif 496.350 1 496.350 0.819 0.373 Error 18186.010 30 606.200 Total 319301.894 35 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Uji Duncan persentase laju produksi CO2 selama penyimpanan Subset Arang aktif N 1 2 3 15 14 68.6693 10 14 96.9236 0 7 1.2130E2 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
24
Lampiran 3 Analisis sidik ragam susut bobot buah alpukat. Perubahan persentase susut bobot buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 199.700 1 199.700 2.959 0.094 Arang aktif 644.944 1 644.944 9.556 0.004 KMnO4*Arang aktif 29.530 1 29.530 0.438 0.513 Error 2362.252 35 67.493 Total 1448791.742 40 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Uji Duncan persentase susut bobot buah alpukat selama penyimpanan Subset Arang aktif N 1 2 3 0 8 1.7860E2 10 16 1.8838E2 15 16 1.9736E2 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 4 Analisis sidik ragam kekerasan buah alpukat. Perubahan persentase kekerasan buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 0.048 1 0.048 0.009 0.926 Arang aktif 0.003 1 0.003 0.001 0.982 KMnO4*Arang aktif 2.297 1 2.297 0.421 0.521 Error 163.755 30 5.458 Total 171.317 35 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
25
Lampiran 5 Analisis sidik ragam TPT buah alpukat. Perubahan persentase TPT buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 0.382 1 0.382 0.490 0.489 Arang aktif 0.243 1 0.243 0.312 0.580 KMnO4*Arang aktif 2.722 1 2.722 3.493 0.071 Error 23.374 30 0.779 Total 1416.387 35 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Lampiran 6 Analisis sidik ragam nilai L (kecerahan) alpukat. Perubahan nilai L buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 30.615 1 30.615 41.847 0.000 Arang aktif 18.788 1 18.788 25.681 0.000 KMnO4*Arang aktif 28.013 1 28.013 38.290 0.000 Error 25.606 35 0.732 Total 105819.711 40 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Uji Duncan perubahan nilai L selama penyimpanan Subset KMnO4 N 1 2 3 75 16 49.9981 100 16 51.9544 0 8 53.1062 Sig. 1.000 1.000 1.000 Arang aktif
N
1 50.2100
Subset 2
3
10 16 15 16 51.7425 0 8 53.1062 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
26
Lampiran 7 Analisis sidik ragam nilai a (kehijauan) alpukat. Perubahan nilai a buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Sig. Square Square KMnO4 10.788 1 10.788 8.007 0.008 Arang aktif 1.201 1 1.201 0.892 0.352 KMnO4*Arang aktif 16.733 1 16.733 12.419 0.001 Error 47.159 35 1.347 Total 3185.281 40 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon Uji Duncan persentase perubahan nilai a buah alpukat selama penyimpanan Subset KMnO4 N 1 2 3 0 8 -10.4937 100 16 -8.9256 75 16 -7.7644 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 8 Analisis sidik ragam nilai b (kekuningan) buah alpukat. Perubahan nilai b buah alpukat selama penyimpanan Type III Mean Source Sum of Df F Square Square KMnO4 47.800 1 47.800 39.021 Arang aktif 1.484 1 1.484 1.211 KMnO4*Arang aktif 26.481 1 26.481 21.618 Error 42.874 35 1.225 Total 9791.662 40 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig. 0.000 0.279 0.000
Uji Duncan persentase perubahan nilai b buah alpukat selama penyimpanan Subset KMnO4 N 1 2 3 75 16 13.6850 100 16 16.1294 0 8 17.8950 Sig. 1.000 1.000 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 9 Perubahan warna kulit buah alpukat selama penyimpanan
hari
A
B
Perlakuan C
D
K
2
4
6
27 27
28
28
hari
7
A
B
Perlakuan C
D
K
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada 26 April 1993 dari Ayah Sri Sadono dan Ibu Siti Chotimah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN 03 Meruya Utara Jakarta Barat pada tahun 2004, SMPN 134 Jakarta pada tahun 2007, SMAN 112 Jakarta pada tahun 2010, dan diterima di IPB melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2010 pada Program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama duduk di bangku perkuliahan penulis mengikuti berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Di tahun pertama penulis merupakan salah satu penerima beasiswa ASTAGA dan pada tahun berikutnya menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Depok Jawa Barat pada bulan Juni-Agustus 2013 dengan judul “Aspek Keteknikan Pada Pascapanen dan Pengolahan Buah Jambu Biji di Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dengan judul “Penggunaan KMnO4 sebagai bahan penyerap etilen terhadap karakteristik fisik alpukat (Persea Americana, Mill) selama penyimpanan” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Sutrisno MAgr.