PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PSK DALAM RANGKA PENCEGAHAN IMS DI LOKALISASI GAJAH KUMPUL KABUPATEN PATI
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama : Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh : Dwi Lestari S540908007
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PSK DALAM RANGKA PENCEGAHAN IMS DI LOKALISASI GAJAH KUMPUL KABUPATEN PATI
Disusun oleh : Dwi Lestari S540908007
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Pembimbing I
Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr., PAK., MARS. NIP. 19460405 197603 1 001
Pembimbing II
Jarot Subandono, dr., M.Kes. NIP. 19680704 199903 1 002
Mengetahui Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM., MKK., PAK. NIP. 19480313 197610 1 001
ii
Tanggal
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU PSK DALAM RANGKA PENCEGAHAN IMS DI LOKALISASI GAJAH KUMPUL KABUPATEN PATI
Disusun oleh : Dwi Lestari S540908027
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal 16 Februari 2010
Jabatan Ketua
Nama Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr., Sp. PA (K). NIP 19490317 197609 1 001
Tanda Tangan
………………….. Sekretaris
Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. NIP 19661108199003 2 001
Anggota
Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr., PAK., MARS. NIP 19460405 197603 1 001
…………………..
………………….. Jarot Subandono, dr., M.Kes. NIP. 19680704 199903 1 002 …………………..
Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., PAK., MM., MKes. NIP. 19480313 197610 1 001 iii
MOTTO “ Pelajarilah Ilmu Barang Siapa Yang Mempelajarinya Karena Allah Itu Taqwa Menuntutnya, Itu Ibadah Mengulang-Ulangnya Itu Tasbih Membahasnya Itu Jihad Mengajarkannya Kepada Orang Yang Tidak Tahu, Itu Sedekah Memberikannya Kepada Ahlinya, Itu Mendekatkan Diri Kepada Allah” (Ahusy Syaih Ibnu Hibban Dan Ibnu Abdil Barr)
“Sebelum KeduaTelapak Kaki Seseorang Menetap Di Hari Kiamat Akan Ditanyakan Tentang Empat Hal Lebih Dahulu : Pertama Tentang Umurnya Untuk Apakah Dihabiskan Kedua Tentang Masa Mudanya Untuk Apakah Digunakan Ketiga Tentang Hartanya Dari Mana Ia peroleh Dan Untuk Apakah Dibelanjakan Dan Keempat Tentang Ilmunya Apa Saja Yang Dia Amalkan Dengan Ilmunya Itu” (HR Bukhari-Muslim)
iv
PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini kepada : C Alloh dan Rasul- RasulNYA C Kedua orang Tuaku C Dunia Kebidanan C Almamater
PERNYATAAN v
Nama NIM
: Dwi Lestari : S540908007
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku PSK Dalam Rangka Pencegahan IMS Di Lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Februari 2010 Yang membuat pernyataan,
Dwi Lestari
KATA PENGANTAR vi
Segala puji bagi Allah SWT, Rab semesta alam yang telah melimpahkan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaiakan tesis dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku PSK Dalam Rangka Pencegahan IMS Di Lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan pada Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. H.M. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menjalani pendidikan Pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing Tesis Mahasiswa Program Studi Magister Kedokteran Keluarga.
3.
Prof. Dr. Satimin Hadiwidjaja, dr., PAK., MARS., selaku pembimbing I yang telah membimbing dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.
4.
Jarot Subandono, dr., M.Kes., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.
vii
5.
Ibu dan Bapak yang terhormat, terima kasih atas dukungan moril, materiil dan do’anya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tegar menjalani hidup.
6.
Kakak dan adikku tercinta yang senantiasa memberikan do’a, dorongan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
7.
Mas Aby, terima kasih atas support dan do’a tulusnya, sehingga bisa lancar dalam penyelesaian tesis ini.
8.
Teman-teman seperjuangan mahasiswa pascasarjana Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta periode 2008, terima kasih atas kerjasama selama pendidikan dan penyusunan tesis ini. Semoga semua kebaikan yang diberikan memperoleh imbalan dari Allah
SWT dan dicatat sebagai amal sholeh. Akhirnya saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini sangat penulis harapkan.
Surakarta, Februari 2010 Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................... MOTTO .................................................................................................. PERSEMBAHAN................................................................................... PERNYATAAN...................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................ DAFTAR ISI........................................................................................... DAFTAR TABEL................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ABSTRAK ..............................................................................................
i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii xiv xv
BAB I
1 1 5 6 7
PENDAHULUAN................................................................... A Latar Belakang............................................................. B Perumusan Msalah....................................................... C Tujuan Penelitian......................................................... D Manfaat Penelitian.......................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... A Landasan Teori ............................................................ 1. Pendidikan Kesehatan .............................................. 2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ............................. 3. Pekerja Seks Komersial ........................................... 4. Resosialisasi ............................................................. 5. Kegiatan Dalam Mencegah IMS di Lokalisasi ........ 6. Infeksi Menular Seksual (IMS) ................................ 7. Klinik IMS di Puskesmas Batangan......................... 8. Penelitian yang Relevan ........................................... B Kerangka Berpikir ....................................................... C Hipotesis ......................................................................
8 8 8 12 30 32 32 34 44 47 48 49
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... A Jenis dan Rancangan Penelitian................................... B Tempat dan Waktu Penelitian...................................... C Populasi dan Sampel Penelitian................................... D Variabel Penelitian ...................................................... E Definisi Operasional Variabel ..................................... F Instrumen dan Bahan penelitian .................................. G Teknik Pengumpulan Data ..........................................
50 50 50 50 52 52 54 56
ix
H
Analisis Data................................................................
57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................... A. Hasil Penelitian ................................................................. B. Pembahasan....................................................................... C. Keterbatasan Penelitian.....................................................
58 58 72 80
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ....................................... A. Simpulan ........................................................................... B. Implikasi ........................................................................... C. Saran .................................................................................
81 81 81 82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 3.1 Model rancangan penelitian pretest posttet group design.... Tabel 3.2 Hasil uji validitas butir soal ................................................. Tabel 3.3 Hasil uji reliabilitas kuesioner ............................................. Tabel 4.1. Hasil uji validitas item soal variabel pengetahuan............... Tabel 4.2 Hasil uji validitas item soal variabel sikap .......................... Tabel 4.3. Hasil uji validitas item soal variabel perilaku...................... Tabel 4.4. Hasil uji reliabilitas .............................................................. Tabel 4.5 Hasil uji normalitas one sample........................................... Tabel 4.6 Hasil uji normalitas two sample........................................... Tabel 4.7. Karakteristik PSK menurut umur......................................... Tabel 4.8. Karakteristik PSK menurut pendidikan ............................... Tabel 4.9. Karakteristik PSK menurut cara memperoleh informasi .... Tabel 4.10. Karakteristik PSK menurut lama menjadi PSK ................... Tabel 4.11. Tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku responden Sebelum diberi ceramah....................................................... Tabel 4.12.Tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku responden sesudah diberi ceramah ........................................................ Tabel 4.13.Tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku responden sebelum diberi leaflet ........................................................... Tabel 4.14.Tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku responden sesuadah diberi leaflet .......................................................... Tabel 4.15.Distribusi statistik deskriptif responden menurut metode ceramah ................................................................................ Tabel 4.16.Distribusi statistik deskriptif responden menurut metode leaflet.................................................................................... Tabel 4.17.Paired samples correlations................................................... Tabel 4.18.Paired samples Test............................................................... Tabel 4.19.Hasil uji homogenitas varians ............................................... Tabel 4.20.Hasil uji independent samples T Test ...................................
xi
50 55 56 58 59 60 61 61 62 62 63 63 64 64 65 66 66 67 68 69 70 70 71
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Kerangka berpikir...............................................................
xii
48
DAFTAR SINGKATAN
AIDS FHI HIV IMS ODHA PEDILA PSK PMS P2M STD STI VCT WTS
: : : : : : : : : : : : :
Acquired Immue Deficiency Synndrome Family Health International Human Immunodeficiency Virus Infeksi Menular Seksual Orang dengan HIV/AIDS Perempuan yang dilacurkan Pekerja Seks Komersial Penyakit Menular Seksual Pencegahan Penyakit Menular Sexually Transmitted Diseases Sexually Transmitted Infections Voluntary Consulting and Testing Wanita Tuna Susila
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Jadwal Penelitian ............................................................... Lampiran 2. Jadwal Pendidikan kesehatan ............................................ Lampiran 3. Pengantar Kuesioner.......................................................... Lampiran 4. Persetujuan Menjadi Responden ....................................... Lampiran 5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian .......................................... Lampiran 6. Kuesioner Penelitian.......................................................... Lampiran 7. Satuan Acara Penyuluhan.................................................. Lampiran 8. Materi Infeksi Menular Seksual ........................................ Lampiran 9. Leaflet ................................................................................ Lampiran 10.Surat Permohonan IjinPenelitian....................................... Lampiran 11.Ethical Review Commite.................................................... Lampiran 12.Surat Rekomendasi Kantor Penelitian dan Pengembangan Pati ..................................................... Lampiran 13.Surat Keterangan Penelitian Puskesmas BatangannPati .................................................................... Lampiran 14.Uji Validitas dan Reliabilitas............................................. Lampiran 15.Uji Analisis Statistik..........................................................
xiv
85 86 88 89 90 91 95 99 111 112 113 114 115 116 119
ABSTRAK
Dwi Lestari, S540908007. 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku PSK Dalam Rangka Pencegahan IMS di Lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Data kunjungan PSK dalam pemanfaatan klinik IMS masih rendah dengan rata-rata kunjungan 19,38%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan PSK tentang IMS, sikap dan perilaku PSK terhadap pencegahan IMS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan pretest posttest group design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja seks komersial yang berada di lokalisasi Gajah Kumpul Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kelompok ceramah dan leaflet. Variabel bebas (independent) adalah pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet. dan variabel terikat (dependent) adalah pengetahuan, sikap dan perilaku. Cara pengumpulan data dengan metode kuesioner. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji paired t-test dan uji independent t-test. Hasil penelitian dengan uji paired T Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan, sikap, perilaku sebelum dan setelah diberi ceramah dan leaflet pada nilai p < 0,05. Hasil uji Indepndent T Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan sikap melalui metode ceramah dan leaflet pada nilai p<0,05. Tidak terdapat perbedaan perilaku melalui metode ceramah dan leaflet pada nilai p=0,472. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan dan sikap PSK. Tidak terdapat perbedaan sikap PSK dalam rangka pencegahan IMS di Lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. Kata Kunci
: Metode Pendidikan Kesehatan, PSK, IMS
xv
ABSTRACT
Dwi Lestari, S540908007. 2010. The Effect of Health Education on the Knowledge, Attitude, and Behavior of the Commercial Sex Wokers to Prevent Sexually Transmitted Infection at Gajah Kumpul Localization of Prostitution, Pati Regency. Thesis: Graduate Program, Sebelas Maret University. The data show that the visit by commercial sex wokers at Gajah Kumpul Localization of prostitution, Pati regency to Sexually Transmitted Infection clinic is still low, that is 19.38%. This is due to their low knowledge, attitude, and behavior on sexually transmitted infection and its prevention. The objective of this research is to investigate the effect of the health education methods through lecturing and leaflet administration on the knowledge, attitude, and behavior of the commercial sex wokers to prevent the sexually transmitted infection at Gajah Kumpul Localization of prostitution, Pati regency. This research used a quasi experiment with pre-test and post-test group design. Its population was all commercial sex wokers at Gajah Kumpul Localization of prostitution, Batangan sub-district, Pati regency. The samples of the research were taken by using a cluster random sampling technique. They consisted of lecturing group and leaflet group. The independent variables of the research were health education methods through lecturing and leaflet administration, whereas the dependent variables of the research were knowledge, attitude, and behavior. The data of the research were gathered by using questionnaire. The data were then analyzed by using paired t-test and independent t-test. The result of the analysis with the paired t-test shows that there is a difference in the knowledge, attitude, and behavior prior to and following the health education through lecturing and leaflet administration with the value of p < 0.05. Meanwhile, the results of the analysis with the independent t-test show that (1) there is a difference in the knowledge and attitude through the lecturing and leaflet administration with the value of p < 0.05; and (2) there is not any difference in the behavior through the lecturing and leaflet administration with the value of p < 0.472. Based on the results of the analysis, conclusions are drawn that (1) there is an effect of the health education through lecturing and leaflet administration on the knowledge and attitude of commercial sex wokers; and (2) there is not any difference in the attitude of commercial sex wokers to prevent the sexually transmitted infection at Gajah Kumpul Localization of prostitution, Pati regency.
Keywords : Health education methods, commercial sex wokers, sexually transmitted infection.
xvi
A.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) dikalangan Pekerja Seks Komersial (PSK) setiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80-90% PSK terjangkit penyakit menular seksual seperti neisseria gonorhea herpes simplex, vinio type 2 dan chlamidia trachomatis (Komisi Penanggulangan AIDS Jateng, 2005). Namun yang paling berbahaya adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus), karena dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit ini telah menjadi masalah internasional dan dalam waktu relatif cepat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda di berbagai negara di dunia (Wartono, 1999). Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilaporkan semakin meningkat dari tahun ke tahun sejak ditemukan kasus pertama HIV di Bali pada tahun 1987. Data tahun 2007 Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan, menyatakan bahwa jumlah kumulatif pengidap infeksi HIV mencapai 6.987 orang dengan penderita AIDS sebesar 4.617 orang (KPA Jateng, 2004). Penderita HIV dan AIDS di Jawa Tengah meningkat tajam, memasuki awal tahun 2008 terdapat 1.070 penderita HIV dan AIDS, jumlah tersebut terdiri atas 830 orang penderita HIV dan 240 penderita AIDS (KPA Jateng, 2004). Menurut data dari bagian Pencegahan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, peringkat Jawa Tengah dalam jumlah penderita HIV dan
xvii
AIDS sekarang menjadi nomor 6 dari 33 propinsi, padahal pada akhir tahun 2007 masih menduduki peringkat 10. Penularan HIV/AIDS dapat ditularkan melalui perilaku seks, penggunaan narkoba, dan tranfusi darah (KPA Jateng, 2007). Penyakit HIV/AIDS memperlihatkan angka yang cenderung meningkat di Kabupaten Pati. Data yang diperoleh dari bagian Pencegahan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Kabupaten Pati pada tahun 2006 sebanyak 12 orang tertular HIV/AIDS, sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 22 orang bahkan di tahun 2008 meningkat dua kali lipat yaitu 54 orang penderita (Dinkes Pati, 2008). Secara garis besar upaya mengatasi masalah ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu usaha yang bersifat preventif (pencegahan) atau tindakan yang bersifat represif (penekanan) serta kuratif (pengobatan). Salah satu tindakan yang bersifat represif dan kuratif adalah tindakan melokalisasi (Kartono Kartini, 2003). Lokalisasi Gajah Kumpul merupakan salah satu lokalisasi di Kabupaten Pati yang merupakan lokalisasi besar yang berada di Desa Gajah Kumpul Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Karena letaknya yang strategis dan berada di pantura, serta berada di tepi jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang, maka lokalisasi ini mudah untuk dikunjungi oleh siapapun terutama klien PSK. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati pada bulan Desember tahun 2009 terdapat 80 orang PSK (Dinkes Pati, 2009). Jumlah setiap saat dapat berkurang atau bertambah karena kebiasaan para PSK yang sering berpindah-pindah. Cara untuk mencegah IMS antara lain dengan didirikan klinik IMS Puskesmas Batangan Kabupaten Pati, yang dilatar belakangi oleh tingginya kasus
xviii
IMS yang jumlahnya semakin hari semakin meningkat. Jumlah PSK yang terus bertambah serta tidak tersedianya
klinik yang khusus menangani IMS di
Kabupaten Pati, merupakan satu faktor yang mendukung berdirinya klinik IMS di Kabupaten Pati, yang merupakan kerjasama Dinas Kesehatan Kabupaten Pati dengan FHI (Family Health International). Klinik IMS terletak berdekatan dengan lokalisasi Gajah Kumpul dengan kegiatan utama memberikan pelayanan skrining secara gratis kepada PSK. Kegiatan tersebut merupakan penapisan yang bertujuan untuk melakukan deteksi dini adanya IMS pada PSK. Data kunjungan PSK ke klinik IMS selama tahun 2009 mengalami fluktuasi, yang tercatat dalam bulan Januari 15 orang, Februari 10 orang, Maret 15 orang, April 20 orang, Mei 16 orang, Juni 17 orang, Juli 9 orang, Agustus 11 orang, September 18 orang, Oktober 23 orang, November 17 orang, dan Desember 15 orang. Berdasarkan data kunjungan pasien dalam pemanfaatan klinik IMS oleh PSK masih rendah, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya pengetahuan PSK tentang IMS, rendahnya sikap dan perilaku PSK dalam memanfaatkan klinik, serta kurangnya dukungan dari lingkungan. Pencegahan IMS yang dilakukan PSK selain difasilitasi adanya klinik IMS yang bertujuan untuk deteksi dini adanya IMS, sebagian PSK ada yang membawa kondom pada saat melayani pelanggan untuk dipakaikan pada pasangannya bagi pelanggan yang menghendaki. Pemakain kondom bertujuan untuk mencegah kehamilan dan penularan IMS, tetapi kesadaran PSK untuk memakai kondom
xix
masih rendah, hal ini disebabkan salah satunya faktor kepuasan dari pelanggan dan kurangnya pengetahuan PSK dalam pencegahan penularan IMS. Lawrence Green (1996) ada 3 faktor
yang mempengaruhi perilaku
seseorang yaitu faktor predisposisi (predisposing) mencakup, karakteristik individu yaitu (umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan), pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, faktor pendukung (enabling) meliputi tersedia atau tidaknya sarana dan fasilitas kesehatan dan faktor pendorong (reinforcing) meliputi perilaku petugas kesehatan, peraturan perundang-undangan baik dari pusat maupun dari daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan bukan hanya tingkat kesadaran atau pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan baik. Kesehatan bukan hanya diketahui/ disadari (knowledge) dan disikapi (attitude), melainkan harus dikerjakan/ dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Hal ini berarti, pendidikan kesehatan bagi PSK dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi lebih tepat. Pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan IMS melalui
xx
berbagai pendidikan kesehatan dengan pemberian informasi dan komunikasi sesuai dengan budaya dan agama setempat seperti penyuluhan dan kampanye, media elektronik, media cetak dan sebagainya (Depkes, 2005). Ada beberapa jenis media informasi yang dapat digunakan dalam pendidikan kesehatan, di antaranya media cetak dan media elektronik. Leaflet merupakan salah satu jenis media cetak yang berisi informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Ada pula metode lain untuk menyampaikan
informasi
kesehatan
dengan
melalui
ceramah.
Ceramah
merupakan cara yang paling alamiah untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu dengan cara berbicara secara langsung, selain itu ceramah merupakan cara yang paling umum digunakan untuk berbagai pengetahuan dan fakta kesehatan. Informasi yang diberikan dalam pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS. Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1.
Apakah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah terhadap peningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati? xxi
2.
Apakah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan dengan pemberian leaflet terhadap peningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati?
3.
Apakah ada perbedaan pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dengan pemberian leaflet terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati? C. Tujuan
1.
Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
2.
Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui metode ceramah terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui pemberian leaflet terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. c. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan pemberian leaflet terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
xxii
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat teoritis a. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai infeksi menular seksual. b. Sebagai sumber pembelajaran mahasiswa dalam mata kuliah kesehatan reproduksi khususnya tentang infeksi menular seksual.
2.
Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pati serta Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Pati sebagai masukan dan pertimbangan dalam memberikan penanganan terhadap PSK. b. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap PSK hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan yang berguna sebagai bahan pemikiran dalam upaya pencegahan IMS.
xxiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1.
Pendidikan Kesehatan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses pengalihan pengetahuan dari pemberi materi kepada seseorang atau peserta agar peserta tersebut mampu memahami materi yang disampaikan. Keberhasilannya akan dipengaruhi oleh strategi, metode dan alat bantu pelajaran yang dipergunakan dalam proses pendidikan. Unsur-unsur pendidikan yakni : a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan). b. Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain. c. Output adalah perubahan perilaku akibat pendidikan kesehatan. Menurut Purwanto (2004), keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh raw input, environmental input dan instrumental input. Raw input dalam hal ini adalah PSK, mereka memiliki karakteristik tertentu baik fisiologis maupun psikologis. Environmental input meliputi lingkungan fisik, sosial dan alam sekitarnya, sedangkan instrumental input adalah faktor-faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasi seperti materi pendidikan kesehatan, fasilitator yang menyampaikan materi, sarana dan fasilitas serta manajemen yang berlaku termasuk menentukan metode dan pengaturan alokasi waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Prabandari et al., (2005) yang menyatakan bahwa banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses pelatihan, terutama xxiv
mengenai waktu dan model pelaksanaannya. Semuanya merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian out put. Berbagai faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga menentukan bagaimana proses pembelajaran terjadi serta akan menghasilkan keluaran tertentu. Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan. Pendidikan kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu kesehatan, juga mempunyai dua sisi, yaitu sisi ilmu dan seni. Dari sisi seni yakni praktisi atau aplikasi. Pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain, artinya setiap program kesehatan misalnya pencegahan IMS, perlu ditunjang atau dibantu oleh pendidikan kesehatan (penyuluhan). Hambatan yang dialami dalam rangka pencapaian tujuan, yakni mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Hambatan yang paling besar dirasakan adalah faktor pendukung (enabling factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap, meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik (practice) tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan berpengaruh terhadap perilaku, adanya pendidikan tersebut diharapkan dapat membawa perubahan perilaku sasaran. Pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan, yakni perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor. Faktor tersebut, disamping faktor masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu/ alat peraga pendidikan yang dipakai. Agar mencapai suatu hasil yang maksimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus sesuai sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan di dasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan kesehatan meliputi 3 hal, yaitu : pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude) dan ketrampilan atau tingkah laku (practice) yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Semakin tepat memilih metode semakin efektif pula pencapaian tujuannya (Notoatmodjo, 2003). Penggunaan metode yang tepat dalam pendidikan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan menentukan untuk mencapai tujuan xxv
yang diinginkan. Semakin baik metode semakin baik pula pencapaian tujuannya, sebaliknya apapun materi yang akan disampaikan, walaupun dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, jika tidak ditunjang dengan metode yang sesuai maka hasilnya tidak akan memuaskan. Syarat untuk memilih metode pendidikan kesehatan ada 6 hal yang perlu diperhatikan. Syarat-syarat tersebut adalah: seberapa jauh kesiapan dan kemampuan peserta untuk berubah, apakah metode tersebut layak dengan budaya setempat, sumber daya yang tersedia, seberapa banyak yang terlibat, serta cocok dengan karakteristik umur, agama, jenis kelamin dan kelompok sasaran (WHO, 2005). Ada beberapa jenis metode dalam pendidikan kesehatan, antara lain: a. Metode ceramah Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus diingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan. Yang dimaksud kelompok besar adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar antara lain ceramah. Ceramah merupakan metode yang baik untuk sasaran berpendidikan tinggi maupun rendah. Metode ceramah pada dasarnya merupakan proses komunikasi satu arah. Ceramah menguntungkan bila dipergunakan untuk memperkenalkan suatu subjek dengan memberikan gambaran, sehingga menuntun orang untuk mengambil suatu tindakan. Ceramah juga menimbulkan sikap kritis pada pendengar, bersifat informatif dan secara relatif dapat menghemat waktu. Menurut WHO (1988), cara yang paling alamiah untuk berkomunikasi dengan orang lain adalah cara berbicara secara langsung. Selanjutnya dikemukakan bahwa ceramah kesehatan merupakan cara paling umum untuk menyampaikan xxvi
berbagai pengetahuan dan fakta kesehatan. Dalam metode ceramah dikenal dengan ceramah bervariasi atau ceramah plus, yaitu ceramah yang disertai dengan berbagai metode pengajaran lainnya. Metode tersebut misalnya tanya jawab, diskusi dan lain-lain, disertai penggunaan berbagai media pengajaran (media visual) seperti flip chart, OHP, handout singkat atau demonstrasi, agar sasaran mampu melihat sekaligus mendengarkan yang disampaikan. Penggunaan alat bantu visual ternyata dapat meningkatkan ingatan antara 40% sampai dengan 60% (Zaini et al., 2002). Selanjutnya, hasil penelitian Socony di Amerika yang dikutip Lunadi (1987) menyatakan bahwa kelekatan ingatan dari bahan belajar yang disampaikan dengan menceritakan sekaligus mempertunjukkan, dalam waktu 3 jam kemudian tinggal 85%, seterusnya tinggal 65% setelah 3 hari kemudian dan selanjutnya tetap terjaga. Setiap metode mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Metode ceramah menguntungkan bila dipergunakan untuk memperkenalkan suatu subjek dengan memberikan gambaran, sehingga menuntun orang untuk mengambil suatu tindakan. Metode ini mempunyai kemampuan yang baik untuk menjelaskan suatu konsep, prinsip atau prosedur yang diberikan (Suparman, 2001). b. Pemberian leaflet Salah satu media yang sering sekali digunakan dalam pendidikan kesehatan adalah media cetak, diantaranya dengan pemberian leaflet. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan xxvii
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi. 2.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku a. Pengetahuan Pengetahuan ialah keadaan tahu. Manusia ingin tahu, kemudian ia mencari tahu dan memperoleh pengetahuan. Jadi, pengetahuan adalah semua yang diketahui (Sobur, 2003). Pengetahuan merupakan hasil tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan dapat juga didefinisikan sebagai suatu ingatan terhadap materi yang telah dipelajari, meliputi ingatan terhadap sejumlah materi yang banyak dari fakta-fakta khusus hingga teori-teori umum (Zaini et al., 2002). Pengetahuan penting dalam menentukan sikap dan untuk memotivasi seseorang untuk berperilaku sehat, walaupun pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi antara keduanya mempunyai hubungan positif (Green, et al., 1980). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, dalam diri seseorang akan terjadi proses secara berurutan, meliputi : 1) awareness (kesadaran), 2) interest (merasa tertarik), 3) evaluation (menimbang-nimbang), 4) trial (mencoba), 5) adoption, yakni mengadopsi sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus (Green, et al., 1980).
Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positip, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila xxviii
perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Tanpa pengetahuan yang memadai, orang mungkin tidak sadar dan tidak peduli tentang masalah kesehatannya. Dengan demikian pengetahuan merupakan aspek penting dari perubahan perilaku (Simons Morton et al., 1995). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat. Yakni : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu “tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-
xxix
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
xxx
Adapun menurut Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain : 1) Tingkat pendidikan. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai berikut : a) Tamat SD b) Tamat SLTP c) Tamat SLTA d) Tamat Perguruan Tinggi Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan akan semakin tinggi tingkat pengetahuanya. 2) Informasi Seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. 3) Budaya Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. 4) Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. 5) Sosial Ekonomi Sosial ekonomi disini maksudnya adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin tinggi
xxxi
tingkat sosial ekonomi akan semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki karena dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi memungkinkanya
untuk
mempunyai
fasilitas-fasilitas
yang
mendukung seseorang mendapatkan informasi dan pengalaman yang lebih banyak. b. Sikap Green et al. (1980) menyatakan bahwa sikap merupakan perasaan yang lebih tetap yang ditujukan terhadap suatu objek (baik seseorang, suatu tindakan atau gagasan). Pengertian tentang sikap sebagai keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan bertindak terhadap situasi lingkungan. Sikap seseorang tercermin dari kecenderungan perilakunya dalam menghadapi situasi lingkungan yang berhubungan dengan orang lain, dengan atasan, dengan bawahan ataupun dengan lingkungan kerja (Gitosudarmo, 2000). Sikap sampai pada tingkat tertentu, merupakan penentu komponen dan akibat dari perilaku. Selanjutnya Azwar (2005) mengemukakan bahwa sikap adalah perasaan memihak (favourable) ataupun tidak memihak (unfavourable) terhadap objek psikologis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap merupakan perasaan yang muncul karena adanya stimulus. Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang, yaitu : komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif yang dimaksud merupakan kepercayaan individu dari yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif merupakan perasaan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan emosi,
xxxii
sedangkan
komponen
konatif
merupakan
aspek
kecenderungan
berperilaku. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan. Dengan kata lain sikap merupakan perubahan yang meniru perilaku atau sikap seseorang karena dianggap sesuai dengan dirinya. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa proses terbentuknya suatu sikap pada dasarnya melalui pengamatan yang kemudian diidentifikasi, sehingga dapat diinternalisasikan pada diri seseorang. Perubahan sikap akan tergantung pada sejauhmana komunikasi tersebut diperhatikan, dipahami dan diterima oleh individu. Pendekatan belajar mengajar (messagelearning approach) merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam pengubahan sikap manusia melalui proses atensi, pemahaman dan retensi. Hal ini merupakan ciri pendekatan kognitif (Azwar, 2005).
Proses
pembentukan sikap itu berlangsung secara bertahap dan melalui proses belajar. Proses belajar tersebut dapat terjadi karena pengalamanpengalaman pribadi dengan obyek tetentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalamanpengalaman lain atau melalui kombinasi dari beberapa cara tersebut. Eagly dalam Gitosudarmo (2000) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif, dan perilaku. Respon evaluatif dalam bentuk kognitif meliputi beliefs yang dimiliki
xxxiii
individu terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya. Respon evaluatif dalam bentuk afektif berupa perasaan individu terhadap objek sikap. Proses kognitif dapat terjadi pada saat individu memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini dapat terjadi melalui pengalaman langsung atau tidak langsung. Proses-proses lain yang dapat membentuk sikap adalah afektif dan perilaku. c.
Perilaku. 1) Definisi Perilaku Perilaku merupakan respon atau reaksi yang ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi stimulus dari luar, bentuknya berupa kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat diamati maupun tidak diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Robert Kwick dalam Sarwono (2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktik-praktik dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui xxxiv
suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern dan ekstern. Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organism yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain-lain sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a) Perilaku tertutup (Covert behavior) Perilaku tertutup merupakan bentuk respon seseorang yang sifatnya tertutup, respon yang diberikan masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap, sehingga belum dapat diamati dengan jelas. b) Perilaku terbuka (Overt behavior) Pada perilaku terbuka respon yang ditunjukkan dalam menanggapi stimulus sudah dapat diamati secara nyata dengan suatu tindakan. 2) Perilaku kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit
xxxv
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, naik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup : a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni : (1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya. (2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan
xxxvi
nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. (3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya). (4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit, misalnya melakukan diet, mematuhi anjurananjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya. b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan. c) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
xxxvii
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita. d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup: (1) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan. (2) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene pemeliharaan teknik, dan penggunaanya. (3) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun
limbah
cair.
Termasuk
di
dalamnya
sistem
pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik. (4) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya. (5) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector), dan sebagainya.
xxxviii
3) Domain Perilaku Ada dua hal yang menyebabkan perbedaan perilaku seseorang dengan orang lain terhadap stimulus yang sama. Hal ini disebut dengan determinan perilaku, di antaranya : a) Determinan internal, merupakan karakteristik seseorang yang sifatnya bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, emosi dan jenis kelamin. b) Determinan eksternal yaitu merupakan lingkungan individu, baik lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/ kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari : a). ranah kognitif (cognitive domain), b). ranah afektif (affective domain), dan c). ranah psikomotor (psychomotor domain). 4) Pembentukan dan perubahan perilaku Proses pembentukan dan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu. Faktor intern meliputi pengetahuan, persepsi, motivasi, emosi dan sebagainya, yang berfungsi untuk mengolah rangsangan xxxix
dari luar, dan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik, sperti iklim, sosial ekonomi, budaya, sarana fisik dan sebagainya. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakikatnya merupakan faktor keturunan (bawaan). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama
pada orang dewasa
dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap di subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action), terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Menurut Lawrence W Green (1980) terdapat tiga macam faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu : a) Faktor yang mempermudah (Predisposing Factors)
xl
Meliputi : pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai – nilai dan sebagainya. b) Faktor pendukung (Enabling factors) Meliputi : lingkungan fisik, tersedianya sarana prasarana c) Faktor penguat/pendorong (Reinforcing Factors) Meliputi : sikap dan perilaku petugas kesehatan , keluarga atau teman yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang atau masyarakat. 3.
Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah sebutan bagi “pelacur”. Istilah lain yang memiliki arti yang sama adalah Wanita Tuna Susila (WTS), dan perempuan yang dilacurkan (Pedila). Pada Ensiklopedia Nasional Indonesia dijelaskan bahwa ”pelacuran” sama artinya dengan “prostitusi”, merupakan kegiatan manusia dalam menjual atau menyewakan tubuhnya untuk kenikmatan orang lain dengan mengharapkan suatu imbalan atau upah. Kartono Kartini (2003) dalam Patologi Sosial berpendapat bahwa, motif-motif yang melatar belakangi tumbuhnya PSK beraneka ragam, antara lain: a. Untuk menghindari dari kesulitan hidup dan mendapatkan kesenangan melalui “jalan pendek” atau singkat. b. Nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan keroyalan seks
xli
c. Aspirasi materi yang tinggi dan kesenangan serta keinginan untuk hidup mewah, namun malas bekerja. d. Rayuan kaum lelaki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan terhormat dengan gaji yang tinggi, tetapi pada akhirnya akan dijebloskan dalam dunia prostitusi. e. Ajakan teman-teman sekampung/ sekota yang sudah lebih dahulu terjun dalam dunia prostitusi. Akibat yang ditimbulkan prostitusi antara lain : a. Menimbulkan dan memperluas penyakit kulit dan kelamin b. Dapat merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. c. Memberikan pengaruh demoralisasi pada lingkungan sehingga dapat merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika. e. Adanya eksplorasi manusia oleh manusia lain.
4.
Pemerintah berusaha untuk memberantas kegiatan pelacuran namun sampai saat ini belum berhasil. Tindakan meresosialisasikan pelacur merupakan salah satu usaha untuk mengendalikan dan mengawasi terutama terhadap penyebaran infeksi menular seksual, karena wanita pekerja seks sangat rentan terkena maupun menularkan infeksi menular seksual bahkan dengan HIV/AIDS kepada pelanggannya (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1994). Resosialisasi Resosialisasi atau disebut lokalisasi adalah upaya memudahkan pemantauan serta pembinaan bagi pekerja seks dan biasanya disebut tempat prostitusi yang terdaftar. Perilaku pekerja seks komersial diawasi oleh kepolisian yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam satu daerah tertentu yang penghuninya secara xlii
periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan (Kartono Kartini, 2003). Komplek pelacuran yang terdaftar biasanya teratur dan rapi disamping pekerjaannya sehari-hari melayani pengunjung yang memberi hiburan cinta, para pekerja seks biasanya diberikan pelajaran menjahit, merawat diri, tata boga, merenda, agama, serta pengetahuan umum dalam mempersiapkan mereka kembali menjadi masyarakat biasa.
5.
Kegiatan-kegiatan dalam mencegah infeksi menular seksual di lokalisasi Kegiatan yang dilakukan untuk mencegah IMS salah satunya difasilitasi dengan klinik IMS Puskesmas Batangan, kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan penapisan yang bertujuan untuk deteksi dini adanya IMS pada PSK. Kegiatan ini dilakukan secara rutin dua kali dalam sebulan. Adapun urutan kegiatannya sebagai berikut : a. Pasien datang ke ruang pendaftaran. b. Dilakukan anamnesis oleh petugas dengan mengisi formulir yang telah tersedia. c. Dilakukan pemeriksaan oleh dokter, bila diindikasikan menderita infeksi menular seksual, maka dilakukan pemeriksaan skrining mengambil secret vagina. d. Sekret tersebut diperiksa di laboratorium.
xliii
dengan
e. Hasilnya diserahkan pada dokter dan diberikan obat. Pencegahan IMS yang dilakukan di lokalisasi salah satunya dengan pemakaian kondom, PSK membawa kondom pada saat melayani pelanggan (pria)
untuk
dipakaikan
pada
pasangannya
bagi
pelanggan
yang
menghendaki. Kondom merupakan alat kontrasepsi yang berupa selubung/ sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan lateks (karet) yang dipasang pada penis saat melakukan hubungan seksual untuk mencegah kehamilan dan mencegah IMS. Penggunaan kondom yang baik yaitu pada saat penis ereksi dan sewaktu ejakulasi sebaiknya tidak melakukan tekanan lagi yang dapat menyebabkan perembesan sperma. Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena kurang hati-hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga terjadi perembesan dari sperma. Efek samping dari kondom adalah bila terdapat alergi terhadap karet kondom. Keuntungan lain dari kondom dapat dibeli secara bebas diapotik-apotik, dan mudah digunakan dan kondom juga memperkecil penularan penyakit kelamin. Penggunaan kondom akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan spermasida (senyawa kimia terdapat dalam bentuk jeli, tablet vagina, kream, busa vaginal yang berfungsi membunuh sperma) (Saifuddin, 2003). 6.
Infeksi Menular Seksual (IMS) Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya yang sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore, dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah xliv
tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Sexually Transmitted Diseases (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Perubahan istilah tersebut memberi dampak spektrum PMS yang semakin luas karena selain penyakitpenyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin (veneral diseases). Sejak tahun (1998), istilah STD mulai berubah menjadi Sexually Transmitted Infections (STI), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Daili, dkk., 2007). Infeksi Menular Seksual (IMS) yang berarti suatu infeksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual atau hubungan senggama dengan orang yang sudah terjangkit penyakit kelamin baik melalui oral, anal atau lewat vagina. Penyakit kelamin dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : a. Penyakit kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual, biasanya bibit penyakit ada dalam cairan sperma atau cairan vagina. b. Penyakit kelamin yang ditularkan tidak melalui hubungan seksual, seperti keputihan. Secara umum gejala yang dirasakan oleh penderita IMS adalah : a. Rasa sakit atau gatal-gatal dikemaluan. b. Muncul benjolan, bintik atau luka di sekitar alat kemaluan. c. Keluar cairan yang tidak biasa seperti nanah dari kemaluan. d. Terjadinya pembengkakan di pangkal paha. e. Rasa sakit pada perut bagian bawah.
xlv
Infeksi menular seksual akan menular pada orang lain melalui 3 media cairan yang berada dalam tubuh, yaitu: a. Melalui cairan vagina. b. Melalui cairan sperma. c. Melalui cairan darah. Penyakit peradangan pada infeksi menular seksual yang paling sering dijumpai adalah a. IMS yang disebabkan oleh Bakteri : 1) Gonore (GO) Gejalanya adalah : a) Gejala timbul dalam waktu satu minggu. b) Rasa sakit pada waktu buang air kecil. c) Keluar nanah dari saluran kencing terutama pada pagi hari. d) Sering tidak ada gejala pada stadium dini. e) Nyeri di daerah perut bagian bawah, kadang-kadang disertai keputihan (bagi wanita) dengan bau yang tidak sedap. f) Alat kelamin terasa sakit atau gatal. g) Rasa
panas jika kencing dan perdarahan
setelah hubungan
seksual. h) Bila GO masih ada saat melahirkan bayi, infeksi dapat menular pada mata bayi dan bila terlambat ditangani dapat menimbulkan kebutaan. 2) Sipilis (Raja Singa) xlvi
Gejala sipilis akan muncul dalam 4 tahap, apabila tidak diobati : a) Tahap I (Sipilis Primer) (1) Terjadi 9-90 hari setelah terinfeksi. (2) Timbul luka yang nyeri di penis, bibir kemaluan atau leher rahim. b) Tahap II (Sipilis Sekunder) (1) Terjadi beberapa bulan setelah tahap pertama. (2) Gejala berupa kelainan kulit, bercak kemerahan, gatal terutama di telapak tangan dan kaki. (3) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuh. (4) Bisa berupa kutil di sekitar alat kelamin dan anus. c) Tahap III (Sipilis Laten) (1) Tidak ada keluhan ataupun gejala, namun infeksi berlanjut menyerang alat-alat atau organ tubuh lainnya. (2) Keadaan ini hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan darah khusus sipilis. d) Tahap IV (Sipilis tersier) (1) Timbul 5-30 tahun setelah tahap sipilis sekunder. (2) Terdapat kerusakan alat-alat tubuh penting yang menetap pada otak, pembuluh darah dan jantung, serabut saraf dan sumsum tulang belakang. Sipilis Kongenital
xlvii
Apabila didapatkan sipilis kongenital, maka pada bayi dan anakanak dapat terjadi kelainan : (1) Kelainan bentuk muka. (2) Kelainan tulang. (3) Kebutaan. (4) Ketulian. (5) Kelainan bentuk gigi. (6) Kelainan kulit. (7) Bayi lahir mati. 3) Klamidia Infeksi klamidia adalah Infeksi Menular Seksual yang disebabkan oleh bakteri chlamidia trachomatis, terutama menyerang leher rahim (serviks). Gejala infeksi klamidia adalah : a) Infeksi ini menimbulkan gejala atau keluhan keputihan, dapat disertai nyeri saat kencing dan perdarahan setelah hubungan seksual. Gejalanya mirip GO, tetapi biasanya lebih ringan. b) Penularan tidak disadari, karena kebanyakan wanita yang terinfeksi tidak merasakan gejalanya (asimptomatik). c) Pada infeksi kronik dapat terjadi penyebaran ke saluran telur yang menimbulkan nyeri pada perut bagian bawah dan mengakibatkan kemandulan atau kehamilan di luar kandungan.
xlviii
d) Bayi yang baru lahir yang terinfeksi klamidia dari ibunya dapat mengalami kebutaan atau radang paru (pneumonia). b. IMS yang disebabkan oleh jamur. Jenis infeksi menular seksual yang disebabkan oleh jamur adalah: kandidiasis Vagina. Kandidiasis vagina adalah keputihan yang disebabkan oleh jamur candida albicans. Pada keadaan normal spora jamur ini terdapat di kulit maupun di dalam lubang kemaluan, tetapi pada keadaan tertentu (penyakit kencing manis, kehamilan, pengobatan steroid, antibiotik), jamur ini dapat meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan. c. IMS yang disebabkan oleh Parasit Jenis infeksi menular seksual yang disebabkan oleh parasit adalah: Trikomoniasis Trikomoniasis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh parasit trichomonas vaginalis. Gejala trikomoniasis berupa : a) Keputihan yang banyak, kadang-kadang berbusa, berwarna kehijauan dengan bau busuk. b) Gatal pada kemaluan. c) Nyeri pada saat hubungan seksual atau saat buang air kecil. d. Penyakit IMS yang disebabkan oleh virus.
xlix
1) Kutil kelamin Kutil kelamin atau kondiloma akuminata merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papiloma virus (HPV), berupa kutil disekitar alat kelamin, bahkan sampai kebagian dalam liang kemaluan dan leher rahim. a) Tanda dan gejala kutil kelamin: (1) Kelainan berupa tonjolan kutil berbentuk jengger ayam yang berwarna seperti kulit, ukuranya bervariasi dari sangat kecil sampai besar. (2) Pada perempuan dapat mengenai kulit di daerah kelamin sampai dubur, selaput lendir bagian dalam, liang kemaluan sampai leher rahim. (3) Pada laki-laki mengenai penis dan saluran kencing bagian dalam. (4) Pada perempuan hamil, kutil dapat tumbuh sampai besar. (5) Kadang-kadang kutil tidak terlihat sehingga sering tidak disadari. (6) Adakalanya seorang perempuan baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi, pada saat pemeriksaan papsmear. (7) Biasanya laki-laki baru menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi setelah ia menulari pasangannya. b) Cara penularan kutil kelamin melalui :
l
(1) Hubungan seksual dengan seorang yang terinfeksi human papiloma virus ( HPV). (2) Dari ibu hamil dengan kutil kelamin kepada bayinya pada saat persalinan . c) Bahaya Kutil kelamin: Kutil kelamin kadang-kadang dapat berakibat lanjut menjadi kanker leher rahim ataupun kanker kulit sekitar kelamin. Pada laki-laki dapat menimbulkan kanker penis (Kusniati, 2000). 2) HIV / AIDS a) Pengertian AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh manusia. Virus tersebut dinamakan HIV (Human Immunodeviciency Virus). Virus ini menyerang sel darah putih yang merupakan bagian paling penting dari sistem kekebalan tubuh (Ida Bagus, 1994). b) Gejala Banyak orang yang terinfeksi HIV namun tidak menunjukkan gejala apapun. Mereka merasa sehat dan juga tampak dari luar kelihatannya sehat-sehat saja. Namun demikian orang yang terinfeksi HIV akan menjadi pembawa (carier) dan penular HIV kepada orang lain (Marta, 1993). Gejala tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan : li
(1) Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, namun tanpa gejala dan tes darah negatif. Pada tahap ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Waktu antara masuknya HIV ke dalam peredaran darah dan terbentuknya antibodi terhadap HIV disebut window period yang memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah terinfeksi HIV. (2) Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tanpa gejala tetapi tes darah positif, Keadaan tanpa gejala ini berjalan lama, sampai 5 tahun atau lebih. Gejala Infesi HIV antara lain: (1) Gejalanya seperti terkena flu, demam, pembesaran kelenjar limfe, batuk-batuk. Gejala ini biasanya hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja, lalu hilang dengan sendirinya. Pada beberapa orang gejala bisa terus berkembang menjadi gejala yang lebih lanjut, seperti pembesaran kelenjar secara meluas dan tidak jelas penyebabnya, misalnya di leher, lipat paha dan ketiak. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan, sampai lebih 5 kilogram setiap bulan tanpa penyebab yang jelas, batuk yang terus menerus, diare, bercak kulit, perdarahan yang tidak jelas penyebabnya, sesak nafas, sakit tenggorokan, keluar keringat malam dan demam. Tanda yang lain adalah indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh. lii
(2) Pada tahap akhir orang yang sistem kekebalan tubuhnya telah rusak maka akan menjadi penderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering terserang penyakit yang disebabkan oleh kuman yang biasa hidup dalam tubuh manusia. Apabila sistem kekebalan tubuh baik maka kuman tersebut dapat dikendalikan oleh tubuh. Sampai sekarang belum dapat diketahui mengapa ada orang yang cepat menjadi penderita AIDS tetapi ada pula yang waktunya lama, bahkan ada pula yang telah 10 tahun sesudah terinfeksi HIV namun masih belum menunjukkan gejala-gejala yang mengarah kepada AIDS. Ada faktor tertentu yang berpengaruh, antara lain : (1) Yang bersangkutan juga menderita penyakit IMS lainnya (2) Frekuensi terpapar HIV (3) Faktor yang merendahkan daya tahan tubuh, seperti : kurang gizi, stress, penyalahgunaan obat. c) Cara Penularan Sebenarnya Virus HIV tidak mudah menular seperti penularan virus influenza, karena virus HIV terdapat di dalam darah, sperma dan cairan vagina. Adapun penularanya dengan cara: (1) Melalui hubungan seksual (homo maupun hetero seks) dengan pengidap HIV. (2) Transfusi darah yang mengandung HIV.
liii
(3) Melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas dipakai orang yang mengidap virus HIV. (4) Pemindahan virus dari ibu hamil yang mengidap virus HIV kepada janin yang dikandung.
AIDS tidak ditularkan lewat : (1) Hidup
serumah
dengan
penderita
AIDS
(asal
tidak
mengadakan hubungan seks). (2) Bersenggolan dengan penderita. (3) Bersentuhan dengan pakaian dan barang yang dipakai orang terkena HIV/AIDS. (4) Berjabat tangan. (5) Penderita AIDS batuk atau bersin di dekat kita. (6) Makan, minum bersama dari satu piring atau gelas. (7) Gigitan nyamuk atau serangga lain. d) Pencegahan HIV Cara pencegahan penularan HIV yang paling efektif adalah dengan memutuskan rantai penularan. Tentu saja hal ini tidak mudah. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan, yaitu : (1) Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. (2) Tidak berganti-ganti pasangan. (3) Selalu menggunakan kondom secara tepat dan konsisten. liv
(4) Selalu memastikan mendapatkan darah
yang aman untuk
transfusi. (5) Tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian. (6) Pendidikan atau edukasi.
7.
Klinik IMS di Puskesmas Batangan. a. Latar Belakang. Kabupaten Pati adalah Kabupaten/ Kota di Jawa tengah yang pada tahun 2007 berpenduduk sekitar 1.197.860 jiwa (48 % pria dan 52 % wanita). Berdasarkan estimasi populasi beresiko tahun 2006, Kabupaten Pati memiliki faktor penularan 10 besar di Propinsi Jawa Tengah (Family Health International & Dinkes Pati, 2006). Secara geografis Kabupaten Pati terletak di jalur Pantura yang menjadi tempat pemberhentian/ istirahat bagi para pengguna jalan darat, khususnya kendaraan berat antar propinsi. Kabupaten Pati juga memiliki 8 lokasi transaksi seks (lokalisasi) yang menyebar di 6 Kecamatan dengan 2 lokasi berskala besar (komplek) dan 6 lokasi berskala kecil (rumahan). Disamping itu di Kabupaten Pati terdapat 24 hotel dan 7 tempat karaoke yang ditengarai juga merupakan bagian dari lokasi transaksi seks. Sungai Juwana merupakan salah satu sungai yang berada di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebagai tempat sandaran kapal bagi nelayan dari berbagai penjuru Indonesia, juga sebagian dari faktor yang perlu dipertimbangkan dalam usaha penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Pati. lv
b. Tujuan didirikan klinik IMS Tujuan didirikan klinik IMS adalah untuk : 1) Meningkatkan kesadaran akan periksa ke klinik. 2) Meningkatkan cakupan program komunikasi perubahan perilaku bagi pekerja seks dan pelanggannya. 3) Meningkatkan pusat layanan Voluntary Consulting and Testing (VCT) yang berjejaring dengan Rumah Sakit Umum ” Soewondo” Pati. 4) Terlaksananya layanan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang berbasis Rumah Sakit dan basis masyarakat pada tahun 2009. c. Kegiatan Pelayanan klinik IMS di Batangan Kabupaten Pati Pelayanan klinik IMS di Batangan Kabupaten Pati memberikan pelayanan tanpa paksaan, dengan memperhatikan kebutuhan dan hak-hak perorangan. Standar pelayanan diberikan tanpa membedakan ras, umur, agama, gender dan status sosial pasien. Administrasi pelayanan menggunakan formulir yang telah di standarisasi untuk rekam medis serta pengobatan pasien. Formulir catatan pasien ini disimpan dengan memperhatikan keamanan dan kerahasiaannya. Klinik IMS menggunakan alur pemeriksaan yang komprehensif yang dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium sederhana, pengobatan yang sesuai dengan protap dari Depkes. Sebagai klinik model aksi stop AIDS program klinik infeksi menular seksual melakukan pemeriksaan laboratorium untuk kelompok sasaran laki-laki resiko tinggi, spesimen diambil dari uretra, lvi
dilakukan pengecatan dengan Methilin Blue untuk mendapatkan sel darah putih dan diplokokus. Untuk kelompok waria spesimen diambil dari uretra dan anus untuk mendapatkan sel darah putih dan diplokokus. Adapun pemeriksaan untuk pekerja seks komersial spesimen diambil dari vagina dan endoserviks dan dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa preparat basah untuk trichomonas, jamur dan pengecatan methilen blue untuk pemeriksaan sel darah putih dan diplokokus, serta pengukuran keasaman vagina dengan kertas pH. Untuk menjaga kerahasiaan, staf administrasi bertanggung jawab untuk menyimpan semua data dengan hati-hati serta diberikan kode. Semua pasien IMS ditawarkan untuk mendapatkan pelayanan Voluntary Consulting Testing (VCT). Untuk pelayanan ini bagi pasien yang menginginkan tes HIV dirujuk ke fasilitas yang menyediakan layanan VCT, yaitu Rumah Sakit umum Soewondo Pati. d. Petugas Klinik IMS di Batangan Kabupaten Pati. Petugas Klinik IMS di Batangan Kabupaten Pati, adalah : 1) Satu orang manajer klinik sekaligus dokter klinik. 2) Dua orang paramedis. 3) Dua orang laboran. 4) Satu orang administrasi klinik. e. Kegiatan yang telah dilakukan klinik IMS adalah : 1) Penyuluhan kesehatan reproduksi. 2) Skrening rutin IMS. 3) Sero survei. lvii
4) Merujuk klien ke klinik VCT.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dari kajian pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, adalah sebagai berikut :
Instrumental input Bahan pendidikan kesehatan, fasilitator, sarana/ fasilitas, manajemen & alokasi waktu
lviii
Ceramah Leaflet Raw input PSK
Pendidikan Kesehatan
Environmental input Lingkungan fisik, sosial & alam sekitar
Pengetahuan
Pidato melalui media elektronik
Sikap
Simulasi
Perilaku
Pencegahan IMS
Artikel di media cetak
Gambar 2.1. Kerangka berpikir Keterangan : :
Diteliti b
:
Tidak diteliti
C. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
lix
2. Pendidikan kesehatan dengan pemberian leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. 3. Terdapat perbedaan antara pendidikan kesehatan menggunakan metode ceramah dengan leaflet
terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
lx
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment), penelitian yang mengkaji pengaruh atas dua variabel bebas terhadap variabel terikat. Rancangan pretest posttest group design. Model rancangan penelitian sebagai berikut: (Notoatmodjo S, 2005). Tabel 3.1. Model rancangan penelitian pretest posttest group design
Kelompok eksperimen
Pretest O1 O1
Perlakuan X1 X2
Posttest O2 O2
Keterangan : O1
: Pretest pada kelompok eksperimen metode ceramah dan leaflet
O2
: Posttest pada kelompok eksperimen metode ceramah dan leaflet
X1
: Intervensi dengan metode ceramah
X2
: Intervensi dengan pemberian leaflet
B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berada di lokalisasi Gajah Kumpul Kecamatan Batangan Kabupaten Pati Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2009.
lxi
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah yang dihuni pekerja seks komersial yang berada di lokalisasi Gajah Kumpul Kecamatan Batangan Kabupaten Pati yang berjumlah 16 rumah. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada kelompok yang ada pada populasi dan dilakukan secara random. Dalam penelitian ini populasi terdiri dari 16 rumah yang dihuni oleh PSK di lokalisasi Gajah Kumpul yang dibedakan menjadi blok A dan blok B, blok tersebut dipisahkan oleh jalan. Blok A terdiri dari 7 rumah dan blok B terdiri dari 9 rumah yang dihuni oleh PSK yang berada di lokalisasi Gajah Kumpul Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, kemudian 16 rumah tersebut di random dan hasilnya adalah 3 rumah sejumlah 33 orang PSK dari blok A dan 4 rumah sejumlah 34 orang PSK dari blok B. Untuk menentukan kelompok metode ceramah dan
metode
pemberian leaflet dilakukan random terhadap blok A dan blok B dan hasilnya adalah blok A sebagai kelompok metode ceramah dan blok B sebagai kelompok leaflet. 1.
Kriteria inklusi: kriteria yang dijadikan karakteristik umum subyek penelitian, sehingga subyek dapat diikutkan dalam penelitian, yaitu: a. PSK tidak buta huruf b. Umur lebih dari 17 tahun
2.
Kriteria eksklusi : Kriteria eksklusi adalah kriteria yang memungkinkan sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dijadikan responden dalam penelitian, yaitu : lxii
a. Tidak bersedia menjadi responden b. Saat pengambilan data responden tidak berada di tempat
D. Variabel Penelitian Variabel pada penelitian ini adalah 1.
Variabel pengaruh atau variabel bebas (independent variabel) yaitu pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan leaflet.
2.
Variabel terpengaruh atau variabel terikat (dependent variabel) yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS.
E. Definisi Operasional Variabel 1.
Pendidikan kesehatan melalui metode ceramah adalah cara penyampaian materi kesehatan melalui komunikasi secara langsung untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku dalam rangka pencegahan IMS. Skala data : nominal
2.
Pendidikan kesehatan dengan pemberian leaflet adalah cara penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat yang berisi kalimat maupun gambar tentang pencegahan IMS. Skala data : nominal
3.
Tingkat pengetahuan tentang pencegahan IMS adalah pemahaman responden tentang penyakit IMS, cara penularan, tanda-tanda penyakit IMS, jenis penyakit IMS, komplikasi penyakit IMS, pencegahan dan pengobatan penyakit IMS. lxiii
4.
Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan responden diminta menyatakan jawabannya atas pernyataan tentang pengetahuan yang terdiri dari 12 pertanyaan. Adapun kriteria penilaian adalah dengan memberikan skor 1 jika benar dan skor 0 jika salah untuk pertanyaan positif (favourable), begitu pula sebaliknya untuk pertanyaan negatif (unfavourable) dengan pemberian skor 0 jika benar dan skor 1 jika salah, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 12. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh responden. Skala : kontinum Sikap terhadap pencegahan IMS adalah pernyataan, pendapat atau anggapan responden tentang penyakit IMS. Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Pengukuran sikap dilakukan dengan menanyakan sebanyak 12 item pertanyaan kepada responden yang harus menjawab salah satu dari 4 pilihan jawaban yaitu sangat tidak setuju dengan skor 1, tidak setuju dengan skor 2, setuju dengan skor 3, sangat setuju dengan skor 4 untuk pertanyaan positif (favourable), begitu pula sebaliknya untuk pertanyaan negatif (unfavourable) maka jawaban sangat tidak setuju dengan skor 4, tidak setuju dengan skor 3, setuju dengan skor 2, sangat setuju dengan skor 1, sehingga kemungkinan skor terendah adalah 12 dan tertinggi 48. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh responden. Skala : kontinum
5.
Perilaku terhadap pencegahan IMS adalah tindakan atau aktivitas yang dilakukan dalam pencegahan IMS baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Cara pengukuran dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan responden diminta menyatakan jawabannya atas pernyataan tentang perilaku yang terdiri dari 8 pertanyaan. Adapun kriteria penilaian adalah dengan memberikan skor lxiv
1 jika jawaban ya dan skor 0 jika jawaban tidak untuk pertanyaan positif (favourable), begitu pula sebaliknya untuk pertanyaan negatif (unfavourable), dengan pemberian skor 0 jika jawaban ya dan skor 1 jika jawaban tidak, sehingga skor terendah 0 dan tertinggi 8. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh responden. Skala : kontinum Untuk keperluan analisis deskripsi, dalam menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden maka total skor jawaban responden dikategorikan dalam 3 kategori berdasarkan nilai mean dan SD : a. Kurang : X < X – 1 SD X – 1 SD ≤ X ≥ X + 1 SD
b. Cukup
:
c. Baik
: X > X + 1 SD
F. Instrumen dan Bahan Penelitian 1.
Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner penelitian untuk mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : materi pendidikan kesehatan dalam bentuk handout dan leaflet, serta peralatan media visual untuk penunjang ceramah.
2.
Uji Validitas Uji validitas dipergunakan untuk menguji kemampuan suatu butir-butir pertanyaan dalam kuesioner yang diberikan kepada sumber data yang bukan anggota pada sampel yang terpilih, untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur yaitu benar-
lxv
benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis item, yakni mengkorelasikan nilai tiap butir (item) pertanyaan dengan nilai total yang merupakan jumlah tiap nilai butir pertanyaan. Sebuah item pertanyaan dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji coba kuesioner kepada 30 responden diluar sampel penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Butir Soal Variabel
Jumlah butir Pertanyaan 12
Valid
Tidak valid
12
-
Sikap
12
12
-
Perilaku
8
8
-
Jumlah
32
32
-
Pengetahuan
Sumber: Data Primer, 2009. Tabel 3.1 menunjukkan bahwa semua item pertanyaan untuk variabel pengetahuan, sikap dan perilaku dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel, oleh karena itu semua pertanyaan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian 3.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dipergunakan untuk menguji konsistensi jawaban responden.
Dalam
penelitian
ini
uji
reliabilitas
dilakukan
dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach’s dengan bantuan program komputer SPSS for Windows. Adapun instrumen dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach’s lebih besar dari 0,6 (Ghazali, 2007). lxvi
Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Variabel Alpha Chronbach 0,861 Pengetahuan 0,916 Sikap 0,889 Perilaku Sumber : Data Primer, 2009.
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel (pengetahuan, sikap dan perilaku) memiliki nilai Alpha Chronbach’s lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner yang disusun untuk variabel-variabel tersebut reliabel.
G. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kuesioner. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah pertanyaan yang sudah mengarahkan ke jawaban yang alternatifnya sudah ditetapkan (Notoatmodjo S, 2005). Jenis data primer meliputi : pengetahuan, sikap dan perilaku. Kuesioner disebarkan kepada responden pada pada saat pretest dan posttest untuk mendapatkan data pengetahuan, sikap dan perilaku PSK terhadap pencegahan IMS. Pretest dilakukan pada saat responden belum diberi intervensi berupa ceramah atau pemberian leaflet, sedangkan posttest dilakukan satu bulan setelah responden diberi intervensi.
H. Analisis Data 1. Uji statistik deskripsi Statistik deskriptif merupakan statistik yang bertugas mendiskripsikan atau memaparkan gejala hasil penelitian. Uji statistik ini bertujuan mengetahui jumlah, persentase variabel pengetahuan, sikap, perilaku (Ghozali, 2007). lxvii
2. Uji statistik paired t-test Uji statistik paired t-test untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok ceramah dan kelompok leaflet. 3. Uji independent t-test. Uji independent t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan pendidikan dengan dengan
metode ceramah dan leaflet pengaruhnya terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku.
lxviii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Hasil Uji Validitas a. Hasil Uji Validitas Item Soal Variabel Pengetahuan Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Item Soal Variabel Pengetahuan No Item Soal r hitung 0,342 Soal_1 0,461 Soal_2 0,583 Soal_3 0,754 Soal_4 0,703 Soal_5 0,614 Soal_6 0,748 Soal_7 0,515 Soal_8 0,617 Soal_9 0,558 Soal_10 0,371 Soal_11 0,324 Soal_12 Sumber : Data Primer, 2009.
r tabel 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semua item butir soal kuesioner pada variabel pengetahuan mempunyai nilai r
hitung
lebih besar dari r
tabel
sehingga semua item butir soal kuesioner dinyatakan valid. Soal no 1 mempunyai nilai r hitung : 0,342> r tabel: 0,239, soal no 2 mempunyai nilai r r hitung
: 0,461> r
tabel:
0,239, soal no 3 mempunyai nilai r
tabel:
0,239, soal no 4 mempunyai nilai r hitung : 0,754> r tabel: 0,239, soal no
hitung
: 0,583> r
5 mempunyai nilai r hitung : 0,703> r tabel: 0,239, soal no 6 mempunyai nilai r
hitung
: 0,614> r
tabel:
0,239, soal no 7 mempunyai nilai r
lxix
hitung
: 0,748> r
tabel:
0,239, soal no 8 mempunyai nilai r hitung : 0,515> r tabel: 0,239, soal no
9 mempunyai nilai r nilai r
hitung
0,371> r
hitung
: 0,558> r
tabel:
: 0,617> r
tabel:
tabel:
0,239, soal no 10 mempunyai
0,239, soal no 11 mempunyai nilai r
0,239, soal no 12 mempunyai nilai r
hitung
hitung
: 0,324> r
:
tabel:
0,239. b. Hasil Uji Validitas Item Soal Variabel Sikap Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Butir Soal Variabel Sikap No Item Butir r hitung Soal 0,704 Soal_1 0,810 Soal_2 0,656 Soal_3 0,749 Soal_4 0,821 Soal_5 0,674 Soal_6 0,599 Soal_7 0,764 Soal_8 0,481 Soal_9 0,527 Soal_10 0,828 Soal_11 0,485 Soal_12 Sumber : Data Primer, 2009.
r tabel
Keterangan
0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua item butir soal kuesioner pada variabel sikap mempunyai nilai r
hitung
lebih besar dari r
tabel
sehingga
semua item butir soal kuesioner dinyatakan valid. Soal no 1 mempunyai nilai r
hitung
0,810> r
: 0,704> r
tabel:
tabel:
0,239, soal no 2 mempunyai nilai r rhitung :
0,239, soal no 3 mempunyai nilai r
0,239, soal no 4 mempunyai nilai r
hitung
: 0,749> r
hitung
tabel:
: 0,656> r
tabel:
0,239, soal no 5
mempunyai nilai r hitung : 0,821> r tabel: 0,239, soal no 6 mempunyai nilai r hitung
: 0,674> r tabel: 0,239, soal no 7 mempunyai nilai r hitung 0,599> r tabel: lxx
0,239, soal no 8 mempunyai nilai r
hitung
: 0,764> r
tabel:
0,239, soal no 9
mempunyai nilai r hitung : 0,481> r tabel: 0,239, soal no 10 mempunyai nilai r hitung : 0,527> r tabel: 0,239, soal no 11 mempunyai nilai r hitung : 0,828> r tabel:
0,239, soal no 12 mempunyai nilai r hitung : 0,485> r tabel: 0,239.
c. Hasil Uji Validitas Item Soal Variabel Perilaku Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Butir Soal Variabel Perilaku No Item Butir r hitung Soal 0,821 Soal_1 0,798 Soal_2 0,851 Soal_3 0,668 Soal_4 0,598 Soal_5 0,630 Soal_6 0,579 Soal_7 0,376 Soal_8 Sumber : Data Primer, 2009
r tabel
Keterangan
0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239 0,239
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa semua item butir soal kuesioner pada variabel perilaku mempunyai nilai r
hitung
lebih besar dari r
tabel
sehingga
semua item butir soal kuesioner dinyatakan valid. Soal no 1 mempunyai nilai r
hitung
0,798> r
: 0,821> r
tabel:
tabel:
0,239, soal no 2 mempunyai nilai r r
0,239, soal no 3 mempunyai nilai r
0,239, soal no 4 mempunyai nilai r
hitung
: 0,668> r
hitung
tabel:
hitung
: 0,851> r
:
tabel:
0,239, soal no 5
mempunyai nilai r hitung : 0,598> r tabel: 0,239, soal no 6 mempunyai nilai r hitung
0,630> r tabel: 0,239, soal no 7 mempunyai nilai r hitung : 0,579> r tabel:
0,239, soal no 8 mempunyai nilai r hitung : 0,376> r tabel: 0,239.
lxxi
2.
Hasil Uji Reliabilitas Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Alpha Chronbach 0,889 Pengetahuan 0,916 Sikap 0,861 Perilaku Sumber : Data Primer, 2009
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel (pengetahuan, sikap dan perilaku) memiliki nilai Alpha Chronbach lebih besar dari 0,6, sehingga kuesioner yang disusun untuk variabel-variabel tersebut reliabel. Nilai Alpha Chronbach pengetahuan : 0,889, sikap : 0,916, dan perilaku : 0,861. 3.
Hasil Uji Normalitas Data Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan, Sikap, Perilaku Sebelum dan Sesudah Diberi Pendidikan Kesehatan (Ceramah Dan Leaflet) (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) N0 Variabel 1 Pengetahuan sebelum diberi Ceramah 2 Pengetahuan setelah diberi Ceramah 3 Sikap sebelum diberi Ceramah 4 Sikap setelah diberi Ceramah 5 Perilaku sebelum diberi Ceramah 6 Perilaku setelah diberi Ceramah 7 Pengetahuan sebelum diberi Leaflet 8 Pengetahuan setelah diberi Leaflet 9 Sikap sebelum diberi Leaflet 10 Sikap setelah diberi Leaflet 11 Perilaku sebelum diberi Leaflet 12 Perilaku setelah diberi Leaflet Sumber: Data Primer, 2009
Asymp.Sig ,117 ,056 ,618 ,214 ,063 ,063 ,062 ,069 ,756 ,286 ,068 ,060
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua data berdistribusi normal, karena mempunyai nilai p atau Asymp.sig lebih besar dari 0,05. Sehingga data di atas bisa dianalisis dengan uji paired samples T test. lxxii
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pada Kelompok Ceramah dan Leaflet (Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) Variabel Pengetahuan Sikap Perilaku Sumber: Data Primer, 2009.
Asymp.Sig 1,000 0,077 1,000
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa semua data berdistribusi normal, karena mempunyai nilai p atau sig > 0,05, sehingga bisa dilakukan uji independent samples T test untuk membandingkan antara metode pendidikan kesehatan melalui ceramah dan leaflet. 4.
Karakteristik Umum Subjek Penelitian a. Karakteristik PSK Menurut Umur Tabel 4.7 Karakteristik PSK Menurut Umur Umur (tahun) Jumlah 30 18 – 25 27 26 – 32 10 >32 67 Total Sumber : Data Primer, 2009
Persentase 44,78 40,30 14,92 100
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar umur PSK adalah 18 – 25 tahun sebanyak 30 orang (44,78%) dan umur PSK 26 – 32 tahun sebanyak 27 orang (40,30%), sedangkan PSK yang umurnya lebih dari 32 tahun sebanyak 10 orang (14,92%).
lxxiii
b. Karakteristik PSK Menurut Pendidikan Tabel 4.8 Karakteristik PSK Menurut Pendidikan Pendidikan Jumlah 24 SD 27 SMP 16 SMA 67 Total Sumber : Data Primer, 2009
Persentase 35,8 40,3 23,9 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar PSK berpendidikan SMP sebanyak 27 orang (35,8%), sedangkan berpendidikan SD sebanyak 24 orang (40,3%), serta berpendidikan SMA sebanyak 16 orang (23,9%). c. Karakteristik PSK Menurut Cara Memperoleh Informasi Tabel 4.9 Karakteristik PSK Menurut Cara Memperoleh Informasi IMS Media Jumlah Radio 20 Televisi 5 Penyuluhan 17 Majalah 6 Tidak pernah 19 Total 67 Sumber : Data Primer, 2009
Persentase 29,9 7,5 25,4 9,0 28,4 100,0
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa PSK memperoleh informasi IMS melalui radio sebanyak 20 orang (29,9%), PSK yang tidak pernah memperoleh informasi IMS sebanyak 19 orang (28,4%), dan memperoleh informasi melalui penyuluhan sebanyak 17 orang (25,4%), sedangkan memperoleh informasi melalui majalah 6 orang (9,0%), serta memperoleh melalui televisi sebanyak 5 orang (7,5%). lxxiv
d. Karakteristik PSK Menurut Lama Menjadi PSK Tabel 4.10 Karakteristik PSK Menurut Lama Menjadi PSK Waktu Jumlah 1 Tahun 12 2 Tahun 17 3 Tahun 16 4 Tahun 15 5 Tahun 6 6 Tahun 1 Total 67 Sumber : Data Primer, 2009
Persentase 17,9 25,4 23,9 22,4 9,0 1,5 100,0
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebanyak 17 orang (25,4%) responden telah menjalani sebagai PSK selama 2 tahun, 16 orang (23,9%) selama 3 tahun, 15 orang (22,4%) selama 4 tahun, dan 12 orang (17,9%) selama 1 tahun, sedangkan 6 orang (9,0%) selama 5 tahun, serta 1 orang (1,5%) selama 6 tahun. 5.
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Ceramah a. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum Pemberian Ceramah Tabel 4.11 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum Diberi Ceramah
Variabel Pengetahuan Sikap Perilaku
Baik n 12 7 12
% 36,4 21,2 36,4
Sumber: Data Primer, 2009
lxxv
Cukup N % 14 42,4 18 54,5 12 36,4
Kurang n % 7 21,2 8 24,2 9 27,3
Total N % 33 100 33 100 33 100
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberi ceramah pada kategori baik sebanyak 12 orang (36,4%), cukup sebanyak 14 orang (42,4%), kurang sebanyak 7 orang (21,2%) dan sikap responden kategori baik sebanyak 7 orang (21,2%), cukup sebanyak 18 orang (54,5%), kurang sebanyak 8 orang (24,2%), serta perilaku responden kategori baik sebanyak 12 orang (36,4%), cukup sebanyak 12 orang (36,4%), kurang sebanyak 9 orang (27,3%). b. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sesudah Pemberian Ceramah Tabel 4.12 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sesudah Diberi Ceramah Variabel
Baik
n 25 Pengetahuan 9 Sikap 13 Perilaku Sumber: Data Primer, 2009
Cukup
% 75,8 27,3 39,4
n 8 20 17
% 24,2 60,6 51,5
Kurang n 4 3
% 12,1 9,1
Total N 33 33 33
% 100 100 100
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sesudah diberi ceramah kategori baik sebanyak 25 orang (75,8%), cukup sebanyak 8 orang (24,2%),
sedangkan sikap responden kategori baik sebanyak 9
orang (27,3%), cukup sebanyak 20 orang (60,6%), kurang sebanyak 4 orang (12,1%), serta perilaku responden kategori baik sebanyak 13 orang (39,4%), cukup sebanyak 17 orang (51,5%), kurang sebanyak 3 orang (9,1%). 6.
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Leaflet
lxxvi
a. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum pemberian Leaflet Tabel 4.13 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sebelum Diberi Leaflet Variabel Pengetahuan Sikap Perilaku
Baik n % 12 35,3 6 17,6 16 47,1
Cukup n % 14 41,2 22 64,7 13 38,2
Kurang n % 8 23,5 6 17,6 5 14,7
Total N % 34 100 34 100 34 100
Sumber: Data Primer, 2009 Tabel 4.13 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang IMS melalui leaflet : kategori baik sebanyak 12 orang (35,3%), cukup sebanyak 14 orang (41,2%), kurang sebanyak 8 orang (23,5%), sedangkan sikap responden kategori baik sebanyak 6 orang (17,6%), cukup sebanyak 22 orang (64,7%), kurang sebanyak 6 orang (17,6%), serta perilaku responden kategori baik sebanyak 16 orang (47,1%), cukup sebanyak 13 orang (38,2%), kurang sebanyak 5 orang (14,7%). b. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sesudah pemberian Leaflet. Tabel 4.14 Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Sesudah Diberi Leaflet Variabel Pengetahuan Sikap Perilaku
Baik n % 12 35,3 17 50 28 76,5
Sumber: Data Primer, 2009
lxxvii
Cukup n % 14 41,2 17 50 2 5,9
Kurang n % 8 23,5 6 17,6
Total N % 34 100 34 100 34 100
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang IMS melalui leaflet responden dengan pengetahuan kategori baik sebanyak 12 orang (35,3%), cukup sebanyak 14 orang (41,2%), kurang sebanyak 8 orang (23,5%), sedangkan sikap responden kategori baik sebanyak 17 orang (50%), cukup sebanyak 17 orang (50%), serta perilaku responden kategori baik sebanyak 28 orang (76,5%), cukup sebanyak 2 orang (5,9%), kurang sebanyak 6 orang (17,6%). 7.
Distribusi Statistik Deskriptif Menurut Jenis Metode Pendidikan a. Distribusi Statistik Deskriptif Menurut Metode Ceramah Tabel 4.15 Distribusi Statistik Deskriptif Responden Menurut Metode Ceramah Variabel
Sebelum diberi Ceramah Mean Std. Deviasi 9,85 1,482 Pengetahuan 38,52 3,012 Sikap 6,15 0,870 Perilaku Sumber: Data Primer, 2009
Sesudah diberi Ceramah Mean Std.Deviasi 11,06 0,966 40,55 2,744 7,12 0,820
Tabel 4.15 Menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberi ceramah mempunyai nilai mean: 9,85, standard deviasi: 1,482 dan setelah diberi ceramah mempunyai nilai mean: 11,06, standard deviasi: 0, 966. Sikap responden sebelum di beri ceramah mempunyai nilai mean: 38,52, standard deviasi: 3,012 dan setelah diberi ceramah mempunyai nilai mean: 40,55, standard deviasi: 2,774. Perilaku responden sebelum diberi ceramah
lxxviii
mempunyai nilai mean: 6,15, standard deviasi: 0,870 dan setelah diberi ceramah mempunyai nilai mean: 7,12, standard deviasi: 0, 820. b. Distribusi Statistik Deskriptif Menurut Metode Leaflet Tabel 4.16 Distribusi Statistik Deskriptif Menurut Metode Leaflet Variabel
Sebelum diberi Leaflet Mean Std. Deviasi 9,68 1,173 Pengetahuan 38,85 3,377 Sikap 6,53 0,929 Perilaku Sumber: Data Primer, 2009
Sesudah diberi Leaflet Mean Std.Deviasi 11,09 0,830 42,03 2,355 7,15 0,744
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa pengetahuan responden sebelum diberi pendidikan kesehatan melalui leaflet mempunyai nilai mean: 9,68, standard deviasi: 1,173 dan setelah diberi leaflet mempunyai nilai mean: 11,09, standard deviasi: 0,830. Sikap responden sebelum diberi pendidikan kesehatan melalui leaflet mempunyai nilai mean: 38,85, standard deviasi: 3,377 dan setelah diberi leaflet mempunyai nilai mean: 42,03, standard deviasi: 2,355. Perilaku responden sebelum diberi pendidikan kesehatan melalui leaflet mempunyai nilai mean: 6,53, standard deviasi: 0,929 dan setelah diberi leaflet mempunyai nilai mean: 7,15, standard deviasi: 0,744. 8.
Hasil Uji Hipotesis a. Uji Paired Samples T Test Tabel 4.17 Paired Samples Correlations Variabel Pair 1 Pair 2
Correlation
Pengetahuan sebelum diberi Ceramah & Pengetahuan setelah diberi Ceramah Sikap sebelum diberi Ceramah & Sikap
lxxix
Sig
,443
,010
,463
,007
Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
setelah diberi Ceramah Perilaku sebelum diberi Ceramah & Perilaku setelah diberi Ceramah Pengetahuan sebelum diberi Leaflet & Pengetahuan setelah diberi Leaflet Sikap sebelum diberi Leaflet & Sikap setelah diberi Leflet Perilaku sebelum diberi Leaflet & Perilaku setelah diberi Leaflet
,674
,000
,279
,110
,629
,000
,498
,003
Sumber: Data Primer, 2009 Tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai p atau sig pada pair atau pasangan 1 =0,010 (< 0,05) yang berarti terdapat hubungan antara pengetahuan sebelum dan setelah pemberian ceramah. Nilai p atau sig pada pair 2 = 0,07 (<0,05), yang berarti terdapat hubungan antara sikap sebelum dan setelah diberi ceramah. Nilai p pada pair 3 = 0,000 (<0,05), berarti terdapat hubungan antara perilaku sebelum dan setelah pemberian ceramah. Nilai p pada pair 4 = 0,110 (>0,05), yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan sebelum dan setelah pemberian leaflet. Nilai p pada pair 5 = 0,000 (<0,05) yang berarti terdapat hubungan antara sikap sebelum dan setelah pemberian leaflet. Nilai p pada pair 6 = 0,003 (<0,05), berarti terdapat hubungan antara perilaku sebelum dan setelah pemberian leaflet. Tabel 4.18 Paired Samples Test Variabel Pair 1 Pair 2 Pair 3
Mean
Pengetahuan sebelum diberi Ceramah - Pengetahuan setelah diberi Ceramah Sikap sebelum diberi Ceramah - Sikap setelah diberi Ceramah Perilaku sebelum diberi Ceramah - Perilaku setelah
lxxx
Std. Deviasi
Lower
Upper
sig
-1,212
1,364
-1,696
-,729
,000
-2,030
3,005
-3,096
-,965
,000
-,970
,684
-1,212
-,727
,000
Pair 4 Pair 5 Pair 6
diberi Ceramah Pengetahuan sebelum diberi Leaflet - Pengetahuan setelah diberi Leaflet Sikap sebelum diberi Leaflet Sikap setelah diberi Leaflet Perilaku sebelum diberi Leaflet - Perilaku setelah diberi Leaflet
-1,412
1,234
-1,842
-,981
,000
-3,176
2,634
-4,095
-2,257
,000
-,618
,853
-,915
-,320
,000
Sumber: Data Primer, 2009 Tabel 4.18 menunjukkan bahwa semua pasangan variabel pair 1, pair 2, pair 3, pair 4, pair 5, pair 6 mempunyai nilai p atau sig = 0,000 (<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan melalui metode ceramah dan metode pemberian leaflet, sehingga pendidikan kesehatan melalui metode pemberian ceramah dan metode pemberian leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku responden. b. Uji Independent Samples T Test 1) Hasil uji homogenitas Varians Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas Varians Equal variances assumed Pengetahuan Sikap Perilaku Levene's Test for Equality of Variances
F Sig
1,331 0, 253
0,563 0, 455
0,095 0, 758
Sumber: Data Primer, 2009 Tabel 4.19 menunjukkan bahwa pada Levene's Test for Equality of Variances (uji homogenitas Varians) mempunyai nilai sig atau p =
lxxxi
0,253 (> 0,05) pada variabel pengetahuan, p = 0,455 (>0,05) pada variabel sikap dan p = 0,758 (>0,05), sehingga varians homogen. 2) Independent Samples T Test Tabel 4.20 Hasil Uji Independent Samples T Test
Pengetahuan Equal variances Sikap Perilaku assumed Sumber: Data Primer, 2009
t 2,036 2,365 0,724
t-test for Equality of Means Sig. (2Mean tailed) Difference Lower Upper 0,046 ,540 ,010 1,070 0,021 -1,484 -2,738 -,230 0,472 ,126 -,221 ,472
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa variabel pengetahuan mempunyai nilai thitung (2,036) > ttabel (1,960) dan nilai p = 0,046 (<0,05), maka Ho ditolak atau pengetahuan responden/ PSK melalui pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan metode leaflet benar-benar berbeda. Pada variabel sikap mempunyai nilai t hitung (2,365) > t tabel (1,960) dan nilai p = 0,021 (α <0,05), maka Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan sikap melalui pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dan leaflet. Pada Variabel perilaku mempunyai nilai t
hitung
(0,724) < t
tabel
(1,960)
dan nilai p = 0,472, maka Ho diterima. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan perilaku melalui pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan leaflet.
lxxxii
B. Pembahasan Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi. Berdasarkan tabel 4.16 terlihat bahwa mean difference untuk perilaku adalah 0,126. Angka ini berasal dari rata-rata perilaku responden pada kelompok ceramah dikurangi dengan rata-rata perilaku responden kelompok leaflet adalah (7,27 -7,15= 0,126). Berdasarkan hasil uji Independent Samples Test bahwa t hitung = 0,724 < t tabel = 1,980 nilai p = 0,472 (>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang benar-benar nyata antara perilaku kelompok responden melalui metode ceramah dengan perilaku kelompok responden melalui metode leaflet. Menurut Lawrence W Green (1980) terdapat tiga macam faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu : 1.
Faktor yang mempermudah (Predisposing Factors), meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai – nilai dan sebagainya.
2.
Faktor pendukung (Enabling Factors), meliputi: lingkungan fisik, tersedianya sarana prasarana
3.
Faktor penguat/ pendorong (Reinforcing Factors), meliputi: sikap dan perilaku petugas kesehatan, keluarga atau teman yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda
lxxxiii
dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat langsung memberikan hasil (immediate impact) terhadap penurunan kesakitan. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada PSK dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku PSK. Heriditas atau faktor keturunan adalah merupakan modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Lingkungan merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni : 1.
Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, antara lain berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Contoh lain misalnya seorang PSK tahu bahwa memakai kondom itu dapat mencegah IMS, meskipun PSK tersebut tidak memeriksakan ke klinik IMS. Terlihat bahwa PSK tahu cara pencegahan IMS, dan PSK tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk pencegahan IMS, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (cover behavior).
2.
Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, misalnya pada PSK tersebut, PSK sudah membawa kondom untuk dipakaikan
pada
pelanggannya
sebelum
melayani
dan
senantiasa
memeriksakan secara rutin ke klinik IMS atau fasilitas kesehatan lain. Oleh
lxxxiv
karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behaviour. Respon atau reaksi manusia, naik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup : 1.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni : a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya. b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : bagi PSK memakai kondom untuk pencegahan penularan penyakit . Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakti kepada orang lain. c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
lxxxv
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktik, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya). d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit, misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya. 2.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahauan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
3.
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.
4.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan bahwa nilai mean (11,09) pada
pengetahuan responden sesudah diberi leaflet tentang IMS lebih besar dari nilai
lxxxvi
mean (9,68) sebelum diberi leaflet tentang IMS, berarti ada peningkatan pengetahuan tentang IMS setelah diberi pendidikan kesehatan dengan metode leaflet. Namun demikian berdasarkan hasil uji paired samples correlation, bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan sebelum dan sesudah diberi leaflet dengan nilai correlation : 0,279 dan nilai p = 0,110 (>0,05). Hal ini juga ditunjukkan pada tabel 4.13 dan tabel 4.14 bahwa pengetahuan responden pada kategori baik sebesar 12 orang (35,5%) sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan melalui pemberian leaflet, tanpa melalui perubahan. Tabel 4.18 menunjukkan bahwa pengetahuan sebelum diberi leaflet dan sesudah diberi leaflet mempunyai nilai p = 0,000 (<0,05), hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberi leaflet sebagai salah satu media pendidikan kesehatan dan terdapat perbedaan mean sebesar 1,412. Satu media yang sering sekali digunakan dalam pendidikan kesehatan adalah media cetak, diantaranya dengan pemberian leaflet. Terdapat perubahan sikap positif pada responden terhadap IMS setelah mendapat pendidikan kesehatan melalui metode leaflet. Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan bahwa mean (42,03) pada
sikap responden sesudah diberi
pendidikan melalui leaflet lebih besar dari mean (38,85) sikap sebelum diberi leaflet. Adapun besar perbedaan mean adalah 3,18. Hal ini berarti ada peningkatan sikap positif terhadap pencegahan IMS setelah diberi pendidikan kesehatan melalui pemberian leaflet. Berdasarkan tabel 4.13 dan 4.14 menunjukkan bahwa sikap responden pada kategori baik sebesar 6 orang (17.6%) sebelum diberi leaflet dan kategori baik sebesar 17 orang (50%) sesudah diberi leaflet. Hasil uji
lxxxvii
paired samples t test menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap terhadap pencegahan sebelum diberi leaflet dengan setelah diberi leaflet. Sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan bahwa nilai mean (7,15) perilaku responden sesudah diberi leaflet tentang IMS lebih besar dari nilai mean (6,53) sebelum diberi leaflet tentang IMS, atau terdapat perbedaan mean sebesar 0,62 yang berarti ada peningkatan perilaku pencegahan IMS setelah diberi pendidikan kesehatan dengan metode leaflet Tabel 4.13 dan tabel 4.14 menunjukkan bahwa perilaku pada kategori baik sebesar 16 orang (47,1%) sebelum diberi leaflet dan kategori baik sebesar 28 orang (76,5%). Hasil uji paired samples t test menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku sebelum diberi leaflet dengan setelah diberi leaflet terhadap pencegahan IMS. Ada dua hal yang menyebabkan perbedaan perilaku seseorang dengan orang lain terhadap stimulus yang sama. Hal ini disebut dengan determinan perilaku, di antaranya : 1.
Determinan internal, merupakan karakteristik seseorang yang sifatnya bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, emosi dan jenis kelamin.
2.
Determinan eksternal yaitu merupakan lingkungan individu, baik lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik.
lxxxviii
Dari output terlihat bahwa mean difference untuk pengetahuan adalah 0,540. Angka ini berasal dari rata-rata pengetahuan responden pada kelompok ceramah dikurangi dengan rata-rata pengetahuan responden kelompok leaflet adalah (11,36 – 10,82 = 0,540). Berdasarkan hasil uji Independent Samples Test bahwa t hitung = 2,036 > t tabel = 1,980 atau nilai p = 0,046 (α =0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang benar-benar nyata antara pengetahuan kelompok responden melalui metode ceramah dengan pengetahuan kelompok responden melalui metode leaflet. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Dalam metode ceramah dikenal dengan ceramah bervariasi atau ceramah plus, yaitu ceramah yang disertai dengan berbagai metode pengajaran lainnya. Metode tersebut misalnya tanya jawab, diskusi dan lain-lain, disertai penggunaan berbagai media pengajaran (media visual) seperti flip chart, OHP, handout singkat atau demonstrasi, agar sasaran mampu melihat sekaligus mendengarkan yang disampaikan. Berdasarkan tabel 4.20 terlihat bahwa mean difference untuk sikap adalah -1,484. Angka ini berasal dari rata-rata sikap responden pada kelompok leaflet dikurangi dengan rata-rata sikap responden kelompok ceramah adalah (40,55 - 42,03 = -1,484). Berdasarkan hasil uji Independent Samples Test bahwa nilai p = 0,021 (α =0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang benar-benar nyata antara sikap kelompok responden melalui metode ceramah dengan pengetahuan kelompok responden melalui metode leaflet. Proses pembentukan sikap itu berlangsung secara bertahap dan melalui proses belajar. Proses belajar tersebut dapat terjadi karena pengalamanlxxxix
pengalaman pribadi dengan obyek tertentu (orang, benda atau peristiwa) dengan cara menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman-pengalaman lain atau melalui kombinasi dari beberapa cara tersebut. Proses pembentukan sikap adalah adanya pengaruh orang lain terutama rekan-rekannya. Kemampuan berfikir, kemampuan memilih dan faktor-faktor intrinsik lainnya mempengaruhi sikap seseorang terhadap obyek, orang lain, dan terhadap peristiwa-peristiwa. Sikap dapat berubah dari positif ke negatif begitupun sebaliknya tidak ada seorang pun yang selalu konsisten benar secara terus menerus, atau tidak mustahil terdapat inkonsistensi dalam sikap seseorang terhadap obyek, peristiwa dan orang tertentu. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi mengharapkan obyek tertentu, sedangkan sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu Berdasarkan tabel 4.17 terlihat bahwa mean difference untuk perilaku adalah 0,126. Angka ini berasal dari rata-rata perilaku responden pada kelompok ceramah dikurangi dengan rata-rata perilaku responden kelompok leaflet adalah (7,27 -7,15= 0,126). Berdasarkan hasil uji Independent Samples Test bahwa t hitung = 0,724 < t tabel = 1,980 nilai p = 0,472 (>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang benar-benar nyata antara perilaku kelompok responden melalui metode ceramah dengan perilaku kelompok responden melalui metode leaflet. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Hal ini berbeda
xc
dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat langsung memberikan hasil (immediate impact) terhadap penurunan kesakitan.
xci
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1.
Pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
2.
Pendidikan kesehatan dengan pemberian leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati.
3.
Terdapat perbedaan antara pendidikan kesehatan menggunakan metode ceramah dengan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati
4.
Tidak terdapat perbedaan antara pendidikan kesehatan menggunakan metode ceramah dengan leaflet terhadap peningkatan perilaku PSK dalam rangka pencegahan IMS di lokalisasi Gajah Kumpul Kabupaten Pati. B. Saran
1.
Diharapkan diadakan pemberian pendidikan kesehatan melalui penyuluhan atau media lain secara berkala oleh instansi terkait khususnya mengenai IMS.
2.
Diharapkan untuk mendayagunaan fasilitas pelayaanan kesehatan (klinik IMS), dengan cara mewajibkan PSK secara berkala dan rutin memeriksakan diri ke klinik IMS sehingga gejala penyakit segera diketahui dan terobati sehingga tidak menular ke orang lain.
xcii
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Daili, F.S., Makes., Zuiber, Judanarso. 2007. Infeksi Menular Seksual. Jakarta : FK UI. Departemen Kesehatan RI. 2005. Penanggulangan HIV/AIDS. Pusat Promosi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Depkes RI. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. 2008. Profil Kesehatan. Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1994. Prostitusi. Jakarta : Cipta Adi Pustaka. Family Health International & Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. 2006. Prevention Program Of STI/HIV/AIDS Transmission Throught BCC In Pati. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan SPSS. Semarang : Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro. Gitosudarmo. 1997. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : BPFE Ida, B. 1994. AIDS dan Wanita Suatu Tantangan Kemanusiaan. Jakarta : Depkes RI. Ircham, M. 2005. Tehnik Membuat Alat Ukur Penelitian Bidang Kesehatan, keperawatan dan kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya. Kartono, K. 2003. Patologi Sosial I. Jakarta : Bumi Aksara.
KPA Jateng. Pria lebih rawan tertular penyakit seksual. www.suaramerdeka .com . p : 60. 12 Maret 2007. 14 Juni 2009. . Pelatihan Konselor Konseling dan Tes Sukarela (VCT) di Layanan Kesehatan Masyarakat Manual Peserta. KPA Propinsi Jawa Tengah. AKSI STOP AIDS - FHI - USAID. www.suaramerdeka .com . p : 55. 11 April 2009. . Peringkat Penderita HIV/AIDS di www.suaramerdeka .com . p : 70. 15 Juli 2009.
xciii
Jateng
Naik.
http://
Kusniati N & Riati R. 2000. Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja: PMS & HIV/AIDS. Kerjasama PKBI, IPPF, BKKBN, UNFPA, Jawa Barat. Lawrence G.W, Marshall W, Kreuter. Health Promotion Planning An Educational and Environmental Approach. Second Edition 2000. Marta, Ida Bagus. 1993. Perilaku sehubungan dengan Kesehatan, Proyek Pembangunan Gizi. Jakarta : Depkes RI. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. . 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Penelitian
Ilmu
Saifuddin, A.B. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Simons M, B.G., Green, W.H., & Gottllieb, N.H. 1995. Introduction to Health Education and Health Promotion. Illionis. USA. Waveland. Press, Inc. Singgih santoso. 2006. Statistik di Era Informasi. Jakarta : PT. Elek Media Komputindo. Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Suparman, A.M. 2001. Mengajar di Perguruan Tinggi. Jakarta : Puspita Sari. Wartono, Suranto, Riyadi. 1999. AIDS/HIV dikenal untuk dihindari. Lembaga Pengembangan Informasi Indonesia (LEPIN). World Health Organization. 1988. Health Education. Tjitarsa, I.B. 1992. (Alih Bahasa). Bandung : ITB-UNUD. Denpasar. Zaini, H., Munthe, B., dan Aryani, S.A. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta : CTSD.
xciv