PENGARUH PENDEKATAN CONCRETEREPRESENTASIONAL-ABSTRACT (CRA) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII SMP Al – Hasra)
Skripsi DiajukankepadaFakultasIlmuTarbiyahdanKeguruan untukMemenuhi Salah SatuSyaratMencapaiGelarSarjana Pendidikan
Oleh: DewantiMustika Sari NIM 1110017000099
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
ABSTRAK DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099). Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMP Al-Hasra Depok). Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstarct (CRA), (2) membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan
Concrete-Representational-Abstarct
(CRA)
dan
konvensional.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian two group randomized subject posttest only. Teknik cluster random sampling digunakan untuk menentukan 2 kelas sebagai sampel penelitian, dengan kelas 7.1 sebagai eksperimen dan kelas 7.2 sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan nilai rata-rata 80,71 dan nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 66,67. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan analisis Independent Sample T Test, P-value < α sehingga H0 ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata Kunci: Komunikasi Matematis, Concrete – Representational – Abstract (CRA).
i
ABSTRACT DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099), The Effect of Concrete – Representational – Abstract (CRA) to Students Mathematical Communication Skill (Quasi Experiments research at SMP Al-Hasra Depok)
The purpose of the study are : (1) inspect and analyze how students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract and the conventional learning. (2) compare students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract with the conventional learning. The methods of study is used a quasiexperimental method with the research design by two group randomized subject post-test only. Cluster Random Sampling technique used to determine 2 group, 7.1 for experimental group and 7.2 for control group. The results of this study indicates that experimental group obtained the average is Xe=80,71 and control group is Xk =66,6. Based on hypothesis with Independent Sample T Test analyze, P-value < α H0 was rejected. The result of this research shows that the application of Concrete-Representational-Abstract (CRA) could increase the student’s mathematical communication skill. Keyword: Mathematical Communication, Concrete – Representational – Abstract (CRA).
ii
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮّﺣﻤﻦ اﻟﺮّﺣﯿﻢ Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia nikmatNya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5.
Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd. dosen pembimbing I yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.
6.
Ibu Eva Musyrifah, S.Pd, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
7.
Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada umumnya dan Jurusan Pendidikan Matematika khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.
9.
Andi Suhandi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Al-Hasra Depok, serta segenap guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
10. Paling istimewa untuk ayahanda dan Ibunda tercinta yang nuraninya mengalir indah dalam darahku, yang telah tulus merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan moril, materil, semangat dan do’a untuk penulis. 11. Kakak ku Aji Purnomo dan adik ku Caca Wulandari yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 12. Sahabat terkasih Jahra, Pance, Depi, Henoy, Dije, Pature, Idoy, Mae, Anis, dan M. Rian, terima kasih karena selalu menebar canda tawa, keisengan, serta semangat kebersamaannya, together we can yosha. 13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10, Sparta, Wasabi, dan terutama Cuspid. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini baik langsung maupun tidak langsung.
iv
Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal disisiNya, jazakumullah akhsanal jaza. Jakarta, Mei 2015 Penulis,
Dewanti Mustika Sari
v
DAFTAR ISI ABSTRAK .....................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR......................................................................................
x
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
8
C. Pembatasan Masalah......................................................................
9
D. Perumusan Masalah .......................................................................
9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10 F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10 BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................. 11 A. Deskripsi Teoretis.......................................................................... 11 1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ………………………………………………………….. 11 a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran………………………. 11 b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) ................................................................... 12 c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract (CRA) ....................................... 14 2. Kemampuan Komunikasi Matematis.…………………………... 17 a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis………….... 17 b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis…………….. 21 3. Pendekatan Konvensional………………………………………. 23
vi
B. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................ 24 C. Kerangka Berpikir………………………………………………… 25 D. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 28 BAB III METODOLODI PENELITIAN...................................................... 29 A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 29 B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................ 29 C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 30 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 31 E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 32 F. Analisis Instrumen ......................................................................... 33 1. Validitas Instrumen ................................................................... 33 2. Reliabilitas Instrumen ............................................................... 35 3. Taraf Kesukaran ........................................................................ 35 4. Daya Pembeda .......................................................................... 37 G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 38 1. Uji Prasyarat ............................................................................. 38 a. Uji Normalitas ...................................................................... 38 b. Uji Homogenitas Varians...................................................... 40 2. Uji Hipotesis ............................................................................. 40 H. Hipotesis Statistik......................................................................... 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 42 A. Deskripsi Data .............................................................................. 42 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen.. 44 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ........ 45 B. Analisis Data ................................................................................. 46 1. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............. 47 2. Uji Homogenitas Data ............................................................... 47 3. Uji Hipotesis............................................................................. 48 C. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 49 1. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Written Text . 55
vii
2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical Expression ................................................................................ 57 D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 62 A. Kesimpulan ................................................................................... 62 B. Saran ............................................................................................. 62 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 65 LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Agenda Penelitian .............................................................
29
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ..
32
Tabel 3.3
Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
33
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen................
34
Tabel 3.5
Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen ............
36
Tabel 3.6
Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen...............
38
Tabel 4.1
Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis .
43
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ...................................................
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol……………………………………….
Tabel 4.4
45
Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol..............................................................................
Tabel 4.5
44
47
Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...............
48
Tabel 4.6
Hasil Uji Hipotesis…………………………………………
49
Tabel 4.7
Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................
ix
49
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Concrete..............................
53
Gambar 4.2
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational .................
54
Gambar 4.3
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract…………………….
55
Gambar 4.4
Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Written Text ....
56
Gambar 4.5
Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek Written Text
56
Gambar 4.6
Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Mathematical Expression ........................................................................
Gambar 4.7
58
Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek Mathematical Expression ..................................................
x
58
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
Grafik 4.2
Grafik 4.3
45
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
46
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract…………………….
50
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Pedoman Wawancara ........................................................
68
Lampiran 2
Hasil Wawancara ..............................................................
70
Lampiran 3
RPP Kelas Eksperimen ......................................................
72
Lampiran 4
RPP Kelas Kontrol ............................................................
76
Lampiran 5
LKS Kelas Eksperimen .....................................................
81
Lampiran 6
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis .........................................................................
Lampiran 7
Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis………………………………………………….
Lampiran 8
85
Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis......................................................
Lampiran 9
84
87
Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis .........................................................................
89
Lampiran 10 Perhitungan Uji Validitas ..................................................
90
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen ............................................
92
Lampiran 12 Perhitungan Uji Realibilitas...............................................
93
Lampiran 13 Reliabilitas Instrumen .......................................................
94
Lampiran 14 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ......................................
96
Lampiran 15 Taraf Kesukaran Instrumen ...............................................
97
Lampiran 16 Perhitungan Uji Daya Pembeda .........................................
98
Lampiran 17 Daya Pembeda Instrumen ..................................................
99
Lampiran 18 Hasil Rekapitulasi .............................................................
101
Lampiran 19 Skor Kelas Eksperimen .....................................................
102
Lampiran 20 Skor Kelas Kontrol............................................................
104
Lampiran 21 Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji T Skor Posttest ......
106
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan orang banyak, memiliki peran yang penting bagi perkembangan suatu individu yang selanjutnya berujung pada maju dan mundurnya suatu bangsa dan Negara. Pendidikan juga merupakan suatu proses pembentukan pola pikir manusia yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Agar orang-orang terdidik di masa depan menjadi manusia yang berkualitas diperlukan adanya reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam kurikulum 2013. Tingkat
ketercapaian
pelaksanaan
reformasi
pendidikan
dan
pembelajaran matematika tersebut dapat diketahui melalui ketercapaian tujuan mata pelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam salah satu Kompetensi Inti Kurikulum 2013 yang menyebutkan bahwa peserta didik diharapkan mampu mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.1 Kemampuan yang diharapkan dalam Kompetensi Inti Kurikulum 2013 yang telah dikemukakan di atas tidak lain merupakan pengembangan daya matematis (mathematical power). Hal ini diungkapkan oleh NCTM yang dikutip oleh Sumarmo menyatakan, daya matematis adalah kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis; kemampuan menyelesaikan masalah non rutin; mengomunikasikan ide mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; 1
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs), 2013. h. 45
1
2
menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan intelektual lainnya. 2 Dengan kata lain daya matematis memuat kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan penalaran matematis. Sebagai implikasinya, daya matematis merupakan kemampuan yang perlu dimiliki siswa yang belajar matematika pada jenjang sekolah manapun. Mutu pendidikan Indonesia khususnya pada pelajaran matematika masih rendah. Dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (Trends In International Mathematics and Science Study) tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMSS bahwa diantara 58 negara peserta TIMSS, peserta didik Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan skor skala rata-rata kemampuan matematik siswa secara keseluruhan sebesar 386. Aspek yang dinilai yaitu pengetahuan dengan skor 378, penerapan dengan skor 384, dan penalaran dengan skor 386.3 Skor rata-rata Indonesia ini mengalami penurunan, yang mana pada tahun 2007 skor rata-rata Indonesia yaitu 397. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi matematika di Indonesia menurun. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMP Al-Hasra menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal yang membutuhkan komunikasi dalam penyelesaiannya.4 Salah satu yang harus ditekankan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis, hal ini dikarenakan matematika merupakan bahasa dan alat, matematika menggunakan definisi-definisi yang jelas dan simbol-simbol khusus dan sebagai alat matematika digunakan setiap orang dalam kehidupannya. Matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan bernalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat
2
Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik”. 2010. h. 3 3 Ina V.S. Mullis, et.al., TIMSS 2011 International Results in Mathematics, (USA: TIMSS & PIRLS International Study Center, 2012), p.150. 4 Hasil Wawancara
3
matematika, serta mengembangkan sifat objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs) yang dikutip Armiati, komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan. 5 Melalui keterampilan pemahaman
ini siswa
matematika
mengembangkan dan
mereka
bila
mereka
memperdalam
menggunakan
bahasa
matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa berbicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol. Kemampuan dikembangkan
komunikasi
karena
matematika
mencakup
siswa
kemampuan
penting
untuk
mengkomunikasikan
pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan pembelajaran matematika. Matematika yang dipelajari di sekolah adalah matematika
yang
materinya
dipilih
sedemikian
rupa
agar
mudah
dialihfungsikan kegunaannya dalam kehidupan siswa yang mempelajarinya. Dalam
pembelajaran
matematika,
seorang
siswa
yang
sudah
mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti yang diungkapkan Huggins yang dikutip Abdul bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain. 6 Komunikasi
5
Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 5 Desember 2009. h. 271 6 Abdul Qohar, “Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP” dalam Lomba dan Seminar Matematika. h. 45
4
merupakan suatu cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi obyek refleksi, diskusi, dan pengembangan. Proses komunikasi juga membangun makna dan kekokohan ide. Ketika siswa ditantang berfikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan hasilnya kepada yang lain secara verbal ataupun tertulis, mereka belajar untuk menjadi lebih memahami dan lebih yakin. 7 Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain.8 Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik akan dapat membuat representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif
penyelesaian
yang
berakibat
pada
meningkatnya
kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru adalah manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.
7
Hamdani, “Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009. h.164 8 Abdul Qohar, op.cit, h. 45
5
Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Al-Hasra Depok terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi secara lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soalsoal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya, misalnya “Pak Ali mempunyai kebun berbentuk persegi panjang dengan ukuran lebar 8 m dan panjangnya 10 m. Seperempat bagian kebun ditanami kol, seperenam bagian kebun ditanami cabe dan sisanya ditanami jagung. a) Gambarlah sketsa kebun pak Ali seluruhnya dan bagian kebun yang ditanami kol, cabe dan jagung. b) hitung luas kebun seluruhnya dan luas kebun kol, kebun cabe, dan kebun jagung.”9 soal-soal seperti ini yang masih membingungkan siswa. Pada soal ini siswa masih merasa bingung untuk menentukan luas kebun yang ditanami cabe, kol, dan jagung. Karena biasanya siswa hanya mengerjakan soal yang tidak memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya. Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran bersifat konvensional, yaitu pendekatan yang dalam pembelajarannya menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Guru menjelaskan materi sedangkan siswa hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Hal ini terjadi pada hampir setiap materi yang diajarkan, akibatnya pembelajaran menjadi monoton dan menyebabkan motivasi siswa untuk belajar matematika menjadi berkurang. Siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama terus menerus. Pada akhirnya, siswa hanya mengikuti proses pembelajaran sebagai rutinitas tanpa diiringi dengan kesadaran untuk menambah ilmu atau keterampilan. 9
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking Skilss dan Affective Behavior”, Makalah disajikan dalam Workshop Pendidikan Matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. 22 Oktober 2014, h. 9
6
Aktivitas siswa di kelas hanya memerhatikan penjelasan guru tanpa berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi. Begitu pentingnya kemampuan komunikasi matematis karena berkaitan dengan peningkatan pemahaman konseptual matematis, sehingga para guru perlu menerapkan suatu pendekatan khusus untuk menciptakan suatu pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pendekatan tersebut meliputi langkah-langkah guru dalam penyampaian materi, dan bagaimana peranan guru untuk membelajarkan siswa. Salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah pendekatan Concrete Representational Abstract (CRA). Pendekatan matematika
yang
CRA
merupakan
instruksi
dalam
pembelajaran
menggabungkan representasi visual.
CRA adalah
pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola blok, kubus, dan aktivitas langsung siswa) untuk model konsep matematika yang
harus
dipelajari,
kemudian
menunjukkan
konsep
melalui
Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika lainnya).10 Pendekatan CRA menggunakan suatu model sebagai jembatan pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan kesempatan mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis. Aktivitas yang langsung dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan yang lama pada otak. Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis 10
Kathlyn Steedly et al., Effective Mathematics Instruction.(NICHCY, 2008), p.8.
7
siswa dalam berpikir. De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul. 11 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam simbol-simbol matematika dengan benar
sehingga dapat menyelesaikan
persoalan matematika dengan tepat. Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika dihubungkan dengan realitas dan matematika dipandang sebagai aktivitas manusia.12 Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka matematika harus diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan bila memungkinkan real bagi siswa. Siswa harus diberi kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan aktivitas matematik atau matematisasi. Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan CRA sangat cocok dalam menunjang kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan dalam tahap pengajaran CRA guru memulai dengan pemodelan konsep matematika dengan benda konkret, kemudian tahap selanjutnya guru mengubah model menjadi tahap representasi (semikonkret) dan diakhiri memodelkan konsep matematika dengan hanya menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika. Penerapan tahap konkret lalu ke tahap representasi dan diakhiri dengan tahap abstrak mengajarkan siswa untuk mengasah kemampuan komunikasi matematisnya. Karena untuk mengubah suatu konsep matematik dengan benda konkret menjadi semikonkret siswa harus mengekspresikan ide-ide matematisnya. Selanjutnya mengubah semikonkret menjadi abstrak, siswa diharuskan mengkomunikasikan tahap representasi dengan menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika.
11
John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 37 12 Trisnawati, dan Dwi Astuti, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 1 Muntilan”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta, 9 November 2013, h. 611
8
Pembelajaran dengan pendekatan CRA dapat berhasil diterapkan karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan representasi gambargambar yang dapat meningkatkan kemungkinan bagi siswa untuk mengingat dan memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah matematika. Siswa lebih mungkin untuk menghafal, menulis, dan mengambil informasi ketika informasi disajikan dalam format multiindrawi: visual, auditorally, tactilely, dan kinesthetically. Menggunakan benda-benda konkret dan mengaitkannya dengan representasi gambar yang dijelaskan dalam program ini akan membantu siswa mendapatkan akses tambahan untuk memunculkan ide-ide saat menemukan kesulitan dalam pembelajaran abstrak. Bahkan, ketika siswa disajikan dengan pertanyaan-pertanyaan abstrak dalam matematika, mereka dapat kembali ke level sebelumnya (konkret atau representasi) untuk memecahkan masalah. Dari beberapa uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”. Pendekatan ini diharapkan bisa menjembatani siswa untuk memahami konsep
dan
mampu
mengeluarkan
ide-ide
matematisnya
sehingga
kemampuan komunikasi matematisnya bisa meningkat.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya. 2. Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya. 3. Siswa kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya, sehingga kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa masih rendah. 4. Guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa.
9
5. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru sehingga kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada: 1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Concrete Representational Abstract (CRA). Pendekatan CRA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3) abstrak. Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran dimana siswa memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik benda konkret atau aktivitas langsung, diikuti dengan pembelajaran melalui representasi bergambar dari aktivitas langsung maupun manipulasi benda konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika melalui notasi abstrak. 2. Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis dengan indikator : a. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematika, menjelaskan ide, dan situasi matematik. b. Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep matematika.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pendekatan Concrete-RepresentasionalAbstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP?”
10
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete
Representational Abstarct (CRA). 2. Membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang dalam
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete
Representational Abstarct (CRA) dan siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional.
F. Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi: 1. Peneliti,
dapat
memperluas wawasan tentang
cara pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA). 2. Siswa, mendapatkan pengalaman belajar matematika melalui pendekatan Concrete
Representational
Abstarct
(CRA)
dapat
meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. 3. Guru, pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat menjadi pendekatan pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam menigkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 4. Sekolah,
hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan
referensi
untuk
mengembangkan atau menerapkan pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) dikelas-kelas lain. 5. Pembaca, pendekatan
dapat
memberi
Concrete
gambaran/informasi
Representational
Abstarct
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.
tentang (CRA)
penerapan terhadap
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESISPENELITIAN
A. Deskripsi Teoritis 1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA) a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran W. Gulo mengemukakan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu pandangan
dalam
mengupayakan
cara
siswa
berinteraksi
dengan
lingkungannya. 1 Sedangkan menurut Sanjaya “pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum”. 2 Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang terhadap pembelajaran untuk pembentukan suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan dipelajari. Roy Kellen mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teachers-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approaches).3 Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar bersifat klasik atau konvensional.Pendekatan ini memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.Peran siswa 1
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), cet. 1, h. 75 2 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), cet. 2, h. 380 3 Ibid, h. 380
11
12
dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk guru.Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai
dengan
minat
dan
keinginannya.Selanjutnya
pendekatan
ini
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif dan pembelajaran ekspositori.4 Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah pendekatan
pembelajaran
yang
menempatkan
siswa
sebagai
subjek
belajar.Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen, dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa.Pada pendekatan ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya.Pendekatan ini, selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran discoverydan inquiryserta strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa.Pada strategi ini peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih terarah.5
b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA) Pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA).pertama kali digunakan oleh Mercer dan Miller. Mereka menggunakan pendekatan CRA untuk mengajarkan konsep dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada anak yang mengalami kesulitan belajar matematika. Secara signifikan siswa yang diajarkan dengan pendekatan CRA memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvesional.6
Kemudian penelitian terhadap
pendekatan
CRA terus
dikembangkan oleh peneliti yang lain. Bradley S. Witzel dalam penelitiannya mengemukakan 4
pendekatan
instruksional
Concrete-Representasional-
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 3, h. 45 5 Ibid., h. 46 6 Margaret M. Flores, Teaching Substraction with Regrouping to Students Experiencing Difficulty in Mathematics, Journal of Mathematics, 2009, p. 145.
13
Abstract(CRA) yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Concrete (belajar melalui benda-benda nyata) – Representasional (belajar melalui perwakilan gambar) – Abstract (belajar melalui notasi abstrak).7 Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran matematika yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola blok, atau kubus, serta aktivitas langsung yang dilakukan oleh siswa) untuk model konsep matematika yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika lainnya).8 Pendekatan CRA menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai jembatan pemahaman siswa.Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untukmempraktikkan dan mendemonstrasikan model atau alat peraga tersebut dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis.Aktivitas tersebut dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis siswa dalam berpikir. Selain itu, tujuan dari pendekatan CRA ini sendiri adalah untuk memperkuat pemahaman konsep matematika siswa yang mereka pelajari. Ketika siswa yang mempunyai masalah matematika diizinkan untuk mengembangkan pemahaman matematika secara konkret mereka akan lebih memahami konsep pada level abstrak.
7
Bradley S. Witzel, “Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in Inclusive Settings”. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2), 2005, p. 50 8 Kathlyn Steedly, Kyrie Dragoo, Sousan Arafeh and Stephen D.Luke, Effective Mathematics Instruction. NICHCY. 2008. p.8.
14
c. Tahapan
Pendekatan
Pembelajaran
Concrete-Representasional-
Abstract (CRA) Pendekatan CRA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi,dan (3) abstrak.9 Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai ketiga tahap tersebut. 1) Concrete Concrete yaitu tahapan “melakukan” dengan menggunakan objek konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep matematika dimodelkan dengan bahan konkret (misalnya chip berwarna, pola blok, kubus, balok dll). 10 Pembelajaran concrete memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung yang berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat memecahkan masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah dalam belajar matematika, guru melakukan pemodelan eksplisit menggunakan benda-benda konkret yang spesifik untuk memecahkan masalah matematika tersebut. Pada tahap “melakukan” ini, siswa secara berkelompok mencari informasi yang dibutuhkan untuk membuat suatu model permasalahan dari konsep statistika. Dengan cara mewawancarai responden atau pun observasi untuk mendapatkan data dan menjadikannya suatu model permasalahan matematika yang kemudian dapat diselesaikan. 2) Representasional Selanjutnya adalah tahapan representasi
atau
benda
“melihat” dengan
semikonkret
menjadi
menggunakan suatu
model
permasalahan.Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat representasional (semikonkret) yang melibatkan gambar yang mewakili objek konkret yang digunakan sebelumnya. 9
Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-Representational-Abstract Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach Subtraction with Regrouping to Students with Learning Disabilities,Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166, 2012, p. 153. 10 Kathlyn Steedly, and etc., Effective Mathematics Instruction,(United States: NICHCY, 2008), p.8.
15
Pada tingkat memecahkan
pemahaman representasi,
masalah
dengan
siswa belajar
menggambar.Gambar
untuk tersebut
merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap concrete. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari masalah yang akan diselesaikan. Meskipun tidak semua siswa perlu untuk menggambarkan suatu solusi permasalahan sebelum berpindah dari tingkat pemahaman konkret ke tingkat pemahaman abstrak, pada khususnya siswa yang belajar mengenai suatu masalah membutuhkan latihan memecahkan masalah melalui gambar. 3) Abstract Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan” dengan menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model permasalahan.Pada tahap ini, konsep matematika tersebut akhirnya dimodelkan pada tingkat abstrak menggunakan angka dan simbol matematika. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi statistika seperti Xmaks, Xmin, , ∑
dan sebagainya.
Siswa yang memecahkan masalah pada tingkat abstrak, melakukan pemecahannya
tanpa
menggunakan
benda
konkret
atau
tanpa
menggambar.Pemahaman abstrak sering disebut sebagai “mengerjakan matematika di kepala anda”.Melengkapi masalah matematika dimana masalah matematika tersebut dituliskan dan siswa memecahkan masalah ini dengan menggunakan kertas dan pensil adalah contoh umum dari pemecahan suatu masalah abstrak. Pendekatan CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara kemampuan dalam tingkat konkret, representasi dan abstrak.Pemahaman siswa dimulai dari pengalaman visual, dan kinestetik untuk membangun pemahaman, siswa memperluas pemahaman mereka melalui representasi bergambar dari benda konkret dan pindah ke tingkat pemahaman secara
16
abstrak.11De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.12 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam simbol-simbol matematika dengan benar
sehingga dapat menyelesaikan persoalan
matematika dengan tepat. Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan RME adalah pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan kenyataan dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. 13Jadi pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh soal.Namun sifat-sifat, definisi, teorema itu diharapkan ditemukan kembali oleh siswa. Kegiatan RME dalam pembelajarannya di kelas, dimulai dari masalah kontekstual
dan
mendeskripsikan,
memberi
kebebasan
menginterpretasikan
kepada dan
siswa
untuk
menyelesaikan
dapat masalah
kontekstual tersebut dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang diinspirasi oleh cara-cara pemecahan masalah informal yang digunakan oleh siswa.14 Matematisasi horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Aktivitas yang dapat digolongkan dalam matematisasi horizontal antara lain: mengidentifikasi masalah,
memvisualisasikan
masalah
dengan
cara
yang
berbeda,
mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematik. Sedangkan 11
Jane Hauser, Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach, (U.S: American Institutes for Research, 2010), p.1. 12 John A. Van De Walle, Elementary and Midle School Mathematics Teaching Devellopmentally. (USA: Pearson Education Inc., 2006), p. 34 13 Tri Diyah Prastiti, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII”, (Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya), h. 201 14 Ibid.
17
matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Aktivitas matematisasi vertikal contohnya: representasi hubunganhubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. Pendekatan CRA berkaitan dengan prinsip matematisasi horizontal dan vertikal dalam RME, dimana prinsip pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik yang diawali dengan pengenalan konsep melalui hal yang konkret, erat hubungannya dengan pembelajaran pada tahap concrete pada CRA.Kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai pemvisualisasian masalah berkaitan dengan tahap representational.Selanjutnya, pada prinsip matematisasi vertikal menyangkut representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan modelmodel yang berbeda, dan penggeneralisasian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap abstract pada CRA.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran karena dengan komunikasi akan terjadi interaksi timbal balik dan terjadinya transfer informasi. Kemampuan komunikasi yang baik akan memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran dan memudahkannya dalam memberikan penalaran terhadap informasi tersebut. Kata “komunikasi” berasal dari kata latincum, yaitu kata depan yang berarti dengan dan bersama dengan, dan unnus, yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam bahasa inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan.”15Menurut Cronkhite ada empat asumsi pokok untuk memahami suatu komunikasi, yaitu
15
Ngainun Naim, Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011), h.17.
18
Pertama, komunikasi adalah suatu proses (communication is a process). Kedua, komunikasi adalah pertukaran pesan (communication is transactive). Ketiga, komunikasi adalah interaksi yang berarti multidimensi (communication is multi-dimensional). Artinya, karakteristik sumber (source), saluran (channel), pesan (massage), audiensi, dan efek dari pesan, semuanya berdimensi kompleks.Keempat, komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau maksud-maksud ganda (communication us multiproposeful).16 Evertt M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya. 17 Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan
proses
yang
didalamnya
menunjukan
arti
pengetahuan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. 18 Menurut
Hardjana,
dalam
sudut
pandang
pertukaran
makna,
komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu.19 Berdasarkan definisi yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lainmelalui media tertentu. Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam kegiatan komunikasi karena yang disampaikan orang dalam komunikasi bukanlah kata-kata, melainkan arti atau makna-makna dari kata-kata. Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.
16
Ibid, h. 19. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013. h.282 18 Ibid.h. 282 19 Ngainun Naim, op.cit., h.18 17
19
Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat.Alat utama dalam melakukan komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya sendiri.Matematika merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk menyatakan jumlah digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah. Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs), komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.20 Melalui keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa berbicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol. Sri menyatakan bahwa siswa dikatakan mampu dalam komunikasi secara matematik bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.21 Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sumarmo bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik di antaranya adalah:22 a. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik. b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan. 20
Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.5 Desember 2009. h. 271 21 Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19 22 Utari Sumarmo dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan,(Bandung. UPI Press, 2007), h.684
20
c. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. d. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. e. Menggunakan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Baroody menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide atau gagasan secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. 23 Cockroft dalam laporannya menyatakan bahwa “we believe that all these perseptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that mathematics provides a means of communication which is powerful, concise, and unbiguou.”24 Pernyataan ini menunjukkan tentang pentingnya para siswa belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan bisa membuat representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatifalternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika.
23
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mthematical Thinking dan Affective Behavior”, Makalah disampaikan pada Workshop Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta, 22 Oktober 2014 24 Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004), h. 19
21
Berdasarkan pengertian yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan kemampuan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dalam matematika secara tulisan berupa aktivitas memberikan jawaban dengan tulisan, mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide, situasi matematik secara tulisan serta menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Kemampuan
komunikasi
matematis
merupakan
kemampuan
menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbolsimbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bilaia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.25 Indikator komunikasi matematis menurut NCTM dapat dilihat dari : 1)
Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
2)
Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ideide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.
3)
Kemampuan
dalam
menggunakan
istilah-istilah,
notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. 26 Sedangkan kemampuan siswa:
25
menurut
Sumarmo
komunikasi
matematis
meliputi
27
Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19 26 Darto, “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Pembelajaran Geometri di Sekolah Dasar”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2013 UIN, Jakarta: 2013, h. 77 27 Utari Sumarmo dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan,(Bandung. UPI Press. 2007). h.684
22
1)
Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika.
2)
Menjelaskan ide, situasi , dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
3)
Menyatakan
peristiwa
sehari-hari
dalam
bahasa
atau
simbol
matematika. 4)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5)
Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.
6)
Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.
7)
Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Satriawati membagi kemampuan komunikasi matematis menjadi tiga
yaitu sebagai berikut:28 1)
Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.
2)
Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika.
3)
Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
28
Gusni Satriawati, “Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”, dalam ALGORITMA, Vol. 1, No. 1, Tahun 2006, h. 111
23
1)
Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide, dan situasi matematik.
2)
Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep matematika.
3.
Pendekatan Konvensional Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang
selama ini masih banyak diterapkan oleh guru ketika mengajar. Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendekatan yang terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu:29 a. Mengamati Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. b. Menanya Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. c. Mengumpulkan informasi dan Mengasosiasi Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang 29
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “Bahan Ajar Training Of Trainer (ToT) Implementasi Kurikulum 2013 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SD/SMP/SMA/SMK”, tahun 2013, hal. 17
24
lebih teliti atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. d. Mengkomunikasikan. Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
B. Hasil Penelitian yang Relevan 1)
Winda Sudirja (2011). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode Pengajaran Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematisk Siswa Pada Sub Bab Relasi dan Fungsi. Meneliti tentang kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMP pada materi Relasi dan Fungsi dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ratarata kemampuan komunikasi matematis yang meliputi tiga aspek yaitu Written Text, Drawing dan Mathematical Expression yang pembelajaran matematikanya diterapkan strategi pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional. Hal lain dari penelitian ini menunjukan bahwa strategi pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis dalam tiga aspek kemampuan yaitu Written Text, Drawing dan Mathematical Expression.
2)
Ati Yuliati (2013). Penerapan Pendekatan Concrete–Representational– Abstract (CRA) untuk Meningkatkan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa SMP dalam Pembelajaran Geometri. Meneliti tentang penerapan pendekatan CRA untuk meningkatkan kemampuan abstraksi matematis siswa. Dalam penelitiannya, Ati Yuliati menggunakan pendekatan CRA pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga. Hasil analisis penelitiannya menunjukkan
25
bahwa pelaksanaan pendekatan CRA mampu membuat siswa meningkatkan kemampuan abstraksi matematis dengan rata-rata pencapaian 74.33. Dari kedua penelitian tersebut di atas maka penulis menganggap bahwa terdapat hubungan/keterkaitan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis akan lakukan. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti meliputi Written Text, dan Mathematical Expression dengan menggunakan pendekatan Concrete–Representational–Abstract (CRA).
C. Kerangka Berfikir Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat, alat utama dalam melakukan komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya sendiri.Matematika merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk menyatakan jumlah digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa bicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol. Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam menghadapi masalah dalam kehidupan siswa serta perlu mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan.Namun nyatanya terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi secara lisan atau tulisan.Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya
26
ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya. Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tentunya tidak terlepas dari adanya kerja sama antara siswa dan guru. Untuk terciptanya situasi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematis, sebaiknya siswa diberikan suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis.Aktivitas yang langsung dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis siswa dalam berpikir. Pendekatan CRA (Concrete–Representational–Abstract) mengajarkan siswa melalui 3 tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3) abstrak. Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran dimana siswa memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik benda konkret, diikuti dengan pembelajaran melalui representasi bergambar dari manipulasi benda konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika melalui notasi abstrak. Ketiga tahapan dalam CRA ini saling mendukung satu sama lain dan pelaksanaannya pun tidak dilakukan secara linear tetapi secara siklik. CRA tidak harus dilihat atau dipraktekkan sebagai pendekatan yang terpisah tetapi lebih sebagai pendekatan yang terintegrasi untuk memastikan bahwa setiap siswa berhasil.Setiap tahap dalam CRA membangun pengajaran sebelumnya untuk mendorong belajar siswa, kemampuan mengingat, dan untuk memanggil pengetahuan konseptual. Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan CRA berkaitan dengan prinsip matematisasi horizontal dan vertikal dalam RME, dimana prinsip pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik yang diawali dengan
27
pengenalan konsep melalui hal yang konkret, erat hubungannya dengan pembelajaran pada tahap concrete pada CRA.kemudian prinsip matematisasi horizontal
mengenai
penvisualisasian
masalah
berkaitan
dengan
tahap
representational. Selanjutnya, pada prinsip matematisasi vertikal menyangkut representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap abstract pada CRA. Berdasarkan uraian diatas terlihat terdapat keterkaitan antara pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan kemampuan komunikasi matematis siswa.Dengan demikian, diduga bahwa penggunaan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa.
28
Masalah
Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya.
Siswa kurang terbiasa dengan soal komunikasi matematis.
Pendekatan Pembelajaran Concrete Representational Abstract (CRA)
Berkaitan
Concrete
Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.
Konsep Matematisasi Freudenthal
Matematisasi Horizontal Berkaitan
Matematisasi Vertikal
Representational
Abstract
Berkaitan
dapat meningkatkan 1. Written Text 2. Mathematical Expression
Kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat
Bagan 2.1
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta kajian hasil penelitian relevan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA) lebih tinggi dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, Jalan Bojongsari Baru No. 24, Depok. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 di kelas VII pada bulan Maret.
Tabel 3.1 Agenda Penelitian No. Kegiatan
Feb
Mar
Apr
Mei
√
1.
Persiapan dan Perencanaan
2.
Observasi (Studi Lapangan)
√
3.
Pelaksanaan Pembelajaran
√
4.
Analisis Data
5.
Laporan Penelitian
√ √
B. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Sampel terdiri dari dua kelas berbeda yang nantinya akan mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Kelas eksperimen akan mendapat pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan kelas kontrol akan belajar dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Randomized Post-test Only Control Group Design. Dalam desain ini objek yang ingin di teliti akan di tes pada tes akhir yang diberikan setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan seperti yang telah dipaparkan di atas. Desain penelitian jenis ini dinilai sebagai desain yang paling efisien dan pilihan terbaik untuk jenis penelitian eksperimen seperti yang akan dilakukan peneliti kali ini.
29
30
Adapun skemanya 1 sebagai berikut : R1
X1
O
R2
X2
O
Dimana: R1 = Kelompok eksperimen yang dipilih secara acak R2 = Kelompok kontrol yang dipilih secara acak X1 = Perlakuan dengan pendekatan CRA X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional O = Posttest dengan tes kemampuan komunikasi matematis Simbol X menunjukan variabel eksperimental dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA). Simbol O mewakili observasi yang dilakukan untuk memperoleh data dari objek yang diteliti tentang pengaruh yang diberikan oleh variabel ekperimental, lebih lengkapnya akan dibahas pada sub bab berikutnya.
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Al-Hasra Depok pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini mengambil 2 kelas dari empat kelas yang ada. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi, kelas mana yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol, maka terpilih kelas VII-1 dengan jumlah siswa 30 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-2 dengan jumlah siswa 29 orang sebagai kelas kontrol.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 112. 2 Ibid, h. 117.
31
D. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kauntitatif. Data ini merupakan data utama yang di ambil dari instrumen penelitian yang berupa observasi dan tes untuk mendapatkan informasi mengenai variabel yang akan diteliti. 1. Tahap Persiapan a) melakukan observasi ke sekolah mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa. b) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar pada pokok bahasan Statistika. c) Menyusun Instrumen penelitian. d) Melakukan uji coba instrumen penelitian. e) Analisis hasil uji coba instrumen. f) Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak menggunakan teknik Cluster Random Sampling (Pengambilan sampel menurut kelompok). 2. Tahap Pelaksanaan a) Menerapkan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) pada kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pendekatan konvensional dengan jumlah jam pelajaran dan pokok bahasan yang sama. b) Pemberian tes akhir pada kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai evaluasi. 3. Tahap Akhir a) Melakukan analisis data tes Posttest dengan menggunakan uji statistik. b) Penarikan kesimpulan berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya.
32
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa berupa soal-soal uraian sebanyak 6 butir soal yang diberikan dalam bentuk posttest. Instrumen tes ini diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pokok bahasan Statistika, dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut adalah sama. Adapun indikator yang akan diukur melalui tes uraian akan dijelaskan sebagaimana terdapat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis No 1.
Aspek
Indikator Soal
Written Text
1. Siswa dapat memberikan jawaban dengan kalimatnya sendiri.
No.
Jumlah
Soal
Soal
1, 3,
3
5
2. Siswa dapat menjelaskan situasi matematik dalam bentuk diagram ataupun sebaliknya.
2.
Mathematical 1. Siswa dapat menyatakan peristiwa Expression
sehari-hari
dalam
konsep
2, 4,
3
6
matematika untuk menyelesaikan masalah.
Skor yang diberikan pada penilaian hasil tes berkisar pada 0 sampai dengan 4. Pedoman pemberian skor yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3
33
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Tes Kemampuan komunikasi Matematis
No
Indikator
1
Written Text
2
Mathematical Expression
Skor Kriteria 0 Tidak ada jawaban Menjawab dengan kalimat sendiri akan tetapi 1 tidak mengekspresikan ide-ide matematika. Menjawab dengan kalimat sendiri namun 2 kurang mengekspresikan ide-ide matematika. Menggunakan kalimat sendiri serta dapat 3 mengekspresikan ide-ide matematika namun jawaban salah. Menggunakan kalimat sendiri serta dapat 4 mengekspresikan ide-ide matematika dan jawaban benar. 0 Tidak ada jawaban Tidak dapat menyatakan peristiwa sehari-hari 1 dalam bahasa atau simbol matematika. Menyatakan peristiwa sehari-hari dengan 2 bahasa atau simbol matematika namun tidak berkaitan dengan konsep. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep 3 matematika namun jawaban salah. Menyatakan pertiwa sehari-hari dalam konsep 4 matematika serta jawaban benar.
F. Analisis Instrumen Instrumen terlebih dahulu di uji cobakan sebelum digunakan sehingga di dapatkan instrumen yang baik. Uji coba ini dimaksudkan untuk memperoleh validitas, reliabilitas instrumen, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. 1.
Validitas Instrumen Validitas adalah derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Untuk menghitung validitas tes esai dapat menggunakan rumus korelasi product moment3, yaitu:
3
h. 72.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
34
=
ΣXY − (ΣX)(ΣY) [ Σ
− (Σ ) ][ Σ
− (Σ ) ]
Dimana: X = skor butir soal Y = skor total n = jumlah responden
Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil perhitungan
dengan
pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih
dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2. Soal dikatakan valid jika, ℎ
≥
butir soal valid
ℎ
<
butir soal tidak valid
Peneliti membuat 6 butir soal kemampuan komunikasi matematis siswa. Setelah dilakukan analisis dengan perhitungan statistika, jumlah butir soal yang valid adalah 6 butir. Jika suatu instrumen dikatakan valid, maka instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Adapun hasil perhitungan validitas uji coba instrumen sebagai berikut: Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen
Nomor Soal
Keterangan
1
Valid
2
Valid
3
Valid
4
Valid
5
Valid
6
Valid
35
Hasil perhitungan validitas uji coba instrumen menunjukan dari 6 butir soal dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian.
2.
Reliabilitas Instrumen Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach4 :
=
−1
1−
Σ
Dimana: = reabilitas yang dicari. n
= banyaknya butir soal (yang valid). 2
∑ 2
= jumlah varians skor tiap-tiap item. = varians total.
Kriteria koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut: 0,80 <
11
≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat baik
0,60 <
11
≤ 0,80 Derajat reliabilitas baik
0,40 <
11
≤ 0,60 Derajat reliabilitas cukup
0,20 <
11
≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah
0,00 <
11
≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas, nilai r11 = 0,700817 berada diantara kisaran 0,60 < 11 ≤ 0,80, maka dari 6 butir soal yang valid tersebut memiliki derajat reliabilitas baik. 3.
Taraf Kesukaran Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui soal-soal yang sukar, sedang dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang dan mudahnya 4
Ibid, h. 109.
36
suatu soal disebut indeks kesukaran.5 Uji taraf kesukaran instrumen penelitian dihitung dengan menghitung indeks besarannya dengan rumus :
= Dimana: P
= Indeks Kesukaran
B
= Jumlah skor yang diperoleh responden pada item ke-i
JS = Jumlah skor maksimum item soal ke-i
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:6
0,00 < P ≤ 0,30
: soal sukar
0,30 < P ≤ 0,70
: soal sedang
0,70 < P ≤ 1,00
: soal mudah
Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang diujikan, terdapat soal dengan kategori mudah dan sedang seperti yang terlihat pada Tabel 3.5: Tabel 3.5 Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen
5 6
Nomor Soal
Nilai P
Kriteria
1
0,69
Sedang
2
0,52
Sedang
3
0,55
Sedang
4
0,57
Sedang
5
0,56
Sedang
6
0,81
Mudah
Ibid, h. 208. Ibid, h. 210.
37
4.
Daya Pembeda Pengujian
daya
pembeda
soal
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan suatu soal dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.7 Rumus yang digunakan untuk pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut:
=
−
=
−
Dimana: = Indeks daya pembeda suatu butir soal = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok atas = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok bawah
Tolok ukur untuk menginterpretaikan daya pembeda tiap butir soal digunakan kriteria sebagai berikut :8
D = 0,00
: sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 : cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 : baik 0,70 < DP ≤ 1,00 : baik sekali
Dari hasil perhitungan uji daya pembeda instrumen, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
7 8
Ibid, h. 213. Ibid, h. 218.
38
Tabel 3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen
Nomor Soal
Nilai Dp
Kriteria
1
0,25
Cukup
2
0,265
Cukup
3
0,176
Jelek
4
0,412
Baik
5
0,279
Cukup
6
0,132
Jelek
G. Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul baik dari kelas kontrol maupun kelas eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Keseluruhan pengolahan data mulai dari menguji normalitas hingga menguji kesamaan dua rata-rata kelompok penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Product and Service Solutions). 1.
Uji Prasyarat Karena varians populasi tidak diketahui, untuk analisis data digunakan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan analisis Independent Samples T Test. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan pada hasil tes kemampuan komunikasi matematis secara keseluruhan. Namun sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. a.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal apabila dibuat dalam bentuk kurva akan menghasilkan kurva normal. Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (uji W) dengan bantuan software SPSS. Syarat penggunaan uji Shapiro-Wilk ini adalah jumlah data yang
39
akan diuji ≤ 50,9 dan data berasal dari sampel dipilih secara acak dari suatu populasi. Adapun beberapa rumus yang digunakan dalam uji Shapiro-Wilk ini yaitu :10 1. Pembagi (d) uji W :
=
(
) =
−
−
n : jumlah data yang akan di ujikan
2. Pembatas (k) uji W: =
jika n genap
=
jika n ganjil
3. Rumus Whitung (W):
=
[
]
−
[]
Nilai d berasal dari perhitungan rumus yang pertama. Nilai batas sigma (k) berasal dari perhitungan rumus yang kedua. Seperti halnya uji normalitas lainnya uji Shapiro-Wilk ini juga memiliki 2 buah hipotesis yang diujikan, yaitu: H0
: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1
: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian yang digunakan dalm uji Shapiro-Wilk ini adalah apabila nilai Whitung ≤ 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal (H0 ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung ≥ 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal (H0 diterima).11
9
Richard, O. Gilbert, Statistical Methods for Environmental Pollution Monitoring, (New York : Vam Nostrand Reinhold Company Inc, 1987) p. 159 10 Ibid. p. 159 11 Ibid. p. 160
40
b. Uji Homogenitas Varians Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel memiliki kesamaan karakteristik (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Levene. Penghitungan uji Levene dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Adapun rumus yang digunakan dalam uji Levene ini adalah sebagai berikut:12
=
( − ) ∑ ( − )∑ ∑
(
− ..) −
.
Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians sama atau homogen H1 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians berbeda atau tidak homogen Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji Levene ini adalah apabila nilai Whitung ≤ 0,05 maka kelompok data dikatakan memiliki varians yang tidak homogen (H0 ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung ≥ 0,05 maka kelompok data dikatakan memiliki varians yang homogen (H0 diterima).
2.
Uji Hipotesis Setelah uji prasyarat analisis dilakukan ternyata sebaran distribusi rata-rata
skor kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen maupun kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Oleh karena itu, untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan analisis Independent Samples T Test yang terdapat pada perangkat lunak SPSS. Namun sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut:
12
National Institute of Standards and Technology : Levene Test, 2013 http://www.itl.nist.gov/div898/software/dataplot/refman1/auxillar/levetest, diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 11:04 WIB
41
H0 : rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen kurang dari sama dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol. H1 : rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih besar dari rata-rata nilai kemampuan komunikasi kelas kontrol. Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang ditunjukkan oleh Sig. (two tailed) pada output yang dihasilkan setelah pengolahan data kemudian nilai tersebut dibagi dua, karena dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah satu sisi (one tailed), nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
Jika signifikansi (p) ≤ (α = 0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima
Jika signifikansi (p) > (α = 0,05) maka H0 diterima, H1 ditolak
H. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik untuk pengujian hipotesis kesamaan dua rata-rata dengan uji satu pihak adalah sebagai berikut: H0 :
1
≤
2
H1 :
1
>
2
Keterangan: 1
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen.
2
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelas kontrol.
Taraf signifikansi yang diambil dalam penelitian ini adalah taraf kepercayaan 95% atau α = 5%.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, dengan kelas VII-1 sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan terdiri dari 30 siswa. Sedangkan kelas VII-2 sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional terdiri dari 29 siswa. Sebagaimana tujuan dari penelitian ini yaitu, mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan sisiwa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional pada materi Statistika. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua kelompok tersebut diberikan test yang sama yaitu posttest. Instrumen yang diberikan terdiri dari 6 butir soal dalam bentuk uraian dengan ketentuan tiap soal terdiri dari soal written text, dan mathematical expression, dimana written text terdiri dari 3 butir soal, dan mathematical expression terdiri dari 3 soal. Sebelumnya instrumen tersebut diuji coba terlebih dahulu kepada siswa yang telah mendapatkan materi statistika sebelumnya yaitu kelas IX-2. Setelah dilakukan uji coba instrumen selanjutnya dilakukan uji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran, dan uji daya pembeda. adapun hasil yang diperoleh berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh 6 soal valid dari 6 soal dengan reliabilitas 0,701. Selanjutnya 6 soal tersebut digunakan sebagai posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini disajikan data hasil perhitungan tes kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan.
42
43
Tabel 4.1 Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Statistik Deskriptif Eksperimen Kontrol Nilai Terendah
66,67
41,67
Nilai Tertinggi
95,83
91,66
Mean
80,71
66,67
Median
79,17
66,67
Modus
79,17
66,67
Varians
74,808
128,960
Simpangan Baku (S)
8,649
11,356
Tingkat Kemiringan
-0.938
0,099
Dari table 4.1 dapat terlihat adanya perbedaan hasil statistik deskriptif diantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan selisih 14,04 (80,71 – 66,67), begitu pula dengan nilai median (Me) serta nilai modus (Mo), yaitu pada kelompok eksperimen memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Jika dilihat dari simpangan baku, simpangan baku kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen, ini menunjukkan bahwa sebaran pada kelas kontrol lebih heterogen. Artinya nilai kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas kontrol lebih bervariasi dan menyebar terhadap rata-rata kelas, sedangkan kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen lebih mengelompok. Pada tingkat kemiringan di kelas eksperimen -0,938 dan pada kelas kontrol memperoleh 0,099, karena sk < 0, maka kurva memiliki ekor memanjang ke kiri atau miring ke kiri, kurva menceng ke kanan. Dari uraian data hasil perhitungan statistik deskriptif tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol.
44
1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen Data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen
yang
selama
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) disajikan dalam bentuk table 4.2: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen Frekuensi Interval Titik Frekuensi Komulatif No Tepi Kelas Kelas Tengah Absolut fk fk (%) 1 66 - 70 65,5 - 70,5 68 3 3 100.00 2 71 - 75 70,5 - 75,5 73 7 10 33.33 3 76 - 80 75,5 - 80,5 78 6 16 53.33 4 81 - 85 80,5 - 85,5 83 4 20 66.67 5 86 - 90 85,5 - 90,5 88 5 25 83.33 6 91 - 95 90,5 - 95,5 93 5 30 100.00 Dari tabel 4.2 dengan memperhatikan frekuensi komulatif dan nilai rata-rata kelas eksperimen yaitu 80,71, jumlah siswa yang mendapat nilai diatas rata-rata adalah 20 siswa atau sebesar 66,67% dan terdapat 10 siswa yang di bawah skor rata-rata atau sebesar 33,33%. Secara visual perbandingan persentase kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dapat dilihat pada diagram berikut ini.
45
Grafik 4.1 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen Grafik 4.1 menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai di atas rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata. 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol Data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol yang selama pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional disajikan dalam bentuk tabel 4.3: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol Interval No Kelas 1 2 3 4 5 6
41 - 49 50 - 58 59 - 67 68 - 76 77 - 85 86 - 94
Tepi Kelas 40,5 - 49,5 49,5 - 58,5 58,8 - 67,5 67,5 - 76,5 76,5 - 85,5 85,5 - 94,5
Titik Frekuensi Tengah Absolut 45 54 63 72 81 90
1 7 11 5 3 2
fk 1 8 19 24 27 29
Frekuensi Komulatif fk (%) 3.45 27.59 65.52 82.76 93.10 100.00
46
Dari tabel 4.3 dengan memperhatikan frekuensi komulatif dan nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 66,67, jumlah siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata adalah 19 siswa atau sebesar 65,52% dan terdapat 10 siswa di bawah nilai rata-rata atau sebesar 27,59%. Secara visual perbandingan persentase kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Grafik 4.2 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol Grafik 4.2 menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai di atas rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata.
B. Analisis Data Peneltian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan matematis, karena berhubungan dengan angka, yaitu hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang diberikan kepada siswa. Data yang telah terkumpul baik dari kelas kontrol maupun kelas eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Keseluruhan pengolahan
47
data mulai dari menguji normalitas hingga menguji kesamaan dua rata-rata kelompok penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Sebelum menguji kesamaan dua rata-rata kedua kelompok tersebut dengan menggunakan analisis Independent Samples T Test, diperlukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu.
1.
Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol Kolmogorov-Smirnova Skor Komunikasi
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.094
59
.200*
.974
59
.232
Tabel 4.4 menunjukkan analisis uji normalitas dengan KolmogorovSmirnov dan Shapiro-Wilk. 1 Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa dengan uji Kolmogorov-Smirnov P-value = 0,200 > α = 0,05. Senada dengan hal tersebut, uji Shapiro-Wilk
memiliki P-value = 0,232 > α = 0,05.
Kesimpulannya adalah dengan analisis kedua uji tersebut H0 diterima, sehingga data skor posttest kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Data Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Levene (Levene’s Test). Sama halnya dengan uji Shapiro-Wilk, uji Levene dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Hasil uji Levene menggunakan SPSS dapat dilihat pada table 4.5:
1
Stanislaus S. Uyanto, Pedoman Analisis Data dengan SPSS, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 39
48
Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol Skor Komunikasi Levene Statistic df1 df2 Sig. .500 1 57 .483 Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians sama atau homogen H1 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians berbeda atau tidak homogen Data hasil uji Levene dikatakan homogen atau H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05. Uji Levene digunakan untuk menganalisis homogenitas varians yang melibatkan dua kelompok data atau lebih. Pada table 4.5 terlihat angka Levene yang diperoleh sebesar 0,500 dengan nilai signifikansi 0,483 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan varians data hasil penelitian yang terdiri dari dua kelompok ini homogen. 3. Uji Hipotesis Hasil uji prasyarat analisis menunjukkan bahwa skor hasil posttest berdistribusi normal dengan P-value = 0,200 dan varian dari kedua kelompok ini homogen dengan angka Levene 0,483. Karena kedua uji prasyarat analisis terpenuhi selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rata-rata posttest kelas eksperimen dan kontrol untuk kemampuan komunikasi matematis, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6:
49
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
.500
.483
t-test for Equality of Means t
df
Sig. (2tailed)
5.349
57
.000
5.325
52.32 2
.000
Dari data di atas menunjukkan untuk menerima H1 dan menolak H0. H1 menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete-Representational-
Abstract (CRA) lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat diidentifikasi dari nilai signifikansi one-tailed (signifikansi = 0,000001) yang bernilai kurang dari α = 0,05 C. Pembahasan Hasil Penelitian Pada pengujian hipotesis diperoleh bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berikut ini adalah perbandingan secara umum kemampuan komunikasi matematis pada kedua kelas. Tabel 4.7 Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Skor No
Indikator
Eksperimen
Kontrol
Ideal
Skor Siswa
x
%
Skor Siswa
x
%
1
WT
12
298
9.93
82.78
235
8.10
67.53
2
ME
12
283
9.43
78.61
229
7.90
65.80
24
581
19.37
80.71
464
16.00
66.67
Keseluruhan
50
Persentase skor kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol untuk setiap indikatornya, baik itu berupa kemampuan written text maupun kemampuan mathematical expression. Selisih pada kemampuan written text pada kedua kelas yaitu sebesar 15,25%, sedangkan pada kemampuan mathematical expression memiliki selisih 12,81% pada kedua kelas. Persentase skor keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih tinggi 14,04% daripada kelas kontrol. Dengan demikian secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen lebih mampu menggunakan kemampuan written text dan mathematical expression. Secara visual perbandingan persentase kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada diagram berikut ini.
90.00 80.00 70.00
82.78
78.61 67.53
65.8
60.00 50.00 40.00
Eksperimen
30.00
Kontrol
20.00 10.00 0.00 WT
ME
Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Grafik 4.3 Persentase Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
51
Diagram batang pada grafik 4.3 memperlihatkan bahwa kelas eksperimen pada setiap aspek baik written text maupun mathematical expression memperoleh persentase yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Siswa dikatakan memilki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika dapat memberikan jawaban dengan kalimatnya sendiri serta dapat menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis
siswa
setelah
diajarkan
dengan
pendekatan
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) secara signifikan lebih baik daripada yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional. Skor rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran CRA secara signifikan juga lebih tinggi daripada melalui pembelajaran konvensional. Pendekatan CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara kemampuan dalam tingkat konkret,
representasi
dan
abstrak.
Berbeda
dengan
pembelajaran
konvensional, dimana pembelajarannya masih berpusat pada guru, sehingga siswa kurang memiliki kesempatan untuk menggunakan dan melatih kemampuan komunikasi matematis untuk ide-ide yang mereka miliki. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pendekatan CRA terdiri dari tiga tahapan pembelajaran yaitu, concrete, representational, dan abstract. Tahapan-tahapan pada pendekatan CRA mampu melatih kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam prosesnya CRA melibatkan aktifitas langsung siswa serta pengenalan konsep melalui reprsentasi mampu melatih kemampuan komunikasi matematis, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dapat ditingkatkan melalui pendekatan CRA. Awalnya siswa mendapatkan sedikit penjelasan mengenai materi yang akan dipelajari sebelum dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang. Selanjutnya siswa mengerjakan LKS yang berisi permasalahan matematis beserta pertanyaan-pertanyaan yang sesuai untuk melatih kemampuan komunikasi matematis melalui pendekatan CRA. Bersama kelompoknya LKS dikerjakan mulai dari tahap awal hingga tahap akhir.
52
Pada
pertemuan
pertama
misalnya,
peneliti
terlebih
dahulu
menjelaskan kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan pada hari tersebut serta menjelaskan setiap tahapan yang ada pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah diberikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan ukuran sepatu masing-masing di papan tulis secara bergilir. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk melengkapi LKS pada tahap concrete hingga tahap abstract. Kendala yang dihadapi peneliti pada pertemuan pertama diantaranya keterbatasan waktu pembelajaran, sebagian siswa kurang fokus dalam pembelajaran, sikap siswa yang kurang mandiri dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan serta kurang baiknya management kelas oleh peneliti ketika pertemuan pertama berlangsung. Pada pertemuan pertama, sebagian kelompok belum menyelesaikan LKS yang diberikan, dengan alasan waktu yang kurang lama dan belum memahami
pertanyaan-pertanyaan
dalam
LKS,
sehingga
ketika
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, peneliti hanya memilih kelompok yang sudah menyelesaikannya saja. Oleh sebab itu, pada pertemuan kedua dan selanjutnya diawal pembelajaran peneliti selalu mengingatkan bagaimana cara mengerjakan LKS yang diberikan. Pertemuan kedua, ketiga dan selanjutnya, siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran ini, siswa mampu bertanggung jawab dan mandiri terhadap tugas yang diberikan. Peneliti hanya menjelaskan kembali bagaimana cara mengerjakan LKS dan menjelaskan apa yang memang perlu dijelaskan, kemudian sebagian besar siswa langsung mengerjakan LKS tersebut secara berkelompok tanpa banyak bertanya lagi. Hanya sebagian kecil saja siswa yang terlihat belum serius dalam mengikuti pembelajaran ini. Peneliti juga mengatur waktu seefisien mungkin agar pembelajaran menjadi seefektif mungkin. Secara lebih rinci, pada tahapan pertama siswa ditugaskan untuk menuliskan data mengenai ukuran sepatu yang ada dipapan tulis kedalam tabel yang disediakan pada LKS. Data ukuran sepatu diperoleh dari aktivitas langsung yang dilakukan oleh siswa, kegiatan tersebut termasuk dalam tahap
53
concrete. Kemampuan komunikasi matematis dilatih melalui aktivitas langsung siswa, karena tahap ini memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung yang berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat memecahkan masalah.
Berikut ini contoh
pekerjaan siswa dalam tahapan concrete pada LKS 1.
Gambar 4.1 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Concrete
Tahapan yang kedua yaitu representational atau melihat. Pada tahap ini siswa dilatih untuk memodelkan konsep matematika pada tingkat semikonkret yang melibatkan diagram batang dan diagram lingkaran yang mewakili objek konkret atau data yang disajikan dalam bentuk tabel pada tahap sebelumnya. Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk memecahkan
masalah
merepresentasikan
objek
dengan
menggambar.
Gambar
tersebut
konkret
yang
sumber
informasi
menjadi
pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap concrete.
54
Tahap representational ini dapat melatih kemampuan komunikasi matematis siswa karena siswa dibiasakan untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya. Berikut ini contoh pekerjaan siswa dalam tahap representational pada LKS 1.
Gambar 4.2 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational
Tahapan yang ketiga yaitu abstract atau penyimbolan. Pada tahap ini siswa menyimbolkan konsep matematika pada tahap representational dengan menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model permasalahan. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi statistika seperti Xmaks, Xmin,
, ∑
dan sebagainya. Kemampuan
komunikasi matematis dapat dilatih dengan proses penyimbolan konsep yang semikonkret. Proses penyimbolan pada tahap abstract erat kaitannya dengan kemampuan mathematical expression yang merupakan salah satu aspek komunikasi matematis dalam penelitian ini. Berikut ini contoh pekerjaan siswa dalam tahapan abstract pada LKS 1.
55
Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract atau Penyimbolan
Pada akhir proses pembelajaran, dalam hal ini pokok bahasan “Statistika”, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest dengan instrumen soal yang sama untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematisnya. Kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari jawaban yang diberikan pada kedua kelas yang terdiri dari dua aspek kemampuan komunikasi matematis yaitu, written text dan mathematical expression. Perbedaan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dideskripsikan sebagai berikut:
1. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Written Text Dari posttest yang diberikan soal yang memperlihatkan bagaimana kemampuan komunikasi matematis pada aspek written text adalah soal nomor 1,3, dan 5 dengan pertanyaan sebagai berikut. Pertanyaan nomor 5 sebagai berikut:
Perhatikan gambar di samping. Jelaskan
data
pada
sumbu
vertikal dan sumbu horizontal serta tentukan banyaknya siswa pada gambar disamping!
56
Salah satu contoh jawaban siswa kelas kontrol dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.4 Jawaban siswa kelas kontrol pada aspek written text
Salah satu contoh jawaban siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.5 Jawaban siswa kelas eksperimen pada aspek written text
Pada soal posttest nomor 5 siswa ditugaskan untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan kemampuan komunikasi matematis. Perbedaan jawaban siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat dengan jelas pada gambar. Jawaban kelas eksperimen menunjukkan kebiasan untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya dari soal dan masalah yang ditanyakan, sedangkan kelas kontrol tidak. Ini menunjukkan siswa kelas eksperimen terbiasa dengan pendekatan CRA. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ketika menjawab soal, kelas kontrol banyak mengalami kesalahan saat memberikan jawaban yang berhubungan dengan aspek written text. Berbeda
57
dengan kelas eksperimen yang sebagian besar mampu memberikan jawaban dengan kemampuan written text yaitu mengekspresikan ide-ide matematis serta menjelaskan situasi matematis dengan tepat. Siswa kelas eksperimen secara jelas memberikan alasan tentang jawaban yang dibuatnya, sedangkan sebagian besar siswa kelas kontrol hanya menjawab tanpa memberikan alasan. seorang dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika ia memiliki kemampuan written text yang baik. Hasil perhitungan persentase skor untuk aspek written text siswa kelas eksperimen sebesar 82,78% dan kelas kontrol 67,53%. Kemampuan written text siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol karena sebagian besar siswa kelas eksperimen mampu mengekspresikan ide-ide matematisnya pada soal yang diberikan. Kebanyakan dari siswa kelas kontrol salah
memberikan
alasan
namun
benar
dalam
menjawab
sehingga
memberikan skor 3 pada kebanyakan siswa. Ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol kurang baik.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical Expression Dari posttest yang diberikan, soal yang memperlihatkan bagaimana kemampuan komunikasi matematis pada aspek mathematical expression adalah soal nomor 2,4, dan 6 dengan pertanyaan sebagai berikut. Pertanyaan nomor 2 sebagai berikut: “Dari data Komunitas Pecinta Sepeda Ontel ditemukan data tentang umur setiap anggota, banyaknya anggota yang berumur 18 tahun adalah 5 orang, banyaknya anggota yang berumur 20 tahun adalah 5 orang, banyaknya anggota yang berumur 30 tahun adalah 10 orang. Jika rata-rata umur mereka adalah 27 tahun 6 bulan, tentukan berapakah umur anggota yang belum diketahui serta jumlah keseluruhan anggota ?”
Salah satu contoh jawaban siswa kelas kontrol dapat dilihat pada gambar berikut:
58
Gambar 4.6 Jawaban siswa kelas kontrol pada aspek mathematical expression
Salah satu contoh jawaban siswa kelas eskperimen dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.7 Jawaban siswa kelas eksperimen pada aspek mathematical expression
Pada soal posttest nomor 2 siswa ditugaskan untuk menyelesaikan permasalahan sesuai dengan kemampuan komunikasi matematis pada aspek mathematical expression. Perbedaan jawaban siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat dengan jelas pada gambar. Jawaban kelas eksperimen menunjukkan kebiasan untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya dari soal dan masalah yang ditanyakan, sedangkan kelas kontrol tidak. Ini menunjukkan siswa kelas eksperimen terbiasa dengan pendekatan CRA. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ketika menjawab soal, kelas kontrol banyak mengalami
59
kesalahan saat memberikan jawaban yang berhubungan dengan aspek mathematical expression. Berbeda dengan kelas eksperimen yang sebagian besar mampu memberikan jawaban dengan kemampuan mathematical expression yaitu menyatakan konsep matematika yang berhubungan dengan peristiwa sehari-hari dengan tepat. Siswa kelas eksperimen secara jelas memberikan alasan tentang jawaban yang dibuatnya, sedangkan sebagian besar siswa kelas kontrol hanya menjawab tanpa memberikan alasan. seorang dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika ia memiliki kemampuan mathematical expression yang baik. Hasil perhitungan persentase skor siswa pada aspek mathematical expression kelas eksperimen sebesar 78,61% dan kelas kontrol sebesar 65,80%. Kemampuan mathematical expression siswa kelas eksperimenlebih mampu menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya dibandingkan siswa kelas kontrol. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa pendekatan Concret-Representational-Abstract
yang
diterapkan
selama
proses
pembelajaran memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa baik pada aspek written text maupun pada aspek mathematical expression, khususnya pada pokok bahasan Statistika ini. Persentase rata-rata skor kelas eksperimen pada kedua aspek kemampuan komunikasi matematis yang diukur lebih ringgi dari kelas kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, dengan rata-rata skor 19,37 (80,71%) pada kelas eksperimen dan 16,00 (66,67%) pada kelas kontrol. Kemampuan komunikasi matematis yang diterapkan pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) lebih tinggi daipada siswa yang diterapkan pembelajaran secara konvensional. Hal ini sejalan dengan pendapat De Walle yang mengungkapkan bahwa model dapat memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul. Pengungkapan
ide-ide
dibutuhkan
dalam
pendekatan
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) sehingga model ini dapat melatih kemapuan komunikasi matematis siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan
60
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat melatih dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Tommy Adithya tahun 2014 berkaitan dengan pengaruh metode Write Pair Switch terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan tingkat kemampuan kognitif dengan nilai rata-rata 67,87, memberikan kesimpulan bahwa metode Write Pair Switch efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Akan tetapi kemampuan komunikasi matematis yang
diterapkan
pendekatan
pembelajaran
Concrete-Representational-
Abstract (CRA) memiliki rata-rata lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis yang diterapkan
metode Write Pair Switch yaitu
sebesar 80,71, karena dengan pendekatan ini siswa dibiasakan melakukan aktivitas matematika secara langsung atau matematisasi yang dapat mengembangkan kemampuan untuk mengeluarkan ide-ide matematisnya sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
lebih
efektif
untuk
meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil penelitian Zahra Sa’adatun Nisa tahum 2014 tentang pengaruh pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan rata-rata 75,83 memberikan kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang juga diterapkan pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
memiliki
rata-rata
80,71.
Hal
ini
menunjukkan pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) efektif untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan kemampuan pemahaman konsep, tetapi pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis karena dengan mengkomunikasikan ide-
61
ide matematisnya seorang siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsepnya.
D. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar diperolah hasil yang optimal. Ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya: 1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Statistika, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2. Siswa belum terbiasa melakukan presentasi di depan kelas sehingga pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
kurang
berjalan dengan optimal. 3. Penelitian hanya berlangsung selama satu bulan menyebabkan kurang maksimalnya pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran
Concrete-Representational-Abstract
kemampuan komunikasi matematis.
(CRA)
terhadap
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian mengenai pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
lebih tinggi
dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan pembelajaran secara konvensional. Baik aspek written text dan mathematical expression pada siswa yang diterapkan pendekatan
CRA memiliki
keunggulan jika dibandingkan siswa yang diterapkan pembelajaran secara konvensional. Perbedaan pada setiap indikator pada kedua kelas tersebut sangat terlihat. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
lebih
baik
daripada
pembelajaran
konvensional dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
dapat
meningkatkan
kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP.
B. Saran Berdasarkan temuan yang penulis temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran penulis terkait penelitian ini: 1. Bagi Siswa Memberikan manfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Bagi guru Berdasarkan
hasil
penelitian
pendekatan
pembelajaran
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) mampu meningkatkan kemampuan
62
63
komunikasi matematis siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat dijadikan alternatif pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh guru. Bagi guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dalam pembelajaran di kelas diharapkan dapat mendesain pembelajaran dengan seefektif mungkin agar setiap tahapan dalam pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat dilaksanakan secara maksimal dan tepat waktu. 3. Bagi Sekolah Berdasarkan hasil penelitian ini, pihak sekolah diharapkan mulai menganjurkan guru-guru untuk menerapkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif seperti pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract (CRA) pada pelajaran matematika dan bidang studi lain, agar proses pembelajaran lebih bermakna. Selain itu dapat pula menjadi bahan pertimbangan pihak sekolah untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. 4. Bagi Pembaca dan Peniliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menerapkan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan lebih optimal dan menyajikan permasalahan-permasalahan yang lebih variatif terutama permasalahan yang melibatkan aspek written text dan mathematical expression.
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mendesain bahan ajar berupa LKS yang lebih menarik dan konstruktif, dengan upaya tersebut diharapkan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika tinggi sehingga kemampuan matematis siswa dapat berkembang.
Adanya keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini sebaiknya dilakukan penelitian lajut yang meneliti pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) pada pokok bahasan lain
64
atau jenjang sekolah yang berbeda. Selain itu peneliti berikutnya disarankan untuk meneliti kemampuan komunikasi matematis dengan indikator lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
65
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2012 Armiati. Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009 Darto.
Mengembangkan
Kemampuan
Komunikasi
Matematika
Dalam
Pembelajaran Geometri di Sekolah Dasar. Jakarta: UIN. 2013 Eveline Siregar, dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010 Flores, Margaret M. Teaching Substraction with Regrouping to Students Experiencing Difficulty in Mathematics. Journal of Mathematics. 2009 Hamdani. Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009 Hauser, Jane. Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach. U.S: American Institutes for Research. 2010 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahan Ajar Training Of Trainer (ToT) Implementasi Kurikulum 2013 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) SD/SMP/SMA/SMK. 2013 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs). 2013 Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013 Mullis, Ina V.S et.al. TIMSS 2011 International Results in Mathematics, USA: TIMSS & PIRLS International Study Center. 2012 Naim, Ngainun. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. 2011
65
66
National Institute of Standards and Technology : Levene Test, 2013 http://www.itl.nist.gov/div898/software/dataplot/refman1/auxillar/levetest Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 11:04 WIB Prastiti, Tri Diyah. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII. Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya. 2007 Qohar, Abdul. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP. Lomba dan Seminar Matematika. 2008 Richard, O. Gilbert, Statistical Methods for Environmental Pollution Monitoring. New York : Vam Nostrand Reinhold Company Inc. 1987 Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2012 Rusman, Deni Kurniawan, dan Cepi Riyana. Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2013 Satriawati, Gusni. Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. ALGORITMA, Vol. 1, No. 1. 2006 Shadiq, Fajar. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika. 2004 Steedly, Kathlyn and etc., Effective Mathematics Instruction. United States: NICHCY. 2008 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2008 Sumarmo, Utari. Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. 2010 Sumarmo, Utari. Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking Skilss dan Affective Behavior. Makalah Workshop Pendidikan Matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. 2014 Sumarmo, Utari dkk.
Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan.
Bandung. UPI Press. 2007
67
Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-RepresentationalAbstract Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach Subtraction with Regrouping to Students with Learning Disabilities, Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166. 2012 Trisnawati, dan Dwi Astuti. Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 1 Muntilan. Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta. 2013 Uyanto, Stanislaus S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Van De Walle, John A. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2006 Wardhani, Sri. Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. 2008 Witzel, Bradley S. Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in Inclusive Settings. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2), 2005
68
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA Nama Sekolah
:
Nara Sumber
:
1. Bagaimana keadaan atau situasi didalam kelas selama proses pembelajaran matematika berlangsung? 2. Bagaimana respon siswa ketika ibu/bapak bertanya kepada siswa, terutama saat siswa diberikan permasalahan matematika? 3. Apakah siswa mengalami kesulitan jika diberikan persoalan yang sedikit berbeda dari yang ibu/bapak contohkan? 4. Model pembelajaran apa yang biasa ibu/bapak gunakan saat proses pembelajaran matematika berlangsung? 5. Bagaimana kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa? 6. Apakah kebanyakan siswa sudah menggunakan kemampuan komunikasi matematis selama proses pembelajaran matematika berlangsung? 7. Menurut ibu/ bapak, seberapa penting kemampuan komunkasi matematis dalam proses pembelajaran matematika? 8. Menurut ibu/bapak, perlukah meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa? 9. Apakah
ibu/bapak
menggunakan
mengalami
komunikasi
kesulitan
matematis
untuk
saat
mengajak
proses
siswa
pembelajaran
matematika? 10. Menurut ibu/bapak, apakah model pembelajaran yang digunakan sudah cukup untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa?
70
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA Nama Sekolah
: SMP Al-Hasra
Nara Sumber
: Sulistyowati, S.Pd
1. Bagaimana keadaan atau situasi didalam kelas selama proses pembelajaran matematika berlangsung? Jawaban : Biasanya situasi didalam kelas berlangsung kondusif, hanya saja siswa kurang aktif bertanya jika ada suatu permasalahan yang mereka belum ketahui.
2. Bagaimana respon siswa ketika ibu/bapak bertanya kepada siswa, terutama saat siswa diberikan permasalahan matematika? Jawaban : Siswa memberikan respon yang positif dan sangat antusias terhadap permasalahan yang disajikan. Meskipun begitu, ada juga siswa yang hanya ikut-ikutan menjawab saja tanpa mengetahui apa yang ia ucapkan dan ada juga yang hanya diam menunggu penjelasan guru.
3. Apakah siswa mengalami kesulitan jika diberikan persoalan yang sedikit berbeda dari yang ibu bapa contohkan? Jawaban : Ya, mereka mengalami kesulitan jika diberikan soal yang berbeda dengan yang dicontohkan. Siswa sekarang cenderung menghafal tipe-tipe soal yang diberikan oleh guru sehingga siswa akan mengalami kesulitan jika menghadapi soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan.
4. Model pembelajaran apa yang biasa ibu/bapak gunakan saat proses pembelajaran matematika berlangsung? Jawaban
:
Metode pembelajaran
yang
biasa digunakan
masih
menggunakan ceramah dan tanya jawab serta terkdang saya menggunakan
71
pembelajaran diskusi agar siswa tidak merasa bosan dalam kegiatan belajar mengajar.
5. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa ? Jawaban: Tidak semua siswa bisa mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya.
6. Apakah kebanyakan siswa sudah menggunakan kemampuan komunikasi matematis selama proses pembelajaran matematika berlangsung? Jawaban : Secara keseluruhan hanya ada 40% siswa yang sudah menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya.
7. Menurut ibu/ bapak, seberapa penting kemampuan komunkasi matematis dalam proses pembelajaran matematika? Jawaban: Sangat penting, mengingat materi matematika banyak yang membutuhkan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya. Sehingga siswa dituntut pula untuk dapat mengembangkan kemampuan tersebut.
8. Apakah
ibu/bapak
menggunakan
mengalami
komunikasi
kesulitan
matematis
untuk
saat
mengajak
proses
siswa
pembelajaran
matematika? Jawaban : Sedikit kesulitan karena kebanyakan siswa tidak terbiasa dengan soal-soal yang membutuhkan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya. Selama ini siswa hanya dibiasakan mengerjakan soal tanpa kemampuan tersebutt dalam penyelesaiannya.
9. Menurut ibu/bapak, apakah model pembelajaran yang digunakan sudah cukup untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa? Jawaban: Belum, karena masih banyak siswa yang belum dapat mengungkapkan ide-ide matematisnya jika disajikan suatu permasalahan matematika.
72
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) (Kelas Eksperimen) Nama Sekolah : SMP Al-Hasra Sawangan Depok Kelas/Semester : VII/Genap Mata Pelajaran : Matematika Alokasi Waktu : 3 x 40 Menit Pertemuan ke- : 1
A. Kompetensi Inti 1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar 1.
Menunjukkan sikap logis, kritis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah.
73
2.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
2.3 Menunjukkan perilaku jujur dan bertanggung jawab sebagai wujud implementasi kejujuran dalam melaporkan data pengamatan. 3.11 Memahami teknik penataan data dari dua variable menggunakan table, grafik batang, diagram lingkaran, dan grafik garis. 4.8 Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi, dan menyajikan data hasil pengamatan dalam bentuk table, diagram, dan grafik.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi Siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu serta menunjukkan sikap logis, kritis, teliti dan bertanggung jawab secara pribadi maupun kelompok dalam: 2.3.1 Siswa dapat menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data yang diketahui. 3.11.1 Siswa dapat menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.
D. Tujuan Pembelajaran Setelah proses pembelajaran menggunakan pendekatan CRA siswa dapat: 1.Menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data yang diketahui. 2.Menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.
E. Materi Ajar
Statistik
F. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan
: Concrete-Representational-Abstract (CRA)
Metode
: Diskusi kelompok, tanya jawab, dan pemberian tugas.
G. Langkah-langkah Pembelajaran
74
Kegiatan Pendahuluan (10 Menit) Pembuka Guru membuka pembelajaran dengan berdoa. Guru mengecek kehadiran siswa. Guru mengkondisikan siswa untuk belajar. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari. Motivasi Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat dari materi statistik dalam kehidupan sehari-hari. Aprsepsi Guru mengingatkan materi sebelumnya, yaitu pengolahan data yang diajarkan di kelas VI SD dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Kegiatan Inti (100 Menit) Guru memberikan penjelasan mengenai datum, data, populasi dan sampel. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang tiap kelompoknya. Siswa secara bergantian menuliskan ukuran sepatu masing-masing di papan tulis Siswa secara berkelompok diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Siswa secara berkelompok menyalin informasi yang mereka peroleh pada Lembar Kerja Siswa (LKS). 1. Concrete Siswa secara berkelompok menuliskan data yang ada di papan tulis pada LKS yang telah diberikan. 2. Representational Siswa menyajikan data tersebut dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran. 3. Abstract Siswa menentukan nilai Xmaks, Xmin dan jangkauan dari data tersebut. Guru meminta perwakilan dari beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Guru memberikan koreksi, tambahan, atau penguatan untuk meluruskan pemahaman siswa.
Kegiatan Penutup (10 Menit) Guru memberikan PR. Guru memberikan informasi materi pembelajaran berikutnya yaitu pengolahan data. Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam. H. Sumber Belajar
75
Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014. Matematika SMP/MTs Kelas VII Semester 1 (Edisi Revisi). 2014. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
I.
Media dan Alat Pembelajaran
J.
Papan Tulis dan Spidol
Penilaian Hasil Belajar Teknik Instrumen
: Tes tertulis
Bentuk Instrumen
: Uraian
Instrumen
: Terlampir pada LKS 1
Depok, Mengetahui Peneliti
Dewanti Mustika Sari (1110017000099)
2015
76
76
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) (Kelas Kontrol) Nama Sekolah : SMP Al-HasraSawanganDepok Kelas/Semester : VII/Genap Mata Pelajaran : Matematika Alokasi Waktu : 3 x 40 Menit Pertemuan ke- : 1
A. Kompetensi Inti 1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar 1.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar.
77
2.
Memahamikonsepperbandingandanmenggunakanbahasaperbandingandal ammendeskripsikanhubunganduabesaran.
Menggunakankonsepperbandinganuntukmenyelesaikanmasalahnyatadenganm enggunakan table dangrafik. 2.3 Menunjukkanperilakujujurdanbertanggungjawabsebagaiwujudimplemen tasikejujurandalammelaporkan data pengamatan. 3.11 Memahamiteknikpenataan data daridua variable menggunakan table, grafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi Siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu serta menunjukkan sikap logis, kritis, teliti dan bertanggung jawab secara pribadi maupun kelompok dalam: 2.3.1 Menjelaskan ide atausituasimatematikdalamkehidupansehari-hari yang berhubungandengan datum, data, populasi, dansampel. 2.3.2 Menjelaskan
ide
atausituasimatematikdalammasalahteknikpengumpulan data. 3.11.1 Mengekspresikan ide-ide matematisdalamsebuah table, grafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris.
D. Tujuan Pembelajaran Setelah proses pembelajaran menggunakan pembelajarankonvensional siswa dapat: 1. Menjelaskan ide atausituasimatematik yang berhubungandengan datum, data, populasi, dansampel. 2. Menjelaskan ide atausituasimatematikdalammasalahteknikpengumpulan data. 3. Mengekspresikan ide-ide matematisdalamsebuah table, grafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris.
E. Materi Ajar
78
F.
Statistik
PendekatanPembelajaran Pendekatan
: Konvensional
Metode
: Ceramah, Tanya jawab, danpemberiantugas
G. Langkah-langkahpembelajaran Kegiatan Pendahuluan (10 Menit) Pembuka Guru membuka pembelajaran dengan berdoa. Guru mengecek kehadiran siswa. Guru mengkondisikan siswa untuk belajar. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari. Motivasi Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat dari materistatistika dalam kehidupan sehari-hari. Apersepsi Guru mengingatkan materi sebelumnya, yaitu pengolahan data yang diajarkan di kelas VI SDdenganmengajukanbeberapapertanyaan.
Kegiatan Inti (100 Menit) Mengamati Guru meminta siswa untuk mengamati guru saatmenjelaskanmateristatistikadenganmemberikanbeberapainformasi yang berhubungandenganmateri. Menanya Guru melakukan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan datum dan data sertadefinisipopulasidansampel dari hasil pengamatan yang telah dilakukan. Mengeksplorasi Guru memberikan penjelasan mengenai definisi datum, data, populasi, dansampel. Siswa dimintauntuk mendiskusikanmengenaiteknikpengumpulan data sertacarapenyajian data dalm table, grafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris. Mengasosiasi Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru. Mengkomunikasikan Guru meminta perwakilan dari beberapa siswa untuk menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis.
79
Guru bersama dengan siswa membahas hasil pekerjaan temannya di papan tulis. Guru memberikan koreksi, tambahan, dan penguatan untuk meluruskan pemahaman siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai pembahasan yang belum dipahami. Siswa bersama dengan guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran hari ini.
Kegiatan Penutup (10 Menit) Guru memberikan PR. Guru memberikan informasi materi pembelajaran berikutnya yaitu segitiga. Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam. H. Sumber Belajar
Lembar Kerja Siswa (LKS) 1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014. Matematika SMP/MTs Kelas VII Semester 1 (Edisi Revisi). 2014. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
I.
Media dan Alat Pembelajaran Papan Tulis, Spidol, Laptop, danOHP
J.
Penilaian Hasil Belajar Teknik Instrumen
: Tes tertulis
Bentuk Instrumen
: Uraian
Instrumen
: Terlampir
InstrumenPenilaian N
IndikatorPencapaian
o.
Kompetensi
1.
Soal
Menjelaskan ide
Ada
pendapatsementarabahwaakhir-
atausituasimatematikda
akhiriniadakecenderunganhasilprestasiakad
Skor
20
80
2.
lamkehidupansehari-
emiksiswa SMP DKI Jakarta menurun.
hari yang
Lembagapendidikan
berhubungandengan
terkaitinginmengadakanpenelitianuntukme
datum, data, populasi,
mbuktikankebenarandanmencarisebab-
dansampel.
sebabnya. Tentukanpopulasidansampelnya.
Menjelaskan
ide Putri,
yang
seorangmahasiswiIlmuGizi
di
atausituasimatematikda
salahsatusekolahtinggiilmukesehatan
di
lammasalahteknikpeng
Jakarta,
umpulan data.
hendakmenelititentangtingkatkesehatantub uhsiswa/I
SMP
disalahsatu
SMP
30
di
kawasan Jakarta Timur. Diamembutuhkan data inisebagaibahanuntuklaporanakhirkuliah. BagaimanaPutrimemperoleh data tersebut ? 3.
Mengekspresikan
ide- YayasanPendidikanPelitaHarapanmengelol
ide
asekolahdenganjumlahsiswasebagaiberikut
matematisdalamsebuah
:
table, diagram
grafikbatang, SD
: 500 siswa
lingkaran, SMP : 600 siswa
dangrafikgaris.
SMA : 450 siswa SMK : 250 siswa Sajikan data di ataskedalamgrafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris.
Depok, Mengetahui Peneliti
DewantiMustika Sari
2015
50
81
(1110017000099)
82
81
Lampiran 5
Lembar Kerja Siswa (LKS 1) Kelompok
:
Nama Anggota
:
1. ....................... 2. ....................... 3. .......................
4. ........................ 5. ........................
STATISTIKA Tujuan Pembelajaran : Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini siswa dapat : 1.Menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data yang diketahui. 2.Menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.
Kerjakan bersama dengan teman sekelompokmu! A. Tuliskan data yang ada di papan tulis pada table dibawah ini ! No
Nama
No. Sepatu
No
Nama
No. Sepatu
No
1
11
21
2
12
22
3
13
23
4
14
24
5
15
25
6
16
26
7
17
27
8
18
28
9
19
29
10
20
30
Nama
No. Sepatu
82
B. Perhatikan penjelasan guru tentang penyajian data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran. C. Sajikan data diatas dalam diagram batang, dan diagram lingkaran.
Diagram Batang
Diagram Lingkaran
Informasi Xmaks
: Data terbesar
Xmin
: Data terkecil
Jangkauan
: Selisih antara Xmaks dan Xmin
D. Dari data diatas tentukan nilai Xmaks, Xmin, dan jangkauan
83
LATIHAN 1 1. Ada pendapat sementara bahwa akhir-akhir ini ada kecenderungan hasil prestasi akademik siswa SMP DKI Jakarta menurun. Lembaga pendidikan yang terkait ingin mengadakan penelitian untuk membuktikan kebenaran dan mencari sebab-sebabnya. Tentukan populasi dan sampelnya. 2. Putri, seorang mahasiswi Ilmu Gizi di salah satu sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jakarta, hendak meneliti tentang tingkat kesehatan tubuh siswa/I SMP disalah satu SMP di kawasan Jakarta Timur. Dia membutuhkan data ini sebagai bahan untuk laporan akhir kuliah. Bagaimana Putri memperoleh data tersebut ? 3. Yayasan Pendidikan Pelita Harapan mengelola sekolah dengan jumlah siswa sebagai berikut: SD
: 500 siswa
SMP : 600 siswa
SMA : 450 siswa
SMK : 250 siswa
Sajikan data di atas ke dalam diagram batang dan diagram lingkaran.
84
Lampiran 6
Kisi-kisi InstrumenTes Kemampuan Komunikasi Matematis
No 1.
Aspek Written Text
Indikator Soal
No.
Jumlah
Soal
Soal
1. Siswa dapat memberikan jawaban 1, 3, 5
3
dengan kalimatnya sendiri. 2. Siswa dapat menjelaskan situasi matematik dalam bentuk diagram atau pun sebaliknya.
2.
Mathematical Expression
1. Siswa dapat menyatakan peristiwa 2, 4, 6 sehari-hari
dalam
konsep
matematika untuk menyelesaikan masalah.
3
85
Lampiran 7
Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
1.
DBD Hepatitis Difteri Tetanus TBC
Banyaknya Pasien 62 21 14 11 11
Dari table diatas tentukanlah populasi dan sampelnya serta berikan alasan dari jawaban kalian. 2. Dari data Komunitas Pecinta Sepeda Ontel ditemukan data tentang umur setiap anggota, banyaknya anggota yang berumur 18 tahun adalah 5 orang, banyaknya anggota yang berumur 20 tahun adalah 5 orang, banyak anggota yang berumur 40 tahun adalah 5 orang dan jumlah beberapa umur anggota yang belum diketahui adalah 300 sedangkan rata-rata umur mereka adalah 27,6 tahun. Tentukanlah banyaknya anggota yang belum diketahui umurnya serta tentukan umurnya ? 3. Hobi yang paling disukai remaja Hobi Persentase putra disajikan pada table Musik 36% disamping. Diagram apakah yang Game 21% paling sesuai ? Jelaskan! Buatlah Olahraga 17% Lain-lain 26% diagram tersebut.
4. di dalam suatu kelas terdapat 50 siswa yang terdiri dari 30 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki. Pada suatu hari diadakan ujian matematika. Ternyata nilai rata-rata dari siswa perempuan adalah 8,0 dan nilai rata-rata siswa lakilaki adalah 7,0. Tentukan nilai rata-rata keseluruhan siswa.
86
5. Perhatikan
gambar
di
samping.
Jelaskan data pada sumbu vertikal dan sumbu
horizontal
banyaknya
siswa
serta
tentukan
pada
gambar
disamping!
6.
Nilai Frekuensi
5 3
6 5
7 4
8 6
9 2
Nilai ujian mata pelajaran diberikan dalam table. Seorang siswa dinyatakan lulus jika nilai ujian siswa tersebut diatas rata-rata. Tentukanlah persentase siswa yang lulus dan tidak lulus ujian mata pelajaran tersebut, modus serta median.
87
Lampiran 8
Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 1. Populasinya adalah jenis penyakit, karena jenis penyakit adalah keseluruhan objek yang memiliki sifat-sifat sejenis. Sedangkan sampelnya adalah DBD, Difteri, Hepatitis, Tetanus dan TBC, karena bagian dari populasi yang memiliki sifat yang cukup mewakili sifat-sifat populasi.
2. 18 th = 5 orang 20 th = 5 orang 40 th = 5 orang x.y
= 300
banyaknya anggota = 5 + 5 + 5 + y = 15 + y orang =
(
) (
) (
)
27,6 = 27,6= 414 + 27,6y = 690 27,6y = 690 – 414 y = 10 x.y
= 300
x= 30 Jadi, banyaknya anggota yang berumur 30 tahun ada 10 orang
3. Diagram yang paling sesuai adalah diagram lingkaran karena datanya membandingkan satu jenis hobi yang dipilih remaja putra dengan semua pilihan.
88
Hobi Remaja Putra
Lain-lain 26%
Musik 36%
Olahraga 17% Game 21%
4. n = 50 nperempuan =30 nlaki-laki
= 20
perempuan = 8,0 laki-laki
= 7,0
(
) (
=
=
( ,
)
=
( ,
)
)
= 7,6
5. Sumbu Vertikal menjelaskan tentang banyaknya siswa yang memiliki citacita tertentu sedangkan sumbu horizontal menjelaskan tentang cita-cita yang dipilih siswa. Banyaknya siswa adalah 50 orang. 6.
=
(
) (
) (
) (
Siswa yang lulus = Siswa yang tidak lulus =
) (
=
= 6,95
100% = 60% x 100% = 40%
Modus = 8 Median =
)
=7
89
Lampiran 9
Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD ∑
1 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 2 4 3 2 4 3 1 2 4 2 3 2 4 3 4 95
2 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 1 1 3 3 1 3 3 2 1 3 1 1 1 1 2 1 3 3 1 3 72
Butir Soal 3 4 5 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 1 1 1 2 3 1 4 3 4 2 4 4 3 3 2 4 4 2 2 2 4 2 4 4 2 3 2 3 4 4 4 0 0 2 3 2 4 4 4 3 2 2 0 0 1 2 2 2 2 2 4 4 0 1 2 0 1 2 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 1 2 3 2 2 4 3 2 4 1 76 78 77
6 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 0 0 4 4 4 4 4 4 4 111
Skor 23 21 22 21 14 15 21 21 20 21 16 19 17 22 11 16 23 16 8 17 16 7 6 19 14 16 14 18 17 18 509
90
90
Lampiran 10
PERHITUNGAN UJI VALIDITAS
Contoh perhitungan uji validitas butir soal nomor 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA AB AC AD Σ
X1 3 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 2 4 3 2 4 3 1 2 4 2 3 2 4 3 4 95
Y 23 21 22 21 14 15 21 21 20 21 16 19 17 22 11 16 23 16 8 17 16 7 6 19 14 16 14 18 17 18 509
X12 9 16 16 16 16 9 9 16 16 9 9 16 9 16 4 4 16 9 4 16 9 1 4 16 4 9 4 16 9 16 323
Y2 529 441 484 441 196 225 441 441 400 441 256 361 289 484 121 256 529 256 64 289 256 49 36 361 196 256 196 324 289 324 9231
X1Y 69 84 88 84 56 45 63 84 80 63 48 76 51 88 22 32 92 48 16 68 48 7 12 76 28 48 28 72 51 72 1699
91
(
=
[
(
=
[(
=
)(
)
) ][
(
)(
) (
) (
(
= =
(
)(
)][(
) ] )( )(
)(
(
)(
) ) (
)]
)
)
√
=
,
= 0,759
Dengan n = 30 dan
Karena
Perhitungan validitas butir soal selanjutnya menggunakan langkah seperti no. 1 di atas.
>
= 0,05 diperoleh
= 0,361.
maka butir soal nomor 1 valid.
92
Lampiran 11
Hasil Uji Validitas Instrumen 1
2
Butir Soal 3 4
5
6
A
3
4
4
4
4
2
B
4
3
3
3
3
C
4
4
3
4
D
4
3
4
No
Nama
1
5
E
6
F
4 3
3 3
1 2
Y
Nilai
4
23
96
4
4
21
88
3
4
4
22
92
3
3
4
21
88
4
14
58
3
15
63 88
1 3
1 1
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
88
9
I
4
4
3
3
2
4
20
83
10
J
3
4
4
4
2
4
21
88
11
K
3
1
2
2
4
4
16
67
12
L
4
1
2
4
4
4
19
79
4
17
71
4
22
92 46
13
M
14
N
3 4
3 3
2 3
3 4
2 4
15
O
2
1
4
0
0
4
11
16
P
2
3
2
3
2
4
16
67
17
Q
4
3
4
4
4
4
23
96
18
R
3
2
3
2
2
4
16
67
19
S
2
1
0
0
1
4
8
33
20
T
4
3
2
2
2
4
17
71
4
16
67
0
7
29
0
6
25 79
21
U
22
V
23
W
3 1 2
1 1 1
2 4 2
2 0 0
4 1 1
24
X
4
1
2
4
4
4
19
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
58
26
Z
3
1
2
2
4
4
16
67
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
58
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
75
4
17
71 75
29
AC
30
AD ∑
r hitung r tabel Kriteria
3
1
2
4
3
4
3
2
4
1
4
18
95
72
76
78
77
111
509
0.759 0.632 0.404 0.88 0.707 0.638 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 Valid Valid Valid Valid Valid Valid
93
Lampiran 12
PERHITUNGAN UJI RELIABILITAS
Tentukan nilai varians skor tiap soal, misalnya varians butir soal nomor 1 –
=
(
(
)
)
= ,
= = 0,739
Untuk menghitung varians butir soal nomor 2 dan seterusnya, gunakan cara yang sama seperti butir soal nomor 1.
Didapat jumlah varians semua butir soal berdasarkan tabel perhitungan reliabilitas yaitu Σ
= 7,323 dan varians = =
2
= 19,832, sehingga reliabilitasnya:
1− 1−
, ,
= (1,2)(0,630711)
= 0,757
Berdasarkan kriteria realibilitas
= 0,757 berada pada kisaran 0,60 <
0,80, maka tes bentuk uraian tersebut memliki realiabilitas baik.
≤
94
Lampiran 13
Hasil Uji Reliabilitas
No
Nama
1
A
2
B
1
2
3
4
4
3
Nomor Butir Soal 3 4 5 4 3
4 3
4 4
y
y2
4
23
529
4
21
441 484
6
3
C
4
4
3
3
4
4
22
4
D
4
3
4
3
3
4
21
441
5
E
4
3
1
1
1
4
14
196
6
F
3
3
2
3
1
3
15
225
7
G
3
3
4
3
4
4
21
441
4
21
441
4
20
400 441
8
H
9
I
4 4
3 4
2 3
4 3
4 2
10
J
3
4
4
4
2
4
21
11
K
3
1
2
2
4
4
16
256
12
L
4
1
2
4
4
4
19
361
13
M
3
3
2
3
2
4
17
289
14
N
4
3
3
4
4
4
22
484
15
O
2
1
4
0
0
4
11
121
4
16
256
4
23
529
4
16
256 64
16
P
17
Q
18
R
2 4 3
3 3 2
2 4 3
3 4 2
2 4 2
19
S
2
1
0
0
1
4
8
20
T
4
3
2
2
2
4
17
289
21
U
3
1
2
2
4
4
16
256
22
V
1
1
4
0
1
0
7
49
23
W
2
1
2
0
1
0
6
36
4
19
361
4
14
196
4
16
256 196
24
X
25
Y
26
Z
4 2 3
1 2 1
2 2 2
4 2 2
4 2 4
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
324
29
AC
3
1
2
4
3
4
17
289
30
AD
4
3
2
4
1
4
18
324
95 0.874
72 1.102
76 1.008
78 1.329
77 1.331
111 1.022
509
9231
si si2
0.739
1.173
0.982
1.707
1.712
1.01
∑
95
∑si2
7.323
st
4.529
st2
19.83
r hitung
0.701
96
Lampiran 14
PERHITUNGAN UJI TARAF KESUKARAN Contoh perhitungan taraf kesukaran butir soal nomor 1 = =
(
)( )
= = 0,792
Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran, 0,70 <
= 0,792 berada pada kisaran nilai
≤ 1,00, maka butir soal nomor 1 tersebut memiliki tingkat kesukaran
mudah.
Untuk butir soal nomor 2 dan seterusnya, perhitungan tingkat kesukarannya sama dengan cara perhitungan tingkat kesukaran butir soal nomor 1.
97
Lampiran 15
Hasil Uji Taraf Kesukaran No
Nama
1
Nomor Butir Soal 3 4
1
2
A
3
4
4
2
B
4
3
3
C
4
4
D
5
Jumlah
5
6
4
4
4
23
3
3
4
4
21
4
3
3
4
4
22
4
3
4
3
3
4
21
E
4
3
1
1
1
4
14
6
F
3
3
2
3
1
3
15
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
9
I
4
4
3
3
2
4
20
10
J
3
4
4
4
2
4
21
11
K
3
1
2
2
4
4
16
12
L
4
1
2
4
4
4
19
13
M
3
3
2
3
2
4
17
14
N
4
3
3
4
4
4
22
15
O
2
1
4
0
0
4
11
16
P
2
3
2
3
2
4
16
17
Q
4
3
4
4
4
4
23
18
R
3
2
3
2
2
4
16
19
S
2
1
0
0
1
4
8
20
T
4
3
2
2
2
4
17
21
U
3
1
2
2
4
4
16
22
V
1
1
4
0
1
0
7
23
W
2
1
2
0
1
0
6
24
X
4
1
2
4
4
4
19
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
26
Z
3
1
2
2
4
4
16
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
29
AC
3
1
2
4
3
4
17
30
AD
4
3
2
4
1
4
18
95 0.792
72 0.6
76 0.633
78 0.65
77 0.642
111 0.925
509
p Kriteria
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Mudah
∑
98
Lampiran 16
PERHITUNGAN DAYA PEMBEDA
Contoh perhitungan daya pembeda untuk butir soal nomor 1. = =
−
( )(
)
−(
)(
)
= = 0,283
= 0,283 berada pada interval 0,20 <
≤ 0,40, maka butir soal nomor 1
memiliki daya pembeda dengan kriteria cukup.
Untuk butir soal nomor 2 dan seterusnya, perhitungan daya pembedanya sama dengan cara perhitungan daya pembeda butir soal nomor 1.
99
Lampiran 17
Kelompok Atas
Hasil Uji Daya Pembeda
1
Nomor Butir Soal 2 3 4
5
6
A
3
4
4
4
4
4
23
2
Q
4
3
4
4
4
4
23
3
N
4
3
3
4
4
4
22
4
C
4
4
3
3
4
4
22
5
B
4
3
3
3
4
4
21
6
D
4
3
4
3
3
4
21
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
9
J
3
4
4
4
2
4
21
10
I
4
4
3
3
2
4
20
11
L
4
1
2
4
4
4
19
12
X
4
1
2
4
4
4
19
13
AB
4
3
2
3
2
4
18
14
AD
4
3
2
4
1
4
18
15
M
3
3
2
3
2
4
17
56
45
44
53
48
60
No
Nama
1
Kelompok Bawah
∑
Y
16
T
4
3
2
2
2
4
17
17
AC
3
1
2
4
3
4
17
18
K
3
1
2
2
4
4
16
19
P
2
3
2
3
2
4
16
20
R
3
2
3
2
2
4
16
21
U
3
1
2
2
4
4
16
22
Z
3
1
2
2
4
4
16
23
F
3
3
2
3
1
3
15
24
E
4
3
1
1
1
4
14
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
26
AA
2
3
2
2
1
4
14
27
O
2
1
4
0
0
4
11
28
S
2
1
0
0
1
4
8
100
29
V
1
1
4
0
1
0
7
W
2
1
2
0
1
0
6
DP
39 0.283
27 0.3
32 0.2
25 0.467
29 0.317
51 0.15
Kriteria
Cukup
Cukup
Jelek
Baik
Cukup
Jelek
30 ∑
101
Lampiran 18
Hasil Rekapitulasi Jenis Uji Validitas Reliabilitas Taraf Kesukaran Daya Pembeda
1 Valid Sedang Cukup
Nomor Butir Soal 2 3 4 Valid Valid Valid 0.70081735 Sedang Sedang Sedang Cukup Jelek Baik
5 Valid
6 Valid
Sedang Cukup
Mudah Jelek
102
Lampiran 19
Daftar Skor Kelas Eksperimen
No
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20 S21 S22 S23 S24 S25 S26 S27 S28 S29 S30
1 3 3 4 4 4 3 2 4 4 4 4 2 3 2 4 2 4 3 0 4 3 4 4 4 3 2 4 1 2 3
2 2 3 1 4 3 3 1 2 3 4 3 4 4 1 1 4 1 4 4 3 1 4 3 4 4 3 3 4 4 3
Nomor Soal 3 4 5 4 1 4 3 2 4 2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 2 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 3 4 4 4 2 4 2 4 3 3 2 3 1 1 3 4 3 4 1 4 3 2 4 2 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4
6 3 4 2 3 4 3 4 3 4 3 2 3 2 3 4 3 4 4 1 4 4 3 4 4 3 4 4 4 2 2
Skor 17 19 17 22 23 20 18 20 22 19 21 19 20 17 19 18 17 16 16 19 16 21 22 23 21 21 20 21 18 19
103
Σ
93
88
95
98
110
97
581
Rata-rata Xmax Xmin Modus Varians
3.10
2.93
3.17
3.27
3.67
3.23
19.37
4 0
4 1
4 1
4 1
4 2
4 1
23 16
4 1.09
4 1.26
4 0.87
4 0.93
4 0.29
4 0.71
19 4.17
1.04
1.12
0.93
0.96
0.54
0.84
2.04
Simpangan Baku
104
Lampiran 20
Daftar Skor Kelas Kontrol
No
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20 S21 S22 S23 S24 S25 S26 S27 S28 S29 Σ
1 3 0 4 4 2 1 2 1 2 4 2 2 1 2 4 2 4 3 2 2 3 2 4 4 2 4 3 1 4 74
2 2 0 1 1 2 2 1 2 4 4 3 0 4 1 1 4 1 3 2 3 1 3 2 4 2 3 1 4 1 62
Nomor Soal 3 4 5 4 1 2 2 1 4 2 4 2 3 3 4 2 3 4 1 3 2 2 1 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 2 2 2 2 4 2 4 3 3 4 4 4 2 4 2 4 3 1 2 3 1 1 2 1 2 3 1 3 4 2 3 4 2 1 4 3 4 2 2 2 4 2 2 3 1 4 3 4 3 2 4 4 4 2 3 3 69 79 92
104
6 3 3 2 3 3 3 4 2 3 3 3 3 2 3 4 3 2 3 4 4 3 4 1 4 3 4 3 4 2 88
Skor 15 10 15 18 16 12 13 16 18 22 16 13 16 17 19 18 13 13 14 17 16 16 16 20 14 19 16 21 15 464
105
Rata-rata Xmaks Xmin Modus Varians Simpangan Baku
2.552 2.138 2.379 2.724 3.172 3.034 4 4 4 4 4 4 0 0 1 1 2 1 2 1 2 4 4 3 1.35 1.57 1.06 1.17 0.63 0.59
16 22 10 16 7.17
1.16
2.68
1.25
1.03
1.08
0.79
0.76
106
Lampiran 21
UJI NORMALITAS, HOMOGENITAS DAN UJI T SKOR POSTTEST MENGGUNAKAN SPSS 20
Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Skor Komunikasi
.094
.200*
59
Skor Komunikasi Levene Statistic .500
Shapiro-Wilk Statistic df Sig.
df1
.974
df2 1
Equal variances assumed Equal variances not assumed
57
Sig.
.500
.232
Sig.
Levene's Test for Equality of Variances F
59
.483
.483
t-test for Equality of Means t
df
Sig. (2tailed)
5.349
57
.000
5.325
52.322
.000